• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan)."

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri

(Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap

Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Kelurahan

Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Komunikasi

Diajukan Oleh :

Rika Oktavius Sitepu 050904023

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAKSI

Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri

(Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Kelurahan

Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana Komunikasi Antarpribadi Berpengaruh terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Penelitian ini menggunakan model S-O-R, yaitu Stimulus – Organisme – Respon. Model ini menggambarkan bahwa Stimulus dalam komunikasi antarpribadi mempengaruhi Organisme yang meliputi tiga tahap yaitu, perhatian, pengertian dan penerimaan, yang pada akhirnya menghasilkan Respon berupa pembentukan konsep diri.

Dalam kaitannya untuk mengenali diri sendiri dan orang lain, komunikasi antarpribadi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang. Terkait dengan pembentukannya, konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi dan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri. Konsep diri individu terbentuk melalui imajinasi individu tentang respon yang diberikan oleh orang lain melalui proses komunikasi.

Penelitian ini mengunakan sampel remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan yang berusia 11 sampai dengan 18 tahun. Remaja di Yayasan ini berjumlah 33 orang yang keseluruhannya dijadikan sampel dalam penelitian ini (Total Sampling). Data diperoleh melalui berbagai literatur serta kuesioner yang berisi 30 pertanyaan yang berkaitan dengan Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri Remaja. Kemudian data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa tabel tunggal, analisa tabel silang dan uji hipotesis. Alat uji data yang ddigunakan untuk menganalisa data pada penelitian ini adalah perangkat lunak SPSS 16.0.

Dari uji hipotesis dengan menggunakan rank Spearman melalui program SPSS 16.0 diperoleh hasil rs = 0,539, dengan tingkat signifikansi 0,01. Sesuai

dengan kaidah Spearman yaitu, rs > 0, maka hipotesis pada penelitian ini

diterima, yaitu terdapat pengaruh antara Komunikasi Antarpribadi dengan Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Selanjutnya untuk menguji tingkat signifikansi korelasi jika N > 10 digunakan rumus thiting pada tingkat signifikansi 0,05 yang hasilnya adalah 3,563, sementara nilai ttabel yaitu 2,021. Hasil thitung > nilai ttabel ini menunjukan adanya hubungan

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan, Sang Pencipta langit dan bumi, dari pada-Nyalah

segala hikmat dan pengetahuan yang ada di atas bumi, yang atas kasih, petunjuk

dan berkat-Nya peneliti akhirnya mampu menyelesaikan tulisan sederhana ini.

Rasa terimakasih yang tak terhingga juga peneliti tujukan kepada semua

pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tulisan ini. Teristimewa kepada

kedua orang tua peneliti yang terkasih, Timotius Sitepu dan Ratna Juita Tobing,

untuk segala doa dan nasehat serta dorongan moril dan materil yang selalu

menyertai peneliti. Untuk Rizky Fernando Sitepu dan Musa Anugrah Sitepu,

selanjutnya adalah giliran kalian. Terimakasih kepada seluruh keluarga besar

Sitepu dan Tobing yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan kepada

peneliti.

Penelitian ini disusun guna memenuhi salah satu syarat dalam

menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) dari Fakultas Ilmu Sosiall dan Ilmu

Politik, Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas Sumatera Utara. Dalam

penyusunan skripsi ini peneliti banyak mendapat bimbingan, bantuan dan nasehat

serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Amir Purba, MA, Ketua Departemen Ilmu Komunikasi

(4)

3. Bapak Drs. Mukti Sitompul, M.Si, Dosen Pembimbing yang telah banyak

memberikan masukan, bimbingan dan arahan kepada peneliti dalam

menyelesaikan tulisan ini.

4. Kepada Bapak Sumardi, Pimpinan Yayasan SOS Desa Taruna Medan,

terimakasih banyak atas kesempatan dan bantuan yang peneliti peroleh

dalam menyeselaikan tulisan ini.

5. Adik-adik di Yayasan SOS Desa Taruna Medan, Tina, Nova, Lisa, Grace,

Dene, Desi, Elvita, Fieter, Gordon, Vero, Deti, Gaby, Fitri, Kiki, Carol,

Sonya, Julwan, Sutris, Heri, Dedi, Inez, Endang, Febri, Febe, Hermina,

Jefri, Ridwan, Adi, Sartika, Redi, Gumawan, dan Putra. Terimakasih

untuk bantuan dan kerjasamanya. Sesungguhnya peneliti telah belajar

banyak tentang hidup dari kalian, tetap semangat, kasih Tuhan beserta

kalian.

6. Seluruh dosen Ilmu Komunikasi pada khususnya dan dosen FISIP USU

pada umumnya, yang selama ini telah banyak membagikan ilmunya

kepada peneliti.

7. Kak Cut dan Kak Maya yang banyak membantu peneliti dalam segala

urusan perkuliahan dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih banyak

untuk segala informasi dan bantuannya.

8. Untuk Yenni LM. Siahaan, S.Sos, Yenny Andriatika, S.Sos, Lilis S.

Turnip, S.Sos, Eva Regina, S.Sos, Sri Wulandari, S.Sos, Veri Sinaga,

S.Sos, terimakasih untuk segala bantuannya, untuk selanjutnya peneliti

(5)

9. Buat Iren, Nuri, Anit, Jimmy, Jefri, rekan-rekan seperjuangan peneliti,

tetap semangat untuk menyelesaikan skripsinya. Terimakasih untuk segala

canda, tawa dan ceria di bangku kuliah ini.

10. Drg. Sura Kencana PA dan T. Yordan HP, S.Sos, untuk waktu yang selalu

disediakan, untuk pengetahuan yang dibagikan, untuk doa yang selalu

menyemangati, untuk pintu Rumah Pintar Indonesia yang selalu terbuka,

skripsi ini selesai juga adalah berkat kalian.

11. Untuk kak Ruslinda D. Ginting, S.Psi, terimakasih untuk segala

bantuannya, peneliti akan kesulitan bila tanpa bantuan kakak. Sukses

untuk kuliah S-2 dan karir kakak.

12. Juliman Yasonasa Gea, ST atas ilmu SPSS lengkap beserta software-nya

yang sudah dibagikan pada peneliti. Juga untuk Kak Ruth dan Bang Todo,

semangat terus di RPI.

13. Endi Hamobiv Purba, Amd. Untuk segala bantuan dan dukungannya,

peneliti berterimakasih untuk kesabaran dan pengertian yang selama ini

telah diberikan.

14. Untuk Ochen, Batara, Novrida dan Lastri, akhirnya selesai juga tulisan

sederhana ini, terimakasih untuk waktu yang kita habiskan bersama.

Setelah ini kita berjuang di medan pertempuran lainnya. Semangat terus

teman-teman.

15. Seluruh keluarga di Sanggar Keluarga Binjai, terimakasih untuk doa dan

semangatnya.

16. Semua pihak yang belum tersebutkan diatas yang telah membantu peneliti

(6)

Peneliti menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaannya, untuk itu dengan

segala kerendahan hati peneliti berharap pembaca dapat memberikan kritik dan

saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan skripsi ini serta memperdalam

pengetahuan dan pengalaman peneliti. Semoga skripsi ini dapat memberikan

sumbangan pemikiran kepada pembaca.

