• Tidak ada hasil yang ditemukan

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2021"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

No. Dok.: FM-GKM-S1TI-FT-6-06-07; Tgl. Efektif : 09 Juli 2018; Rev : 01; Halaman : 1 dari 1

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

NITA VIVI AURELIA SIREGAR

NIM : 170403141

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 2 1

(2)
(3)
(4)
(5)

JUDUL : PENGUKURAN KINERJA MANUFAKTUR HALAL PADA UMKM NOERLEN DENGAN PENDEKATAN SCOR

Saya menyatakan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2021

Nita Vivi Aurelia Siregar

NIM : 170403141

(6)

rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas sarjana ini dengan baik.

Pembuatan laporan tugas sarjana ini merupakan langkah akhir untuk menerapkan ilmu yang telah dipelajari selama masa perkuliahan. Selain itu, laporan tugas sarjana ini juga merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik.

Laporan tugas sarjana ini berisi penelitian yang dilakukan di UMKM Noerlen. Laporan ini menjelaskan tentang tugas sarjana penulis yang berjudul

“Pengukuran Kinerja Manufaktur Halal pada UMKM Noerlen dengan Pendekatan SCOR”.

Penulis menyadari bahwa laporan tugas sarjana ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan berharap agar laporan tugas sarjana ini bermanfaat bagi kita semua.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENULIS,

MEDAN, JULI 2021 NITA VIVI AURELIA SIREGAR

(7)

dan rahmat-Nya, penulis dapat mengikuti pendidikan di Departemen Teknik Industri USU dengan baik dan dapat menyelesaikan penulisan laporan Tugas Sarjana ini.

Dalam menyelesaikan Tugas Sarjana, banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Laporan Tugas Sarjana ini, baik bantuan materil, spiritual, informasi maupun administrasi. Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Sultoni Siregar dan Fatimah Sari Ritonga atas doa, nasihat, bimbingan dan dukungan moril dan materil, yang menjadi sumber inspirasi dan motivasi penulis untuk tetap semangat dalam perkuliahan dan penulisan laporan tugas sarjana ini.

2. Abang penulis, Junaidi Teguh Siregar, S.T dan Muhammad Fadly Siregar, S.AB yang selalu memberikan dukungan, hiburan, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Sarjana.

3. Ibu Dr. Ir. Meilita Tryana Sembiring, MT, IPM selaku Ketua Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dan Bapak Buchari, ST, M.Kes selaku Sekretaris Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Ir. Dini Wahyuni, M.T sebagai Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis, memberikan ilmu, dan memberikan saran dalam penyelesaian laporan Tugas Sarjana.

5. Seluruh dosen Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pengajaran selama perkuliahan yang menjadi bekal penulis dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

6. Seluruh staf dan karyawan Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara khususnya Kak Rahma, Bang Mijo, Bang Edi, Kak Ester, Bang Nurmansyah, Kak Mia, dan Kak Neneng yang banyak membantu dan memberikan kemudahan administrasi kepada penulis.

(8)

vii

semangat kepada penulis sehingga laporan tugas sarjana ini dapat diselesaikan.

9. Sahabat-sahabat penulis tersayang, Nurulita, Dian, Bila, Dila, U’um, Mutiara, Riris, Nisa, Beban, Arief, Cahyo, Azhar, Almo, Melisa, Fadil, Abib, Putri, Riri, Kharisma, Susan, Rizky, Ramadhan, Gilbert, terimakasih atas dukungan, doa, dan kerjasamanya yang telah memberikan semangat dan mendukung serta mendoakan penulis.

10. Sahabat Kwek-Kwek penulis yaitu Suci, Karin, Cindy, dan Dhea yang membantu penulis dan memberi semangat dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

11. Rekan-rekan seperdopingan (Halal Batch 4) yang telah membantu penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

12. Sahabat Wanita Tangguh penulis yaitu Yuli, Nurul, Aini, dan Rachma yang selalu memberi semangat dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

13. Bang Nandi, Kak Suci yang selalu memberi saran dan semangat selama proses pembuatan laporan.

14. Abang Husen yang selalu memberi semangat dan motivasi dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

14. Sahabat-sahabat penulis angkatan 2017 “ATLANTIS” yang tidak dapat disebutkan satu per-satu yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

15. Seluruh pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Medan, Juli 2021 Nita Vivi Aurelia Siregar

(9)

produk dengan mempertimbangkan kriteria halal dan mengukur sejauh apa UMKM menerapkan prinsip-prinsip islami dalam pengolahan produk. Penelitian ini dilakukan di UMKM Norelen yang memproduksi sirup markisa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kinerja manufaktur halal pada UMKM Noerlen dengan menggunakan Metode SCOR (Supply Chain Operation Reference dan AHP (Analythical Hierarchy Process), selanjutnya memberikan usulan perbaikan untuk meningkatkan kinerja pada UMKM. Dari hasil perhitungan dengan metode SCOR diperoleh kinerja akhir sebesar 75,25 yang mengindikasikan kinerja UMKM berada dalam kategori good. Dari 17 KPI terdapat 5 KPI yang memiliki indikator bewarna merah, sehingga diberikan usulan perbaikan yaitu :1) Membuat rencana jadwal pelatihan internal untuk pekerja minimal setahun sekali. 2) Membuat rencana pelaksanaan audit internal setidaknya enam bulan sekali sesuai dengan HAS 23000. 3) Merencanakan rapat pimpinan dengan tim manajemen halal setidaknya satu tahun sekali. 4) Membuat rencana jadwal pertemuan dengan retailer minimal enam bulan sekali. 5) Memperbaiki kualitas kemasan botol plastik yang berbahan lebih tebal agar lebih aman. Dengan beberapa usulan perbaikan tersebut diharapkan UMKM dapat meningkatkan kinerja berdasarkan kriteria halal.

Kata Kunci : Kinerja Halal, KPI (Key Performance Indicators), SCOR (Supply Chain Operation References), AHP (Analytical Hierarchy Process), UMKM

(10)

considering halal criteria and measuring the extent to which MSMEs apply Islamic principles in product processing. This research was conducted at Norelen UMKM which produces passion fruit syrup. This study aims to determine the value of halal manufacturing performance on SMEs Noerlen by using the SCOR (Supply Chain Operation Reference and AHP) method, then provide suggestions for improvements to improve performance in SMEs. of 75.25 which indicates the performance of MSMEs is in the good category. Of the 17 KPIs, there are 5 KPIs that have red indicators, so suggestions for improvement are given, namely: 1) Planning an internal training schedule for employees at least once a year. 2) Preparing an internal audit implementation plan at least every six months in accordance with HAS 23000. 3) Planning a leadership meeting with the halal management team at least once a year. 4) Planning a meeting schedule with retailers at least once a month. 5) Improve the quality of plastic bottle packaging made of thicker material to make it safer. With some of these suggestions for improvement, it is hoped that MSMEs can improve performance based on halal criteria.

