commit to user
REPRESENTASI PLURALISME DALAM FILM ” ? ”
(
Studi Analisis Semiotika tentang Pluralisme dalam Film ” ? ”
)
Disusun Oleh:
CESILIA RATNA INTANNI
D0206004
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan, yang terbentang dari
Sabang hingga Merauke. Direktur Pendayagunaan Pulau-pulau Kecil
Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2011 kemarin mengatakan
jumlah pulau di Indonesia sebanyak 13.487 pulau.1 Dengan populasi sebesar
237,6 juta orang pada tahun 2010, Indonesia adalah negara berpenduduk yang
menempati urutan keempat terbesar di dunia setelah China, India, dan
Amerika Serikat.2 Beranekaragam suku bangsa, ras, bahasa, dan agama
menempati seluruh wilayah di Indonesia. Enam agama yang paling banyak
dianut di Indonesia, yaitu Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha,
dan Konghucu. Sebelumnya pemerintah Indonesia pernah melarang pemeluk
Konghucu melaksanakan agamanya secara terbuka. Namun, sekarang
kebebasan beragama bagi Konghucu sudah diakui oleh negara sejak
dicabutnya instruksi Presiden No.14 Tahun 1967 tentang Agama,
Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina melalui KEPPRES No.6 Tahun 2000
pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.3 Adanya keberagaman ini
1
Mohamad Final Daeng, Indonesia Daftarkan 13.487 Pulau ke PBB,
(http://nasional.kompas.com/read/2011/11/01/14162754/Indonesia.Daftarkan.13.487.Pulau.ke.P BBdiakses pada tanggal 16 November 2011, 10:14 WIB)
2
Bunga Manggiasih, Penduduk Indonesia Masuk Peringkat 4 Dunia,
(http://www.tempo.co/read/news/2011/07/14/173346495/Penduduk-Indonesia-Masuk-Peringkat-4-Dunia diakses pada tanggal 29 Juli 2011, 18:51 WIB)
3
commit to user
tidak seharusnya dipandang sebagai pemicu konflik namun harus dipandang
sebagai suatu aset kekayaan budaya bagi Indonesia.
Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan negara kita yang bermakna
berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Taufik Abdullah mengatakan bahwa
semboyan Bhinneka Tunggal Ika dilahirkan ketika kedaulatan negara baru
saja mendapat pengakuan internasional dan Indonesia masih berada dalam
suasana demokrasi parlementer. Semboyan ini merupakan pantulan murni dari
semangat pluralisme-keragaman yang diikat oleh hasrat persatuan dalam
sebuah negara.4
Semboyan itu sesuai dengan keadaan bangsa Indonesia dimana bangsa
kita dipenuhi dengan keragaman yang berbeda tetapi bangsa Indonesia
merupakan satu kesatuan. Sebagai bangsa yang beragam, kita harus bersatu
demi menciptakan masyarakat adil dan makmur. Dengan
perbedaan-perbedaan tersebut seharusnya kita tidak saling bermusuhan, tapi hidup
berdampingan dengan rukun dan damai. Kita harus bisa menerima
perbedaan-perbedaan yang ada dan saling menghargai satu sama lain. Apabila kita tidak
bisa menghargai perbedaan di sekitar kita akan berdampak pada kesatuan
bangsa. Seperti yang diungkapkan A.A. Ngr Anom Kumbara bahwa
keberagaman sosio-kultural yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan
kebanggaan dan potensi kekayaan yang tak ternilai, tetapi juga mengandung
potensi konflik yang amat besar. Apabila potensi konflik tersebut tidak dapat
4
commit to user
kita kelola secara bijaksana dan berkesinambungan niscaya akan menjadi
sumber disintegrasi bangsa.5
Di Indonesia, potensi konflik antar agama dan golongan masih terlihat
dan ini merupakan sebuah ancaman bagi pluralisme bangsa. Potensi konflik
ini antara lain berbentuk kekerasan, pemaksaan kehendak, perusakan tempat
ibadah, dan lain sebagainya. Seperti yang terjadi pada tanggal 6 Februari 2011
kemarin, sebuah insiden kekerasan atas nama agama kembali terjadi di negara
kita. Tiga korban tewas dan enam orang terluka parah dalam sebuah peristiwa
penyerangan terhadap warga Ahmadiyah di daerah Cikeusik, Pandeglang –
Banten. Dua hari setelah insiden ini, kekerasan kembali terjadi di daerah
Temanggung – Jawa Tengah. Terjadi kericuhan massa pada sidang pengadilan
kasus penistaan agama di Pengadilan Negeri Temanggung. Dua bangunan
Gereja dibakar, satu Gereja dirusak, satu sekolah, beberapa mobil dan motor
dibakar dalam peristiwa ini. Kedua insiden ini menambah deretan berbagai
kasus konflik atas nama agama dan perbedaan keyakinan di Indonesia.
Insiden ini memberikan cerminan bahwa kerukunan antar umat
beragama dan kebebasan untuk memeluk agama dan keyakinan yang berbeda
masih menjadi persoalan bagi sebagian warga negara. Beberapa kasus konflik
yang ada di Indonesia mulai memunculkan pertanyaan tentang
keanekaragaman yang kita miliki dan bagaimana seharusnya mengelolanya
dengan benar. Dalam menghadapi kemajemukan yang seperti itu tentu saja
5
commit to user
kita tidak mungkin mengambil sikap anti pluralisme. Kita harus belajar toleran
terhadap kemajemukan. Kita dituntut untuk hidup dalam semangat pluralisme.
Berbagai pesan mengenai kerukunan antar umat beragama maupun
pluralisme disampaikan oleh berbagai pihak di Indonesia, salah satunya
melalui film. Film yang menjadi objek penelitian ini adalah film “ ? “. Film ini
merupakan sebuah film produksi Mahaka Pictures dan Dapur Film yang
disutradarai oleh Hanung Bramantyo yang dirilis pada tanggal 7 April 2011.
Film “ ? “ mengisahkan hubungan antara tiga keluarga yang
mempunyai perbedaan etnis dan agama. Ketiganya hidup berdampingan
dalam lingkungan yang dikelilingi oleh Masjid, Gereja dan Klenteng. Dalam
hubungan kehidupan sehari-hari adakalanya terjadi konflik karena
perbedaan-perbedaan pandangan. Namun seringkali pula mereka saling mendukung
dengan segala pengertian atas perbedaan-perbedaan tersebut. Dengan berbagai
perbedaan pandangan hidup dan agama, pada akhirnya mereka semua
menemukan satu kesamaan tentang hidup yang lebih baik dalam tatanan
kebersamaan dan toleransi. Inilah potret Indonesia seutuhnya, dimana sikap
saling mengerti dibutuhkan dalam memandang keragaman yang ada. Film ini
sengaja diberi judul “ ? “ (baca : Tanda Tanya) untuk memberikan keleluasan
kepada para penonton dalam menyimpulkan makna dari keseluruhan cerita.6
Sebagian besar karakter tokoh dalam film ini diperankan oleh pemain
yang sudah terkenal di Indonesia, salah satunya adalah Henky Sulaeman,
Revalina S.Temat, Agus Kuncoro, Reza Rahadian, dan beberapa artis terkenal
6
Press Release Tanda Tanya Maret,
commit to user
lainnya. Nama Hanung Bramantyo pun sudah tidak asing lagi di dunia
perfilman Indonesia. Dalam Festival Film Indonesia 2005, ia terpilih sebagai
Sutradara Terbaik lewat film arahannya, Brownies. Ia juga dinominasikan
sebagai Sutradara Terbaik untuk film cerita lepasnya, Sayekti dan Hanafi.
Pada Festival Film Indonesia 2007 ia kembali terpilih sebagai Sutradara
Terbaik melalui film Get Married.
