Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Paulus Tri Cahyo Sudaryanto NIM : 051114035
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Paulus Tri Cahyo Sudaryanto NIM : 051114035
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Ametur Ubique Terrarum Cor Iesu Sacratissimum In Aeternum
Dikasihilah Hati Kudus Yesus dimana-mana
( Jules Chevalier)
Magna Miraculum Est Homo Keajaiban terbesar adalah manusia
Skripsi ini kupersembahkan bagi:
Tarekat Misionaris Hati Kudus Yesus (MSC) Provinsi Indonesia Papa dan Mama Terkasih
Adik-adik tercinta
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 19 Mei 2011 Penulis
Nama : Paulus Tri Cahyo Sudaryanto NIM : 051114035
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
GAYA BELAJAR PARA NOVIS MSC DAN IMPLIKASINYA PADA LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR DI NOVISIAT MSC KARANGANYAR KEBUMEN beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya diinternet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 19 Mei 2011 Yang menyatakan,
KARANGANYAR KEBUMEN
Paulus Tri Cahyo Sudaryanto NIM : 051114035
Mengenal dan memahami gaya belajar sendiri merupakan salah satu faktor penting keberhasilan dalam belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya balajar dari para novis Misonariorum Scratissimum Cordies Iesus (MSC) Karanganyar Kebumen. Masalah yang yang diteliti adalah bagaimanakah gaya belajar para novis MSC Karanganyar, Kebumen?
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survey. Penelitian ini adalah penelitian populasi dengan subjeknya adalah para novis MSC Karanganyar Kebumen. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan skala gaya belajar. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif persentase.
Hasil analisis menunjukkan bahwa 20 novis (62,5%) memiliki dominasi gaya belajar visual, 7 novis (21,875%) memiliki dominasi gaya belajar kinestetik dan 5 novis (15,625%) memiliki dominasi gaya belajar auditorial, sehingga urutan dominasi gaya belajar para novis adalah visual-kinestetik-auditorial. Kecenderungan para novis memiliki dominasi gaya belajar visual disebabkan karena usia dan faktor pengalaman. Kecederungan dominasi gaya belajar visual ini juga akan mempengaruhi proses studi para novis di perguruan tinggi nanti (studi filsafat), karena metode belajar dan mengajar di perguruan tinggi lebih mengedepankan gaya belajar auditorial dan kinestetik. Berdasarkan kesimpulan itu maka disarankan agar para novis mulai berusaha melatih dan mengembangkan gaya belajar kinestetik dan auditorial mereka sendiri terutama mereka yang dominasi ke tiga gaya belajarnya masih kurang, agar nantinya mudah beradaptasi dengan iklim belajar di perguruan tinggi. Bagi para pembina disarankan memberikan bimbingan dan pendampingan bagi para novis dalam mengembangkan gaya belajarnya, khususnya gaya belajar yang penting bagi proses studi di perguruan tinggi dan juga dalam pembinaan selajutnya.
KARANGANYAR, KEBUMEN Paulus Tri Cahyo Sudaryanto
NIM : 051114035
Knowing and understanding learning styles are important factors for successful learning. This study aimed to know the learning styles of the Missionary of the Sacred Heart (MSC) novices in Karanganyar, Kebumen. The research problem was formulated as followed: What are the learning styles of the MSC novices in Karanganyar, Kebumen?
The study was a descriptive study and used survey method. The subjects of the study were the MSC novices in Karanganyar, Kebumen. The data was collected using a scale to reveal the learning styles of these subjects. The data obtained were analyzed using descriptive analysis by calculating the percentage.
The results indicated that 20 novices (62.5%) showed visual learning style preference, 7 novices (21.875%) showed kinesthetic learning style preference and 5 novices (15.625%) showed auditory learning style preference. Therefore, the preferred learning styles of the subjects were visual, kinesthetic, and auditory respectively. The visual learning style preference might be influenced by factors such as age and experiences of the subjects. The preferred learning style might affect these novices when they pursue philosophy in college later, considering that auditory and kinesthetic learning styles are used frequently in college level. Based on that conclusion, these novices are encouraged to start to train and develop kinesthetic and auditory learning styles, especially for those who have not showed any learning styles preference. This is needed in order to support adaptation when they study in the college later. The advisors of these novices are suggested to provide assistance to help these novices develop learning styles needed in the college and for further guidance needed.
Kasih, atas anugerahNya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Diucapkan terima kasih pula kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan yang sangat berharga secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terima kasih ditujukan kepada:
1. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si., sebagai Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. A. Setyandari, S.Pd., S.Psi., Psi., M.A., sebagai Sekretaris Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Br. Triyono, SJ, MSi., sebagai dosen pembimbing skripsi, yang dengan penuh kesabaran dan perhatian selalu memberi semangat, memberi masukan, mendampingi sekaligus mengarahkan dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Dosen penguji, Br. Triyono, SJ, MSi., Dra. Mj Retno Priyani, M.Si, Dr. Gendon Barus, M.Si.
5. Seluruh dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan ilmu dan pengalaman berharga yang sangat berguna bagi masa depan peneliti.
6. Sekretariat Program Studi Bimbingan dan Konseling atas layanan yang diberikan.
9. Pater Benedictus Estephanus Untu MSC, selaku Provinsial MSC periode 2011 dan seterusnya beserta dewannya yang masih memberikan dukungan kepada penulis melalui perhatian dan doa kepada penulis
10. Para Konfrater MSC Jawa Tengah yang telah setia memberikan dukungan, cinta dan doa kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
11. Pater Budi Santoso MSC, Pater J. Antono MSC, Pater Joachem Renrusun MSC, Pater George Tami MSC, Br J.Yanny MSC, Br Petrus MSC, Br Naris MSC sebagai Konfrater dalam komunitas yang telah memberikan dukungan, doa dan cinta serta kebaikan hati kepada sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik
12. Bruder Yos Dempal MSC selaku Kordinator Bruder MSC Indonesia, Bruder Maxi Dumanauw MSC dan Bruder Matias serta konfrater Komunitas Biara MSC dan Wisma Hati Kudus Purworejo yang telah mendukung dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 13. Pimpinan Novisiat MSC berserta staffnya yang mengizinkan penulis untuk
mengambil data penelitian sehingga skripsi ini dapat di selesaikan dengan baik.
MSC.
16. Teman-teman Seperjuangan di Prodi BK’05 (Beni S, Antonius Yudha, Marselus Gondu, Frediyanto HY, Sr Leo, Ana, Sisil, Helnike, Andreas Agam, Lucia Nurcahyaningsih, Veronika Desi S, Sr Ningrum, Sr mediatrik, Sr Meriam, Br Edy, Sendi L) atas canda-tawa, suka-duka, kerjasama, selama kuliah dan penyelesaian skripsi ini
17. Semua pihak yang banyak membantu selama menempuh kuliah dan menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan, khususnya dalam bidang Bimbingan dan Konseling. Kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini diterima dengan senang hati.
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...……… ii
HALAMAN PENGESAHAN……….……… iii
MOTO DAN HALAMAN PERSEMBAHAN...……… iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…….……… v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKAS……… vi
ABSTRAK………….……….. vii
ABSTRACT……… viii
KATA PENGANTAR..……… ix
DAFTAR ISI..………. xii
DAFTAR LAMPIRAN ..………..…..………… xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...…...……….1
B. Rumusan Masalah…..………..………6
C. Tujuan Penelitian……….………6
D. Manfaat Penelitian…..……..………...6
E. Defenisi Operasional……..………..7
BAB II KAJIAN TEORI A. Gaya Belajar 1. Pengertian Gaya Belajar…….………..………..8
2. Gaya Belajar Adalah Gaya Hidup………...……..………9
3. Jenis-jenis Gaya Belajar…..…….………..………....9
A. Jenis Penelitian…………..………20
B. Subjek Penelitian……….. 21
C. Instrumen Penelitian 1. Skala Gaya Belajar………..21
2. Validitas Instrumen……….24
3. Daya Beda Item………..25
4. Reliabilitas Instrumen……….28
5. Metode Analisis………..30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Secara Umum………...36
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Tingkat Gaya Belajar Para Novis………...36
2. Gaya Belajar Dominan Para Novis……….43
3. Implikasi Hasil Penelitian………...47
4. Topik-topik Bimbingan………..49
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………...………53
B. Saran………...………..54
DAFTAR PUSTAKA……..………56
Lampiran 2: Surat Ijin Uji Coba Penelitian…………..………68
Lampiran 3: Kuesioner Uji Coba………..………...69
Lampiran 4: Hasil uji Coba………..………74
Lampiran 5: Surat Ijin Penelitian……….78
Lampiran 6: Kuesioner Penelitian………..………...79
Lampiran 7: Hasil Penelitian………..………..82
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belajar merupakan suatu keharusan bagi setiap insan manusia. Inti dari
belajar adalah berubah dan berkembang. Dengan belajar, seseorang dapat
berkembang dan meningkatkan atau menaikkan derajat hidupnya. Dengan
belajar, manusia dapat berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak
mengerti menjadi mengerti.