Medan, September 2009

Peneliti,

(7)

DAFTAR ISI

BAB II URAIAN TEORITIS II.1. Komunikasi ... 25

II.1.1. Komunikasi ... II.1.2. Pengertian Komunikasi ... 25

II.1.3. Unsur-Unsur Komunikasi ... 27

II.2. Komunikasi Antarpribadi ... 31

II.2.1. Pengertian Komunikasi Antarpribadi ... 31

(8)

II.3. Konsep Diri ... 41

II.3.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 42

II.3.2. Dimensi-dimensi dalam Konsep Diri ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1. Metode Penelitian ... 55

III.2. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 55

III.2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 55

III.2.2. Yayasan SOS Desa Taruna ... 55

III.3.3. Deskripsi Singkat Yayasan... 63

III.4. Populasi dan Sampel ... 62

III.4.1. Populasi ... 62

III.4.2. Sampel ... 62

III.5. Teknik Pengumpulan Data ... 63

III.6. Teknik Analisis Data ... 64

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN IV.1. Pelaksanaan Pengumpulan Data di Lapangan ... 67

IV.2. Teknik Pengolahan Data ... 68

IV.3. Analisis Tabel Tunggal ... 69

IV.3.1. Karakteristik Responden ... 69

IV.3.2. Komunikasi Antarpribadi ... 72

IV.3.3. Pembentukan Konsep Diri ... 82

IV.4. Analisis Tabel Silang ... 92

IV.5. Uji Hipotesa ... 109

IV.6. Pembahasan ... 112

(9)

V.2. Saran ... 114

(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

Tabel 1. : Operasional Variabel ... 18

Tabel 2. : Perilaku Defensif dan Suportif dari Jack Gibb ... 32

Tabel 3. : Karakteristik Sikap Terbuka dan Sikap Tertutup ... 39

Tabel 4.1. : Jenis Kelamin Responden ... 70

Tabel 4.2. : Usia Responden ... 70

Tabel 4.3. : Tingkat Pendidikan Responden ... 71

Tabel 4.4. : Lama Responden Menempati Yayasan ... 71

Tabel 4.5. : Kemampuan Responden Untuk Menerima Pendapat Orang Lain ... 72

Tabel 4.6. : Kemampuan Responden dalam Memahami Perasaan Orang Lain ... 72

Tabel 4.7. : Kemampuan Responden untuk Berterus Terang dalam Berkomunikasi dengan Orang Lain... 73

Tabel 4.8. : Kemampuan Responden dalam Menyampaikan Perasaan/ Pendapat Kepada Orang Lain ... 74

Tabel 4.9. : Kesenangan/ Keinginan Responden untuk Berdiskusi dengan Orang Lain dalam Memecahkan Masalah ... 74

Tabel 4.10. : Kemampuan Responden untuk Bersikap Jujur ... 75

Tabel 4.11. : Kemampuan Responden dalam Berempati kepada Orang Lain ... 76

Tabel 4.12. : Kemampuan Responden dalam Memperlakukan Orang Lain secara Sederajat ... 76

Tabel 4.13. : Kesediaan Responden untuk Mengakui Kesalahannya ... 77

Tabel 4.14. : Kemampuan Responden dalam Menilai Pesan secara Objektif ... 78

Tabel 4.15. : Kemampuan Responden dalam Bersikap Netral ... 78

Tabel 4.16. : Kemampuan Responden dalam Menerima Masukan dari Orang lain ... 79

Tabel 4.17. : Kesediaan Responden dalam Mencari Informasi Baru dari Orang Lain ... 80

Tabel 4.18. : Kemampuan Responden dalam Menerima Kritik dari Orang Lain ... 80

Tabel 4.19. : Kesediaan Responden dalam Menerima Perbedaan dengan Orang Lain ... 81

Tabel 4.20. : Tingkat Pengetahuan Responden tentang Identitas Dirinya ... 82

(11)

Tabel 4.22. : Kemampuan Responden dalam Berperilaku sesuai

dengan Peranan dan Identitasnya ... 83 Tabel 4.23. : Tingkat Kesenangan Responden dalam Melakukan

Peran dan Tanggung Jawabnya ... 84 Tabel 4.24. : Penilaian Responden Mengenai Kesesuaian antara

Identitas dan Perilakunya ... 84 Tabel 4.25. : Kepuasan Responden terhadap Diri Sendiri ... 85 Tabel 4.26. : Tingkat Keseringan Responden Merasa

Kurang Percaya Diri akan Keadaan Fisiknya ... 86 Tabel 4.27. : Penilaian Responden terhadap Penampilannya ... 87 Tabel 4.28. : Penilaian Responden terhadap Dirinya Ditinjau dari

Segi Moral ... 87 Tabel 4.29. : Kemampuan Responden dalam Menerima Diri

secara Apa Adanya ... 88 Tabel 4.30. : Keinginan Responden untuk Menjadi Orang Lain/

Pribadi Lain... 89 Tabel 4.31. : Penilaian Responden akan Penerimaan oleh Keluarga ... 89 Tabel 4.32. : Kedekatan Responden dengan Seluruh Keluarga ... 90 Tabel 4.33. : Penilaian Responden terhadap Kenyamanan Lingkungan

Tempat Tinggalnya ... 91 Tabel 4.34. : Tingkat Kedekatan Responden dengan Teman-temannya ... 91 Tabel 4.35. : Hubungan Antara Kemampuan dalam bersikap Netral

dengan Pengetahuan tentang Identitas Diri ... 94 Tabel 4.36. : Hubungan antara Kemampuan untuk Menilai Pesan

secara Objektif dengan Kesadaran Berperilaku sesuai

dengan Peran dan Tanggung Jawab ... 95 Tabel 4.37. : Hubungan Antara Kemampuan Memperlakukan Orang

Lain secara Sederajat dengan Kepuasan Menjadi Diri

Sendiri ... 97 Tabel 4.38. : Hubungan Antara Kemampuan Menyampaikan Perasaan

dengan Rasa Kurang Percaya Diri ... 99 Tabel 4.39. : Hubungan Antara Kesediaan Mengakui Kesalahan

dengan Penilaian Moral Diri ... 101 Tabel 4.40. : Hubungan antara Kemampuan Menerima Kritik

dengan Kemampuan Menerima Keadaan Diri secara

Apa Adanya ... 103 Tabel 4.41. : Hubungan Antara Kemampuan Memahami Perasaan

orang Lain dengan Kedekatan dengan Seluruh

Keluarga ... 105 Tabel 4.42. : Hubungan Antara Kesenangan untuk Berdiskusi

(12)

ABSTRAKSI

Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri

(Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Kelurahan

Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana Komunikasi Antarpribadi Berpengaruh terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Penelitian ini menggunakan model S-O-R, yaitu Stimulus – Organisme – Respon. Model ini menggambarkan bahwa Stimulus dalam komunikasi antarpribadi mempengaruhi Organisme yang meliputi tiga tahap yaitu, perhatian, pengertian dan penerimaan, yang pada akhirnya menghasilkan Respon berupa pembentukan konsep diri.

Dalam kaitannya untuk mengenali diri sendiri dan orang lain, komunikasi antarpribadi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang. Terkait dengan pembentukannya, konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi dan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri. Konsep diri individu terbentuk melalui imajinasi individu tentang respon yang diberikan oleh orang lain melalui proses komunikasi.

Penelitian ini mengunakan sampel remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan yang berusia 11 sampai dengan 18 tahun. Remaja di Yayasan ini berjumlah 33 orang yang keseluruhannya dijadikan sampel dalam penelitian ini (Total Sampling). Data diperoleh melalui berbagai literatur serta kuesioner yang berisi 30 pertanyaan yang berkaitan dengan Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri Remaja. Kemudian data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa tabel tunggal, analisa tabel silang dan uji hipotesis. Alat uji data yang ddigunakan untuk menganalisa data pada penelitian ini adalah perangkat lunak SPSS 16.0.

Dari uji hipotesis dengan menggunakan rank Spearman melalui program SPSS 16.0 diperoleh hasil rs = 0,539, dengan tingkat signifikansi 0,01. Sesuai

dengan kaidah Spearman yaitu, rs > 0, maka hipotesis pada penelitian ini

diterima, yaitu terdapat pengaruh antara Komunikasi Antarpribadi dengan Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Selanjutnya untuk menguji tingkat signifikansi korelasi jika N > 10 digunakan rumus thiting pada tingkat signifikansi 0,05 yang hasilnya adalah 3,563, sementara nilai ttabel yaitu 2,021. Hasil thitung > nilai ttabel ini menunjukan adanya hubungan

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terelakkan dalam kehidupan

sehari-hari. Komunikasi memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia.

