• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan pengetahuan sikap dan tindakan pria lansia tentang antibiotika dengan metode seminar di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan pengetahuan sikap dan tindakan pria lansia tentang antibiotika dengan metode seminar di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta."

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Dewasa ini kasus resistensi terhadap berbagai jenis antibiotika terus meningkat. Hal ini dikarenakan minimnya pengetahuan tentang antibiotika, untuk itu perlu edukasi untuk meningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan, salah satunya dengan metode seminar.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu menggunakan rancangan time series design dengan pre-intervention dan post-intervention. Penelitian ini melibatkan 32 responden pria lansia di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Pengambilan sampel dilakukan secara non-random dengan jenis purposive sampling.

Hasil penelitian menunjukan pre-intervention untuk pengetahuan masuk kategori sedang (59%), sikap dan tindakan masuk kategori baik (56%). Post-intervention untuk aspek pengetahuan masuk kategori baik yaitu meningkat 31% pada pre-post I menjadi 56%, pre-post II meningkat 19% menjadi 44%, dan post III meningkat 56% menjadi 81%. Aspek sikap masuk kategori baik yaitu pre-post I meningkat 41% menjadi 97%, pre-pre-post II meningkat 32% menjadi 88% dan pre-post III meningkat 38% menjadi 94%. Aspek tindakan juga masuk kategori baik yaitu pada pre-post I meningkat 44% menjadi 100%, pre-post II meningkat 41% menjadi 97%, pre-post III meningkat 35% menjadi 91%. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan metode seminar.

(2)

ABSTRACT

Today the case of resistance to various antibiotics continues to rise. This is due to the lack of knowledge about antibiotics, so that it is necessary to educate in order to improve the knowledge, attitudes, and actions with seminar methods.

The research was conducted in Gondokusuman District-Yogyakarta, using quasi-experimental method with time series design. The research involved 32 respondent of the elderly men. The instrument used was questionnaire. Sampling was done by non-random with the type of purposive sampling.

The results showed pre-intervention to knowledge in the category of medium (59%), attitudes and actions categorized as good (56%). Post-intervention for knowledge, attitudes, and actions categorized as good. Knowledge increased from 31% in the post I to 56%, post II increased from 19% to 44%, pre-post III increased from 56% to 81%. The attitude on Pre-post I increased from 41% to 97%, pre-post II increased from 32% to 88% and pre-post III increased from 38% to 94%. The action on the post I increased from 44% to 100%, pre-post II increased from 41% to 97%, pre-pre-post III increased from 35% to 94%. The conclusion of this research is that there is an improving in knowledge, attitude, and action by the seminar method.

(3)

PENINGKATAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN PRIA LANSIA TENTANG ANTIBIOTIKA DENGAN METODE SEMINAR DI

KELURAHAN BACIRO KECAMATAN GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Theresia Lenny Lyana NIM : 118114037

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

PENINGKATAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN PRIA LANSIA TENTANG ANTIBIOTIKA DENGAN METODE SEMINAR DI

KELURAHAN BACIRO KECAMATAN GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Theresia Lenny Lyana NIM : 118114037

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Berdoa dan berjuang adalah andalan dalam setiap jalan yang ku

hadapi….

Tetap semangat dan berikan yang terbaik….

-lenny lyana-

(8)
(9)
(10)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas bimbingan, perlindungan, dan cinta kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan ungkapan terimakasih yang sedalam - dalamnya kepada :

1. Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, Apt, M, Kes, Ph.D, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk berdiskusi serta mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi. 2. Bapak-bapak warga Kecamatan Gondokusman Yogyakarta atas kontribusinya

sebagai responden dalam penelitian ini.

3. Bapak Walikota DIY, Bapak Lurah di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman, dan Ibu Pratelo selaku Ketua Paguyuban Lansia Kelurahan Baciro yang telah memberikan izin penelitian kepada saya.

4. Dosen penguji skripsi yang telah memberikan penilaian, kritik, dan saran yang membangun.

5. Dekan dan semua staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan membantu penulis dalam penelitian ini.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca.

Yogyakarta, 11 Mei 2015

(11)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

INTISARI ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 3

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 6

B. Tujuan Penelitian ... 7

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 8

A. Pengetahuan, Sikap, Tindakan ... 8

(12)

ix

2. Sikap ... 11

3. Tindakan ... 15

4. Pengukuran pengetahuan, sikap, dan tindakan ... 18

B. Upaya Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan ... 21

C. Antibiotika ... 24

1. Definisi antibiotika ... 24

2. Klasifikasi dan mekanisme kerja antibiotika ... 24

3. Resistensi antibiotika ... 26

4. Pemilihan antibiotika ... 27

5. Kesalahan penggunaan antibiotika ... 29

D. Landasan Teori ... 31

E. Hipotesis ... 32

BAB III. METODE PENELITIAN... 33

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 33

B. Variabel Penelitian... 33

C. Definisi operasional ... 34

D. Lokasi Penelitian ... 35

E. Subyek Penelitian ... 36

F. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

G. Teknik Sampling ... 39

H. Instrumen Penelitian ... 39

I. Tata Cara Penelitian ... 42

(13)

x

2. Permohonan Ijin dan Kerjasama ... 43

3. Pembuatan Kuesioner ... 44

4. Pencarian Subyek Penelitian ... 45

5. Uji Validitas Isi ... 45

6. Uji Pemahaman Bahasa ... 46

7. Uji Reliabilitas Instrumen ... 47

8. Pemilihan Pembicara Seminar ... 48

9. Pelaksanaan Seminar ... 49

10. Pengumpulan Data ... 50

J. Analisis Hasil ... 51

1. Editing ... 51

2. Data coding ... 52

3. Processing ... 52

4. Analisis hasil ... 52

a. Uji Normalitas data... 53

b. Uji Hipotesis ... 54

K. Keterbatasan Penelitian ... 55

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Karakteristik Subyek Penelitian ... 56

B. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan tindakan mengenai Antibiotika sebelum diberikan Intervensi Dengan Metode seminar ... 59

1. Aspek pengetahuan ... 59

(14)

xi

C. Pengetahuan, Sikap, dan tindakan mengenai Antibiotika sesudah diberikan

Intervensi Dengan Metode seminar ... 62

1. Pengetahuan,sikap,dan tindakan pre intervention dan post interventionI ... 62

2. Pengetahuan, sikap, dan tindakan pre intervention dan post intervention II ... 65

3. Ttingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan responden pada pre intervention dan post intervention III ... 68

D. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan mengenai Antibiotika sebelum dan sesudah diberikan Intervensi Dengan Metode Seminar... 71

1. Aspek pengetahuan ... 71

2. Aspek sikap ... 73

3. Aspek tindakan... 74

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79

LAMPIRAN ... 82

(15)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Pernyataan favorable dan unfavorable aspek pengetahuan, sikap

dan tindakan... 41

Tabel II. Besar skor untuk tanggapan pernyataan aspek pengetahuan ... 42

Tabel III. Besar skor untuk tanggapan pernyataan aspek sikap dan tindakan .... 42

Tabel IV. Pernyataan pada aspek kuesioner yang sulit dipahami oleh responden uji pemahaman bahasa ... 46

Tabel V. Hasil uji reliabilitas... 48

Tabel VI. Hasil uji normalitas... 54

Tabel VII. Nilai p – value pengetahuan responden ... 55

Tabel VIII. Nilai p – value sikap responden ... 55

Tabel IX. Nilai p – value tindakan responden ... 55

(16)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram proses terbentuknya sikap ... 11

