PERTUMBUHAN PROPAGUL Rhizophora apiculata DARI
BERBAGAI UKURAN
SKRIPSI
OLEH
LOVE FREDDY ABDI KUSUMA 061202004/BUDIDAYA HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pertumbuhan Propagul Rhizophora apiculata Dari Berbagai Ukuran
Nama : Love Freddy Abdi Kusuma
NIM : 061202004
Prodi : Kehutanan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Dr. Budi Utomo, SP. MP Ketua Anggota
Mengetahui
ABSTRACT
LOVE FREDDY ABDI KUSUMA. The growth of propagule Rhizophora
apiculata from various size, under academic supervision by YUNASFI and BUDI
UTOMO.
Rhizophora apiculata is one of that has strong roots and be able to with stand waves of ocean currents. However, with the utilization of mangrove forests by communities around the forest into agricultural land, farm, settlement, so the presence of R. apiculata depleted. One of the efforts made to rehabilitate degraded forest mangrove is doing seedbed propagules R. apiculata with various types of meansure that will obtain the best propagules growth. This study aims to determine the growth of propagules R. apiculata good of various kinds of size. This research was conducted in the seedling location of Sicanang and Laboratory of Forest Product Technology, Forest Departement, Agriculture Faculty, Univercity of nourth Sumatera during 3 mouth i.e March-June 2011. This research use the complete random desaign (RAL) with 4 treatment i.e size of propagule 20-23 cm, size of propagule 24-27 cm, size of propagul 28-31 cm, and size of propagule 31-35 cm, for 7 repetition.
The results showed growth of propagules R. apiculata of various sizes to give real effecton propagule height, propagule diameter, leaf biomass and leaf area. The highest of propagule found in propagule R. apiculata with size 31-35 cm that is equal to 24,2 cm. The biggest of diameter propagule found in propagule R. apiculata with size 31-35 cm that is equal to 0.40 cm. The biggest of Total biomass found in propagule R. apiculata with size 24- 27 cm that is equal to 20,64 gram. The largest propagule leaf area found in propagules R. apiculata with size 31-35 cm that is equal to 1068,56 cm2.
ABSTRAK
LOVE FREDDY ABDI KUSUMA. Pertumbuhan propagul Rhizophora
apiculata dari berbagai jenis ukuran, dibimbing oleh YUNASFI dan BUDI
UTOMO.
Rhizophora apiculata merupakan salah satu pohon yang memiliki
perakaran yang kuat serta mampu menahan gelombang arus laut. Akan tetapi dengan adanya pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat sekitar hutan menjadi lahan pertanian, tambak, pemukiman, sehingga keberadaan R. apiculata semakin habis. Salah satu usaha yang dilakukan untuk merehabilitasi hutan mangrove yang terdegradasi adalah melakukan persemaian propagul R. apiculata dengan berbagai jenis ukuran yang nantinya diperoleh propagul yang paling baik pertumbuhannya. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan propagul R. apiculata yang baik dari berbagai jenis ukuran. Penelitian ini dilakukan di lokasi pempropagulan mangrove yang bertempat di Desa Sicanang, Kecamatan Medan-Belawan, Sumatera Utara dan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Juni 2011. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4
perlakuan, yaitu (20 cm - 23 cm), (24 cm - 27 cm), (28 cm - 31 cm), (32 cm - 35 cm). Setiap perlakuan diulang sebanyak 7 sehingga diperoleh 28
propagul R. apiculata.
Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan propagul R. apiculata dari berbagai jenis ukuran memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi propagul, diameter propagul, biomassa daun dan luas daun total. Tinggi propagul terbesar didapat pada propagul R. apiculata dengan ukuran 32-35 cm yaitu sebesar 24,2
cm. Diameter propagul terbesar pada propagul R. apiculata dengan ukuran 32-35 cm yaitu sebesar 0,40 cm. Biomassa daun terbesar didapat pada propagul
R. apiculata dengan ukuran 24-27 cm yaitu sebesar 20,64 gram/cm2. Luas daun total propagul terluas didapat pada propagul R. apiculata dengan ukuran 32-35 cm yaitu sebesar 1068,56 cm2.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 11 Oktober 1988 dari pasangan
Bapak Yeddy Telaumbanua dan Ibu Dameria Sipahutar. Penulis merupakan anak
pertama dari 4 bersaudara.
Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 012 Petang Jakarta Timur dan
lulus tahun 2000 kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 45 MEDAN
dan lulus tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 9 MEDAN
dan lulus Tahun 2006 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Program
Studi Budidaya Hutan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB)
Selain mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Mahasiswa Silva (HIMAS). Penulis melaksanakan praktik pengenalan dan
pengelolaan hutan (P3H) di hutan dataran tinggi Tangkahan, Kabupaten Langkat
Sumatera Utara dan di hutan mangrove Pulau Sembilan, Pangkalan Susu pada
tahun 2008. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Perum
Perhutani Unit III KPH Bandung Utara dari tanggal 1 Juli sampai 1 Agustus 2010
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada
waktunya.
Judul skripsi ini adalah “Pertumbuhan Propagul Rhizophora apiculata
Dari Berbagai Ukuran”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi
pembimbing, yaitu Dr. Ir. Yunasfi, M.Si dan Dr. Budi Utomo, SP, MP. Serta
kepada orangtua penulis yang telah memberi dukungan penulis baik moril
maupun materil dan kepada semua teman-teman yang telah membantu dalam
pembuatan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang kehutanan.
Medan, September 2011
DAFTAR ISI
Teknik Silvikultur Bakau (Rhizophora sp.) ... 6
Pertumbuhan Rhizophora apiculata... ... 8
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakau ... 10
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 12
Parameter Penelitian ... 15
Luas permukaan daun (cm2) ... 20
Bobot kering akar (g/cm2) ... 20
Bobot kering tajuk (g/cm2) ... 21
Bobot Kering Daun (g/cm2) ... 21
Rasio bobot kering tajuk per akar ... 22
Pembahasan ... 23
KESIMPULAN DAN SARAN ... 27
Kesimpulan ... 27
Saran ... 27
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Pertumbuhan tinggi Propagul R. apiculata rata-rata pada berbagai Ukuran Propagul ... 17
2. Pertumbuhan diameter Propagul R. apiculata rata-rata pada berbagai Ukuran Propagul ... 18
3. Luas permukaan daun Propagul R. apiculata rata-rata pada berbagai Ukuran Propagul ... 20
4. Bobot kering akar Propagul R. apiculata rata-rata pada berbagai Ukuran Propagul ... 21
5. Bobot kering tajuk Propagul R. apiculata rata-rata pada berbagai Ukuran Propagul ... 21
6. Bobot kering daun Propagul R. apiculata rata-rata pada berbagai Ukuran Propagul ... 22
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1. Grafik pertambahan tinggi Propagul R. apiculata dengan beberapa Ukuran Propagul umur 0 MST sampai 15 MST ... 18
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Analisis Rancangan Percobaan Tinggi (cm) Propagul
R. apiculata Pada Berbagai Ukuran Propagul ... 30
2. Analisis Rancangan Percobaan Diameter (cm) batang Propagul
R. apiculata Pada Berbagai Ukuran Propagul ... 30
3. Analisis Rancangan Percobaan Biomassa Daun
R. apiculata Pada Berbagai Ukuran Propagul ... 31
4. Analisis Rancangan Percobaan Biomassa Tajuk
R. apiculata Pada Berbagai Ukuran Propagul ... 31
5. Analisis Rancangan Percobaan Bobot Biomassa Akar Propagul
R. apiculata Pada Berbagai Ukuran Propagul ... 32
6. Analisis Rancangan Percobaan Rasio Tajuk per Akar Propagul
R. apiculata Pada Berbagai Ukuran Propagul ... 32
7. Analisis Rancangan Percobaan Luas Permukaan Daun Total Propagul
R. apiculata Pada Berbagai Ukuran Propagul ... 33
8. Foto Perlakuan A Propagul R. apiculata Pada Berbagai Ukuran Propagul ... 34
9. Foto Perlakuan B Propagul R. apiculata Pada Berbagai Ukuran Propagul ... 34
10. Foto Perlakuan C Propagul R. apiculata Pada Berbagai Ukuran Propagul ... 35
ABSTRACT
LOVE FREDDY ABDI KUSUMA. The growth of propagule Rhizophora
apiculata from various size, under academic supervision by YUNASFI and BUDI
UTOMO.