Hampir setiap saat kita bertindak dan belajar dengan dan melalui komunikasi.

Komunikasi merupakan medium penting bagi pembentukan atau pengembangan

pribadi untuk kontak sosial. Melalui komunikasi seseorang tumbuh dan belajar,

menemukan pribadi diri sendiri dan orang lain, kita bergaul, bersahabat,

bermusuhan, mencintai atau mengasihi orang lain, membenci orang lain dan

sebagainya.

Ada beberapa bentuk komunikasi yang saat ini kita kenal, salah satunya

adalah komunikasi antarpribadi. Sebagian besar komunikasi yang kita lakukan

berlangsung dalam situasi komunikasi antarpribadi. Situasi komunikasi

antarpribadi ini bisa kita temui dalam konteks kehidupan dua orang, keluarga,

kelompok maupun organisasi.

Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan jalinan hubungan

interaktif antara seorang individu dan individu lain di mana lambang-lambang

pesan secara efektif digunakan, terutama lambang-lambang bahasa. Penggunaan

lambang-lambang bahasa verbal, terutama yang bersifat lisan di dalam kenyataan

kerapkali disertai dengan bahasa isyarat terutama gerak atau bahasa tubuh (body

(14)

kepala. Komunikasi antara pribadi umumnya dipahami lebih bersifat pribadi

(private) dan berlangsung secara tatap muka (face to face).

Komunikasi antarpribadi mempunyai berbagai macam manfaat. Melalui

komunikasi antarpribadi kita bisa mengenal diri sendiri dan orang lain,

mengetahui dunia luar dan dapat menjalin hubungan yang lebih bermakna.

Melalui komunikasi antarpribadi kita bisa melepaskan ketegangan, memperoleh

hiburan dan menghibur orang lain. Komunikasi antarpribadi juga dapat digunakan

untuk mengubah nilai-nilai dan sikap seseorang. Singkatnya komunikasi

antarpribadi mempunyai berbagai macam kegunaan.

Dalam kaitannya untuk mengenali diri sendiri dan orang lain, komunikasi

antarpribadi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang.

Terkait dengan pembentukannya, konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi

dan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri.

Konsep diri individu terbentuk melalui imajinasi individu tentang respon yang

diberikan oleh orang lain melalui proses komunikasi.

Diri pribadi adalah suatu ukuran kualitas yang memungkinkan seseorang

untuk dianggap dan dikenali sebagai individu yang berbeda dengan individu

lainnya. Kualitas yang membuat seseorang memiliki kekhasan sendiri sebagai

manusia ini, tumbuh dan berkembang melalui interaksi sosial, yaitu

berkomunikasi dengan orang lain. Individu tidak dilahirkan dengan membawa

kepribadian. Pengalaman dalam kehidupan akan membentuk diri pribadi setiap

manusia, tetapi setiap orang juga harus menyadari apa yang sedang terjadi dan apa

(15)

dasarnya adalah suatu proses persepsi yang ditujukan pada dirinya sendiri yang

kemudian kita sebut sebagai konsep diri.

Konsep diri sangat erat kaitannya dengan diri individu. Kehidupan yang

sehat, baik fisik maupun psikologi salah satunya di dukung oleh konsep diri yang

baik dan stabil. Konsep diri adalah hal-hal yang berkaitan dengan ide, pikiran,

kepercayaan serta keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu tentang

dirinya. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan individu dalam membina

hubungan interpersonal. Meski konsep diri tidak langsung ada, begitu individu di

lahirkan, tetapi secara bertahap seiring dengan tingkat pertumbuhan dan

perkembangan individu, konsep diri akan terbentuk karena pengaruh

ligkungannya. Selain itu konsep diri juga akan dipelajari oleh individu melalui

kontak dan pengalaman dengan orang lain termasuk berbagai stressor yang dilalui

individu tersebut. Hal ini akan membentuk persepsi individu terhadap dirinya

sendiri dan penilaian persepsinya terhadap pengalaman akan situasi tertentu.

Di era yang modern ini sangatlah penting bagi setiap individu untuk

memahami maupun mengenal konsep diri, terutama bagi kaum remaja yang

belum begitu stabil keadaan psikologisnya. Di tengah kehidupan sosial dan

kepungan media yang senantiasa menawarkan berbagai nilai, remaja harus dapat

memahami dengan baik konsep dirinya, karena melalui pemahaman terhadap

konsep diri, seorang remaja dapat mengenal siapa dirinya yang sebernarnya,

seperti apakah dia, dan bagaimana cara dia menjaga diri serta memperbaiki diri

menjadi lebih baik lagi. Masa remaja memang masa yang menyenangkan

sekaligus masa yang tersulit dalam hidup seseorang. Di masa ini seorang anak

(16)

Umumnya anak terutama dalam fase usia remaja mulai mengalami

kesulitan dalam proses menemukan jati diri dan penyesuaian diri terhadap

lingkungannya. Tidak jarang berbagai masalah dapat timbul, seperti kenakalan

remaja, kekerasan, penggunaan obat terlarang dan dan perilaku menyimpang

lainnya. Dengan keluarga yang lengkap sekalipun, seringkali juga seorang anak

masih terganggu proses pembentukan konsep diri positifnya, terlebih jika anak

tersebut berasal dari latar belakang keluarga yang kurang beruntung seperti

anak-anak broken home, anak-anak-anak-anak dari keluarga yatim dan/atau piatu dan yang berasal

dari ekonomi yang tidak mampu. Rasa minder atau kurang percaya diri kerap kali

menjadi hambatan utama dalam cara menilai dirinya sendiri, belum lagi jika

remaja tersebut tinggal dalam lingkungan sosial yang kurang baik, seperti jalanan

misalnya. Akan sangat mudah bagi mereka terpengaruh dengan lingkungannya.

Masalah kenakalan remaja dan anak jalanan telah menjadi polemik

tersendiri bagi bangsa Indonesia. Pemerintah dan berbagai pihak lembaga sosial

independen telah mengupayakan berbagai cara untuk mengatasinya, baik melalui

pendirian berbagai sarana dan prasarana bagi mereka, seperti rumah singgah atau

panti asuhan, fasilitas pendidikan dan pelatihan juga disiapkan untuk menciptakan

suasana dan lingkungan yang baik, produktif serta kondusif bagi anak dan remaja

yang kurang beruntung. Salah satu yayasan sosial independen yang peduli dan

concern terhadap masalah anak di Indonesia adalah Yayasan SOS Desa Taruna.

SOS Desa Taruna adalah sebuah yayasan sosial independen non-politik

yang berkarya bagi anak-anak dengan pola pengasuhan anak jangka panjang

berbasis keluarga. konsep SOS Desa Taruna membantu mengasuh dan memberi

(17)

berasal dari latar belakang suku, agama dan ras yang berbeda. Yayasan ini

memberi kembali kasih sayang melalui rumah tinggal, keluarga, dan kehidupan

yang memadai agar kelak mereka memiliki kehidupan yang mandiri.

Tahun 1972, SOS didirikan pertama di kota Lembang, Jawa Barat, yang

lebih dikenal dengan nama SOS Desa Taruna. Pendiri yayasan tersebut adalah Dr.

