• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI REPRESENTASI PLURALISME DALAM FILM ” ? ” (Studi Analisis Semiotika tentang Pluralisme dalam Film ” ? ”)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SKRIPSI REPRESENTASI PLURALISME DALAM FILM ” ? ” (Studi Analisis Semiotika tentang Pluralisme dalam Film ” ? ”)"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

REPRESENTASI PLURALISME DALAM FILM ” ? ”

(

Studi Analisis Semiotika tentang Pluralisme dalam Film ” ? ”

)

Disusun Oleh:

CESILIA RATNA INTANNI

D0206004

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan, yang terbentang dari

Sabang hingga Merauke. Direktur Pendayagunaan Pulau-pulau Kecil

Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2011 kemarin mengatakan

jumlah pulau di Indonesia sebanyak 13.487 pulau.1 Dengan populasi sebesar

237,6 juta orang pada tahun 2010, Indonesia adalah negara berpenduduk yang

menempati urutan keempat terbesar di dunia setelah China, India, dan

Amerika Serikat.2 Beranekaragam suku bangsa, ras, bahasa, dan agama

menempati seluruh wilayah di Indonesia. Enam agama yang paling banyak

dianut di Indonesia, yaitu Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha,

dan Konghucu. Sebelumnya pemerintah Indonesia pernah melarang pemeluk

Konghucu melaksanakan agamanya secara terbuka. Namun, sekarang

kebebasan beragama bagi Konghucu sudah diakui oleh negara sejak

dicabutnya instruksi Presiden No.14 Tahun 1967 tentang Agama,

Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina melalui KEPPRES No.6 Tahun 2000

pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.3 Adanya keberagaman ini

1

Mohamad Final Daeng, Indonesia Daftarkan 13.487 Pulau ke PBB,

(http://nasional.kompas.com/read/2011/11/01/14162754/Indonesia.Daftarkan.13.487.Pulau.ke.P BBdiakses pada tanggal 16 November 2011, 10:14 WIB)

2

Bunga Manggiasih, Penduduk Indonesia Masuk Peringkat 4 Dunia,

(http://www.tempo.co/read/news/2011/07/14/173346495/Penduduk-Indonesia-Masuk-Peringkat-4-Dunia diakses pada tanggal 29 Juli 2011, 18:51 WIB)

3

(3)

commit to user

tidak seharusnya dipandang sebagai pemicu konflik namun harus dipandang

sebagai suatu aset kekayaan budaya bagi Indonesia.

Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan negara kita yang bermakna

berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Taufik Abdullah mengatakan bahwa

semboyan Bhinneka Tunggal Ika dilahirkan ketika kedaulatan negara baru

saja mendapat pengakuan internasional dan Indonesia masih berada dalam

suasana demokrasi parlementer. Semboyan ini merupakan pantulan murni dari

semangat pluralisme-keragaman yang diikat oleh hasrat persatuan dalam

sebuah negara.4

Semboyan itu sesuai dengan keadaan bangsa Indonesia dimana bangsa

kita dipenuhi dengan keragaman yang berbeda tetapi bangsa Indonesia

merupakan satu kesatuan. Sebagai bangsa yang beragam, kita harus bersatu

demi menciptakan masyarakat adil dan makmur. Dengan

perbedaan-perbedaan tersebut seharusnya kita tidak saling bermusuhan, tapi hidup

berdampingan dengan rukun dan damai. Kita harus bisa menerima

perbedaan-perbedaan yang ada dan saling menghargai satu sama lain. Apabila kita tidak

bisa menghargai perbedaan di sekitar kita akan berdampak pada kesatuan

bangsa. Seperti yang diungkapkan A.A. Ngr Anom Kumbara bahwa

keberagaman sosio-kultural yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan

kebanggaan dan potensi kekayaan yang tak ternilai, tetapi juga mengandung

potensi konflik yang amat besar. Apabila potensi konflik tersebut tidak dapat

4

(4)

commit to user

kita kelola secara bijaksana dan berkesinambungan niscaya akan menjadi

sumber disintegrasi bangsa.5

Di Indonesia, potensi konflik antar agama dan golongan masih terlihat

dan ini merupakan sebuah ancaman bagi pluralisme bangsa. Potensi konflik

ini antara lain berbentuk kekerasan, pemaksaan kehendak, perusakan tempat

ibadah, dan lain sebagainya. Seperti yang terjadi pada tanggal 6 Februari 2011

kemarin, sebuah insiden kekerasan atas nama agama kembali terjadi di negara

kita. Tiga korban tewas dan enam orang terluka parah dalam sebuah peristiwa

penyerangan terhadap warga Ahmadiyah di daerah Cikeusik, Pandeglang –

Banten. Dua hari setelah insiden ini, kekerasan kembali terjadi di daerah

Temanggung – Jawa Tengah. Terjadi kericuhan massa pada sidang pengadilan

kasus penistaan agama di Pengadilan Negeri Temanggung. Dua bangunan

Gereja dibakar, satu Gereja dirusak, satu sekolah, beberapa mobil dan motor

dibakar dalam peristiwa ini. Kedua insiden ini menambah deretan berbagai

kasus konflik atas nama agama dan perbedaan keyakinan di Indonesia.

Insiden ini memberikan cerminan bahwa kerukunan antar umat

beragama dan kebebasan untuk memeluk agama dan keyakinan yang berbeda

masih menjadi persoalan bagi sebagian warga negara. Beberapa kasus konflik

yang ada di Indonesia mulai memunculkan pertanyaan tentang

keanekaragaman yang kita miliki dan bagaimana seharusnya mengelolanya

dengan benar. Dalam menghadapi kemajemukan yang seperti itu tentu saja

5

(5)

commit to user

kita tidak mungkin mengambil sikap anti pluralisme. Kita harus belajar toleran

terhadap kemajemukan. Kita dituntut untuk hidup dalam semangat pluralisme.

Berbagai pesan mengenai kerukunan antar umat beragama maupun

pluralisme disampaikan oleh berbagai pihak di Indonesia, salah satunya

melalui film. Film yang menjadi objek penelitian ini adalah film “ ? “. Film ini

merupakan sebuah film produksi Mahaka Pictures dan Dapur Film yang

disutradarai oleh Hanung Bramantyo yang dirilis pada tanggal 7 April 2011.

Film “ ? “ mengisahkan hubungan antara tiga keluarga yang

mempunyai perbedaan etnis dan agama. Ketiganya hidup berdampingan

dalam lingkungan yang dikelilingi oleh Masjid, Gereja dan Klenteng. Dalam

hubungan kehidupan sehari-hari adakalanya terjadi konflik karena

perbedaan-perbedaan pandangan. Namun seringkali pula mereka saling mendukung

dengan segala pengertian atas perbedaan-perbedaan tersebut. Dengan berbagai

perbedaan pandangan hidup dan agama, pada akhirnya mereka semua

menemukan satu kesamaan tentang hidup yang lebih baik dalam tatanan

kebersamaan dan toleransi. Inilah potret Indonesia seutuhnya, dimana sikap

saling mengerti dibutuhkan dalam memandang keragaman yang ada. Film ini

sengaja diberi judul “ ? “ (baca : Tanda Tanya) untuk memberikan keleluasan

kepada para penonton dalam menyimpulkan makna dari keseluruhan cerita.6

Sebagian besar karakter tokoh dalam film ini diperankan oleh pemain

yang sudah terkenal di Indonesia, salah satunya adalah Henky Sulaeman,

Revalina S.Temat, Agus Kuncoro, Reza Rahadian, dan beberapa artis terkenal

6

Press Release Tanda Tanya Maret,

(6)

commit to user

lainnya. Nama Hanung Bramantyo pun sudah tidak asing lagi di dunia

perfilman Indonesia. Dalam Festival Film Indonesia 2005, ia terpilih sebagai

Sutradara Terbaik lewat film arahannya, Brownies. Ia juga dinominasikan

sebagai Sutradara Terbaik untuk film cerita lepasnya, Sayekti dan Hanafi.

Pada Festival Film Indonesia 2007 ia kembali terpilih sebagai Sutradara

Terbaik melalui film Get Married.