Dalam kehidupan sehari-hari seorang pembelajar, untuk berubah dari
tidak tahu menjadi tahu bukanlah perkara mudah. Untuk itu seorang
pembelajar membutuhkan cara-cara yang tepat dan efektif agar informasi
mudah diserap dan diolah. Setiap orang tentu saja berbeda-beda dalam cara
untuk menyerap dan mengolah informasi tersebut. Dengan kata lain, setiap
orang memiliki gaya belajar yang berbeda-beda.
Sarasin (Sugiharto dkk, 2007) mendefinisikan gaya belajar sebagai
pola perilaku yang spesifik dalam menerima informasi baru dan
mengembangkan ketrampilan baru serta proses menyimpan informasi dan
ketrampilan baru. Artinya, gaya belajar itu bukan sekedar perilaku untuk
menyimpan dan mengolah informasi, tetapi sekaligus cara untuk
mengembangkan sebuah ketrampilan baru dan menyimpan ketrampilan baru
Sebuah penelitian dari para pakar Pemrograman Neuro-Linguistik
seperti, Richard Bandler, John Grinder, dan Michael Grinder telah
mengidentifikasi tiga gaya belajar. Ketiga gaya belajar itu adalah gaya visual,
auditorial, dan kinestetik. Gaya belajar visual berarti belajar dengan melihat
sesuatu, auditori berarti belajar dengan mendengar sesuatu, sedang gaya
belajar kinestetik berarti belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan
langsung (DePorter dkk, 2010). Ketiga gaya belajar hasil penelitian mereka ini
yang kemudian menjadi acuan bagi banyak pakar dan ahli dalam bidang
pendidikan di seluruh dunia dalam menerapkan cara dan metode yang tepat
dalam belajar dan mengajar di institusi pendidikan.
Pentingnya gaya belajar ini juga didengungkan oleh Bobbi DePorter,
pendiri Learning Forum, SuperCamp dan penulis buku Quantum Learning dan Quantum Teaching. Bahkan, bersama rekan-rekannya ia mengembangkan
sebuah alat ukur untuk mengukur gaya belajar berdasarkan hasil penelitian
dari Bandler dan Grinder. Terbukti, siswa-siswa di SuperCamp, sekolah yang
didirikan oleh Bobbi DePorter, mengalami perkembangan yang pesat dalam
belajar (DePorter dkk, 2008)
Ketiga gaya belajar yaitu visual, auditorial dan kinestetik pada
dasarnya dimiliki oleh setiap individu namun ada salah satu yang lebih
dominan (DePorter, 2008). Setiap individu mempunyai kecenderungan pada
satu gaya belajar namun ada pula yang cenderung seimbang antara gaya
belajar yang satu dengan yang lainnya. Situasi atau kondisi rupanya
memilki gaya belajar tertentu yang dominan digunakan dalam berbagai situasi,
sehingga kurang menggunakan gaya belajar yang lain. Namun sebagian orang
yang lain mungkin menggunakan gaya berbeda untuk situasi yang berbeda.
Tidak ada gaya belajar yang lebih baik dibandingkan yang lain. Satu gaya
belajar mungkin lebih efektif atau kurang efektif dalam suatu situasi tertentu
(Sugihartono, dkk, 2007). Hal ini ditegaskan kembali oleh Markova (dalam
DePorter, 2008) bahwa orang tidak hanya cenderung pada salah satu gaya
belajar, mereka juga memanfaatkan gaya belajar lain yang memberi mereka
bakat dan kekurangan alami tertentu.
Mengetahui dan memahami gaya belajar bagi seorang pelajar
sangatlah penting demi keberhasilan belajar. Jika seorang pelajar akrab
dengan gaya belajarnya sendiri, ia akan dapat mengambil langkah-langkah
penting untuk membantu dirinya belajar lebih cepat dan mudah. Mengetahui
gaya belajar sendiri tentunya akan membuat seorang pelajar menjadi lebih
optimal dalam mengembangkan potensi belajarnya. Disamping itu gaya
belajar merupakan bagian dari gaya hidup seseorang.
Novisiat MSC, Karanganyar merupakan tempat pembinaan rohani bagi
para biarawan muda atau novis yang baru bergabung dengan tarekat MSC.
Para novis ini melakukan proses belajar tentang kehidupan rohani dan spiritual
dari tarekat MSC. Semangat dan kemauan belajar ini perlu ditanamkan dalam
diri para novis sebagaimana yang ditulis oleh Pater pendiri tarekat ini bahwa
mereka yang masuk tarekat ini harus rela menerima bahwa orang lain
tidak membiarkan diri mereka dikalahkan dalam hal ketaatan dan saling
mengasihi dan kemauan untuk belajar dalam hidup (Bovenmars, 1970)
Selama di novisiat, para novis menerima materi-materi pembinaan
yang khas dari para pembina novis. Materi-materi itu selanjutnya harus ia
pelajari sendiri secara mandiri. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman
penulis, setiap novis memiliki cara-cara sendiri dalam mempelajari materi
pembinaan yang ia terima. Ada novis yang memilih belajar dalam ketenangan,
ada juga yang belajar sambil mendengarkan musik. Tetapi ada novis yang
menggunakan waktu belajar untuk kerja yang lain atau berbincang-bincang
dengan sesama novis yang lain. Ada juga novis yang suka menunda-nunda
dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan saat belajar, tidur pada saat
jam belajar. Bahkan ada novis yang sama sekali tidak punya buku yang bisa
dibaca di kamarnya. Padahal, pengalaman belajar dibutuhkan mereka untuk
kemudian dapat melanjutkan pembinaan dan pendidikan berikutnya, yaitu
studi filsafat dan teologi yang tentunya tidak mudah, begitu juga dalam
pembinaan kehidupan di skolastikat untuk bisa belajar menghidupi sebagai
seorang frater yang kelak menjadi seorang imam maupun bruder.
Pengalaman yang terjadi membuktikan bahwa para frater yang studi
filsafat setelah dari novisiat, pada tahun-tahun pertama pendidikan filsafat
mendapat nilai rendah dalam studinya dan pada masa novisiat belum
menerapkan belajarnya dengan baik. Menurut hemat penulis ada beberapa
faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Pertama, hal ini terjadi karena
Para frater cenderung menganggap masa novisiat adalah masa untuk sejenak
beristirahat dari belajar keras yang mereka alami selama masa sekolah
menengah. Kedua, hal ini terjadi karena keterkejutan para frater tingkat awal
dalam mengikuti metode perkuliahan filsafat yang berbeda dengan metode
belajar di sekolah menengah. Susilo (2006) mengatakan bahwa di SMA siswa
lebih cenderung sebagai penerima bahah-bahan pelajaran dari guru, sebaliknya
di perguruan tinggi mahasiswa diharapkan lebih bersikap aktif dalam
pengembangan materi kuliah yang diberikan dosen. Tentu saja menghadapi
metode yang berbeda ini, diperlukan proses adaptasi yang tidak mudah bagi
para frater, khususnya para frater tingkat awal.
Penulis beranggapan bahwa faktor-faktor penyebab penurunan nilai
akademik seperti yang disebut di atas bukanlah faktor penyebab utama.
Menurut hemat penulis, faktor penyebab utama kegagalan prestasi tersebut
terletak pada cara para frater menerapkan cara belajar yang mudah dan tepat
bagi dirinya. Dengan kata lain, para frater belum mengerti, memahami dan
mengenal gaya belajar yang cocok dengan dirinya.
