ABSTRAK
Alam Syah Pratama. (2015). Peran Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) Dalam Mengembangkan Sikap Kepeloporan Mahasiswa (Studi Deskriptif pada Organisasi Kemahasiswaan di Universitas Pendidikan Indonesia)
Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana peran organisasi kemahasiswaan dalam mengembangkan sikap kepeloporan mahasiswa. Kepeloporan merupakan sebuah sikap mental yang menampilkan keberanian untuk mengambil sebuah prakarsa untuk membuat suatu pembaharuan lewat gerakan dan karya nyata. Di samping itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengungkapkan secara mendalam gambaran situasi dan kondisi terkait dengan wujud sikap kepeloporan mahasiswa; kegiatan yang dilakukan organisasi kemahasiswaan (Ormawa) untuk mengembangkan sikap kepeloporan mahasiswa; hambatan yang dihadapi organisasi kemahasiswaan (Ormawa) dalam mengembangkan sikap kepeloporan mahasiswa; upaya yang dilakukan organisasi kemahasiswaan (Ormawa) dalam mengatasi hambatan-hambatan dalam pengembangan sikap kepeloporan mahasiswa; cara yang ideal untuk mengembangkan sikap kepeloporan mahasiswa di lingkungan UPI. Fokus permasalahan dalam penelitian ini menarik untuk diteliti karena sikap kepeloporan merupakan suatu hal yang penting bagi pemuda khususnya mahasiswa untuk dikembangkan oleh organisasi kemahasiswaan. Adapun grand theory yang digunakan dalam penelitian ini adalah Transformasional Leadership dari Downton, yaitu teori kepemimpinan yang berorientasi pada perubahan. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi, sedangkan proses analisis data ditempuh dalam empat tahap yaitu reduksi data, penyajian data, triangulasi, dan penarikan kesimpulan. Adapun temuan penelitian ini, organiasasi kemahasiswaan berperan dalam menumbuhkan sikap kepeloporan mahasiswa, yang dalam penelitian ini adalah mahasiswa UPI. Wujud kepeloporan mahasiswa ditunjukan dengan gerakan dan karya nyata yang mereka buat dengan tujuan membuat suatu perbaikan dari keadaan sebelumnya. Kegiatan yang dilakukan organisasi kemahasiswaan dalam menumbuhkan sikap kepeloporan adalah lewat berbagai tahapan kaderisasi untuk menguatkan aspek fisik dan mental sehingga tumbuh sikap keberanian untuk mengambil sebuah prakarsa inovatif. Hambatan yang dihadapi dalam pengembangan sikap kepeloporan adalah belum adanya kerjasama yang baik dengan berbagai pihak termasuk birokrat kampus dan institusi negeri maupun swasta. Upaya yang dilakukan adalah dengan menumbuhkan kesadaran bersama akan pentingnya sikap kepeloporan, sehingga terjadi kerjasama yang baik antar lembaga. Cara ideal untuk menumbuhkan sikap kepeloporan adalah dengan melakukan mentoring, pengkaderan berjenjang, karantina, bimbingan dari institusi, membuat pilot projek, hingga akhirnya membuat sebuah gerakan dan karya nyata yang berperan dalam perubahan menuju suatu keadaan yang lebih baik.
ABSTRACT
Alam Syah Pratama. (2015). Role of Student Organizations (Ormawa) to Develop Pioneering Student Attitudes (Descriptive Study on Student Organizations at the Indonesia University of Education)s
This research examines how the role of student organizations in developing pioneering attitude of students. Pioneering is a mental attitude that displays the courage to take an initiative to create a renewal through the motions and the real work. In addition, this study also aims to reveal in depth picture of the situation and the conditions associated with the manifestation of the pioneering attitude of the student; activities carried out student organizations (Ormawa) to develop a pioneering attitude of the student; barriers faced by student organizations (Ormawa) in developing pioneering attitude of students; efforts of student organizations (Ormawa) in overcoming obstacles to the development of pioneering attitude of students; The ideal way to develop pioneering attitude of students in the UPI. The problem of this research is interesting to study because of the pioneering attitude is an important thing for young people, especially students to be developed by the student organization. The grand theory used in this study is the Transformational Leadership of Downton, namely the theory of change-oriented leadership. Data was collected through interviews, observation, and documentation, while the process of data analysis be completed in four stages: data reduction, data presentation, triangulation, and conclusion. The findings of this research, student organiasasi pioneering role in fostering attitudes of students, which in this study were students UPI. Pioneering form shown by the student movement and the real work that they made with the purpose of making an improvement over the previous state. Activities undertaken in growing student organization is a pioneering attitude through various stages of regeneration to strengthen the physical and mental aspects that grow bravery to take an innovative initiative. Obstacles encountered in the development of pioneering attitude is not good cooperation with various parties including campus bureaucrats and public and private institutions. Efforts are made is to raise awareness of the importance of attitude pioneering together, resulting in good cooperation between institutions. The ideal way to grow a pioneering attitude is to do mentoring, cadre tiered, quarantine, the guidance of the institution, making the pilot project, to finally make a move and the real work involved in the change towards a better state.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi Masalah Penelitian ... 3
C. Rumusan Masalah Penelitian ... 4
D. Tujuan Penelitian ... 4
E. Manfaat/Signifikansi Penelitian ... 5
F. Struktur Organisasi Skripsi ... 5
BAB II KAJIAN TEORI ... 7
A. Organisasi Kemahasiswaan ... 7
B. Sikap Kepeloporan ... 17
C. Pengembangan Sikap Kepeloporan Mahasiswa ... 29
D. Penelitian Terdahulu ... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46
A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 46
B. Desain Penelitian ... 47
C. Metode Penelitian ... 50
D. Definisi Operasional ... 52
E. Instrumen Penelitian ... 54
F. Proses Pengembangan Instrumen ... 55
G. Teknik Pengumpulan Data ... 56
H. Analisis Data ... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 63
1. Organisasi Kemahasiswaan UPI ... 63
2. Profil Umum Republik Mahasiswa UPI ... 66
3. Profil Umum HMCH ... 67
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 70
1. Wujud Sikap Kepeloporan Mahasiswa ... 71
2. Kegiatan yang Dilakukan Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) untuk Mengembangkan Sikap Kepeloporan Mahasiswa ... 73
3. Hambatan yang Dihadapi Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) dalam Mengembangkan Sikap Kepeloporan Mahasiswa ... 76
4. Upaya yang Dilakukan Organisasi Kemahasiawaan (Ormawa) dalam Mengatasi Hambatan-Hambatan dalam Pengembangan Sikap Kepeloporan Mahasiswa ... 79
5. Cara yang Ideal untuk Mengembangkan Sikap Kepeloporan Mahasiswa di Lingkungan UPI ... 82
C. Pembahasan ... 85
1. Wujud Sikap Kepeloporan Mahasiswa ... 86
2. Kegiatan yang Dilakukan Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) untuk Mengembangkan Sikap Kepeloporan Mahasiswa ... 93
3. Hambatan yang Dihadapi Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) dalam Mengembangkan Sikap Kepeloporan Mahasiswa ... 98
4. Upaya yang Dilakukan Organisasi Kemahasiawaan (Ormawa) dalam Mengatasi Hambatan-Hambatan dalam Pengembangan Sikap Kepeloporan Mahasiswa ... 104
5. Cara yang Ideal untuk Mengembangkan Sikap Kepeloporan Mahasiswa di Lingkungan UPI ... 110
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 120
A. Simpulan ... 120
B. Rekomendasi ... 122
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Indonesia sebagai negara yang berkembang tentu membutuhkan sikap yang
mampu membuat suatu visi dan misi yang hebat, dan dapat diimplementasikan dalam
kehidupan nyata untuk menjadi teladan bagi yang lainnya. Sejarah telah banyak
mencatat pemuda sebagai pelopor dalam dunia perpolitikan bangsa, dalam berbagai
tahapan perjuangan, tidak diragukan lagi bahwa ide dan aspirasi dari mahasiswa
merupakan wujud dari sebuah idealisme untuk menciptakan keadaan bangsa dan negara
yang lebih baik. Kebangkitan Nasional tahun 1908 yang menjadi sebuah embrio
bangkitnya semangat persatuan dan kesatuan dipelopori oleh para pemuda. Sumpah
Pemuda pada tahun 1928 adalah bentuk kepeloporan pemuda yang mampu menyatukan
bangsa, tanpa memandang suku, ras dan agama.
