• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 - Gambaran Umum Wilayah Kota Sukabumi (7 Nov 2018)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB 2 - Gambaran Umum Wilayah Kota Sukabumi (7 Nov 2018)"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

Rancangan Awal

RPJMD Kota Sukabumi Tahun 2018-2023

BAB 2

GAMBARAN UMUM WILAYAH

KOTA SUKABUMI

2.1 ADMINISTRASI WILAYAH

Wilayah Kota Sukabumi berdasarkan PP No. 3 Tahun 1995 adalah 48,423 km² yang terbagi dalam 5 kecamatan dan 33 kelurahan. Selanjutnya berdasarkan Perda Nomor 15 Tahun 2000 tanggal 27 September 2000, wilayah administrasi Kota Sukabumi mengalami pemekaran menjadi 7 kecamatan dengan 33 kelurahan. Kecamatan Baros dimekarkan menjadi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Lembursitu, Kecamatan Baros, dan Kecamatan Cibeureum.

Kota Sukabumi secara Geografs terletak di bagian selatan Jawa Barat pada koordinat 106 ˚45’50” Bujur Timur dan 106˚45’10” Bujur Timur, 6˚50’44” Lintang Selatan, di kaki Gunung Gede dan Gunung Pangrango yang ketinggiannya 584 meter di atas permukaan laut, dan berjarak 120 km dari Ibukota Negara (Jakarta) atau 96 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat (Bandung). Batas-batas wilayah Kota Sukabumi meliputi:

Sebelah Utara : Kecamatan Sukabumi Kabupaten Sukabumi

Sebelah Selatan : Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi

Sebelah Barat : Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi

(2)

Rancangan Awal

RPJMD Kota Sukabumi Tahun 2018-2023

Secara administratif, Kota Sukabumi dibagi ke dalam 7 (tujuh) kecamatan yaitu Kecamatan Gunungpuyuh, Cikole, Citamiang, Warudoyong, Baros, Lembursitu dan Cibeureum. Jarak terjauh dari Balaikota Sukabumi adalah Kecamatan Lembursitu, yakni sejauh 7 km.

(3)
(4)

2.2 KONDISI FISIK WILAYAH

2.2.1 Geologi

Litologi batuan atau batuan dasar yang menyusun wilayah Kota Sukabumi dapat dikelompokkan ke dalam beberapa satuan, yaitu batuan vulkanik yang berasal dari endapan Gunung Gede dan Pangrango, batuan terobosan yang berupa andesit horenblerida, dan batuan sedimen yang terdiri dari batuan gamping terumbu, batu pasir kwarsa, serta batuan lempung napalan. Indikasi bencana beraspek geologi di daerah Kota Sukabumi berupa gempa bumi yang akan menyebabkan

liquifaksi (pergeseresan tanah), bahaya longsor (gerakan tanah) dan bahaya gunung berapi.

Adapun batuan dasar yang menyusun wilayah Kota Sukabumi berdasarkan Kecamatannya dapat dilihat pada tabel 2.1 dan gambar 2.2.

Tabel 2. 1

Luas dan Jenis Batuan di DAS Cimandiri

N

Tmol Anggota Batugamping Formasi Rajamandala 8,66

Tmor Formasi Rajamandala 1,31

2 Cibeureum Qvg

Batuan Gunung Api Gunung

Gede 913,46

Tmol Anggota Batugamping Formasi Rajamandala 3,65

Tmor Formasi Rajamandala 15,09

3 Cikole Qvg Batuan Gunung Api Gunung Gede 644,37 4 Citamiang Qvg Batuan Gunung Api Gunung Gede 333,51

Tmor Formasi Rajamandala 49,45

(5)

6 Lembursitu Qa Aluvium 43,42 Qvg Batuan Gunung Api Gunung Gede 894,87 Tmjt

Anggota Tuf dan Breksi Formasi

Jampang 157,06

7 Warudoyong Qvg

Batuan Gunung Api Gunung

Gede 759,64

(6)
(7)

2.2.2 Morfologi

Wilayah Kota Sukabumi merupakan lereng selatan dari Gunung Gede dan Gunung Pangrango, yang berada pada ketinggian 584 meter di atas permukaan laut pada bagian selatan dan 770 meter di atas permukaan laut bagian utara. Sedangkan di bagian tengah mempunyai ketinggian rata-rata 650 meter dari permukaan laut. Bentuk bentangan alam Kota Sukabumi berupa perbukitan bergelombang dengan sudut lereng beragam.

Secara morfologi Kota Sukabumi dapat dibagi menjadi 5 (lima) satuan morfologi, yaitu morfologi daratan dengan elevasi 385 – 600 meter di atas permukaan laut, morfologi medan bergelombang dengan elevasi 350 – 975 meter, morfologi pegunungan berelief sedang dengan elevasi 375 – 975 meter dan pegunungan berelief kasar dengan elevasi 375 – 900 meter. Dari kelima satuan tersebut, sebagian besar morfologi daerah Kota Sukabumi berupa medan bergelombang

(8)

Tabel 2. 2 Konsisi Morfologis Kota Sukabumi

No KECAMATAN KEMIRINGAN MORFOLOGI Luas(ha)

1 Baros > 40 % Gunung/Pegunungan dan

Bukit/Perbukitan 0,17

0 - 2 % Datar 415,61

15 - 25 % Bukit/Perbukitan 3,56

2 - 15 % Datar 140,22

25 - 40 % Gunung/Pegunungan dan

Bukit/Perbukitan 0,91

2 Cibeureum > 40 % Gunung/Pegunungan dan

Bukit/Perbukitan 0,01

0 - 2 % Datar 339,78

15 - 25 % Bukit/Perbukitan 3,34

2 - 15 % Datar 588,69

25 - 40 % Gunung/Pegunungan dan

Bukit/Perbukitan 0,38

3 Cikole > 40 % Gunung/Pegunungan dan

Bukit/Perbukitan 0,45

0 - 2 % Datar 195,10

15 - 25 % Bukit/Perbukitan 17,50

2 - 15 % Datar 428,02

25 - 40 % Gunung/Pegunungan dan

Bukit/Perbukitan 3,30 4 Citamiang 0 - 2 % Datar 136,63 15 - 25 % Bukit/Perbukitan 4,97

2 - 15 % Datar 241,19

25 - 40 % Gunung/Pegunungan dan Bukit/Perbukitan

0,17

5 Gunungpuyuh > 40 % Gunung/Pegunungan dan

Bukit/Perbukitan 0,05

(9)

No KECAMATAN KEMIRINGAN MORFOLOGI Luas(ha)

15 - 25 % Bukit/Perbukitan 6,87

2 - 15 % Datar 329,67

25 - 40 % Gunung/Pegunungan dan Bukit/Perbukitan

1,92

6 Lembursitu > 40 % Gunung/Pegunungan dan

Bukit/Perbukitan 0,99

0 - 2 % Datar 659,90

15 - 25 % Bukit/Perbukitan 46,86

2 - 15 % Datar 372,97

25 - 40 % Gunung/Pegunungan dan Bukit/Perbukitan

14,62

7 Warudoyong > 40 % Gunung/Pegunungan dan

Bukit/Perbukitan 0,04

0 - 2 % Datar 306,12

15 - 25 % Bukit/Perbukitan 0,86

2 - 15 % Datar 452,43

25 - 40 % Gunung/Pegunungan dan Bukit/Perbukitan

0,19

Sumber : Hasil Analisis, 2017

(10)
(11)
(12)

2.2.3 Gerakan Tanah

Berdasarkan peta kerentanan gerakan tanah yang berada di Kota Sukabumi termasuk kepada zona kerentanan gerakan tanah menengah, rendah dan sangat rendah. Kerentanan gerakan tanah pada tiga kelas ini aktivitas manusia. Mempunyai kemiringan lereng landai – sangat curam (10 – 70 %). Batuan pembentuk lereng Gerakan Tanah di Kota Sukabumi Berdasarkan Kecamatan dapat dilihat pada tabel 2.3 dan gambar 2.5 berikut ini:

Tabel 2.3

Luas Potensi Gerakan Tanah di Kota Sukabumi

No KECAMATAN Potensi rawan gerakantanah luas (ha)

(13)

No KECAMATAN Potensi rawan gerakantanah luas (ha)

Rendah 345,31

Sangat Rendah 77,20

2 Cibeureum Rendah 932,21

3 Cikole Menengah 140,05

Rendah 504,32

4 Citamiang Rendah 343,29

Sangat Rendah 39,67

5 Gunungpuyuh Menengah 145,73

Rendah 368,50

6 Lembursitu Menengah 135,26

Rendah 351,54

Sangat Rendah 608,55

7 Warudoyong Rendah 722,65

Sangat Rendah 36,99

(14)
(15)

2.2.4 Klimatologi

Seperti halnya wilayah lain di Indonesia, wilayah Kota Sukabumi sangat dipengaruhi oleh iklim tropika khatulistiwa. Suhu udara rata-rata berkisar antara 26oC – 28oC. Intensitas hujan harian rata-rata merupakan jumlah hujan selama setahun dibagi dengan jumlah hari hujan dalam tahun tersebut. Perhitungan intensitas curah hujan di Kota Sukabumi menggunakan stasiun terdekat yaitu Stasiun Cimandiri yang berada di dalam dan sekitar DAS Cimandiri. Nilai intensitas curah hujan harian maksimal sebesar 76 mm dan curah hujan tahunan sebesar 3.794 mm. Jumlah bulan kering berkisar 1-2 bulan per tahun, namun mendapat pengaruh hujan orografs di sepanjang sungai merupakan perbukitan dan dataran bergelombang. Menurut Schimdt Ferguson, ciri-ciri iklim tersebut digolongkan sebagai iklim basah Tipe Af. Curah hujan minimum umumnya terjadi pada musim bulan Agustus. Berdasarkan data dari Kota Sukabumi dalam angka 2017, Curah hujan harian pada Stasiun Cimandiri dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut ini.

