• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAYA BELAJAR PARA NOVIS MSC DAN IMPLIKASINYA PADA LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR DI NOVISIAT MSC KARANGANYAR KEBUMEN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "GAYA BELAJAR PARA NOVIS MSC DAN IMPLIKASINYA PADA LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR DI NOVISIAT MSC KARANGANYAR KEBUMEN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Paulus Tri Cahyo Sudaryanto NIM : 051114035

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Paulus Tri Cahyo Sudaryanto NIM : 051114035

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

Ametur Ubique Terrarum Cor Iesu Sacratissimum In Aeternum

Dikasihilah Hati Kudus Yesus dimana-mana

( Jules Chevalier)

Magna Miraculum Est Homo Keajaiban terbesar adalah manusia

Skripsi ini kupersembahkan bagi:

Tarekat Misionaris Hati Kudus Yesus (MSC) Provinsi Indonesia Papa dan Mama Terkasih

Adik-adik tercinta

(6)

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 19 Mei 2011 Penulis

(7)

Nama : Paulus Tri Cahyo Sudaryanto NIM : 051114035

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

GAYA BELAJAR PARA NOVIS MSC DAN IMPLIKASINYA PADA LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR DI NOVISIAT MSC KARANGANYAR KEBUMEN beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya diinternet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 19 Mei 2011 Yang menyatakan,

(8)

KARANGANYAR KEBUMEN

Paulus Tri Cahyo Sudaryanto NIM : 051114035

Mengenal dan memahami gaya belajar sendiri merupakan salah satu faktor penting keberhasilan dalam belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya balajar dari para novis Misonariorum Scratissimum Cordies Iesus (MSC) Karanganyar Kebumen. Masalah yang yang diteliti adalah bagaimanakah gaya belajar para novis MSC Karanganyar, Kebumen?

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survey. Penelitian ini adalah penelitian populasi dengan subjeknya adalah para novis MSC Karanganyar Kebumen. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan skala gaya belajar. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif persentase.

Hasil analisis menunjukkan bahwa 20 novis (62,5%) memiliki dominasi gaya belajar visual, 7 novis (21,875%) memiliki dominasi gaya belajar kinestetik dan 5 novis (15,625%) memiliki dominasi gaya belajar auditorial, sehingga urutan dominasi gaya belajar para novis adalah visual-kinestetik-auditorial. Kecenderungan para novis memiliki dominasi gaya belajar visual disebabkan karena usia dan faktor pengalaman. Kecederungan dominasi gaya belajar visual ini juga akan mempengaruhi proses studi para novis di perguruan tinggi nanti (studi filsafat), karena metode belajar dan mengajar di perguruan tinggi lebih mengedepankan gaya belajar auditorial dan kinestetik. Berdasarkan kesimpulan itu maka disarankan agar para novis mulai berusaha melatih dan mengembangkan gaya belajar kinestetik dan auditorial mereka sendiri terutama mereka yang dominasi ke tiga gaya belajarnya masih kurang, agar nantinya mudah beradaptasi dengan iklim belajar di perguruan tinggi. Bagi para pembina disarankan memberikan bimbingan dan pendampingan bagi para novis dalam mengembangkan gaya belajarnya, khususnya gaya belajar yang penting bagi proses studi di perguruan tinggi dan juga dalam pembinaan selajutnya.

(9)

KARANGANYAR, KEBUMEN Paulus Tri Cahyo Sudaryanto

NIM : 051114035

Knowing and understanding learning styles are important factors for successful learning. This study aimed to know the learning styles of the Missionary of the Sacred Heart (MSC) novices in Karanganyar, Kebumen. The research problem was formulated as followed: What are the learning styles of the MSC novices in Karanganyar, Kebumen?

The study was a descriptive study and used survey method. The subjects of the study were the MSC novices in Karanganyar, Kebumen. The data was collected using a scale to reveal the learning styles of these subjects. The data obtained were analyzed using descriptive analysis by calculating the percentage.

The results indicated that 20 novices (62.5%) showed visual learning style preference, 7 novices (21.875%) showed kinesthetic learning style preference and 5 novices (15.625%) showed auditory learning style preference. Therefore, the preferred learning styles of the subjects were visual, kinesthetic, and auditory respectively. The visual learning style preference might be influenced by factors such as age and experiences of the subjects. The preferred learning style might affect these novices when they pursue philosophy in college later, considering that auditory and kinesthetic learning styles are used frequently in college level. Based on that conclusion, these novices are encouraged to start to train and develop kinesthetic and auditory learning styles, especially for those who have not showed any learning styles preference. This is needed in order to support adaptation when they study in the college later. The advisors of these novices are suggested to provide assistance to help these novices develop learning styles needed in the college and for further guidance needed.

(10)

Kasih, atas anugerahNya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Diucapkan terima kasih pula kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan yang sangat berharga secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terima kasih ditujukan kepada:

1. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si., sebagai Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. A. Setyandari, S.Pd., S.Psi., Psi., M.A., sebagai Sekretaris Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Br. Triyono, SJ, MSi., sebagai dosen pembimbing skripsi, yang dengan penuh kesabaran dan perhatian selalu memberi semangat, memberi masukan, mendampingi sekaligus mengarahkan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Dosen penguji, Br. Triyono, SJ, MSi., Dra. Mj Retno Priyani, M.Si, Dr. Gendon Barus, M.Si.

5. Seluruh dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan ilmu dan pengalaman berharga yang sangat berguna bagi masa depan peneliti.

6. Sekretariat Program Studi Bimbingan dan Konseling atas layanan yang diberikan.

(11)

9. Pater Benedictus Estephanus Untu MSC, selaku Provinsial MSC periode 2011 dan seterusnya beserta dewannya yang masih memberikan dukungan kepada penulis melalui perhatian dan doa kepada penulis

10. Para Konfrater MSC Jawa Tengah yang telah setia memberikan dukungan, cinta dan doa kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

11. Pater Budi Santoso MSC, Pater J. Antono MSC, Pater Joachem Renrusun MSC, Pater George Tami MSC, Br J.Yanny MSC, Br Petrus MSC, Br Naris MSC sebagai Konfrater dalam komunitas yang telah memberikan dukungan, doa dan cinta serta kebaikan hati kepada sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik

12. Bruder Yos Dempal MSC selaku Kordinator Bruder MSC Indonesia, Bruder Maxi Dumanauw MSC dan Bruder Matias serta konfrater Komunitas Biara MSC dan Wisma Hati Kudus Purworejo yang telah mendukung dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 13. Pimpinan Novisiat MSC berserta staffnya yang mengizinkan penulis untuk

mengambil data penelitian sehingga skripsi ini dapat di selesaikan dengan baik.

(12)

MSC.

16. Teman-teman Seperjuangan di Prodi BK’05 (Beni S, Antonius Yudha, Marselus Gondu, Frediyanto HY, Sr Leo, Ana, Sisil, Helnike, Andreas Agam, Lucia Nurcahyaningsih, Veronika Desi S, Sr Ningrum, Sr mediatrik, Sr Meriam, Br Edy, Sendi L) atas canda-tawa, suka-duka, kerjasama, selama kuliah dan penyelesaian skripsi ini

17. Semua pihak yang banyak membantu selama menempuh kuliah dan menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan, khususnya dalam bidang Bimbingan dan Konseling. Kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini diterima dengan senang hati.

(13)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...……… ii

HALAMAN PENGESAHAN……….……… iii

MOTO DAN HALAMAN PERSEMBAHAN...……… iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…….……… v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKAS……… vi

ABSTRAK………….……….. vii

ABSTRACT……… viii

KATA PENGANTAR..……… ix

DAFTAR ISI..………. xii

DAFTAR LAMPIRAN ..………..…..………… xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...…...……….1

B. Rumusan Masalah…..………..………6

C. Tujuan Penelitian……….………6

D. Manfaat Penelitian…..……..………...6

E. Defenisi Operasional……..………..7

BAB II KAJIAN TEORI A. Gaya Belajar 1. Pengertian Gaya Belajar…….………..………..8

2. Gaya Belajar Adalah Gaya Hidup………...……..………9

3. Jenis-jenis Gaya Belajar…..…….………..………....9

(14)

A. Jenis Penelitian…………..………20

B. Subjek Penelitian……….. 21

C. Instrumen Penelitian 1. Skala Gaya Belajar………..21

2. Validitas Instrumen……….24

3. Daya Beda Item………..25

4. Reliabilitas Instrumen……….28

5. Metode Analisis………..30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Secara Umum………...36

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Tingkat Gaya Belajar Para Novis………...36

2. Gaya Belajar Dominan Para Novis……….43

3. Implikasi Hasil Penelitian………...47

4. Topik-topik Bimbingan………..49

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………...………53

B. Saran………...………..54

DAFTAR PUSTAKA……..………56

(15)

Lampiran 2: Surat Ijin Uji Coba Penelitian…………..………68

Lampiran 3: Kuesioner Uji Coba………..………...69

Lampiran 4: Hasil uji Coba………..………74

Lampiran 5: Surat Ijin Penelitian……….78

Lampiran 6: Kuesioner Penelitian………..………...79

Lampiran 7: Hasil Penelitian………..………..82

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belajar merupakan suatu keharusan bagi setiap insan manusia. Inti dari

belajar adalah berubah dan berkembang. Dengan belajar, seseorang dapat

berkembang dan meningkatkan atau menaikkan derajat hidupnya. Dengan

belajar, manusia dapat berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak

mengerti menjadi mengerti.