Gambar 2. Skema pencarin subyek penelitian ... 38

Gambar 3. Jumlah responden pre intervention pada kategori baik berdasarkan aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan ... 61

Gambar 4. Jumlah responden pre intervention dan post intervention I, II,III pada kategori baik berdasarkan aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan ... 71

Gambar 5. Distribusi jumlah responden pada aspek pengetahuan ... 72

Gambar 6. Distribusi jumlah responden pada aspek sikap ... 74

(17)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran1. Surat Izin Penelitian ... 83

Lampiran 3. Perpanjangan Surat Izin Penelitian ... 84

Lampiran 3. Surat Izin Dinas Kesehatan ... 85

Lampiran 4. Materi presentasi ... 86

Lampiran 5. Contoh kuesioner uji pemahaman bahasa yang diisi responden uji pemahaman bahasa ... 90

Lampiran 6. Hasil uji validitas ... 95

Lampiran 7. Hasil uji reliabiitas ... 98

Lampiran 8. Kuesioner pre dan post yang digunakan dalam penelitian ... 99

Lampiran 9. Pernyataan kesediaan yang diisi responden ... 104

Lampiran 10. Contoh Kuesioner yang diisi responden ... 105

Lampiran 11. Dokumentasi ... 119

Lampiran 12. Hasil uji normalitas data pengetahuan, sikap, dan tindakan... 122

(18)

xv INTISARI

Dewasa ini kasus resistensi terhadap berbagai jenis antibiotika terus meningkat. Hal ini dikarenakan minimnya pengetahuan tentang antibiotika, untuk itu perlu edukasi untuk meningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan, salah satunya dengan metode seminar.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu menggunakan rancangan time series design dengan pre-intervention dan post-intervention. Penelitian ini melibatkan 32 responden pria lansia di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Pengambilan sampel dilakukan secara non-random dengan jenis purposive sampling.

Hasil penelitian menunjukan pre-intervention untuk pengetahuan masuk kategori sedang (59%), sikap dan tindakan masuk kategori baik (56%). Post-intervention untuk aspek pengetahuan masuk kategori baik yaitu meningkat 31% pada pre-post I menjadi 56%, pre-post II meningkat 19% menjadi 44%, dan post III meningkat 56% menjadi 81%. Aspek sikap masuk kategori baik yaitu pre-post I meningkat 41% menjadi 97%, pre-pre-post II meningkat 32% menjadi 88% dan pre-post III meningkat 38% menjadi 94%. Aspek tindakan juga masuk kategori baik yaitu pada pre-post I meningkat 44% menjadi 100%, pre-post II meningkat 41% menjadi 97%, pre-post III meningkat 35% menjadi 91%. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan metode seminar.

(19)

xvi

ABSTRACT

Today the case of resistance to various antibiotics continues to rise. This is due to the lack of knowledge about antibiotics, so that it is necessary to educate in order to improve the knowledge, attitudes, and actions with seminar methods.

The research was conducted in Gondokusuman District-Yogyakarta, using quasi-experimental method with time series design. The research involved 32 respondent of the elderly men. The instrument used was questionnaire. Sampling was done by non-random with the type of purposive sampling.

The results showed pre-intervention to knowledge in the category of medium (59%), attitudes and actions categorized as good (56%). Post-intervention for knowledge, attitudes, and actions categorized as good. Knowledge increased from 31% in the post I to 56%, post II increased from 19% to 44%, pre-post III increased from 56% to 81%. The attitude on Pre-post I increased from 41% to 97%, pre-post II increased from 32% to 88% and pre-post III increased from 38% to 94%. The action on the post I increased from 44% to 100%, pre-post II increased from 41% to 97%, pre-pre-post III increased from 35% to 94%. The conclusion of this research is that there is an improving in knowledge, attitude, and action by the seminar method.

(20)

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Antibiotika merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Penggunaan antibiotika yang tidak rasional dapat menimbulkan terjadinya resistensi antibiotika. Resistensi antibiotika merupakan kejadian di mana antibiotika kekurangan kemampuannya untuk mengontrol atau membunuh pertumbuhan mikrobia (APUA, 2010).

(21)

Hasil RISKESDAS (2013) menemukan bahwa terdapat 90,2% ibu rumah tangga di Yogyakarta menyimpan obat antibiotika tanpa resep contohnya neomisin salep.

Dewasa ini penggunaan antibiotika irrasional dan kasus resistensi antibiotika masih terus meningkat. Edukasi kesehatan merupakan suatu usaha menyampaikan pesan kesehatan agar masyarakat, kelompok, atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Dengan adanya edukasi kesehatan diharapkan dapat mengubah perilaku seseorang. Usia dapat mempengaruhi kemampuan setiap individu dalam proses belajar. Semakin bertambahnya usia, kemauan seseorang untuk mencari pengetahuan juga semakin berkurang. Dengan terhambatnya proses belajar, maka tujuan dari pembelajaran yaitu peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku juga akan terhambat pula.

(22)

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya perhatian khusus untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang antibiotika, dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran salah satu cara yaitu dengan metode seminar. Untuk itu penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pria Lansia Tentang Antibiotika

Dengan Metode Seminar di Kelurahan Baciro Kecamatan Gonokusuman Yogyakarta. Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi penelitian di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman karena Kecamatan Gondokusuman merupakan salah satu dari beberapa Kecamatan di Kota Yogyakarta yang memiliki jumlah pendudukan yang besar dengan jumlah penduduk 45.526 jiwa dan terdapat 18 apotek. Alasan pemilihan Kelurahan Baciro sebagai lokasi penelitian dikarenakan Kelurahan Baciro memiliki komunitas lansia yang sdah terorganisir dengan baik dan memilki struktur kepengurusan yang jelas, sehingga akan memudahkan dalam pencarian subyek penelitian.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, timbul permasalahan untuk diteliti :

a. Seperti apakah karakteristik demografi responden di kelurahan Baciro kecamatan Gondokusumn Yogyakarta ?

b. Seperti apakah tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan responden sebelum diberikan intervensi dengan metode seminar ?

(23)

d. Apakah terdapat peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria lansia mengenai antibiotika sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dengan metode Seminar ?

2. Keaslian penelitian

Penelitian mengenai Peningkatan Pengetahuan Sikap Dan Tindakan Masyarakat Khususnya Pria Lansia Tentang Antibiotika Dengan Metode Seminar Di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta belum pernah dilakukan. Ada pula penelitian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya antara lain :

(24)

peneliti adalah melihat peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang antibiotika dengan metode seminar.

b. Penelitian oleh Marvel “Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Tingkat

Pengetahuan Masyarakat Mengenai Antibiotika Di Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta Tahun 2011”. Penelitian yang dilakukan oleh Marvel ini melihat

pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat pengetahuan masyarakat tentang antibiotika, sedangkan yang dilakukan oleh peneliti adalah melihat peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang antibiotika dengan metode semnar. Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika. Selain itu, perbedaan dengan penelitian ini terletak pada waktu penelitian, subjek yang diteliti, jenis dan rancangan penelitian serta fokus penelitian.

c. Penelitian oleh Firstya “Perbedaan Pengaruh Metode Edukasi CBIA dan

(25)

dibandingkan metode ceramah. Selain itu, perbedaan dengan penelitian ini adalah pada lokasi penelitian, subyek penelitian, waktu penelitian, serta jenis dan rancangan penelitian.