Film ini menarik untuk diteliti karena ini merupakan film pertama

yang berani mengungkapkan konflik sosial sehari-hari karena perbedaan

pandangan hidup dan sangat layak sebagai media pembelajaran nilai toleransi

dalam keberagaman bagi masyarakat Indonesia. Hanung Bramantyo selaku

sutradara film inipun merasa mempunyai kewajiban memperlihatkan realitas

toleransi beragama sebagai inti film Tanda Tanya. Dia hanya memotret obyek

realitas yang didapatkannya selama ini dan menuangkan dalam sebuah karya

film.7

Film ini mengangkat hal-hal yang begitu sederhana, mengenai realitas

kehidupan sehari-hari dan tentunya membawa makna tersendiri. Secara

keseluruhan, film “ ? “ memberikan gambaran berbagai kejadian yang didasari

oleh pluralisme. Yenny Wahid, putri dari Alm.Gus Dur yang merupakan

tokoh pluralisme juga mengatakan bahwa film “ ? “ ini berhasil

mengungkapkan pluralisme di Indonesia dan inti film ini bahwa setiap orang

7

Hanung Bramantyo: Saya Muak dengan Film Seks dan Horor Indonesia

(7)

commit to user

ingin mencari kedamaian8. Hal yang sama pun disampaikan oleh Ketua

Gerakan Pemuda Ansor, Nusron Wahid yang menilai film “ ? “ mencerminkan

semangat Bhinneka Tunggal Ika dan keberagaman umat beragama di

Indonesia9.

Sebagai bentuk pesan, film ini terdiri dari berbagai tanda dan simbol

yang membentuk sebuah sistem makna. Yang paling penting dalam film

adalah gambar dan suara. Suara di sini maksudnya kata-kata yang diucapkan

oleh sang tokoh dalam film tersebut, berikut dengan suara-suara lain yang

serentak mengiringi gambar-gambar, serta musik dalam film yang dimaksud.10

Dalam sebuah film tidak semua maksud yang ingin disampaikan kepada

audiens disampaikan melalui dialog. Dengan kata lain, dalam film juga kita

jumpai komunikasi non verbal, di samping komunikasi verbal tentunya.

Komunikasi non verbal yang disampaikan dalam sebuah film dapat berupa

ekspresi wajah pemain (facial expressions), gerak-gerik (gesture), sikap

(posture), dan simbol-simbol (symbols).

Oleh karena itu dalam hal ini analisis semiotik sangat berperan.

Dengan semiotik tanda-tanda dan simbol-simbol dianalisa dengan

kaidah-kaidah berdasarkan pengkodean yang berlaku, semiotika akan menemukan

makna yang terselubung dalam sebuah pesan, dalam hal ini film. Penelitian

8

Tri Hatmodjo, Kisah Banser Bikin Yenny Menangis,

(http://harianjoglosemar.com/berita/kisah-banser-bikin-yenny-menangis-40826.html?page=32 diakses pada tanggal 20 Mei 2011, 13.06 WIB).

9

Ratna Puspita, GP Ansor: Film 'Tanda Tanya' Tidak Menyesatkan,

(http://www.republika.co.id/berita/senggang/film/11/04/07/ljabmz-gp-ansor-film-tanda-tanya-tidak-menyesatkan-mui-jangan-buruburu-menyimpulkan diakses pada tanggal 20 Mei 2011, 13.16 WIB).

10

(8)

commit to user

dengan analisis semiotika merupakan metode yang tepat untuk

menginterpretasikan sebuah teks dan digunakan dalam menemukan makna

dan pesan yang tersembunyi dalam sebuah film. Penelitian ini mengambil

fokus representasi pluralisme yang disampaikan dalam bentuk film, khususnya

film “ ? “.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :

Bagaimana makna pluralisme direpresentasikan melalui

lambang-lambang dalam film “ ? “ ?

C. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas. Hal tersebut

dimaksudkan untuk memberikan arah dalam melangkah sesuai dengan

maksud penelitian.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka tujuan diadakannya penelitian ini

adalah:

Untuk mengetahuibagaimana makna pluralisme yang direpresentasikan

melalui lambang-lambang dalam film “ ? “.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik dari segi teoretis

maupun praktis. Adapun manfaat itu sebagai berikut :

(9)

commit to user

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan di

bidang penelitian komunikasi, khususnya di bidang analisis semiotika film.

2. Manfaat praktis :

a. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang penelitian

komunikasi dengan pendekatan semiotika pada film.

b. Menjadi rujukan bagi para peneliti yang berminat menganalisis film,

khususnya melalui pendekatan analisis semiotika.

E. Kerangka Teori dan Pemikiran

1. Film sebagai Bentuk Media Massa

Media massa adalah media, sarana, atau alat yang dipergunakan

dalam proses komunikasi massa, yaitu komunikasi yang diarahkan kepada

orang banyak. Jenis media massa ada tiga, antara lain media massa cetak,

massa elektronik, dan media massa online. Film termasuk media massa

elektronik dimana isinya disebarluaskan melalui suara atau gambar dengan

menggunakan teknologi elektro. Komunikasi merupakan suatu proses

kebudayaan di mana suatu realitas diproduksi, dipertahankan, diperbaiki,

dan diubah yang nantinya akan menemukan komunikasi sebagai bagian

dari proses story telling mengenai human interest, sebagai mitos, sebagai

suatu kode budaya dan sebagai pengubah mitos.11 Dari sudut pandang

komunikasi massa, film memandang komunikasi sebagai penyampaian

11

(10)

commit to user

pesan dan produksi serta pertukaran makna. Film dimaknai dari

pesan-pesan yang disampaikan dalam komunikasi film.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 tahun

1994 (PP No. 7/ 1994) tentang Lembaga Sensor Film, film merupakan

karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa

pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan

direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/ atau bahan

hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran

melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan

atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/ atau ditayangkan dengan

sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan/ atau lainnya.12

Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu

termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam

mencapai efek yang diharapkan. Dalam film, banyak kita temui

tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda-tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu.13 Dari

tanda-tanda tersebut, masyarakat sebagai penikmat film dapat menemukan

nilai moral dalam sebuah film. Sehingga, film tidak hanya berfungsi

sebagai media hiburan saja, melainkan juga bisa menjadi media

edukasi/pendidikan.

Menurut Pawito, film adalah medium yang unik dan masih sangat

menarik di dunia ini. Bukan hanya sebagai medium dengan tampilan

12

Lembaga Sensor Film, “Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film”, (http://www.lsf.go.id/ind diakses tanggal 18 Mei 2011, 14.15 WIB)

13

(11)

commit to user

audio-visual tapi juga bisa menjadi media yang kuat terkait kerja dari artis

dan penulis, termasuk siapa yang tetap menjaga nilai idealis dengan

tanggung jawab politik sebaik menjaga nilai idealis dengan tanggung

jawab budaya. Tidak dapat dibantah bahwa film sangat berbeda dari

medium yang lain, contohnya televisi. Walaupun televisi, sebagai sebuah

medium yang juga dengan tampilan audio-visual, televisi biasanya

beroperasi untuk rating yang tinggi untuk memperoleh keuntungan.

Dengan kata lain, produksi film tidak perlu selalu untuk memperoleh

keuntungan tapi juga mengandung nilai karena film merefleksikan dan

dipengaruhi wacana budaya dan politik dalam masyarakat.14

Teknologi film memiliki karakter yang spesial karena bersifat

audio dan visual. Ini menjadikan film lebih kuat dalam menyampaikan

pesan kepada khalayak yang multikultur dan lintas kelas sosial. Film

berkomunikasi dengan komunikannya dengan bahasa verbal, dan juga non

verbal. Film berbicara dengan audiensnya melalui bahasa, gerak-gerik

tubuh, sikap, dan ekspresi muka pemainnya. Selain itu, film juga

berkomunikasi dengan melibatkan unsur sinematografi.

Film juga memiliki dualisme sebagai refleksi atau sebagai

representasi masyarakat. Memang sebuah film bisa merupakan refleksi

atau representasi kenyataan. Sebagai refleksi kenyataan, sebuah film hanya

memindahkan kenyataan ke layar tanpa mengubah kenyataan tersebut,

misalnya film dokumentasi, upacara kenegaraan atau film dokumentasi

14

(12)

commit to user

peristiwa perang. Sedangkan sebagai representasi kenyataan berarti film

tersebut membentuk dan menghadirkan kembali kenyataan berdasarkan

kode-kode, konvensi-konvensi dan ideologi dari kebudayaan.15

Sebagai salah satu bentuk media massa, membuat keberadaan film

memegang peranan penting terhadap para konsumennya, yaitu penonton

film tersebut. Hal ini memungkinkan karena, cerita dalam film bisa dibuat

sedemikian rupa sehingga audiens merasa perlu melaksanakan seperti apa

yang terlihat dalam film tersebut. Dengan kata lain, khalayak bisa saja

terpengaruh oleh film. Oleh karena itu, film-film yang mempunyai nilai

moral yang positif sangat diperlukan untuk dipertontonkan kepada

masyarakat luas, sebagai salah satu bahan pembelajaran bagi masyarakat.