Sumpah Pemuda yang dulunya bergelora, kini sedang mengalami kemunduran
makna, salah satu sebabnya adalah hilangnya kekuatan dari keberagaman, serta
pudarnya jiwa nasionalisme pemuda Indonesia, seiring dengan terjadinya pergeseran
budaya Indonesia. Krisis nilai dan moral yang terjadi pada bangsa Indonesia khususnya
generasi muda menjadi suatu keprihatinan yang dalam bagi bangsa Indonesia. Arus
kehidupan modern yang sulit dibendung, memicu sikap kurang peduli terhadap nasib
bangsa.
Mereka yang menyatakan peduli terhadap nasib bangsa pun malah sibuk
membela kepentingan golongan masing-masing. Konflik kepentingan masih nampak
sebagai bentuk dari sikap pragmatis politik yang hanya memikirkan kepentingan jangka
pendek untuk golongannya masing-masing. Hal seperti ini perlahan meluruhkan
semangat persaudaraan, dengan keadaan ini kita seakan kembali ke masa lalu dengan
paham primordialisme yang terkotak-kotak, jika dahulu bangsa terkotak-kotak oleh
suku bangsa dan budaya, maka saat ini terjadi primordialisme yang berdasar pada
kepentingan golongan.
Peran dan partisipasi pemuda dalam pembangunan menjadi sangat rendah,
berbangsa dan bernegara. Secara alamiah pemuda sangat beperan dalam kepoloporan
dan kepemimpinan untuk menggerakkan sesuatu ke arah yang lebih baik. Dalam
perkembangan zaman orang-orang yang mampu menjadi pelopor identik dengan
cendikiawan muda atau mahasiswa, karena mahasiswa merupakan suatu golongan
pemuda yang ditugasi sebagai generasi pembaharu, berperan juga sebagai penyampai
aspirasi dan penerus masa depan.
Keadaan ini mahasiswa dituntut memiliki peran yang besar dalam membangun
bangsa dan negara ke arah yang lebih baik. Sikap kepeloporan dan kepemimpinan perlu
dibentuk dan dikembangkan agar mahasiswa mampu memberikan perannya dengan
baik dalam membawa bangsa ke arah yang lebih baik. Kemerosotan peran pemuda yang
menjadi keprihatinan bangsa dalam melakukan pembaharuan merupakan tantangan
yang harus dijawab dengan aksi nyata oleh para pemuda.
Organisasi kemahasiswaan (Ormawa) merupakan suatu wadah yang ada dalam
kehidupan mahasiswa yang berfungsi menampung dan mengembangkan potensi yang
dimiliki oleh mahasiswa. Ormawa yang seharusnya mampu menumbuhkembangkan
sikap-sikap positif untuk menuntun kembali mahasiswa melakukan peran dan fungsinya
dalam membawa bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik. Ormawa juga diharapakan
membentuk sikap kepeloporan dan kepemimpinan pemuda yang mampu menjadi
teladan untuk konsisten berpartisipasi dalam politik, sebagaimana (Karim, 1985: 318)
yang menyatakan.
Berorganisasi kemahasiswaan adalah proses dalam menyiapkan diri untuk memasuki organisasi yang lebih besar setelah keluar dari perguruan tinggi. Jika saat berorganisasi kemahasiswaan telah tertanam kebiasaaan disiplin dan patuh terhadap segala tata karma di dalam organisasi diharapkan tumbuh pula kesadaran semacam itu kelak setelah terjun kemasyarakat.
Adanya ormawa, dapat menjadi sarana untuk mengembangkan kemampuan
mahasiswa sebagai bekal untuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Partisipasi
mahasiswa dalam sebuah ormawa merupakan suatu hak yang melekat pada setiap
mahasiswa yang diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2012
Tentang Pendidikan Tinggi pasal 17ayat (2) yang berbunyi:
Organisasi kemahasiswaan paling sedikit memiliki fungsi:
a. Mewadahi kegiatan mahasiswa dalam mengembangkat bakat, minat dan
3
b. Mengembangkan kreativitas, kepekaan, daya kritis, keberanian dan
kepemimpinan serta rasa kebangsaan;
c. Memenuhi kepentingan dan kesejahteraan, mahasiswa; dan
d. Mengembangkan tanggung jawab sosial melalui kegiatan Pengabdian
kepada masyarakat.
Mengacu pada peraturan tersebut, ormawa seharusnya mampu meningkatkan
dan mengembangkan sikap kepeloporan dari mahasiwa, agar mampu menjadi pionir
untuk melakukan hal yang lebih baik. Namun hingga saat ini ormawa yang sudah
adadanberjalan sejak lama, belum mampu secara optimal menjadikan para kadernya
pelopor unggul yang mampu untuk memprakarsai sesuatu gerakan atau karya yang bisa
memberikan kemajuan bagi bangsa dan negara. Kebanyakkan mahasiswa justru lebih
memilih menjadi pengikut suatu keadaan, ketimbang menjadi penggagas ide untuk
kemajuan nasional.
