• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN ADAT PERKAWINAN PADA MASYARAKAT PAKPAK KELASEN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERUBAHAN ADAT PERKAWINAN PADA MASYARAKAT PAKPAK KELASEN SKRIPSI"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

PERUBAHAN ADAT PERKAWINAN PADA MASYARAKAT

PAKPAK KELASEN

(Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan)

SKRIPSI

Diajukan Guna Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Sosial Dalam Bidang Antropologi

Oleh Paskah J. Pasaribu

030905056

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

(2)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

ABSTRAK

Pakpak Kelasen merupakan salah satu wilayah yang menjadi bagian dari suku bangsa Pakpak yang berada di Kecamatan Parlilitan dan Kecamatan Tarabintang Kabupaten Humbang Hasundutan. Beberapa wilayah Pakpak yang lainnya adalah Pakpak Keppas, Pakpak Pegagan, Pakpak Simsim, dan Pakpak Boang. Kelima wilayah ini berbeda dalam sistem administrasi pemerintahan, sehingga namanya dibedakan berdasarkan tempatnya atau wilayahnya. Penelitian yang dikaji hanya satu wilayah saja yaitu Pakpak Kelasen. Alasan penulis meneliti wilayah ini karena makin hilangnya identitas kebudayaan dari Pakpak Kelasen tersebut, dimana saat ini adat perkawinan Pakpak Kelasen telah berubah dengan menggunakan adat perkawinan Batak Toba.

Berangkat dari fenomena di atas, penulis tertarik untuk mengkaji perubahan yang terjadi dalam adat perkawinan Pakpak Kelasen. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan perubahan-perubahan apa saja yang terjadi dalam adat perkawinan tersebut. Bagaimana adat perkawinan yang ideal dalam masyarakat Pakpak umumnya dan Pakpak Kelasen. Hal lainnya adalah menggambarkan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan adat perkawinan tersebut.

Dengan demikian maka jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Untuk mempermudah dalam proses penelitian, penulis mengadakan wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara. Wawancara dilakukan kepada inforaman pangkal, informan kunci, dan informan biasa. Informan pangkal adalah kepala desa yang menunjukkan informan kunci terhadap masalah yang diteliti. Informan kunci adalah para tokoh adat yang memberikan data tentang adat perkawinan setempat. Informan biasa adalah warga setempat yang hanya tahu sepintas saja masalah yang diteliti.

Hasil temuan dilapangan, yaitu bahwa untuk melaksanakan adat perkawinan telah dominan menggunakan adat Batak Toba. Perubahan ini terlihat pada seluruh upacara adat perkawinan. Adat Pakpak yang kadang masih digunakan bila memakai adat Batak Toba adalah pemberian Todoan. Adapun penyebab dari perubahan adat perkawinan ini adalah adat Pakpak yang terlalu rumit, lebih melestarikan adat lain, regenerasi adat Pakpak kurang mendapat dukungan, dan kurangnya dukungan pemerintah setempat

(3)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana.

Skripsi ini sebenarnya sangatlah sederhana, dimana penulis berusaha meneliti tentang perubahan upacara adat perkawinan masyarakat Pakpak Kelasen yang ada di desa Si Onom Hudon Toruan, Kecamatan Parlilitan yang telah mulai menggunakan adat perkawinan Batak Toba. tetapi karena keterbatasan waktu dan ilmu yang dimiliki penulis, sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itulah penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari berbagai pihak terhadap penulis.

Disamping itu penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan petunjuk, bantuan dan dorongan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih tak lupa penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Prof.Dr.M.Arif Nasution,MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs.Zulkifli Lubis,MA, selaku Ketua Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

3. Bapak Drs. Lister Berutu, MA, selaku dosen pembimbing yang dengan kesabarannya telah memberikan bimbingan, petunjuk, dan nasehat kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Drs.Ermansyah,MHum, selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, dan nasehat selama penulis dalam masa kuliah.

(4)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

5. Seluruh Dosen dan para Pegawai Tata Usaha Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, khususnya jurusan Antropologi yang turut membantu dalam kelancaran kuliah dan penulisan skripsi ini.

6. Kedua orangtuaku, Pdt.H.Pasaribu dan ibunda R.Silitonga yang telah bersusah payah mendidik dan memberikan dorongan moril dan materil kepada penulis selama kuliah sampai penulisan skripsi ini.

7. Buat abangku, Sahala Pasaribu (cepat menyusul) dan Raymond Pasaribu,SSos. Adik-adikku, Maria Magdalena Pasaribu, Narda Friska Pasaribu, dan Donna Pasaribu, yang selalu turut mendukung penulis setiap saat.

8. Tulang Fredo dan Nantulang, serta Tulang Justin dan Nantulang Sihite, yang telah memberikan perhatian dan bimbingan serta tempat tinggal selama penulis kuliah sampai saat ini. Buat lae-laeku Fredo dan Judika (cepat besar), dan Wenny.

9. Keluarga besar Hasugian di Parlilitan, Amangboru, Namboru, lae Anugroho, dek Lely, serta semua adik-adik, yang telah memberikan tempat tinggal kepada penulis selama melakukan penelitian (lae Anugroho dan dek Lely moga dapat PNSnya).

10. Seluruh teman-teman Antro 03, Forman Pane,SSos (lae do parjolo ate?), Jhon W.Purba,SSos (andigan mangoli lae?), Firdaus Marbun SSos, Palty Simanjuntak SSos, Sandrak Manurung,SSos, Nasution,SSos,

11. Seluruh teman-teman di Mabes Menwa USU, lae Hery Sihombing,SSos, lae Robesman, Tony, Hendra, Munawir, dan semua anak menwa USU (terimakasih persahabatan dan tempat yang selalu kalian berikan kepada saya. Ayo giatkan terus permainan futsal di lapangan Menwa).

12. Teman-teman satu kost gang Dolok Hole Pancing, khususnya kost nomor 3. 13. Teman-teman di Green House (Rela), Santi, Evalina, beserta seluruh

(5)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

14. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu-persatu yang telah memberikan suatu dorongan, motivasi/semangat, pendapat dan bantuan kepada penulis.

Sebagaimana halnya sebuah karya tulis yang dikerjakan oleh mahasiswa yang masih harus banyak belajar, penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang ditulis ini masih jauh dari yang diharapkan, baik materi maupun teknik penyusunan. Oleh karenanya dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk perbaikan dikemudian hari. Akhir kata semoga tulisan ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Penulis,

(6)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERSETUJUAN...i HALAMAN PENGESAHAN...ii ABSTRAK iii KATA PENGANTAR...iv

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Rumusan Masalah 8

1.3 Lokasi Penelitian 8

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 9

1. Tujuan Penelitian 9

2. Manfaat Penelitian 10

1.5 Tinjauan Pustaka 10

1.6 Metode Penelitian 21

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Sejarah Suku Pakpak Kelasen 25

2.2 Sejarah Desa 28

2.3 Letak dan Keadaan Geografis 30

2.4 Keadaan Penduduk 30

(7)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

2.6 Sarana Fisik 35 2.6.1 Pola Pemukiman 35 2.6.2 Sarana Jalan 37 2.6.3 Sarana Kesehatan 37 2.6.4 Sarana Pendidikan 38 2.6.5 Sarana Listrik 38 2.7 Bahasa 39

2.8 Sistem Mata Pencaharian 40

BAB III SISTEM PERKAWINAN PAKPAK UMUMNYA

3.1 Bentuk Perkawinan 43

3.2 Tahapan Perkawinan 44

3.3 Upacara Perkawinan 55

3.4 Pihak-pihak yang Terlibat dalam Perkawinan 59 3.5 Hak dan Kewajiban……….60

BAB IV SISTEM PERKAWINAN PADA MASYARAKAT PAKPAK KELASEN DAN PERUBAHAN YANG TERJADI

4.1 Tahapan Perkawinan 63 4.2 Pihak-pihak yang Terlibat 67

4.3 Hak dan Kewajiban 68

4.4 Perubahan yang Terjadi dalam Adat Perkawinan Pakpak Kelasen 70 1. Perubahan dalam Sistem Perkawinan 70

(8)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

4.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Adat Perkawinan Pakpak

Kelasen……….76

1. Faktor Geografis 76

2. Migrasi Batak Toba 77

3. Perkawinan Amalgamasi (Campuran) 78

4. Kedatangan Misionaris 79

4.6 Latar belakang Perubahan Adat perkawinan Pakpak Kelasen…………80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 84