2. Memaknai Sebuah Film

Dewasa ini terdapat berbagai ragam film, namun semua film

mempunyai satu sasaran yang sama, yaitu menarik perhatian orang

terhadap muatan masalah-masalah yang dikandung yang nantinya akan

menghasilkan makna pesan tersendiri dari si pembuat film kepada

penonton film. Menurut Marselli Sumarno dalam bukunya “Dasar-Dasar

Apresiasi Film” terdapat tiga tahap dalam memaknai sebuah film yang

disebutnya sebagai tahap apresiasi film antara lain :16

(a). Pemahaman

Dalam tahap ini apresiasi berkaitan dengan keterlibatan emosional dan

15

Alex Sobur. Op.Cit 16

(13)

commit to user

pikiran. Penonton memahami masalah, ide, ataupun gagasan, serta

merasakan perasaan-perasaan dan dapat membayangkan dunia rekaan

yang ingin diciptakan sutradara bersama tenaga-tenaga kreatif yang

lain. Melalui kemampuannya menempatkan diri pada kedudukan

tokoh-tokoh cerita dan menghadapi masalah-masalah bersama mereka.

Lewat kemampuan ini sutradara menerapkan nilai-nilai estetik kepada

pengalaman dan kemampuan mengolah gambar-gambar hingga

mencapai daya ungkap yang optimal. Oleh karena itu, penonton akan

dapat memahami masalah-masalah dan gagasan secara lebih jelas

daripada yang pernah dipahami langsung dari kehidupan.

(b). Penikmatan

Tahap ini terletak pada tingkat ketika penonton memahami dan

menghargai penguasaan pembuat film terhadap cara-cara penyajian

pengalaman hingga dicapai tingkat penghayatan yang intens. Penonton

tertarik pada bagaimana cara sutradara dan tenaga kreatif yang lain

menerapkan masalah dramatisasi, pengembangan konflik, klimaks, dan

keutuhan film secara keseluruhan. Jadi, mengagumi penguasaan

pembuat film dalam berkarya. Hal ini menimbulkan kenikmatan yang

lebih dibanding pada tingkat pertama.

Tidak seorang pun bisa menikmati karya film, atau bahkan

memahaminya sampai sesorang mengerti bahasanya. Oleh karena itu,

unsur-unsur film (penyutradaan, penataan fotografi, penulisan

(14)

commit to user

terbiasa dengan teknik dasar produksi film, sehingga kita bisa

menyadari teknik-teknik yang digunakan pembuat film dalam

mempengaruhi cara kita melihat film.

(c). Penghargaan

Tahap ini terjadi ketika penonton memasalahkan dan menemukan

hubungan pengalaman yang ia dapat dari karya film dengan

pengalaman kehidupan nyata yang dihadapi. Pada tingkat ini, penonton

memahami walaupun karya yang diciptakan bukan kenyataan, tapi

justru itu diciptakan untuk membantu melihat hal-hal di dunia ini

dengan pemahaman baru. Bukan lagi mengenai hal-hal teknis

pembuatan film, melainkan sudah ke tingkat renungan, yaitu

bersangkut paut dengan nilai-nilai maupun pandangan hidup.

Membandingkan apa yang kita yakini, kita lihat dalam kehidupan

selama ini, dan sterusnya, dengan apa yang kita lihat dari sebuah film.

Selain itu, kekaguman dan penghargaannya kepada pembuat film lebih

meningkat lagi. Pemahaman tentang keterkaitan pengalaman film

dengan pengalaman hidup nyata.

3. Film sebagai Representasi Realitas Masyarakat

Film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film

selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat,

dan kemudian memproyeksikannya ke atas layar. Film mampu menangkap

gejala-gejala dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang

(15)

commit to user

Film yang merupakan salah satu media massa juga berfungsi

sebagai representasi dari suatu realitas. Menurut Graeme Turner, makna

film merupakan representasi dari realitas masyarakat. Sebagai representasi

dari realitas, film membentuk dan ”menghadirkan kembali” realitas

berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi dan ideologi dari kebudayaan.

Film dalam merepresentasikan realitas akan selalu terpengaruh oleh

lingkup sosial dan ideologi dimana film tersebut dibuat dan akan

berpengaruh kembali terhadap kondisi masyarakatnya. Graeme Turner

menyebut perspektif yang dominan dalam seluruh studi tentang hubungan

film dan masyarakat sebagai pandangan yang refleksionis, yaitu film

dilihat sebagai cermin yang memantulkan kepercayaan-kepercayaan dan

nilai-nilai dominan dalam kebudayaannya.17

Hubungan antara film dan ideologi kebudayaan bersifat

problematis. Karena film adalah produk dari struktur sosial, politik,

budaya, tetapi sekaligus membentuk dan mempengaruhi struktur tersebut.

Menurut Turner bahwa selain film bekerja pada sistem-sistem makna

kebudayaan – untuk memperbarui, memproduksi, atau me-reviewnya – ia

juga diproduksi oleh sistem-sistem makna itu.18

4. Makna Pluralisme

Menurut The Oxford Dictionary (1980), pluralisme dijelaskan

sebagai berikut;

17

Budi Irawanto, Film, Ideologi, dan Militer, Media Pressindo, Yogyakarta, 1999, hlm. 15

18

(16)

commit to user

(1) Pluralisme adalah suatu teori yang menentang kekuasaan Negara monolitis; sebaliknya, mendukung desentralisasi dan otonomi untuk organisasi-organisasi utama yang mewakili keterlibatan individu dalam masyarakat. Juga suatu keyakinan bahwa kekuasaan itu harus dibagi bersama-sama di antara sejumlah partai politik. (2) Keberadaan atau toleransi keberagamaan etnik atau kelompok-kelompok cultural dalam suatu masyarakat atau negara, serta keragaman kepercayaan atau sikap dalam suatu badan, kelembagaan, dan sebagainya.19

Menurut Prof.Diana.L.Eck, Professor of Comparative Religion and

Indian Studies dan Director of Pluralism Project di Harvard University

ada tiga hal penjelasan arti proyek pluralisme, yaitu :20

(1). Pluralisme bukan hanya beragam atau majemuk. Pluralisme lebih dari

sekedar majemuk atau beragam dengan ikatan aktif kepada

kemajemukan tadi. Meski pluralisme dan keragaman terkadang

diartikan sama, ada perbedaan yang harus ditekankan. Keragaman

adalah fakta yang dapat dilihat tentang dunia dengan budaya yang

beraneka ragam. Pluralisme membutuhkan keikutsertaan.

(2). Pluralisme bukan sekedar toleransi. Pluralisme lebih dari sekedar

toleransi dengan usaha yang aktif untuk memahami orang lain.

Meskipun toleransi sudah pasti merupakan sebuah langkah ke depan

dari ketidaktoleransian, toleransi tidak mengharuskan kita untuk

mengetahui segala hal tentang orang lain. Toleransi dapat

menciptakan iklim untuk menahan diri, namun tidak untuk

memahami.

(3). Pluralisme bukan sekedar relativisme. Pluralisme adalah pertautan

19

A.A.Ngr Anom Kumbara., Op.Cit., hlm.531

20

(17)

commit to user

komitmen antara komitmen religius yang nyata dan komitmen sekuler

yang nyata. Pluralisme didasarkan pada perbedaan dan bukan

kesamaan. Pluralisme adalah sebuah ikatan, bukan

pelepasan-perbedaan dan kekhususan. Kita harus saling menghormati dan hidup

secara damai.