Berdasarkan keadaan yang telah penulis uraikan diatas, maka penulis tertarik
untuk meneliti bagaimana peran ormawa dalam mengembangkan sikap kepeloporan
dalam diri mahasiswa dengan penelitian yang berjudul : Peran Organisasi
Kemahasiswaan (Ormawa) dalam Mengembangkan Sikap Kepeloporan Mahasiswa (Studi Deskriptif pada Organisasi Kemahasiswaan di Universitas Pendidikan Indonesia).
B. Identifikasi Masalah Penlitian
Peneliti telah melakukan identifikasi terhadap masalah yang diteliti. Adapun
masalah yang menjadi focus peneliti yaitu sebagai berikut:
1. Wujud sikap kepeloporan mahasiswa.
2. Kegiatan yang dilakukan organisasi kemahasiswaan (Ormawa) untuk
mengembangkan sikap kepeloporan mahasiswa.
3. Hambatan yang dihadapi organisasi kemahasiswaan (Ormawa) dalam
mengembangkan sikap kepeloporan mahasiswa.
4. Upaya yang dilakukan organisasi kemahasiawaan (Ormawa) dalam mengatasi
hambatan-hambatan dalam pengembangan sikap kepeloporan mahasiswa.
5. Cara yang ideal untuk mengembangkan sikap kepeloporan mahasiswa di lingkungan
C. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian penulis ialah: bagaimana
peran organisasi kemahasiswaan (Ormawa) dalam mengembangkan sikap kepeloporan
mahasiswa. Mengingat luasnya kajian permasalahan pada penulisan ini, maka penulis
membatasi masalah ke dalam beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaiamana wujud sikap kepeloporan mahasiswa?
2. Bagaimana kegiatan yang dilakukan organisasi kemahasiswaan (Ormawa) untuk
mengembangkan sikap kepeloporan mahasiswa?
3. Bagaimana hambatan yang dihadapi organisasi kemahasiswaan (Ormawa) dalam
mengembangkan sikap kepeloporan mahasiswa?
4. Bagaimana upaya yang dilakukan organisasi kemahasiawaan (Ormawa) dalam
mengatasi hambatan-hambatan dalam pengembangan sikap kepeloporan
mahasiswa?
5. Bagaimana cara yang ideal untuk mengembangkan sikap kepeloporan mahasiswa di
lingkungan UPI?
D. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memperoleh
keterangan mengenai peran organisasi kemahasiswaan (Ormawa) dalam
mengembangkan sikap kepeloporan dalam diri mahasiswa. Adapun tujuan khusus dari
penelitian ini adalah untuk mengkaji, mengidentifikasi, dan memperoleh gambaran
tentang:
1. Wujud sikap kepeloporan mahasiswa.
2. Kegiatan yang dilakukan Organisasi kemahasiswaan (Ormawa) untuk
mengembangkan sikap kepeloporan mahasiswa.
3. Hambatan yang dihadapi Organisasi kemahasiswaan (Ormawa) dalam
mengembangkan sikap kepeloporan mahasiswa
4. Upaya yang dilakukan Organisasi kemahasiswaan (Ormawa) dalam mengatasi
hambatan-hambatan dalam pengembangan sikap kepeloporan mahasiswa.
5. Cara yang ideal untuk mengembangkan sikap kepeloporan mahasiswa di lingkungan
5
E. Manfaat/Signifikansi Penelitian
1. Manfaat/Signifikansi Secara Teori
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka
pengembangan keilmuan dalambidangpendidikankewarganegaraan, khususnyasegi
ilmu politik.
2. Manfaat/Signifikansi SecaraPraktis
a. Diketahuinyawujud sikap kepeloporan mahasiswa.
b. Diketahuinya kegiatan yang dilakukan Organisasi kemahasiswaan (Ormawa) untuk
mengembangkan sikap kepeloporan mahasiswa.
c. Diketahuinya hambatan yang dihadapi Organisasi kemahasiswaan (Ormawa) dalam
mengembangkan sikap kepeloporan mahasiswa
d. Diketahuinya upaya yang dilakukan Organisasi kemahasiawaan (Ormawa) dalam
mengatasi hambatan-hambatan dalam pengembangan sikap kepeloporan mahasiswa
e. Didapatkannya cara yang ideal untuk mengembangkan sikap kepeloporan
mahasiswa di lingkungan UPI.
F. Struktur Organisasi Skripsi
Struktur organisasi skripsi memuat tentang urutan penulisan dari setiap bab dan
bagian bab dalam skripsi, mulai dari bab pertama hingga bab terakhir. Adapun struktur
organisasi dalam skripsi ini dipaparkan sebagai berikut.
BAB I pada dasarnya berisi tentang perkenalan berkaitan dengan penelitian.
Pada umumnya BAB I berisi uraian tentang pendahuluan dan merupakan bagian awal
dari skripsi. Pendahuluan berisi latar belakang penelitian, identifikasi masalah
penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat atau signifikansi
penelitian.
BAB II memuat kajian pustaka atau landasan teoritis yang memberikan konteks
jelas terhadap permasalahan penelitian yang diangkat. Kajian pustaka berisi teori-teori,
dalil-dalil, hukum-hukum yang berkaitan dengan bidang yang dikaji, penelitian
BAB III tentang metode penelitian, yang memuat bagian procedural dari
penelitian yaitu, lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian dan justifikasi dari
pemilihan desain penelitian itu, metode penelitian dan justifikasi penggunaan metode
penelitian tersebut, definisi operasional, instrument penelitian, proses pengembangan
instrumen, teknik pengumpulan data dan alasan rasionalnya, sertaanalisis data.
BAB IV berisi temuan dan pembahasan. Dua hal utama tersebut terdiri atas
pengolahan atau analsis data untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan masalah
penelitian dan pembahasan atau analisis terhadap temuan dari penelitian.
BAB V memuat simpulan dan saran, yakni menyajikan penafsiran dan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah Kampus Universitas Pendidikan Indonesia di Jalan
Dr. Setiabudhi Nomor 229, Kota Bandung 40154. UPI dipilih sebagai lokasi penelitian
karena UPI adalah lembaga pendidikan yang fokus dalam melahirkan pendidik yang
pelopor dan unggul, sebagaimana visinya yaitu a Leading and Outstanding University.