Berdasarkan gambaran singkat di atas, penulis berkeinginan untuk
meneliti gaya belajar dari para novis MSC di Novisiat Karanganyar. Alasan
memilih novisiat sebagai subjek penelitian adalah agar para novis bisa
mengenal dan memahami gaya belajarnya masing-masing sedini mungkin,
sebelum nantinya mereka memasuki masa studi filsafat dan teologi.
Di novisiat, para novis memiliki pembimbing dan pembina rohaninya
pembimbingan yang menyeluruh dan menyentuh semua aspek perkembangan
para novis. Salah satu bimbingan yang dapat diberikan adalah bimbingan
belajar. Untuk itu kiranya pembina dan pembimbing perlu memiliki
pengetahuan yang memadai mengenai belajar, terkhusus gaya belajar.
Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul
skripsi “Gaya belajar para novis MSC dan implikasinya pada layanan
bimbingan belajar di Novisiat MSC Karanganyar, Kebumen”
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana gaya belajar para novis MSC Karanganyar, Kebumen?
2. Topik-topik program bimbingan apa saja yang sesuai bagi para novis
MSC Karanganyar, Kebumen?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gaya belajar para novis MSC
Karanganyar, Kebumen, serta implikasinya terhadap layanan bimbingan
belajar.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi pembina di novisiat
Dapat membantu para pembina dalam proses pembinaan bagi para novis,
khususnya dalam bidang gaya belajar.
2. Bagi para novis
Dapat membantu para novis mengerti, memahami dan mengenal gaya
3. Bagi peneliti
Penelitian ini berguna bagi peneliti untuk mengembangkan kemampuan
dalam melakukan penelitian dan mengembangkan sikap-sikap ilmiah
sebagai mahasiswa.
E. Definisi Operasional
Gaya belajar adalah cara yang digunakan untuk mempermudah proses
belajar seseorang. Ada tiga cara atau jenis gaya belajar yaitu visual, auditorial
dan kinestetik. Ketiga cara atau jenis gaya itu dipengaruhi oleh enam perilaku
yang mencerminkan ada tidaknya jenis gaya belajar dalam diri seseorang
yaitu: pola bicara, pola mengingat, cara belajar, cara bekerja, cara
berkomunikasi, dan kegiatan yang disukai. Semuanya akan diungkap tingkat
dan dominasinya dengan skala gaya belajar sehingga didapat kategori tingkat
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Gaya Belajar
1. Pengertian Gaya Belajar
Belajar merupakan proses internal yang biasanya diukur melalui
perilaku. Adanya perbedaan kognitif, afektif, maupun psikomotor dalam diri
masing-masing individu memengaruhi pilihan belajar mereka yang kemudian
muncul dalam bentuk perbedaan gaya belajar.
Gaya belajar adalah cara yang cenderung dipilih seseorang untuk
menerima informasi dari lingkungan dan memproses informasi tersebut
(Susilo, 2006). Menurut Sarasin (Sugiharto dkk, 2007) gaya belajar adalah
pola perilaku spesifik dalam menerima informasi baru dan mengembangkan
ketrampilan baru, serta proses menyimpan informasi atau ketrampilan baru.
Sedangkan menurut Keefe (dalam Sugiharto dkk, 2007) gaya belajar
berhubungan dengan cara seseorang belajar, serta cara belajar yang disukai.
DePorter dan Hernacki (2010) mengartikan gaya belajar sebagai
kombinasi cara seseorang menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah
informasi. Menurut Dunn dan Dunn (dalam Prashnig, 2007) gaya belajar
adalah cara manusia mulai berkonsentrasi, menyerap, memproses, dan
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya
belajar merupakan cara seseorang yang ditunjukkan dalam perilaku spesifik
dalam menerima, menyimpan, serta mengolah informasi serta suatu
ketrampilan baru. Cara ini tentu saja berbeda-beda pada setiap orang, karena
cara yang ia lakukan untuk menyerap, menyimpan dan mengolah informasi
serta ketrampilan baru tersebut akan berdampak pada efektivitas
pembelajarannya.
2. Gaya Belajar adalah Gaya Hidup
Gaya belajar adalah gaya hidup. Prashnig (2007) mengatakan bahwa
perbedaan dalam kegiatan belajar, mengajar, bekerja, berkomunikasi, tidak
berakhir sampai disitu. Perbedaan gaya jauh melebihi semua hal itu. Lebih
tepat dikatakan bahwa gaya belajar dan bekerja bukan terbatas disitu saja
melainkan benar-benar merupakan gaya hidup kita.
Menurut Suratno dan Rismiati (2001, p. 174) gaya hidup seseorang dalam dunia kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan
pendapat yang bersangkutan. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan pribadi
yang berinteraksi dengan lingkungan. dari pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa gaya belajar merupakan bagian dari gaya hidup.
3. Jenis-jenis Gaya Belajar
Perbedaan gaya belajar menunjukkan cara tercepat dan terbaik bagi
setiap individu untuk bisa menyerap sebuah informasi dari luar dirinya.
Karena itu sangat penting bagi setiap individu untuk dapat mengenal dan
Terdapat beberapa jenis gaya belajar menurut beberapa ahli yang
berbeda. Jenis-jenis gaya belajar yang paling banyak dipelajari dan
didiskusikan adalah jenis-jenis gaya belajar yang dikembangkan oleh Bandler
dan Grinder. Bandler dan Grinder (DePorter dkk, 2010) membagi gaya
belajar menjadi tiga jenis atau tiga gaya belajar yaitu :
a. Visual
Gaya belajar ini mengakses citra visual, yang diciptakan maupun
diingat. Warna, hubungan ruang, potret mental, dan gambar menonjol
dalam modalitas ini. Seseorang yang sangat visual bercirikan sebagai
berikut :
1) rapi dan teratur
2) berbicara dengan cepat
3) perencana dan pengatur jangka panjang yang baik
4) teliti terhadap detail
5) mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun
presentasi
6) pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya
dalam pikiran mereka
7) mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar
8) mengingat dengan asosiasi visual
10) mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika
ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya
11) pembaca cepat dan tekun
12) lebih suka membaca daripada dibacakan
13) membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan
bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang
suatu masalah atau proyek
14) mencoret-coret tanpa arti selama berbicara melalui telepon dan
dalam rapat
15) lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain
16) sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak
17) lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato
18) lebih suka seni daripada musik
19) seringkali mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi tidak
pandai memilih kata-kata
20) kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin
memperhatikan
b. Auditorial
Gaya belajar auditorial mengakses segala jenis bunyi dan kata;
diciptakan maupun diingat. Musik, nada, irama, rima, dialog internal, dan
suara menonjol disini. Seseorang yang memiliki gaya belajar auditorial
dapat dicirikan sebagai berikut :
2) mudah terganggu oleh keributan
3) menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku
ketika membaca
4) senang membaca dengan keras dan mendengarkan
5) dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna
suara
6) merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita
7) berbicara dalam irama yang terpola
8) biasanya pembicara yang fasih
9) lebih suka musik daripada seni
10) belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang
didiskusikan daripada apa yang dilihat
11) suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang
lebar
12) mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan
visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu
sama lain
13) lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
14) lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
c. Kinestetik
Gaya belajar ini mengakses segala jenis gerak dan emosi;
emosional, dan kenyamanan fisik menonjol di sini. Seseorang yang sangat
kinestetik dapat dicirikan sebagai berikut:
1) berbicara dengan perlahan
2) menanggapi perhatian fisik
3) menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka
4) berdiri dekat ketika berbicara dengan orang
5) selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak
6) mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar
7) belajar dengan cara memanipulasi dan praktik
8) menghafal dengan berjalan dan melihat
9) menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca
10) banyak menggunakan isyarat tubuh
11) tidak dapat duduk diam untuk waktu yang lama
12) tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang telah
pernah berada di tempat itu
13) menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
14) menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot; mereka
mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
15) kemungkinan tulisannya jelek
16) ingin melakukan segala sesuatu
2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Gaya Belajar
Menurut Susilo (2007) gaya belajar setiap orang dipengaruhi oleh
faktor alamiah (pembawaan) dan faktor lingkungan. Jadi ada hal-hal tertentu
yang tidak dapat diubah dalam diri seseorang bahkan dengan latihan
sekalipun, tetapi ada juga hal-hal yang dapat dilatihkan dan disesuaikan
dengan lingkungan yang terkadang justru tidak dapat diubah.