Agus Prawoto. Hingga saat ini Indonesia memiliki delapan buah SOS Desa

Taruna, yaitu di Lembang, Jakarta (Cibubur), Semarang, Bali (Tabanan), Flores

(Maumere), Medan, Melaboh dan Banda Aceh. Ketiga desa terakhir dibangun

sebagai hasil uluran kasih SOS Kinderdorf International beserta sejumlah

organisasi/perusahaan swasta, baik luar negeri maupun dalam negeri, sebagai

donatur bagi pembangunannya. Yayasan ini berkarya bagi anak-anak yatim piatu,

terlantar atau yang keluarganya tidak mampu mengasuh mereka. Mereka

memberikan kesempatan kepada anak-anak ini untuk membangun hubungan yang

langgeng dalam sebuah keluarga. Pendekatan melalui sebuah keluarga di SOS

Desa taruna ini didasarkan pada empat prinsip yaitu : setiap anak membutuhkan

seorang Ibu, tumbuh secara alamiah dengan kakak dan adik, di dalam rumah

mereka sendiri, dan di dalam lingkungan desa yang mendukungnya. Setiap desa

terdiri dari 12-15 rumah dan tiap-tiap rumah ditinggali oleh seorang Ibu Pengasuh,

dengan 8-10 anak dengan rentang usia berjenjang, mulai dari bayi hingga SMA.

Situasi dan keadaan di tempat ini diciptakan semirip mungkin dengan

keadaan keluarga pada umumnya, berbagai fasilitas dan sarana juga disiapkan

guna menunjang bakat dan prestasi setiap anak, namun tetap saja dapat ditemui

(18)

diri. Beberapa diantara mereka masih sulit untuk terbuka dalam berkomunikasi

dan masih kurang percaya diri.

Berdasarkan latar belakang masalah inilah, maka peneliti merasa tertarik

untuk meneliti sejauhmana pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap

pembentukan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

“Sejauhmana pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap pembentukan

konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan?”

3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga

dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan

diteliti. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut

1. Yang dimaksud dengan komunikasi antarpribadi dibatasi pada

faktor-faktor komunikasi yang mempengaruhi hubungan antarpribadi seperti

sikap percaya, sikap suportif dan sikap terbuka.

2. Yang dimaksud dengan konsep diri dibatasi pada dua dimensi yaitu :

- dimensi internal yang terdiri atas tiga bentuk yaitu ; diri

identitas, diri pelaku, dan diri penerimaan.

- dimensi eksternal yang terdiri atas lima bentuk yaitu ; diri fisik,

(19)

3. Objek penelitian ini adalah terbatas pada remaja di Yayasan SOS

Medan, yang berusia 11 s/d 17 tahun (SMP s/d SMA).

4. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2009.

4. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kecakapan komunikasi antarpribadi remaja di

Yayasan SOS Desa Taruna Medan.

2. Untuk mengetahui konsep diri yang dimiliki oleh remaja di Yayasan

SOS Desa Taruna Medan.

3. Untuk mengetahui pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap

pembentukan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan.

Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran dalam Ilmu Komunikasi khususnya yang

berkaitan dengan Komunikasi Antarpribadi.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya

khasanah penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi

masukan/kontribusi yang positif bagi pihak Yayasan SOS Desa Taruna

(20)

5. Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir

dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka

teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana

masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995:39).

Kerlinger menyatakan teori merupakan himpunan konstruk (konsep),

defenisi, dan proposisi yang menemukakan pandangan sistematis tentang gejala

dengan menggambarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan

meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004:6). Adapun teori-teori yang dianggap

relevan dalam penelitian ini adalah :

5.1 Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication berasal dari

bahasa Latin : Communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti

sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna (Effendy, 2003 : 9).

Rumusan komunikasi yang sangat dikenal orang adalah rumusan yang

dibuat oleh Harold Laswell. Menurut Laswell (Mulyana, 2002 : 62) komunikasi

adalah : “who says what in which chanell to whom with what effect”. Jadi, jika

dipilah-pilahkan akan terdapat lima unsur atau komponen di dalam komunikasi,

yaitu :

 Siapa yang mengatakan komunikator (communicator)

 Apa yang dikatakan pesan (message)

 Media apa yang digunakan media (channel)

(21)

 Akibat yang terjadi efek (effect)

Jadi, berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses

penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang

menimbulkan efek tertentu.

5.2 Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses sosial dimana

orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh DeVito (1976) bahwa, komunikasi antarpribadi merupakan

pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek

dan umpan balik yang langsung.

Menurut Evert M. Rogers (Liliweri, 1991:13) ada beberapa ciri

komunikasi antarpribadi, yaitu:

1. Arus pesan dua arah.

2. Konteks komunikasi adalah tatap muka.

3. Tingkat umpan balik yang tinggi.

4. Kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas yang tinggi.

5. Kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban.

6. Efek yang terjadi antara lain perubahan sikap.

Asumsi dasar komunikasi antarpribadi adalah bahwa setiap orang yang

berkomunikasi akan membuat prediksi pada data psikologis tentang efek atau

perilaku komunikasinya, yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan

memberikan reaksinya. Jika menurut persepsi komunikator reaksi komunikan

(22)

Menurut Jalaluddin Rakhmat (Rakhmat, 2005:129) dalam bukunya

Psikologi Komunikasi menjelaskan bahwa, pola-pola komunikasi antarpribadi

(interpersonal) mempunyai efek yang berlainan pada hubungan antarpribadi.

Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering orang melakukan komunikasi

antarpribadi dengan orang lain, makin baik hubungan mereka. Bila diantara

komunikator dan komunikan berkembang sikap curiga, maka makin sering

mereka berkomunikasi makin jauh jarak yang timbul. Yang menjadi soal bukanlah

berapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan.

Ada beberapa faktor yang dapat menumbuhkan hubungan antarpribadi yang baik,

yaitu : sikap percaya, sikap suportif dan terbuka.

Percaya (trust), menentukan efektivitas komunikasi. Secara ilmiah

percaya didefenisikan sebagai mengandalkan perilaku orang untuk mencapai

tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang

penuh resiko (Griffin, 1967:224-234). Menurut Johnson (1981), mempercayai

meliputi membuka diri dan rela menunjukkan penerimaan dan dukungan kepada

orang lain. Ada tiga faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya atau

mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada sikap saling percaya, yaitu ;

menerima, empati dan kejujuran.

Sikap Suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam

komunikasi. Orang bersikap defensif bila ia tidak menerima, tidak jujur, dan tidak

empatis. Sudah jelas dengan sikap defensif, komunikasi interpersonal akan gagal ;

karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang

ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami pesan orang lain.

(23)

deskripsi, orientasi masalah, spontanitas, empati, persamaan, dan

provisionalisme.

Sikap Terbuka (open-mindedness) amat besar pengaruhnya dalam

menumbuhkan komunikasi antarpribadi yang efektif. Karakteristik sikap terbuka

adalah sebagai berikut ;

- Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika

- Membedakan suasana dengan mudah, melihat nuansa.

- Mencari informasi dari berbagai sumber

- Lebih bersifat provisionalisme dan bersedia mengubah kepercayaannya

- Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian

kepercayaannya.

Bersama-sama dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka

mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai dan yang paling

penting dapat saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal melalui

komunikasi yang dilakukan.

5.3 Konsep Diri

Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya,

yang dibentuk melalui pegalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

dengan lingkungannya. Fitts (1971) membagi konsep diri dalam dua dimensi,

(24)

a. Dimensi Internal

Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of

reference) adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri

berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk :

1. Diri Identitas (Identity self)

Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri

dan mengacu pada pertanyaan, “Siapakah saya?” dalam pertanyaan

tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri

(self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan

dirinya dan membangun identitasnya.

2. Diri Pelaku (Behavioral self)

Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya yang

berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”.

3. Diri Penerimaan/Penilai (Judging self)

Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator.

Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri dan

identitas pelaku.

b. Dimensi Eksternal

Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas

sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi

eksternal terbagi atas lima bentuk yaitu :

1. Diri Fisik (physical self)

Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara

(25)

(cantik, jelek, menarik, tidak menarik, tinggi, pendek, gemuk, kurus dan

sebagainya).

2. Diri Etik-moral (moral-ethical self)

Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari

pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi

seseorang mengenai hubungannya dengan Tuhan, kepuasan seseorang

akan kehidupan agamanya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang

meliputi batasan baik dan buruk.

