IMPLEMENTASI MODEL PBL (PROBLEM BASED
LEARNING) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN
MEMBACA SISWA KELAS IV SD INSAN TELADAN
PARUNG BOGOR
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk
Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
oleh
Astria
NIM 1112018300002
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN
(UNIVERSITAS ISLAM NEGERI) SYARIF HIDAYATULLAH
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING
IMPLEMENTASI MODEL PBL (PROBLEM BASED LEARNING) UNTUK
MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA SISWA KELAS IV SD INSAN TELADAN PARUNG BOGOR
Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research)
Skripsi
Diajukan untuk Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Oleh
Astria 1112018300002
di Bawah Bimbingan
Pembimbing
Dindin Ridwanudin, M.Pd NIP. 19771121 201101 1 001
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN (UNIVERSITAS ISLAM NEGERI) SYARIF HIDAYATULLAH
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul Implementasi Model PBL (Problem Based Learning) Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Siswa Kelas IV SD Insan Teladan
Parung Bogor disusun oleh Astria NIM 1112018300002, diajukan kepada
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah
dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 04 Agustus 2016 di
hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S I
(S.Pd) dalam bidang Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah,
Jakarta, 29 Juni 2016
Yang Mengesahkan,
Pembimbing
i
ABSTRAK
Astria, “Implementasi Model PBL (Problem Based Learning) untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Siswa Kelas IV SD Insan Teladan
Parung Bogor”. Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan membaca dengan model Problem Based Learning siswa kelas IV SD Insan Teladan Parung Bogor. Metode penelitian yang digunakan adalah PTK (Penelitian Tindakan Kelas) yang terdiri atas empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Keempat tahap tersebut merupakan siklus yang berlangsung secara berulang dan dilakukan langkah-langkah yang sama untuk meningkatkan keterampilan membaca melalui model Problem Based Learning. Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan pada siswa kelas IV SD Insan Teladan Parung Bogor yang berjumlah 20 siswa pada Semester Genap Tahun Pelajaran 2015/2016.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan membaca pada siswa kelas IV melalui model Problem Based Learning mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari hasil penilaian dan observasi aktivitas pembelajaran siklus I dan siklus II. Hasil penilaian keterampilan membaca siklus I dengan rerata yang diperoleh 72,50, 70% siswa mencapai KKM 75, sedangkan pada siklus II dengan rerata 83,75, 90% siswa mencapai KKM 75. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa implementasi model Problem Based Learning meningkatkan keterampilan membaca siswa kelas IV SD Insan Teladan Parung Bogor. Demikian juga dengan hasil observasi aktivitas pembelajaran siklus I dan siklus II yang menunjukkan bahwa pembelajaran membaca sudah sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran model Problem Based Learning.
Dari kesimpulan di atas sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: Pihak sekolah hendaknya memberikan dukungan pada pengembangan Problem Based Learning
di sekolah sehingga guru-guru yang lain dapat menerapkan model pembelajaran
Problem Based Learning dan membawa siswa dalam pembelajaran yang menyenangkan dan penggunaan model Problem Based Learning dalam keterampilan membaca dapat mendorong siswa dalam membaca. Khususnya SD Insan Teladan hendaknya dapat menerapkan model Problem Based Learning pada mata pelajaran yang lain, yang dianggap sulit dalam pemecahan masalah.
ii
ABSTRACT
Astria, "The Implementation of PBL (Problem Based Learning) Model to Improve the Reading Skill of Students of Grade IV SD Insan Teladan Parung Bogor". Department of Government Elementary School Teacher Education Thesis, Faculty of MT and Teaching, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, in 2016.
This study aims to identify improvements in reading skills utilizing problem based learning model for Students of Grade IV SD Insan Teladan Parung Bogor. The method of analysis applied was a Classroom Action Analysis (CAS) consisting of four stages, namely planning, action, observation, and reflection. Those four stages forms a cycle that is repeated and the same steps are taken to improve reading skills through the model of Problem Based Learning. This Classroom Action Analysis was conducted on Students of Grade IV SD Insan Teladan Parung Bogor with a total of 20 students in the even semester of 2015/2016.
The research showed that the reading skills of the fourth graders that were put through the Problem Based Learning models have improved. The improvements were seen through the assessment result and observation of learning activities in first and second cycles. Results of reading skills assessment in the first cycle average achieved were 72.50, 70% of students reached the KKM 75, while in the second cycle average were 83.75, 90% of students reached the KKM 75.Therefore, it can be concluded that the Problem Based Learning model can improve the reading skills of 4th grade students of SD Insan Teladan Parung Bogor. Likewise with the observation results of the learning activities in first and second cycles showed that the learning to read was already in accordance with the steps of Problem Based Learning model.
From the above conclusion as a follow up of this research, it can be put forward some of suggestion as follow: the school should be provide support to the development of Problem Based Learning in school so that the other teachers could be implement the Problem Based Learning model and bring the students in to the enjoyable learning and the utilization of Problem Based Learning model in reading skills could be encourage the students in reading. Particularly in SD Insan Teladan should be implement the Problem Based Learning model on the other subjects which are considered difficult in problem solving.
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmannirohim
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga tercurah pada junjungan Nabi besar Muhammad
SAW, sebagai penyempurna akhlak yang mulia dan rahmatan lil alamin, serta kepada sahabatnya keluarga dan kita sebagai para pengikutnya.
Selanjutnya, dalam penulisan skripsi ini banyak hambatan dan rintangan
yang penulis hadapi, maka dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari
bahwa terselesainya skripsi ini tidak terlepas dari adanya bimbingan, dorongan,
dukungan serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankanlah penulis
mengucapkan terimakasih dari hati yang peling dalam kepada.
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selalu memberikan
bimbingan dan motivasi.
2. Dr. Khalimi, MA, Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang selalu memberikan bimbingan dan motivasi.
3. Asep Ediana Latip, M.Pd, selaku Dosen Penasehat Akademik Jurusan
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selalu memberikan
iv
4. Dindin Ridwanudin, M.Pd, Dosen Pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam
penulisan skripsi ini.
5. Dr. Hindun, M.Pd. dan Dr. Fidrayani, M.Pd., M.Si, Dosen Penguji yang
telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan
arahan dalam penulisan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan memberikan ilmunya
kepada penulis ketika di bangku kuliah.
7. Kepala Sekolah SD Insan Teladan Parung Bogor, Eka Sari Budiwati,
S.Pd., dan seluruh komponen sekolah lainnya terutama Bapak Fadlur
Rahman serta Ibu Iis Milasari selaku wali kelas IV yang telah membantu
penulis dalam pembuatan skripsi ini.
8. Siswa-siswi kelas IV SD Insan Teladan yang telah memberikan
semanagat dan senyuman serta telah berpartisipasi dalam penulisan
skripsi ini.