5.2 Saran 89

(9)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

DAFTAR TABEL

TABEL 1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa

TABEL 2 Jumlah Penduduk Si Onom Hudon Toruan Berdasarkan Jenis Kelamin TABEL 3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama yang Dianut

TABEL 4 Agama dan Jumlah Rumah Ibadah di Kecamatan Parlilitan TABEL 5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

TABEL 6 Sarana dan Prasarana Kesehatan TABEL 7 Kewajiban Pihak Kerabat Suami TABEL 8 Kewajiban Pihak Kerabat Isteri TABEL 9 Kewajiban Pihak Kerabat Suami TABEL 10 Kewajiban Pihak Kerabat Isteri

(10)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia memiliki banyak suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Masing-masing suku bangsa tersebut memiliki adat istiadat dan kebudayaan yang berbeda satu sama lain. Menurut Koentjaraningrat (1985:89) bahwa:

“Keanekaragaman kebudayaan tidak saja menyebabkan perbedaan dalam gaya dan pola hidup, tetapi juga menyebabkan perbedaan-perbedaan terhadap nilai-nilai, pengertian atau makna tentang peralihan tingkat sepanjang hidup yang dalam ilmu antropologi disebut “stage a long the life cycle” seperti masa bayi, masa penyapihan, masa remaja, masa pubertet, masa sesudah nikah, masa tua, dan sebagainya”.

Manusia adalah makhluk sosial yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lainnya, begitu juga pada setiap manusia yang berlainan jenis kelamin saling membutuhkan untuk dijadikan teman hidupnya. Perkawinan dalam arti membentuk rumah tangga pada kenyataannya membentuk perbedaan dan persamaannya antara suku bangsa yang satu dengan suku bangsa yang lain.

Perkawinan dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat baik itu yang telah ditentukan oleh Undang-undang perkawinan, agama, dan juga yang ditentukan oleh adat istiadat suatu daerah (suku). Perkawinan

(11)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

adalah salah satu perilaku yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat kita, sebab perkawinan itu tidak hanya menyangkut pria dan wanita bakal mempelai saja, tetapi juga orangtua kedua belah pihak, saudara-saudaranya bahkan keluarga mereka masing-masing. Hanya melalui perkawinan pria dan wanita yang bersangkutan memperoleh status baru dalam masyarakat.

Suku Pakpak mendiami wilayah yang disebut dengan tanah Pakpak, yang lingkungan wilayahnya berbeda dengan wilayah Dairi yang sekarang, yaitu daerah Keppas yang daerahnya mulai dari batas Tele di Humbang Hasundutan sampai dengan ke perbatasan Aceh. Daerah Pegagan mulai dari daerah Silalahi, Paropo, sampai dengan pesisir Bllo Kotacane. Daerah Simsim mulai dari batas Doloksanggul sampai ke Penanggalan (Aceh). Daerah Kelasen yang sekarang masuk ke wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan yang berbatasan dengan Tapanuli Tengah, dan daerah Boang dengan wilayah Simpang Kiri dan Simpang Kanan yang masuk daerah Kabupaten Aceh Singkil, dan kota Subulussalam.

Secara umum Pakpak dapat digolongkan menjadi lima bagian berdasarkan wilayah komunitas marga dan dialek masing-masing. Yang pertama, Pakpak Simsim yaitu orang orang Pakpak yang menetap dan memiliki wilayah Simsim. Marga yang menetap di sana yaitu marga Berutu, Sinamo, Padang, Solin, Banuarea, Boang Manalu, dan Cibro Sitakar. Yang kedua, Pakpak Keppas yaitu orang Pakpak yang menetap dan berdialek Keppas dengan marga Ujung, Bintang, Bako, dan Maha, dengan menempati wilayah Kecamatan Silimapungga-pungga, Kecamatan Tanah

(12)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

Pinem, Kecamatan Parbuluan, dan Kecamatan Sidikalang. Yang ketiga, Pakpak Pegagan yang juga berdialek Pegagan dengan marga Lingga, Mataniari, Maibang, Manik, dan Siketang, menempati wilayah Kecamatan Pegagan Hilir, Kecamatan Sumbul, dan Kecamatan Tigalingga. Yang keempat, Pakpak Kelasen, yaitu orang Pakpak yang berdialek Kelasen dengan marga Tinambunan, Tumangger, Maharaja, Turuten, Pinayungen, dan Nahampun atau sering disebut dengan Si Onom Hudon, kemudian marga Kesogihan, Meka, Berasa, Mungkur yang menempati wilayah Kabupaten Humbang Hasundutn di Kecamatan Parlilitan, Kecamatan Tara Bintang, dan Kabupaten Tapanuli Tengah di Kecamatan Barus (Manduamas). Dan yang kelima, pakpak Boang yang berdialek Boang, dengan marga Sambo, Penarik, dan Saraan. Wilayah yang ditempati Pakpak Boang ini adalah Kabupaten Aceh Singkil dan kota Subulussalam (Berutu, 2002:6-7).

Pakpak Kelasen dapat dibagi dua menurut sejarah asal-usulnya. Suku Pakpak Kelasen yang asli adalah marga Tendang (Tondang), Rea (Banuarea), Manik, Gajah, Berasa, dan Beringin. Sedangkan yang kedua, suku Pakpak Kelasen yang berasal dari marga Batak Toba. Marga-marga yang Batak Toba yang datang dan menjadi suku Pakpak Kelasen, yaitu marga Si Onom Hudon yang terdiri dari enam marga, yaitu Tinambunan, Tumangger, Maharaja, Pinayungen, Turutan (hilang), dan marga Nahampun yang mendiami seluruh wilayah Si Onom Hudon (dulunya wilayah Si Onom Hudon merupakan wilayah marga Berasa). Kemudian marga Kesogihin yang berasal dari marga Sihotang (Si Raja Oloan), yaitu marga orang Kaya Tua dan Si

(13)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

Raja Tunggal yang mendiami wilayah Sihotang Hasugian Tonga dan Toruan. Terakhir adalah marga Meka dan Mungkur yang mendiami wilayah Tarabintang dan Siantar Sitanduk (E.K.Siahaan,1987).

Sebutan suku Pakpak sering disebut dengan Pakpak Dairi. Dairi merupakan nama yang diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada saat menjajah tanah Pakpak yang dinamai dengan Dairi Landen. Tanah Pakpak dibagi-bagi oleh Hindia Belanda dalam berbagai wilayah, sehingga dengan mudah melumpuhkan perjuangan Sisingamangaraja XII yang pusat pemerintahannya di Pearaja dan beberapa wilayah Pakpak. Dengan demikian, daerah administrasi Dairi Landen dapat dipisahkan dari daerah-daerah masyarakat Pakpak lainnya, mialnya di Kecamatan Parlilitan (Kabupaten Tapanuli Utara menjadi Kabupaten Humbang Hasundutan), Tongging (Karo), Boang (Kabupaten Aceh Singkil dan kota Subulussalam), dan Barus/Manduamas (Tapanuli Tengah)

Secara umum etnis Pakpak mengenal dua bentuk upacara (kerja). Yang pertama disebut dengan kerja baik, yaitu yang berhubungan dengan upacara sukacita. Yang termasuk upacara baik adalah upacara perkawinan, kelahiran anak, panen, dan lain-lain. Sedangkan yang kedua adalah upacara kerja Njahat atau upacara yang berhubungan dengan perasaan dukacita, seperti upacara kematian (Berutu,2002).

Salah satu upacara kerja baik pada masyarakat etnis Pakpak adalah perkawinan. Sebab perkawinan merupakan suatu tahap yang penting dilalui oleh setiap insan manusia.

(14)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

Koentjaraningrat (1981:90) menyatakan bahwa:

“Perkawinan merupakan peralihan yang terpenting dari life cycle dari semua manusia diseluruh dunia adalah saat peralihan dari tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga yaitu perkawinan”.

Etnis Pakpak menganut garis keturunan bapak (patrineal). Sedangkan perkawinan yang ideal adalah perkawinan seseorang dengan putri Puhun (paman) yang disebut dengan muat Impalna. Istilah yang lain disebut Menongketti (menyokong atau meneruskan kedudukan si ibu dalam keluarga marga silaki-laki). Bilamana seseorang kawin di luar impalnya disebut Mungkah Uruk (kawin diluar marga ibunya) (Berutu, 2002).

