Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri
(Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap
Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Kelurahan
Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen Ilmu Komunikasi
Diajukan Oleh :
Rika Oktavius Sitepu 050904023
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAKSI
Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri
(Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Kelurahan
Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan)
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana Komunikasi Antarpribadi Berpengaruh terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Penelitian ini menggunakan model S-O-R, yaitu Stimulus – Organisme – Respon. Model ini menggambarkan bahwa Stimulus dalam komunikasi antarpribadi mempengaruhi Organisme yang meliputi tiga tahap yaitu, perhatian, pengertian dan penerimaan, yang pada akhirnya menghasilkan Respon berupa pembentukan konsep diri.
Dalam kaitannya untuk mengenali diri sendiri dan orang lain, komunikasi antarpribadi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang. Terkait dengan pembentukannya, konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi dan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri. Konsep diri individu terbentuk melalui imajinasi individu tentang respon yang diberikan oleh orang lain melalui proses komunikasi.
Penelitian ini mengunakan sampel remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan yang berusia 11 sampai dengan 18 tahun. Remaja di Yayasan ini berjumlah 33 orang yang keseluruhannya dijadikan sampel dalam penelitian ini (Total Sampling). Data diperoleh melalui berbagai literatur serta kuesioner yang berisi 30 pertanyaan yang berkaitan dengan Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri Remaja. Kemudian data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa tabel tunggal, analisa tabel silang dan uji hipotesis. Alat uji data yang ddigunakan untuk menganalisa data pada penelitian ini adalah perangkat lunak SPSS 16.0.
Dari uji hipotesis dengan menggunakan rank Spearman melalui program SPSS 16.0 diperoleh hasil rs = 0,539, dengan tingkat signifikansi 0,01. Sesuai
dengan kaidah Spearman yaitu, rs > 0, maka hipotesis pada penelitian ini
diterima, yaitu terdapat pengaruh antara Komunikasi Antarpribadi dengan Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Selanjutnya untuk menguji tingkat signifikansi korelasi jika N > 10 digunakan rumus thiting pada tingkat signifikansi 0,05 yang hasilnya adalah 3,563, sementara nilai ttabel yaitu 2,021. Hasil thitung > nilai ttabel ini menunjukan adanya hubungan
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan, Sang Pencipta langit dan bumi, dari pada-Nyalah
segala hikmat dan pengetahuan yang ada di atas bumi, yang atas kasih, petunjuk
dan berkat-Nya peneliti akhirnya mampu menyelesaikan tulisan sederhana ini.
Rasa terimakasih yang tak terhingga juga peneliti tujukan kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tulisan ini. Teristimewa kepada
kedua orang tua peneliti yang terkasih, Timotius Sitepu dan Ratna Juita Tobing,
untuk segala doa dan nasehat serta dorongan moril dan materil yang selalu
menyertai peneliti. Untuk Rizky Fernando Sitepu dan Musa Anugrah Sitepu,
selanjutnya adalah giliran kalian. Terimakasih kepada seluruh keluarga besar
Sitepu dan Tobing yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan kepada
peneliti.
Penelitian ini disusun guna memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) dari Fakultas Ilmu Sosiall dan Ilmu
Politik, Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas Sumatera Utara. Dalam
penyusunan skripsi ini peneliti banyak mendapat bimbingan, bantuan dan nasehat
serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Amir Purba, MA, Ketua Departemen Ilmu Komunikasi
3. Bapak Drs. Mukti Sitompul, M.Si, Dosen Pembimbing yang telah banyak
memberikan masukan, bimbingan dan arahan kepada peneliti dalam
menyelesaikan tulisan ini.
4. Kepada Bapak Sumardi, Pimpinan Yayasan SOS Desa Taruna Medan,
terimakasih banyak atas kesempatan dan bantuan yang peneliti peroleh
dalam menyeselaikan tulisan ini.
5. Adik-adik di Yayasan SOS Desa Taruna Medan, Tina, Nova, Lisa, Grace,
Dene, Desi, Elvita, Fieter, Gordon, Vero, Deti, Gaby, Fitri, Kiki, Carol,
Sonya, Julwan, Sutris, Heri, Dedi, Inez, Endang, Febri, Febe, Hermina,
Jefri, Ridwan, Adi, Sartika, Redi, Gumawan, dan Putra. Terimakasih
untuk bantuan dan kerjasamanya. Sesungguhnya peneliti telah belajar
banyak tentang hidup dari kalian, tetap semangat, kasih Tuhan beserta
kalian.
6. Seluruh dosen Ilmu Komunikasi pada khususnya dan dosen FISIP USU
pada umumnya, yang selama ini telah banyak membagikan ilmunya
kepada peneliti.
7. Kak Cut dan Kak Maya yang banyak membantu peneliti dalam segala
urusan perkuliahan dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih banyak
untuk segala informasi dan bantuannya.
8. Untuk Yenni LM. Siahaan, S.Sos, Yenny Andriatika, S.Sos, Lilis S.
Turnip, S.Sos, Eva Regina, S.Sos, Sri Wulandari, S.Sos, Veri Sinaga,
S.Sos, terimakasih untuk segala bantuannya, untuk selanjutnya peneliti
9. Buat Iren, Nuri, Anit, Jimmy, Jefri, rekan-rekan seperjuangan peneliti,
tetap semangat untuk menyelesaikan skripsinya. Terimakasih untuk segala
canda, tawa dan ceria di bangku kuliah ini.
10. Drg. Sura Kencana PA dan T. Yordan HP, S.Sos, untuk waktu yang selalu
disediakan, untuk pengetahuan yang dibagikan, untuk doa yang selalu
menyemangati, untuk pintu Rumah Pintar Indonesia yang selalu terbuka,
skripsi ini selesai juga adalah berkat kalian.
11. Untuk kak Ruslinda D. Ginting, S.Psi, terimakasih untuk segala
bantuannya, peneliti akan kesulitan bila tanpa bantuan kakak. Sukses
untuk kuliah S-2 dan karir kakak.
12. Juliman Yasonasa Gea, ST atas ilmu SPSS lengkap beserta software-nya
yang sudah dibagikan pada peneliti. Juga untuk Kak Ruth dan Bang Todo,
semangat terus di RPI.
13. Endi Hamobiv Purba, Amd. Untuk segala bantuan dan dukungannya,
peneliti berterimakasih untuk kesabaran dan pengertian yang selama ini
telah diberikan.
14. Untuk Ochen, Batara, Novrida dan Lastri, akhirnya selesai juga tulisan
sederhana ini, terimakasih untuk waktu yang kita habiskan bersama.
Setelah ini kita berjuang di medan pertempuran lainnya. Semangat terus
teman-teman.
15. Seluruh keluarga di Sanggar Keluarga Binjai, terimakasih untuk doa dan
semangatnya.
16. Semua pihak yang belum tersebutkan diatas yang telah membantu peneliti
Peneliti menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaannya, untuk itu dengan
segala kerendahan hati peneliti berharap pembaca dapat memberikan kritik dan
saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan skripsi ini serta memperdalam
pengetahuan dan pengalaman peneliti. Semoga skripsi ini dapat memberikan
sumbangan pemikiran kepada pembaca.
