39
PT. Malindo Intitama Raya adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur yang memproduksi furniture dengan berbahan baku biji plastik dan masterbacth. Perusahaan ini merupakan anak perusahaan dari PT. Cahaya Buana Group (CBG) yang beralamatkan di Jalan Cahaya Raya Blok M Kawasan Industri, Sentul Bogor. Seiring berkembangnya usaha PT. Cahaya Buana Group perusahaan tersebut memasarkan usahanya lintas nasional dan akhirnya PT. Cahaya Buana Group membagi 3 wilayah untuk pemasarannya yaitu:
A. Wilayah 1 : Provinsi Sumatera
B. Wilayah 2 : Jabodetabek, Kalimantan
C. Wilayah 3 : Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Lombok, NTT, Sulawesi
Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Papua.
Perusahaan sendiri memiliki komitmen bahwasannya standar mutu adalah hal yang paling utama dalam menghasilkan suatu produk barang maupun jasa dengan mengacu pada sistem manajemen mutu. Adapun jumlah karyawan yang telah dimiliki perusahaan adalah 318 karyawan yang terdiri dari 43 staff, 54 operator, 52 kayawan harian, 169 kayawan kontrak. Untuk jam kerja karyawan:
a. Staff: Senin – Jumaat (08.00 – 16.30)
Sabtu (08.00 – 11.30)
b. Operator: Shift 1: (06.00 – 14.00) Shift 2: (14.00 – 22.00) Shift 3: (22.00 – 06.00)
Berikut ini merupakan profil perusahaan.
Nama Perusahaan : PT. MALINDO INTITAMA RAYA
Jenis Badan Hukum : Perseroan Terbatas
Tahun Berdiri : 2000
Pendiri : Simarba Atong
Alamat Perusahaan : Jalan Yos Sudarso No 32 A, Bedali
Kabupaten Lawang – Malang.
Bidang Usaha : Industri Furniture
Produk Dihasilkan : NAPOLLY, BIGLAND, BIGPANEL
Standar Mutu : ISO 9001:2008 / ISO 9001:2015
Email : ppinjectionmir@gmail.com
4.1.1 Visi dan Misi Perusahaan
Visi PT. Malindo Intitama Raya adalah bertekad menjadi perusahaan
furniture yang mempunyai pasar dan memiliki citra positif serta kondusif bagi
semua pihak sehingga diakui sebagai asset nasional.
Misi PT. Malindo Intitama Raya adalah perusahaan furniture yang berkarya unggul dalam aspek untuk memberikan kepuasan bagi pelanggan, karyawan, pemegang saham, negara dan masyarakat.
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Perusahaan FACTORY MANAGER (ADW) ADMIN FM (BA SKARA) LEAD SPV F&A (VACANT) LEAD SPV SPRING BED (VACANT) LEAD SPV MARKETING & GUDANG EKSPEDISI (VACANT) LEAD SPV PERSONALIA & GA (VACANT) LEAD SPV PRODUKSI INJECTION (VACANT) LEAD SPV PEMBELIAN (VACANT) SPV. PEMBELIA N (ADW) SPV. TU (YUDI.S) SPV. ACC SPV. S.BED
(RURY K) SPV. BUSA GUDANG SPV. DISTRIBUSI (SUPRIYANTO) SPV. MARKETING SPRING BED (MAJID) SPV. MARKETING PLASTIK (ANDRY K.) SPV. MARKETING BUSA & UMUM (DANANG) SPV. MARKETING PANEL (HADI S) SPV. PERSONALIA & GA (ADW) SPV. PRODUKSI MESIN INJECTION (ADI R) SPV. MAINTENANC E INJECTION & MOLIDNG (IWAN Z) SPV. BA HAN BA KU & ASSEMBLING INJECTION (ADI R) SPV. BA HAN BA KU & PPIC (ARIF) 3 STAFF 1. PEMBELIA N INJECTION 2. PEMBELIA N UMUM 3. PEMBELIA N EXTRUDER 6 STAFF 1. KASIR 2. ADMIN PENAGIHAN 3. FAKTURIS 4. CENTRAL STOCK 5. GENERAL LEDGER 6. ADMIN PERPAJAKAN 7. ADMIN HUTANG DAGANG 3 STAFF 1. STAFF SPRING BED 2. STAFF BUSA 3. PPIC UMUM (BUSA & SPRING BED) OPERATOR (28 ORANG) 1. OPR. BUSA 2. OPR. S. BED 3. OPR. COILING 4. OPR. QUILTING 10 STAFF 1. SALES 2. SALESMA N 4 STAFF 1. Didik HP (GA) 2. Ruud Ayu (Personalia) 3. Ida Wahyu (Personalia) 4. Rudi AG (Maintenance) 9 STAFF 1. FOREMAN GRUP 2. INSPEKTOR QC 3. ADMIN OPERATOR (15 ORANG 1. SATPAM (10) 2. MAINTENACE (2) 3. DESIGNER (1) 4. OB (3) 7 STAFF 4 STAFF 1. FOREMAN BAHAN BAKU 2. FOREMAN KOMPONEN 3. FOREMAN ASSEMBLING 4. ADMIN 1 STAFF 1. ADMIN PPIC OPERATOR 4 GRUP (68 ORANG) OPERATOR MESIN 22 STAFF MAINTENANCE 1. OPR. PACKING NACASE 2. OPR. SUB ASSY NACASE 3. OPR. PACKING BCBC 4. OPR. PACKING SFC 5 STAFF 1. ADM GUDANG UMUM & PENGIRIMAN 2. ADM SPRING BED 3. ADM STOCK MANUAL 4. ADM GUDANG PANEL & SERVICE RETUR 5. ADM BUSA & CENTIAN OPERATOR (36 ORANG) 1. HELPER 2. DRIVER STRUKTUR ORGANISASI PT. MALINDO INTITAMA RAYA
4.1.3 Proses Produksi
Persiapan Bahan Baku
Setting Mesin Mixing
Packaging Assembly Pengecekan Komponen
Mixing Bahan Baku
Setting Mesin Hoper
Penuangan Komponen Ke Mesin Hoper
Setting Mesin Injection
Pelelehan & Pencetakan Komponen
Proses Mixing
Proses Injection Molding
Proses Assembly
Gambar 4.3 Flow Chart Proses Produksi
Berikut merupakan penjelasan proses produksi: 1. Proses Mixing
Proses mixing merupakan tahapan awal dalam proses pembuatan
stockcase SRS-5 AK-1. Pada tahap ini bahan baku utamanya adalah biji
kedua bahan tersebut di mixing menggunakan mesin mixer kurang lebih ± 5 menit. Untuk bahan baku biji pewarna (Masterbacth) ini tidak di produksi sendiri oleh PT. Malindo Intitama Raya, akan tetapi perusahaan bekerja sama dengan perusahaan lainnya yaitu PT. Bukit Surya Mas dan PT. DIC Astra Chemicals. Setelah di mixing kedua bahan baku tersebut outputnya diberi nama compound.