Keywords: Halal Performance, KPI (Key Performance Indicators), SCOR (Supply Chain Operation References), AHP (Analytical Hierarchy Process), UMKM

(11)

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Rumusan Masalah ... I-5 1.3. Tujuan Penelitian ... I-5 1.4. Manfaat Penelitian ... I-5 1.5. Batasan Masalah dan Asumsi... I-6

II TINJAUAN PUSTAKA ... II-1 2.1. Supply Chain dan Supply Chain Management ... II-1 2.2. Halal Supply Chain Management ... II-2 2.3. Value Chain (Rantai Nilai)... II-4 2.4. Supply Chain Operation Reference (SCOR)... II-5 2.5. Key Performance Indicator (KPI) ... II-9 2.6. Traffic Light System ... II-10

(12)

xi

BAB HALAMAN

2.1. Normalisasi Snorm De Boer... II-11 2.2. AHP (Analytical Hierarchy Process)... II-12 2.3. Sistem Jaminan Halal (SJH)... II-14 2.4. Penelitian Terkait Halal Supply Chain Management... II-20 2.5. Kerangka Berpikir ... II-26

III METODE PENELITIAN ... III-1 3.1. Jenis Penelitian ... III-1 3.2. Objek Penelitian ... III-1 3.3. Variabel Penelitian ... III-1 3.4. Metode Pengumpulan Data ... III-6 3.5. Metode Analisis Data... III-6 3.6. Metode Analisis ... III-7 3.7. Output Penelitian ... III-8

IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... IV-1 4.1. Supply Chain pada UMKM Noerlan ... IV-1 4.2. Aktivitas Dasar UMKM Noerlan dengan Pendekatan

SCOR ... IV-3 4.3. Perancangan Key Performance Indicators ... IV-4 4.4. Perhitungan Pembobotan Snorm De Boer ... IV-9 4.5. Pengolahan Data AHP (Analytical Hierarchy Process) .... IV-17 4.5.1. Pembobotan Proses... IV-17 4.5.2. Pembobotan Antar Atribut ... IV-19 4.5.3. Pembobotan Antar Kriteria ... IV-29

(13)

xii

BAB HALAMAN

V ANALISIS DAN PEMBAHASAN... V-1 5.1. Analisa Hasil Perhitungan Kinerja Rantai Pasok ... V-1 5.2. Analisa Proses Plan ... V-2 5.3. Analisa Proses Source ... V-2 5.4. Analisa Proses Make ... V-3 5.5. Analisa Proses Deliver ... V-3 5.6. Analisa Proses Return ... V-3 5.7. Analisa Sistem Jaminan Halal ... V-4 5.8. Ulasan Perbaikan Untuk Peningkatan Indikator Kinerja .. V-8

VI KESIMPULAN DAN SARAN ... VI-1 6.1. Kesimpulan... VI-1 6.2. Saran ... VI-2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(14)

2.1. Kondisi Indikator Kinerja... II-12 2.2. Penelitian Terkait ... II-20 4.1. Waktu Pembuatan Produk ... IV-13 4.2. Rekapitulasi Skor Normalisasi KPI (Key Performance

Indicators)………. ... IV-16 4.3. Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Proses ... IV-17 4.4. Hasil Perhitungan Pembobotan Antar Proses... IV-18 4.5. Hasil Normalisasi Antar Proses... IV-18 4.6. Hasil Perhitungan Eugen Vector Antar Proses ... IV-19 4.7. Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Atribut Pada

Proses Plan ... IV-20 4.8. Hasil Perhitungan Pembobotan Antar Atribut pada

Proses Plan ... IV-20 4.9. Hasil Normalisasi Antar Atribut Proses Plan ... IV-20 4.10. Hasil Perhitungan Eugen Vector Proses Plan ... IV-21 4.11. Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Atribut Pada

Proses Source ... IV-22 4.12. Hasil Perhitungan Pembobotan Antar Atribut Pada

Proses Source ... IV-22 4.13. Hasil Normalisasi Antar Atribut Proses Source ... IV-22 4.14. Hasil Perhitungan Eugen Vector Proses Source ... IV-23 4.15. Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Atribut Pada

Proses Make... IV-24 4.16. Hasil Perhitungan Pembobotan Antar Atribut pada

Proses Make... IV-24 4.17. Hasil Normalisasi Antar Atribut Proses Make ... IV-24

(15)

xiv

4.18. Hasil Perhitungan Eugen Vector Proses Make ... IV-25 4.19. Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Atribut Pada

Proses Deliver ... IV-26 4.20. Hasil Perhitungan Pembobotan Antar Atribut Proses

Deliver ... IV-26 4.21. Hasil Normalisasi Antar Atribut pada Proses Deliver ... IV-26 4.22. Hasil Perhitungan Eugen Vector Proses Deliver ... IV-27 4.23. Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Atribut Pada

Proses Return... IV-28 4.24. Hasil Perhitungan Pembobotan Antar Atribut pada

Proses Return... IV-28 4.25. Hasil Normalisasi Antar Atribut pada Proses Return ... IV-28 4.26. Hasil Perhitungan Eugen Vector Proses Return ... IV-29 4.27. Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Atribut

Reliability ... IV-30 4.28. Hasil Perhitungan Pembobotan Antar Kriteria Atribut

Reliability ... IV-30 4.29. Hasil Normalisasi Antar Kriteria Atribut Reliability ... IV-31 4.30. Hasil Perhitungan Eugen Vector Antar Atribut Reliability IV-31 4.31. Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Atribut

Reliability ... IV-32 4.32. Hasil Perhitungan Pembobotan Antar Kriteria Atribut

Reliability ... IV-32 4.33. Hasil Normalisasi Antar Kriteria Atribut Reliability ... IV-33 4.34. Hasil Perhitungan Eugen Vector Antar Atribut

Reliability …………. ... IV-33

(16)

xv

4.35. Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Atribut

Responsiveness ... IV-34 4.36. Hasil Perhitungan Pembobotan Antar Kriteria Atribut

Responsiveness ... IV-34 4.37. Hasil Normalisasi Antar Kriteria Atribut

Responsiveness ... IV-35 4.38. Hasil Perhitungan Eugen Vector Antar Atribut

Responsiveness ... IV-35 4.39. Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Atribut

Asset ... IV-36 4.40. Hasil Perhitungan Pembobotan Antar Kriteria Atribut

Asset ... IV-36 4.41. Hasil Normalisasi Antar Kriteria Atribut Asset... IV-37 4.42. Hasil Perhitungan Eugen Vector Antar Atribut Asset ... IV-37 4.43. Perhitungan Bobot Akhir Plan-Reliability ... IV-38 4.44. Nilai Akhir Metrik Plan-Reliability ... IV-38 4.45. Perhitungan Kinerja Akhir UMKM Noerlen ... IV-35 5.1. Pengelompokan KPI berdasarkan Traffic Light System .... V-1

(17)

2.1. Model Konseptual Manajemen Rantai Pasok Halal ... II-3 2.2. Proses Utama pada Model SCOR ... II-6 2.3. Kerangka Berpikir ... II-26 3.1. Key Performance Indicator Penelitian Terkait ... III-3 3.2. Rekapitulasi Key Performance Indicator Penelitian

Terkait ... III-4 3.3. Blok Diagram Prosedur Penelitian ... III-8 4.1. Aliran Supply Chain pada UMKM Noerlen ... IV-1 4.2. Hierarki KPI (Key Performance Indicators) ... IV-9

(18)

LAMPIRAN HALAMAN 1. Tabel Random Index (RI) dan Consistency Ratio (CR) .. L-1 2. Kuesioner ... L-2 3. Form Pengajuan Tugas Akhir ... L-3 4. Form Penetapan Tugas Akhir ... L-4 5. Surat Keputusaan Tugas Akhir ... L-5 6. Lembar Asistensi Laporan Tugas Sarjana... L-6

(19)

I-1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas suatu organisasi dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi & visi organisasi tersebut (Bastian, 2001). Menurut Ruky (2001) pengukuran kinerja adalah membandingkan antara hasil yang sebenarnya diperoleh dengan yang direncanakan, dengan kata lain sasaran-sasaran yang telah ditargetkan harus diteliti sejauh mana pencapaian yang telah dilaksanakan untuk mencapai tujuan.

Salah satu tujuan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah keberadaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) (Giyanti &

Indrasari, 2018). Setiap tahun pertumbuhan UMKM di Indonesia mengalami kenaikan jumlah yang sangat pesat, bahkan lebih dari 90% dari total tenaga kerja di Indonesia mampu diserap oleh UMKM dengan didominasi oleh anak muda dan wanita (Ambarwati & Widyastuti, 2018). Hal tersebut menunjukkan besarnya kontribusi UMKM.

UMKM yang bersertifikat halal berkontribusi dalam membantu negara mengejar target pertumbuhan ekonomi, melalui tenaga kerja yang diserap pada berbagai sektor usaha. Selain itu, UMKM halal menjadi sektor yang terbukti tangguh dalam menghadapi berbagai krisis (Novitasari, 2019). Sertifikat halal didapatkan apabila UMKM mengajukan sertifikasi halal dan memenuhi syarat- syarat yang sudah ditetapkan (Giyanti et al., 2019). Sertifikat halal yang dimiliki

(20)

tidak serta merta menimbulkan dampak yang terlihat pada profit UMKM.

