• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan, Kejelasan Sasaran Anggaran Dan Keadilan Prosedural Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Pengawasan Anggaran Sebagai Variabel Moderating Di Lingkungan SKPD Dinas Bina Marga Propinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan, Kejelasan Sasaran Anggaran Dan Keadilan Prosedural Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Pengawasan Anggaran Sebagai Variabel Moderating Di Lingkungan SKPD Dinas Bina Marga Propinsi Sumatera Utara"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KETIDAKPASTIAN LINGKUNGAN, KEJELASAN SASARAN ANGGARAN DAN KEADILAN PROSEDURAL TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN PENGAWASAN

ANGGARAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI LINGKUNGAN SKPD DINAS BINA MARGA

PROPINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh Eni Priyanti

117017019

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013

SE

K O L A

H

P

A

S C

A S A R JA N

(2)

PENGARUH KETIDAKPASTIAN LINGKUNGAN, KEJELASAN SASARAN ANGGARAN DAN KEADILAN PROSEDURAL TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN PENGAWASAN

ANGGARAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI LINGKUNGAN SKPD DINAS BINA MARGA

PROPINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

Eni Priyanti 117017019

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KETIDAKPASTIAN LINGKUNGAN, KEJELASAN SASARAN ANGGARAN DAN KEADILAN PROSEDURAL TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN PENGAWASAN ANGGARAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI LINGKUNGAN SKPD DINAS BINA MARGA PROPINSI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Eni Priyanti Nomor Pokok Mahasiswa : 117017019 Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing,

( Dr. Rina Bukit, SE, MSi,Ak)

Ketua Anggota

(Drs. Arifin Akhmad, MSi, Ak)

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS,MBA, Ak) (Prof. Dr. Erman Munir, MSc)

(4)

PERNYATAAN

“PENGARUH KETIDAKPASTIAN LINGKUNGAN, KEJELASAN SASARAN ANGGARAN DAN KEADILAN PROSEDURAL TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN PENGAWASAN

ANGGARAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI LINGKUNGAN SKPD DINAS BINA MARGA

PROPINSI SUMATERA UTARA”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Sains pada Program Studi Akuntansi

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumtera Utara adalah benar merupakan hasil

karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian

tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis

cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma kaidah, dan etika

penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis

ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian

tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang

penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan

yang berlaku.

Medan, Juni 2013

(5)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kinerja organisasi yang optimal tergantung dari bagaimana perusahaaan

memanfaatkan faktor–faktor produksi yang dimilikinya secara ekonomis, efektif

dan effisien. Oleh karena itu, sebelum melakukan kegiatan operasionalnya

perusahaan seharusnya membuat perencanaan, baik perencanaan strategis maupun

perencanaan non strategis. Bina Marga, seperti organisasi lain pada umumnya,

membuat perencanaan dan pengendalian dalam pencapaian tujuan organisasinya.

Seperti yang tertuang dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 25

Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana

Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan Umum memuat visi, misi, tujuan,

strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan

fungsi Kementerian Pekerjaan Umum yang disusun dengan berpedoman pada

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014.

Berdasarkan hal tersebut, Direktorat Jenderal Bina Marga telah menyusun

Renstra Direktorat Jenderal Bina Marga 2010 – 2014 yang merupakan bagian dari

penjabaran Renstra Kementerian Pekerjaan Umum. Renstra ini memuat visi, misi,

tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan

tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bina Marga yang disusun dengan

berpedoman pada RPJMN 2010 – 2014 untuk sektor jalan.

Penyelenggaraan jalan Nasional oleh Direktorat Jenderal Bina Marga untuk

(6)

jaringan jalan yang handal, terpadu dan berkelanjutan di seluruh wilayah nasional

untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial”. Adapun misi

yang diemban adalah: 1) Mewujudkan jaringan Jalan Nasional yang berkelanjutan

dengan mobilitas, aksesibilitas dan keselamatan yang memadai; 2) Mewujudkan

jaringan Jalan Nasional bebas hambatan antar-perkotaan dan di kawasan

perkotaan; dan 3) Memfasilitasi agar kapasitas Pemerintah Daerah meningkat

dalam menyelenggarakan jalan daerah.

Dalam pencapaian kinerja organisasi yang sesuai dengan misi yang tertuang

dalam Rencana Strategis Dirjen Bina Marga, maka diperlukan analisis atas faktor–

faktor yang mempengaruhi kinerja para karyawanya terutama para manajer

tingkat atas. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja manajerial dan

beberapa telah dilakukan penelitian dalam melihat relevansinya dengan kinerja

manajerial dimana beberapa diantaranya budaya organisasi, komitmen organisasi,

partisipasi anggaran, gaya kepemimpinan dan sebagainya. Penelitian ini

menggunakan variabel ketidakpastian lingkungan, kejelasan sasaran anggaran,

keadilan prosedural dan pengawasan anggaran sebagai variabel independen yang

mempengaruhi kinerja manajerial di lingkungan SKPD Dinas Bina Marga

Provinsi Sumatera Utara.

Ketidakpastian lingkungan merupakan salah satu faktor yang

dipertimbangkan dalam penelitian ini. Ketidakpastian lingkungan yang tinggi

didefinisikan sebagai rasa ketidakmampuan individu untuk memprediksi sesuatu

yang terjadi di lingkungannya secara akurat (Milliken, 1987). Di dalam

lingkungan relatif stabil (ketidakpastian rendah), individu dapat memprediksi

(7)

dilakukannya dapat membantu organisasi menyusun rencana dengan lebih akurat

(Duncan, 1973). Kemampuan memprediksi keadaan di masa datang pada kondisi

ketidakpastian lingkungan yang rendah dapat terjadi pada individu yang dalam

mengambil keputusan. Informasi pribadi (private information) yang dimiliki

bawahan dapat digunakan untuk membantu pengambilan keputusan agar lebih

akurat karena bawahan mampu mengatasi ketidakpastian. dan dapat digunakan

untuk memprediksi kejadian di masa datang. Mengacu pada pendapat

Govindarajan (1986), dapat disimpulkan bahwa hubungan antara penyusunan

anggaran dan kinerja manajerial adalah positif dalam kondisi ketidakpastian

lingkungan yang rendah, dan sebaliknya akan berhubungan negatif bila dalam

kondisi ketidakpastian yang tinggi.

Lebih lanjut Govidrajan (1986) menyimpulkan kondisi ketidakpastian

lingkungan yang rendah dan partisipasi bawahan yang tinggi akan memberikan

kemampuan manajemen dalam mengambil keputusan. Hal ini memungkinkan

karena bawahan mampu memprediksi prospek masa depan dan dapat

memperkirakan langkah-langkah yang harus dilakukan sehingga dapat digunakan

dalam pengambilan keputusan dengan melaporkan perkiraan yang tidak bias. Di

sisi lain, dalam kondisi ketidakpastian lingkungan yang tinggi, partisipasi

bawahan yang rendah akan mengurangi pengambilan keputusan yang akurat

(Govindarajan, 1986). Pada kondisi ini bawahan sulit memprediksi masa depan

sehingga tidak mampu memperoleh informasi akurat untuk memprediksi kejadian

masa depan, sehingga sulit pula baginya untuk mendukung manajemen dalam

(8)

Anggaran organisasi harus bisa menjadi tolak ukur pencapaian kinerja

yang diharapkan, sehingga perencanaan anggaran organisasi harus bisa

menggambarkan sasaran kinerja secara jelas. Menurut Kenis (1979), kejelasan

sasaran anggaran merupakan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas

dan spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang

yang bertanggung-jawab atas pencapaian sasaran anggaran tersebut. Oleh sebab

itu, sasaran anggaran organisasi harus dinyatakan secara jelas, spesifik dan dapat

dimengerti oleh mereka yang bertanggung-jawab untuk menyusun dan

melaksanakannya.

Kenis (1979) menemukan bahwa pelaksanaa anggaran memberikan reaksi

positif dan secara relatif sangat kuat untuk meningkatkan kejelasan sasaran

anggaran. Reaksi tersebut adalah peningkatan kepuasan kerja, penurunan

ketegangan kerja, peningkatan sikap karyawan terhadap anggaran, kinerja

anggaran dan efisiensi biaya pada pelaksana anggaran secara signifikan, jika

sasaran anggaran dinyatakan secara jelas. Locke (1968) menyatakan bahwa

penetapan tujuan spesifik akan lebih produktif daripada tidak menetapkan tujuan

spesifik. Hal ini akan mendorong karyawan untuk melakukan yang terbaik bagi

pencapaian tujuan yang dikehendaki.

