• Tidak ada hasil yang ditemukan

T2 752014031 BAB III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T2 752014031 BAB III"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

56 Bab 3

KEPEDULIAN GKS TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP

3.1 Pendahuluan

Bab ini berisi hasil penelitian yang sudah dilakukan di GKS. Penulis akan membahas bagaimana sejarah singkat pertumbuhan GKS sebagai gambaran dari keadaan GKS, komposisi pendeta jemaat di GKS, bagaimana bentuk-bentuk dari kepedulian GKS terhadap lingkungan hidup, bagaimana kepedulian GKS terhadap lingkungan hidup pada aras sinode Bahkan penulis juga akan memaparkan apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat kepedulian GKS terhadap lingkungan hidup.

3.2 Gambaran Umum tentang GKS

3.2.1 Sejarah Singkat Pertumbuhan GKS

GKS berdiri sendiri pada tanggal 15 Januari 1947 sebagai hasil pekabaran Injil Zending Gereformeed Kerken in Nederland (GKN) sejak tahun 1881. Sejarah pekabaran Injil di Sumba dibagi dalam 3 periode, yakni: Periode perintisan (1881-1902), periode peletakkan dasar (1902-1947), dan periode berdiri sendiri (1947-sekarang).1

Sejak berdiri sendiri GKS mengalami dinamika-dinamika dalam berbagai pelayanannya yang mana hal tersebut terbagi dalam empat periode waktu, yakni:2

1. Tahun 1947 hingga 1972 GKS dalam periode mencari bentuk.

1

Majelis Sinode GKS.Garis-Garis Besar Kebijakan Umum Tahun 2014-2018. BPMS GKS. (Waingapu: 2014), 2.

(2)

57

2. Tahun 1970-an, GKS menyusun Rencana Lima Tahun (RELITA) sebagai rencana pendewasaan.

3. Pada tahun 1980-an muncul kesadaran untuk makin terlibatnya warga secara aktif dalam Pekabaran Injil (PI).

4. Tahun 1990-an merupakan masa berbenah diri dan terjadi beberapa perubahan dalam pertumbuhan GKS, misalnya: mulai tahun 1990 pelaksanaan sidang sinode dilakukan dalam 4 tahunsekali; dilakukan kerja sama denga UKSW dan disusun Rencana Induk Pengembangan tahun 1992-2002; Tata Gereja GKS yang baru ditetapkan pada tahun 1998 di Sidang Sinode Ombarade, dan lain-lain.

3.2.2 Wilayah Pelayanan

Wilayah pelayanan GKS meliputi seluruh pulau Sumba. Sejauh ini belum ada rencana atau wacana untuk membangun gereja di wilayah luar Sumba. Warga GKS yang tinggal diluar Sumba biasanya bergabung dengan gereja yang seasaz dengan GKS. GKS terdiri dari 171 jemaat mandiri, dimana 10% jemaatnya berada di ibu kota kabupaten (Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya). Sedangkan selebihnya berada di wilayah pedesaan dengan kondisi bentangan alam yang berbukit-bukit. Keadaan wilayah seperti ini juga biasanya mempengaruhi keadaan ekonomi jemaat.3

(3)

58 3.2.3 Statistik Pertumbuhan Jemaat

Pada beberapa tahun terahir ini, GKS terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan baik dari jumlah anggota jemaat, jemaat mandiri dan juga klasis. Hingga tahun 2014, jemaat mandiri berjumlah 171 jemaat. Hal ini juga masih terus bertambah seiring dengan upaya percepatan kemandirian cabang-cabang jemaat GKS. Jumlah cabang-cabang dan ranting/Pos PI secara keseluruhan mencapai 750-780 buah. Untuk lebih jelasnya, berikut tabel tentang jumlah jemaat disetiap kabupaten.4

Tabel. 3.1 Data Jumlah Jemaat ditiap Kabupaten

No. KABUPATEN JUMLAH JEMAAT

1. Sumba Timur 64

2. Sumba Tengah 29

3. Sumba Barat 26

4. Sumba Barat Daya 52

Jumlah 171

Sumber:Garis-Garis Besar Kebijakan Umum GKS Tahun 2014-2018.

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kabupaten Sumba Timur yang paling banyak jumlah jemaatnya karena wilayah ini yang paling luas dari semua kabupaten yang ada. Tetapi di tiga kabupaten lain juga mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Ada pun laju pertumbuhan jemaat GKS setiap tahunnya adalah sebagai berikut: Jumlah jemaat mandiri pada tahun 2010 adalah 142 jemaat. Pada tahun 2011 ada penambahan 3 jemaat. Demikian

(4)

59

pula pada tahun 2012 bertambah 4 jemaat, tahun 2013 bertambah 7 jemaat, dan tahun 2014 bertambah 15 jemaat. Sehingga jumlah keseluruhan jemaat dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 adalah 171 jemaat.5

3.2.4 Jumlah Klasis

Jemaat-jemaat yang ada di GKS tergabung dalam 32 klasis di mana setiap klasis terdiri dari 3-10 jemaat terdekat yang terhimpun dalam satu klasis. Ada 11 klasis yang memiliki lebih dari 5 jemaat dalam satu klasis, yakni: klasis Pahunga Lodu, Rindi Umalulu, Matawailuri, Kambaniru, Padira Tana, Waikabubak, Wanukaka, Lamboya, Waimarangu, Yango, Kodi, dan Kodi Umbu Ngedo.6

Tabel. 3.2 Tabel Jumlah Klasis ditiap Kabupaten

No. Kabupaten Jumlah Klasis

1. Sumba Timur 14

2. Sumba Tengah 5

3. Sumba Barat 4

4. Sumba Barat Daya 9

Jumlah 32

Sumber:Garis-Garis Besar Kebijakan Umum GKS Tahun 2014-2018.