Medan, September 2009
Peneliti,
DAFTAR ISI
BAB II URAIAN TEORITIS II.1. Komunikasi ... 25
II.1.1. Komunikasi ... II.1.2. Pengertian Komunikasi ... 25
II.1.3. Unsur-Unsur Komunikasi ... 27
II.2. Komunikasi Antarpribadi ... 31
II.2.1. Pengertian Komunikasi Antarpribadi ... 31
II.3. Konsep Diri ... 41
II.3.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 42
II.3.2. Dimensi-dimensi dalam Konsep Diri ... 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1. Metode Penelitian ... 55
III.2. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 55
III.2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 55
III.2.2. Yayasan SOS Desa Taruna ... 55
III.3.3. Deskripsi Singkat Yayasan... 63
III.4. Populasi dan Sampel ... 62
III.4.1. Populasi ... 62
III.4.2. Sampel ... 62
III.5. Teknik Pengumpulan Data ... 63
III.6. Teknik Analisis Data ... 64
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN IV.1. Pelaksanaan Pengumpulan Data di Lapangan ... 67
IV.2. Teknik Pengolahan Data ... 68
IV.3. Analisis Tabel Tunggal ... 69
IV.3.1. Karakteristik Responden ... 69
IV.3.2. Komunikasi Antarpribadi ... 72
IV.3.3. Pembentukan Konsep Diri ... 82
IV.4. Analisis Tabel Silang ... 92
IV.5. Uji Hipotesa ... 109
IV.6. Pembahasan ... 112
V.2. Saran ... 114
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
Tabel 1. : Operasional Variabel ... 18
Tabel 2. : Perilaku Defensif dan Suportif dari Jack Gibb ... 32
Tabel 3. : Karakteristik Sikap Terbuka dan Sikap Tertutup ... 39
Tabel 4.1. : Jenis Kelamin Responden ... 70
Tabel 4.2. : Usia Responden ... 70
Tabel 4.3. : Tingkat Pendidikan Responden ... 71
Tabel 4.4. : Lama Responden Menempati Yayasan ... 71
Tabel 4.5. : Kemampuan Responden Untuk Menerima Pendapat Orang Lain ... 72
Tabel 4.6. : Kemampuan Responden dalam Memahami Perasaan Orang Lain ... 72
Tabel 4.7. : Kemampuan Responden untuk Berterus Terang dalam Berkomunikasi dengan Orang Lain... 73
Tabel 4.8. : Kemampuan Responden dalam Menyampaikan Perasaan/ Pendapat Kepada Orang Lain ... 74
Tabel 4.9. : Kesenangan/ Keinginan Responden untuk Berdiskusi dengan Orang Lain dalam Memecahkan Masalah ... 74
Tabel 4.10. : Kemampuan Responden untuk Bersikap Jujur ... 75
Tabel 4.11. : Kemampuan Responden dalam Berempati kepada Orang Lain ... 76
Tabel 4.12. : Kemampuan Responden dalam Memperlakukan Orang Lain secara Sederajat ... 76
Tabel 4.13. : Kesediaan Responden untuk Mengakui Kesalahannya ... 77
Tabel 4.14. : Kemampuan Responden dalam Menilai Pesan secara Objektif ... 78
Tabel 4.15. : Kemampuan Responden dalam Bersikap Netral ... 78
Tabel 4.16. : Kemampuan Responden dalam Menerima Masukan dari Orang lain ... 79
Tabel 4.17. : Kesediaan Responden dalam Mencari Informasi Baru dari Orang Lain ... 80
Tabel 4.18. : Kemampuan Responden dalam Menerima Kritik dari Orang Lain ... 80
Tabel 4.19. : Kesediaan Responden dalam Menerima Perbedaan dengan Orang Lain ... 81
Tabel 4.20. : Tingkat Pengetahuan Responden tentang Identitas Dirinya ... 82
Tabel 4.22. : Kemampuan Responden dalam Berperilaku sesuai
dengan Peranan dan Identitasnya ... 83 Tabel 4.23. : Tingkat Kesenangan Responden dalam Melakukan
Peran dan Tanggung Jawabnya ... 84 Tabel 4.24. : Penilaian Responden Mengenai Kesesuaian antara
Identitas dan Perilakunya ... 84 Tabel 4.25. : Kepuasan Responden terhadap Diri Sendiri ... 85 Tabel 4.26. : Tingkat Keseringan Responden Merasa
Kurang Percaya Diri akan Keadaan Fisiknya ... 86 Tabel 4.27. : Penilaian Responden terhadap Penampilannya ... 87 Tabel 4.28. : Penilaian Responden terhadap Dirinya Ditinjau dari
Segi Moral ... 87 Tabel 4.29. : Kemampuan Responden dalam Menerima Diri
secara Apa Adanya ... 88 Tabel 4.30. : Keinginan Responden untuk Menjadi Orang Lain/
Pribadi Lain... 89 Tabel 4.31. : Penilaian Responden akan Penerimaan oleh Keluarga ... 89 Tabel 4.32. : Kedekatan Responden dengan Seluruh Keluarga ... 90 Tabel 4.33. : Penilaian Responden terhadap Kenyamanan Lingkungan
Tempat Tinggalnya ... 91 Tabel 4.34. : Tingkat Kedekatan Responden dengan Teman-temannya ... 91 Tabel 4.35. : Hubungan Antara Kemampuan dalam bersikap Netral
dengan Pengetahuan tentang Identitas Diri ... 94 Tabel 4.36. : Hubungan antara Kemampuan untuk Menilai Pesan
secara Objektif dengan Kesadaran Berperilaku sesuai
dengan Peran dan Tanggung Jawab ... 95 Tabel 4.37. : Hubungan Antara Kemampuan Memperlakukan Orang
Lain secara Sederajat dengan Kepuasan Menjadi Diri
Sendiri ... 97 Tabel 4.38. : Hubungan Antara Kemampuan Menyampaikan Perasaan
dengan Rasa Kurang Percaya Diri ... 99 Tabel 4.39. : Hubungan Antara Kesediaan Mengakui Kesalahan
dengan Penilaian Moral Diri ... 101 Tabel 4.40. : Hubungan antara Kemampuan Menerima Kritik
dengan Kemampuan Menerima Keadaan Diri secara
Apa Adanya ... 103 Tabel 4.41. : Hubungan Antara Kemampuan Memahami Perasaan
orang Lain dengan Kedekatan dengan Seluruh
Keluarga ... 105 Tabel 4.42. : Hubungan Antara Kesenangan untuk Berdiskusi
ABSTRAKSI
Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri
(Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Kelurahan
Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan)
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana Komunikasi Antarpribadi Berpengaruh terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Penelitian ini menggunakan model S-O-R, yaitu Stimulus – Organisme – Respon. Model ini menggambarkan bahwa Stimulus dalam komunikasi antarpribadi mempengaruhi Organisme yang meliputi tiga tahap yaitu, perhatian, pengertian dan penerimaan, yang pada akhirnya menghasilkan Respon berupa pembentukan konsep diri.
Dalam kaitannya untuk mengenali diri sendiri dan orang lain, komunikasi antarpribadi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang. Terkait dengan pembentukannya, konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi dan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri. Konsep diri individu terbentuk melalui imajinasi individu tentang respon yang diberikan oleh orang lain melalui proses komunikasi.
Penelitian ini mengunakan sampel remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan yang berusia 11 sampai dengan 18 tahun. Remaja di Yayasan ini berjumlah 33 orang yang keseluruhannya dijadikan sampel dalam penelitian ini (Total Sampling). Data diperoleh melalui berbagai literatur serta kuesioner yang berisi 30 pertanyaan yang berkaitan dengan Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri Remaja. Kemudian data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa tabel tunggal, analisa tabel silang dan uji hipotesis. Alat uji data yang ddigunakan untuk menganalisa data pada penelitian ini adalah perangkat lunak SPSS 16.0.