Pendapat yang kurang lebih sama dikemukakan oleh Muhibbinsyah
(Sugiharto dkk, 2007) yang membagi faktor-faktor yang mempengaruhi gaya
belajar menjadi 3 macam, yaitu :
a. Faktor Internal
Faktor internal ini meliputi faktor jasmaniah dan faktor
psikologis. Faktor jasmaniah meliputi kesehatan jasmaniah. Kesehatan
jasmaniah yang baik memungkinkan seorang pembelajar melakukan
aktivitas belajar secara optimal, dan mengupayakan cara-cara belajarnya
secara optimal pula.
Faktor psikologis yang meliputi, intelegensi, bakat, minat, dan
motivasi.
1) Inteligensi
Kenyataan menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki
inteligensi tinggi mudah untuk mempelajari sesuatu. Sebaliknya, orang
yang memiliki inteligensi rendah cenderung kesulitan untuk
mempelajari sesuatu. Hal ini tentu saja berpengaruh pada cara belajar
seseorang dengan kemampuan intelegensi yang tinggi berbeda dengan
cara belajar dari mereka yang memiliki inteligensi yang rendah.
2) Minat
Minat mempengaruhi corak perbuatan yang akan diperlihatkan
seseorang. Sekalipun seseorang itu mampu mempelajari sesuatu, tetapi
jika tidak memiliki minat, maka ia tidak akan bisa mengikuti proses
belajar dengan baik. Minat juga mempengaruhi cara belajar seseorang.
Seseorang akan cenderung menggunakan cara-cara belajar yang sesuai
dengan minatnya.
3) Bakat
Bakat pada diri setiap individu itu berbeda-beda. Perbedaan
bakat ini menyebabkan cara menyerap informasi tentang sesuatu pun
berbeda-beda. Seseorang yang berbakat sepak bola akan belajar cara
yang berbeda dengan mereka yang lebih menyukai hal-hal yang
ilmiah.
4) Motivasi
Motivasi adalah keadaan internal yang mendorong seseorang
untuk berbuat sesuatu. Karena belajar merupakan proses yang timbul
dari dalam, faktor motivasi memegang peranan yang penting.
Kekurangan atau ketiadaan motivasi akan menyebabkan kurang
bersemangatnya individu dalam melakukan proses belajar dan
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal meliputi kondisi lingkungan di sekitar siswa
seperti keluarga, sekolah dan masyarakat.
1) Keluarga
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam
kehidupan seseorang tempat ia belajar menyatakan dirinya sebagai
manusia. Sebagai tempat pertama ia belajar, keluarga berperan penting
dalam membentuk seorang individu menjadi seorang pelajar dalam
hidup. Cara-cara ia belajar, sedikit banyak juga dibentuk dalam
keluarganya.
2) Sekolah
Dalam sekolah, guru menjadi kunci utama seorang pelajar
dapat belajar. Sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya
pengetahuan guru dan bagaimana cara mengajar guru turut
menentukan siswa mengembangkan cara belajar yang tepat bagi dia
demi hasil belajar yang terbaik.
3) Masyarakat
Masyarakat tempat seorang individu itu hidup sedikit banyak
juga mempengaruhi bagaimana individu itu belajar. Jika masyarakat
itu adalah masyarakat yang peduli pada masalah belajar, individu akan
terbantu dalam belajarnya. Demikian juga ia akan dengan mudah
mengakses cara-cara belajar yang tepat bagi dirinya, jika lingkungan
B. Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar atau bimbingan akademik menurut Winkel dan
Hastuti (2004) adalah bimbingan dalam hal menemukan cara belajar yang
tepat, dalam memilih program studi yang sesuai, dan dalam mengatasi
kesukaran yang timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan belajar di sebuah
institusi pendidikan.
Lebih lanjut, Winkel dan Hastuti mengatakan bahwa suatu program
bimbingan belajar akademik akan memuat unsur-unsur sebagai berikut :
1) Orientasi kepada siswa dan mahasiswa baru tentang tujuan
institusional, isi kurikulum, struktur organisasi sekolah, prosedur
belajar yang tepat, dan penyesuaian diri dengan corak pendidikan di
sekolah yang bersangkutan.
2) Penyadaran kembali secara berkala tentang cara belajar yang tepat
selama mengikuti pelajaran di sekolah dan selama belajar di rumah,
secara individual atau secara kelompok. Memang, bila siswa dan
mahasiswa tahu akan cara belajar yang tepat, itu belum menjamin
pelaksanaannya. Namun, banyak pelajar dan mahasiswa kelihatan
mudah hanyut oleh suasana kehidupan yang kurang menguntungkan
bagi belajar secara disiplin.
3) Bantuan dalam hal memilih program studi yang sesuai, memilih
beraneka ragam kegiatan non-akademik yang menunjang usaha
belajar, dan memilih program studi lanjutan di tingkat pendidikan yang
perencanaan karier dimasa depan. Bantuan ini mencakup pula
penyebaran informasi tentang variasi program studi yang tersedia
misalnya di jenjang pendidikan tinggi.
4) Pengumpulan data tentang siswa mengenai kemampuan intelektual,
bakat khusus, arah minat, serta cita-cita hidup, dan pengumpulan data
tentang program studi di perguruan tinggi yang tersedia dalam bentuk
brosur, buku pedoman baru, kliping iklan surat kabar, dan sebagainya.
Khususnya tenaga bimbingan di SMA harus mengumpulkan data
sebanyak mungkin dan sekonkret mungkin tentang perguruan tinggi,
terlebih-lebih yang terletak di rayon yang sama dengan SMA yang
bersangkutan, seperti jenuhnya jurusan/program studi tertentu, status
institusi perguruan tinggi swasta, mendapat akreditasi atau tidak,
mahal murahnya tes seleksi masuk, serta data yang lain yang tidak
tertulis. Data yang terkumpul ini akan sangat dibutuhkan dalam
memberikan bantuan kepada peserta didik.
5) Bantuan dalam hal mengatasi beraneka kesulitan belajar, seperti
kurang mampu menyusun dan menaati jadwal belajar di rumah, kurang
siap menghadapi ujian dan ulangan, kurang dapat berkonsentrasi,
kurang menguasai cara belajar yang tepat pada bidang studi,
menghadapi keadaan rumah yang mempersulit belajar secara rutin, dan
lain sebagainya. Maka, tenaga bimbingan harus mempunyai
pengetahuan yang luas tentang seluk beluk belajar, termasuk
6) Bantuan dalam hal membentuk berbagai kelompok belajar, dan
mengatur seluruh kegiatan belajar kelompok, supaya berjalan efisien
dan efektif.
C. Hubungan antara Gaya Belajar dan Bimbingan Belajar
Gaya belajar secara sederhana dapat dikatakan sebagai cara belajar
yang digunakan untuk mempermudah proses belajar (Susilo, 2007). Itu berarti
seorang anak atau peserta didik akan menggunakan cara-cara tertentu untuk
membantunya menangkap dan mengerti suatu materi pelajaran atau informasi.
Keunikan yang ada dalam diri setiap orang menyebabkan adanya perbedaan
juga dalam cara belajarnya.
Tetapi terkadang, individu pelajar atau siswa yang sedang belajar
tidak mengerti dan memahami bagaimana cara belajar yang tepat untuk
dirinya. Ada juga siswa atau pelajar yang malah mengikuti cara belajar siswa
lain yang mungkin tidak sesuai dengan dirinya. Tentu saja hal ini akan
menimbulkan masalah bagi para siswa tersebut. Cara belajar yang tidak tepat
bagi dirinya akan berdampak pada hasil belajar yang tidak optimal.
