• Tidak ada hasil yang ditemukan

Monitoring dan Evaluasi Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)(Studi Kasus: Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Monitoring dan Evaluasi Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)(Studi Kasus: Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,

KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

Tinjauan Pustaka

Monitoring

Monitoring (pemantauan), yang berasal dari kata Latin

”memperingatkan”, dipandang sebagai teknik manajemen dengan agen

penyuluhan yang mengumpulkan data sejalan dengan diterapkannya program

penyuluhan serta permasalahan yang dihadapi dalam upaya berada pada jalur

yang benar. Ini memungkinkan manajemen mengambil tindakan dengan cepat

untuk mengembalikan kepada rencana semula atau melakukan penyesuaian bila

ternyata tidak realistis (Van Den Ban dan Hawkins, 1999; 241).

Monitoring didefinisikan sebagai sistem pengawasan yang digunakan oleh

mereka yang bertanggung jawab atas suatu proyek, untuk memastikan bahwa

semuanya berjalan menurut rencana, dan bahwa sumber daya tidak terbuang. Ini

merupakan sistem umpan balik yang berkesinambungan, yang berlangsung

selama siklus program, dan meninjau setiap kegiatan pada setiap tingkat

pelaksanaannya. Monitoring partisipatoris melibatkan para calon pemakai suatu

proyek dalam pengukuran, pengumpulan, pengolahan dan penyampaian informasi

untuk membantu baik personel manajemen maupun para anggota kelompok

sendiri dalam pembuatan kesimpulan (Mikkelsen, 2003; 231).

Hasil monitoring dan evaluasi yang akan digunakan langsung untuk

penyesuaian program, atau akan digunakan untuk membuat rencana program yang

(2)

laporan, tabel, grafik, dan peta merupakan informasi visual. Tetapi semua hasil,

terutama hasil evaluasi, tidak dapat disajikan sebagai informasi kuantitatif, artinya

tidak selalu dalam angka-angka (Mikkelsen, 2003; 237).

Evaluasi

Evaluasi program, adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengkaji

kembali draft/usulan program yang sudah dirumuskan sebelum program itu

dilaksanakan. Kegiatan evaluasi seperti ini selain bertujuan utuk mengkaji

kembali keterandalan program untuk mmencapai tujuan yang diinginkan sesuai

dengan pedoman/patokan-patokan yang diberikan. Juga dimaksudkan agar semua

pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program tersebut merasa ikut bertanggung

jawab terhadap keberhasilan program yang mereka rumuskan itu, jika program

tersebut kelak akan dilaksanakan. Karena itu, di dalam evaluasi program, selain

dievaluasi tentang bagaimana proses perumusan program juga dievaluasi tentang

semua unsur program, yang menyangkut: pengumpulan informasi, analisis

keadaan, perumusan masalah, tujuan, dan cara-cara mencapai tujuan yang

menyangkut: kegiatan yang akan dilaksanakan, metoda yang akan diterapkan,

sasaran kegiatan, volume kegiatan, tempat (lokasi) dan waktu pelaksanaan

kegiatan, serta jumlah dan sumber dana yang akan dipergunakan (Mardikanto,

1993; 325).

Sistem perencanaan mengharuskan adanya evaluasi atau penilaian hasil

pelaksanaanya, yang kemudian dapat dipergunakan sebagai masukan balik

(feed-back) untuk memperbaiki atau merencanakan kembali. Masukan kembali dapat

(3)

disusun sebelumnya, berita acara, memorandum dan sebagainya atau dapat

berbentuk cara-cara yang lebih santai (informal) melalui rapat-rapat staf berkala

dimana dibicarakan dan diadakan pertukaran fikiran mengenai apa yang gagal

atau tidak berhasil dicapai. Dalam evaluasi atau penilaian dicoba untuk

mendapatkan informasi dan mencapai hasil suatu program atau dampak dari suatu

kegiatan, bagaimana keadaan sebelum dan sesudah dilaksanakan suatu program.

