BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Model Pengajaran
Strategi menurut Kemp dalam Rusman (2012:132) adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Sedangkan menurut Dick dan Carey dalam Rusman (2012:132) mengatakan bahwa strategi pembelajaran itu adalah seperangkat prosedur atau alat pembelajaran yang digunakan secara bersama dengan teori dan metode yang bervariasi untuk menimbulkan hasil belajar pada peserta didik. Supaya pembelajaran berjalan dengan baik dan lancar, maka strategi pembelajaran itu harus dipersiapkan dengan perencanaan yang matang sebelum proses belajar mengajar berlangsung.
Sebuah strategi pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode. Dengan kata lain, strategi adalah rencana pengoperasian sesuatu, sedangkan metode adalah cara atau jalan untuk mengoperasikan sesuatu agar berjalan sesuai rencana. Dalam strategi pembelajaran, terdapat pula yang dinamakan model pembelajaran. Joyce dan Weil dalam Rusman (2012:133) mengatakan model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran ini sangat bervariasi jenisnya. Maka dari itu, seorang guru boleh saja memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan kepada peserta didik dan sesuai pula dengan karakteristik peserta didik.
B. Dasar Pertimbangan Model Pembelajaran
Rusman (2012:134) mengemukakan empat unsur yang menjadi dasar-dasar pertimbangan seorang guru dalam memilih model pembelajaran yaitu sebagai berikut.
a. Pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai.
b. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran. c. Pertimbangan dari sudut peserta didik atau siswa.
d. Pertimbangan lainnya yang bersifat nonteknis, misalnya keefektifan model.
memilih model pembelajaran adalah mengetahui karakter peserta didik supaya model pembelajaran yang dipilih berjalan dengan efektif.
C. Pola-pola Pembelajaran
Pola-pola pembelajaran menurut Rusman (2012:135) yaitu memberikan gambaran bahwa seiring dengan pesatnya perkembangan media pembelajaran, baik software maupun hardware, akan membawa perubahan bergesernya peranan guru sebagai penyampaian pesan. Guru tidak lagi berperan sebagai satu-satunya sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran. Siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai media dan sumber belajar, baik itu dari majalah, modul, siaran radio, televisi, media komputer, atau yang sering kita kenal dengan pembelajaran berbasis komputer, baik model drill, tutorial, simulasi maupun instructional games ataupun dari internet. Sekarang ini atau di masa yang akan datang, peran guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi ia harus mulai berperan sebagai director of learning yaitu sebagai pengelola belajar yang mengajar dari berbagai sumber belajar. Bahkan, bukan tidak mungkin di masa yang akan datang peran media sebagai sumber informasi utama dalam kegiatan pembelajaran (pola pembelajaran bermedia), seperti halnya penerapan pembelajaran berbasis komputer (computer based instruction), di sini peran guru hanya sebagai fasilitator belajar saja.
D. Ciri-ciri Model Pembelajaran
Rusman (2012:136) mengatakan model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari pada ahli tertentu. Sebagai contoh, model penelitian kelompok di susun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalm kelompok secara demokratis.
b. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.
c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang.
sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupaakn pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.
e. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat di ukur; (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
f. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.
E. Jenis-jenis Model Pengajaran
1. Model-model Memproses Informasi
Menurut Huda (2014:76) model memproses informasi berfokus pada mengobservasi, mengolah data, memahami informasi, membentuk konsep-konsep, menerapkan simbol, dan memecahkan masalah.
Jadi, pada model ini pusat perhatiannya adalah mengolah informasi yang telah didapatkan dengan proses berpikir dan pemecahan masalah.
Model-model yang termasuk dalam kategori ini adalah; model berpikir induktif, pencapaian konsep, induktif kata bergambar, penelitian ilmiah, latihan penelitian, menghafal, sinektik, dan advance organizer.
a. Model Berpikir Induktif
Kelompok: Model Memproses Informasi Teoritikus utama: Hilda Taba (1971)
Model berpikir induktif itu berasumsi bahwa setiap manusia merupakan konseptor alamiah. Maka dari itu, seorang guru harus dapat mendesain pembelajaran yang efektif supaya meningkatkan efektivitas dalam membangun konsep dan membangun keterampilan konseptual.
List
Group
Label
Sintak
Tahap 1: Pembentukan Konsep
Guru mengalkulasi dan membuat daftar.
Siswa mengelompokkan daftar.
Siswa membuat label dan kategori.
Tahap 2: Interpretasi Data
Siswa mengidentifikasi relasi-relasi penting antarkategori.
Siswa mengeksplorasi relasi-relasi kategorial.
Siswa membuat kesimpulan.
Tahap 3: Penerapan Prinsip
Siswa memprediksi konsekuensi, menjelaskan fenomena luar, menyusun hipotesis.
Siswa menjelaskan prediksi atau hipotesis.
Siswa menguji kebenaran (verifikasi) prediksi.
Sistem Sosial
Menurut Huda (2014:79) dalam metode ini, atmosfer kelas bersifat kooperatif. Saat guru diposisikan sebagai inisiator dan penentu rangkaian aktivitas pembelajaran, maka ia harus bertanggung jawab melakukan kontrol pada siswa secara kooperatif. Akan tetapi, karena siswa yang pada hakikatnya mempelajari strategi tersebut, mereka tentu akan berasumsi bahwa dirinyalah pengontrol yang sebenarnya.
Tugas/Peran Guru
Sistem Dukungan
Huda (2014:79) mengatakan tentang model ini dapat diterapkan dalam berbagai bidang kurikulum yang di dalam nya ada banyak data mentah yang perlu diolah. Tugas guru adalah membantu mereka memperoses data dengan cara yang lebih kompleks, dan pada waktu bersamaan, membantu mereka meningkatkan kapasitas sistem dukungan itu saat memproses data.
Pengaruh
Huda (2014:80) mengemukakan model ini dianggap hanya cocok untuk orang dewasa, padahal sebenarnya tidak. Siswa di semua tingkatan umur bisa memproses informasi dengan leluasa. Pola berfikir yang baik selalu mengombinasikan dua hal, yaitu disiplin dan fleksibilitas.
b. Model Pencapaian Konsep
Kelompok: Model Memproses Informasi Teoritikus utama: Jerome Bruner (1967)
Pencapaian konsep merupakan proses mencari dan mendaftar sifat-sifat yang dapat di gunakan untuk membedakan contoh-contoh yang tepat dengan contoh-contoh yang tidak tepat dari berbagai kategori (Bruner, dkk. dalam Huda, 2014:81). Pada model pencapaian konsep ini mengharuskan siswa menggambarkan sifat-sifat dari suatu kategori yang sudah terbentuk dalam pikiran orang lain dengan cara membandingkan dan membedakan contoh-contoh yang berisi karakteristik konsep dengan contoh yang tidak berisi karakteristik.
Sintak
Tahap 1: Penyajian Data dan Identifikasi Konsep
Guru menyajikan contoh-contoh yang telah dilabeli.
Siswa membandingkan sifat-sifat/ciri-ciri pada contoh-contoh positif dan
negatif.
Siswa menjelaskan definisi tertentu berdasarkan sifat-sifat/ciri-ciri yang paling
penting.
Siswa mengidentifikasi contoh-contoh tambahan yang tidak dilabeli dengan tanda “Ya” dan “Tidak”.
Guru menguji hipotesis, menamai konsep, dan menyatakan kembali
definisi-definisi berdasarkan sifat-sifat/ciri-ciri yang paling esensial. Siswa membuat contoh-contoh.
Tahap 3: Analisis Strategi Berpikir
Siswa mendeskripsikan pemikiran.
Siswa mendiskusikan peran sifat-sifat dan hipotesis-hipotesis.