3. Diri Pribadi (personal self)

Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan

pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan

dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauhmana ia merasa dirinya

sebagai pribadi yang tepat.

4. Diri Keluarga (family self)

Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam

kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan

seberapa jauh seseorang merasa dekat terhadap dirinya sebagai anggota

dari suatu keluarga.

5. Diri Sosial (social self)

Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan

orang lain maupun lingkungan di sekitarnya.

Seluruh bagian diri ini, baik internal maupun eksternal, saling berinteraksi dan

(26)

5.4 Remaja

Secara sederhana remaja didefenisikan sebagai periode transisi antara

masa anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau jika

seseorang sudah menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah

tersinggung perasaannya dan sebagainya.

Pada tahun 1974, WHO memberikan defenisi tentang remaja yang lebih

bersifat konseptual. Dalam defenisi tersebut dikemukakan 3 kriteria, yaitu

biologik, psikologik dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap defenisi tersebut

berbunyi sebagai berikut :

1. individu berkembang dari saat ia pertama kali menunjukkan

tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan

seksual (biologik).

2. individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi

dari kanak-kanak menjadi dewasa (psikologik).

3. terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh

kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (sosial-ekonomi).

Pada tahun-tahun berikutnya, defenisi ini makin berkembang ke arah yang

lebih kongkret operasional. WHO kemudian menetapkan batas usia 10-20 tahun

sebagai batasan usia remaja (Sarwono, 2004: 9).

5.5 Teori S-O-R

S-O-R adalah singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Menurut teori

(27)

Maksudnya adalah keadaan internal organisme berfungsi menghasilkan respon

tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula.

Prof. Dr. Mar’at (Effendy, 2003 : 253), dalam bukunya “Sikap Manusia,

Perubahan, serta Pengukurannya” mengutip pendapat Hovland, Janis, dan Kelly

yang mengatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru, ada tiga variabel

penting, yaitu

a. Perhatian

b. Pengertian

c. Penerima

Dari uraian diatas, maka proses komunikasi S-O-R dalam penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut :

(Effendy, 2003 : 253)

Jika substansi teori diatas dihubungkan dengan penelitian mengenai

komunikasi antarpribadi dan pembetikan konsep diri remaja di Yayasan SOS

Desa Taruna Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, maka

hubungannya dengan teori S-O-R dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Stimulus (pesan) yang dimaksud adalah komunikasi antarpribadi

2. Organisme (komunikan) yang menjadi sasaran adalah remaja di Yayasan SOS

Desa Taruna Medan.

Stimulus

Respon Organisme :

 Perhatian

 Pengertian

(28)

3. Respon (efek) yang dimaksud adalah pembentukan konsep diri remaja di

Yayasan Save Our Soul (SOS) Desa Taruna, Kelurahan Tanjung Selamat,

Kecamatan Medan Tuntungan, Medan.

6. Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang

bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan

dapat mengantarkan pada perumusan hipotesa (Nawawi, 1995 : 40 ).

Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti

yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak

kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu

sosial (Singarimbun, 1995 : 57).

Jadi kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam

menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah

yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka

harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.

Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan

atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur lain

(Nawawi, 2001: 56). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komunikasi

(29)

b. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat adalah suatu variabel yang merupakan akibat atau yang

dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya (Rakhmat, 2004 : 12). Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah pembentukkan konsep diri remaja di Yayasan

SOS Desa Taruna Medan.

c. Variabel Antara (Z)

Variabel antara yang berada diantara variabel bebas dan variabel terikat, berfungsi

sebagai penguat atau pelemah hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat

tersebut. Variabel antara dalam penelitian ini adalah karakteristik responden.

7. Model Teoritis

Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan

dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut :

+

8. Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas,

maka dibuat operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian

penelitian ini, yaitu :

Variabel Bebas (X)

Komunikasi Antarpribadi

Variabel Terikat (Y)

Konsep Diri Remaja

Variabel Antara (Z)

(30)

Tabel 1 Operasional Variabel

Variabel Teoritis Variabel Operasional

Komunikasi Antarpribadi (X)

a. Menilai pesan secara objektif b. Membedakan suasana dengan mudah

c. Berorientasi pada isi

d. Mencari informasi dari berbagai sumber

e. Bersifat provisonalisme

f. Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya

Konsep diri (Y)

1. Dimensi Internal

a. Diri Identitas (Identity Self) b. Diri Pelaku (Behavioral Self) c. Diri Penilai (Judging self) 2. Dimensi eksternal

a. Diri Fisik (Physical Self)

b. Diri Etik-Moral (Moral-Ethical

Self)

c. Diri Pribadi (Personal Self) d. Diri keluarga (Family Self) e. Diri Sosial (Social Self)

Karakteristik Responden (Z)

a. Jenis kelamin b. Usia

c. Pendidikan

d. Lama waktu tinggal di Yayasan

9. Defenisi Variabel Operasional

Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep

(31)

suatu petunjuk pelaksanaan menganai cara-cara untuk mengukur

variabel-variabel. Definisi operasional juga merupakan suatu informasi alamiah yang amat

membantu peneliti lain yang akan menggunakan variabel yang sama

(Singarimbun, 1995 : 46).

Definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :

a. Variabel Bebas (Komunikasi Antarpribadi) terdiri dari :

1. Percaya : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam

membuka diri dan menunjukkan penerimaan dan

dukungan kepada orang lain.

a. Menerima : adalah kemampuan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna

Medan dalam berhubungan dengan orang lain yang

menerima orang lain apa adanya, dan memandang orang

lain secara realistis.

b. Empati : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam

memahami perasaan orang lain

c. Kejujuran : sikap pengungkapan yang dilakukan secara benar, apa

adanya dan tidak pura-pura oleh remaja di Yayasan SOS

Desa Taruna Medan.

2. Sikap Suportif : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan yang

tidak defensif dalam berkomunikasi, dapat menerima,

jujur dan empatis.

a. Deskripsi : penyampaian perasaan dan persepsi yang dilakukan oleh

remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan secara

(32)

b. Orientasi Masalah : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam

mengkomunikasikan keinginan untuk bekerja sama

mencari pemecahan masalah.

c. Spontanitas : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan jujur

dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam.

d. Empati : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam

memahami perasaan orang lain

e. Persamaan : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam

memperlakukan remaja lain secara horizontal dan

demokratis.

f. Provisionalisme : kesediaan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan

untuk meninjau kembali pendapat, untuk mengakui

bahwa pendapatnya itu mungkin salah.

3. Sikap Tebuka : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam

menerima dan memberi informasi kepada orang lain.

a. Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika

yaitu : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam menerima

pesan secara objektif, dan mengevaluasinya berdasarkan logika bukan

berdasarkan perasaannya terhadap sumber pesan (komunikator).

b. Membedakan suasana dengan mudah

yaitu : kemampuan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan untuk dapat

berpikir dan membedakan antara benar dan salah serta mampu berdiri

(33)

c. Berorientasi pada isi

yaitu : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam mengkaji dan

menerima pesan yang diterimanya berdasarkan isi dari pesan tersebut

bukan berdasarkan siapa yang menyampaikan pesan tersebut.

d. Mencari informasi dari berbagai sumber

yaitu : kesediaan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam mencari

informasi dan mengembangkan kerangka berpikirnya dari berbagai

sumber baru, bukan hanya dari pihak-pihak yang terdekat saja.

e. Bersifat provisional

yaitu : kesediaan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam menerima

saran dan kritik dari orang lain seta mau mengubah pendapat atau

keyakinannya bila terdapat bukti dan fakta yang cukup.

f. Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya

yaitu : kesediaan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam menerima

pandangan dan mencoba mengerti orang lain dalam menghadapi

benturan gagasan/pendapat dengan orang lain.

b. Variabel Terikat (Konsep Diri) terdiri dari :

1. Dimensi Internal : penilaian yang dilakukan oleh remaja di Yayasan SOS

Desa Taruna Medan terhadap dirinya sendiri berdasarkan

dunia di dalam dirinya

a. Diri Identitas (Identity Self) : label-label dan simbol-simbol yang diberikan

pada diri (self) oleh remaja di Yayasan SOS

Desa Taruna Medan untuk menggambarkan

(34)

b. Diri Pelaku (Behavioral Self) : persepsi remaja di Yayasan SOS Desa Taruna

Medan, tentang tingkah lakunya yang

berisikan segala kesadaran mengenai apa yang

dilakukan oleh diri sendiri, menyangkut peran

dan tanggung jawabnya.

c. Diri Penilai (Judging self) : diri penilai berfungsi sebagai pengamat,

penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya

adalah sebagai perantara (mediator) antara diri

remaja dan identitasnya sebagai pelaku di

Yayasan SOS Desa Taruna Medan.