Disamping mencari informasi mengenai apa, juga dicari jawaban dari mengapa

atau sebabnya hal-hal positif maupun negatif telah terjadi. Evaluasi dapat

dihubungkan dengan pengawasan (Reksopoetranto, 1992; 55).

Tujuan dari evaluasi adalah untuk menentukan relevansi, efisiensi,

efektivitas dan dampak dari kegiatan dengan pandangan untuk menyempurnakan

kegiatan yang sedang berjalan, membantu perencanaan, penyusunan program dan

pengambilan keputusan di masa depan (Sinar Tani, 2001; 354).

Untuk mengevaluasi program, tahap pertama yang harus dilakukan adalah

mendesain kegiatan program yang bersangkutan. Evaluasi program yang baik,

diperlukan langkah yang sistematis, terarah, dan konsisten. Untuk itu perlu

ditentukan lebih dulu hal-hal sebagai berikut:

 Tujuan program

 Kegiatan yang menjadi pendukung program  Bagaimana prosedur pelaksanaannya

 Hasil yang diharapkan dari masing-masing proyek

 Memperkirakan effect dan impact suatu program yang bersangkutan

(4)

Ada dua macam evaluasi menurut dilaksanakannya evaluasi tersebut,

Yaitu:

1) Evaluasi Formatif, evaluasi ini dilaksanakan di setiap tahap dalam siklus

proyek/program. Tujuannya memberi tanda perlu tidaknya dilakukan tindakan

koreksi. Banyaknya atau frekuensi evaluasi tentunya sangat bergantung pada

kondisi yang dihadapi, tidak ada pedoman khusus. Yang pokok, dari kegiatan

ini bisa diperoleh informasi perlu tidaknya melakukan tindakan perbaikan.

2) Evaluasi ini dilakukan setelah program selesai. Ini sangat penting khususnya

sebagai masukan untuk pengelolaan program yang serupa di masa yang akan

datang. Kalau pun programnya tidak mirip orang-orang yang terlibat bisa

mendapatkan informasi mengenai bagian-bagian, kapan dari program yang

sering harus mendapatkan perhatian khusus

(Santosa, 2009; 151-152).

Program PUAP

Adapun tujuan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan

(PUAP) adalah sebagai berikut:

1. Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan

pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi

wilayah,

2. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, dan

penyuluh pendamping,

3. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk

(5)

4. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra

lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan

(Anonimous b, 2010).

Adapun Indikator keberhasilan output (hasil) PUAP (Pengembangan

Usaha Agribisnis Perdesaan), yaitu: (1) Tersalurkannya dana Bantuan Langsung

Masyarakat (BLM) PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin

anggota Gapoktan sebagai modal untuk melakukan usaha produktif pertanian dan

(2) Terlaksananya fasilitas penguatan kapasitas dan kemampuan sumber daya

manusia pengelola Gapoktan, penyuluh pendamping dan Penyelia Mitra Tani

(PMT) (Suprapto, 2010; 3).

Sedangkan indikator keberhasilan yang menjadi akibat (outcome) PUAP

antara lain:

1. Meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola

bantuan modal usaha untuk petani anggota baik pemilik, petani penggarap,

buruh tani maupun rumah tangga tani,

2. Meningkatnya jumlah petani, buruh tani, dan rumah tangga tani yang

mendapatkan bantuan modal usaha,

3. Meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis (hulu, budidaya, dan hilir) di

perdesaan,

4. Meningkatnya pendapatan petani (pemilik atau penggarap), buruh tani, dan

rumah tangga tani dalam berusaha tani sesuai dengan potensi daerah

(Anonimous c, 2010).

Indikator manfaat atau benefit dan impact (pengaruh) PUAP antara lain:

(6)

Desa PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan), berfungsinya

Gapoktan sebagai lembaga ekonomi petani di perdesaan yang dimiliki dan

dikelola oleh petani, dan berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di

perdesaan (Peraturan Menteri Pertanian, 2008; 4).