Siswa mendiskusikan jenis dan ragam hipotesis.
Sistem Sosial
Huda (2014:82) mengemukakan bahwa sebelum mengajar dengan model pencapaian konsep, guru memilih konsep, menyeleksi dan mengolah bahan menjadi contoh yang positif dan yang negatif, dan mengurutkan/merangkai contoh-contoh tersebut. Dalam banyak kasus, guru harus mempersiapkan contoh-contoh-contoh-contoh, menggali ide-ide dan bahan dari buku dan sumber lain, dan merancangnya sedemikian rupa sehingga ciri-ciri menjadi jelas dan tentu saja, ada contoh-contoh negatif dan positif yang dibuat dari konsep tersebut. Guru juga menyajikan contoh-contoh tambahan seperlunya. Ada tiga tugas penting yang harus diperhatikan guru selama aktivitas pencapaian konsep, yaitu mencatat/ merekam, “membisikan” (isyarat), dan menyajikan data tambahan.
Tugas/Peran Guru
Sistem Dukungan
Huda (2014:83) mengatakan materi pelajaran yang berbasis pencapaian konsep mensyaratkan adanya sajian contoh negatif dan positif pada siswa. Yang harus ditekankan pada model ini adalah siswa harus mencapai dan mendapatkan konsep yang sebelumnya telah dipilih oleh guru. Untuk itu, sumber data dari konsep tersebut perlu diketahui sebelumnya dan sifat-sifatnya juga harus terlihat jelas. Ketika siswa disajikan contoh, mereka diminta menggambarkan karakteristik (ciri-ciri) dari contoh tersebut, yang kemudian dapat dicatat oleh guru.
Pengaruh
Huda (2014:84) mengatakan bahwa strategi pencapaian konsep dapat menyempurnakan tujuan instruksional. Strategi ini dirancang untuk mengajarkan konsep yang spesifik dan sifat-sifat dari konsep itu. Pada akhirnya, khusus pada konsep yang abstrak, strategi ini berusaha mendidik kesadaran siswa terhadap perspektif alternatif, pada nalar logis dalam berkomunikasi, dan toleransi mereka pada ambiguitas.
c. Model Induktif Kata Bergambar Kelompok: Model Memproses Informasi Teoretikus: Emily Calhoun (1999)
Model induktif kata bergambar dirancang untuk menghadapi tantangan menjadi pembaca yang ahli, utamanya untuk pembaca pemula di tingkat dasar dan tingkat yang lebih tinggi (Huda, 2014:85).
Sintak
Tahap 1: Pengenalan Kata Bergambar Guru memilih sebuah gambar.
Siswa mengidentifikasi apa yang mereka lihat dalam gambar tersebut.
Siswa menandai bagian gambar telah diidentifikasi tadi.
Tahap 2: Identifikasi Kata Bergambar
Guru membaca/mereview bagan kata bergambar.
Siswa mengidentifikasi konsep umum dalam kata-kata tersebut ke dalam kelas/golongan kata tertentu.
Siswa membaca kata-kata itu dengan merujuk pada bagan jka kata tersebut
tidak mereka kenali. Tahap 3: Review Kata Bergambar
Guru membaca/mereview bagan kata bergambar (mengucapkan, mengeja, dan
mengucapkan).
Guru menambah kata-kata, jika dinginkan, pada bagan kata bergambar atau yang sering dikenal dengan “bank kata”.
Siswa memikirkan judul yang tepat untuk bagan kata bergambar itu.
Tahap 4: Menyusun Kata dan Kalimat
Siswa menyusun sebuah kalimat, kalimat-kalimat, atau suatu paragraf secara langsung yang berhubungan dengan bagan kata bergambar tadi.
Siswa mengklasifikasi seperangkat kalimat yang dapat mengahsilkan satu
kategori kelompok tertentu.
Guru memperagakan membuat kalimat-kalimat tersebut secara bersamaan menjadi suatu paragraf yang baik
Guru dan siswa membaca/mereview kalimat-kalimat atau paragraf-paragraf.
Sistem Sosial
Model pengajaran ini dilakukan secara kooperatif. Guru bisa membentuk kelompok kecil untuk saling berbagi gagasan mengenai gambar-gambar yang disajikan.
Tugas/Peran Guru
Guru memegang kunci dalam meningkatkan keterampilan baca-tulis siswa – kunci yang menyediakan akses dan pilihan pada mereka. Semakin banyak pemahaman yang mereka miliki tentang cara bahasa bekerja, semakin kuat mereka menjadi seorang komunikator dan warga negara yang baik.
Sistem Dukungan
Pengaruh
Model induktif kata bergambar memilki pengaruh, yaitu: (1) belajar membuat kosakata; (2) belajar meneliti struktur kata dan kalimat; (3) menghasilkan tulisan; (4) menghasilkan pemahaman tentang hubungan membaca/menulis; (5) mengembangkan keterampilan dalam analisis fonetik dan struktural; (6) mengembangkan minat dan kemampuan untuk berekspresi dengan cara menulis; (7) meningkatkan gairah membaca teks nonfiksi; (8) mengembangkan keterampilan bekerja sama dalam belajar bersama orang lain dalam ranah membaca/menulis.
d. Model Penelitian Ilmiah
Sintak
Tahap 1 : Penyajian Bidang Penelitian
Guru menyajikan bidang penelitian yang meliputi metodologi-metodologi yang bisa
digunakan siswa dalam melaksanakan penelitian. Tahap 2: Identfikasi Masalah
Guru mendesain masalah penelitian agar siswa dapat mengidetifikasi masalah dalam penelitian tersebut
Tahap 3: Pemecahan Masalah
Guru meminta siswa berspekulasi tentang masalah tersebut, sehingga ia dapat
mengidentifikasi kesulitan-kesulitan tersebut yang dijumpai selama proses penelitian. Tahap 4: Uji Coba
Guru meminta siswa berspekulasi tentang cara-cara memperjelas kesulitan tersebut dengan merancang uji coba, mengolah data dengan cara yang berbeda, menghasilkan data, mengembangkan konstruk-konstruk, dan sebagainya.
Sistem Sosial
Dalam model pengajaran ini, Huda (2014:92) mengatakan iklim kooperatif sangat dianjurkan. Karena siswa benar-benar dimasukkan ke dalam iklim penelitian yang menggunakan teknik ilmu pengetahuan yang kompleks, maka siswa diharapkan memiliki tingkat keberanian tertentu sebagai bentuk kerendahan. Selain itu siswa juga harus memiliki mengakui sifat pengetahuan mereka yang tentative dan sealu berkembang dengan baik sebagai sesuatu disiplin, dan mereka juga perlu mengembangkan sikap kerendahanhatian dengan tetap berpegang teguh pada pendektan mereka terhadap disiplin-disiplin ilmiah yang telah berkembang dengan baik.
Peran/Tugas Guru
menafsirkan data, dan mengembangkan konstruk, yang juga merupakan bagian dari cara-cara mereka menginterpretasikan realitas yang terus berkembang.
Sistem Dukungan
Huda (2014:93) mengatakan satu-satunya sistem dukungan yang dibutuhkan dalam model ini adalah seornag instruktur yang fleksibel dan terampil dalam proses penelitian, ayang dapat menyediakan bidang-bidang penelitian yang orosinal, masalah-masalah yang mengeringinya, dan sumber-sumber data yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian. Selain itu, sistem dukuan yang lain adalah adanya perangkat-perangkat yang memadai untuk memperlancar implementasi tugas-tugas tersebut diatas.
