• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM ddff0f75a9 BAB IIIBAB 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 3 ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM ddff0f75a9 BAB IIIBAB 3"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

29

BAB 3 ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA

STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA

3.1. Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang 3.1.1. Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

Sesuai Undang-Undang No 17 Tahun 2007, visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional 2000-2025 adalah untuk mewujudkan INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL

DAN MAKMUR. RPJPN 2005-2025 dilaksanakan dalam empat tahapan rencana pembangunan

jangka menengah (RPJM), yang masing-masing tahapan telah pula memuat rumusan indikatif

arahan prioritas kebijakan. Sesuai arahan RPJPN, pembangunan dalam RPJMN ke-3 (2015-

2019) ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang

dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan

sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan IPTEK yang terus

meningkat. Hal ini untuk memastikan bahwa Indonesia memiliki landasan pembangunan yang

mantap sehingga bisa terlepas dari perangkap negara menengah, sehingga mulai tahun 2025

dapat memasuki gerbang untuk menjadi negara maju pada 2030.

Berdasarkan arahan RPJPN 2005-2025, pada periode 2015-2019 daya saing perekonomian

Indonesia semakin kuat dan kompetitif, salah satunya melalui terpenuhinya ketersediaan

infrastruktur yang didukung oleh mantapnya kerja sama pemerintah dan dunia usaha. RPJPN

juga mengarahkan terpenuhinya penyediaan air minum & sanitasi untuk memenuhi kebutuhan

dasar masyarakat, yang dapat diartikan meningkatkan akses air minum dan sanitasi bagi seluruh

penduduk Indonesia (akses 100%). Sejalan dengan itu, pemenuhan kebutuhan hunian yang

dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat.

Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh. Pengembangan

infrastruktur perdesaan juga akan terus dikembangkan, terutama untuk mendukung

(2)

30

Arahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

Sumber : Renstra Ditjen Cipta Karya 2015

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

RPJMN 2015-2019 merupakan dokumen perencanaan nasional jangka menengah hasil

penjabaran tahapan ketiga dari RPJPN 2005-2025 yang kemudian disandingkan dengan Visi,

Misi, dan Agenda Presiden/Wakil Presiden (Nawa Cita).

Dalam rangka mewujudkan cita-cita dan visi pembangunan jangka panjang, periode 2015-2019

menjadi sangat penting karena merupakan titik kritis untuk meletakkan landasan yang kokoh

untuk mendorong ekonomi Indonesia agar dapat maju lebih cepat dan bertransformasi dari

kondisi saat ini sebagai negara berpenghasilan menengah menjadi negara maju dengan

penghasilan per kapita yang cukup tinggi. Meskipun demikian, upaya peningkatan kinerja

perekonomian Indonesia perlu memperhatikan kondisi peningkatan kesejahteraan yang

berkelanjutan, warga yang berkepribadian dan berjiwa gotong royong, dan masyarakat memiliki

keharmonisan antar kelompok sosial, serta postur perekonomian yang semakin mencerminkan

pertumbuhan yang berkualitas, yakni bersifat inklusif, berbasis luas, berlandaskan keunggulan

sumber daya manusia serta kemampuan IPTEK dan bergerak menuju kepada keseimbangan

antar sektor ekonomi dan antar wilayah, serta makin mencerminkan keharmonisan antara

manusia dan lingkungan. Maka dari itu, ditetapkan visi pembangunan nasional untuk tahun

2015-2019 adalah: “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian

Berlandaskan Gotong-Royong”.

Salah satu tantangan pokok dalam mewujudkan visi pembangunan 2015-2019 adalah

(3)

31

Untuk itu, ketersediaan infrastruktur permukiman harus ditingkatkan untuk mendukung agenda

pembangunan nasional yang tercantum dalam Nawacita seperti membangun Indonesia dari

pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, serta

meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing ekonomi. Maka dari itu, salah satu arahan

kebijakan umum RPJMN 2015-2019 adalah mempercepat pembangunan infrastruktur untuk

pertumbuhan dan pemerataan.

Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk memperkuat konektivitas nasional untuk mencapai

keseimbangan pembangunan, mempercepat penyediaan infrastruktur dasar (perumahan, air

bersih, sanitasi, dan listrik), menjamin ketahanan air, pangan dan energi untuk mendukung

ketahanan nasional, dan mengembangkan sistem transportasi massal perkotaan, yang seluruhnya

dilaksanakan secara terintegrasi dan dengan meningkatkan peran kerjasama Pemerintah-Swasta.

Adapun sasaran pokok yang ingin dicapai pada tahun 2019 terkait pembangunan perumahan dan

kawasan permukiman adalah terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat untuk bertempat tinggal

pada hunian yang layak yang didukung oleh prasarana, sarana dan utilitas yang memadai,

meliputi akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak dan terjangkau dan diprioritaskan

dalam rangka meningkatkan standar hidup penduduk 40 persen terbawah.

Sasaran pembangunan kawasan permukiman yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019 adalah

sebagai berikut:

1. Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen;

2. Tercapainya 100 persen pelayanan air minum bagi seluruh penduduk Indonesia;

3. Optimalisasi penyediaan layanan air minum;

4. Peningkatan efisiensi layanan air minum dilakukan melalui penerapan prinsip jaga air,

hemat air dan simpan air secara nasional;

5. Penciptaan dokumen perencanaan infrastruktur permukiman yang mendukung;

6. Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah dan

drainase lingkungan) menjadi 100 persen pada tingkat kebutuhan dasar;

7. Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung termasuk keserasiannya

terhadap lingkungan

Sasaran pembangunan perkotaan yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebagai

berikut:

1. Pembangunan 5 kawasan metropolitan baru di luar Pulau Jawa-Bali sebagai Pusat

Kegiatan Nasional (PKN) yang diarahkan menjadi pusat investasi dan penggerak

pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya guna mempercepat pemerataan

(4)

32

2. Peningkatan peran dan fungsi sekaligus perbaikan manajemen pembangunan di 7

kawasan perkotaan metropolitan yang sudah ada untuk diarahkan sebagai Pusat Kegiatan

Nasional (PKN) berskala global guna meningkatkan daya saing dan kontribusi ekonomi;

3. Pengembangan sedikitnya 20 kota otonom di luar Pulau Jawa – Bali khususnya di KTI

yang diarahkan sebagai pengendali (buffer) arus urbanisasi ke Pulau Jawa yang

diarahkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya serta menjadi

percotohan (best practices) perwujudan kota berkelanjutan;

4. Pembangunan 10 kota baru publik yang mandiri dan terpadu di sekitar kota atau kawasan

perkotaan metropolitan yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah

ke bawah serta diarahkan sebagai pengendali (buffer) urbanisasi di kota atau kawasan

perkotaan metropolitan;

5. Perwujudan 39 pusat pertumbuhan baru perkotaan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL)

atau Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).

Arah Kebijakan dan Strategi Ditjen Cipta Karya Kebijakan Umum Ditjen Cipta Karya

Kebijakan dan strategi penyelenggaraan kegiatan Direktorat Jenderal Cipta Karya diarahkan

dengan memperhatikan tugas, fungsi dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Cipta Karya yang

meliputi kegiatan utama berupa Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan (Turbinwas), dan

kegiatan pembangunan (Bang).

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum

dan Perumahan Rakyat, tugas Ditjen Cipta Karya adalah menyelenggarakan perumusan dan

pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan

bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air

limbah dan drainase lingkungan serta persampahan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Dalam menyelenggarakan tugas tersebut, Ditjen Cipta Karya

melaksanakan fungsi:

1. perumusan kebijakan di bidang pengembangan kawasan

2. pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan

penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem

pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan;

3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengembangan kawasan

permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air

minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta

(5)

33

4. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengembangan kawasan

permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air

minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta

persampahan;

5. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengembangan kawasan permukiman,

pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum,

pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta

persampahan;

6. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Cipta Karya; dan

7. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Adapun dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur keciptakaryaan, Ditjen Cipta Karya

menggunakan tiga strategi pendekatan yaitu membangun sistem, memfasilitasi Pemerintah

Dareah Provinsi, Kota dan Kabupaten, serta memberdayakan masyarakat melalui

program-program pemberdayaan masyarakat. Dalam membangun sistem, Ditjen Cipta Karya memberikan

dukungan pembangunan infrastruktur dengan memprioritaskan sistem infastruktur

Provinsi/Kabupaten/Kota. Dalam hal fasilitasi Pemerintah Daerah, bentuk dukungan yang

diberikan adalah fasilitasi kepada Pemerintah Daerah dalam penguatan kelembagaan, keuangan,

termasuk pembinaan teknis terhadap tugas dekonsentrasi dan pembantuan. Untuk pemberdayaan

masyarakat, bentuk dukungan yang diberikan adalah pembangunan infrastruktur keciptakaryaan

melalui program-program pemberdayaan masyarakat.

