• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MIND MAPPING DALAM MENSTIMULASI KREATIVITAS DAN MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA ANAK USIA DINI :studi eksperimen kuasi pada anak kelompok B di TK Negeri Pembina Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MIND MAPPING DALAM MENSTIMULASI KREATIVITAS DAN MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA ANAK USIA DINI :studi eksperimen kuasi pada anak kelompok B di TK Negeri Pembina Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau."

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBARAN PENGESAHAN... ii

SURAT PERNYATAAN... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... v

KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... vi viii DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv DAFTAR GAMBAR ... ABSTRAK...

xvi xvii

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah ... B.Rumusan Masalah ... C.Tujuan Penelitian ... D.Manfaat Penelitian ... E. Asumsi ... F. Hipotesis ...

1 15 16 17 18 19

BAB II KONSEP MIND MAPPING, KREATIVITAS DAN

KEMAMPUAN MEMBACA ANAK USIA DINI

A.Konsep Mind Mapping ... 1. Pengertian Mind Mapping ... 2. Langkah-langkah Membuat Mind Mapping... 3. Kegunaan Mind Mapping ... 4. Penerapan Mind Mapping dalam Rangka Menstimulasi Kreativitas dan Kemampuan Membaca Anak ... B.Konsep Kreativitas Anak Usia Dini ... 1. Pengertian Kreativitas ... 2. Ciri-Ciri Kreativitas ... 3. Kreativitas pada Anak Usia Dini ... 4. Faktor Pendukung dan Penghambat Kreativitas Anak ... 5. Pengembangan Kreativitas Anak ... C.Konsep Membaca ... 1. Pengertian Membaca ... 2. Perkembangan Kemampuan Membaca ... 3. Tahap Perkembangan Membaca ... 4. Kesiapan Membaca ... 5. Pendekatan dalam Pembelajaran Membaca ... D.Teori Belajar Pendukung ...

1. Teori Piaget ... 2. Teori Brunner ...

(2)

3. Teori Vygotsky ... 4. Teori Pemrosesan Informasi ... E. Penelitian yang Relevan...

70 71 74

BAB III METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian ... B.Lokasi dan Subjek Penelitian ... C.Definisi Operasional Variabel Penelitian ... D.Instrumen Penelitian ... E. Proses Pengembangan Instrumen ... F. Pengumpulan dan Analisis Data ... G.Tahap Penelitian ... H.Prosedur Penelitian ... I. Hasil Uji Coba Instrumen ... J. Hasil Pengujian Normalitas dan Homogenitas Data Awal Subjek Penelitian ... 77 79 80 82 84 89 93 94 96 102

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian ... 1. Deskripsi Penerapan Mind Mapping dalam Rangka

Menstimulasi Kreativitas dan Meningkatkan Kemampuan Membaca Anak Usia Dini ... a. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... b. Perencanaan ... c. Kegiatan Awal ... d. Kegiatan Inti ... 2. Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian ... a. Pengujian Hipotesis Kemampuan Membaca antara Anak yang Memperoleh Penerapan Mind Mapping (Kelompok Eksperimen) dengan Anak yang Tidak Menerima Penerapan Mind Mapping (Kelompok Kontrol) ... b. Pengujian Hipotesis Kreativitas antara Anak yang Mendapat Perlakuan Penerapan Mind Mapping dengan Anak yang Tidak Mendapat Perlakuan Penerapan Mind

Mapping ...

c. Peningkatan Kemampuan Membaca dan Kreativitas Anak setelah Penerapan Mind Mapping ... d. Analisis Setiap Indikator Kemampuan Membaca dan Kreativitas Anak pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... B.Pembahasan Hasil Penelitian ...

1. Peningkatan Kemampuan Membaca Anak Setelah Penerapan

Mind Mapping ...

2. Peningkatan Kreativitas Anak Setelah Penerapan Mind

(3)

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Simpulan ... B.Rekomendasi ...

168 169

DAFTAR PUSTAKA ... 172 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

2.1 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 3.12 3.13 3.14 3.15 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13

(5)

DAFTAR GAMBAR 2.1 2.2 3.1 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10

Fungsi Belahan Otak Kiri dan Kanan ... Spesifikasi Fungsi Otak dan Proses Belajar ... Prosedur Penelitian ... Grafik Perolehan Hasil Pretest Kemampuan Membaca ... Grafik Perolehan Hasil Posttest Kemampuan Membaca ... Grafik Perolehan Hasil Pretest dan Posttest Kemampuan Membaca ... Kurva Uji t Dua Pihak Variabel Kemampuan Membaca ... Grafik Perolehan Hasil Pretest Kreativitas Anak ... Grafik Perolehan Hasil Posttest Kreativitas Anak ... Grafik Perolehan Hasil Pretest dan Posttest Kreativitas Anak ... Kurva Uji t Dua Pihak Variabel Kreativitas Anak ... Grafik Analisis Pencapaian Indikator Kemampuan Membaca ... Grafik Analisis Pencapaian Indikator Kreativitas ...