Pluralisme adalah suatu kenyataan bahwa kita adalah

berbeda-beda, beragam dan plural dalam hal ini beragama. Ini adalah kenyataan

sosial dan tidak dapat dipungkiri lagi. Dalam hidup bermasyarakat

hendaknya saling membuka diri untuk saling dapat menerima semua

keberadaan agama-agama yang lainnya, dengan tidak membicarakan atau

mempertajam perbedaan pengajaran dalam agama masing-masing. Belajar

dari (alm) Abdurrahman Wahid yang menolak paham relativisme yang

menganggap semua agama sama tetapi mengakui dan menghormati

keberagaman agama. Menurut Machasin, pengertian pluralisme adalah

adanya aneka kelompok suku, budaya, dan agama dalam masyarakat.

Lanjutnya, di dalam Indonesia yang bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika

ini adanya kemajemukan merupakan kenyataan yang tidak dapat kita

tolak, akan tetapi pluralisme tidak hanya sekedar pengertian bahwa

perbedaan itu ada tapi bahwa perbedaan itu menjadi sebuah pandangan

hidup, sebuah cita-cita, dan sebuah dasar pijak dalam kehidupan

bersama.21

21

(18)

commit to user

5. Pendekatan Semiotika Roland Barthes

Pendekatan semiotika dipilih karena pendekatan ini bisa

memberikan ruang yang luas untuk melakukan interpretasi pada film ” ? ”

sehingga pada akhirnya bisa diperoleh makna-makna yang ada di

dalamnya.

Secara etimologis, semiotika berasal dari kata Yunani semeion

yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang

atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap

mewakili sesuatu yang lain.22 Analisis semiotik merupakan cara atau

metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap

lambang-lambang yang terdapat suatu paket lambang-lambang pesan atau

teks. Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk serta

sistem lambang (sign) baik terdapat pada media massa (seperti berbagai

paket tayangan televisi, karikatur media cetak, film, sandiwara radio, dan

berbagai bentuk iklan) maupun yang terdapat di luar media massa (seperti

karya lukis, patung, candi, monument, fashion show, dan menu masakan

pada suatu food festival). Pemaknaan terhadap lambang – lambang dalam

tekslah yang menjadi pusat perhatian analisis semiotik.23

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji

tanda. Tanda-tanda adalah sesuatu yang berdiri pada sesuatu yang lain atau

menambahkan dimensi yang berbeda pada sesuatu, dengan memakai

segala apa pun. Diantara semua jenis tanda-tanda yang terpenting adalah

22

Alex Sobur, Analisis Teks Media, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hlm. 95

23

(19)

commit to user

kata-kata. Studi sistematis suatu tanda-tanda dikenal dengan semiologi.

Arti harfiahnya ialah ‘kata-kata mengenai tanda-tanda’.24

Terdapat dua nama yang berperan besar dalam sejarah kajian

tentang tanda ini, yaitu Ferdinand de Saussure dari Prancis (1857-1913)

dan Charles Sanders Peirce dari Amerika (1839-1914). Saussure sebagai

ahli linguistik, mengembangkan dasar-dasar dari linguistik dan memberi

tekanan pada struktur yang menyusun tanda, sementara Peirce lebih

menekankan pada konsep-konsep di luar tanda. Dalam usaha mencari

makna suatu tanda, Pierce membuat teori triangle meaning yang terdiri

atas sign, object, dan interpretant. Salah satu bentuk tanda adalah kata,

sedangkan object adalah sesuatu yang dirujuk tanda, sementara

interpretant adalah tanda yang ada dalam bentuk seseorang tentang objek

yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi

dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang

diwakili oleh tanda tersebut.25

24

Arthur Asa Berger, Tanda-Tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2005, hlm 1.

25

(20)

commit to user

Sign

Interpretant Object

Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 1990, hlm. 42

Gambar 1.1 Elemen Makna Pierce

Sedangkan Saussure lebih meletakkan bahwa bahasa itu adalah

sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian, yaitu signifier

(penanda) dan signified (petanda). Signifier adalah bunyi atau coretan

bermakna (aspek material), yakni apa yang dikatakan atau didengar dan

apa yang ditulis atau dibaca. Signified adalah gambaran mental, yaitu

pikiran/konsep (aspek mental).26

26

(21)

commit to user

Konsep strukturalisme linguistik Saussure inilah yang kemudian

dikembangkan oleh Roland Barthes yang biasa disebut dengan semiologi

Barthes. Barthes menyempurnakan teori semiotik Saussure yang hanya

berhenti pada pemaknaan penanda dan petanda saja (denotasi). Sedangkan

dalam sistem semiologi Barthes ada tiga istilah, yaitu penanda, petanda,

dan tanda. Roland Barthes mengulas apa yang sering disebut dengan

sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun atas sistem lain yang telah

ada sebelumnya. Sistem kedua ini disebut Roland Barthes sebagai

konotasi, yang menyelidiki makna-makna konotatif dalam bentuk mitos.

Barthes menggambarkan proses signifikasi sebagai berikut: Signified

(mental concept) Signifier

(physical existence) of

the sign)

Sign

Composed of

plus

signification

External reality

Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 1990,hlm. 44.

(22)

commit to user

Gambar 1.3 Signifikasi Dua Tahap Roland Barthes

first order second order

reality sign culture

Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa signifikasi tahap

pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam

sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai

denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda.27 Sedangkan konotasi

adalah untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini

menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan

perasaan atau emosi para pembaca serta nilai-nilai kebudayaannya.

Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak

intersubjektif. Pemilihan kata-kata kadang merupakan pilihan terhadap

konotasi, misalnya “penyuapan” dengan memberi uang pelicin. Dengan

kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah

obyek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya.28

27

Alex Sobur, Op.Cit, hlm.127

28

Alex Sobur, Op.Cit, hlm.128 denotation

connotation

myth signifier

(23)

commit to user

Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan isi, tanda bekerja

melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan

atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam (Fiske,

2004: 88). Mitos merupakan cerita yang digunakan suatu kebudayaan

untuk menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas atau alam.

Menurut Barthes, mitos adalah suatu sistem komunikasi dan mitos adalah

suatu pesan. Hal ini yang menjadikan pemahaman bahwa mitos tidak

mungkin merupakan objek, konsep, ataupun gagasan dan mitos merupakan

suatu objek penandaan (a mode of signification), suatu bentuk (a form).29

Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana film “ ? “ dapat

merepresentasikan pluralisme. Penelitian ini menggunakan kerangka

analisis semiotika Roland Barthes. Adapun penjelasan bagan alur dan

kerangka pemikiran dijelaskan sebagai berikut :

29

(24)

commit to user

Alur dan Kerangka Pikir

Penjelasan alur dan kerangka pikir penelitian :

Film “ ? “ melalui audio visual ini diciptakan dari berbagai tanda-tanda

terjalin sehingga merepresentasikan sesuatu dan membentuk pesan. Pesan

yang terdapat dalam film “ ? “ tersebut adalah misi yang hendak disampaikan

oleh pembuat film kepada para penontonnya. Dalam film “ ? “ akan diambil

scene-scene yang didalamnya merepresentasikan pluralisme melalui

tanda-tanda. Tanda-tanda tersebut dapat berupa verbal (sinematografi) dan non

verbal (aspek sosial) kemudian akan dianalisis dengan pendekatan semiotika

Roland Barthes. Dalam hal ini berupa makna denotatif atau makna yang

(25)

commit to user

hingga nantinya akan menghasilkan makna yang ingin disampaikan dalam

film tersebut.

F. Kerangka Konsep

1. Representasi Pluralisme

Penelitian ini meneliti tentang representasi yang berhubungan

dengan pluralisme, yaitu adanya sikap mengakui dan menghargai

perbedaan di tengah keragaman bangsa. Bila dikaitkan dengan film yang

akan diteliti, representasi merupakan konvensi-konvensi yang dirancang

untuk menarik perhatian sekaligus dapat dengan mudah dipahami seluas

mungkin oleh audiencenya. Konvensi dalam bahasa representasi film

tercermin pada kode-kode sinematografi dan naratif yang digunakannya.

Representasi diartikan sebagai suatu tindakan yang menghadirkan

sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda, baik suara

maupun gambar. Representasi merupakan penggambaran realitas yang

dikomunikasikan atau diwakilkan dalam tanda. Konsep representasi dapat

berubah-ubah, karena makna sendiri tidak pernah tetap, ia selalu berada

dalam proses negosiasi dan disesuaikan dengan situasi yang baru. Intinya

adalah makna selalu dikonstruksikan, diproduksi lewat proses representasi.