Ada beberapa alasan mengapa seorang laki-laki tidak mengawini Impalnya (pariban), diantaranya adalah:

a. Karena putri Puhun atau pamannya tidak ada atau belum siap kawin dari segi usia

b. Karena hubungan keluarga dengan Puhun atau pamannya kurang baik atau kurang harmonis

c. Karena alasan kurang berkembang baik keturunan maupun kehidupan sosial ekonomi.

Apabila perkawinan Mungkah Uruk terjadi, maka si pria (calon pengantin) beserta orangtuanya harus terlebih dahulu meminta ijin dan restu pada Puhunnya (paman). Caranya dengan memberi makanan dan kain (oles). Sebaliknya juga bilamana si wanita (putri paman) terlebih dahulu kawin, maka dia juga wajib permisi

(15)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

pada impalnya tanpa harus memberikan seperti yang dilakukan mempelai pria (Berutu, 2002).

Dalam adat Pakpak jika melaksanakan pesta perkawinan, yang memberikan oles adalah pihak anak berru (pengantin laki-laki) kepada pihak kula-kula (pengantin perempuan). Sedangkan dari pihak kula-kula memberikan Belagen Kembal, nditak, cinahpah, beras, pisang, ayam jagur, lemang, dan lain-lain.

Saat ini kebudayaan Pakpak yang juga merupakan kebudayaan Pakpak Kelasen telah mengalami perubahan. Kebudayaan yang berubah itu adalah dalam hal upacara adat perkawinan. Adat Pakpak sudah mulai ditinggalkan oleh sebagian besar warga Pakpak Kelasen dan beralih menggunakan upacara adat perkawinan yang baru, yaitu adat Batak Toba. Penggunaan adat Pakpak dalam masyarakat Pakpak Kelasen mulai berkurang pemakaiannya. Bila melaksanakan adat pesta perkawinan yang dipakai adalah adat Batak Toba, meskipun perkawinan antara sesama etnis Pakpak Kelasen adat yang dipakai tetap adat Batak Toba. Akan tetapi yang mengalami perubahan hanya dalam adat perkawinan saja, sedangkan adat Pakpak lainnya masih tetap dipakai oleh masyarakat Pakpak Kelasen. Hal ini disebabkan orang Batak Toba banyak yang tinggal dan bermukim di desa Si Onom Hudon Toruan terutama Kecamatan Parlilitan. Dulunya juga suku Pakpak Kelasen banyak yang berasal dari suku Batak Toba. Perubahan upacara adat perkawinan ini disebabkan terjadinya perkawinan antara Pakpak Kelasen dan Batak Toba dengan menggunakan adat Batak Toba.

(16)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

Perubahan yang terjadi tersebut dapat berarti positif maupun negatif. Perubahan dalam arti positif berarti apabila perubahan membawa kemajuan dan kebaikan. Perubahan yang berarti negatif yakni perubahan yang membawa akibat buruk atau kemunduran yang dapat merusak kebiasaan (sifat regresif).

Namun dalam pembangunan dewasa ini masyarakat dibawa pada kecenderungan untuk berubah lebih cepat dibandingkan sebelumnya. Perubahan ini lebih mungkin disebabkan oleh adanya perubahan penilaian sesuatu yang dahulunya bernilai tinggi dan mutlak harus ada, tetapi sekarang ini sudah berkurang bahkan sudah hilang makna dan nilainya. Perubahan yang dimaksud dapat berarti penambahan atau pengurangan kearah perubahan. Penambahan atau pengurangan dalam upacara perkawinan dapat dilihat dalam empat unsur upacara perkawinan yang meliputi: tempat upacara, saat upacara, peralatan dan perlengkapan upacara, dan orang-orang yang melakukan upacara. Perkembangan zaman mempengaruhi terjadinya perubahan dalam setiap bagian upacara adat perkawinan. Perubahan yang dimaksud berarti menambah atau mengurangi kewajiban-kewajiban tertentu dalam upacara perkawinan. Ada yang melewati seluruh tata cara tersebut dan ada juga yang melewati bagian-bagian tertentu saja dari upacara tersebut. Baik upacaranya, unsur upacaranya, maupun hakekat dan nilai yang terkandung di dalam setiap upacara mengalami perubahan dan pembaharuan (Gultom DJ, 1992:278).

Berangkat dari fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji bagaimana perubahan adat perkawinan yang terjadi pada masyarakat Pakpak Kelasen.

(17)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

1.2 Rumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang masalah yang ada dalam suatu penelitian, perlu ditentukan rumusan masalah yang akan diteliti agar penelitian menjadi terarah dan jelas tujuannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Muhammad Ali (1982:7) yang menyatakan sebagai berikut:

“Untuk keperluan karya ilmiah suatu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa masalah penelitian sedapat mungkin diusahakan tidak terlalu luas masalah yang akan menghasilkan analisa sempit”.

Dari uraian latarbelakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana upacara adat perkawinan ideal masyarakat Pakpak umumnya? 2. Bagaimana praktek yang dilaksanakan pada masyarakat Pakpak Kelasen ? 3. Perubahan yang bagaimana yang terjadi pada masyarakat Pakpak Kelasen?

1.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian dilaksanakan. Lokasi penelitian sangat penting dalam setiap penelitian karena dari lokasilah seorang peneliti dapat memperoleh data yang diperlukan. Jadi sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu ditetapkan lokasi penelitian. Lokasi penelitian adalah di desa Sionom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan. Adapun yang menjadi alasan penulis untuk memilih lokasi ini adalah selain daerahnya dekat juga telah terjadinya perubahan dalam adat perkawinan dengan

(18)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

menggunakan adat Batak Toba. Mereka juga telah mengidentikkan diri mereka dengan Batak Toba.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Menetapkan tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting, karena setiap penelitian yang dilakukan haruslah mempunyai tujuan tertentu. Menurut Suharsini Arikunto (1996:52) menyatakan “tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya suatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai”.

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Ingin mengetahui adat Pakpak Kelasen

2. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada masyarakat Pakpak Kelasen khususnya dalam adat pesta perkawinan

3. Untuk mengetahui perkawinan ideal dalam masyarakat Pakpak Kelasen 4. Untuk mengetahui faktor pendorong perubahan adat Pakpak Kelasen.

2. Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan penelitian ini, maka diharapkan penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut:

(19)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

1. Bagi peneliti dapat menambah wawasan tentang adat Pakpak Kelasen

2. Memberikan informasi tentang kebudayaan Pakpak Kelasen yang ingin mengetahui adat Pakpak Kelasen

3. Memberikan bahan masukan bagi masyarakat khususnya masyarakat Pakpak Kelasen dan bagi masyarakat Pakpak umumnya

4. Memberikan wawasan bagi peneliti tentang penulisan sebuah Karya Ilmiah.

1.5 Tinjauan Pustaka 1.5.1 Perkawinan

Perkawinan merupakan suatu dasar yang utama dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu perkawinan merupakan suatu hal yang membenarkan hubungan badan antara lawan jenisnya. Perkawinan juga merupakan suatu hukum dalam kehidupan masyarakat. Demikian juga halnya pada masyarakat Pakpak Kelasen, masalah perkawinan adalah masalah yang berpengaruh besar dalam kehidupannya malah kadang-kadang merupakan fase yang menentukan dalam perjalanan hidup seseorang. Koentjaraningrat (1980:90) mengemukakan bahwa:

“Dipandang dari sudut kebudayaan manusia, maka perkawinan merupakan pengatur kelakuan manusia yang bersangkut paut dengan kehidupan seksnya. Karena menurut pengertian masyarakat, perkawinan menyebabkan seorang laki-laki tidak boleh melakukan hubungan seks dengan sembarangan wanita lain, tetapi hanya dengan satu atau beberapa tertentu dalam masyarakat, yaitu wanita yang sudah disahkan sebagai istrinya”.

(20)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

perkawinan merupakan suatu pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan hidup keluarganyadan diikuti adanya norma-norma perkawinan”.

Perkawinan merupakan hubungan antara laki-laki dengan perempuan yang diakui sah oleh masyarakat yang bersangkutan dan berdasarkan atas peraturan perkawinan yang berlaku. Suatu perkawinan mewujudkan adanya keluarga dan memberikan keabsahan atas status kelahiran anak-anak mereka. Perkawinan tidak hanya mewujudkan adanya hubungan seksual saja, tetapi juga melibatkan hubungan-hubungan antara kerabat dari masing-masing pasangan tersebut (Suparlan, 1986).