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Arus globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat membutuhkan adanya manusia-manusia yang unggul dan siap berkompetisi. Untuk menjadi manusia yang unggul, salah satu syaratnya adalah memiliki kecerdasan. Dengan kecerdasan ini, manusia dapat menggali ilmu pengetahuan yang berguna bagi dirinya maupun bagi orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Bila hal ini tidak dimiliki, maka dengan sendirinya manusia itu akan tersingkir dan terbawa oleh arus globalisasi itu sendiri.

Untuk menjadi cerdas, seseorang harus meningkatkan ilmu pengetahuannya. Membaca merupakan salah satu cara untuk memperoleh pengetahuan itu. Membaca tidak bisa dilepaskan dari proses memiliki pengetahuan. Dengan banyak membaca, maka wawasan dan pengetahuan seseorang akan semakin bertambah. Oleh sebab itu, tidak salah jika ada pepatah yang mengatakan bahwa membaca itu adalah jembatan ilmu. Makin banyak seseorang membaca, maka akan semakin bertambah ilmunya. Dengan demikian, kecerdasan seseorang menjadi semakin bertambah pula.

(7)

Akan tetapi, cara seperti ini memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya ialah tidak semua orang bisa menyerap dengan cepat informasi yang disajikan itu. Bagi beberapa orang, mungkin informasi tersebut bisa langsung ditangkap. Namun, bagi sebagian orang lagi, butuh waktu untuk mengendapkan informasi tersebut sebelum kemudian memahaminya. Lain halnya dengan membaca, seseorang dapat menyerap informasi dari apa yang dibacanya sesuai dengan kecepatan pemahamannya masing-masing.

Kelemahan selanjutnya dari informasi yang tersedia pada media elektronik ialah ketersediaan media itu sendiri. Beberapa daerah yang mungkin masih terisolir masih sulit memperoleh informasi melalui media tersebut. Lagi pula, informasi atau pun ilmu pengetahuan itu lebih banyak dan lebih mudah diperoleh melalui media cetak. Dengan demikian, membaca merupakan kunci utama untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

Oleh sebab itu, membaca hendaknya sudah menjadi kebiasaan bagi kita. Jika sudah terbiasa membaca, maka kegiatan ini akan menjadi kebutuhan bagi setiap individu. Kebiasaan membaca ini harus ditanamkan sejak dini. Anak-anak yang mengembangkan kebiasaan membaca yang baik, akan menjadi pembaca yang baik pula di kemudian hari. Kebiasaan membaca akan lebih mudah dilakukan ketika anak sudah memiliki kemampuan membaca.

(8)

kemampuan membaca pada murid sekolah dasar menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia hanya menduduki peringkat kedua dari bawah dari 30 negara yang diteliti (Prasetyono, 2008: 27). Untuk itu, perlu dilakukan berbagai upaya agar anak senang membaca dan mengembangkan minat bacanya.

Mengingat demikian pentingnya membaca bagi kehidupan seseorang, maka lebih cepat seseorang memiliki kemampuan membaca akan semakin baik. Untuk itu, banyak di antara orang tua dan guru yang mulai mengajarkan anaknya agar mampu membaca di usia dini. Namun, keterbatasan pengetahuan dari orang tua mau pun guru serta warisan dari cara-cara lama (sewaktu belajar membaca mereka diajari seperti itu), menyebabkan mereka mengajarkan membaca dengan cara-cara yang kurang menyenangkan bagi anak. Misalnya dengan cara menghafal huruf-huruf alfabet, mengeja, dan sebagainya. Cara-cara seperti itu kini dipandang sudah tidak sesuai lagi, karena cara seperti itu dinilai membebani anak dan kurang mengembangkan proses berpikir anak.

(9)

mengajarkan anak membaca, apa pun metodenya, pastikan anak senang dan menyukai kegiatan membaca tersebut. Sehingga anak secara alami akan mampu membaca dan menyukai membaca sepanjang hidupnya.