Chris Barker menyebutkan bahwa representasi merupakan kajian

utama dalam cultural studies, bagaimana dunia dikonstruksikan secara

sosial dan disajikan kepada kita dan oleh kita di dalam pemaknaan

tertentu. Menurut Stuart Hall, representasi adalah salah satu praktek

(26)

commit to user

berbagi. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika

manusia-manusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama,

membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam bahasa yang

sama, dan saling berbagi konsep-konsep yang sama. Dalam kasus film

sebagai representasi budaya, film tidak hanya mengkonstruksikan

nilai-nilai budaya tertentu di dalam dirinya sendiri, tapi juga tentang bagaimana

nilai-nilai tadi diproduksi dan bagaimana nilai itu dikonsumsi oleh

masyarakat yang menyaksikan film tersebut. Jadi ada semacam proses

pertukaran kode-kode kebudayaan dalam tindakan menonton film sebagai

representasi budaya.30

Pluralisme tidak semata menunjuk pada kenyataan tentang adanya

kemajemukan, tapi adanya keterlibatan aktif terhadap kenyataan

kemajemukan tersebut. Seorang baru dapat dikatakan menyandang sifat

tersebut apabila ia dapat berinteraksi secara positif dalam lingkungan

kemajemukan tersebut.31

Pluralisme adalah adanya interaksi beberapa kelompok-kelompok

yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu sama lain.

Mereka hidup bersama serta membuahkan hasil tanpa konflik.

Keberagaman dan toleransi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan

satu-sama lain. Jika keberagaman tanpa toleransi, tentu yang muncul nanti

hanya ego masing-masing. Akan tetapi, dengan adanya toleransi,

30

Husnun.Film Sebagai Bagian dari Media Massa

(http://husnun.wordpress.com/2011/04/27/film-sebagai-bagian-dari-media-massa/diakses tanggal 18 Mei 2011, 16.00 WIB)

31

(27)

commit to user

keberagaman dituntut untuk menghargai dan menghormati perbedaan itu

sendiri. Begitu pula dengan adanya pluralisme di negara kita, Indonesia.

Indonesia penuh dengan beragam macam suku, budaya, agama, dan

lain-lain. Dalam hal ini, pluralisme sangat berperan penting demi kemajuan

bangsa. Adanya sikap saling menerima dan menghargai perbedaan di

tengah keragaman bangsa sangat dibutuhkan.

2. Aspek Sosial dalam Film

Merupakan segala aspek yang berkenaan dengan kondisi sosial

yang terdapat dalam sebuah film. Aspek sosial dapat meliputi kondisi

tokoh-tokoh dalam film, hubungan antar tokoh dalam film dan situasi yang

digambarkan dalam film tersebut.

Kode-kode sosial ini biasa terlihat dari pesan-pesan verbal dan non

verbal yang dikirimkan, baik berupa dialog, gerak tubuh, ekspresi wajah

dan penampilan yang dapat dimaknai sebagai:

a. Toleransi Beragama

b.Humanisme

a. Toleransi Beragama

Bangsa Indonesia adalah bangsa multikultural yang terdiri dari

berbagai macam agama dan budaya yang beragam. Oleh karena itu,

bangsa Indonesia dapat disebut sebagai bangsa yang bersifat

multikulturalisme. Seperti yang diungkapkan Kuswaya Wihardit bahwa

multikulturalisme merupakan kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya

(28)

commit to user

keberagaman ini tidak dimanfaatkan dan dibina secara benar akan

berkembang menjadi sesuatu yang menakutkan. Dulu keberagaman

merupakan kekayaan bangsa yang paling dibanggakan, dibangun atas

dasar tujuan dan kepentingan bersama yaitu kemerdekaan Indonesia. Saat

ini, keberagaman sering dipandang sebagai perbedaan yang semakin

dipertajam dan sering dimanfaatkan orang untuk memenuhi ambisi dan

kepentingan pribadi atau golongannya. Hal ini menimbulkan konflik yang

menyebabkan terpuruknya bangsa Indonesia dan terjadi kerusuhan

dimana-mana.32 Oleh karena itu dibutuhkan sikap toleransi antar sesama,

dalam hal ini khususnya agama.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari

bahasa Latin ; tolerare artinya menahan diri, bersikap sabar, membiarkan

orang berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang

memiliki pendapat berbeda. Sikap toleran tidak berarti membenarkan

pandangan yang dibiarkan itu, tetapi mengakui kebebasan serta hak-hak

asasi para penganutnya, salah satunya adalah kebebasan individu atau

masyarakat untuk mengamalkan agama atau kepercayaan yang dianut.

Dalam Perisytiharan Hak Asasi Manusia Sejagat yang diterima

oleh 50 anggota Perhimpunan Agung PBB pada 10 Desember 1948 di

Paris, menafsirkan kebebasan beragama sebagai: Setiap orang berhak

untuk memiliki kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama; hak-hak

ini termasuk kebebasan untuk berpindah agama atau kepercayaan, dan

32

(29)

commit to user

kebebasan, untuk menzahirkan agama atau kepercayaannya dalam

pengajaran, amalan, penyembahan dan pengamalan agama baik seorang

diri maupun bersama orang lain.33

Di Indonesia kebebasan beragama diatur dalam

Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah secara resmi mengakui enam agama, dan

beberapa larangan hukum terus berlaku terhadap beberapa jenis kegiatan

keagamaan tertentu yang dianggap dapat menyinggung agama lain. Dalam

UUD 1945 Pasal 29 sangat tegas disebutkan bahwa, “Negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.”

Pasal ini merupakan bentuk perlindungan negara terhadap semua umat

beragama di Indonesia. Toleransi beragama dalam hal ini dapat

dirumuskan sebagai sikap keterbukaan untuk mendengar pandangan yang

berbeda, yakni mengemukakan pandangan dan menerima pandangan dan

tidak merusak pegangan agama masing-masing. Hakikat toleransi terhadap

agama-agama lain merupakan syarat yang utama bagi setiap individu yang

ingin kehidupan yang aman dan tenteram. Dengan begitu akan terwujud

interaksi yang baik dikalangan masyarakat beragama.

Departemen Agama RI yang ditugaskan untuk mengatur dan

menertibkan kehidupan umat multi-agama mencoba mengajukan konsep

toleransi antar-umat beragama. Konsep yang terkenal adalah ketika

33

Dulce Amor Fortunado, Toleransi Antar Umat Beragama di Indonesia (1),

(30)

commit to user

diajukan oleh Prof. DR. A. Mukti Ali (Menteri Agama pada permulaan

rezim Orde Baru) yaitu agree in disagreement yang dituangkan kedalam

trilogi kehidupan umat beragama, sebagai berikut: 1) Menumbuhkan sikap

toleransi intra para penganut agama; 2) Menumbuhkan sikap toleransi

antar para penganut agama; 3) Menumbuhkan sikap toleransi antara para

penganut agama dengan pemerintah.34

David Little, seorang dosen di Pratice of Religion, Ethnicity

and International Conflict, School of Divinity di Universitas Harvard

memberi dua penjelasan mengenai toleransi antar-umat beragama.

Pertama, bahwa toleransi antar-umat beragama sebagai jawaban atas

sebuah kumpulan kepercayaan yang berpikir secara murni yang tidak

dapat ditolak, bisa dengan penolakan tetapi tidak memakai paksaan atau

kekerasan. Selanjutnya, kalau ada seseorang yang tidak setuju dengan

kita, lalu kita ingin menghukum orang-orang ini. Kalau kita menekankan

perasaan atau keinginan ini, menurutnya ini adalah toleransi. Yang

kedua, toleransi tidak hanya berarti kita tidak memakai paksaan atau

kekerasan, tetapi kita bisa menghormati pandangan yang lain. 35

Perkembangan tentang toleransi dalam agama-agama yang

diakui di Indonesia berjalan sesuai dengan pemahaman keagamaan dalam

setiap agama itu sendiri. Berikut kutipan mengenai toleransi dalam

perspektif berbagai agama :

34

Robby Kurnadi,‘PASSING OVER’ Pola Baru Toleransi Beragama Di Indonesia,

(http://www.bandungedukasi.com/2012/01/%E2%80%98passing-over%E2%80%99-pola-baru-toleransi-beragama-di-indonesia/ diakses tanggal 20 Maret 2012 13.54WIB)

35

(31)

commit to user

1) Toleransi dalam Perspektif Agama Islam

Toleransi juga diajarkan dalam agama Islam, bahkan dalam Islam

termasuk ajaran yang sangat prinsip. Berlaku baik dengan sesama manusia

memang sangat dianjurkan Islam. Dalam sejarah Islam tidak pernah

memaksakan keyakinannya kepada orang lain. Pemaksaan dalam bentuk

apapun agar orang lain beriman sesuai dengan agama yang memaksa

adalah tindakan tidak etis dan bertentangan dengan kemauan atau

kehendak Allah. Ada beberapa ayat yang dapat menuntun umat Islam

untuk mengembangkan konsep kebebasan beragama dan pluralisme.

