• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1.1. Profil Geografi - DOCRPIJM 755fbccc6c BAB IIBAB 2 Gambaran Umum Kondisi Wilayah MBD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "2.1.1. Profil Geografi - DOCRPIJM 755fbccc6c BAB IIBAB 2 Gambaran Umum Kondisi Wilayah MBD"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

2.1.

Kondisi Geografis

2.1.1.

Profil Geografi

a. Batas dan Luas Wilayah

Kabupaten Maluku Barat Daya merupakan salah satu kabupaten di propinsi

Maluku diresmikan pada tanggal 21 Agustus 2008 sesuai Undang-Undang Nomor 31

tahun 2008. secara geografis Kabupaten Maluku Barat Daya mempunyai batas

wilayah sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Berbatasan dengan Laut Banda

 Sebelah Selatan : Berb at asa n de ng an Lau t Ti m or dan S el a t Wetar

 Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kepulauan Tanimbar.

 Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kepulauan Alor.

Letak geografis wilayah Maluku Barat Daya merupakan suatu potensi

yang cukup strategis untuk mendukung interaksi wilayah Maluku Barat Daya

dengan wilayah l uar, bai k dal am skal a re g i onal , nasi onal m aupun

i nternasi onal , terutama dengan adany a dukungan fasilitas transportasi l aut

dan udara.

Sebagai kabupaten kepulauan, Kabupaten Maluku Barat Daya terdiri

dari 48 buah pulau (baik pulau kecil maupun besar) termasuk didalamnya 7

buah pulau terluar yang berada di kawasan perbatasan Negara, dengan luas

wilayah sebesar 72.427,2 Km2, terdiri dari sekitar 63.779,2 km (88,1 %) lautan

dan 8.648 km (11,9 %) daratan, dan terkonsentrasi pada gugus pulau yaitu :

a. Gugus Pulau-pulau Babar Was daratan 2.456 km2

b.

Gugus Pulau-pulau Leti, Moa Lakor luas daratan 1.506 km2

GAMBARAN UMUM

KONDISI WILAYAH

(2)

c.

Gugus Pulau-pulau Terselatan luas daratan 4.686 km2

Letak Geografis kabupaten Maluku Barat Daya, secara keseluruhan belum tersedia

data yang akurat, data yang ada sementara berdasarkan gugus kepulauan diantaranya :

• Letak Geografis Pulau Wetar (Kecamatan Wetar) adalah 7 derajat 49 menit - 8

derajat 42 menit Lintang Selatan dan 125 derajat 42 menit - 126 derajat 57 menit

Bujur Timur.

• Letak Geografis Pulau Letti adalah 8 derajat 11 menit - 8 derajat 15 menit Lintang

Selatan dan 127 derajat 31 menit - 127 derajat 46 menit Bujur Timur.

• Letak Geografis Pulau Moa adalah 8 derajat 5 menit - 8 derajat 16 menit Lintang

Selatan dan 127 derajat 46 menit - 128 derajat 8 menit Bujur Timur.

• Letak Geografis Pulau Lakor adalah 8 derajat 13 menit - 8 derajat 18 menit Lintang

Selatan dan 128 derajat 4 menit - 128 derajat 13 menit Bujur Timur

Sejak di resm ikanny a kabupaten MBD sesuai U U. N o. 31 tahun 2008

t e n t a n g p e m e k a r a n K a b u p a t e n M a l u k u B ar a t D a y a , W i l a y a h M B D terdiri

dari 8 (delapan) Kecamatan, 117 Desa dan 45 Dusun.

Tabel 2.1 . Jumlah Kecamatan, Desa dan Dusun Di Kabupaten Maluku Barat Daya

Sumber: BPS, Maluku Tenggara Barat dalam Angka 2008.

No Kecamatan Ibukota

JUMLAH

Jumlah DESA DUSUN

1 Wetar Ilwaki 23 1 24

2 PP. Terselatan Wonreli 12 16 28

3 Damer Wulur 7 1 8

4 Leti/Lemola Serwaru 7 5 12

5 Mola Wet 12 12 24

6 Mdona Heira Lelang 11 2 13

7 PP. Babar Tepa 17 6 23

8 Babar Timur Marsela 28 2 30

(3)

Gambar 2.1 Jumlah Desa dan Dusun di Kabupaten Maluku Barat Daya

0 50 100 150

Desa Dusun

0

Tabel 2.2.

Luas Wilayah Menurut Kecamatan (Km2)

No Kecamatan Darat Laut Luas Wilayah

1 Wetar 11,445.60 15.074,60

2 PP. Terselatan 1) 2.307* 17.533,2* 19.840,2*

3 Damer

4 Leti /Lemola2) 3.629* 27.580,4* 31.209,4*

5 Mola/Moa Lakor 35,613.60 37.920,60

6 Mdona Heira

7 PP. Babar 3) 2.456* 18.6656,6* 21.121,6*

8 Babar Timur

Jumlah 8.648 63.779,2 72.427,2

Sumber : BPS, MTB dalam Angka 2008(diolah) Catatan ‘* = data tahun 2004

1) = Termasuk Damer dan Wetar 2) = Termasuk Mola

3) = Termasuk Mdona Heira dan Babar Timur 30

25

20

Is

10

5 0

(4)

B. Topografi & Geologi

Kondisi Topografi wilayah Maluku Barat Daya khusunya di pulau-pulau besar

meliputi dataran rendah, berbukit dan gunung. Pulau Roma bergunung-gunung dengan

ketinggian antara 400-700 m dpl. Pulau Damar berbentuk kerucut dan

bergunung-gunung. Puncak tertinggi adalah Wurlah 870 m dpl dengan daerah pantai yang relatif

terjal.

Menurut peta geologi Indonesia (1965), Kabupaten Maluku Tenggara Barat

terbentuk dari :

• Kepulauan Terselatan kecuali Pulau Wetar terbentuk dari jenis batuan

kapur, globerino teras kelabu dan putih.

• Pulau Wetar terbentuk dari batuan vulkanik kapur alkalis dan sediment

marine.

• Kepulauan Babar terbentuk dari batuan globerino.

Pulau Wetar merupakan lanjutan dari gugusan pengunungan Sunda Tersier yang

sudah tidak bekerja lagi dilaut terdalam. Pulau ini berada juga pada pertemuan gugusan

ini dengan Busur dalam Banda, sehingga mempunyai lapisan tanah asal vulkanis.

Pulau-pulau Letti, Moa dan Lakor, Kepulauan Sermata, Kepulaun Barbar dan

Kepulauan Tanimbar merupakan pulau-pulau yang termasuk dalam Busur Luar Banda yang

bersifat non vulkanis. Gugusan PP. Lemola dan PP Sermata, terletak dalam Letti-Sermata

Ridge, yaitu gugusan pengunan yang tinggi di zaman Neogene, yang kemudian tenggelam

di bawah permukaan laut karena alasan-alasan tektonik. Dasar punggung bukit (ridge) ini

secara gradual meningkat –5000 meter di bawah permukaan laut di Sermata kemudian

mencapai ketinggian –1.5000 m dibawah permukaan laut di punggung bukit antara

Romang dan Moa, untuk kemudian berakhir di Kisar dengan ketinggian 2.400 m

Pulau Kisar terletak di Interdeep belt, yang juga membentuk ujung sebelah barat

daya dari Weber deep. Pulau Kisar ini dihubungkan oleh suatu Sub marine ridge dengan

pungggung bukit Letti-Sermata. Ketinggian sub marine ridge ini berada pada –2.400 m di

bawah permukaan laut. Tidak adanya sifat vulkanis di Pulau Kisar juga menunjukkan

(5)

KABUP

AT

E

N M

AL

UKU BARAT

DAY

A

KAB

.