Dewasa ini, mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung (calistung) bagi anak usia dini menjadi sebuah polemik. Sebagian pihak menuding bahwa hal itu dapat merampas kebebasan anak. Anak dipandang belum memiliki kesiapan untuk mempelajari calistung, oleh sebab itu calistung belum boleh diperkenalkan. Pendapat ini dilandasi oleh adanya sejumlah ahli yang mengatakan bahwa anak usia prasekolah tidak boleh belajar dan diajari membaca. Hal ini disebabkan usia anak adalah usia bermain dan anak secara mental belum siap membaca hingga usia enam tahun. Orang tua diingatkan untuk tidak mengajari anak membaca sebelum anak mencapai usia tersebut. Para ahli berpendapat, ketika anak diajari membaca mereka akan cenderung tertekan karena belum siap menerima pengajaran yang diberikan.

Di lain pihak, ada pula pendapat para ahli yang mengatakan bahwa mengajarkan membaca pada anak usia prasekolah bisa saja dilakukan. Calistung merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki anak agar dapat memperoleh berbagai keterampilan selanjutnya. Semakin awal seorang anak menguasainya akan semakin baik. Kemampuan membaca khususnya, dapat memperkaya dan memperluas kemampuan berpikir anak. Pendapat ini diperkuat dengan berbagai penelitian oleh para ahli. Team Dafa Publishing (2010: 12-13) merinci beberapa hasil penelitian tersebut seperti yang dipaparkan sebagai berikut.

(10)

kemampuan mental melalui rangsangan lingkungan. Ungkapan use it or lose it menunjukkan bahwa semakin banyak otak terangsang oleh aktivitas intelektual dan interaksi lingkungan, maka akan semakin banyak sambungan yang dibuat oleh sel-sel otak. Dalam hal ini, potensi otak dianggap tidak terbatas. Hal ini mengindikasikan bahwa jika otak semakin jarang digunakan, maka otak tidak akan berkembang.

2. Dilihat dari sisi perkembangan anak, perkembangan pada aspek bahasa terjadi dengan pesat pada usia prasekolah. Terdapat hubungan antara bahasa dan membaca. Sebenarnya, kesiapan anak untuk membaca sudah dimulai sejak lahir. Sejak bayi ia sudah dimulai diajak berbicara. Anak belajar mengenal bahasa dari lingkungannya. Artinya, belajar membaca merupakan kelanjutan dari bahasa berbicara atau mengenal bahasa yang sudah dikenal anak.

3. Anak usia prasekolah mulai mengenal hubungan tulisan, bunyi, dan maknanya, sehingga ia memahami fungsi tulisan dan bacaan. Ia mungkin senang membolak-balik buku, berpura-pura membacanya, serta mulai bertanya mengenai kata-kata tertentu yang tidak diketahuinya.

4. Menurut Hainstock, anak-anak usia prasekolah boleh diajari membaca, apalagi usia mereka adalah masa puncak alamiah menyerap berbagai kemampuan dan keterampilan. Termasuk menyerap kecakapan-kecakapan membaca.

Terlepas dari kontroversi di atas, mengajarkan calistung pada anak usia dini, khususnya membaca dapat dilakukan asalkan dengan cara yang menyenangkan. Cara tersebut sesuai dengan bakat dan minat anak, serta tidak menuntut hasil yang instan pada anak. Sehingga diharapkan anak akan menyukai membaca dan memiliki minat baca sejak dini.

(11)

Menurut Prasetyono (2008: 12), “Masa awal kehidupan anak hingga usia prasekolah, merupakan masa dimana anak memiliki rasa keingintahuan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa”. Masa ini merupakan kesempatan emas bagi kita untuk menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak, tidak terkecuali kemampuan membaca. Oleh sebab itu, orang tua maupun guru hendaknya dapat memanfaatkan masa emas ini dengan sebaik mungkin.

Berbagai upaya mungkin telah dicoba oleh orang tua maupun guru agar anak bisa membaca. Namun, pada kenyataannya tidak semua anak dapat mengikuti metode standar yang bagi anak lain bukan masalah. Beberapa di antara mereka masih saja mengalami kesulitan dalam membaca. Menurut Olivia (2009: 13), “Kesulitan membaca pada anak secara umum bersumber pada beberapa hal antara lain kejenuhan, keterbatasan daya ingat (memori), serta lemahnya konsentrasi anak”.

Membaca merupakan kegiatan yang menuntut adanya ketekunan, sehingga hal ini terkesan membosankan bagi anak. Anak akan lebih tertarik pada aktivitas lain yang lebih menyenangkan, misalnya menggambar atau bermain. Ini sangat mungkin terjadi karena pada saat belajar membaca, yang dihadapi anak adalah huruf, huruf, dan huruf. Kejenuhan yang dialami anak ini sangatlah mungkin terjadi karena otak mereka mengalami kelelahan dalam menerima materi dalam suasana yang monoton.