Misalnya (Q., s. al-Baqarah/2:148) :36

“Bagi setiap kelompok mempunyai tujuan, ke sanalah Ia mengarahkannya; maka berlombalah kamu dalam mengejar kebaikan. Di mana pun kamu berada, Allah akan menghimpun kamu karena Allah berkuasa atas segalanya”

Kutipan al-Qur’an di atas menggambarkan mengenai masalah kebebasan

beragama dan pluralisme menurut pandangan Islam. Hal ini dimulai

dengan fakta bahwa manusia terbagi dalam berbagai kelompok,

masing-masingnya memiliki tujuan hidup berbeda. Setiap komunitas diharapkan

dapat menerima keanekaragaman sosial budaya, toleransi satu sama lain

yang memberi kebebasan dan kesempatan bagi setiap orang untuk

menjalani kehidupannya menurut keyakinannya masing-masing.

36

(32)

commit to user

2) Toleransi Dalam Perspektif Agama Katolik37

Kebebasan beragama sebagai salah satu Hak Asasi Manusia juga

mendapatkan perhatian khusus dari Gereja Katolik dalam Konsili Vatikan

II yang tertuang dalam Deklarasi Dignitatis Humanae art.1. Gereja harus

bersikap pluralis berintegritas terbuka dimana Gereja Katolik tidak mau

jatuh dalam sikap pluralisme yang menganggap semua agama sama saja.

Gereja Katolik mengakui pluralisme agama dan mengakui bahwa dalam

agama-agama lain pun ada kebenaran. Selain itu, Gereja Katolik juga

memberi penghargaan tinggi kepada kebebasan setiap orang untuk

memeluk agama dan beribadah menurut agama dan keyakinannya. Oleh

karena itu, Konsili Vatikan II menegaskan bahwa :

“Semua orang wajib mencari kebenaran, terutama dalam apa menyangkut Allah dan Gereja-Nya. Sesudah mereka mengenal kebenaran tersebut, mereka wajib memeluk dan mengamalkannya” (DH 1. par. 3).

Pengakuan akan kebenaran yang terdapat dalam agama-agama dan

kepercayaan lain seperti yang tertuang dalam Deklarasi Dignitatis

Humanae art. 1 di atas mau menunjukkan penghargaan Gereja terhadap

kebebasan manusia. Gereja beranggapan bahwa kebebasan sebagai hak

asasi yang dianugerahkan Allah kepada setiap orang sesuai dengan

kodratnya sebagai ciptaan dan citra-Nya. Setiap orang berhak, tanpa

paksaan dari pihak manapun baik negara maupun masyarakat dan umat

37

(33)

commit to user

beragama tertentu, mempergunakan kebebasannya untuk memilih dan

menentukan apa yang paling baik dan benar menurut tuntunan hati

nuraninya sendiri, termasuk untuk memilih dan menentukan agama dan

kepercayaan yang mau dianutnya.

3) Toleransi dalam Perspektif Agama Kristen Protestan38

Dalam agama Kristen Protestan juga menganjurkan agar antar

sesama umat manusia selalu hidup rukun dan harmonis seperti yang

terdapat dalam Alkitab yang menjadi sumber setiap ajaran dan praktek

hidup umat Kristen Protestan. Berikut mengenai pandangan Alkitab

tentang pluralisme dan toleransi seperti yang tercantum dalam Injil Lukas

10:29-37 yang berbunyi :

Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: ”Dan siapakah sesamaku manusia?” Jawab Yesus: ”Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar

38

(34)

commit to user

menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya: ”Pergilah, dan perbuatlah demikian!”

Ayat Alkitab di atas mencerminkan pandangan dan sikap Yesus terhadap

bangsa/agama lain dimana Yesus mengakui dan menerima eksistensi

mereka, dan mereka adalah bangsa yang perlu diperlakukan secara

baik,yaitu dengan memberikan perhatian dan mengangkat harkat martabat

hidup mereka. Dari ajaran Yesus dalam Alkitab itu tampak bahwa ada

pandangan dan sikap eksklusif mengenai pluralitas dimana pluralitas

diterima, dipahami dan dihargai sebagai sebuah kenyataan mutlak.

Penerimaan itu harus bermanfaat dan menjadi berkat, membawa damai

sejahtera bagi semua pihak. Untuk melaksanakan usaha itu, orang harus

memiliki iman yang kuat dan hidup dengan menerapkan cinta kasih

(sesuai Hukum Kasih: Kasih kepada Allah dan kepada sesama manusia).

4) Toleransi dalam Perspektif Agama Hindu39

Dalam agama Hindu kerukunan antar umat beragama merupakan

landasan hidup yang hamonis saling kasih sayang seperti yang terdapat

dalam pandangan Catur Purusa Artha, yang terdiri atas :

39

Yusri Fattala. Toleransi dalam Perspektif Agama-Agama,

(35)

commit to user

Dharma, berarti susila atau berbudi luhur. Dengan Dharma seseorang

dapat mencapai kesempurnaan hidup, baik untuk diri sendiri, keluarga,

dan masyarakat.

Artha, berarti kekayaan dapat memberikan kenikmatan dan kepuasan

hidup. Mencari harta didasarkan pada Dharma.

Kama berarti kenikmatan dan kepuasan. Kama pun harus diperoleh

berdasarkan Dharma.

Moskha berarti kebahagiaan abadi, yakni terlepasnya atma dari

lingkaran samsara. Moskha merupakan tujuan akhir dari agama Hindu

yang setiap saat selalu dicari sampai berhasil. Upaya mencari Moskha

juga mesti berdasarkan Dharma.

Keempat dasar inilah yang merupakan titik tolak terbinanya kerukunan

antar umat beragama. Keempat dasar tersebut dapat memberikan sikap

saling menghargai keberadaan umat beragama lain.

5) Toleransi dalam Perspektif Agama Budha40

Sikap yang harus dijalankan oleh umat Budha dalam hubungan

antar umat beragama, yaitu sikap saling menghormati dan toleransi. Hal

ini sesuai dengan ajaran Budha Sila Paramita yang mengajarkan bahwa

setiap orang jangan melakukan perbuatan jahat dengan pikiran, ucapan,

dan perbuatan sehingga menyebabkan orang lain menderita. Selain itu, ada

40

(36)

commit to user

sifat-sifat yang harus dikembangkan umat Budha yang mendukung

terbentuknya sikap hidup demokratis yang disebut Catur Paramita, yaitu :

Metta, berarti cinta kasih universal, sikap batin yang selalu

mengharapkan kesejahteraan dan kebahagiaan semua makhluk tanpa

membeda-bedakan.

Karuna, berarti belas kasihan, sikap batin yang timbul apabila melihat

penderitaan makhluk lain.

Mudita, berarti simpati, sikap batin yang merasa gembira dan bahgia

melihat orang lain karena keberhasilannya.

Upekkha, berarti sikap batin yang selalu seimbang dalam segala

keadaan karena menyadari bahwa setiap maklhuk hidup akan memetik

buah perbuatannya.

6) Toleransi dalam Perspektif dalam Agama Konghucu41

Dalam agama Konghucu juga ditemui konsep ajaran yang dapat

menciptakan kehidupan harmonis antara sesama yang disebut Wu Chang :

Ren/Jin ; cinta kasih, tabu diri, halus budi pekerti, rasa tenggang rasa

serta dapat menyelami perasaan orang lain.

I/Gi ; rasa solidaritas, senasib sepenanggungan dan rasa membela

kebenaran.

Li atau Lee ; sikap sopan santun, tata krama, dan budi pekerti.