Dalam kehidupan sehari-hari seorang pembelajar, untuk berubah dari

tidak tahu menjadi tahu bukanlah perkara mudah. Untuk itu seorang

pembelajar membutuhkan cara-cara yang tepat dan efektif agar informasi

mudah diserap dan diolah. Setiap orang tentu saja berbeda-beda dalam cara

untuk menyerap dan mengolah informasi tersebut. Dengan kata lain, setiap

orang memiliki gaya belajar yang berbeda-beda.

Sarasin (Sugiharto dkk, 2007) mendefinisikan gaya belajar sebagai

pola perilaku yang spesifik dalam menerima informasi baru dan

mengembangkan ketrampilan baru serta proses menyimpan informasi dan

ketrampilan baru. Artinya, gaya belajar itu bukan sekedar perilaku untuk

menyimpan dan mengolah informasi, tetapi sekaligus cara untuk

mengembangkan sebuah ketrampilan baru dan menyimpan ketrampilan baru

(17)

Sebuah penelitian dari para pakar Pemrograman Neuro-Linguistik

seperti, Richard Bandler, John Grinder, dan Michael Grinder telah

mengidentifikasi tiga gaya belajar. Ketiga gaya belajar itu adalah gaya visual,

auditorial, dan kinestetik. Gaya belajar visual berarti belajar dengan melihat

sesuatu, auditori berarti belajar dengan mendengar sesuatu, sedang gaya

belajar kinestetik berarti belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan

langsung (DePorter dkk, 2010). Ketiga gaya belajar hasil penelitian mereka ini

yang kemudian menjadi acuan bagi banyak pakar dan ahli dalam bidang

pendidikan di seluruh dunia dalam menerapkan cara dan metode yang tepat

dalam belajar dan mengajar di institusi pendidikan.

Pentingnya gaya belajar ini juga didengungkan oleh Bobbi DePorter,

pendiri Learning Forum, SuperCamp dan penulis buku Quantum Learning dan Quantum Teaching. Bahkan, bersama rekan-rekannya ia mengembangkan

sebuah alat ukur untuk mengukur gaya belajar berdasarkan hasil penelitian

dari Bandler dan Grinder. Terbukti, siswa-siswa di SuperCamp, sekolah yang

didirikan oleh Bobbi DePorter, mengalami perkembangan yang pesat dalam

belajar (DePorter dkk, 2008)

Ketiga gaya belajar yaitu visual, auditorial dan kinestetik pada

dasarnya dimiliki oleh setiap individu namun ada salah satu yang lebih

dominan (DePorter, 2008). Setiap individu mempunyai kecenderungan pada

satu gaya belajar namun ada pula yang cenderung seimbang antara gaya

belajar yang satu dengan yang lainnya. Situasi atau kondisi rupanya

(18)

memilki gaya belajar tertentu yang dominan digunakan dalam berbagai situasi,

sehingga kurang menggunakan gaya belajar yang lain. Namun sebagian orang

yang lain mungkin menggunakan gaya berbeda untuk situasi yang berbeda.

Tidak ada gaya belajar yang lebih baik dibandingkan yang lain. Satu gaya

belajar mungkin lebih efektif atau kurang efektif dalam suatu situasi tertentu

(Sugihartono, dkk, 2007). Hal ini ditegaskan kembali oleh Markova (dalam

DePorter, 2008) bahwa orang tidak hanya cenderung pada salah satu gaya

belajar, mereka juga memanfaatkan gaya belajar lain yang memberi mereka

bakat dan kekurangan alami tertentu.

Mengetahui dan memahami gaya belajar bagi seorang pelajar

sangatlah penting demi keberhasilan belajar. Jika seorang pelajar akrab

dengan gaya belajarnya sendiri, ia akan dapat mengambil langkah-langkah

penting untuk membantu dirinya belajar lebih cepat dan mudah. Mengetahui

gaya belajar sendiri tentunya akan membuat seorang pelajar menjadi lebih

optimal dalam mengembangkan potensi belajarnya. Disamping itu gaya

belajar merupakan bagian dari gaya hidup seseorang.

Novisiat MSC, Karanganyar merupakan tempat pembinaan rohani bagi

para biarawan muda atau novis yang baru bergabung dengan tarekat MSC.

Para novis ini melakukan proses belajar tentang kehidupan rohani dan spiritual

dari tarekat MSC. Semangat dan kemauan belajar ini perlu ditanamkan dalam

diri para novis sebagaimana yang ditulis oleh Pater pendiri tarekat ini bahwa

mereka yang masuk tarekat ini harus rela menerima bahwa orang lain

(19)

tidak membiarkan diri mereka dikalahkan dalam hal ketaatan dan saling

mengasihi dan kemauan untuk belajar dalam hidup (Bovenmars, 1970)

Selama di novisiat, para novis menerima materi-materi pembinaan

yang khas dari para pembina novis. Materi-materi itu selanjutnya harus ia

pelajari sendiri secara mandiri. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman

penulis, setiap novis memiliki cara-cara sendiri dalam mempelajari materi

pembinaan yang ia terima. Ada novis yang memilih belajar dalam ketenangan,

ada juga yang belajar sambil mendengarkan musik. Tetapi ada novis yang

menggunakan waktu belajar untuk kerja yang lain atau berbincang-bincang

dengan sesama novis yang lain. Ada juga novis yang suka menunda-nunda

dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan saat belajar, tidur pada saat

jam belajar. Bahkan ada novis yang sama sekali tidak punya buku yang bisa

dibaca di kamarnya. Padahal, pengalaman belajar dibutuhkan mereka untuk

kemudian dapat melanjutkan pembinaan dan pendidikan berikutnya, yaitu

studi filsafat dan teologi yang tentunya tidak mudah, begitu juga dalam

pembinaan kehidupan di skolastikat untuk bisa belajar menghidupi sebagai

seorang frater yang kelak menjadi seorang imam maupun bruder.

Pengalaman yang terjadi membuktikan bahwa para frater yang studi

filsafat setelah dari novisiat, pada tahun-tahun pertama pendidikan filsafat

mendapat nilai rendah dalam studinya dan pada masa novisiat belum

menerapkan belajarnya dengan baik. Menurut hemat penulis ada beberapa

faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Pertama, hal ini terjadi karena

(20)

Para frater cenderung menganggap masa novisiat adalah masa untuk sejenak

beristirahat dari belajar keras yang mereka alami selama masa sekolah

menengah. Kedua, hal ini terjadi karena keterkejutan para frater tingkat awal

dalam mengikuti metode perkuliahan filsafat yang berbeda dengan metode

belajar di sekolah menengah. Susilo (2006) mengatakan bahwa di SMA siswa

lebih cenderung sebagai penerima bahah-bahan pelajaran dari guru, sebaliknya

di perguruan tinggi mahasiswa diharapkan lebih bersikap aktif dalam

pengembangan materi kuliah yang diberikan dosen. Tentu saja menghadapi

metode yang berbeda ini, diperlukan proses adaptasi yang tidak mudah bagi

para frater, khususnya para frater tingkat awal.

Penulis beranggapan bahwa faktor-faktor penyebab penurunan nilai

akademik seperti yang disebut di atas bukanlah faktor penyebab utama.

Menurut hemat penulis, faktor penyebab utama kegagalan prestasi tersebut

terletak pada cara para frater menerapkan cara belajar yang mudah dan tepat

bagi dirinya. Dengan kata lain, para frater belum mengerti, memahami dan

mengenal gaya belajar yang cocok dengan dirinya.