Rhizophora apiculata is one of that has strong roots and be able to with stand waves of ocean currents. However, with the utilization of mangrove forests by communities around the forest into agricultural land, farm, settlement, so the presence of R. apiculata depleted. One of the efforts made to rehabilitate degraded forest mangrove is doing seedbed propagules R. apiculata with various types of meansure that will obtain the best propagules growth. This study aims to determine the growth of propagules R. apiculata good of various kinds of size. This research was conducted in the seedling location of Sicanang and Laboratory of Forest Product Technology, Forest Departement, Agriculture Faculty, Univercity of nourth Sumatera during 3 mouth i.e March-June 2011. This research use the complete random desaign (RAL) with 4 treatment i.e size of propagule 20-23 cm, size of propagule 24-27 cm, size of propagul 28-31 cm, and size of propagule 31-35 cm, for 7 repetition.
The results showed growth of propagules R. apiculata of various sizes to give real effecton propagule height, propagule diameter, leaf biomass and leaf area. The highest of propagule found in propagule R. apiculata with size 31-35 cm that is equal to 24,2 cm. The biggest of diameter propagule found in propagule R. apiculata with size 31-35 cm that is equal to 0.40 cm. The biggest of Total biomass found in propagule R. apiculata with size 24- 27 cm that is equal to 20,64 gram. The largest propagule leaf area found in propagules R. apiculata with size 31-35 cm that is equal to 1068,56 cm2.
ABSTRAK
LOVE FREDDY ABDI KUSUMA. Pertumbuhan propagul Rhizophora
apiculata dari berbagai jenis ukuran, dibimbing oleh YUNASFI dan BUDI
UTOMO.
Rhizophora apiculata merupakan salah satu pohon yang memiliki
perakaran yang kuat serta mampu menahan gelombang arus laut. Akan tetapi dengan adanya pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat sekitar hutan menjadi lahan pertanian, tambak, pemukiman, sehingga keberadaan R. apiculata semakin habis. Salah satu usaha yang dilakukan untuk merehabilitasi hutan mangrove yang terdegradasi adalah melakukan persemaian propagul R. apiculata dengan berbagai jenis ukuran yang nantinya diperoleh propagul yang paling baik pertumbuhannya. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan propagul R. apiculata yang baik dari berbagai jenis ukuran. Penelitian ini dilakukan di lokasi pempropagulan mangrove yang bertempat di Desa Sicanang, Kecamatan Medan-Belawan, Sumatera Utara dan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Juni 2011. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4
perlakuan, yaitu (20 cm - 23 cm), (24 cm - 27 cm), (28 cm - 31 cm), (32 cm - 35 cm). Setiap perlakuan diulang sebanyak 7 sehingga diperoleh 28
propagul R. apiculata.
Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan propagul R. apiculata dari berbagai jenis ukuran memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi propagul, diameter propagul, biomassa daun dan luas daun total. Tinggi propagul terbesar didapat pada propagul R. apiculata dengan ukuran 32-35 cm yaitu sebesar 24,2
cm. Diameter propagul terbesar pada propagul R. apiculata dengan ukuran 32-35 cm yaitu sebesar 0,40 cm. Biomassa daun terbesar didapat pada propagul
R. apiculata dengan ukuran 24-27 cm yaitu sebesar 20,64 gram/cm2. Luas daun total propagul terluas didapat pada propagul R. apiculata dengan ukuran 32-35 cm yaitu sebesar 1068,56 cm2.
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Mangrove memiliki peranan penting dalam melindungi pantai dari
gelombang, angin dan badai. Tegakan mangrove dapat melindungi pemukiman,
bangunan dan pertanian dari angin kencang atau intrusi air laut. Mangrove juga
terbukti memainkan peran penting dalam melindungi pesisir dari gempuran badai.
Secara umum ekosistem mangrove merupakan sumber daya alam (natural
resources) yang memiliki intensitas relasi yang tinggi dengan masyarakat,
mengingat hutan mangrove mudah dijangkau dan berada pada kawasan-kawasan
yang sudah cukup terbuka atau berkembang. Selain itu, potensi ekonomi
mangrove cukup tinggi yang didukung oleh kemudahaan pemanfaatan dan
pemasaran hasilnya. Hal ini mendorong laju kerusakan ekosistem mangrove
umumnya berlangsung cepat (LPM, 2005).
Permasalahan utama pada habitat mangrove bersumber dari berbagai
tekanan yang menyebabkan luas hutan mangrove semakin berkurang antara lain
oleh kegiatan pemukiman, tambak, ataupun berbagai kegiatan pengusahaan hutan
yang tidak bertanggung jawab (Bengen, 2000). Pertambahan penduduk terutama
didaerah pantai, mengakibatkan asanya perubahan tataguna lahan dan
pemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan, sehingga hutan mangrove
dengan cepat menipis dan rusak diseluruh daerah tropis.
Di beberapa daerah wilayah pesisir di Indonesia sudah terlihat adanya
degradasi dari hutan mangrove akibat penebangan hutan mangrove yang
melampaui batas kelestariannya. Hutan mangrove telah berubah fungsinya akibat
sebagainya Data Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) RI (2008) dan
Direktoral Jenderal Rehabilitasi lahan dan Perhutanan Sosial (Ditjen RLPS), luas
hutan mangrove Indonesia adalah 9.204.840.32 ha dengan luas 2.548.209,42 ha
dengan kondisi baik, 4.510.456,61 ha kondisi rusak sedang dan 2.146.174,29 ha
yang berkondisi rusak parah. Dengan laju kerusakan yang tinggi seperti ini,
dikhawatirkan bahwa keberadaan hutan mangrove sebagai pelindung daerah
dibelakangnya akan hilang. Dengan hilangnya hutan mangrove, maka air tanah
akan tercemari oleh intruisi air laut dan juga akan hilangnya pelindung dari
gelombang air laut bagi daerah pemukiman yang ada dibelakang hutan mangrove.
Salah satu cara untuk membangun hutan mangrove yang sudah
terdegradasi adalah dengan mengadakan penanaman mangrove. Penanaman
mangrove dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara menanam langsung
buah mangrove (propagul) ke areal penanaman dan melalui persemaian bibit.
Penanaman secara langsung tingkat kelulushidupannya rendah (sekitar 20-30 %).
Hal ini karena pengaruh arus laut pada saat pasang dan pengaruh predator.
Sedangkan dengan cara persemaian dan pembibitan, tingkat kelulushidupannya
relatif tinggi (sekitar 60-80%).