Penelitian Giyanti & Indriastiningsih (2019) menunjukkan bahwa profit UMKM sebelum dan sesudah memiliki sertifikat halal, tidak memiliki perbedaan yang signifikan sehingga perlu dianalisis bagaimana cara mengoptimalkan penerapan dari sertifikasi halal untuk meningkatkan profit UMKM.

Konsep produk atau makanan halal sekarang semakin menarik banyak pihak di seluruh dunia saat ini karena pengakuannya sebagai tolok ukur alternatif untuk keamanan, kebersihan dan jaminan kualitas. Produk halal dipahami sebagai produk yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang dapat diterima oleh masyarakat Muslim dan sesuai dengan syariat Islam (Ambali &

Bakar, 2014). Murujuk data PT Sofyan Hospitality International, pada tahun 2016, tingkat konsumsi muslim di tingkat global sebesar US$ 1.8 triliun, sementara di Indonesia mencapai US$ 225.7 miliar. Pertumbuhan industri dalam lima tahun terakhir yang mengusung konsep halal di Indonesia mencapai 40%, yang terdiri dari pakaian, makanan, hotel, kosmetik, dan syariah finansial (Mix 2017).

Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal menegaskan bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.

Seiring dengan hal tersebut penyediaan produk halal menjadi hal yang sangat penting. Produk halal tidak hanya dilihat dari kehalalan bahannya saja, melainkan juga halal pada proses pembuatan atau penyiapan produk. Proses penyediaan barang mentah, pengolahan, pengemasan dan pengiriman suatu produk sampai akhirnya diterima konsumen juga harus menjamin kehalalan

(21)

produk. Hal ini memberi kesadaran pentingnya konsep manajemen rantai pasok halal (Halal Supply Chain Management). Tieman (2014) dalam konsepnya menyebutkan halal dalam rantai pasok berarti kegiatan keseluruhan entitas yang terlibat sepanjang rantai pasok dari hulu ke hilir menerapkan konsep yang sesuai syariat Islam, dimulai dari pemilihan pemasok, proses produksi, penyimpanan, sampai dengan distribusi (memisahkan penyimpanan dan pengiriman produk halal agar terhindar dari kontaminasi zat-zat yang tidak halal).

Manjemen rantai pasok halal merupakan kunci dalam menerapkan prinsip halal tersebut. Proses penyedia bahan, pemrosesan, pengemasan, dan penyajian yang tercakup dalam proses rantai pasok menjadi ukuran halalnya suatu produk khususnya produk pangan hasil pengolahan suatu industri makanan (Aisya, 2021).

Setiap UMKM yang memproduksi produk halal perlu mengukur kinerja manajemen rantai pasok mereka dengan mempertimbangkan kriteria halal dari mulai hulu hingga hilir agar menjadi lebih kompetitif, efektif, dan efisien dari segi jumlah, waktu, lokasi, dan biaya (Fitra Lestari, 2019). Pengukuran kinerja SCM sangat penting untuk mengurangi biaya-biaya, memenuhi kepuasan pelanggan dan meningkatkan keuntungan perusahaan serta untuk mengetahui sejauh mana performansi supply chain perusahaan telah tercapai (Aji Setiawan, 2020).

Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode SCOR. SCOR merupakan model pengukuran kinerja SCM yang baik, karena SCOR membagi proses-proses supply chain menjadi lima proses inti yaitu:

plan, source, make, deliver, dan return, dimana proses-proses tersebut telah merepresentasikan seluruh aktivitas SCM dari hulu ke hilir secara detail, sehingga

(22)

dapat mendefinisikan dan mengkategorikan proses-proses yang membangun indikator pengukuran yang diperlukan dalam pengukuran kinerja SCM (Setiawan dkk, 2010). Selain itu, terdapat lima dimensi umum yang digunakan untuk penentuan atribut pengukuran kinerja yaitu: reliability, responsiveness, flexibility, cost dan assets (Liputra, 2018). Penelitian lainnya dilakukan oleh Rizqi Rahmawati (2018) di PT. Dwimatama Multikarsa Semarang yang menggunakan metode SCOR dan melakukan pembobotan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Adapun penelitian yang dilakukan Wibowo (2018), menyatakan bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh UMKM yaitu dengan sebuah inisiatif perbaikan. Sehingga dapat bersaing dalam kondisi apapun serta memiliki keunggulan yang dapat membedakan antara UMKM satu dengan yang lainnya, dan dapat terus memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.

Penelitian ini dilakukan di UMKM Noerlen, yang memproduksi sirup markisa asli dan telah memiliki sertifikasi halal sejak tahun 2016. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan dengan koordinator UMKM Noerlen menyatakan bahwa setelah memiliki sertifikat halal, hasil produksi meningkat dari 30 kg menjadi 50 kg buah markisa dalam sekali produksi. Namun UMKM Noerlan sampai saat ini belum pernah melakukan penilaian kinerja, artinya UMKM belum mengetahui capaian maupun kelemahan berbagai indikator yang menunjukkan kinerja suatu usaha sehingga tidak mengetahui perbaikan yang perlu ditingkatkan.

(23)

Berdasarkan kondisi aktual tersebut maka perlu dilakukan pengukuran kinerja supply chain management di UMKM Noerlen menggunakan metode SCOR dan AHP berlandaskan kriteria halal. Sehingga UMKM Noerlen dapat mengetahui capaian kinerjanya berdasarkan kriteria halal.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, mengingat pentingnya pengukuran kinerja dalam UMKM yang bersertifikat halal, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah ukuran capaian kinerja UMKM Noerlan dalam mengoptimalkan penerapan sertifikasi halal.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan nilai kinerja manufaktur halal pada UMKM Noerlen dengan menggunakan metode SCOR dan AHP.

2. Memberikan usulan perbaikan untuk meningkatkan kinerja pada UMKM Noerlen.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan manfaat dan ilmu pengetahuan tentang Halal Supply Chain Mangement serta memberikan informasi kepada pembaca dan masyarakat mengenai bagaimana sesungguhnya pelaksanaan atau Implementasi Halal Supply Chain Management yang dilakasanakan di UMKM Noerlen.

(24)

2. Dapat memberikan solusi bagi perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaan dengan menggunakan metode SCOR dan AHP.

1.5. Batasan Masalah dan Asumsi

Batasan masalah dalam penelitian tugas akhir ini adalah :

1. Pembobotan indikator kinerja dilakukan dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Process).

2. Usulan perbaikan tidak sampai tahap implementasi di perusahaan.

3. Penelitian ini tidak menampilkan data keuangan perusahaan.

Asumsi dalam penelitian tugas akhir ini adalah : 1. Proses produksi tidak mengalami perubahan.

2. Tidak mengalami penambahan jumlah tenaga kerja saat proses penelitian.

(25)

II-1

2.1. Supply Chain dan Supply Chain Management

Supply chain adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan atau jejaring dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut (Putri, 2018).

Sedangkan Supply Chain Management (SCM) adalah sebuah penggambaran koordinasi dari keseluruhan kegiatan rantai pasokan, dimulai dari bahan baku dan diakhiri dengan pelanggan yang puas (Haizer, 2014).

Supply Chain Management mencakup semua aktivitas yaitu sejak material datang dari pihak supplier, kemudian material itu diolah menjadi produk setengah jadi ataupun produk jadi, sampai produk itu didistribusikan ke konsumen. Untuk mengetahui perfomansi dari Supply Chain perusahaan, diperlukan suatu pengukuran. Dari pengukuran tersebut akan didapatkan suatu hasil, sehingga baik tidaknya kinerja Supply Chain dari perusahaan dapat terlihat.