Dari uji hipotesis dengan menggunakan rank Spearman melalui program SPSS 16.0 diperoleh hasil rs = 0,539, dengan tingkat signifikansi 0,01. Sesuai
dengan kaidah Spearman yaitu, rs > 0, maka hipotesis pada penelitian ini
diterima, yaitu terdapat pengaruh antara Komunikasi Antarpribadi dengan Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Selanjutnya untuk menguji tingkat signifikansi korelasi jika N > 10 digunakan rumus thiting pada tingkat signifikansi 0,05 yang hasilnya adalah 3,563, sementara nilai ttabel yaitu 2,021. Hasil thitung > nilai ttabel ini menunjukan adanya hubungan
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terelakkan dalam kehidupan
sehari-hari. Komunikasi memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia.
Hampir setiap saat kita bertindak dan belajar dengan dan melalui komunikasi.
Komunikasi merupakan medium penting bagi pembentukan atau pengembangan
pribadi untuk kontak sosial. Melalui komunikasi seseorang tumbuh dan belajar,
menemukan pribadi diri sendiri dan orang lain, kita bergaul, bersahabat,
bermusuhan, mencintai atau mengasihi orang lain, membenci orang lain dan
sebagainya.
Ada beberapa bentuk komunikasi yang saat ini kita kenal, salah satunya
adalah komunikasi antarpribadi. Sebagian besar komunikasi yang kita lakukan
berlangsung dalam situasi komunikasi antarpribadi. Situasi komunikasi
antarpribadi ini bisa kita temui dalam konteks kehidupan dua orang, keluarga,
kelompok maupun organisasi.
Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan jalinan hubungan
interaktif antara seorang individu dan individu lain di mana lambang-lambang
pesan secara efektif digunakan, terutama lambang-lambang bahasa. Penggunaan
lambang-lambang bahasa verbal, terutama yang bersifat lisan di dalam kenyataan
kerapkali disertai dengan bahasa isyarat terutama gerak atau bahasa tubuh (body
kepala. Komunikasi antara pribadi umumnya dipahami lebih bersifat pribadi
(private) dan berlangsung secara tatap muka (face to face).
Komunikasi antarpribadi mempunyai berbagai macam manfaat. Melalui
komunikasi antarpribadi kita bisa mengenal diri sendiri dan orang lain,
mengetahui dunia luar dan dapat menjalin hubungan yang lebih bermakna.
Melalui komunikasi antarpribadi kita bisa melepaskan ketegangan, memperoleh
hiburan dan menghibur orang lain. Komunikasi antarpribadi juga dapat digunakan
untuk mengubah nilai-nilai dan sikap seseorang. Singkatnya komunikasi
antarpribadi mempunyai berbagai macam kegunaan.
Dalam kaitannya untuk mengenali diri sendiri dan orang lain, komunikasi
antarpribadi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang.
Terkait dengan pembentukannya, konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi
dan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri.
Konsep diri individu terbentuk melalui imajinasi individu tentang respon yang
diberikan oleh orang lain melalui proses komunikasi.
Diri pribadi adalah suatu ukuran kualitas yang memungkinkan seseorang
untuk dianggap dan dikenali sebagai individu yang berbeda dengan individu
lainnya. Kualitas yang membuat seseorang memiliki kekhasan sendiri sebagai
manusia ini, tumbuh dan berkembang melalui interaksi sosial, yaitu
berkomunikasi dengan orang lain. Individu tidak dilahirkan dengan membawa
kepribadian. Pengalaman dalam kehidupan akan membentuk diri pribadi setiap
manusia, tetapi setiap orang juga harus menyadari apa yang sedang terjadi dan apa
dasarnya adalah suatu proses persepsi yang ditujukan pada dirinya sendiri yang
kemudian kita sebut sebagai konsep diri.
Konsep diri sangat erat kaitannya dengan diri individu. Kehidupan yang
sehat, baik fisik maupun psikologi salah satunya di dukung oleh konsep diri yang
baik dan stabil. Konsep diri adalah hal-hal yang berkaitan dengan ide, pikiran,
kepercayaan serta keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu tentang
dirinya. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan individu dalam membina
hubungan interpersonal. Meski konsep diri tidak langsung ada, begitu individu di
lahirkan, tetapi secara bertahap seiring dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan individu, konsep diri akan terbentuk karena pengaruh
ligkungannya. Selain itu konsep diri juga akan dipelajari oleh individu melalui
kontak dan pengalaman dengan orang lain termasuk berbagai stressor yang dilalui
individu tersebut. Hal ini akan membentuk persepsi individu terhadap dirinya
sendiri dan penilaian persepsinya terhadap pengalaman akan situasi tertentu.
Di era yang modern ini sangatlah penting bagi setiap individu untuk
memahami maupun mengenal konsep diri, terutama bagi kaum remaja yang
belum begitu stabil keadaan psikologisnya. Di tengah kehidupan sosial dan
kepungan media yang senantiasa menawarkan berbagai nilai, remaja harus dapat
memahami dengan baik konsep dirinya, karena melalui pemahaman terhadap
konsep diri, seorang remaja dapat mengenal siapa dirinya yang sebernarnya,
seperti apakah dia, dan bagaimana cara dia menjaga diri serta memperbaiki diri
menjadi lebih baik lagi. Masa remaja memang masa yang menyenangkan
sekaligus masa yang tersulit dalam hidup seseorang. Di masa ini seorang anak
Umumnya anak terutama dalam fase usia remaja mulai mengalami
kesulitan dalam proses menemukan jati diri dan penyesuaian diri terhadap
lingkungannya. Tidak jarang berbagai masalah dapat timbul, seperti kenakalan
remaja, kekerasan, penggunaan obat terlarang dan dan perilaku menyimpang
lainnya. Dengan keluarga yang lengkap sekalipun, seringkali juga seorang anak
masih terganggu proses pembentukan konsep diri positifnya, terlebih jika anak
tersebut berasal dari latar belakang keluarga yang kurang beruntung seperti
anak-anak broken home, anak-anak-anak-anak dari keluarga yatim dan/atau piatu dan yang berasal
dari ekonomi yang tidak mampu. Rasa minder atau kurang percaya diri kerap kali
menjadi hambatan utama dalam cara menilai dirinya sendiri, belum lagi jika
remaja tersebut tinggal dalam lingkungan sosial yang kurang baik, seperti jalanan
misalnya. Akan sangat mudah bagi mereka terpengaruh dengan lingkungannya.
Masalah kenakalan remaja dan anak jalanan telah menjadi polemik
tersendiri bagi bangsa Indonesia. Pemerintah dan berbagai pihak lembaga sosial
independen telah mengupayakan berbagai cara untuk mengatasinya, baik melalui
pendirian berbagai sarana dan prasarana bagi mereka, seperti rumah singgah atau
panti asuhan, fasilitas pendidikan dan pelatihan juga disiapkan untuk menciptakan
suasana dan lingkungan yang baik, produktif serta kondusif bagi anak dan remaja
yang kurang beruntung. Salah satu yayasan sosial independen yang peduli dan
concern terhadap masalah anak di Indonesia adalah Yayasan SOS Desa Taruna.
SOS Desa Taruna adalah sebuah yayasan sosial independen non-politik
yang berkarya bagi anak-anak dengan pola pengasuhan anak jangka panjang
berbasis keluarga. konsep SOS Desa Taruna membantu mengasuh dan memberi
berasal dari latar belakang suku, agama dan ras yang berbeda. Yayasan ini
memberi kembali kasih sayang melalui rumah tinggal, keluarga, dan kehidupan
yang memadai agar kelak mereka memiliki kehidupan yang mandiri.
Tahun 1972, SOS didirikan pertama di kota Lembang, Jawa Barat, yang
lebih dikenal dengan nama SOS Desa Taruna. Pendiri yayasan tersebut adalah Dr.