Proses penetapan Desa PUAP berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian

No.16/Permentan/OT.140/2/2008 (Pedoman PUAP tahun 2008), ada 2 tahapa n

yang harus dilewati yaitu: tahapan penetapan kuota desa dan tahapan seleksi Desa

PUAP.

(1) Tahapan Penetapan Kuota Desa

Penentuan kuota desa dilaksanakan di Pusat oleh Kelompok Kerja (Pokja)

Identifikasi PUAP. Penetapan kuota desa dilakukan dengan

mempertimbangkan: data lokasi PNPM-Mandiri; data Potensi Desa (Podes);

data desa miskin dari BPS; data desa tertinggal dari Kementerian PDT; data

desa lokasi program lanjutan Departemen Pertanian antara lain : P4K, Prima

Tani, P4MI, Pidra, LKM-A serta desa rawan pangan. Kuota desa yang

menjadi sasaran penerima bantuan modal usaha PUAP juga memperhatikan

dan mempertimbangkan aspirasi masyarakat. Berdasarkan kuota desa pada

setiap kabupaten/kota, tim PUAP pusat menyusun daftar calon desa PUAP.

(2) Tahapan Seleksi Desa PUAP

Daftar calon desa PUAP dikirim oleh tim PUAP pusat ke gubernur dan

bupati/walikota. Berdasarkan daftar tersebut diatas, pemerintah kabupaten/Kota

mengusulkan calon desa PUAP kepada Departemen Pertanian melalui gubernur.

Tim PUAP pusat melakukan verifikasi atas usulan desa PUAP yang diajukan oleh

(7)

oleh tim PUAP pusat, selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Pertanian sebagai

“Desa PUAP” ((Peraturan Menteri Pertanian, 2008; 7).

Menurut Pedoman PUAP tahun 2008 (Peraturan Menteri Pertanian

No.16/Permentan/OT.140/2/2008), Proses penetapan Gapoktan PUAP, adalah

sebagai berikut:

1. Tim teknis PUAP kabupaten/kota mengidentifikasi Gapoktan calon penerima

BLM-PUAP dari lokasi Desa PUAP yang telah ditetapkan oleh Menteri

Pertanian.

2. Gapoktan yang ada di Desa PUAP mengisi formulir 1 sebagai data dasar untuk

diajukan oleh Bupati/Walikota sebagai calon penerima BLM-PUAP.

3. Bupati/walikota mengusulkan Gapoktan penerima BLM-PUAP kepada Tim

PUAP pusat melalui gubernur.

4. Tim PUAP pusat melakukan verifikasi terhadap Gapoktan yang diusulkan oleh

bupati/walikota

5. Hasil Verifikasi Tim PUAP Pusat terhadap Gapoktan, selanjutnya ditetapkan

oleh Menteri Pertanian sebagai Gapoktan Penerima BLM-PUAP.

(Peraturan Menteri Pertanian, 2008; 8)

Landasan Teori

Konsep mengenai kemiskinan bukanlah hal yang mudah dipahami, sebab

kemiskinan sebagai gejala ekonomi berbeda dengan kemiskinan sebagai gejala

sosial-budaya. Hendra Esmara (1986 : 287) menyebutkan bahwa kemiskinan

dilihat dari aspek sosial-budaya lebih banyak melihat dalam diri penduduk miskin

(8)

kemiskinan dilihat dari aspek ekonomi lebih menitikberatkan pada lingkungan

penduduk miskin yang nampak pada rendahnya pendapatan, gizi buruk, angka

kematian bayi dan morbiditas yang tinggi serta rendahnya pendidikan,

(Tukiran,1993; 145).