Tabel 4.1 Komposisi Bahan Baku
KOMPOSISI BAHAN BAKU PRODUK STOCKCASE SRS-5 AK-1 PT. MALINDO INTITAMA RAYA
NO BAHAN BAKU KOMPOSISI JUMLAH %
1 CKMN - 01 (Coklat Maroon) PP Merah 35% PP Biru 15% PP Hijau 35% MB Red 10% MB Brown 5% 2 CKRS - 01 (Jati) PP Merah 50% PP Hijau 25% MB Brown 20% MB Yellow 5% 3 HT007 (Hitam) PP Hitam 75% PP Mountea 15% MB Black 10%
(Sumber: PT. Malindo Intitama Raya)
2. Proses Injection Molding
Proses injection molding merupakan tahapan kedua dalam proses produksi stockcase SRS-5 AK-1. Sesudah bahan baku biji plastik dan pewarna di campur dan outputnya menjadi compound. Mesin injection molding bertanggung jawab melakukan proses injection molding bahan baku compound, bahan baku yang sudah menjadi compound akan dimasukan dan di tampung ke dalam sebuah hopper setelah itu turun ke dalam barrel secara otomatis compound tersebut di lelehkan oleh pemanas yang terdapat di dinding barrel dan gesekan yang diakibatkan oleh perputaran sekrup injeksi. Compound yang sudah meleleh dan diinjeksi oleh sekrup injeksi melalui nozzle ke dalam cetakan yang didinginkan oleh air. Untuk setiap kali melakukan injection suatu komponen membutuhkan waktu injeksi ±3 detik. Produk yang sudah mengeras dan dingin kemudian akan dikeluarkan dari cetakan oleh pendorong dengan bantuan angina atau hidraulik yang ada di dalam rumah cetakan dan kemudian akan diambil oleh operator. Pada saat
pendinginan produk secara bersamaan di dalam barrel terjadi proses pelelehan plastik sehingga ketika produk dikeluarkan dari cetakan dan cetakan tersebut menutup kemudian palstik yang sudah leleh bias langsung diinjeksi.
Gambar 4.5 Mesin Injection Molding
Penjelasan secara detail proses pada mesin injection molding: a. Proses Menutup Cetakan (Close Mold)
Gambar 4.6 Proses Close Mold
Bahan baku yang telah dicampur dan menjadi sebuah
compound, kemudian compound akan dimasukkan ke dalam hopper
yang merupakan bagian dari mesin injection molding. Adapun kapasitas hopper untuk tipe mesin besar 150kg, untuk mesin sedang 100kg dan untuk mesin kecil 50kg.
Diawali dengan proses menutup cetakan. Mold terdiri dari 2 bagian besar yaitu sisi Core dan sisi Cavity. Sisi Cavity diikat pada
Stationery Platen mesin injeksi. sedangkan sisi Core diikat pada Moving Platen mesin, bagian inilah yang bergerak membuka dan
menutup. Pada proses menutup terbagi menjadi 3 urutan proses, yaitu :
1. Gerakan menutup pada kecepatan perlahan dengan tekanan rendah. (Low Mold Close Velocity & Low Mold Close Pressure). Sebelum cetakan menutup dengan rapat, maka cetakan harus bergerak perlahan dengan tekanan yang rendah untuk menghindari tumbukan. Hal inipun bertujuan untuk menjaga kondisi cetakan dan juga kondisi mesin agar selalu dalam performa yang baik dan dapat ber-produksi dengan lancar. 2. Gerakan menutup pada kecepatan tinggi dengan tekanan rendah.
(High Mold Close Velocity & Low Mold Close Pressure). Memulai gerakan ini pada posisi yang tidak jauh dari posisi “terbuka penuh”, dimana untuk gerakan lebih cepat sangat memungkinkan. Hal ini bertujuan untuk menghemat waktu proses secara keseluruhan.