Visi UPI ini kemudian diwujudkan ke dalam berbagai bentuk kegiatan, salah satunya
terealisasi pada kegiatan-kegiatan kemahasiswaan yang dinaungi oleh ormawa.
Di dalam ormawa, mahasiswa sebagai kader penerus estafeta kepemimpinan
dibekali dengan berbagai pendidikan keroganisasian, mental, dan kaderisasi. Ormawa
yang berhasil adalah ormawa yang dapat mencetak kader yang unggul serta memiliki
sikap pelopor untuk memprakarsai kegiatan yang dapat menggerakan mahasiswa
sebagai kaum pemuda untuk memberikan sumbangsih prestasi untuk negara dan bangsa
Indonesia.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneiliti, pada Himpunan
Mahasiswa Civics Hukum (HMCH), Senat Mahasiswa FPIPS, dan BEM REMA UPI
sebagai subjek dalam penelitian ini, diperoleh data bahwa di dalam ketiga organisasi
tersebut terdapat alur pengakaderan yang jelas untuk memegang kepemimpinan pada
periode selanjutnya dan setiap anggota diarahkan agar mempunyai sikap pelopor agar
saat terjun ke dalam masyarakat menjadi insan yang berguna.
2. Subjek Penelitian
Sutopo dan Arif (2010: 3) memandang “Sesuai dengan sifat luwes dalam desain
penelitian kualitatif, maka tidak ada perincian jumlah dan tipe informan secara pasti.
Hanya ada rencana umum mengenai siapa yang akan diwawancarai dan bagaimana menemukannya di lapangan.” Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari orang yang disebut dengan informan atau key person. Dapat pula dikatakan informan tersebut
sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel
yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan.”
Adapun teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yakni purposive
sampling, sebagaimana diungkapkan oleh Sugiyono (2012: 53-54) bahwa:
...purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel data dengan
pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti.
Sampel bertujuan (purposive sampling) memudahkan peneliti untuk menggali
informasi yang sedalam-dalamnya dari sampel yang dianggap kompeten untuk menjadi
sumber informasi dari penelitian yang dilakukan
Berdasarkan teknik pengambilan sampel di atas, sasaran penelitian dalam
penelitian ini meliputimahasiswa aktifis, mahasiswa nonakitifis, manajer
kemahasiswaan dan pembina kemahasiswaan.
B. Desain Penelitian
Desain penelitian menentukan arah penelitian dan hasil yang hendak dicapai
oleh peneliti. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Sutopo
dan Arief (2010: 4) menyebutkan bahwa:
Data kualitatif adalah tangkapan atas perkataan subjek penelitian dalam bahasanya sendiri. Pengalaman orang diterangkan secara mendalam, menurut makna kehidupan, pengalaman, dan interaksi sosial dari subjek penelitian sendiri.
Dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif akan diperoleh data yang lebih
mendalam. Hal ini dikuatkan oleh Sugiyono (2012: 59) seperti berikut ini:
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu, peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan.
Berkaitan dengan rumusan masalah yang telah disusun oleh peneliti, paradigma
penelitian menjadi faktor yang dapat mendukung dalam menjawab rumusan masalah
46
Metode penelitian kualitatif lebih cocok digunakan untuk meneliti bila permasalahan dalam situasi sosial masih remang-remang kompleks, dinamis, peneliti bermaksud memahami situasi sosial secara lebih mendalam, serta menemukan hipotesis atau teori.
Pendekatan penelitian yang dipilih oleh peneliti yaitu pendekatan kualitatif
didasarkan pada alasan sebagai berikut:
Pertama, peneliti bermaksud mengungkap fakta mengenai sikap kepeloporan
mahasiswa. Untuk mendapat gambaran yang komprehensif, pendekatan kualitatif dirasa
cocok digunakan dalam penelitian ini diperkuat oleh Sutopo dan Arief (2010: 4) sebagai
berikut:
Data penelitian kualitatif bersifat mendalam dan perinci, sehingga juga bersifat panjang lebar. Akibatnya analisis data kualitatif bersifat spesifik, terutama untuk meringankas data dan menyatukannya dalam satu alur analisis yang mudah dipahami pihak lain.
Penelitian kualitatif bermaksud untuk memperoleh data yang mendalam dari
situasi alamiah yang hendak diteliti, oleh sebab itupemilihan penelitian kualitatif
didasarkan pada alasan-alasan yang dikemukakan Sugiyono (2012:10) sebagai berikut:
Karaktersitik penelitian kualitatif:
a. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk atau
outcome.
b. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif.
c. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (dibalik yang teramati).
Adapun Nasution (2009: 23) memandang “Desain penelitian merupakan rencana
tentang tata cara mengumpulkan dan menganalisis data agar dapat dilaksanakan secara
ekonomis serta serasi dengan tujuan penelitian itu.” Mengingat bidang yang diteliti
dalam penelitian ini adalah sosial, maka pendekatan kualitatif sangat memungkinkan
peneliti dalam memperoleh gambaran yang menyeluruh terhadap subjek yang diteliti
seperti diungkapkan oleh Sugiyono (2012: 1) yaitu:
Metode penelitian kualitatif ini sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting); disebut juga metode etnografi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya.
Penelitian ini bermaksud untuk memperoleh data yang alamiah dan mendalam,
peneliti ingin mengetahuikegiatan ormawa dalam rangka menumbuhkan sikap
kepeloporan mahasiswa. Demi memperoleh gambaran yang menyeluruh, maka
pendekatan kualitatif memungkinkan untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan
masalah seperti diungkapkan Sugiyono (2012:7) sebagai berikut:
Dalam penelitian kualitatif yang bersifat holistik dan lebih menekankan pada proses, maka penelitian kualitatif dalam melihat hubungan antar variabel pada objek yang diteliti lebih bersifat interaktif, yaitu saling mempengaruhi (reciprocal/ interaktif), sehingga tidak diketahui mana variabel independen dan dependennya.
Peneliti merupakan instrumen utama dalam penelitian dengan menggunakan
pendekatan kualitatif, maka peneliti harus masuk ke dalam lingkungan yang menjadi
subjek penelitiannya, agar memperoleh gambaran yang lebih obejktif dan mendalam
sesuai dengan Sugiyono (2012: 1) yang mengungkapkan bahwa:
Metode penelitian kualitatif ini sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting); disebut juga sebagai metode etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya; disebut dengan metode kualitatif, karena data yang terkumpul dan anlisisnya lebih bersifat kualitatif.