9. Ayah Bunda tercinta, Bapak H. Asmin dan Ibu Hj. Arnidah, yang
senantiasa mencurahkan cinta serta kasih sayangnya melalui doa,
nasihat, dukungan, kesabaran, serta pengorbanan yang selalu diberikan
sehingga penulis dapat mempersembahkan sebuah karya sederhana ini.
10.Saudari tercinta dan tersayang Asmita, S.Sos.I., Astika, S.E., Asnaura
yang selalu mendukung dan mendoakan penulis untuk segera
v
11.Sahabat-sahabat tersayang, Rudi Setiawan, Ressa Carera, Ismi
Charindah, Erikh Bastian, Rosi Lestari, Saly Fadhila, Anisa Putri Utami,
Jingga Puspa Wimantara, dan Maulidia Agustin. Terimakasih atas
indahnya persabatan serta dukungan dalam memberikan bantuan dan
motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
12.Teman-teman angkatan 2012 di Jurusan Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah yang turut memberikan motivasi dalam menyelesaikan tugas
akhir ini. Serta ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak
dapat penulis tuliskan satu persatu.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah semua ini penulis serahkan,
semoga kebaikan mereka mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah
SWT. Harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca
khususnya mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan
dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan.
Jakarta, 29 Juni 2016
Astria
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... .x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Pembatasan Masalah ... 4
D. Rumusan Masalah ... 4
E. Tujuan Penelitian ... 4
F. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A. Acuan Teori dan Fokus yang Diteliti ... 6
1. Model Problem Based Learning ... 6
a. Pengertian Model ... 6
b. Pengertian Model Problem Based Learning ... 7
c. Karakteristik Model Problem Based Learning ... 9
d. Tujuan Model Problem Based Learning ... 12
vii
f. Kelebihan & Kekurangan ModelPBL ... 16
2. Keterampilan Membaca ... 18
a. Pengertian Keterampilan ... 18
b. Pengertian Membaca ... 19
c. Tujuan Membaca ... 20
d. Jenis-Jenis Membaca ... 23
e. Pengertian Keterampilan Membaca ... 24
f. Keterampilan Membaca untuk Anak Sekolah Dasar ... 26
B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 28
C. Hipotesis Tindakan ... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian ... 31
B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian ... 31
C. Subjek Penelitian ... 33
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 33
E. Tahap Intervensi Tindakan ... 33
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 36
G. Data dan Sumber Data... 36
H. Instrumen Pengumpulan Data ... 36
I. Teknik Pengumpulan Data ... 39
J. Teknik Analisis Data ... 40
viii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Deskripsi Data Hasil Pengamatan (Pra Siklus) ... 42
1. Siklus I ... 43
2. Siklus II ... 48
B. Analisis Data ... 53
1. Lembar Observasi ... 53
2. Penilaian Keterampilan Membaca ... 56
C. Interpretasi Hasil Penelitian ... 58
D. Pembahasan Temuan Penelitian ... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 61
B. Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 63
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ... 27
Tabel 3.1 Jenis Data, Instrumen dan Sumber Data ... 36
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Penilaian Keterampilan Membaca ... 37
Tabel 3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 39
Tabel 4.1 Jadwal Mata Pelajaran Kelas IV ... 43
Tabel 4.2 Hasil Refleksi Tindakan Pembelajaran Siklus I ... 47
Tabel 4.3 Hasil Analisis Observasi Aktivitas Siswa Siklus I dan II ... 53
Tabel 4.4 Hasil Analisis Observasi Aktivitas Guru Siklus I dan II ... 55
Tabel 4.5 Hasil Penilaian Keterampilan Membaca Siklus I dan II ... 56
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1: Siklus Penelitian Tindakan Kelas... 32
Gambar 4.1: Diagram Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I dan II ... 54
Gambar 4.2: Diagram Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I dan II ... 56
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I... 65
Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa ... 69
Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I... 71
Lampiran 4 Lembar Kerja Siswa ... 75
Lampiran 5 Lembar Penilaian Keterampilan Membaca ... 77
Lampiran 6 Hasil Penilaian Keterampilan Membaca Siklus I ... 80
Lampiran 7 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 81
Lampiran 8 Lembar Kerja Siswa ... 85
Lampiran 9 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 87
Lampiran 10 Hasil Penilaian Keterampilan Membaca Siklus II ... 92
Lampiran 11 Lembar Observasi Kegiatan Guru ... 93
Lampiran 12 Hasil Observasi Kegiatan Guru Siklus I ... 94
Lampiran 13 Hasil Observasi Kegiatan Guru Siklus II ... 95
Lampiran 14 Lembar Observasi Aktivitas Siswa... 96
Lampiran 15 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ... 97
Lampiran 16 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II ... 98
Lampiran 17 Pedoman Wawancara Pra Siklus ... 99
Lampiran 18 Hasil Wawancara Pra Siklus... 100
Lampiran 19 Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran ... 101
Lampiran 20 Surat Bimbingan Skripsi ... 104
Lampiran 21 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 105
Lampiran 22 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 106
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin
kelangsungan hidup Bangsa dan Negara. Pendidikan merupakan wahana untuk
meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Untuk
mewujudkan tujuan di atas, diperlukan usaha dari masyarakat maupun pemerintah.
Usaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia merupakan tugas penting yang
memerlukan proses pendidikan yang baik dan terarah. Guru sebagai tenaga
professional harus memiliki kemampuan menerapkan metode, model, serta strategi
pembelajaran yang efektif dan efisien, kemampuan melibatkan siswa berpartisipasi
aktif dan membuat suasana belajar yang kondusif untuk tercapainya tujuan
pembelajaran. Berbagai model, metode, strategi, dan media pembelajaran yang
bervariasi mulai diterapkan oleh para guru termasuk dalam keterampilan berbahasa.
Penguasaan keterampilan berbahasa bukan hanya untuk diketahui melainkan juga
untuk dikuasai oleh siswa.
Keterampilan berbahasa berperan penting dalam kemampuan seseorang
berbahasa secara lisan maupun tulis. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa saat
kecil seseorang belajar menyimk atau mendengarkan bahasa, kemudian belajar untuk
berbicara sampai akhirnya belajar membaca dan menulis. Berdasarkan peningkatan
tersebut keterampilan berbahasa diajarkan sejak usia dini sampai dengan perguruan
tinggi. Keterampilan berbahasa biasanya mencakup keterampilan menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis.
Salah satu keterampilan berbahasa yang dijadikan topik utama dalam
penelitian ini adalah keterampilan membaca. Keterampilan membaca salah satu
keterampilan yang ada pada pembelajaran bahasa Indonesia, merupakan ilmu yang
sangat penting digunakan untuk berkomunikasi yang harus dimiliki oleh setiap orang.