Adanya sasaran anggaran yang jelas, maka akan mempermudah untuk

mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas

organisasi dalam rangka untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah

ditetapkan sebelumnya. Locke (1968) mengatakan kejelasan sasaran anggaran

disengaja untuk mengatur perilaku karyawan. Ketidakjelasan sasaran anggaran akan

(9)

Keadilan prosedural (procedural justice) didefinisikan oleh Lau dan Lim

(2002) adalah keadilan yang dirasakan dari sarana yang digunakan untuk

menentukan jumlah imbalan karyawan. Keadilan prosedural ini meliputi persepsi

karyawan tentang keadilan semua aspek dari proses organisasi yang digunakan

oleh atasan mereka untuk mengevaluasi kinerja mereka, mengkomunikasikan

umpan balik kinerja dan menentukan penghargaan mereka seperti promosi dan

kenaikan gaji

Pengawasan anggaran merupakan alat yang digunakan untuk mengendalikan

dan memonitor serta mengevaluasi terhadap kinerja yang telah dilakukan dengan

membandingkan dengan anggaran yang telah ditetapkan. Menurut

. Persepsi akan suatu keadilan prosedur dalam perusahaan (keadilan

prosedural) sangatlah penting dalam riset efektivitas organisasi, karena efek dari

keadilan prosedural akan berdampak pada perilaku anggota perusahaan dan

kinerja anggota perusahaan tersebut. Menurut Lind dan Tyler dalam Latif (2007),

pemahaman tentang keadilan prosedural sangat penting karena hal ini

mempengaruhi beragam sikap dan perilaku yang berbeda. Keragaman

konsekuensi dengan diterapkannya keadilan prosedural akan mengarah pada nilai

yang disetujui oleh individu. Pengalaman akan keadilan prosedural ataupun

ketidakadilan prosedural menjadi ciri yang mendalam mengenai kehidupan sosial,

yang sangat berguna dalam studi ini.

Hirst (1983)

bahwa ketika pengawasan anggaran tinggi (rendah) dengan ketidakpastian

lingkungan rendah (tinggi) dapat menimalisasi job related tension sehingga akan

berdampak pada kinerja manajerial. Oleh karena itu, ketidakpastian lingkungan

yang rendah sehingga seorang karyawan memiliki informasi yang cukup untuk

(10)

untuk memprediksi masa datang disembunyikan untuk kepentingan pribadi maka

dapat terkoreksi dengan adanya pengawasan anggaran yang dilakukan pada tahap

awal penyusunan anggaran dan pelaksanaan atas anggaran tersebut. Kejelasan sasaran

anggaran akan menyebabkan aparat mengetahui secara pasti sasaran yang akan

dicapai sehingga memiliki informasi yang cukup daripada tidak adanya kejelasan

sasaran anggaran. Pengawasan anggaran akan memperkuat pada tahap realisasi

pelaksanaan anggaran yang telah ditetapkan sehingga kinerja manajerial yang hendak

dicapai dapat terlaksana. Begitu juga keadilan prosedural yang dirasakan oleh

karyawan dalam pelaksanaan anggaran akan dapat terlihat dalam evaluasi anggaran

atas kinerja yang dilakukan oleh karyawan.

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan dalam melihat pengaruh

ketidakpastian lingkungan terhadap kinerja manajerial. Penelitian yang dilakukan

Yubiharto (2003) melihat pengaruh ketidakpastian lingkungan dan strategi bisnis

terhadap kinerja manajerial dengan akuntansi manajemen sebagai variabel

intervening. Hasil penelitian Yubiharto (2003) menunjukkan bahwa

ketidakpastian lingkungan dan strategis bisnis berpengaruh terhadap kinerja

manajerial dan ketidakpastian lingkungan dan strategi bisnis berpengaruh secara

tidak langsung melalui akuntansi manajemen terhadap kinerja manajerial.

Penelitian yang serupa pernah dilakukan Chong dan Chong (1997) dengan

melakukan penelitian pengaruh ketidakpastian lingkungan dan strategis bisnis

terhadap kinerja bisnis unit dengan sistem akuntansi manajemen sebagai variabel

intervening. Hasil penelitian Chong dan Chong (1997) menunjukkan bahwa

ketidakpastian lingkungan dan strategi bisnis berpengaruh terhadap kinerja

manajerial baik secara langsung maupun secara tidak langsung melalui variabel

(11)

Penelitian mengenai hubungan kejelasan sasaran anggaran terhadap

kinerja pernah dilakukan oleh Munawar et. al (2006) dengan meneliti pengaruh

karateristik tujuan anggaran terhadap perilaku sikap, kinerja manajerial Aparat

Pemerintah Daerah di Kabupaten Kupang. Hasil penelitian menunjukkan

kejelasan sasaran anggaran yang merupakan salah satu faktor karateristik tujuan

anggaran berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Kenis (1979) melakukan

penelitian yang sama dengan mengambil kejelasan sasaran sebagai variabel

independen dan kinerja manajerial sebagai variabel dependen. Hasil penelitian

Kenis (1979) menunjukkan bahwa kejelasan sasaran anggaran berpengaruh

terhadap kinerja manajerial.

Penelitian yang dilakukan Latif (2007) dengan meneliti hubungan antara

keadilan prosedural terhadap kinerja manajerial dengan partisipasi anggaran

sebagai variabel intervening menunjukkan hasil bahwa keadilan prosedural

berpengaruh secara langsung terhadap kinerja manajerial atau secara tidak

langsung melalui partisipasi anggaran. Penelitian yang sama juga dilakukan Lau

dan Lim (2002) yang melakukan penelitian pengaruh keadilan prosedural terhadap

hubungan partisipasi anggaran dengan kinerja manajerial. Penelitian ini

menunjukkan hasil bahwa keadilan prosedural berpengaruh terhadap kinerja

manajerial dan merupakan variabel yang memperkuat hubungan antara partisipasi

anggaran terhadap kinerja manajerial. Penelitian mengenai pengaruh pengawasan

anggaran terhadap kinerja manajerial pernah dilakukan oleh Callahan dan Waymire

(2007) . Hasil penelitian menunjukkan hasil bahwa pengawasan anggaran yang

efektif meningkatkan pengaruh terhadap kinerja manajerial departemen publik.

(12)

Prosedural Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Pengawasan Anggaran Sebagai

Variabel Moderating di lingkungan SKPD Dinas Bina Marga Provinsi Sumatera

Utara”.

1.2. Perumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan

masalah penelitian adalah untuk menganalisis:

1. Apakah ketidakpastian lingkungan, kejelasan sasaran anggaran dan keadilan

prosedural berpengaruh terhadap kinerja manajerial di lingkungan SKPD

Dinas Bina Marga Provinsi Sumatera Utara?

2. Apakah ketidakpastian lingkungan, kejelasan sasaran anggaran dan keadilan

prosedural berpengaruh terhadap kinerja manajerial dengan pengawasan

anggaran sebagai variabel moderating di lingkungan SKPD Dinas Bina Marga

Provinsi Sumatera Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Menganalisis dan mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh ketidakpastian

lingkungan, kejelasan sasaran anggaran dan keadilan prosedural terhadap

kinerja manajerial di lingkungan SKPD Dinas Bina Marga Provinsi Sumatera

Utara.

2. Menganalisis dan mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh ketidakpastian

lingkungan, kejelasan sasaran anggaran dan keadilan prosedural terhadap

(13)

di lingkungan SKPD Dinas Bina Marga Provinsi Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini :

1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat sebagai pelatihan intelektual,

mengembangkan wawasan berfikir yang dilandasi konsep ilmiah khususnya

mengenai akuntansi perilaku.

2. Bagi Pemerintah Daerah, penelitian ini sebagai bahan masukan Pemerintah

Daerah didalam menyikapi fenomena sehubungan dengan ketidakpastian

lingkungan, kejelasan sasaran anggaran, kesenjangan anggaran dan kinerja

aparat perangkat daerah.

3. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan masukan bagi peneliti agar dapat

dijadikan sebagai studi komparatif bagi peneliti yang mendalami masalah ini

dimasa yang akan datang.

1.5. Originalitas Penelitian

Penelitian ini mereplikasi dua penelitian yaitu penelitian yang dilakukan

oleh Latif (2007) dengan judul “Hubungan Antara Keadilan Prosedural dan

Kinerja Manajerial Dengan Partisipasi Anggaran Sebagai Variabel Intervening

dan penelitian Yubiharto (2003) dengan judul Pengaruh Ketidakpastian

Lingkungan dan Strategi Bisnis Terhadap Kinerja Manajerial Dengan karateristik

Sistem Akuntansi Manajemen Sebagai variabel Intervening. Persamaan penelitian

ini dengan penelitian yang dilakukan Latif (2007) dan Yubiharto (2003) adalah

penelitian ini menggunakan variabel independen yang sama dengan penelitian

(14)

independen yang sama dengan Yubiharto (2003) yaitu ketidakpastian lingkungan.

Sedangkan untuk variabel dependen, penelitian ini menggunakan variabel yang

sama dengan penelitian Latif (2007) dan Yubiharto (2003) yaitu variabel kinerja

manajerial.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Latif (2007) bahwa dalam

peneliltian ini tidak menggunakan variabel intervening partisipasi anggaran.

Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian Yubiharto (2003) adalah

penggunaan sistem akuntansi manajemen sebagai variabel intervening tidak

digunakan dalam penelitian ini. Selain itu variabel strategi bisnis sebagai variabel

independen yang terdapat dalam penelitian Yubiharto (2003) tidak digunakan

dalam penelitian ini. Penelitian ini menambah satu variabel independen yaitu

kejelasan sasaran anggaran dan variabel pengawasan anggaran sebagai variabel

moderating. Originalitas penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Origanalitas Penelitian

Keterangan Penelitian Yubiharto (Tesis, 2003)

Penelitian Latif (Tesis, 2007)

Penelitian Sekarang (Tesis, 2013) Variabel Penelitian Variabel Independen

1. Ketidakpastian Lingkungan 2. Strategi Bisnis

Variabel Dependen:

Partisipasi Anggaran -

(15)

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kinerja Manajerial

Kinerja manajerial merupakan hasil dari aktivitas manajerial yang efektif

mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, laporan

pertanggungjawaban, pembinaan, dan pengawasan (Rubins, 1987). Sehingga

dapat dikatakan bahwa kinerja manajerial merupakan seberapa jauh manajer

melaksanakan fungsi-fungsi manajemen. Kinerja Pemerintah Daerah adalah

sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian hal pelaksanaan suatu

kegiatan/program/kebijakan Pemerintah Daerah dalam mewujudkan sasaran,

tujuan, misi dan visi daerah seperti yang tertuang dalam dokumen perencanaan

daerah. Oleh karena itu, sebagai pertanggungjawaban kepada publik, kinerja

Pemerintah Daerah harus diinformasikan kepada masyarakat dan para pemangku

kepentingan mengenai tingkatan pencapaian hasil, dikaitkan dengan misi dan visi

organisasi, serta dampak positif dan negatif kebijakan operasional yang telah

diambil.

Vroom dalam As'ad (1991) menyebutkan tingkat sejauh mana

keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya disebut tingkat kinerja

(level of performance). Biasanya orang yang level of performance-nya tinggi

disebut sebagai orang yang produktif, dan sebaliknya orang yang levelnya tidak

mencapai standar dikatakan sebagai tidak produktif atau ber-performance rendah.

(16)

membantu manajer publik atau pimpinan perangkat daerah dalam menilai

pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial.

Pada dasarnya variabel kinerja manajerial diukur dengan menggunakan

instrumen self rating yang dikembangkan pertamakali oleh Mahoney (1963)

dalam Alfar (2006), di mana setiap responden diminta untuk mengukur kinerja

sendiri ke dalam delapan dimensi, yaitu perencanaan, investigasi,

pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pemilihan staf, negosiasi, dan

perwakilan, serta satu dimensi pengukuran kinerja seorang kepala dinas, kepala

bagian dan kepala bidang secara keseluruhan. Kinerja manajerial ini diukur

dengan mempergunakan indikator (Mahoney et.al, 1963):

1. Perencanaan adalah penentuan kebijakan dan sekumpulan kegiatan untuk

selanjutnya dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi waktu sekarang

dan yang akan datang. Perencanaan bertujuan untuk memberikan pedoman

dan tata cara pelaksanaan tujuan, kebijakan, prosedur, penganggaran dan

program kerja sehingga terlaksana sesuai dengan sasaran yang telah

ditetapkan.

2. Investigasi merupakan kegiatan untuk melakukan pemeriksaan melalui

pengumpulan dan penyampaian informasi sebagai bahan pencatatan,

pembuatan laporan, sehingga mempermudah dilaksanakannya pengukuran

hasil dan analisis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan. Pengkoordinasian

merupakan proses jalinan kerjasama dengan bagian-bagian lain dalam

organisasi melalui tukar-menukar informasi yang dikaitkan dengan

(17)

3. Koordinasi, menyelaraskan tindakan yang meliputi pertukaran informasi

dengan orang-orang dalam unit organisasi lainya, guna dapat berhubungan

dan menyesuaikan program yang akan dijalankan.

4. Evaluasi adalah penilaian yang dilakukan oleh pimpinan terhadap rencana

yang telah dibuat, dan ditujukan untuk menilai pegawai dan catatan hasil

kerja sehingga dari hasil penilaian tersebut dapat diambil keputusan yang

diperlukan.

5. Supervisi, yaitu penilaian atas usulan kinerja yang diamati dan dilaporkan.

6. Staffing, yaitu memelihara dan mempertahankan bawahan dalam suatu unit

kerja, menyeleksi pekerjaan baru, menempatkan dan mempromosikan

pekerjaan tersebut dalam unitnya atau unit kerja lainnya.

7. Negoisasi, yaitu usaha untuk memperoleh kesepakatan dalam hal pembelian,

penjualan atau kontrak untuk barang-barang dan jasa.

8. Representasi, yaitu menyampaikan informasi tentang visi, misi, dan kegiatan-

kegiatan organisasi dengan menghadiri pertemuan kelompok bisnis dan

konsultasi dengan kantor-kantor lain.

Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai pengendalian

organisasi karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan sistem

penghargaan dan sanksi (reward and punishment system). Schiff dan Lewin

(1970) mengemukakan bahwa anggaran yang telah disusun memiliki peranan

sebagai perencanaan dan sebagai kriteria kinerja, yaitu anggaran digunakan

sebagai sistem pengendalian untuk mengukur kinerja manajerial. Argyris (1952)

(18)

anggaran tercapai dan partisipasi dari bawahan memegang peranan penting dalam

mencapai tujuan tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, menurut Rubins (1987) terdapat lima manfaat

adanya pengukuran/penilaian kinerja yaitu:

a. Peningkatan kinerja meningkatkan mutu pengambilan keputusan.

Seringkali keputusan yang diambil pemerintah dilakukan dalam keterbatasan

data dan berbagai pertimbangan politik serta tekanan dari pihak-pihak yang

berkepentingan. Proses pengembangan pengukuran kinerja ini akan

memungkinkan pemerintah untuk menentukan misi dan menetapkan tujuan

pencapaian hasil tertentu. Di samping itu dapat juga dipilih metode

pengukuran kinerja untuk melihat kesuksesan program yang ada. Di sisi lain,

adanya pengukuran kinerja membuat pihak legislatif dapat memfokuskan

perhatian pada hasil yang didapat, memberikan evaluasi yang benar tehadap

pelaksanaan anggaran serta melakukan diskusi mengenai usulan-usulan

program baru.

b. Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas internal.

Dengan adanya pengukuran kinerja ini, secara otomatis akan tercipta

akuntabilitas di seluruh lini pemerintahan, dari lini terbawah sampai teratas.

Lini teratas pun kemudian akan bertanggung jawab kepada pihak legislatif.

Dalam hal ini disarankan pemakaian sistem pengukuran standar seperti

halnya management by objectives untuk pengukuran outputs dan outcomes.

c. Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas publik.

Meskipun bagi sebagian pihak, pelaporan evaluasi kinerja pemerintah kepada

(19)

penting dalam keberhasilan sistem pengukuran kinerja yang baik.

Keterlibatan masyarakat terhadap pengambilan kebijakan pemerintah

menjadi semakin besar dan kualitas hasil suatu program juga semakin

diperhatikan.

d. Pengukuran kinerja mendukung perencanaan strategi dan penetapan

tujuan.

Proses perencanaan strategi dan tujuan akan kurang berarti tanpa adanya

kemampuan untuk mengukur kinerja dan kemajuan suatu program. Tanpa

ukuran-ukuran ini, kesuksesan suatu program juga tidak pernah akan dinilai

dengan obyektif.

e. Pengukuran kinerja memungkinkan suatu entitas untuk menentukan

penggunaan sumber daya secara efektif.

Masyarakat semakin kritis untuk menilai program-program pokok pemerintah

sehubungan dengan meningkatnya pajak yang dikenakan kepada mereka.

Evaluasi yang dilakukan cenderung mengarah kepada penilaian apakah

pemerintah memang dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada

masyarakat. Dalam hal ini pemerintah juga mempunyai kesempatan untuk

menyerahkan sebagian pelayanan publik kepada sektor swasta dengan tetap

bertujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik.

2.1.2. Karateristik Tujuan Anggaran

Proses anggaran seharusnya diawali dengan penetapan tujuan, target dan

kebijakan. Kesamaan persepsi antar berbagai pihak tentang apa yang akan dicapai

dan keterkaitan tujuan dengan berbagai program yang akan dilakukan, sangat

(20)

mulai dilakukan. Pencapaian konsensus alokasi sumber daya menjadi pintu

pembuka bagi pelaksanaan anggaran. Proses panjang dari penentuan tujuan ke

pelaksanaan anggaran seringkali melewati tahap yang melelahkan, sehingga

perhatian terhadap tahap penilaian dan evaluasi sering diabaikan. Kondisi inilah

yang nampaknya secara praktis sering terjadi.

Sesuai dengan amanat UU RI No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara dijelaskan bahwa anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen dan

kebijakan ekonomi. Sebagai kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk

mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan

pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk

meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan

pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses

penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah

ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sehubungan dengan itu, dalam

Undang-Undang ini disebutkan bahwa belanja negara/belanja daerah dirinci

sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Hal

tersebut bahwa setiap pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan,

dan antar jenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.