3. Gerakan menghimpit Cetakan dengan Tekanan Tinggi (High
Mold Clamp). Posisi pada proses ini harus dibuat se-limit
mungkin pada posisi menutup rapat setelah gerakan sebelumnya. Hal ini juga untuk menghindari tumbukan karena tekanan hidrolik yang relatif tinggi untuk menghimpit cetakan. Tekanan tinggi ini (Minimal 100 kg/cm²) dibutuhkan untuk menahan proses injeksi atau apa yang disebut “Cavity Force During
b. Injeksi Pengisian (Fill Injection)
Gambar 4.7 Proses Fill Injection
Unit injeksi yang terdiri dari Nozzle, Barrel, dan Screw dan seterusnya. Bergerak mendekati Mold hingga Nozzle bersentuhan dengan Mold, juga dengan tekanan tinggi (Hingga 100 kg/cm²). Gambar di atas menunjukkan Nozzle sudah bersentuhan dengan
Mold. Bagian Mold yang bersentuhan langsung dengan Nozzle
disebut “Sprue Bush”. Kemudian mesin melakukan proses injeksi pengisian, yaitu menyuntikkan plastik cair ke dalam Mold. Pada proses ini melibatkan beberapa parameter yang bisa kita atur sedemikian rupa mengikuti tingkat kesulitan produk yang akan kita buat, yaitu :
1. Tekanan Pengisian (Fill Pressure). Besarnya Tekanan Pengisian (Filling Pressure) yang diatur sekedar lebih tinggi dari Tekanan Pengisian sesungguhnya, atau sekitar 30%. Tekanan ini untuk menghadapi fluktuasi tekanan ketika Proses Pengisian berlangsung dengan memperhatikan “Pressure Gauge” (alat ukur tekanan Hidrolik) yang tersedia pada bagian unit injeksi, atau yang ditunjukkan pada layar monitor bagi yang sudah digital. Fluktuasi tekanan ini akibat adanya hambatan-hambatan aliran plastik cair di saat mengalir atau memasuki ruang-ruang di dalam Mold, dan Tekanan Pengisian tidak boleh dikalahkan oleh hambatan ini.
2. Kecepatan Pengisian (Fill Velocity). Terdapat variasi tingkat kecepatan yang bisa kita atur dan dibutuhkan untuk menghindari adanya kondisi hasil produk yang tidak diinginkan. Posisi-posisi
tingkat kecepatan ini pun bisa kita atur disesuaikan dengan posisi aliran plastik ketika membentuk produk. Hasil produk dari proses ini masih belum sempurna dengan menyisakan sedikit, dan akan disempurnakan pada proses selanjutnya. Jaminan terhadap kestabilan proses berkelanjutan berada di bagian ini, sehingga juga menentukan kestabilan hasil produk yang dibuat. c. Proses Holding
Gambar 4.8 Proses Holding
Penyempurnaan hasil produk berada pada bagian proses Holding. Pada proses ini tidak lagi melibatkan kecepatan di dalam setting parameternya, hanya besaran tekanan yang diatur beserta waktu yang butuhkan untuk itu
d. Proses Pengisian Ulang dan Pendinginan (Charging & Cooling)
Gambar 4.9 Proses Charging & Cooling
Isi ulang (Charging) plastik cair siap disuntikkan pada siklus
selanjutnya, bersamaan waktunya perhitungan waktu
Pendinginan(Cooling) dimulai. Parameter yang direkomendasikan adalah waktu pendinginan (Cooling Time) harus lebih lama dari waktu isi Ulang (Charging Time). Bila waktu Charging yang lebih lama, maka yang terjadi adalah tumpahan material plastik dari
Charging sendiri adalah berputarnya Screw dengan bantuan Motor
Hidrolik ke arah putaran yang telah ditentukan, sehingga compound masuk ke dalam Barrel, digiling oleh Screw, dan sampai di depan torpedo sudah dalam keadaan cair dan siap untuk disuntikkan ke dalam Mold. Tentu saja dengan bantuan suhu Barrel yang dapat kita atur sesuai spesifikasi jenis plastik yang digunakan, yaitu pada suhu titik cair nya “Check Valve” yang terbuka, seperti pada gambar di atas. Dengan kondisi adanya aliran dari belakang torpedo menuju bagian depan torpedo, dan tertutup ketika ada usaha aliran plastic cair dari depan ke belakang torpedo. Jadi alat ini berfungsi sebagai katup satu arah.
e. Membuka cetakan (Mold Open)
Gambar 4.10 Proses Mold Open
3. Proses Assembly
Proses assembly merupakan tahapan terakhir dalam proses produksi
stockcase SRS-5 AK-1. Pada tahap sebelum assembly ada proses yang
dinamakan proses finishing jadi, stockcase yang sudah di cetak menggunakan mesin injection molding kemudian akan diambil oleh operator dan operator akan membersihkan sisa-sisa scrap yang membuat sisi permukaan menjadi tajam, sisi tersebut akan dibersihkan menggunakan pisau tajam secara manual pada proses pembersihan ini akan dilakukan pemilihan komponen yang baik dan komponen yang cacat setelah itu akan diambil beberapa sampel untuk dilakukan uji kualitas komponen apakah sudah sesuai cetakan dan dicek apakah antar komponen bisa dirakit satu sama lain. Kemudian setelah itu masuk ke tahap assembly yang merupakan proses perakitan/pengemasan sebuah
produk dan akan dimasukan ke dalam dus yang terdiri dari komponen, label dus dan form perakitan yang dikerjakan secara manual oleh operator.
Gambar 4.11 Proses Assembly 4.2 Pengumpulan Data
Pada tahap pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap staff yang terkait dan melakukan pegamatan langsung di perusahaan. Adapun tujuan dari pengumpulan data ini adalah agar memudahkan dalam mencari faktor penyebab terjadinya suatu kecacatan.
Table 4.2 Jenis Kecacatan
(Sumber: PT. Malindo Intitama Raya)
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data hasil produksi dari bulan September 2018 – November 2018. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama di PT. Malindo Intitama Raya diperoleh data jumlah cacat yang akan digunakan dalam penentuan Critical to Quality. Data dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini.