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan metode seminar sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan dan memperbaiki pelayanan kesehatan bagi masyarakat terkait perilaku kesehatan dan pelayanan informasi obat bagi masyarakat.

a. Manfaat praktis 1) Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat membantu mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang antibiotika setelah diberikan intervensi dengan metode seminar di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta.

2) Bagi dinas kesehatan

(26)

3) Bagi tenaga kesehatan

Penelitian ini diharapkan memberikan masukan kepada tenaga kesehatan (khususnya apoteker) untuk meningkatkan peran apoteker di bidang kesehatan masyarakat sebagai public educator, dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan materi edukasi sehubungan dengan metode edukasi Seminar tentang Antbiotika.

B. Tujuan 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah metode seminar dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat khususnya pria lansia di Kelurahan Baciro Kecamatan gondokusuman Yogyakarta.

2. Tujuan khusus

a. Mendapat gambaran tentang karakteristik demografi masyarakat Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta.

b. Mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden mengenai antibiotika sebelum diberikan intervensi dengan metode seminar.

c. Mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden mengenai antibiotika sesudah diberikan intervensi dengan metode Seminar.

(27)

8 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Pengetahuan, Sikap, Tindakan 1. Pengetahuan

Pengetahuan dapat diperoleh seseorang secara alami atau diintervensi baik langsung maupun tidak langsung. Perkembangan teori pengetahuan telah berkembang sejak lama. Menurut Notoadmodjo (2012), pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan juga bukanlah fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan merupakan pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman–pemahaman baru (Budiman dan Riyanto, 2013).

Notoadmojo (2012) menjelaskan pengetahuan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat. Faktor–faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan dan penurunan pengetahuan seseorang yaitu :

1. Pendidikan

(28)

pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.

2. Informasi / media massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

3. Sosial budaya dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

4. Lingkungan

(29)

balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

5. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

6. Usia

(30)

Pengetahuan atau aspek kognitif memiliki dampak yang sangat penting dalam membentuk tindakan manusia. Enam tingkatan pengetahuan menurut Notoatmodjo (2012b) dalam aspek kognitif meliputi :

1. Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus. 2. Intersert (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus.

3. Evaluation (menimbang–nimbang), individu menimbang–nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada proses ketiga ini subyek sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi.

4. Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adaption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus.

2. Sikap

Sikap merupakan respon tertutup seorang individu terhadap stimulus. Sikap belum merupakan suatu tindakan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu. Berikut ini merupakan diagram proses terbentuknya sikap :

Gambar 1. Diagram proses terbentuknya sikap (Notoatmodjo, 2012b)

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka terbentuknya tindakan dapat melalui sikap yang dibedakan menjadi dua yaitu :

(31)

1. Sikap tertutup (convert behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Sikap terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Sikap memiliki tiga komponen pokok meliputi kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu obyek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek, dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini akan membentuk sikap yang utuh (total attitude). Pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memiliki peranan penting dalam penentuan sikap yang utuh (Notoatmodjo, 2012b).

(32)

1. Komponen kognitif merupakan representasi kepercayaan individu terhadap suatu hal tertentu berupa masalah isu atau problem yang kontroversial.

2. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional ini merupakan aspek penting dalam komponen sikap dan bertahan paling lama terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin mengubah sikap seorang individu.

3. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang.

Sama halnya dengan aspek pengetahuan, aspek sikap juga memiliki tahapan tertentu menurut Notoatmodjo (2012b) sebagai berikut ini.

1. Menerima (receiving)

Menerima dapat diartikan seorang individu mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

2. Merespon (responding)

Merespon dapat diartikan seorang individu dapat memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai (valuing)

Sikap menghargai dapat ditunjukkan dengan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

(33)

Tahapan tertinggi dari suatu sikap yaitu ketika seorang individu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih serta menerima segala risiko yang akan diterimanya akibat sikap yang dilakukan

Faktor-faktor yang mempengaruhi aspek sikap terbagi menjadi enam menurut Wawan dan Dewi (2011) yaitu sebagai berikut ini.

1. Pengalaman pribadi merupakan dasar pembentukan sikap karena sifatnya yang kuat dalam meninggalkan kesan.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting menimbulkan kecenderungan seorang individu untuk patuh dan searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

3. Pengaruh kebudayaan tanpa disadari telah menanamkan dan mengarahkan sikap seorang individu terhadap berbagi masalah.

4. Media massa berupa surat kabar, radio dan televisi seharusnya menyampaikan pesan yang bersifat obyektif, namun adanya pengaruh dari penulis mempengaruhi sikap seorang individu.

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan yang nantinya akan mempengaruhi aspek sikap seorang individu.

6. Faktor emosional terkadang dapat mendasari suatu bentuk dari aspek sikap.

(34)

1. Sikap merupakan sebuah pemikiran dan perasaan, hasil pemikiran dan perasaan seseorang atau dapat diartikan sebagai pertimbangan pribadi terhadap objek.

2. Sikap memerlukan orang lain yang akan menjadi acuan. Acuan ini merupakan factor penguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi mengacu pada pertimbangan individu.

3. Sumber daya yang tersedia merupakan faktor pendukung untuk bersiakp positif atau negative terhadap suatu objek maupun stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan terhadap individu tersebut.

4. Sosial budaya berperan besar dalam mempengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek.

3. Tindakan

Tindakan merupakan suatu realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi sesuatu yang nyata dan terbuka (Notoadmojo, 2012). Perilaku merupakan respon individu yang disebabkan adanya stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi, dan tujuan baik disadari maupun tidak (Wawan dan Dewi, 2011). Stimulus atau rangsangan dapat berupa suara atau bunyi, bahasa lisan maupun gerakan, tindakan, atau simbol-simbol yang dapat dimengerti oleh pihak lain sehingga menghasilkan respon (Notoatmodjo, 2012b).

(35)

sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya.

Respon individu akibat adanya stimulus dapat dibedakan menjadi dua bentuk menurut Wawan dan Dewi (2011) yaitu sebagai berikut ini.

1. Bentuk pasif

Respon individu yang bersifat pasif merupakan respon yang terjadi dalam diri manusia (respon internal) dan tidak secara langsung terlihat oleh orang lain. Respon berbentuk pasif dapat berupa berpikir, tanggapan, atau sikap batin dan pengetahuan.

2. Bentuk aktif

Respon individu yang bersifat aktif merupakan respon yang dapat terlihat langsung oleh orang lain.

Perilaku kesehatan merupakan respon individu terhadap stimulus yang berhubungan dengan kondisi sakit dan penyakit, sistem layanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan seseorang. Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok menurut (Notoatmodjo, 2012b) yaitu :

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health Maintanance)

(36)

a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit apabila mengalami sakit serta upaya pemulihan kesehatan ketika telah sembuh dari sakit.

b. Perilaku peningkatan kesehatan yang dilakukan saat individu dalam keadaan sehat.

c. Perilaku mengkonsumsi makanan dan minuman yang berguna untuk memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang ataupun dapat menimbulkan penyakit

2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau perilaku pencarian pengobatan (Health Seeking Behaviour)

Perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan seorang individu ketika mengalami penyakit atau kecelakaan yang diawali dari pengobatan sendiri maupun mencari fasilitas pelayanan kesehatan.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Perilaku seorang individu sebagai respon terhadap lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya agar tidak mempengaruhi kesehatannya.