Supply Chain Management menjadi salah satu solusi terbaik untuk meningkatkan keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif dari SCM adalah bagaimana perusahaan mampu mengelola aliran barang atau produk dalam suatu rantai pasok. Tujuan utama SCM yaitu penyerahan/ pengiriman produk secara tepat waktu, mengurangi waktu dan biaya dalam pemenuhan kebutuhan,

(26)

memusatkan kegiatan perencanaan dan distribusi, serta pengelolaan manajemen persediaan yang baik antara pemasok (vendor) dan konsumen (buyer). SCM menyediakan struktur yang memungkinkan proses dan implementasi rencana dapat dijalankan dan menyediakan berbagai sistem untuk melaksanakan proses dan implementasi dari perencanaan. SCM dapat menjadikan aktivitas perusahaan yang lebih terstruktur, terkoordinasi, terjadwal, dan terpadu sehingga keseluruhan proses akan menjadi lebih efektif dan efisien (Miradji, 2014).

2.2. Halal Supply Chain Management

Manajemen rantai pasok halal didefinisikan sebagai manajemen jaringan halal dengan tujuan untuk memperpanjang integritas halal dari sumber ke titik pembelian konsumen. Untuk memastikan bahwa produk benar-benar halal pada titik pembelian konsumen, penting untuk menentukan apa prinsip-prinsip dalam manajemen rantai pasok halal. Logistik halal dan manajemen rantai pasok halal merupakan disiplin penting bagi industri halal dalam memperluas integritas halal dari sumber ke titik pembelian konsumen. Fondasi manajemen rantai pasok halal menurut Tieman ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: kontak langsung dengan haram (dilarang), risiko kontaminasi, dan persepsi konsumen Muslim. (Ahmad, 2020)

Kegiatan dalam rantai pasok halal adalah pergudangan, sumber, penanganan transportasi, pengiriman produk halal, manajemen persediaan, dan strategi manajemen bisnis lainnya seperti dan manajemen berbasis nilai (Ngah dan Zainuddin, 2012). Manajemen rantai pasok halal mengatur penyediaan bahan baku produksi, proses pengolahan, marketing, promosi hingga produk siap

(27)

konsumsi harus sesuai dengan standar halal. Menurut Rasi, dkk (2017) secara umum manajemen rantai pasok halal terdiri dari empat aktivitas utama: (1) halal procurement, (2) halal manufacturing, (3) halal distributition, dan (4) halal logistic. Dapat dilihat model konseptual manajemen rantai pasok halal Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Model Konseptual Manajemen Rantai Pasok Halal

1. Halal Procurement (Pengadaan)

Pengadaan produk halal adalah proses pengadaan bahan baku halal yang terdiri dari keterlibatan dalam kegiatan yang berfokus untuk menjaga integritas halal sepanjang rantai pasokan. Penilaian bahan baku halal tidak hanya dari zat produknya yang halal, melainkan sumber dan sistem pembayarannya juga halal.

2. Halal Manufacturing (Pengolahan)

Proses pengolahan halal adalah proses transformasi bahan baku menjadi produk dengan prosedur sesuai dengan standard halal. Proses pengolahan

(28)

menjadi fase yang memiliki tingkat risiko penyebab ketidak-halalan paling tinggi. Oleh karena itu, perlu adanya penguatan penerapan sistem syariah pada internal perusahaan pengolahan.

3. Halal Distribution

Distribusi halal terdiri dari pengemasan dan wadah produk halal. Karaktersitik utama dalam pengemasan produk yang halal adalah bahan pengemasan harus halal dan baik. Salah satu permasalahan yang diangkat dalam kemasan halal adalah sertifikasi pada kemasan tersebut.

4. Halal Logistic

Logistik mencakup pengorganisasian, perlindungan, dan identifikasi produk dan bahan sebelum sampai pada konsumen. Status halal tidak hanya mempertimbangkan produknya saja, proses distribusi dan marketing juga termasuk dalam rantai pasok produk halal.

2.3. Value Chain (Rantai Nilai)

Menurut Pearce dan Robinson (2007), rantai nilai merupakan sebuah perspektif dimana bisnis dipandang sebagai rantai kegiatan dalam mengubah input menjadi output yang memberikan nilai kepada pelanggan. Sedangkan analisis rantai nilai adalah sebuah analisis yang mencoba untuk memahami bagaimana suatu bisnis dapat menciptakan nilai bagi pelanggan (costumer value) dengan menguji kontribusi dari kegiatan yang berbeda dalam suatu perusahaan dan tujuannya untuk mengidentifikasi dimana keunggulan (advantage) atau

(29)

kelemahan (disadvantage) biaya rendah yang ada di sepanjang rantai nilai mulai dari bahan mentah sampai aktivitas layanan konsumen.

2.4. Supply Chain Operation Reference (SCOR)

Supply Chain Operation Reference (SCOR) Model merupakan suatu model konseptual yang dikembangkan oleh Supply Chain Council (SCC), sebuah organisasi non-profit independent, sebagai standar antar industri (cross industry).

(mutaqin,2020). Tujuan dari standarisasi yang dilakukan SCC adalah untuk memudahkan pemahaman rantai pasok sebagai suatu langkah awal dalam rangka memperoleh suatu manajemen rantai pasok yang efektif dan efisien dalam menopang strategi perusahaan.

Organisasi yang terbentuk pada tahun 1996 oleh Pittligio, Rabin, Todd dan McGrath (PRTM) dan lembaga riset AMR di Amerika ini, beranggotakan 69 orang sukarelawan yang terdiri dari para praktisi dunia industri dan para peneliti.

SCOR Model mempunyai kerangka yang menggabungkan antara proses bisnis rantai pasok, pengukuran kinerja berdasarkan best practice ke dalam suatu struktur yang terintegrasi sehingga proses komunikasi antar pelaku rantai pasok dan aktivitas manajemen rantai pasok dapat berjalan secara optimal. Struktur model SCOR dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(30)

Sumber : Supply Chain Council

Gambar 2.2. Proses Utama pada Model SCOR

Penjabaran dari 5 proses (level 1) pada model SCOR yaitu :

1. Rencana (plan) menggambarkan kegiatan yang terkait dengan pengembangan rencana untuk mengoperasikan rantai pasok. Proses rencana mencakup pengumpulan informasi tentang sumber daya yang tersedia, menyeimbangkan permintaan dan pengadaan sumber daya untuk menentukan berapa banyak sumber daya yang direncanakan dan perbedaan antara permintaan dan pengadaan, serta dapat mengidentifikasi tindakan untuk dapat memperbaiki perbedaan yang terjadi.

2. Sumber (source) : Pengadaan persediaan bahan (sourcing stocked), meliputi : a. Penjadwalan pengiriman: terima, periksa, dan transfer produk; otorisasi

pembayaran kepada pemasok.

b. Identifikasi dan pilih sumber penyediaan bila belum diterapkan terlebih dahulu.

c. Kelola aturan bisnis, nilai kerja pemasok.

(31)

d. Kelola persediaan, aset capital (barang modal), produk yang datang, jaringan pemasok, persyaratan impor/ekspor, perjanjian dengan pemasok, dan resiko sumber rantai pasok.

3. Buat (make) : Proses-proses yang mentransformasikan produk ke status jadi untuk memenuhi permintaan yang direncanakan atau yang aktual.

4. Kirim (deliver) : Kegiatan-kegiatan dalam proses ini mencakup :

a. Semua langkah manajemen pesanan dan pemrosesan permintaan penawaran pelanggan.

b. Manajemen gudang dari penerimaan dan mengambil produk untuk memuat dan mengirim produk.

c. Langkah pengembalian semua produk cacat dari sumber identifikasi kondisi produk, disposisi produk, meminta otorasi atas pengembalian produk, menjadwalkan pengiriman produk, dan mengembalikan produk cacat.

d. Langkah pengembalian produk pemeliharaan, perbaikan, dan pemeriksaan secara menyeluruh dari sumber.

e. Menerima dan memeriksa produk di lokasi pelanggan.

f. Penagihan kepada pelanggan.