Tabel 3.1 Pendekatan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Pada dasarnya untuk bidang Cipta Karya, hampir semua tugas pembangunan dikerjakan bersama

(6)

34

pemerintah pusat, dalam hal ini Ditjen Cipta Karya lebih terfokus kepada tugas pengaturan,

pembinaan dan pengawasan (Turbinwas). Tugas pengaturan dilakukan melalui penyusunan

kebijakan dan strategi, penyusunan Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK), penetapan

Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta tugas-tugas lain yang bersifat penyusunan perangkat

peraturan. Sedangkan tugas pembinaan dilakukan dalam bentuk dukungan perencanaan,

pemberian bantuan administrasi dan teknis, supervisi serta konsultasi. Untuk tugas pengawasan,

peran pemerintah pusat dilakukan dalam bentuk monitoring dan evaluasi kinerja. Keseluruhan

tugas pengaturan, pembinaan dan pengawasan ini didanai oleh Anggaran Pendapatan Belanja

Negara (APBN), disertai dukungan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Meskipun fokus melakukan tugas Turbinwas, Ditjen Cipta Karya juga melakukan kegiatan

pembangunan infrastruktur Cipta Karya. Berdasarkan Undang-Undang Pemerintah Daerah,

Ditjen Cipta Karya diamanatkan melakukan pembangunan infrastruktur skala nasional (lintas

provinsi), serta infrastruktur untuk kepentingan nasional. Di samping itu, Ditjen Cipta Karya

juga melakukan kegiatan pembangunan dalam rangka pemenuhan SPM sebagai stimulan bagi

Pemerintah Daerah untuk meningkatkan komitmennya dalam melakukan pembangunan

infrastruktur Cipta Karya. Pemda juga bertanggung jawab atas operasional dan pemeliharaan

infrastruktur yang terbangun.

Ditjen Cipta Karya juga menyelenggarakan pembangunan dengan pendekatan pola

pemberdayaan khususnya kegiatan yang mendorong peran serta masyarakat dalam

pembangunan lingkungannya. Untuk tugas pembangunan juga ada melalui Dana Alokasi

Khusus (DAK) untuk memenuhi target pencapaian SPM berupa bantuan khusus yang diberikan

oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dengan

kriteria-kriteria teknis tertentu. Selain itu terdapat pola hibah, yaitu bantuan yang diberikan oleh

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan kegiatan strategis nasional

(7)

35

Peta Wilayah Pengembangan Strategis Kementrian PUPR 2015-2019

Sumber : Renstra Ditjen Cipta Karya 2015

Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, proses perencanaan perlu diselenggarakan dengan

mengacu kepada amanat perundangan (Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan

Presiden), baik spasial maupun sektoral. Selain itu, perencanaan pembangunan infrastruktur

Bidang Cipta Karya juga memperhatikan kondisi eksisting, isu strategis, serta potensi daerah.

Keterpaduan pembangunan bidang Cipta Karya diarahkan untuk mendukung pengembangan

wilayah pada Wilayah Pengembangan Strategis (WPS). WPS merupakan wilayah-wilayah yang

dipandang memerlukan prioritas pembangunan yang didukung keterpaduan penyelenggaraan

infrastruktur dan meningkatkan peran serta seluruh stakeholder. Dalam Renstra Kementerian

PU-PR 2015-2019 telah ditetapkan 35 WPS yang merepresentasikan keseimbangan

pembangunan antar wilayah dan mereflksikan amanat NAWACITA yaitu pembangunan wilayah

(8)

36

Tabel 3.2 WPS

Selanjutnya pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan

diterpadukan pertama, dengan pengembangan 16 Kawasan Srategis Pariwisata Nasional

Prioritas (KSPNP) yang terdiri dari Pulau Sumatera (KSPNP Danau Toba dsk); Pulau Jawa

(KSPNP: Kep Seribu dsk, Kota Tua-Sunda Kelapa dsk, Borobudur dsk, dan

BromoTengger-Semeru dsk); Pulau Bali- Nusa Tenggara (KSPNP: Kintamani-Danau Batur dsk,

Menjangan-Pemuteran dsk, Kuta-Sanur-Nusa Dua dsk, Rinjani dsk, Pulau Komodo dsk, dan Ende-Kelimutu

dsk); Pulau Kalimantan (KSPNP Tanjung Puting dsk); Pulau Sulawesi (KSPNP: Toraja dsk,

Bunaken dsk, dan Wakatobi dsk); dan Kepulauan Maluku (KSPNP Raja Ampat dsk).

Kedua, diterpadukan dengan program pengembangan 22 Kawasan Industri Prioritas (KIP), yaitu

Pulau Sumatera (KIP: Kuala Tanjung, Sei Mangkei, dan Tanggamus); Pulau Jawa (KIP:

Tangerang, Cikarang, Cibinong, Karawang, Bandung, Cirebon, Tuban, Surabaya, dan

Pasuruan); Kalimantan (KIP: Batulicin, Ketapang, dan Landak); Pulau Sulawesi (KIP: Palu,

Morowali, Bantaeng, Bitung, dan Konawe); Kepulauan Maluku (KIP Buli /Halmahera Timur);

dan Pulau Papua (KIP Teluk Bintuni).

Ketiga, diterpadukan dengan program Pengembangan Perkotaan KSN, PKW dan PKSN/ Kota

Perbatasan yang terdiri dari Pulau Sumatera (9 PKN, 58 PKW, 4 PKSN); Pulau Jawa-Bali (12

PKN, 35 PKW); Kepulauan Nusa Tenggara (2 PKN, 10 PKW, 3 PKSN); Pulau Kalimantan (5

PKN, 25 PKW, 10 PKSN); Pulau Sulawesi (5 PKN, 27 PKW, 2 PKSN); Kepulauan Maluku (2

PKN, 11 PKW, 4 PKSN); dan Pulau (3 PKN, 11 PKW, 3 PKSN).

Keempat, diterpadukan dengan program pengembangan Tol Laut sebanyak 24 buah (pelabuhan

hub dan pelabuhan feeder) yang meliputi Pulau Sumatera (Malahayati, Belawan, Kuala Tanjung,

Teluk Bayur, Panjang, Batu Ampar, Jambi: Talang Duku, dan Palembang: Boom Bar); Pulau

(9)

37

Banjarmasin, Samarinda, Balikpapan: Kariangau, dan Pontianak); Pulau Bali dan Nusa

Tenggara (Kupang); Pulau Sulawesi (Makasar, Pantoloan, Kendar dan Bitung); Kepulauan

Maluku (Ternate: A. Yani dan Ambon); dan Pulau Papua (Sorong dan Jayapura).

Dalam rangka pengembangan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, Direktorat

Jenderal Cipta Karya mengembangkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang

Cipta Karya yang terintegrasi dalam Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur

Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya, sebagai upaya mewujudkan keterpaduan

pembangunan di kabupaten/kota. RPI2-JM Bidang Cipta Karya disusun oleh Pemerintah

Kabupaten/Kota melalui fasilitasi Pemerintah Provinsi yang mengintegrasikan kebijakan skala

nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, baik kebijakan spasial maupun sektoral. RPI2-JM, selain

mengacu pada rencana spasial dan arah pembangunan nasional/daerah, juga mengintegrasikan

rencana sektoral Bidang Cipta Karya, antara lain Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum

(RISPAM), Strategi Sanitasi Kota (SSK), serta Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

(RTBL), dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman yang

berkelanjutan. Melalui perencanaan yang rasional dan inklusif, diharapkan keterpaduan

pembangunan Bidang Cipta Karya dapat terwujud, dengan mempertimbangkan aspek

lingkungan, kelembagaan, dan kemampuan keuangan daerah. Pedoman penyusunan RPI2-JM

bidang Cipta Karya telah ditetapkan dalam Surat Edaran Dirjen Cipta Karya No 6/SE/DC/2014.

Dalam mewujudkan sasaran 100-0-100 diperlukan peningkatan pendanaan yang signifikan

dalam bidang Cipta Karya. Diperkirakan kebutuhan dana mencapai mencapai Rp. 830 Triliun

untuk mencapai sasaran tersebut dalam jangka waktu 5 tahun. Pemerintah Pusat yang selama ini

mendominasi pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya pada periode 2010-2014 (66,96%

dari total seluruh pendanaan pembangunan), mempunyai keterbatasan dalam memenuhi

kebutuhan tersebut. Berdasarkan prakiraan maju, baseline pendanaan pemerintah hanya cukup

memenuhi 15% kebutuhan pendanaan tersebut. Berdasarkan skenario optimis maka pemerintah

pusat dapat berkontribusi terhadap 30-35% dari porsi pendanaan tersebut.