Tabel 2.4 Curah Hujan Kota Sukabumi

(16)

Tgl Bulan

(17)

2.2.5 Kondisi Hidrologi

Hidrologi adalah suatu ilmu yang mempelajari pergerakan, distribusi, dan kualitas air di muka bumi. Sementara Geohidrologi adalah ilmu yang mempelajari air yang berada di dalam tanah (groundwater/air tanah).

Hidrologi dan geohidrologi Kota Sukabumi erat kaitannya dengan sungai-sungai yang mengalir di Kota Sukabumi. Adapun Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sungai-sungai yang melewati Kota Sukabumi dijelaskan Tabel 2.5 dan gambar 2.6 berikut ini

Tabel 2.5 Daerah Aliran Sungai di Wilayah Kota Sukabumi

N

5 Cisuda 0,009659 9,659 0,40

6 Tonjong 0,004625 4,625

-7 Cimandiri 0,012705 12,705 4,60

8 Cikapek 0,001851 1,851 0,01

9 Cipelang Leutik 0,003727 3,727 0,08 10 Cipelang 0,01508 15,080 1,26 11 Ciseureuh 0,004827 4,827 0,07 12 Cijambe 0,002252 2,252 0,20 13 Cigunung 0,004252 4,252 0,27 14 Bantarpanjang 0,001908 1,908 -15 Gunungpuyuh 0,001068 1,068 -16 Cikujang 0,001359 1,359 -17 Cipanengah 0,005592 5,592 0,54 18 Ciseupan 0,003583 3,583 -19 Ciparigi 0,001629 1,629

(18)

N

o Nama Sungai

Luas DAS (Ha)

Panjang (km)

Debit (m3/dt

k) 21 Ciwalung 0,001773 1,773 0,02 22 Cibandung 0,002847 2,847 0,06 23 Ciharempoy 0,004776 4,776 -24 Cisarua 0,004127 4,127 0,36

25 Ciaul 0,003420 3,420

-26 Cipicung 0,001503 1,503 -27 Cisaray 0,002429 2,429 0,2

28 Tipar 0,003926 3,926

-29 Cipasir 0,001948 1,948

(19)
(20)

2.2.6 Area Rawan Bencana

Wilayah Kota Sukabumi merupakan salah satu di antara daerah yang cukup rawan letusan gunung berapi karena letaknya relatif dekat dengan Gunung Gede Pangrango. Selan itu juga rawan gempa bumi karena terletak di sesar/patahan Cimandiri. Adapun potensi gempa di Kota Sukabumi dapat dilihat pada Tabel berikut ini:

Tabel 2.6 Potensi Gempa di Kota Sukabumi

N

o Kecamatan Potensi gempa Luas (Ha)

1 Baros Daerah Aman 97,69

Daerah Rawan Gempa 462,78

2 Cibeureum Daerah Aman 835,26

Daerah Rawan Gempa 96,94

3 Cikole Daerah Aman 644,37

4 Citamiang Daerah Aman 382,96

5 Gunungpuyuh Daerah Aman 514,23

6 Lembursitu Daerah Aman 49,10

Daerah Rawan Gempa 1.046,25

7 Warudoyong Daerah Aman 758,23

Daerah Rawan Gempa 1,41

(21)
(22)
(23)
(24)

2.3 KEPENDUDUKAN

2.3.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Penduduk Kota Sukabumi pada tahun 2017 sebanyak 323.788 jiwa yang terdiri atas 163.891 jiwa penduduk laki-laki (50,62 %) dan 159.897 jiwa penduduk perempuan (49,38 %). Dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2016, penduduk Kota Sukabumi mengalami pertumbuhan sebesar 0,84 persen dengan masing-masing persentase pertumbuhan penduduk laki-laki sebesar 0,80 persen dan penduduk perempuan sebesar 0,88 persen. Sementara itu besarnya angka rasio jenis kelamin tahun 2017 penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan sebesar 102,5.

Kepadatan penduduk di Kota Sukabumi tahun 2017 mencapai 6.745 jiwa/Km2 dengan rata-rata jumlah penduduk per keluarga 3 orang. Kepadatan Penduduk di 7 kecamatan cukup beragam dengan kepadatan penduduk tertinggi terletak di Kecamatan Citamiang sebesar 12.298 jiwa/Km2 dan terendah di Kecamatan Lembursitu sebesar 4.181 jiwa/Km2.

Tabel 2.7

Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Sukabumi

Tahun 2017

No Kecamatan (kmLuas2)

(25)

2.3.2 Laju Pertambahan Jumlah Penduduk

Perubahan jumlah penduduk yang fuktualif (naik-turun) sangat berpengaruh terhadap Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP), yang dapat dilihat sebagai berikut (tabel 2.8) :

Tabel 2.8

Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Sukabumi Tahun 2013 - 2018

No Tahun Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan Pendudukpertahun (%)

1 2013 311.822 0,014

2 2014 315.001 0,011

3 2015 318.117 0,010

4 2016 321.097 0,010

5 2017 323.788 0,008

Sumber: Kota Sukabumi dalam Angka 2018

(26)

Gambar 2.10 Grafk Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Sukabumi

Sumber: Kota Sukabumi dalam Angka 2017

2.3.3 Jumlah Masyarakat Miskin

Di setiap kota di Indonesia pada umumnya memiliki penduduk menengah ke bawah atau masyarakat miskin. Hal tersebut disebabkan banyak faktor dari mulai ketimpangan sosial hingga lapangan kerja yang sempit.

A. Ketimpangan

Ketimpangan dapat diukur melalui berbagai indikator, salah satunya adalah dengan menggunakan Gini Ratio. Koefsien Gini (Gini Ratio) adalah salah satu ukuran yang paling sering

2012 2013 2014 2015 2016

0 0 0 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02

0.02

0.01

0.01

0.01 0.01

(27)

digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Koefsien Gini didasarkan pada kurva

Lorenz, yaitu sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi pada variabel tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi Uniform (seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk.

Ukuran kesenjangan Indeks Gini berada pada besaran 0 (nol) dan 1 (satu). Nilai 0 (nol) pada Indeks Gini menunjukkan tingkat pemerataan yang sempurna, dan semakin besar nilai

Gini maka semakin tidak sempurna tingkat pemerataan pendapatan atau semakin tinggi pula tingkat ketimpangan pengeluaran antar kelompok penduduk berdasarkan golongan pengeluaran. Jadi, Indeks Gini bernilai 0 (nol) artinya terjadi kemerataan sempurna, sementara Indeks Gini bernilai 1 (satu) berarti ketimpangan sempurna.

Standar penilaian ketimpangan Gini Rasio ditentukan dengan menggunakan kriteria seperti berikut (Hera Susanti dkk, Indikator-Indikator Makro Ekonomi, LPEM-FEUI, 1995):

 GR < 0.4 dikategorikan sebagai ketimpangan rendah

 0.4 <GR < 0.5 dikategorikan sebagai ketimpangan sedang (Moderat)

 GR >0.5 dikategorikan sebagai ketimpangan tinggi

Pada tahun 2011-2016 Indeks Gini Kota Sukabumi menunjukan kondisi yang berfuktuasi. Indeks Gini tertinggi terjadi pada tahun 2015 yang mencapai angka 0,43. Angka ini relevan dengan kondisi kemiskinan yang mengalami kenaikan di tahun yang sama. Pada tahun 2016 Indeks Gini Kota Sukabumi telah menurun meskipun secara angka berada pada 0,42 dan masih berada di atas Gini Ratio Provinsi Jawa Barat.

(28)

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Tahun 2017

Meskipun secara ketagori masih masuk dalam ketimpangan moderat, namun hal ini harus menjadi perhatian khusus. Ketimpangan yang tinggi akan menyebabkan lebih rawan terjadinya gesekan dan gejolak di masyarakat karena ketimpangan sosial dan ekonomi yang makin jauh.

Berikut merupakan data masyarakat di Kota Sukabumi

:

Tabel 2.9 Jumlah Masyarakat Miskin Tahun 2017

No Kecamatan Jumlah

Sumber: Kota Sukabumi dalam Angka 2017

(29)

B. Pertumbuhan PDRB

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi perekonomian secara makro adalah data Produk Domestik Regional

B

ruto (PDRB). Terdapat 2 (dua) jenis penilaian PDRB yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Selain menjadi bahan dalam penyusunan perencanaan, angka PDRB juga bermanfaat sebagai bahan evaluasi hasil pembangunan yang telah dilaksanakan. Adapun beberapa kegunaan angka PDRB ini antara lain: (1) Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan setiap sektor ekonomi; (2) Untuk mengetahui struktur perekonomian; (3) Untuk mengetahui besarnya PDRB perkapita penduduk sebagai salah satu indikator tingkat kemakmuran/kesejahteraan; (4) Untuk mengetahui tingkat infasi/ defasi, berdasarkan pertumbuhan harga produsen.