Berdasarkan gambaran singkat di atas, penulis berkeinginan untuk

meneliti gaya belajar dari para novis MSC di Novisiat Karanganyar. Alasan

memilih novisiat sebagai subjek penelitian adalah agar para novis bisa

mengenal dan memahami gaya belajarnya masing-masing sedini mungkin,

sebelum nantinya mereka memasuki masa studi filsafat dan teologi.

Di novisiat, para novis memiliki pembimbing dan pembina rohaninya

(21)

pembimbingan yang menyeluruh dan menyentuh semua aspek perkembangan

para novis. Salah satu bimbingan yang dapat diberikan adalah bimbingan

belajar. Untuk itu kiranya pembina dan pembimbing perlu memiliki

pengetahuan yang memadai mengenai belajar, terkhusus gaya belajar.

Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul

skripsi “Gaya belajar para novis MSC dan implikasinya pada layanan

bimbingan belajar di Novisiat MSC Karanganyar, Kebumen”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana gaya belajar para novis MSC Karanganyar, Kebumen?

2. Topik-topik program bimbingan apa saja yang sesuai bagi para novis

MSC Karanganyar, Kebumen?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gaya belajar para novis MSC

Karanganyar, Kebumen, serta implikasinya terhadap layanan bimbingan

belajar.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi pembina di novisiat

Dapat membantu para pembina dalam proses pembinaan bagi para novis,

khususnya dalam bidang gaya belajar.

2. Bagi para novis

Dapat membantu para novis mengerti, memahami dan mengenal gaya

(22)

3. Bagi peneliti

Penelitian ini berguna bagi peneliti untuk mengembangkan kemampuan

dalam melakukan penelitian dan mengembangkan sikap-sikap ilmiah

sebagai mahasiswa.

E. Definisi Operasional

Gaya belajar adalah cara yang digunakan untuk mempermudah proses

belajar seseorang. Ada tiga cara atau jenis gaya belajar yaitu visual, auditorial

dan kinestetik. Ketiga cara atau jenis gaya itu dipengaruhi oleh enam perilaku

yang mencerminkan ada tidaknya jenis gaya belajar dalam diri seseorang

yaitu: pola bicara, pola mengingat, cara belajar, cara bekerja, cara

berkomunikasi, dan kegiatan yang disukai. Semuanya akan diungkap tingkat

dan dominasinya dengan skala gaya belajar sehingga didapat kategori tingkat

(23)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Gaya Belajar

1. Pengertian Gaya Belajar

Belajar merupakan proses internal yang biasanya diukur melalui

perilaku. Adanya perbedaan kognitif, afektif, maupun psikomotor dalam diri

masing-masing individu memengaruhi pilihan belajar mereka yang kemudian

muncul dalam bentuk perbedaan gaya belajar.

Gaya belajar adalah cara yang cenderung dipilih seseorang untuk

menerima informasi dari lingkungan dan memproses informasi tersebut

(Susilo, 2006). Menurut Sarasin (Sugiharto dkk, 2007) gaya belajar adalah

pola perilaku spesifik dalam menerima informasi baru dan mengembangkan

ketrampilan baru, serta proses menyimpan informasi atau ketrampilan baru.

Sedangkan menurut Keefe (dalam Sugiharto dkk, 2007) gaya belajar

berhubungan dengan cara seseorang belajar, serta cara belajar yang disukai.

DePorter dan Hernacki (2010) mengartikan gaya belajar sebagai

kombinasi cara seseorang menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah

informasi. Menurut Dunn dan Dunn (dalam Prashnig, 2007) gaya belajar

adalah cara manusia mulai berkonsentrasi, menyerap, memproses, dan

(24)

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya

belajar merupakan cara seseorang yang ditunjukkan dalam perilaku spesifik

dalam menerima, menyimpan, serta mengolah informasi serta suatu

ketrampilan baru. Cara ini tentu saja berbeda-beda pada setiap orang, karena

cara yang ia lakukan untuk menyerap, menyimpan dan mengolah informasi

serta ketrampilan baru tersebut akan berdampak pada efektivitas

pembelajarannya.

2. Gaya Belajar adalah Gaya Hidup

Gaya belajar adalah gaya hidup. Prashnig (2007) mengatakan bahwa

perbedaan dalam kegiatan belajar, mengajar, bekerja, berkomunikasi, tidak

berakhir sampai disitu. Perbedaan gaya jauh melebihi semua hal itu. Lebih

tepat dikatakan bahwa gaya belajar dan bekerja bukan terbatas disitu saja

melainkan benar-benar merupakan gaya hidup kita.

Menurut Suratno dan Rismiati (2001, p. 174) gaya hidup seseorang dalam dunia kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan

pendapat yang bersangkutan. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan pribadi

yang berinteraksi dengan lingkungan. dari pengertian diatas dapat disimpulkan

bahwa gaya belajar merupakan bagian dari gaya hidup. 

3. Jenis-jenis Gaya Belajar

Perbedaan gaya belajar menunjukkan cara tercepat dan terbaik bagi

setiap individu untuk bisa menyerap sebuah informasi dari luar dirinya.

Karena itu sangat penting bagi setiap individu untuk dapat mengenal dan

(25)

Terdapat beberapa jenis gaya belajar menurut beberapa ahli yang

berbeda. Jenis-jenis gaya belajar yang paling banyak dipelajari dan

didiskusikan adalah jenis-jenis gaya belajar yang dikembangkan oleh Bandler

dan Grinder. Bandler dan Grinder (DePorter dkk, 2010) membagi gaya

belajar menjadi tiga jenis atau tiga gaya belajar yaitu :

a. Visual

Gaya belajar ini mengakses citra visual, yang diciptakan maupun

diingat. Warna, hubungan ruang, potret mental, dan gambar menonjol

dalam modalitas ini. Seseorang yang sangat visual bercirikan sebagai

berikut :

1) rapi dan teratur

2) berbicara dengan cepat

3) perencana dan pengatur jangka panjang yang baik

4) teliti terhadap detail

5) mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun

presentasi

6) pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya

dalam pikiran mereka

7) mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar

8) mengingat dengan asosiasi visual

(26)

10) mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika

ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya

11) pembaca cepat dan tekun

12) lebih suka membaca daripada dibacakan

13) membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan

bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang

suatu masalah atau proyek

14) mencoret-coret tanpa arti selama berbicara melalui telepon dan

dalam rapat

15) lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain

16) sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak

17) lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato

18) lebih suka seni daripada musik

19) seringkali mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi tidak

pandai memilih kata-kata

20) kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin

memperhatikan

b. Auditorial

Gaya belajar auditorial mengakses segala jenis bunyi dan kata;

diciptakan maupun diingat. Musik, nada, irama, rima, dialog internal, dan

suara menonjol disini. Seseorang yang memiliki gaya belajar auditorial

dapat dicirikan sebagai berikut :

(27)

2) mudah terganggu oleh keributan

3) menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku

ketika membaca

4) senang membaca dengan keras dan mendengarkan

5) dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna

suara

6) merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita

7) berbicara dalam irama yang terpola

8) biasanya pembicara yang fasih

9) lebih suka musik daripada seni

10) belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang

didiskusikan daripada apa yang dilihat

11) suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang

lebar

12) mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan

visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu

sama lain

13) lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya

14) lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik

c. Kinestetik

Gaya belajar ini mengakses segala jenis gerak dan emosi;

(28)

emosional, dan kenyamanan fisik menonjol di sini. Seseorang yang sangat

kinestetik dapat dicirikan sebagai berikut:

1) berbicara dengan perlahan

2) menanggapi perhatian fisik

3) menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka

4) berdiri dekat ketika berbicara dengan orang

5) selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak

6) mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar

7) belajar dengan cara memanipulasi dan praktik

8) menghafal dengan berjalan dan melihat

9) menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca

10) banyak menggunakan isyarat tubuh

11) tidak dapat duduk diam untuk waktu yang lama

12) tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang telah

pernah berada di tempat itu

13) menggunakan kata-kata yang mengandung aksi

14) menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot; mereka

mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca

15) kemungkinan tulisannya jelek

16) ingin melakukan segala sesuatu

(29)

2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Gaya Belajar

Menurut Susilo (2007) gaya belajar setiap orang dipengaruhi oleh

faktor alamiah (pembawaan) dan faktor lingkungan. Jadi ada hal-hal tertentu

yang tidak dapat diubah dalam diri seseorang bahkan dengan latihan

sekalipun, tetapi ada juga hal-hal yang dapat dilatihkan dan disesuaikan

dengan lingkungan yang terkadang justru tidak dapat diubah.