Ce atau Ti ; sikap bijaksana, rasa pengertian, dan kearifan.

41

(37)

commit to user

Sin ; kepercayaan, rasa untuk dapat dipercaya oleh orang lain serta

dapat memegang janji dan menepatinya.

Berdasar kelima sifat mulia di atas, Konghucu sangat

menekankan hubungan yang sangat harmonis antara sesama manusia

dengan manusia lainnya, di samping hubungan harmonis dengan Tuhan

dan juga antara manusia dengan alam lingkungan. Setiap penganut

Konghucu hendaknya mampu memahami dan mengamalkan kelima sifat

di atas, sehingga kerukunan atau keharmonisan hubungan antar sesama

dapat terwujud tanpa memandang dan membedakan agama dari

keyakinan.

Pada dasarnya, semua agama menjunjung tinggi nilai toleransi.

Islam mengajarkan Assalamualaikum, Kristiani mengajarkan Cinta Kasih,

Hindu mengajarkan Dharma, Budha mengajarkan Sila Paramita, dan

Konghucu mengajarkan Wu Chang. Semuanya itu menuntut pemeluknya

untuk menanamkan dan menebarkan cinta kasih serta rasa toleran kepada

pemeluk lain.

b. Humanisme

Secara harfiah, humanisme dapat diartikan sebagai aliran yang

bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan dan menginginkan

pergaulan hidup yang lebih baik. Menurut Mangunhardjana, humanisme

juga dapat dimaknai sebagai paham tentang manusia dan sebagai

(38)

commit to user

menyadarkan potensinya dan menandaskan tanggung jawabnya dalam

kehidupan.42

Menurut A.Lalande salah satu pengertian humanisme adalah

gerakan humanis di Eropa yang memandang manusia dalam perspektif

“manusiawi’ belaka yang bertentangan dengan perspektif religius (agama).

Di samping itu, A. Lalande juga menyebutkan pengertian humanisme

sebagai pandangan yang menyoroti manusia menurut aspek-aspek yang

lebih tinggi (seni, ilmu pengetahuan, moral, dan agama) yang bertentangan

dengan aspek-aspek yang lebih rendah dari manusia. Sedangkan menurut

Ali Syari’ati menyebutkan definisi humanisme sebagai himpunan

prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yang berorientasi pada keselamatan dan

kesempurnaan manusia.43

Humanis adalah penganut paham humanisme dimana

memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yg lebih baik, berdasarkan

asas perikemanusiaan. Menurut F.C.S Schiller dan William James,

humanisme diangkat sebagai pandangan yang bertolak belakang dengan

absolutisme filosofis dimana dipandang melawan hal-hal absolute 44. Oleh

karena itu, penekanannya pada alam atau dunia terbuka, pluralisme dan

kebebasan manusia.

42

A. Mangunhardjana. 1996. Isme-Isme dalam Etika. Yogyakarta : Kanisius, hlm. 95.

43

Sabara Putera Borneo. Humanisme dalam Tinjauan Sains, Filsafat, Spiritualisme

(http://hminews.com/news/humanisme-dalam-tinjauan-sains-filsafat-spiritualisme/diakses tanggal 20 Maret 2012 14.14 WIB)

44

(39)

commit to user

3. Aspek Teknis dalam Film

Keberhasilan seseorang dalam memahami film secara utuh salah

satunya dipengaruhi oleh pemahaman orang tersebut terhadap aspek

sinematik dari sebuah film. Aspek sinematik (teknis) dari sebuah film di

antaranya kamera, pencahayaan (lighting), dan suara. Seluruh unsur ini

saling berkaitan dan berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk

unsur sinematik secara keseluruhan. Dari identifikasi tanda-tanda tersebut

akan dapat diketahui makna-makna yang direpresentasikan dalam film,

baik makna denotatif maupun konotatif. Aspek teknis yang perlu

diperhatikan dalam menemukan makna dalam film, sebagai berikut :

a. Kamera

Dalam produksi film ada dua jenis kamera yang digunakan

secara umum, yaitu kamera film dan kamera digital. Kamera film

menggunakan format seluloid, sementara kamera digital menggunakan

format video. Film cerita bioskop umumnya diproduksi dengan

menggunakan kamera film, sedangkan kamera digital lebih banyak

digunakan untuk produksi film independen serta dokumenter.45

Fungsi dari teknik kamera adalah mencoba memahami makna

dari objek-objek yang direkam oleh kamera film dan disuguhkan pada

penonton. Dimana cara pengambilan gambar ini dapat berfungsi

sebagai penanda. Kamera juga bisa sebagai sudut pandang si tokoh atau

mata tokoh dalam film. Sudut pandang kamera sangat penting untuk

45

(40)

commit to user

memotivasi dan mengatur identifikasi penonton terhadap suatu karakter

dalam film. Ketinggian dan jarak kamera terhadap subyek juga

memiliki efek dalam memaknai sebuah shot. Teknik-teknik

pengambilan gambar pada kamera mampu menambah emotional

response dan mengajak audience untuk merancang sendiri emosinya

dalam sebuah adegan. Pergerakan kamera juga mampu menunjukkan

situasi atau lingkungan sekitar subjek kamera. Sebuah film terbentuk

dari sekian banyak shot. Setiap shot membutuhkan penempatan kamera

pada posisi yang terbaik bagi pandangan mata penonton. Shot

merupakan unsur terkecil dalam film. Adegan adalah satu segmen

pendek dari keseluruhan cerita yang memperlihatkan satu aksi

keseimbangan yang diikat oleh ruang, waktu, isi (cerita), tema, karakter,

atau motif. Satu adegan biasanya terdiri dari beberapa shot yang saling

berhubungan.46

Teknik-teknik dalam kamera ditentukan oleh :47

1). Jenis shot (jarak pandangan kamera terhadap objek)

Extreme long shot, merupakan jarak kamera yang paling jauh

dari obyeknya. Wujud fisik manusia nyaris tidak tampak.

Teknik ini umumnya untuk menggambarkan sebuah obyek yang

sangat jauh atau panorama yang luas.

46

Himawan Pratista,Op.Cit., hlm.29

47

(41)

commit to user

Long shot, pada jarak ini tubuh fisik manusia telah tampak jelas

namun latar belakang masih dominan. Shot ini sering kali

digunakan sebagai establishing shot, yakni shot pembuka

sebelum digunakan shot-shot yang berjarak lebih dekat.

Medium long shot, pada jarak ini tubuh manusia terlihat dari

bawah lutut sampai ke atas. Tubuh fisik manusia dan

lingkungan sekitar relatif seimbang.

Medium shot, pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari

pinggang ke atas. Gestur serta ekspresi wajah mulai tampak,

sosok manusia mulai dominan dalam frame.

Medium Close up, pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia

dari dada ke atas. Sosok tubuh manusia mendominasi frame dan

latar belakang tidak lagi dominan. Adegan normal percakapan

biasanya menggunakan jarak ini.

Close up, umumnya memperlihatkan wajah, tangan, kaki atau

sebuah obyek kecil lainnya. Teknik ini mampu memperlihatkan

ekspresi wajah dengan jelas serta gestur yang mendetil. Close up

biasanya digunakan untuk adegan dialog yang lebih intim. Close

up juga memperlihatkan sangat mendetil sebuah benda atau

obyek.

Extreme Close up, pada jarak ini mampu memperlihatkan lebih

mendetil bagian dari wajah, seperti telinga, mata, hidung dan

(42)

commit to user

2). Sudut pengambilan gambar (angle)

Sudut kamera adalah sudut pandang kamera terhadap obyek yang

berada dalam frame. Secara umum sudut kamera dibagi menjadi

tiga, yaitu :

Straight on angle, pengambilan gambar di mana kamera melihat

obyek secara lurus.

Low angle, pengambilan gambar di mana kamera mengambil

obyek dari bawah sehingga obyek terlihat lebih besar. Efek ini

kerap digunakan dalam film-film aksi serta superhero.

High angle, pengambilan gambar di mana kamera lebih tinggi

dari obyek yang diambil sehingga obyek terlihat lebih kecil.

3). Pergerakan kamera

Berfungsi untuk mengikuti pergerakan seorang karakter juga obyek.