Melalui pembibitan tanaman mangrove, akan membantu tingkat
keberhasilan hidup bagi benih ataupun propagul mangrove yang akan ditanam
dilapangan. Dengan dilakukan pembibitan, adaptasi benih terhadap tempat
tumbuh nya lebih baik dan mengurangi resiko benih mati atau hilang terbawa
gelombang laut yang kencang, selain itu, dengan pembibitan, bibit mangrove yang
sakan ditanam dilapangan akan lebih bertahan hidup dari gangguan alam yang
Dengan pesatnya pertumbuhan sektor pembangunan dan perekonomian
pada daerah disekitar hutan mangrove akan mengakibatkan luas hutan mangrove
semakin menipis dan hilang. Menyadari akan pentingnya hutan mangrove bagi
kehidupan baik langsung maupun tidak langsung, maka perlu dilakukannya
tindakan rehabilitasi hutan mangrove. Untuk membantu merehabilitasi kawasan
mangrove yang rusak maka perlu dilakukan pembibitan tanaman mangrove agar
dapat mempercepat rehabilitasi hutan mangrove dengan optimal. Dalam penelitian
ini dilakukan pembibitan mangrove dengan memilih jenis Rhizphora apiculata
yang diambil dari beberapa ukuran propagul yang berbeda untuk diamati
pertumbuhannya. Pada akhirnya akan diperoleh jenis ukuran bibit/propagul yang
bagus dan berkualitas untuk ditanam pada lahan yang mengalami kerusakan
maupun terdegradasi.
Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan
propagul Rhizophora apiculata dari berbagai ukuran.
Hipotesis Penelitian
Propagul R. apiculata dengan ukuran 32-35 cm pertumbuhannya lebih
baik dibandingkan ukuran propagul R. apiculata yang lainnya.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk mendapatkan jenis ukuran propagul
bakau merah (Rhizophora apiculata) yang baik pertumbuhannya sehingga dapat
menjadi sumber informasi bagi pihak-pihak yang ingin mengadakan kegiatan
Kerangka Penelitian
Kawasan hutan mangrove sebagian besar telah mengalami kerusakan yang
disebabkan oleh perbuatan manusia. Salah satu usaha yang perlu dilakukan yaitu
mengadakan kegiatan rehabilitasi. Bakau (Rhizophora apiculata) merupakan salah
satu tanaman yang dapat ditanam di areal yang telah mengalami degradasi.
Keberhasilan kegiatan rehabilitasi ditentukan oleh kualitas bibit yang baik, oleh
karena itu diadakan penelitian untuk mengetahui pertumbuhan propagul bakau
merah (Rhizophora apiculata) yang baik dengan berbagai jenis ukuran propagul,
karena asumsinya bahwa setiap ukuran dari propagul bakau akan mengalami
pertumbuhan yang berbeda sesuai tingkat kematangan propagul. Sehingga pada
akhirnya kegiatan rehabilitas dapat berhasil dengan baik. Berikut ini kerangka
Gambar 1. Kerangka pemikiran Hutan Mangrove
Pemukiman
Kerusakan Hutan Mangrove
Teknik Persemaian Rehabilitasi Hutan
Tambak Perkebunan
Tempat tumbuh
Lingkungan Kualitas bibit
Pemilihan jenis
Pembibitan
Bakau (Rhizophora apiculata)
TINJAUAN PUSTAKA
Mangrove
Kata mangrove merupakan kombinasi anatara bahasa Portugis mangue dan
bahasa Inggris grove (Mac nae, 1968, dalam Fahutan IPB, 2005). Dalam bahasa
Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh
didaerah jangkauan pasang surut maupun untuk individu-individu jenis tumbuhan
yang menyusun komunitas tersebut, sedangkan dalam bahasa Portugis kata
mangrove digunakan untuk menyatakan individu jenis tumbuhan dan kata mangal
untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. Fungsi ekologis hutan mangrove
antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat
tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran
(nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan,
serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain :
penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil
bibit.
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya
kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada
wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies
pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau
(Santoso, 2000). Ekosistem mangrove terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan
mikrobia yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat mangrove (SNM, 2003),
namun tanpa hadirnya tumbuhan mangrove, kawasan ini tidak dapat disebut
Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah
pasang surut (terutama di daerah pantai terlindung, laguna, muara sungai) yang
tergenang pada saat surut yang komunitas tumbuhan bertoleransi terhadap garam.
Hutan mangrove sering disebut juga hutan pasang surut, hutan payau atau hutan
bakau. Istilah bakau sering dipakai karena kebanyakan suku tumbuhan yang ada
dihutan mangrove adalah suku Rhizophoraceae. Bakau adalah nama sekelompok
Taksonomi Rhizophora apiculata
Adapun taksonomi dari tumbuhan bakau merah (R. apiculata) ini adalah
Kingdom : Plantae (Tumbuhan); Sub-Kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan
Berpembuluh); Super Divisi : Spermatophyta ( Menghasilkan Biji); Divisi :
Magnoliophyta (Tumbuhan Berbunga); Kelas : Magnoliopsida (Berkeping
2/dikotil); Sub-Kelas : Rosidae; Ordo : Malphigiales; Famili : Rhizophoraceae;
Genus : Rhizophora; Species : Rhizophora apiculata dengan nama dagang Bakau
Merah (Plantamor, 2011).
Teknik Silvikultur Rhizophora apiculata
Persemaian mangrove membutuhkan lokasi basah yang terpengaruh
pasang surut. Karenanya, persemaian mangrove dapat juga disebut sebagai
persemaian pasang surut. Sedangkan untuk jenis tanaman pantai, lokasi yang
sesuai adalah lokasi kering, tidak mengalami genangan. Oleh karena itu,
persemaian ini juga dikenal sebagai persemaian darat (terrestrial nursery).
Persemaian bibit mangrove (khususnya Rhizophora spp., Ceriops spp., dan
Bruguiera spp.) biasanya terletak di lokasi yang terkena pasang surut. Dalam
disiram, namun pemberian naungan tetap harus dilakukan, terutama dalam waktu
2 bulan pertama. Setelah itu, intensitas naungan sebaiknya dikurangi.
Pengurangan intensitas naungan ini harus dilakukan secara perlahan-lahan hingga
bibit memiliki ketahanan untuk hidup di lokasi terbuka, sebagaimana kondisi
sebenarnya di lapangan.
Media yang digunakan dalam penyemaian berasal dari tanah berlumpur
atau lumpur berpasir yang diambilkan dari sekitar pohon induk agar benih yang
disemaikan dapat hidup dengan optimal. Benih disemaikan masing-masing satu
buah dalam satu polibag. Bedeng persemaian sebaiknya diberi naungan dengan
intensitas sebesar 50% dengan lama pemberian naungan sekitar 3–4 bulan.
Kemudian naungan dibuka dan dibiarkan selama 1 bulan untuk adaptasi bibit
sebelum ditanam. Bibit yang telah siap tanam harus memenuhi kriteria tertentu
yaitu tinggi minimal bibit 30 cm dengan jumlah daun 4 helai. Untuk memperoleh
bibit bakau yang siap tanam, diperlukan waktu 4-5 bulan. Teknik pananamannya
sama dengan R. mucronata, namum benih R. apiculata hanya ditancapkan
sedalam 5 cm pada media (Wibisono dkk, 2006).
Propagul mangrove diusahakan berasal dari lokasi setempat atau lokasi
terdekat. Buah dapat diperoleh dengan cara mengambil buah-buah yang telah
jatuh atau memetik langsung dari pohonnya. Sebaiknya, pengumpulan buah
dilakukan secara berulang dengan interval waktu tertentu. Pada saat memetik buah
secara langsung dari pohon induknya harus dilakukan secara berhati-hati, jangan
sampai bunga dan buah yang belum matang berjatuhan. Untuk memperoleh buah
yang baik, dapat dilakukan antara bulan September sampai dengan Maret. Seleksi
dari buah yang matang, sehat, segar dan bebas dari hama. Ciri kematangan dapat
dilihat dari warna kotiledon, warna hipokotil, berat buah atau ciri lainnya.
Sebelum digunakan untuk pembibitan, buah dapat disimpan sementara waktu.
Buah dimasukkan dalam ember atau bak yang berisi air penuh, dengan posisi
tegak, dan diletakkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari. Lama
penyimpanan maksimal adalah 10 hari (Bengen dan Adrianto 2001).