5. Kembali (return) : Pengembalian bahan baku dan penerimaan pengembalian dari produk jadi.

Dalam model SCOR terdapat aribut kinerja yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja rantai pasok yaitu :

a. Reliability (keandalan) adalah atribut yang berfokus pada konsumen. Suatu rantai suplai sebaiknya bersifat konsumen-sentris, dan perusahaan di dalam

(32)

suatu rantai perlu memenuhi kebutuhan konsumen. Atribut keandalan menyatakan kemampuan menjalankan tugas-tugas yang diharapkan.

Keandalan berfokus pada kemampuan memprediksi hasil dari sebuah proses. Metrik keandalan mencakup: tepat waktu, tepat jumlah, tepat kualitas. Indikator kinerja utama SCOR (metrik level 1) adalah perfect order fulfillment (pemenuhan pesanan yang sempurna).

b. Kecepatan dalam merespon (responsiveness), menyatakan seberapa cepat suatu tugas dijalankan. Hal ini menunjukkan kecepatan yang konsisten dalam menjalankan bisnis. Contoh metriknya adalah waktu siklus. Indikator kinerja SCOR utama adalah order fulfillment cycle time (waktu siklus pemenuhan pesanan). Kecepatan dalam merespon adalah atribut yang berfokus pada konsumen.

c. Ketangkasan (agility) menyatakan kemampuan merespon perubahan eksternal, kemampuan untuk berubah. Pengaruh-pengaruh eksternal mencakup: peningkatan/penurunan permintaan yang tidak terduga, pemasok atau rekanan yang berhenti beroperasi, bencana alam, tindak terorisme, ketersediaan perangkat keuangan (ekonomi), atau masalah-masalah tenaga kerja. Indikator kinerja SCOR utama mencakup flexibility (fleksibilitas) dan adaptability (kemampuan adaptasi). Ketangkasan adalah atribut yang berfokus pada konsumen.

d. Biaya (costs) menyatakan atribut yang berfokus internal. Atribut biaya menyatakan biaya menjalankan proses. Biaya pada umumnya mencakup biaya tenaga kerja, biaya bahan baku, biaya transportasi. Indikator kinerja

(33)

SCOR utama dalam atribut ini adalah total cost to serve (biaya pelayanan total). Biaya pelayanan total adalah metrik yang berfokus pada konsumen, karena mengukur biaya yang dibutuhkan untuk melayani pelanggan. Metrik sebelumnya dalam atribut biaya (cost of goods sold dan total supply chain management cost), lebih berorientasi pada produk. Metrik baru ini memungkinkan perusahaan membangun profit berdasarkan konsumen atau segmen.

e. Manajemen aset (asset management) menyatakan kemampuan untuk memanfaatkan aset secara efisien. Strategi manajemen aset dalam rantai suplai mencakup penurunan inventori serta penentuan produksi sendiri atau subkontrak. Contoh metriknya adalah: waktu siklus inventori (inventory days of supply), dan utilisasi kapasitas. Indikator kinerja SCOR utama mencakup : waktu siklus kas (cash to cash cycle time) dan tingkat pengembalian aset tetap (return on fixed assets). (Paul, 2014).

2.5. Key Performance Indicator (KPI)

Key Performance Indicator (KPI) adalah suatu alat ukur yang dipergunakan untuk menentukan derajat keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Ukuran dapat berupa keuangan dan non-keuangan yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja strategi organisasi. Sebagai alat ukur kinerja strategi perusahaan, KPI mengidentifikasikan kesehatan dan perkembangan organisasi, keberhasilan kegiatan, program atau penyampaian pelayanan untuk mewujudkan target-target atau sasaran organisasi (Ulfa, 2015).

(34)

KPI (key performance indicator) harus dipilih secara cermat untuk mencerminkan indikator kinerja yang penting bagi organisasi sesuai dengan strategi perusahaan dan faktor kunci kesuksesan organisasi. Penetapan KPI dan sasaran yang akan dicapai tidak dapat dilakukan secara asal-asalan, tetapi harus dipilih dan ditentukan dengan menggunakan metode yang tepat dan sistematis.

Memilih KPI secara tepat akan mengarahkan organisasi pada identifikasi potensi perbaikan atau peningkatan kinerja. KPI sering kali diasosiasikan dengan inisiatif yang terkait peningkatan kinerja (Arini.2015). Dalam pengukuran kinerja manajemen rantai pasok halal (HSCM) perlu dipertimbangkan indikator (KPI) halal untuk mencapai keseimbangan dalam manajemen rantai pasok halal.

(Harwati,dkk. 2019)

2.6. Traffict Light System

Traffic Light System adalah suatu metode yang digunakan untuk mempermudah dalam memahami pencapaian kinerja perusahaan dengan bantuan 3 kategori warna yaitu merah, kuning, dan hijau. Batas dari masing-masing kategori warna tersebut, ditetapkan melalui hasil diskusi dengan pihak perusahaan. Kategori warna tersebut dapat mempermudah pihak perusahaan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan yang sesuai dengan target maupun yang tidak mencapai target. (Ervina Novita, 2021)

1. Warna merah menandakan bahwa skor/level berada di ambang batas 0 hingga 3. Kategori ini tergolong pada penilaian performa kurang baik, yang realisasinya berada di bawah target yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

(35)

2. Warna kuning menandakan bahwa skor/level berada di ambang batas 4 hingga 7 yang berarti kinerja perusahaan tergolong pada penilaian performa yang cukup atau yang realisasinya belum mencapai target maksimum.

3. Warna hijau menandakan bahwa skor/level berada di ambang batas 8 hingga 10 yang berarti kinerja perusahaan telah mencapai performa yang diharapkan.

Golongan yang berwarna hijau ini sangat baik, karena telah mencapai target maksimum yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

Pengukuran kinerja ini akan merekomendasikan proses perbaikan yang dapat digunakan sesuai dengan hasil pengukuran kinerja yang dilakukan. Dari hasil pengukuran kinerja, akan terlihat pada bagian mana kinerja perusahaan yang bermasalah.

2.7. Normalisasi Snorm De Boer

Setiap metrik kinerja memiliki satuan nilai (parameter) yang berbeda-beda, oleh karena itu dilakukan normalisasi untuk menyamakan satuan nilai (parameter) dari setiap metrik kinerja yang digunakan untuk menghitung nilai akhir kinerja rantai pasok perusahan. Perhitungan nilai normalisasi diperoleh menggunakan persamaan Snorm De Boer. Adapun rumus persamaan Snorm De Boer sebagai berikut (Danang, 2021).

Snorm (skor) = m - m n - m n x 100 (Kategori larger is better)

= m -

m - m n x 100 (Kategori lower is better) Keterangan :

SI = Nilai indikator aktual yang berhasil dicapai

(36)

Smin = Nilai kinerja terburuk dari indikator kinerja Smax = Nilai kinerja terbaik dari indikator kinerja

Dalam pengukuran, setiap bobot metrik kinerja dikonversikan kedalam range nilai tertentu yang dimulai dari 0 – 100, dimana nilai 0 diartikan paling buruk dan nilai 100 diartikan paling baik. Kemudian dilakukan analisa hasil yang mengacu pada standar yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kondisi Indikator Kinerja

Nilai Indikator Kinerja Kondisi Indikator Kinerja

0-40 Poor Performance

40-50 Marginal Perfomance

50-70 Average Performance

70-90 Good Performance

90-100 Excellent Performance

Sumber : Volby.2000.

2.8. AHP (Analytical Hierarchy Process)

Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Metode AHP digunakan untuk memberikan bobot atas tingkat kepentingan indikator di tiap level dari metrik pengukuran menurut perspektif kepentingan indikator untuk perusahaan (Perdana, 2014).

(37)

Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan suatu permasalahan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi suatu bagian-bagian dan tertata dalam sebuah hierarki. Tingkat kepentingan suatu variabel diberi nilai numerik, kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang mempunyai prioritas tinggi dan berperan dalam mempengaruhi hasil sistem tersebut.

Metode AHP merupakan sebuah hirarki fungsional dengan input utama berupa persepsi manusia. Suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dipecah ke dalam kelompok-kelompok yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hierarki.