Bimbingan belajar merupakan sarana yang tepat untuk membantu
masalah-masalah siswa khususnya dalam menemukan cara belajar yang tepat
bagi dirinya. Winkel dan Hastuti (Winkel, 2004) dengan sangat jelas
mengemukakan bahwa unsur-unsur penting dari bimbingan belajar antara lain
adalah penyadaran tentang cara belajar yang tepat, dan memberikan bantuan
dalam hal mengatasi kesulitan belajar seperti kurang mampu menguasai cara
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam pelaksanaan penelitian, untuk dapat memperoleh hasil yang optimal
maka suatu penelitian ilmiah harus mendasarkan pada metode yang dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
dalam bab ini akan dibahas hal-hal sebagai berikut : jenis penelitian, subjek
penelitian, instrumen penelitian, validitas dan reliabilitas instrumen dan metode
analisis data.
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei.
Penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah
yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau
objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya (Nawawi, 1985). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
melukiskan variabel atau kondisi “apa yang ada” dalam suatu situasi (Furchan,
2007).
Metode survei memberikan kita sebuah metodologi untuk meminta
orang agar memberitahu kita mengenai diri mereka (Cozby, 2009). Survei
biasanya dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara untuk
B. Subjek Penelitian
Menurut Hadjar (1996) subjek penelitian adalah individu yang ikut
serta dalam penelitian, sebagai sumber data. Subjek penelitian ini adalah para
novis MSC, Karanganyar Kebumen yang berjumlah 32 orang. Oleh karena itu
penelitian ini adalah penelitian populasi.
Alasan peneliti memilih para novis MSC sebagai subjek penelitian
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
1. Peneliti memiliki hubungan yang dekat dengan tarekat MSC,
karena penulis sendiri adalah seorang biarawan dari tarekat ini.
2. Peneliti menganggap para novis menjadi subjek penelitian yang
tepat untuk penelitian mengenai gaya belajar. Peneliti berharap
dengan adanya penelitian ini, para novis bisa mengerti, memahami
dan mengenal gaya belajarnya sejak masih di novisiat, agar
nantinya tidak mengalami kesulitan dalam belajar ketika telah
menempuh studi filsafat dan teologi.
C. Instrumen Penelitian
1. Skala Gaya Belajar
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa skala gaya
belajar yang disusun sendiri oleh peneliti. Penyusunan skala ini mengacu
pada teori yang dikemukakan DePorter dan Hernacki (2010) yang
mengatakan bahwa gaya belajar terdiri dari 3 tipe, yaitu tipe visual,
auditorial, dan kinestetik. Skala gaya belajar ini terdiri dari sejumlah
sama dengan indikator yang sama. Indikator itu berupa perilaku-perilaku
yang dikategorikan dalam 6 kelompok perilaku yaitu : pola berbicara, pola
mengingat, cara belajar, cara berkomunikasi, cara bekerja, dan kegiatan
yang disukai.
Format yang digunakan dalam skala ini adalah format respon
berupa persetujuan terhadap perilaku yang diungkap dalam setiap
pertanyaan. Format itu menjadi acuan untuk melihat gaya belajar dari para
novis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kisi-kisi dalam bentuk tabel
Tabel 1
Kisi-kisi Skala Gaya Belajar Sebelum Uji coba
Alternatif jawaban pada skala ini mengacu pada prinsip-prinsip
skala Likert yang kemudian dimodifikasi oleh penulis, yang terdiri dari
empat alternatif, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS),
dan Sangat Tidak Setuju (STS). Modifikasi dilakukan dengan alasan untuk
menghilangkan kelemahan yang dikandung oleh skala lima tingkat. Dalam
skala lima, kategori netral mempunyai arti ganda. Arti netral itu berarti
belum dapat memutuskan atau ragu-ragu. Tersedia jawaban di tengah juga
menimbulkan kecenderungan jawaban netral terutama bagi mereka yang
ragu-ragu atas kecenderungan jawabannya (Hadi, 2000). Penentuan skor
untuk jawaban pada item adalah Sangat Setuju = 4, Setuju = 3, Tidak
Setuju = 2, Sangat Tidak setuju = 1.
Subjek diminta untuk memilih satu dari empat alternatif jawaban
yang disediakan peneliti pada setiap pertanyaan, dengan cara memberi
tanda centang (√) pada kolom alternatif jawaban. Setelah jawaban-jawaban
tersebut diberi skor, skor-skor yang diperoleh pada setiap jawaban
pernyataan akan diakumulasi guna mengungkap gaya belajar mereka.
2. Validitas Instrumen
Sukardi (2003: 121) mengartikan validitas sebagai derajat yang
menunjukkan di mana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur. Suatu
tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang
tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan
hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut
Uji validitas yang diterapkan pada alat ukur dalam penelitian ini
adalah validitas isi. Validitas isi menunjuk pada sejauh mana instrumen
tersebut mencerminkan isi yang dikehendaki (Furchan, 2007: 295). Secara
teknis, pengujian validitas isi dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi
instrumen (Sugiyono, 2008: 182). Kisi-kisi instrumen ini disusun sendiri
oleh peneliti atau penyusun. Kisi-kisi ini memuat aspek atau unsur-unsur
variabel, indikator serta item-item. Pertanyaan yang dicari jawabannya
dalam validitas ini adalah “sejauhmana item-item dalam tes mencakup
keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur” atau “sejauhmana isi
tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur” (Azwar, 2009: 45).
Jawaban terhadap pertanyaan ini dilakukakan melalui analisis rasional
dengan mengkonsultasikannya pada sejumlah ahli yang memang
berkompeten. Dalam penelitian ini, peneliti meminta saran ahli yaitu dosen
pembimbing skripsi serta seorang ahli lain yaitu Bapak Dr. Gendon Barus,
M.Si yang mengetahui tentang gaya belajar.
3. Daya Beda Item
Daya beda item adalah sejauh mana item mampu membedakan
antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki
atribut yang diukur (Azwar, 2007). Dalam penelitian ini, item yang berdaya
beda tinggi adalah item yang mampu membedakan subjek yang memiliki
dengan tinggi jenis gaya belajar tertentu dan subjek yang memiliki jenis
Pengujian daya beda item dilakukan dengan komputasi koefisien
korelasi antara distribusi skor item dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu
distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien
korelasi item total yang dikenal dengan parameter daya beda item. Untuk
komputasi koefisien korelasi item total digunakan korelasi Product Moment
dari Pearson (Azwar, 2007), yaitu :
( )(
)
Penentuan kesahihan item didasarkan pada korelasi item total
dengan batasan semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30
daya pembedanya dianggap memuaskan, sedangkan item yang koefisien
korelasinya kurang dari 0,30 daya pembedanya rendah (Azwar, 2007).
Namun, jika ternyata item yang sahih kurang dari yang diharapkan, maka
batasan koefisien korelasi itu bisa diturunkan. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan batasan koefisien korelasi 0,25. Dari 96 item yang telah
diujicobakan, terdapat 46 item yang memiliki koefisien korelasi item total ≥
0,25. Rekapitulasi distribusi item skala gaya belajar setelah ujicoba
Tabel 2
Kisi-kisi Skala Gaya belajar setelah ujicoba
4. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas suatu alat pengukur adalah derajat keajegan alat tersebut
dalam mengukur apa saja yang diukurnya (Furchan, 2007). Reliabilitas
sebenarnya mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang
mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2007).
Reliabilitas dinyatakan dalam koefisien reliabilitas ( ' xx
r ) yang
angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai 1,00. Semakin tinggi
koefisien reliabilitas dan mendekati angka 1,00 maka semakin tinggi
reliabilitasnya. Pada umumnya, reliabilitas dianggap memuaskan jika
koefisiennya mencapai minimal ' xx
r = 0,900. Sebagai acuannya bisa dilihat
dari tabel berikut ini (Masidjo, 1995):
Tabel 3
Acuan Koefisien reliabilitas
Koefisien Reliabilitas Kualifikasi
0,91-1,00 Sangat Tinggi
0,71-0,90 Tinggi 0,41-0,70 Cukup 0,21-0,40 Rendah
Negatif-0,20 Sangat Rendah
Pengujian tingkat reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini ditempuh
dengan metode Alpha Cronbach. Rumus Alpha Cronbach tersebut adalah
sebagai berikut :
Keterangan :
Penghitungan reliabilitas skala gaya belajar para novis MSC dengan
menggunakan teknik Alpha Cronbach menghasilkah angka 0,818. Angka
tersebut menunjukkan bahwa reliabilitas skala gaya belajar dalam
penelitian ini termasuk tinggi dan dapat diandalkan untuk pengambilan data
penelitian.