Keadaan klasis yang seperti ini merupakan salah satu tantangan tersendiri bagi GKS. Karena dengan wilayah klasis yang terlalu luas dan jarak yang cukup jauh menyulitkan para pelayan untuk berkumpul atau pun bekerja sama

(5)

60

sekaligus tukar pikiran mengusahakan pengembangan dan kemajuan bersama dalam klasis tersebut. Jarak yang jauh akan membutuhkan biaya yang banyak, waktu dan tenaga yang lebih pula untuk berkumpul bersama.

3.2.5 Jumlah keanggotaan GKS

Jumlah warga jemaat menurut data yang ada kurang lebih 426.192 jiwa, belum termasuk anak-anak dan simpatisan. Sedangkan jumlah warga per-jemaat kurang lebih 3000 jiwa. Di antara jemaat-jemaat se-GKS, ada 4 jemaat yang memiliki jumlah warga jemaat terbanyak yakni, Waingapu, Waikabubak, Payeti, Kambaniru dan Kalumbukuni. Adapun jumlah jemaatnya dipaparkan dalam tabel berikut.

Tabel 3.3, Jumlah warga jemaat terbanyak di GKS

No. Jemaat Jumlah Warga

1. Waingapu 9256 jiwa

2. Payeti 8226 jiwa

3. Waikabubak 7577 jiwa

4. Kambaniru 7456 jiwa

5. Kalumbu Kuni 6310 jiwa

Sumber:Garis-Garis Besar Kebijakan Umum GKS Tahun 2014-2018.

(6)

61

diuji/divalidasi lebih lanjut. Berikut akan diuraikan dalam tabel jumlah warga jemaat di tiap kabupaten beserta jumlah jemaat, jumlah klasis dan jumlah pendetanya.

Tabel 3.4, Tabel Kompilasi Klasis, Jemaat, Pendeta dan jumlah Warga.

No. Kabupaten Klasis Jemaat Pendeta Warga

1. Sumba Timur 14 64 80 180.318

2. Sumba Tengah 5 29 29 53.900

3. Sumba Barat 4 26 30 68.950

4. Sumba Barat Daya 9 52 52 123.024

Total 32 171 191 426.192

Sumber:Garis-Garis Besar Kebijakan Umum GKS Tahun 2014-2018.

3.2.6 Jumlah Pelayan

Pada saat ini, pendeta aktif di GKS berjumlah 222 orang. Di antara pendeta aktif, pendeta jemaat berjumlah 191 orang yang tersebar di seluruh wilayah Sumba. Sedangkan pendeta umum berjumlah 25 orang yang juga diutus oleh jemaat ke perguruan tinggi, lembaga kesehatan atau pun lembaga pemerintah. Terdapat 6 orang pendeta layak panggil yang sedang dipersiapkan. Selanjunya, ratio pelayanan setiap pendeta jemaat melayani 2600-2700 warga jemaat.

(7)

62

Tabel 3.5, Penugasan Pendeta Umum GKS

Penugasan Pendeta Umum GKS

No. Penugasan Jumlah

1. Sinode GKS 4

2. STT GKS 5

3. YUMERKRIS 3

4. STIE Kriswina 1

5. UKAW 5

6. UKDW 1

7. STT Cipanas 1

8. DPRD 3

Jumlah Total 23

Sumber:Garis-Garis Besar Kebijakan Umum GKS Tahun 2014-2018.

Selanjutnya, akan ditunjukkan juga bagaimana pertambahan dan ratio jemaat dan pendeta jemaat, seperti yang terlihat dalam tabel berikut.

Tabel 3.6, Pertambahan dan Ratio Jemaat dan Pendeta Jemaat

Tahun Jemaat Pendeta Jemaat Ratio

2010 142 158 1:1.126

2011 145 162 1:1.117

2012 149 164 1:1.110

2013 155 174 1:1083

2014 171 191 1:1.113

(8)

63

Dari tabel-tabel di atas sangat terlihat jelas bahwa jumlah warga jemaat dan jumlah pelayan tidak seimbang. Karena satu orang pendeta harus melayani seribu lebih warga jemaat. Apalagi di GKS, rata-rata jumlah pendeta di tiap jemaat hanya satu orang. Sehingga pasti pelayanan yang dilakukan juga kurang efektif meski pun ada tenaga lain yang membantu seperti Guru Injil, Kaum Awam Pelayan dan Majelis.

3.3 Komposisi Pendeta Jemaat di GKS

Pendeta-pendeta di GKS merupakan orang-orang asli Sumba, meski pun ada beberapa pendeta yang berasal dari suku yang berbeda seperti, Sabu, Ambon atau pun Jawa. Rata-rata pendeta yang berasal dari luar pulau Sumba ini menjadi pendeta GKS karena pernikahan, kecuali orang Sabu karena sudah sejak dahulu pindah ke Sumba.