M

AL

UKU B

ARAT

DA

Y

(6)

P u l a u B a b a r

Pulau Babar berbentuk bulat dengan puncak tertinggi 825 m dpl. Bentuk lahan

secara makro relief dibagi atas : (1) dataran, berbukit dan bergunung. Bentuk lahan pada

gugus pulau Babar meliputi dataran (0 – 3 %), landai/ berombak (3 – 8 %), bergelombang

(8 – 15 %), agak curam (15 – 30 %), curam (30 – 50 %) dan sangat curam (> 50 %).

Lereng-lereng curam terdapat di bagian Timur Laut.

Bentuk lahan pada gugus pulau Lemola dan Pulau Terselatan meliputi : dataran (0

– 3 %), landai/ berombak (3 – 8 %), bergelombang (8 – 15) agak curam (15 – 30 %), curam

(30 – 50 %) dan sangat curam (> 50).

Pulau Leti

Pulau ini relatif kecil, bentuk morfologinya hampir sama seperti Pulau Kisar,

dimana di bagian tengah pulau terdapat sendimen-sendimen Paleozoic, yang dikelilingi

oleh kubu/benteng yang terbentuk oleh batu karang zaman pliopleistocene. Di bagian

utara Pulau inji terdapat 4 kawasan yang penuh dengan batuan yang berbentuk

balok-balok yang eksotis yang berukuran satu hingga beberapa meter kubik. Balok-balok-balok ini

biasanya hanya terdapat di dalam Busur Dalam Banda, tidak ada di Busur Luar. Namun

demikian balok-balok ini ternyata merupakan sisa-sisa lahan yang berasal dari suatu

daerah di sebelah utara Pulau Letti, yang kini membentuk sub marine ridge.

Pulau Letti berbukit-berbukit. Deretan bukit sebelah Timur lebih tinggi dari

bagian Barat. Dataran rendah terdapat di bagian pesisir (pantai). P ul au Moa

berbuki t-buki t karang rendah. Di daratan Barat terdapat 2 puncak yaitu

Kagoeta dan Limar dan di bagian Timur terdapat puncak Kulit dan Watumermora.

Daerah pantai yang mengelilingi pulau ini terdiri dari batu gamping koral seperti

halnya di Pulau Kisar. Bagian tengah pulau ini terdapat 4 jenis batuan, yaitu:

1. Di bagian selatannya, terdapat batuan serpih dengan sisipan batu pasir, berlapis baik,

kompak sebagian gamping. Tipe endapan “Flijsch” mengandung fosil amonit jenis

Agathicera, Paraligoceras, Propinaccoceras dan Doliolina Lepada, yang menunjukkan

umur Perem awal dan terendapkan dalam laut dangkal.

(7)

3. Di daerah sebelah timur daerah merupakan daerah yang sempit yang terdiri dari

batu gamping klasika, setempat bersisipan tipis serpih dan batu pasir kompak

hablur, mengandung barik-barik kalsit, setempat membentuk struktur seret.

4. Di daerah sebelah utara terdapat batuan bancuh yang terdiri dari berbagai macam

bongkah beku, batuan sedimen dan batuan malihan yang terkurung dalam massa

dasar serpih yang tergerus.

Sebelah utara dan barat laut dari Desa Tomra terdapat alluvium, yaitu pasir,

kerikil, kerakal mengandung pecahan ganggang, koral dan moluska, endapan pantai.

Struktur geologi yang terdapat di daerah ini diperkirakan berupa patahan (sesar) mendatar

yang berarah barat daya-timur laut. Sedangkan struktur lipatan bersifat setempat.

Daerah pantai pulau ini agak bergelombang dengan kemiringan berkisar antara

17-25%, sedangkan di bagian tengah merupakan daerah bergelombang dengan kemiringan

berkisar antara 27-50%.

Pulau Moa

Pulau ini adalah pulau terbesar dalam gugus Pulau Lemola, dimana kondisi medan

pada umumnya merupakan dataran rendah. Secara rinci bentuk geomorfologi pulau ini

adalah sebagai berikut :

• Pantai barat secara dominan merupakan daerah bergelombang dengan kemiringan

berkisar antara 27-50%.

• Sebagian pantai selatan agak landai, dimana di bagian tengah mempunyai

kemiringan 3-15%. Daerah ini berbatasan dengan daerah yang agak bergelombang

dengan kemiringan 17-25%. Daerah ini memanjang dengan arah utara-selatan.

Sebagian pantai timur juga agak landai.

• Daerah utara merupakan daerah berbukit sampai bergunung dengan kemiringan

lebih besar dari 51%. Tepatnya dekat desa Tounwawang, terdapat Gunung

Watumeramera dan Ilwunu setinggi 225 m di atas permukaan laut, dan disebelah

timur ada Gunung Iikierna dengan ketinggian 300 m. Disebelah barat terdapat 2

puncak yaitu Kogo Tea dan Limar. Batu koral, batu gamping yang menjulang tinggi

hingga 10-20 m.

(8)

Kisar dan Pulau Letti. Batuan ultrabasa terdapat Gunung Watumeramera dan Gunung

Ilwunu. Batuan ini juga terdapat di sebelah selatan Kaiwatu, dan daerah-daerah yang

sempit sebelah tenggara Gunung Ilwunu dan ± 3 Km di sebelah barat Klis. Batuan ini

terdiri wherlit, serpentinit dan dunit, yang terubah kuat. Batu malihan (A) terdapat di

sebelah barat daerah berbatuan ultrabasa yang berada di sebelah selatan Kaiwatu. Di

tengah daerah berbatu malihan (A) di atas itu terdapat di daerah sempit berbatuan

gamping merah. Daerah berbatuan gamping klastik terdapat di daerah sempit di sebelah

tenggara daerah berbatu malihan (A). batuan ini merupakan batu gamping klastik berlapis

tipis kompak, mengandung fosil Heterostegina sp, Amphistegina sp, Orbulina universa

D’orbigity, Globerinoides, yang menunjukkan umur lebih muda dari Miosea Awal

terendapkan dalam lingkungan laut dangkal.

Pulau Lakor

Pulau ini terletak di paling timur dari gugusan pulau-pulau Lemola. Kondisi medan

pulau ini pada umumnya adalah daerah bergelombang yang terdiri dari batu gamping

koral setinggi 10-20 M

Secara menyeluruh pulau ini terdiri dari batu gamping koral yang menjulang tinggi

dari 10-20 m. Hasil penelitian Kuenen (1933) menyatakan bahwa di iklim yang kering

seperti di gurun, terumbu karang kompak yang terangkat akan lebih tahan terdapat

kerusakan serta penggundulan pada iklim kering daripada iklim yang basah.

Pulau Weta r

Pulau Wetar yang merupakan bagian dari busur Dalam Banda mempunyai lapisan

tanah asal vulkanis. Beberapa jenis tanah yang ada di pulau ini merupakan hasil dari

adanya interaksi yang kompleks antara: a). munculnya batu karang secara meluas, b).

Kegiatan gunung merapi, c). sedimensi, d). Lipatan, e). Faulting dan f). Pengangkatan

permukaan daratan di pulau-pulau ini. Selain itu, faktor-faktor air dan iklim juga

berpengaruh pada formasi tanah yang terbentuk.