Film ini menarik untuk diteliti karena ini merupakan film pertama
yang berani mengungkapkan konflik sosial sehari-hari karena perbedaan
pandangan hidup dan sangat layak sebagai media pembelajaran nilai toleransi
dalam keberagaman bagi masyarakat Indonesia. Hanung Bramantyo selaku
sutradara film inipun merasa mempunyai kewajiban memperlihatkan realitas
toleransi beragama sebagai inti film Tanda Tanya. Dia hanya memotret obyek
realitas yang didapatkannya selama ini dan menuangkan dalam sebuah karya
film.7
Film ini mengangkat hal-hal yang begitu sederhana, mengenai realitas
kehidupan sehari-hari dan tentunya membawa makna tersendiri. Secara
keseluruhan, film “ ? “ memberikan gambaran berbagai kejadian yang didasari
oleh pluralisme. Yenny Wahid, putri dari Alm.Gus Dur yang merupakan
tokoh pluralisme juga mengatakan bahwa film “ ? “ ini berhasil
mengungkapkan pluralisme di Indonesia dan inti film ini bahwa setiap orang
7
Hanung Bramantyo: Saya Muak dengan Film Seks dan Horor Indonesia
commit to user
ingin mencari kedamaian8. Hal yang sama pun disampaikan oleh Ketua
Gerakan Pemuda Ansor, Nusron Wahid yang menilai film “ ? “ mencerminkan
semangat Bhinneka Tunggal Ika dan keberagaman umat beragama di
Indonesia9.
Sebagai bentuk pesan, film ini terdiri dari berbagai tanda dan simbol
yang membentuk sebuah sistem makna. Yang paling penting dalam film
adalah gambar dan suara. Suara di sini maksudnya kata-kata yang diucapkan
oleh sang tokoh dalam film tersebut, berikut dengan suara-suara lain yang
serentak mengiringi gambar-gambar, serta musik dalam film yang dimaksud.10
Dalam sebuah film tidak semua maksud yang ingin disampaikan kepada
audiens disampaikan melalui dialog. Dengan kata lain, dalam film juga kita
jumpai komunikasi non verbal, di samping komunikasi verbal tentunya.
Komunikasi non verbal yang disampaikan dalam sebuah film dapat berupa
ekspresi wajah pemain (facial expressions), gerak-gerik (gesture), sikap
(posture), dan simbol-simbol (symbols).
Oleh karena itu dalam hal ini analisis semiotik sangat berperan.
Dengan semiotik tanda-tanda dan simbol-simbol dianalisa dengan
kaidah-kaidah berdasarkan pengkodean yang berlaku, semiotika akan menemukan
makna yang terselubung dalam sebuah pesan, dalam hal ini film. Penelitian
8
Tri Hatmodjo, Kisah Banser Bikin Yenny Menangis,
(http://harianjoglosemar.com/berita/kisah-banser-bikin-yenny-menangis-40826.html?page=32 diakses pada tanggal 20 Mei 2011, 13.06 WIB).
9
Ratna Puspita, GP Ansor: Film 'Tanda Tanya' Tidak Menyesatkan,
(http://www.republika.co.id/berita/senggang/film/11/04/07/ljabmz-gp-ansor-film-tanda-tanya-tidak-menyesatkan-mui-jangan-buruburu-menyimpulkan diakses pada tanggal 20 Mei 2011, 13.16 WIB).
10
commit to user
dengan analisis semiotika merupakan metode yang tepat untuk
menginterpretasikan sebuah teks dan digunakan dalam menemukan makna
dan pesan yang tersembunyi dalam sebuah film. Penelitian ini mengambil
fokus representasi pluralisme yang disampaikan dalam bentuk film, khususnya
film “ ? “.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimana makna pluralisme direpresentasikan melalui
lambang-lambang dalam film “ ? “ ?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas. Hal tersebut
dimaksudkan untuk memberikan arah dalam melangkah sesuai dengan
maksud penelitian.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka tujuan diadakannya penelitian ini
adalah:
Untuk mengetahuibagaimana makna pluralisme yang direpresentasikan
melalui lambang-lambang dalam film “ ? “.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik dari segi teoretis
maupun praktis. Adapun manfaat itu sebagai berikut :
commit to user
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan di
bidang penelitian komunikasi, khususnya di bidang analisis semiotika film.
2. Manfaat praktis :
a. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang penelitian
komunikasi dengan pendekatan semiotika pada film.
b. Menjadi rujukan bagi para peneliti yang berminat menganalisis film,
khususnya melalui pendekatan analisis semiotika.
E. Kerangka Teori dan Pemikiran
1. Film sebagai Bentuk Media Massa
Media massa adalah media, sarana, atau alat yang dipergunakan
dalam proses komunikasi massa, yaitu komunikasi yang diarahkan kepada
orang banyak. Jenis media massa ada tiga, antara lain media massa cetak,
massa elektronik, dan media massa online. Film termasuk media massa
elektronik dimana isinya disebarluaskan melalui suara atau gambar dengan
menggunakan teknologi elektro. Komunikasi merupakan suatu proses
kebudayaan di mana suatu realitas diproduksi, dipertahankan, diperbaiki,
dan diubah yang nantinya akan menemukan komunikasi sebagai bagian
dari proses story telling mengenai human interest, sebagai mitos, sebagai
suatu kode budaya dan sebagai pengubah mitos.11 Dari sudut pandang
komunikasi massa, film memandang komunikasi sebagai penyampaian
11
commit to user
pesan dan produksi serta pertukaran makna. Film dimaknai dari
pesan-pesan yang disampaikan dalam komunikasi film.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 tahun
1994 (PP No. 7/ 1994) tentang Lembaga Sensor Film, film merupakan
karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa
pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan
direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/ atau bahan
hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran
melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan
atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/ atau ditayangkan dengan
sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan/ atau lainnya.12
Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu
termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam
mencapai efek yang diharapkan. Dalam film, banyak kita temui
tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda-tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu.13 Dari
tanda-tanda tersebut, masyarakat sebagai penikmat film dapat menemukan
nilai moral dalam sebuah film. Sehingga, film tidak hanya berfungsi
sebagai media hiburan saja, melainkan juga bisa menjadi media
edukasi/pendidikan.
Menurut Pawito, film adalah medium yang unik dan masih sangat
menarik di dunia ini. Bukan hanya sebagai medium dengan tampilan
12
Lembaga Sensor Film, “Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film”, (http://www.lsf.go.id/ind diakses tanggal 18 Mei 2011, 14.15 WIB)
13
commit to user
audio-visual tapi juga bisa menjadi media yang kuat terkait kerja dari artis
dan penulis, termasuk siapa yang tetap menjaga nilai idealis dengan
tanggung jawab politik sebaik menjaga nilai idealis dengan tanggung
jawab budaya. Tidak dapat dibantah bahwa film sangat berbeda dari
medium yang lain, contohnya televisi. Walaupun televisi, sebagai sebuah
medium yang juga dengan tampilan audio-visual, televisi biasanya
beroperasi untuk rating yang tinggi untuk memperoleh keuntungan.
Dengan kata lain, produksi film tidak perlu selalu untuk memperoleh
keuntungan tapi juga mengandung nilai karena film merefleksikan dan
dipengaruhi wacana budaya dan politik dalam masyarakat.14
Teknologi film memiliki karakter yang spesial karena bersifat
audio dan visual. Ini menjadikan film lebih kuat dalam menyampaikan
pesan kepada khalayak yang multikultur dan lintas kelas sosial. Film
berkomunikasi dengan komunikannya dengan bahasa verbal, dan juga non
verbal. Film berbicara dengan audiensnya melalui bahasa, gerak-gerik
tubuh, sikap, dan ekspresi muka pemainnya. Selain itu, film juga
berkomunikasi dengan melibatkan unsur sinematografi.