Pada penelitian kualitatif, peran peneliti cukup besar, karena apa yang terjadi
selama penelitian harus diuraikannya pada laporan penelitian Adapun ciri pokok dari
penelitian kualitatif diungkapkan oleh Sugiyono (2012: 2) berikut ini:
Kriteria data dalam penelitian kualitatif adalah data yang pasti. Data yang pasti adalah data yang sebenarnya terjadi sebagaimana adanya, bukan data yang sekadar yang terlihat, terucap, tetapi data yang mengandung makna dibalik yang terlihat dan terucap tersebut. Contoh data yang pasti misalnya data orang menangis.
Ketiga, peneliti bermaksud memperoleh gambaran menganaicara ideal
mengembangkan sikap kepeloporan mahasiswa. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, karena bertujuan untuk memahami masalah atau keadaan dari
sekelompok individu atau orang. Sarosa (2012: 9) mengemukakan pengertian mengenai
penelitian kualitatif sebagai berikut:
48
dimaknai berbeda menjadikan langkah untuk menjamin generalisasi hasil tidak diperlukan.
Dalam penelitian kualitatif terlihat perbedaan karaktersitik, salah satunya ialah
menyelidiki suatu permasalahan dan mengembangkan suatu pemahaman yang terperinci
dari suatu fokus kejadian dengan lebih mendalam. Selain itu, Sarosa (2012: 9)
mengemukakan bahwa:
Penelitian kualitatif menganggap bahwa realitas adalah bentukan pikiran manusia. Segala sesuatu yang melibatkan manusia akan besifat kompleks dan multi dimensi, apalagi jika melibatkan sekelompok manusia dan interaksinya. Kompleksitas tersebut akan sangat sulit diukur dan direduksi ke dalam angka-angka statistik.
Silalahi (2012: 83) berpandangan bahwa “...paradigma kualitatif berakar pada
tradisi phenemonological atau the natural phenemonological mode.” Penelitian
kualitatif memusatkan perhatian pada proses yang berlangsung dan hasilnya. Hasil
penelitian bergantung pada kemampuan peneliti dalam mengolah dan menafsirkan
temuan penelitian.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi deskriptif,
Nasution (2009: 24) berpandangan bahwa:
Penelitian deskriptif, mengadakan deskripsi untuk memberi gambaran yang
lebih jelas tentang situasi-situasi sosial seperti kehidupan mahasiswa di rumah kontrakan, perusahaan transpor lokal di suatu kota, sistem penerimaan pegawai baru pada perusahaan swasta, dan sebagainya. Kebanyakan penelitian sosial bersifat deskriptif.
Dalam pandangan dari Nasution tersebut, melalui penelitan deskriptif, peneliti
bermaksud memperoleh gambaran yang jelas terhadap subjek penelitian yang hendak
diteliti. Adapun Sugiyono (2001: 6) berpandangan bahwa:
Format penelitian deskriptif kualitatif digunakan untuk meneliti
masalah-masalah yang membutuhkan studi mendalam, selain itu format desain deskriptif
kualitatif banyak memiliki kesamaan dengan desain deskriptif kuantitatif, sebagaimana
diungkapkan oleh Bungin (2007: 68) bahwa, “Format desain deskriptif lebih banyak
atau masih dipengaruhi oleh paradigma positivistik, kendati format ini lebih dominan
menggunakan paradigma fenomenologis.”
Penggunaan metode studi deskriptif bertujuan untuk mengkritik kelemahan
penelitian kuantitatif. Studi deskriptif umumnya memiliki ciri memusatkan diri pada
suatu unit tertentu dari berbagai fenomena, sebagaimana oleh Bungin (2007: 69) bahwa “Pada ciri yang lain, deskriptif kualitatif studi kasus merupakan penelitian eksplorasi dan memainkan peranan yang amat penting dalam menciptakan hipotesis atau
pemahaman orang tentang berbagai variabel sosial.” Sementara itu, Silalahi (2012: 27)
berpandangan bahwa:
Penelitian deskriptif adalah sangat penting untuk tiap disiplin ilmu, khususnya pada tahap awal perkembangannya, meskipun hal ini dapat bervariasi. Pentingnya penelitian deskriptif sangat jelas menonjol dalam ilmu-ilmu sosial. Dari penelitian deskriptif, terutama bagi ilmu-ilmu sosial, banyak
imponderabilia (hal-hal yang nampaknya tidak penting, tetapi yang pada
hakikatnya sangat berperan seperti nilai-nilai dan sebagainya) dari kehidupan sosial sehari-hari dapat dideskripsikan, yang tidak muncul dalam suatu penelitian eksplanasi.
Penelitian atau suatu studi deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara
cermat kejadian atau masalah yang diteliti secara cermat dan teliti. Hal ini sejalan
dengan pendapat dari Silalahi (2012: 28) berikut ini:
Selain mengetahui apa yang tejadi (eksploratif), penelitian juga ingin mengungkap bagaimana hal itu terjadi. Oleh karena itu, temuan-temuan penelitian deskriptif lebih dalam dan lebih luas dan lebih terperinci. Disebut lebih luas karena penelitian dilakukan tidak hanya terhadap masalah tetapi juga variabel-variabel lain yang berhubungan dengan masalah itu.
Sebagaimana pendapat dari Silalahi di atas, penelitian deskriptif bertujuan untuk
mengungkap bagaimana suatu hal terjadi dan digunakan untuk menyelidiki fenomena
atau gejala sosial yang ada di sekitar kita. Hal ini diperkuat oleh Silalahi (2012: 29)
50
Tipe penelitian deskriptif digunakan jika ada pengetahuan atau informasi tentang gejala sosial yang akan diselidiki atau dipermasalahkan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari survei literatur, laporan hasil penelitian, atau dari hasil studi eksplorasi. Melalui pengetahuan atau informasi yang dimiliki tentang gejala yang diselidiki…
Berdasarkan pendapat tersebut, metode studi deskriptif dirasa sangat relevan
untuk memperoleh gambaran secara intensif dan mendalam terhadap ormawa yang
berada di UPI, yaitu HMCH, Senat Mahasiswa FPIPS, dan BEM REMA UPI.
D. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini mencakup konsep “Mahasiswa”, “Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa)”, dan “Sikap Kepeloporan”. Berikut ini definisi operasional dari konsep-konsep tersebut.
1. Mahasiswa
Mahasiswa, yang dimaksud mahasiswa dalam penelitian ini adalah mahasiswa
Universitas Pendidikan Indonesia yang meliputi aktifis dan bukan aktifis.
2. Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa)
Organisasi kemahasiswaan (Ormawa) merupakan suatu perhimpunan atau
organisasi yang dibentuk dan dijalankan oleh mahasiswa yang sedang menempuh
pendidikan di perguruan tinggi yang sering kali disebut sebagai aktivis mahasiswa,
dengan berasaskan dari mahasiswa, oleh mahasiswa dan untuk mahasiswa. Hal ini
sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 155/U/1998
tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan, yakni:
“Organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa” (Pasal 2 Kepmendikbud No 155/U/1998).
Dengan landasan tersebut, maka organisasi kemahasiswaan (Ormawa)
merupakan suatu organisasi formal dengan suatu koordinasi dan tujuan yang jelas,
mengembangkan diri menjadi manusia yang mampu berkerjasama dan bertanggung
jawab. Adapun ormawa dalam penelitian ini adalah organisasi kemahasiswaan di
lingkungan UPI.
3. Sikap Kepeloporan
Kepeloporan merupakan suatu sikap positif yang harus dimiliki oleh setiap
orang, terutama bagi para pemimpin, karena sikap ini memiliki suatu makna sebagai
perintis atau pembuka jalan dalam pembaharuan ke arah yang lebih baik, seperti
diungkapkan Affandi (2011: 20) bahwa,
Kepeloporan dapat bermakna sikap mental yang menampilkan keberanian untuk mengambil prakarsa (berinisiatif), mau dan mampu menjadi pembaharu dan membimbing pengikutnya ke dalam keadaan yang lebih baik.
Berdasarkan pengertian tersebut maka kepeloporan dapat dikatakan bahwa sikap
berdiri dimuka untuk merintis, membuka jalan dan memulai sesuatu untuk kemudian
diikuti oleh yang lain, pada intinya adalah menjadi contoh dan teladan bagi orang lain.
Pada dasarnya sikap ini harus dimiliki oleh setiap manusia untuk membawa suatu
kehidupan kearah yang lebih baik, namun secara lebih khusus sikap ini harus dimiliki
oleh seorang pemimpin dan orang-orang yang berada dalam suatu organisasi atau
lembaga tertentu.
.
E. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menempatkan peneliti sebagai instrumen utama dalam penelitian.
Hal ini dilaksanakan agar peneliti memperoleh gambaran yang menyeluruh terkait
dengan peranan ormawa dalam menumbuhkan sikap kepeloporan mahasiswa, seperti
ungkapan Sugiyono (2012: 59) bahwa, “Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi
kualitas data hasil penelitian, yaitu, kualitas instrumen penelitian, dan kualitas
pengumpulan data.” Pada penelitian kualitatif, insturmen utama adalah peneliti itu
sendiri, sebagaimana diungkapkan oleh Sugiyono (2012: 59) bahwa:
52
wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya.
Pada hakikatnya tidak ada alat pengumpul data yang peka dan menyesuaikan
diri seperti manusia. Oleh karena itu, peneliti sebagai instrument utama dalam penelitian
sudah seharusnya memiliki rasa peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari
lingkungan. Sebagaimana diungkapkan oleh Sugiyono (2012: 61) bahwa:
Dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya, setelah fokus peneliti menjadi jelas, maka kemungkinan akna dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara.
Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, maka dalam penelitian kualitatif,
peneliti sebagai instrumen utama harus memiliki validitas dan reliabilitas yang baik agar
hasil penelitian dapat diolah menjadi infomasi yang bermanfaat.
F. Proses Pengembangan Instrumen
Dalam penelitian kualitatif pengujian validitas dan reliabilitas data memliki
istilah yang berbeda, menurut Sugiyono (2012: 120) mengungkapkan “dalam penelitian
kualitatif, uji keabsahan data meliputi uji validitas internal, validitas eksternal,
reliablitias, dan objektivitas.”
1. Credibility-Validitas Internal
Validitas internal atau membercheck ini merupakan bagian awal dari
pengembangan instrumen yang kemudian akan digunakan dalam penulisan laporan
sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data. Sugiyono (2012: 130) memandang
bahwa:
Pelaksanaan membercheck dapat dilakukan setelah satu periode pengumpulan data selesai, atau setelah mendapat suatu temuan, atau kesimpulan. Caranya dapat dilakukan secara individual, dengan cara peneliti datang ke pemberi data, atau melalui forum diskusi kelompok.
Berdasarkan pandangan tersebut, sebaiknya juga peneliti meminta tanda bukti
berupa tanda tangan atau hal lain yang dapat menjadi bukti bahwa peneliti telah
2. Transferability-Validitas Eksternal
Sugiyono (2012: 130) mengungkapkan pengujian validitas eksternal sebagai
berikut: “Validitas eksternal menunjukan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya
hasil penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil.”
3. Pengujian Depenability-Reliabilitas
Dalam penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2012: 131) bahwa “Dalam
penelitian kualitatif, uji dependability dilakukan dengan melakukan audit terhadap
keseluruhan proses penelitian.” Dengan demikian peneliti sebagai key instrument
melakukan pengumpulan data secara akurat dan alamiah.
4. Confirmability-Objektivitas
Pengujian confirmability dalam penelitian kuantitatif disebut dengan uji
objektivitas penelitian atau kepastian. Menurut Sugiyono (2012: 131), “penelitian dikatakan objektif bila hasil penelitian telah disepakati banyak orang”. Oleh karena itu, agar penelitian ini dapat menjaga kebenaran dan objektifitas maka pembimbing
berperan memeriksa proses penelitian untuk menjamin kebenaran keseluruhan
penelitian.
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, sebaiknya peneliti menempatkan diri
sebagai orang yang memahami dengan benar maksud penelitian dan data apa saja yang
harus didapat, sehingga hasil penelitian akan jelas.
G. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, menurut Sugiyono (2012:
63):
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alami), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi serta (participan observation), wawancara mendalam (in
depth interview) dan dokumentasi.
Teknik pengumpul data merupakan salah satu langkah utama didalam
54
mendapatkan data. Pada hakikatnya pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai
setting, berbagai sumber, serta berbagai cara seperti diungkapkan Sarosa (2012: 43)
sebagai berikut:
Perlu diingat bahwa dalam penelitian kualitatif keterlibatan peneliti sangat penting dalam pengumpulan dan analisis data. Penelitian kualitatif terutama yang menganut paham atau aliran interpretive menekankan pada persepsi peneliti dan partisipan dalam menyikapi suatu fenomena.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa kunci utama keakuratan,
kejelasan, dan kegunaan penelitian bergantung pada kemampuan peneliti dalam
mengumpulkan data dan menyajikannya menjadi informasi yang bermanfaat.