Pulau Wetar berbuki t dan bergunung (pegunungan) dengan ketinggian

200-1000 m dpl, di ujung Timur dan Barat terdapat puncak-puncak dengan ketinggian di

(9)

Akibat curah hujan yang rendah dan pH tanah yang tinggi menyebabkan

tanah-tanah di daerah kepulauan ini tidak subur. Disamping itu tanah-tanahnya mengandung Fosfor

(p), Carbon (C), Nitrogen (N), Pottasium (K) yang tinggi serta calcareon alkaline.

Berdasarkan Maliku Tenggara Barat Dalam Angka Tahun 2002 disebutkan bahwa PP

Terselatan mempunyai jenis tanah Podsolik, Alluvial Hydromorphic, Mediteran dan Brown

Forest Soil.

Dikaitkan dengan jenis tanah, maka dapat dikatakan bahwa ke 3 pulau tersebut

potensial untuk kegiatan peternakan, pertanian tanaman pangan, kehutanan dan

perkebunan, dan juga dinyatakan dalam peta potensi sektoral dari BPN Provinsi Maluku

1991. Produksi peternakan seperti kerbau (Kerbau Moa), sapi, kambing yang cukup

potensial.

Penggunaan tanah di ke-3 pulau terkait berdasarkan Peta Tata Guna Hutan

Kesepakatan adalah sebagai berikut :

Pulau Letti :

• 100% sudah merupakan hutan produksi yang dapat dikonversi dan belukar

sejenis

• Wilayah tanah usaha IA dan IB.

Pulau Moa :

• Dibagian tengah pulau (+ 25%) merupakan kawasan hutan lindung.

• Sebelah timur dan barat dari kawasan hutan lindung, terdapat lahan yang sudah

diusahakan penduduk.

• Sisanya merupakan hutan produksi yang dapat di konversi.

• Umum wilayah tanah usaha IA dan IB, tapi ada WTU II di 2 lokasi.

Pulau Lakor

• Sebagian besar (+ 90) merupakan hutan produksi yang dapat dikonversi dalam artian

savana.

• Hanya 10 % yaitu sebagian kecil di bagian timur laut dan bagian barat daya sudah

(10)

• Umum wilayah tanah usaha IA dan IB, tapi ada WTU di 1 lokasi.

C. H id ro lo g i

Pu la u W eta r

1. Kondisi Air Permukaan

Pulau Wetar bergunung-gunung dengan gugusan pegunungan dibagian tengah

yang membagi pulau tersebut dalam daerah cakupan air bagian utara dan daerah cakupan

air bagian selatan. Dalam daerah-daerah cakupan air (watersheds) itu terdapat 4 Daerah

Aliran Sungai (DAS), Yaitu :

1. DAS Naumatang, Seluas 154 Km2

2. DAS Likwan, Seluas 234 Km2

3. DAS Sakir, Seluas 215 Km2

4. DAS Amau, Seluas 179 Km2

2. Kondisi Air Tanah

Air tanah di Wetar terbagi dalam 3 wilayah air tanah:

• Daerah Pegunungan/Perbukitan yang tersusun oleh batuan gunung api tua (di zaman

Terzier)

• Daerah Batu Gamping yang tersusun oleh batu gamping berumur kuarter,

mempunyai kelulusan rendah hingga sedang.

• Daerah Dataran Alluvium yang menempati beberapa daerah sempit. Biasanya

endapannya terdiri dari pasir, kerikil lempung, lanau, lumpur dan bongkahan batu

yang bersifat lepas dengan kelulusan sedang hingga tinggi.

Pulau Leti

Sungai di pulau ini adalah pendek-pendek yang mengalir ke arah barat dan ke arah

selatan. Mempertimbangkan luas pulau yang relatif kecil, maka air hujan yang turun tidak

banyak tertahan dipermukaan. Kondisi topografi dan geologi di bagian utara pulau ini

berupa bukit-bukit kecil yang tersusun dari batuan malihan, serpih, batu gamping merah,

dan batuan “melange” berumur Pra Tersier hingga Tersier. Batuan ini bersifat kompak

dengan sifat permeabilitas yang sangat kecil bahkan kedap air. Akibatnya adalah

kemungkinan besar air tanah tidak akan dijumpai di pulau ini, kecuali di daerah lembah

(11)

Di daerah yang mengelilingi pulau ini, dimana terdapat endapan batu gamping

Kuarter, serta daerah yang sempit di bagian utara pulau, dimana terdapat endapan

alluvium, masih dapat diharapkan menjadi tempat akumulasi air tanah, karena sifat batuan

yang mudah melarutkan dan meresapkan air. Pada daerah batu gamping ini biasanya

mengandung air tanah dalam, tergantung dari tebalnya batuan tersebut.

Pulau Moa

Di Pulau ini terdapat 2 (dua) aliran sungai yang pendek, yaitu Sungai Wemusin dan

Sungai Sahlan yang mengalir ke arah utara dan hanya berair pada musim hujan. Selain itu

kondisi topografi dan geologi menunjukkan bahwa bagian tengah pulau tersusun dari

batuan malihan dan ultra basa yang berumur Karbon hingga Pra Tersier. Batuan ini bersifat

kompak dengan tingkat permeabilitas yang sangat kecil atau kedap air, sehingga

kemungkinan besar juga tidak akan ditemukan air tanah.

Diharapkan air tanah masih dapat ditemukan di daerah endapan batu gamping

kuarter yang menyusun sebagian besar pulau ini, karena batuan ini bersifat mudah

meresapkan air. Muka air tanah biasanya dalam tergantung ketebalan batuan tersebut.

Pulau Lakor

Di pulau yang berada pada ketinggian kurang dari 30 m dibawah pernukaan laut,

tidak terdapat aliran sungai. Pulau ini seluruhnya terbentuk oleh batu gamping koral yang

bersifat mudah terkikis oleh air bersifat porous, sehingga diperkirakan bahwa air hujan

yang turun langsung meresap dan tersimpan dalam air tanah dalam.

D. Klimatologi

Iklim di Wilayah Maluku Barat Daya dipengaruhi oleh iklim tropis dan iklim musim

yang dipengaruhi oleh Laut Banda, Laut Arafura dan S a m u d e r a I n d o n e s i a .

B e r d a s a r k a n d a t a k l i m a t o l o g i d a r i B a d a n M e t e o r o l o g i d a n G e o f i s i k a

Saum l aki , m aka suhu rata-rata di M a l u k u B a r a t D a y a t a h u n 2 0 0 7 ad al a h

2 7 , 6 ° C , k el em b a pa n r a ta - rata 8 0, 2 %. C u ra h h uj an kur ang d a r i 1 0 0 0 m m

t e r d a p a t d i p u l a u Wetar, Kisar, dan kepulauan Lemola sedangkan Curah Hujan

lebih besar dari 1000 terdapat di pulau Sermata dan Babar.

(12)

sesuai dengan wilayahnya, seperti diuraikan sebagai berikut:

Berdasarkan Peta Zona Agroklimat Propinsi Maluku (LTA~72, 1986) dan

klasifikasi iklim Oldeman (1981), lklim Kabupaten Maluku Barat Daya di bagi

berdasarkan gugus pulau sebagai berikut.

a. Gugus Pulau Babar

Pulau Babar termasuk dalam 2 Zona Agroklimat yaitu

1.