Untuk mengatasi gap pendanaan, maka sumber-sumber pendanaan alternatif dari para pemangku

kepentingan lainnya perlu ditingkatkan. Pemerintah Daerah sebagai ujung tombak

penyelenggaraan pembangunan bidang Cipta Karya perlu meningkatkan komitmen sehingga

kontribusi pendanaannya meningkat dari 14,7% menjadi 25% pada periode 2015-2019. Sektor

swasta dan perbankan yang selama ini hanya berperan dalam 2,25% dari total pembangunan

bidang Cipta Karya, perlu didorong melalui skema KPS maupun CSR sehingga peranannya

meningkat signifikan menjadi 15%. Masyarakat juga dapat berkontribusi melalui kegiatan

(10)

38

Strategi Pembiayaan Gerakan 100-0-100

swadaya masyarakat sehingga diharapkan dapat berkontribusi 13% terhadap porsi pendanaan.

Dukungan pinjaman dan hibah luar negeri juga akan dimanfaatkan, meskipun porsi

kontribusinya dikurangi dari 16% menjadi 7% pada tahun 2015-2019 untuk mengurangi beban

hutang negara. Kebijakan kemitraan dan peningkatan partisipasi para stakeholder merupakan

strategi utama dalam mewujudkan sasaran 100-0-100.

Untuk meningkatkan efektifitas pencapaian sasaran Gerakan Nasional 100-0-100 perlu juga

sinergi kemitraan dengan Kementerian/Lembaga lainnya, antara lain:

 Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, terkait perbaikan rumah tidak layak

huni dan pembangunan Rusunawa di kawasan permukiman kumuh;

 Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, terkait penyediaan air baku dan

penanganan kawasan rawan genangan;

 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, terkait keterpaduan perencanaan dalam

upaya pencapaian sasaran pembangunan nasional bidang perumahan dan permukiman

serta bidang perkotaan dan perdesaan;

 Kementerian Kesehatan, terkait perubahan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS);

 Kementerian Dalam Negeri, terkait pengembangan kapasitas Pemerintah Daerah;

 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terkait pengelolaan persampahan;

 Kementerian Kelautan dan Perikanan, terkait pengembangan kawasan permukiman

nelayan/pesisir dan pulau terluar;

 Kementeran Agraria dan Tata Ruang, terkait keterpaduan pembangunan berdasarkan

(11)

39  Badan Nasional Pengembangan Kawasan Perbatasan, terkait pengembangan kawasan

perbatasan

3.1.2. Arahan Penataan Ruang

Arahan RTRW Nasional

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) disusun melalui Peraturan Pemerintah No. 26

Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang dijadikan sebagai

pedoman untuk:

a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional,

b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional,

c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional,

d. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah

provinsi, serta keserasian antar sektor,

e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi,

f. Penataan ruang kawasan strategis nasional, dan

g. Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

Arahan yang harus diperhatikan dari RTRWN untuk ditindaklanjuti ke dalam RPI2-JM

kabupaten/kota adalahsebagai berikut:

1. Penetapan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kriteria:

a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan

ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional,

b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan

jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi,dan/atau

c. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi

skala nasional atau melayani beberapa provinsi.

2. Penetapan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Kriteria:

a. Kawasan Perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan

ekspor-impor yang mendukung PKN,

b. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan

jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten,dan/atau

c. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang

(12)

40

3. Penetapan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) Kriteria:

a. Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara

tetangga,

b. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang

menghubungkan dengan negara tetangga,

c. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan

wilayah sekitarnya, dan/atau

d. Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat

mendorongperkembangan kawasan di sekitarnya.

1. Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan kepentingan:

i. Pertahanan dan keamanan,

a. diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara

berdasarkan geostrategi nasional,

b. diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihanmiliter, daerah pembuangan amunisi dan

peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan,

dan/atau kawasan industri sistem pertahanan, atau

c. merupakan wilayah kedaulatan Negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang

berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas.

ii. Pertumbuhan ekonomi,

a. memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh,

b. memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional,

c. memiliki potensi ekspor,

d. didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi,

e. memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi,

f. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka

mewujudkan ketahanan pangan nasional,

g. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka

mewujudkan ketahanan energi nasional, atau

h. ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.

iii. Sosial dan budaya

(13)

41

b. merupakan prioritas peningkatan kualitas social dan budaya serta jati diri bangsa,

c. merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan,

d. merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional,

e. memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya, atau

f. memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional.

iv. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi a. diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu

b. pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis nasional,

pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir

c. memiliki sumber daya alam strategis nasional

d. berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa

e. berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir, atau

f. berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.

v. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

a. merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati,

b. merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang

c. ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau

diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan,

d. memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang

menimbulkan kerugian negara,

e. memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro

f. menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup

g. rawan bencana alam nasional

h. sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap

kelangsungan kehidupan

3.1.3. Arahan Rencana Pembangunan Daerah

Tujuan pembangunan jangka panjang Kota Bitung adalah mewujudkan Kota Bitung yang

sejahtera, mandiri, profesional dan religius. Sebagai indikator guna mencapai tujuan di atas selama 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran – sasaran pokok sebagai berikut:

A. Terwujudnya Kota Bitung yang asri dan lestari ditandai oleh :

1. Meningkatkan kesadaran, pola pikir dan peran serta masyarakat dalam mengelola SDA dan

pelestarian lingkungan hidup, untuk menjamin kenyamanan dan kualitas kehidupan.

 Mengaktifkan organisasi tradisional kemasyarakatan untuk menjaga kelestarian

(14)

42

 Mengaktifkan masyarakat di setiap lingkungan untuk menanam halaman rumah dengan

apotik hidup dan dapur hidup.

 Meningkatkan komunikasi dan edukasi kepada masyarakat untuk tidak membakar hutan

dalam membersihkan lahan di musim kemarau, sehingga tidak menimbulkan gangguan

asap yang sangat menggangu bagi kenyamanan dan kesehatan masyarakat serta

organisme di sekitarnya.

 Adanya kurikulum tentang lingkungan hidup mulai dari SD sampai dengan SMU.

2. Adanya kawasan lindung yang benar–benar terjaga kelestarian flora dan faunanya sebagai

satu ekosistim lingkungan hidup dan menjadi inti dari kawasan tersebut.

 Meningkatkan sikap konsistensi terhadap Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kota Bitung 2000-2010, agar kawasan lindung dapat dilindungi dan tidak mengalami

kerusakan.

 Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melestarikan flora dan fauna sebagai

paru-paru wilayah dan menjaga agar tidak rusak.

 Memanfaatkan kawasan lindung untuk penelitian ilmiah dan pariwisata.

 Meningkatkan fasilitas kepada BAPEDALDA dan Dinas Agribisnis dan Kehutanan Kota

Bitung dalam menjaga kelestarian kawasan lindung sesuai tugasnya.

3. Dipugarnya kawasan / tempat bersejarah yang mendukung kehidupan sosial dan ekonomi

secara mandiri.

 Mengarahkan pembangunan permukiman agar melestarikan bangunan/kawasan

bersejarah.

 Perlu disusun Perda tentang Bangunan/kawasan bersejarah yang dilindungi.

 Melakukan perencanaan kawasan kota lama (Aertembaga dan Girian misalnya) untuk

nilai ekonomis sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

 Memanfaatkan bangunan bersejarah untuk difungsikan kembali sebagai tempat kegiatan

sosial budaya.

 Menyusun buku sejarah Kota Bitung dan kawasan bersejarah sehingga lebih dikenal oleh

generasi muda.

4. Adanya LSM dan Ormas yang menjaga kelestarian budaya lokal.

 Menggalakkan tumbuhnya organisasi yang peduli akan budaya lokal baik organisasi

kesenian maupun seniman yang peduli dengan budaya lokal.

 Memberikan tunjangan bagi seniman tradisional agar mampu hidup layak.  Membangun gedung kesenian sebagai pusat pembinaan seni dan budaya lokal.

 Mengarahkan organisasi kesenian tradisional untuk mengadakan pembaharuan serta

(15)

43

 Menjadikan agenda rutin setiap tahun terhadap kegiatan yang bernuansa tradisi budaya

lokal yang memiliki nilai sosial ekonomi.