(12)

itu, tidak sedikit anak yang mengalami masalah kurangnya konsentrasi, begitu pula dalam belajar membaca. Untuk itulah guru maupun orang tua hendaknya memiliki strategi yang tepat ketika mengajarkan anak, tidak hanya membaca tetapi juga kemampuan lain.

Selain kecerdasan yang salah satu cara memperolehnya melalui kegiatan membaca, arus globalisasi juga membutuhkan adanya manusia-manusia yang kreatif. Kehidupan yang kita nikmati saat ini, yang penuh dengan hasil-hasil kemajuan teknologi merupakan buah dari pemikiran kreatif sebelum kita. Mereka berhasil mewujudkan mimpi yang oleh sebagian besar orang merupakan sesuatu yang mustahil.

Arus transportasi dan komunikasi berkembang demikian pesatnya, sehingga jarak yang dulu hanya bisa ditempuh dalam jangka berhari-hari, berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan kini hanya ditempuh dalam jangka waktu beberapa menit saja. Demikian pula dalam komunikasi, jarak yang jauh bukan lagi menjadi masalah. Kemajuan-kemajuan itu tidak lain adalah hasil dari kreativitas manusia yang didahului dengan adanya mimpi atau khayalan. Namun, adanya kecenderungan dalam masyarakat yang menilai bahwa bermimpi dan berkhayal merupakan sesuatu yang negatif, menyebabkan kreativitas menjadi tidak berkembang.

(13)

kreativitas dari siswa itu sendiri. Di sekolah, siswa mempelajari sesuatu sebatas yang diajarkan gurunya. Sementara itu, kecenderungan yang terjadi di lapangan,

para guru hanya mengajar apa yang diharapkan dan digariskan oleh kurikulum. Mereka kurang memiliki keberanian dalam mengambil keputusan untuk membuat

insiatif-inisiatif yang memungkinkan siswa mengembangkan kreativitasnya. Yang menjadi tujuan bagi sebagian besar guru adalah ketercapaian target kurikulum.

Sistem pendidikan seperti ini telah menghambat proses kreativitas anak, sehingga yang muncul hari ini adalah anak-anak yang miskin dengan ide-ide kreatif, anak yang takut tampil beda dengan ide kreatif tersebut. Padahal, seharusnya pendidikan itu hendaknya dapat mengembangkan segala potensi yang dibawa manusia sejak lahir. Potensi-potensi tersebut merupakan bekal bagi setiap individu untuk menjalani rentang kehidupannya. Terutama potensi kreativitas yang memungkinkan kita menemukan berbagai alternatif solusi ketika menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, peran pendidikan sebagai salah satu elemen yang turut serta dalam mengembangkan potensi anak perlu terus ditingkatkan.

(14)

Dari beberapa definisi kreativitas dari para ahli dapat diketahui bahwa pada intinya kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.

Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Gordon & Brown. Menurut Gordon & Browne (Moeslichatoen, 2004: 19), ‘Kreativitas merupakan kemampuan anak mencipta gagasan baru yang asli dan imajinatif, dan juga kemampuan mengadaptasi gagasan baru dengan gagasan yang sudah dimiliki’. Bila guru ingin mengembangkan kreativitas anak, guru harus membantu mereka mengembangkan kelenturan, dan menggunakan imajinasi, kesediaan untuk mengambil resiko, menggunakan diri sendiri sebagai sumber dan pengalaman belajar.

(15)

Pada dasarnya setiap manusia telah dikaruniai potensi kreatif sejak ia dilahirkan. Potensi kreatif ini dapat kita amati melalui keajaiban alamiah seorang bayi yang mampu mengeksplorasi sesuatu yang ada di sekitarnya. Jika bayi saja bisa memanfaatkan potensi kreatif dengan segala keterbatasannya, apalagi anak-anak maupun orang dewasa yang sudah memiliki fasilitas yang lengkap untuk mengembangkan potensi kreatif tersebut. Oleh sebab itu, kreativitas perlu dipupuk dan dikembangkan sejak usia dini.

Namun, pada kenyataannya perlakuan yang diterima anak usia dini baik di rumah maupun di lembaga prasekolah pada kenyataannya belum sepenuhnya dapat mengembangkan kreativitas pada anak usia dini. Kebanyakan di antara mereka dihadapkan pada tuntutan untuk menjadi anak yang manis dan penurut, duduk manis dan tidak banyak bicara. Belum lagi di rumah, kesibukan orang tua telah menyita waktu mereka dalam menjawab keingintahuan anak. Hal-hal inilah yang disinyalir dapat menghambat berkembangnya kreativitas pada diri anak.