2.1.3. Ketidakpastian Lingkungan

Menurut Robbins (1996) lingkungan organisasi secara umum dapat

didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar batas-batas organisasi.

Lingkungan organisasi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu lingkungan umum

dan lingkungan khusus (Robbins, 1996). Lingkungan umum meliputi kondisi

(21)

dapat diketahui secara jelas. Lingkungan khusus merupakan lingkungan organisasi

yang secara langsung relevan bagi organisasi dalam mencapai tujuan. Lingkungan

khusus ini merupakan pusat perhatian manajemen karena tediri dari konstituen

kritis yang secara langsung baik positif maupun negatif mempengaruhi efektif

atau tidak efektifnya operasional organisasi. Secara spesifik yang termasuk

lingkungan khusus adalah pelanggan, suplier, perusahaan pesaing, serikat buruh,

asosiasi perdagangan dan kelompok-kelompok berpengaruh di masyarakat.

Terdapat tiga dimensi untuk menjelaskan kondisi lingkungan organisasi,

yaitu kapasitas (capacity), volatilitas (volatility), kompleksitas (complexity) (Dess

dan Beard, 1984). Dimensi kapasitas lingkungan memberikan presepsi seberapa

besar tingkat sumber daya yang tersedia dalam lingkungan organisasi yang dapat

mendukung pertumbuhan organisasi. Lingkungan dengan sumber daya yang kaya

dapat mendukung organisasi ketika terjadi kelangkaan relatif. Dimensi volatilitas

memberikan presepsi pada ketidakstabilan lingkungan yang dihadapi organisasi.

Oleh karena itu dari sifat lingkungan yang mempengaruhi kondisi perusahaan

terdiri dari dua yaitu: 1) Lingkungan dengan tingkat perubahan yang tidak dapat

diprediksi dikelompokkan ke dalam lingkungan yang dinamis, sedangkan 2)

lingkungan yang tingkat perubahan dapat diprediksi dikelompokkan ke dalam

lingkungan yang stabil. Kompleksitas (complexity) merujuk kepada tingkat

heterogenitas dan konsentrasi antara elemen lingkungan. Lingkungan yang

sederhana adalah homogen dan terkonsentrasi, sebaliknya lingkungan dengan

heterogenitas yang tinggi adalah komplek, hal ini dapat dilihat antara lain dari

banyaknya jumlah pesaing. Menurut Robins (1996) bahwa organisasi yang

(22)

dan kompleks menghadapi tingkat ketidakpastian lingkungan yang tinggi. Dengan

demikian organisasi yang beroperasi dalam lingkungan yang mempunyai ciri

kelangkaan sumber daya, dinamis dan komplek akan menghadapi ketidakpastian

lingkungan yang paling tinggi.

Setiap organisasi memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai

kondisi lingkungannya. Beberapa organisasi yang berada pada domain lingkungan

yang sama dapat memiliki kesimpulan yang berbeda mengenai kondisi

ketidakpastian lingkungannya. Hal ini disebabkan penilaian ketidakpastian

lingkungan tergantung pada presepsi dan kemampuan masing-masing manajemen

dalam memprediksi kondisi dimasa mendatang. Semakin mampu manajemen

untuk mempredikasi kondisi di masa mendatang maka semakin kecil persepsi

manajemen mengenai ketidakpastian lingkungan.

Duncan (1973) mendefinisikan ketidakpastian lingkunan sebagai (1)

ketiadaan informasi tentang faktor-faktor lingkungan yang berhubungan dengan

situasi pengambilan keputusan; (2) tidak diketahuinya outcome dari keputusan

tertentu tentang seberapa besar kerusakan yang menimbulkan kerugian jika

keputusan yang diambil ternyata salah; (3) ketidakmampuan untuk menilai

kemungkinan pada berbagai tingkat keyakinan tentang bagaimana faktor-faktor

lingkungan dapat mempengaruhi berhasil atau gagalnya suatu keputusan. Miliken

(1987) menyatakan bahwa ketidakpastian sebagai rasa ketidakmampuan individu

dalam memprediksi sesuatu secara tepat dan persepsi ketidakpastian lingkungan

didefinisikan sebagai persepsi individual atas ketidakpastian yang berasal dari

lingkugan organisasi (Gregson et al, 1994) dalam Mardiayah dan Gudono (2001).

(23)

karena itu dalam kondisi ketidakpastian yang tinggi informasi merupakan

komoditi yang sangat berguna dalam proses perencanaan dan pengendalian suatu

organisasi.

2.1.4. Kejelasan sasaran anggaran

Sebuah sasaran anggaran tidak hanya rencana keuangan yang menetapkan

biaya dan tujuan pendapatan untuk pusat tanggung jawab dalam bisnis

perusahaan, tetapi juga perangkat untuk pengendalian (control), kerja sama yang

terpadu, komunikasi, evaluasi kinerja, dan motivasi, Pengetahuan tentang tujuan

dianggarkan (feedforward) dan informasi tentang sejauh mana tujuan-tujuan telah

dicapai (feedback) memberikan dasar bagi para manajer untuk mengukur efisiensi,

lalu mengidentifikasi masalah, dan mengendalikan biaya. Demikan juga halnya

dalam koordinasi berbagai kegiatan fungsional perusahaan (penjualan, produksi,

pembelian, arus kas, dll) juga dicapai melalui proses persiapan anggaran dan

aplikasi. Kejelasan sasaran anggaran yang baik dapat mengkomunikasikan tujuan

yang dianggarkan ke level bawah dalam suatu organisasi dengan memberi

informasi kepada anggota manajemen yang lebih rendah mengenai tugas dan

keahlian manajemen tingkat atas, sebaliknya, manajemen atas belajar tentang

prestasi dan masalah manajemen yang lebih rendah melalui laporan atas pekerjaan

yang telah dilakukan dengan membandingkan tujuan dianggarkan dengan kinerja

yang sebenarnya. Selain itu, informasi anggaran membantu manajemen tingkat

atas untuk mengevaluasi kinerja manajer tingkat bawah dan mendistribusikan

reward and punishment. Dalam konteks ini, anggaran merupakan bagian penting

dari sistem motivasi organisasi yang dirancang untuk meningkatkan sikap dan

(24)

Kejelasan sasaran anggaran menunjukkan luasnya tujuan anggaran yang

dinyatakan secara spesifik dan jelas, dan dimengerti oleh siapa saja yang

bertanggung jawab. Kenis (1979) menemukan bahwa manajer memberi reaksi

positif dan secara relatif sangat kuat untuk meningkatkan kejelasan sasaran

anggaran. Manajemen tingkat atas dapat meningkatkan kepuasan kerja,

menurunkan ketegangan kerja, dan memperbaiki anggaran yang dihubungkan

dengan sikap, kinerja anggaran, dan efisiensi biaya manajer tingkat bawah secara

signifikan meningkatkan kejelasan dan ketegasan sasaran anggaran mereka.

Munawar et .al (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa aparat pemerintah

daerah Kabupaten Kupang dapat mengetahui hasil usahanya melalui evaluasi yang

dilakukan secara efektif untuk mengetahui kejelasan tujuan anggaran dibuatnya

dan mereka merasa puas bahwa anggaran yang dibuatnya adalah bermanfaat bagi

kepentingan masyarakat.

Sasaran anggaran mempunyai range dari "sangat longgar dan mudah

dicapai" sampai "sangat ketat dan tidak dapat dicapai". Sasaran yang mudah

dicapai gagal untuk memberikan suatu tantangan untuk partisipan, dan memiliki

sedikit pengaruh motivasi. Sasaran yang sangat ketat dan tidak dapat dicapai,

mengarahkan pada perasaan gagal, frustrasi, tingkat aspirasi yang rendah, dan

tujuan partisipan. Menurut Kenis (1979) bahwa manajer yang memiliki sasaran

anggaran yang "terlalu ketat" secara signifikan memiliki ketegangan kerja tinggi

dan motivasi kerja rendah, kinerja anggaran, dan efisiensi biaya dibandingkan

untuk anggaran memiliki tujuan anggaran "tepat" atau "ketat tetapi dapat dicapai".

Hal ini mengindikasikan bahwa "ketatnya sasaran anggara tetapi dapat dicapai"

(25)

2.1.5. Keadilan Prosedural

Keadilan prosedural (procedural justice) didefinisikan oleh Lau dan Lim

(2002) adalah keadilan yang dirasakan dari sarana yang digunakan dalam

menentukan jumlah imbalan karyawan. Timbulnya kondisi ini didalam

perusahaan dikarenakan karyawan membuat perbandingan dari masukan-masukan

pekerjaan mereka (sebagai contoh, usaha, pengalaman, pendidikan, kompentensi)

dan hasil-hasil pekerjaaan mereka (sebagai contoh, tingkat imbalan kerja,

kenaikan pangkat, pengakuan) yang relatif dengan masukan dan hasil individu

lain. Lebih lanjutnya keadilan ini dirasakan dengan menghubungkan apa yang

karyawan dapat dari situasi pekerjaan (hasil-hasil) dengan apa yang telah

karyawan berikan kepada perusahaan (Robin dan Judge, 2008).