Film juga memiliki dualisme sebagai refleksi atau sebagai
representasi masyarakat. Memang sebuah film bisa merupakan refleksi
atau representasi kenyataan. Sebagai refleksi kenyataan, sebuah film hanya
memindahkan kenyataan ke layar tanpa mengubah kenyataan tersebut,
misalnya film dokumentasi, upacara kenegaraan atau film dokumentasi
14
commit to user
peristiwa perang. Sedangkan sebagai representasi kenyataan berarti film
tersebut membentuk dan menghadirkan kembali kenyataan berdasarkan
kode-kode, konvensi-konvensi dan ideologi dari kebudayaan.15
Sebagai salah satu bentuk media massa, membuat keberadaan film
memegang peranan penting terhadap para konsumennya, yaitu penonton
film tersebut. Hal ini memungkinkan karena, cerita dalam film bisa dibuat
sedemikian rupa sehingga audiens merasa perlu melaksanakan seperti apa
yang terlihat dalam film tersebut. Dengan kata lain, khalayak bisa saja
terpengaruh oleh film. Oleh karena itu, film-film yang mempunyai nilai
moral yang positif sangat diperlukan untuk dipertontonkan kepada
masyarakat luas, sebagai salah satu bahan pembelajaran bagi masyarakat.
2. Memaknai Sebuah Film
Dewasa ini terdapat berbagai ragam film, namun semua film
mempunyai satu sasaran yang sama, yaitu menarik perhatian orang
terhadap muatan masalah-masalah yang dikandung yang nantinya akan
menghasilkan makna pesan tersendiri dari si pembuat film kepada
penonton film. Menurut Marselli Sumarno dalam bukunya “Dasar-Dasar
Apresiasi Film” terdapat tiga tahap dalam memaknai sebuah film yang
disebutnya sebagai tahap apresiasi film antara lain :16
(a). Pemahaman
Dalam tahap ini apresiasi berkaitan dengan keterlibatan emosional dan
15
Alex Sobur. Op.Cit 16
commit to user
pikiran. Penonton memahami masalah, ide, ataupun gagasan, serta
merasakan perasaan-perasaan dan dapat membayangkan dunia rekaan
yang ingin diciptakan sutradara bersama tenaga-tenaga kreatif yang
lain. Melalui kemampuannya menempatkan diri pada kedudukan
tokoh-tokoh cerita dan menghadapi masalah-masalah bersama mereka.
Lewat kemampuan ini sutradara menerapkan nilai-nilai estetik kepada
pengalaman dan kemampuan mengolah gambar-gambar hingga
mencapai daya ungkap yang optimal. Oleh karena itu, penonton akan
dapat memahami masalah-masalah dan gagasan secara lebih jelas
daripada yang pernah dipahami langsung dari kehidupan.
(b). Penikmatan
Tahap ini terletak pada tingkat ketika penonton memahami dan
menghargai penguasaan pembuat film terhadap cara-cara penyajian
pengalaman hingga dicapai tingkat penghayatan yang intens. Penonton
tertarik pada bagaimana cara sutradara dan tenaga kreatif yang lain
menerapkan masalah dramatisasi, pengembangan konflik, klimaks, dan
keutuhan film secara keseluruhan. Jadi, mengagumi penguasaan
pembuat film dalam berkarya. Hal ini menimbulkan kenikmatan yang
lebih dibanding pada tingkat pertama.
Tidak seorang pun bisa menikmati karya film, atau bahkan
memahaminya sampai sesorang mengerti bahasanya. Oleh karena itu,
unsur-unsur film (penyutradaan, penataan fotografi, penulisan
commit to user
terbiasa dengan teknik dasar produksi film, sehingga kita bisa
menyadari teknik-teknik yang digunakan pembuat film dalam
mempengaruhi cara kita melihat film.
(c). Penghargaan
Tahap ini terjadi ketika penonton memasalahkan dan menemukan
hubungan pengalaman yang ia dapat dari karya film dengan
pengalaman kehidupan nyata yang dihadapi. Pada tingkat ini, penonton
memahami walaupun karya yang diciptakan bukan kenyataan, tapi
justru itu diciptakan untuk membantu melihat hal-hal di dunia ini
dengan pemahaman baru. Bukan lagi mengenai hal-hal teknis
pembuatan film, melainkan sudah ke tingkat renungan, yaitu
bersangkut paut dengan nilai-nilai maupun pandangan hidup.
Membandingkan apa yang kita yakini, kita lihat dalam kehidupan
selama ini, dan sterusnya, dengan apa yang kita lihat dari sebuah film.
Selain itu, kekaguman dan penghargaannya kepada pembuat film lebih
meningkat lagi. Pemahaman tentang keterkaitan pengalaman film
dengan pengalaman hidup nyata.
3. Film sebagai Representasi Realitas Masyarakat
Film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film
selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat,
dan kemudian memproyeksikannya ke atas layar. Film mampu menangkap
gejala-gejala dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang
commit to user
Film yang merupakan salah satu media massa juga berfungsi
sebagai representasi dari suatu realitas. Menurut Graeme Turner, makna
film merupakan representasi dari realitas masyarakat. Sebagai representasi
dari realitas, film membentuk dan ”menghadirkan kembali” realitas
berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi dan ideologi dari kebudayaan.
Film dalam merepresentasikan realitas akan selalu terpengaruh oleh
lingkup sosial dan ideologi dimana film tersebut dibuat dan akan
berpengaruh kembali terhadap kondisi masyarakatnya. Graeme Turner
menyebut perspektif yang dominan dalam seluruh studi tentang hubungan
film dan masyarakat sebagai pandangan yang refleksionis, yaitu film
dilihat sebagai cermin yang memantulkan kepercayaan-kepercayaan dan
nilai-nilai dominan dalam kebudayaannya.17
Hubungan antara film dan ideologi kebudayaan bersifat
problematis. Karena film adalah produk dari struktur sosial, politik,
budaya, tetapi sekaligus membentuk dan mempengaruhi struktur tersebut.
Menurut Turner bahwa selain film bekerja pada sistem-sistem makna
kebudayaan – untuk memperbarui, memproduksi, atau me-reviewnya – ia
juga diproduksi oleh sistem-sistem makna itu.18
4. Makna Pluralisme
Menurut The Oxford Dictionary (1980), pluralisme dijelaskan
sebagai berikut;
17
Budi Irawanto, Film, Ideologi, dan Militer, Media Pressindo, Yogyakarta, 1999, hlm. 15
18
commit to user
(1) Pluralisme adalah suatu teori yang menentang kekuasaan Negara monolitis; sebaliknya, mendukung desentralisasi dan otonomi untuk organisasi-organisasi utama yang mewakili keterlibatan individu dalam masyarakat. Juga suatu keyakinan bahwa kekuasaan itu harus dibagi bersama-sama di antara sejumlah partai politik. (2) Keberadaan atau toleransi keberagamaan etnik atau kelompok-kelompok cultural dalam suatu masyarakat atau negara, serta keragaman kepercayaan atau sikap dalam suatu badan, kelembagaan, dan sebagainya.19
Menurut Prof.Diana.L.Eck, Professor of Comparative Religion and
Indian Studies dan Director of Pluralism Project di Harvard University
ada tiga hal penjelasan arti proyek pluralisme, yaitu :20
(1). Pluralisme bukan hanya beragam atau majemuk. Pluralisme lebih dari
sekedar majemuk atau beragam dengan ikatan aktif kepada
kemajemukan tadi. Meski pluralisme dan keragaman terkadang
diartikan sama, ada perbedaan yang harus ditekankan. Keragaman
adalah fakta yang dapat dilihat tentang dunia dengan budaya yang
beraneka ragam. Pluralisme membutuhkan keikutsertaan.
(2). Pluralisme bukan sekedar toleransi. Pluralisme lebih dari sekedar
toleransi dengan usaha yang aktif untuk memahami orang lain.
Meskipun toleransi sudah pasti merupakan sebuah langkah ke depan
dari ketidaktoleransian, toleransi tidak mengharuskan kita untuk
mengetahui segala hal tentang orang lain. Toleransi dapat
menciptakan iklim untuk menahan diri, namun tidak untuk
memahami.
(3). Pluralisme bukan sekedar relativisme. Pluralisme adalah pertautan
19
A.A.Ngr Anom Kumbara., Op.Cit., hlm.531
20
commit to user
komitmen antara komitmen religius yang nyata dan komitmen sekuler
yang nyata. Pluralisme didasarkan pada perbedaan dan bukan
kesamaan. Pluralisme adalah sebuah ikatan, bukan
pelepasan-perbedaan dan kekhususan. Kita harus saling menghormati dan hidup
secara damai.