Walaupun dasar atau landasan mereka yang kawin adalah untuk hubungan kelamin, namun hubungan itu juga melibatkan emosi dan perasaan kasih sayang, seperti hubungan ekonomi, politik, dan hubungan sosial. Hubungan-hubungan yang tetap dan melibatkan berbagai aspek dari hubungan sosial tersebut menyebabkan bahwa pasangan atau keluarga dapat dilihat sebagai suatu kesatuan sosial, yaitu keluarga (Suparlan, 1986).

1.5.2 Adat

Adat merupakan pedoman dalam masyarakat yang mengandung nilai-nilai tentang hal yang baik dan hal yang dianggap buruk, nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat tumbuh dan berkembang menyesuaikan diri dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat, menurut Koentjaraningrat (1982;5) menyatakan bahwa:

“Adat adalah wujud kebudayaan ideal yang disebut dengan tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat”.

(21)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

Adat istiadat merupakan norma-norma yang telah dilakukan dalam kehidupan masyarakat akan berlakunya sebagai suatu kebiasaan yang merupakan cara tingkah laku dalam masyarakat yang berisikan suatu jaringan, cita-cita, norma-norma, aturan-aturan, pandangan-pandangan, dan sebagainya (Koentjaraningrat, 1980:82).

1.5.3 Upacara

Dalam teori W. Robertson Smith dalam Koentjaraningrat (1980:67) mengemukakan tiga gagasan tentang upacara, yang pertama mengenai sosial bahwa disamping keyakinan, sistem upacara juga merupakan suatu perwujudan dari segi religi atau agama yang memerlukan studi dan analisa yang khusus. Kedua, bahwa upacara religi atau agama yang bersangkutan bersama-sama mempunyai fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat dan mereka menganggap bahwa melakukan upacara adalah suatu kewajiban sosial. Yang ketiga menggambarkan upacara bersaji sebagai suatu upacara yang gembira dan meriah, tetapi juga keramat dan tidak sebagai suatu upacara yang khidmat dan keramat.

Sedangkan Van Gennep dalam Koentjaraningrat (1980:74) menyatakan bahwa:

“Ritus atau upacara secara universal pada azasnya berfungsi sebagai aktivitas untuk menimbulkan semangat kehidupan sosial antara warga masyarakat”.

(22)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

“Upacara adalah sistem aktifitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa tetapi yang biasa terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan”.

Upacara perkawinan merupakan upacara peralihan yang mempunyai fungsi sosial yaitu untuk menyatakan kepada masyarakat tentang tingkat hidup atau lingkungan sosial yang baru seorang individu. Dalam hal ini masyarakat juga memegang peranan penting akan terlaksananya suatu perkawinan. Upacara perkawinan Pakpak Kelasen berarti keseluruhan kegiatan yang telah ditentukan adat istiadat Kelasen di dalam melaksanakan suatu perkawinan yang terdiri dari masa sebelum upacara perkawinan, saat upacara perkawinan, dan sesudah upacara perkawinan.

1.5.4 Perubahan Sosial dan Kebudayaan

Manusia dan kebudayaan merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Makhluk manusia merupakan pendukung kebudayaan. Sekalipun makhluk manusia akan mati tetapi kebudayaan yang dimilikinya akan diwariskan untuk keturunannya, dan begitu seterusnya (Poerwanto, 2000). Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan proses belajar (Koentjaraningrat, 1990).

Secara umum kebudayaan ada tiga wujud, yang pertama kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.

(23)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

Wujud pertama ini sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada dalam kepala-kepala manusia, dengan perkataan lain dalam alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan itu hidup. Wujud kedua, kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan yang berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud kedua ini kebudayaan yang disebut sistem sosial mengenai tindakan yang berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri aktifitas-aktifitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul antara satu dengan yang lain dari detik ke detik, hari ke hari, dan tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Wujud ketiga, kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud ketiga ini disebut kebudayaan fisik dan tidak memerlukan banyak penjelasan, karena berupa seluruh total dari hasil fisik aktifitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkrit, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan difoto (Koentjaraningrat, 1990).

Semua kebudayaan pada suatu waktu akan berubah karena bermacam-macam sebab. Biasanya penyebabnya adalah perubahan lingkungan yang dapat menuntut perubahan kebudayaan yang bersifat adaptif. Sebab lain adalah bahwa melulu karena kebetulan atau suatu sebab lain, suatu suku bangsa mungkin mengubah pandangannya tentang lingkungan dan tempat sendiri di alamnya. Kontak dengan suku bangsa lain mungkin menyebabkan diterimanya gagasan asing yang menyebabkan perubahan dalam nilai-nilai dan tata kelakuan yang ada bahkan dapat

(24)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

berupa masuknya secara besar-besaran tata cara asing melalui penaklukan kelompok yang satu dengan kelompok yang lain (Haviland, 1993).

Adapun yang dimaksud dengan pengertian perubahan kebudayaan adalah setiap perubahan, penambahan atau pengurangan ide-ide, obyek-obyek budaya atau teknik-teknik dan pelaksanaan-pelaksanaan yang berhubungan dengan kegiatan ataupun aktifitas dari kebudayaan (Any modification adaition or loss of ideas, culture objects. Or techniques and practices that are accociated with them) (Manan, 1997).

Perubahan yang terjadi dapat berlangsung secara cepat dalam waktu yang singkat maupun perubahan secara lambat yang relatif lama. Faktor yang menyebabkan perubahan dapat berasal dari dalam maupun dari luar yang dapat mempengaruhi masyarakat itu sendiri. Lister Berutu (1997:2) menyatakan bahwa:

“Ada dua faktor yang mempengaruhi perubahan yang terjadi pada masyarakat, yaitu perubahan yang dipengaruhi dari dalam dan perubahan yang dipengaruhi dari luar masyarakat itu. Perubahan tersebut dapat menyebabkan adanya pergeseran, pengurangan atau penambahan terhadap kebudayaan masyarakat tersebut”.

Soekanto (1990:324) menyatakan ; “perubahan itu disebabkan oleh lingkungan manusia, pengaruh kebudayaan lain, dan kontak budaya”.

Sedangkan menurut William A. Haviland (1998:253) menyatakan bahwa: “perubahan terjadi disebabkan oleh penemuan baru, difusi, hilangnya unsur kebudayaan, dan akulturasi”.

Jalannya perubahan kebudayaan juga tak terlepas dari masyarakat itu sendiri yang mau menerima unsur-unsur budaya yang baru. Perubahan yang terjadi dalam

(25)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

masyarakat memang sudah ada sejak zaman dahulu. Dengan demikian perubahan yang sekarang ini terjadi dalam masyarakat, merupakan gejala yang normal dan merupakan hal yang wajar seiring perkembangan manusia dan zaman saat ini. Juga karena sifat dari masyarakat yang dinamis. Perubahan inilah yang sedang terjadi dan dialami oleh masyarakat Pakpak Kelasen.

Pada dasarnya perubahan sosial dan kebudayaan tidak dapat berdiri sendiri. Keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Perubahan merupakan suatu proses yang dapat diukur melalui skala maju mundur, naik dan turun, banyak atau sedikit, terintegrasi atau disintegrasi (Simanjuntak, 2002:171).

Ada beberapa variabel yang berpengaruh sangat besar dalam proses perubahan sosial budaya masyarakat, namun intensitas pengaruh setiap variabel pada masyarakat yang berbeda tidak dapat disamakan. Dalam kasus masyarakat Pakpak Kelasen dapat dikatakan bahwa secara evolusi variabel agama dan pendidikan merupakan variabel yang mempengaruhi dan menentukan arah perubahan sosial budaya. Wilbert More dalam Soekanto (1983) menyatakan:

“Perubahan adalah merupakan perubahan terhadap struktur sosial dan yang dimaksud dengan struktur sosial adalah pola-pola perilaku dan interaksi sosial”.

More (1983) menyebutkan beberapa faktor penyebab suatu perubahan, yaitu: 1. Keinginan secara sadar dan keputusan pribadi

2. Sikap tindak pribadi yang dipengaruhi oleh kondisi yang berubah 3. Perubahan struktural dan halangan struktural

4. Pengaruh-pengaruh eksternal

(26)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

6. Unsur-unsur yang bergabung menjadi satu 7. Peristiwa-peristiwa tertentu

8. Munculnya tujuan bersama (Soekanto, 1983).

Keseimbangan atau keharmonisan dalam masyarakat bertujuan sebagai suatu keadaan dimana lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pokok dari masyarakat benar-benar berfungsi dan saling mengisi. Ada kalanya unsur-unsur baru dan lama bertentangan sehingga mengakibatkan terganggunya keseimbangan. Bila keseimbangan itu dapat dipulihkan kembali dinamakan suatu penyesuaian (adjustment).