Proses terbentuknya suatu perilaku meliputi lima tahapan menurut Wawan dan Dewi (2011) yaitu sebagai berikut ini :

(37)

2. Rasa tertarik (interest) merupakan tahapan seorang individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada suatu stimulus.

3. Evaluasi (pertimbangan) merupakan tahapan seorang individu mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus bagi dirinya.

4. Mencoba (trial) merupakan tahapan seorang individu mulai mencoba perilaku baru.

5. Adopsi (adoption) merupakan tahapan seorang individu mulai mengadopsi atau melakukan perilaku.

Perilaku tidak selalu mengikuti urutan tertentu sehingga terbentuknya perilaku positif tidak selalu dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap positif. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku dengan kekhasan dan keunikannya dipengaruhi oleh banyak variabel contohnya faktor sosio-demografi dan ekonomi yang dimiliki setiap individu yang dapat dijadikan sebagai acuan program-program kesehatan masyarakat (Maulana, 2007).

4. Pengukuran pengetahuan, sikap dan tindakan

Pengukuran pengetahuan, sikap, dan tindakan dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu :

a. Pengukuran pengetahuan

(38)

instrumen penelitian berupa kuesioner. Kuesioner yang bertujuan mengkaji tingkat pengetahuan responden dapat menggunakan kata-kata kerja sesuai tahapan pengetahuan yang meliputi tahu, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi (Budiman dan Riyanto, 2013). Adapun penyusunan kalimat kuesioner pengetahuan sebaiknya memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

a. Kalimat sebaiknya menanyakan hal-hal yang penting saja b. Kalimat harus berupa pertanyaan atau pernyataan pasti

c. Mengutamakan pertanyaan atau pernyataan umum yang bertahan lama d. Pertanyaan atau pernyataan sebaiknya hanya mempunyai satu gagasan e. Kalimat harus sederhana dan tidak berlebihan supaya inti pertanyaan

atau pernyataan dapat dinyatakan dengan jelas f. Menghindari pertanyaan atau pernyataan negatif

g. Membuat pertanyaan atau pernyataan dengan alternatif jawaban yang berbeda

h. Menghindari alternatif pertanyaan atau pernyataan yang bisa meniadakan atau bertentangan dengan pernyataan lain

i. Tidak menjerumuskan responden dengan memberikan pertanyaan atau pernyataan yang tidak ada jawabannya

(39)

Pengukuran tingkat pengetahuan seseorang dapat dikategorikan sebagai berikut (Arikunto, 2006):

a. Tingkat pengetahuan dikatakan tinggi apabila responden menjawab 76–100% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar.

b. Tingkat pengetahuan dikatakan sedang apabila responden menjawab 56–75% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar.

c. Tingkat pengetahuan dikatakan rendah apabila responden menjawab kurang dari 56% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar. b. Pengukuran sikap dan tindakan

Sikap dapat diukur dengan menanyakan secara langsung pendapat maupun pertanyaan atau pernyataan responden terhadap sesuatu objek tertentu. Selain itu, dapat dilakukan dengan beberapa pertanyaan atau pernyataan hipotesis kemudian menanyakan pendapat responden mengenai pertanyaan atau pernyataan tersebut (Notoadmojo, 2012), sedangkan pengukuran tindakan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Teknik pengukuran secara langsung dapat dilakukan dengan melihat atau mengamati tindakan seseorang secara langsung, sedangkan pengukuran tidak langsung yaitu dapat dilakukan dengan wawancara terhadap kegiatan–kegiatan yang pernah dilakukan oleh seseorang (Notoadmojo, 2012).

(40)

unfavorable. Aitem favorable dalam skala Likert memiliki skor yaitu 4 (Sangat Setuju), 3 (Setuju), 2 (Tidak Setuju), dan 1 (Sangat Tidak Setuju), sedangkan nilai untuk pernyataan unfavorable merupakan kebalikan dari nilai favorable (Budiman dan Riyanto, 2013).

Pengukuran sikap dan tindakan seseorang dapat dikategorikan sebagai berikut (Arikunto, 2006):

a. Sikap dan tindakan dikatakan tinggi apabila responden menjawab 76– 100% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar.

b. Sikap dan tindakan dikatakan sedang apabila responden menjawab 56–75% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar.

c. Sikap dan tindakan dikatakan rendah apabila responden menjawab kurang dari 56% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar. B. Upaya Peningkatan Pengetahuan, sikap, dan Tindakan

Upaya peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan dapat dilakukan dengan metode edukasi kesehatan. Edukasi kesehatan pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan adanya pesan tersebut diharapkan masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik sehigga diharapkan berpengaruh terhadap tindakan atau perilaku.

(41)

1. Metode Promosi Individual

Metode ini digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina seseorang yang mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Metode ini dapat berupa :

a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counceling)

Dengan cara ini kontak antara peserta dengan pemberi informasi lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh peserta dapat diteliti dan dibantu penyelesaiannya, sehingga peserta akan menerima informasi tersebut.

b. Wawancara

Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan, dimana dalam proses wawancara peneliti dapat melihat dan mengetahui kondisi seseorang, sehingga dapat memberikan informasi sesuai kebutuhannya.

2. Metode Promosi Kelompok

(42)

3. Metode Promosi Kesehatan Massa

Metode promosi kesehatan massa tepat digunakan untuk menyampaikan pesan–pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau publik. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menggugah awareness atau kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi dan belum begitu diharapkan untuk sampai pada perubahan perilaku. Metode promosi kesehatan secara massa ini dapat berupa ceramah umum (public speaking), pidato, dan tulisan di majalah atau Koran (Notoatmodjo, 2007).

Dari beberapa metode yang telah dipaparkan, metode yang paling efektif untuk peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan pada penelitian ini adalah metode seminar. Seminar adalah suatu metode pengajaran untuk menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian, atau pesan kepada sekelompok sasaran dengan suatu penyajian (presentasi) dari suatu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik sehingga sekelompok sasaran dapat memperoleh informasi. Metode ini cocok digunakan untuk kelompok besar yang pesertanya lebih dari 15 orang.Selain itu, metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah (Notoatmodjo, 2007).

(43)

nara sumber dengan peserta seminar sehngga terjadi komunikasi dua arah (Soebroto, Ghozali dan Yuliati, 2001). Dari penjelasan di atas terlihat bahwa metode seminar memiliki pengaruh untuk memberikan informasi serta gagasan dan menjadi tempat konfirmasi bagi masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan mengenai antibiotika.

C. Antibiotika 1. Definisi antibiotika

Antibiotika merupakan senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang menekan pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Ratusan antibiotika telah berhasil diidentifikasi dan dikembangkan sehingga dapat dimanfaatkan dalam terapi penyakit infeksi. Senyawa–senyawa antibiotika sangat berbeda dalam sifat fisik, kimia, dan farmakologinya dalam spectrum antibakteri serta dalam mekanisme kerjanya (Goodman dan Gilman, 2008).

2. Klasifikasi dan mekanisme kerja antibiotika

Secara umum mekanisme kerja antibiotika adalah sebagai berikut : 1. Senyawa yang menghambat sintesis dinding sel bakteri meliputi

penisilin dan sefalosforin yang secara struktur mirip, dan senyawa– senyawa yang tidak mirip seperti sikloserin, vankomisin, basitrasin, dan senyawa antifungi golongan azol (contohnya klotrimazol, flukonazol, dan itrakonazol).