Berdasarkan perkembangan saat ini bahwa telah dilakukan perubahan tahun dasar PDRB dari tahun 2000 ke 2010. Hal ini berimplikasi juga terhadap nilai Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Sukabumi. LPE dengan menggunakan metode lama (tahun dasar 2000) memiliki kecenderungan nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan LPE menggunakan metode baru (tahun dasar 2010).

Gambar 2.12 Grafk Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Sukabumi

(30)

20114 2012 2013 2014 2015

Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan

Sumber: BPS Kota Sukabumi Tahun 2017

Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Kota Sukabumi pada kurun waktu 2012-2015 terus mengalami pelambatan. Pada tahun 2011 LPE Kota Sukabumi atas dasar harga berlaku berada pada angka 11,1% dan terus melambat hingga mencapai angka 10,12% pada tahun 2015. Meski demikian, LPE Kota Sukabumi atas dasar harga berlaku pernah mengalami peningkatan pada tahun 2013 dengan angka sebesar 12,27%. Sementara itu, LPE Kota Sukabumi atas dasar harga konstan berada pada angka 6,18% pada tahun 2011 dan terus melambat hingga mencapai angka 5,1% pada tahun 2015.

Perlambatan ekonomi dari tahun 2013-2015 salah satunya disebabkan karena adanya kenaikan harga Bahan bakar Minyak (BBM) sebagai akibat dicabutnya subsidi pemerintah pada tahun 2013. Langkah ini berakibat kepada berbagai kategori lapangan usaha ekonomi di Kota Sukabumi, sehingga pada tahun 2013 secara rata-rata pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan.

(31)

perlambatan berpengaruh terhadap LPE Kota Sukabumi. Pemulihan ekonomi dunia diprediksi masih akan berjalan lambat sebagai akibat dari lesunya aktivitas investasi. Kondisi ini adalah imbas dari tingkat konsumsi dunia yang rendah. Lesunya konsumsi dunia merupakan konsekuensi dari tingkat kemakmuran (wealth) dunia yang masih rendah pasca terjadinya krisis keuangan dunia yang terjadi di tahun 2008 yang lalu. Pertumbuhan yang terus berjalan lambat juga disertai dengan menurunnya harga minyak dunia.

Posisi relatif menunjukan bahwa LPE Kota Sukabumi selalu berada di atas nilai capaian Provinsi Jawa Barat dan nasional pada kurun waktu 2012-2015. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kota Sukabumi relatif lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi makro secara regional Jawa Barat.

Gambar 2.13 Grafk Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Sukabumi dan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

-2015

Sumber: BPS Kota Sukabumi Tahun 2017 (data diolah)

(32)

Kota Sukabumi secara keseluruhan, kondisi demikian harus tetap dijaga dan dipelihara oleh semua pemangku kepentingan agar dapat mempertahankan laju pertumbuhan yang tinggi. Pekerjaan berikutnya adalah bagaimana LPE yang tinggi ini dapat dinikmati oleh warga Kota Sukabumi sehingga dapat menekan angka ketimpangan yang saat ini sudah cukup tinggi.

(33)

Jika dicermati, pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku bergerak dengan lebih cepat dibandingkan dengan PDRB atas dasar harga kontan. Hal tersebut menunjukkan besarnya dampak perubahan harga (infasi) terhadap perekonomian. Sekilas perekonomian tampak tumbuh dengan pesat padahal kenyataannya peningkatan produksi sebenarnya yang terjadi tidaklah setajam itu karena tergerus oleh faktor infasi. Maka dari itu, untuk menilai pertumbuhan rill digunakan PDRB atas dasar harga konstan.

C. Laju Infasi

Infasi merupakan salah satu indikator penting yang dapat memberikan informasi tentang dinamika perkembangan harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat dan berpengaruh terhadap kemampuan daya beli masyarakat. Perkembangan harga barang dan jasa tersebut menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat daya beli.

Gambar 2.13 Grafk Perkembangan Infasi Kota Sukabumi

Tahun 2010 - 2016

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

5.43

(34)

prices), seperti bahan bakar rumah tangga, bensin, maupun tarif listrik (khususnya golongan industri) seiring kebijakan pemerintah merespon perkembangan ekonomi global. Pergerakan harga komoditas kelompok administered prices

cenderung menurun seiring penetapan berbagai kebijakan pemerintah berupa penurunan harga, seperti BBM subsidi jenis solar serta BBM non subsidi, seperti Pertamax, Gas Elpiji 12 Kg, dan penurunan TTL golongan industri. Tekanan infasi dari kelompok inti juga relatif stabil bahkan menurun sebagai dampak dari pergerakan nilai tukar rupiah yang lebih terkendali, maupun dari harga komoditas global yang terus terkoreksi.

Pada tahun 2016, infasi di tingkat konsumen masih bergerak relatif stabil pada kisaran nilai yang setara dengan di tahun sebelumnya. Komitmen pemerintah dalam menjaga besaran infasi di tingkat konsumen sepertinya berhasil yang ditunjukkan oleh nilai infasi tahun 2016 sebesar 2,57 persen. Dari sisi harga produsen, terjadi penurunan yang cukup berarti di tahun 2016 dibanding 2015. Pengendalian infasi yang dilaksanakan oleh pemerintah menyentuh segala tingkat, baik dari sisi produsen hingga konsumen akhir. Kebijakan dari segi moneter, fskal maupun non fskal, seperti mempermudah atau impor barang, penetapan harga maksimum jenis barang yang dibutuhkan masyarakat luas dan sebagainya, berdampak pada penurunan laju implisit di tingkat harga produsen serta stabilnya infasi di tingkat konsumen, khususnya di Kota Sukabumi.

2.3.4 Fokus Kesejahteraan Sosial

(35)

Dalam subbab ini akan diuraikan analisis kinerja atas fokus 99,64 persen dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 99,66 persen atau mengalami peningkatan sebesar 0,02 persen. Pada tahun 2010, AMH Kota Sukabumi masih sebesar 99,66 persen danpada tahun 2011, AMH meningkat kembali sebesar 99,67 persen atau naik sebesar 0,01 persen dari tahun sebelumnya. Kemudian pada tahun 2012, AMH meningkat kembali menjadi sebesar 99,68 persen atau naik sebesar 0,01 persen dari tahun sebelumnya.

Peningkatan Angka Melek Huruf (AMH) dari tahun ke tahun cenderung tidak terlalu besar, hal ini disebabkan karena capaian kinerja sudah mendekati 100%. Walaupun demikian, di tahun 2012 masih ada masyarakat Kota Sukabumi yang buta huruf (0,32%). Hal ini sebagai akibat adanya penduduk lanjut usia yang masih belum bisa membaca dan menulis, namun tidak dapat ditingkatkan lagi karena faktor usia.

Sebagai dampak perubahan metode perhitungan IPM, dimensi pengetahuan tidak lagi dihitung dengan menggunakan indikator angka melek huruf melainkan dengan menggunakan indikator angka rata-rata lama sekolah dan angka harapan lama sekolah.

(36)

Tahun 2008-2012

Angka Harapan Lama Sekolah atau Expected Years School

(EYS) didefnisikan lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. Diasumsikan bahwa peluang anak tersebut akan tetap bersekolah pada umur-umur berikutnya sama dengan peluang penduduk yang bersekolah per jumlah penduduk untuk umur yang sama saat ini. Angka Harapan Lama Sekolah dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas.

(37)

2010 201 1 201 2 201 3 2 014 201 5 2016

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 2017

(38)

Gambar 2.16 Peta Angka Harapan Lama Sekolah Provinsi Jawa Barat

Tahun 2016

Bila dibandingkan nilai capaian daerah lain di Provinsi Jawa Barat, nilai capaian EYS Kota Sukabumi sudah menunjukan kondisi yang baik. Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan serta sumber daya manusia pendidikan membuat nilai capaian EYS di perkotaan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah kabupaten. Gambar di atas menunjukan bahwa nilai EYS Kota Sukabumi menempati kelompok kedua bersama dengan lima daerah lain yakni Kota Bogor, Kota Cirebon, Kota Banjar dan Kabupaten Sumedang.

C.

Angka Rata-Rata Lama Sekolah

Angka rata-rata lama sekolah atau Mean Years School

(MYS) adalah jumlah tahun belajar penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah diselesaikan dalam pendidikan formal (tidak termasuk tahun yang mengulang). Diasumsikan bahwa dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu wilayah tidak akan turun. Cakupan penduduk yang dihitung dalam penghitungan rata-rata lama sekolah adalah penduduk berusia 25 tahun ke atas.

(39)

2 010 20 11 20 12 20 13 20 14 20 15 20 16

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Tahun 2017

Pada kurun waktu 2010-2016, rata-rata lama sekolah penduduk Kota Sukabumi mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari tren yang ditunjukan pada gambar 2.17. Pada tahun 2010 rata-rata lama sekolah hanya mencapai 7,82 tahun dan pada tahun 2016 sudah mencapai 9,28 tahun.