Dalam melihat suatu perubahan sosial budaya, ada beberapa konsep yang harus diperhatikan agar dapat melihat perubahan sosial budaya sebagai suatu yang komprehensif, dimana masyarakat yang bersangkutan mengalami proses belajar dalam masyarkatnya sendiri, misalnya internalisasi (internalization), sosialisasi (socialization), dan enkulturisasi (enculturation) (Koentjaraningrat, 1990:227).

Perkembangan kebudayaan umat manusia pada umumnya berkembang mulai dari tahap yang sederhana hingga bentuk-bentuk yang kompleks, yaitu evolusi kebudayaan (cultural evolution). Kemudian ada proses penyebaran kebudayaan-kebudayaan secara geografis, terbawa oleh perpindahan bangsa-bangsa dimuka bumi, yaitu proses difusi. Proses lain adalah proses belajar unsur-unsur kebudayaan asing oleh warga suatu masyarakat, yaitu proses akulturasi (acculturation) dan assimilasi (assimilation), yang terakhir adalah proses pembauran atau inovasi (innovation) yang erat sangkut pautnya dengan penemuan baru (Koentjaraningrat, 1990:228).

(27)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

Dalam kamus Antropologi (1985:321) menyatakan bahwa:

“Perubahan kebudayaan adalah perubahan tertentu akibat proses pergeseran, pengurangan, penambahan unsur-unsur di dalamnya karena saling adanya interaksi dengan warga pendukung kebudayaan lain, sehingga dapat menciptakan unsur-unsur kebudayaan baru dengan melalui segala penyesuaian terhadap unsur-unsur kebudayaan”.

Awalnya yang mendiami seluruh wilayah Parlilitan adalah etnis Pakpak Kelasen yang dikuasai oleh marga Berasa, Tinambunan, Tumangger, Maharaja, Pinayungen, Turutan, dan Nahampun. Sedangkan marga Kesogihan mendiami wilayah desa Sihotang Hasugian, sedangkan Meka Mungkur mendiami daerah kecamatan Tarabintang. Saat ini tanah Pakpak Kelasen bukan hanya ditempati oleh Pakpak Kelasen saja, tetapi sudah didiami oleh suku Batak Toba. Mereka datang ke tanah Kalasen untuk kepentingan ekonomi, yaitu bertani dan pegawai-pegawai pemerintah. Pada awalnya Batak Toba yang datang ke wilayah Pakpak Kelasen tidak mempunyai tanah, sehingga mereka melakukan adaptasi atau penyesuaian diri dengan masyarakat Pakpak Kelasen. Setelah melakukan adaptasi, dengan sendirinya akan terjadi pembauran kebudayaan antara satu budaya dengan budaya lain. William A. Haviland menyatakan:

“Adaptasi kebudayaan adalah proses yang menyebabkan organisme memperoleh kecocokan yang menguntungkan dengan lingkungan yang ada dan hasil proses tersebut yaitu karakteristik-karakteristik organisme yang menyebabkan cocok dengan perangkat kondisi tertentu dimana organisme-organisme itu terdapat”.

Masyarakat Batak Toba yang datang pertama sekali ke wilayah Pakpak Kelasen agar dapat diterima tinggal di sana harus melakukan adaptasi kebudayaan.

(28)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

Mereka melakukan adaptasi dengan kebudayaan Pakpak dan menjadikan marga mereka menjadi bagian dari marga Pakpak Kelasen.

Usman Pelly (1994:83) menyatakan bahwa:

“Strategi adaptasi adalah cara-cara yang dipakai perantau untuk mengatasi rintangan-rintangan yang mereka hadapi dan untuk memperoleh keseimbangan positif dengan kondisi latar belakang perantau”.

Dengan melakukan adaptasi, suatu masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan kebudayaan baru. Dengan terjadinya adaptasi secara tidak langsung telah terjadi akulturasi antara suku Pakpak Kelasen dengan suku pendatang yaitu Batak Toba. William A. Haviland (1988:224) menyatakan:

“Akulturasi adalah perpaduan budaya yang berbeda dalam kebudayaan yang terjadi akibat dari kontak antara kebudayaan yang berlangsung lama”.

Sedangkan dalam kamus Sosiologi (2001:1) :

“Akulturasi adalah proses pencampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan proses masuknya pengaruh kebudayaan asing terhadap suatu masyarakat mengadopsi secara selektif sedikit atau banyak unsur kebudayaan dapat diterima”.

Antara Pakpak Kelasen dengan Batak Toba telah terjadi akulturasi kebudayaan. Batak Toba juga mengikuti beberapa kebudayaan Pakpak, tujuannya adalah menyesuaikan diri dengan mereka, sehingga masyarakat Batak Toba bisa

(29)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

diterima di wilayah Pakpak Kelasen. Namun dalam hal perkawinan mereka masih menggunakan adat Batak Toba yang juga telah digunakan oleh Pakpak Kelasen.

Istilah akulturasi mempunyai berbagai arti diantara ahli antropologi, tetapi semua sepaham bahwa konsep itu mengenai perubahan sosial yang timbul apabila suatu kelompok-kelompok manusia dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing dengan sedemikian rupa. Sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun akan diterima dan diolah dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian itu sendiri (Koentjaraningrat, 1990).

Setiap masyarakat pasti mengalami suatu perubahan, baik perubahan sosial maupun perubahan kebudayaan. Perubahan tersebut dapat terjadi akibat penerimaan kebudayaan yang baru. Perubahan kebudayaan tersebut telah terjadi pada masyarakat Pakpak Kelasen, dimana pada saat ini kebudayaannya sudah dipengaruhi oleh budaya Batak Toba, dalam hal ini adat perkawinannya. Hal ini tidak terlepas dari adanya kontak atau interaksi yang terjadi diantara masyarakat yang dipengaruhi dan mempengaruhi. Masyarakat Pakpak Kelasen menerima budaya yang baru dan menjadikannya sebagai budaya yang mereka sendiri. Setelah adanya kontak budaya dengan masyarakat Batak Toba, Kebudayaan Pakpak Kelasen khususnya dalam adat perkawinan telah mengalami perubahan. Dalam pesta perkawinan yang dulunya memakai tradisi atau upacara adat Pakpak, pada saat ini telah berubah dengan memakai adat Batak Toba. Perubahan yang terjadi pada masyarakat Pakpak Kelasen

(30)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

tidak terlepas dari letak geografis bahwa wilayah dari Pakpak Kelasen dikelilingi oleh masyarakat Batak Toba.

1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data dan gambaran yang mendalam tentang perubahan adat perkawinan Pakpak Kelasen. Metode penelitian adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, actual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Menurut Whitney dalam Moh. Nasir, metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Pendeskriptif mempelajari masalah dalam masyarakat serta cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi tertentu termasuk hubungan sikap, pandangan, serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena.

(31)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data a. Penelitian Lapangan

Data atau sumber yang akan diperoleh yaitu data langsung dari masyarakat dengan melakukan penelitian lapangan, dengan melakukan wawancara pada para informan. Ada tiga jenis informan yang akan diwawancarai dalam penelitian ini, antara lain:

1. Informan Pangkal, yaitu seseorang yang memberi informasi sebelum kegiatan wawancara dilakukan. Informan ini merupakan orang pertama yang akan peneliti temui sebagai langkah awal pengumpulan informasi. Dari informan pangkal ini nantinya peneliti akan memperoleh informasi tentang siapa-siapa yang lebih mengetahui masalah yang akan diangkat atau diteliti. Informan pangkal disini adalah kepala desa tempat penelitian dilaksanakan.

2. Informan Kunci, yaitu seseorang atau beberapa orang yang mengetahui secara mendalam dan detail tentang masalah yang diteliti, juga merupakan informan utama. Untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas jumlah informannya berkisar enam orang yang merupakan tokoh-tokoh adat dan orang-orang tua yang sangat paham akan adat Pakpak. Ini tergantung kondisi dilapangan apabila memang ada jumlah yang disebutkan diatas.

(32)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

3. Informan Biasa, yaitu seseorang yang sekedar atau hanya mengetahui sedikit mengenai masalah yang diteliti. Informan biasa ini adalah masyarakat desa yang juga mengetahui tentang masalah yang sedang diteliti. Jumlahnya dibatasi karena begitu banyak masyarakat yang hanya sekedar atau minim pengetahuannya mengenai adat Pakpak.