Pluralisme adalah suatu kenyataan bahwa kita adalah
berbeda-beda, beragam dan plural dalam hal ini beragama. Ini adalah kenyataan
sosial dan tidak dapat dipungkiri lagi. Dalam hidup bermasyarakat
hendaknya saling membuka diri untuk saling dapat menerima semua
keberadaan agama-agama yang lainnya, dengan tidak membicarakan atau
mempertajam perbedaan pengajaran dalam agama masing-masing. Belajar
dari (alm) Abdurrahman Wahid yang menolak paham relativisme yang
menganggap semua agama sama tetapi mengakui dan menghormati
keberagaman agama. Menurut Machasin, pengertian pluralisme adalah
adanya aneka kelompok suku, budaya, dan agama dalam masyarakat.
Lanjutnya, di dalam Indonesia yang bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika
ini adanya kemajemukan merupakan kenyataan yang tidak dapat kita
tolak, akan tetapi pluralisme tidak hanya sekedar pengertian bahwa
perbedaan itu ada tapi bahwa perbedaan itu menjadi sebuah pandangan
hidup, sebuah cita-cita, dan sebuah dasar pijak dalam kehidupan
bersama.21
21
commit to user
5. Pendekatan Semiotika Roland BarthesPendekatan semiotika dipilih karena pendekatan ini bisa
memberikan ruang yang luas untuk melakukan interpretasi pada film ” ? ”
sehingga pada akhirnya bisa diperoleh makna-makna yang ada di
dalamnya.
Secara etimologis, semiotika berasal dari kata Yunani semeion
yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang
atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap
mewakili sesuatu yang lain.22 Analisis semiotik merupakan cara atau
metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap
lambang-lambang yang terdapat suatu paket lambang-lambang pesan atau
teks. Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk serta
sistem lambang (sign) baik terdapat pada media massa (seperti berbagai
paket tayangan televisi, karikatur media cetak, film, sandiwara radio, dan
berbagai bentuk iklan) maupun yang terdapat di luar media massa (seperti
karya lukis, patung, candi, monument, fashion show, dan menu masakan
pada suatu food festival). Pemaknaan terhadap lambang – lambang dalam
tekslah yang menjadi pusat perhatian analisis semiotik.23
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda. Tanda-tanda adalah sesuatu yang berdiri pada sesuatu yang lain atau
menambahkan dimensi yang berbeda pada sesuatu, dengan memakai
segala apa pun. Diantara semua jenis tanda-tanda yang terpenting adalah
22
Alex Sobur, Analisis Teks Media, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hlm. 95
23
commit to user
kata-kata. Studi sistematis suatu tanda-tanda dikenal dengan semiologi.
Arti harfiahnya ialah ‘kata-kata mengenai tanda-tanda’.24
Terdapat dua nama yang berperan besar dalam sejarah kajian
tentang tanda ini, yaitu Ferdinand de Saussure dari Prancis (1857-1913)
dan Charles Sanders Peirce dari Amerika (1839-1914). Saussure sebagai
ahli linguistik, mengembangkan dasar-dasar dari linguistik dan memberi
tekanan pada struktur yang menyusun tanda, sementara Peirce lebih
menekankan pada konsep-konsep di luar tanda. Dalam usaha mencari
makna suatu tanda, Pierce membuat teori triangle meaning yang terdiri
atas sign, object, dan interpretant. Salah satu bentuk tanda adalah kata,
sedangkan object adalah sesuatu yang dirujuk tanda, sementara
interpretant adalah tanda yang ada dalam bentuk seseorang tentang objek
yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi
dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang
diwakili oleh tanda tersebut.25
24
Arthur Asa Berger, Tanda-Tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2005, hlm 1.
25
commit to user
SignInterpretant Object
Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 1990, hlm. 42
Gambar 1.1 Elemen Makna Pierce
Sedangkan Saussure lebih meletakkan bahwa bahasa itu adalah
sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian, yaitu signifier
(penanda) dan signified (petanda). Signifier adalah bunyi atau coretan
bermakna (aspek material), yakni apa yang dikatakan atau didengar dan
apa yang ditulis atau dibaca. Signified adalah gambaran mental, yaitu
pikiran/konsep (aspek mental).26
26
commit to user
Konsep strukturalisme linguistik Saussure inilah yang kemudian
dikembangkan oleh Roland Barthes yang biasa disebut dengan semiologi
Barthes. Barthes menyempurnakan teori semiotik Saussure yang hanya
berhenti pada pemaknaan penanda dan petanda saja (denotasi). Sedangkan
dalam sistem semiologi Barthes ada tiga istilah, yaitu penanda, petanda,
dan tanda. Roland Barthes mengulas apa yang sering disebut dengan
sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun atas sistem lain yang telah
ada sebelumnya. Sistem kedua ini disebut Roland Barthes sebagai
konotasi, yang menyelidiki makna-makna konotatif dalam bentuk mitos.
Barthes menggambarkan proses signifikasi sebagai berikut: Signified
(mental concept) Signifier
(physical existence) of
the sign)
Sign
Composed of
plus
signification
External reality
Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 1990,hlm. 44.
commit to user
Gambar 1.3 Signifikasi Dua Tahap Roland Barthes
first order second order
reality sign culture
Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa signifikasi tahap
pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam
sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai
denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda.27 Sedangkan konotasi
adalah untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini
menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan
perasaan atau emosi para pembaca serta nilai-nilai kebudayaannya.
Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak
intersubjektif. Pemilihan kata-kata kadang merupakan pilihan terhadap
konotasi, misalnya “penyuapan” dengan memberi uang pelicin. Dengan
kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah
obyek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya.28
27
Alex Sobur, Op.Cit, hlm.127
28
Alex Sobur, Op.Cit, hlm.128 denotation
connotation
myth signifier
commit to user
Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan isi, tanda bekerja
melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan
atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam (Fiske,
2004: 88). Mitos merupakan cerita yang digunakan suatu kebudayaan
untuk menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas atau alam.
Menurut Barthes, mitos adalah suatu sistem komunikasi dan mitos adalah
suatu pesan. Hal ini yang menjadikan pemahaman bahwa mitos tidak
mungkin merupakan objek, konsep, ataupun gagasan dan mitos merupakan
suatu objek penandaan (a mode of signification), suatu bentuk (a form).29
Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana film “ ? “ dapat
merepresentasikan pluralisme. Penelitian ini menggunakan kerangka
analisis semiotika Roland Barthes. Adapun penjelasan bagan alur dan
kerangka pemikiran dijelaskan sebagai berikut :
29
commit to user
Alur dan Kerangka PikirPenjelasan alur dan kerangka pikir penelitian :
Film “ ? “ melalui audio visual ini diciptakan dari berbagai tanda-tanda
terjalin sehingga merepresentasikan sesuatu dan membentuk pesan. Pesan
yang terdapat dalam film “ ? “ tersebut adalah misi yang hendak disampaikan
oleh pembuat film kepada para penontonnya. Dalam film “ ? “ akan diambil
scene-scene yang didalamnya merepresentasikan pluralisme melalui
tanda-tanda. Tanda-tanda tersebut dapat berupa verbal (sinematografi) dan non
verbal (aspek sosial) kemudian akan dianalisis dengan pendekatan semiotika
Roland Barthes. Dalam hal ini berupa makna denotatif atau makna yang
commit to user
hingga nantinya akan menghasilkan makna yang ingin disampaikan dalam
film tersebut.
F. Kerangka Konsep
1. Representasi Pluralisme
Penelitian ini meneliti tentang representasi yang berhubungan
dengan pluralisme, yaitu adanya sikap mengakui dan menghargai
perbedaan di tengah keragaman bangsa. Bila dikaitkan dengan film yang
akan diteliti, representasi merupakan konvensi-konvensi yang dirancang
untuk menarik perhatian sekaligus dapat dengan mudah dipahami seluas
mungkin oleh audiencenya. Konvensi dalam bahasa representasi film
tercermin pada kode-kode sinematografi dan naratif yang digunakannya.