Z ona 11. 3 : C ura h h uj an tah un an 1. 5 00 – 1. 8 00 m m , ter ca ku p

didalamnya zona D3 (5-6 BB, 5 – 6 BK) kepulauan Babar dan P.

Sermata

2.

Z ona I V. 1 : C ura h hu ja n t ahu na n 3. 00 0 – 4. 0 00 m m , ter cak up

didalam ny a zona A2 ( > 9 BB, < 2 BK) kepulauan Babar dan P.

Sermata

b. Gugus Pulau Lemola

Zona 11.2 Curah hujan 1.200 – 1.500 mm tercakup didalamnya zona E3 ( < 3

BB, 4 – 6 BK) Berlaku untuk kecamatan Lemola

c. Gugus Pulau Terselatan

1.

Zona 11.1: C ur ah hu ja n t a hu na n 9 0 0 – 1. 2 0 0 m m , te r ca ku p

didalamnya zona E4 ( <3 BB, > 6 BK) P. Kisar clan P. Wetar

2.

Z ona 111. 1 : C urah hujan tahunan 2. 000 – 2. 500 mm , tercakup

di dal am ny a zo na C 2 ( 5 – 6 BB , 2 – 3 BK) H any a berl aku di P .

Romang dan P. Damer

3.

Z o n a I V : C u r a h h u j a n t a h u n a n 3 . 0 0 0 – 4 . 0 0 0 m m , t e r c a k u p

didalamnya zona A2 ( > 9 BB, < 2 BK)

Berdasarkan hasil studi Pengembangan Regional Indonesia Timur tahun 1986, dan

peta Zona Agroklimat Provinsi Maluku dan klasifikasi iklim menurut Oldeman (1980), maka

dapat dikemukakan bahwa untuk daerah Pulau Kisar (PP. Terselatan) adalah termasuk

dalam Zona II.I dengan curah hujan 900-1000 mm/tahun, tercakup di dalamnya Zona E4

dengan kurang dari 3 bulan Basah dan lebih dari 6 bulan Kering. Pulau wetar termasuk

zona klimatis yang beriklim kemarau panjang, yaitu zona E3 dengan bulan basah kurang

(13)

2.1.2

Profil Demografi

2.1.2.1.

Struktur Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Struktur Umur

P enduduk merupakan m odal dan aset pem bang unan bila dapat

diberdayakan s e c a r a o p t i m a l . K e n d a t i b e g i t u , p e n d u d u k d a p a t

m e n j a d i " b e b a n " pembangunan jika pemberdayaan tidak dibarengi dengan

kualitas sumber daya manusia (SDM) yang memadai pada wilayah/daerah yang

bersangkutan, demikian pula bagi Kabupaten Maluku Barat Daya.

Seiring perjalanan waktu, jumlah penduduk di Kawasan Kabupaten Maluku Barat

Daya juga turut bertambah. Berdasarkan data BPS MTB Tahun 2004, jumlah penduduk

sebanyak 66.742 jiwa tahun 2003 dan menjadi 67.520 jiwa pada tahun 2004.

Berdasarkan data BPS MTB tahun 2007, jumlah penduduk kabupaten MBD

seba ny ak 71. 40 5 ji wa y a ng te rdi ri d ari 3 4. 9 14 % pe nd udu k l aki -l aki d an

35. 387 % penduduk perempuan. Pertum buhan penduduk rata-rata selama

setahun adalah 1,46 persen. Berdasarkan data tersebut maka kepadatan penduduknya

mencapai 98,58 jiwa/km2 dengan laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2004 hingga

tahun 2007 sekitar 0,1 % per tahun.

Tabel 2.3

Jumlah Penduduk Kabupaten MBD menurut Jenis Kelamin Tahun 2007 (jiwa)

No Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Penduduk

1 Wetar 15.074,60 7.285

2 PP.Terselatan 19.840,2* 16.132

3 Darner 5.901

4 Leti 31.209,4* 7.897

5 Moa Lakor 37.920,60 9.375

6 P. Babar 8.546

7 Babar Timur 21.121,6* 10.326

8 Mdona Heira 5.943

Jumlah 72.427,2 71.405

Su mber : MTB Dalam Angka 2007

(14)

Tabel 2.4

Jumlah Penduduk Kabupaten MBD menurut Jenis, Kelamin dan Sex Ratio

No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Sex Ratio

1 Wetar 3.814 3.471 109,88

2 PP. Terselatan 8.078 8.054 100,29

3 Damer 2.963 2.938 100,85

4 Leti 3.794 4.103 92,47

5 Moa Lakor 4.576 4.799 93,35

6 Mdona Heira 2.910 3.033 95,95

7 PP. Babar 4,483 4.063 110,34

8 Babar Timur 4.937 5.389 91,61

Jumlah 35.555 35.850 99,1

Sumber: BPS, MTB dalam Angka 2008(diolah)

Tabel 2..4 memperlihatkan secara total di Kabupaten ini tidak ada perbedaan

secara signifikan jumlah antara penduduk laki-laki dan perempuan. Tetapi bila dilihat

menurut Kecamatan, maka nampak ada perbedaan jumlah antara penduduk laki-laki dan

perempuan.

Gambar 2.3.

Jenis Kelamin dan Sex Ratio Penduduk Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2007

Distribusi umur penduduk pada keny ataanny a sering mengam barkan

tentang r i w a y a t f e r t i l i t a s ( k e l a h i r a n ) , m o r t a l i t a s ( k e m a t i a n ) s e r t a r a t a

(15)

k e t e r g a n t u n g a n sekel om pok um ur ter tent u ter hadap kel om pok um ur

l ai nny a, dal am hal i ni beban tangg ungan usia muda (0 — 14 tahun) dan

beban tanggung an usia tua (50 + tahun) terhadap usia produktif (15 — 64 tahun).

Tabel 2.5.

Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Angka Ketergantungan Penduduk Kabupaten MTB (termasuk penduduk Maluku Barat Daya)

Tahun 2007

Angka Ketergantungan 74,64 69,92 71,51

Sumber : Susenas 2007

Gambar 2.4.

Persentase Penduduk Kabupaten MTB (termasuk MBD) menurut Kelompok Umur dan Angka Ketergantungan Tahun 2005 – 2007

80

2.1.2.2

Struktur Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Sumber daya manusia (SDM) yang berkuali tas akan mampu bersai ng

dengan Negara lain. Salah satu indikator SDM adalah pendidikan. Oleh karena itu, kualitas

(16)

Pembangunan Pendi dikan dilakukan melal ui penyediaan sarana

pendi dikan meliputi gedung sekolah, tenaga pengajar, kelengkapan literatur

dan sarana penunjang pendi dikan lai nny a. Selain sarana dan prasarana

pendi dikan pembangunan pendidikan untuk meningkatkan m utu pendidikan.

a. Fasilitas Pendidikan

Ketersediaan fasilitas pendidikan yang mudah dijangkau baik dari segi

jarak maupun biaya berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pendidikan

penduduk suatu daerah. Apalagi untuk pendidikan yang lebih tinggi. Kemiskinan

dan keterisolasian masih merupakan kendala utama dalam dunia pendidikan.

Ketidaktersediaan sarana dan fasilitas pendidikan juga turut berpengaruh

terhadap angka partisipasi sekolah. Semakin jauh lokasi sekolah, maka

kemungkinan akan memperkecil partisipasi sekolah pada penduduk usia sekolah.