Karena dengan membaca juga menambah wawasan untuk memberikan informasi di
2
penambahan pengetahuan, melatih alat ucap, serta menambah penalaran yang dapat
digunakan dalam proses belajar dan mengajar. Proses belajar mengajar yang
dilakukan di kelas merupakan interaksi aktif yang terjadi antara peserta didik dan
guru. Proses belajar mengajar terjadi untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman
terhadap peserta didik, sehingga dapat tercapainya tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Pada proses belajar guru harus mengenali peserta didik yang diajarkannya.
Guru juga dihadapkan dengan keterampilan, kemampuan, kreativitas, serta keaktikan
yang dapat meningkatkan proses belajar peserta didik. Pada hakikatnya dalam proses
pembelajaran siswa diharuskan mendapatkan pengetahuan dari berbagai macam mata
pelajaran. Atas dasar pembelajaran itu, keterampilan membaca di SD/MI harus
menitikberatkan pada proses pembelajaran berdasarkan pengalaman siswa dalam
memecahkan masalah secara individu ataupun kelompok, serta interaksi dengan
lingkungannya. Dengan demikian rancangan pembelajaran dalam keterampilan
membaca dapat menggunakan model pembelajaran sehingga proses pembelajaran
menarik perhatian siswa.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru kelas dan hasil observasi
pembelajaran pra siklus ditemukan permasalahan-permasalahan pelaksanaan pada
keterampilan membaca di kelas IV SD Insan Teladan yaitu hasil belajar keterampilan
membaca siswa belum mencapai nilai KKM yang diharapkan, siswa kurang terlibat
aktif dalam proses pembelajaran, dan juga keterampilan membaca siswa sangat
rendah. Selain itu permasalahan juga di temukan pada guru, yaitu guru tidak
menggunakan model pembelajaran yang variatif. Pembelajaran dimulai oleh guru
menggunakan metode ceramah saja untuk menyampaikan informasi, sehingga
pembelajaran seperti itu membuat siswa merasa jenuh dan tidak tertarik untuk
membaca. Permasalahan lain yang ditemukan yaitu guru kurang memotivasi siswa
agar tidak malas untuk membaca dan siswa masih terlihat pasif dalam berinteraksi
dengan teman-temannya, maka siswa menganggap remeh kegiatan membaca. Hal ini
di tunjukkan dari interaksi pembelajaran yang tidak muncul, ada permasalahan yang
harus diselesaikan secara kelompok namun tidak diungkapkan, sehingga
3
Melihat masalah-masalah yang terjadi, maka banyak hal yang disampaikan
oleh guru untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran di antaranya adalah guru
menggunakan berbagai model pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan tuntutan
kompetensi dasar yang ada pada standar isi kurikulum. Guru juga dapat menggunakan
media pembelajaran yang menarik untuk dapat menghantarkan pemahaman siswa
pada materi yang diajarkan. Salah satu model yang dapat dianggap mengaktifkan
siswa dalam proses pembelajaran keterampilan membaca adalah model Problem Based Learning. Model Problem Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang berbasis masalah sehingga merangsang siswa untuk belajar. Siswa
dapat bekerjasama dalam tim untuk memecahkan masalah-masalah yang diberikan.
Model Problem Based Learning dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan rasa ingin tahu siswa dalam bekerja, serta
menumbuhkan motivasi dalam diri untuk belajar dan dapat menumbuhkan hubungan
interpersonal dalam bekerja kelompok.
Penggunakan model Problem Based Learning pada keterampilan membaca dapat membantu guru dalam penyusunan model pembelajaran yang diharapkan
mampu meningkatkan keterampilan membaca siswa. Penerapan model Problem Based Learning pada keterampilan membaca diharapkan agar siswa tidak lagi bersikap pasif dalam berinteraksi dengan teman-temannya dan mampu memotivasi
dan menumbuhkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Berdasarkan paparan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
4
B. Identifikasi Area dan Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka area dan fokus masalah
penelitian ini sebagai berikut:
1. Keterampilan membaca siswa belum mencapai nilai KKM yang diharapkan.
2. Siswa kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran keterampilan membaca.
3. Guru kurang kreatif dalam memilih model pembelajaran keterampilan
membaca.
4. Guru kurang memotivasi siswa agar banyak berlatih membaca.
C. Pembatasan Fokus Masalah
Dengan keterbatasan waktu penelitian tidak mengakomodir seluruh
permasalahan yang teridentifikasi di atas, maka penelitian ini dibatasi pada
implementasi model Problem Based Learning untuk meningkatkan keterampilan membaca nyaring dan membaca dalam hati siswa kelas IV SD Insan Teladan Parung
Bogor pada semester genap Tahun Pelajaran 2015/2016.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah penelitian di atas, maka masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut: “Bagaimana penerapan model Problem Based Learning
untuk meningkatkan keterampilan membaca siswa kelas IV SD Insan Teladan Parung
Bogor?”
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan membaca
5
F. Kegunaan Hasil Penelitian/ Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, antara lain:
1. Bagi sekolah yang menjadi fokus penelitian, hasil diharapkan bermanfaat
sebagai bahan dokumentasi historis dan bahan pertimbangan untuk
mengambil langkah-langkah guna meningkatkan kualitas pembelajaran di
SD Insan Teladan.
2. Bagi guru dan peneliti dapat meningkatkan kemampuan dalam mengangkat
suatu fenomena yang ada di sekolah, serta dapat mencari informasi tentang
upaya meningkatkan keterampilan membaca dengan model Problem Based Learning.
3. Bagi siswa dapat memanfaatkan dengan baik dalam meningkatkan dan juga
6
BAB II
KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL
INTERVENSI TINDAKAN
A. Kajian Teoretik
1. Model Problem Based Learning a. Pengertian Model
Model menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah contoh, acuan, ragam,
sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.1 Sedangkan model menurut Dendy Sugono,
dkk adalah potongan, gaya.2 Model merupakan contoh yang dipergunakan para ahli
dalam menyusun langkah-langkah dalam melaksanakan pembelajaran, maka dari itu
strategi merupakan bagian dari langkah yang digunakan model untuk melaksanakan
pembelajaran.3
Menurut Knapp, mendefinisikan “an instructional model is a step-by-step procedure that leads to specific learning outcomes. Joyce & Weil juga mendefinisikan model sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran”.4
Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran
yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan
kata lain, model pembelajaran merupakan bingkai dari penerapan suatu pendekatan,
metode, dan teknik pembelajaran, serta kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis untuk mencapai tujuan belajar.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil
mengatakan empat kelompok model pembelajaran, yaitu: model interaksi sosial,
model pengolahan informasi, model personal-humanistik, dan model modifikasi
Martinis Yamin, Strategi dan Metode dalam Model Pembelajaran, (Jakarta: GP Press Group, 2013), Cet. I, hlm.17
4
7
tingkah laku. Dengan demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran
tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.5
Dari teori di atas, dapat disimpulkan bahwa model PBL (Problem Based Learning) adalah model pengelolaan informasi, karena pada penerapannya siswa memecahkan masalah dengan cara menemukan informasi dari berbagai
sumber-sumber yang diperolehnya.