Representasi diartikan sebagai suatu tindakan yang menghadirkan
sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda, baik suara
maupun gambar. Representasi merupakan penggambaran realitas yang
dikomunikasikan atau diwakilkan dalam tanda. Konsep representasi dapat
berubah-ubah, karena makna sendiri tidak pernah tetap, ia selalu berada
dalam proses negosiasi dan disesuaikan dengan situasi yang baru. Intinya
adalah makna selalu dikonstruksikan, diproduksi lewat proses representasi.
Chris Barker menyebutkan bahwa representasi merupakan kajian
utama dalam cultural studies, bagaimana dunia dikonstruksikan secara
sosial dan disajikan kepada kita dan oleh kita di dalam pemaknaan
tertentu. Menurut Stuart Hall, representasi adalah salah satu praktek
commit to user
berbagi. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika
manusia-manusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama,
membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam bahasa yang
sama, dan saling berbagi konsep-konsep yang sama. Dalam kasus film
sebagai representasi budaya, film tidak hanya mengkonstruksikan
nilai-nilai budaya tertentu di dalam dirinya sendiri, tapi juga tentang bagaimana
nilai-nilai tadi diproduksi dan bagaimana nilai itu dikonsumsi oleh
masyarakat yang menyaksikan film tersebut. Jadi ada semacam proses
pertukaran kode-kode kebudayaan dalam tindakan menonton film sebagai
representasi budaya.30
Pluralisme tidak semata menunjuk pada kenyataan tentang adanya
kemajemukan, tapi adanya keterlibatan aktif terhadap kenyataan
kemajemukan tersebut. Seorang baru dapat dikatakan menyandang sifat
tersebut apabila ia dapat berinteraksi secara positif dalam lingkungan
kemajemukan tersebut.31
Pluralisme adalah adanya interaksi beberapa kelompok-kelompok
yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu sama lain.
Mereka hidup bersama serta membuahkan hasil tanpa konflik.
Keberagaman dan toleransi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan
satu-sama lain. Jika keberagaman tanpa toleransi, tentu yang muncul nanti
hanya ego masing-masing. Akan tetapi, dengan adanya toleransi,
30
Husnun.Film Sebagai Bagian dari Media Massa
(http://husnun.wordpress.com/2011/04/27/film-sebagai-bagian-dari-media-massa/diakses tanggal 18 Mei 2011, 16.00 WIB)
31
commit to user
keberagaman dituntut untuk menghargai dan menghormati perbedaan itu
sendiri. Begitu pula dengan adanya pluralisme di negara kita, Indonesia.
Indonesia penuh dengan beragam macam suku, budaya, agama, dan
lain-lain. Dalam hal ini, pluralisme sangat berperan penting demi kemajuan
bangsa. Adanya sikap saling menerima dan menghargai perbedaan di
tengah keragaman bangsa sangat dibutuhkan.
2. Aspek Sosial dalam Film
Merupakan segala aspek yang berkenaan dengan kondisi sosial
yang terdapat dalam sebuah film. Aspek sosial dapat meliputi kondisi
tokoh-tokoh dalam film, hubungan antar tokoh dalam film dan situasi yang
digambarkan dalam film tersebut.
Kode-kode sosial ini biasa terlihat dari pesan-pesan verbal dan non
verbal yang dikirimkan, baik berupa dialog, gerak tubuh, ekspresi wajah
dan penampilan yang dapat dimaknai sebagai:
a. Toleransi Beragama
b.Humanisme
a. Toleransi Beragama
Bangsa Indonesia adalah bangsa multikultural yang terdiri dari
berbagai macam agama dan budaya yang beragam. Oleh karena itu,
bangsa Indonesia dapat disebut sebagai bangsa yang bersifat
multikulturalisme. Seperti yang diungkapkan Kuswaya Wihardit bahwa
multikulturalisme merupakan kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya
commit to user
keberagaman ini tidak dimanfaatkan dan dibina secara benar akan
berkembang menjadi sesuatu yang menakutkan. Dulu keberagaman
merupakan kekayaan bangsa yang paling dibanggakan, dibangun atas
dasar tujuan dan kepentingan bersama yaitu kemerdekaan Indonesia. Saat
ini, keberagaman sering dipandang sebagai perbedaan yang semakin
dipertajam dan sering dimanfaatkan orang untuk memenuhi ambisi dan
kepentingan pribadi atau golongannya. Hal ini menimbulkan konflik yang
menyebabkan terpuruknya bangsa Indonesia dan terjadi kerusuhan
dimana-mana.32 Oleh karena itu dibutuhkan sikap toleransi antar sesama,
dalam hal ini khususnya agama.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari
bahasa Latin ; tolerare artinya menahan diri, bersikap sabar, membiarkan
orang berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang
memiliki pendapat berbeda. Sikap toleran tidak berarti membenarkan
pandangan yang dibiarkan itu, tetapi mengakui kebebasan serta hak-hak
asasi para penganutnya, salah satunya adalah kebebasan individu atau
masyarakat untuk mengamalkan agama atau kepercayaan yang dianut.
Dalam Perisytiharan Hak Asasi Manusia Sejagat yang diterima
oleh 50 anggota Perhimpunan Agung PBB pada 10 Desember 1948 di
Paris, menafsirkan kebebasan beragama sebagai: Setiap orang berhak
untuk memiliki kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama; hak-hak
ini termasuk kebebasan untuk berpindah agama atau kepercayaan, dan
32
commit to user
kebebasan, untuk menzahirkan agama atau kepercayaannya dalam
pengajaran, amalan, penyembahan dan pengamalan agama baik seorang
diri maupun bersama orang lain.33
Di Indonesia kebebasan beragama diatur dalam
Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah secara resmi mengakui enam agama, dan
beberapa larangan hukum terus berlaku terhadap beberapa jenis kegiatan
keagamaan tertentu yang dianggap dapat menyinggung agama lain. Dalam
UUD 1945 Pasal 29 sangat tegas disebutkan bahwa, “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.”
Pasal ini merupakan bentuk perlindungan negara terhadap semua umat
beragama di Indonesia. Toleransi beragama dalam hal ini dapat
dirumuskan sebagai sikap keterbukaan untuk mendengar pandangan yang
berbeda, yakni mengemukakan pandangan dan menerima pandangan dan
tidak merusak pegangan agama masing-masing. Hakikat toleransi terhadap
agama-agama lain merupakan syarat yang utama bagi setiap individu yang
ingin kehidupan yang aman dan tenteram. Dengan begitu akan terwujud
interaksi yang baik dikalangan masyarakat beragama.
Departemen Agama RI yang ditugaskan untuk mengatur dan
menertibkan kehidupan umat multi-agama mencoba mengajukan konsep
toleransi antar-umat beragama. Konsep yang terkenal adalah ketika
33
Dulce Amor Fortunado, Toleransi Antar Umat Beragama di Indonesia (1),
commit to user
diajukan oleh Prof. DR. A. Mukti Ali (Menteri Agama pada permulaan
rezim Orde Baru) yaitu agree in disagreement yang dituangkan kedalam
trilogi kehidupan umat beragama, sebagai berikut: 1) Menumbuhkan sikap
toleransi intra para penganut agama; 2) Menumbuhkan sikap toleransi
antar para penganut agama; 3) Menumbuhkan sikap toleransi antara para
penganut agama dengan pemerintah.34
David Little, seorang dosen di Pratice of Religion, Ethnicity
and International Conflict, School of Divinity di Universitas Harvard
memberi dua penjelasan mengenai toleransi antar-umat beragama.