Jumlah TK tahun 2007 sebanyak 14 unit dimana jumlah ini tidak

mengalami perubahan jika dibandingkan dengan keadaan tahun 2006, Sekolah

Dasar, (SD negeri maupun SD swasta) berjumlah 149 buah, Jumlah SLTP sebanyak

3 Buah, sedangkan Jumlah prasarana pendidikan untuk SLTA sebanyak 13 buah.

T a b e l 2 . 6

Jumlah SD, SLTP dan SLTA di Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2007 (unit)

Sumber: Dinas Pendidikan Kab. MTB 2007

(17)

b. Jumlah Guru

No Kecamatan Jenjang Guru (orang)/ Jenjang Pendidikan

TK SLTP SLTA S1

c. Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan

Kualitas sumber daya manusia secara spesifik dapat dilihat dari tingkat

pendidikan penduduk berumur 10 tahun keatas. Komposisi penduduk menurut

tingkat pendidikan ditamatkan memberi gambaran tentang keadaan kualitas

sumber daya manusia.

Tabel 2.8

Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2005-2007

(18)

Tabel 2.9 Jumlah KK Miskin

Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2007

TK

SD

SLTP

SLTA

2.1.2.3

Struktur Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian/Tingkat Kesejahteraan

Kemiskinan penduduk merupakan masalah urgensios yang harus mendapatkan

perhatian serta penanganan secara serius dan transparan. Kemiskinan tidak dapat diukur

hanya dengan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan makan tiga kali sehari, pendapatan

yang rendah akan tetapi juga merefleksikan kondisi pendidikan dan kesehatan yang buruk,

kemerosotan dalam ilmu pengetahuan dan komunikasi, ketidakmampuan menegakkan

hak-hak asasi manusia dan politik, serta tidak adanya kehormatan, kepercayaan dan harga

diri.

Fenomena kemiskinan di Kabupaten Maluku Barat Daya tidak berbeda jauh dengan

beberapa daerah di Indonesia. Pada tahun 2007 penduduk miskin di Maluku Barat Daya

mencapai 60,7 persen atau 43.305 orang. Bervariasinya jumlah dan persentase penduduk

miskin di masing-masing kabupaten di Maluku Barat Daya tidak terlepas dari karakteristik

demografi dan potensi wilayah yang dikembangkan di masing-masing kecamatan tersebut.

Masalah ketenagakerjaan merupakan masalah yang penting terutama menyangkut

kuantitas dan kualitas tenaga kerja itu sendiri. Jika tersedia tenaga kerja yang cukup besar

namun kualitasnya rendah, maka akan mempengaruhi jalannya proses pembangunan itu

sendiri. Namun jika jumlah tenaga kerja yang banyak itu tidak terserap atau dengan kata

(19)

bagi daerah ini. Hal tersebut dewasa ini menjadi perhatian pemerintah khususnya masalah

ketersediaan lapangan kerja.

T a b e l 2 . 1 0

J u m l a h K e l u a r g a M i s k i n d i K a b u p a t e n M a lu k u B a r a t D a y a

Kabupaten Jumlah KK Tahun 2 0 0 7 Perubahan

(1) (2) (3) (4)

1. WETAR 1.612 480

2. PP. TERSELATAN 3.270 1.739 0

3. DAMER 1.125 806 0

4. LETI 1.622 868

5. MOLA 1.996 1.423

6 . MDONA HEIRA 1.189 778

7. PP. BABAR 1.829 1.163 0

8. BABAR TIMOR 2.358 1.408

Total 15.001 8.665

Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat adalah indikator

ketenagakerjaan. Beberapa indikator ketenagakerjaan meliputi Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), persentase penduduk yang

bekerja menurut sektor dan beberapa indikator yang lain. Dari beberapa indikator ini dapat

dilihat seberapa besar kontribusinya untuk menggambarkan kesejahteraan masyarakat di

wilayah ini.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Kesempatan Kerja

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah perbandingan antara jumlah

angkatan kerja dengan jumlah tenaga kerja yang dinyatakan dalam persentase. TPAK

biasanya dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi, budaya, demografi serta keadaan

daerah. Selanjutnya kesempatan kerja memberikan gambaran besarnya tingkat

penyerapan pasar kerja. Angkatan kerja yang tidak terserap merupakan masalah karena

terpaksa menganggur, sehingga berdampak pada kehidupan sosial masyarakat. Pada tahun

2007 kesempatan kerja penduduk di Maluku Barat Daya mencapai 90,73%. Angka ini bila

dibandingkan dengan tahun sebelumnya mengalami peningkatan, ini berarti tingkat

(20)

2.1.3 Profil Ekonomi

Salah satu indikator ekonomi yang digunakan untuk mengukur kemakmuran suatu

daerah atau region adalah Pendapatan Perkapita. Besaran nilai PDRB dapat mencerminkan

sekaligus tingkat pendapatan, kapasitas produksi dan tingkat konsumsi masyarakat

Kabupaten Maluku Barat Daya. Nilai total PDRB mencerminkan tingkat pendapatan,

kapasitas produksi dan tingkat konsumsi keseluruhan masyarakat. Sebaliknya nilai PDRB

per kapita mencerminkan tingkat pendapatan, kapasitas produksi dan tingkat konsumsi

masing-masing orang.

Pada dasarnya pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Maluku Barat

Daya memerlukan peran besar pemerintah dalam menghidupkan aktivitas ekonominya

sehingga semua sumber daya yang dimiliki Kabupaten Maluku Barat Daya dapat

dimaksimalkan, diantaranya: (a) posisi geografis wilayah (perbatasan) yang mendukung

pengembangan perekonomian daerah; (b) potensi Industri dan Perdagangan berupa

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM); (c) tersedianya lahan usaha masyarakat; (d)

potensi Sumber–sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), (e) tersedianya aset–aset daerah;

(f) adanya kemampuan pemerintah daerah memperoleh pinjaman pembangunan; dan (g)

adanya regulasi yang terkait dengan upaya peningkatan PAD.

Di sisi lain, Kabupaten Barat Daya masih terdapat beberapa kelemahan sehingga

belum tercapainya pertumbuhan ekonomi yang diharapkan, antara lain: (a) memerlukan

pembangunan sarana dan prasarana yang mendukung untuk melakukan usaha. Misalnya

pada pengusahaan perikanan, masyarakat belum dapat produksi secara maksimal jika

sampai saat ini masih menggunakan alat yang tradisional. (b) Transportasi dan komunikasi

yang masih dikembangkan akan mempersulit akses serta jangkauan pihak yang ingin

melakukan investasi; (c) teknologi dan daya saing produksi rendah; (d) kelembagaan

ekonomi dan keuangan belum berperan secara baik; (e) wawasan dan etos kewirausahaan

masih rendah; (f) akses terhadap sumber-sumber pembiayaan dan lembaga keuangan

masih terbatas; (g) iklim investasi yang belum kondusif; (h) kerjasama ekonomi dengan

daerah dan negara lain belum optimal; dan (i) skala usaha relatif kecil dan cenderung

subsisten dan regulasi untuk melindungi dinamika ekonomi kerakyatan belum tersedia.

Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya harus bertindak proaktif dalam membenahi semua

yang menjadi kelemahan-kelemahan tersebut.

Tantangan dan daya saing ke depan semakin kompetitif untuk itu ada beberapa hal

(21)

Daya ini, diantaranya: (a) globalisasi yang menghadirkan perdagangan bebas yang

berdampak pada ketidaksempurnaan pasar; (b) tekanan pasar luar negeri yang

mempengaruhi kebijakan ekonomi nasional; dan (c) posisi geografis MBD potensial dapat

menghadirkan perdagangan gelap.