Agus Prawoto. Hingga saat ini Indonesia memiliki delapan buah SOS Desa
Taruna, yaitu di Lembang, Jakarta (Cibubur), Semarang, Bali (Tabanan), Flores
(Maumere), Medan, Melaboh dan Banda Aceh. Ketiga desa terakhir dibangun
sebagai hasil uluran kasih SOS Kinderdorf International beserta sejumlah
organisasi/perusahaan swasta, baik luar negeri maupun dalam negeri, sebagai
donatur bagi pembangunannya. Yayasan ini berkarya bagi anak-anak yatim piatu,
terlantar atau yang keluarganya tidak mampu mengasuh mereka. Mereka
memberikan kesempatan kepada anak-anak ini untuk membangun hubungan yang
langgeng dalam sebuah keluarga. Pendekatan melalui sebuah keluarga di SOS
Desa taruna ini didasarkan pada empat prinsip yaitu : setiap anak membutuhkan
seorang Ibu, tumbuh secara alamiah dengan kakak dan adik, di dalam rumah
mereka sendiri, dan di dalam lingkungan desa yang mendukungnya. Setiap desa
terdiri dari 12-15 rumah dan tiap-tiap rumah ditinggali oleh seorang Ibu Pengasuh,
dengan 8-10 anak dengan rentang usia berjenjang, mulai dari bayi hingga SMA.
Situasi dan keadaan di tempat ini diciptakan semirip mungkin dengan
keadaan keluarga pada umumnya, berbagai fasilitas dan sarana juga disiapkan
guna menunjang bakat dan prestasi setiap anak, namun tetap saja dapat ditemui
diri. Beberapa diantara mereka masih sulit untuk terbuka dalam berkomunikasi
dan masih kurang percaya diri.
Berdasarkan latar belakang masalah inilah, maka peneliti merasa tertarik
untuk meneliti sejauhmana pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap
pembentukan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
“Sejauhmana pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap pembentukan
konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan?”
3. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga
dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan
diteliti. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut
1. Yang dimaksud dengan komunikasi antarpribadi dibatasi pada
faktor-faktor komunikasi yang mempengaruhi hubungan antarpribadi seperti
sikap percaya, sikap suportif dan sikap terbuka.
2. Yang dimaksud dengan konsep diri dibatasi pada dua dimensi yaitu :
- dimensi internal yang terdiri atas tiga bentuk yaitu ; diri
identitas, diri pelaku, dan diri penerimaan.
- dimensi eksternal yang terdiri atas lima bentuk yaitu ; diri fisik,
3. Objek penelitian ini adalah terbatas pada remaja di Yayasan SOS
Medan, yang berusia 11 s/d 17 tahun (SMP s/d SMA).
4. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2009.
4. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kecakapan komunikasi antarpribadi remaja di
Yayasan SOS Desa Taruna Medan.
2. Untuk mengetahui konsep diri yang dimiliki oleh remaja di Yayasan
SOS Desa Taruna Medan.
3. Untuk mengetahui pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap
pembentukan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan.
Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam Ilmu Komunikasi khususnya yang
berkaitan dengan Komunikasi Antarpribadi.
2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
khasanah penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan/kontribusi yang positif bagi pihak Yayasan SOS Desa Taruna
5. Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir
dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka
teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana
masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995:39).
Kerlinger menyatakan teori merupakan himpunan konstruk (konsep),
defenisi, dan proposisi yang menemukakan pandangan sistematis tentang gejala
dengan menggambarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan
meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004:6). Adapun teori-teori yang dianggap
relevan dalam penelitian ini adalah :
5.1 Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication berasal dari
bahasa Latin : Communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti
sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna (Effendy, 2003 : 9).
Rumusan komunikasi yang sangat dikenal orang adalah rumusan yang
dibuat oleh Harold Laswell. Menurut Laswell (Mulyana, 2002 : 62) komunikasi
adalah : “who says what in which chanell to whom with what effect”. Jadi, jika
dipilah-pilahkan akan terdapat lima unsur atau komponen di dalam komunikasi,
yaitu :
Siapa yang mengatakan komunikator (communicator)
Apa yang dikatakan pesan (message)
Media apa yang digunakan media (channel)
Akibat yang terjadi efek (effect)
Jadi, berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang
menimbulkan efek tertentu.
5.2 Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses sosial dimana
orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh DeVito (1976) bahwa, komunikasi antarpribadi merupakan
pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek
dan umpan balik yang langsung.
Menurut Evert M. Rogers (Liliweri, 1991:13) ada beberapa ciri
komunikasi antarpribadi, yaitu:
1. Arus pesan dua arah.
2. Konteks komunikasi adalah tatap muka.
3. Tingkat umpan balik yang tinggi.
4. Kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas yang tinggi.
5. Kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban.
6. Efek yang terjadi antara lain perubahan sikap.
Asumsi dasar komunikasi antarpribadi adalah bahwa setiap orang yang
berkomunikasi akan membuat prediksi pada data psikologis tentang efek atau
perilaku komunikasinya, yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan
memberikan reaksinya. Jika menurut persepsi komunikator reaksi komunikan
Menurut Jalaluddin Rakhmat (Rakhmat, 2005:129) dalam bukunya
Psikologi Komunikasi menjelaskan bahwa, pola-pola komunikasi antarpribadi
(interpersonal) mempunyai efek yang berlainan pada hubungan antarpribadi.
Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering orang melakukan komunikasi
antarpribadi dengan orang lain, makin baik hubungan mereka. Bila diantara
komunikator dan komunikan berkembang sikap curiga, maka makin sering
mereka berkomunikasi makin jauh jarak yang timbul. Yang menjadi soal bukanlah
berapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan.
Ada beberapa faktor yang dapat menumbuhkan hubungan antarpribadi yang baik,
yaitu : sikap percaya, sikap suportif dan terbuka.
Percaya (trust), menentukan efektivitas komunikasi. Secara ilmiah
percaya didefenisikan sebagai mengandalkan perilaku orang untuk mencapai
tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang
penuh resiko (Griffin, 1967:224-234). Menurut Johnson (1981), mempercayai
meliputi membuka diri dan rela menunjukkan penerimaan dan dukungan kepada
orang lain. Ada tiga faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya atau
mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada sikap saling percaya, yaitu ;
menerima, empati dan kejujuran.
Sikap Suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam
komunikasi. Orang bersikap defensif bila ia tidak menerima, tidak jujur, dan tidak
empatis. Sudah jelas dengan sikap defensif, komunikasi interpersonal akan gagal ;
karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang
ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami pesan orang lain.
deskripsi, orientasi masalah, spontanitas, empati, persamaan, dan
provisionalisme.
Sikap Terbuka (open-mindedness) amat besar pengaruhnya dalam
menumbuhkan komunikasi antarpribadi yang efektif. Karakteristik sikap terbuka
adalah sebagai berikut ;
- Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika
- Membedakan suasana dengan mudah, melihat nuansa.
- Mencari informasi dari berbagai sumber
- Lebih bersifat provisionalisme dan bersedia mengubah kepercayaannya
- Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian
kepercayaannya.
Bersama-sama dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka
mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai dan yang paling
penting dapat saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal melalui
komunikasi yang dilakukan.
5.3 Konsep Diri
Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya,
yang dibentuk melalui pegalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi
dengan lingkungannya. Fitts (1971) membagi konsep diri dalam dua dimensi,
a. Dimensi Internal
Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of
reference) adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri
berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk :
1. Diri Identitas (Identity self)
Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri
dan mengacu pada pertanyaan, “Siapakah saya?” dalam pertanyaan
tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri
(self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan
dirinya dan membangun identitasnya.