(16)

Beberapa faktor tersebut diantaranya ialah pola asuh orang tua yang otoriter dan sistem pendidikan yang kurang mendukung.

Dewasa ini, di Indonesia berkembang suatu bentuk pendidikan yang ditujukan bagi anak usia dini. Lahirnya bentuk pendidikan ini dilandasi oleh semangat pendidikan untuk semua (education for all) sebagai hasil dari konferensi Dakkar. Hasil konferensi ini memberikan kesadaran bagi semua pihak dalam dunia pendidikan, khususnya orang tua, guru, dan pemerintah. Bahwa pendidikan itu sebaiknya dimulai sejak usia dini. Kesadaran ini juga ditunjang oleh adanya penemuan para ahli neurolagi yang menyatakan bahwa kemampuan otak anak berkembang pesat justru pada saat mereka berusia 0-8 tahun, dan mencapai titik kulminasi pada usia 18 tahun. Oleh karena itu, masa yang sering disebut sebagai masa emas ini (golden age) merupakan masa yang paling tepat untuk menstimulasi perkembangan anak dalam berbagai aspek.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Sistem Pendidikan Nasional, 2003: Pasal 1 ayat 14).

(17)

pendekatan yang dilakukan adalah bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain. Pada hakekatnya, semua anak senang bermain. Mereka menggunakan sebagian besar waktunya untuk bermain, baik sendiri, dengan teman sebayanya, maupun dengan orang dewasa di sekitarnya. Oleh karena itu, kegiatan bermain merupakan faktor penting dalam kegiatan pembelajaran dan esensi bermain harus menjadi jiwa dari setiap kegiatan pembelajaran anak usia dini.

Bermain merupakan bagian dari perkembangan kognitif anak. Piaget (Suyanto, 2005: 116) menyatakan ‘Bermain dengan objek yang ada di lingkungannya merupakan cara anak belajar’. Berinteraksi dengan objek dan orang, serta menggunakan objek itu sendiri untuk berbagai keperluan membantu anak memahami tentang objek, orang, dan situasi tersebut. Sementara itu, Erikson (Suyanto, 2005: 116) seorang penganut teori psikoanalis berpendapat ‘Bermain juga mengembangkan rasa percaya diri’. Bermain juga merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial bagi anak. “Melalui bermain, anak akan dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai, dan sikap hidup” (Moeslichatoen, 2004:32). Melalui kegiatan bermain pula, anak dapat melatih kemampuan bahasanya dengan berbagai cara, seperti: mendengarkan beraneka bunyi, mengucapkan suku kata atau kata, memperluas kosa kata, berbicara sesuai dengan tata bahasa Indonesia, dan sebagainya.

(18)

menjadi tiga bagian, PAUD formal, nonformal dan informal. Yang tercakup dalam PAUD formal antara lain Taman Kanak-Kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA), sedangkan PAUD nonformal ialah Kelompok Bermain (KB) dan Busthanul Athfal (BA). Sementara itu, PAUD informal meliputi pendidikan keluarga dan masyarakat.

Sebagai salah satu bentuk pendidikan anak usia dini, TK mengemban sejumlah tugas mulia untuk membantu mengembangkan segenap aspek perkembangan anak. Tugas-tugas tersebut tercantum dalam tujuan pendidikan TK. Salah satu dari tujuan pembelajaran di TK adalah meningkatkan kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa sangat diperlukan sebagai sarana untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun secara tertulis melalui interaksi dengan lingkungan. Pengalaman berbahasa anak yang diperoleh melalui proses interaksi baik dengan teman sebaya, orang tua, maupun dengan orang dewasa lainnya dapat menambah perbendaharaan kata anak. Dengan banyaknya perbendaharaan kata tersebut, anak akan menjadi mudah dan lancar dalam berkomunikasi. Sehingga ia dapat menyampaikan maksud, tujuan atau pun keinginannya tanpa kesulitan. Pengalaman berbahasa yang telah diperoleh anak ini diperlukan untuk membangun dan menjadi dasar untuk meningkatkan kemampuan membaca dini.

(19)

area kemampuan otak. Mind mapping diperkenalkan oleh Buzan dan telah digunakan oleh jutaan orang pintar di dunia. Pada dasarnya mind mapping dihasilkan dari perpaduan antara pola berpikir lurus dan pola berpikir memencar.