Pemberdayaan adalah bagian dari paradigma pembangunan yang

memfokuskan perhatiannya kepada semua aspek yang prinsipil dari manusia di

lingkungannya yakni mulai dari aspek intelektual (sumber daya manusia), aspek

material dan fisik, sampai kepada aspek manajerial. Aspek aspek tersebut bisa jadi

dikembangkan menjadi aspek sosial, budaya, ekonomi, politik, keamanan dan

lingkungan. Tiga tujuan utama dalam pemberdayaan masyarakat yaitu

mengembangkan kemampuan masyarakat, mengubah perilaku masyarakat, dan

mengorganisir diri masyarakat. Kemampuan masyarakat yang dapat

dikembangkan tentunya banyak sekali seperti kemampuan untuk berusaha,

kemampuan untuk mencari informasi, kemampuan untuk mengelola kegiatan,

kemampuan dalam pertanian dan masih banyak lagi sesuai dengan kebutuhan atau

permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat (Sayogyo, 1996; 67).

Partisipasi masyarakat didorong melalui proyek pembangunan bagi

masyarakat desa yang dirancang sederhana dan mudah dikelola oleh masyarakat.

Organisasi dan lembaga kemasyarakatan yang mampu menggerakkan dan

menyalurkan aspirasi masyarakat, peningkatan peranan masyarakat dalam

pembangunan. Jadi masih dibutuhkan wadah untuk berpartisipasi di tingkat

kelompok. Melalui wadah partisipasi tersebut anggota kelompok akan saling

belajar melalui pendekatan learning by doing yang berarti belajar dengan

(9)

Yang terjadi adalah adanya perubahan pengetahuan, keterampilan maupun sikap

yang merupakan potensi untuk pembangunan (Ban dan Hawkins, 1999; 60).

Gapoktan merupakan kelembagaan ekonomi di perdesaan yang didalamnya

bergabung kelompok-kelompok tani. Gapoktan sebagai aset kelembagaan dari

Kementerian Pertanian diharapkan dapat dibina dan dikawal selamanya oleh

seluruh komponen masyarakat pertanian mulai dari pusat, provinsi,

kabupaten/kota sampai kecamatan untuk dapat melayani seluruh kebutuhan petani

di perdesaan. Sebagai organisasi ekonomi milik petani di perdesaan, diharapkan

Gapoktan dapat melayani kebutuhan petani tentang pembiayaan. Peraturan

Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 273 / Kpts/OT.160 /4/ 2007, telah

memberikan arahan bahwa Gapoktan dapat melakukan fungsi-fungsi ekonomi

antara lain: unit usaha pengolahan, unit usaha saprodi, unit usaha pemasaran, unit

usaha keuangan mikro sesuai dengan kebutuhan dan harus disepakati oleh seluruh

anggota Gapoktan (Suprapto, 2010; 1).

Membicarakan modal dalam usaha pertanian tidak akan terlepas dari

pembicaraan kredit. Karena kredit merupakan suatu alat atau cara untuk

menciptakan modal. Diakui dan terjadi di lapangan bahwa ada petani yang dapat

memenuhi semua keperluan modalnya dari kekayaan yang dimilikinya. Bahkan

sebagian petani yang kaya malahan bisa membantu atau meminjamkan modal

kepada petani lainnya yang memerlukan. Tetapi secara ekonomis dapat dikatakan

bahwa modal pertanian dapat berasal dari milik sendiri atau pinjaman dari pihak

lainnya. Modal berupa pinjaman dari pihak lain ini lazim disebut sebagai utang

(10)

Modal merupakan salah satu faktor produksi pertanian. Pemilik modal

menerima bunga modal yang biasanya diukur dalam persen dari modal pokok

untuk satu kesatuan waktu tertentu misalnya per bulan, per triwulan, atau per

tahun. Pemilik modal tidak perlu orang lain daripada petani sendiri. Hanya apabila

modal dipinjam dari pihak lain dengan janji pengembalian dengan bunga tertentu

maka terdapatlah kredit. Dengan demikian modal dapat dibagi dua yaitu modal

sendiri (equity capital) dan modal pinjaman (credit) (Mubyarto, 1989; 93).