No Jenis Cacat Gambar Cause
1 Short Shot
Terjadi karena proses injeksi yang tidak sempurna, dimana material cair tidak mampu memenuhi ruang yang disediakan oleh Mold.
2 Pecah /Kejepit
Terjadi karena kurangnya pemberian
silicone spray pada
Mold.
3 Flow Warna
Terjadi karena kesalahan dalam mensetting suhu mesin injeksi dan terjadi karena kualitas bahan baku tidak sesuai standar.
Tabel 4.3 Data Defect Stockcase SRS-5 AK-1 TABEL REKAPITULASI DEFECT STOCKCASE
PERIODE SEPTEMBER - NOVEMBER 2018 PT. MALINDO INTITAMA RAYA MALANG
Bulan Produk Jumlah
Produksi Proses Mixing
Proses Injection Proses Assembly Jumlah September SRS-5 AK-1 2782 0 512 7 519 Oktober 3834 0 681 5 686 November 1680 0 408 8 416 Grand Total 8296 0 1601 20 1621 Presentase Defect 0% 99% 1% 100%
(Sumber: PT. Malindo Intitama Raya)
Dari tabel 4.3 di dapatkan bahwa jumlah cacat pada produk stockcase SRS-5 AK-1 ini adalah 1621 dengan jenis kecacatan pada proses mixing 0%, proses injection 99% dan proses assembly 1%.
4.3 Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut dengan menggunakan prinsip Six Sigma, dijelaskan sebagai berikut:
4.3.1 Tahap Define
Tahap define adalah tahapan pertama dalam six sigma. Define adalah tahapan dimana mendeskripsikan masalah secara keseluruhan dan menjelaskan secara detail.
4.3.1.1 Identifikasi Permasalahan
Pada penelitian di PT. Malindo Intitama Raya objek yang diamati adalah produk stockcase SRS-5 AK-1, produk ini merupakan produk baru dari perusahaan yang banyak diminati oleh customer. PT. Malindo Intitama Raya memproduksi
stockcase SRS-5 AK-1 pada bulan September – November sekitar 1600 – 3900
permasalahan tersebut dibutuhkan upaya pebaikan untuk mengurangi jumlah defect pada produksi stockcase SRS-5 AK-1.
4.3.1.2 Peta Proses Operasi (OPC)
Pada tahap ini melakukan pendefinisian prosesnya dengan menggambarkan langkah-langkah proses pengerjaan material, mulai dari bahan baku (material) hingga menjadi produk jadi. OPC ini bertujuan untuk mengetahui aliran proses yang dialami oleh bahan untuk tiap jenis komponennya. OPC dapat dilihat pada gambar 4.12 dibawah ini.
4.12 Gambar OPC (Operation Process Chart) O-1 O-6 O-5 O-11 O-7 O-9 O-8 O-2 O-4 O-12 4X 20X 5X 5X 5X I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 O-10 1-7 Badan Laci Tutup Laci Landasan SRS Kaki Kokoh RumahRoda Tutup Atas 32" 32" 35" 35" 32" 32" STORAGE Subassembly Kaki dengan landasan srs Subassembly roda dengan landasan srs Produk RINGKASAN Kegiatan Operasi Pemeriksaan Total Jumlah 12 7 19 O-3 Sub assemmbly landasan srs & sub assembly badan laci Sub assembly Badan laci dengan tutup laci Sub assembly tutup
laci dengan Kunci + Sekrup + Handle 11" Kunci (1) 29" 12" 11" 13" 11" 11" 23" Handle (5) Sekrup 6 x 1/2 (4) 30" 29" 30" 29" Injection Molding Injection Molding Injection Molding Injection Molding Injection Molding Injection Molding
PETA PROSES OPERASI NAMA OBJEK : Stock Case SRS-5 AK-1
NOMOR PETA : 1
DIPETAKAN OLEH : Muhammad Herlambang Rusmawan TANGGAL DIPETAKAN : 16 Desember 2018
Tabel 4.4 Keterangan Proses Operasi
NO SIMBOL KETERANGAN
1 O-1
Proses peleburan compound dan pencetakan komponen badan laci
2 O-2
Proses peleburan compound dan pencetakan komponen tutup laci
3 O-3
Proses perakitan tutup laci dengan kunci, sekerup dan handle
4 O-4
Proses perakitan tutup laci sub assembly dengan badan laci
5 O-5
Proses peleburan compound dan pencetakan komponen landasan srs
6 O-6
Proses peleburan compound dan pencetakan komponen kaki kokoh
7 O-7
Proses perakitan kaki sedang dengan landasan srs dengan posisi landasan srs berada di atas kaki kokoh
8 O-8
Proses peleburan compound dan pencetakan rumah roda
9 O-9
Proses perakitan roda sub assembly kaki kokoh dan landasan srs
10 O-10
Proses perakitan sub assembly landasan srs dan rumah roda dengan sub assemblybadan laci dan tutup laci
11 O-11
Proses peleburan compound dan pencetakan komponen tutup atas
12 O-12 Assembly seluruh part dengan tutup atas
Tabel 4.5 Keterangan Proses Inspeksi
NO SIMBOL KETERANGAN
1 I-1 Inspeksi Badan Laci 2 I-2 Inspeksi Tutup Laci 3 I-3 Inspeksi Landasan O Full 4 I-4 Inspeksi Kaki Kokoh 5 I-5 Inspeksi Rumah Roda 6 I-6 Inspeksi Tutup Atas
7 I-7 Inspeksi Assembly keseluruhan Part
4.3.1.3 Identifikasi CTQ (Critical to Quality)
CTQ adalah merupakan atribut yang perlu diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan pelanggan dan kepuasan pelanggan. Pada proses produksinya terdapat proses yang mengakibatkan defect produk seperti short shot, pecah/ketarik/kejepit dan flow warna. Data jumlah defect dari setiap proses produksi stockcase SRS-5 AK-1 dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini.