Pola berpikir lurus dilakukan dengan menentukan kata atau objek, dilanjutkan dengan mencari kata yang berkaitan dengan objek sebelumnya. Setiap kata akan dihubungkan dengan tanda panah yang berarti kata tersebut akan mengarah pada persepsi kata berikutnya. Sedangkan pola berpikir memencar adalah mencari segala sesuatu yang ada hubungannya dengan tema yang diberikan, yang dalam pemetaan akan muncul sebagai cabang-cabang. Pola berpikir memencar akan membantu anak untuk belajar menghubungkan serta melihat gambaran secara menyeluruh tentang sebuah objek.

(20)

mengoptimalkan pengembangan ide dan kreativitas serta meningkatkan daya nalar.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca dan kreativitas adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan. Mengingat demikian pentingnya kedua hal tersebut, maka semakin dini seseorang memiliki kemampuan tersebut tentu akan semakin baik. Oleh sebab itu, berbagai upaya dilakukan oleh guru maupun orang tua agar anak memiliki kedua keterampilan tersebut.

Oleh karena itu, penulis merasa tertarik melakukan penelitian untuk dapat mengetahui sejauh mana penerapan mind mapping ini dapat meningkatkan kreativitas dan kemampuan membaca dini pada anak. Maka penulis memfokuskan judul tesis ini, yaitu: “Penerapan Mind mapping dalam Rangka

Menstimulasi Kreativitas dan Meningkatkan Kemampuan Membaca Anak

Usia Dini”. Penelitian ini merupakan sebuah studi eksperimen kuasi yang

dilakukan pada anak-anak kelompok B di Taman Kanak-Kanak (TK) Negeri Pembina Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau Tahun Ajaran 2010/2011.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut.

(21)

dini di TK Negeri Pembina Pangkalan Kerinci Provinsi Riau tahun ajaran 2010/2011?

2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan membaca antara anak yang mendapat perlakuan mind mapping (kelompok eksperimen) dengan anak yang tidak memperoleh perlakuan mind mapping (kelompok kontrol)?

3. Apakah terdapat perbedaan kreativitas antara anak yang mendapat perlakuan mind mapping (kelompok eksperimen) dengan anak yang tidak memperoleh

perlakuan mind mapping (kelompok kontrol)?

C.Tujuan Penelitian

Pada dasarnya, yang merupakan tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui apakah penerapan mind mapping itu dapat menstimulasi kreativitas dan meningkatkan kemampuan membaca pada anak usia dini. Oleh sebab itu, maka berbagai kegiatan dalam penelitian ini diarahkan untuk menemukan jawaban dari permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan tadi. Adapun tujuan penelitian ini dijabarkan sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui bagaimana guru menerapkan prinsip-prinsip mind mapping dalam rangka menstimulasi kreativitas dan meningkatkan

kemampuan membaca anak usia dini di TK Negeri Pembina Pangkalan Kerinci Provinsi Riau tahun ajaran 2010/2011

(22)

3. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kreativitas antara anak yang mendapat perlakuan mind mapping (kelompok eksperimen) dengan anak yang tidak memperoleh perlakuan mind mapping (kelompok kontrol).

D.Manfat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang terkait di dalamnya, seperti: guru, siswa, dan peneliti sendiri. Khususnya bagi para praktisi pendidikan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan atau pedoman dalam praktik pendidikan sehari-hari. Adapun manfaat tersebut sebagai berikut.

1. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai teknik yang dapat digunakan dalam rangka mengembangkan kreativitas dan kemampuan membaca dini pada anak TK. Guru-guru mungkin telah memiliki banyak pengetahuan, khususnya berkenaan dengan peningkatan kemampuan membaca dini dan pengembangan kreativitas pada anak. Namun, melalui penelitian ini guru dapat memperkaya wawasannya tentang mengajarkan membaca dini melalui cara-cara yang lebih menyenangkan dan disukai oleh anak, serta dapat menstimulasi perkembangan otak kiri dan otak kanan anak secara seimbang.

2. Bagi Siswa

(23)

Melalui penelitian ini, siswa akan mendapat manfaat terutama dalam pengembangan kemampuan membaca yang diperoleh melalui kegiatan yang menyenangkan. Dengan demikian, anak akan cenderung mampu membaca dan akan menyukai kegiatan ini seumur hidupnya. Selain itu, mereka juga dapat mengembangkan kreativitasnya, terutama dalam kegiatan membaca. Perkembangan otak kiri dan otak kanan anak juga akan menjadi seimbang dengan penerapan mind mapping ini, karena dalam mengajarkan membaca, kedua wilayah otak ini akan dirangsang atau distimulasi secara seimbang.

3. Bagi Peneliti

Manfaat penelitian ini bagi peneliti sendiri ialah memperoleh pengetahuan lebih dalam, khususnya mengenai pembelajaran membaca dini bagi anak, sehingga penulis juga dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat bagi peneliti khususnya mengenai pengembangan kreativitas anak usia dini.