Untuk jenis Rhizophora spp., Ceriops spp. dan Bruguiera spp. petunjuk
kemasakan propagul dapat ditentukan. Propagul berwarna hijau kecoklatan
dengan panjang minimal 20 cm, kotiledon berwarna merah, perikarp berwarna
coklat dan mudah lepas dari plumula. Pengumpulan propagul dapat dilakukan
antara lain dengan cara memetiknya langsung di pohon, mengumpulkan propagul
yang telah jatuh atau memungut propagul yang hanyut di sungai.
Ukuran propagul yang besar pada umumnya memiliki cadangan makanan
yang lebih banyak dibandingkan dengan ukuran propagul yang lebih kecil. Oleh
karena itu, propagul yang lebih besar lebih cepat tumbuh dan lebih baik
pertumbuhan nya dibandingkan dengan propagul yang lebih kecil.
Pertumbuhan Rhizophora apiculata
Pertumbuhan semai Rhizophora sp yang berasal dari hipokotil utuh
pertumbuhannya lebih baik daripada pertumbuhan semai yang berasal dari stek
hipokotil, baik hipokotil bagian atas maupun bagian bawah. Hal tersebut
kemungkinan salah satunya disebabkan oleh cadangan makanan pada hipokotil
utuh lebih banyak serta pertumbuhan tunas dan akar lebih cepat dibandingkan
pertumbuhan tunas dan akar pada semai yang berasal dari stek hipokotil.
pertumbuhan dan perkembangan sampai terbentuknya akar dan tunas yang
sempurna (Mulyani dkk, 1996).
Rhizophoraceae fase seedling diawali dengan terbentuknya radikula secara
vivivar, monoaksial, dengan respon geotropik positif kemudian meristem apek
terhenti, kemudian meristem lateral berkembang membentuk akar lateral (aksis 2)
yang monopodial dengan tipe percabangan lateral (orientasi ortotrof) dan mono
aksial (orientasi plagiotrof). Akar lateral Rhizophora fase juvenil tumbuh secara
kontinue, melakukan percabangan lateral (silepsis), dengan respon geotropik
positif (ortotrof) hingga fase dewasa. Akar tunjang Rhizophoraceae terbentuk
melalui 2 pola yaitu : pola awal dengan aksis 2 yang tumbuh monopodial, ortotrof
(silepsis) dan percabangan pada bagian distal lalu proksimal, selanjutnya pola
kedua dengan aksis 2 yang menghasilkan modul berupa unit cabang simpodial
(plagiotrof) dan aksis baru tumbuh pada bagian distal setiap (Dahlan dkk, 2008)
Pertumbuhan akar yang muncul pada stek hipokotil bagian atas jumlahnya
lebih sedikit, tetapi ukurannya lebih besar. Pada stek hipokotil bagian atas waktu
yang diperlukan untuk munculnya akar lebih lama dibandingkan dengan stek
hipokotil bagian bawah dan semai yang berasal dari hipokotil utuh. Hal tersebut
disebabkan karena hipokotil bagian atas tunas nya sudah ada sejak ditananam,
sedangkan tempat munculnya akar terganggu karena pemotongan atau mengalami
perlukaan (Kramer dan Kozlowski, 1960).
Peningkatan intensitas cahaya dari 75% menjadi 100% menyebabkan
bobot kering tajuk menurun, dengan meningkatnya intensitas cahaya maka akan
meningkatkan suhu lingkungan tanaman, yang mengakibatkan respirasi tanaman
jaringan tanaman sedikit, menyebabkan bobot kering tajuk pada tanaman dengan
perlakuan intensitas cahaya 75% lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas
cahaya 100%. Kelembaban udara dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman
karena dapat mempengaruhi proses fotosintesis. Laju fotosintesis meningkat
dengan meningkatnya kelembaban udara sekitar tanaman. (Dwidjoseputro, 1996).
Daun merupakan organ tanaman tempat berlangsungnya proses
fotosintesis. Besarnya cahaya yang tertangkap pada proses fotosintesis
menunjukkan biomassa, sedangkan besarnya biomassa dalam jaringan tanaman
mencerminkan bobot kering. Bila luas daun meningkat, asimilat yang dihasilkan
akan lebih besar pula. Luas daun yang besar menyebabkan laju asimilasi bersih
meningkat, sehingga laju pertumbuhan nisbi juga meningkat dan bobot kering
tanaman meningkat pula. Laju pertumbuhan nisbi adalah peningkatan bobot
kering tanaman dalam suatu interval waktu tertentu saja, bukan pertambahan
bobot kering tanaman. Nilai laju pertumbuhan nisbi erat kaitannya dengan
efisiensi penyerapan cahaya oleh daun, dalam hal ini luas daun dan laju asimilasi
bersih akan mempengaruhi laju pertumbuhan nisbi. Luas daun meningkat dengan
diimbangi laju asimilasi bersih yang tinggi, akan menghasilkan laju pertumbuhan
nisbi yang tinggi pula (Lakitan, 2000).
R. apiculata tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam dan tergenang
pada saat pasang normal. Tidak menyukai substrat yang lebih keras yang
bercampur dengan pasir. Tingkat dominasi dapat mencapai 90% dari vegetasi
yang tumbuh di suatu lokasi. Menyukai perairan pasang surut yang memiliki
pengaruh masukan air tawar yang kuat secara permanen. Percabangan akarnya
akar. Kepiting dapat juga menghambat pertumbuhan mereka karena mengganggu
kulit akar anakan. Tumbuh lambat, tetapi perbungaan terdapat sepanjang
tahun (Kusmana, dkk 2003).
Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakau
a. Salinitas
Salinitas air dan salinitas tanah rembesan merupakan faktor penting dalam
pertumbuhan, daya tahan dan zonasi jenis mangrove. Tumbuhan mangrove
merupakan tumbuhan subur di daerah estuaria dengan salinitas 10-30 ppm.
Salinitas yang sangat tinggi (hyper salinity) misalnya ketika salinitas air
permukaan melebihi salinitas yang umum di laut (±35 ppm) dapat berpengaruh
buruk pada vegetasi mangrove, karena dampak dari tekanan osmotik yang negatif.
Akibatnya, tajuk mangrove semakin jauh dari tepian perairan secara umum
menjadi kerdil dan berkurang komposisi jenisnya (Kusmana, 2004).
b. Tanah
Jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur, terutama
di daerah endapan lumpur terakumulasi. Di Indonesia substrat berlumpur ini
sangat baik untuk tegakan Rhizophora mucronata dan Avicennia marina. Jenis
tanah yang mendominasi kawasan mangrove biasanya adalah fraksi lempeng
berdebu, akibat rapatnya bentuk perakaran-perakaran yang ada. Jika kerapatan
rendah, tanah akan mempunyai nilai pH yang tinggi. Nilai pH tidak banyak
berbeda, yaitu antara 4,6-6,5 dibawah tegakan jenis Rhizophora spp
c. Suhu
Pada Rhizophora spp., Ceriops spp., Exocoecaria spp. Dan Lumnitzera
spp., laju tertinggi produksi daun baru adalah pada suhu 26-28 ºC, untuk
bruguiera spp adalah 27ºC dan Avicennia marina memproduksi daun baru pada
suhu 18-20 ºC (Hutchings dan Saenger, 1987).
d. Pasang Surut
Pasang surut menetukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove.
Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal
mangrove. Salinitas air menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik dan menurun
selama pasang surut. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan
salah satu faktor yang membatasi distribusi jenis mangrove. Pasang surut juga
berpengaruh terhadap perpindahan massa antara air tawar dengan air laut, dan
oleh kerenanya mempengaruhi organisme mangrove (Ansori, 1998)
e. Cahaya
Cahaya merupakan satu faktor yang penting dalam proses fotosintesis
dalam melakukan pertumbuhan tumbuhan hijau. Cahaya mempengaruhi respirasi,
transpirasi, fisiolagi dan struktur fisik tumbuhan. Intensitas cahaya didalam
kualitas dan juga lama penyinaran juga merupakan satu faktor penting untuk
tumbuhan. Umumnya tumbuhan di ekosistem mangrove juga membutuhkan
intensitas tinggi ( Mac Nae, 1968).