Pengaruh
Model-model penelitian dirancang untuk mengajarkan proses-proses riset, mempengaruhi cara-acar siswa dalam memproses informasi, dan mendidik komitmen mereka untuk melakukan penelitian ilmiah (Huda, 2014:93). Model ini juga memungkinkan terbukanya pemikiran dan kemampuan untuk meneguhkan pendapat dan menyeimbangkan alternatif-alternatif. Karena penekanannya pada upaya riset kolektif, model ini juga dapat medndiik semanagt bekerja sama dan kemampuan untuk bekerja bersama orang lain.
e. Model Latihan Penelitian
Model latihan penelitian (inquiry training model) berawal dari sebuah kebutuhan untuk mengembangkan munitas para pelajar yang mandiri. Metodenya mensyaratkan partisipasi aktif siswa dalam penelitian ilmiah. Siswa sebenarnya memiliki rasa ingin tahu dan hasrat yang besar untuk tumbuh berkembang; dan latihan penelitian memanfaatkan eksplorsi kegairahan alami mereka memeberikan mereka arahan-arahan khusus sehingga mereka dapat engeksplorsi bidang-bidang penelitian secara efektif. Tujuan umum latihan penelitian adalah membantu siswa mengembangkan disiplin intelektuan dan keterampilan yang mumpuni untuk meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencaraian jawaban yang terpendam rasa keinginan taahuan mereka (Huda, 2014:94).
Sintak
Tahap 1: Identifikasi Masalah
Guru menjelaskan beberapa perbedaan anatar prosedur.
Tahap 2: Verifikasi Data
Siswa melakukan verifikasi pada objek dan prasyarat – prasyarat yang mendsari ssiwa
mengeksplorasi penelitian berdasrkan yang dihadapi. Tahap 3: Eksperimentasi Data
Siswa memisahkan variable-variable yang relevan.
Siswa membuat hipotesis (dan menguji) hubungan kausal antarvariabel.
Tahap 4: Formulasi Data
Siswa mengolah data.
Siswa merusmuskan penjelasan mengena data.
Tahap 5: Analisis Proses Penelitian
Siswa menganalisis strategi penelitian.
Siswa mengembangkan strategi penelitian yang efektif.
Sistem Sosial
Huda (2014:96) mengatakan sistem sosial dalam model ini bersifat kooperatif dan ketat. Walaupun model latihan ini dapat disusun dengan baik, dengan sistem sosial yang dikontrol sepenuhnya oleh guru, lingkungan intelektual haruslah tepat terbuka bagi semua gagasan yang relevan; guru dan siswa berpartisipasi sceara kolaboratif dimana akan ada banyak gagasan yang nantinya bisa saling didiskusikan bersama. Selain itu, Guru seharusnya juga bisa mendorong siswa untuk mulai mengawali, memprakarsai, dan menjalankan penelitian. Saat siswa belajar prinsip-prinsip penelitian, struktur pengajaran dapat diperluas hingga apada penggunaan materi-materi sumber, dialog dengan siswa lain, ekprementsi, dan diskusi dengan guru.
Peran/Tugas Guru
kelompok dan memfokuskan diri pada peristiwa-peristiwa permasalahan tertentu atau dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut (Huda, 2014:97).
Sistem Dukungan
Huda (2014:97) mengemukakan tentang model ini memerlukan dukungan yang optimal, yakni seperangkat bahan atau materi yang konfrontatif, seorang guru yang memahami proses intelektual dan strategi penelitian, dan materi-materi sumber yang menopang suatu permasalahan.
Pengaruh
Huda (2014:97) mengatakan pengaruh dari model ini menawarkan strategi-strategi penelitian, nilai-nilai, dan sikap-sikap yang pentig dalam ranah penelitian, yang meliputi antara lain: 1) keterampilan mengolah (mengobservasi, mengumpulkan, dan mengolah data; mengidentifikasi dan mengontrol variabel-variabel merumuskan dan menguji hipotesis dan penjelasan menarik kesimpulan); 2) Pembelajaran aktif, mandiri, 3) Pengungkapan Verbal 4) Toleran pada ambiguitas 5) Berpikir Logis 6) Sikap bahwa semua pengetahuan bersifat tentatif.
f. Model Mnemonik
Berbicara tentang metode menghafal/mnemonic, ingatan kita mungkin tertuju pada masa-masa sekolah dulu, bagaimana kita dituntut untuk menguasai daftar materi yang tak tersrtuktur, seperti kata-kata baru, bunyi-bunyi baru, hari-hari dalam seminggu, 50 kota, dan negara-negara di dunia. Beberapa dari kita menjadi penghafal yang efektif, tetapi beberapa yang lain tidak. Saat kita mencoba mengingat kembali informasi yang pernah kita hafal dulu, kita begitu mudah melupakannya. Kita seakan menganggap semuanya segala hal yang remeh yang tidak terlalu penting untuk diingat kembali. Namun, bayangkan sejenak apa yang akan terjadi pada dunia tanpa informasi yang kita peroleh beratahun-tahun disekolah? Pada intinya, kita tetap membutuhkan informasi, dan model menghafal disini dirancang untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Huda, 2014:99).
Sintak
Tahap 1: Mempersiapkan Materi
Siswa menggunakan teknik-teknik seperti menggaris bawahi (underlining), membuat
Tahap 2: Mengembangkan Hubungan-hubungan
Siswa berusaha akrab dengan materi dan menghubungkan menggunakan teknik-teknik sistem kata kunci (keyword), kata ganti (substitute word), dan kata hubung. Tahap 3: Memperluas Gambaran Sensorik
Siswa menggunakan teknik-teknik asosiasi konyol (ridiculous association) dan melebih-lebihkan (exaggeration)
Tahap 4: Mengingat Kembali
Siswa melakukan recalling pada materi hingga semua nya tuntas dipelajari.
Sistem Sosial
Huda (2014:100) mengatakan sistem sosial bersifat kooperatif. Guru dan siswa menjadi satu tim yang sama-sama bekerja sama menyelesaikan materi baru. Prakarsa ini seharusnya lebih ditekankan pada siswa agar mereka dpapat melakukan kontrol pada strategi menghafal dan menggunakannya untuk mengingat gagsan, kata, dan rumus-rumus.
Peran/Tugas Guru
Huda (2014:100) mengatakan guru membantu siswa mengidentifikasi objek-objek utama, pasangan kita, dan gambar-gambar, dengan menawarkan sugesti-sugesti yang positif namun tetap an mempertimbangkan level kemampuan kognitif siswa.
Sistem Dukungan
Huda (2014:100) mengemukakan semua perangkat bidang kurikulum yang tradisional dapat digunakan dalam mengefektifkan strategi menghafal ini. Gambar-gambar, bantuan-bantuan fisik, film, dan materi-materi audivisual lain juga sangat berguna, khususnya untuk meningkatkan kekayaan sensorik siswa dalam bentuk asosiasi-asosiasi.
Pengaruh
nyaman dan kreatif juga perlu ditingkatkan. Aktivitas mengimajinsikan (imaging) mengharuskan siswa untuk mengamati dna menghadirkan dunia disekitar kita. Oleh sebab itu, mengimajinasikan (imaging) sebagai bagian dari kerja memori dapat mendisiplinkan mereka untuk menghadirkan lingkungan secara otomatis (Huda, 2014:101).
g. Model Sinektik
Proses sinektik dikembangkan dari beberapa asumsi tentang psikologi kreativitas (the psychology of creatiivity). Asumsi pertama, dengan membawa proses kreatif menuju kesadaran dan dengan mengembangkan bantuan-bantuan eksplisit menuju kreativitas, kita dapat secara langsung meningkatkan kapasitas kreatif secara individu maupun kelompok. Asumsi yang kedua dalah bahwa “kompnen emosional lebih penting daripada intelektual irasional lebih penting dari pada rasional” (Gordon dalam Huda, 2014:102). Kreativitas merupakan pengembangan pola-pola mental baru. Interaksi yang tidak masuk akal menyisakan ruang bagi keberlanjutan pemikiran yang dapat menuntut pada kondisi mental dimana banyak gagasan baru muncul. Asumsi ketiga adalah bahwa “unsur-unsur emosional dan irasional harus dipahami dengan baik agar mampu meningkatkan kemungkinan sukses dalam menyelesaikan situasi permasalahan” (Gordon dalam Huda, 2014:102).