(44)

detergen seperti polimiksin dan senyawa antifungi poliena nistatin serta amfoterisin B yang berikatan dngan sterol–sterol dinding sel. 3. Senyawa yang mempengaruhi subunit ribosom 30S atau 50S sehingga

menyebakan penghambatan sintesis protein yang reversible. Obat bakteriostatik ini meliputi kloramfenikol golongan tertasikli, eritromisin, klindamisin, dan pristinamisin

4. Senyawa yang berikatan dengan subunit ribosom 30S dan mengubah sintesis protein, yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel, dalam hal ini termasuk aminoglikosida.

5. Senyawa yang mempengaruhi metabolisme asam nukleat bakteri, seperti golongan rifampisin (misalnya rifampin), yang menghambat RNA polimerase, dan golongan kuinolon, yang menghambat topoisomerase.

6. Kelompok antimetabolit termasuk diantaranya trimetropim dan sulfonamida, yang memblok enzim yang penting dalam metabolisme folat.

7. Senyawa antivirus yang terdiri atas beberapa golongan yakni :

a. Analog asam nukleat, seperti asiklofir atau gansiklofir, yang secara selektif menghambat DNA polymerase virus, serta zidovudin atau lamivudin, yang menghambat transkriptase balik.

(45)

3. Resistensi antibiotika

Resistensi antibiotika merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia yang terus tumbuh. Hal ini terjadi ketika strain bakteri dalam tubuh manusia menjadi resisten terhadap antibiotik karena penyalahgunaan antibiotika. Resistensi obat menyebabkan semakin sedikit pilihan obat yang dapat dipakai untuk mengobati infeksi. Semakin sering antibiotik digunakan, semakin cepat resistensi timbul. Infeksi yang tadinya dapat ditangani dengan mudah, namun karena antibiotika yang biasa tidak lagi bisa mengatasinya, maka infeksi menjadi sulit ditangani.

(46)

terjadi karena bakteri menghasilkan enzim β-laktamase. Perubahan pada target tersebut dapat terjadi akibat mutasi target alami, modifikasi target, atau subtitusi target asal yang rentan dengan alternative lain yang resistensi. Mekanisme resistensi ini terjadi akibat menurunnya pengikatan obat oleh target atau substitusi dengn target baru yang tidak dapat mengikat obat yang ditujukan untuk target aslinya (Goodman dan Gilman, 2008).

Faktor–faktor yang menentukan kerentanan dan resistensi mikroorganisme terhadap senyawa antibiotika. Keberhasilan terapi antibiotika pada suatu infeksi tergantung pada beberapa faktor antara lain :

1. Konsentrasi antibiotika pada tempat infeksi harus mencukupi untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme penyebabnya.

2. Konsentrasi obat pada lokasi infeksi hendaknya tidak hanya mampu menghambat organisme tersebut, namun juga harus tetap di bawah kadar toksiknya. Jika konsentrasi penghambatan bakterisid tidak dapat dicapai secara aman, maka mikroorganisme tersebut dikatakan resisten terhadap antibiotika.

3. Faktor–faktor lokal seperti pH rendah, konsentrasi protein yang tinggi juga dapat mengganggu aktivitas obat (Goodman dan Gilman, 2008).

4. Pemilihan antibiotika

(47)

antibiotika sering kali dianggap enteng tanpa memperhatikan mikroorganisme penginfeksi potensial atau sifat farmakologis obat tersebut.

Antibiotika digunakan dalam tiga cara umum yaitu sebagai terapi empiris, sebagai terapi definitif, dan sebagai terapi profilaksis atau preventif. Ketika digunakan sebagai terapi empiris atau terapi awal, antibiotika yang dipilih harus dapat mengatasi seluruh pathogen yang mungkin, karena organisme penginfeksinya belum diketahui. Terapi kombinasi atau pengobatan dengan obat tunggal berspektrum luas sering digunakan. Namun, jika mikroorganisme penginfeksi telah diketahui, terapi antibiotika yang definitive harus digunakan, yaitu regimen berspektrum sempit dengan toksisitas rendah, untuk menyempurnakan rangkaian pengobatan. Ketika antibiotika digunakan, tujuannya adalah secara selektif memilih obat yang aktif untuk mikroorganisme penginfeksi yang paling mungkin dan yang memiliki potensi paling kecil dalam menyebabkan toksisitas atau reaksi alergipada individu yang diobati tersebut (Goodman dan Gilman, 2008). Berikut langkah-langkah bijak dalam menggunakan antibiotika yaitu :

1. Gunakan antibiotika hanya sesuai dengan petunjuk Dokter, bahkan tanyakan kepada Dokter alasan harus meminum antibiotika. Tanyakan pula alternatif pengobatan (jika ada) selain antibiotika. Hal ini penting karena penggunaan antibiotika yang tidak tepat indikasi menyebabkan resistensi antibiotika.

(48)

menyelesaikan suatu pengobatan. Jika tidak meminumnya dengan benar dan tidak sesuai dengan aturan yang diberikan, maka bakteri yang kebal terhadap antibiotika akan terus hidup dan berkembang menjadi bakteri yang resisten.

3. Antibiotika hanya digunakan untuk membunuh bakteri dan kuman bukan untuk membunuh virus. Penyakit seperti batuk, pilek dan diare pada umumnya tidak memerlukan antibiotika karena disebabkan oleh virus sehingga dapat sembuh dengan sendirinya, namun jika gejala tersebut bertambah parah periksakan ke Dokter dan tanyakan penyebabnya.

4. Antibiotika harus di Apotek agar terhindar dari resiko membeli obat palsu atau obat yang tidak berkualitas. Saat menebus resep di Apotek, tanyakan kepada Apoteker manakah obat yang mengandung antibiotika dan bagaimana aturan pakainya serta efek samping yang mungkin terjadi agar penggunaan antibiotika lebih efektif dan anda terhindar dari resiko efek samping obat.

5. Jika antibiotika yang diminum telah habis segera hubungi Dokter atau Apoteker, jangan langsung membeli antibiotika berdasarkan resep Dokter terdahulu, karena kondisi penyakitnya berbeda.

5. Kesalahan penggunaan antibiotika

1. Penanganan infeksi yang tidak dapat diobati :

(49)

antibiotika. Oleh karena itu, terapi antibiotika tidak akan efektif sehingga menjadi tidak bermanfaat.

2. Terapi demam yang tidak diketahui penyebabnya

Ada dua macam demam yang penyebabnya tidak diketahui yaitu demam berdurasi singkat, serta tidak terdapat tanda–tanda terlokalisasi, kemungkinan berkaitan dengan infeksi virus yang tidak diketahui.Oleh karena itu, terapi antibiotika tidak diperlukan dan demam akan berkurang secara spontan. Demam yang bertahan selama selama dua minngu atau lebih, atau yang tidak diketahui penyebabnya dan hanya seperempat saja yang merupakan infeksi seperti infeksi tuberkulosis dan infeksi fungi yang menyebar dan membutuhkan terapi dengan antibiotika yang tidak digunakan untuk infeksi pada umumnya. Pemberian terapi antibiotika yang tidak tepat dapat menyamarkan infeksi penyebab dan menyebabkan keterlambatan diagnosis, serta mencegah diketahui etiologi mikroba akibat diperolehnya hasil kultur yang negatif.