b. Pengertian Model Problem Based Learning
Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning atau PBL) merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga
merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan Problem Based Learning, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata
(real world).6
Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan
konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala
sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada.7
Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang
menitikberatkan pada penyelesaian masalah. Dalam penerapannya, guru memberikan
stimulus kepada peserta didik dengan mengangkat sesuatu permasalahan yang
nantinya dijadikan sebagai topik masalah yang akan dikaji secara bersama-sama,
sehingga dari hal itu peserta didik diberi kesempatan untuk menentukan topik
pembahasan, walaupun pada dasarnya guru telah mempersiapkan apa yang harus
dibahas. Dilihat dari aspek psikologi belajar, pembelajaran berbasis masalah
berdasarkan pada psikologi kognitif yang berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah
proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Belajar bukan semata-mata
proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara
individu dengan lingkungannya. Melalui proses ini sedikit demi sedikit peserta didik
akan berkembang secara utuh, tidak hanya berkembang pada aspek kognitif, tetapi
5
Yani Zuhriyah, (http://eprints.uny.ac.id/8074/pdf), Op. cit.
6
Kemdikbud, Model Pembelajaran Berbasis Masalah/ PBL, (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2013)
7
8
juga aspek afektif dan psikomotorik melalui penghayatan secara internal akan
masalah yang dihadapi.8
Jones, Rasmussen, and Moffit yang dikutip oleh Dindin Ridwanuddin
menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah lebih menekankan pada
pemecahan masalah secara autentik seperti pemecahan masalah yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan bila didukung
lingkungan belajar yang konstruktivistik, kasus-kasus berhubungan fleksibilitas,
kognisi, sumber-sumber informasi, pemodelan yang dinamis, percakapan dan
kolaborasi dan dukungan social dan kontekstual. Dengan demikian, PBL (Problem Based Learning):
1) Menciptakan pembelajaran bermakna, di mana peserta didik dapat
memecahkan masalah yang mereka hadapi dengan cara mereka sendiri
sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya, kemudian menerapkan
dalam kehidupan nyata.
2) Dapat mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara stimultan
dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
3) Dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif
peserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.9
Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah menurut Sudarman, “suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata
sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep
yang esensial dari materi pelajaran”.10 Selanjutnya Agus N. Cahyo “pembelajaran
berdasarkan masalah adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip
menggunakan masalah sebagai titik awal integrasi pengetahuan baru”.11
Dari teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa PBL (Problem Based Learning) adalah pembelajaran yang menitikberatkan pada pemecahan masalah.
8Ibid. 9Ibid.,
hlm 55
10
Sudarman, Suatu Model Pembelajaran Untuk Mengembangkan dan meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah, (JJPI, 2007), hlm. 69
11
9
Pembelajaran yang menghadapkan siswa dengan pengalaman dalam kehidupan nyata
yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Problem Based Learning (PBL) juga merupakan pembelajaran yang bermakna untuk meningkatkan berpikir kritis serta
dapat menumbuhkan atau mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja
kelompok yang mengacu pada pembelajaran berdasarkan proyek, pengalaman,
autentik dan bermakna.
c. Karakteristik Model Problem Based Learning
Pembelajaran berbasis masalah menurut Scott dan Laura dalam Eggen dan
Kauchak adalah seperangkat model mengajar yang menggunakan masalah sebagai
fokus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, materi, dan
pengaturan diri. Pembelajaran berbasis masalah menurut Scott dan Laura memiliki
tiga karakteristik yaitu:
1) Kegiatan pembelajaran berbasis masalah bermula dari satu masalah dan
memecahkannya adalah fokus pelajarannya.
2) Siswa bertanggung jawab untuk menyusun strategi dan memecahkan
masalah. Pelajaran pembelajaran berbasis masalah biasanya dilakukan
secara berkelompok, sehingga semua siswa terlibat dalam proses itu.
3) Guru menuntun upaya siswa dengan mengajukan pertanyaan dan
memberikan dukungan pengajaran lain saat siswa berusaha memecahkan
masalah. Karakteristik ini penting dan menuntut keterampilan serta
pertimbangan yang sangat profesional utnuk memastikan kesuksesan
pelajaran pembelajaran berbasis masalah.12
Meminjam pendapat Bruner dalam Dahar yang dikutip oleh Trianto, bahwa
berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang
menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Suatu
konsekuensi logis, karena dengan berusaha untuk mencari pemecahan masalah secara
mandiri akan memberikan suatu pengalaman konkret, dengan pengalaman tersebut
12
10
dapat digunakan pula memecahkan masalah-masalah serupa, karena pengalaman itu
memberikan makna tersendiri bagi peserta didik.13
Wina Sanjaya dalam Mohamad Syarif Sumantri, pembelajaran berbasis
masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang berasosiasi dengan
pembelajaran konstektual. Pembelajaran artinya dihadapkan pada suatu masalah yang
kemudian dengan melalui pemecahan masalah. Melalui masalah tersebut siswa belajar
keterampilan-keterampilan yang lebih mendasar.14
Ibrahim & Nur dalam Agus N. Cahyo mengatakan pembelajaran berbasis
masalah memiliki beberapa ciri dan karakteristik sebagai berikut:
1) Pembelajaran berpusat pada siswa. Meskipun siswa dipandu oleh guru,
mereka harus bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri,
mengidentifikasi apa yang mereka perlu ketahui untuk mengelola masalah
dan dimana mencari informasi.
2) Belajar terjadi dalam kelompok kecil siswa. Pada akhir setiap unit kurikuler,
siswa secara acak dikondisikan dalam kelompok baru.
3) Guru adalah fasilitator. Guru tidak memberikan pembelajaran atau informasi
faktual, tetapi hanya mengarahkan para siswa agar berupaya mencari
langsung ke sumber. Fasilitator harus meminta siswa agar bertanya pada diri
sendiri untuk memahami dan mengelola masalah.
4) Masalah membentuk fokus pengaturan dan stimulus pada pembelajaran.
Suatu masalah dapat disajikan dalam format yang berbeda (kasus tertulis,
rekaman video, simulasi komputer) dan itu merupakan tantangan bagi para
siswa dalam menghadapi praktik, memberikan relevansi dan motovasi untuk
belajar. Jadi, masalah memberi siswa fokus pada pengintegrasian informasi,
yang dapat memfasilitasi kemudian mengingat dan aplikasi untuk masalah
masa depan.