Sintak
Tahap 1: Input Substantif
Guru menyediakan informasi tentang topik baru
Tahap 2: Analog Langsung
Guru mengusulkan analog langsung
Siswa mendeskripsikan analog
Tahap 3: Analog Personal
Guru meminta siswa untuk “menjadi sesuatu/sesorang yang familier” (mempersonalisasi analog langsung)
Tahap 4: Perbandingan Antaranalog
Siswa mengidentifikasi dan menjelaskan poin – poin kesamaan anatar analog dan materi substansif.
Tahap 5: Identifikasi Perbedaan
Siswa menjelskan perbedaan – perbedaan antar analog
Siswa mengeksplorasi kembali topik awal
Tahap 7: Formulasi Analog
Siswa menyiapkan analog berlangsung
Siswa mengeksplorasi persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan
Sistem Sosial
Huda (2014:103) mengatakan baik model-model maupun strategi-strategi pengajaran sinektik sebenarnya dapat disusun dengan mudah asalkan guru dapat membimbing penerapan mekanisme-mekanisme operasional didalamnya. Guru dapat membantu siswa melogikakan proses-proses mental mereka. Namum, siswa punya kebebasan untuk melakukan diskusi terbuka dalam memecahkan masalah secara metaforis. Norma-norma kerja sama, “permainan khayalan”, dan kualitas intelektual dan emosional juga penting untuk membangun setting pemecahan masalah secara kreatif. Rward bersifat internal, datang dari kepuasan dan kenyamanan siswa dalam aktivitas pembelajaran.
Peran/Tugas Guru
Guru harus memeperhatikan siswa-siswa mana saja yang pola pikirnya perlu diatur sedemikiran rupa. Beitu pula mereka juga perlu mendorong kondisi-kondisi psikologi mereka juga perlu mendorong kondisi-kondisi psikologis yang mungkin dapat membangun respons kreatif siswa. Mereka harus menerima seluruh respons siswa untuk meyakinkan bahwa siswa merasa tidak ada penghakiman eksternal terhadapn ekspresi kretaifnya. Semakin sulit maslaah yang dipecahkan, semakin penting bagi guru untuk menerapkan dan menrima analogi-anlogi yang tidak masuk akal sehingga siswa dapat mengembangkan perspektif-perspektif yang segar tentang masalah yang mereka hadapi (Huda, 2014:104).
Sistem Dukungan
Pengaruh
Huda (2014:105) mengatakan model sinektik dapat memberi: 1) pengaruh instruksional berupa kohesi dan produktivtias kelompok, keterampilan berpikir metaforis, kapabilitas, dan pemecahan masalah, dan 2) pengaruh pengiring berupa harga diri, petualangan, dan penguasaan materi kurikulum.
h. Model Advance Organizer
Ausubel dalam Huda, (2014:106) percaya bahwa siswa harus menjadi konstruktor pengetahuan yang aktif. Hanya saja mereka perlu diarahkan untuk memiliki metalevel disiplin dan metagonisi untuk merespon pengajaran secara produktif, dari pada mengawali pengajaran dengan dunia persepsi mereka dan membimbing mereka untuk menginduksikan struktur-struktur. Medal advance organizer ini dirancang untuk memperkuat struktur kognitif siswa. Pengetahuan mereka tentang pelajaran tentu dan bagaimana mengelola, memperjelas, dan memelihara pengetahuan tersebut dengan baik. Seberapa banyak pengetahuan tersebut, dan bagaimana pengetahuan ini dikelola.
Sintak
Tahap 1: Presentasi Advance Organizer
Guru mengklarifikasi tujuan-tujuan pengajaran.
Guru menyajikan organizer.
Guru mengidentifikasi karakteristik-karakteristik konklusif.
Guru memberi contoh-contoh.
Guru menyajikan konteks.
Guru mereview penjelasannya.
Guru mendorong kesadaran dan pengetahuan siswa.
Tahap 2: Presentasi Tugas atau Materi Pelajaran Guru menyajikan materi.
Guru berusaha menjaga perhatian siswa.
Guru memperjelas aturan materi pelajaran.
Tahap 3: Pengolahan Kognitif
Guru menggunakan prinsip-prinsip rekonsiliasi intergratif.
Sistem Sosial
Dalam model ini, guru harus mempertahankan control pada struktur intelektual siswa, karena ini hal penting untuk menghubungkan materi pembelajaran dengan organizer yang ia sajikan. Ini juga dimaksudkan untuk membantu siswa membedakan materi baru dengan materi yang telah dipelajsri sebelumnya. Akan tetapi, pada tahap ketiga, situasi pemebelajaran ideal harusnya lebih interaktif. Siswa-siswa perlu dirangsang untuk mengajukan pertanyaan dan memebrikan tanggapan atas organizer tesebut. Materi pemeblajaran yang hendak disampaikan jika mereka mampu mengintegrasikannya dengan pengetahuan sebelumna, melalui kemampuan kritisnya, presentasi guru, dan pengolahan informasi (Huda, 2014:108).
Peran/Tugas Guru
Huda (2014:108) mengatakan tugas guru adalah mengklarifikasi makna-makna materi pembelajaran yang baru, membedakan makna tersebut dari mendamaikannya dengan pengetahuan yang ada, membuatnya relevan dengan siswa secara personal dan kognitif, serta membantu mereka untuk kritis pada pengetahuan. Idealnya, dengan cara seperti ini, siswa seharusnya sudah dapat mengajukan sendiri pertanyaan-pertanyaan mereka dalam merespon organizer yang disajikan tersebut.
Sistem Dukungan
Huda (2014:109) mengemukakan materi yang disusun dengan baik merupakan syarat dukungan yang penting untuk model ini. Efektivitas advance organizer tergantung pada relasi yang terpadu antara organizer dengan materi pelajar. Model ini memberikan petunjuk pada siswa dalam membangun (atau menyusun kembali) materi-materi pengajaran.
Pengaruh
2. Model-model Interaksi Sosial
Model-model dalam kategori ini menekankan relasi individu dengan masyarakat dan orang lain. Sasaran utamanya adalah untuk membantu siswa belajar bekerja sama, mengindetifikasi dan menyelesaikan masalah, baik yang sifatnya akademik maupun sosial. Huda (2014:109) mengemukakan tujuan-tujuan utama dalam model ini adalah:
a. Membantu siswa bekerja sama untuk mengindetifikasi dan menyelesaikan masalah. b. Mengembangkan skill hubungan masyarakat.
c. Meningkatkan kesadaran akan nilai-nilai personal dan sosial.