Adapun dalam pengumpulan data ini menggunakan beberapa teknik wawancara untuk mendapatkan data dari informan, yaitu:

1. Wawancara mendalam (dept interview)

Dalam penelitian ini wawancara mendalam (dept interview) digunakan untuk memperoleh data dengan berpedoman kepada interview guide sebagai acuan dalam wawancara

2. Wawancara tak terstruktur

Wawancara ini dilakukan tanpa ada persiapan terlebih dahulu dan biasanya apabila si peneliti secara kebetulan berjumpa dengan si informan. Kedua wawancara tadi akan didukung pula oleh alat-alat pengumpulan data lainnya, seperti kuisioner, tape recorder, dan kamera sebagai dokumentasi.

(33)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

Agar data lebih valid, maka peneliti menggunakan studi kepustakaan dengan mengambil keterangan-keterangan dan membahas dari buku-buku dan literatur lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

1.7 Analisa Data

Penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif. Analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu pengamatan dan wawancara mendalam yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan. Data tersebut setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, maka langkah berikutnya ialah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga, sehingga tetap berada di dalam fokus penelitian.

Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan. Berbagai kategori tersebut dilihat kaitannya satu dengan yang lain dan diinterpretasikan secara kualitatif.

(34)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Sejarah Suku Pakpak Kelasen

Mengenai asal usul dari etnis Pakpak Kelasen belum dapat dipastikan dari mana asal nenek moyang mereka. Tetapi ada dugaan bahwa nenek moyang etnis Pakpak Kelasen berasal dari India Selatan. Asal usul nenek moyang etnis Pakpak Kelasen berasal dari India Selatan, yaitu berada di daerah Kalasem (Kalasem merupakan tempat suci bagi orang India). Pada awalnya orang India Selatan datang ke Nusantara melalui daerah pesisir pantai barat yaitu Barus. Sebab Barus merupakan

(35)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

pusat bandar perdagangan yang cukup ramai didatangi oleh musafir asing yang datang ke Nusantara (E.K.Siahaan, 1987:10).

Cerita lain menyatakan bahwa pernah datang serombongan armada dari India Selatan yang terdampar di daerah pesisir barat pulau Sumatera yaitu Barus. Orang-orang India tersebut adalah orang Tamil yang jumlahnya kurang lebih 1500 orang dan mereka menyebar masuk ke pedalaman Barus dengan membawa armada gajah putih sebagai alat transportasi. Inilah yang diyakini sebagai nenek moyang etnis Pakpak Kelasen. Pada waktu orang India itu datang ke Barus, mereka juga membawa kebudayaan asli mereka dari India Selatan. Ini dapat dilihat dari bukti peninggalan kebudayaan Pakpak umumnya yang juga merupakan pengaruh kebudayaan India, seperti Mejan (patung batu yang berbentuk gajah yang sedang ditunggangi). Patung ini masih ada dan terdapat di Kabupaten Pakpak Barat.

Penyebutan nama Kelasen juga berasal dari India. Pada awalnya kata Kelasen berasal dari kata Kalasem yang merupakan suatu tempat di India Selatan. Lambat laun kata Kalasem ini berubah menjadi Kelasen yang menjadi sub bagian etnis Pakpak yang berada di Kecamatan Parlilitan, kabupaten Humbang Hasundutan.

Persamaan lain antara etnis Pakpak Kelasen dengan orang India adalah dalam hal pembakaran mayat. Sebelum masuknya pengaruh agama Kristen ke daerah Kelasen, pembakaran mayat merupakan tradisi yang dilakukan jika ada orang yang meninggal. Sama halnya dengan di India juga melakukan pembakaran mayat jika ada yang meninggal dunia. Pembakaran mayat ini termasuk dalam upacara Njahat dalam

(36)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

adat Pakpak. Namun pembakaran mayat ini tidak dilakukan lagi sejak masuknya agama Kristen ke daerah Pakpak Kelasen.

Begitu juga dengan bumbu masakan tradisional Pakpak umumnya tetap menyerupai dengan bumbu khas India, yaitu menggunakan kunyit. Dalam masakan Pakpak, kunyit sangat dominan digunakan misalnya masakan tradisional Pakpak, yaitu Pelleng yang menggunakan kunyit.

Pakpak Kelasen terdiri dari dua bagian berdasarkan asal-usulnya. Pertama adalah berasal dari India Selatan yang merupakan penduduk asli di Kelasen. Keturunan dari India ini adalah Mpu Mada sebagai nenek moyang etnis Pakpak Kelasen. Sebelum Mpu Mada datang ke daerah Kelasen, pada awalnya dia menetap di Barus dan menikah dengan boru Pohan. Dari hasil perkawinan itu, Mpu Mada mendapatkan 6 orang anak yang juga menjadi marga asli Pakpak Kelasen, yaitu Tendang (Tondang), Rea (Banuarea), Manik, Gajah, Berasa, dan Beringin. Mereka berpindah ke daerah Kelasen yang pada waktu itu belum ada yang menguasai.

Kedua, etnis Pakpak Kelasen yang berasal dari Batak Toba dan menjadi bagian dari Pakpak Kelasen. Marga Batak yang datang ke Kelasen yaitu marga Simbolon Tuan atau Tuan Nahoda Raja. Sedangkan keturunan dari Nahoda Raja terdiri dari 6 marga atau yang disebut dengan Si Onom Hudon/Siennem Kodin (enam periuk yang berarti enam keturunan Nahoda Raja yang telah mandiri dengan membagikan sebidang tanah dengan sebutan Si Onom Hudon). Keturunan Simbolon Tuan (Nahoda Raja) adalah marga Tinambunan, Tumanggor, Maharaja, Turutan,

(37)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

Pinayungan, dan Nahampun. Ketika Nahoda Raja datang ke daerah Kelasen, awalnya dia melakukan adaptasi dengan keturunan Mpu Mada. Awalnya sebagai pendatang yang belum memiliki tanah kekuasaan Tuan Nahoda Raja meminta sedikit tanah untuk tempat tinggal dan untuk bertani. Maka keturunan Mpu Mada memberikan tanah, yaitu Pearaja (Si Onom Hudon Utara).

Sejak saat itu keturunan Mpu Mada mulai meninggalkan tanah Kelasen dan merantau untuk mencari daerah kekuasaan di daerah lain yang belum dikuasai, seperti marga Tendang pergi ke wilayah Simalungun (marga Tondang), di Tapanuli Selatan menjadi marga Matondang. Manik dan Banuarea pergi ke Salak (Kabupaten Pakpak Barat), Gajah dan Beringin pergi ke Pakkat dan Manduamas (Tapanuli Tengah), yang tinggal hanya marga Berasa. Sehingga ini memudahkan bagi keturunan Si Onom Hudon menguasai seluruh tanah Pakpak Kelasen. Terjadilah perselisihan antara marga Berasa dengan marga Si Onom Hudon karena penguasaan tanah yang dilakukan marga Si Onom Hudon. Marga Berasa yang hanya tinggal sendiri tidak dapat mempertahankan daerah kekuasaannya, membuat marga Berasa harus keluar dari tanah Kelasen dan pergi ke wilayah Aceh Singkil.

Akibat penguasaan tanah yang dilakukan oleh marga Si Onom Hudon membawa dampak buruk bagi marga-marga Si Onom Hudon. Hasil pertanian, ternak mengalami kegagalan dan sangat merugikan bagi marga Si Onom Hudon. Akhirnya mereka memanggil kembali marga Berasa yang telah pergi ketika terjadi perselisihan. Marga Si Onom Hudon memberikan kembali tanah kepada marga Berasa sebagai

(38)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

daerah kekuasaannya. Penyerahan tanah ini dilakukan dengan upacara adat. Marga Si Onom Hudon memberikan tanah kepada marga Berasa mulai dari Sigulang-gulang sampai ke Siekur-ekur (yang sekarang Si Onom Hudon Toruan). Sejak saat itu antara marga Berasa dan marga Si Onom Hudon bersaudara dan menjadi bagian dari Pakpak Kelasen. Akan tetapi marga Berasa tidak sama dengan marga Si Onom Hudon atau Parna, karena selama ini banyak orang mengatakan Berasa masuk ke marga Parna. Sewaktu Mpu Mada tinggal di Barus dia bersama-sama dengan Mpu Bada (marga Sigalingging) dan menikahi boru Pohan yang merupakan kakak beradik. Inilah sebabnya selama ini orang mengatakan bahwa marga Berasa masuk ke Parna.