Dalam penyelenggaraan program PUAP, Departemen Pertanian telah

mengalokasikan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dari APBN sebagai

dana stimulan sebesar Rp 100.000.000 untuk Pengembangan Usaha Agribisnis

Perdesaan (PUAP) kepada setiap desa PUAP. Dana tersebut digunakan untuk

membiayai kegiatan produktif budidaya (on farm) seperti tanaman pangan,

hortikultura, peternakan dan perkebunan, serta kegiatan off farm (non budidaya)

yang terkait dengan komoditas pertanian yaitu industri rumah tangga pertanian,

pemasaran hasil pertanian (bakulan, dll) dan usaha lain berbasis pertanian.

Gabungan kelompok tani (Gapoktan) merupakan sasaran kelembagaan tani

pelaksana PUAP sebagai penyalur modal usaha agribisnis bagi petani.

Sedangkan kriteria Gapoktan penerima dana BLM-PUAP, adalah: (1)

Memiliki SDM yang mampu mengelola usaha agribisnis, (2) Mempunyai struktur

kepengurusan yang aktif, (3) Dimiliki dan dikelola oleh petani, (4) Dikukuhkan

oleh Bupati/Walikota. Program PUAP dilaksanakan melalui pendekatan dan

strategi sebagai berikut: (1) Memberikan bantuan stimulus modal usaha kepada

petani untuk membiayai usaha ekonomi produktif dengan membuat usulan dalam

(11)

(Rencana Usaha Bersama) dan menggunakan dana PUAP sesuai dengan usulan

(tahun ke-I); (2) Petani penerima manfaat program PUAP tersebut harus

mengembalikan dana stimulasi modal usaha kepada Gapoktan sehingga dapat

digulirkan lebih lanjut oleh Gapoktan melalui kaidah-kaidah usaha simpan-pinjam

(tahun ke-II); (3) Dana stimulasi modal usaha yang sudah digulirkan melalui pola

simpan–pinjam selanjutnya melalui keputusan seluruh anggota Gapoktan

diharapkan dapat ditumbuhkan menjadi LKM-A (Lembaga Keuangan Mikro

Agribisnis), dan pada akhirnya difasilitasi menjadi jejaring pembiayaan (linkages)

dari lembaga keuangan lain (Peraturan Menteri Pertanian, 2010; 15).

Pemantauan program, diartikan sebagai proses pengumpulan informasi

(data, fakta) dan pengambilan keputusan-keputusan yang terjadi selama proses

pelaksanaan program, dengan maksud untuk menghindari terjadinya

keadaan-keadaan kritis yang akan mengganggu pelaksanaan program, sehingga program

tersebut tetap dapat dilaksanakan seperti yang direncanakan demi tercapainya

tujuan yang telah ditetapkan (Mardikanto, 1993; 326).

Evaluasi sebagai suatu proses untuk menentukan nilai atau keberhasilan

dalam meraih tujuan yang direncanakan. Proses ini meliputi tahapan-tahapan

sebagai berikut: merumuskan tujuan; mengidentifikasi kriteria yang cocok untuk

mengukur keberhasilan dan menjelaskan tingkat keberhasilan. Dengan demikian

ciri utama dari evaluasi adalah proses menentukan nilai terhadap suatu tujuan dan

kemudian menentukan tingkat keberhasilan dalam meraih tujuan dengan nilai

tertentu (Sinar Tani, 2001; 358).

Menurut Budisantoso dan Triandaru (2006; 148), penggolongan kualitas

(12)

digolongkan menjadi 5 kelas, yaitu: lancar, dalam perhatian khusus, kurang

lancar, diragukan, dan macet.

1. Lancar, yaitu: kondisi pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik

dan tidak ada tunggakan serta sesuai persyaratan kredit (30 hari).

2. Dalam perhatian khusus, yaitu tunggakan pokok/bunga sampai 90 hari dan

jarang mengalami cerukan.