Jika dilihat dari latar belakang pendidikan, pendeta-pendeta yang melayani di GKS merupakan lulusan dari berbagai sekolah Teologi yang ada di Indonesia, seperti: UKAW (Kupang), UKSW (Salatiga), UKDW (Yogyakarta), INTIM Makassar, STT Jakarta, atau pun dari STT Lewa milik GKS sendiri. Dengan latar belakang pendidikan teologi yang berbeda-beda ini mempengaruhi pola pikir dan gaya kepemimpinan dari pendeta-pendeta yang ada di GKS. STT Intim Makassar misalnya yang sangat menekankan Teologi, lulusan dari STT ini akan berbeda dengan lulusan UKSW yang menekankan sosiologi agama. Bagaimana cara berteologi yang dimiliki oleh pendeta, itulah yang akan menentukan bagaimana ia memimpin jemaatnya dan menuntunnya dalam menjawab masalah-masalah sosial yang ada, termasuk masalah lingkungan hidup.7

7

(9)

64

Dari data pendeta yang ada, kebanyakan pendeta yang melayani di GKS merupakan lulusan dari UKAW Kupang. Memang cukup sulit untuk mengetahui secara jelas berapa jumlah pendeta yang lulus dari masing-masing sekolah teologi yang sudah dijelaskan di atas. Karena dari data yang diperoleh dari GKS, tidak mencantumkan hal itu. Tetapi dari gelar yang dimiliki, sangat terlihat bahwa hampir 90% bergelar S.Th (Sarjana Theologia), sedangkan sisanya bergelar S.Si-Teol (Sarjana Sains Teologi). Untuk lebih jelasnya, akan terlihat dalam tabel berikut ini.8

Tabel. 3.7, Komposisi Pendeta Jemaat di salah satu Klasis

Klasis Jemaat Pendeta

Matawai Luri

Tanarara Pdt. Dina Rambu L.H. Ndewa, S. Th Matawaiwatu Pdt. Yohanes Meta Yiwa, S. Th Kamanggih Pdt. Endal Meta Yiwa, S. Th Mauramba Pdt. Stefanus Kendal, S. Th

Penang Pdt. Ferdinand K. Nggenggal, S. Th Lai Ronja Pdt. Yantina Tamu Ina, S. Si

Lai Mbonga Pdt. Eriana Pataledi, S. Th

Rindi

Kayuri Pdt. Tanece W. Welem, S.Th Melolo Pdt. Frida R. Kore, S. Th Tana lingu Pdt. Trince B. Dondu, S. Th Tana Raing Pdt. Katrina Remi Hau, S. Th Pau Umabara Pdt. Efraim Anamila, S. Si Praibakul Pdt. Katrina Rada Boku, S. Th

8

(10)

65 Wanukaka

Wai Hura Pdt. Verawati R. Ndjata, S. Th Pdt. Maryanti B. Bara Gae, S. Th Kaka Pahwano Pdt. Dra. Astaty Lay, S. Th Rua Pdt. Karel Novri Radjah, S. Th Puli Pdt. Marlin M. T. Radjah, S. Th Waika’awatu Pdt. Sofia Ester Malo, S. Th

Pahola Pdt. Erniati Dangu Wali, S. Th Hupu Mada Pdt. Hermanus Dahwali, S. Th

Sumber:Garis-Garis Besar Kebijakan Umum GKS Tahun 2014-2018.

Berdasarkan tabel ini, sangat jelas bahwa perbandingan gelar S. Th dan S. Si di GKS sangatlah jauh. Dalam 3 klasis diatas, hanya ada satu yang bergelar S.Si dalam klasis yang berbeda, sedangkan sisanya adalah S. Th. Jika dilihat lebih jauh dalam klasis-klasis yang lain malah sama sekali tidak ada pendeta yang bergelar S. Si seperti yang terjadi di klasis Wanukaka.

3.4 Sejarah Singkat Kepedulian GKS terhadap Lingkungan Hidup

Masalah lingkungan merupakan salah satu masalah serius yang sudah lama terjadi di pulau Sumba. Permasalahan ini pada beberapan tahun terakhir ini cukup menyita perhatian baik pemerintah maupun gereja dalam hal ini GKS. Menurut pengakuan bapak Rory selaku koordinator bidang Kesaksian dan Pelayanan, kepedulian GKS terhadap lingkungan sudah lama dibahas dan dilakukan.

(11)

66

disitu GKS mulai membuat seruan-seruan ke warga jemaatnya untuk tidak seperti itu. Kalau kita cinta lingkungankan tidak boleh seperti itu. Mereka kalau mau pindah lahan, mereka bakar lahan disini, kalau kejar hewan untuk berburu bakar padang. Gereja melihat bahwa ini kurang bagus. Sejak sidang sinode ke-36 di Karita GKS sudah mulai berbicara mengenai hal itu”.9

Pembahasan mengenai permasalahan lingkungan ini dilatar belakangi oleh kebiasaan-kebiasaan masyarakat Sumba membakar padang dan hutan untuk alasan-alasan sederhana, seperti yang telah dikemukakan diatas karena hal ini menyebabkan banyak masalah, seperti kekeringan dan api yang merambat menyebabkan kebakaran yang lebih besar di mana semua tanaman dan pohon-pohon di padang dan hutan ikut terbakar.10

3.5 Kepedulian GKS Terhadap Lingkungan Hidup

Pembahasan mengenai masalah lingkungan merupakan suatu pembahasan yang penting dan serius di pulau Sumba. Terutama ketika pulau Sumba sering mengalami kekeringan akibat kemarau panjang yang mengakibatkan angka kemiskinan semakin meningkat. Selain itu, ada masalah baru juga yang muncul seperti masalah tambang emas yang dilakukan di gunung Wanggameti Sumba Timur. Berdasarkan masalah-masalah ini, gereja dalam hal ini GKS juga turut mengambil bagian dalam membahas masalah lingkungan hidup yang terjadi ini secara serius. Pembahasan ini diangkat pada persidangan sinode ke-40 di Parewatana tahun 2010, seperti yang dikatakan oleh ketua umum sinode GKS, bapak Alfred Djama Samani.