5. Berkurangnya lahan kritis yang ada di Kota Bitung sehingga mencegah banjir air dan pasir

serta bencana alam lainnya.

 Melaksanakan reboisasi dan penghijauan kembali lahan-lahan kristis agar mampu

berfungsi menjaga kesinambungan dan kelestarian lingkungan serta memiliki nilai sosial

ekonomi.

 Mengendalikan perijinan penggunaan lahan.

6. Adanya ruang terbuka hijau dan taman kota sebagai sarana fasilitas publik.

 Meningkatnya jumlah ruang terbuka hijau di pusat kota maupun ruas jalan protokol.  Tersedianya taman kota disetiap ibukota kecamatan.

B. Terwujudnya peningkatan kualitas SDM ditunjukkan oleh:

1. Penduduk yang berstatus sarjana atau D4 sebanyak 20 % dari total jumlah penduduk di Kota

Bitung.

 Mengarahkan generasi muda untuk melanjutkan pendidikannya sampai ke jenjang

pendidikan tinggi.

 Menyeleksi generasi muda berbakat untuk mengikuti program beasiswa sampai lulus

menjadi sarjana, serta bagi penduduk Kota Bitung yang berstatus sarjana yang akan

melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 dan S3. Dengan demikian akan bertambah

penduduk Bitung yang berstatus sarjana baik S1, S2 dan S3 yang akan menyumbangkan

ilmunya untuk kesejahteraan masyarakat Kota Bitung.

 Mendirikan Universitas di Kota Bitung, sehingga mampu menghasilkan sarjana yang

mandiri dan berdedikasi membangun daerahnya.

2. Penduduk yang trampil bekerja di sektor Industri sebanyak 40 % dari total jumlah penduduk

di Kota Bitung.

 Meningkatkan sosialisasi balai latihan kerja yang ada di Bitung kepada masyarakat.  Meningkatkan pola kemitraan balai latihan kerja Kota Bitung dengan dunia usaha yang

telah ada.

C. Terwujudnya sub sektor perikanan laut yang handal di Kota Bitung ditunjukkan oleh: 1. Mengembangkan sub sektor perikanan dan kelautan di Kota Bitung terutama industri

penangkapan dan pengolahan hasil perikanan laut.

 Meningkatkan peranan sektor perikanan dan kelautan di Kota Bitung, sehingga dapat

memanfaatkan luas lautan Bitung untuk kesejahteraan rakyat.

(16)

44

 Peningkatan kwalitas SDM, penyuluh dan pendamping perikanan.

2. Adanya daerah perlindungan laut (DPL).

 Membentuk Perda menyangkut daerah perlindungan laut (DPL)  Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat tentang DPL.  Pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir.

3. Mengembangkan konservasi sumber daya laut dan pesisir.

 Peningkatan profesionalisme perencanaan dan pengawasan pembangunan perikanan.  Adanya badan pengelola sumber daya laut dan pesisir.

 Peningkatan usaha perikanan skala kecil.

4. Adanya penegakkan regulasi yang optimal di bidang perikanan.

 Meningkatkan sosialisasi regulasi di bidang perikanan kepada nelayan dan dunia usaha

perikanan.

 Pengendalian dan peningkatan pelayanan perizinan usaha perikanan.

 Meningkatkan koordinasi dengan aparat keamanan dalam menegakkan regulasi di bidang

perikanan.

D. Terwujudnya sektor pertanian yang handal di Kota Bitung ditunjukkan oleh:

1. Melaksanakan kerjasama dengan berbagai institusi baik perguruan tinggi maupun institusi

lain untuk pengembangan pertanian yang sesuai dengan kondisi Kota Bitung.

 Menganggarkan dana riset bagi pengembangan pertanian baik melalui APBD II atau

dengan APBD I dan APBN.

 Mendirikan laboratorium pertanian melalui kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi

maupun pihak swasta.

- Adanya penduduk yang memiliki ketrampilan di bidang pertanian Kota Bitung.

 Melaksanakan pembinaan penduduk setempat agar mampu bertani dengan baik melalui

penggunaan alat mesin pertanian, pupuk dan obat-obatan.

 Meningkatkan kinerja kelompok tani dengan memfasilitasi alat mesin pertanian dengan

sistem dana bergulir, sehingga akan berkembang penduduk yang memiliki SDM handal

di bidang pertanian.

 Menampung dan mengarahkan hasil pertanian dengan industri yang sudah ada sehingga

petani mendapatkan harga yang wajar.

2. Melakukan intensifikasi dan diversifikasi tanaman pangan, perkebunan dan peternakan di

Kota Bitung.

 Mengembangkan tanaman pangan dan perkebunan yang cocok dengan kondisi Kota

(17)

45

 Mengembangkan peternakan guna mendukung industri yang telah ada.

E. Terwujudnya sektor-sektor ekonomi non pertanian ditunjukkan oleh:

1. Bertumbuhnya industri rumah tangga dan industri kecil di tingkat kecamatan maupun

kelurahan di bidang agro industri baik industri hilir maupun industri hulu.

 Melakukan perencanaan industri selama 20 tahun ke depan melalui penyusunan Rencana

Induk Pengembangan Industri Daerah (Ripida).

 Mengarahkan pertumbuhan industri kecil dan home industri masyarakat Bitung baik

industri hilir maupun hulu.

 Menggalakkan kerjasama dengan sistem Bapak Angkat antara industri kecil dengan

industri besar yang telah ada.

 Mengarahkan industri untuk menggunakan bahan baku lokal sehingga lebih kompetitif

dengan produksi industri lain.

 Mengarahkan pemasaran industri kecil maupun home industri melalui counter atau

kantor pemasaran bersama.

 Melakukan kerjasama dengan pemerintah pusat maupun propinsi di dalam pembinaan

industri kecil dan home industri.

 Melakukan promosi hasil industri kecil dan home industri secara berkala melalui

keikutsertaan dalam pameran industri maupun lewat biro perjalanan dan wisata.

2. Bertambahnya industri sedang dan menengah baik industri hulu maupun hilir guna

menunjang industri berat yang sudah eksis dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

 Mendorong investasi industri sedang dan industri besar melalui kemudahan

mendapatkan lahan di kawasan industri dengan memberikan tax holiday.

 Membuka layanan perijinan satu atap sehingga lebih efisien.

 Memberikan jaminan keamanan bagi para investor dari aksi demonstrasi buruh yang

anarkis dan kerusuhan sosial.

 Membina kerjasama antara pengusaha dengan buruh secara adil dan saling toleransi satu

dengan yang lain.

3. Bertumbuhnya sektor-sektor perdagangan dan jasa seiring dengan berkembangnya sektor

industri.

 Melakukan pembinaan bagi sektor-sektor jasa dan perdagangan.

 Pengelolaan pasar di Kota Bitung secara profesional untuk menghindari terjadi konflik.  Membuka layanan perijinan satu atap bagi para pengusaha yang ingin membuka layanan

jasa ataupun melakukan perdagangan.

 Mengembangkan usaha kecil menengah dan koperasi agar berperan aktif dalam

(18)

46

 Melakukan pembinaan terhadap PKL dan memberikan tempat berjualan yang memadai.  Mengembangkan pariwisata dengan potensi wisata hutan dan wisata pantai serta

keanekaragaman budaya di Kota Bitung.

4. Bertumbuhnya sektor perhubungan dan telekomunikasi.

 Mendorong pertumbuhan sektor perhubungan dan telekomunikasi.

 Membangun fasilitas transportasi baik pelabuhan, terminal, sub terminal dan dermaga.  Mengarahkan sektor perhubungan dan telekomunikasi untuk dikelola melalui koperasi.

5. Kontribusi sektor industri terhadap PDRB minimal 30 %.

 Menciptakan iklim industri yang kondusif.

 Menyusun Perda tentang penetapan kawasan industri dengan berbagai kemudahan

seperti tax holiday.

6. Berkembangnya sektor Pariwisata terutama wisata bahari, mengingat Kota Bitung memiliki

pantai dengan spesies kehidupan bawah air yang kompetitif dengan daerah lain.

 Mengembangkan wisata bahari di Selat Lembeh dengan menetapkan dan melindungi

titik-titik penyelaman sebagai kawasan lindung dan obyek pariwisata.

 Menggalang kerjasama dengan pihak investor untuk mengelola wisata Bahari di Kota

Bitung.

 Menyusun Perda tentang perlindungan flora dan fauna bawah air (pantai) serta

wilayahnya sebagai kawasan riset dan wisata bahari untuk kesejahteraan masyarakat

Bitung.

 Membentuk Badan Pengelola wilayah pesisir di Kota Bitung.