Model-model yang termasuk dalam kategori ini antara lain: (1) model kooperatif; (2) model bermain peran; (3) model penelitian yuridis. Berikut ini adalah penjabaran singkat mengenai model-model pengajaran berbasis interaksi sosial.
a. Model Pembelajaran Kooperatif Kelompok: Model Interaksi Sosial
Teoritikus utama: Johnson dan Johnson (1974), Robert Slavin (1983), Shlomo Sharan (1980)
Bekerja dalam sebuah kelompok yang terdiri dari tiga atau lebih anggota pada hakikatnya dapat memberikan daya dan manfaat tersendiri. Hal ini pernah dikemukakan oleh Roger Johnson dari Universitas Minnesota (Johnson dan Johnson dalam Huda, 2014:111). Slavin dari Universitas John Hopkins dan Shlomo dari Universitas Tel Aviv dalam Huda (2014:111) juga menyatakan hal yang sama. Dengan menggunakan strategi yang sedikit berbeda, baik tim Johnson dan Slavin melakukan serangkaian investigasi yang secara langsung menguji asumsi mengenai model pengajaran sosial. Secara khusus, mereka meneliti apakah tugas kerja sama dan struktur reward dapat memengaruhi hasil pembelajaran secara positif ataukah tidak. Selain itu, mereka juga merekomendasiakan adanya peningkatan kesatuan kelompok, tingkah laku bekerja sama, dan relasi antar kelompok melalui prosedur pembelajaran yang kooperatif. Salah satu asumsi yang mendasari pengembangan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah bahwa sinergi yang muncul melalui kerja sama akan meningkatkan motivasi yang jauh lebih besar daripada melalui lingkungan kompetitif individual. Kelompok-kelompok sosial integratif memiliki pengaruh yang lebih besar daripada kelompok yang dibentuk secara berpasangan. Perasaan saling keterhubungan (feelings of connectedness), menurut mereka,dapat menghasilkan energi yang positif.
Sintak
Guru memilih metode, teknik, dan struktur pembelajaran kooperatif
Guru menata ruang kelas untuk pembelajaran kelompok
Guru merangking siswa untuk pembentukan kelompok
Guru menentukan jumlah kelompok
Guru membentuk kelompok-kelompok
Tahap 2 : Pelaksankan Pembelajaran
Siswa merancang team building dengan identitas kelompok
Siswa dihadapkan pada persoalan
Siswa merumuskan tugas dan dan menyelesaikan persoalan
Siswa bekerja mandiri, lalu belajar kelompok
Tahap 3 : Penilaian kelompok
Guru menilai dan menskor hasil kelompok
Guru memberi penghargaan pada kelompok
Guru dan siswa mengevaluasi perilaku anggota kelompok
Sistem Sosial
Huda (2014:112) mengatakan sistem sosial dalam model kooperatif begitu menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis yang didasarkan pada kesepakatan kolektif anataranggota dalam setiap kelompok. Aktivitas kelompok disajikan melalui struktur eksternal minimalis yang dimediasi oleh seorang guru. Siswa maupun guru memiliki status yang sama namun peran yang berbeda dalam mengefektifkan pembelajaran kooperatif ini. Siswa berperan sebagai pelaksana diskusi, sementara guru bertugas sebagai fasilitator dalam mendesain lingkungan kooperatif yang kondusif.
Peran/Tugas Guru
Sistem Dukungan
Huda (2014:113) mengatakan sistem dukungan dalam pembelajaran kooperatif haruslah ekstensif dan responsif terhadap semua kebutuhan siswa. Sekolah harus dilengkapi dengan sebuah ruang perpustakaan yang menyediakan informasi dari berbagai macam media; sekolah juga harus bisa menyediakan akses terhadap referensi-referensi luar. Siswa haruslah didorong untuk melacak dan menghubungi orang-orang yang bisa dijadikan referensi di luar sekolah.
Pengaruh
Huda (2014:114) mengatakan model ini sangatlah menarik dan bermanfaat, serta komprehensif; ia memadukan antara tujuan penelitian akademik, integrasi sosial, pembelajaran, proses kolektif. Model ini bisa diterapkan untuk semua subjek pembelajaran, pada siswa dalam semua tingkat umur, jika guru memang berkeinginan untuk menekankan proses formulasi dan pemecahan masalah dalam beberapa aspek ilmu pengetahuan disbanding memasukkan informasi yang belum terstruktur dan belum ditetapkan. Di anatara pengaruh instruksional model ini adalah efektivitas pengelolaan kelompok, kontruksi pengetahuan, dan kedisiplinan dalam penelitian kolaboratif. Sementara itu, pengiringnya antara lain: kemandirian sebagai pembelajar, penghargaan pada hak orang lain, penelitian sosial sebagai pandangan hidup, dan kehangatan dan interpretasi interpersonal.
b. Model Bermain Peran Kelompok ; Model Interaksi
Teoretikus Utama : Fannie Shaftel (1967)
pemecahan masalah dan tingkah laku, dan, (4) mengeksplorasi materi pelajaran dengan cara yang berbeda.
Sintak
Tahap 1 : Pemanasan Suasana Kelompok
Guru mengidentifikasi dan memaparkan masalah.
Guru menjelaskan masalah.
Guru menafsirkan masalah.
Guru menjelaskan role playing.
Tahap 2 : Seleksi Partisipan Guru menganalisis peran.
Guru memilih pemain (siswa) yang akan melakukan peran.
Tahap 3 : Pengaturan Setting
Guru mengatur sesi-sesi peran.
Guru menegaskan kembali tentang peran.
Guru dan siswa mendekati situasi yang bermasalah.
Tahap 4 : Persiapan Pemilihan Siswa Sebagai Pengamat Guru dan siswa memutuskan apa yang akan dibahas.
Guru member tugas pengamatan terhadap salah seorang siswa.
Tahap 5 : Pemeranan
Guru dan siswa mulai role play.
Guru dan siswa mengukuhkan role play.
Guru dan siswa menyudahi role play.
Tahap 6 : Diskusi dan Evaluasi
Guru dan siswa mereview pemeranan (kejadian, posisi, kenyataan).
Guru dan siswa mendiskusikan focus-fokus utama.
Guru dan siswa mengembangkan pemeranan selanjutnya.
Tahap 7 : Pemeranan Kembali
Guru dan siswa memainkan peran yang berbeda.
Guru member masukan atau alternatif perilaku dalam langkah selanjutnya.
Tahap 8 : Diskusi dan Evaluasi
Tahap 9 : Sharing dan Generalisasi Pengalaman
Guru dan siswa menghubungkan situasi yang diperankan dengan kehidupan di dunia nyata dan masalah-masalah lain yang mungkin muncul.
Guru menjelaskan prinsip umum dalam tingkah laku.
Sistem Sosial
Sistem sosial dalam model ini cukup terstruktur. Guru memilik tanggung jawab, setidak-tidaknya pada awal permainan, untuk memulai tahap-tahap dan membimbing siswa melalui aktivitas dalam tiap tahap. Meski demikian, materi khusus dalam diskusi dan pemeranan di tentukan oleh siswa. Pertanyaan yang diajukan guru seharusnya dapat mendorong ekspresi yang jujur serta bebas dan menggambarkan perasaan atau pikiran siswa yang sebenarnya. Guru harus menanamkan kualitas dan kepercayaan antara dirinya dan siswa-siswanya. Guru bisa melakukan ini dengan menerima semua saran sebagai hal yang abash dan konstruktif. Dengan cara ini, maka semua peran yang dimainkan siswa akan tampak mencerminkan perasaan atau sikap siswa yang sebenarnya. Yang terpenting, meskipun guru bersikap reflektif dan suportif selama proses ini, siswa tetaplah pihak yang berperan mengambilalih atau mengontrol arah pengajaran. Mereka seharusnya dibiarkan untuk memilih masalah yang akan ditelusuri, memimpin diskusi, memilih aktor, membuat keputusan kapan pemeranan akan dilakukan, mengatur pemeranan, dan yang terpenting, memutuskan apa yang harus diperiksa dan usulan nama yang akan dieksplorasi. Sementara, di sisi lain, guru bisa mengobservasi secara langsung tingkah laku siswa dengan berpegangan pada karakteristik pertanyaan yang diajukan siswa.