5) Masalah adalah wahana pengembangan keterampilan dalam memecahkan
masalah. Masalah menarik kontemporer dan autentik. Masalah adalah
cermin dari apa yang akan siswa temukan dalam kehidupan nyata.
13
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Konsep Landasan Dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Ed. I, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), Cet. I, hlm. 91
14
11
6) Informasi baru diperoleh melalui belajar mandiri. Para siswa diharapkan
belajar dan mengumpulkan keahlian berdasarkan penyelidikan dan
penelitian mereka sendiri seperti para profesional melakukannya.15
Jadi, dari teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis
masalah (Problem Based Learning) adalah model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal integrasi pengetahuan baru.
Pemecahan masalah yang dapat mengembangkan keterampilan dalam memecahkan
masalah, serta menghasilkan pengetahuan yang bermakna, karena secara mandiri
memberikan pengalaman nyata bagi peserta didik.
Depdiknas dalam Dindin Ridwanudin, ciri utama Problem Based Learning
meliputi mengorientasikan siswa kepada masalah atau pertanyaan yang autentik,
multidisiplin, menuntut kerjasama dalam penyelidikan, dan menghasilkan karya.
Pierce dan Jones mengemukakan bahwa kejadian-kejadian yang harus muncul pada
waktu pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:
1) Keterlibatan meliputi mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai
pemecah masalah yang bisa bekerja sama dengan pihak lain, menghadapkan
siswa pada situasi yang mendorong untuk mampu menemukan masalah dan
meneliti permasalahan sambil mengajukan dugaan dan rencana
penyelesaian.
2) Inkuiri dan investigasi yang mencakup kegiatan mengeksplorasi dan
mendistribusikan informasi.
3) Performa yaitu menyajikan temuan.
4) Tanya jawab yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melakukan refleksi
terhadap proses pemecahan masalah.16
Di atas telah disebutkan, bahwa ciri-ciri utama pembelajaran berdasarkan
masalah adalah meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau masalah memusatkan
keterkaitan antardisiplin. Penyelidikan autentik, kerjasama, dan menghasilkan karya
dan peragaan. Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu
guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa.
15
Agus N. Cahyo, Op. cit., hlm. 284-285
16
12
d. Tujuan Model Problem Based Learning
Trianto dalam bukunya Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Konsep Landasan Dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengatakan bahwa sesuai dengan karakter tersebut, pembelajaran berdasarkan masalah memiliki tujuan:
1) Membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan
keterampilan pemecahan masalah.
2) Belajar peranan orang dewasa yang autentik.
3) Menjadi pembelajar yang mandiri.17
Eveline dalam buku Mohamad Syarif Sumantri terdapat sejumlah tujuan dari
Problem Based Learning. Problem Based Learning dapat meningkatkan kedisiplinan dalam hal:
1) Adaptasi dan partisipasi dalam suatu perubahan.
2) Aplikasi dari pemecahan masalah dalam situasi yang baru atau ynag
akan datang.
3) Pemikiran yang kreatif dan kritis.
4) Adaptasi data holistik untuk masalah-masalah dan situasi-situasi.
5) Apresiasi dari beragam cara pandang.
6) Kolaborasi tim yang sukses.
7) Identifikasi dalam mempelajari kelemahan dan kekuatan.
8) Kemajuan mengarahkan diri sendiri.
9) Kemampuan komunikasi yang efektif.
10)Kemampuan dalam kepemimpinan.18
Pada prinsipnya, tujuan utama pembelajaran berbasis masalah adalah untuk
menggali daya kreativitas siswa dalam berpikir dan memotivasi siswa untuk terus
belajar. Dan harus diingat bahwa model pembelajaran ini tidak dirancang untuk
membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan
tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa
17
Trianto, Op. cit., hlm. 94-95
18
13
mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan
intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui perlibatan mereka dalam
pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajar mandiri.19
Jadi, kesimpulan dari penjabaran di atas, tujuan model Problem Based Learning adalah meningkatkan kedisiplinan dengan adanya partisipasi dari pemecahan masalah yang dihadapi, dapat mengembangkan keterampilan berpikir dan
keterampilan pemecahan masalah, serta kemajuan mengarahkan diri sendiri dan
kemampuan komunikasi ynag efektif dapat menimbulkan kolaborasi tim yang sukses.
e. Tahap-Tahap Model Problem Based Learning
Ibrahim dalam Dindin Ridwanudin, dalam pembelajaran berbasis masalah,
terdapat lima tahap utama sebagai berikut:
1) Tahap orientasi siswa kepada masalah. Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, memotivasi siswa terlibat dalam pemecahan masalah yang
dipilihnya.
2) Tahap mengorganisasikan siswa untuk belajar. Guru membantu siswa
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
3) Tahap membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Guru
mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah.
4) Tahap mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membentuk
siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai.
5) Tahap menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru
membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan. 20
19
Imas Kurniasih, Ragam Pengembangan Model Pembelajaran Untuk Peningkatan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Kata Pena, 2015), Cet. II, hlm. 48
20
14
Memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Fase 2
Mengorganisasikan siswa
Mebantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang yang sesuai seperti laporan, model, dan berbagi tugas dengan teman.
Fase 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari/ meminta kelompok presentasi hasil kerja.
1) Fase 1: Orientasi Peserta Didik pada Masalah
a) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
b) Guru memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan
masalah yang dipilih.
c) Guru memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan
skill yang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik lebih cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran dan mendapatkan „peta‟ yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran.
d) Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta
didik terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena
terlebih dahulu. Kemudian peserta didik diminta mencatat
15
2) Fase 2: Mengorganisasikan Peserta Didik dalam Pendefinisian
Masalah (Defining the Problem)
a) Guru menyampaikan permasalahan kemudian peserta didik
melakukan brainstorming melalui: mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap permasalahan sehingga dimungkinkan
muncul berbagai macam alternatif pendapat.
b) Setelah itu tugas guru adalah merangsang peserta didik untuk
berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru
adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan
asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka.
c) Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
3) Fase 3: Membimbing Penyelidikan Individu dan Kelompok dalam
Pembelajaran Mandiri (Self Learning)
a) Peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu
yang sedang diinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dalam
bentuk artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan, halaman web,
atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan.
b) Guru mendorong peseta didik untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai dengan isu yang sedang diinvestigasi, melaksakan eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan dan memecahkan masalah.