Kita mulai membahas itu secara serius pada persidangan ke-40 di Parewatana dengan mengeluarkan surat pengembalaan terkait dengan posisi GKS dan lingkungan. Dan pada waktu itu kita sempat berlawanan juga dengan pemerintah, terkait masalah tambang mas di

9 Wawancara dengan bapak Yulius Rory Teofilus, koordinator bidang kesaksian dan pelayanan, kantor

Sinode, 26 Oktober 2015, pukul 10:20 Wita.

10 Wawancara dengan bapak Yulius Rory Teofilus, koordinator bidang kesaksian dan pelayanan, kantor

(12)

67

Wanggameti. Sehingga pada waktu itu dikeluarkan surat dan kita tetapkan bulan Agustus sebagai bulan lingkungan hidup.11

Pembahasan serius ini diikuti dengan penetapan bulan Agustus sebagai bulan lingkungan hidup. Penetapan bulan lingkungan ini disertai dengan pembuatan bahan khotbah dan bahan PA tentang lingkungan selama satu bulan untuk menolong jemaat menyadari pentingnya menjaga dan memelihara lingkungan hidup.12Hal ini juga diakui oleh ibu Pdt. Marlin Lomi selaku sekretaris umum sinode.

Secara sinode, dalam rangka pelestarian lingkungan dalam setiap pertemuan kita menjadikanhal itu pembahasan tapi juga kita pernah membuat di bulan keluarga khotbah yang bertemakan lingkungan, itu pada bulan oktober. Kalau tidak salah tahun lalu.13

Tetapi menurut beliau menjadikan bulan Agustus sebagai bulan lingkungan hidup bagi warga Sumba sebenarnya kurang cocok, karena pada bulan itu, musim kekeringan sedang mencapai puncak. Sehingga pada bulan Agustus itu hanya berupa himbauan, sedangkan aksi nyatanya baru dilakukan pada bulan November yakni pada saat hujan mulai turun.14

Secara sinodal, program-program kerja yang akan dilakukan selain dibahas dalam persidangan sinode, hal itu dibahas dan diputuskan juga dalam Rapat Tahunan. Hal ini dilakukan, mengingat sidang sinode GKS dilakukan dalam 4 tahun sekali, sedangkan dalam proses pelaksanaan program mengalami banyak perkembangan ataupun perubahan. Karena itulah ada rapat tahunan juga yang dilakukan oleh perangkat sinode. Sehingga melalui rapat

11 Wawancara dengan pak Alfred Djama Samany, ketua umum sinode GKS, kantor sinode, 29 Oktober 2015,

pukul 09.30 Wita.

12

Wawancara dengan pak Alfred Djama Samany, ketua umum sinode GKS, kantor sinode, 29 Oktober 2015, pukul 09.30 Wita.

13 Wawancara dengan ibu Marlin Lomi, sekretaris umum GKS, kantor sinode 26 Oktober 2015, pukul 11.00

Wita.

14 Wawancara dengan ibu Marlin Lomi, sekretaris umum GKS, kantor sinode 26 Oktober 2015, pukul 11.00

(13)

68

tahunan ini, setiap bidang dan komisi yang ada di sinode akan melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan yang dilakukan. Pada rapat tahunan ini juga dilakukan evaluasi terhadap setiap kegiatan yang telah dilakukan sekaligus juga penetapan kembali program-program kegiatan apa yang akan dilakukan dalam 1 tahun ke depannya.15

Di sinode GKS, dalam struktur organisasinya, terdapat 4 bidang yang akan mengatur setiap program-program pelayanan yang ada. Ada pun bidang-bidang tersebut yakni, bidang Organisasi dan Ketenagaan (ORTEG), bidang Kesaksian dan Pelayanan (KESPEL), bidang Bimbingan dan Latihan (BINLAT) dan bidang Penelitian dan Pengembangan. Sedangkan komisi-komisinya antara lain, komisi Anak/Remaja, komisi Pemuda dan komisi Perempuan. Berbagai pembahasan dalam sidang sinode menghasil keputusan-keputusan sinode yang kemudian dijabarkan dalam berbagai program-program kerja GKS. Semua program kerja itu termuat dalam Garis-Garis Besar Kebijakan Umum (GBKU) GKS.16 GBKU ini mejadi patokan bagi semua program kegiatan yang dilakukan.

GBKU sendiri dirancang atas dasar keputusan sinode yang menunjuk dan memilih panitia penyusun untuk merancang dan menyusun GBKU. Panitia ini kemudian melaporkan kepada sidang I Majelis Sinode GKS untuk ditetapkan menjadi GBKU GKS, seperti yang terbaru misalnya, periode 2014-2018.