F. Terwujudnya Kondisi Sosial Politik Yang Demokratis, Toleran, Persatuan Dan Aman Ditunjukkan oleh:

1. Berkembang terus semangat toleransi umat beragama yang saling menghormati dan dapat

hidup berdampingan dengan peranan BKSAUA yang optimal.

 Membina kerukunan beragama melalui organisasi keagamaan (BKSAUA) Kota Bitung.  Memfasilitasi pertemuan lintas agama agar dapat hidup berdampingan dalam ikatan

kekeluargaan.

2. Terciptanya rasa aman baik di kota maupun sampai di pelosok wilayah Kota Bitung.

 Mengoptimalkan peranan Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling) yang dikelola

pada tingkat RT/RW.

 Mengarahkan kehidupan sosial politik ke arah demokrasi yang sehat, memahami

perbedaan berpikir dan menghargai pilihan rakyat.

3. Peningkatan profesionalisme Satuan Polisi Pamong Praja dalam tugasnya sebagai penegak

(19)

47

 Melakukan rekruitmen polisi pamong praja yang baru.  Memberikan pelatihan kepada Satuan Polisi Pamong Praja.

 Menempatkan Satuan Polisi Pamong Praja sampai di tingkat kecamatan.

4. Meningkatnya peran KOMINDA guna mendeteksi dini gejala–gejala yang berdampak pada

instabilitas sosial dan politik.

 Melakukan koordinasi dengan aparat keamanan lainnya guna meningkatkan stabilitas

sosial dan politik yang kondusif.

 Memfasilitasi kegiatan KOMINDA dalam setiap kegiatannya di dalam mendeteksi sedini

mungkin gejolak yang mungkin saja terjadi.

5. Meningkatnya peran Ormas kepemudaan, LSM, dan unsur pers dalam membantu

Pemerintah Kota Bitung di dalam pembinaan kemasyarakatan.

 Melakukan pembinaan terhadap generasi muda melalui kegiatan dalam wadah organisasi

kepemudaan.

 Menjalin hubungan yang serasi dengan unsur LSM dalam pembinaan kepada masyarakat

Bitung.

 Mengembangkan hubungan yang serasi dengan Pers dan menjamin terciptanya

kebebasan pers yang bertanggungjawab.

G. Terwujudnya peningkatan pelayanan fasilitas sosial yang ditunjukkan oleh:

1. Peningkatan status rumah sakit Kelas C menjadi Kelas B di Kota Bitung, dan peningkatan

kapasitas pelayanan Puskesmas di ibukota kecamatan dari rawat jalan menjadi rawat inap,

dan berdirinya Puskesmas Pembantu di setiap Kelurahan.

 Mengarahkan peningkatan status rumah sakit Kelas C menjadi Kelas B di Kota Bitung

dan di ibukota kecamatan Puskesmas dari status rawat jalan menjadi rawat inap yang

terjangkau bagi seluruh warga dengan memberi keringanan biaya.

 Mengelola rumah sakit secara profesional dan melakukan kerjasama dengan asuransi

kesehatan yang ada.

 Mendirikan dan merehabilitasi Puskesmas dan Puskesmas Pembantu yang ada, supaya

memenuhi persyaratan yang ditentukan pemerintah.

 Memanfaatkan Puskesmas Keliling baik Darat maupun Laut, untuk memberikan

pelayanan kesehatan ke kelurahan-kelurahan.

2. Bertambahnya tenaga medis dengan ratio pelayanan 1 dokter umum melayani 5.000

penduduk, begitu juga dengan dokter spesialis.

 Meningkatkan jumlah tenaga medis baik dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi dan

perawat dengan insentif yang memadai.

(20)

48

3. Bertambahnya sekolah menengah umum dan sekolah kejuruan yang menyiapkan lulusan

siap kerja.

 Mendirikan SMU dan sekolah kejuruan di tiap ibukota kecamatan.

 Mendorong tumbuhnya sekolah-sekolah swasta untuk menjadi mitra sekolah negeri.

4. Bertambahnya kwalitas guru serta distribusinya yang merata di semua kelurahan mulai dari

tingkat Taman Kanak-Kanak, SD, SMP dan SMU.

 Meningkatkan jumlah guru baik di Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah

Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Umum serta Sekolah Kejuruan sehingga

rasio 1 guru untuk 30 siswa dapat tercapai.

 Meningkatkan kesejahteraan guru dengan menyediakan fasilitas yang memadai dan

insentif yang mencukupi.

5. Tercapainya wajib belajar 12 tahun untuk anak-anak di Kota Bitung.

 Membebaskan siswa dari biaya sekolah sampai dengan tingkat SMU.

 Memberikan beasiswa kepada siswa yang berprestasi di sekolah lanjutan tingkat atas

bagi siswa dari keluarga tidak mampu sehingga tetap memiliki kesempatan untuk

melanjutkan sekolahnya di perguruan tinggi.

6. Berdirinya Universitas di Kota Bitung.

 Merintis pendirian Perguruan Tinggi Negeri di Kota Bitung yang berorientasi pada

keunggulan daerah.

 Menciptakan tradisi ilmiah di Kota Bitung.

 Membuat perpustakaan Kota di pusat Kota Bitung guna merangsang minat baca

masyarakat Bitung.

H. Religius ( beriman dan bertaqwa) ditandai oleh: 1. Memantapkan pendidikan agama sejak usia dini.

 Membuka sekolah keagamaan bagi anak-anak.

 Mendorong peningkatan kualitas pendidikan agama di sekolah-sekolah.

2. Mendorong kehidupan yang semakin menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan akhlak.

 Mendorong nilai-nilai keteladanan terhadap prinsip agama yang dimulai dari pimpinan

umat maupun pejabat pemerintah di setiap tingkatannya.

 Menjunjung tinggi moral dan akhlak di Kota Bitung.

I. Terwujudnya pemerataan pembangunan sarana prasarana ekonomi yang ditunjukkan oleh:

1. Meningkatnya kwalitas jaringan jalan darat sebagai jalan kolektor yang menghubungkan

ibukota kecamatan dengan ibukota Bitung.

(21)

49

 Memperbaiki jalan yang menghubungkan ibukota kecamatan.

 Memelihara jalan yang sudah ada dengan memperbaiki bagian yang mengalami

kerusakan.

2. Adanya jalan lokal yang menghubungkan antar kelurahan dan dengan ibukota kecamatan.

 Mengembangkan jalan setapak/lorong yang ada untuk ditingkatkan menjadi jalan lokal.  Meningkatkan kelas jalan yang menghubungkan antar kelurahan.

3. Terciptanya Kota Bitung sebagai kota transit bagi kabupaten/kota bahkan propinsi tetangga.

 Mengembangkan sarana dan prasarana dermaga Pelabuhan Bitung dan dermaga

penyeberangan ferry (ASDP).

 Menata dan mengembangkan pusat perdagangan barang dan jasa yang dekat dengan

Pelabuhan Bitung dan dermaga penyeberangan ferry.

4. Tersedianya jembatan yang menghubungkan Pulau Lembeh dengan ibukota Bitung.

 Melakukan koordinasi dengan Pemerintah Pusat maupun Propinsi Sulawesi Utara dalam

pembangunan jembatan yang menghubungkan Pulau Lembeh dengan ibukota Bitung.

 Menyiapkan infrastruktur yang berhubungan dengan pembangunan jembatan yang

menghubungkan Pulau Lembeh dengan ibukota Bitung.

J. Terwujudnya pelayanan sarana dan prasarana permukiman yang memadai, indikatornya adalah:

1. Setiap keluarga dapat menikmati layanan air bersih yang berkualitas baik.

 Mengembangkan PDAM yang mandiri dan menguntungkan bagi Kota Bitung.

 Mengelola PDAM secara profesional dan memberikan pelayanan kepada seluruh

masyarakat Bitung.

 Menyusun Master Plan air bersih yang berwawasan kerakyatan dan industri.

2. Terjangkaunya pelayanan pengelolaan sampah ke setiap pemukiman penduduk.

 Membangun sistem pengelolaan sampah ke setiap lingkungan pemukiman masyarakat.  Membangun TPA dengan sistem incenerator dan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu

(TPST) yang ramah lingkungan.

 Mendesentralisasikan pengelolaan sampah kepada Pemerintah Kecamatan agar supaya

lebih efektif dan efisien.

 Meningkatkan kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan.

3. Tersedianya instalasi pengelolaan air limbah di Kota Bitung.

 Membangun Master Plan pengelolaan air limbah yang berwawasan lingkungan hidup.  Meningkatkan pengawasan dan pengendalian air limbah industri baik pertanian maupun

non pertanian.