Peran/Tugas Guru
ada banyak cara alternatif untuk memecahkan suatu masalah; tidak ada satu jalan yang mutlak benar. Guru membantu siswa mempertimbangkan dan melihat konsekuensi-konsekuensi dari solusi yang dipeleh dan membandingkannya dengan alternatif lain.
Sistem Dukungan
Materi yang ada dalam role playing sangatlah sedikit, namun semuanya sama-sama penting. Perangkat utamanya adalah situasi permasalahan. Situasi ini terkadang membantu dalam membentuk dan mengarahkan peran. Situasi permasalahan dapat menfasilitasi penggambaran peran atau perasaan masing-masing karakter yang harus dipertunjukkan oleh siswa. Selain itu, film, novel, dan cerpen merupakan sumber-sumber penting yang dapat dijadikan referensi untuk mencari situasi permasalahan. Cerita problematik atau rangkuman situasi permasalahn juga penting. Cerita-cerita problematik, sebagaimana namanya, adalah narasi-narasi pendek yang menggambarkan setting, keadaan, aksi, dan dialog dalam situasi tertentu. Satu atau beberapa karakter bisa menghadapi dilema dalam menentukan pilihan atau tindakannya. Cerita pun berakhir namun tak terselesaikan.
Pengaruh
Role playing diatur secara khusus untuk mendidik siswa dalam: (1) menganalisis nilai dan perilakunya masing-masing, (2) mengembangkan strategi-strategi pemecahan masalah interpersonal ataupun personal, dan (3) meningkatkan rasa empati terhadap orang lain. Sementara itu, pengaruh pengiringnya adalah untuk memperoleh informasi mengenai masalah dan norma sosial sekitar.
c. Model Penelitian Yuridis
Kelompok : Model Interaksi Sosial
Teoretikus Utama : Donald Oliver dan James P. Shaver
Warga Negara harus memahami isu yang tengah beredar dan mampu membahasnya dalam formulasi kebijakan tertentu. Dengan mmberikan perangkat untuk menganalisis dan mendiskusikan isu sosial, pendekatan hukum akan membantu siswa berpartisipasi dalam menjabarkan kembali nilai-nilai sosial.
Sintak
Tahap 1 : Identifikasi Kasus
Guru memperkenalkan materi kasus.
Guru mereview fakta.
Tahap 2 : Identifikasi Isu
Siswa membuat sintesis antara fakta-fakta dan isu-isu kebijakan public.
Siswa memilih satu isu kebijakan publik untuk didiskusikan.
Siswa mengindetifikasi nilai dan konflik.
Siswa mengenali fakta dasar dan permasalahan seputar definisi.
Tahap 3 : Pemilihan posisi
Siswa mengartikulasikan posisinya.
Siswa mengungkapkan prinsip dasar dari nilai sosial atau konsekuensi suatu
keputusan hukum.
Tahap 4 : Eksplorasi sikap, Pendirian, dan Argumentasi Siswa menjelaskan nilai-nilai yang dilanggar.
Siswa membuktikan konsekuensi prinsip yang diinginkan dan yang tidak diinginkan
(factual).
Siswa membuat prioritas.
Siswa menegaskan prioritas dan memaparkan minimnya pelanggaran di dalamnya.
Tahap 5 : Penegasan dan Kualifikasi Prinsip
Siswa menegaskan posisinya serta alasan memilih posisi tersebut.
Siswa mengualifikasi posisi.
Tahap 6 :Uji Asumsi Faktual di Balik Posisi yang Dianggap Terbaik
Siswa mengidentifikasi asumsi factual dan menentukan apakah asumsi tersebut
relevan atau tidak.
Sistem Sosial
Huda (2014:122) mengatakan struktur model ini terbentang dari level tertinggi hingga terendah. Pertama-tama, guru memulai strategi ini dengan berpindah dari satu tahap ke tahap yang lain, namun dalam tahap tersebut, guru masih bergantung pada kemampuan siswa dalam menyelesaikan tugas. Setelah mempelajari model ini, siswa seharusnya dapat melaksanakan prosesnya tanpa bantuan siapa pun. Cara demikian membuat siswa mampu memperoleh kontrol maksimum dalam proses penelitian hukum. Dalam model ini, iklim sosial sangatlah kuat dan konfrontatif.
Peran/Tugas Guru
Huda (2014:123) mengemukakan tugas guru, khususnya pada tahap keempat dan kelima, tidaklah bersifat evaluatif; artinya, pada tahap itu, guru tidak berposisi untuk memberi persetujuan atau tidak menunjukkan persetujuan. Guru hanya memeriksa substansi; guru merespons komentar siswa dengan mempertanyakan relevansi, konsistensi, kekhususan atau keumuman, dan kejelasan definitif. Guru juga harus mendorong siswa untuk terus berfikir, sehingga satu pikiran atau urutan alasan dapat dikejar dan diperpanjang untuk kemudian mengantarkan pada kesimpulan yang logis sebelum mulai membahas argumen lain. Untuk memainkan peran ini dengan baik, guru haruslah mengantisipasi klaim siswa terhadap nilai dan harus bersiap menantang dan melakukan penjajakan serta pemeriksaan.
Sistem Dukungan
Huda (2014:123) mengatakan materi utama yang dapat mendukung model ini adalah dokumen-dokumen sumber yamg fokus pada situasi permasalahan tertentu, misalnya dalam surat kabar atau berita elektronik dan website. Ada beberapa materi kasus yang sudah dipublikasikan, sehingga upaya untuk mengembangkan satu materi dalam suatu kasus tertentu relatif mudah dilakukan. Yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa kasus-kasus tersebut haruslah merupakan catatan-catatan mengenai situasi-situasi yang nyata dan hipotikal. Jadi, semua fakta yang berkaitan dengannya dapat dimasukkan ke dalam materi-materi kasus, sehingga kasus yang dibahas tidak akan kabur dan membingungkan.
Huda (2014:124) mengatakan kemampuan untuk melakukan analisis sistematis terhadap isu-isu sosial merupakan hasil pembelajaran langsung yang utama. Kemampuan ini mencakup keterampilan-keterampilan dan mengidentifiksi isu publik, menerapkan nilai sosial, menggunakan analogi untuk mengekspolarasi isu, dan kemampuan untuk mengidentifikasi serta memecahkan definisi, fakta, dan nilai-nilai dalam suatu permasalahan tertentu. Kemampuan untuk berdialog secara dinamis dengan orang lain merupakan hasil lain yang juga terbilang penting. Model ini juga dapat mendidik kapasitas siswa untuk terlibat dalam memecahkan isu-isu sosial dan merangsang hasrat mereka untuk melakukan tindakan sosial yang positif. Pada akhirnya, model ini dapat menyuburkan nilai-nilai pluralism dan sikap hormat pada pandangan dan pendapat orang lain. Model ini juga mengandaikan kemampuan siswa untuk lebih mendahuluan akal daripada emosi dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan isu sosial politik, meskipun strategi ini terkadang dapat memunculkan respons-respons emosional siswa.