4) Fase 4: Mengembangkan dan Menyajikan Hasil Karya
Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman
materi dalam langkah pembelajaran mandiri, selanjutnya pada
pertemuan berikutnya peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya
untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari
permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan
dengan cara peserta didik berkumpul sesuai kelompok dan
16
5) Fase 5: Penilaian
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek: sikap
(attitude), pengetahuan (knowledge), dan keterampiilan (skill).21 Jadi, dapat disimpulkan dari batasan di atas, bahwa Problem Based Learning
memiliki lima tahap pembelajaran untuk melatih kemampuan balajar siswa dalam
melaksanakan suatu kegiatan di lapangan. Membantu siswa mengembangkan
keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah, serta mejadikan siswa
menjadi pembelajar yang mandiri.
f. Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning
Menurut Junaidi, dkk dalam Dindin Ridwanudin terdapat kelebihan dan
kekurangan pada model pembelajaran Problem Based Learning. 1) Kelebihan pada pembelajaran berbasis maslaah yakni:
a) Pemecahan masalah yang cukup bagus untuk lebih memahami isi
pelajaran.
b) Pemecahan masalah dapat menentang kemampuan peserta didik dan
memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
c) Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik bagaimana
mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam
kehidupan mereka.
d) Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk
mengembagkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam
pembelajaran yang mereka lakukan.
e) Pemecahan biasanya memperlihatkan kepada peserta didik bahwa setiap
mata pelajaran, pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu
yang harus dimengerti oleh peserta didik bukan hanya sekedar belajar
dari guru atau dari buku-buku saja.
f) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta didik
untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka sesuai
dengan pengetahuan baru.
21
17
g) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada peserta didik
untuk secara terus menerus belajar.
2) Kekurangan pembelajaran berbasis masalah:
a) Ketika peserta didik tidak memiliki minat dan bakat atau tidak
mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk
dipecahkan, maka mereka merasa enggan untuk mencoba.
b) Keberhasilan strategis pembelajaran membutuhkan cukup waktu untuk
persiapan.
c) Tanpa pemahaman, pemecahan masalah yang sedang dipelajari, mereka
tidak akan belajar apa yang mereka ingin dipelajari.22
Setiap model memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Mohamad Syarif
Sumantri model pembelajaran berbasis masalah mempunyai kelebihan dan
kekurangan diantaranya:
1) Kelebihan model pembelajaran berbasis masalah
a) Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
b)Berpikir dan bertindak kreatif.
c) Siswa dapat memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.
d)Mengidentifikasi dan mengevaluasi penyelidikan.
e) Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
f) Merangsang bagi perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk
menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi dengan tepat.
g)Dapat membuat pendidikan lebih relevan dengan kehidupan.
2) Kekurangan model pembelajaran berbasis masalah
a) Pembelajaran hanya berdasarkan masalah.
b)Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan model ini,
misalnya terbatasnya sarana dan prasarana atau media pembelajaran
yang dimiliki dapat menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati
serta akhirnya dapat menyimpulkan konsep yang diajarkan.23
22
Dindin Riwanuddin, Op. cit., hlm. 64-65
23
18
2. Keterampilan Membaca
a. Pengertian Keterampilan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia keterampilan merupakan kecakapan
untuk menyelesaikan tugas.24 Sedangkan menurut Dendy Sugono, dkk menyebutkan
terampil adalah mampu dan cekatan contohnya adalah seseorang terampil dalam
mengerjakan tugas sehari-hari.25 Jadi, dapat disimpulkan keterampilan adalah
kemampuan anak dalam melakukan berbagai aktivitas dalam usahanya untuk
menyelesaikan tugas. Keterampilan perlu dilatihkan kepada anak sejak dini supaya di
masa yang akan datang anak akan tumbuh menjadi orang yang terampil dan cekatan
dalam melakukan segala aktivitas, dan mampu menghadapi permasalahan hidup.
Selain itu mereka akan memiliki keahlian yang akan bermanfaat bagi masyarakat. Pengertian keterampilan menurut Yudha dan Rudhyanto “Keterampilan adalah kemampuan anak dalam melakukan berbagai aktivitas seperti motorik, berbahasa,
sosial-emosional, kognitif, dan afektif (nilai-nilai moral)”. Keterampilan yang
dipelajari dengan baik akan berkembang menjadi kebiasaan. Terdapat hubungan yang
saling mempengaruhi antara keterampilan dengan perkembangan kemampuan
keseluruhan anak. Keterampilan anak tidak akan berkembang tanpa adanya
kematangan. Beberapa faktor yang mempengaruhi keterampilan pada anak yaitu:
keturunan, makanan, intelegensi, pola asuh, kesehatan, budaya, ekonomi, sosial, jenis
kelamin, dan rangsangan dari lingkungan.26
Dari batasan di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan merupakan
kemampuan anak dalam melakuakn aktivitas dengan mengembangkan keterampilan
fisik dan motorik. Keterampilan itu harus dilakukan setiap saat, agar menjadi
pembiasaan, sehingga berkembanglah kebiasaan-kebiasaan baik.
24
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), Cet. I, hlm. 1180
25
Dendy Sugono, dkk, Kamus Bahasa Indonesia Sekolah Dasar, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010), Cet. VI, hlm. 394
26
Yani Zuhriyah, Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Anak Kelompok B Darul Athfal, 2012 (http://eprints.uny.ac.id/8074/pdf)
19
b. Pengertian Membaca
Membaca menurut Crawley dan Mountain dalam Rahim pada hakikatnya
adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan
tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan
metakognitif. Sebagai proses visual membaca merupakan proses menerjemahkan
simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Sebagai suatu proses berpikir, membaca
mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis,
dan pemahaman kreatif. Pengenalan kata bisa berupa aktivitas membaca kata-kata
dengan menggunakan kamus.27
Membaca menurut Tarigan dalam Resmini, dkk adalah kegiatan berinteraksi
dengan bahasa yang dikodekan dalam bentuk cetakan (huruf-huruf). Dengan demikian
membaca sebetulnya merupakan aktivitas menguraikan kode-kode tulisan ke dalam
bunyi atau menguraikan kode-kode grafis yang mewakili bahasa ke dalam makna
tertentu. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh
pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui
media kata-kata atau bahasa tulis.28
Klein, dkk dalam Rahim yang dikutip oleh Resmini, dkk mengemukakan,
bahwa definisi membaca mencakup membaca merupakan suatu proses, membaca
adalah strategis, dan membaca merupakan kegiatan interaktif. Membaca merupakan
suatu proses dimaksudkan informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh
pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk makna.29
Dalam buku H.G. Tarigan mengatakan membaca adalah suatu proses yang
dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak
disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Suatu proses
yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat
dalam suatu pandangan sekilas dan makna kata-kata secara individual akan dapat di
ketahui. Sedangkan dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian
kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding prosess), berlainan dengan
27
Farida Rahim, Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), ), Cet. II, hlm 02
28
Novi Resmini, dkk, Pendidikan Bahasa dan Sastra di Kelas Tinggi, (Bandung: UPI PRESS, 2007), Cet. I, hlm 74
29Ibid
20
berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan atau cetakan menjadi bunyi yang bermakna.30
Dari batasan di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca adalah proses
pengenalan kata-kata dalam bentuk cetak atau huruf-huruf, yang mempunyai peranan
penting dalam memberikan informasi serta memperoleh pesan yang ingin
disampaikan melalui media kata-kata. Membaca juga dapat melatih kemampuan
berbicara dan kemampuan mengenal kata perkata dalam suatu kalimat.
Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu proses untuk memahami yang
tersirat dalam yang tersurat, melihat pemikiran yang terkandung di dalam kata-kata
yang tertulis. Tingkat hubungan antara makna yang hendak dikemukakan oleh penulis
dan penafsiran pembaca turut menentukan ketepatan membaca. Makna bacaan tidak
terletak pada halaman tertulis tetapi berada pada pikiran pembaca. Demikianlah
makna itu akan berubah, karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang
berbeda-beda yang di pergunakan sebagai alat untuk menginterpretasikan kata-kata tersebut.31
Dari pengertian atau batasan yang telah diutarakan di atas maka membaca
dapat dikatakan juga sebagai metode yang digunakan untuk berkomunikasi
menyampaikan pesan yang tersurat dan tersirat agar mudah dipahami dengan baik.
Menurut Farida Rahim membaca adalah interaktif, keterlibatan pembaca dengan teks
tergantung pada konteks. Orang yang senang membaca suatu teks yang bermanfaat,
akan menemui beberapa tujuan yang ingin dicapainya, teks yang dibaca seseorang
harus mudah dipahami (readable) sehingga terjadi interaksi antara pembaca dan
teks.32
c. Tujuan Membaca
Sarkiyah dalam Supryadi mengemukakan bahwa “kemampuan membaca yang
diperoleh pada membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan
30
Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: CV Angkasa, 2015), hlm. 07
31
Isah Cahyani, dkk, Kemampuan Berbahasa Indonesia di SD, (Bandung: UPI PRESS, 2007), Cet. I, hlm hlm. 99
32
21
membaca lanjut”. Sebagai kemampuan yang mendasari kemampuan berikutnya maka kemampuan membaca permulaan benar-benar memerlukan perhataian guru, sebab
jika dasar itu tidak kuat, pada tahap membaca lanjut anak akan mengalami kesulitan
untuk dapat memiliki kemampuan membaca yang memadai.33
Membaca hendaknya mempunyai tujuan, Karena seseorang yang membaca
dengan suatu tujuan, cenderung lebih memahami dibandingkan dengan orang yang
tidak mempunyai tujuan. Dalam kegiatan membaca di kelas, guru seharusnya
menyusun tujuan. Tujuan membaca menurut Farida Rahim mencakup:
1) Menyempurnakan membaca nyaring.
2) Menggunakan strategi tertentu.
3) Memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik.
4) Mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya.
5) Memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis.
6) Mengkonfirmasikan atau menolak prediksi.34
Sejalan dengan Farida Rahim dan Novi Resmini, dkk, Henry Guntur Tarigan
dalam bukunya Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa mengatakan bahwa tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi,
mencakup isi, memahami makna bacaan. Berikut tujuan membaca, yakni:
1) Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang
telah dilakukan oleh tokoh, apa-apa yang telah dibuat oleh tokoh, apa yang
telah terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan masalah-masalah
yang dibuat oleh tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untuk
memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details or facts).
2) Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik
dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari
atau dialami tokoh, dan merangkumkan hal-hal yang dilakukan oleh tokoh
33
Sarkiyah, Upaya Meningkatkan Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Media Kartu di Kelas 1 MI Alkhairaat Uemalingku Kecamatan Ampana Kota, JKTO, 2010, Vol. 4, No. 4, hlm. 139
34Op. cit
22
untuk mencapai tujuannya. Membaca seperti ini disebut membaca untuk
memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas).
3) Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap
bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua, ketiga/
seterusnya. Setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu masalah,
adegan-adegan dan kejadian, kejadian buat dramatisasi. Ini disebut membaca
untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading for organization).
4) Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh
merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh
pengarang kepada para pembaca, mengapa para tokoh berubah,
kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau
gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi
(reading for inference).
5) Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa,
tidak wajar mengenai seorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau
apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini disebut membaca untuk
mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading to classify).
6) Membaca untuk menemukan apakah tokoh berhasil atau hidup dengan
ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti yang diperbuat
oleh tokoh, atau bekerja seperti cara tokoh bekerja dalam cerita itu. Ini
disebut membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading to evaluate). 7) Membaca untuk menemukan bagaimana caranya tokoh berubah,
bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana
dua cerita mempunyai persamaan, dan bagaimana tokoh menyerupai
pembaca. Ini disebut membaca untuk membandingkan atau
mempertentangkan (reading to compare or contrast). 35
Jadi, dari teori di atas dapat disimpulkan membaca memiliki tujuan-tujuan
penting seperti, membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta,
membaca untuk memperoleh ide-ide utama, membaca untuk mengetahui urutan atau
35
23
susunan, organisasi cerita, membaca untuk menyimpulkan, dan membaca untuk
mengklasifikasikan.
d.Jenis-Jenis Membaca
Telah diutarakan bahwa membaca merupakan suatu keterampilan yang
kompleks yang melibatkan serangkaian keterampilan yang lebih kecil lainnya.
Sebagai garis besarnya, terdapat dua aspek penting dalam membaca, yaitu:
1) Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skill) yang dapat dianggap
berada pada urutan yang lebih rendah (lower order). Aspek ini mencakup
pengenalan bentuk huruf, pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem,
kata, pola klausa, kalimat dan lain-lain, pengenalan hubungan atau
korespondensi pola ejaan dan bunyi.
2) Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skills) yang dapat
dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (higher order). Aspek ini
mencakup memahami pengertian sederhana, memahami signifikansi atau
makna, evakuasi atau penialaian, dan kecepatan membaca yang fleksibel yang
mudah disesuaikan dengan keadaan.36
Novi Resimi, dkk menuliskan dalam bukunya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi, bahwa terdapat jenis-jenis membaca, yakni:
1) Membaca pemahaman, adalah salah satu bentuk dari kegiatan membaca
dengan tujuan utamanya untuk memahami isi pesan yang terdapat dalam
bacaan. Membaca pemahaman lebih menekankan pada penguasaan isi
bacaan, bukan pada indah, cepat, atau lambatnya bacaan.
2) Membaca memindai, merupakan kegiatan membaca yang sangat cepat
untuk memperoleh informasi tertentu dari bahan bacaannya.
3) Membaca layap, atau membaca sekilas adalah membaca yang membuat
mata kita bergerak dengan cepat melihat, memperlihatkan bahan tertulis
untuk mengetahui isi umum atau bagian dalam suatu bacaan.