(22)

50

4. Adanya drainase di setiap jalan sehingga tidak terjadi genangan air.

 Menyusun Master Plan Drainase Kota Bitung terutama pada kawasan perdagangan dan

jasa, industri dan pemukiman penduduk.

 Membangun sistem drainase yang komprehensif untuk menghindari genangan air yang

dapat menimbulkan wabah penyakit pada masyarakat dan mengurangi kualitas jalan.

5. Peningkatan layanan listrik sampai ke seluruh wilayah Kota Bitung selama 24 jam.

 Melakukan kerjasama dengan PLN di dalam menyediakan tenaga listrik di Kota Bitung.  Melakukan kerjasama dengan pihak swasta melalui investasi untuk mendirikan sumber

alternatif tenaga listrik yang mampu mencukupi kebutuhan industri dan masyarakat.

K. Terwujudnya aparatur Pemerintah Kota Bitung yang Profesional, dan ditunjukkan oleh:

1. Terciptanya kemampuan pegawai yang akuntabel, netral dan mengayomi di dalam melayani

masyarakat di Kota Bitung.

 Melakukan rekruitmen CPNS dengan latar belakang pendidikan sarjana atau pesialisasi

tertentu.

 Meningkatkan disiplin kerja dan etos kerja dalam melayani masyarakat.

 Meningkatkan kesejahteraan PNS serta pemberian penghargaan bagi mereka yang

berprestasi.

2. Meningkatkan kesejateraan dan kemampuan pegawai di Kota Bitung.

 Melakukan kerjasama dengan PTN di Pulau Jawa dalam memberikan tugas belajar

kepada PNS Kota Bitung yang berprestasi.

 Meninjau kembali mutasinya PNS ke Kabupaten/Kota lain, apalagi yang bersangkutan

mendapat tugas belajar dari Pemerintah Kota Bitung.

 Melakukan studi banding ke Kabupaten/Kota yang lebih maju.

 Melakukan kerjasama dengan lembaga pendidikan ketrampilan guna meningkatkan

kemampuan berbahasa asing di kalangan PNS Kota Bitung.

 Melaksanakan kursus singkat penguasaan informasi dan teknologi komputer kepada PNS

Kota Bitung sehingga terdapat 70 % PNS yang dapat mengaplikasikan komputer dan

memanfaatkan internet untuk menunjang tugas pokoknya.

L. Terwujudnya efektifitas dan efisiensi Pemerintahan Daerah di Kota Bitung, indikatornya adalah:

1. Peningkatan anggaran pembangunan baik melalui peningkatan pendapatan asli daerah

(PAD) maupun dana perimbangan.

 Melakukan kerjasama dengan pihak swasta agar proyek yang berskala besar tidak

(23)

51

 Melakukan kerjasama dengan Pemerintah Pusat maupun Propinsi untuk membiayai

proyek yang memiliki kepentingan bagi Kabupaten/Kota lainnya selain Kota Bitung.

 Meningkatkan PAD melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pajak dan retribusi daerah,

serta pendapatan lainnya yang sah menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku

dan yang tidak bersifat mengikat bagi daerah.

2. Peningkatan koordinasi pembangunan dengan Kabupaten/Kota lain serta Propinsi Sulawesi

Utara untuk efektifitas pembangunan. Pembangunan antar Kabupaten/Kota dan Pemerintah

Propinsi akan berhasil jika ada kerjasama yang saling bersinergi satu dengan yang lain.

 Melakukan pertemuan rutin dengan Pemerintah Kabupaten/ Kota lainnya.

 Melakukan kerjasama pembangunan dengan Kabupaten/Kota lainnya ataupun dengan

Pemerintah Propinsi Sulawesi Utara.

3. Meningkatkan peran pemerintah daerah dalam promosi investasi melalui agenda atau

mengikuti pameran yang dilakukan di kota-kota strategis di seluruh Indonesia sehingga Kota

Bitung lebih dikenal oleh para investor.

 Membuka kantor perwakilan / anjungan Pemerintah Kota Bitung di Kota-kota besar di

Indonesia.

 Mempromosikan Kota Bitung melalui berbagai expo, baik di tingkat nasional maupun

internasional.

 Melakukan kerjasama promosi dengan pengelola wisata bahari di Kota Bitung di dalam

memperkenalkan Kota Bitung di tingkat Nasional maupun internasional.

 Membuka situs/website Kota Bitung dengan data yang diupgrade secara berkala.

3.2.Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya 3.2.1. Rencana Kawasan Permukiman (RKP)

I. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Pengembangan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan pada hakekatnya

adalah untuk mewujudkan kondisi perkotaan dan perdesaan yang layak huni (livable), aman,

nyaman, damai dan sejahtera serta berkelanjutan. Permukiman merupakan salah satu kebutuhan

dasar manusia. Perintah wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh

permukiman yang laya huni, sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial. Pengembangan

permukiman ini meliputi pengembangan prasarana dan sarana dasar perkotaan, pengembangan

permukiman yang terjangkau, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, proses

penyelenggaraan lahan, pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan sosial budaya di

perkotaan.

Perkembangan permukiman hendaknya juga mempertimbangkan aspek-aspek sosial budaya

(24)

52

lingkungannya. Aspek sosial budaya ini dapat meliputi desain, pola, dan struktur, serta bahan

material yang digunakan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan permukiman, diantaranya adalah:

1. Peran Kabupaten/Kota dalam pengembangan wilayah

2. Rencana pembangunan Kabupaten/Kota

3. Memperhatikan kondisi alamiah dan tipologi Kabupaten/Kota bersangkutan, seperti

struktur dan morfologi tanah, topografi, dan sebagainya

4. Pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan.

5. Dalam penyusunan RPIJM harus memperhatikan Rencana Induk (Masterplan)

Pengembangan Permukiman.

6. Logical framework (kerangka logis) penilaian kelayakan investasi dalam Pengembangan

Permukiman.

7. Keterpaduan Pengembangan Permukiman dengan sektor lainnya dilaksanakan pada

setiap tahapan penyelenggaraan pengembangan, sekurang-kurangnya dilaksanakan pada

tahap perencanaan, baik dalam penyusunan rencana induk maupun dalam perencanaan

teknik

8. Memperhatikan peraturan dan perundangan serta petunjuk/pedoman yang tersedia.

9. Tingkat kelayakan pelayanan, efektivitas dan efisiensi dalam Pengembangan Perkotaan

pada kota bersangkutan.

10.Sebagai suatu PS yang tidak saja penting bagi peningkatan kesehatan masyarakat tetapi

juga sangat penting bagi keberlanjutan lingkungan.

11.Sumber pendanaan dari berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat maupun swasta.

12.Kelembagaan dalam penyelenggaraan Pengembangan Permukiman

13.Investasi PS Air Minum dengan memperhatikan kelayakan terutama dalam hal

pemulihan biaya.

14.Jika ada indikasi keterlibatan swasta dalam pembangunan dan/atau pengelolaan sarana

dan prasarana dalam Pengembangan Permukiman, perlu dilakukan identifikasi lebih

lanjut.

15.Safeguard Sosial dan Lingkungan.

16.Perhitungan dan hal penunjang lainnya yang dibutuhkan untuk mendukung analisis

(25)

53

ii. Kebijakan Program dan Kegiatan Pembangunan Kawasan Permukiman

Sub Bidang Pengembangan Permukiman pada Bidang Cipta Karya Departemen

Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan mengembangkan wilayah

perkotaan dan perdesaan. Tujuan Pengembangan Permukiman:

1. Memenuhi kebutuhan pengembangan permukiman (sarana dan prasarana dasar

permukiman)

2. Terwujudnya permukiman yang layak dalam lingkungan sehat, aman, serasi, dan teratur

3. Mengarahkan pertumbuhan wilayah

4. Menunjang kegiatan ekonomi melalui kegiatan pengembangan permukiman

Adapun sasaran dari Pengembangan Permukiman adalah:

1. Terpenuhinya kebutuhan dasar permukiman

2. Tersedianya perumahan tipe RSH, RUSUNAWA

3. Terarahnya pertumbuhan wilayah

4. Terdorongnya kegiatan ekonomi melalui kegiatan pembangunan permukiman

Keluaran dari Sub Bidang Pengembangan Permukiman adalah:

1. Lahan siap bangun

2. Tersedianya prasarana dan sarana (jalan, drainase, jaringan air bersih) kawasan

3. Tersedianya kawasan permukiman yang sehat

4. Tersedianya RSH, RUSUNAWA siap huni

5. Tersedianya perumahan untuk mendukung terselenggaranya gerak perekonomian yang

dinamis

6. Tersedianya kawasan permukiman skala besar yang terencana secara menyeluruh dan

terpadu dengan pelaksanaan yang bertahap dengan menciptakan kawasan permukiman

yang tersusun atas satuan-satuan lingkungan permukiman dan mengintegrasikan secara

terpadu dengan lingkungan permukiman yang telah ada di sekitarnya

Asumsi dari Pengembangan Permukiman adalah:

1. Kelompok sasaran masyarakat untuk RSH, RUSUNAWA diutamakan masyarakat

berpenghasilan rendah.