3. Dosis tidak tepat

Kesalahan dalam pemberian dosis, dapat berupa kesalahan frekuensi pemberian atau penggunaan dosis yang berlebihan maupun dosis di bawah batas terapeutik. Penggunaan dosis yang terlalu rendah dapat menyebabkan kegagalan pengobatan dan menyebabkan terjadinya seleksi resistensi mikroba.

(50)

Separuh dari rangkaian terapi antibiotika yang diberikan kepada pasien di rumah sakit tanpa data mikrobiologis yang mendukung. Gram pada materi yang terinfeksi jarang diperoeh, dan jika tersedia pun hasilnya sering diabaikan dalam pemilihan dan penggunaan obat dalam terapi antibiotika (Goodman dan Gilman, 2008).

D. Landasan teori

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman–pemahaman baru (Budiman dan Riyanto, 2013). Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, Sikap seseorang terhadap suatu objek selalu berperan sebagai perantara antara responnya dan objek yang bersangkutan. Tindakan/praktik merupakan suatu realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi sesuatu yang nyata. Selain itu, tindakan juga adalah respon dalam bentuk nyata atau terbuka (Notoadmojo, 2012).

(51)

dikatakan rendah apabila responden menjawab kurang dari 56% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar.

Seminar adalah suatu metode pengajaran untuk menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian, atau pesan kepada sekelompok sasaran dengan suatu penyajian (presentasi) dari suatu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik sehingga sekelompok sasaran dapat memperoleh informasi. Metode ini cocok digunakan untuk kelompok besar yang pesertanya lebih dari 15 orang. Selain itu, metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah (Notoatmodjo, 2007). Metode seminar memiliki pengaruh untuk memberikan informasi serta gagasan dan menjadi tempat konfirmasi bagi masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan mengenai antibiotika.

Antibiotika merupakan senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang menekan pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Ratusan antibiotika telah berhasil diidentifikasi dan dikembangkan sehingga dapat dimanfaatkan dalam terapi penyakit infeksi. Resistensi antibiotika merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia yang terus tumbuh. Hal ini terjadi ketika strain bakteri dalam tubuh manusia menjadi resisten terhadap antibiotika karena penyalahgunaan antibiotika.

E. Hipotesis

(52)

33 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental semu (quasi eksperimental design). Dalam penelitian ini menggunakan eksperimental semu karena syarat–syarat eksperimental sungguhan tidak dapat terpenuhi, seperti tidak adanya randomisasi pada penentuan subyek penelitian, dan kontrol terhadap variael-variabel yang berpengaruh terhadap penelitian (Notoatmodjo, 2010). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah time series design dengan one group pre intervention dan post intervention I, II, dan III, karena dalam rancangan ini tidak ada kelompok kontrol.

B. Variabel Penelitian 1. Variable bebas : Seminar Antibiotika

2. Variable tergantung : Pengetahuan, sikap, dan tindakan. 3. Variabel pengacau :

a. Terkendali : Pekerjaan, usia responden, dan tingkat pendidikan terakhir.

(53)

C.Definisi Operasional

1. Subyek penelitian adalah masyarakat di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta khususnya pria lansia usia 56 tahun ke atas yang bersedia ikut di dalam penelitian serta telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Kriteria inklusi sebagai berikut :

a. Pria lansia berusia 56 tahun ke atas b. Berdomisili di Kelurahan Baciro c. Bisa membaca dan menulis

d. Tidak mempunyai latar belakang pendidikan dan pekerjaan di bidang kesehatan

e. Bersedia menjadi responden secara sukarela dengan mengisi “Surat

Keterangan Kesediaan”.

Adapun kriteria eksklusi responden adalah sebagai berikut :

a. Individu sesuai kriteria inklusi namun tidak bersedia mengisi kuesioner b. Responden yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap

c. Responden yang tidak bisa mengisi kuesioner sendiri

2. Seminar yang dimaksud adalah seminar tentang Antibiotika yaitu meliputi pemberian informasi tentang pengertian umum antibiotika, cara memperoleh antibiotika, tempat memperoleh antibiotika, carapenggunaan antibiotika, pengertian resistensi antibiotika.

(54)

4. Sikap adalah respon yang diberikan oleh masyarakat terkait dengan Antibiotika.

5. Tindakan adalah sekumpulan sikap yang direalisasikan dalam suatu aksi sebagai bentuk tanggapan terhadap pengetahuan tentang Antibiotika.

6. Tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan dikatakan tinggi apabila responden menjawab 76–100% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar. 7. Tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan dikatakan sedang apabila responden

menjawab 56–75% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar.

8. Tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan dikatakan rendah apabila responden menjawab kurang dari 56% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar.

D. Lokasi Penelitian

(55)

E. Subyek Penelitian

Subyek penelitian dalam penelitian ini yaitu masyarakat khususnya pria lansia yang berusia 56 tahun ke atas di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan dalam penelitian. Lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh atau kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya. Menurut Elizabeth Hurlock dalam bukunya “Psikologi Perkembangan” masa lansia adalah masa dimana seseorang mengalami perubahan fisik dan psikologis. Bahkan ketika masa tua disebut masa yang mudah dihinggapi segala penyakit dan akan mengalami kemunduran mental seperti menurunnya daya ingat dan pikiran. Untuk itulah perlu adanya perhatian yang khusus kepada lansia agar mereka bisa hidup dengan nyaman. Dengan adanya motivasi yang diberikan diharapkan lansia bisa lebih aktif dalam menjalani kehidupannya dengan cara melakukan kegiatan–kegiatan yang dapat menunjang kesehatannya.

(56)

Komunitas lansia Kelurahan Baciro merupakan himpunan komunitas lansia dari 22 RW yang ada di Kelurahan Baciro.

(57)

Skema pencarian subyek penelitian dapat dilihat pada gambar yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.Skema pencarian subyek penelitian.

F. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta selama 3 bulan. Penelitian dilaksanakan pada minggu ke IV bulan November 2014, dilanjutkan pada minggu keempat bulan Desember 2014 dan Januari 2015. Perincian tempat dan waktu penelitian adalah sebagai berikut:

a. Pengambilan data pertama dilaksanakan pada tanggal 22 November 2014 dari pukul 09.00-11.30 WIB, bertempat di Aula Kantor Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta.

b. Pengambilan data kedua dilaksanakan pada bulan Desember 2014, dan pengambilan data ketiga dilaksanakan pada bulan Januari 2015 bertempat di

Populasi umum ± 400 orang

Populasi target 56 orang

Hasil sampling 38 orang

masuk kriteria eksklusi 6 orang

(58)

masing–masing tempat tinggal responden penelitian yang berlokasi di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta.

G. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-random sampling dengan jenis purposive sampling. Teknik non-random sampling adalah pengambilan sampel yang tidak didasarkan atas kemungkinan yang dapat diperhitungkan, artinya setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel (Notoatmodjo,2012). Purposive sampling yaitu pengambilan sampel dilakukan atas pertimbangan yang dibuat oleh peneliti, berdasarkan identifikasi karakteristik populasi yaitu ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo,2012; Sastroasmoro dan Ismael, 2011). Pada penelitian ini pengambilan sampel didasarkan pada kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan sebelumnya.

H. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah :

(59)

memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal–hal yang diketahui (Arikunto, 2010).