Selain itu, dalam pembahasan sidang sinode ke-41 di Ramuk tahun lalu, salah satu isu aktual yang dibahas adalah masalah lingkungan hidup. Pembahasan lingkungan hidup dilihat sebagai masalah yang serius, mengingat bahwa lingkungan hidup yang baik, bersih, dan sehat sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Tetapi dalam kenyataannya

15 Wawancara dengan ibu Marlin Lomi, Sekretaris Umum GKS, kantor Sinode, 26 Oktober 2015, pukul

11.00 Wita.

16

(14)

69

terjadi pengrusakan lingkungan hidup yang besar, sebagai akibat ladang berpindah, pembakaran hutan, illegal loging, eksplorasi dan eksploitasi hutan. Selain itu, kurangnya juga kesadaran mengenai gerakan reboisasi. Karena itu dengan memperhatikan keputusan sidang Majelis Sinode II, pasal 24 tentang pemberdayaan lingkungan hidup serta sidang Majelis V, pasal 16 tentang lanjutan monitoring kegiatan lingkungan maka, sidang sinode GKS memutuskan bahwa:17

1. BPMS tetap menjalin kerjasama dengan Dinas Kemakmuran dan LSM yang bergerak di bidang kelestarian lingkungan hidup serta mempercayakan kepada jemaat melalui BPMS GKS terkait pengadaan tanaman umur panjang

2. Menyerukan kepada jemaat untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dengan reboisasi dan pemanfaatan lahan tidur.

3. Membangun pemahaman bersama melalui seminar, khotbah, katekisasi, PART/PKS.

Kemudian, dalam persidangan sinode yang lalu GKS juga secara khusus membahas tentang sikap GKS terhadap eksploitasi hutan. Persidangan sinode tersebut melihat bahwa perlunya sikap nyata dari GKS untuk menyikapi masalah eksplorasi dan eksplotasi yang berdampak pada lingkungan. Pada sidang Sinode II BPMS ditugaskan untuk mengeluarkan himbauan kepada PEMDA, DPRD, Gubernur, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Pertambangan dan Energi. Karena itu, sidang sinode ke-41 GKS memutuskan:

1. Memberi tugas kepada BPMS GKS untuk terus menyuarakan dan mendesak PEMDA untuk mencabut surat ijin eksploitasi sesegera mungkin.

2. Majelis jemaat dan BPMJ terus melakukan pendampingan pastoral bagi jemaat dan masyarakat yang berada di sekitar area pertambangan.

(15)

70

Daftar-daftar keputusan ini juga yang akan lebih menguatkan program yang sudah dirancang dalam GBKU. Oleh karena itu, daftar keputusan ini juga dikirimkan kepada klasis-klasis dan jemaat-jemaat disamping sudah ada perutusan dalam persidangan sinode. Hal ini penting, agar apa yang belum jelas dari yang disampaikan oleh perutusan, dapat diperjelas kembali melalui daftar-daftar keputusan sinode.

Selanjutnya, Bidang yang menangani masalah lingkungan hidup pada aras sinode adalah bidang Kesaksian dan Pelayanan. Secara keseluruhan, bidang ini bertugas untuk meningkatkan mutu kehidupan dalam berbagai bidang kehidupan seperti (sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan). Adapun rancangan kegiatan yang disusun oleh bidang Kesaksian dan Pelayanan untuk periode 2014-2018 antara lain sebagai berikut:18

Tabel 3.8, Tabel Program Kerja Bidang KESPEL

No. Program Kegiatan Jem Kls Sin

1 Pemberdayaan ekonomi

Pelatihan dan pemberdayaan kelompok tani dan nelayan

  

Pelatihan dan pemberdayaan kelompok wira usahan kecil

  

Pelatihan dan pemberdayaan kelompok pengrajin

  

2 Pemberdayaan

Pelayanan obat   

Pelatihan tenaga medis (kader  

18

(16)

71 kesehatan masyarakat posyandu, dll)

Pelayanan kesehatan ibu dan anak   

3 Pemberdayaan bidang pendidikan

Pengembangan kompetensi dan kualifikasi tenaga pendidikan

Pengembangan kesadaran tentang mutu pendidikan

Kunjungan BPMJ, BPMK, BPMS secara berkala ke semua sekolah Yapmas

  

Pengadaan buku sekolah melalui unit usaha GKS

Penyediaan perpustakaan keliling oleh TB GKS

Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini

  

Pengembangan Pusan Pembinaan Anak (PPA)

4 Pemeliharaan dan Pelestarian lingkungan

Pemanfaatan lahan gereja  

Sosialisasi hutan keluarga    Pemeliharaan dan pelestarian

sumber air

  

Pelatihan pembibitan anakan bagi warga jemaat

(17)

72 5 Penyadaran bahaya

narkoba, HIV/AIDS

Pembinaan keluarga tentang bahaya narkoba dan HIV/AIDS

  

Pembinaan generasi muda tentang bahaya narkoba dan HIV/AIDS

  

6 Penanggulangan bencana

Survey lokasi/sasaran bencana alam    Penyiapan panduan penanggulangan

bencana

  

Aksi penanggulangan bencana   

Pelayanan pasca bencana   

7 KDRT Pelaksanaan program terapan   

8 Kesetaraan Gender Partisipasi yang meningkat dalam peran gender masyarakat

  

Sumber:Garis-Garis Besar Kebijakan Umum GKS Tahun 2014-2018.

Keterangan:

Jem: Jemaat, Kls: Klasis, Sin: Sinode. Tanda kotak hitam pada kolom jemaat, klasis atau

pun sinode menunjukkan bahwa kegiatan itu dilakukan di semua aras, baik di jemaat,

klasis, maupun sinode. Jika kotak hitam hanya ada pada salah satu kolom, hal itu berarti

kegiatan tersebut hanya di lakukan di aras sinode saja atau pun di jemaat saja.

(18)

73

sinode GKS telah menjalin kerja sama dengan pemerintah yakni dinas kehutanan dan pertanian untuk pengadaan bibit atau pun anakan pohon dalam rangka reboisasi atau penghijaun.