Nomor item pernyataan (40 item) selanjutnya akan diubah untuk
membedakan penyebarannya dari ujicoba skala dan peneliti juga membuat
kode dari item-item tersebut untuk pengolahan data penelitian selanjutnya.
Tabel 4 Skala Gaya belajar
Gaya belajar Indikator No Item Total
Visual a. Pola bicara 5 1
5. Metode Analisis Data
Langkah-langkah yang ditempuh penulis untuk menganalisis data
penelitian gaya belajar para novis MSC adalah sebagai berikut :
a. Membagi item menjadi tiga kelompok besar. Item gaya belajar visual
berjumlah 11 item, item gaya belajar auditorial berjumlah 14 item
dan item gaya belajar kinestetik berjumlah 15 item. Setelah
pembagian, langkah selanjutnya adalah menghitung skor untuk
masing-masing subjek pada setiap gaya belajarnya.
b. Analisis stastistik deskriptif
Kepada para novis diberikan 40 pernyataan yang terdiri dari 11
pernyataan gaya belajar visual, 14 pernyataan gaya belajar auditorial
dan 15 pernyataaan gaya belajar kinestetik. Dari
pernyataan-pernyataan tersebut akan didapat skor-skor subjek. Skor-skor ini akan
dikategorisasikan sesuai norma yang telah ditentukan peneliti.
Pengkategorisasian disusun berdasarkan model PAP tipe 1 (Masidjo,
1995: 153).
Model PAP tipe 1 membagi tingkat gaya belajar menjadi lima
kategori seperti tertera pada tabel berikut ini:
Tabel 5
Norma kategorisasi tingkat gaya belajar para novis MSC
Persentase Skor Kategori
90% - 100% Sangat tinggi
80% - 89% Tinggi
65% - 79% Sedang
55% - 64% Rendah
Dibawah 55% Sangat rendah
Berdasarkan norma kategorisasi ini, maka untuk setiap gaya
belajar norma kategorisasinya akan menjadi seperti berikut:
1) Gaya belajar visual
Norma kategorisasi gaya belajar visual dapat dilihat pada tabel
Tabel 6
Norma kategorisasi gaya belajar visual para novis MSC
Norma Skor Pembulatan
skor Dibawah 55% Dibawah 24,2 Dibawah 25 Sangat rendah
2) Gaya belajar auditorial
Norma kategorisasi gaya belajar auditorial dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 7
Norma kategorisasi gaya belajar auditorial para novis MSC
Norma Skor Pembulatan
skor Dibawah 55% Dibawah 30,8 Dibawah 31 Sangat rendah
3) Gaya belajar kinestetik
Norma kategorisasi gaya belajar kinestetik dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 8
Norma kategorisasi gaya belajar kinestetik para novis MSC
Norma Skor Pembulatan
c. Dominasi gaya belajar
Penentuan gaya belajar dominan tiap novis dilakukan dengan
membandingkan persentase skor dari setiap gaya belajar. Persentase
skor ini merupakan hasil konversi/pengubahan dari skor hitung
penelitian yang digunakan dalam penentuan kategorisasi skor
menggunakan PAP tipe 1. Jika persentase skor salah satu gaya
belajar lebih besar dari persentase skor gaya belajar yang lain, maka
subjek dikatakan didominasi oleh gaya belajar dengan persentase skor
terbesar tersebut.
d. Kategorisasi skor item dalam skala
Kategorisasi skor dari setiap item dalam skala penelitian
dilakukan untuk mendapatkan item-item skala yang dijadikan dasar
penyusunan usulan topik-topik program program bimbingan bagi
para novis MSC. Kategorisasi skor tiap item skala adalah
berdasarkan distribusi normal dengan kontinum jenjang yang
berpedoman pada Azwar (1999:108), yaitu sangat rendah, rendah,
sedang, tinggi dan sangat tinggi. Norma kategorisasi untuk item-item
skala adalah sebagai berikut:
Xitem ≤ µ-1,5σ kategori sangat rendah
µ-1,5σ < Xitem ≤ µ-0,5σ kategori rendah
µ-0,5σ < Xitem ≤ µ+0,5σ kategori sedang
µ+1,5σ < Xitem kategori sangat tinggi
Keterangan:
Xitem maksimum teoretik : skor tertinggi yang mungkin
dicapai item dalam skala
Xitem minimum teoretik : skor terendah yang mungkin
dicapai item dalam skala
σ (item teoretik) : standard deviasi teoretik yaitu
luas jarak rentangan yang
dibagi dalam 6 satuan deviasi
sebaran
µ (item teoretik) : mean teoretik, yaitu rata-rata
teoretis dari Xitem maksimum
teoretik dan Xitem minimum
teoretik
Kategorisasi tersebut diterapkan sebagai norma/patokan
dalam pengelompokan skor item. Kategorisasi tinggi rendah skor
olah item-item secara keseluruhan dalam penelitian ini (dengan N =
32), diperoleh dengan penggolongan melalui perhitungan sebagai
berikut:
Xitem maksimum teoretik : 32 x 4 = 128
Xitem minimum teoretik : 32 x 1 = 32
Range : 128 – 32 = 96
µ (item teoretik) : (128 + 32) : 2 = 80
Penentuan kategorisasi skor item dapat dilihat dalam tabel
sebagai berikut:
Tabel 9
Norma kategorisasi skor item skala Gaya Belajar Para Novis
Perhitungan Skor Kategori
Xitem ≤ µ-1,5σ
Xitem≤ 80 – 24 Xitem≤ 56 Sangat rendah µ-1,5σ < Xitem ≤
µ-0,5σ
185 – 55,5 < Xitem ≤
185 – 18,5
56 < Xitem≤ 72 Rendah
µ-0,5σ < Xitem ≤
µ+0,5σ
185 – 18,5 < Xitem ≤
185 + 18,5
72 < Xitem≤ 88 Sedang
µ+0,5σ < Xitem ≤
µ+1,5σ
185 + 18,5 < Xitem ≤
185 + 55,5
88 < Xitem≤ 104 Tinggi
Xitem > µ+1,5σ
Xitem > 185 + 55,5 Xitem > 104 Sangat tinggi
Data skor total tiap item selanjutnya dikelompokkan ke
dalam kategori di atas. Item-item yang memiliki skor dalam
kategori sangat rendah-sedang selanjutnya dibahas dan
dikembangkan menjadi usulan topik-topik program bimbingan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini memuat hasil penelitian dan jawaban atas masalah penelitian,
yaitu: “bagaimanakah gaya belajar dari para novis MSC, Karanganyar, Kebumen?
A. Deskripsi Data Secara Umum
Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada tanggal 12 Februari
2011. Peneliti membagikan skala sebanyak 32 eksemplar ke seluruh novis
MSC yang berjumlah 32 orang. Dari 32 eksemplar tersebut, semuanya
dikembalikan dengan identitas dan jawaban yang lengkap pada hari itu juga.
Langkah selajutnya adalah pemberian skor untuk setiap item jawaban
yang diberikan oleh setiap subjek penelitian dan menjumlahkan total skor
untuk setiap subjek dan setiap item skala. Untuk itu item dalam skala dibagi
menjadi tiga bagian besar yaitu item gaya belajar visual (item = 11), item gaya
belajar auditorial (item = 14), item gaya belajar kinestetik (item = 15).
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Tingkat Gaya Belajar Para Novis MSC
Tingkat gaya belajar para novis MSC (N=32) diperoleh dengan
mengkategorisasikan skor yang diperoleh subjek penelitian ke dalam
norma yang membaginya dalam kategori sangat rendah, rendah, sedang,
tinggi dan sangat tinggi. Adapun data hasil kategorisasi tingkat gaya
Deskripsi data kategorisasi tingkat gaya belajar visual (item=11)
para novis MSC secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 10
Deskripsi kategorisasi tingkat gaya belajar visual para novis MSC
Subjek Skor persentase Kategori
berapa jumlah novis yang berada pada setiap kategori yang ada.