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan suatu lokasi pembibitan mangrove yang
digunakan oleh masyarakat setempat. Lokasi penelitian ini juga dipengaruhi oleh
pasang surut air laut. Dimana, apabila terjadi pasang maka tempat ini akan
Disekitar lokasi penelitian ini dikelilingi oleh pepohonan yang menaungi bibit
yang diteliti, sehingga tidak dipasang naungan untuk menaungi bibit. Lokasi
penelitian ini juga aman dari gangguan hewan ternak seperti kambing yang
berpotensi untuk memakan bibit yang diteliti karena telah dipagari. Luas daerah
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kawasan pembibitan mangrove Desa Sicanang,
Kecamatan Medan-Belawan, Sumatera Utara dan di Laboratorium Teknologi
Hasil Hutan Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara. Waktu penelitian dilaksanakan selama 4 bulan yang dimulai dari bulan
Maret 2011 sampai bulan Juni 2011.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan pembibitan
mangrove sebagai lahan penelitian, propagul bakau (Rhizophora apiculata) yang
berukuran 20-23cm; 24-27cm; 28-31cm; 32-35cm; Polibag, dan Tanah berlumpur
(tanah aluvial) sebagai media bibit.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penggaris, Jangka
sorong, Oven, Timbangan elektrik, dan Alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri
dari 4 perlakuan, yaitu :
a. Propagul 20 cm - 23 cm
b. Propagul 24 cm - 27 cm
c. Propagul 28 cm - 31 cm
d. Propagul 32 cm - 35 cm
Dilakukan sebanyak 7 kali ulangan sehingga diperoleh 28 propagul bakau
Model linear rancangan acak lengkap yang digunakan dalam percobaan ini
adalah:
Yij = µ + τi + Єij
Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan pada ulangan ke-j yang mendapat perlakuan
ukuran benih ke-i
µ = Nilai Rataan
τi = Pengaruh Ukuran benih ke-i
Єij = Galat percobaan pada ulangan ke-j dalam perlakuan ukuran
benih ke-i
Apabila ANOVA berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjutan
berdasarkan uji jarak Duncan (Duncan’s Test) (Gomez and Gomez, 1995).
Prosedur Penelitian
Penyiapan bahan tanaman
Propagul tanaman bakau (R. apiculata) yang digunakan dalam penelitian
ini berasal dari pohon bakau yang telah berumur lebih dari 10 tahun. Bibit dibawa
dari lokasi hutan ke lokasi penelitian atau pembibitan yang sebelumnya dilakukan
penyeleksian agar didapat benih yang baik dalam keadaan fisik dan kesehatan
benih.
Penyiapan media tanam
Media yang digunakan dalam penyemaian berasal dari tanah berlumpur
(Aluvial) yang diambilkan dari sekitar lokasi penelitian. Propagul disemaikan
Pemberian naungan
Pada lokasi penelitian ini tidak diberi naungan. Hal ini dikarenakan, lokasi
ini adalah lokasi pembibitan mangrove. Sehingga sudah ada naungan yang
dirancang sebelumnnya.
Penyiraman bibit
Keadaan air pasang yang mencapai persemaian maka penyiraman tidak
perlu dilakukan karena bibit akan tergenangi secara alami. Namun jika air pasang
tidak mencapai persemaian maka penyiraman dilakukan dengan menggunakan air
dari tempat asal dari sumber terdekat apabila keadaan tanah sudah cukup kering.
Penanaman bibit
Teknik pananamannya sama dengan jenis Rhizophora spp yang lainnya,
namum benih bakau merah (Rhizophora apiculata) hanya ditancapkan sedalam 5
cm pada media.
Pengamatan parameter penelitian
Pengamatan dilakukan 3 minggu setelah tanam (3 MST) dan parameter
yang diamati antara lain :
1. Tinggi bibit (cm)
Pengambilan data parameter tinggi tanaman dilakukan dua minggu sekali
dengan menggunakan penggaris. Pada setiap satuan percobaan. Pengukuran tinggi
diukur mulai dari bagian plumula sampai titik tumbuh tertinggi.
2. Diameter bibit (cm)
Pengukuran Diameter bibit menggunakan jangka sorong. Pengukuran
dilakukan pada satu titik yang telah ditentukan dan diberi tanda. Pengambilan data
3. Luas permukaan daun total (cm2)
Pengukuran luas permukaan daun dilakukan pada akhir penelitian. Luas
permukaan daun diukur dengan menghitung luas total dari seluruh jumlah daun
yang ada disemua bibit Pengukuran luas permukaan daun menggunakan program
AutoCad.
4. Bobot kering akar, bobot kering daun dan bobot kering tajuk (g)
Pengamatan berat kering akar dan bobot kering tajuk dilakukan setelah
selesai kegiatan pengamatan parameter lain berakhir, dengan cara pemisahan
bagian atas (cabang, batang, daun) dengan bagian bawah (akar). Kemudian
disatukan, ditimbang beratnya dan dimasukkan ke dalam kantong koran yang
telah diberi label sesuai perlakuan. Kemudian diovenkan pada suhu 75oC sampai berat konstan, kemudian ditimbang.
5. Rasio bobot kering tajuk per akar
Perhitungan rasio bobot kering tajuk akar dilakukan setelah kegiatan
pengamatan parameter lain berakhir. Perhitungannya dapat dilakukan dengan
rumus :
Rasio bobot kering tajuk/akar =
akar kering Bobot
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Hasil.
1. Tinggi Propagul.
Salah satu parameter yang diamati untuk melihat pengaruh pertumbuhan
dari propagul Rhizophora apiculata adalah tinggi. Pertumbuhan tinggi propagul
R. apiculata rata-rata pada berbagai jenis ukuran propagul dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Pertumbuhan tinggi propagul R. apiculata rata-rata pada berbagai jenis ukuran propagul
Ukuran Propagul Tinggi rata-rata (cm)
20 cm – 23 cm 19.63ab
24 cm – 27 cm 18.69a
28 cm – 31 cm 21.30bc
32 cm – 35 cm 22.29c
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada Intensitas 5%
Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat dinyatakan bahwa perbedaan ukuran
propagul berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi propagul R. apiculata
pada umur 15 minggu setelah tanam. Propagul tertinggi diperoleh pada ukuran
propagul 32 cm – 35 cm, yaitu 22,29 cm dan terendah pada ukuran propagul
24 cm – 27 cm, yaitu 18,69 cm. Namun berdasarkan uji lanjut DMRT diantara
perlakuan tidak berbeda signifikan dalam mempengaruhi pertumbuhant tinggi
propagul R. apiculata. Grafik pertambahan tinggi propagul R. apiculata dapat
Gambar 1. Grafik pertambahan tinggi propagul R. apiculata dengan beberapa
jenis ukuran propagul umur 0 MST sampai 15 MST.
Grafik pertambahan tinggi propagul pada Gambar 1 menunjukkan bahwa
untuk setiap pengamatan pertambahan tinggi propagul menunjukkan
kecenderungan yang hampir sama mulai dari 0 MST sampai 15 MST grafik
meningkat sama. Peningkatan yang paling besar pada umur 3 MST - 5 MST.