Tabel 4.6 Jumlah Defect Tiap Proses Stockcase SRS-5 AK-1 TABEL REKAPITULASI DEFECT STOCKCASE
PERIODE SEPTEMBER - NOVEMBER 2018 PT. MALINDO INTITAMA RAYA MALANG
Bulan Produk Jumlah Produksi Proses Mixing Proses Injection Proses Assembly Jumlah Short Shot Pecah/Kejepit Flow Warna September SRS-5 AK-1 2782 0 267 124 121 7 519 Oktober 3834 0 245 234 202 5 686 November 1680 0 124 157 127 8 416 Grand Total 8296 0 636 515 450 20 1621 Presentase Defect % 0 39% 32% 28% 1% 100%
Berdasarkan rekapan data produksi pada periode September 2018 – November 2018 diketahui bahwa total jumlah defect produk stockcase pada proses injection adalah 1.601 produk dari total jumlah produksi sebanyak 8.296 produk. Persentase
defect pada proses mixing sebesar 0%, proses injection untuk defect short shot 39%,
untuk defect pecah/kejepit 32% dan defect flow warna 28%, pada proses assembly sebesar 1% dari total produk defect sebesar 1.621 produk.
Critical to Qualitiy pada penelitian ini ditetapkan berdasarkan proses yang
menghasilkan defect produk yang paling dominan. Dan dari hasil pengamatan yang dilakukan yang merupakan CTQ adalah proses injection.
4.3.2 Tahap Measure
Tahap measure adalah merupakan tahapan kedua dalam six sigma setelah tahapan define. Pada tahap sebelumnya melakukan identifikasi critical to quality dan penentuan critical to quality yang dominan. Pada tahapan ini dilakukan perhitungan DPMO (defect per million opportunity) dan level sigma yang bertujuan sebagai bahan dasar penelitian dalam metode six sigma.
4.3.2.1 Perhitungan Nilai DPMO dan Sigma Level
Tahapan perhitungan DPMO dan sigma level merupakan dasar dalam penelitian dengan menggunakan metode six sigma. DPMO (defect per million opportunity) adalah merupakan jumlah cacat/defect per satu juta dari produk yang diproduksi. Data yang diperoleh dari level sigma dan DPMO akan digunakan sebagai baseline kinerja awal perbaikan. Adapun perhitungan DPMO dirumuskan sebagai berikut (Stamatis, 2004).
DPMO = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑖𝑛𝑠𝑝𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑥 1.000.000
Untuk menghitung nilai DPMO dan sigma level data yang dibutuhkan adalah data jumlah produk defect dari tiap proses.
Tabel 4.7 Data Jumlah Defect Produk Pada Setiap Proses
Proses Total
Mixing 0
Injection 1601
Assembly 20
Berikut hasil perhitungan nilai DPMO dan Sigma Level di setiap proses. Pada tahap perhitungan ini proses mixing tidak dicari nilai DPMO dan Sigma Level karena proses mixing tidak memiliki defect.
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan DPMO dan Sigma Level Proses Total Nilai DPMO Level Sigma
Injection 1601 192.984,571 2,37
Assembly 12 1.446,4802 4,48
Jumlah Produksi 8296
Contoh perhitungan pada proses injection: Nilai DPMO dan sigma level:
DPMO = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑖𝑛𝑠𝑝𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑥 1.000.000
DPMO = 1601
8.296 𝑥 1.000.000
DPMO = 192.984,571
Sigma level dihitung dengan Microsoft excel yang ditunjukan pada rumus dibawah ini: = NORMSINV (1000000−𝐷𝑃𝑀𝑂 1000000 ) + 1,5 = NORMSINV (1000000−192.984,5709 1000000 ) + 1,5 = 2.37
Setelah dilakukan perhitungan diatas, diketahui bahwa pada proses injection diperoleh nilai DPMO sebesar 192.984,571 dan sigma level sebesar 2,37. Selanjutnya pada proses assembly diperoleh nilai DPMO sebesar 1.446,4802 dan sigma level sebesar 4.48. Bedasarkan nilai DPMO dan sigma level yang diperoleh, didapati pada proses injection nilai DPMO dan sigma level masih jauh dari standart yang dikehendaki oleh six sigma dengan nilai DPMO sebesar 3,4 dan sigma level sebesar 6 dengan persentase produk bebas cacat sebesar 99,99998%. Artinya pada proses injection lebih dahulu untuk ditangani dengan mencari faktor-faktor yang menyebabkan kecacatan pada proses injection.
4.3.3 Tahap Analyze
Tahap ini melakukan penentuan dari faktor yang berpengaruh terhadap penyebab kecacatan atau kegagalan berdasarkan data-data yang telah didapat pada tahap define dan measure. Pada tahap ini menggunakan root cause analyze (RCA) untuk mengatasi suatu permasalahan. Penjelasan jenis defect pada proses injection diperoleh dari tabel 4.6 yaitu defect short shot, pecah/ketarik/kejepit dan flow warna.
4.3.3.1 Pembuatan RCA (Root Cause Analyze)
Pada tahap ini menggunakan root cause analyze (RCA) untuk mengatasi suatu permasalahan.