Deskripsi ringkas data kategorisasi tingkat gaya belajar para novis MSC
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 11
Tingkat gaya belajar visual para novis MSC
Norma Rentang skor
Kategori Jumlah subjek
Persentase
90% - 100% 40 – 44 Sangat tinggi 5 15,625% 80% - 89% 36 – 39 Tinggi 15 46,875% 65% - 79% 29 – 35 Sedang 12 37,5% 55% - 64% 25 – 28 Rendah - 0% Dibawah 55% Dibawah 25 Sangat rendah - 0%
Deskripsi data gaya belajar visual menunjukkan bahwa 5 orang
(15,625%) masuk dalam kategori sangat tinggi, 15 orang (46,875%)
masuk dalam kategori tinggi, 12 orang (37,5%) masuk dalam kategori
sedang dan tidak ada subjek yang termasuk dalam kategori rendah dan
sangat rendah. Tingkat gaya belajar visual yang “sangat tinggi” dan
“tinggi” menunjukkan bahwa gaya belajar visual yang diterapkan para
novis sudah ideal atau sesuai dengan yang diharapkan. Jumlah novis
yang berada dalam dua kategori tersebut adalah 20 orang (62,5%).
Sedangkan tingkat gaya belajar visual yang berada dalam kategori
“sedang”, “rendah” dan “sangat rendah” dapat ditafsirkan sebagai
tingkat gaya belajar visual yang diterapkan belum ideal atau belum
sesuai dengan yang diharapkan. Jumlah novis yang berada dalam
Deskripsi data kategorisasi tingkat gaya belajar auditorial
(item=14) para novis MSC secara lengkap dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 12
Deskripsi kategorisasi tingkat gaya belajar auditorial para novis MSC
Subjek Skor Persentase Kategori
berapa jumlah novis yang berada pada setiap kategori yang ada.
Deskripsi ringkas data kategorisasi tingkat gaya belajar para novis MSC
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 13
Tingkat gaya belajar auditorial para novis MSC
Norma Rentang skor Kategori Jumlah subjek
Persentase
90% - 100% 51 – 56 Sangat tinggi 4 12,5%
80% - 89% 45 – 50 Tinggi 7 21,875%
65% - 79% 37 – 44 Sedang 18 56,25%
55% - 64% 31 – 36 Rendah 3 9,375% Dibawah 55% Dibawah 31 Sangat rendah - 0%
Deskripsi data gaya belajar auditorial menunjukkan bahwa 4 orang
(12,5%) masuk dalam kategori sangat tinggi, 7 orang (21,875%) masuk
dalam kategori tinggi, 18 orang (37,5%) masuk dalam kategori sedang,
3 orang (9,375%) masuk dalam kategori rendah dan tidak ada subjek
yang termasuk sangat rendah. Tingkat gaya belajar auditorial yang
“sangat tinggi” dan “tinggi” menunjukkan bahwa gaya belajar
auditorial yang diterapkan para novis sudah ideal atau sesuai dengan
yang diharapkan. Jumlah novis yang berada dalam dua kategori tersebut
adalah 11 orang (34,375%). Sedangkan tingkat gaya belajar visual yang
berada dalam kategori “sedang”, “rendah” dan “sangat rendah” dapat
ditafsirkan sebagai tingkat gaya belajar visual yang diterapkan belum
ideal atau belum sesuai dengan yang diharapkan. Jumlah novis yang
Deskripsi data kategorisasi tingkat gaya belajar auditorial
(item=15) para novis MSC secara lengkap dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 14
Deskripsi kategorisasi tingkat gaya belajar kinestetik para novis MSC
Subjek Skor Persentase Kategori
berapa jumlah novis yang berada pada setiap kategori yang ada.
Deskripsi ringkas data kategorisasi tingkat gaya belajar kinestetik para
novis MSC dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 15
Tingkat gaya belajar kinestetik para novis MSC
Norma Rentang skor Kategori Jumlah subjek
Persentase
90% - 100% 54 – 60 Sangat tinggi 2 6,25%
80% - 89% 48 – 53 Tinggi 13 40,625%
65% - 79% 39 – 47 Sedang 17 53,125%
55% - 64% 33 – 38 Rendah - 0% Dibawah 55% Dibawah 33 Sangat rendah - 0%
Deskripsi data gaya belajar kinestetik menunjukkan bahwa 2 orang
(6,25%) masuk dalam kategori sangat tinggi, 13 orang (40,625%)
masuk dalam kategori tinggi, 17 orang (53,125%) masuk dalam
kategori sedang, dan tidak ada subjek yang termasuk sangat rendah.
Tingkat gaya belajar kinestetik yang “sangat tinggi” dan “tinggi”
menunjukkan bahwa gaya belajar kinestetik yang diterapkan para novis
sudah ideal atau sesuai dengan yang diharapkan. Jumlah novis yang
berada dalam dua kategori tersebut adalah 15 orang (46,875%).
Sedangkan tingkat gaya belajar visual yang berada dalam kategori
“sedang”, “rendah” dan “sangat rendah” dapat ditafsirkan sebagai
tingkat gaya belajar visual yang diterapkan belum ideal atau belum
sesuai dengan yang diharapkan. Jumlah novis yang berada dalam
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar novis telah menerapkan secara
ideal gaya belajar visual yaitu sebanyak 20 orang (62,5%). Jumlah ini
lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah novis yang menerapkan
secara ideal gaya belajar auditorial yaitu sebanyak 11 orang (34,375%)
dan gaya belajar kinestetik yang berjumlah 15 orang (46,875%).
Sedangkan untuk penerapan gaya belajar yang belum ideal, sebagian
besar novis ternyata belum menerapkan secara ideal gaya belajar
auditorial yaitu sebanyak 21 orang (62,625%). Jumlah ini lebih banyak
jika dibandingkan dengan jumlah novis yang belum menerapkan secara
ideal gaya belajar kinestetik yaitu sebanyak 17 orang (53,125%) dan
gaya belajar visual sebanyak 12 orang (37,5%).
2. Gaya Belajar Dominan dari Para Novis MSC
Penentuan dominasi gaya belajar bagi setiap subjek dilakukan
dengan membandingkan persentase skor dari tiap gaya belajar. Jika
pada salah satu gaya belajar persentase skor subjek lebih tinggi dari
persentase skor pada gaya belajar yang lain, maka subjek dikatakan
memiliki dominasi pada gaya belajar tersebut.
Untuk membandingkan persentase skor setiap gaya belajar,
Subjek Visual Auditorial Kinestetik Skor Persentase Skor Persentase Skor Persentase 1 38 86,36% 45 80,35% 54 90%
Dari tabel pembanding ini akan dapat dilihat secara jelas gaya
belajar yang lebih dominan dalam diri setiap subjek (novis). Secara
singkat dominasi gaya belajar dalam diri subjek terlihat dalam tabel
Gaya belajar Jumlah subjek Persentase
Visual 20 62,5%
Kinestetik 7 21,875% Auditorial 5 15,625%
Data hasil penelitian tentang gaya belajar dominan para novis
MSC menunjukkan bahwa 20 novis (62,5%) memiliki dominasi gaya
belajar visual, 7 novis (21,875%) memiliki dominasi gaya belajar
kinestetik dan 5 novis (15,625%) memiliki dominasi gaya belajar
auditorial. Hal ini menunjukkan bahwa gaya belajar dominan yang
dimiliki para novis adalah gaya belajar visual. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa urutan dominasi gaya belajar para novis secara
umum adalah visual-kinestetik-auditorial.
Barbara Prashnig (2007) mengatakan bahwa mayoritas anak
usia sekolah dasar didominasi gaya belajar kinestetik. Hal yang sama
juga dilaporkan oleh Rose dan Nicholl (dalam
http://enewsletterdisdik.wordpress.com) yang memaparkan hasil studi
mereka yang dilakukan pada 5.000 siswa di Amerika Serikat,
Hongkong, dan Jepang, kelas 5 hingga 12 menunjukkan
kecenderungan belajar sebagai berikut: visual sebanyak 29%, Auditori
sebanyak 34%, dan kinestetik sebanyak 37%. Sementara menurut
Lynn O’Brien, saat seseorang mencapai usia dewasa kelebih sukaan
pada gaya belajar visual ternyata lebih mendominasi.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari berbagai penelitian ini
hasil penelitian yang dikemukakan di atas dapatlah dikatakan bahwa
pada masa anak-anak dan remaja gaya belajar yang lebih berkembang
adalah kinestetik, tetapi ketika memasuki usia dewasa, gaya belajar
yang lebih berkembang adalah visual. Hal ini senada dengan Hillard
(dalam Sugiharto, 2007) yang mengatakan bahwa gaya belajar
bukanlah sesuatu yang statis. Gaya belajar dapat berubah tergantung
pada aktivitas belajar atau perubahan pengalaman. Namun, ketika gaya
belajar berubah hal itu akan cenderung menetap hingga menjadi
kebiasaan.