3. Model-model Personal
Model-model yang termasuk dalam kategori model ini umumnya berkaitan dengan individu dan pengembangan diri sendiri. Model-model ini akan menekankan pada pengembangan individu untuk menjadi pribadi yang utuh, percaya diri, dan kompeten. Model-model ini juga berusaha membantu siswa dalam memahami dirinya sendiri dan tujuan-tujuannya, mengembangkan cara-cara mengajar diri sendiri. Ada banyak model pengajaran personal yang dikembangkan oleh para konselor, terapis, dan individu-individulain yang tertarik dalam mensimulasikan kreativitas dan ekspresi diri individu. Tujuan utama kategori model ini adalah:
a. Meningkatkan harga diri siswa
b. Membantu siswa memahami dirinya secara utuh
c. Membantu siswa mengenali emosinya dan menjadi lebih sadar bagaimana emosi tersebut bisa berpengaruh terhadap aspek-aspek lain dalam perilaku mereka
d. Membantu mereka mengembangkan tujuan-tujuan belajar
e. Membantu siswa mengembangkan rencana meningkatkan kompetensinya f. Meningkatkan kreativitas dan gaya permainan siswa
g. Meningkatkan keterbukaan siswa pada pengalaman-pengalaman baru
a. Model Pengajaran Tak Terarah
Model pengajaran tak terarah didasarkan pada karya Rogers dalam Huda (2014:126) dan beberapa penggagas lain yang turut berkontribusi pada model ini. Kemunculan model ini diawali oleh sikap Rogers terhadap konseling tak terarah, di mana klien yang memiliki kapasitas untuk menghadapi hidupnya secara kontruktif diberi kebebasan sepenuhnya untuk menentukan dan memilih hidupnya dengan tetap dibimbing dan diarahkan. Model ini menekankan pada pengembangan gaya pembelajaran yang efektif dan jangka panjang serta pengembangan karakter pribadi yang kuat dan bisa diarahkan. Model ini tidak membidik intruksi jangka pendek ataupun sasaran materi pembelajaran. Guru dalam model ini haruslah sabar dan tidak memaksakan adanya hasil secara cepat dan sesegera mungkin.
Sintak
Tahap 1: Identifikasi Masalah Personal
Guru mendorong siswa mengungkapkan perasaannya dengan bebas.
Tahap 2: Penelusuran Masalah
Siswa didorong untuk menjabarkan masalah.
Guru menerima dan mengapresiasi perasaan siswa.
Tahap 3: Pengembangan Wawasan Siswa mendiskusikan masalah.
Guru menyemangati siswa.
Tahap 4: Perencanaan dan Pembuatan Keputusan
Siswa merencanakan rangkaian proses pengambilan keputusan.
Guru menjelaskan keputusan yang akan diambil.
Tahap 5: Keterpaduan
Siswa mendapatkan wawasan lebih mendalam dan mengembangkan tindakan yang
lebih positif.
Guru bekerja sebagai penyemangat.
Tahap 6: Tindakan di Luar Wawancara
Sistem Sosial
Huda (2014:128) mengatakan sistem sosial dalam strategi tak terarah mengharuskan guru berperan sebagai fasilitator atau reflektor. Namun, hal yang paling penting untuk ditekankan adalah bahwa siswa bertanggungjawab pada pengelolaan proses interaksi (kontrol); adanya pembagian kewenangan antara siswa dan guru.
Peran/Tugas Guru
Huda (2014:128) mengatakan tugas guru didasarkan pada upaya menggiring siswa pada ranah penelitian. Guru sebisa mungkin menjangkau siswa, berempati pada kepribadian dan masalah yang dihadapi, dan merespon dengan berbagai cara untuk membantu siswa menjabarkan masalah dan perasaannya, bertanggungjawab pada tindakan mereka, dan merencanakan sasaran-sasaran dan metode-metode dalam mencapai karakteristik siswa.
Sistem Dukungan
Huda (2014:129) mengatakan sistem dukungan dalam strategi ini berada menurut fungsi wawancara. Jika sebuah sesi wawancara adalah menegosiasikan kontrak akademik, maka hal-hal yang diperlukan dalam pembelajaran terarah-diri (self-directed learning) harus tersedia dan sesuai.
Pengaruh
Huda (2014:129) mengatakan karena aktivitas pengajaran tidaklah diarahkan secara detail, namun ditentukan oleh siswa, maka pengaruh lingkungan lebih besar disini. Model ini akan berpengaruh berdasarkan keberhasilan siswa dalam mengembangkan diri yang lebih efektif. Karena itulah, model ini bisa dianggap sebagai aktivitas pengasuhan secara keseluruhan.
b. Model Classroom Meeting
Tentu saja sangat sulit menghindari suara-suara negatif dalam proses pelaksanaannya, tetapi seiring dengan waktu dan kebiasaan, progam pengajaran ini bisa menjadi produktif bagi pengembangan sosio-emosional siswa dalam memecahkan suatu masalah.
Sintak
Tahap 1: Desain ruangan
Guru meminta siswa untuk duduk melingkar. Ini dilakukan untuk mendorong
partisipasi dan memungkinkan semua kelompok bisa melihat kelompok yang lain. Guru bisa mencari variasi lain dalam mencari posisi duduk siswanya. Intinya siswa
harus ditempatkan dalam pola yang benar-benar produktif. Tahap 2: Alokasi Waktu
Guru mengalokasikan waktu sekitar 10-20 menit untuk siswa-siswa muda, dan 30-45
menit untuk siswa-siswa yang lebih dewasa. Tahap 3: Implementasi
Guru membuka meeting dengan meminta siswa mendiskusikan topik seputar perilaku,
emosi, atau masalah-masalah yang terkait. Aturan-aturan yang berkaitan dengan bahasa kasar, komentar-komentar yang keras, atau hal-hal lain seharusnya sudah disepakati bersama siswa.
Jika ada seseorang yang memonopoli percakapan, guru sebaiknya segera memanggil siswa lain untuk berbicara atau bertanya pada siswa lain apakah mereka melihat bahwa siswa tadi sudah memonopolisasi pembicaraan. Guru membimbing siswa menuju resolusi permasalahan yang diangkat.
Tahap 4: Rekognisi
Guru memberi penghargaan atas partisipasi siswa yang luar biasa dalam pelaksanaan
classroom meeting.
Sistem Sosial
Huda (2014:132) mengatakan dalam model pengajaran ini, guru harus mendorong agar diskusi bisa sampai pada solusi-solusi yang tidak menyudutkan atau menghakimi siapapun. Intinya, siswa harus didorong untuk mencari pemecahan, bukan celaan. Glasser percaya bahwa sebagian besar sekolah tidak bisa memenuhi beberapa kebutuhan siswanya dalam pelaksanaan kurikulum ini.
Glasser dalam Huda (2014:133) percaya bahwa guru memegang peran dominan dalam menjaga efektifitas disiplin siswa. Menurut Glasser, ada beberapa tugas penting seorang guru dalam classroom meeting, antara lain: menekankan tanggungjawab, membuat aturan-aturan yang menuntun pada kesuksesan, tidak menghakimi, menghargai solusi dan pendapat siswa, menawarkan alternatif-alternatif yang sesuai, konsisten, dan melakukan review berkelanjutan
Sistem Dukungan
Huda (2014:133) mengatakan konteks ruang kelas haruslah didesain sedemikian rupa agar memungkinkan siswa bisa berhadapan dan saling berbagi opini untuk mencapai solusi atas permasalahan tertentu. Desian kelas yang berbentuk lingkaran bisa menjadi alternatif. Guru yang ingin membaca lebih lanjut mengenai classroom meeting dapat menelusuri literature-literatur penting seperti Building Classroom Discipline From Models to Pratice (1989) karya Charles atau karya-karya dari Glasser sendiri, seperti Control Theory in the Classroom (1989) dan The Equality School Managing Students without Coercion (1990).
Pengaruh
Huda (2014:134) mengatakan beberapa pengaruh yang bisa dirasakan oleh guru dan pelaksanaan classroom meeting ini antara lain: rasa memiliki dalam diri siswa, motivasi siswa untuk bekerja atas nama kelompok, sharing bantuan dari siswa yang lebih pandai kepada siswa yang kurang pandai, dan kecenderungan siswa untuk tidak terlalu bergantung kepada guru.