Karyawan pada umumnya akan membandingkan dirinya dengan karyawan

lain sehingga secara persepsi dalam pemikirannya timbullah suatu rasio hasil dan

masukan yang telah dicapai dengan membandingkannya rasio hasil dan masukan

karyawan (individu) yang lain. Bila karyawan merasa rasionya sama dengan rasio

individu lain yang relevan dengan siapa karyawan tersebut membandingkannya

dapat dikatakan ada suatu keadaan adil. Ketika karyawan menganggap dirinya

diberi penghargaan yang lebih rendah maka timbulah ketegangan yang

menimbulkan kemarahan. Selanjutnya seandainya karyawan menganggap dirinya

diberi penghargaan yang lebih tinggi maka timbulah rasa bersalah pada dirinya.

Menurut Robin dan Judge (2008) ada empat perbandingan rujukan yang bisa

(26)

1. Merujuk pada pengalaman dirinya didalam organisasi berdasarkan

pengalaman-pengalaman seorang karyawan dalam posisi yang berbeda di

dalam organisasi tersebut pada saat ini.

2. Merujuk pada pengalaman dirinya diluar organisasi berdasarkan

pengalaman-pengalaman seorang karyawan dalam posisi atau situasi di luar organisasi

karyawan tersebut pada saat ini.

3. Merujuk pada individu lain di dalam organisasi dengan membandingkan

dirinya dengan individu atau kelompok individu lain di dalam organisasi

karyawan tersebut.

4. Merujuk pada individu lain di luar organisasi dengan membandingkan

individu atau kelompok individu lain di luar organisasi karyawan tersebut.

Pada awalnya penelitian mengenai keadilan prosedural digunakan dalam

penyelesaian sengketa dalam hukum di pengadilan. Berdasarkan penelitian

tersebut, Thilbaut dan Walker (1978) dalam Lau dan Lim (2002) menghasilkan

sebuah teori yang menyarankan bahwa suatu sengketa yang melibatkan konflik

kepentingan yang kuat harus menggunakan prosedur yang sesuai dengan definisi

masyarakat tentang keadilan dan bukan menggunakan objektif tentang keadilan.

Teori ini dikembangkan oleh Leventhal et. al (1980) yang menyarankan bahwa

ada standar lain dari keadilan selain dari hasil yang dicapai dari proses tersebut

yaitu konsistensi, penindasan bias, keakuratan informasi, etika, pembenaran, dan

keterwakilan. Konsistensi mengacu pada konsistensi dalam penerapan prosedur

seluruh orang dan sepanjang waktu. Penindasan bias mengacu pada penekanan

keyakinan sebelumnya dan doktrin dalam penerapan prosedur. Keakuratan

(27)

didasarkan pada informasi yang akurat. Pembenaran berarti bahwa ada jalan untuk

memperbaiki keputusan yang buruk. Ektika menunjukkan bahwa prosedur harus

sesuai dengan beberapa standar etika dan moralitas. Dan terakhir adalah moralitas

yang menunjukkan bahwa kepentingan sub kelompok harus dipertimbangkan.

Teori Leventhal et.al (1980) tidak membatasi keadilan prosedural dengan

hanya melihat faktor partisipasi dan hasilnya, karena partispasi hanya satu dari

berbagai faktor organisasi yang dapat mempengaruhi persepsi keadilan

prosedural karyawan tingkat bawah tetapi masih banyak keadilan prosedural

lainnya yang mempengaruhi hasil terutama kinerja manajemen.

2.1.6. Pengawasan Anggaran

Pengawasan Anggaran (budgetary control) adalah yait

rencana anggaran keuangan

dan berdasarka

telah atau belum dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Konsep dasar

pengawasan anggaran bertujuan untuk mengukur, membandingkan, menilai

alokasi biaya dan tingkat penggunaannya. Dengan kata lain, pengawasan anggaran

diharapkan dapat mengetahui sampai dimana tingkat efektivitas dan efesiensi dari

penggunaan sumber-sumber dana yang tersedia. Pertanyaan pokok yang berkaitan

dengan pengawasan anggaran adalah seberapa besar tingkat kesesuaian antara

biaya yang dialokasikan untuk setiap komponen dalam anggaran dengan realisasi

anggaran. Apabila terdapat ketidaksesuaian antara rencana dengan realisasinya,

maka perlu diambil tindakan-tindakan perbaikan.

Secara umum sistem pengawasan harus berorientasi pada hal-hal berikut

(28)

1. Sistem pengawasan fungsional yang dimulai sejak perencanaan yang

menyangkut aspek penilaian kehematan, efisiensi, efektivitas yang mencakup

seluruh aktivitas program di setiap bidang organisasi.

2. Hasil temuan pengawasan harus ditindaklanjuti dengan koordinasi antara

pengawasan dengan aparat penegak hukum serta instansi terkait turut

meyamakan persepsi mencari pemecahan bersama atas masalah yang

dihadapi.

3. Kegiatan pengawasan hendaknya lebih diarahkan pada bidang-bidang yang

strategis dan memperhatikan aspek manajemen.

4. Kegiatan pengawasan hendaknya memberi dampak terhadap penyeleksian

masalah dengan konsepsional dan menyeluruh.

5. Kegiatan pengawasan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kompetensi

teknis, sikap, dedikasi, dan integritas pribadi yang baik.

6. Akurat, artinya informasi tentang kinerja yang diawasi memiliki ketepatan

data/informasi yang sangat tinggi.

7. Tepat waktu, artinya kata yang dihasilkan dapat digunakan sesuai dengan saat

untuk melakukan perbaikan

8. Objektif dan komprehensif

9. Tidak mengakibatkan pemborosan atau inefisiensi

10.Tindakan dan kegiatan pengawasan bertujuan untuk menyamakan rencana

atau keputusan yang telah dibuat

11.Kegiatan pengawasan harus mampu mengoreksi dan menilai pelaksanaan

(29)

Secara sederhana proses pengawasan terdiri dari tiga kegiatan pokok,

yaitu: memantau (monitoring), menilai, dan melaporkan hasil-hasil temuan,

kegiatan atau monitoring dilakukan terhadap kinerja actual (actual performance),

baik dalam proses maupun hasilnya.

Pengawasan anggaran dilakukan terhadap aktivitas yang sedang dan telah

dilakukan dengan mengawasi kinerja aktual (actual performance), baik dalam

proses maupun hasilnya. Aktivitas yang sedang dan telah dilaksanakan diukur

berdasarkan kriteria-kriteria yang telah digariskan dalam perencanaan. Apakah

terdapat penyimpangan (deviasi) maka diusahakan adanya perbaikan atau korelasi

yang direkomendasikan kepada pimpinan evaluasi.

Dalam proses pengawasan terdapat beberapa unsur yang perlu mendapat

perhatian, yaitu: 1) Unsur proses, yaitu usaha yang bersifat kontinu terhadap suatu

tindakan yang dimiliki dari pelaksanaan suatu rencana sampel dengan hasil akhir

yang diharapkan 2) Unsur adanya objek pengawasan yaitu sesuatu yang menjadi

sasaraan pengawasan, baik penerimaan maupun pengeluaran, 3) Ukuran atau

standarisasi dari pengawasan dan 4) teknik-teknik pengawasan.

Langkah-langkah atau tahapan yang harus dilakukan dalam proses

pengawasan, yaitu (Dunk dan Lysons, 1997) :

1. Penetapan standar atau patokan yang dipergunakan berupa ukuran kuantitas,

kualitas, biaya, dan waktu.

2. Mengukur dan membandingkan antara kenyataan yang sebenarnya dengan

standar yang telah ditetapkan.

(30)

4. Menentukan tindakan perbaikan atau koreksi yang kemudian menjadi materi

rekomendasi

Pemeriksaan anggaran pada dasarnya merupakan aktivitas menilai, baik

catatan (record) dan menentukan prosedur-prosedur dalam mengimplementasikan

anggaran, apakah sesuai dengan peraturan, kebijakan, dan standar-standar yang

berlaku. Dalam pemeriksanaan dilakukan oleh pihak luar lembaga (external

audit), seperti BPK (badan pemeriksa keuangan) atau akuntan public yang

mempunyai sertifikasi, dan pimpinan langsung (internal audit) terhadap

penerimaan dan pengeluaran biaya.