Gambar 2.18 Peta Angka Rata-Rata Lama Sekolah Provinsi Jawa Barat

Tahun 2016

(40)

tinggi. Wilayah utara dan selatan Provinsi Jawa Barat menunjukan kondisi MYS yang masih rendah. Kota Sukabumi telah menempati kelompok dengan MYS yang tinggi.

2.3.5 Fokus Seni Budaya dan Olahraga

Pembangunan bidang seni, budaya dan olahraga sangat terkait erat dengan kualitas hidup manusia dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan dua sasaran pencapaian pembangunan bidang sosial budaya dan keagamaan yaitu (i) untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab serta (ii) mewujudkan bangsa yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera.

Pencapaian pembangunan seni, budaya dan olahraga dapat dilihat berdasarkan indikator sebagai berikut:

A. Kebudayaan

Seni dan budaya daerah mempunyai peranan penting dalam pembangunan. Kota Sukabumi selama ini telah dikenal sebagai salah satu Kota Seni Budaya. Kesadaran akan pentingnya peran seni dan budaya daerah dalam pembangunan muncul di kalangan masyarakat, Pemerintah Kota Sukabumi, dan pemangku kepentingan lainnya. Pada tahun 2016, Wayang Sukuraga telah ditetapkan sebagai kesenian khas budaya Kota Sukabumi. Selain itu, Pemerintah Kota Sukabumi juga terus menyelenggarakan program dan kegiatan yang dapat meningkatkan pagelaran seni budaya agar dapat mempertahankan kesenian dan kebudayaan Kota Sukabumi, juga untuk meningkatkan daya tarik wisatawan.

(41)

Pembangunan di bidang olahraga berkaitan erat dengan kualitas hidup manusia dan masyarakat. Maka dari itu, ketersediaan sarana dan prasarana olah raga yang layak dan memadai menjadi salah satu perhatian penting pemerintah.

Sebagai upaya penyediaan sarana dan prasarana olahraga bagi masyarakat juga telah berdiri stadion olahraga Suryakencana di jalan Pabuaran Kota Sukabumi. Dalam komplek stadion olahraga Suryakencana, berdiri kokoh gedung olaharaga dan lapangan sepak bola yang representatif. Keberadaan stadion ini banyak melahirkan atlet olahraga prestasi.

Kota Sukabumi juga banyak mengantarkan atlet olahraga prestasi ke bebagai event kejuaraan olahraga prestasi baik pada level regional Jawa Barat maupun nasional termasuk Pekan Olahraga Daerah (PORDA) Jawa Barat dan Pekan Olahraga Nasional (PON).

2.3. Aspek Pelayanan Umum 2.3.1.Fokus Urusan Wajib

Aspek pelayanan urusan wajib Pemerintah Kota Sukabumi dalam kurun waktu 2012-2016 digambarkan sebagai berikut:

A. Bidang Pendidikan

Urusan pendidikan adalah salah satu urusan wajib pelayanan dasar, dan dalam penyeleggaraannya harus mengacu kepada Standar Pelayanan Minimum (SPM). Berikut ini beberapa indikator makro urusan pendidikan di Kota Sukabumi.

1. Angka Partisipasi Murni (APM) – Net Enrollment Ratio

(42)

pendidikan tertentu yang masih bersekolah terhadap penduduk pada kelompok umur tersebut. Sejak tahun 2007, Pendidikan Non Formal (Paket A, Paket B, dan Paket C) turut diperhitungkan.

Tabel 2.11 Nilai Capaian APM Kota Sukabumi Menurut Jenjang

Tahun 2011-2015

No Jenjang Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 1 APM SD Sederajat 92,48 92,38 93,9

4

94,37 97,60 2 APM SMP Sederajat 80,81 75,27 72,5

4

82,51 91,74 3 APM SMA Sederajat 51,69 55,30 52,5

3 65,10 71,83

4 APM PT 7,78 15,61 20,6

4 21,40 20,70 Sumber: BPS Jawa Barat, Data diolah

APM pada jenjang SD kota Sukabumi pada tahun 2012 sudah melebihi angka 90%. Pada tahun 2015, APM SD Sederajat telah mencapai 97,60%, hal ini berarti bahwa masih terdapat anak usia 7-12 tahun di Kota Sukabumi yang belum bersekolah SD.

(43)

Secara tren APM Kota Sukabumi pada kurun waktu tersebut menunjukan tren yang meningkat meskipun terjadi penurunan pada tahun 2012. Berikut ini capaian APM SD sederajat pada tingkat kabupaten/kota.

Gambar 2.20 APM Jenjang SD Sederajat Menurut Kabupaten/Kota

se Provinsi Jawa Barat Tahun 2015

Bogo Sumber: BPS Jawa Barat, Data diolah

(44)

Pada jenjang pendidikan dasar lainnya yaitu jenjang SMP sederajat, APM Kota Sukabumi pada tahun 2015, sudah menyentuh angka 91,74%, artinya masih terdapat 8,26% anak usia 13-15 tahun di Kota Sukabumi yang belum bersekolah. Angka ini meningkat dari tahun 2011 hanya dapat mencapai sebesar 80,81%. Pemerintah Kota Sukabumi telah meningkatkan 10,93% dalam kurun waktu 4 tahun, meskipun mengalami penurunann pada tahun 2012 dan 2013.

Gambar 2.21 Grafk Perkembangan APM Jenjang SMP Sederajat

di Kota Sukabumi Tahun 2011-2015

2011 2012 2013 2014 2015

80.81

75.27

72.54

82.51

91.74

Sumber: BPS Jawa Barat, Data diolah

Berikut ini nilai capaian APM jenjang SMP sederajat tingkat kabupaten/kota se Jawa Barat tahun 2015.

Gambar 2.22 APM Jenjang SMP Sederajat Menurut Kabupaten/Kota

(45)

70.00

Sumber: BPS Jawa Barat, Data diolah

Tingkat capaian APM jenjang SMP di Kota Sukabumi sudah melebihi angka capaian APM Provinsi Jawa Barat yang hanya sebesar 79,55%. Dan menempati urutan tertinggi dibandingkan dengan kabupaten atau kota lainnya.

Gambar 2.23 Perkembangan APM Jenjang SMA Sederajat dan Perguruan

Tinggi di Kota Sukabumi Tahun 2011 - 2015

2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5

Sumber: BPS Jawa Barat, Data diolah

(46)

pada bidang pendidikan. Pendidikan menengah kembali menjadi tanggungjawab pemerintah provinsi sedangkan pemerintah kabupaten/kota fokus untuk mengelola pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan non formal/kesetaraan.

Nilai capaian APM SMA dan PT di Kota Sukabumi pada tahun 2015 sudah mencapai 71,83% angka ini jauh di atas nilai capaian kabupaten/kota lain di Provinsi Jawa Barat, dan Kota Sukabumi menempati urutan ketiga tertinggi dalam hal pencapaian APM jenjang SMA dan PT. Dengan adanya alih kelola ini diharapkan mutu dan kualitas penyelenggaraan pendidikan menengah bisa berkembang ke arah yang lebih baik lagi.

2. Angka Partisipasi Kasar (APK) – Gross Enrollment Ratio

Angka Partisipasi Kasar (Gross Enrollment Ratio) atau APK adalah proporsi anak sekolah pada suatu jenjang tertentu terhadap penduduk pada kelompok usia tertentu. Sejak tahun 2007 Pendidikan Non Formal (Paket A, Paket B, dan Paket C) turut diperhitungkan. Oleh karena itu, APK akan terbagi menjadi 4 jenjang yaitu APM pada pendidikan usai dini, APK pada pendidikan dasar, APM pada pendidikan menengah dan APK pada pendidikan tinggi.

Tabel 2.12 Nilai Capaian APK Kota Sukabumi Menurut Jenjang

Tahun 2010-2015

No Jenjang Tahun

2011 2012 2013 2014 2015

1 APK SD

Sederajat 102,03 101,76 106,31 102,46 104,31

2 APK SMP

Sederajat

95,23 90,64 98,19 97,64 103,6 3

3 APK SMA

(47)

4 APK PT - - - 25,35 21,63 Sumber: BPS Jawa Barat, Data diolah

APK SD sederajat pada tahun 2011-2015 sudah melampaui target, dimana nilai capaian sudah mencapai angka lebih dari 100%.

Gambar 2.24 APK Jenjang SD Sederajat Menurut Kabupaten/Kota

se Provinsi Jawa Barat Tahun 2015

95.00 100.00 105.00 110.00 115.00 120.00

104.31

APK SD APK Jabar

Sumber: BPS Jawa Barat, Data diolah

Gambar di atas menunjukan bahwa nilai capaian APK pada jenjang SD kabupaten/kota di Jawa barat sudah berada di atas 100%. Hal ini menunjukan bahwa program pendidikan dasar sudah berjalan dengan baik, meskipun bila dibandingkan dengan APM di jenjang yang sama memiliki disparitas yang tinggi artinya banyak anak yang bersekolah di SD tidak tepat waktu sesuai dengan kelompok umurnya (7-12 tahun). Hal ini terutama terjadi di daerah perkotaan.