4. Model-model Sistem Perilaku
Semua model dalam kelompok ini memiliki dasar teoretis yang sama, suatu body of knowledge yang merujuk pada teori behavioral. Model-model ini menekankan pada upayanya untuk mengubah perilaku yang tampak dari para siswa. Beberapa model yang termasuk dalam kategori ini antara lain: (1) model intruksi langsung dan (2) model simulasi (Huda, 2014:134).
a. Model Intruksi Langsung
kita bahwa pendekatan ini seharusnya tidak digunakan setiap saat, untuk semua bidang pendidikan, atau untuk semua siswa.
Sintak
Tahap 1: Orientasi
Guru menentukan materi pelajaran.
Guru meninjau pelajaran sebelumnya.
Guru menentukan tujuan pelajaran.
Guru menentukan prosedur pengajaran.
Tahap 2: Presentasi
Guru menjelaskan konsep atau keterampilan baru.
Guru memastikan pemahaman.
Tahap 3: Praktik yang Terstruktur
Guru menentukan kelompok siswa dengan contoh praktik dalam beberapa langkah.
Siswa merespon pertanyaan.
Tahap 4: Praktik di Bawah Bimbingan Guru Siswa berpraktek secara semi-independen.
Guru menggilir siswa untuk melakukan praktik dan mengamati praktik.
Tahap 5: Praktik Mandiri
Siswa melakukan praktik secara mandiri di rumah atau di kelas.
Praktik mandiri dilakukan beberapa kali dalam periode waktu yang lama.
Sistem Sosial
Menurut Huda (2014:137) sistem sosial dalam model intruksi langsung ini benar-benar terstruktur.
Peran/Tugas Guru
Menurut Huda (2014:137) dalam model ini, tugas guru adalah menyediakan pengetahuan mengenai hasil-hasil, membantu siswa mengandalkan diri sendiri, dan memberikan reinforcement.
Menurut Huda (2014:137) lingkungan intruksi langsung adalah tempat di mana pembelajaran menjadi fokus utama dan tempat di mana siswa terlibat dalam tugas tugas akademik dalam waktu tertentu untuk mencapai rating kesuksesan yang tinggi.
Pengaruh
Menurut Huda (2014:138) model ini sebagaimana namanya adalah bimbingan dan pemberian respons-balik secara langsung. Model ini menuntut siswa untuk mendekati materi akademik secara sistematis.
b. Model Simulasi
Simulasi pada hakikatnya didasarkan pada prinsip sibernetik yang dihubungkan dengan computer. Fokus utama dalam teori ini adalah munculnya kesamaan antara mekanisme control timbal balik dari sistem elektronik dengan sistem-sistem manusia. Kompetisi sangatlah penting dalam simulasi-simulasi besar. “Monopoli” misalnya, bisa mensimulasi aktivitas spekulator dalam real estate dan menggabungkan beberapa unsur spekulasi kehidupan nyata. Simulasi pada akhirnya dapat menghidupkan suasana pelajaran akademik.
Sintak
Tahap 1: Orientasi
Guru menjelaskan simulasi dan permainan.
Guru menyajikan ikhtisar simulasi.
Tahap 2: Latihan Partisipasi
Guru menugaskan peran simulasi kepada siswa.
Siswa melaksanakan praktik dalam jangka waktu yang singkat.
Tahap 3: Pelaksanaan Simulasi
Guru memimpin aktivitas permainan dan administrasi permainan.
Guru menjelaskan kesalahan konsepsi.
Siswa melanjutkan simulasi.
Tahap 4: Wawancara Siswa
Guru menyimpulkan kejadian dan persepsi.
Guru dan siswa menganalisis proses.
Guru menilai dan kembali merancang simulasi.
Sistem Sosial
Karena guru telah memilih aktivitas simulasi dan mengarahkan siswa pada aktivitas yang telah didemonstrasikan tersebut, sistem sosial dalam simulasi tentu saja sangat kental. Namun, dalam sistem yang terstruktur ini, lingkungan pembelajaran dengan interaksi kooperatif bisa, dan seharusnya, berkembang.
Peran/Tugas Guru
Peran guru tidak jauh berbeda dengan fasilitator. Selama proses simulasi, ia harus menunjukkan sikap yang tidak evaluatif namun tetap suportif. Di sini guru bertugas untuk menyajikan, lalu memfasilitasi pemahaman dan penafsiran tentang aturan-aturan simulasi.
Sistem Dukungan
Ada banyak sumber dalam hal ini. Misalnya saja, Social Science Education Consortium Data Book yang menyajikan lebih dari 50 simulasi yang cocok digunakan dalam studi sosial. Aktivitas-aktivitas simulasi juga di review secara reguler dalam Jurnal Social Education. Selain itu, banyak simulasi komputer telah dikembangkan pada tahun-tahun belakangan ini dan sangat mudah dipraktikan.
Pengaruh
Model simulasi, melalui aktivitas nyata dan diskusi di awal kegiatan, dapat menuntun pada pencapaian hasil-hasil akademik, seperti konsep dan skill; kerja sama dan persaingan; pemikiran kritis dan pembuatan keputusan; pengetahuan sistem politik, sosial, dan ekonomi; efektivitas; kesadaran terhadap masing-masing peran; dan menerima konsekuensi dari tindakan yang dilakukan.
5. Model Pembelajaran Keterampilan Menyimak
diantaranya; mengidentifikasi satuan gramatikal. Sedangkan, menyintesis yaitu menghubungkan penanda bahasa dengan penanda lain.
Jadi, pembelajaran keterampilan menyimak difokuskan pada melatih keterampilan membedakan bunyi, kata, satuan gramatikal, dan hubungan penanda bahasa. Untuk itu, guru dalam pembelajaran menyimak harus mempersiapkan materi yang jelas dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi belajar.
Untuk tingkat pemula, Bahan pembelajaran keterampilan menyimak antara lain; Benda-benda yang ada dalam kelas
Warna
Binatang
Angka 1-100
Waktu (jam, hari, bulan, tahun)
Istilah kekeluargaan
Identifikasi guru
Ungkapan salam
Untuk tingkat menengah, materi bahan ajar yang dapat disajikan adalah; Informasi biografis
Makanan
Angka 100-1000 atau lebih
Hobi
Transportasi
Percakapan lewat telepon
Kesehatan
Ekonomi
Situasi sosial
Untuk tingkat lanjut, materi bahan ajar dapat lebih kompleks, misalnya; Pers (media massa)
Sosial
Politik
Ekonomi
Pendidikan
Sejarah
Budaya
Kesehatan
Teknik-teknik Pembelajaran Keterampilan Menyimak
Untuk teknik-teknik pembelajaran keterampilan menyimak, antara lain; Demonstrasi
Wawancara
Permainan memori
Biografi
Dikte
Pidato
Talk show, dsb.
6. Model Pembelajaran Keterampilan Berbicara
Iskandarwassid dan Sunendar (2016:286) mengemukakan pendapatnya yaitu berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan yang terdiri dari penyimak, pembicaraan, media, sarana, dan pembicara.
Teknik-teknik pembelajaran keterampilan berbicara adalah sebagai berikut. Ulang ucap
Wawancara
Reka cerita gambar
Bermain peran
Dramatisasi
Pidato
Melanjutkan cerita
Diskusi
Debat
7. Model Pembelajaran Keterampilan Membaca
Prinsip dari model pembelajaran keterampilan membaca adalah;
Reading for information, yaitu membaca untuk memperoleh informasi.
Beberapa teknik pembelajaran membaca adalah sebagai berikut. Teka-teki silang
Permainan alfabet
Skimming
Scanning
Prosedur klos
Melanjutkan wacana
8. Model Pembelajaran Keterampilan Menulis
Menulis merupakan proses mengabadikan bahasa dengan tanda-tanda grafis. Teknik-teknik pengajaran keterampilan menulis, antara lain;
Teka-teki silang
Acak kata
Catatan harian
Mengarang bersama