Tahapan matematis yang digunakan untuk membuat keputusan berdasarkan AHP, sebagai berikut :

1. Mengembangkan matriks perbandingan berpasangan untuk setiap alternatif keputusan berdasarkan kriteria.

2. Sintesis; menjumlahkan nilai pada setiap kolom pada matriks perbandingan berpasangan, membagi nilai tiap kolom dalam matriks perbandingan berpasangan dengan jumlah kolom yang bersangkutan (matriks normalisasi), menghitung nilai rata-rata setiap baris pada matriks normalisasi (vektor preferensi), dan menggabungkan vektor preferensi untuk setiap kriteria menjadi matriks preferensi setiap alternatif berdasarkan setiap kriteria.

3. Membuat matriks perbandingan berpasangan untuk kriteria.

4. Menghitung matriks normalisasi untuk kriteria.

5. Menghitung vektor preferensi dari kriteria.

(38)

6. Menghitung skor keseluruhan untuk setiap alternatif keputusan dengan mengalikan vektor preferensi kriteria dengan alternatif berdasarkan setiap kriteria.

7. Merangking alternatif keputusan berdasarkan langkah sebelumnya.

8. Menguji konsistensi AHP dengan cara melakukan perhitungan CI dan CR dengan rumus :

C = (λ m ks – n) / (n-1), CR = CI/RI

Jika CR < 10% maka data yang digunakan telah konsisten. (Lis,2016)

2.9. Sistem Jaminan Halal ( SJH )

SJH adalah suatu sistem manajemen yang disusun, diterapkan dan dipelihara oleh perusahaan pemegang sertifikat halal untuk menjaga kesinambungan proses produksi halal sesuai dengan ketentuan LPPOM MUI.

Berikut ini 11 kriteria sistem jaminan halal (SJH) yang harus dipenuhi sebagai persyaratan sertifikasi halal:

1. Kebijakan Halal

Kebijakan halal merupakan pernyataan tertulis tentang komitmen perusahaan untuk memproduksi produk halal secara konsisten mencakup konsistensi dalam penggunaan dan pengadaan bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong serta konsistensi dalam proses produksi halal.

(39)

2. Tim Manajemen Halal

Manajemen puncak harus menetapkan tim manajemen halal yang mencakup semua bagian yang terlibat dalam aktivitas kritis serta memiliki tugas tanggungjawab dan wewenang yang jelas.

3. Pelatihan dan Edukasi

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan.

Pelatihan internal harus dilaksanakan minimal setahun sekali dan pelatihan eksternal harus dilaksanakan minimal dua tahun sekali.

4. Bahan

Bahan yang digunakan dalam pembuatan produk yang disertifikasi tidak boleh berasal dari bahan haram atau najis. Perusahaan harus mempunyai dokumen pendukung untuk semua bahan yang digunakan, kecuali bahan tidak kritis atau bahan yang dibeli secara retail.

5. Produk

Karakteristik/ profil sensori produk tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau rasa yang mengarah kepada produk haram atau yang telah dinyatakan haram berdasarkan fatwa MUI. Merk/nama produk yang didaftarkan untuk disertifikasi tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada sesuatu yang diharamkan atau ibadah yang tidak sesuai dengan syariah Islam. Produk pangan eceran (retail) dengan merk sama yang beredar di Indonesia harus didaftarkan seluruhnya untuk sertifikasi, tidak boleh jika hanya didaftarkan sebagian.

(40)

6. Fasilitas Produksi

a. Industri pengolahan: (i) Fasilitas produksi harus menjamin tidak adanya kontaminasi silang dengan bahan/produk yang haram/najis; (ii) Fasilitas produksi dapat digunakan secara bergantian untuk menghasilkan produk yang disertifikasi dan produk yang tidak disertifikasi selama tidak mengandung bahan yang berasal dari babi/turunannya, namun harus ada prosedur yang menjamin tidak terjadi kontaminasi silang.

b. Restoran/Katering/Dapur: (i) Dapur hanya dikhususkan untuk produksi halal; (ii) Fasilitas dan peralatan penyajian hanya dikhususkan untuk menyajikan produk halal.

c. Rumah potong hewan (RPH): (i) Fasilitas RPH hanya dikhususkan untuk produksi daging hewan halal; (ii) Lokasi RPH harus terpisah secara nyata dari RPH/peternakan babi; (iii) Jika proses deboning dilakukan di luar RPH tersebut, maka harus dipastikan karkas hanya berasal dari RPH halal; (iv) Alat penyembelih harus memenuhi persyaratan.

7. Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis mengenai pelaksanaan aktivitas kritis, yaitu aktivitas pada rantai produksi yang dapat mempengaruhi status kehalalan produk. Aktivitas kritis dapat mencakup seleksi bahan baru, pembelian bahan, pemeriksaan bahan datang, formulasi produk, produksi, pencucian fasilitas produksi dan peralatan pembantu, penyimpanan dan penanganan bahan dan produk, transportasi, pemajangan (display), aturan pengunjung, penentuan menu, pemingsanan, penyembelihan, disesuaikan

(41)

dengan proses bisnis perusahaan (industri pengolahan, RPH, restoran/katering/dapur). Prosedur tertulis aktivitas kritis dapat dibuat terintegrasi dengan prosedur sistem yang lain.

8. Kemampuan Telusur (Traceability)

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menjamin kemampuan telusur produk yang disertifikasi berasal dari bahan yang memenuhi kriteria (disetujui LPPOM MUI) dan diproduksi di fasilitas produksi yang memenuhi kriteria (bebas dari bahan babi/turunannya)

9. Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi Kriteria

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menangani produk yang tidak memenuhi kriteria halal, yaitu tidak dijual ke konsumen yang mempersyaratkan produk halal dan jika terlanjur dijual maka produk harus ditarik.

10.Audit Internal

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis audit internal pelaksanaan SJH.

Audit internal dilakukan setidaknya enam bulan sekali dan dilaksanakan oleh auditor halal internal yang kompeten dan independen. Hasil audit internal disampaikan ke LPPOM MUI dalam bentuk laporan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali.

11.Kaji Ulang Manajemen

Manajemen puncak atau wakilnya harus melakukan kaji ulang manajemen minimal satu kali dalam satu tahun, dengan tujuan untuk menilai efektifitas penerapan SJH dan merumuskan perbaikan berkelanjutan.

(42)

Sebelum lahirnya UU No. 33 tahun 2014 (UU Jaminan Produk Halal), lembaga yang melakukan sertifikasi dan penyelenggaraan sertifikasi halal adalah LPPOM MUI. Lembaga ini berdiri pada tanggal 6 Januari 1989. Berdirinya lembaga ini dilatari keresahan umat Islam sejak dirilisnya hasil temuan peneliti Universitas Brawijaya di Buletin Canopy. Penelitian tersebut dilakukan terhadap produk makanan, seperti susu, mie, snack dan lain sebagainya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk tersebut mengandung gelatin, shortening, lecithin, dan lemak yang kemungkinan berasal dari babi.Dampak dari isu lemak babi ini cukup mengguncang perekonomian nasional, terutama di sektor industri pangan dan menuai protes dan kritik dari kalangan Muslim yang menunutut adanya jaminan terhadap produk yang mereka konsumsi.

Pola kerja penyelenggaraan dan sertifikasi halal LPPOM MUI didasarkan atas pengujian sistematik di tempat produksi dan di laboratorium untuk membuktikan bahwa barang yang diproduksi terbebas dari benda najis dan unsur yang diharamkan, sehingga kehalalannya secara konsisten dapat terjamin.

Sertifikasi halal dapat diartikan sebagai proses klarifikasi produk yang kehalalannya masih belum jelas dengan cara meneliti tahapan produksi, dari proses penyiapan bahan baku, proses produksi, penyimpanan dan sistem pengendalian bahan agar konsisten halal. Pola pembuktian terbalik merupakan konsep sertifikasi halal pada produk olahan yang didasarkan asumsi bahwa produk olahan ada kemungkinan terkontaminasi dengan benda haram, sehingga harus diklarifikasi melalui sertifikasi halal. Dengan demikian, sertifikasi halal

(43)

tidak perlu diterapkan pada produk yang jelas kehalalannya, seperti buah, sayur, ikan segar dan lainnya (bahan-bahan positive list).