2. Dimensi eksternal : dimensi dimana remaja Yayasan SOS Desa Taruna

Medan menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas

sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di

luar dirinya.

a. Diri Fisik (Physical Self) : persepsi remaja di Yayasan SOS Desa

Taruna Medan, terhadap keadaan diri

secara fisik.

b. Diri Etik-Moral (Moral-Ethical Self) : persepsi remaja di Yayasan SOS Desa

Taruna Medan terhadap dirinya dilihat

dari pertimbangan nilai moral dan

etika.

c. Diri Pribadi (Personal Self) : persepsi remaja Yayasan SOS Desa

Taruna Medan tentang keadaan

(35)

d. Diri keluarga (Family Self) : perasaan dan harga diri remaja di Yayasan

SOS Desa Taruna Medan dalam

kedudukannya sebagai anggota keluarga.

e. Diri Sosial (Social Self) : penilaian remaja di Yayasan SOS Desa

Taruna Medan, terhadap interaksi dirinya

dengan orang lain maupun lingkungan di

sekitarnya.

c. Variabel Antara (Karakteristik Responden)

Karakteristik responden merupakan ciri khas yang dimiliki oleh setiap

individu yang berbeda satu dengan individu lain.

a. Usia : Umur responden saat mengisi kuesioner, digolongkan

atas remaja awal (11-14 tahun) dan remaja

pertengahan (15-18 tahun)

b. Jenis Kelamin : Penggolongan sex responden, yakni laki-laki dan

perempuan

c. Tingkat Pendidikan : Latar belakang pendidikan responden, SMP dan SMA

10.Hipotesis

Secara etimologis hipotesis dibentuk dari dua kata, yaitu hypo dan thesis.

Hypo berarti kurang dan thesis berarti pendapat. Jadi hipotesis merupakan

kesimpulan yang belum sempurna, sehingga disempurnakan dengan membuktikan

kebenaran hipotesis yaitu dengan menguji hipotesis dengan data di lapangan

(36)

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

Ho : tidak terdapat pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap

pembentukan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna

Medan.

Ha : terdapat pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap

pembentukan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna

(37)

BAB II

URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi

II.1.1 Pengertian Komunikasi

Pengertian komunikasi dapat diartikan menurut pandangan yang berbeda.

Ada yang berpendapat bahwa komunikasi adalah sebuah proses penyampaian

pesan dari komunikator kepada komunikan melalui saluran tertentu. Ada pula

yang menyebut komunikasi sebagai suatu proses penyampaian pesan (berupa

lambang, suara, gambar, dan lain-lain) dari suatu sumber kepada sasaran

(audience) dengan menggunakan saluran tertentu. Hal ini dapat digambarkan

melalui sebuah percakapan misalnya sebagai bentuk awal dari sebuah komunikasi.

Orang yang sedang berbicara adalah sumber (source) dari komunikasi atau

dengan istilah lain disebut komunikator. Orang yang mendengarkan disebut

sebagai audience, sasaran, pendengar, atau komunikan. Apa yang disampaikan

oleh orang yang sedang berbicara disebut sebagai pesan, sementara kata-kata yang

disampaikan melalui udara disebut sebagai saluran atau channel.

“Komunikasi berasal dari kata-kata (bahasa) Latin communis yang berarti

umum (common) atau bersama. Apabila kita berkomunikasi, sebenarnya kita

sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan (commonness) dengan

seseorang. Yaitu kita berusaha berbagi informasi, ide, atau sikap” (Suprapto,

2006:4).

Jadi, kalau ada dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam

bentuk perbincangan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada

(38)

dipergunakan dalam perbincangan itu belum tentu menimbulkan kesamaan

makna. Dengan kata lain, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna

yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa perbincangan kedua orang tadi dapat

dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya, selain mengerti bahasa ynag

dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang diperbincangkan.

Akan tetapi, pengertian komunikasi yang dipaparkan diatas sifatnya sariah,

dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan

makna antara dua pihak ynag terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan

komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti, tetapi juga

persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima paham atau keyakinan,

melakukan kegiatan atau perbuatan, dan lain-lain (Effendy, 2006:9).

Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sebuah komunikasi

yang efektif adalah komunikasi yang berhasil melahirkan kebersamaan

(commonness); kesepahaman antara sumber (source) dengan penerima

(audience/receiver). Sebuah komunikasi akan benar-benar efektif apabila

audience menerima pesan, pengertian, dan lain-lain yang sama seperti apa yang

dikehendaki oleh si pengirim pesan.

Wilbur Schram menampilkan apa yang ia sebut “The Condition of success

in communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan

agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki. Kondisi tersebut

dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat

(39)

2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang

sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.

3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan

beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

4. Pesan harus menyampaikan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi

yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia

digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

II.1.2 Unsur-Unsur Komunikasi

Dari pengetian komunikasi yang telah dikemukakan, maka jelas bahwa

komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang

menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya

komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media,

penerima, dan efek. Unsur-unsur ini juga bisa disebut komponen atau elemen

komunikasi. Untuk itu, kita perlu mengetahui unsur-unsur komunikasi (Cangara,

2002: 23-27).

Adapun unsur-unsur komunikasi adalah sebagai berikut :

1. Sumber

Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat

atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antarmanusia, sumber bisa terdiri dari

satu orang, tetapi juga bisa dalam bentuk kelompok misalnya, partai, organisasi,

atau lembaga. Sumber sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa

(40)

2. Pesan

Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang

disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara

tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan,

hiburan, informasi, nasihat, atau propaganda. Dalam bahasa Inggris pesan

biasanya diterjemahkan dengan kata message, content, atau information.

3. Media

Media yang dimaksud disini ialah alat yang digunakan untuk

memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa pendapat

mengenai saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media bisa

bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi antarpribadi pancaindera

dianggap sebagai media komunikasi. Selain indera manusia, ada juga saluran

komunikasi seperti surat, telepon, telegram yang digolongkan sebagai media

komunikasi antarpribadi.

Dalam komunikasi massa, media adalah alat yang dapat menghubungkan

antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, dimana setiap orang dapat

melihat, membaca dan mendengarnya. Media dalam komunikasi massa dapat

dibedakan atas dua macam, yakni media cetak dan media elektronik. Media cetak

seperti halnya surat kabar, majalah, buku, brosur, stiker, buletin, poster, spanduk

dan sebagainya. Sedangkan media elektronik antara lain : radio, film, televisi,

(41)

4. Penerima

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh

sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk

kelompok, partai atau negara.

Penerima adalah elemen penting dalam komunikasi, karena dialah yang

menjadi sasaran dari komunikasi. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima,

akan menimbulkan berbagai macam masalah yang seringkali menuntut perubahan,

apakah pada sumber, pesan, atau media.

5. Pengaruh

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan,

dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan.

Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tinglah laku seseorang (De

Fleur, 1982). Karena itu, pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan

keyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat

penerimaan pesan.