Tindakan proaktif pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya dalam hal ini untuk

menghadapi tantangan dan ancaman ke depan dengan memanfaatkan peluang yang sudah

dimiliki Kabupaten Maluku Barat Daya tersebut, seperti: (a) posisi geografis yang strategis

memungkinkan kerjasama ekonomi dengan daerah dan negara lain; (b) adanya globalisasi

ekonomi (akses terhadap pasar regional dan global); (c) perkembangan teknologi dan

informasi yang relatif cepat mendukung dinamika perkembangan ekonomi; (d) semakin

membaiknya indikator ekonomi makro provinsi dan nasional; (e) Iklim koordinasi yang solid

antar-lembaga (eksekutif dan legislatif) menjadikan iklim usaha kondusif; (f) akses ekonomi

kawasan terhadap pasar melalui kerja sama ekonomi nasional; regional dan internasional;

serta (g) permintaan terhadap wisata alam, dan sebagainya.

Produk Domestik Regional Bruto Perkapita merupakan salah satu indikator ekonomi

untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu negara atau daerah. Sesuai dengan konsep

dan defenisi, pengertian Produk Domestik Regional Bruto per Kapita suatu daerah adalah

Produk Domestik Regional Bruto Daerah tersebut dibagi dengan jumlah penduduk

pertengahan tahunnya. Sampai saat ini dalam penghitungan Pendapatan Regional dari

provinsi maupun Kabupaten dan Kota di Indonesia, umumnya masih hanya sebatas

Pendapatan Domestik Regional.

Dari nilai pertumbuhan dari pendapatan per kapita tersebut menunjukkan bahwa

di daerah Kabupaten Maluku Barat Daya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan

kemakmuran. Ini membuktikan bahwa kinerja pembangunan ekonomi secara umum

terhadap kemakmuran masyarakat daerah terdapat pengaruh yang signifikan.

Kegiatan yang berkembang di kawasan Kabupaten Maluku Barat Daya adalah

berbasis pada sektor pertanian seperti pertanian tanaman pangan, perkebunan,

peternakan hingga perikanan kelautan. Jenis komoditi tanaman pangan yang diusahakan

diantaranya padi lading, jagung, ketela rambat, ketela pohon, kacang tanah dan

umbi-umbian. Selain memiliki potensi pertanian tanaman pangan, kecamatan-kecamatan di

Kawasan Maluku Barat Daya juga memiliki potensi tanaman perkebunan seperti kelapa,

(22)

terhadap produksinya, maka jenis tanaman yang tingkat produktivitasnya tinggi adalah

kelapa dan paling rendah jambu mete.

Sektor peternakan juga merupakan sektor andalan di Kabupaten Maluku Barat

Daya. Jenis ternak yang diusahakan juga cukup beragam yaitu jenis ternak diantaranya

sapi, kerbau, kambing, babi dan kuda. Selain jenis ternak juga diusahakan jenis unggas

seperti itik dan ayam buras. Untuk ternak yang diusahakan paling banyak kambing yang

diusahakan di kecamatan Mola.

2.2.

Kondisi

Prasarana Bidang PU/Cipta Karya

Infrastruktur sebagai suatu sistem fisik penyedia sarana dan prasarana pendukung

aktifitas masyarakat dalam sistem ekonomi, sosial-budaya, dan ekologis masyarakat di

Kabupaten Maluku Barat Daya belum memadai sesuai dengan Standar Kebutuhan Dasar

Manusia (SKDM) dan Standar Pelayanan Publik (SPP). Hal ini terlihat dari belum memadai

bahkan belum tersedianya: (1) Infrastruktur dan Sistem Transportasi Wilayah (moda darat,

laut dan udara), baik inter maupun antar pulau dan gugus pulau; (2) Infrastruktur ekonomi,

sosial budaya (perdagangan dan jasa, pendidikan, kesehatan, perkantoran, peribadatan,

perumahan publik, seni, rekreasi, ruang terbuka hijau dll); (3) Infrastruktur dan penataan

sistem keairan (air bersih, drainase, pengendalian banjir, irigasi) dan pengelolaan limbah;

(4) Infrastruktur dan sistem distribusi serta produksi energi (listrik dan sumber energi

altematif lain); (5) Infrastruktur dan sistem pos serta telematika, secara memadai dan

merata. Dengan demikian untuk dapat memenuhi standar kebutuhan dasar manusia dan

peningkatan derajat kesejahteraan serta kualitas hidup, masyarakat yang lebih baik dan

berkelanjutan diperlukan penataan, pembangunan dan pengembangan infrastruktur

sebagai salah satu faktor penarik (pull factor) dalam proses percepatan pembangunan

Sebagai bagian integral dalam proses percepatan pembangunan Kabupaten

Maluku Barat Daya, maka restrukturisasi, revitalisasi dan pembangunan infrastruktur

diharapkan akan berdampak pada: (1) Peningkatan aksesibilitas, kontinuitas dan mobilitas

orang, distribusi barang dan jasa inter dan antar wilayah semakin baik; (2) Pelaksanaan

tugas dan fungsi pemerintahan semakin baik dan lancar dikarenakan pendeknya rentang

kendali; (3) Semakin terbuka akses masyarakat terhadap sumber-sumber pendapatan dan

(23)

rangka peningkatan derajat dan kualitas hidup dan (4) Kokohnya kesatuan wilayah secara

politik, sosial, ekonomis, dan ekologis.

Infrastruktur sebagai pendukung sistem ekonomi, sosisal-budaya, manusia,

sumberdaya alam dan politik dalam rangka mendorong proses percepatan pembangunan

di Kabupaten Maluku Barat Daya perlu dipahami dan dimengerti secara jelas oleh semua

pemangku kepentingan (Stakeholder) terutama bagi penentu kebijakan. Untuk mencapai

hal tersebut perlu keterpaduan tersistem, komitmen yang konsisten, multi sektor dan

terintegrasi.

2.2.1.

Sub Bidang Air Bersih

Sumber air minum menjadi salah satu permasalahan penting di wilayah Kabupaten

Maluku Barat Daya. Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi manusia, terutama

untuk air minum. Pada dasarnya air minum yang cukup sehat berasal dari Perusahaan Air

Minum (PAM), karena sebelum dialirkan telah mengalami proses penjernihan terlebih dahulu.

Padahal rumah tangga yang menggunakan sumber air minum PAM baru mencapai beberapa

persen dan inipun lebih banyak dinikmati oleh masyarakat di ibukota kabupaten saja.

Penyebab sedikitnya rumah tangga pemakai air PAM karena jangkauan pelayanan PDAM

yang baru berada di pusat ibukota kabupaten, sehingga sebagian besar rumahtangga

mengambil air minum dari sumber mata air dan sumur.

Untuk keperluan air minum harus memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas.

Persyaratan secara kualitas yaitu secara fisik, kimia dan bakteriologis. Umumnya kualitas air

permukaan relatif lebih jelek bila dibandingkan dengan kualitas air tanah, oleh sebab itu air

baku yang diambil dari air permukaan mempunyai instalasi pengolahan air yang lebih

komplek apabila dibandingkan dengan pemanfaatan air dari dalam tanah.