Produk yang telah disertifikasi, dijamin dan dinyatakan halal akan mendapatkan sertifikat halal dari MUI. Sertifikat halal merupakan fatwa tertulis dari MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai syariat Islam. Izin penc ntum n l bel “H l l” p d kem s n produk d r BPOM d p t d kelu rk n dengan syarat produk tersebut sudah mendapat sertifikat halal dari komisi fatwa MUI. Labelisasi halal menjadi wewenang pemerintah, yaitu Badan Pengawasan Obat dan Makanan. LPPOM mendapat legitimasi sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan sertifikasi halal didasarkan atas SK MUI Pusat No. kep 164/MUI/IV/2003. Surat Keputusan MUI Pusat ini mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No.:924/Menkes/SK/VIII/1996 tentang Penc ntum n Tul s n “H l l” . (Aziz, 2017)

Sejak Undang-Undang N0 33 Tahun 2014 diberlakukan, wewenang sertifikasi halal berada pada BPJPH dan LPPOM MUI berperan sebagai LPH (Lembaga Pemeriksa Halal). Pendaftaran sertifikasi dilakukan kepada BPJPH dan jajarannya. Lalu BPJPH menunjuk lembaga pemeriksa halal untuk melakukan audit. Bila hasil audit sudah layak, BPJPH akan meminta MUI melakukan penetapan halal. Sertifikat halal diterbitkan oleh BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal).

(44)

2.10. Penelitian Terkait Halal Supply Chain Management

Penelitian terkait yang pernah membahas tentang Halal Supply Chain Management dengan menggunakan metode SCOR dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Beberapa artikel menggunakan metode SCOR berbasis AHP dan beberapa artikel menggunakan indikator halal dalam metode SCOR.

Tabel 2.2. Penelitian Terkait

No Nama Penulis Tahun Judul Hasil

1. Sutandi, dkk 2021 Pengukuran Kinerja Supply Chain dengan Pendekatan Metode SCOR (Supply Chain Operation

Reference) Studi Kasus di PT XYZ

Hasil total kinerja rantai pasok di PT.

XYZ masuk dalam kategori good dengan nilai 89,31 dari 100 dan ada 4 KPI yang membutuhkan perbaikan dari keseluruhan 21 KPI dalam artian sangat membutuhkan perbaikan 2. Rahmat Akmal,

dkk

2018 Perancangan dan Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Dengan Metode SCOR dan AHP di PT. BSI Indonesia

Hasil pengukuran kinerja rantai pasok dengan menggunakan pembobotan AHP menghasilkan 86,26 untuk skala 0-100 yang menunjukkan bahwa kinerja PT. BSI Indonesia sudah baik karena memiliki koordinasi setiap aspek.

3. Dadang Surjasa,dkk

2017 Pengukuran Kinerja Supply Chain CV. X Berdasarkan Lima Proses Inti Model Supply Chain Operation Reference (SCOR)

Hasil pengukuran kinerja supply chain didapatkan 17 KPI yang valid dan untuk hasil scoring didapatkan indeks total pengukuran kinerja supply chain paling rendah dibulan Agustus yaitu 3,698. Berdasarkan traffic light system indeks total ini berada pada warna merah yang berarti performansi secara kesuluruhan dibawah target dan memerlukan perbaikan segera

4. Inayati Nasrudin, dkk

2019 Pengukuran Kinerja Supply Chain KPBS Pangalengan dengan Pendekatan Supply Chain Operation Reference (SCOR) untuk Meningkatkan Produktivitas

Berdasarkan 50 KPI yang teridentifikasi ada 16 yang masuk kategori merah yang berarti indikator- indikator tersebut jauh dari target perusahaan, indikator yang bewarna kuning sebanyak 21 buah, dan yang bewarna hijau ada 11 buah, secara keseluruhan nilai akhir kinerja adalah 78 m suk d l m k tegor „‟good‟‟

(45)

Tabel 2.2. Penelitian Terkait (Lanjutan)

No Nama Penulis Tahun Judul Hasil

5. Dhaniya Tri Wigati, dkk

2017 Pengukuran Kinerja Supply Chain dengan

Menggunakan Supply Chain Operation Reference (SCOR) Berbasis Analytical

Hierarchy Process (AHP)

Hasil akhir perhitungan kinerja diperoleh hasil yaitu 90,82 artinya posisi kinerja excellent dengan proses make dan source yang memiliki nilai 44,69 dan 19,56, sementara untuk 3 proses lainnya yaitu plan, deliver, dan return memiliki nilai yang rendah sehingga diperlukan upaya perbaikan untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

6. Elisa Kusrini, dkk

2018 Design Performance Measurement Model for Retail Services Using Halal Supply Chain Operation Reference (SCOR) : A Case Study in a Retail Indonesia

Dari 22 KPI yang teridentifikasi, terdapat 4 kriteria halal, dan skor akhir kinerja rantai pasok adalah 91,4 menunjukkan bahwa ritel memiliki proses yang sangat baik, namun terdapat 2 KPI yang masih memerlukan perbaikan terutama dalam proses pengadaan dan akurasi inventaris.

7. Aji Setiawan, dkk 2020 Pengukuran Kinerja dengan Metode Supply Chain Operation Reference (SCOR) (Studi Kasus PT. XYZ)

Dari 15 KPI terdapat 1 KPI yang dikatakan buruk dengan hasil 49,17 dan secara keseluruhan rat- rata nilai performansi PT. XYZ bulan April 2018-Maret 2019 dikategorikan baik dengan nilai 80,99 (baik).

8. Anggit Dwi, dkk 2019 Kinerja Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management) Keripik Kentang di Industri Kecil Kota Batu

Berdasarkan 24 KPI (key performance indicator) yang dimiliki perusahaan, ada 7 KPI yang masih berada di bawah skor 70, dan secara keseluruhan rata- rata perhitungan kinerja perusahaan adalah 89,232 (kateogori bagus)

(46)

Tabel 2.2. Penelitian Terkait (Lanjutan)

No Nama Penulis Tahun Judul Hasil

9. Harwati, dkk 2019 Halal Criteria in Supply Chain Operation Reference (SCOR)

Performance

Measurement : A Case Study

Penelitian yang dilakukan di industri makanan di Kota Yogyakarta. Berdasarkan sistem pemantauan kinerja, 77%

menunjukkan bahwa kinerja perusahaan berada pada level yang baik, namun ada empat KPI dengan skor rendah yaitu sertifikasi halal, tanggal kadaluwarsa, label, dan tingkat keluhan pelanggan.

10. Rizky

Wahyuniardi,dkk

2017 Pengukuran Kinerja Supply Chain dengan Pendekatan Supply Chain Operation Reference (SCOR)

Nilai total dari kinerja rantai pasok PT. Brodo Ganesha adalah sebesar 59,21 dan berdasarkan sistem monitoring sebuah rantai pasok perusahaan nilai tersebut m suk d l m k tegor “Average”

Penelitian yang dilakukan oleh Anggit Dwi Prasetya, dkk mengidentifikasi 24 KPI yaitu:

1. Proses plan memiliki atribut:

a. Reliability terdiri atas KPI: pertemuan dengan pelanggan dan waktu mengidentifikasi kinerja karyawan.

b. Responsiveness terdiri atas KPI: jangka waktu penjadwalan produksi dan jangka waktu mengidentifikasi spesifikasi produk baru.

c. Asset terdiri atas KPI: Cash to cash cycle time 2. Proses source memiliki atribut:

a. Reliability terdiri atas KPI: kecacatan bahan baku, pemenuhan bahan baku, dan kehandalan dalam pengiriman.

b. Responsiveness terdiri atas KPI: lead time bahan baku.

(47)

c. Flexibility terdiri atas KPI: ketersediaan supplier.

d. Cost terdiri atas KPI: biaya order ke supplier.

e. Asset terdiri atas KPI: persediaan harian.