(48)

dengan daerah lain pada tahun 2015 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.25 APK Jenjang SMP Sederajat Menurut Kabupaten/Kota

se Provinsi Jawa Barat Tahun 2015

80.00 85.00 90.00 95.00 100.00

105.00 103.63

APK SMP APK Jabar

Sumber: BPS Jawa Barat, Data diolah

Nilai capaian Kota Sukabumi pada APK jenjang SMP sederajat menempati peringkat tertinggi di Jawa Barat yaitu sebesar 103,63%. Angka ini jauh berada di atas nilai capaian Jawa Barat yaitu sebesar 90,70%.

(49)

pada tahun 2015, dan capaian ini masih sangat rendah karena masih berada di bawah 50%.

Gambar 2.26 Perkembangan APK Jenjang SMA Sederajat di Kota Sukabumi

Sumber: BPS Jawa Barat, Data diolah

3.

Angka Partisipasi Sekolah

Angka partisipasi sekolah (APS) adalah proporsi dari semua anak yang masih sekolah pada suatu kelompok umur tertentu terhadap penduduk dengan kelompok umur yang sesuai. Sejak Tahun 2009, Pendidikan Non Formal (Paket A, Paket B, dan Paket C) turut diperhitungkan.

Tabel 2.13 Nilai Capaian APS Kota Sukabumi Menurut Jenjang

Tahun 2010-2015

No Jenjang Tahun

2011 2012 2013 2014 2015

1 7-12 Tahun 98,93 98,18 99,69 98,95 99,36 2 13-15 Tahun 94,51 95,62 91,43 97,65 97,16 3 16-18 Tahun 58,39 61,67 65,55 74,13 79,48 4 19-24 Tahun 8,02 17,06 21,86 23,07 26,03

(50)

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA SUKABUMI

Pada kelompok 7-12 tahun dan 13-15 tahun, nilai capaian APS Kota Sukabumi sudah memiliki capaian di atas 90%.

Gambar 2.27 Perkembangan APS Usia 7-12 Tahun dan 13-15 Tahun

Kota Sukabumi Tahun 2011 - 2015

2011 2012 2013 2014 2 015

9

Sumber: BPS Jawa Barat, Data diolah

APS pada usia 7-12 tahun dan APS usia 13-15 tahun mengalami fuktuasi. Tren APS pada usia 7-12 tahun cenderung lebih landai dibandingkan dengan APS pada usia 13-15 tahun yang mengalami perubahan yang sangat signifkan, terutama mengalami penurunan yang sangat drastis pada tahun 2013.

4.

Rasio Ketersediaan Gedung Sekolah/Penduduk

(51)

Sumber: Kota Sukabumi dalam Angka 2017

Rasio rombel siswa pada pendidikan dasar cenderung lebih padat dibandingkan dengan pendidikan menengah, tingkat partisipasi yang tinggi pada pendidikan menengah menyebabkan tingginya rasio rombel:siswa pada pendidikan dasar.

Pada pendidikan indikator rasio guru dengan murid di jenjang SD 1 orang guru bertanggungjawab mengampu 21 orang murid, sedangkan pada pendidikan menengah jenjang SMAN rasionya adalan 1 orang guru terhadap 20 orang murid. Data ini mengindikasikan bahwa pada pendidikan dasar masih memerlukan penambahan tenaga pendidik sehingga dapat mengejar target rasio 1 guru : 20 orang murid.

5.

Angka Kelulusan dan Angka Melanjutkan

Terkait dengan Angka Kelulusan (AL), diketahui bahwa Angka Kelulusan SD/MI di Kota Sukabumi tahun 2016 telah mencapai 100%. Untuk Angka Kelulusan (AL) SMP/MTs diketahui bahwa sampai dengan tahun 2016 sudah mencapai 100%. Di tingkat sekolah menengah, Angka Kelulusan (AL) SMA/SMK/MA Kota Sukabumi pada tahun 2016 sudah mencapai 100%. Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat murid SMA/SMK/MA yang tidak lulus di tahun 2016. Sedangkan untuk capaian angka melanjutkan SD/MI ke SMP/MTs pada tahun 2014 adalah sebesar 110% dan 121% untuk capaian angka melanjutkan SMP/MTs ke SMA/MA/SMK.

6.

Akreditasi Sekolah

(52)

Gambar 2.28 Proporsi Akreditasi Berdasarkan Jenjang

Sumber: Neraca Pendidikan Daerah Kemendikbud, 2017

(53)

A baru 50% sedangkan pada jenjang SMK sudah mencapai 76,5%.

B.

Bidang Kesehatan

Jumlah Posyandu pada tahun 2014 sebanyak 447 Posyandu, dan tidak mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Dan untuk rasio posyandu per 100 balita adalah sebesar 1,18.

Rasio ideal 1 unit Posyandu untuk melayani balita adalah antara 75–100 balita. Apabila 1 unit Posyandu sudah melebihi rasio ideal, maka dilakukan pemekaran unit Posyandu yang secara otomatis akan menambah jumlah unit Posyandu.

Sedangkan untuk ketersediaan Puskesmas bagi masyarakat dari periode 2014 ke tahun 2016 mengalami fuktuasi, namun cenderung mengalami kenaikan dari segi pelayanan dan fasilitas. Adapun untuk pengunjung puskesmas telah mencapai 56.464 orang, jumlah ini mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yang hanya 50.192 orang, namun jumlah ini masih lebih kecil dibandingkan dengan tahun 2014 yaitu sebanyak 57.370 orang.

(54)

sebelumnya, realisasinya mengalami penurunan, dimana tahun 2014 mencapai 101,39% dari 80% target yang ditetapkan. Penurunan ini bukan semata karena kinerja yang kurang baik, tetapi karena kualitas pencatatan dan pelaporan program KIA yang semakin baik sehingga data yang dihasilkan menggambarkan kondisi yang sesungguhnya dimana setiap satu orang ibu hamil hanya dilakukan satu kali pencatatan.

Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan tahun 2015 mencapai 98,30% dari target 87% yang ditetapkan. Terjadi kenaikan pencapaian dibanding tahun 2014 yaitu sebesar 93,65% dari target 90%. Bila dibandingkan dengan target provinsi dan nasional pencapaian tersebut sudah melebihi taget, hal ini dapat dicapai berkat kerjasama yang optimal dari semua pihak terutama Bidan Praktek Swasta, Rumah Sakit baik pemerintah dan swasta dan Dinas Kesehatan termasuk Puskesmas di dalamnya.

(55)

dan digerakannya kembali masyarakat peduli imunisasi serta optimalisasi peran pengawas/wakil supervisor (wasor) imunisasi yang terus memantau dan mengevaluasi capaian program secara rutin.

Selama tahun 2015, jumlah balita gizi buruk sebanyak 29 balita yang keseluruhannya mendapatkan penanganan sesuai standar (100%). Dari jumlah 29 balita gizi buruk tersebut, sebanyak 11 balita masih mengalami gizi buruk sampai akhir Desember 2015, 17 balita meningkat statusnya menjadi balita gizi kurang dan 1 balita meninggal dengan penyakit penyerta yaitu Pneumonia. Dilihat dari wilayah kerja Puskesmas yang terdapat kasus balita gizi buruk, maka seluruh penderita tersebar di 10 Puskesmas, dengan jumlah terbanyak di Puskesmas Sukabumi, yaitu 9 kasus, dan jumlah paling sedikit di Puskesmas Cibeureum Hilir, Karangtengah dan Gedongpanjang yaitu 1 kasus, sedangkan 5 Puskesmas lainnya tidak terdapat kasus balita gizi buruk. Dibandingkan dengan tahun 2014, maka jumlah balita gizi buruk mengalami penurunan, dari 32 balita tahun 2014 menjadi 29 balita tahun 2015. Pada akhir 2014 jumlah gizi buruk yang ada sebanyak 7 balita, dan pada akhir 2015 ini jumlahnya menjadi 11 balita, untuk itu perlu penanganan lebih intensif pada tahun yang akan datang agar jumlah penderita gizi buruk semakin berkurang.

(56)

capaian tahun 2014 yang mencapai 85,83% (315 penderita). Hal ini terjadi karena adanya beberapa penderita menghentikan pengobatan sendiri, pindah alamat tanpa memberitahukan kepada petugas sehingga tidak bisa dilakukan pemeriksaan

sputum pada akhir pengobatan. Selama periode 2010-2015 cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit DBD sudah mencapai 100%.

Pada tahun 2015 masyarakat miskin yang berkunjung ke sarana kesehatan Strata 1 sebanyak 111.751 jiwa, sehingga realisasi cakupan ini sebesar 95,1%. Bila dibandingkan dengan target Kota Sukabumi, pencapaian memang masih belum mencapai target yang ditentukan yaitu 100%.

(57)

Untuk cakupan puskesmas di Kota Sukabumi periode 2014-2015 sudah di atas 100%. Ini berarti bahwa jumlah puskesmas di suatu kecamatan ada yang lebih dari 1 puskesmas. Terkait capaian indikator SPM di urusan kesehatan, diketahui bahwa tahun 2015 sudah banyak yang tercapai, hanya terdapat beberapa indikator kinerja saja yang capaiannya masih di bawah target. Ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan di Kota Sukabumi sudah cukup baik. Dari 18 (delapan belas) indikator kinerja dalam dokumen Penetapan Kinerja/Perjanjian Kinerja, sebanyak 16 (enam belas) indikator atau 88,9% mencapai target, dan sisanya 2 (dua) indikator atau 11,1% tidak mencapai target. Dilihat dari kriterianya, sebanyak 17 (tujuh belas) indikator atau 94,4% termasuk kriteria baik dan 1 (satu) indikator dengan kriteria tidak baik.