2. Materi presentasi yang berupa power point yang memuat materi tentang Antibiotika (definisi antibiotika, cara penggunaan antibiotika, tempat mendapatkan antibiotika, resistensi antibiotika, dan upaya pencegahan resistensi antibiotika) yang digunakan dalam seminar oleh nara sumber.

Dalam kuesioner terdapat satu jenis pertanyaan mengenai fakta dan tiga jenis pernyataan yang terdiri dari pernyataan tentang pengetahuan, sikap, dan tindakan responden.

1. Pertanyaan mengenai fakta

Bagian ini berisi mengenai fakta–fakta data demografi responden yang ada pada saat pengisisan kuesioner. Bagian ini diantaranya terdiri dari nama responden, rukun tetangga (RT)/kampong/dusun/desa tempat responden tinggal, tingkat pendidikan terakhir responden, dan usia responden.

2. Pernyataan yang memuat aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan

Pada penelitian kuesioner yang digunakan terdiri dari 40 aitem pernyataan yang di susun pada tahap awal penelitian. Aitem kuesioner yang diujikan adalah sebagai berikut:

(60)

antibiotika, tempat mendapatkan antibiotika, resistensi antibiotika, dan upaya pencegahan resistensi antibiotika.

2. Aspek sikap terdiri dari 10 aitem pernyataan yang terbagi dalam 5 aitem favorable dan 5 aitem unfavorable. Pokok bahasan yang dimasukkan dalam aspek ini meliputi motivasi belajar masyarakat mencari informasi tentang antibiotika, dan pemilihan penggunan antibiotika yang tepat.

3. Aspek tindakan berisi 10 aitem yang terdiri dari 5 aitem favorable dan 5 aitem unfavorable. Pokok bahasan dalam aspek ini adalah penggunaan antibiotika, dan upaya pencegahan resistensi antibiotika. Aitem kuesioner ini secara terperinci dapat dilihat pada Tabel I berikut :

Tabel I. Pernyataan favorable dan unfavorable aspek pengetahuan, sikap dan tindakan

Aspek Pokok Bahasan Nomor Pernyataan

Favorable Unfavorable

f. Resistensi antibiotika 7 dan 19 18 g.Pencegahan resistensi

antibiotika.

5 16

Sikap a.Cara memperoleh

(61)

Aitem–aitem pernyataan di atas memiliki skor masing–masing untuk kemudian dapat diolah dengan uji statistik yang sesuai. Berikut rincian besar skor untuk masing–masing pernyataan.

Tabel II. Besar skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan

Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan

Skor

Benar 1

Salah 0

Tabel III. Besar skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Sikap dan Tindakan

(62)

Baciro sebagai lokasi penelitian karena, Kelurahan Baciro terdiri dari 22 RW dan masing–masing RW memiliki perkumpulan lansia yang terorganisir dengan baik yaitu memiliki struktur kepengurusan yang jelas.

2. Permohonan ijin dan kerjasama

Permohonan izin pertama diajukan kepada Walikota Daerah Istimewa Yogyakarta untuk untuk memperoleh izin melaksanakan penelitian di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta. Surat izin penelitian dari Walikota Daerah Istimewa Yogyakarta ini dapat ditujukan kepada instansi pemerintah tertentu untuk keperluan penelitian (dinas kesehatan, kelurahan, kecamatan, organisasi), dan memiliki batasan waktu yaitu dari tanggal 25 September 2014 sampai 25 Desember 2014, kemudian diperpanjang pada tanggal 23 Februari 2015 sampai 23 Mei 2015.

Permohonan izin kedua ditujukan kepada Kepala Camat Gondokusuman DIY untuk memperoleh izin melaksanakan penelitian di Kecamatan Gondokusuman yaitu di Kelurahan Baciro, dan izin tersebut diperoleh dari Walikota DIY.

(63)

Permohonan izin keempat ditujukan kepada ketua Komunitas Lansia Kelurahan Baciro untuk memperoleh izin melibatkan lansia khususnya anggota pria lansia dalam peneitian.Permohonan izin ini diperoleh pada tanggal 14 Oktober 2014.

Permohonan izin kelima ditujukan kepada ketua Komunitas Lansia RW yang ada di Kelurahan Baciro untuk melibatkan anggota lansia lansia khususnya anggota pria lansia dalam peneitian, serta membantu dalam hal mengundang para peserta seminar atau subyek penelitian dan observasi (terkait kriteria inklusi yang ditetapkan).

3. Pembuatan kuesioner

Kuesioner yang dibuat terdiri dari 3 bagian utama yaitu bagian pertama memuat aspek pengetahuan tentang antibiotika. Tingkat pengetahuan tentang antibiotika diukur melalui pernyataan tentang cara memperoleh antibiotika dan tingkat pengetahuan umum tentang antibiotika (pengertian umum, cara

penggunaan, resistensi antibiotika, efek samping) dengan jawaban “ya” dan

tidak”.

Bagian kedua kuesioner mengenai sikap dan bagian ketiga mengenai tindakan penggunaan antibiotika. Pada bagian ini menggunakan skala Likert dengan pilihan “1” Sangat Setuju (SS), “2” Setuju (S), “3” Tidak Setuju (TS), dan

“4” Sangat Tidak Setuju (STS).Item pernyataan pada bagian kedua ini dibuat 2

(64)

4. Pencarian subyek penelitian

Waktu pencarian subyek penelitian dilakukan setelah mendapatkan izin penelitian dari Walikota Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepala Kecamatan Gondokusuman, Kepala Kelurahan Baciro, dan Ketua Komunitas Lansia Kelurahan Baciro. Kemudian dari izin yang diterima diteruskan kepada Ketua Komunitas RW untuk memperoleh informasi lengkap terkait jumlah anggota lansia, pekerjaan, dan pendidikan terakhir pria lansia yang ada di masing–masing RW di Kelurahan Baciro, data yang diperoleh digunakan untuk menentukan populasi target. Langkah selanjutnya adalah pencarian subyek penelitian (menggunakan teknik sampling) dengan mendatangi rumah masing–masing populasi target atau menemui pengurus di tempat populasi target tersebut (dalam hal ini ketua RT/RW, pengurus organisasi lansia). Peneliti mendatangi subyek penelitian kemudian menyampaikan maksud kedatangan, menjelaskan secara singkat gambaran penelitian yang akan dilakukan, serta menanyakan kesediaan subyek penelitian untuk terlibat di dalam penelitian, dengan memberikan undangan kepada subyek penelitian untuk menghadiri seminar yang akan dilaksanakan.

5. Uji validitas isi

(65)

bidangnya. Terdapat seorang ahli yang terlibat hingga proses pengujian validitas konten, yaitu dosen di Fakultas Farmasi yang juga merupakan Kepala Program Studi Profesi Apoteker Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

6. Uji pemahaman bahasa

Uji pemahaman bahasa dilakukan kepada 30 responden uji pemahaman bahasa yang memiliki kriteria yang serupa dengan kiteria yang ditetapkan dalam penelitian (Umar, 2005). Uji pemahaman dalam penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sonosewu Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul Yogyakarta. Uji pemahaman bahasa dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman responden terhadap maksud dan tujuan pernyataan yang dibuat oleh peneliti. Dari 40 butir-butir pernyataan kuesioner yang diujikan, terdapat beberapa butir pernyataan yang dinilai sulit dipahami oleh responden. Berikut hasil pengujian Pemahaman Bahasa pada responden.dipaparkan pada tabel IV.