Selanjutnya menurut Bungin (2012: 110) berpandangan sebagai berikut:
Berdasarkan manfaat empiris, bahwa metode pengumpulan data kualitatif yang paling independen terhadap semua metode pengumpulan data dan teknik analisis data adalah metode wawancara mendalam, observasi partisipasi, bahan dokumenter, serta metode-metode baru seperti metode bahan visual dan metode penelusuran bahan internet
Dalam hal ini dapat dipahami bahwa didalam penelitian kualitatif metode
mendasar yang diandalkan dalam pengumpulan datanya yakni pengamatan berperan
serta, pengamatan secara langsung, wawancara secara mendalam, serta dokumentasi.
1. Wawancara
Wawancara merupakan aspek penting dalam penelitian kualitatif, porsir data
yang diperoleh biasanya sebagian besar berasal dari wawancara, sebagaimana Fathoni
(2006: 105) berpendapat sebagai berikut:
Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai dan jawaban diberikan oleh yang diwawancarai. Kedudukan kedua pihak secara berbeda ini terus dipertanyakan selama proses tanya jawab berlangsung, berbeda dengan dialog yang kedudukan pihak-pihak terlibat bisa berubah dan bertukar fungsi setiap saat, waktu proses dialog sedang berlangsung.
Maksud mengadakan wawancara adalah untuk mengungkapkan kenyataan hidup
serta apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang, seperti ditegaskan oleh Nasution
Jadi wawancara dapat berfungsi deskriptif yaitu melukiskan dunia kenyataan seperti dialami oleh orang lain, misalnya dunia kehidupan orang gelandangan, suku terpencil, tukang beca, kaum elite, pemuda zaman kini, dan sebagainya.
Selain untuk mengungkap bagaimana seorang merasa dan berpikir, wawancara
juga berfungsi eksploratif, seperti dijelaskan oleh Nasution (2009: 115) bahwa, “Selain
berfungsi deskriptif, wawancara dapat pula berfungsi eksploratif, yakni bila masalah
yang kita hadapi masih samar-samar bagi kita karena belum pernah diselidiki secara
mendalam oleh orang lain.”
Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif dan metode
studi deskriptif. Hal itu dimaksudkan untuk memperoleh data yang mendalam.
Wawancara dirasa relevan untuk menunjang proses pengumpulan data seperti pendapat
Sugiyono (2012:72) berikut ini:
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan atau keyakinan pribadi.
Hasil penelitian yang kredibel diungkapkan oleh Sugiyono (2012: 82) yaitu: “Hasil wawancara segera harus dicatat setelah selesai melakukan wawancara agar tidak lupa bahkan hilang.”
2. Observasi
Observasi dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk memperoleh data lapangan
yang sesuai dengan kenyataany. Melalui observasi, peneliti diharpakan akan
memperoleh gambaran kehidupan yang jelas. Nasution (2009: 106) mengungkapkan
sebagai berikut tentang observasi:
56
Melalu observasi dan ikut langsung dalam subjek penelitian, memungkinkan
peneliti memperoleh jawaban yang lebih lengkap seperti pendapat dari Nasution (2009:
106) berikut ini:
Mengadakan observasi menurut kenyataan, melukiskannya dengan kata-kata secara cermat dan tepat apa yang diamati, mencatatnya dan kemudian mengolahnya dalam rangka masalah yang diteliti secara ilmiah bukanlah pekerjaan yang mudah.
Sugiyono (2012: 82) mengungkapkan mengenai observasi sebagai berikut: “Dari
berbagai sumber data, perlu dicatat mana data yang dianggap penting, yang tidak
penting, data yang sama dikelompokan. Hubungan satu data dengan data yang lain perlu
dikonstruksikan.”
Pengamatan saat melakukan observasi harus mendalam untuk mendapat hasil
yang baik seperti diungkapkan oleh Madya (2009: 86) “Peneliti sendiri dapat merekam
aspek tertentu dari pelaksanaan pekerjaannya sendiri. Subjek-subjek terpilih mungkin
juga dapat merekam beberapa aspek pelaksanaan pekerjaan mereka untuk dianalisis
kemudian .”
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi juga merupakan suatu aspek yang perlu ada dalam penelitian
kualitatif. Studi Dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen. Data-data yang dikumpulkan dengan teknik dokumentasi cenderung
merupakan data sekunder. Hal serupa juga diungkapkan oleh Sugiyono (2012: 82) dengan pendapatnya berikut ini: “Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.” Dengan
diperkuat oleh Madya (2009:80) yang memberikan gambaran tentang studi
dokumentasi seperti berikut:
Peneliti menggunakan studi dokumentasi untuk melengkapi data yang
diperlukan dalam penelitian. Studi dokumentasi merupakan teknik pengambilan data
yang relevan dalam hal ini, sesuai dengan pendapat Sugiyino (2012: 82) berikut ini:
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan kebijakan. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain.
Dokumen berguna untuk memperoleh informasi dari sumber utama. Apabila
sumber primer telah meninggal, dokumen akan sangat berguna.
H. Analisis Data
Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Denzin dan Lincoln (2009:
498) mengungkapkan sebagai berikut:
Para peneliti kualitatif mengakji catatan lisan dan tulisan pengalaman manusia, termasuk rekaman percakapan, film, novel, dan potret. Secara historis ada 3 pendekatan utama dalam ilmu pengetahuan sosial sebagai perangkat analisis diskursus tekstual. Masing-masing berakar pada tradisi teoritis dan tradisi penelitian yang berumur panjang. 1) Analisis isi (content anaysis) untuk meneliti media (media studies), dan biasanya berbasis pada pendekatan kuantitatif. 2) analisis semiotika (semiotic analysis) yang bersumber dari tradisi resmi dalam kritik sastra (literacy criticism). 3) analisis wacana atau narrative berdasarkan perkembangan mazhab post-struktural di bidang teori interpretif baru-baru ini.
Kemampuan peneliti dalam menganalisis data merupakan salah satu bagian
penting dari penelitian. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan, dan triangulasi. Dalam penelitian
ini, analisis data melalui beberapa tahap sebagai berikut.
1. Reduksi Data
Menurut Sugiyono (2012: 93), “Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif
yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi.”
Data Reductionyaitu suatu proses memilah mana data yang tepat dan tidak
58
digunakan dan dituangkan ke dalam laporan penelitian. Data tersebut harus direduksi
(dipilih hal pokoknya) secara lebih tajam, reduksi data ini bertujuan mempertajam hasil
pengamatan kita, sesuai dengan pendapat Sugiyono (2012: 92) berikut ini:
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema, dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer mini, dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu.