2.2 Sejarah Desa

Nama desa secara administrasi pemerintahan disebut Si Onom Hudon Toruan. Nama desa Si Onom Hudon Toruan ini dipakai dalam pemerintahan sewaktu masih dalam wilayah kabupaten Tapanuli Utara. Masyarakat umum juga mengenal desa ini dengan nama Si Onom Hudon Toruan. Kata Si Onom Hudon ini adalah terjemahan dari bahasa Pakpak yaitu Si Ennem Koden. Si Onom Hudon artinya Si Enam Periuk, sedangkan Toruan artinya dataran rendah. Jadi arti desa tersebut adalah suatu desa yang mempunyai enam periuk dan berada di suatu dataran yang rendah. Desa ini disebut Si Onom Hudon karena penduduk asli di daerah ini mempunyai enam marga yang merupakan satu keturunan. Nama dari marga-marga tersebut adalah Tinambunan, Tumangger, Maharaja, Pinayungan, Turuten, dan Nahampun. Keenam

(39)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

marga tersebut dulunya merupakan nama anak dari nenek moyang dari Si Onom Hudon. Modal yang diberikan orangtua mereka setelah mendapatkan istri kepada keenam anak tersebut adalah sebuah periuk untuk menanak nasi, maka jumlah periuk yang diberikan oleh orangtua mereka adalah sama dengan jumlah anaknya yaitu enam periuk.

Desa Si Onom Hudon lebih dikenal penduduk dengan nama Kuta Lae Ardan (bahasa Pakpak) yang artinya suatu desa yang berada di dataran rendah dan dekat dengan sungai. Rumah pemukiman penduduk sangat dekat dengan sungai sebagai tempat pemandian, untuk air minum, dan untuk mencuci pakaian warga setempat. Lae artinya air atau sungai, sedangkan Ardan artinya tangga. Lae Ardan berarti “Air Tangga” yang artinya suatu desa yang airnya atau sungainya dekat dengan tangga-tangga rumah.

2.3 Letak dan Keadaan Geografis

Secara administrasi desa Si Onom Hudon Toruan termasuk dalam wilayah Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan. Kabupaten ini merupakan satu-satunya yang mempunyai wilayah Pakpak yaitu Kecamatan Parlilitan dan Kecamatan Tara Bintang yang dikenal dengan nama Suak ataupun wilayah Kelasen.

Luas desa ini mencapai 2400 Ha, dengan batas-batas desa terdiri dari : 1) Sebelah Utara berbatasan dengan Si Onom Hudon Tonga

(40)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

2) Sebelah Timur berbatasan dengan Si Onom Hudon Utara 3) Sebelah Barat berbatasan dengan Si Onom Hudon VII (Solok) 4) Sebelah Selatan berbatasan dengan Si Onom Hudon Selatan

Letak astronomi desa/Kecamatan secara umum terletak pada 2012’-2028’ LU dan 98010’-38039’ BT. Berdasarkan Topografi Kecamatan Parlilitan berada di pegunungan dengan keadaan tanah umumnya berbukit dan bergelombang dengan daratan pada ketinggian 200-300 meter di atas permukaan laut dengan luas Kecamatan 59.860 Ha.

2.4 Keadaan Penduduk 2.4.1 Jumlah Penduduk

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Kecamatan Parlilitan, jumlah penduduk desa Si Onom Hudon Toruan pada tahun 2007 sebanyak 832 jiwa dengan 197 rumah tangga. Berdasarkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 435 jiwa, sedangkan jumlah perempuan sebanyak 397 jiwa. Sedangkan jumlah keseluruhan penduduk Kecamatan Parlilitan adalah sebanyak 19.537 jiwa dengan jumlah 17 buah desa.

Komposisi penduduk dan kepadatan penduduk di Kecamatan Parlilitan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1

Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk menurut Desa

No Desa Jumlah

Penduduk (Jiwa)

Kepadatan Penduduk

(41)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

(Jiwa/Km2) 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 Pusuk II Simaninggir Pusuk I Baringin

Sihotang Hasugian Tonga Si Onom Hudo n Selatan Sihotang Hasugian Dolok I Si Onom Hudon Timur Si Onom Hudon Utara Si Onom Hudo n Julu Si Onom Hudon Tonga Si Onom Hudon Toruan Si Onom Hudon VII Simataniari

S. Hasugian Habinsaran S. Hasugian Dolok II Si Onom Hudon Timur II Si Onom Hudo n Sibulbulon

657 1571 1753 2289 2449 776 859 685 1230 963 832 703 1277 879 799 733 1082 13,11 43, 64 47,38 127,17 68,03 55,43 39,05 31,14 21,21 53,50 34,67 3,83 63,85 79,91 88,78 38,58 51,52 Jumlah 19.537 32,63

Sumber Data : Kantor Kecamatan Parlilitan, 2007

Tabel 2

Jumlah Penduduk Si Onom Hudon Toruan Berdasarkan Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan Jumlah

435 397 832

(42)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

2.4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama yang Dianut

Komposisi penduduk desa Si Onom Hudon Toruan berdasarkan agama yang dianut oleh penduduk setempat dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama yang Dianut

No Agama yang Dianut Jumlah

1 Islam 0 2 Kristen Protestan 420 3 Kristen Katolik 412 4 Hindu 0 5 Budha 0 6 Aliran Kepercayaan 0

Sumber Data: Kantor Kecamatan Parlilitan, 2007

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa agama yang dianut oleh penduduk desa Si Onom Hudon Toruan adalah semua beragama Kristen, yaitu Kristen Protestan dan Kristen Katolik. Di desa ini sampai sekarang penduduknya belum ada yang beragama Islam, namun pada desa-desa tetangganya ada juga yang beragama Islam, tetapi mayoritas beragama Kristen.

Apabila dilihat secara keseluruhan di wilayah Kecamatan Parlilitan yang mendominasi agama adalah Kristen Protestan dengan nama Gereja yang beraneka ragam. Selain itu ada juga agama lain yang terdapat di Kecamatan ini, yakni agama

(43)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

Islam dan Katolik. Adapun agama dan jumlah rumah ibadah di kecamatan Parlilitan adalah sebagai berikut:

Tabel 4

Agama dan Jumlah Rumah Ibadah di Kecamatan Parlilitan Agama Rumah Ibadah Jumlah Keterangan

Kristen Protestan

1. HKBP 30 Huria Kristen Batak Protestan

2. GKI 13 Gereja Kristen

Indonesia 3. GKLI 7 Gereja Kristen Luther

Indonesia 4. GJAI 4 Gereja Jemaat Allah

Indonesia

5. GBI 5 Gereja Bethel Indonesia

6. GMI 3 Gereja Masehi

Indonesia 7. GKKI 3 Gereja Kristen Kudus

Indonesia

8. GKPPD 2 Gereja Kristen

Protestan Pakpak Dairi 9. Pentakosta 8

10. GKPI 4 Gereja Kristen

Protestan Indonesia 11. Gereja Methodis 2 12. Saksi Jahowa 1 Kristen Katolik Gereja Katolik 23 Islam Mesjid 3

(44)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

Jumlah penduduk di desa ini mayoritas suku bangsa Pakpak Kelasen, sehingga dapat disimpulkan penduduk desa setempat yang bersuku bangsa Pakpak Kelasen adalah 75% dan 25% suku bangsa Batak Toba. Untuk lebih jelasnya mengenai kedua suku bangsa penghuni desa Si Onom Hudon Toruan dapat dilihat tabel di bawah ini:

Tabel 5

Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

No Suku Bangsa Jumlah Persen

(%)

1 Pakpak Kelasen 620 75

2 Batak Toba 212 25

Jumlah 832 100

Sumber Data: Kantor Kecamatan Parlilitan, 2007 2.5 Suku Bangsa

Mayoritas penduduk desa Si Onom Hudon Toruan khususnya dan Kecamatan Parlilitan umumnya adalah suku Pakpak yang disebut Suak atau wilayah Kelasen. Suku bangsa yang lain adalah suku bangsa Batak Toba, namun hanya sebagian kecil saja. Adapun nama marga-marga dari penduduk suku bangsa Batak Toba adalah Situmorang, Silaban, Simamora, Simanjuntak, Sitanggang, dan Sihite.

Alasan keberadaan suku bangsa Batak Toba di Kecamatan Parlilitan adalah karena adanya kepentingan mereka di desa ini seperti kawin campur antara Batak Toba dengan Pakpak Kelasen, sehingga mereka tinggal menetap di desa ini.