“Program sinode sasarannya adalah jemaat. Jadi, kita tetap melakukan fungsi monitoring dan evaluasi oleh sinode GKS tetapi basisnya ada di jemaat, sasarannya adalah jemaat. Warga jemaat dengan hutan keluarga atau pun hutan gereja yang memakai manfaat lahan. Tidak harus sinode terus-menerus, kan ada majelis jemaat. Mereka langsung bertemu dengan masyarakat, bukan sekali-sekali saja. Karena ada 4 kabupaten ini yang harus kita lihat. Sasarannya tetap pada warga jemaat melalui pintu jemaat”19

Pada beberapa tahun terakhir ini, ada sebuah program dari bidang KESPEL yang cukup menolong jemaat dalam mengembangkan kesadaran tentang kepedulian terhadap lingkungan. Program itu adalah hutan gereja, kemudian berkembang menjadi hutan keluarga. Pengembangan hutan gereja dan hutan keluarga ini bermula dari program pemerintah kabupaten Sumba Timur yang mencanangkan hutan rakyat. Hal ini disampaikan oleh bapak Ketua Umum Sinode GKS.20

Ketika pemerintah mencanangkan program ini, gereja dalam hal ini GKS melihat ide ini sebagai ide yang sangat baik untuk dikembangkan dalam kontekskehidupan bergereja. Hal ini sekaligus sebagai bentuk dukungan gereja terhadap usaha pemerintah untuk mengembangkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya memperhatikan lingkungan hidup dengan cara menanam pohon-pohon umur panjang. Namun, GKS kemudian membuat itu lebih spesifik menjadi hutan gereja dan hutan keluarga.21

Sejauh ini, kerja sama di antara pemerintah dan GKS masih terus berlangsung dan cukup berhasil. Di samping itu, melalui program sinode, pemerintah juga bisa menyalurkan

19

Wawancara dengan Pak Yulius Rory Teofilus, koordinator bidang kesaksian dan pelayanan, kantor Sinode, 26 Oktober 2015, pukul 10:20 Wita.

20

Wawancara dengan pak Alfred Djama Samani, ketua umum sinode GKS, kantor sinode, 29 Oktober 2015, pukul 09.30 Wita.

21 Wawancara dengan pak Alfred Djama Samani, ketua umum sinode GKS, kantor sinode, 29 Oktober 2015,

(19)

74

bantuan lain kepada masyarakat seperti padat karya terhadap masyarakat miskin, terutama pada musim kering seperti sekarang ini. Pada musim kemarau seperti ini, banyak masyarakat yang kekurangan bahan makanan karena lahan mereka kering dan mengakibatkan gagal panen, sehingga melalui program ini, masyarakat mendapat bantuan.22

Hasil dari kerja sama ini, dirasakan oleh salah satu jemaat yang sudah menjadi

trand center dalam menjalankan hutan keluarga yakni jemaat Tangga Madita. Jemaat ini sudah memperoleh hasil yang cukup memuaskan dari hasil tanaman pohon-pohon produktif yang sudah dilakukan selama ini. Menurut ibu sekum, yang juga merupakan pendeta di jemaat ini, sudah ada 50 buah rumah yang berdiri sebagai hasil dari pohon yang ditanam sendiri oleh warga jemaat. Program ini sangat membantu warga jemaat untuk melakukan pelestarian lingkunga hidup. Karena dengan adanya pohon-pohon di sekitar rumah akan membuat udara lebih sejuk dan tidak terlalu panas. Selain itu juga, hutan keluarga ini sangat menolong warga jemaat dalam pengadaan kayu untuk kebutuhan pembangunan rumah mereka, sekaligus juga meningkatkan ekonomi keluarga ketika hasil pohon itu bisa dijual. Sehingga hal ini sangat membantu warga jemaat dan mempengaruhi masyarakat umum juga untuk menyadari pentingnya menanam pohon-pohon produktif.23

Lebih lanjut, ibu Marlin Lomi menjelaskan bahwa untuk mencapai hasil ini bukanlah perkara yang mudah. Karena untuk melakukan penyadaran terhadap warga jemaat membutuhkan kesabaran yang lebih dan juga ketekunan. Menurutnya, warga jemaat Tangga Madita mencapai hasil seperti sekarang ini membutuhkan waktu 5-8 tahun. Itu pun karena warga jemaat melihat bukti yang dihasilkan oleh beberapa orang yang mempraktekkan hutan

22

Wawancara dengan Pak Yulius Rory Teofilus, koordinator bidang kesaksian dan pelayanan, kantor Sinode, 26 Oktober 2015, pukul 10:20 Wita.

23 Wawancara dengan ibu Marlin Lomi, sekretaris umum GKS, kantor sinode 26 Oktober 2015, pukul 11.00

(20)

75

keluarga ini. Sehingga sekarang ini, hampir semua warga jemaat sudah melakukan penanaman pohon-pohon produktif di sekitar rumah-rumah mereka.24

3.6 Faktor Pendukung tentang Kepedulian GKS terhadap Lingkungan Hidup

Berdasarkan percakapan yang dilakukan dengan bapak dan ibu perangkat sinode GKS, adapun faktor pendukung tentang kepedulian GKS terhadap lingkungan hidup, antara lain:

a. Kerja sama dengan pemerintah. Hal ini sangat menolong GKS dalam pengadaan bibit atau pun anakan pohon-pohon yang diperlukan seperti cendana, Mahoni, Gamalina dan beberapa tanaman umur panjang lain. Selain itu, melalui kerja sama dengan pemerintah GKS juga dapat secara bersama melakukan sosialisasi atau pun berdiskusi melalui forum resmi atau pun tidak resmi, seperti mengenai program STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) terkait dengan kebersihan. Program ini menolong masyarakat tentang pentingnya memiliki WC. Karena di Sumba, khususnya di pedesaan masih banyak masyarakat yang tidak memiliki WC.25

b. Ketersediaan lahan atau lokasi. Sumba merupakan wilayah yang cukup luas dan sampai saat ini masih tersedia lahan kosong untuk melakukan penghijauan. Kondisi ini sebenarnya sangat baik untuk terus mengembangkan baik, hutan rakyat, hutan gereja maupun hutan kelaurga.26Hal ini juga didukung oleh pendapat ibu sekum

24 Wawancara dengan ibu Marlin Lomi, sekretaris umum GKS, kantor sinode 26 Oktober 2015, pukul 11.00

Wita.