2. Diri Pelaku (Behavioral self)
Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya yang
berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”.
3. Diri Penerimaan/Penilai (Judging self)
Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator.
Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri dan
identitas pelaku.
b. Dimensi Eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas
sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi
eksternal terbagi atas lima bentuk yaitu :
1. Diri Fisik (physical self)
Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara
(cantik, jelek, menarik, tidak menarik, tinggi, pendek, gemuk, kurus dan
sebagainya).
2. Diri Etik-moral (moral-ethical self)
Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari
pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi
seseorang mengenai hubungannya dengan Tuhan, kepuasan seseorang
akan kehidupan agamanya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang
meliputi batasan baik dan buruk.
3. Diri Pribadi (personal self)
Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan
pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan
dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauhmana ia merasa dirinya
sebagai pribadi yang tepat.
4. Diri Keluarga (family self)
Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam
kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan
seberapa jauh seseorang merasa dekat terhadap dirinya sebagai anggota
dari suatu keluarga.
5. Diri Sosial (social self)
Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan
orang lain maupun lingkungan di sekitarnya.
Seluruh bagian diri ini, baik internal maupun eksternal, saling berinteraksi dan
5.4 Remaja
Secara sederhana remaja didefenisikan sebagai periode transisi antara
masa anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau jika
seseorang sudah menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah
tersinggung perasaannya dan sebagainya.
Pada tahun 1974, WHO memberikan defenisi tentang remaja yang lebih
bersifat konseptual. Dalam defenisi tersebut dikemukakan 3 kriteria, yaitu
biologik, psikologik dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap defenisi tersebut
berbunyi sebagai berikut :
1. individu berkembang dari saat ia pertama kali menunjukkan
tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual (biologik).
2. individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi
dari kanak-kanak menjadi dewasa (psikologik).
3. terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (sosial-ekonomi).
Pada tahun-tahun berikutnya, defenisi ini makin berkembang ke arah yang
lebih kongkret operasional. WHO kemudian menetapkan batas usia 10-20 tahun
sebagai batasan usia remaja (Sarwono, 2004: 9).
5.5 Teori S-O-R
S-O-R adalah singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Menurut teori
Maksudnya adalah keadaan internal organisme berfungsi menghasilkan respon
tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula.
Prof. Dr. Mar’at (Effendy, 2003 : 253), dalam bukunya “Sikap Manusia,
Perubahan, serta Pengukurannya” mengutip pendapat Hovland, Janis, dan Kelly
yang mengatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru, ada tiga variabel
penting, yaitu
a. Perhatian
b. Pengertian
c. Penerima
Dari uraian diatas, maka proses komunikasi S-O-R dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
(Effendy, 2003 : 253)
Jika substansi teori diatas dihubungkan dengan penelitian mengenai
komunikasi antarpribadi dan pembetikan konsep diri remaja di Yayasan SOS
Desa Taruna Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, maka
hubungannya dengan teori S-O-R dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Stimulus (pesan) yang dimaksud adalah komunikasi antarpribadi
2. Organisme (komunikan) yang menjadi sasaran adalah remaja di Yayasan SOS
Desa Taruna Medan.
Stimulus
Respon Organisme :
Perhatian
Pengertian
3. Respon (efek) yang dimaksud adalah pembentukan konsep diri remaja di
Yayasan Save Our Soul (SOS) Desa Taruna, Kelurahan Tanjung Selamat,
Kecamatan Medan Tuntungan, Medan.
6. Kerangka Konsep
Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang
bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan
dapat mengantarkan pada perumusan hipotesa (Nawawi, 1995 : 40 ).
Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti
yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak
kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu
sosial (Singarimbun, 1995 : 57).
Jadi kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam
menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah
yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka
harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.
Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Variabel Bebas (X)
Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan
atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur lain
(Nawawi, 2001: 56). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komunikasi
b. Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat adalah suatu variabel yang merupakan akibat atau yang
dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya (Rakhmat, 2004 : 12). Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah pembentukkan konsep diri remaja di Yayasan
SOS Desa Taruna Medan.
c. Variabel Antara (Z)
Variabel antara yang berada diantara variabel bebas dan variabel terikat, berfungsi
sebagai penguat atau pelemah hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat
tersebut. Variabel antara dalam penelitian ini adalah karakteristik responden.
7. Model Teoritis
Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan
dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut :
+
8. Operasional Variabel
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas,
maka dibuat operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian
penelitian ini, yaitu :
Variabel Bebas (X)
Komunikasi Antarpribadi
Variabel Terikat (Y)
Konsep Diri Remaja
Variabel Antara (Z)
Tabel 1 Operasional Variabel
Variabel Teoritis Variabel Operasional
Komunikasi Antarpribadi (X)
a. Menilai pesan secara objektif b. Membedakan suasana dengan mudah
c. Berorientasi pada isi
d. Mencari informasi dari berbagai sumber
e. Bersifat provisonalisme
f. Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya
Konsep diri (Y)
1. Dimensi Internal
a. Diri Identitas (Identity Self) b. Diri Pelaku (Behavioral Self) c. Diri Penilai (Judging self) 2. Dimensi eksternal
a. Diri Fisik (Physical Self)
b. Diri Etik-Moral (Moral-Ethical
Self)
c. Diri Pribadi (Personal Self) d. Diri keluarga (Family Self) e. Diri Sosial (Social Self)
Karakteristik Responden (Z)
a. Jenis kelamin b. Usia
c. Pendidikan
d. Lama waktu tinggal di Yayasan
9. Defenisi Variabel Operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep
suatu petunjuk pelaksanaan menganai cara-cara untuk mengukur
variabel-variabel. Definisi operasional juga merupakan suatu informasi alamiah yang amat
membantu peneliti lain yang akan menggunakan variabel yang sama
(Singarimbun, 1995 : 46).
Definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :
a. Variabel Bebas (Komunikasi Antarpribadi) terdiri dari :
1. Percaya : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam
membuka diri dan menunjukkan penerimaan dan
dukungan kepada orang lain.
a. Menerima : adalah kemampuan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna
Medan dalam berhubungan dengan orang lain yang
menerima orang lain apa adanya, dan memandang orang
lain secara realistis.
b. Empati : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam
memahami perasaan orang lain
c. Kejujuran : sikap pengungkapan yang dilakukan secara benar, apa
adanya dan tidak pura-pura oleh remaja di Yayasan SOS
Desa Taruna Medan.
2. Sikap Suportif : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan yang
tidak defensif dalam berkomunikasi, dapat menerima,
jujur dan empatis.
a. Deskripsi : penyampaian perasaan dan persepsi yang dilakukan oleh
remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan secara
b. Orientasi Masalah : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam
mengkomunikasikan keinginan untuk bekerja sama
mencari pemecahan masalah.
c. Spontanitas : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan jujur
dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam.
d. Empati : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam
memahami perasaan orang lain
e. Persamaan : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam
memperlakukan remaja lain secara horizontal dan
demokratis.
f. Provisionalisme : kesediaan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan
untuk meninjau kembali pendapat, untuk mengakui
bahwa pendapatnya itu mungkin salah.