2. Mengacu pada UU no. 4/1992 tentang perumahan dan peraturan perundangan terkait.

iii. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

Melalui penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya

(26)

54

perkotaan. Selain itu, mampu mendorong kerjasama antar stakehoder dalam mendanai dan

mennyelenggarakan Program Pengembangan Permukiman oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini

Dinas PU/Cipta Karya yang diwujudkan dalam Program Pengembangan Permukiman Perkotaan

dan Program Pengembangan Permukiman Perdesaan.

3.2.2. Rencana Induk Penyediaan Air Minum (RISPAM)

Kebutuhan air minum yang memenuhi persyaratan (kuantitas, kualitas, dan kontinuitas) adalah

merupakan kebutuhan utama bagi masyarakat, sedangkan penyediaan air di alam menunjukkan

penurunan karena berbagai faktor akibat kerusakan lingkungan.

Upaya pembangunan dan pengembangan pelayanan air minum harus selalu diupayakan dengan

tetap menjaga kelestarian sumber-sumber air, dilain pihak pembangunan infrasturktur pelayanan

air minum akan terus diupayakan untuk meningkatkan pelayanan kepa masyarakat.

Sejalan dengan peran Pemerintah Pusat sebagai fasilitator dalam era otonomi daerah dan

berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pemerintah

telah menerbitkan produk pengaturan setingkat peraturan pemerintah yang memberikan

pedoman, baik kepada pemerintah kabupaten/kota dan pihak Iainnya yang terkait dengan

penyelenggaraan pelayanan air minum maupun kepada masyarakat sebagai pengguna layanan

air minum, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan

Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).

Wewenang dan tanggung jawab pemerintah dalam penyeíenggaraan pengembangan Sistem

Penyediaan Air Minum (SPAM) adalah meliputi : (i) menetapkan kebijakan dan strategi

nasional, (ii) menetapkan norma, standar, pedoman dan manual (NSPM),(iii) memfasilitasi

pemenuhan kebutuhan air baku.

Perencanaan Rencana Induk lebih condong pada kegiatan olah pikir yang bersifat visioner,

sehingga penyusunannya akan lebih menitikberatkan partisipasi seluruh komponen dengan tetap

mengutamakan kepentingan rakyat banyak sebagai subyek maupun tujuan untuk siapa

pembangunan dilaksanakan, oleh karenanya Rencana Induk merupakan penjabaran visi, misi

dan arah pembangunan air minum yang berkesinambungan tanpa mengabaikan kelestarian

lingkungan.

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan SPAM untuk merencanakan pengembangan SPAM

secara umum, baik sistem melalui jaringan perpipaan maupun non-jaringan perpipaan untuk

(27)

55

Rencana induk pengembangan SPAM adalah suatu rencana jangka panjang (15-20 tahun) yang

merupakan bagian atau tahap awal dari perencanaan air minum jaringan perpipaan dan

non-jaringan perpipaan berdasarkan proyeksi kebutuhan air minum pada satu periode yang dibagi

dalam beberapa tahapan dan memuat komponen utama sistem beserta dimensi-dimensinya.

Penyusunan rencana induk pengembangan SPAM memperhatikan aspek keterpaduan dengan

prasarana dan sarana sanitasi sejak dari sumber air hingga unit pelayanan. Keterpaduan

sebagaimana dimaksud diwujudkan dalam bentuk gambar rencana induk yang memuat antara

lain lokasi-lokasi prasarana dan sarana SPAM beserta prasarana dan sarana sanitasi dalam

rangka perlindungan dan pelestarian air.

Rencana induk pengembangan SPAM di dalam satu wilayah administrasi kabupaten atau Kota

ditetapkan oleh kepala daerah bersangkutan melalui Surat Keputusan, dan dalam

pelaksanaannya bersifat pembuatan rencana induk pengembangan SPAM baru, penambahan

atau pengembangan terhadap wilayah pelayanan yang sudah ada namun belum memiliki rencana

induk pengembangan SPAM, serta kajian ulang SPAM yang bersifat menyeluruh.

Penyediaan air minum merupakan salah satu kebutuhan dasar dan hak social ekonomi

masyarakat yang harus dipenuhi oleh Pemerintah, baik itu Pemerintah Daerah maupun

Pemerintah Pusat. Ketersediaan air minum merupakan salah satu penentu peningkatan

kesejahteraan masyarakat, yang mana diharapkan dengan ketersediaan air minum dapat

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dan dapat mendorong peningkatan produktivitas

masyarakat, sehingga dapat terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat. OIeh karena

itu, penyediaan sarana dan prasarana air minum menjadi salah satu kunci dalam pengembangan

ekonomi wilayah.

Menilik dan permasalahan tumpang tindihnya program pengembangan sarana dan prasarana air

minum yang terjadi di masa lampau, memberi suatu pemikiran untuk menyelesaikan

permasalahan tersebut secara sistemik. Disisi lain, kondisi geografis, topografis dan geologis

dan juga aspek sumber daya manusia yang berbeda di setiap wilayah di Indonesia, menyebabkan

ketersediaan air baku dan kondisi pelayanan air minum yang berbeda dapat memberikan

implikasi penyelenggaraan SPAM yang berbeda untuk masing masing wilayah. Untuk ¡tu

dibutuhkan süatu konsep dasar yang kuat guna menjamin ketersediaan air minum bagi

masyarakat sesuai dengan tipologi dan kondisi di daerah tersebut. Rencana Induk Air Minum

merupakan jawaban bagi dasar pengembangan air minum suatu wilayah. Diharapkan, dengan

adanya Rencana Induk Air Minum, dapat menjadi dasar tersusunnya suatu program

pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum wilayah yang berkelanjutan (sustainable) dan

(28)

56

Kewajiban menyusun Rencana Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, sesuai

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan

Air Minum adalah merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah (pemerintah kabupaten/kota).

Berkenaan dengan hal tersebut maka pada tahun anggaran 2010, Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Kota Bitung melaksanakan kegiatan Penyusunan Rencana Induk

Pengembangan SPAM Kota Bitung .

Diharapkan dengan memiliki Rencana Induk (Master Plan) Sistem Penyediaan Air Minum

(SPAM) dapat memberikan gambaran untuk lebih terarahnya pembangunan prasarana dan

sarana air minum di Kota Bitung dalam jangka panjang.

i. Maksud dan tujuan

Membantu Pemerintah Kota Bitung sebagai daerah studi dalam menyusun Masterplan

SPAM sebagai pedoman bagi semua pihak yang terkait dengan pengembangan dan pelayanan

SPAM Kota Bitung untuk keperluan:

 Mewujudkan pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga

terjangkau.

 Mencapai kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa pelayanan.  Mencapai peningkatan efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.

 Mendorong upaya gerakan penghematan pemakaian air.

 Memberikan masukan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam upaya

mengembangkan prasarana dan sarana air minum di Kota Bitung melalui program yang

terpadu dan berkelanjutan.

ii. Tujuan kegiatan

Tersusunnya dokumen perencanaan jangka panjang di bidang pembangunan infrastruktur air

minum Kota Bitung, dan secara operasional akan memberikan pedoman dalam menentukan:

 Program dan tahapan pembangunan dalam periode lima tahunan;

 Proporsi dan alokasi sumber-sumber pembiayaan;

 Pengembangan kelembagaan pengelola SPAM

iii. Ruang lingkup

a. Lingkup Kegiatan

 Evaluasi kondisi/kawasan, yang bertujuan untuyk mengetahui karakter, fungsi strategis

(29)

57  Evaluasi kondisi eksisting SPAM, yang dilakukan dengan menginventarisasi peralatan

dan perlengkapan system penyediaan air minum eksisting.

 Rencana Jaringan, meliputi perencanaan system transmisi air minum dan distribusi

(reservoir, jaringan pipa distribusi sampai dengan sambungan pelanggan.

 Program dan Kegiatan pengembangan, meliputi identifikasi permasalahan dan kebutuhan

pengembangan, perkiraan kebutuhan air dan identifikasi air baku.