4) Membaca intensif, adalah proses membaca yang dilakukan secara
seksama, cermat, dan teliti dalam penanganan terperinci yang dilakukan
pada saat membaca, karena kegiatan membaca intensif ini tidak
36Ibid.,
24
mata merupakan kegiatan membaca saja tetapi lebih menekankan pada
pemahaman isi dari bacaan.
5) Membaca nyaring, merupakan kegiatan membaca yang dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan membaca dna menyimak. Dengan membaca
nyaring, seluruh siswa yang ada di dalam kelas akan memperhatikan
bahan bacaan sehingga ketika temannya membaca akan tahu
kesalahannya.
6) Membaca dalam hati, merupakan jenis kegiatan membaca yang berbeda
dengan membaca nyaring tetapi memiliki kesamaan tujuan dalam
mendalami materi yang terdapat dalam bacaan. Membaca dalam hati
memberikan kesempatan kepada siswa utnuk memahami teks yang
dibacanya secara lebih mendalam. Membaca dalam hati juga memberikan
kesempatan kepada guru untuk mengamati reaksi dan kebiasaan membaca
siswa.37
e. Pengertian Keterampilan Membaca
Membaca merupakan satu keterampilan berbahasa di samping menyimak,
berbicara, dan menulis. Sebagai unsur keterampilan berbahasa, membaca dapat
dipelajari dengan berbagai cara. Cara yang ditempuh tentunya harus disesuaikan
dengan tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan membaca tersebut. Menurut
Budinuryanta, dkk dalam bukunya Pengajaran Keterampilan Berbahasa tujuan membaca dilingkupi oleh empat tujuan berbahasa berikut. Pertama, tujuan penalaran, menyangkut kesanggupan berpikir dan pengungkapan nilai serta sikap social budaya.
Pendeknya identitas dan kepribadian seseorang. Kedua, tujuan instrumental menyangkut penggunaan bahasa yang dipelajari itu untuk tujuan-tujuan material dan
konkret. Ketiga, tujuan integratif, menyangkut keinginan seseorang menjadi menjadi anggota suatu masyarakat yang menggunakan bahasa itu sebagai bahasa pergaulan
sehari-hari dengan cara menguasai bahasa itu seperti seorang penutur asli, atau paling sedikit membuat orangnya tidak akan diaggap “asing” lagi oleh penutur-penutur bahasa atau dialek itu. Keempat, tujuan kebudayaan terdapat pada orang yang secara ilmah ingin mengetahui atau memperdalam pengetahuannya tentang suatu
37
25
kebudayaan atau masyarakat. Ini didasakan atas asumsi bahwa bahasa adalah suatu
inventaris dari unsur-unsur suatu kebudayaan atau masyarakat bahasa.38
Keterampilan membaca mempengaruhi kebiasaan dan kebudayaan membaca.
Orang yang mempunyai hobi membaca secara reflektif senantiasa meningkatkan
kualitas membacanya. Dalam diri seseorang akan terbina tata baca yang baik dan
benar serta situasional sesuai dengan keadaan yang ada di sekitarnya. Hobi membaca
merupakan suau kebutuhan yang senantiasa harus dipenuhi setiap hari sebelum
seseorang istirahat setelah lelah menjalankan tanggung jawab dan kewajiban
berkaitan dengan fungsional sosial.39
Dari batasan di atas dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan salah satu
keterampilan berbahasa. Pada dasarnya keterampilan membaca memiliki tujuan yang
sama dengan tujuan keterampilan berbahasa, yakni penalaran, instrumental, integratif,
dan kebudayaan. Keterampilan membaca juga mempengaruhi kebiasaan dan
kebuadayaan membaca.
Keterampilan membaca pada umumnya diperoleh dengan cara
mempelajarinya di sekolah. Keterampilan ini merupakan suatu keterampilan yang
sangat unik serta berperan penting bagi pengembangan pengetahuan, dan sebagai alat
komunikasi bagi kehidupan manusia.40
Setiap guru bahasa haruslah menyadari serta memahami benar bahwa
membaca adalah suatu keterampilan yang kompleks, yang rumit, yang mencakup atau
melibatkan serangkaian keterampilan-keterampilan yang lebih kecil. Dengan
perkataan lain, keterampilan membaca mencakup tiga komponen, yaitu:
1) Pengalaman terhadap aksara serta tanda-tanda baca.
2) Korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik
yang formal.
3) Hubungan lebih lanjut dari siswa ke siswa dengan makna.41
38
Budinuryanta, dkk, Pengajaran Keterampilan Berbahasa, Edisi Dua, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), Cet. II, hlm. 112
39
Alek & Ahmad. H.P, Bahasa Indonesia Untuk Peguruan Tinggi, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet. I, hlm. 77
40
Iskandarwassid, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. III, hlm. 245
41
26
Selanjutnya, menurut Henry Guntur Tarigan dalam bukunya Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa dalam membantu serta membimbing para peserta didik untuk mengembangkan serta meningkatkan keterampilan-keterampilan
yang mereka butuhkan dalam membaca. Usaha yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan keterampilan membaca itu, adalah:
1) Guru dapat membantu peserta didik dalam memperkaya kosa kata mereka.
2) Guru dapat membantu peserta didik untuk memahami makna
struktur-struktur kata dan kalimat.
3) Guru dapat meningkatkan kecepatan membaca para peserta didik dengan
metode-metode membaca.42
Dari teori di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan membaca
merupakan suatu keterampilan berbahasa yang penting, karena dapat dipergunakan
oleh pembaca untuk menerima pesan. Suatu proses yang menuntut agar pembaca atau
peserta didik memperkaya kosa kata agar dapat memahami, mengembangkan, serta
meningkatkan kecepatan membacanya.
f. Keterampilan Membaca untuk Anak Sekolah Dasar
Salah satu hal yang menjadi tugas guru, khususnya guru SD adalah mengajari
anak membaca. Hal ini penting karena melalui membaca anak akan dapat menambah
pengetahuan mereka dengan lebih mudah. Dengan kata lain, membaca merupakan
salah satu kunci bagi anak untuk mempelajari pengetahuan-pengetahuan lainnya.
Kegiatan dalam membaca masih lebih ditekankan pada pengenalan dan pengucapan
lambang-lambang bunyi yang berupa huruf, kata, dan kalimat dalam bentuk
sederhana. Pengucapan tersebut akan lebih bermakna jika dapat membangkitkan
makna seperti dalam pembicaraan lisan. Kemudian secara berangsur-angsur siswa
mulai membaca pemahaman.43
Setiap pembaca memiliki tahap perkembangan kognitif yang berbeda,
misalnya siswa kelas rendah (siswa kelas I) dengan siswa kelas tinggi (siswa kelas
IV), tingkat perkembangan kognitifnya tidak sama. Dengan demikian, bahan ajar
atau bacaan yang dibacapun tidak sama, sehingga harus disesuaikan dengan tingkat
42Ibid.,
hlm. 16 43