Pendapat yang kurang lebih sama dikemukakan oleh Muhibbinsyah

(Sugiharto dkk, 2007) yang membagi faktor-faktor yang mempengaruhi gaya

belajar menjadi 3 macam, yaitu :

a. Faktor Internal

Faktor internal ini meliputi faktor jasmaniah dan faktor

psikologis. Faktor jasmaniah meliputi kesehatan jasmaniah. Kesehatan

jasmaniah yang baik memungkinkan seorang pembelajar melakukan

aktivitas belajar secara optimal, dan mengupayakan cara-cara belajarnya

secara optimal pula.

Faktor psikologis yang meliputi, intelegensi, bakat, minat, dan

motivasi.

1) Inteligensi

Kenyataan menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki

inteligensi tinggi mudah untuk mempelajari sesuatu. Sebaliknya, orang

yang memiliki inteligensi rendah cenderung kesulitan untuk

mempelajari sesuatu. Hal ini tentu saja berpengaruh pada cara belajar

(30)

seseorang dengan kemampuan intelegensi yang tinggi berbeda dengan

cara belajar dari mereka yang memiliki inteligensi yang rendah.

2) Minat

Minat mempengaruhi corak perbuatan yang akan diperlihatkan

seseorang. Sekalipun seseorang itu mampu mempelajari sesuatu, tetapi

jika tidak memiliki minat, maka ia tidak akan bisa mengikuti proses

belajar dengan baik. Minat juga mempengaruhi cara belajar seseorang.

Seseorang akan cenderung menggunakan cara-cara belajar yang sesuai

dengan minatnya.

3) Bakat

Bakat pada diri setiap individu itu berbeda-beda. Perbedaan

bakat ini menyebabkan cara menyerap informasi tentang sesuatu pun

berbeda-beda. Seseorang yang berbakat sepak bola akan belajar cara

yang berbeda dengan mereka yang lebih menyukai hal-hal yang

ilmiah.

4) Motivasi

Motivasi adalah keadaan internal yang mendorong seseorang

untuk berbuat sesuatu. Karena belajar merupakan proses yang timbul

dari dalam, faktor motivasi memegang peranan yang penting.

Kekurangan atau ketiadaan motivasi akan menyebabkan kurang

bersemangatnya individu dalam melakukan proses belajar dan

(31)

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal meliputi kondisi lingkungan di sekitar siswa

seperti keluarga, sekolah dan masyarakat.

1) Keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam

kehidupan seseorang tempat ia belajar menyatakan dirinya sebagai

manusia. Sebagai tempat pertama ia belajar, keluarga berperan penting

dalam membentuk seorang individu menjadi seorang pelajar dalam

hidup. Cara-cara ia belajar, sedikit banyak juga dibentuk dalam

keluarganya.

2) Sekolah

Dalam sekolah, guru menjadi kunci utama seorang pelajar

dapat belajar. Sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya

pengetahuan guru dan bagaimana cara mengajar guru turut

menentukan siswa mengembangkan cara belajar yang tepat bagi dia

demi hasil belajar yang terbaik.

3) Masyarakat

Masyarakat tempat seorang individu itu hidup sedikit banyak

juga mempengaruhi bagaimana individu itu belajar. Jika masyarakat

itu adalah masyarakat yang peduli pada masalah belajar, individu akan

terbantu dalam belajarnya. Demikian juga ia akan dengan mudah

mengakses cara-cara belajar yang tepat bagi dirinya, jika lingkungan

(32)

B. Bimbingan Belajar

Bimbingan belajar atau bimbingan akademik menurut Winkel dan

Hastuti (2004) adalah bimbingan dalam hal menemukan cara belajar yang

tepat, dalam memilih program studi yang sesuai, dan dalam mengatasi

kesukaran yang timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan belajar di sebuah

institusi pendidikan.

Lebih lanjut, Winkel dan Hastuti mengatakan bahwa suatu program

bimbingan belajar akademik akan memuat unsur-unsur sebagai berikut :

1) Orientasi kepada siswa dan mahasiswa baru tentang tujuan

institusional, isi kurikulum, struktur organisasi sekolah, prosedur

belajar yang tepat, dan penyesuaian diri dengan corak pendidikan di

sekolah yang bersangkutan.

2) Penyadaran kembali secara berkala tentang cara belajar yang tepat

selama mengikuti pelajaran di sekolah dan selama belajar di rumah,

secara individual atau secara kelompok. Memang, bila siswa dan

mahasiswa tahu akan cara belajar yang tepat, itu belum menjamin

pelaksanaannya. Namun, banyak pelajar dan mahasiswa kelihatan

mudah hanyut oleh suasana kehidupan yang kurang menguntungkan

bagi belajar secara disiplin.

3) Bantuan dalam hal memilih program studi yang sesuai, memilih

beraneka ragam kegiatan non-akademik yang menunjang usaha

belajar, dan memilih program studi lanjutan di tingkat pendidikan yang

(33)

perencanaan karier dimasa depan. Bantuan ini mencakup pula

penyebaran informasi tentang variasi program studi yang tersedia

misalnya di jenjang pendidikan tinggi.

4) Pengumpulan data tentang siswa mengenai kemampuan intelektual,

bakat khusus, arah minat, serta cita-cita hidup, dan pengumpulan data

tentang program studi di perguruan tinggi yang tersedia dalam bentuk

brosur, buku pedoman baru, kliping iklan surat kabar, dan sebagainya.

Khususnya tenaga bimbingan di SMA harus mengumpulkan data

sebanyak mungkin dan sekonkret mungkin tentang perguruan tinggi,

terlebih-lebih yang terletak di rayon yang sama dengan SMA yang

bersangkutan, seperti jenuhnya jurusan/program studi tertentu, status

institusi perguruan tinggi swasta, mendapat akreditasi atau tidak,

mahal murahnya tes seleksi masuk, serta data yang lain yang tidak

tertulis. Data yang terkumpul ini akan sangat dibutuhkan dalam

memberikan bantuan kepada peserta didik.

5) Bantuan dalam hal mengatasi beraneka kesulitan belajar, seperti

kurang mampu menyusun dan menaati jadwal belajar di rumah, kurang

siap menghadapi ujian dan ulangan, kurang dapat berkonsentrasi,

kurang menguasai cara belajar yang tepat pada bidang studi,

menghadapi keadaan rumah yang mempersulit belajar secara rutin, dan

lain sebagainya. Maka, tenaga bimbingan harus mempunyai

pengetahuan yang luas tentang seluk beluk belajar, termasuk

(34)

6) Bantuan dalam hal membentuk berbagai kelompok belajar, dan

mengatur seluruh kegiatan belajar kelompok, supaya berjalan efisien

dan efektif.

C. Hubungan antara Gaya Belajar dan Bimbingan Belajar

Gaya belajar secara sederhana dapat dikatakan sebagai cara belajar

yang digunakan untuk mempermudah proses belajar (Susilo, 2007). Itu berarti

seorang anak atau peserta didik akan menggunakan cara-cara tertentu untuk

membantunya menangkap dan mengerti suatu materi pelajaran atau informasi.

Keunikan yang ada dalam diri setiap orang menyebabkan adanya perbedaan

juga dalam cara belajarnya.

Tetapi terkadang, individu pelajar atau siswa yang sedang belajar

tidak mengerti dan memahami bagaimana cara belajar yang tepat untuk

dirinya. Ada juga siswa atau pelajar yang malah mengikuti cara belajar siswa

lain yang mungkin tidak sesuai dengan dirinya. Tentu saja hal ini akan

menimbulkan masalah bagi para siswa tersebut. Cara belajar yang tidak tepat

bagi dirinya akan berdampak pada hasil belajar yang tidak optimal.

Bimbingan belajar merupakan sarana yang tepat untuk membantu

masalah-masalah siswa khususnya dalam menemukan cara belajar yang tepat

bagi dirinya. Winkel dan Hastuti (Winkel, 2004) dengan sangat jelas

mengemukakan bahwa unsur-unsur penting dari bimbingan belajar antara lain

adalah penyadaran tentang cara belajar yang tepat, dan memberikan bantuan

dalam hal mengatasi kesulitan belajar seperti kurang mampu menguasai cara

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam pelaksanaan penelitian, untuk dapat memperoleh hasil yang optimal

maka suatu penelitian ilmiah harus mendasarkan pada metode yang dapat

dipertanggung jawabkan kebenarannya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka

dalam bab ini akan dibahas hal-hal sebagai berikut : jenis penelitian, subjek

penelitian, instrumen penelitian, validitas dan reliabilitas instrumen dan metode

analisis data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei.

Penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah

yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau

objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau

sebagaimana adanya (Nawawi, 1985). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

melukiskan variabel atau kondisi “apa yang ada” dalam suatu situasi (Furchan,

2007).

Metode survei memberikan kita sebuah metodologi untuk meminta

orang agar memberitahu kita mengenai diri mereka (Cozby, 2009). Survei

biasanya dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara untuk

(36)

B. Subjek Penelitian

Menurut Hadjar (1996) subjek penelitian adalah individu yang ikut

serta dalam penelitian, sebagai sumber data. Subjek penelitian ini adalah para

novis MSC, Karanganyar Kebumen yang berjumlah 32 orang. Oleh karena itu

penelitian ini adalah penelitian populasi.

Alasan peneliti memilih para novis MSC sebagai subjek penelitian

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

1. Peneliti memiliki hubungan yang dekat dengan tarekat MSC,

karena penulis sendiri adalah seorang biarawan dari tarekat ini.

2. Peneliti menganggap para novis menjadi subjek penelitian yang

tepat untuk penelitian mengenai gaya belajar. Peneliti berharap

dengan adanya penelitian ini, para novis bisa mengerti, memahami

dan mengenal gaya belajarnya sejak masih di novisiat, agar

nantinya tidak mengalami kesulitan dalam belajar ketika telah

menempuh studi filsafat dan teologi.

C. Instrumen Penelitian

1. Skala Gaya Belajar

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa skala gaya

belajar yang disusun sendiri oleh peneliti. Penyusunan skala ini mengacu

pada teori yang dikemukakan DePorter dan Hernacki (2010) yang

mengatakan bahwa gaya belajar terdiri dari 3 tipe, yaitu tipe visual,

auditorial, dan kinestetik. Skala gaya belajar ini terdiri dari sejumlah

(37)

sama dengan indikator yang sama. Indikator itu berupa perilaku-perilaku

yang dikategorikan dalam 6 kelompok perilaku yaitu : pola berbicara, pola

mengingat, cara belajar, cara berkomunikasi, cara bekerja, dan kegiatan

yang disukai.

Format yang digunakan dalam skala ini adalah format respon

berupa persetujuan terhadap perilaku yang diungkap dalam setiap

pertanyaan. Format itu menjadi acuan untuk melihat gaya belajar dari para

novis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kisi-kisi dalam bentuk tabel

(38)

Tabel 1

Kisi-kisi Skala Gaya Belajar Sebelum Uji coba

(39)

Alternatif jawaban pada skala ini mengacu pada prinsip-prinsip

skala Likert yang kemudian dimodifikasi oleh penulis, yang terdiri dari

empat alternatif, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS),

dan Sangat Tidak Setuju (STS). Modifikasi dilakukan dengan alasan untuk

menghilangkan kelemahan yang dikandung oleh skala lima tingkat. Dalam

skala lima, kategori netral mempunyai arti ganda. Arti netral itu berarti

belum dapat memutuskan atau ragu-ragu. Tersedia jawaban di tengah juga

menimbulkan kecenderungan jawaban netral terutama bagi mereka yang

ragu-ragu atas kecenderungan jawabannya (Hadi, 2000). Penentuan skor

untuk jawaban pada item adalah Sangat Setuju = 4, Setuju = 3, Tidak

Setuju = 2, Sangat Tidak setuju = 1.

Subjek diminta untuk memilih satu dari empat alternatif jawaban

yang disediakan peneliti pada setiap pertanyaan, dengan cara memberi

tanda centang (√) pada kolom alternatif jawaban. Setelah jawaban-jawaban

tersebut diberi skor, skor-skor yang diperoleh pada setiap jawaban

pernyataan akan diakumulasi guna mengungkap gaya belajar mereka.

2. Validitas Instrumen

Sukardi (2003: 121) mengartikan validitas sebagai derajat yang

menunjukkan di mana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur. Suatu

tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang

tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan

hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut

(40)

Uji validitas yang diterapkan pada alat ukur dalam penelitian ini

adalah validitas isi. Validitas isi menunjuk pada sejauh mana instrumen

tersebut mencerminkan isi yang dikehendaki (Furchan, 2007: 295). Secara

teknis, pengujian validitas isi dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi

instrumen (Sugiyono, 2008: 182). Kisi-kisi instrumen ini disusun sendiri

oleh peneliti atau penyusun. Kisi-kisi ini memuat aspek atau unsur-unsur

variabel, indikator serta item-item. Pertanyaan yang dicari jawabannya

dalam validitas ini adalah “sejauhmana item-item dalam tes mencakup

keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur” atau “sejauhmana isi

tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur” (Azwar, 2009: 45).

Jawaban terhadap pertanyaan ini dilakukakan melalui analisis rasional

dengan mengkonsultasikannya pada sejumlah ahli yang memang

berkompeten. Dalam penelitian ini, peneliti meminta saran ahli yaitu dosen

pembimbing skripsi serta seorang ahli lain yaitu Bapak Dr. Gendon Barus,

M.Si yang mengetahui tentang gaya belajar.

3. Daya Beda Item

Daya beda item adalah sejauh mana item mampu membedakan

antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki

atribut yang diukur (Azwar, 2007). Dalam penelitian ini, item yang berdaya

beda tinggi adalah item yang mampu membedakan subjek yang memiliki

dengan tinggi jenis gaya belajar tertentu dan subjek yang memiliki jenis

(41)

Pengujian daya beda item dilakukan dengan komputasi koefisien

korelasi antara distribusi skor item dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu

distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien

korelasi item total yang dikenal dengan parameter daya beda item. Untuk

komputasi koefisien korelasi item total digunakan korelasi Product Moment

dari Pearson (Azwar, 2007), yaitu :

 

( )(

)

Penentuan kesahihan item didasarkan pada korelasi item total

dengan batasan semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30

daya pembedanya dianggap memuaskan, sedangkan item yang koefisien

korelasinya kurang dari 0,30 daya pembedanya rendah (Azwar, 2007).

Namun, jika ternyata item yang sahih kurang dari yang diharapkan, maka

batasan koefisien korelasi itu bisa diturunkan. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan batasan koefisien korelasi 0,25. Dari 96 item yang telah

diujicobakan, terdapat 46 item yang memiliki koefisien korelasi item total ≥

0,25. Rekapitulasi distribusi item skala gaya belajar setelah ujicoba

(42)

Tabel 2

Kisi-kisi Skala Gaya belajar setelah ujicoba

(43)

4. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas suatu alat pengukur adalah derajat keajegan alat tersebut

dalam mengukur apa saja yang diukurnya (Furchan, 2007). Reliabilitas

sebenarnya mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang

mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2007).

Reliabilitas dinyatakan dalam koefisien reliabilitas ( ' xx

r ) yang

angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai 1,00. Semakin tinggi

koefisien reliabilitas dan mendekati angka 1,00 maka semakin tinggi

reliabilitasnya. Pada umumnya, reliabilitas dianggap memuaskan jika

koefisiennya mencapai minimal ' xx

r = 0,900. Sebagai acuannya bisa dilihat

dari tabel berikut ini (Masidjo, 1995):

Tabel 3

Acuan Koefisien reliabilitas

Koefisien Reliabilitas Kualifikasi

0,91-1,00 Sangat Tinggi

0,71-0,90 Tinggi 0,41-0,70 Cukup 0,21-0,40 Rendah

Negatif-0,20 Sangat Rendah

Pengujian tingkat reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini ditempuh

dengan metode Alpha Cronbach. Rumus Alpha Cronbach tersebut adalah

sebagai berikut :

(44)

Keterangan :

 

Penghitungan reliabilitas skala gaya belajar para novis MSC dengan

menggunakan teknik Alpha Cronbach menghasilkah angka 0,818. Angka

tersebut menunjukkan bahwa reliabilitas skala gaya belajar dalam

penelitian ini termasuk tinggi dan dapat diandalkan untuk pengambilan data

penelitian.

Nomor item pernyataan (40 item) selanjutnya akan diubah untuk

membedakan penyebarannya dari ujicoba skala dan peneliti juga membuat

kode dari item-item tersebut untuk pengolahan data penelitian selanjutnya.

(45)

Tabel 4 Skala Gaya belajar

Gaya belajar Indikator No Item Total

Visual a. Pola bicara 5 1

5. Metode Analisis Data

Langkah-langkah yang ditempuh penulis untuk menganalisis data

penelitian gaya belajar para novis MSC adalah sebagai berikut :

a. Membagi item menjadi tiga kelompok besar. Item gaya belajar visual

berjumlah 11 item, item gaya belajar auditorial berjumlah 14 item

dan item gaya belajar kinestetik berjumlah 15 item. Setelah

pembagian, langkah selanjutnya adalah menghitung skor untuk

masing-masing subjek pada setiap gaya belajarnya.