3. Proses make memiliki atribut:

a. Reliability terdiri atas KPI: kesalahan dalam pengepakan dan jumlah produk yang cacat.

b. Responsiveness terdiri atas KPI: waktu pembuatan produk dan ketanggapan memproduksi pesanan konsumen yang bervariasi.

c. Flexibility terdiri atas KPI: fleksibilitas dalam pembuatan produk.

d. Cost terdiri atas KPI: biaya produksi.

e. Asset terdiri atas KPI: lama rata-rata masa pakai alat pembuat keripik.

4. Proses deliver terdiri atas:

a. Reliability terdiri atas KPI: tingkat pemenuhan persediaan produk jadi siap kirim dan tingkat kehabisan produk.

b. Responsiveness terdiri atas KPI: lead time produk jadi.

5. Proses return terdiri atas:

a. Reliability terdiri atas KPI: tingkat complain dari pelanggan.

b. Responsiveness terdiri atas KPI: waktu untuk mengganti produk.

(48)

Penelitian yang dilakukan oleh Harwati, dkk yang mengidentifikasi 18 KPI yaitu:

1. Proses plan memiliki atribut:

a. Reliability terdiri atas KPI: suitability of tag price.

b. Responsiveness terdiri atas KPI: halal Certification Label c. Cost terdiri atas KPI: pricing.

d. Asset terdiri atas KPI: cash to cash cycle time.

2. Proses source memiliki atribut:

a. Reliability terdiri atas KPI: halal raw material dan lead time.

b. Responsiveness terdiri atas KPI: conformity of raw materials, accuracy of payment to supplier, appropriate in paying salaries dan inventory days of supply.

c. Asset terdiri atas KPI: inventory days of supply.

3. Proses make memiliki atribut:

a. Reliability terdiri atas KPI: order compliance.

b. Responsiveness terdiri atas KPI: expired data label dan price labelling.

c. Asset terdiri atas KPI: equipment life time.

4. Proses deliver terdiri atas:

a. Reliability terdiri atas KPI: customer order compliance.

b. Responsiveness terdiri atas KPI: delivery accuracy c. Proses return terdiri atas:

a. Reliability terdiri atas KPI: complain rate

b. Responsiveness terdiri atas KPI: time to product replacement.

(49)

Penelitian yang dilakukan oleh Aji Setiawan, dkk yang mengidentifikasi 15 KPI yaitu:

1. Proses plan memiliki atribut:

a. Reliability terdiri atas KPI: forecast accuracy, planning employee reliability, internal relationship.

2. Proses source memiliki atribut:

a. Reliability terdiri atas KPI: source employee reliability.

b. Responsiveness terdiri atas KPI: supplier delivery lead time.

c. Asset terdiri atas KPI: payment term, product release in reactor process, product release in thinning tank process.

d. Cost terdiri atas KPI: material order cost.

3. Proses make memiliki atribut:

a. Reliability terdiri atas KPI: product release in final inspection process, make employee reliability.

b. Responsiveness terdiri atas KPI: drumming production time.

4. Proses deliver terdiri atas:

a. Responsiveness terdiri atas KPI: delivery lead time.

b. Proses return terdiri atas:

a. Reliability terdiri atas KPI: number of costumer complaint.

b. Responsiveness terdiri atas KPI: time to solve a complaint.

(50)

2.11. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan konsep berisikan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dalam rangka memberikan jawaban sementara (Ningrum 2017). Kerangka berpikir penelitian merupakan gambaran konseptual bagaimana penelitian akan dilakukan. Kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 2.3. berikut ini.

UMKM Bersertifikasi Halal

UU JPH (Jaminan Produk Halal) Yaitu

UU No. 33 Tahun 2014

Penelitian Terkait Kinerja Manajemen Rantai Pasok Dengan

Indikator Halal

KPI UMKM Noerlen Dengan Kriteria

Halal

Ukuran Kinerja

UMKM Noerlen Usulan Perbaikan AHP

SCOR

Gambar 2.3. Kerangka Berpikir

Berdasarkan gambar di atas, penelitian ini dilakukan di UMKM Noerlen yang sudah memiliki sertifikasi halal berdasarkan UU JPH (Jaminan Produk Halal) yaitu UU No. 33 Tahun 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kinerja manajemen rantai pasok dengan indikator halal. Pengukuran kinerja UMKM Noerlen menggunakan KPI (Key Performance Indicator) yang berlandaskan kriteria halal dan ukuran kinerja diperoleh dengan metode SCOR (Supply Chain Operation Reference) dan AHP (Analytical Hierarchy Process).

(51)

III-1 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian survei karena data yang digunakan dikumpulkan dengan teknik wawancara dan observasi langsung dengan didukung penggunaan kuesioner. (Sukaria Sinulingga, 2015). Penelitian ini dilaksanakan di UMKM Noerlen yang berlokasi di Jalan Sei Tuan No.7, Babura, Kec. Medan Baru, Kota Medan, Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan April 2021 hingga Juli 2021.

3.2. Objek Penelitian

Objek pada penelitian ini adalah aktivitas manajemen rantai pasok UMKM Noerlen, mulai dari pengadaan bahan baku hingga pengiriman produk.

3.3. Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu besaran yang dapat diubah atau berubah sehingga dapat mempengaruhi peristiwa atau hasil penelitian. Variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu:

1. Variabel Dependen

Adapun variabel dependen pada penelitian ini yaitu Ukuran Kinerja UMKM Noerlen. Metode yang digunakan untuk mengukur kinerja UMKM tersebut menggunakan metode SCOR dan AHP.

(52)

2. Variabel Independent

Adapun variabel independen dalam penelitian ini yaitu KPI (Key Performance Indicator) yang diperoleh dari referensi-referensi penelitian sebelumnya. KPI yang digunakan dalam penelitian Anggit Dwi Prasetya, dkk (2019) yang melakukan pengukuran kinerja industri kecil keripik kentang di Kota Batu dengan menggunakan metode SCOR, penelitian Harwati, dkk (2019) yang melakukan pengukuran kinerja pada industri makanan di Kota Yogyakarta, dan penelitian Aji Setiawan, dkk (2020) yang melakukan pengukuran kinerja pada PT. XYZ perusahaan yang memproduksi resin. Jumlah indikator dari ketiga referensi tersebut tidak sama, karena masing-masing KPI yang digunakan dalam mengukur kinerja suatu usaha adalah KPI yang sesuai dengan kondisi usaha tersebut. Key Performance Indicator yang menjadi referensi dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Referensi

Dokumen terkait

Judul untuk tugas sarjana ini adalah “ Penerapan Concurrent Engineering Dengan Menggunakan Tools Quality Function Deployment (QFD), Failure Mode And Effect Analysis (FMEA)

Tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah mengetahui nilai yang didapat perusahaan dari pengukuran kinerja Green Supply Chain Management dengan menggunakan model

Berdasarkan hasil analisis Cause and Effect Diagram yang telah dilakukan, diketahui penyebab kecacatan cacat fisik yaitu mesin rolling mill tidak bekerja optimal, terdapat

Perbaikan tata letak pabrik diperlukan untuk membuat layout lebih efisien dengan mempertimbangkan faktor derajat kedekatan antar departemen dan frekuensi perpindahan

Berdasarkan tabel 6.6 dapat diperolah usulan perbaikan dari faktor lingkungan, mesin, metode dan manusia dengan metode 5W+1H indikator kecekatan dalam melayani pesanan bahan

Dari hasil uji coba 173 data sampel menggunakan algoritma Naïve Bayes, pola yang dibentuk mempunyai akurasi kecocokan sebesar 70,83% yang artinya pola tersebut efektif

Metode acceptance sampling dengan menggunakan pendekatan logika fuzzy dapat digunakan untuk menentukan penerimaan ataupun penolakan lot bahan baku yang dikirim oleh

Dalam Bab V Pengumpulan dan Pengolahan Data diuraikan data-data yang dikumpulkan untuk mendukung penelitian yaitu aktivitas pekerja pengangkutan galon, identifikasi