2.1.7. Hubungan Pengawasan Anggaran Terhadap Ketidakpastian Lingkungan

Organisasi yang beroperasi dalam lingkungan yang memiliki kelangkaan

sumber daya, dinamis dan komplek sering menghadapi ketidakpastiang

lingkungan yang tinggi. Hal ini dikarenakan lingkungan memberikan dinamika

perubahan industri yang tinggi sehingga sangat sulit untuk memprediksi

perubahan lingkungan yang akan terjadi dan memberikan dampak terhadap suatu

organisasi. Dalam mengatasi masalah tersebut manajemen memerlukan suatu

pengawasan anggaran yang berkesinambungan untuk memastikan bahwa para

karyawan telah menjalankan tugas sesuai dengan yang dianggarkan. Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hirst (1983) memberikan hasil bahwa

ketika pengawasan anggaran tinggi (rendah) dengan ketidakpastian lingkungan

rendah (tinggi) dapat menimalisasi job related tension sehingga akan berdampak

(31)

Berdasarkan dari penelitian – penelitian sebelumnya Brownell dan Hirst

(1986) mencoba melakukan penelitian dengan mengintergrasikan hasil dari

penelitian-penelitian sebelumnya dengan memberikan hasil penelitian bahwa

dalam kondisi ketidakpastian lingkungan rendah, organisasi yang mempunyai

partisipasi anggaran rendah dan pengawasan anggaran yang rendah akan

berdampak terhadap kinerja manajerial. Begitu juga dengan kondisi

ketidakpastian lingkungan yang tinggi, organisasi yang mempunyai partisipasi

anggaran yang tinggi dan pengawasan anggaran yang tinggi akan berdampak

terhadap kinerja manajerial.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, suatu organisasi memerlukan

pengawasan anggaran yang tinggi seandainya suatu perusahaan menghadapi

ketidakpastian lingkungan yang tinggi sehingga pengawasan anggaran dapat

digunakan untuk memecahkan suatu masalah yang terjadi dalam proses bisnis

dengan cepat sejalan dengan dinamika lingkungan yang semakin tinggi.

2.1.8. Hubungan Pengawasan Anggaran Terhadap Kejelasan Sasaran Anggaran

Pada dasarnya tujuan atau sasaran anggaran organisasi berdampak

terhadap motivasi, perilaku dan kinerja tugas manajemen organisasi (Hirst, 1983).

Dampak sasaran anggaran terhadap motivasi, perilaku dan kinerja tugas

manajemen organisasi dapat positif atau negatif tergantung dari karaterisktik

sasaran anggaran. Karateristik sasaran anggaran terbagi dua yaitu karateristik

kejelasan anggaran yang spesifik dan tingkat kesulitan pencapaian sasaran

anggaran (Gonvidranjan, 1986). Lebih lanjut, Hirst (1983) menyatakan bahwa

(32)

tidak spesifik dan tingginya tingkat kesulitan pencapaian anggaran. Anggaran

yang tidak dijelaskan secara spesifik dapat membuat para pelaksana tugas tidak

mengerti tujuan yang hendak dicapai dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini

disebabkan mereka kurang memahami apa yang dinginkan dari suatu organisasi

terhadap diri mereka. Anggaran yang jelas dan spesifik harus diikuti dengan

pengawasan anggaran yang efekti karena hasil dari pengawasan anggaran

memberikan kejelasan sasaran anggaran yang ingin dicapai karyawan lebih

mendalam.

2.1.9. Hubungan Pengawasan Anggaran Dengan Keadilan Prosedural

Pada dasarnya pengawasan anggaran yang efektif selalu melakukan

pengendalian secara terus menerus dan memberikan evaluasi atas hasil yang telah

dicapai oleh karyawan. Evaluasi yang atas aktualisasi kinerja yang telah dilakukan

karyawan merupakan salah satu alat memperjelas tujuan anggaran yang ingin

dicapai. Pengawasan yang efektif memberikan kontribusi tidak sebatas penilaian

terhadap aktualisasi kinerja tetapi juga sebagai alat untuk memberi solusi bila

terjadi suatu masalah dalam mencapai tujuan atau sasaran anggaran. Masalah yang

terjadi dalam proses pencapaian sasaran anggaran dapat berupa ketidakmampuan

karyawan dalam mencapai target kinerja yang diharapkan organisasi,

ketidaksanggupan karyawan memberikan eksekusi dalam pelaksanaan tugas dan

kekhilafan karyawan dalam melaksanakan tugas yang diakibatkan lupa atas

tugas-tugasnya maupun kondisi karyawan yang menyebabkan karyawan tidak dapat

menjalankan tugas.

Teori tentang keadilan prosedural berkaitan dengan prosedur-prosedur

(33)

organisasi kepada para anggotanya. Gilliland dalam Pareke (2003) mengatakan

bahwa keadilan prosedural merupakan suatu fungsi dari sejauh mana sejumlah

aturan-aturan prosedural dipatuhi atau dilanggar. Aturan-aturan tersebut memiliki

implikasi yang sangat penting karena dipandang sebagai manifestasi nilai-nilai

proses dasar dalam organisasi. Jadi individu dalam organisasi akan

mempersepsikan adanya keadilan prosedural manakala aturan prosedural yang

ada dalam organisasi dipenuhi oleh para pengambil kebijakan. Sebaliknya apabila

prosedur dalam organisasi itu dilanggar maka individu akan mempersepsikan

adanya ketidakadilan.

Pengendalian merupakan implementasi yang paling kuat dalam

mempengaruhi perilaku organisasi (Ozer dan Yilmaz, 2011). Proses

penganggaran memberikan beberapa keuntungan terhadap organisasi khususnya

dalam aktivitas perencanaan, pengendalian, informasi manajemen atas terhadap

bawahan, evaluasi, komunikasi dan pengambilan keputusan. Niehoff dan

Moorman (1993) mengemukakan bahwa pemantauan (monitoring) yang positif

mempengaruhi persepsi keadilan prosedural karyawan. Hal ini disebabkan

ketidakpuasan atas keadilan yang dirasakan karyawan akan meningkatkan biaya

transaksi sehingga diperlukan suatu informasi akuntansi yang dapat

mempengaruhi persepsi keadilan prosedural karyawan (Luft, 1997).

Anggaran yang telah direncanakan merupakan informasi akuntansi

prosedural yang dapat digunakan oleh pengambil kebijakan tetapi dalam

mengaktualisasikan anggaran diperlukan pengawasan anggaran yang efektif

(34)

2.2. Review Penelitian Terdahulu (Theoretical Mapping)

Dalam penelitian ini terdapat empat penelitian terdahulu yang digunakan

sebagai review dalam menentukan suatu hipotesis penelitian ini. Penelitian yang

digunakan sebagai review atas hipotesis penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan Yubiharto (2003), Latif (2007), Munawar et. al (2006) dan Dunk dan

Lysons (1997). Penelitian yang dilakukan Yubiharto (2003) menguji pengaruh

ketidakpastian lingkungan dan strategi bisnis terhadap kinerja manajerial Kepala

Cabang Bank Nasional dengan sistem manajemen akuntansi sebagai variabel

intervening. Hasil penelitian Yubiharto (2003) dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Penelitian yang dilakukan Latif (2007) menguji pengaruh keadilan

prosedural terhadap kinerja manajerial perusahaan manufaktur di Jawa Tengah

dengan partisipasi anggaran sebagai variabel intervening. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa keadilan prosedural dan partisipasi anggaran berpengaruh

positif dan signifian terhadap kinerja manajerial. Hasil penelitian Latif (2007) juga

menunjukkan bahwa keadilan prosedural berpengaruh secara tidak langsung

terhadap kinerja manajerial melalui partisipasi anggaran.

Penelitian yang dilakukan Munawar et. al (2003) menguji pengaruh

karateristik tujuan anggaran yang terdiri dari variabel independen partisipasi

anggaran, kejelasan tujuan anggaran, umpan balik anggaran, evaluasi anggaran,

kesulitan tujuan anggaran terhadap variabel dependen sikap aparat, perilaku

aparat, kinerja aparat Pemerintah Daerah Kabupaten Kupang. Hasil pengujian

karaterisktik tujuan anggaran terhadap perilaku aparat menunjukkan partispasi

anggaran, tujuan anggaran, umpan balik anggaran dan kesulitan tujuan anggaran

(35)

berpengaruh signifikan terhadap perilaku aparat. Hasil penelitian menunjukkan

karateristik tujuan anggaran yang terdiri dari partisipasi anggaran dan umpan balik

berpengaruh signifikan terhadap sikap aparat sedangkan kejelasan tujuan

anggaran, evaluasi anggaran dan kesulitan tujuan anggaran tidak berpengaruh

signifikan terhadap sikap aparat Pemerintah Daerah Kabupaten Kupang. Dari

hasil pengujian pengaruh karateristik tujuan anggaran terhadap kinerja manajerial

hanya variabel partispasi anggaran dan umpan balik anggaran bepengaruh

terhadap kinerja aparat. sedangkan kejelasan tujuan anggaran, evaluasi anggaran

dan kesulitan tujuan anggaran tidak berpengaruh terhadap kinerja aparat.

Penelitian yang dilakukan Dunk dan Lysons (1997) menguji pengaruh

pengawasan anggaran terhadap kinerja Departemen Sektor Publik di Amerika

Serikat dengan dimensi lingkungan sebagai variabel moderating. Hasil penelitian

menunjukkan pengawasan anggaran berpengaruh signifikan terhadap kinerja

manajerial dan variabel dimensi lingkungan memperkuat pengaruh pengawasan

anggaran terhadap kinerja departemen.