(46)

b. Analisis stastistik deskriptif

Kepada para novis diberikan 40 pernyataan yang terdiri dari 11

pernyataan gaya belajar visual, 14 pernyataan gaya belajar auditorial

dan 15 pernyataaan gaya belajar kinestetik. Dari

pernyataan-pernyataan tersebut akan didapat skor-skor subjek. Skor-skor ini akan

dikategorisasikan sesuai norma yang telah ditentukan peneliti.

Pengkategorisasian disusun berdasarkan model PAP tipe 1 (Masidjo,

1995: 153).

Model PAP tipe 1 membagi tingkat gaya belajar menjadi lima

kategori seperti tertera pada tabel berikut ini:

Tabel 5

Norma kategorisasi tingkat gaya belajar para novis MSC

Persentase Skor Kategori

90% - 100% Sangat tinggi

80% - 89% Tinggi

65% - 79% Sedang

55% - 64% Rendah

Dibawah 55% Sangat rendah

Berdasarkan norma kategorisasi ini, maka untuk setiap gaya

belajar norma kategorisasinya akan menjadi seperti berikut:

1) Gaya belajar visual

Norma kategorisasi gaya belajar visual dapat dilihat pada tabel

(47)

Tabel 6

Norma kategorisasi gaya belajar visual para novis MSC

Norma Skor Pembulatan

skor Dibawah 55% Dibawah 24,2 Dibawah 25 Sangat rendah

2) Gaya belajar auditorial

Norma kategorisasi gaya belajar auditorial dapat dilihat pada

tabel berikut ini:

Tabel 7

Norma kategorisasi gaya belajar auditorial para novis MSC

Norma Skor Pembulatan

skor Dibawah 55% Dibawah 30,8 Dibawah 31 Sangat rendah

3) Gaya belajar kinestetik

Norma kategorisasi gaya belajar kinestetik dapat dilihat pada

tabel berikut ini:

Tabel 8

Norma kategorisasi gaya belajar kinestetik para novis MSC

Norma Skor Pembulatan

(48)

c. Dominasi gaya belajar

Penentuan gaya belajar dominan tiap novis dilakukan dengan

membandingkan persentase skor dari setiap gaya belajar. Persentase

skor ini merupakan hasil konversi/pengubahan dari skor hitung

penelitian yang digunakan dalam penentuan kategorisasi skor

menggunakan PAP tipe 1. Jika persentase skor salah satu gaya

belajar lebih besar dari persentase skor gaya belajar yang lain, maka

subjek dikatakan didominasi oleh gaya belajar dengan persentase skor

terbesar tersebut.

d. Kategorisasi skor item dalam skala

Kategorisasi skor dari setiap item dalam skala penelitian

dilakukan untuk mendapatkan item-item skala yang dijadikan dasar

penyusunan usulan topik-topik program program bimbingan bagi

para novis MSC. Kategorisasi skor tiap item skala adalah

berdasarkan distribusi normal dengan kontinum jenjang yang

berpedoman pada Azwar (1999:108), yaitu sangat rendah, rendah,

sedang, tinggi dan sangat tinggi. Norma kategorisasi untuk item-item

skala adalah sebagai berikut:

Xitem ≤ µ-1,5σ kategori sangat rendah

µ-1,5σ < Xitem ≤ µ-0,5σ kategori rendah

µ-0,5σ < Xitem ≤ µ+0,5σ kategori sedang

(49)

µ+1,5σ < Xitem kategori sangat tinggi

Keterangan:

Xitem maksimum teoretik : skor tertinggi yang mungkin

dicapai item dalam skala

Xitem minimum teoretik : skor terendah yang mungkin

dicapai item dalam skala

σ (item teoretik) : standard deviasi teoretik yaitu

luas jarak rentangan yang

dibagi dalam 6 satuan deviasi

sebaran

µ (item teoretik) : mean teoretik, yaitu rata-rata

teoretis dari Xitem maksimum

teoretik dan Xitem minimum

teoretik

Kategorisasi tersebut diterapkan sebagai norma/patokan

dalam pengelompokan skor item. Kategorisasi tinggi rendah skor

olah item-item secara keseluruhan dalam penelitian ini (dengan N =

32), diperoleh dengan penggolongan melalui perhitungan sebagai

berikut:

Xitem maksimum teoretik : 32 x 4 = 128

Xitem minimum teoretik : 32 x 1 = 32

Range : 128 – 32 = 96

(50)

µ (item teoretik) : (128 + 32) : 2 = 80

Penentuan kategorisasi skor item dapat dilihat dalam tabel

sebagai berikut:

Tabel 9

Norma kategorisasi skor item skala Gaya Belajar Para Novis

Perhitungan Skor Kategori

Xitem ≤ µ-1,5σ

Xitem≤ 80 – 24 Xitem≤ 56 Sangat rendah µ-1,5σ < Xitem ≤

µ-0,5σ

185 – 55,5 < Xitem ≤

185 – 18,5

56 < Xitem≤ 72 Rendah

µ-0,5σ < Xitem ≤

µ+0,5σ

185 – 18,5 < Xitem ≤

185 + 18,5

72 < Xitem≤ 88 Sedang

µ+0,5σ < Xitem ≤

µ+1,5σ

185 + 18,5 < Xitem ≤

185 + 55,5

88 < Xitem≤ 104 Tinggi

Xitem > µ+1,5σ

Xitem > 185 + 55,5 Xitem > 104 Sangat tinggi

Data skor total tiap item selanjutnya dikelompokkan ke

dalam kategori di atas. Item-item yang memiliki skor dalam

kategori sangat rendah-sedang selanjutnya dibahas dan

dikembangkan menjadi usulan topik-topik program bimbingan

(51)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini memuat hasil penelitian dan jawaban atas masalah penelitian,

yaitu: “bagaimanakah gaya belajar dari para novis MSC, Karanganyar, Kebumen?

A. Deskripsi Data Secara Umum

Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada tanggal 12 Februari

2011. Peneliti membagikan skala sebanyak 32 eksemplar ke seluruh novis

MSC yang berjumlah 32 orang. Dari 32 eksemplar tersebut, semuanya

dikembalikan dengan identitas dan jawaban yang lengkap pada hari itu juga.

Langkah selajutnya adalah pemberian skor untuk setiap item jawaban

yang diberikan oleh setiap subjek penelitian dan menjumlahkan total skor

untuk setiap subjek dan setiap item skala. Untuk itu item dalam skala dibagi

menjadi tiga bagian besar yaitu item gaya belajar visual (item = 11), item gaya

belajar auditorial (item = 14), item gaya belajar kinestetik (item = 15).

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Tingkat Gaya Belajar Para Novis MSC

Tingkat gaya belajar para novis MSC (N=32) diperoleh dengan

mengkategorisasikan skor yang diperoleh subjek penelitian ke dalam

norma yang membaginya dalam kategori sangat rendah, rendah, sedang,

tinggi dan sangat tinggi. Adapun data hasil kategorisasi tingkat gaya

(52)

Deskripsi data kategorisasi tingkat gaya belajar visual (item=11)

para novis MSC secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 10

Deskripsi kategorisasi tingkat gaya belajar visual para novis MSC

Subjek Skor persentase Kategori

(53)

berapa jumlah novis yang berada pada setiap kategori yang ada.

Deskripsi ringkas data kategorisasi tingkat gaya belajar para novis MSC

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 11

Tingkat gaya belajar visual para novis MSC

Norma Rentang skor

Kategori Jumlah subjek

Persentase

90% - 100% 40 – 44 Sangat tinggi 5 15,625% 80% - 89% 36 – 39 Tinggi 15 46,875% 65% - 79% 29 – 35 Sedang 12 37,5% 55% - 64% 25 – 28 Rendah - 0% Dibawah 55% Dibawah 25 Sangat rendah - 0%

Deskripsi data gaya belajar visual menunjukkan bahwa 5 orang

(15,625%) masuk dalam kategori sangat tinggi, 15 orang (46,875%)

masuk dalam kategori tinggi, 12 orang (37,5%) masuk dalam kategori

sedang dan tidak ada subjek yang termasuk dalam kategori rendah dan

sangat rendah. Tingkat gaya belajar visual yang “sangat tinggi” dan

“tinggi” menunjukkan bahwa gaya belajar visual yang diterapkan para

novis sudah ideal atau sesuai dengan yang diharapkan. Jumlah novis

yang berada dalam dua kategori tersebut adalah 20 orang (62,5%).