(45)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

Keperluan lain adalah karena tugas ataupun dinas dari pemerintah seperti guru dan pegawai pemerintahan. Biasanya guru disana kebanyakan berasal dari suku Batak Toba, sehingga mereka menetap disana dan beranak cucu yang mengakibatkan keturunan Batak Toba semakin bertambah banyak.

Sebagai tuan tanah atau pemilik lahan di desa ini adalah orang Kelasen sendiri. Walaupun suku pendatang dalam hal ini Batak Toba sudah ada yang mempunyai sebidang tanah pertanian baik sawah atau ladang untuk mereka usahai, namun itu dibeli atau diberi penghargaan berupa uang kepada tuan tanah atau pemilik tanah agar dapat memiliki hak untuk menguasai tanah tersebut.

2.6 Sarana Fisik

2.6.1 Pola Pemukiman

Bentuk pemukiman sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pertama sekitar tahun 1930-an ketika desa ini masih dihuni mayoritas marga Tinambunan, Tumangger, Pinayungan, Maharaja, Turutan, dan Nahampun, dimana pola pemukimannya berkumpul pada satu tempat saja. Daerahnya banyak dijumpai alang-alang dan banyak lagi jenis pepohonan lainnya, serta sungai yang mengalir sekitar perumahan penduduk.

Sekitar tahun 1960-an penduduk desa ini melakukan pembukaan area persawahan mengingat kondisi wilayah ini kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) terutama air. Untuk membuka lahan persawahan ini tentu saja banyak memerlukan tenaga kerja baik dari daerah itu maupun dari luar daerah itu sendiri. Menurut

(46)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

informasi yang diperoleh dari beberapa tokoh yang telah dituakan di desa ini, kondisi rumah pada sekitar tahun 1930-1960an hanya berupa bangunan darurat yang terbentuk dari pohon bambu dan rumbia. Hal ini disebabkan oleh keadaan ekonomi penduduk yang sangat rendah dan lokasi desa yang sangat jauh dari keramaian, sehingga membuat mereka tertutup pada dunia luar di sekitar mereka dan kurang mempunyai keahlian untuk mengolah sumber daya alam yang ada di daerah mereka.

Setelah mereka membangun irigasi dan membuka lahan persawahan dengan semangat dan kerja keras, bisa dikatakan cukup berhasil dalam pengambilan hasil panen padi setiap tahunnya. Perubahan pada sistem pola pekerjaan penduduk setempat mengakibatkan pendapatan ekonomi juga berubah menjadi tinggi.

Pada umumnya rumah-rumah penduduk tersebut memiliki pola pemukiman sebagai berikut:

1. Masing-masing rumah dengan rumah yang lainnya saling berhadap-hadapan 2. Masing-masing rumah dengan rumah lainnya saling berhadapan dengan

sawah atau ladang- ladangnya

3. Masing-masing rumah penduduk berada jauh dari sawah atau ladangnya 4. Masing-masing rumah penduduk berada di pinggir jalan

2.6.2 Sarana Jalan

Sarana jalan di Kecamatan Parlilitan dalam kondisi kurang baik atau banyak yang telah rusak dan berlubang, sehingga dapat menyebabkan kesulitan bagi

(47)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

kendaraan baik roda dua dan roda empat untuk melewatinya. Di sepanjang jalan terdapat jurang yang sangat membahayakan bagi kendaraan, jalan berlobang, berlumpur, dan tergenang air. Jalan tersebut sampai saat ini belum diperbaiki oleh pemerintah setempat, padahal jalan tersebut merupakan sarana bagi masyarakat untuk melakukan aktifitas sehari-hari, menjual hasil pertanian masyarakat, dan berbagai kegiatan ekonomi lainnya. Seperti diketahui bahwa jalan dan transportasi adalah salah satu alat untuk mengantar segala hasil pertanian dari desa tersebut.

2.6.3 Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan yang terdapat di desa ini belum tersedia atau mencukupi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 6

Sarana dan Prasarana Kesehatan

No Jenis Sarana/Prasarana Kesehatan Jumlah

1 Pusat Kesehatan Masyarakat 0

2 Pos Pelayanan Terpadu 1

3 Dokter 0

4 Mantri 0

5 Bidan Desa 1

6 Dukun Bayi 3

(48)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

2.6.4 Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan merupakan sarana yang paling penting bagi masyarakat untuk meningkatkan ilmu dan juga taraf kehidupan. Sarana pendidikan di desa ini hanya memiliki dua unit Sekolah Dasar (SD). Sedangkan untuk tingkat Sekolah Lanjutan Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Umum (SMU) tidak ada di desa ini dan hanya ada di ibukota Kecamatan.

Untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi lagi, mereka melanjutkan ke daerah lain atau ibukota kecamatan maupun di luar kecamatan bahkan ke kota Medan.

2.6.5 Sarana Listrik

Hampir semua penduduk desa sudah menggunakan jasa Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sebahagian kecil ada juga yang belum menggunakan listrik. Dapat diperkirakan penduduk desa ini yang menggunakan listrik adalah sebanyak 85%, sedangkan yang belum menggunakan jasa listrik adalah sebanyak 15%. Faktor yang menyebabkan banyaknya penduduk yang belum menggunakan listrik adalah karena faktor ekonomi yang kurang mampu untuk membayar biaya tagihan listrik setiap bulannya.

(49)

Paskah J. Pasaribu : Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kelasen (Studi Deskriptif di Desa Si Onom Hudon Toruan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan), 2010.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari informasi mengenai suku bangsa di atas dapat diketahui bahwa penduduk di desa ini yaitu suku bangsa Pakpak dan suku pendatang Batak Toba. Jadi, ada dua bahasa yang digunakan oleh penduduk yaitu bahasa Pakpak dan bahasa Batak Toba. Bahasa Pakpak dipergunakan oleh sesama suku Pakpak dalam perbincangan sehari-hari. Namun apabila ada acara-acara resmi seperti rapat di desa, perkumpulan arisan, acara adat perkawinan serta acara lain yang dianggap resmi, maka bahasa yang digunakan adalah bahasa Batak Toba.

Kejadian ini sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka dan selalu menggunakan bahasa Batak Toba sebagai bahasa pengantar, terlebih jika ada orang baru yang datang ke desa tersebut maka mereka akan menggunakan bahasa Batak Toba, walaupun orang tersebut belum tentu dipastikan sebagai orang Batak Toba. Jika diperhatikan orang Pakpak Kelasen di desa Si Onom Hudon Toruan lebih suka mempelajari dan memahami bahasa Batak Toba, dibandingkan dengan suku Batak Toba yang kurang memahami bahasa Pakpak. Jadi dalam perbincangan sehari-hari Batak Toba selalu menggunakan bahasa Toba antara sesama Batak Toba dan juga dengan Pakpak Kelasen.

Hal ini mungkin terjadi karena desa Si Onom Hudon Toruan berada di wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan yang mayoritas penduduknya adalah etnis Batak Toba. selain itu agama berpengaruh besar terhadap penggunaan bahasa setempat. Kristen Protestan sebagai agama yang mayoritas dengan gereja HKBP yang menggunakan bahasa Batak Toba yang lebih dominan di sana merupakan gereja yang

Gambar

TABEL 1       Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa

Referensi

Dokumen terkait

a) MIME type(s) and brief description: a concise overview of the encoding format, including the MIME type string(s) used to refer to it, the files required (e.g. header,

[r]

Sesuai dengan ketentuan pasal 203 Undang undang No 36 Tahun 2009 disebutkan bahwa “Pada saat Undang undang ini berlaku semua peraturan pelaksanaan Undang undang Nomor 23 Tahun

Fasilitas-fasilitas yang ada dalam situs ini antara lain adalah : fasilitas berita, polling / jajak pendapat, buku tamu, latihan-latihan dan informasi khusus mengenai semua

BERKEHENDAK untuk merubah Memorandum Saling Pengertian antara Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dan Kementerian Luar Negeri Kerajaan Belanda mengenai Kerja

Persalinan adalah suatu proses fisiologis yang memungkinkan serangkaian perubahan yang besar pada ibu untuk dapat melahirkan janinnya melalui jalan lahir.

Dalam bahan ajar ini peserta didik akan mempelajari tentang pengertian perusahaan; klasifikasi perusahaan; bentuk hukum perusahaan; perusahaan badan hukum dan

Segala puji hanya milik Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul EFEK SITOTOKSIK