Penelitian yang digunakan sebagai review hipotesis pertama adalah

penelitian Yubiharto (2003), Latif (2007), Munawar et. al (2006) dengan

menggunakan variabel independen ketidakpastian lingkungan, strategis bisnis.

Sedangakan variabel dependen yang digunakan adalah kinerja manajerial.

Penelitian yang digunakan sebagai review hipotesis kedua sama dengan review

hipotesis pertama tetapi dengan menambahkan variabel pengawasan anggaran

yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan Dunk dan Lysons (1997).

(36)

Tabel 2.1. Review Penelitian Terdahulu (Theoretical Mapping) Tentang Analisis Pengaruh Pengaruh Pengawasan Anggaran Terhadap Hubungan Ketidakpastian Lingkungan, Kejelasan Sasaran Anggaran dan Kedilan Prosedural Terhadap Kinerja Manajerial.

No. Nama

Peneliti

Judul Penelitian Variabel Penelitian

2. Latif (2007) Hubungan antara

(37)
(38)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang, tujuan penelitian, tinjauan teoritis dan

penelitian terdahulu sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti

membuat kerangka konseptual seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini :

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Ketidakpastian

Lingkungan (X1)

Kejelasan Sasaran Anggaran

(X2)

Kinerja Manajerial

(Y)

Keadilan Prosedural

(X3)

Pengawasan Anggaran

(39)

Dalam penyusunan perencanaan publik,seringkali keputusan yang diambil

Pemerintah dilakukan dalam keterbatasan data dan berbagai pertimbangan politik

serta tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Kondisi ini mengakibatkan

adanya ketidakpastian lingkungan dalam suatu organisasi publik, karena pada

dasarnya ketidakpastian lingkungan terjadi karena kesulitan dalam memprediksi

kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi organisasi di masa yang akan

datang. Kondisi ini akan semakin kompleks apabila organisasi mempunyai

sumberdaya yang terbatas. Hal ini sejalan dengan Robins (1996) bahwa organisasi

yang beroperasi dalam lingkungan yang mempunyai ciri kelangkaan sumber daya,

dinamis dan komplek akan menghadapi ketidakpastian lingkungan yang paling

tinggi. Berdasarkan hal tersebut ketidakpastian lingkungan berpengaruh terhadap

suatu keputusan yang dapat diambil dalam organisasi publik baik dalam

keputusan penyusunan anggaran maupun aktualisasi kinerja yang dilakukan.

Penelitian mengenai pengaruh ketidakpastian lingkungan terhadap kinerja

manajerial telah banyak dilakukan.

Kejelasan sasaran anggaran mengacu pada sejauh mana tujuan anggaran

dinyatakan secara spesifik dan jelas, dan dapat dipahami oleh orang-orang yang

bertanggung jawab atas anggaran tersebut. Locke (1968) menyatakan bahwa

menetapkan tujuan yang jelas dan spesifik lebih produktif daripada tidak

menetapkan tujuan yang spesifik dan jelas, tujuan anggaran yang jelas dan

spesifik mendesak karyawan untuk melakukan kinerja yang terbaik atas

kemampuan yang dimilikinya. Berdasarkan hal tersebut, tujuan anggaran yang

jelas dan spesifik dapat mengatur perilaku karyawan yang berada dalam

(40)

ambigu dapat menyebabkan kebingungan, ketegangan, dan ketidakpuasan

karyawan

Keadilan prosedural merupakan suatu fungsi dari sejauh mana sejumlah

aturan-aturan prosedural dipatuhi atau dilanggar. Aturan-aturan tersebut memiliki

implikasi yang sangat penting karena dipandang sebagai manifestasi nilai-nilai

proses dasar dalam organisasi (Gilliland dalam Pareke, 2003). Keadilan

prosedural bukan hanya mengenai dampak dari partisipasi dengan hasilnya tetapi

ada berbagai faktor keadilan prosedural lainnya seperti kriteria yang berupa

aplikasi dan keakuratan informasi dan komponen struktural prosedur organisasi

(misalnya memilih agen untuk mengumpulkan informasi, menetapkan aturan

dasar juga dapat mempengaruhi prosedural. Konsistensi, penindasan bias,

keakuratan informasi, etika, pembenaran, dan keterwakilan yang merupakan jenis

keadilan prosedural yang dapat mempengaruhi kinerja manajerial terutama ketika

karyawan berpatisipasi dalam penyusunan anggaran. Menurut Ozer et.al (2011)

bahwa prosedur anggaran yang diterapkan secara konsisten dan diaplikasikan

sepanjang waktu, keputusan anggaran yang didasarkan informasi yang akurat,

proses anggaran yang sesuai dengan etika, alokasi anggaran yang menjadi . Berdasarkan hal tersebut anggaran yang dibuat harus disertai dengan

tujuan yang jelas dan spesifik mengacu kepada informasi yang spesifik untuk apa

anggaran tersebut ditetapkan, sasaran – sasaran yang ingin dicapai atas adanya

pengeluaran tersebut sehingga penyusunan anggaran juga dapat melibatkan

indikator output kinerja yang dapat dipertanggung jawabkan. Dengan menetapkan

output kinerja yang dapat dipertanggungjawabkan atas anggaran pengeluaran

yang ditetapkan dapat memotivasi para karyawan organisasi untuk mencapai

(41)

tanggung jawab karyawan bepengaruh terhadap komitmen organisasi yang

memberikan dampak terhadap kinerja manajerial. Rasa keadilan dalam

penyusunan anggaran yang tidak pilih kasih antara tanggung jawab satu dengan

bidang tanggung jawab lainnya dan prosedur penganggaran yang memberikan

kesempatan kepada karyawan dan telah menunjukkan perhatian terhadap semua

karyawan memberikan kepuasan terhadap para karyawan sehingga pada akhirnya

akan meningkatkan kinerja karyawan itu sendiri. Hal ini sejalan dengan McFarlin

dan Sweeney (1992) yang manyatakan bahwa keadilan prosedural merupakan alat

prediksi yang tepat dalam evaluasi sebuah perusahaan dan komitmen organisasi

dan kepuasan karyawan.

Pengawasan anggaran dilakukan sebagai alat untuk memonitor atas

pelaksanaan anggaran yang telah ditetapkan oleh organisasi dengan memantau

dan mengevaluasi apa yang dilakukan dan dicapai oleh manajemen perusahaan.

Pengawasan anggaran adalah respon terhadap kebutuhan yang dilakukan

organisasi untuk memperoleh pemahaman tentang lingkungan mereka (Ozer et al,

2011). Dengan mengetahui adanya pemahaman tentang lingkungan yang mereka

hadapi maka perusahaan dapat menyimpulkan dan melakukan suatu proses

partispasi yang digunakan untuk membantu dalam pemecahan masalah. Menurut

Dunk dan Lysons (1997) bahwa sistem partisipasi pengawasan anggaran adalah

respon terhadap kebutuhan oleh organisasi untuk memperoleh pemahaman

tentang lingkungan mereka. Berdasarkan hal tersebut, proses partisipasi

pengawasan anggaran yang akan digunakan dapat membantu dalam pemecahan

masalah dan mempromosikan pembagian informasi untuk meningkatkan kinerja.

(42)

keterampilan yang fokus pada analisa dan prediksi perubahan lingkungan.

Sasaran anggaran yang jelas membantu karyawan dalam hal memotivasi

mereka untuk mencapai tujuan yang telah dijelaskan secara spesifik. Sasaran

anggaran yang jelas dapat memberikan penekanan kepada karyawan atas kinerja

yang telah dilakukan. Tetapi sasaran anggaran yang jelas dan spesifik belum dapat

membantu sepenuhnya dalam meningkatkan kinerja karyawan karena banyak

faktor –faktor lain yang dapat memotivasi kinerja karyawan baik dari lingkungan

organisasi maupun dari lingkungan di luar organisasi. Oleh sebab itu diperlukan

suatu pengawasan terhadap kinerja yang telah dicapai karyawan dengan

membandingkan tujuan anggaran yang telah ditetapkan dengan kinerja aktual

yang telah dicapainya. Pengawasan anggaran dapat dilakukan dengan memberikan

evaluasi terhadap kinerja yang telah dicapainya dan memberikan informasi hal-hal

yang dianggap perlu untuk mencapai tujuan anggaran yang telah ditetapkan. Oleh

karena itu, organisasi yang mempunyai tingkat ketidakpastian lingkungan yang

tinggi akan terbantu dengan adanya pengawasan anggaran sehingga

ketidakpastian lingkungan yang dihadapi organisasi tidak menurunkan kinerja

manajerial.

Penerapan keadilan prosedural harus dilakukan secara konsisten agar

kinerja manajerial dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Pengawasan

anggaran yang dilakukan secara efektif dan konsisten akan menberikan evaluasi

dan informasi terhadap keadilan prosedural yang dirasakan oleh karyawan

organisasi. Berdasarkan kinerja manajerial yang telah dicapai oleh karyawan

dapat dilihat faktor-faktor yang menyebabkan kinerja itu buruk atau baik. Kinerja

(43)

yang telah dilakukan organisasi. Oleh karena itu pengawasan anggaran dapat

melakukan evaluasi dan memberikan solusi atas keadilan prosedural yang dapat

menurunkan kinerja karyawan.