Sedangkan tingkat gaya belajar visual yang berada dalam kategori

“sedang”, “rendah” dan “sangat rendah” dapat ditafsirkan sebagai

tingkat gaya belajar visual yang diterapkan belum ideal atau belum

sesuai dengan yang diharapkan. Jumlah novis yang berada dalam

(54)

Deskripsi data kategorisasi tingkat gaya belajar auditorial

(item=14) para novis MSC secara lengkap dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel 12

Deskripsi kategorisasi tingkat gaya belajar auditorial para novis MSC

Subjek Skor Persentase Kategori

(55)

berapa jumlah novis yang berada pada setiap kategori yang ada.

Deskripsi ringkas data kategorisasi tingkat gaya belajar para novis MSC

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 13

Tingkat gaya belajar auditorial para novis MSC

Norma Rentang skor Kategori Jumlah subjek

Persentase

90% - 100% 51 – 56 Sangat tinggi 4 12,5%

80% - 89% 45 – 50 Tinggi 7 21,875%

65% - 79% 37 – 44 Sedang 18 56,25%

55% - 64% 31 – 36 Rendah 3 9,375% Dibawah 55% Dibawah 31 Sangat rendah - 0%

Deskripsi data gaya belajar auditorial menunjukkan bahwa 4 orang

(12,5%) masuk dalam kategori sangat tinggi, 7 orang (21,875%) masuk

dalam kategori tinggi, 18 orang (37,5%) masuk dalam kategori sedang,

3 orang (9,375%) masuk dalam kategori rendah dan tidak ada subjek

yang termasuk sangat rendah. Tingkat gaya belajar auditorial yang

“sangat tinggi” dan “tinggi” menunjukkan bahwa gaya belajar

auditorial yang diterapkan para novis sudah ideal atau sesuai dengan

yang diharapkan. Jumlah novis yang berada dalam dua kategori tersebut

adalah 11 orang (34,375%). Sedangkan tingkat gaya belajar visual yang

berada dalam kategori “sedang”, “rendah” dan “sangat rendah” dapat

ditafsirkan sebagai tingkat gaya belajar visual yang diterapkan belum

ideal atau belum sesuai dengan yang diharapkan. Jumlah novis yang

(56)

Deskripsi data kategorisasi tingkat gaya belajar auditorial

(item=15) para novis MSC secara lengkap dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel 14

Deskripsi kategorisasi tingkat gaya belajar kinestetik para novis MSC

Subjek Skor Persentase Kategori

(57)

berapa jumlah novis yang berada pada setiap kategori yang ada.

Deskripsi ringkas data kategorisasi tingkat gaya belajar kinestetik para

novis MSC dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 15

Tingkat gaya belajar kinestetik para novis MSC

Norma Rentang skor Kategori Jumlah subjek

Persentase

90% - 100% 54 – 60 Sangat tinggi 2 6,25%

80% - 89% 48 – 53 Tinggi 13 40,625%

65% - 79% 39 – 47 Sedang 17 53,125%

55% - 64% 33 – 38 Rendah - 0% Dibawah 55% Dibawah 33 Sangat rendah - 0%

Deskripsi data gaya belajar kinestetik menunjukkan bahwa 2 orang

(6,25%) masuk dalam kategori sangat tinggi, 13 orang (40,625%)

masuk dalam kategori tinggi, 17 orang (53,125%) masuk dalam

kategori sedang, dan tidak ada subjek yang termasuk sangat rendah.

Tingkat gaya belajar kinestetik yang “sangat tinggi” dan “tinggi”

menunjukkan bahwa gaya belajar kinestetik yang diterapkan para novis

sudah ideal atau sesuai dengan yang diharapkan. Jumlah novis yang

berada dalam dua kategori tersebut adalah 15 orang (46,875%).

Sedangkan tingkat gaya belajar visual yang berada dalam kategori

“sedang”, “rendah” dan “sangat rendah” dapat ditafsirkan sebagai

tingkat gaya belajar visual yang diterapkan belum ideal atau belum

sesuai dengan yang diharapkan. Jumlah novis yang berada dalam

(58)

dapat disimpulkan bahwa sebagian besar novis telah menerapkan secara

ideal gaya belajar visual yaitu sebanyak 20 orang (62,5%). Jumlah ini

lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah novis yang menerapkan

secara ideal gaya belajar auditorial yaitu sebanyak 11 orang (34,375%)

dan gaya belajar kinestetik yang berjumlah 15 orang (46,875%).

Sedangkan untuk penerapan gaya belajar yang belum ideal, sebagian

besar novis ternyata belum menerapkan secara ideal gaya belajar

auditorial yaitu sebanyak 21 orang (62,625%). Jumlah ini lebih banyak

jika dibandingkan dengan jumlah novis yang belum menerapkan secara

ideal gaya belajar kinestetik yaitu sebanyak 17 orang (53,125%) dan

gaya belajar visual sebanyak 12 orang (37,5%).

2. Gaya Belajar Dominan dari Para Novis MSC

Penentuan dominasi gaya belajar bagi setiap subjek dilakukan

dengan membandingkan persentase skor dari tiap gaya belajar. Jika

pada salah satu gaya belajar persentase skor subjek lebih tinggi dari

persentase skor pada gaya belajar yang lain, maka subjek dikatakan

memiliki dominasi pada gaya belajar tersebut.

Untuk membandingkan persentase skor setiap gaya belajar,

(59)

Subjek Visual Auditorial Kinestetik Skor Persentase Skor Persentase Skor Persentase 1 38 86,36% 45 80,35% 54 90%

Dari tabel pembanding ini akan dapat dilihat secara jelas gaya

belajar yang lebih dominan dalam diri setiap subjek (novis). Secara

singkat dominasi gaya belajar dalam diri subjek terlihat dalam tabel

(60)

Gaya belajar Jumlah subjek Persentase

Visual 20 62,5%

Kinestetik 7 21,875% Auditorial 5 15,625%

Data hasil penelitian tentang gaya belajar dominan para novis

MSC menunjukkan bahwa 20 novis (62,5%) memiliki dominasi gaya

belajar visual, 7 novis (21,875%) memiliki dominasi gaya belajar

kinestetik dan 5 novis (15,625%) memiliki dominasi gaya belajar

auditorial. Hal ini menunjukkan bahwa gaya belajar dominan yang

dimiliki para novis adalah gaya belajar visual. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa urutan dominasi gaya belajar para novis secara

umum adalah visual-kinestetik-auditorial.

Barbara Prashnig (2007) mengatakan bahwa mayoritas anak

usia sekolah dasar didominasi gaya belajar kinestetik. Hal yang sama

juga dilaporkan oleh Rose dan Nicholl (dalam

http://enewsletterdisdik.wordpress.com) yang memaparkan hasil studi

mereka yang dilakukan pada 5.000 siswa di Amerika Serikat,

Hongkong, dan Jepang, kelas 5 hingga 12 menunjukkan

kecenderungan belajar sebagai berikut: visual sebanyak 29%, Auditori

sebanyak 34%, dan kinestetik sebanyak 37%. Sementara menurut

Lynn O’Brien, saat seseorang mencapai usia dewasa kelebih sukaan

pada gaya belajar visual ternyata lebih mendominasi.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari berbagai penelitian ini

(61)

hasil penelitian yang dikemukakan di atas dapatlah dikatakan bahwa

pada masa anak-anak dan remaja gaya belajar yang lebih berkembang

adalah kinestetik, tetapi ketika memasuki usia dewasa, gaya belajar

yang lebih berkembang adalah visual. Hal ini senada dengan Hillard

(dalam Sugiharto, 2007) yang mengatakan bahwa gaya belajar

bukanlah sesuatu yang statis. Gaya belajar dapat berubah tergantung

pada aktivitas belajar atau perubahan pengalaman. Namun, ketika gaya

belajar berubah hal itu akan cenderung menetap hingga menjadi

kebiasaan.

Subjek dalam penelitian ini berumur kira-kira diatas 20 tahun.

Dalam tahap-tahap perkembangan seorang manusia, usia subjek dalam

penelitian ini dikategorikan sebagai usia dewasa. Hasil penelitian ini

menjelaskan bahwa para novis cenderung tinggi dalam menerapkan

gaya belajar visual dibandingkan dengan gaya belajar yang lain. Hasil

penelitian juga mengungkapkan bahwa sebagian besar novis

didominasi oleh gaya belajar visual. Tentu saja, hasil ini sesuai dengan

hasil penelitian dan pandangan yang telah disebutkan di atas, bahwa

pada tahap perkembangan dewasa, gaya belajar yang lebih dominan

berkembang adalah gaya belajar visual.