3. Sikap Tebuka : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam
menerima dan memberi informasi kepada orang lain.
a. Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika
yaitu : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam menerima
pesan secara objektif, dan mengevaluasinya berdasarkan logika bukan
berdasarkan perasaannya terhadap sumber pesan (komunikator).
b. Membedakan suasana dengan mudah
yaitu : kemampuan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan untuk dapat
berpikir dan membedakan antara benar dan salah serta mampu berdiri
c. Berorientasi pada isi
yaitu : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam mengkaji dan
menerima pesan yang diterimanya berdasarkan isi dari pesan tersebut
bukan berdasarkan siapa yang menyampaikan pesan tersebut.
d. Mencari informasi dari berbagai sumber
yaitu : kesediaan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam mencari
informasi dan mengembangkan kerangka berpikirnya dari berbagai
sumber baru, bukan hanya dari pihak-pihak yang terdekat saja.
e. Bersifat provisional
yaitu : kesediaan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam menerima
saran dan kritik dari orang lain seta mau mengubah pendapat atau
keyakinannya bila terdapat bukti dan fakta yang cukup.
f. Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya
yaitu : kesediaan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam menerima
pandangan dan mencoba mengerti orang lain dalam menghadapi
benturan gagasan/pendapat dengan orang lain.
b. Variabel Terikat (Konsep Diri) terdiri dari :
1. Dimensi Internal : penilaian yang dilakukan oleh remaja di Yayasan SOS
Desa Taruna Medan terhadap dirinya sendiri berdasarkan
dunia di dalam dirinya
a. Diri Identitas (Identity Self) : label-label dan simbol-simbol yang diberikan
pada diri (self) oleh remaja di Yayasan SOS
Desa Taruna Medan untuk menggambarkan
b. Diri Pelaku (Behavioral Self) : persepsi remaja di Yayasan SOS Desa Taruna
Medan, tentang tingkah lakunya yang
berisikan segala kesadaran mengenai apa yang
dilakukan oleh diri sendiri, menyangkut peran
dan tanggung jawabnya.
c. Diri Penilai (Judging self) : diri penilai berfungsi sebagai pengamat,
penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya
adalah sebagai perantara (mediator) antara diri
remaja dan identitasnya sebagai pelaku di
Yayasan SOS Desa Taruna Medan.
2. Dimensi eksternal : dimensi dimana remaja Yayasan SOS Desa Taruna
Medan menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas
sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di
luar dirinya.
a. Diri Fisik (Physical Self) : persepsi remaja di Yayasan SOS Desa
Taruna Medan, terhadap keadaan diri
secara fisik.
b. Diri Etik-Moral (Moral-Ethical Self) : persepsi remaja di Yayasan SOS Desa
Taruna Medan terhadap dirinya dilihat
dari pertimbangan nilai moral dan
etika.
c. Diri Pribadi (Personal Self) : persepsi remaja Yayasan SOS Desa
Taruna Medan tentang keadaan
d. Diri keluarga (Family Self) : perasaan dan harga diri remaja di Yayasan
SOS Desa Taruna Medan dalam
kedudukannya sebagai anggota keluarga.
e. Diri Sosial (Social Self) : penilaian remaja di Yayasan SOS Desa
Taruna Medan, terhadap interaksi dirinya
dengan orang lain maupun lingkungan di
sekitarnya.
c. Variabel Antara (Karakteristik Responden)
Karakteristik responden merupakan ciri khas yang dimiliki oleh setiap
individu yang berbeda satu dengan individu lain.
a. Usia : Umur responden saat mengisi kuesioner, digolongkan
atas remaja awal (11-14 tahun) dan remaja
pertengahan (15-18 tahun)
b. Jenis Kelamin : Penggolongan sex responden, yakni laki-laki dan
perempuan
c. Tingkat Pendidikan : Latar belakang pendidikan responden, SMP dan SMA
10.Hipotesis
Secara etimologis hipotesis dibentuk dari dua kata, yaitu hypo dan thesis.
Hypo berarti kurang dan thesis berarti pendapat. Jadi hipotesis merupakan
kesimpulan yang belum sempurna, sehingga disempurnakan dengan membuktikan
kebenaran hipotesis yaitu dengan menguji hipotesis dengan data di lapangan
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Ho : tidak terdapat pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap
pembentukan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna
Medan.
Ha : terdapat pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap
pembentukan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna
BAB II
URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi
II.1.1 Pengertian Komunikasi
Pengertian komunikasi dapat diartikan menurut pandangan yang berbeda.
Ada yang berpendapat bahwa komunikasi adalah sebuah proses penyampaian
pesan dari komunikator kepada komunikan melalui saluran tertentu. Ada pula
yang menyebut komunikasi sebagai suatu proses penyampaian pesan (berupa
lambang, suara, gambar, dan lain-lain) dari suatu sumber kepada sasaran
(audience) dengan menggunakan saluran tertentu. Hal ini dapat digambarkan
melalui sebuah percakapan misalnya sebagai bentuk awal dari sebuah komunikasi.
Orang yang sedang berbicara adalah sumber (source) dari komunikasi atau
dengan istilah lain disebut komunikator. Orang yang mendengarkan disebut
sebagai audience, sasaran, pendengar, atau komunikan. Apa yang disampaikan
oleh orang yang sedang berbicara disebut sebagai pesan, sementara kata-kata yang
disampaikan melalui udara disebut sebagai saluran atau channel.
“Komunikasi berasal dari kata-kata (bahasa) Latin communis yang berarti
umum (common) atau bersama. Apabila kita berkomunikasi, sebenarnya kita
sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan (commonness) dengan
seseorang. Yaitu kita berusaha berbagi informasi, ide, atau sikap” (Suprapto,
2006:4).
Jadi, kalau ada dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam
bentuk perbincangan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada
dipergunakan dalam perbincangan itu belum tentu menimbulkan kesamaan
makna. Dengan kata lain, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna
yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa perbincangan kedua orang tadi dapat
dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya, selain mengerti bahasa ynag
dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang diperbincangkan.
Akan tetapi, pengertian komunikasi yang dipaparkan diatas sifatnya sariah,
dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan
makna antara dua pihak ynag terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan
komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti, tetapi juga
persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima paham atau keyakinan,
melakukan kegiatan atau perbuatan, dan lain-lain (Effendy, 2006:9).
Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sebuah komunikasi
yang efektif adalah komunikasi yang berhasil melahirkan kebersamaan
(commonness); kesepahaman antara sumber (source) dengan penerima
(audience/receiver). Sebuah komunikasi akan benar-benar efektif apabila
audience menerima pesan, pengertian, dan lain-lain yang sama seperti apa yang
dikehendaki oleh si pengirim pesan.
Wilbur Schram menampilkan apa yang ia sebut “The Condition of success
in communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan
agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki. Kondisi tersebut
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat
2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang
sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.
3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan
beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
4. Pesan harus menyampaikan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi
yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia
digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.
II.1.2 Unsur-Unsur Komunikasi
Dari pengetian komunikasi yang telah dikemukakan, maka jelas bahwa
komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang
menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya
komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media,
penerima, dan efek. Unsur-unsur ini juga bisa disebut komponen atau elemen
komunikasi. Untuk itu, kita perlu mengetahui unsur-unsur komunikasi (Cangara,
2002: 23-27).
Adapun unsur-unsur komunikasi adalah sebagai berikut :
1. Sumber
Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat
atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antarmanusia, sumber bisa terdiri dari
satu orang, tetapi juga bisa dalam bentuk kelompok misalnya, partai, organisasi,
atau lembaga. Sumber sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa
2. Pesan
Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang
disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara
tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan,
hiburan, informasi, nasihat, atau propaganda. Dalam bahasa Inggris pesan
biasanya diterjemahkan dengan kata message, content, atau information.
3. Media
Media yang dimaksud disini ialah alat yang digunakan untuk
memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa pendapat
mengenai saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media bisa
bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi antarpribadi pancaindera
dianggap sebagai media komunikasi. Selain indera manusia, ada juga saluran
komunikasi seperti surat, telepon, telegram yang digolongkan sebagai media
komunikasi antarpribadi.