Pertama, bahwa toleransi antar-umat beragama sebagai jawaban atas
sebuah kumpulan kepercayaan yang berpikir secara murni yang tidak
dapat ditolak, bisa dengan penolakan tetapi tidak memakai paksaan atau
kekerasan. Selanjutnya, kalau ada seseorang yang tidak setuju dengan
kita, lalu kita ingin menghukum orang-orang ini. Kalau kita menekankan
perasaan atau keinginan ini, menurutnya ini adalah toleransi. Yang
kedua, toleransi tidak hanya berarti kita tidak memakai paksaan atau
kekerasan, tetapi kita bisa menghormati pandangan yang lain. 35
Perkembangan tentang toleransi dalam agama-agama yang
diakui di Indonesia berjalan sesuai dengan pemahaman keagamaan dalam
setiap agama itu sendiri. Berikut kutipan mengenai toleransi dalam
perspektif berbagai agama :
34
Robby Kurnadi,‘PASSING OVER’ Pola Baru Toleransi Beragama Di Indonesia,
(http://www.bandungedukasi.com/2012/01/%E2%80%98passing-over%E2%80%99-pola-baru-toleransi-beragama-di-indonesia/ diakses tanggal 20 Maret 2012 13.54WIB)
35
commit to user
1) Toleransi dalam Perspektif Agama Islam
Toleransi juga diajarkan dalam agama Islam, bahkan dalam Islam
termasuk ajaran yang sangat prinsip. Berlaku baik dengan sesama manusia
memang sangat dianjurkan Islam. Dalam sejarah Islam tidak pernah
memaksakan keyakinannya kepada orang lain. Pemaksaan dalam bentuk
apapun agar orang lain beriman sesuai dengan agama yang memaksa
adalah tindakan tidak etis dan bertentangan dengan kemauan atau
kehendak Allah. Ada beberapa ayat yang dapat menuntun umat Islam
untuk mengembangkan konsep kebebasan beragama dan pluralisme.
Misalnya (Q., s. al-Baqarah/2:148) :36
“Bagi setiap kelompok mempunyai tujuan, ke sanalah Ia mengarahkannya; maka berlombalah kamu dalam mengejar kebaikan. Di mana pun kamu berada, Allah akan menghimpun kamu karena Allah berkuasa atas segalanya”
Kutipan al-Qur’an di atas menggambarkan mengenai masalah kebebasan
beragama dan pluralisme menurut pandangan Islam. Hal ini dimulai
dengan fakta bahwa manusia terbagi dalam berbagai kelompok,
masing-masingnya memiliki tujuan hidup berbeda. Setiap komunitas diharapkan
dapat menerima keanekaragaman sosial budaya, toleransi satu sama lain
yang memberi kebebasan dan kesempatan bagi setiap orang untuk
menjalani kehidupannya menurut keyakinannya masing-masing.
36
commit to user
2) Toleransi Dalam Perspektif Agama Katolik37
Kebebasan beragama sebagai salah satu Hak Asasi Manusia juga
mendapatkan perhatian khusus dari Gereja Katolik dalam Konsili Vatikan
II yang tertuang dalam Deklarasi Dignitatis Humanae art.1. Gereja harus
bersikap pluralis berintegritas terbuka dimana Gereja Katolik tidak mau
jatuh dalam sikap pluralisme yang menganggap semua agama sama saja.
Gereja Katolik mengakui pluralisme agama dan mengakui bahwa dalam
agama-agama lain pun ada kebenaran. Selain itu, Gereja Katolik juga
memberi penghargaan tinggi kepada kebebasan setiap orang untuk
memeluk agama dan beribadah menurut agama dan keyakinannya. Oleh
karena itu, Konsili Vatikan II menegaskan bahwa :
“Semua orang wajib mencari kebenaran, terutama dalam apa menyangkut Allah dan Gereja-Nya. Sesudah mereka mengenal kebenaran tersebut, mereka wajib memeluk dan mengamalkannya” (DH 1. par. 3).
Pengakuan akan kebenaran yang terdapat dalam agama-agama dan
kepercayaan lain seperti yang tertuang dalam Deklarasi Dignitatis
Humanae art. 1 di atas mau menunjukkan penghargaan Gereja terhadap
kebebasan manusia. Gereja beranggapan bahwa kebebasan sebagai hak
asasi yang dianugerahkan Allah kepada setiap orang sesuai dengan
kodratnya sebagai ciptaan dan citra-Nya. Setiap orang berhak, tanpa
paksaan dari pihak manapun baik negara maupun masyarakat dan umat
37
commit to user
beragama tertentu, mempergunakan kebebasannya untuk memilih dan
menentukan apa yang paling baik dan benar menurut tuntunan hati
nuraninya sendiri, termasuk untuk memilih dan menentukan agama dan
kepercayaan yang mau dianutnya.
3) Toleransi dalam Perspektif Agama Kristen Protestan38
Dalam agama Kristen Protestan juga menganjurkan agar antar
sesama umat manusia selalu hidup rukun dan harmonis seperti yang
terdapat dalam Alkitab yang menjadi sumber setiap ajaran dan praktek
hidup umat Kristen Protestan. Berikut mengenai pandangan Alkitab
tentang pluralisme dan toleransi seperti yang tercantum dalam Injil Lukas
10:29-37 yang berbunyi :
Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: ”Dan siapakah sesamaku manusia?” Jawab Yesus: ”Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar
38
commit to user
menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya: ”Pergilah, dan perbuatlah demikian!”Ayat Alkitab di atas mencerminkan pandangan dan sikap Yesus terhadap
bangsa/agama lain dimana Yesus mengakui dan menerima eksistensi
mereka, dan mereka adalah bangsa yang perlu diperlakukan secara
baik,yaitu dengan memberikan perhatian dan mengangkat harkat martabat
hidup mereka. Dari ajaran Yesus dalam Alkitab itu tampak bahwa ada
pandangan dan sikap eksklusif mengenai pluralitas dimana pluralitas
diterima, dipahami dan dihargai sebagai sebuah kenyataan mutlak.
Penerimaan itu harus bermanfaat dan menjadi berkat, membawa damai
sejahtera bagi semua pihak. Untuk melaksanakan usaha itu, orang harus
memiliki iman yang kuat dan hidup dengan menerapkan cinta kasih
(sesuai Hukum Kasih: Kasih kepada Allah dan kepada sesama manusia).
4) Toleransi dalam Perspektif Agama Hindu39
Dalam agama Hindu kerukunan antar umat beragama merupakan
landasan hidup yang hamonis saling kasih sayang seperti yang terdapat
dalam pandangan Catur Purusa Artha, yang terdiri atas :
39
Yusri Fattala. Toleransi dalam Perspektif Agama-Agama,
commit to user
Dharma, berarti susila atau berbudi luhur. Dengan Dharma seseorang
dapat mencapai kesempurnaan hidup, baik untuk diri sendiri, keluarga,
dan masyarakat.
Artha, berarti kekayaan dapat memberikan kenikmatan dan kepuasan
hidup. Mencari harta didasarkan pada Dharma.
Kama berarti kenikmatan dan kepuasan. Kama pun harus diperoleh
berdasarkan Dharma.
Moskha berarti kebahagiaan abadi, yakni terlepasnya atma dari
lingkaran samsara. Moskha merupakan tujuan akhir dari agama Hindu
yang setiap saat selalu dicari sampai berhasil. Upaya mencari Moskha
juga mesti berdasarkan Dharma.
Keempat dasar inilah yang merupakan titik tolak terbinanya kerukunan
antar umat beragama. Keempat dasar tersebut dapat memberikan sikap
saling menghargai keberadaan umat beragama lain.
5) Toleransi dalam Perspektif Agama Budha40
Sikap yang harus dijalankan oleh umat Budha dalam hubungan
antar umat beragama, yaitu sikap saling menghormati dan toleransi. Hal
ini sesuai dengan ajaran Budha Sila Paramita yang mengajarkan bahwa
setiap orang jangan melakukan perbuatan jahat dengan pikiran, ucapan,
dan perbuatan sehingga menyebabkan orang lain menderita. Selain itu, ada
40
commit to user
sifat-sifat yang harus dikembangkan umat Budha yang mendukung
terbentuknya sikap hidup demokratis yang disebut Catur Paramita, yaitu :
Metta, berarti cinta kasih universal, sikap batin yang selalu
mengharapkan kesejahteraan dan kebahagiaan semua makhluk tanpa
membeda-bedakan.
Karuna, berarti belas kasihan, sikap batin yang timbul apabila melihat
penderitaan makhluk lain.