3. Kurang lancar, yaitu kondisi tunggakan pokok/bunga di atas 90 hari sampai

120 hari dan cerukan berulang kali khususnya untuk menutup rugi operasional

dan arus kas.

4. Diragukan, yaitu kondisi tunggakan pokok/bunga di atas 120 hari sampai 180

hari dan cerukan permanen khususnya untuk menutupi rugi dan kekurangan

arus kas.

5. Macet, yaitu kondisi tunggakan pokok/bunga lebih dari 180 hari.

Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau

memihak maupun perasaan tidak mendukung atau memihak pada objek tersebut

(Azwar, 1995; 5).

Sikap dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran, dan kecenderungan

seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu

dalam lingkungannya (Ban dan Hawkins, 1999; 106).

Jika individu bersikap positif terhadap objek tertentu, maka ia akan

cenderung membantu atau memuji, atau mendukung objek tersebut; jika ia

bersikap negatif, maka ia akan cenderung untuk mengganggu atau menghukum

(13)

Sistem kerja kelompok memungkinkan pertemuan antar anggota semakin

sering terjadi. Kegiatan ini membuka kesempatan berdiskusi, tukar-menukar

informasi dan pengalaman antar anggota semakin aktif, sehingga pengetahuan

anggota kelompok semakin meningkat. Demikian pula sebaliknya,

kendala-kendala yang muncul pada kelompok dengan cepat ditemukan dan dipecahkan

secara bersama-sama. Di sisi lain rasa kebersamaan di antara anggota kelompok

semakin erat. Kerja kelompok juga mempermudah PPL (Penyuluh Pertanian

Lapangan) untuk mendatangi mereka untuk memberikan pengarahan-pengarahan

atau penyuluhan di lahan kerja mereka, cukup dengan melihat jadwal kerja

kelompok tersebut (Mubyarto, 2000; 25).

Keberhasilan atau kegagalan usaha-usaha transformasi pola pertanian

tradisional tidak hanya ditentukan oleh kemampuan dan keterampilan para petani

dalam meningkatkan produktivitasnya saja; akan tetapi yang lebih penting lagi

semua itu tergantung pada kondisi-kondisi sosial, kondisi komersial dan kondisi

kelembagaan yang merupakan faktor-faktor lingkungan yang harus dihadapi oleh

petani (Todaro, 1998; 386).

Kegiatan analisis kinerja merupakan kegiatan menginterpretasikan atau

pemahaman serta penggunaan data dan informasi yang berhasil dukumpulkan

guna membuat kesimpulan dan temuan evaluasi kinerja, namun untuk melakukan

hal tersebut digunakan alat-alat analisis ataupun intsrumen-instrumen yang

bervariasi baik metode maupun prosedurnya, antara lain penggunaan teknik

analisis kuantitatif untuk membandingkan antara biaya-biaya yang dikeluarkan

(14)

kualitatif yang bersifat subyektif maupun metode eksperimental

(Moeheriono, 2009; 96-97)

Kerangka Pemikiran

Pada umumnya masalah kemiskinan berhubungan erat dengan

permasalahan pertanian di Indonesia. Masalah paling mendasar bagi sebagian

besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para

petani. Dalam rangka menanggulangi permasalahan tersebut, pemerintah

mengeluarkan kebijakan baru yaitu: program Pengembangan Usaha Agribisnis

Perdesaan (PUAP). Program ini bertujuan untuk membantu mengurangi tingkat

kemiskinan dan menciptakan lapangan pekerjaan di perdesaan serta membantu

penguatan modal dalam kegiatan usaha di bidang pertanian sehingga dapat

meningkatkan kesejahteraan petani.