6. Tanggapan Balik

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu

bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya

umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski

pesan belum sampai pada penerima. Misalnya sebuah konsep surat yang

memerlukan perubahan sebelum dikirim, atau alat yang digunakan untuk

menyampaikan pesan itu mengalami gangguan sebelum sampai kepada tujuan.

(42)

7. Lingkungan

Lingkungan atau situasi ialah faktor-faktor tertentu yang dapat

mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat

macam, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis,

dan dimensi waktu.

Lingkungan fisik menunjukkan bahwa suatu proses komunikasi hanya bisa

terjadi kalau tidak terdapat rintangan fisik misalnya geografis. Komunikasi sering

sekali sulit dilakukan karena faktor jarak yang begitu jauh, dimana tidak tersedia

fasilitas komunikasi seperti telepon, kantor pos atau jalan raya.

Lingkungan sosial menunjukkan faktor sosial budaya, ekonomi politik

yang bisa menjadi kendala terjadinya komunikasi, misalnya kesamaan bahasa,

kepercayaan, adat istiadat dan status sosial.

Dimensi psikologis adalah pertimbangan kejiwaan yang digunakan dalam

berkomunikasi. Misalnya menghindari kritik yang menyinggung perasaan orang

lain, menyajikan materi yang sesuai dengan usia khalayak.

Sedangkan dimensi waktu menunjukkan situasi yang tepat untuk

melakukan kegiatan komunikasi. Banyak proses komunikasi tertunda karena

pertimbangan waktu, misalnya musim. Namun perlu diketahui karena dimensi

waktu maka informasi memiliki nilai.

Jadi, setiap unsur memiliki peranan yang sangat penting dalam

membangun proses komunikasi. Bahkan ketujuh unsur itu saling bergantung satu

(43)

II.2 Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan jalinan hubungan

interaktif antara seorang individu dan individu lain di mana lambang-lambang

pesan secara efektif digunakan, terutama lambang-lambang bahasa. Penggunaan

lambang-lambang bahasa verbal, terutama yang bersifat lisan di dalam kenyataan

kerapkali disertai dengan bahasa isyarat terutama gerak atau bahasa tubuh (body

language), seperti senyuman tertawa, dan menggeleng atau menganggukan

kepala. Komunikasi antara pribadi umumnya dipahami lebih bersifat pribadi

(private) dan berlangsung secara tatap muka (face to face).

II.2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi

Effendy (1986b) mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi

antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan seorang

komunikan. Jenis komunikasi tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah

sikap, pendapat atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis.

Sifat dialogis itu ditunjukkan melalui komunikasi lisan dalam percakapan

yang menampilkan arus balik yang langsung. Jadi komunikator mengetahui

tanggapan komunikan pada saat itu juga, komunikator mengetahui dengan pasti

apakah pesan-pesan yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif

atau negatif. Jika tidak diterima maka komunikator akan memberi kesempatan

seluas-luasnya kepada komunikan untuk bertanya.

Sementara itu Dean C. Barnlund (1968) mengemukakan, komunikasi

antarpribadi selalu dihubungkan dengan pertemuan antara dua, tiga atau mungkin

(44)

Depari (1988) mengemukakan pula, komunikasi antarpribadi merupakan

komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara

beberapa pribadi. Tan (1981) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi

adalah komunikasi tatap muka antara dua orang atau lebih.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas maka kita dapat melihat

beberapa ciri khas komunikasi antarpribadi yang membedakannya dari

komunikasi kelompok dan komunikasi massa. De Vito (1976)mengemukakan

bahwa komunikasi antarpribadi mengandung lima ciri sebagai berikut : (1)

keterbukaan (opennes); (2) empati (empathy); (3) dukungan (suportiveness); (4)

perasaan positif (positivness); dan (5) kesamaan (equality).

Evert M. Rogers dalam Depari (1988) menyebutkan beberapa ciri

komunikasi antarpribadi, yaitu : (1) arus pesan cenderung dua arah; (2) konteks

komunikasi adalah tatap muka; (3) tingka umpan balik yang tinggi; (4)

kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas sangat tinggi; (6) kecepatan

menjangkau sasaran yang besar sangat lamban; dan (6) efek yang terjadi antara

lain adalah perubahan sikap.

I.2.2 Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Antarpribadi (Interpersonal) dalam Komunikasi Antarpribadi

Pola-pola komunikasi antarpribadi (interpersonal) mempunyai efek yang

berlainan pada hubungan antarpribadi. Tidak benar anggapan orang bahwa makin

sering orang melakukan komunikasi antarpribadi dengan orang lain, makin baik

hubungan mereka. Bila diantara komunikator dan komunikan berkembang sikap

(45)

Yang menjadi soal bukanlah berapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana

komunikasi itu dilakukan. Ada beberapa faktor yang dapat menumbuhkan

hubungan antarpribadi yang baik, yaitu : sikap percaya, sikap suportif dan

terbuka.

a. Sikap Percaya (trust)

Secara ilmiah percaya didefenisikan sebagai mengandalkan perilaku orang

untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan

dalam situasi yang penuh resiko (Griffin, 1967:224-234). Menurut Johnson

(1981), mempercayai meliputi membuka diri dan rela menunjukkan penerimaan

dan dukungan kepada orang lain.

Sejauhmana kita percaya kepada orang lain dipengaruhi oleh faktor

personal dan situasional. Menurut Deutsch (1958), harga diri dan otoritarianisme

mempengaruhi percaya. Orang yang harga dirinya positif akan cenderung

mempercayai orang lain, sebaliknya orang yang mempunyai kepribadian otoriter

cenderung sukar mempercayai orang lain.

Ada tiga faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya atau

mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada sikap saling percaya, yaitu ;

menerima, empati dan kejujuran.

Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa

menilai dan tanpa berusaha mengendalikan. Menerima adalah sikap yang melihat

orang lain sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai (Anita Taylor,

1977:193). Saya menerima Anda bila saya menerima anda sebagaimana adanya;

tidak menilai atau mengatur. Saya memandang Anda secara realistis. Saya tahu

(46)

Sikap menerima tidaklah semudah yang dikatakan. Kita selalu cenderung

menilai dan sukar menerima. Akibatnya, hubungan antarpribadi tidak akan

berlangsung seperti yang kita harapakan. Bila kita tidak bersikap menerima, kita

akan mengkritik, mengecam atau menilai. Sikap seperti ini akan menghancurkan

percaya. Orang enggan pula menerima kita karena takut pada akibat-akibat jelek

yang akan timbul dari reaksi kita. Sikap menerima menggerakkan percaya, karena

tidak akan merugikan orang lain.

Menerima tidaklah berarti menyetujui semua perlilaku orang lain atau rela

menanggung akibat-akibat perilakunya. Menerima berarti tidak menilai orang

berdasarkan perilakunya yang tidak kita senangi. Betapapun jeleknya perilakunya

kita tetap berkomunikasi dengannya sebagai persona, bukan sebagai objek

(Rakhmat, 2005:131-132).

Empati adalah faktor kedua yang menumbuhkan sikap percaya pada diri

orang lain. Empati telah didefenisikan bermacam-macam. Empati dianggap

sebagai memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita

(Freud, 1921) ; sebagai keadaan ketika pengamat bereaksi secara emosional

karena ia menanggapi orang lain mengalami atau siap mengalami suatu emosi

(Scotland, et al., 1978:12); sebagai “imaginative intellectual and emotional

participation in anther person’s experience” (Bennet, 1979).

Defenisi terakhir dikontraskan dengan pengertian simpati. Dalam simpati

kita menempatkan diri kita secara imaginatif pada posisi orang lain. Dalam

empati, kita tidak menempatkan diri kita pada posisi orang lain; kita ikut serta

secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. Berempati artinya

(47)

kita berusaha melihat seperti orang lain melihat, merasakan seperti orang lain

merasakan.

Kejujuran adalah faktor yang ketiga yang menumbuhkan sikap percaya.