C.

Pekerjaan Umum

Ketersediaan infratruktur yang layak dan memadai merupakan aspek dasar yang diperlukan dalam proses pembangunan. Berikut ini diuraikan hasil kinerja Urusan Pekerjaan Umum pada tahun 2013.

(58)

Untuk aspek tempat tinggal, diketahui bahwa rumah tinggal yang bersanitasi di Kota Sukabumi berada di tingkat 63,63% dari total rumah tinggal yang ada. Rumah tinggal berakses sanitasi sekurang-kurangnya mempunyai akses untuk memperoleh layanan sanitasi (1) Fasilitas air bersih (2) Pembuangan tinja (3) Pembuangan air limbah (4) Pembuangan sampah. Walaupun terjadi peningkatan kinerja, namun hal ini menunjukkan bahwa sebagian pembangunan rumah tinggal di Kota Sukabumi masih belum memenuhi aspek dasar yang dibutuhkan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini adalah melalui bantuan penyediaan MCK dan

septic tank komunal terutama di kawasan kampung yang kumuh. Adapun untuk kondisi kualitas perumahan di Kota Sukabumi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.15 Persentase Beberapa Indikator Kualitas Perumahan di

Kota Sukabumi Tahun 2009-2015

Indikator / Indicators

Tahun / Year

2009 2010 2011 2012 2013 2015

(59)

Indikator / Indicators

Tahun / Year

2009 2010 2011 2012 2013 2015

Dinding Tembok / Stone Wall

83,08 87,87 79,40 80,73 83,27 85,87

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa secara umum indikator kualitas perumahan di Kota Sukabumi sudah cukup baik, ini terlihat dari rumah tangga yang masih memiliki rumah dengan luas lantai <20m2 hanya sebesar 5,43%, sedangkan untuk fasilitas perumahan lainnya yaitu atap seluruh rumah tangga menyatakan yang sudah memiliki rumah dengan atap layak yaitu atap beton, genteng dan asbes. Rumah tangga yang memiliki rumah dengan dinding tembok mencapai 85,87%, ketersediaan air bersihnya kurang dari 30 %, sistem drainase buruk, kondisi jalan lingkungan rusak parah lebih dari 70%, kepadatan penduduk lebih dari 100 unit rumah perhektar, tidak memiliki jarak antar bangunan dan perkembangan bangunan tinggi.

(60)

dalam bentuk saluran terbuka. Saluran tertutup untuk limbah domestik maupun non-domestik masih sangat terbatas.

Saat ini ada sebanyak 19 (sembilan belas) sungai melewati Kota Sukabumi, dan sungai besar yang dijadikan pembuangan akhir dari sistem drainase Kota Sukabumi adalah sebanyak 2 (dua) buah yaitu Sungai Cipelang dan Sungai Cimandiri. Sedangkan sungai yang melintasi Kota Sukabumi sebelum akhirnya bermuara di Sungai Cipelang dan Sungai Cimandiri yaitu Sungai Cisuda, Sungai Cibulang dan Sungai Ciharempoy. Untuk drainase makro, wilayah Kota Sukabumi terbagi dalam 4 tangkapan air (Catchment Area) yaitu Sungai Cibeureum, Sungai Cimandiri, Sungai Cipelang, Sungai Cisuda. Kondisi dari sungai-sungai besar tersebut cukup bagus sedangkan untuk sungai kecil tidak sebagus sungai-sungai besar, melainkan sangat memprihatinkan seperti banyaknya sampah, pepohonan, ilalang dan lumpur bahkan berdiri rumah di atasnya. Sedangkan untuk drainase mikro selain berfungsi sebagai penampung air hujan menuju badan air penerima, juga berfungsi sebagai penyalur limbah cucian, masak, mandi dan hasil dari kegiatan kota. Secara umum sistem drainase di wilayah Kota Sukabumi mengikuti kondisi topograf yang cenderung memiliki kemiringan ke arah selatan. Saluran drainase di Kota Sukabumi masih banyak yang tidak berkesinambungan dan tidak terpelihara dengan baik.

D.

Perumahan

(61)

kenaikan, karena kenaikan jumlah Kepala keluarga (KK) yang membutuhkan bertambah, maka bertambah pula rumah tangga pengguna air besih yang harus dilayani. Pada tahun 2013 rumah tangga pengguna air bersih sudah mencapai 87,02%.

Dalam hal penggunan listrik, jumlah rumah tangga pengguna listrik PLN selama periode 2008-2016 di Kota Sukabumi mengalami peningkatan. Jika pada tahun 2008 jumlah rumah tangga yang menggunakan listrik PLN berjumlah 86.273 rumah tangga, maka pada tahun 2016 meningkat menjadi sebesar 133.000 rumah tangga atau tumbuh sebesar 35,13%.

Terkait dengan capaian SPM urusan perumahan, diketahui bahwa proporsi ketersediaan rumah layak huni Kota Sukabumi pada tahun 2013 mencapai 85,15%. Ini menunjukkan bahwa ketersediaan rumah layak huni masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama MBR.

2.4

Penataan Ruang

Pola ruang dan struktur ruang Kota Sukabumi memerlukan pembenahan secara matang dan menyeluruh agar mampu menyokong perkembangan kehidupan masyarakat. Kota merupakan tempat untuk hidup (to live), bekerja (to work), dan bermain (to play), sehingga kelancaran mobilitas warga dan ketersediaan sarana prasarana pendukung yang berkualitas baik merupakan syarat utama.

(62)

perencanaan sesuai Undang-Undang Penataan Ruang, yaitu Ruang Wilayah (RTRW) Kota Sukabumi Tahun 2009-2029.

Pengendalian dan pemeliharaan kualitas lingkungan kota juga tidak terlepas dari penyediaan ruang terbuka hijau kota. Ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Sukabumi berada di tingkat 62%.

A.

Perencanaan Pembangunan

(63)

PENGGUNAAN LAHAN

Berdasarkan hasil dari perhitungan luas Penggunaan lahan pada peta tata guna lahan Berikut merupakan luas penggunaan lahan di Kota Sukabumi :

Tabel 2.16

Luas Tutupan Lahan di Kota Sukabumi

N

o Kecamatan Penggunaan Lahan luas (Ha)

(64)

N

o Kecamatan Penggunaan Lahan luas (Ha)

(65)

N

o Kecamatan Penggunaan Lahan luas (Ha)

(66)

N

o Kecamatan Penggunaan Lahan luas (Ha)

Komersil 4,19

Lapangan 4,80

Pemakaman 5,02

Pemukiman 129,61

R. Terbuka 22,26

Sawah 341,55

Taman 0,22

Tempat Ibadah 0,88

RTH 103,66

Vegetasi 44,01

Sumber : Hasil Analisis, 2017

(67)
(68)

E.

Perhubungan

Meningkatnya jumlah penduduk kota akan disertai dengan penambahan jumlah sarana angkutan darat baik angkutan publik yaitu kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat, serta angkutan umum, menuntut ketersediaan prasarana perhubungan jalan yang memadai untuk pengangkutan barang dan jasa baik dalam kota maupun ke luar kota. Tantangan yang dihadapi dalam sarana dan prasarana perhubungan darat adalah bagaimana memfasilitasi kebutuhan angkutan publik melalui penyebaran jalur-jalur angkutan dan peningkatan serta pembangunan prasarana jalan. Dinamika dan gambaran pelayanan transportasi dan angkutan umum di Kota Sukabumi dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 2.17 Rute dan Jumlah Angkutan Kota di

Kota Sukabumi

1 Terminal Bungbulang-Jl.Stasiun Timur 02 1 2 Terminal Lembursitu-Jl. Pasundan 03-A 149 3 Terminal Lembursitu-Jl.Pabuaran 03-B 34 4 Terminal Lembursitu-Terminal Sudirman 06 15

5 Goalpara-Jl. Stasiun Timur 04 63

6 Subangjaya-Jl.Stasiun Timur 05 12

7 Cisaat-Pasar Pelita 08 343

8 Cikareo-Jl. Lettu Bakri 09 14

9 Selabintana-Jl. RE Martadinata 10 135

10 Parungseah-Jl. Mesjid 11 31

11 Bhayangkara-Jl. RE Martadinata (1) 14 122 12 Bhayangkara-Jl. RE Martadinata (2) 15 137 13 Balandongan-Jl. Tipar Gede (Ramayana) 20 46 14 Cicadas-Jl. Tipar Gede (Ramayana) 21 15 15 Santiong-Jl. Tipar Gede (Ramayana) 21-A 40 16 Terminal Jubleg-Jl. Tipar Gede (Ramayana) 25 231 17 Terminal Bungbulang-Jl. Tipar Gede

(Ramayana)

(69)

No. Lintasan Trayek Jalur

Poten si (Buah) 18 Perum Nanggeleng-Pasar Pelita 27 65 19 Limusnunggal-Jl. Stasiun Timur 28 42 20 Cikundul-Jl. Tipar Gede (Ramayana) via Jl.