Mudita, berarti simpati, sikap batin yang merasa gembira dan bahgia
melihat orang lain karena keberhasilannya.
Upekkha, berarti sikap batin yang selalu seimbang dalam segala
keadaan karena menyadari bahwa setiap maklhuk hidup akan memetik
buah perbuatannya.
6) Toleransi dalam Perspektif dalam Agama Konghucu41
Dalam agama Konghucu juga ditemui konsep ajaran yang dapat
menciptakan kehidupan harmonis antara sesama yang disebut Wu Chang :
Ren/Jin ; cinta kasih, tabu diri, halus budi pekerti, rasa tenggang rasa
serta dapat menyelami perasaan orang lain.
I/Gi ; rasa solidaritas, senasib sepenanggungan dan rasa membela
kebenaran.
Li atau Lee ; sikap sopan santun, tata krama, dan budi pekerti.
Ce atau Ti ; sikap bijaksana, rasa pengertian, dan kearifan.
41
commit to user
Sin ; kepercayaan, rasa untuk dapat dipercaya oleh orang lain serta
dapat memegang janji dan menepatinya.
Berdasar kelima sifat mulia di atas, Konghucu sangat
menekankan hubungan yang sangat harmonis antara sesama manusia
dengan manusia lainnya, di samping hubungan harmonis dengan Tuhan
dan juga antara manusia dengan alam lingkungan. Setiap penganut
Konghucu hendaknya mampu memahami dan mengamalkan kelima sifat
di atas, sehingga kerukunan atau keharmonisan hubungan antar sesama
dapat terwujud tanpa memandang dan membedakan agama dari
keyakinan.
Pada dasarnya, semua agama menjunjung tinggi nilai toleransi.
Islam mengajarkan Assalamualaikum, Kristiani mengajarkan Cinta Kasih,
Hindu mengajarkan Dharma, Budha mengajarkan Sila Paramita, dan
Konghucu mengajarkan Wu Chang. Semuanya itu menuntut pemeluknya
untuk menanamkan dan menebarkan cinta kasih serta rasa toleran kepada
pemeluk lain.
b. Humanisme
Secara harfiah, humanisme dapat diartikan sebagai aliran yang
bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan dan menginginkan
pergaulan hidup yang lebih baik. Menurut Mangunhardjana, humanisme
juga dapat dimaknai sebagai paham tentang manusia dan sebagai
commit to user
menyadarkan potensinya dan menandaskan tanggung jawabnya dalam
kehidupan.42
Menurut A.Lalande salah satu pengertian humanisme adalah
gerakan humanis di Eropa yang memandang manusia dalam perspektif
“manusiawi’ belaka yang bertentangan dengan perspektif religius (agama).
Di samping itu, A. Lalande juga menyebutkan pengertian humanisme
sebagai pandangan yang menyoroti manusia menurut aspek-aspek yang
lebih tinggi (seni, ilmu pengetahuan, moral, dan agama) yang bertentangan
dengan aspek-aspek yang lebih rendah dari manusia. Sedangkan menurut
Ali Syari’ati menyebutkan definisi humanisme sebagai himpunan
prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yang berorientasi pada keselamatan dan
kesempurnaan manusia.43
Humanis adalah penganut paham humanisme dimana
memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yg lebih baik, berdasarkan
asas perikemanusiaan. Menurut F.C.S Schiller dan William James,
humanisme diangkat sebagai pandangan yang bertolak belakang dengan
absolutisme filosofis dimana dipandang melawan hal-hal absolute 44. Oleh
karena itu, penekanannya pada alam atau dunia terbuka, pluralisme dan
kebebasan manusia.
42
A. Mangunhardjana. 1996. Isme-Isme dalam Etika. Yogyakarta : Kanisius, hlm. 95.
43
Sabara Putera Borneo. Humanisme dalam Tinjauan Sains, Filsafat, Spiritualisme
(http://hminews.com/news/humanisme-dalam-tinjauan-sains-filsafat-spiritualisme/diakses tanggal 20 Maret 2012 14.14 WIB)
44
commit to user
3. Aspek Teknis dalam FilmKeberhasilan seseorang dalam memahami film secara utuh salah
satunya dipengaruhi oleh pemahaman orang tersebut terhadap aspek
sinematik dari sebuah film. Aspek sinematik (teknis) dari sebuah film di
antaranya kamera, pencahayaan (lighting), dan suara. Seluruh unsur ini
saling berkaitan dan berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk
unsur sinematik secara keseluruhan. Dari identifikasi tanda-tanda tersebut
akan dapat diketahui makna-makna yang direpresentasikan dalam film,
baik makna denotatif maupun konotatif. Aspek teknis yang perlu
diperhatikan dalam menemukan makna dalam film, sebagai berikut :
a. Kamera
Dalam produksi film ada dua jenis kamera yang digunakan
secara umum, yaitu kamera film dan kamera digital. Kamera film
menggunakan format seluloid, sementara kamera digital menggunakan
format video. Film cerita bioskop umumnya diproduksi dengan
menggunakan kamera film, sedangkan kamera digital lebih banyak
digunakan untuk produksi film independen serta dokumenter.45
Fungsi dari teknik kamera adalah mencoba memahami makna
dari objek-objek yang direkam oleh kamera film dan disuguhkan pada
penonton. Dimana cara pengambilan gambar ini dapat berfungsi
sebagai penanda. Kamera juga bisa sebagai sudut pandang si tokoh atau
mata tokoh dalam film. Sudut pandang kamera sangat penting untuk
45
commit to user
memotivasi dan mengatur identifikasi penonton terhadap suatu karakter
dalam film. Ketinggian dan jarak kamera terhadap subyek juga
memiliki efek dalam memaknai sebuah shot. Teknik-teknik
pengambilan gambar pada kamera mampu menambah emotional
response dan mengajak audience untuk merancang sendiri emosinya
dalam sebuah adegan. Pergerakan kamera juga mampu menunjukkan
situasi atau lingkungan sekitar subjek kamera. Sebuah film terbentuk
dari sekian banyak shot. Setiap shot membutuhkan penempatan kamera
pada posisi yang terbaik bagi pandangan mata penonton. Shot
merupakan unsur terkecil dalam film. Adegan adalah satu segmen
pendek dari keseluruhan cerita yang memperlihatkan satu aksi
keseimbangan yang diikat oleh ruang, waktu, isi (cerita), tema, karakter,
atau motif. Satu adegan biasanya terdiri dari beberapa shot yang saling
berhubungan.46
Teknik-teknik dalam kamera ditentukan oleh :47
1). Jenis shot (jarak pandangan kamera terhadap objek)
Extreme long shot, merupakan jarak kamera yang paling jauh
dari obyeknya. Wujud fisik manusia nyaris tidak tampak.
Teknik ini umumnya untuk menggambarkan sebuah obyek yang
sangat jauh atau panorama yang luas.
46
Himawan Pratista,Op.Cit., hlm.29
47
commit to user
Long shot, pada jarak ini tubuh fisik manusia telah tampak jelas
namun latar belakang masih dominan. Shot ini sering kali
digunakan sebagai establishing shot, yakni shot pembuka
sebelum digunakan shot-shot yang berjarak lebih dekat.
Medium long shot, pada jarak ini tubuh manusia terlihat dari
bawah lutut sampai ke atas. Tubuh fisik manusia dan
lingkungan sekitar relatif seimbang.
Medium shot, pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari
pinggang ke atas. Gestur serta ekspresi wajah mulai tampak,
sosok manusia mulai dominan dalam frame.
Medium Close up, pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia
dari dada ke atas. Sosok tubuh manusia mendominasi frame dan
latar belakang tidak lagi dominan. Adegan normal percakapan
biasanya menggunakan jarak ini.
Close up, umumnya memperlihatkan wajah, tangan, kaki atau
sebuah obyek kecil lainnya. Teknik ini mampu memperlihatkan
ekspresi wajah dengan jelas serta gestur yang mendetil. Close up
biasanya digunakan untuk adegan dialog yang lebih intim. Close
up juga memperlihatkan sangat mendetil sebuah benda atau
obyek.