3.2. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu rumusan masalah yang

masih harus dibuktikan kebenarannya melalui pengujian-pengujian empiris.

Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana diuraikan diatas, diajukan hipotesis

sebagai berikut:

H1: Ketidakpastian lingkungan, kejelasan sasaran anggaran dan keadilan

prosedural berpengaruh terhadap kinerja manajerial di Lingkungan SKPD

Dinas Bina Marga Provinsi Sumatera Utara.

H2: Pengawasan anggaran sebagai variabel moderating mampu memoderasi

hubungan antara ketidakpastian lingkungan, kejelasan sasaran anggaran

dan keadilan prosedural dengan kinerja manajerial di Lingkungan SKPD

(44)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kausal (causal), Umar (2008)

menyebutkan desain kausal berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel

mempengaruhi variabel lain, dan juga berguna pada penelitian yang bersifat

eksperimen dimana variabel independennya diperlakukan secara terkendali oleh

peneliti untuk melihat dampaknya pada variabel dependennya secara langsung.

Peneliti menggunakan desain ini untuk mengetahui apakah ketidakpastian

lingkungan, kejelasan sasaran anggaran dan keadilan prosedural berpengaruh

berpengaruh terhadap kinerja manajerial dengan pengawasan anggaran sebagai

variabel moderating.

4.2. Lokasi Penelitian dan Waktu penelitian

Lokasi penelitian berada di lingkungan SKPD Dinas Bina Marga dengan

memberikan kuesioner terhadap beberapa staf yang terlibat dalam proses

perencanaan, penyusunan anggaran dan pengawasan anggaran. Adapun rencana

waktu penelitian ini yakni selama 12 minggu (Januari sampai dengan Maret

2013).

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh SKPD Dinas Bina Marga

(45)

manajemen tingkat atas yang terlibat dalam manajemen dan administrasi

perkantoran. Adapun rincian populasi tersebut adalah Kepala Dinas, Kepala

Bidang, seluruh Staf dan Kepala Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) sebagai

kepala pelaksanaan proyek di setiap unit/cabang, Staf Sekretariat SKPD Bina

Marga Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah populasi sebanyak 253 orang.

Mengingat unsur populasi yang berjenjang ataupun berkarakteristik heterogen

maka dalam pemilihan sampel penelitian menggunakan teknik stratified random

sampling atau sampel acak distratifikasikan dengan menggunakan aplikasi

Ms.Excel dengan metode sampling. Pemilihan sampel dengan stratified random

sampling akan dapat menghasilkan sampel yang lebih representatif daripada

penarikan sampel acak sederhana (Simple Random Sampling).

Dalam penarikan sampel acak sederhana, mungkin secara kebetulan ada

lapisan tertentu yang terlalu banyak atau terlalu sedikit terwakili didalam sampel.

Misalnya, dalam simple random sampling untuk staf SKPD Dinas Bina Marga

Provinsi Sumatara Utara, secara teoritis ada kemungkinan untuk memperoleh

subyek staf dan kepala UPTD saja dimana UPTD merupakan unit pelaksana di

lapangan setiap Kabupaten dan Kotamadya. Namun, kejadian ini dapat dihindari

jika subyek didaftar secara terpisah dan kemudian dari tiap-tiap kelompok itu

dipilih suatu sampel acak. Dengan catatan kita harus memiliki data jumlah

populasi secara keseluruhan.

Adapun jumlah sampel menurut Bungin (2010) didapat dari rumusan:

1

)

(

2

+

=

d

N

(46)

Dimana:

n : Jumlah sampel yang dicari

N : Jumlah Populasi

d : Nilai presisi = 10% = 0,1

maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah:

Pembulatan

Adapun jumlah populasi dan sampel dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Populasi dan Sampel No Jabatan Populasi

(N)

Jumlah Sampel Pembulatan

1 Kepala Dinas

Kriteria statifikasi berdasarkan tiga kriteria yaitu SKPD yang bertugas di

Kantor Pusat (Kepala Dinas, Kepala Bidang dan Staf), Kantor Cabang (Kepala

UPTD dan Staf UPTD) dan Sekretariat. Adapun pemilihan stratifikasi

berdasarkan SKPD yang bertugas di Kantor Pusat adalah SKPD yang pada

umumnya adalah SKPD yang menyusun perencanaan, anggaran, evaluasi

anggaran dan administrasi perkantoran. Sedangkan SKPD yang bertugas di

Cabang seperti Staf UPTD pada umumnya terlibat dalam pengerjaan

proyek-proyek di lapangan. Kemudian SKPD Staf Sekretariat lebih bertugas dalam

(47)

Utara. Dari 72 responden yang diberikan kuesioner dalam penelitian ini yang

mengembalikan dan menjawab semua pertanyaan sebanyak 57 responden. Oleh

karena itu penelitian ini menggunakan 57 responden yang dijadikan sebagai objek

penelitian.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh

dari observasi, wawancara dan dengan mengirimkan kuesioner kepada Kepala

Dinas dan Bidang berserta staf, Kepala UPTD berserta staf dan sekretariat yang

terpilih sebagai sampel dengan menggunakan stratified random sampling.

4.5. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Penelitian ini menggunakan 1 (satu) variabel dependen yaitu kinerja

manajerial (Y), dan 3 (tiga) variabel independen yaitu ketidakpastian lingkungan

(X1), kejelasan sasaran anggaran (X2) dan keadilan prosedural (X3

1. Kinerja manajerial (Y)

) serta satu

variabel moderating yaitu pengawasan anggaran (Z). Definisi operasional dari

variabel pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

Performance (kinerja) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang

atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan

tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi

bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral

maupun etika. Kinerja manajerial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

(48)

investigasi, koordinasi, evaluasi, supervisi, pengatur staf, negosiasi dan

perwakilan. Variabel ini selanjutnya berperan sebagai variabel dependen.

Variabel kinerja manajerial diukur dengan menggunakan instrument self rating

yang dikembangkan Haneman (1974). Dalam penelitian ini setiap responden

deminta untuk mengukur sendiri kinerjanya yang terbagi dalam delapan dimensi

yaitu : perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, supervisi, pemilihan staf,

negosiasi dan perwakilan dengan menggunakan skala 1 sampai dengan 7. Skala 1

menunjukkan bahwa tingkat kinerja manajerial yang rendah dan sebaliknya skala

7 menunjukkan tingkat kinerja manajerial yang tinggi.

2. Ketidakpastian Lingkungan (X1

Ketidakpastian lingkungan yang tinggi didefinisikan sebagai rasa

ketidakmampuan individu untuk memprediksi sesuatu yang terjadi di

lingkungannya secara akurat (Milliken, 1987). Di dalam lingkungan relatif stabil

(ketidakpastian rendah), individu dapat memprediksi keadaan di masa yang akan

datang sehingga langkah-langkah yang akan dilakukannya dapat membantu

organisasi menyusun rencana dengan lebih akurat (Duncan, 1972). Variabel

ketidakpastian lingkungan diukur dengan menggunakan instrumen yang

dikembangkan oleh Duncan (1972). Instrumen digunakan untuk mengetahui

persepsi manajer dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan yang

dirasakannya. Instrumen ini terdiri dari tujuh pertanyaan yang mencerminkan

persepsi manajer mengenai keyakinan metode kerja, informasi penting,

pengukuran keputusan, faktor-faktor diluar kendali, sikap, penyesuaian terhadap

perubahan, penyelesaian tugas, informasi yang diperoleh, pemenuhan harapan,

Gambar

Tabel 1.1. Origanalitas Penelitian
Tabel 2.1.
Gambar 3.1. Kerangka Konsep
Tabel 4.1 Populasi dan Sampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Arifin Siregar : Analisis Pengaruh Keadilan Prosedural Terhadap Kinerja Manajerial Di Lingkungan…, 2004 USU Repository © 2008... Arifin Siregar : Analisis Pengaruh Keadilan

Pengaruh Partisipasi Anggaran, Akuntabilitas Publik, dan Kejelasan Sasaran Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Pada SKPD Pemerintah Propinsi Sumatera Utara.. Skripsi,

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul “PENGARUH KEJELASAN SASARAN ANGGARAN DAN PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL SKPD DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI

Untuk mengetahui bahwa partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial di

Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2013) dengan judul Pengaruh Akuntabilitas Publik dan Kejelasan Sasaran Anggaran terhadap Kinerja Manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah

Untuk mendukung kinerja manajerial tersebut diperlukan keterlibatan lebih tinggi dari partisipasi anggaran, meningkatkan keadilan distributif maupun keadilan

Judul Penelitian : Pengaruh Komitmen Organisasi, Keadilan Prosedural Dan Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Pada Akademi Pariwisata Medan.. Nama :

Kejelasan Sasaran Anggaran, Akuntabilitas Publik dan Desentralisasi Terhadap Kinerja Manajerial Pemerintah SKPD (Studi Empiris Pada.. Pemerintah SKPD