 Kriteria dan Strandar Pelayanan. Kriteria teknis yang diaplikasikan dalam perencanaan

dan sudah umum digunakan, sedangkan standar pelayanan: cakupan pelayanan dan jenis

pelayanan.

 Rencana sumber dan alokasi air baku yang akan dimanfaatkan sesuai skala prioritas dan

SIPA (Surat Ijin Pemakaian Air) dari instansi terkait, dan kebutuhan kapasitas air baku

ditentukan berdasarkan kebutuhan air.

 Keterpaduan SPAM dengan PS sanitasi dilaksanakan berdasarkan prioritas dan misalnya

pada suatu daerah terdapat air tanah dangkal dengan kualitas baik, maka system sanitasi

harus menggunakan system terpusat (off site system).

 Rencana pembiayaan dan pola investasi, berupa indikasi besaran biaya tingkat awal,

sumber dan pola pembiayaan, termasuk seluruh komponen pekerjaan perencanaan,

pekerjaan konstruksi, pembebasan tanah, dan perijinan.

 Rencana pengembangan kelembagaan meliputi penyelenggara SPAM dan konsep ini

mencakup tinjauan terhadap struktur organisasi dan kebutuhan SDM termasuk latar

belakang keahliannya.

 Batasan Kegiatan, wilayah studi yang ditentukan dalam kegiatan ini adalah Kota Bitung.

iv. Isu Strategis Permasalahan Air Minum

Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk

mencapai target pembangunan air minum dalam kerangka MDG pada tahun 2015. Isu isu ini

didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dengan Dep. Kimpraswil, Dep.

Kesehatan dan Bappenas. Selain itu isu-isu strategis yang dihasilkan dalam diskusi Waspola di

Bogor pada tanggal 27 Agustus 2003, dijadikan acuan isu isu tersebut dijelaskan dibawah ini.

Daya Dukung Lingkungan Semakin Terbebani oleh Pertumbuhan Penduduk dan Urbanisasi

Pada tahun 2015, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 245,7 juta jiwa, yang

semuanya berhak mendapatkan akses air minum. Pada tahun 2015, jumlah penduduk perkotaan

(30)

58

Pergeseran ini mengindikasikan semakin meningkatnya kebutuhan akan air minum per kapita,

karena konsumsi air masyarakat perkotaan lebih besar daripada masyarakat perdesaan.

Pertumbuhan penduduk terutarna diperkotaan lebih tinggi daripada pertumbuhan sarana

penyediaan air minum yang ada. Sementara itu penduduk di pulau Jawa akan meningkat dengan

cepat, sementara ketersediaan airnya sangat terbatas.

Penggundulan hutan telah tidak terkendali sehingga semakin mengganggu ketersediaan air baku.

Sedangkan sumber air baku terutarna air permukaan mengalarni pencemaran yang semakin

meningkat akibat domestik, industri dan pertanian. Sehingga ketersediaan air baku semakin

tidak bisa dijamin, baik kuantitas dan kualitas. Air baku di sebagian besar wilayah Indonesia

sebenarnya tersedia dengan cukup, tetapi terancam keberadaannya akibat pengelolaan yang

buruk, baik oleh pencemaran maupun kerusakan alam yang menyebabkan terhambatnya

konservasi air.

Di sebagian wilayah Indonesia seperti Kalimantan dan sebagian Sumatera air baku sulit

diperoleh karena kondisi alamnya sehingga masyarakat harus mengandalkan air hujan atau air

permukaan yang tidak sehat. Akibat kerusakan alam, semakin banyak wilayah yang rawan

bencana air, kekeringan di musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan.

Interpretasi UU no 22 tahun 2004 Tidak Mendorong Pengembangan dan Kerjasama Antar

Daerah Dalarn Penyediaan Air Minum

UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air telah mengamanatkan dibentuknya Dewan Air untuk

manajemen air secara terpadu dan Badan Pengatur untuk mengurusi air minum. Tetapi hingga

saat ini lembaga lembaga tersebut belum terbentuk. Belum adanya lembaga yang mengatur tata

guna air secara terpadu menyebabkan persoalan air di Indonesia ditangani secara sektorat

sehingga tidak terarah dan tidak terintegrasi.

Dengan otonomi daerah, kewenangan penyediaan air adatah pada pemerintah daerah. Tetapi

kebanyakan pemerintah daerah belum memandang air sebagai persoalan prioritas.

Pemekaran wilayah yang berdampak pada pemekaran PDAM, sehingga terbentuk PDAM

berukuran kecil dan cenderung tidak efisien, ditambah lagi permasalahan sumber air baku

terletak diluar batas administrasi pengelola PDAM, sehingga menjadi kendala untuk

peningkatan pelayanan.

Kebijakan Yang Memihak Kepada Masyarakat Miskin Masih Belum Berkembang

Pada dasarnya negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok

(31)

59

2004, pasal 10). Namun pada kenyataannya presentase penduduk miskin masih tinggi, sehingga

kemampuan untuk mendapat akses kesarana penyediaan air minum yang memenuhi syarat

masih terbatas.

Masyarakat berpenghasilan rendah, ternyata membayar lebih besar untuk memperoleh air

daripada masyarakat berpenghasilan tinggi, hal ini menunjukkan ketidak adilan dalam

mendapatkan akses pada air minum.

Walaupun sudah terdapat program program air minum dan sanitasi untuk masyarakat

berpenghasilan rendah, namun akses terhadap air minum belum menunjukkan peningkatan yang

berarti. Perlu dukungan kebijakan yang lebih fokus untuk penyediaan sanitasi dan air minum

bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Kebijakan Yang Memihak Kepada Masyarakat Miskin Masih Belum Berkembang

Pada dasarnya negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok

minimal sehari hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih dan produktif (UU No 7 tahun

2004, pasal 10).

Namun pada kenyataannya presentase penduduk miskin masih tinggi, sehingga kemampuan

untuk mendapat akses kesarana penyediaan air minum yang memenuhi syarat masih terbatas.

Masyarakat berpenghasilan rendah, ternyata membayar lebih besar untuk memperoleh air

daripada masyarakat berpenghasilan tinggi, hal ini menunjukkan ketidak adilan dalam

mendapatkan akses pada air minum.

Walaupun sudah terdapat program program air minum dan sanitasi untuk masyarakat

berpenghasilan rendah, namun akses terhadap air minum belum menunjukkan peningkatan yang

berarti. Perlu dukungan kebijakan yang lebih fokus untuk penyediaan sanitasi dan air minum

bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

PDAM Tidak Dikelola Dengan Prinsip Kepengusahaan

Air minum perpipaan sebagai sistem pelayanan air minum yang paling ideal hingga saat ini baru

dapat dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat Indonesia. Secara nasional, cakupan air

perpipaan baru sekitar 17%, meliputi 32% di perkotaan dan 6,4% di perdesaan.

Pada umumnya PDAM secara rata rata nasional mempunyai kinerja yang belum memenuhi

harapan. Seperti tingkat pelayanan yang rendah (32%), kehilangan air tinggi (41%), konsumsi

Gambar

Tabel 3.1 Pendekatan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Tabel 3.2 WPS
Tabel 3.3 Peta Pemangku Kepentingan dalam Pembangunan dan Pengelolaan Air Limbah Domestik

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa arahan dalam bidang Cipta Karya, sesuai dengan arahan Renstra Cipta Karya 2015-2019 adalah terpenuhinya penyediaan air minum dan sanitasi untuk memenuhi

pengelolaan sistem drainase permukiman dengan menyediakan sarana prasarana drainase lingkungan yang terpadu.  Membentuk dan membina kelompok pengelola sarana prasarana

• Optimalisasi IPA di Kecamatan Sambas, Kecamatan Tebas, Kecamatan Pemangkat, Kecamatan Semparuk, Kecamatan Jawai, Kecamatan Teluk Keramat, Kecamatan Salatiga,

Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat

 Kota Bogor, Kota Depok dan Kota Bekasi diarahkan sebagai kota terdepan ibukota Negara yang merupakan bagian dari pengembangan KSN Jabodetabekpunjur untuk

kelembagaan sub-sektor persampahan serta optimalisasi kapasitas SDM.Pencapaian sasaran dari tujuan tersebut yaitu mewujudkan kelembagaan sub-sektor persampahan

Sesuai dengan arahan pada PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Pusat Kegiatan Nasional atau PKN adalah kawasan perkotaan yang

5 Penyulu han Masyara kat Perilaku Hidup.. araan drainase ) 2 Belum adanya Master plan dan DED drainase di Kabupaten Morowali Utara drainase di lingkungan permukima n belum