Tabel IV. Pernyataan pada Tiap Aspek Kuesioner yang Sulit Dipahami oleh Lay People

No Aspek Pernyataan

1 Pengetahuan 1,7, 11,14

2 Sikap 8

3 Tindakan 10

(66)

yaitu menghindari kalimat yang rumit dengan menuliskannya dalam Bahasa yang sederhana dan jelas. Penyerdehanaan kalimat diharapkan dapat mempermudah responden memahami maksud pernyataan kuesioner. Pemahaman Bahasa ini berpengaruh pada tanggapan responden untuk tiap pernyataan. Apabila struktur kalimat yang digunakan buruk maka akan membingungkan responden dan kemungkinan besar menimbulkan tanggapan yang tidak konsisten. Tanggapan yang tidak konsisten dapat mempengaruhi hasil pengujian reliabilitas.

Hasil uji pemahaman bahasa diketahui bahwa bahasa yang digunakan dalam kuesioner tersebut dapat dimengerti oleh responden. Pada pengujian bahasa yang kedua tidak ditemukan respon negatif sehingga keempat puluh aitem kusioner dapat dilanjutkan ke tahap pengujian berikutnya, yaitu uji reliabilitas.

7. Uji reliabilitas instrumen

Pada penelitian ini, uji reliabilitas ketiga aspek dilakukan bersamaan sesuai tata cara penelitian uji kualitas instrumen. Uji kualitas instrumen ini meliputi uji reliabilitas dan seleksi aitem. Uji kualitas instrumen ini dilakukan sebanyak satu kali. Pada uji yang pertama, dari ketiga aspek yang diujikan kuesioner aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan telah reliabel sehingga tidak perlu dimasukkan kembali ke dalam uji kualitas instrumen selanjutnya. Aitem yang dimasukkan pada pengujian kualitas instrumen merupakan 40 aitem yang telah valid secara konten dari pengujian sebelumnya dan telah melalui uji pemahaman bahasa pada responden..

(67)

atau kelompok (Supraktiknya, 2014), dan sejauh mana pengukuran tersebut dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbeda jika dilakukan kembali pada subyek yang sama (Azwar, 2006). Uji reliabilitas untuk aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan dilihat dari nilai koefisien Cronbac alfa. Koefisien minimum yang dipandang memuaskan untuk reliabilitas tes adalah 0,60, di bawah angka tersebut sebuah tes menjadi kurang memadai untuk digunakan bagi perorangan, sebab hal tersebut menunjukkan bahwa kesalahan baku skor tampak sedemikian sehingga interpretasi skor menjadi meragukan (Supraktiknya, 2014). Uji reliabilitas penelitian ini dilakukan di Kelurahan Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman Yogyakarta dengan jumlah responden 30 orang. Lokasi ini dipilih sebagai tempat uji reliabilitas karena dari segi geografis dan keadaan sosio–demografi hampir sama dengan Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa keseluruhan aitem dalam kuesioner memiliki konsistensi yang tinggi dan dapat digunakan untuk mengukur hal yang sama secara berulang–ulang.

Tabel V. Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Hasil uji (nilai α) Keterangan Pengetahuan tentang antibiotika 0,712 Reliabel

Sikap mengenai antibiotika 0,640 Reliabel

tindakan mengenai antibiotika 0,683 Reliabel

8. Pemilihan pembicara seminar

(68)

akan diberikan yaitu Antibiotika. Apoteker merupakan professional kesehatan terakhir yang menemui pasien. Apoteker memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pasien mengerti maksud dari terapi obat dan cara penggunaannya yang tepat (Kurniawan dan Chabib, 2010). Hal ini didukung dengan studi tambahan yang menunjukkan bahwa pentingnya edukasi terhadap pasien yang berkesinambungan dan intervensi oleh apoteker menghasilkan perbaikan yang signifikan dalam kepatuhan pasien (Kurniawan dan Chabib, 2010). Nara sumber yang berperan sebagai pembicara dalam penelitian ini adalah seorang Apoteker, yang juga merupakan seorang dosen di Profesi Apoteker Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

9. Pelaksanaan seminar

(69)

secara lengkap dan merupakan jawaban sendiri tanpa melihat jawaban atau bertanya pada peerta lain, kuesioner pre intervention langsung dikumpulkan kepada petugas setelah peserta selesai menjawab. Seminar dimulai dengan sambutan dan perkenalan dari pembicara seminar, dan dilanjutkan dengan pemberian materi seminar kepada peserta seminar. Setelah pembicara selesai memberikan materi, kemudian dilanjutkan dengan sesi pertanyaan oleh peserta seminar terhadap materi yang belum dipahami. Kuesioner post intervention diberikan setelah sesi pertanyaan berlangsung dengan panduan dan petunjuk yang diberikan oleh peneliti.

10. Pengumpulan data

a. Pre intervetion dan post intervention I

(70)

b. Post intervetion II dan post intervention III

Data post intervetion II diambil 1 bulan setelah intervensi seminar diberikan, dan data post intervetion III didapatkan 2 bulan setelah intervensi seminar diberikan untuk melihat pengetahuan, sikap, dan tindakan subyek penelitian setelah diberikan intervensi seminar dalam rentang waktu tersebut. Tujuan data diambil 1 bulan dan 2 bulan setelah diberikan seminar adalah untuk melihat apakah dengan rentang waktu tersebut peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan subyek penelitian setelah diberikan seminar tetap mengalami peningkatan yang sama dengan post intervetion I atau terdapat perubahan (baik mengalami peningkatan atau penurunan).

J. Analisis Hasil

Untuk menjamin keakuratan data, dilakukan beberapa kegiatan proses manajemen data yaitu editing, processing, cleaning, dan analisis data.

1. Editing

Gambar

Gambar 4. Jumlah responden pre intervention dan post intervention I, II,III  pada kategori baik berdasarkan aspek pengetahuan, sikap, dan
Gambar 1. Diagram proses terbentuknya sikap (Notoatmodjo, 2012b)
Gambar 2.Skema pencarian subyek penelitian.
Tabel I. Pernyataan favorable dan unfavorable aspek pengetahuan, sikap dan tindakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan pria usia lanjut mengenai diabetes mellitus.. Penelitian dilakukan di Kecamatan

Penelitan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan wanita usia lanjut mengenai antibiotika dengan metode seminar.. Penelitian dilakukan di

Meningkatkan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Penggunaan Antibiotika dengan Metode Cara Belajar Ibu Aktif (CBIA) di Kabupaten Jember oleh Rossetyowati pada tahun 2012.

metode cara belajar ibu aktif (CBIA) di Kabupaten Jember.Tujuan penelitian tersebut adalah dengan mengadopsi metode CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku

berbentuk ordinal dan sampel kecil. Peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan remaja wanita di Kecamatan Umbulharjo tentang antibiotika dengan metode CBIA juga

Penulis skripsi yang berjudul Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Masyarakat Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta pada Tahun 2012 Terkait Penyakit Hipertensi mempunyai

Penelitian oleh Diyan Ajeng Rossetyowati pada tahun 2012 mengenai peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku penggunaan antibiotika dengan metode cara belajar ibu aktif CBIA

Keaslian penelitian Dari penelusuran pustaka yang telah dilakukan, penelitian tentang peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan wanita dewasa di Dusun Krodan tentang