Berdasarkan tabel 16 di atas, akan dapat ditentukan pula subjek

yang menjadi sasaran bimbingan atau pelatihan mengenai gaya belajar.

Subjek yang menjadi sasaran bimbingan adalah subjek yang

(62)

memperoleh skor sedang dalam ketiga gaya belajar berjumlah 6 orang

yaitu subjek nomor 4, 12, 14, 25, 27, dan 29.

3. Implikasi Hasil Penelitian

a) Berdasarkan Kategorisasi Item

Data hasil penelitian sebagai penyusun implikasi penelitian

berupa topik-topik program bimbingan belajar, diperoleh dengan cara

mengelompokkan skor setiap item ke dalam norma kategorisasi yang

telah ditentukan peneliti. Dari kategorisasi tersebut didapat skor-skor

item yang termasuk dalam kategori sangat rendah, rendah, sedang,

tinggi dan sangat tinggi. Item-item dengan skor yang berada dalam

kategori sangat rendah, rendah dan sedang (tidak termasuk

tinggi/ideal) adalah item-item yang akan digunakan sebagai bahan

penyusun topik-topik bimbingan, sekiranya item-item tersebut relevan

untuk dijadikan topik bimbingan. Adapun data hasil kategorisasi

item-item skala seturut norma adalah sebagai berikut:  

 

Tabel 18

Kategorisasi skor item-item skala berdasarkan norma

Skor Kategori Nomor Item ∑

Xitem ≤ 56 Sangat rendah - 0

56 < Xitem ≤ 72 Rendah - 0

72 < Xitem ≤ 88 Sedang 7,17,21,31,33 5

88 < Xitem ≤ 104 Tinggi

1,2,3,4,5,6,8,9,10,14,19, 22,23,25,26,27,28,32,34, 36,37,40

22

(63)

berada dalam kategori sedang adalah sebanyak 5 item, item dalam

kategori tinggi sebanyak 22 item, dan item dalam kategori sangat

tinggi sebanyak 13 item. Dari 5 item berkategori sedang tersebut

terdapat 1 item yang berisikan pernyataan negatif, sehingga item

tersebut tidak diikut sertakan sebagai item berkategori sedang. Jadi

keseluruhan item berkategori sedang berjumlah 4 item. Item-item

dengan skor yang termasuk dalam kategori sedang mencerminkan

tingkat gaya belajar dalam aspek dari komponen yang diukur tidak

tinggi atau belum ideal. Adapun 4 item yang tergolong dalam kategori

sedang tersebut terperinci dalam tabel 8 berikut ini:

Tabel 19

Item-item pernyataan yang tergolong kategori sedang

Gaya belajar Komponen No Item dan Pernyataan Visual Cara belajar 17. Saya mudah belajar dengan mengamati bangunan atau grafik. Auditorial Cara belajar 1. Belajar yang mudah bagi saya

adalah dengan berdiskusi. Kinestetik Pola

mengingat

21. Saya sulit untuk duduk tenang ketika sedang melakukan sesuatu. Cara

berkomunikasi

33. Saya menjelaskan sesuatu kepada orang lain dengan memeragakannya. Kegiatan yang

disukai

31. Waktu luang saya isi dengan melakukan pekerjaan tangan.

b). Berdasarkan Pola Pengajaran di Perguruan Tinggi.

    Susilo (2006) mengatakan bahwa di SMA siswa lebih

(64)

bersikap aktif dalam pengembangan materi kuliah yang diberikan

dosen. Secara implisit, hal ini mau mengatakan bahwa

kecenderungan yang terjadi di perguruan tinggi, pengajaran dan

belajar lebih mengedepankan gaya belajar auditorial serta

kinestetik.

Gaya pengajaran di perguruan tinggi yang lebih

mengedepankan gaya belajar auditorial dan kinestetik ini tentu saja

bisa menghambat proses belajar para novis yang beberapa waktu

lagi akan mengikuti perkuliahan seandainya ia diterima untuk

mengikrarkan kaul pertamanya, mengingat gaya belajar sebagian

besar novis adalah gaya belajar visual. Untuk itu perlu bimbingan

yang terencana dengan baik untuk mengembangkan gaya belajar

yang cocok untuk proses belajar mengajar di perguruan tinggi

maupun dalam kehidupan berkomunitas di skolastikat.

C. Topik-topik Bimbingan

Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis menyusun topik-topik

bimbingan belajar bagi para novis MSC. Usulan topik-topik bimbingan ini

merupakan jawaban atas pertanyaan dalam rumusan masalah kedua:

“Topik-topik program bimbingan apa saja yang sesuai bagi para novis

MSC Karanganyar, Kebumen?”

Hasil penelitian menunjukkan bahwa para novis menerapkan

secara kurang ideal ketiga gaya belajar dengan jumlah novis

(65)

peneliti mengungkap item-item pernyataan mana saja yang termasuk

dalam kategori sangat rendah-rendah-sedang, sehingga dapat ditentukan

dalam aspek atau komponen gaya belajar mana sajakah para novis belum

menerapkannya secara ideal. Dari pembahasan terhadap item-item

tersebut, selanjutnya dibuat usulan topik-topik program bimbingan yang

sesuai dengan kebutuhan para novis MSC.

Melalui usulan topik-topik program pelatihan asertivitas tersebut,

diharapkan agar ada tindak lanjut untuk meningkatkan penerapan gaya

belajar dalam aspek dan komponen-komponen gaya belajar yang masih

belum ideal melalui program bimbingan di novisiat. Tujuannya adalah

agar para novis mencapai penerapan gaya belajar yang ideal dalam setiap

aspek dan komponennya.

Usulan topik-topik program bimbingan untuk gaya belajar ini

bersifat terbuka untuk mengalami penyempurnaan dan perubahan sesuai

dengan kebutuhan anggota para novis. Untuk mengembangkannya dalam

bentuk sebuah program bimbingan, maka perlu ada penambahan materi

atau topik gaya belajar seperti yang telah disajikan dalam kajian teori, agar

memiliki kelengkapan informasi tentang teori gaya belajar dan kondisi

faktual di novisiat. Usulan topik-topik program bimbingan gaya belajar

(66)

51

Tabel 20

Usulan topik-topik program bimbingan bagi para novis MSC

No Gaya

Indikator Kegiatan Media Pendukung mudah belajar dengan Power of Learning Styles.

Bandung: Kaifa. b.DePorter, dkk. 2008.

Quantum Learning.

Para Novis dapat belajar

a. DePorter, dkk. 2008.

Quantum Learning.

Bandung: Kaifa. b.Prashnig, B. 2007. The

Power of Learning Styles.

Bandung: Kaifa.

Para novis dapt dengan mudah Skills. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. b.Sumartono. 2003.

Kecerdasan Komunikasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

c. DePorter, dkk. 2008.

Quantum Learning.

(67)

52

31. Waktu luang saya isi dengan

Para novis bisa mengguanakan

a. DePorter, dkk. 2008.

Quantum Learning.

Bandung: Kaifa. b.Prashnig, B. 2007. The

Power of Learning Styles.

Gambar

Tabel 2 Kisi-kisi Skala Gaya belajar setelah ujicoba
Tabel 3 Acuan Koefisien reliabilitas
Tabel 4 Skala Gaya belajar
Tabel 6 Norma kategorisasi gaya belajar visual para novis MSC
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seluruh guru BK SMA di Sleman sudah sepakat menggunakan Panduan Operasional Pelaksanaan BK (POP BK) sebagai arah penyelenggaraan layanan Bimbingan dan Konseling di

Untuk itu diharapkan orang tua dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, dimana orang tua diharapkan melakukan diskusi dengan anak, memberikan kasih sayang dan kehangatan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mahasiswa angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta memiliki tingkat kecenderungan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) Peranan guru bimbingan dan konseling dalam meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IX yang pernah memiliki motivasi

Berdasarkan penjelasan diatas hubungan loyalitas pada teman sebaya akan sangat berperan penting jika tidak seimbang dengan kontrol diri yang baik maka dari itu untuk

Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma dapat memberi pendekatan dan ruang yang lebih kepada mahasiswa untuk menjaga serta

Efikasi diri merupakan keyakinan akan kemampuan diri dalam konteks belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efikasi diri siswa SMP kelas IX dan yang

Pernyataan “Dalam berkomunikasi, saya termasuk orang yang sulit dalam merangkai kata” menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi interpersonal mahasiswa Bimbingan dan