Baros

29 2

Sumber: Kota Sukabumi Dalam Angka 2017

Sedangkan untuk transportasi menggunakan kereta api, jumlah penumpang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yaitu 96.273 orang pada tahun 2012 menjadi 453.680 orang di tahun 2016. Dan untuk jumlah penumpang yang diberangkatkan melalui terminal bus pada tahun 2016 mencapai 332.596 orang.

Pada tahun 2013, persentase capaian fasilitas perlengkapan jalan yaitu rambu-rambu sebesar 50%, marka jalan sebesar 40%, APILL siap ATCS sebesar 67%, cermin tikungan mencapai 38%, pagar pengaman mencapai 13%, dan PJU telah mencapai 79% .

F.

Lingkungan Hidup

Pembangunan berwawasan lingkungan meliputi aspek pengendalian pencemaran lingkungan (air, udara, tanah), perlindungan kawasan lindung dan konservasi. Pengendalian pencemaran lingkungan diprioritaskan pada pengelolaan sampah padat perkotaan, perbaikan akses terhadap sumber air bersih dan pengelolaan air limbah. Perlindungan kawasan konservasi dan memulihkan kembali kawasan-kawasan yang berfungsi lindung.

(70)

jalan. Daerah pelayanan belum dapat menjangkau seluruh wilayah Kota Sukabumi. Kecilnya jangkauan pelayanan persampahan di Kota Sukabumi dikarenakan sumber daya dan prasarana yang masih kurang. Masyarakat yang tidak terlayani sistem, mengelola sampahnya dengan cara membakar atau menimbun di halaman. Tetapi sebagian besar masyarakat yang tidak mempunyai halaman yang cukup, membuang sampah ke tempat-tempat terbuka dan sungai. Lokasi Tempat Pembuangan Akhir sampah (TPA) yang digunakan saat ini di Kota Sukabumi terletak di Kelurahan Cikundul Kecamatan Lembursitu. TPA Cikundul memiliki luas 10,66 Ha. Metoda yang diterapkan di TPA Cikundul adalah controlled landfll tetapi belum optimal. Eksistensi TPA Cikundul pada gilirannya menjadi faktor penting dalam pengelolaan sampah. Tanpa adanya TPA, sampah yang terakumulasi akan menimbulkan masalah.

(71)

parameter. Di antaranya parameter kimia organik, parameter fsika, daan mikrobiologi. Namun, tingkat pencemaran ini dinilai masih dalam kategori ringan. Meskipun di lapangan sudah melebihi baku mutu. Adapun penyebab terjadinya pencemaran sungai dikarenakan masih adanya warga yang membuang sampah ke sungai. Selain itu akibat pembuangan limbah dari mandi, cuci, kakus (MCK), dan limbah pelaku usaha kecil.

Di samping itu, penurunan kadar detergen pada sejumlah sungai tidak terjadi secara terus menerus dan bersifat fuktuatif berbeda dengan peningkatan kadar phenol dan chloride yang diduga berasal dari kegiatan domestik yang meningkat dari waktu ke waktu serta dari air buangan kegiatan medis maupun sanitasi domestik. Di antaranya parameter kimia organik, parameter fsika, dan mikrobiologi. Namun, tingkat pencemaran ini dinilai masih dalam kategori ringan. Meskipun di lapangan sudah melebihi baku mutu.

G.

Pertanahan

(72)

sedangkan program-program yang berkaitan dengan administrasi pertanahan dikelola oleh BPN Kota Sukabumi. Selain itu, Pemerintah Kota Sukabumi juga memberikan Izin Lokasi bagi pembangunan-pembangunan yang dilaksanakan oleh sektor swasta.

H.

Pemberdayaan perempuan dan Perlindungan

Anak

Untuk melihat pemberdayaan perempuan, kita dapat melihat dua indikator makro yang dapat mengukur sejauh mana upaya pengarusutamaan gender dilakukan di Kota Sukabumi

Gambar 2.30 Perkembangan Indeks Pembangunan Gender (IPG)

Kota Sukabumi dan Jawa Barat Tahun 2010-2015

2 01 0 2 0 11 201 2 20 1 3 2 0 14 201 5

Sumber: Buku Pembangunan Manusia Berbasis Gender, 2016

(73)

Sukabumi berada jauh di atas capaian IPG Jawa Barat pada tahun 2015 yaitu mencapai 89,11%. Hal ini menunjukan bahwa perempuan sudah berkembang pada bidang pendidikan, kesehatan dan daya beli.

Indikator lainnya adalah IDG, dengan IDG kita dapat melihat sejauhmana perempuan terlibat dalam bidang ekonomi dan politik, berikut ini IDG tahun 2015.

Gambar 2.31 Perkembangan IDG Kota Sukabumi dan Jawa Barat

Sumber: Buku Pembangunan Manusia Berbasis Gender, 2016

(74)

Gambar 2.32 Nilai Capaian Komponen IDG Kota

Sumber: Buku Pembangunan Manusia Berbasis Gender, 2016

Dari gambar di atas terlihat bahwa Kota Sukabumi masih tertinggal pada komponen keterlibatan perempuan di parlemen, sedangkan pada komponen lain relatif seimbang dengan posisi Provinsi Jawa Barat.

Dalam perkembangan kota yang semakin kompleks saat ini, diketahui bahwa sarana bermain anak agar dapat menjadi media tumbuh kembang secara layak masih dirasakan kurang optimal. Di sisi lain, eksploitasi anak yang ditunjukkan dengan adanya anak jalanan juga perlu ditangani segera.

I.

Sosial

(75)

penurunan jumlah PMKS, Penurunan pertumbuhan PMKS, kegiatan penanganan PMKS, dan jumlah sarana sosial (seperti panti sosial, panti jompo, dan panti rehabilitasi). Adapun jumlah sarana sosial pada tahun 2012 di Kota Sukabumi telah berjumlah 18 buah.

Pemerintah Kota Sukabumi dalam melakukan penanganan terhadap Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) hingga kini terus diupayakan oleh Dinas Sosial Kota Sukabumi dengan berbagai cara, salah satunya pendampingan serta pemberian pekerjaan bagi orang-orang yang bekerja di jalan agar menjadi produktif. Jenis dan jumlah masalah kesejahteraan sosial di Kota Sukabumi pada tahun 2016 dapat dilihat dalam Tabel berikut.

Tabel 2.18 Penyandang Masalah Kesejahteraan

Sosial

Kota Sukabumi Tahun 2017

No. Jenis PMKS Jumlah

1 Anak terlantar 345

2 Anak berhadapan dengan hukum 59

3 Balita terlantar 84

14 Keluarga bermasalah sosial psikologis 67

15 Anak korban tindak kekerasan 84

16 Wanita rawan sosial ekonomi 1491

17 Korban bencana alam 19

(76)

No. Jenis PMKS Jumlah 24 Anak membutuhkan perlindungan khusus 46

Sumber: Kota Sukabumi Dalam Angka 2018

J.

Ketenagakerjaan

Urusan ketenagakerjaan memiliki aspek multidimensi dan lintas sektoral sehingga peranannya menjadi salah satu aspek yang strategis dalam pembangunan daerah. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kota Sukabumi selama periode 2013-2015 mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan semakin besarnya bagian dari penduduk usia kerja Kota Sukabumi yang terlibat dalam kegiatan produktif. Jika pada tahun 2013 tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 58,88%, maka pada tahun 2015 mengalami penurunan menjadi 62,81%.

Tingkat pencari kerja yang ditempatkan di Kota Sukabumi pada tahun 2011 hanya 3.015 orang saja pencari kerja yang ditempatkan, sedangkan pada tahun 2013 sebanyak 1.038 orang.

Tingkat pengangguran terbuka Kota Sukabumi dari waktu ke waktu mengalami penurunan yang cukup signifkan. Jika pada tahun 2013 tingkat pengangguran terbuka sebesar 11,24%, pada tahun 2015 telah berkurang secara signifkan menjadi 9,06%. Meningkatnya aktivitas perekonomian pada beberapa sektor perekonomian Kota Sukabumi, menjadi faktor pendorong (driving forces) dalam penyerapan tenaga kerja yang lebih besar, terutama pada sektor sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Selain itu, penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan juga masih tinggi.

(77)

peningkatan produktivitas tenaga kerja secara kontinyu dan konsisten harus dilakukan dalam upaya peningkatan daya saing tenaga kerja sesuai kompetensinya.

K.

Koperasi Usaha Kecil dan Menengah

Anggota koperasi yang terdata di Kota Sukabumitahun 2017 mencapai 24.464 orang dengan asset yang dimiliki sebesar Rp. 291.836.861.165,00 serta SHU sebesar Rp. 9.318.956.852,00. Total koperasi hingga Tahun 2016 mencapai 308 koperasi dan pada tahun 2017 mengalami kenaikan menjadi 308 koperasi.