Defect Short Shot
Mesin Man Material
Pada nozzle terdapat sisa material proses sebelumnya Kurangnya Maintenance terhadap mesin Jari-jari antara sprue bush dan nozzle tidak sama
Bahan baku tidak turun ke mesin
Compound tidak memenuhi standart
Bahan baku lembab
Dry compound pada hopper tidak
maksimal Tidak ada inspeksi
mesin sebelum melanjutkan proses
selanjutnya dan kurang bagusnya kualitas bahan baku
Waktu Shot Size terlalu cepat/lama Setting mesin tidak
memenuhi standar Kurangnya Skill foreman Settingan pada saat maintenance tidak sesuai SOP Kurang memahami SOP yang ada
Compound tercampur dengan
material lain
Gambar 4.13 Root Cause Analyze Defect Short Shot
Pada defect short shot ini terdapat 3 faktor yang mempengaruhi yaitu faktor mesin, faktor man dan faktor material. Untuk faktor mesin yang mempengaruhi yaitu karena pada nozzle terdapat sisa material proses sebelumnya. Hal ini terjadi karena tidak adanya proses inspeksi mesin sebelum melanjutkan proses dan terjadi
karena kualitas bahan baku yang tidak bagus. Faktor selanjutnya karena jari-jari antara sprue bush dan nozzle tidak center hal ini disebabkan karena setinggan dari foreman yang tidak pas. Prosedurnya ketika salah satu part mesin tersebut (sprue
bush dan nozzle) mengalami kerusakan maka keduanya harus diganti, akan tetapi
aktualnya dilapangan tidak diganti oleh foreman tersebut maka terjadilah kejadian
sprue bush dan nozzle tidak center.
Faktor yang kedua yaitu faktor man, setting mesin tidak memenuhi standar hal ini sangat mempengaruhi terjadinya kesalahan dan yang terjadi dilapangan adalah setiap foreman memiliki setting mesin secara berbeda-beda yang seharusnya foreman tersebut mengikuti SOP mesin yang sudah ditetapkan oleh perusahaan.
Faktor ketiga yaitu material, faktor material memliki 2 penyebab yang mempengaruhi. Pertama karena bahan baku tidak turun ke mesin hal ini disebabkan karena adanya serabut atau material lainnya yang terhenti di mesin hopper sehingga mesin tidak dapat melakukan injeksi secara maksimal. Seharusnya ada pengecekan atau inspeksi pada compound agar tidak terdapat serabut atau material lainnya. Kedua karena compound lembab, ketika compound lembab sebenarnya bisa dilakukan injeksi akan tetapi hasilnya akan tidak maksimal dikarenakan compound tersebut terdapat kandungan air. Seharusnya pada saat proses dry compound dilakukan inspeksi secara intensif agar compound tersebut benar-benar kering dan tidak terdapat kandungan airnya.
Gambar 4.14 Root Cause Analyze Defect Flow Warna
Pada defect flow warna ini terdapat 3 faktor yang mempengaruhi yaitu faktor mesin, faktor man dan faktor material. Untuk faktor mesin yang mempengaruhi yaitu karena adanya gap antara screw dan barrel. Hal ini terjadi karena benturan yang terjadi berulang kali pada mesin dan mesin tersebut mengalami aus, dan foreman kurang melakukan maintenance terhadap mesin.
Faktor yang kedua yaitu faktor man, kurangnya skill foreman sehingga settingan temperature suhu tidak sesuai dengan standart, hal ini mempengaruhi terjadinya kesalahan seharusnya foreman tersebut mengikuti SOP mesin yang sudah ditetapkan oleh perusahaan dan aktualnya foreman tersebut tidak mengikuti prosedur yang ada.
Faktor ketiga yaitu material, faktor material memliki 2 penyebab yang mempengaruhi. Pertama karena terdapat serabut pada compound, serabut yang
Defect Flow Warna
Material Man Mesin
Terdapat serabut pada compound Potongan dari extruder tidak maksimal Terjadi penumpukan compound pada hopper sehingga mesin tidak berjalan
sempurna
Kurangnya skill foreman
Settingan temperatur suhu tidak sesuai standart
Kurang pahamnya foreman dengan
SOP
Benturan yang terjadi setiap proses
injection berlangsung Kualitas Biji Plastik
tidak memenuhi standar
Warna asli Biji plastik tidak seragam/ada material lain
Biji plastik
tercampur kotoran Supplier berbeda
Adanya Gap antara Screw & Barel
Kurang ketatnya pada saat inspeksi
bahan baku Mesin mengalami aus Kurangnya maintenance pada mesin
dimaksud disini adalah potongan biji plastik yang tidak sesuai standar. Sehingga terjadi penumpukan compound pada hopper yang mengakibatkan compound tersebut tidak bisa maksimal ketika di injection. Kedua karena kualitas biji plastic yang tidak memenuhi standart, kualitas biji plastik ini sangat mempengaruhi untuk hasil akhir produk. Disini masih terdapat biji plastik yang warnanya beberapa tidak seragam dikarenakan supplier yang berbeda dan ada yang tercampur dengan kotoran sehingga hasil produknya tidak maksimal dan mengalami defect.
Man Kurang pahamnya foreman ketika memberi spray silicone Foreman mengobrol/main hp ketika bekerja Dilakukan secara manual Mesin Defect Pecah/Kejepit Kurangnya suhu pendinginan pada saat cooling time
Settingan mesin oleh foreman tidak
sesuai SOP Foreman tidak mengerti secara keseluruhan SOP Method Pemberian spray silicone tidak standart Foreman kurang fokus Foreman kurang berpengalaman Kurangnya skill foreman
Gambar 4.15 Root Cause Analyze Defect Pecah/Ketarik/Kejepit
Pada defect pecah/kejepit ada 3 faktor yang mempengaruhi yaitu fakor man, faktor mesin dan faktor metode. Faktor man terjadi karena foreman kurang fokus pada saat bekerja dikarenakan foreman mengobrol atau main hp ketika waktu jam kerja.