Dalam komunikasi massa, media adalah alat yang dapat menghubungkan
antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, dimana setiap orang dapat
melihat, membaca dan mendengarnya. Media dalam komunikasi massa dapat
dibedakan atas dua macam, yakni media cetak dan media elektronik. Media cetak
seperti halnya surat kabar, majalah, buku, brosur, stiker, buletin, poster, spanduk
dan sebagainya. Sedangkan media elektronik antara lain : radio, film, televisi,
4. Penerima
Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh
sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk
kelompok, partai atau negara.
Penerima adalah elemen penting dalam komunikasi, karena dialah yang
menjadi sasaran dari komunikasi. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima,
akan menimbulkan berbagai macam masalah yang seringkali menuntut perubahan,
apakah pada sumber, pesan, atau media.
5. Pengaruh
Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan,
dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan.
Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tinglah laku seseorang (De
Fleur, 1982). Karena itu, pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan
keyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat
penerimaan pesan.
6. Tanggapan Balik
Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu
bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya
umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski
pesan belum sampai pada penerima. Misalnya sebuah konsep surat yang
memerlukan perubahan sebelum dikirim, atau alat yang digunakan untuk
menyampaikan pesan itu mengalami gangguan sebelum sampai kepada tujuan.
7. Lingkungan
Lingkungan atau situasi ialah faktor-faktor tertentu yang dapat
mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat
macam, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis,
dan dimensi waktu.
Lingkungan fisik menunjukkan bahwa suatu proses komunikasi hanya bisa
terjadi kalau tidak terdapat rintangan fisik misalnya geografis. Komunikasi sering
sekali sulit dilakukan karena faktor jarak yang begitu jauh, dimana tidak tersedia
fasilitas komunikasi seperti telepon, kantor pos atau jalan raya.
Lingkungan sosial menunjukkan faktor sosial budaya, ekonomi politik
yang bisa menjadi kendala terjadinya komunikasi, misalnya kesamaan bahasa,
kepercayaan, adat istiadat dan status sosial.
Dimensi psikologis adalah pertimbangan kejiwaan yang digunakan dalam
berkomunikasi. Misalnya menghindari kritik yang menyinggung perasaan orang
lain, menyajikan materi yang sesuai dengan usia khalayak.
Sedangkan dimensi waktu menunjukkan situasi yang tepat untuk
melakukan kegiatan komunikasi. Banyak proses komunikasi tertunda karena
pertimbangan waktu, misalnya musim. Namun perlu diketahui karena dimensi
waktu maka informasi memiliki nilai.
Jadi, setiap unsur memiliki peranan yang sangat penting dalam
membangun proses komunikasi. Bahkan ketujuh unsur itu saling bergantung satu
II.2 Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan jalinan hubungan
interaktif antara seorang individu dan individu lain di mana lambang-lambang
pesan secara efektif digunakan, terutama lambang-lambang bahasa. Penggunaan
lambang-lambang bahasa verbal, terutama yang bersifat lisan di dalam kenyataan
kerapkali disertai dengan bahasa isyarat terutama gerak atau bahasa tubuh (body
language), seperti senyuman tertawa, dan menggeleng atau menganggukan
kepala. Komunikasi antara pribadi umumnya dipahami lebih bersifat pribadi
(private) dan berlangsung secara tatap muka (face to face).
II.2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi
Effendy (1986b) mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi
antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan seorang
komunikan. Jenis komunikasi tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah
sikap, pendapat atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis.
Sifat dialogis itu ditunjukkan melalui komunikasi lisan dalam percakapan
yang menampilkan arus balik yang langsung. Jadi komunikator mengetahui
tanggapan komunikan pada saat itu juga, komunikator mengetahui dengan pasti
apakah pesan-pesan yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif
atau negatif. Jika tidak diterima maka komunikator akan memberi kesempatan
seluas-luasnya kepada komunikan untuk bertanya.
Sementara itu Dean C. Barnlund (1968) mengemukakan, komunikasi
antarpribadi selalu dihubungkan dengan pertemuan antara dua, tiga atau mungkin
Depari (1988) mengemukakan pula, komunikasi antarpribadi merupakan
komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara
beberapa pribadi. Tan (1981) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi
adalah komunikasi tatap muka antara dua orang atau lebih.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas maka kita dapat melihat
beberapa ciri khas komunikasi antarpribadi yang membedakannya dari
komunikasi kelompok dan komunikasi massa. De Vito (1976)mengemukakan
bahwa komunikasi antarpribadi mengandung lima ciri sebagai berikut : (1)
keterbukaan (opennes); (2) empati (empathy); (3) dukungan (suportiveness); (4)
perasaan positif (positivness); dan (5) kesamaan (equality).
Evert M. Rogers dalam Depari (1988) menyebutkan beberapa ciri
komunikasi antarpribadi, yaitu : (1) arus pesan cenderung dua arah; (2) konteks
komunikasi adalah tatap muka; (3) tingka umpan balik yang tinggi; (4)
kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas sangat tinggi; (6) kecepatan
menjangkau sasaran yang besar sangat lamban; dan (6) efek yang terjadi antara
lain adalah perubahan sikap.
I.2.2 Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Antarpribadi (Interpersonal) dalam Komunikasi Antarpribadi
Pola-pola komunikasi antarpribadi (interpersonal) mempunyai efek yang
berlainan pada hubungan antarpribadi. Tidak benar anggapan orang bahwa makin
sering orang melakukan komunikasi antarpribadi dengan orang lain, makin baik
hubungan mereka. Bila diantara komunikator dan komunikan berkembang sikap
Yang menjadi soal bukanlah berapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana
komunikasi itu dilakukan. Ada beberapa faktor yang dapat menumbuhkan
hubungan antarpribadi yang baik, yaitu : sikap percaya, sikap suportif dan
terbuka.
a. Sikap Percaya (trust)
Secara ilmiah percaya didefenisikan sebagai mengandalkan perilaku orang
untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan
dalam situasi yang penuh resiko (Griffin, 1967:224-234). Menurut Johnson
(1981), mempercayai meliputi membuka diri dan rela menunjukkan penerimaan
dan dukungan kepada orang lain.
Sejauhmana kita percaya kepada orang lain dipengaruhi oleh faktor
personal dan situasional. Menurut Deutsch (1958), harga diri dan otoritarianisme
mempengaruhi percaya. Orang yang harga dirinya positif akan cenderung
mempercayai orang lain, sebaliknya orang yang mempunyai kepribadian otoriter
cenderung sukar mempercayai orang lain.
Ada tiga faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya atau
mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada sikap saling percaya, yaitu ;
menerima, empati dan kejujuran.
Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa
menilai dan tanpa berusaha mengendalikan. Menerima adalah sikap yang melihat
orang lain sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai (Anita Taylor,
1977:193). Saya menerima Anda bila saya menerima anda sebagaimana adanya;
tidak menilai atau mengatur. Saya memandang Anda secara realistis. Saya tahu
Sikap menerima tidaklah semudah yang dikatakan. Kita selalu cenderung
menilai dan sukar menerima. Akibatnya, hubungan antarpribadi tidak akan
berlangsung seperti yang kita harapakan. Bila kita tidak bersikap menerima, kita
akan mengkritik, mengecam atau menilai. Sikap seperti ini akan menghancurkan
percaya. Orang enggan pula menerima kita karena takut pada akibat-akibat jelek
yang akan timbul dari reaksi kita. Sikap menerima menggerakkan percaya, karena
tidak akan merugikan orang lain.