2. Diameter Propagul.
Parameter kedua yang digunakan untuk melihat pengaruh pertumbuhan
dari propagul R. apiculata adalah diameter. Pertumbuhan diameter propagul
R. apiculata rata-rata pada berbagai jenis ukuran propagul dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Pertumbuhan diameter propagul R. apiculata rata-rata pada berbagai jenis ukuran propagul
Ukuran Propagul Diameter rata-rata (cm)
20 cm – 23 cm 0.32a
24 cm – 27 cm 0.33a
28 cm – 31 cm 0.34a
32 cm – 35 cm 0.38b
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada Intensitas 5%
0,0
Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat dinyatakan bahwa perbedaan ukuran
propagul berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter propagul
R. apiculata pada umur 15 MST. Diameter terbesar diperoleh pada ukuran
propagul 32 cm – 35 cm, yaitu 0,38 cm dan terendah pada ukuran propagul
20 cm – 23 cm, yaitu 0,32 cm. Pada uji lanjut DMRT perlakuan 32 cm – 35 cm
berbeda signifikan dalam mempengaruhi pertambahan diameter R. apiculata
dibandingkan perlakuan yang lain. Grafik pertambahan diameter propagul
R. apiculata dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik pertambahan diameter propagul R. apiculata dengan beberapa jenis ukuran propagul umur 0 MST sampai 15 MST.
Grafik pertambahan diameter propagul pada Gambar 2 menunjukkan
bahwa untuk setiap pengamatan pertambahan diameter propagul menunjukkan
kecenderungan yang hampir sama mulai dari 0 MST sampai 15 MST. Tidak ada
3. Luas permukaan daun (cm2)
Parameter ketiga yang diamati dalama penelitian ini adalah luas
permukaan daun. Perhitungan luas permukaan daun total propagul R. apiculata
disajikan pada tabel 3.
Tabel 3. Luas Permukaan Daun Total propagul R. apiculata pada berbagai jenis ukuran propagul
Ukuran Propagul Luas Permukaan Daun Total (cm2)
20 cm – 23 cm 857,01a
24 cm – 27 cm 955,61a
28 cm – 31 cm 923,26ab
32 cm – 35 cm 1068,56b
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada Intensitas 5%
Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa perbedaan ukuran propagul
berpengaruh nyata terhadap luas permukaan daun propagul R. apiculata pada
umur 15 MST. Luas permukaan daun terluas diperoleh pada ukuran propagul
32 cm – 35 cm, yaitu 1068,56 cm2 dan terendah pada ukuran propagul 20 cm – 23 cm, yaitu 857,01 cm2. Namun berdasarkan uji lanjut DMRT diantara
perlakuan tidak berbeda signifikan dalam mempengaruhi luas permukaan daun
propagul R. apiculata.
4. Bobot kering akar (g)
Parameter keempat yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot kering
akar (biomassa akar). Hasil uji sidik ragam bobot kering akar tidak berpengaruh
nyata terhadap pertumbuhan propagul dari berbagai jenis ukuran. Perhitungan
Tabel 4. Bobot kering akar propagul R. apiculata rata-rata pada berbagai jenis ukuran propagul
Ukuran Propagul Bobot Kering Akar Rata-Rata (g)
20 cm – 23 cm 2.26
24 cm – 27 cm 2,28
28 cm – 31 cm 2,31
32 cm – 35 cm 3,08
Dari Tabel 4 di atas menunjukkan bobot kering akar terbesar diperoleh
pada ukuran propagul 32 cm -35 cm, yaitu 3,08 g dan terendah didapat pada
ukuran propagul 20 cm – 23 cm, yaitu 2,26 g.
5. Bobot kering tajuk (g)
Parameter kelima yang diamati pada penelitian ini adalah bobot kering
tajuk (biomassa tajuk). Hasil uji sidik ragam bobot kering tajuk tidak berpengaruh
nyata terhadap pertumbuhan propagul dari berbagai jenis ukuran. Perhitungan
bobot kering tajuk R. apiculata rata-rata ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Bobot kering tajuk propagul R. apiculata rata-rata pada berbagai jenis ukuran propagul
Ukuran Propagul Bobot Kering Tajuk Rata-Rata (g)
20 cm – 23 cm 2,38
24 cm – 27 cm 2,41
28 cm – 31 cm 2,42
32 cm – 35 cm 2,79
Dari Tabel 5 di atas menunjukkan bobot kering tajuk terbesar diperoleh
pada ukuran propagul 32 cm -35 cm, yaitu 2,79 g dan terendah didapat pada
ukuran propagul 20 cm – 23 cm, yaitu 2,38 g.
6. Bobot Kering Daun (g)
Parameter keenam yang diteliti dalam penelitian ini adalah bobot kering
daun (biomassa daun) propagul R. apiculata. Bobot kering daun R. apiculata
Tabel 6. Bobot kering daun propagul R. apiculata rata-rata pada berbagai jenis ukuran propagul
Ukuran Propagul Bobot Kering Daun Rata-Rata (g)
20 cm – 23 cm 2,37a
24 cm – 27 cm 2,46a
28 cm – 31 cm 2,59a
32 cm – 35 cm 2,95b
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti notasi dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada Intensitas 5%
Dari Tabel 6 di atas dapat dilihat bahwa perbedaan ukuran propagul
berpengaruh nyata terhadap bobot kering daun propagul R. apiculata pada umur
15 MST. Bobot kering daun yang terbesar didapat pada ukuran 32 cm – 35 cm,
yaitu 2,95 g dan yang terkecil pada ukuran 20 cm – 23 cm, yaitu 2,37 g. Pada uji
lanjut DMRT perlakuan 32 cm – 35 cm berbeda signifikan dalam mempengaruhi
bobot kering daun (biomassa) propagul R. apiculata dibandingkan perlakuan yang
lain.
7. Rasio bobot kering tajuk per akar propagul
Parameter ketujuh yang diteliti dalam penelitian ini adalah rasio bobot
kering tajuk akar propagul R. apiculata. Hasil uji sidik ragam bobot kering tajuk
per akar propagul tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan propagul dari
berbagai jenis ukuran. Rasio bobot kering tajuk akar R. apiculata rata-rata
ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rasio bobot kering tajuk akar propagul R. apiculata rata-rata pada berbagai jenis ukuran propagul
Ukuran Propagul Rasio Bobot Kering Tajuk per Akar Rata-Rata
20 cm – 23 cm 1,59
24 cm – 27 cm 2,26
28 cm – 31 cm 2,52
Berdasarkan Tabel 7 di atas menunjukkan bobot kering tajuk per akar
propagul terbesar diperoleh pada ukuran propagul 32 cm -35 cm, yaitu 2,62 dan
terendah didapat pada ukuran propagul 20 cm – 23 cm, yaitu 1,59
B. Pembahasan.
Dari hasil yang didapat dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan tinggi
propagul R. apiculata dengan ukuran 32 cm – 35 cm sangat berbeda dengan
propagul R. apiculata dengan ukuran yang lainnya, karena propagul yang
ukurannya 32 cm – 35 cm memiliki cadangan makanan yang banyak untuk
menunjang pertumbuhannya, baik untuk pertumbuhan plumula dan radikula.
Pertumbuhan tinggi pada ukuran propagul 32 cm – 35 cm sebesar 22,29 cm. Hal
ini sesuai dengan pernyataan dari Mulyani (1999), yang menyatakan bahwa bagi
beberapa jenis tumbuhan mangrove, hipokotil merupakan bagian yang sangat
penting untuk menyimpan cadangan makanan dan bahan cadangan lainnya.