Faktor yang kedua adalah mesin disebabkan karena kurangnya suhu pendinginan pada saat cooling time sehingga akan mengakibatkan produk cacat pada hasil akhirnya.
Penyebabnya adalah settingan mesin foreman tidak sesuai dengan SOP yang sudah ditetapkan oleh peusahaan dan foreman tidak mengerti mesin secara keseluruhan.
Faktor yang ketiga adalah metode, hal ini disebabkan karena metode pemberian spray silicone oleh foreman tidak memenuhi standart SOP yang ada sehingga bisa mempengaruhi defect pada produk.
4.3.3.2 Pembuatan C&E Matrix
Cause and Effect Matrix biasanya disebut dengan C&E Matrix. C&E Matrix
ini memberi cara untuk menilai mapping dari masukan faktor X dan Y. Dengan hubungan ini di dapat pengukuran yang nantinya dengan mudah menemukan faktor mana yang paling berpengaruh dan memberikan nilai kontribusi. Metode yang digunakan dalam C&E Matrix terlihat aktab yaitu peringkat dan pengambilan keputusan. Metode ini dimulai dari input faktor X dan output faktor Y. Hal pertama yang dibutuhkan untuk memahami adalah dari keinginan konsumen. Mengenai masalah yang dikerjakan, apa saja yang sebenarnya dibutuhkan oleh konsumen. Berikut adalah diagram C&E Matrix yang di dapatkan dari analisa akar penyebab masalah produk cacat :
Tabel 4.9 Cause and Effect Matrix
CTQ
Weight By Importance 9 8 6
Cause Short Shot Pecah/Kejepit Flow
Warna Jumlah
Pada nozzle terdapat sisa material proses sebelumnya 1 9 0 0 9 54 63 Jari-jari antara sprue bush dan nozzle tidak sama 9 81 1 8 0 0 89 Setting mesin tidak sesuai dengan SOP 9 81 9 72 1 6 159
Bahan baku lembab 9 81 1 8 1 6 95
Bahan baku tidak turun ke mesin 9 81 3 24 1 6 111
Terdapat serabut pada compound 9 81 0 0 9 54 135
Kualitas biji plastik yang tidak memenuhi standar 1 9 1 8 9 54 71
Kurangnya inspeksi mesin 3 27 3 24 3 18 69
Adanya gap dan screw barrel 3 27 0 0 9 54 81
Kurangnya skill foreman 9 81 9 72 9 54 207
Kurangnya suhu pendinginan pada saat cooling time 0 0 9 72 0 0 72 Pemberian spray silicone tidak memenuhi standart 0 0 9 72 0 0 72 Kurang fokusnya foreman dan terburu-buru 3 27 3 24 1 6 57 Proses pemberian silicone secara manual 0 0 3 24 0 0 24
Skill foreman yang tidak merata 3 27 3 24 3 18 69
Biji plastik tercampur kotoran 3 27 3 24 9 54 105
Supplier berbeda 1 9 0 0 9 54 63
Pada Tabel 4.9 diketahui ada tiga jenis cacat yang mana setiap cacat telah ditentukan skor prioritas. Untuk niai skor priyoritas berkisar antara 1 hingga 10, dimana 1 menggambarkan nilai yang paling tidak penting dan nilai 10 merupakan nilai yang paling penting. Untuk bobot korelasi antara penyebab dan hasil cacat terdapat tiga jenis cacat yang pertama bobot 0 merupakan tidak memiliki hubungan dan yang ke dua bobot 1 memiliki sedikit hubungan, ketiga bobot 3 adalah rata-rata
serta yang terakhir 9 merupakan korelasi yang memiliki hubungan secara langsung. Dari hasil C&E Matrix didapatkan total dari perhitungan input dengan output atau perhitungan antara CTQ dan Cause, kemudian diurutkan berdasarkan total tertinggi
Notasi Cause Jumlah
A Kurangnya skill foreman 207
B Setting mesin tidak sesuai dengan SOP 159
C Terdapat serabut pada compound 135
D Bahan baku tidak turun ke mesin 111
E Biji plastik tercampur kotoran 105
F Bahan baku lembab 95
G Jari-jari antara sprue bush dan nozzle tidak sama 89
H Adanya gap dan screw barrel 81
I Kurangnya suhu pendinginan pada saat cooling time 72 J Pemberian spray silicone tidak memenuhi standart 72 K Kualitas biji plastik yang tidak memenuhi standar 71
L Kurangnya inspeksi mesin 69
M Skill foreman yang tidak merata 69
N Pada nozzle terdapat sisa material proses sebelumnya 63
O Supplier berbeda 63
P Kurang fokusnya foreman dan terburu-buru 57
Q Proses pemberian silicone secara manual 24
Setelah diurutkan dari nilai total tertinggi ke terendah, maka dapat dilihat prioritas mana yang akan dibuat usulan, untuk memudahkan dalam memilih sebab mana saja yang diperbaiki dan diberi usulan dibuatlah diagram pareto.
Gambar 4.16 Diagram Pareto hasil C&E Matrix
Dari Diagram Pareto di atas dapat dilihat jenis cacat dengan persentase terbesar yaitu A-K adalah kurang pelatihannya foreman, sampai dengan kurang pemberian spray silicone. Persentase kumulatif untuk jenis cacat tersebut mencapai 77 %. Nilai tersebut sesuai dengan prinsip Pareto 80-20, dimana 80% produk cacat disebabkan oleh 20% jenis kecacatan.