E.Asumsi

Penelitian ini berangkat dari beberapa asumsi, sebagai berikut.

1. Membaca memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, khususnya untuk menunjang penguasaan keterampilan berbahasa (Tarigan, 1981: 1). Membaca bagi anak usia dini adalah salah satu upaya untuk menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca pada anak, sekaligus mempersiapkan anak masuk SD (Tampubolon, 1993: 62).

(24)

kegiatan akademik untuk cepat mencapai hasil belajar, sehingga kreativitas anak cenderung diabaikan.

3. Manusia terlahir dengan membawa potensi kreatif. Persoalan yang terjadi selanjutnya adalah daya kreatif anak semakin berkurang oleh adanya aturan yang tidak perlu, pola kebiasaan, pola penghargaan dan pola asuh orang dewasa di sekitar anak (Rahmawati dan Kurniati, 2003: 47).

4. Kreativitas dalam diri anak dapat dikembangkan dengan intervensi dari orang dewasa di sekitar anak melalui stimulasi yang tepat.

5. Bila seseorang ingin mengembangkan kreativitas di dalam dirinya gunakan mind map dengan cepat tentang hal-hal yang dipikirkan (Buzan, 2007: 127).

F. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan dalam penelitian. Berdasarkan rumusan permasalahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penulis menetapkan hipotesis-hipotesis penelitian sebagai berikut.

1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan membaca anak yang mendapat perlakuan dengan penerapan mind mapping dengan anak yang tidak mendapat perlakuan penerapan mind mapping

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pada penelitian ini ada dua kelompok subjek penelitian yaitu kelompok eksperimen (KE) yang akan mendapatkan perlakuan pembelajaran membaca dengan penerapan mind mapping dan kelompok kontrol (KK) yang melakukan pembelajaran membaca tanpa penerapan mind mapping. Kedua kelompok ini akan diberikan pretest dan posttest dengan

menggunakan instrumen yang sama. Nazir (2009: 63) menyatakan “Eksperimen adalah observasi di bawah kondisi terkontrol (artificial condition) dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti sendiri”. Dengan demikian, penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol. Selanjutnya, Fraenkel et.al (1999) menyatakan bahwa penelitian eksperimen adalah penelitian yang melihat pengaruh-pengaruh dari variabel bebas terhadap satu atau lebih variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol.

(26)

“Quasi-Experimental Design”. Penelitian ini dilakukan pada anak TK kelompok B dari

dua kelas yang memiliki kemampuan yang homogen dan dipilih secara acak. Desain penelitian ini dijabarkan sebagai berikut.

A O1 X O2

B O3 O4

Keterangan:

A : Kelompok eksperimen B : Kelompok kontrol

O1 : Pretest kelompok eksperimen O2 : Posttest kelompok eksperimen O3 : Pretest kelompok kontrol O4 : Posttest kelompok kontrol

X : Perlakuan penerapan mind mapping (Seniati, dkk, 2005: 126)

(27)

desain penelitian eksperimen memberlakukan pretest sebelum memberikan treatment.

B.Lokasi dan Subjek Penelitian

Responden dalam penelitian ini adalah seluruh siswa pada Taman Kanak-Kanak Negeri Pembina Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau, usia 4-6 tahun. Sedangkan subjek penelitian difokuskan kepada siswa yang tergabung dalam kelompok B, yaitu kelompok usia 5-6 tahun. Dari enam kelompok B yang terdapat di sekolah tersebut, dipilih dan ditetapkan dua kelas sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol secara acak.

Kelompok usia ini dipilih sebagai subjek penelitian karena pada umumnya siswa pada level usia ini diasumsikan telah menguasai sejumlah pengetahuan yang diperlukan untuk belajar membaca. Kemampuan-kemampuan tersebut antara lain adalah pengetahuan alphabet (alphabetic knowladge), kesadaran bunyi (phonological awareness), dan keterampilan

memberi nama dengan cepat (rapid naming skills). Selain itu, pemilihan sampel ini juga didasari oleh pertimbangan bahwa anak usia tersebut lebih dekat dengan jenjang usia Sekolah Dasar (SD). Dimana pada jenjang pendidikan tersebut, kemampuan membaca yang lebih kompleks akan diajarkan pada anak.