Pergerakan kamera juga sering digunakan untuk menggambarkan

situasi dan suasana sebuah lokasi atau suatu panorama. Pergerakan

kamera dapat dikelompokkan menjadi :

Pan, pergerakan kamera secara horizontal (kanan atau kiri)

dengan posisi kamera statis. Teknik ini umumnya digunakan

untuk mengikuti pergerakan seorang karakter at au melakukan

reframing (menyeimbangkan kembali posisi frame ketika

(43)

commit to user

Tilt, pergerakan kamera secara vertikal (atas-bawah atau

bawah-atas) dengan posisi kamera statis. Tilt sering digunakan untuk

memperlihatkan objek yang tinggi.

Tracking, pergerakan kamera akibat perubahan posisi kamera

secara horizontal. Pergerakan dapat ke arah manapun sejauh

masih menyentuh permukaan tanah. Pergerakan dapat bervariasi

yakni maju (track forward), mundur (track backward),

melingkar, menyamping (track left/right) dan seringnya

menggunakan rel atau track.

Crane Shot, pergerakan kamera akibat perubahan posisi kamera

secara vertikal, horisontal, atau kemana saja selama masih diatas

permukaan tanah (melayang). Crane shot umumnya

menghasilkan efek high angle dan sering digunakan untuk

menggambarkan landskep yang luas seperti kawasan kota,

bangunan, areal taman, dan sebagainya.

b. Pencahayaan (Lighting)

Tata cahaya dalam film secara umum dapat dikelompokkan

menjadi empat unsur yakni, kualitas, arah, sumber serta warna.

Keempat unsur tersebut sangat mempengaruhi dalam membentuk

suasana serta mood dalam film.48

1) Kualitas pencahayaan

48

(44)

commit to user

Kualitas cahaya merujuk pada besar-kecilnya intensitas cahaya.

Cahaya terang (hard light) cenderung menghasilkan bentuk obyek

serta bayangan yang jelas. Sementara cahaya lembut (soft light)

cenderung menyebarkan cahaya sehingga menghasilkan bayangan

yang tipis. Hard light cenderung membentuk cahaya yang kontras

dengan lingkungannya.

2) Arah pencahayaan

Arah cahaya merujuk pada posisi sumber cahaya terhadap obyek

yang dituju, biasanya adalah pelaku cerita dan paling sering adalah

bagian wajah. Arah cahaya dibagi menjadi lima jenis, yaitu:

Frontal lighting, cenderung menghapus bayangan dan

menegaskan bentuk sebuah obyek atau wajah karakter.

Slide lighting, mampu menampilkan bayangan ke arah samping

tubuh karakter atau bayangan pada wajah.

Back Lighting, mampu menampilkan bentuk siluet sebuah obyek

atau karakter jika tidak dikombinasikan dengan arah cahaya lain.

Under Lighting, biasanya ditempatkan di bagian depan bawah

karakter dan biasanya pada bagian wajah. Efeknya seperti cahaya

senter atau api unggun yang diarahkan kebawah.

Top lighting, digunakan untuk mempertegas suatu benda atau

karakter. Atau hanya digunakan sekedar menunjukkan jenis

cahaya buatan dalam suatu adegan, seperti lampu gantung, dan

(45)

commit to user

3). Sumber cahaya

Sumber cahaya merujuk pada karakter sumber cahaya, yakni

pencahayaan buatan dan pencahayaan natural seperti apa-adanya di

lokasi setting.

4). Warna cahaya

Warna cahaya merujuk pada penggunaan warna dari sumber

cahaya. Warna cahaya secara natural hanya sebatas terhadap dua

warna saja, yakni putih (sinar matahari) dan kuning muda (lampu).

Namun dengan menggunakan filter, sineas dapat menghasilkan

warna tertentu sesuai keiinginannya.

Selain empat unsur diatas, pencahayaan dalam film juga

ditentukan rancangan tata lampu. Dimana rancangan tata lampu

dikelompokkan menjadi :

High key lighting, merupakan teknik tata cahaya yang menciptakan

batas yang tipis antara area gelap dan terang. Teknik ini biasanya

digunakan untuk adegan-adegan yang bersifat formal, seperti kantor,

rumah, serta ruang-ruang publik lainnya.

Low key lighting, merupakan teknik tata cahaya yang menciptakan

batas tegas antara area gelap dan terang. Teknik ini sering digunakan

dalam adegan-adegan yang bersifat intim, mencekam, suram serta

mengandung misteri. Teknik ini tampak dominan pada film noir,

(46)

commit to user

c. Tata Suara (Audio)

Suara dalam film dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yakni

dialog, musik dan efek suara. Dialog adalah bahasa komunikasi verbal

yang digunakan untuk semua karakter di dalam maupun luar cerita film

(narasi). Sementara musik adalah seluruh iringan musik serta lagu, baik

yang ada didalam maupun luar cerita film (musik latar). Sementara efek

suara adalah semua suara yang dihasilkan oleh semua obyek yang ada

di dalam maupun luar cerita film.49

G. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian termasuk jenispenelitian

kualitatif dengan menggunakan analisis semiotika. Metode kualitatif

merujuk pada prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata yang tersusun dalam teks atas pemaknaan tanda-tanda.

Peneliti akan menggali lebih dalam permasalahan yang akan diteliti

sehingga akan menghasilkan penjelasan-penjelasan yang lebih rinci terkait

dengan permasalahan.

Data yang dianalisis bukanlah data kuantitatif melainkan data

kualitatif yang tidak bekerja dengan mengolah data atau dalam bilangan

yang ditransformasikan menjadi bilangan/angka, tidak diolah dengan

rumus dan tidak diinterpretasikan sesuai ketentuan statistik atau

49

(47)

commit to user

matematik. Seluruh rangka penelitian ini berlangsung serempak dan

dilakukan dalam bentuk pengumpulan, pengolahan dan

menginterpretasikan sejumlah data yang bersifat kualitatif. Tujuan

penelitian kualitatif adalah lebih dimaksudkan untuk memberikan

gambaran atau pemahaman mengenai gejala.50

2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode analisis semiotik. Metode ini memfokuskan dirinya pada tanda dan

teks sebagai objek kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan

memahami kode dibalik tanda dan teks objek yang diteliti. Metode analisis

pendekatan semiotik bersifat interpretatif kualitatif, maka secara umum

teknik analisis datanya menggunakan alur yang lazimnya dikonversikan ke

dalam bentuk-bentuk narasi yang bersifat deskriptif sebelum dianalisis,

diinterpretasi, dan kemudian disimpulkan.51

Semiologi adalah ilmu tentang tanda yang dikembangkan oleh

Roland Barthes, berangkat dari konsep Saussure yang memusatkan

kajiannya pada pembongkaran makna dalam signifikasi sistem tanda

tingkat kedua. Menurut Barthes, semiologi memiki dua tahap signifikasi

(two order of signification). Signifikasi tingkat pertama disebut sebagai

denotasi, tentang hubungan antara signified dan signifier di dalam sebuah

tanda terhadap realitas eksternal. Sedangkan signifikasi tahap kedua yakni

50

Pawito, Op.Cit., hlm. 44

51

Gambar

Gambar 1.1 Elemen Makna Pierce
Gambar 1.2 Elemen – elemen Makna Saussure
Gambar 1.3 Signifikasi Dua Tahap Roland Barthes
Gambar 1 Scene 3 Shot 8
+7

Referensi

Dokumen terkait

Elastisite modülü oranı arttıkça, tek do ğ rultulu ve çapraz-tabakalı kiri ş lerde e ğ ilme frekansı, açılı-tabakalı kiri ş lerde ise burulma frekansı artmaktadır.. L/h

Alhamdulillah segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Efek

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelayanan prima secara parsial terhadap loyalitas nasabah BNI Syari’ah Cir ebon dan pengaruh tingkat kepuasan secara

observasi dilakukan oleh tiga orang observer.. 4) Menggunakan instrumen penelitian yang telah dibuat sebagai alat observasi untuk melihat dan merekam atau mencatat

Pengaruh volum jamur yang digunakan terhadap persentase asam sitrat yang dihasilkan dari buah markisa manis sama dengan pengaruh pada buah markisa kuning. Tetapi

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh perubahan cuaca terhadap harga bawang merah khususnya di Kabupaten Bandung, memilih atribut penting/ yang paling

In considering therapeutic approaches to AD and the use of cholinergic drugs, one is reminded of the great com- plexity of the nicotinic cholinergic system in the CNS, which is due