25

Wawancara dengan Pak Yulius Rory Teofilus, koordinator bidang kesaksian dan pelayanan, kantor Sinode, 26 Oktober 2015, pukul 10:20 Wita.

26 Wawancara dengan Pak Alfred Djama Samani, ketua umum sinode GKS, kantor sinode, 29 Oktober 2015,

(21)

76

bahwa setiap orang Sumba pasti memiliki halaman yang cukup di sekitar rumah untuk ditanami beberapa pohon umur panjang.27

c. Adanya upaya menggunakan cara yang baru untuk membangun rumah dengan menggunakan baja ringan. Sehingga penebangan kayu untuk kebutuhan pembangunan diminimalisir.

d. Dasar Alkitabiah. Seruan-seruan melalui mimbar dan bahan-bahan PA dapat menjadi pendorong bagi jemaat untuk menyadari pentingnya memperhatikan lingkungan. Karena Tuhan sudah perintahkan dalam firman-Nya. Misalnya, dalam kebersihan lingkungan, tidak boleh BAB sembarangantertulis dalam Ulangan 23:12-13 yang berisi perintah Tuhan kepada Israel saat mereka berada di padang gurun.28

3.7 Faktor-faktor Penghambat Kepedulian GKS terhadap Lingkungan Hidup

Selain faktor-faktor pendukung, terdapat juga faktor-faktor penghambat dari kepedulian GKS terhadap lingkungan hidup, antara lain sebagai berikut:

a. Kebiasaan orang-orang Sumba membakar padang. Hal ini merupakan kebiasaan yang sudah menjadi budaya, karena setiap tahun masyarakat Sumba khususnya Sumba Timur selalu membakar padang. Menurut semua perangkat sinode yang penulis wawancarai tingkat pembakaran padang dan hutan dari bulan Agustus lalu hingga sekarang terus meningkat. Bahkan taman Nasional pun ikut terbakar, sehingga mengakibatkan semua tanaman pun mati. Apalagi dengan keadaan Sumba saat ini yang belum hujan. Kebiasaan ini, sangat memperparah cuaca sehingga semakin panas.

27

Wawancara dengan ibu Marlin Lomi, sekretaris umum GKS, kantor sinode 26 Oktober 2015, pukul 11.00 Wita.

28 Wawancara dengan Pak Yulius Rory Teofilus, koordinator bidang kesaksian dan pelayanan, kantor

(22)

77

b. Kesadaran jemaat yang masih sangat rendah mengenai pentingnya memperhatikan dan melestarikan lingkungan hidup. Keadaan ini juga semakin memperparah keberadaan hutan yang ada, karena masyarakat hanya mau menebang dan memakai sumber daya alam tetapi tidak mau mengembangkan dan melakukan pembangunan berkelanjutan.

Contoh, ketika terjadi kebakaran, ketika kita lewat, kita lihat ada terbakar kita tidak turun padamkan api tidak. Kita berpikirkan kan ada polhut (polisi hutan) mereka yang harus padamkan ini. Tapi kalau ini semua punya pikiran yang sama dan merasa itu adalah tanggung jawab bersama siapa pun pasti akan pedulikan. Sangat berbeda sekali pola pikir kita dengan orang Barat, kalau orang Barat mereka tidak mau tahu ini tugasnya siapa, semua bertanggung jawab. Kalau kita, sering saling menunggu dan tidak merasa memiliki.

Kurangnya kesadaran jemaat juga mempengaruhi kemauan mereka untuk menanam pohon apalagi memelihara. Mungkin untuk menanam saja tidak terlalu sulit tetapi proses pemeliharaan tanaman itu terkadang yang sulit bagi jemaat.

Selain itu, sikap acuh mereka yang sangat memprihatinkan ketika gereja sudah berusaha menjalin kerja sama dengan pemerintah tetapi ketika anakan itu sudah tersedia, mereka sama sekali tidak mempedulikan. Bahkan sampai anakan itu diantar ke rumah-rumah mereka juga tidak memiliki respon yang positif, malah mereka bertanya: itu apa?

Sikap seperti ini juga membuat gereja cukup kesulitan untuk mengajar dan menyadarkan jemaat. Seolah-olah jemaat masih merasa asing dengan apa yang diusahakan gereja.

c. Pengaruh iklim yang tidak menentu.