Menerima dan empati mungkin saja dipersepsi salah oleh orang lain. Sikap

menerima kita dapat tanggapi sebagai sikap tak acuh, dingin dan tak bersahabat;

empati dapat ditanggapi sebagai pura-pura. Supaya ditanggapi sebenarnya, kita

harus jujur mengungkapkan diri kita kepada orang lain. Kita harus menghindari

terlalu banyak melakukan “penopengan” atau “pengolahan kesan”. Kita tidak

menaruh kepercayaan kepada orang yang tidak jujur atau sering menyembunyikan

isi hatinya atau membungkus pendapat dan sikapnya dengan lambang-lambang

verbal dan non-verbal. Kejujuran menyebabkan perilaku kita dapat diduga. Ini

mendorong orang lain untuk percaya kepada kita (Rakhmat, 2005:133).

b. Sikap Suportif

Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam

komunikasi. Orang bersikap defensif bila tidak menerima, tidak jujur, dan tidak

empatis. Sudah jelas dengan sikap defensif komunikasi antarpribadi akan gagal;

karena orang defensif akan lebih melindungi diri dari ancaman yang

ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami orang lain.

Komunikasi defensif dapat terjadi karena faktor-faktor personal

(ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman defensif dan

sebagainya) atau faktor-faktor situasional. Diantara faktor-faktor situasional

adalah perilaku orang lain. Jack R. Gibb menyebutkan eman perilaku yang

menimbulkan perilaku suportif (Gibb, 1961:10-15). Secara singkat perilaku yang

(48)

Tabel 2

Perilaku Defensif dan Suportif dari Jack Gibb No. Iklim Defensif Iklim Suportif

1. Evaluasi Deskripsi

2. Kontrol Orientasi Masalah

3. Strategi Spontanitas

4. Netralitas Empati

5. Superioritas Persamaan

6. Kepastian Provisionalisme

Dalam penelitian Gibb diungkapkan bahwa makin sering orang

mengunakan perilaku di sebelah kiri, makin besar kemungkinan komunikasinya

menjadi defensif. Sebaliknya, komunikasi defensif berkurang dalam iklim

suportif, ketika orang menggunakan perilaku sebalah kanan.

Evaluasi dan Deskripsi. Evaluasi artinya penilaian terhadap orang lain;

memuji atau mngecam. Dalam mengevaluasi kita mempersoalkan nilai dan

motif orang lain. Bila kita menyebutkan kelemahan orang lain,

mengungkapkan betapa jelek perilakunya, meruntuhkan harga dirinya, kita

akan melahirkan sikap defensif. Dekripsi artinya penyampaian perasaan dan

persepsi Anda tanpa menilai. Deskripsi dapat juga terjadi ketika kita

mnegevaluasi gagasan orang lain, tetapi orang merasa bahwa kita menghargai

mereka (menerima mereka sebagai individu yang patut dihargai).

Kontrol dan Orientasi Masalah. Perilaku kontrol artinya berusaha untuk

mengubah orang lain, mengendalikan perilakunya, mengubah sikap, pendapat

(49)

sebagai orang yang jelek sehingga perlu diubah. Itu berarti kita tidak

menerimanya. Setiap orang tidak ingin didominasi oang lain. Kita ingin

menentukan perilaku yang kita senangi. Karena itu kontrol orang lain akan

kita tolak. Orientasi masalah sebaliknya adalah mengkomunikasikan

keinginan untuk bekerja sama mencari pemecahan masalah. Dalam orientasi

masalah, Anda tidak mendiktekan pemecahan. Anda mengajak orang lain

bersama-sama untuk menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana

mencapainya.

Strategi dan Spontanitas. Strategi adalah penggunaan tipuan-tipuan atau

manipulasi untuk mempengaruhi orang lain. Anda menggunakan strategi bila

orang menduga anda mempunyai motif-motif tersembunyi; Anda

berkomunikasi dengan “udang di balik batu”. Spontanitas artinya ikap jujur

dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam. Bila orang tahu kita

melakukan strategi, ia akan menjadi defensif

Netralitas dan Empati. Natralitas berarti bersikap impersonal-memperlakukan

orang lain tidak sebagai persona, malainkan sebagai objek. Bersikap netral

bukan berarti objektif, melainkan menunjukkan sikap tak acuh, tidak

menghiraukan perasaan dan pengalaman orang lain. Lawan netralis ialah

empati. Tanpa empati, orang seakan-akan “mesin” yang hampa perasaan dan

tanpa perhatian.

Superioritas dan Persamaan. Superioritas artinya sikap menunjukkan Anda

lebih tinggi atau lebih baik dripada orang lain karena status, kekuasaan,

kamampuan intelektual, kekayaan atau kecantikan. Superioritas akan

(50)

secara horizontal dan demokratis. Dalam sikap persamaan, Anda tidak

mempertegas perbedaan. Status boleh jadi berbeda , tetapi komunikasi anda

tidak vertikal. Anda tidak menggurui, tetapi berbincang pada tingkat yang

sama. Dengan persamaan, Anda mengkomunikasikan penghargaan dan rasa

hormat pada perbedaan pandangan dan keyakinan.

Kepastian dan Provisionalisme. Dekat dengan superioritas adalah kepastian

(certainty). Orang yang memiliki kepastian bersifat dogmatis, ingin menang

sendiri, dan melihat pendapatnya sebagai kebenaran mutlak yang tidak dapat

diganggu gugat. Provisionalisme, sebaliknya, adalah kesediaan untuk

meninjau kembali pendapat kita, untuk mengetahui bahwa pendapat manusia

adalah tempat kesalahan; karena itu wajar juga kalau suatu saat pendapat dan

keyakinannya bisa berubah. Provisial, dalam bahasa Inggris, artinya bersikap

sementara atau menunggu sampai ada bukti yang lengkap.

c. Sikap Terbuka

Sikap terbuka (open-mindedness) amat besar pengaruhnya dalam

menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Lawan dari sikap terbuka

adalah dogmatisme; sehingga untuk memahami sikap terbuka kita harus

mengidentifikasikan terlebih dahulu karakteristik orang dogmatis. Milton

Rokeach mendefenisikan dogmatisme sebagai:

a. a relativly closed cognitive organization of beliefs and disbeliefs about

reality

b. organized around a central set of beliefs about absolute authority which,

in turn

Gambar

Tabel 1  Operasional Variabel
Tabel 2
Tabel 3
Gambar diatas menunjukkan bahwa perubahan sikap bergantung pada proses
+7

Referensi

Dokumen terkait

terhadap keterbukaan diri dalam komunikasi antarpribadi siswa kelas XII Sma Negeri 5 Medan. Tahun Ajaran 2014/2015,

adalah 0.000 lebih kecil dari 0.41-0.70(Ho ditolak dan Ha diterima) yakni terdapat hubungan antara komunikasi antarpribadi guru dengan pembentukan konsep diri siswa/siswi di

Mega Indah Puspasari NIM. Tujuan Penelitian untuk mengetahui sejauhmana Efektivitas Komunikasi Antarpribadi guru SD Negeri Banjarsari 1 Terhadap pembentukan sikap

Komunikasi antarpribadi yang efektif telah memunculkan terbentuknya konsep diri siswa/siswi tunarungu seperti terbuka pada pengalaman, tidak bersikap defensif, kesadaran yang

Ika Dhamayanti, D0213050, POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM PEMBENTUKAN KEMBALI KONSEP DIRI (Studi Kualitatif Pola Komunikasi Pendamping Yayasan Sahabat Kapas dan Klien

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien serta alasan mereka memilih Rumah Sakit Setiabudi Medan dan mengetahui hubungan komunikasi

Penelitian ini berjudul Komunikasi Antarpribadi dan Motivasi Belajar (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Anak Pada Siswa Kelas

Pola komunikasi antara guru ngaji dengan remaja dalam membina akhlak remaja di yayasan At-Tibyan Kelurahan Mekarsari berdasarkan hasil penelitian yaitu pola komunikasi antarpribadi