4.3.4 Tahap Improve
Tahap improve adalah merupakan proses terakhir yang dilakukan dalam penelitian. Pada tahap ini adalah melakukan rencana tindakan untuk peningkatan kualitas produk. Setelah mengetahui semua penyebab-penyebab kegagalan maka selanjutnya membuat usulan perbaikan. Dengan usulan perbaikan ini diharapkan dapat membantu perusahaan mengurangi persentase produk cacat. Perbaikan ini menggunakan prinsip 5W1H, prinsip 5W1H merupakan rencana tindakan perbaikan dalam proses produksi.
4.3.4.1 Usulan Perbaikan
Setelah semua penyebab kecacatan dianlisa, dicari akar penyebab masalahnya dan prioritasnya, maka selanjutnya dibuat usulan perbaikan, usulan perbaikan yang diprioritaskan hanya dilakukan terhadap penyebab kegagalan proses yang memiliki notasi A-K.
A B C D E F G H I J K L M N O P Q Series1 13.42 10.31 8.75% 7.20% 6.81% 6.16% 5.77% 5.25% 4.67% 4.67% 4.60% 4.47% 4.47% 4.09% 4.09% 3.70% 1.56% Series2 13.42 23.74 32.49 39.69 46.50 52.66 58.43 63.68 68.35 73.02 77.63 82.10 86.58 90.66 94.75 98.44 100.0 0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% 120.00%
Tabel 4.9 Penyebab Kegagalan Proses Notasi A-K
Notasi Cause Jumlah
A Kurangnya skill foreman 207
B Setting mesin tidak sesuai dengan SOP 159
C Terdapat serabut pada compound 135
D Bahan baku tidak turun ke mesin 111
E Biji plastik tercampur kotoran 105
F Bahan baku lembab 95
G Jari-jari antara sprue bush dan nozzle tidak sama 89
H Adanya gap antara screw dan barrel 81
I Kurangnya suhu pendinginan pada saat cooling time 72 J Pemberian spray silicone tidak memenuhi standart 72 K Kualitas biji plastik yang tidak memenuhi standar 71
Tabel 4.10 Rencana Perbaikan dengan 5W1H
Akar Masalah Dimana Mengapa Kapan Bagaimana cara
memperbaiki
Siapa yang bertanggung jawab
Kurangnya skill
foreman Proses Injection
Karena minimnya pelatihan di perusahaan Pada saat foreman melakukan jobdesknya Memberikan pelatihan secara detail terhadap foreman pada saat sebelum turun ke lapangan SPV Produksi Mesin Injection Setting mesin tidak sesuai dengan SOP Proses Injection Karena kurang pahamnya foreman dengan SOP yang ada
Pada saat memulai proses produksi
Memberikan penjelasan secara detail terkait SOP pada proses injection
SPV Produksi Mesin Injection
Terdapat serabut
pada compound Proses Injection
Karena potongan biji plastik dari dept extruder tidak memenuhi standar
Pada saat bahan baku
dimasukkan ke mesin injection
Memberikan standarisasi ukuran biji plastik dan melakukan preventive maintenance mesin potong extruder
Bahan baku tidak
turun ke mesin Proses Injection
Karena terdapat material selain bahan baku sehingga bahan baku tidak turun ke mesin injection
Ketika bahan baku berada didalam hopper
Melakukan inspeksi ketika bahan baku sebelum masuk ke dalam dept mixing dan setelah di mixing bahan baku di inspeksi agar memastikan tidak ada
material lain yang tercampur bahan baku SPV Bahan Baku Biji plastik tercampur kotoran Proses Mixing
Karena kualitas bahan baku tidak bagus dan masih terdapat banyak kotoran
Pada saat proses pencampuran material bahan baku
Perlu adanya pengecekan kualitas bahan baku sebelum bahan baku di mixing
Tabel 4.11 Lanjutan 5W1H
Bahan baku
lembab Proses Drying
Karena kurangnya waktu pada saat
proses dry bahan baku
Pada saat melakukan pengeringan bahan baku
Perlu waktu yang lebih lama pada saat dry bahan baku dan melakukan inspeksi
SPV Bahan Baku
Jari-jari antara sprue bush dan nozzle tidak sama
Proses Maintenance
Karena tidak pasnya pada saat mensetting sprue bush dan nozzle
Pada saat foreman melakukan Maintenance
Perlu adanya pelatihan mesin
kepada foreman maintenance SPV Maintenance Injection
Adanya Gap antara screw dan barrel
Proses Injection
Karena terjadi benturan setiap kali proses dan mesin mengalami aus
Pada saat proses produksi berjalan
Perlu adanya preventive
maintenance secara periodik SPV Maintenance Injection
Kurangnya suhu pendinginan pada saat cooling time
Proses Injection
Karena kurangnya pengecekan rutin dan kesalahan foreman pada saat mensetting mesin
Pada saat proses Injection di tahapan akhir
Melakukan pengecekan secara rutin terhadap mesin dan memberikan pelaihan kepada foreman sebelum turun ke lapangan
Pemberian spray silicone tidak memenuhi standart Proses Injection Karena kurang pahamnya foreman pada saat penyemprotan spray silicone Pada saat foreman melakukan penyemprotan pada mold
Membuat SOP terkait penyemprotan spray silicone pada cetakan/mold dan kemudian memberikan penjelasan kepada foreman
SPV Produksi Mesin Injection
Kualitas biji plastik yang tidak memenuhi standart Proses Injection Karena kesalahan supplier dalam standarisasi bahan baku Pada saat inspeksi bahan baku Melakukan pemilihan supplier dengan tepat dan melakukan inspeksi pada bahan baku sebelum masuk ke gudang