Dari hasil yang diperoleh dapat dijelaskan bahwa pertambahan diameter
propagul R. apiculata dengan ukuran 32 cm – 35 cm memiliki rata-rata terbesar
yaitu 0,38cm dan rata-rata terendah terdapat pada propagul R. apiculata dengan
ukuran 20 cm – 23 cm yaitu 0,32cm. Pertambahan diameter batang dari propagul
R. apiculata dari berbagai ukuran sangat dipengaruhi oleh proses fotosintesis.
Hasil fotosintesis yang berupa karbohidrat ini dapat disuplai keseluruh bagian
tubuh tanaman seperti batang. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Mac Nae (1968),
yang menyatakan bahwa masalah penting pertama untuk proses diferensiasi
(penebalan dinding sel) adalah ketersediaan karbohidrat. Hasil asimilasi yang
tersedia lebih dari cukup bagi kebutuhan untuk pertumbuhan secara normal,
merupakan akibat adanya faktor-faktor yang lebih membatasi pertumbuhan
Dari3 hasil yang diperoleh dapat dijelaskan bahwa luas permukaan daun
propagul R. apiculata dengan ukuran 32 cm – 35 cm memiliki rata-rata terbesar
yaitu 1,5cm2 dan rata-rata terendah terdapat pada propagul R. apiculata dengan ukuran 20 cm – 23 cm yaitu 1,22cm2. Hal ini disebabkan oleh cadangan makanan pada propagul 32 cm – 35 cm paling banyak dibandingkan dengan yang lain.
Sehingga pembentukan daun juga cepat dan luas pemukaan daun pun cepat
berkembang. Selain itu pengaruh cahaya matahari juga membantu dalam
perkembangan luas daun. Dimana, daun menyerap cahaya matahari untuk
melakukan fotosíntesis. Dengan semakin besarnya luas daun maka hasil dari
fotosíntesis juga semakin banyak dan akan menyebabkan pertumbuhan propagul
menjadi lebih baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lakitan (2000), yang dalam
literaturnya menyatakan bahwa Daun merupakan organ tanaman tempat
berlangsungnya proses fotosintesis. Bila luas daun meningkat, asimilat yang
dihasilkan akan lebih besar pula. Luas daun yang besar menyebabkan laju
asimilasi bersih meningkat, sehingga laju pertumbuhan nisbi juga meningkat dan
bobot kering tanaman meningkat pula.
Dari hasil yang diperoleh dapat dijelaskan bahwa bobot kering akar dan
bobot kering daun propagul R. apiculata dengan ukuran 32 cm – 35 cm memiliki
rata-rata terbesar yaitu 3,08 g/cm2 ; 2,95 g/cm2 dan rata-rata terendah terdapat pada propagul R. apiculata dengan ukuran 20 cm – 23 cm yaitu 2.26 g/cm2 ; 2,37
g/cm2. Hal ini disebabkan oleh laju pertumbuhan akar dan daun pada propagul 32 cm – 35 cm lebih cepat dan lebih besar karena ketersediaan cadangan makanan
dan plumula juga cepat. Dengan terbentuknya akar dan daun maka tanaman akan
makan dari proses penyerapan mineral tanah oleh akar dan fotosíntesis dari daun.
Dengan meningkatnya proses fotosíntesis maka akan meningkatkan maka laju
asimilasi tanaman akan meningkat. Seiring meningkatnya laju asimilasi maka
biomassa (berat kering) tanaman pun meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Lakitan (2000) yang dalam literatur nya menyatakan bahwa daun merupakan
organ tanaman tempat berlangsungnya proses fotosintesis. Besarnya cahaya yang
tertangkap pada proses fotosintesis menunjukkan biomassa, sedangkan besarnya
biomassa dalam jaringan tanaman mencerminkan bobot kering. Bila luas daun
meningkat, asimilat yang dihasilkan akan lebih besar pula. Luas daun yang besar
menyebabkan laju asimilasi bersih meningkat, sehingga laju pertumbuhan nisbi
juga meningkat dan bobot kering tanaman meningkat pula.
Dari hasil yang diperoleh dapat dijelaskan bahwa bobot kering tajuk
propagul R. apiculata dengan ukuran 32 cm – 35 cm memiliki rata-rata terbesar
yaitu 2,7864 g/cm2 dan rata-rata terendah terdapat pada propagul R. apiculata dengan ukuran 20 cm – 23 cm yaitu 2,3768 g/cm2. Hal ini dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang diterima oleh tanaman propagul. Pada ukuran
propagul 32 cm – 35 cm pembentukan daun dan tajuk lebih cepat dan baik karena
cadangan makanan lebih banyak. Dengan lebih cepatnya pertumbuhan tajuk dan
daun maka akan meningkatkan proses respirasi . Hal ini sesuai dengan pernyataan
yang dikemukakan oleh Dwidjoseputro (1996), yang dalam literaturnya
menyatakan bahwa peningkatan intensitas cahaya dari 75% menjadi 100%
menyebabkan bobot kering tajuk menurun, dengan meningkatnya intensitas
respirasi tanaman meningkat sehingga hasil fotosintesis bersih (biomassa) yang
tersimpan dalam jaringan tanaman sedikit, menyebabkan bobot kering tajuk pada
tanaman dengan perlakuan intensitas cahaya 75% lebih tinggi dibandingkan
dengan intensitas cahaya 100%.
Keberhasilan pertumbuhan dari propagul magrove yang disemaikan
dipengaruhi oleh bebrapa faktor, salah satu nya adalah media tanam yang
digunakan untuk menyemaikan propagul. Dalam penelitian ini media tanam yang
digunakan adalah tanah aluvial (tanah berlumpur) sehingga pertumbuhan propagul
yang disemaikan tumbuh secara baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang
diperoleh. Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa propagul yang diamati
tumbuh dengan baik. Dimana, tidak ada satu propagulpun yang mengalami
kematian atau pertumbuhan yang tidak baik. Hal ini sesuai sesuai dengan
pernyataan Wibisono dkk (2006) yang dalam literaturnya menyatakan bahwa
media yang digunakan dalam penyemaian berasal dari tanah berlumpur atau
lumpur berpasir yang diambilkan dari sekitar pohon induk agar benih yang
disemaikan dapat hidup dengan optimal. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan
Kusmana dkk (2003) yang dalam literaturnya menyatakan bahwa R. apiculata
tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam dan tergenang pada saat pasang
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan.
Dari hasil yang didapat, dapat disimpulkan bahwa propagul dengan ukuran
yang paling besar (32 cm – 35 cm) memiliki pertumbuhan lebih baik dari pada
ukuran yang lain di semua parameter pengamatan.
B.Saran.
Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pertumbuhan R. apiculata dengan
DAFTAR PUSTAKA
Ansori, S.1998. Studi sifat Fisik dan Pasang Surut Air Laut terhadap Penyebaran Jenis Rhizophora Hutan Mangrove Pantai Tampora Jatim. Fahutan. IPM. Malang.
Arief, A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Bengen, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
___________ 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor.
Bengen, D. G. dan Adrianto. 2001. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Dahlan, Z., Sarno, dan Barokah, A. 2008. Model Arsitektur Akar Lateral dan Akar Tunjang Bakau (Rhizophora apiculata Blume). Jurnal Penelitian Sains Volume 12 No 2:12-20
Daniel, T. W., J. A. Helms dan F. S. Baker, 1992. Prinsip-Prinsip Silvikultur (Terjemahan). Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Dwidjoseputro, D. 1996. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia : Jakarta
Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta.
Gunarto. 2004. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai. Jurnal Litbang Pertanian, 23 (1). 15-21.
Gomez, K.A dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika Untuk Penelitian
Pertanian. Diterjemahkan oleh E. Syamsuddin dan J.S Baharsyah. UI – Press : Jakarta.
Hutching, P. Dan P. Saenger. 1987. Ecology of Mangrove. University of Queensldan Press. Australia.
Kassim, M, N, J. 2000. Keberkesanan Tannin Rhizophora apiculata Sebagai Agen Anti-Kakisan. Universiti Sains Malaysia. Pulau Pinang.