Menerima tidaklah berarti menyetujui semua perlilaku orang lain atau rela
menanggung akibat-akibat perilakunya. Menerima berarti tidak menilai orang
berdasarkan perilakunya yang tidak kita senangi. Betapapun jeleknya perilakunya
kita tetap berkomunikasi dengannya sebagai persona, bukan sebagai objek
(Rakhmat, 2005:131-132).
Empati adalah faktor kedua yang menumbuhkan sikap percaya pada diri
orang lain. Empati telah didefenisikan bermacam-macam. Empati dianggap
sebagai memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita
(Freud, 1921) ; sebagai keadaan ketika pengamat bereaksi secara emosional
karena ia menanggapi orang lain mengalami atau siap mengalami suatu emosi
(Scotland, et al., 1978:12); sebagai “imaginative intellectual and emotional
participation in anther person’s experience” (Bennet, 1979).
Defenisi terakhir dikontraskan dengan pengertian simpati. Dalam simpati
kita menempatkan diri kita secara imaginatif pada posisi orang lain. Dalam
empati, kita tidak menempatkan diri kita pada posisi orang lain; kita ikut serta
secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. Berempati artinya
kita berusaha melihat seperti orang lain melihat, merasakan seperti orang lain
merasakan.
Kejujuran adalah faktor yang ketiga yang menumbuhkan sikap percaya.
Menerima dan empati mungkin saja dipersepsi salah oleh orang lain. Sikap
menerima kita dapat tanggapi sebagai sikap tak acuh, dingin dan tak bersahabat;
empati dapat ditanggapi sebagai pura-pura. Supaya ditanggapi sebenarnya, kita
harus jujur mengungkapkan diri kita kepada orang lain. Kita harus menghindari
terlalu banyak melakukan “penopengan” atau “pengolahan kesan”. Kita tidak
menaruh kepercayaan kepada orang yang tidak jujur atau sering menyembunyikan
isi hatinya atau membungkus pendapat dan sikapnya dengan lambang-lambang
verbal dan non-verbal. Kejujuran menyebabkan perilaku kita dapat diduga. Ini
mendorong orang lain untuk percaya kepada kita (Rakhmat, 2005:133).
b. Sikap Suportif
Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam
komunikasi. Orang bersikap defensif bila tidak menerima, tidak jujur, dan tidak
empatis. Sudah jelas dengan sikap defensif komunikasi antarpribadi akan gagal;
karena orang defensif akan lebih melindungi diri dari ancaman yang
ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami orang lain.
Komunikasi defensif dapat terjadi karena faktor-faktor personal
(ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman defensif dan
sebagainya) atau faktor-faktor situasional. Diantara faktor-faktor situasional
adalah perilaku orang lain. Jack R. Gibb menyebutkan eman perilaku yang
menimbulkan perilaku suportif (Gibb, 1961:10-15). Secara singkat perilaku yang
Tabel 2
Perilaku Defensif dan Suportif dari Jack Gibb No. Iklim Defensif Iklim Suportif
1. Evaluasi Deskripsi
2. Kontrol Orientasi Masalah
3. Strategi Spontanitas
4. Netralitas Empati
5. Superioritas Persamaan
6. Kepastian Provisionalisme
Dalam penelitian Gibb diungkapkan bahwa makin sering orang
mengunakan perilaku di sebelah kiri, makin besar kemungkinan komunikasinya
menjadi defensif. Sebaliknya, komunikasi defensif berkurang dalam iklim
suportif, ketika orang menggunakan perilaku sebalah kanan.
• Evaluasi dan Deskripsi. Evaluasi artinya penilaian terhadap orang lain;
memuji atau mngecam. Dalam mengevaluasi kita mempersoalkan nilai dan
motif orang lain. Bila kita menyebutkan kelemahan orang lain,
mengungkapkan betapa jelek perilakunya, meruntuhkan harga dirinya, kita
akan melahirkan sikap defensif. Dekripsi artinya penyampaian perasaan dan
persepsi Anda tanpa menilai. Deskripsi dapat juga terjadi ketika kita
mnegevaluasi gagasan orang lain, tetapi orang merasa bahwa kita menghargai
mereka (menerima mereka sebagai individu yang patut dihargai).
• Kontrol dan Orientasi Masalah. Perilaku kontrol artinya berusaha untuk
mengubah orang lain, mengendalikan perilakunya, mengubah sikap, pendapat
sebagai orang yang jelek sehingga perlu diubah. Itu berarti kita tidak
menerimanya. Setiap orang tidak ingin didominasi oang lain. Kita ingin
menentukan perilaku yang kita senangi. Karena itu kontrol orang lain akan
kita tolak. Orientasi masalah sebaliknya adalah mengkomunikasikan
keinginan untuk bekerja sama mencari pemecahan masalah. Dalam orientasi
masalah, Anda tidak mendiktekan pemecahan. Anda mengajak orang lain
bersama-sama untuk menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana
mencapainya.
• Strategi dan Spontanitas. Strategi adalah penggunaan tipuan-tipuan atau
manipulasi untuk mempengaruhi orang lain. Anda menggunakan strategi bila
orang menduga anda mempunyai motif-motif tersembunyi; Anda
berkomunikasi dengan “udang di balik batu”. Spontanitas artinya ikap jujur
dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam. Bila orang tahu kita
melakukan strategi, ia akan menjadi defensif
• Netralitas dan Empati. Natralitas berarti bersikap impersonal-memperlakukan
orang lain tidak sebagai persona, malainkan sebagai objek. Bersikap netral
bukan berarti objektif, melainkan menunjukkan sikap tak acuh, tidak
menghiraukan perasaan dan pengalaman orang lain. Lawan netralis ialah
empati. Tanpa empati, orang seakan-akan “mesin” yang hampa perasaan dan
tanpa perhatian.
• Superioritas dan Persamaan. Superioritas artinya sikap menunjukkan Anda
lebih tinggi atau lebih baik dripada orang lain karena status, kekuasaan,
kamampuan intelektual, kekayaan atau kecantikan. Superioritas akan
secara horizontal dan demokratis. Dalam sikap persamaan, Anda tidak
mempertegas perbedaan. Status boleh jadi berbeda , tetapi komunikasi anda
tidak vertikal. Anda tidak menggurui, tetapi berbincang pada tingkat yang
sama. Dengan persamaan, Anda mengkomunikasikan penghargaan dan rasa
hormat pada perbedaan pandangan dan keyakinan.
• Kepastian dan Provisionalisme. Dekat dengan superioritas adalah kepastian
(certainty). Orang yang memiliki kepastian bersifat dogmatis, ingin menang
sendiri, dan melihat pendapatnya sebagai kebenaran mutlak yang tidak dapat
diganggu gugat. Provisionalisme, sebaliknya, adalah kesediaan untuk
meninjau kembali pendapat kita, untuk mengetahui bahwa pendapat manusia
adalah tempat kesalahan; karena itu wajar juga kalau suatu saat pendapat dan
keyakinannya bisa berubah. Provisial, dalam bahasa Inggris, artinya bersikap
sementara atau menunggu sampai ada bukti yang lengkap.
c. Sikap Terbuka
Sikap terbuka (open-mindedness) amat besar pengaruhnya dalam
menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Lawan dari sikap terbuka
adalah dogmatisme; sehingga untuk memahami sikap terbuka kita harus
mengidentifikasikan terlebih dahulu karakteristik orang dogmatis. Milton
Rokeach mendefenisikan dogmatisme sebagai:
a. a relativly closed cognitive organization of beliefs and disbeliefs about
reality
b. organized around a central set of beliefs about absolute authority which,
in turn