Selain koperasi, usaha mikro dan kecil merupakan potensi ekonomi yang besar karena dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak serta memiliki resistensi terhadap gejolak eksternal. Jumlah usaha mikro, kecil dan menengah yang menjadi binaan Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Sukabumi terus tumbuh dari sebanyak 2.244 unit usaha tahun 2012 menjadi 2.425 unit usaha pada tahun 2016. Dengan melihat manfaat, kontribusi serta sifatnya yang “easy entrance” UMKM harus dibantu dan difasilitasi oleh berbagai stakeholders seperti pemerintah, perbankan, Lembaga Keuangan Mikro/ Koperasi serta pelaku usaha besar sehingga potensi yang besar yang dimiliki UMKM dapat terus dikembangkan.

L.

Penanaman Modal

(78)

diantaranya adalah koordinasi Perencanaan dan Pengembangan Penanaman Modal; promosi potensi dan peluang Investasi Kota Sukabumi; fasilitasi para pengusaha di Kota sukabumi dalam mengikuti pameran investasi baik itu dalam kota ataupun luar kota; promosi potensi dan peluang investasi; fasilitasi dan koordinasi kerja sama di bidang investasi di Kota Sukabumi; menyediakan media dan informasi untuk menyelenggarakan pelayanan perizinan dan penanaman modal terpadu yang handal; memberikan kemudahan dalam pelayanan perizinan dan ketersedian sarana dalam mensosialisaikan pelayanan penanaman modal dan perizinan serta adanya data perkembangan penanaman modal di Kota Sukabumi.

Gambar 2.33 Perkembangan Investasi Kota Sukabumi Tahun 2012-2016

(79)

Nilai investasi di Kota Sukabumi pada tahun 2016 adalah sebesar Rp. 393.353 juta, jumlah ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu Rp. 407.748 juta pada tahun 2015.

M.

Kebudayaan

Pada tahun 2013, Kota Sukabumi memiliki sanggar seni yang aktif berjumlah 5 sanggar, jumlah gedung kesenian sebanyak 2 buah, dan 1 kali dalam satu tahun dilaksanakan atraksi budaya yang berupa Helaran Budaya Kota Sukabumi.

Kota Sukabumi membutuhkan sarana penyelenggaraan seni dan budaya yang representatif. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi kondisi ini adalah melalui pencanangan pembangunan kawasan sentra seni budaya kreatif berwawasan lingkungan hidup. Pemeliharaan aset budaya merupakan salah satu upaya yang harus segera ditangani. Hal ini penting untuk tetap melestarikan dan memanfaatkan sebagai potensi pariwisata dan daya saing kota.

N.

Kepemudaan dan Olahraga

(80)

Tingginya keikutsertaan masyarakat kalangan lansia dan penyandang cacat untuk ikut ambil bagian dalam lomba olahraga yang diselenggarakan dalam rangka hari lansia. (f) Semakin banyaknya event dan dan proposal yang masuk untuk meminta rekomendasi kegiatan dan termasuk bantuan terutama untuk urusan olahraga.

O.

Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri

Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam memfasilitasi peningkatan pengetahuan masyarakat, salah satunya melalui kegiatan Penyuluhan kepada masyarakat yang berkaitan dengan pendidikan politik masyarakat yang dilakukan tiap tahun. Pelaksanaan penyuluhan politik ditujukan kepada elemen tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, RT dan RW di seluruh Kota Sukabumi. Pembinaan LSM, OKP, dan Ormas melalui program pendidikan politik mampu meningkatkan kualitas pengetahuan tentang perundang-undangan yang berkaitan dengan politik. Selain itu akan mampu menumbuhkembangkan pemahaman Peraturan Perundangan tentang Politik bagi LSM, OKP, dan Ormas di Kota Sukabumi dalam berpartisipasi aktif dan positif untuk kelancaran Pembangunan Nasional guna terwujudnya masyarakat yang aman dan damai.

(81)

Komunitas Intelijen Daerah. Komunitas ini melakukan upaya-upaya perencanaan, pengumpulan informasi, pencarian fakta dan data, serta pendalaman terkait permasalahan yang terjadi di wilayah Kota Sukabumi dan sekitarnya, baik menyangkut aspek Ideologi, Politik, Sosial-Budaya, Ekonomi, Pertahanan dan Keamanan, juga aspek lain yang berkaitan erat dengan stabilitas ketenteraman dan ketertiban khususnya di Kota Sukabumi. Jumlah anggota Linmas di Kota Sukabumi tahun 2016 sebanyak 2.075 orang, namun masih diperlukan pelatihan dan ketrampilan untuk menambah jumlah anggota Linmas yang terlatih guna mencapai sasaran meningkatnya ketertiban dan perlindungan serta kedisiplinan masyarakat.

P.

Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum,

Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat

Daerah, Kepegawaian dan Persandian

Untuk program peningkatan dan pengembangan penyelenggaraan pemerintah daerah, untuk kategori akuntabilitas kinerja pada tahun 2013, Kota Sukabumi berada pada peringkat baik. Sedangkan untuk nilai rata-rata IKM dalam program kelembagaan dan ketatalaksanaan antar pemerintah dan pemda berada pada peringkat baik.

(82)

Pada tahun 2017, Kota Sukabumi telah memperoleh WTP dalam opini auditor BPK atas LKPD. Rasio belanja langsung terhadap belanja daerah pada tahun 2016 adalah sebesar 56,30%. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kota Sukabumi meningkat dari tahun ke tahun. Namun demikian, manfaat yang dirasakan oleh masyarakat Kota Sukabumi masih belum optimal. Alokasi belanja pegawai yang masih cukup tinggi, mengakibatkan manfaat untuk belanja langsung bagi masyarakat masih terbatas.

Kendala yang sangat penting untuk segera diatasi adalah meningkatkan kapasitas dan integritas aparatur sebagai upaya mewujudkan pemerintahan yang transparan, bersih dan bebas KKN, serta mencapai pelayanan prima pada masyarakat.

Dalam menjalankan perannya melayani mayarakat, maka Pemerintah Kota harus membuka akses informasi pelayanan, misalnya informasi pada anggaran, pengadaan barang dan jasa, bantuan sosial, layanan perizinan, RTRW dan RDTRK, layanan KTP, KK dan surat-surat keterangan lainnya.

Tindak korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang menjadi sorotan utama masyarakat Kota Sukabumi yang berakibat pada hilangnya semangat juang para pengelolanya, hilangnya harapan dan kepercayaan masyarakat kota, hilangnya kepercayaan para pelaku usaha dan investor dan lambatnya roda pembangunan. Dengan adanya kemudahan akses, kemudian diimbangi dengan integritas jajaran pengelola pemerintahan kota, maka dipastikan akan menghasilkan percepatan pembangunan Kota Sukabumi.

(83)

terencana harus dilibatkan dalam proses dan pengawasan pembangunan Kota Sukabumi, termasuk dalam upaya tindak pencegahan korupsi. Salah satu media komunikasi partisipasi masyarakat adalah layanan interaksi online. Masukan dan partisipasi masyarakat harus dipastikan masuk dan ditanggapi, serta aduan permasalahan harus sampai dan dicarikan solusinya.

Q.

Ketahanan Pangan

Dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi pangan setiap individu dalam suatu wilayah yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan.

Pemerintah Kota Sukabumi telah melakukan berbagai upaya di bidang ketahanan pangan diantaranya telah menyusun (1) tingkat ketersediaan pangan pokok, (2) optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan, (3) pemantauan perkembangan harga kebutuhan pangan pokok, (4) penigkatan produksi pertanian, (5) peningkatan produksi pangan asal ternak.

Gambar

Gambar 2.3 Peta Topograf Kota Sukabumi
Gambar 2.4 Peta Kemiringan Lereng Kota Sukabumi
Gambar 2.5  Peta Rawan Gerakan  Tanah di Kota Sukabumi
Gambar 2.6 Peta Daerah Aliran Sungai Kota Sukabumi
+7

Referensi

Dokumen terkait

masyarakat yang rendah di daerah dengan jumlah penduduk miskin cukup tinggi.. yang mencapai 54.100 jiwa sekitar 14,48% dari total

Hal ini selain dikarenakan adanya fertilitas yang cukup tinggi (pertumbuhan penduduk alami), juga disebabkan adanya pertumbuhan penduduk migrasi, dimana terdapat migrasi

Zona Kerawanan Sangat Rendahsangat jarang atau hamper tidak pernah mengalami gerakan tanah Untuk wilayah zona kerawan tinggi sebagian wilayah di Kecamatan Kaliangkrik,

Dari tabel III.3 sebagian besar penduduk Kelurahan Setiamanah memiliki pendidikan tertinggi SLTA/sederajat yaitu sekitar 32,41%, selanjutnya SLTP/sederajat sekitar 18,44%,

Tingkat pendidikan yang paling rendah yaitu pada tingkat tamat perguruan tinggi, yaitu terdapat 372 jiwa (BPS, Kecamatan Batuwarno Dalam Angka 2018).. Tingkat tamat

Temperatur yang tinggi atau pada tingkat thermophilic jarang digunakan karena sebagian besar bahan sudah dicerna dengan baik pada tingkat temperatur mesophilic, selain itu

Sebagian besar pengguna IndiHome mengeluhkan buruknya pelayanan konsumen (Customer Service) yang diberikan dan gangguan koneksi yang kerap kali terjadi. Selain itu

Wilayah yang termasuk dalam ketinggian ini adalah: Kecamatan Batu (terutama Desa Sidomulyo secara keseluruhan, sebagian besar Kelurahan Temas, Kelurahan Sisir, Kelurahan