Khazali, M. 1999. Panduan Teknis Penanaman mangrove Bersama Masyarakat. Wetldans International Indonesia Programme. Bogor.
KLH (Kementrian Lingkungan Hidup). 2008. Status Lingkungan Hidup Indonesia 2007. Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI.
Kramer P. J. dan T. T. Kozlowsky, 1979. Physiology of Woody Plants. Academic Press, Inc. Florida.
Kusmana, S ., Onrizal ., Sudarmadji . 2003. Jenis-Jenis Pohon Mangrove di Teluk
Bintuni, Papua. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor dan PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries. Bogor
Kusmana, C., Wibowo, I, C., Wilarso, S,B, R., Siregar, I, Z., Tiryana, T., Sukardjo, S. 2008. Manual Silvikultur Mangrove di Indonesia. KOREA INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY (KOICA) The Rehabilitation Mangrove Forest dan Coastal Area damaged by Tsunami in Aceh Project
Lakitan. B. 2000. Dasar-Dasar Fisiologis Tanaman.Cetakan Pertama. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Mac Nae, W. 1968. A general account of the fauna dan flora of mangrove swamps dan forests in the Indo-West-Pacific region. Advances in Marine Biology 6: 73-270.
Mulyani, N, Kusmana, C dan Supryanto. 1999. Pengkajian Penerapan Teknik Budidaya Rhizophora mucronata dengan Stek Hipokotil. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V No. 1 : 57-65.
Noor, Y, R., M. Khazali, I. N. N. Suryadiputra. 1999. Pdanuan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor.
Noor, Y, R., M. Khazali, I N.N. Suryadiputra. 2006. Paduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Ditjen PHKA dan Wetldans Indonesia. Bogor
Priyono, A. 2010. Pdanuan Praktis Teknik Rehabilitasi Mangrove Di Kawasan Pesisir Indonesia. Kesemat : Semarang.
SNM (Strategi Nasional Mangrove). 2003. Strategi Nasional Pengelolaan Mangrove di Indonesia (Draft Revisi); Buku II: Mangrove di Indonesia. Jakarta: Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Soeroyo, 1993. Pertumbuhan Mangrove dan Permasalahannya. Buletin Ilmiah INSTIPER. Yogyakarta.
Sumarna. Y. 2008. Pengaruh Kondisi Kemasakan Benih Dan Jenis Media Terhadap Pertumbuhan Semai Tanaman. Jurnal Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. 129-135.
Lampiran 1. Analisis Rancangan Percobaan Tinggi (cm) Propagul R. Apiculata pada Berbagai Ukuran Propagul
Tabel 8. Pertambahan tinggi propagul R. apiculata pada berbagai ukuran propagul
Ulangan Ukuran Propagul (cm) Total Rata-rata
20 – 23 24 - 27 28 -31 32 - 35
Tabel 9. Analisis sidik ragam pertambahan tinggi propagul R. apiculata pada berbagai jenis ukuran propagul
Tengah F.hitung F.tabel
Perlakuan 3 55,14107143 18,38035714 6,438758914 3,01*
Gallad 24 68,51142857 2,854642857
Total 27 123,6525
Keterangan : * = Berpengaruh nyata pada taraf 95% tn = Tidak berpengaruh nyata
Lampiran 2. Analisis Rancangan Percobaan Diameter (cm) Propagul R. Apiculata pada Berbagai Ukuran Propagul
Tabel 10. Pertambahan diameter propagul R. apiculata pada berbagai ukuran propagul
Ulangan Ukuran Propagul (cm) Total Rata-rata
20 – 23 24 - 27 28 -31 32 - 35
Tabel 11. Analisis sidik ragam pertambahan diameter propagul R. apiculata pada berbagai jenis ukuran propagul
Tengah F.hitung F.tabel
Perlakuan 3 0,025811 0,008604 14,33944 3,01*
Gallad 24 0,0144 0,0006
Total 27 0,025811
Lampiran 3. Analisis Rancangan Percobaan Biomassa Daun (g) Propagul R. Apiculata pada Berbagai Ukuran Propagul
Tabel 12. Pertambahan biomassa daun propagul R. apiculata pada berbagai ukuran propagul
Ulangan Ukuran Propagul (cm) Total Rata-rata
20 – 23 24 - 27 28 -31 32 - 35
Tabel 13. Analisis sidik ragam biomassa daun propagul R. apiculata pada berbagai jenis ukuran propagul
Tengah F.hitung F.tabel
Perlakuan 3 1,347123674 0,449041 6,076131 3,01*
Gallad 24 1,773659938 0,073902
Total 27 3,120783611
Keterangan : * = Berpengaruh nyata pada taraf 95% tn = Tidak berpengaruh nyata
Lampiran 4. Analisis Rancangan Percobaan Biomassa Tajuk (g) Propagul R. Apiculata pada Berbagai Ukuran Propagul
Tabel 14. Pertambahan biomassa tajuk propagul R. apiculata pada berbagai ukuran propagul
Ulangan Ukuran Propagul (cm) Total Rata-rata
20 – 23 24 - 27 28 -31 32 - 35
Tabel 15. Analisis sidik ragam biomassa tajuk propagul R. apiculata pada berbagai jenis ukuran propagul
Tengah F.hitung F.tabel
Perlakuan 3 0,786025548 0,262009 1,542663 3,01tn
Gallad 24 4,076199738 0,169842
Total 27 4,862225286
Lampiran 5. Analisis Rancangan Percobaan Biomassa Akar (g) Propagul R. Apiculata pada Berbagai Ukuran Propagul
Tabel 16. Pertambahan biomassa Akar propagul R. apiculata pada berbagai ukuran propagul
Ulangan Ukuran Propagul (cm) Total Rata-rata
20 – 23 24 - 27 28 -31 32 - 35
Tabel 17. Analisis sidik ragam biomassa akar propagul R. apiculata pada berbagai jenis ukuran propagul
Tengah F.hitung F.tabel
Perlakuan 3 3,305469803 1,101823 2,807642 3,01tn
Gallad 24 9,41849437 0,392437
Total 27 12,72396417
Keterangan : * = Berpengaruh nyata pada taraf 95% tn = Tidak berpengaruh nyata
Lampiran 6. Analisis Rancangan Percobaan Rasio Tajuk per Akar Propagul R. Apiculata pada Berbagai Ukuran Propagul
Tabel 18. Pertambahan rasio tajuk per akar propagul R. apiculata pada berbagai ukuran propagul
Ulangan Ukuran Propagul (cm) Total Rata-rata
20 – 23 24 - 27 28 -31 32 - 35
Tabel 19. Analisis sidik ragam rasio tajuk per akar R. apiculata pada berbagai jenis ukuran propagul
Tengah F.hitung F.tabel
Perlakuan 3 4,561832066 1,520610689 2,962898 3,01tn
Gallad 24 12,31721667 0,513217361
Total 27 16,87904874
Lampiran 7. Analisis Rancangan Percobaan Luas Permukaan Daun Total (cm2) Propagul R. Apiculata pada Berbagai Ukuran Propagul Tabel 20. Pertambahan luas permukaan daun total propagul R. apiculata pada
berbagai ukuran propagul
Ulangan Ukuran Propagul (cm) Total Rata-rata
20 – 23 24 - 27 28 -31 32 - 35 Total 857,001 955,606 923,255 1068,562
3804,425 Rata-rata 122,429 136,515 131,894 152,652
Tabel 21. Analisis sidik ragam luas permukaan daun total R. apiculata pada berbagai jenis ukuran propagul
Tengah F.hitung F.tabel
Perlakuan 3 3349,671024 1116,557 4,131391 3,01*
Gallad 24 6486,282617 270,2618
Total 27 9835,953641
Gambar 4 : Perlakuan A (20cm – 23cm)
Gambar 7 : Perlakuan C (28cm – 31cm)