Mereduksi dimaksudkan untuk mengolah data yang tadinya tidak sistematis
menjadi sistematis dan data yang tadinya dalam kondisi acak menjadi tersusun.
2. Penyajian Data
Data Display merupakan bagian dari penelitian yang oleh Sutopo dan Arief
(2010: 7-8) diartikan sebagai berikut:
Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan. Penyajian data kualitatif berupa teks naratif (berbentuk catatan lapangan), matriks, grafik, jaringa, dan bagan.
Hal ini juga diperkuat dengan pendapat dari Sugiyono (2012: 95) sebagai
berikut:
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplay data... Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif... Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut.
Penyajian data akan memudahkan peneliti untuk mengolah data ke dalam
pembahasan. Kemampuan menyajikan data juga merupakan salah satu bagian penting
dari sebuah penelitian.
3. Penarikan Kesimpulan
Conclusion Drawing Verification: ialah suatu usaha peneliti terhadap data yang
hingga didapat sebuah kesimpulan. Verifikasi dilakukan dengan cara mengumpulkan
data yang baru seperti diungkapkan oleh Sugiyono (2012: 99) berikut ini:
Conclusion drawing/verification: kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah
merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.
Tahapan ini merupakan tahap terakhir dari analisis data pada penelitian
kualitatif. Setelah melalui tahap ini, data yang disajikan lebih kokoh.
4. Triangulasi
Teknik riangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah
ada. Seperti yang diungkapkan oleh Sugiyono (2012: 83) berikut:
...triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebaiknya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.
Triangulasi teknik, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang
berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama, yang oleh Sugiyono
(2012: 83) diungkapkan sebagai berikut:
Triangulasi teknik, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Triangulasi sumber berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.
Dengan menggunakan teknik triangulasi, maka data yang akan dibahas akan
lebih kredibel dan teruji. Data telah melalui proses pengolahan dan analisis dan dikahiri
dengan triangulasi sebagai tahap dari peneliti bahwa penelitiannya menuju pada
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Affandi, I. (2011). Pendidikan Politik Mengefektifkan Organisasi Pemuda
Melaksanakan Politik Pancasila dan UUD 1945. Bandung: Universitas
Pendidika Indonesia.
Alisyahbana, P. (2011). Jadilah Pelopor. Bandung: Artcore Media.
Ametembun. (1976). Kepemimpinan dalam Perubahan Pendidikan (Suatu
Pendekatan Sistem). Bandung: IKIP Bandung.
Ancok, D. (2012). Psikologi Kepemimpinan dan Inovasi. Jakarta: Erlangga.
Anoraga, P. (1992). Psikologi Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta.
Bungin, B. (2012). Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Churphy, dkk. (2012). Leadership: Memperkaya Pelajaran dari Pengalaman. Jakarta: Salemba Humanika.
Denzin, N.K. dan Lincoln, Y.S. (Eds). (2009). Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dourado, P. Dan Blackburn, P. (2005). Seven Secrets of Inspired Leaders. Jakarta: Esensi.
Dubrin, A.J. (2009). The Complete Ideal’s Guides: Leadership. Jakarta: Prenada Media Group.
Fathoni, A. (2006). Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: Rineka Cipta.
Iensufiie, T. (2010). Leadership untuk Profesional dan Mahasiswa. Jakarta: Erlangga.
Madya, S. (2009). Teori dan Praktik Penelitian Tindakan (Action Research). Bandung: Alfabeta.
Martin, R. (1990). Sosiologi Kekuasaan. Jakarta: CV Rajawali.
Nasution, S. (2009). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara.
Nazsir, R.N. (2008). Dinamika Kelompok dan Kepemimpinan. Bandung: Widya Padjadjaran.
Pasolong, H. (2008). Kepemimpinan Birokrasi. Bandung: Alfabeta.
Riani, A.L. (2011). Budaya Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rivai, V. Dan Mulyadi, D. (2009). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rukmana, N. (2007). Etika Kepemimpinan Prespektif Agama dan Moral. Bandung: Alfabeta.
Sarosa, S. (2012). Peneltian Kualitatif: Dasar-Dasar. Jakarta: Indeks.
Silalahi, U. (2012). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Siagian, S.P. (2007). Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sugiyono. (2001). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Afabeta.
______. (2012). Memahami Peneltian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sutarno. (2008). 1 Abad Kebangkitan Nasional 1908-2008 & Kebangkitan
Perpustakaan. Jakarta: Sagung Seto.
Sutopo, A.H. dan Arief, A. (2010). Terampil Mengolah Data Kualitatif dengan
NVIVO. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sztompka, P. (2004). Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Pranada Media Group.
Trimo, S. (1984). Analisis Kepemimpinan. Bandung: Angkasa.
Wahab, A.A. (2008). Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan (Telaah
terhadap Organisasi dan Pengelolaan Organisasi Pendidikan). Bandung:
Alfabeta.
Wibowo. (2013). Perilaku dalam Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Winardi, J. (2005). Pemikiran Sistemik dalam Bidang Organisasi dan
Manajemen. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
______. (2007). Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Wirawan. (2013). Kepemimpinan: Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi
dan Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Wursanto. (2003). Dasar-Dasar Ilmu Organisasi. Yogyakarta: Andi Offset.
Zulkarnaen, W. (2013). Dinamika Kelompok Latihan Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi.
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan.
Sumber Skripsi
Kosasih. (2011). Peranan Organisasi Kemahasiswaan sebagai Laboratorium
Pendidikan Politik Mahasiswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan. Universitas Pendidikan Indonesia.
Saepudin, E. (2011). Model Pembelajaran Demokrasi Melalui Pengembangan
Organisasi Kemahasiswaan (Studi Kasus Terhadap Mahasiswa di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung). Skripsi Jurusan Pendidikan
Kewarganegaraan. Universitas Pendidikan Indonesia.
Sandra, A. (2013). Budaya Politik Mahasiswa (Studi Deskriptif terhadap Aktivis
Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia). Skripsi Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan. Universitas Pendidikan Indonesia.
Syahdani, A.M. (2013). Pengembangan Karakter Kepemimpinan pada
Organisasi Kemahasiswaan UPI (Studi Deskriptif Analisis Terhadap BEM HMCH, Senat Mahasiswa FPIPS, dan BEM REMA UPI). Skripsi Jurusan
Artikel Jurnal
Kellerman, B. (2013). Leading Questions: The End of Leadership-Redux. Sage:
Leadership, 9(1), hlm. 135-139.
Sinclair, A. (2010). Placing Self: How Might We Place Ourselves in Leadership Studies Differently?. Sage: Leadership, 6(4), hlm. 447-460.