Extreme Close up, pada jarak ini mampu memperlihatkan lebih
mendetil bagian dari wajah, seperti telinga, mata, hidung dan
commit to user
2). Sudut pengambilan gambar (angle)
Sudut kamera adalah sudut pandang kamera terhadap obyek yang
berada dalam frame. Secara umum sudut kamera dibagi menjadi
tiga, yaitu :
Straight on angle, pengambilan gambar di mana kamera melihat
obyek secara lurus.
Low angle, pengambilan gambar di mana kamera mengambil
obyek dari bawah sehingga obyek terlihat lebih besar. Efek ini
kerap digunakan dalam film-film aksi serta superhero.
High angle, pengambilan gambar di mana kamera lebih tinggi
dari obyek yang diambil sehingga obyek terlihat lebih kecil.
3). Pergerakan kamera
Berfungsi untuk mengikuti pergerakan seorang karakter juga obyek.
Pergerakan kamera juga sering digunakan untuk menggambarkan
situasi dan suasana sebuah lokasi atau suatu panorama. Pergerakan
kamera dapat dikelompokkan menjadi :
Pan, pergerakan kamera secara horizontal (kanan atau kiri)
dengan posisi kamera statis. Teknik ini umumnya digunakan
untuk mengikuti pergerakan seorang karakter at au melakukan
reframing (menyeimbangkan kembali posisi frame ketika
commit to user
Tilt, pergerakan kamera secara vertikal (atas-bawah atau
bawah-atas) dengan posisi kamera statis. Tilt sering digunakan untuk
memperlihatkan objek yang tinggi.
Tracking, pergerakan kamera akibat perubahan posisi kamera
secara horizontal. Pergerakan dapat ke arah manapun sejauh
masih menyentuh permukaan tanah. Pergerakan dapat bervariasi
yakni maju (track forward), mundur (track backward),
melingkar, menyamping (track left/right) dan seringnya
menggunakan rel atau track.
Crane Shot, pergerakan kamera akibat perubahan posisi kamera
secara vertikal, horisontal, atau kemana saja selama masih diatas
permukaan tanah (melayang). Crane shot umumnya
menghasilkan efek high angle dan sering digunakan untuk
menggambarkan landskep yang luas seperti kawasan kota,
bangunan, areal taman, dan sebagainya.
b. Pencahayaan (Lighting)
Tata cahaya dalam film secara umum dapat dikelompokkan
menjadi empat unsur yakni, kualitas, arah, sumber serta warna.
Keempat unsur tersebut sangat mempengaruhi dalam membentuk
suasana serta mood dalam film.48
1) Kualitas pencahayaan
48
commit to user
Kualitas cahaya merujuk pada besar-kecilnya intensitas cahaya.
Cahaya terang (hard light) cenderung menghasilkan bentuk obyek
serta bayangan yang jelas. Sementara cahaya lembut (soft light)
cenderung menyebarkan cahaya sehingga menghasilkan bayangan
yang tipis. Hard light cenderung membentuk cahaya yang kontras
dengan lingkungannya.
2) Arah pencahayaan
Arah cahaya merujuk pada posisi sumber cahaya terhadap obyek
yang dituju, biasanya adalah pelaku cerita dan paling sering adalah
bagian wajah. Arah cahaya dibagi menjadi lima jenis, yaitu:
Frontal lighting, cenderung menghapus bayangan dan
menegaskan bentuk sebuah obyek atau wajah karakter.
Slide lighting, mampu menampilkan bayangan ke arah samping
tubuh karakter atau bayangan pada wajah.
Back Lighting, mampu menampilkan bentuk siluet sebuah obyek
atau karakter jika tidak dikombinasikan dengan arah cahaya lain.
Under Lighting, biasanya ditempatkan di bagian depan bawah
karakter dan biasanya pada bagian wajah. Efeknya seperti cahaya
senter atau api unggun yang diarahkan kebawah.
Top lighting, digunakan untuk mempertegas suatu benda atau
karakter. Atau hanya digunakan sekedar menunjukkan jenis
cahaya buatan dalam suatu adegan, seperti lampu gantung, dan
commit to user
3). Sumber cahaya
Sumber cahaya merujuk pada karakter sumber cahaya, yakni
pencahayaan buatan dan pencahayaan natural seperti apa-adanya di
lokasi setting.
4). Warna cahaya
Warna cahaya merujuk pada penggunaan warna dari sumber
cahaya. Warna cahaya secara natural hanya sebatas terhadap dua
warna saja, yakni putih (sinar matahari) dan kuning muda (lampu).
Namun dengan menggunakan filter, sineas dapat menghasilkan
warna tertentu sesuai keiinginannya.
Selain empat unsur diatas, pencahayaan dalam film juga
ditentukan rancangan tata lampu. Dimana rancangan tata lampu
dikelompokkan menjadi :
High key lighting, merupakan teknik tata cahaya yang menciptakan
batas yang tipis antara area gelap dan terang. Teknik ini biasanya
digunakan untuk adegan-adegan yang bersifat formal, seperti kantor,
rumah, serta ruang-ruang publik lainnya.
Low key lighting, merupakan teknik tata cahaya yang menciptakan
batas tegas antara area gelap dan terang. Teknik ini sering digunakan
dalam adegan-adegan yang bersifat intim, mencekam, suram serta
mengandung misteri. Teknik ini tampak dominan pada film noir,
commit to user
c. Tata Suara (Audio)
Suara dalam film dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yakni
dialog, musik dan efek suara. Dialog adalah bahasa komunikasi verbal
yang digunakan untuk semua karakter di dalam maupun luar cerita film
(narasi). Sementara musik adalah seluruh iringan musik serta lagu, baik
yang ada didalam maupun luar cerita film (musik latar). Sementara efek
suara adalah semua suara yang dihasilkan oleh semua obyek yang ada
di dalam maupun luar cerita film.49
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian termasuk jenispenelitian
kualitatif dengan menggunakan analisis semiotika. Metode kualitatif
merujuk pada prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata yang tersusun dalam teks atas pemaknaan tanda-tanda.
Peneliti akan menggali lebih dalam permasalahan yang akan diteliti
sehingga akan menghasilkan penjelasan-penjelasan yang lebih rinci terkait
dengan permasalahan.
Data yang dianalisis bukanlah data kuantitatif melainkan data
kualitatif yang tidak bekerja dengan mengolah data atau dalam bilangan
yang ditransformasikan menjadi bilangan/angka, tidak diolah dengan
rumus dan tidak diinterpretasikan sesuai ketentuan statistik atau
49
commit to user
matematik. Seluruh rangka penelitian ini berlangsung serempak dan
dilakukan dalam bentuk pengumpulan, pengolahan dan
menginterpretasikan sejumlah data yang bersifat kualitatif. Tujuan
penelitian kualitatif adalah lebih dimaksudkan untuk memberikan
gambaran atau pemahaman mengenai gejala.50
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode analisis semiotik. Metode ini memfokuskan dirinya pada tanda dan
teks sebagai objek kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan
memahami kode dibalik tanda dan teks objek yang diteliti. Metode analisis
pendekatan semiotik bersifat interpretatif kualitatif, maka secara umum
teknik analisis datanya menggunakan alur yang lazimnya dikonversikan ke
dalam bentuk-bentuk narasi yang bersifat deskriptif sebelum dianalisis,
diinterpretasi, dan kemudian disimpulkan.51
Semiologi adalah ilmu tentang tanda yang dikembangkan oleh
Roland Barthes, berangkat dari konsep Saussure yang memusatkan
kajiannya pada pembongkaran makna dalam signifikasi sistem tanda
tingkat kedua. Menurut Barthes, semiologi memiki dua tahap signifikasi
(two order of signification). Signifikasi tingkat pertama disebut sebagai
denotasi, tentang hubungan antara signified dan signifier di dalam sebuah
tanda terhadap realitas eksternal. Sedangkan signifikasi tahap kedua yakni
50
Pawito, Op.Cit., hlm. 44
51