Kita boleh menanam kalau kemarau panjang akan jadi soal, kita boleh menanam tapi kalau juga tingkat pembakarannya tinggi, pembakaran hutannya, ini juga jadi soal. Tapi kalau pembakaran padang dan hutan ada dua, bisa disebabkan oleh manusia, tapi bisa juga oleh alam. Maksudnya begini, terlalu panas bumi ini tinggi gesekan kayu dan batu saja bisa jadi api. Contoh: kemarin kita pulang dari Ramuk, masa ada di gunung tertinggi bisa ada asap. Tidak mungkin ada orang yang membakar itu! berdasarkan hasil pembicaraan dengan masyarakat juga seperti itu. Tidak ada orang yang bakar tapi karena panas bumi tinggi, jadi gesekan batu dan kayu bisa jadi api.29

29 Wawancara dengan ibu Marlin Lomi, sekretaris umum GKS, kantor sinode 26 Oktober 2015, pukul 11.00

(23)

78

Ketika warga jemaat memiliki semangat untuk menanam tetapi kesediaan air terbatas, bahkan untuk kebutuhan pokok seperti masak dan mandi saja susah bagaimana mungkin mereka masih berpikir untuk menyiram pohon?

d. Karakter warga jemaat yang hanya menginginkan sesuatu yang instan. Hal ini sangat nampak melalui tindakan mereka yang menjual pohon yang mereka sudah tanam dengan harga yang sangat murah karena urusan mendadak, sedangkan mereka harus tetap memelihara pohon itu sampai waktunya pembeli mau menebangnya. Mereka yang berusaha keras menanam dan memelihara tetapi mereka tidak menikmati hasil yang memuaskan. Fenomena ini juga yang merisaukan para pelayan GKS saat ini. e. Ketidak tertiban hewan peliharaan. Sumba dikenal dengan sebutan sandlewood karena

(24)

79

f. Situasi real di Sumba di mana kondisi hutan tinggal 6-8% (terkait dengan penebangan liar, pembakaran hutan/padang, sistem perladangan berpindah, dan lain-lain).30

Hal-hal ini merupakan faktor-faktor penghambat yang sampaikan oleh perangkat sinode. Namun, sebenarnya ada factor penghambat lain yang lebih utama yang tidak diungkapkan oleh para perangkat sinode namun termuat dalam GBKU GKS, di mana hal ini merupakan penghambat utama, adalah sebagai berikut:

1. Pendasaran teologis yang belum dibangun terkait dengan peran gereja dalam menjaga integritas ciptaan.31 Masalah ini juga merupakan masalah serius dan sangat mendasar yang dihadapi GKS. Mengingat GKS merupakan salah satu lembaga keagamaan. Jika dasar teologisnya belum jelas, maka GKS juga akan kesulitan menolong warganya untuk memahami apa artinya lingkungan hidup bagi kehidupan mereka dan apa alasan paling penting lingkungan hidup harus dilindungi dan dilestarikan.

2. Upaya konkrit gereja dalam pengelolaan Sumber Daya Alam dan Ekologi yang masih sangat terbatas. Gereja masih terpaku pada penghijauan dan belum memperhatikan aspek sumber daya alam yang lain. Sehingga hal ini juga mempengaruhi dalam perencanaan program kegiatan yang terkait dengan lingkungan hidup.32

3.8Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis menemukan bahwa kepedulian GKS terhadap lingkungan sudah ada. Hal itu terbukti dari pembahasan sidang sinode yang sudah

30 Majelis Sinode GKS. Garis-Garis Besar Kebijakan Umum Tahun 2014-2018. BPMS GKS. (Waingapu:

2014), 19.

31 Majelis Sinode GKS. Garis-Garis Besar Kebijakan Umum Tahun 2014-2018. BPMS GKS. (Waingapu:

2014), hal. 18.

(25)

80

memasukkan masalah lingkungan hidup menjadi salah satu pembahasan penting. Meski pun pembahasan serius ini kesannya terlambat karena lingkungan hidup sudah mengalami masalah dan kerusakan khususnya mengenai tambang. Tetapi dengan melihat semangat GKS dalam mengupayakan kelestarian lingkungan hidup melalui penghijauan merupakan suatu langkah awal yang sangat baik.

Gambar

Tabel. 3.1 Data Jumlah Jemaat ditiap Kabupaten
Tabel. 3.2 Tabel Jumlah Klasis ditiap Kabupaten
Tabel 3.3, Jumlah warga jemaat terbanyak di GKS
Tabel 3.4, Tabel Kompilasi Klasis, Jemaat, Pendeta dan jumlah Warga.
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Akta gereja bagi GPIB adalah merupakan pokok-pokok penyelesaian persoalan kehidupan yang dihadapi oleh warga jemaat yang disoroti dari hasil pembahasan teologis sesuai

Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa yang menjadi pemicu warga jemaat GKS Nggongi pindah Gereja tidak semata-mata hanya karena kelambanan dan kekurangan

oleh seorang pendeta, yaitu : jika yang menjadi ketua majelis jemaat adalah. seorang pendeta, maka kelebihannya adalah struktur organisasi

kebutuhan dari jemaat dan tidak sesuai dengan kemampuan pendeta , sehingga sering terjadi.. pemasalahan baik itu dari pendeta itu sendiri, sinode, dan jemaat

Wetar dan beberapa jemaat di Klasis pulau

Pada penelitian ini, fokus penelitian yang diteliti dari latar belakang tersebut adalah bagaimana Penerapan Komunikasi Asertif Pendeta pada Jemaat Gereja Kristen

komunitas di dalam Jemaat GPM Rehoboth yang melibatkan warga jemaat pada wilayah. Batu Gantung dan Kampung Ganemo, Kudamati (Farmasi) dengan Lorong

Melihat sejarah perkembangan Sekolah Minggu GKS Waikabubak, menarik bahwa banyak Sekolah Minggu yang tumbuh karena kerinduan jemaat mendirikannya ditambah dengan kemudahan