Pelayanan penyediaan air bersih dilakukan melalui tahapan pengembangan yang

tentunya disesuaikan dengan kemampuan daerah. Pemanfaatan sumber air yang selama ini

hanya bergantung pada air tanah harus dapat dialihkan dengan jalan mencari alternatif

sumber air baru. Hal ini dilakukan untuk menjamin ketersediaan air sepanjang musim. Kajian

terhadap potensi sumber air, baik air tanah maupun air permukaan dan mata air, dapat

dilakukan sehingga pemetaan sumber air yang ada dapat mendukung pengembangan

(24)

Tinjauan teknis/hidrogeologi terhadap potensi air tanah dilakukan sehingga diketahui

kuantitas air yang tersedia dan wilayah dengan potensi air tanah yang baik. Begitu pula

dengan air permukaan, potensi tercemar yang lebih besar dibandingkan dengan air tanah

menyebabkan pemanfaatan air permukaan perlu memperhatikan kualitas air yang ada.

Melalui upaya strategis dan perencanaan yang baik, peningkatan pelayanan air bersih di

Kabupaten Maluku Barat Daya dapat dilakukan dilakukan dengan dukungan pemerintah

serta peran masyarakat.

2.2.2.

Sub Bidang Sampah

Sistem penanganan sampah di Kabupaten Maluku Barat Daya, baik domestik

maupun non domestik dilakukan oleh Pemerintah Daerah setempat dengan cara

pengangkutan periodik terbatas dari pasar ke TPA. Sedangkan system individual yang tidak

terlayani, dilakukan dengan cara pembakaran atau penimbunan di masing-masing

permukiman. Karakteristik sampah di Kabupaten Maluku Barat Daya yang didominasi oleh

komponen organik sangat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan

kompos. Hal ini membuktikan bahwa pemanfaatan sampah dapat kembali meningkatkan

nilainya sehingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, dalam hal ini adalah kompos dan

sekaligus dapat mereduksi jumlah sampah yang dihasilkan.

Pengelolaan sampah yang baik untuk dilakukan adalah pengelolaan yang mencakup

pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan dan pengolahan. Pengolahanyapun

harus meninjau aspek legal, aspek institusi, aspek teknik operasional, aspek dana dan aspek

peran serta masyarakat. Pemerintah dengan kewenangannya dituntut untuk dapat berperan

sebagai pelaku utama dalam mengatur sistem yang akan diterapkan berupa

kebijakan-kebijakan/peraturan daerah yang melandasi pengelolaan persampahan.

Selain aspek teknik operasional merupakan aspek sangat penting. Aspek ini yang

menentukan sistem pengelolaan seperti apa yang layak diterapkan di suatu daerah. Aspek

teknik operasional meliputi teknik pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan

dan pengolahan. Pewadahan merupakan tahapan dimana sampah berada di sumber. Hal

yang perlu diperhatikan adalah wadah yang tersedia dapat menampung sampah tanpa ada

penumpukan akibat ukurannya yang tidak mencukupi. Selain itu wadah harus menjamin

(25)

tidak dapat dijangkau oleh binatang vector penyakit. Pewadahan yang baik harus melindungi

sampah dari air yang dapat menghasilkan leachate/lindi.

Pengangkutan merupakan proses pemindahan sampah menuju tempat pembuangan

sementara dari titik sumber sampah. Sistem pengangkutan yang baik akan dapat menjangkau

titik timbulan dan dapat mentransfer sampah menuju pembuangan akhir. Jumlah dan

volume sampah yang dihasilkan sangat tergantung pada jumlah dan intensitas kegiatan sosial

ekonomi. Semakin besar jumlah penduduk dan semakin tinggi intensitas kegiatan penduduk,

maka volume sampah yang akan dihasilkan juga akan semakin besar, begitu pula sebaliknya.

Bila menggunakan standar nasional per kapita 2,5 liter per hari, maka dengan jumlah

penduduk sebesar 71.405 jiwa, akan menghasilkan sampah per hari sebanyak 178.512,5

M3.

2.2.3.

Sub Bidang Air Limbah

Air limbah pada umumnya didominasi oleh air limbah yang berasal dari aktivitas

domestik atau rumah tangga. Namun perlu juga diperhatikan air limbah yang dihasilkan oleh

aktivitas non domestik seperti, perkantoran, pertokohan, sekolah jalan serta aktivitas yang

dilakukan di fasilitas publik lainnya. Debit air limbah yang dihasilkan biasanya berkisar 80 %

dari debit kebutuhan air bersih. Dengan kondisi ini, maka pengembangan pengelolaan air

limbah perkotaan, meliputi penyaluran air limbah dan pengolahan limbah setempat atau

terpusat, harus diperhatikan.

Air limbah/air kotor yang ditimbulkan selama ini pembuangannya langsung ke laut,

cubluk, saluran alami yang ada. Apabila hal ini dibiarkan tanpa ada sistem pembuangan air

limbah/kotor yang diterapkan di Kabupaten Maluku Barat Daya, maka penyebaran penyakit

melalui media air sangat berpotensi terjadi.

Kondisi penyaluran air limbah di Kabupaten Maluku Barat Daya belum diupayakan

dengan baik, baik di tahap perencanaan maupun tahap pengoperasian dan perawatan. Untuk

itu pihak pemerintah harus memprioritaskan pembangunan sistem penyaluran air limbah

yang terintegrasi. Fasilitas yang dibuat harus direncanakan dengan baik mulai dari

pengumpulan, penyaluran dan pengolahan. Sebelum menentukan perencanaan sistem

penyaluran air limbah kotor yang paling tepat, diperlukan dasar-dasar perencanaan terlebih

dulu. Hal ini berguna sebagai bahan pemikiran dalam penetapan alternatif saluran dan

(26)

diterapkan mencakup ketentuan-ketentuan umum dan rumus-rumus dasar yang dipakai

dalam suatu perencanaan sistem penyaluran air kotor/air limbah. Penerapan dasar-dasar

perencanaan ini harus disesuaikan dengan kondisi eksisting lokasi daerah perencanaan,

seperti misalnya kondisi topografi, klimatologi, geologi, tata guna lahan, curah hujan,

hidrogeologi, dan sebagainya.

2.2.4.

Sub Bidang Drainase

Pembangunan drainase di Kabupaten Maluku Barat Daya umumnya mengutamakan

kawasan-kawasan dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan kegiatan ekonomi yang

relatif tinggi, pada sebagian besar saluran yang ada di Kabupaten Maluku Barat Daya adalah

saluran terbuka yang belum tertata secara baik dengan jenis konstruksi pasangan batu dan

beton cor.

Kebiasaan sebagian warga masyarakat yang menjadikan saluran drainase sebagai

tempat pembuangan sampah, mengakibatkan sering terjadi penyumbatan pada saluran

drainase. Kondisi ini mengakibatkan saluran drainase tidak dapat menampung dan

rnengalirkan air dengan baik yang berujung pada luapan air yang menggenangi daerah

sekitarnya.

Umumnya kondisi drainase cukup memprihatinkan karena sebagian besar telah

mengalami kerusakan, sehingga bila tiba musim hujan terjadi genangan karena luapan air

pada sungai maupun saluran-saluran di lokasi permukiman dan jalan raya. Kondisi demikian

akan bertambah parah bila air pasang yang terjadi secara bersamaan dengan curah hujan

yang cukup tinggi. Masalah-masalah pokok yang dihadapi adalah :

1. Pola penanganan drainase kota dilakukan tidak konprehensif namun secara parsial

sehingga tidak dapat menyelesaikan masalah.

2. Berkembangnya permukiman dan tempat-tempat usaha yang tidak beraturan

khususnya selama konflik berlangsung.