Pemerintah melalui Departemen Pertanian memberikan bantuan dana

PUAP sebesar Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) kepada Gapoktan yang ada di

Desa PUAP. Pelaksanaan program PUAP harus berpatokan pada Pedoman Umum

PUAP tahun 2008. Gapoktan penerima dana BLM-PUAP harus berada pada

lokasi desa PUAP dan memenuhi kriteria, antara lain: memiliki SDM yang

mampu mengelola usaha agribisnis, mempunyai struktur kepengurusan yang aktif,

dimiliki dan dikelola oleh petani, dikukuhkan oleh bupati/walikota. Dana

BLM-PUAP disalurkan kepada petani melalui Gapoktan. Gapoktan (per desa) yang

merupakan kelembagaan ekonomi di perdesaan yang di dalamnya bergabung

kelompok-kelompok tani.

Gabungan kelompok Tani (Gapoktan) sebagai lembaga tani pelaksana

(15)

agribisnis bagi petani. Penyaluran dana BLM-PUAP kepada petani dilaksanakan

dengan sistem pinjaman, artinya dana BLM-PUAP harus dikembalikan kepada

Gapoktan untuk digulirkan kembali kepada petani lain. Kelancaran dan

keberhasilan pelaksanaan Program PUAP di daerah penelitian sangat dipengaruhi

oleh tingkat pengembalian pinjaman dana BLM-PUAP dari petani kepada

Gapoktan. Tingkat penggolongan pengembalian pinjaman dikelompokkan dalam

5 kategori yaitu: lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan

macet.

Penerimaan bantuan dana BLM-PUAP dalam bentuk pinjaman tersebut

memunculkan sikap, tingkah laku yang dipengaruhi oleh dorongan-dorongan dari

dalam diri petani maupun kelompok dimana petani itu bernaung. Sikap petani

terhadap program PUAP merupakan bentuk reaksi ataupun respon terhadap

adanya stimulus, yakni memunculkan dalam bentuk sikap positif atau negatif

Evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan informasi dengan

menggunakan standar dan seperangkat kriteria untuk menarik kesimpulan dan

menyusun pertimbangan. Kegiatan evaluasi PUAP bermanfaat untuk

mengidentifikasi berbagai kelemahan dan permasalahan yang terjadi dalam

pelaksanaan PUAP baik peyaluran dan pemanfaatan dana BLM-PUAP serta

memberikan saran-saran perbaikan sebagai pertimbangan untuk pengambilan

kebijakan PUAP pada masa yang akan datang. Program PUAP (Pengembangan

Usaha Agribisnis Perdesaan) di daerah penelitian yang telah berjalan sejak tahun

2008, perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan

pelaksanaan program PUAP yang telah dicapai, dan dampaknya terhadap sosial

(16)

Desa PUAP

Maka secara sederhana kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai

berikut: Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Gapoktan/Poktan

Evaluasi

Pinjaman Pengembalian Pinjaman Tingkat Penggolongan

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

The comparison of the LAI retrieval based on RapidEye and OLI shows that the SLC model and the data assimilation concept in PROMET is very suitable for

PASTIKAN NAMA LEMBAGA DI FILE EXCEL DAN APLIKASI DESKTOP SAMA CARA PENULISANNYA, TERMASUK PENGGUNAAN HURUF BESAR ATAU

The improved and automated method for grassland cutting date detection based on Sentinel-1 radar data will be integrated in a grassland yield and quality model such as used

In the M 4 Land system, SLC is configured to use spectral configurations and acquisition parameters from the used satellite sensors (in this case RapidEye),

Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan atas LKPD TA 2015 pada Pemerintah Daerah Kabupaten Lebong dilaksanakan pada Jumat, 3 Juni 2016 kepada Ketua DPRD dan Bupati. Hasil pemeriksaan

Pada periode sebelum krisis (1970-1996), pemerintah telah mengimplementasikan kebijakan harga dasar gabah (HDG), kebijakan subsidi benih, kebijakan subsidi

Pada bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan saran sehubungan dengan pencapaian tujuan penelitian yang telah dirumuskan, yaitu: mengetahui tingkat kepuasan

Salah satu situasi sulit adalah ketika menghadapi pemilih yang berada pada segmen III (memilih calon atau partai kompetitor dan dengan alasan yang benar). Strategi yang