Subjek dalam penelitian ini berumur kira-kira diatas 20 tahun.
Dalam tahap-tahap perkembangan seorang manusia, usia subjek dalam
penelitian ini dikategorikan sebagai usia dewasa. Hasil penelitian ini
menjelaskan bahwa para novis cenderung tinggi dalam menerapkan
gaya belajar visual dibandingkan dengan gaya belajar yang lain. Hasil
penelitian juga mengungkapkan bahwa sebagian besar novis
didominasi oleh gaya belajar visual. Tentu saja, hasil ini sesuai dengan
hasil penelitian dan pandangan yang telah disebutkan di atas, bahwa
pada tahap perkembangan dewasa, gaya belajar yang lebih dominan
berkembang adalah gaya belajar visual.
Berdasarkan tabel 16 di atas, akan dapat ditentukan pula subjek
yang menjadi sasaran bimbingan atau pelatihan mengenai gaya belajar.
Subjek yang menjadi sasaran bimbingan adalah subjek yang
memperoleh skor sedang dalam ketiga gaya belajar berjumlah 6 orang
yaitu subjek nomor 4, 12, 14, 25, 27, dan 29.
3. Implikasi Hasil Penelitian
a) Berdasarkan Kategorisasi Item
Data hasil penelitian sebagai penyusun implikasi penelitian
berupa topik-topik program bimbingan belajar, diperoleh dengan cara
mengelompokkan skor setiap item ke dalam norma kategorisasi yang
telah ditentukan peneliti. Dari kategorisasi tersebut didapat skor-skor
item yang termasuk dalam kategori sangat rendah, rendah, sedang,
tinggi dan sangat tinggi. Item-item dengan skor yang berada dalam
kategori sangat rendah, rendah dan sedang (tidak termasuk
tinggi/ideal) adalah item-item yang akan digunakan sebagai bahan
penyusun topik-topik bimbingan, sekiranya item-item tersebut relevan
untuk dijadikan topik bimbingan. Adapun data hasil kategorisasi
item-item skala seturut norma adalah sebagai berikut:
Tabel 18
Kategorisasi skor item-item skala berdasarkan norma
Skor Kategori Nomor Item ∑
Xitem ≤ 56 Sangat rendah - 0
56 < Xitem ≤ 72 Rendah - 0
72 < Xitem ≤ 88 Sedang 7,17,21,31,33 5
88 < Xitem ≤ 104 Tinggi
1,2,3,4,5,6,8,9,10,14,19, 22,23,25,26,27,28,32,34, 36,37,40
22
berada dalam kategori sedang adalah sebanyak 5 item, item dalam
kategori tinggi sebanyak 22 item, dan item dalam kategori sangat
tinggi sebanyak 13 item. Dari 5 item berkategori sedang tersebut
terdapat 1 item yang berisikan pernyataan negatif, sehingga item
tersebut tidak diikut sertakan sebagai item berkategori sedang. Jadi
keseluruhan item berkategori sedang berjumlah 4 item. Item-item
dengan skor yang termasuk dalam kategori sedang mencerminkan
tingkat gaya belajar dalam aspek dari komponen yang diukur tidak
tinggi atau belum ideal. Adapun 4 item yang tergolong dalam kategori
sedang tersebut terperinci dalam tabel 8 berikut ini:
Tabel 19
Item-item pernyataan yang tergolong kategori sedang
Gaya belajar Komponen No Item dan Pernyataan Visual Cara belajar 17. Saya mudah belajar dengan mengamati bangunan atau grafik. Auditorial Cara belajar 1. Belajar yang mudah bagi saya
adalah dengan berdiskusi. Kinestetik Pola
mengingat
21. Saya sulit untuk duduk tenang ketika sedang melakukan sesuatu. Cara
berkomunikasi
33. Saya menjelaskan sesuatu kepada orang lain dengan memeragakannya. Kegiatan yang
disukai
31. Waktu luang saya isi dengan melakukan pekerjaan tangan.
b). Berdasarkan Pola Pengajaran di Perguruan Tinggi.
Susilo (2006) mengatakan bahwa di SMA siswa lebih
bersikap aktif dalam pengembangan materi kuliah yang diberikan
dosen. Secara implisit, hal ini mau mengatakan bahwa
kecenderungan yang terjadi di perguruan tinggi, pengajaran dan
belajar lebih mengedepankan gaya belajar auditorial serta
kinestetik.
Gaya pengajaran di perguruan tinggi yang lebih
mengedepankan gaya belajar auditorial dan kinestetik ini tentu saja
bisa menghambat proses belajar para novis yang beberapa waktu
lagi akan mengikuti perkuliahan seandainya ia diterima untuk
mengikrarkan kaul pertamanya, mengingat gaya belajar sebagian
besar novis adalah gaya belajar visual. Untuk itu perlu bimbingan
yang terencana dengan baik untuk mengembangkan gaya belajar
yang cocok untuk proses belajar mengajar di perguruan tinggi
maupun dalam kehidupan berkomunitas di skolastikat.
C. Topik-topik Bimbingan
Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis menyusun topik-topik
bimbingan belajar bagi para novis MSC. Usulan topik-topik bimbingan ini
merupakan jawaban atas pertanyaan dalam rumusan masalah kedua:
“Topik-topik program bimbingan apa saja yang sesuai bagi para novis
MSC Karanganyar, Kebumen?”
Hasil penelitian menunjukkan bahwa para novis menerapkan
secara kurang ideal ketiga gaya belajar dengan jumlah novis
peneliti mengungkap item-item pernyataan mana saja yang termasuk
dalam kategori sangat rendah-rendah-sedang, sehingga dapat ditentukan
dalam aspek atau komponen gaya belajar mana sajakah para novis belum
menerapkannya secara ideal. Dari pembahasan terhadap item-item
tersebut, selanjutnya dibuat usulan topik-topik program bimbingan yang
sesuai dengan kebutuhan para novis MSC.
Melalui usulan topik-topik program pelatihan asertivitas tersebut,
diharapkan agar ada tindak lanjut untuk meningkatkan penerapan gaya
belajar dalam aspek dan komponen-komponen gaya belajar yang masih
belum ideal melalui program bimbingan di novisiat. Tujuannya adalah
agar para novis mencapai penerapan gaya belajar yang ideal dalam setiap
aspek dan komponennya.
Usulan topik-topik program bimbingan untuk gaya belajar ini
bersifat terbuka untuk mengalami penyempurnaan dan perubahan sesuai
dengan kebutuhan anggota para novis. Untuk mengembangkannya dalam
bentuk sebuah program bimbingan, maka perlu ada penambahan materi
atau topik gaya belajar seperti yang telah disajikan dalam kajian teori, agar
memiliki kelengkapan informasi tentang teori gaya belajar dan kondisi
faktual di novisiat. Usulan topik-topik program bimbingan gaya belajar
51
Tabel 20
Usulan topik-topik program bimbingan bagi para novis MSC
No Gaya
Indikator Kegiatan Media Pendukung mudah belajar dengan Power of Learning Styles.
Bandung: Kaifa. b.DePorter, dkk. 2008.
Quantum Learning.
Para Novis dapat belajar
a. DePorter, dkk. 2008.
Quantum Learning.
Bandung: Kaifa. b.Prashnig, B. 2007. The
Power of Learning Styles.
Bandung: Kaifa.
Para novis dapt dengan mudah Skills. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. b.Sumartono. 2003.
Kecerdasan Komunikasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
c. DePorter, dkk. 2008.
Quantum Learning.
52
31. Waktu luang saya isi dengan
Para novis bisa mengguanakan
a. DePorter, dkk. 2008.
Quantum Learning.
Bandung: Kaifa. b.Prashnig, B. 2007. The
Power of Learning Styles.