3. Rendahnya kesadaran masyarakat dengan menggunakan saluran air (drainase) untuk

membuang sampah.

4. Menurunnya fungsi saluran akibat tingginya sedimentasi pada sungai serta

(27)

2.2.5.

Sub Bidang Tata Bangunan dan Lingkungan

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan

sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan

lingkungan binaan, baik diperkotaan maupun diperdesaan, khususnya wujud fisik bangunan

gedung dan lingkungannya. Kondisi nyata tentang Tata Bangunan dan lingkungan di wilayah

Kabupaten Maluku Barat Daya dapat digambarkan sebagai berikut :

 Bahwa penggunaan lahan di Kabupaten Maluku Barat Daya dibedakan atas dua bagian,

yaitu daerah terbangun dan daerah tidak terbangun. Pengunaan lahan di daerah

terbangun pada umumnya difungsikan sebagai kawasan perumahan, perkantoran,

fasilitas sosial, perdagangan dan jasa.

 Sedangkan lahan di daerah yang tidak terbangun di fungsikan untuk hutan, tanah

pertanian, tegalan, lapangan terbuka, dll.

2.2.6.

Sub Bidang Pengembangan Permukiman

Sistem pusat-pusat permukiman tidak bisa dilepaskan dari struktur tata ruang yang

ada, karena permukiman merupakan salah satu unsur penting dalam membentuk struktur

ruang. Sementara itu penataan ruang sendiri pada dasarnya mengarahkan pada sistem

pusat-pusat permukiman.

Fungsi Kota-kota dalam lingkup wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya akan

diarahkan sesuai kemampuan kecamatan tersebut dalam mendukung fungsi yang

diembannya, baik sebagai pusat kegiatan dalam wilayah kota itu sendiri maupun secara

regional atau wilayah kota di sekitarnya.

Penetapan fungsi-fungsi kota tersebut berdasarkan pertimbangan keberadaan kota

yang sangat mendukung pengembangan kawasan sekitar dan pengembangan wilayah

secara umum. Sesuai dengan fungsinya dalam lingkup wilayah Kabupaten Maluku Barat

Daya, maka pengembangan kota diarahkan sebagai pusat-pusat pelayanan, yaitu :

a) Pusat pengembangan kabupaten pada khususnya dan wilayah Maluku Barat Daya pada

umumnya

b) Pusat Pemerintahan kabupaten

(28)

d) Pusat perhubungan dan komunikasi

e) Pusat produksi pengolahan

f) Pusat pelayanan sosial (kesehatan, pendidikan dan lain-lain)

Kelengkapan prasarana dan sarana yang terdapat pada masing-masing Kecamatan

akan menjadikan kecamatan tersebut sebagai pusat dari wilayah belakangnya. Di pihak lain

terdapat pengelompokkan kecamatan yang membentuk fungsi Kecamatan berdasarkan

lingkup pelayanan administrasi pemerintahan (Ibukota kabupaten atau Ibukota Kecamatan).

Penataan perumahan dan lingkungan tentu menjadi perhatian dalam pembangunan

yang diharapkan akan menciptakan suasana yang nyaman bagi seluruh penduduk.

Penggunaan lahan yang ada perlu diatur/ditata dengan baik agar tercipta daerah

permukiman yang sehat dan nyaman. Ditambah lagi dengan persebaran penduduk yang tidak

merata, menyebabkan pembangunan permukiman perlu diperhatikan pemerintah dengan

serius. Khusus untuk bangunan rumah tinggal, maka kualitas bahan bangunan rumah dan

fasilitas yang digunakan sehari-hari dapat memperlihatkan tingkat kesejahteraan

penghuninya. Semakin baik kondisi dan kualitas rumah yang ditempati dapat dikatakan

semakin baik pula keadaan sosial ekonomi penghuninya.

Rumah sehat dan layak, terkait erat dengan potensi perumahan yaitu kepadatan

rumah, mutu rumah beserta fasilitasnya. Luas lantai dan bahan bangunan rumah tinggal

seperti jenis atap, lantai, dinding merupakan beberapa indikator rumah sehat dan dapat

dijadikan sebagai ukuran kesejahteraan penghuninya. Data yang digunakan untuk jenis

lantai, jenis atap dan jenis dinding menggunakan data susenas tahun 2007 (sebelum

pemekaran). Jenis lantai yang dipergunakan turut mempengaruhi kesehatan rumah dan

penghuninya. Data sebelum pemekaran, tercatat bahwa persentase rumah tinggal yang

berlantai tanah sebesar 33,53%, yang berarti masih ada rumah tangga yang tinggal dalam

rumah yang kurang sehat.

Rumah yang nyaman adalah rumah yang relatif luas sehingga penghuninya tidak

berdesakan. Ini sesuai dengan kriteria rumah sehat menurut badan Kesehatan Dunia

(WHO), yaitu rumah tinggal sehat adalah rumah dengan luas lantai per orang minimal 10

m2. Dengan demikian bila rata-rata jumlah anggota rumah tangga di Kabupaten Maluku

Barat Daya sebanyak lima orang, maka luas lantai yang diperlukan minimal 50 m2 untuk

(29)

Indikator lain dari bahan bangunan adalah jenis atap dan dinding. Dikatakan atap

layak yaitu atap yang bukan terbuat dari dedaunan dan dinding permanen yaitu dinding

tembok. Sebagian besar rumah tinggal di Kabupaten Maluku Barat Daya memakai atap

seng. Ini sama dengan rata-rata rumah tinggal di Maluku umumnya, karena selain mudah

diperoleh, harganyapun masih bisa dijangkau serta daya tahan pakai cukup lama.

Bila dilihat dari jenis dinding yang dipergunakan, maka jenis dinding yang paling

banyak dipergunakan rumah tangga adalah dinding tembok dan kayu/bambu, sehingga

Gambar

Tabel 2.1 . Jumlah Kecamatan, Desa dan Dusun
Tabel 2.2.
Tabel 2.3
Tabel 2..4 memperlihatkan secara total di Kabupaten ini tidak ada perbedaan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Turbin angin tipe Savonius merupakan rotor angin dengan sumbu tegak (vertical) yang dikembangkan oleh Singuard J. Salah satu kelemahan yang dimiliki turbin Savonius

Untuk memudahkan pembicaraan, Anda dapat memilah lokasi benda pada ruang- ruang (lihat Gambar 6). Ruang I: antara titik fokus sampai cemin. Ruang III: lebih dari

(3) Dalam hal pembayaran dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, maka hasil penerimaan retribusi harus disetor ke Kas Umum Daerah paling lambat 1 x 24 jam atau dalam

Saya selaku mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, memohon kesediaan Anda untuk mengisi skala yang tersedia.. Skala ini dibuat dalam

setianya, dengan adanya Suplemen Khusus Persebaya ini, Jawa Pos juga masih mempunyai peluang lebih untuk menambah pembaca baru dan terus untuk meningkatkan pembelian

Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa dengan penerapan strategi pembelajaran information search pada mata pelajaran PAI di SMK Manba’ul Falah Dawe Kudus pada

Saya rasa tidak menjadi masalah jika suami pulang lebih awal dari saya dan mengurus pekerjaan rumah tangga.. Saya tidak merasa bingung jika harus SS S TS

Hasil penelitian gambaran resiliensi pada remaja yang memiliki anak diluar nikah menunjukan bahwa dengan keadaan memiliki anak diluar nikah, partisipan masih