(28)

Tabel 3.1 Subjek Penelitian

No Kelompok Jumlah anak Keterangan

1 B1 26 Kelompok Eksperimen

2 B2 26 Kelompok Kontrol

Sumber: Data Jumlah Anak TK Pembina Tahun Ajaran 2010/ 2011 Tabel 3.1 menunjukkan bahwa subjek penelitian terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok B1 sebagai kelompok eksperimen dan B2 sebagai kelompok kontrol yang masing-masing kelompok berjumlah 26 anak. Oleh karena itu, seluruh subjek dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 52 anak.

C.Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini secara operasional didefinisikan sebagai berikut.

1. Membaca dini merupakan proses yang melibatkan aktivitas auditif (pendengaran) dan visual (penglihatan) untuk memperoleh makna dari simbol berupa huruf atau kata (Mediani, 2006: 1). Hal senada juga diungkapkan oleh Tampubolon (1993: 62) bahwa membaca dini merupakan kegiatan fisik dan mental untuk menemukan makna dari tulisan.

(29)

dan kegiatan yang menarik sebagai perantaraan pembelajaran (Soutgate, 1972; Steinberg, 1982; Smith, 1990; dan Tampubolon, 1993) dalam Kabanga (2008).

Berdasarkan definisi tentang membaca dini di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa kemampuan membaca dini merupakan tingkat keterampilan membaca dasar yang diupayakan, dimana anak memiliki kecakapan untuk memahami lambang-lambang bunyi dan kata sehingga anak dapat mengenal dan melafalkannya. Hal ini merupakan awal keterampilan membaca yang diperlukan untuk melangkah ke tingkat membaca selanjutnya.

Dengan demikian, penulis menetapkan beberapa indikator kemampuan atau kecakapan membaca dini sebagai berikut.

a. Anak mampu mengenal lambang-lambang bunyi atau kata

b. Anak mampu melafalkan lambang-lambang bunyi atau kata tersebut. c. Anak memahami lambang-lambang bunyi atau kata

2. Kreativitas merupakan kemampuan anak mencipta gagasan yang baru dan imajinatif, dan juga kemampuan mengadaptasi gagasan baru dengan gagasan yang sudah dimiliki (Gordon & Browne, 1985 dalam Moeslichatoen, 2004: 19)

Selain itu, kreativitas juga didefinisikan sebagai “Sebuah proses atau kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan” (Munandar, 1999: 21).

(30)

a. Kelancaran, yaitu kemampuan anak mengungkapkan sebanyak mungkin gagasan dan pikirannya dalam bentuk simbol, gambar, dan atau kata-kata, yang dituangkan ke dalam mind mapping.

b. Keluwesan, yaitu kemampuan anak menemukan, mengungkapkan, atau memetakan ide, pikiran maupun gagasan sentral ke cabang-cabang mind mapping-nya.

c. Keaslian, yaitu kemampuan anak menuangkan ide, gagasan, ataupun pikiran ke dalam mind mapping sesuai dengan imajinasinya sendiri.

d. Elaborasi, yaitu kemampuan anak menjelaskan atau menceritakan mind mapping yang telah dibuat bersama guru atau yang dibuatnya sendiri.

3. Anak usia dini yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak yang sedang menempuh pendidikan di TK, khususnya kelompok B (usia 5-6 tahun) yang tergabung di TK Negeri Pembina Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau tahun ajaran 2010/2011.

D.Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini digunakan untuk menjaring berbagai data yang relevan. Instrumen yang digunakan berupa lembar unjuk kerja kemampuan membaca dini dan lembar observasi kreativitas anak serta dokumentasi.

(31)

memungkinkan guru maupun peneliti dapat memantau kemampuan membaca setiap anak.

Observasi digunakan untuk mengukur kreativitas dan kemampuan membaca anak yang ditunjukkan selama proses pembelajaran berlangsung. Tingkat kreativitas anak yang diamati dapat dilihat dari sudut kelancaran, keluwesan, keaslian, dan elaborasi. Data yang dihasilkan melalui lembar observasi ini merupakan skala ordinal karena instrumen ini menggunakan skala bertingkat sebagaimana dalam Sugiyono (2008: 93-94), dengan kisaran

0-4 dengan alternatif pilihan sebagai berikut: sering sekali = 4, sering = 3, kadang-kadang= 2, jarang = 1, dan tidak pernah = 0. Indikator-indikator dari alternatif pilihan itu adalah: sering sekali, artinya responden tidak pernah tidak melakukannya; sering, artinya responden pernah tidak melakukannya; kadang-kadang, artinya responden melakukan tetapi jarang; jarang artinya responden lebih sering tidak melakukannya; dan tidak pernah artinya responden tidak pernah melakukannya.

[image:31.595.119.519.242.760.2]

Adapun kisi-kisi instrumen penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

No Variabel Indikator No item Jumlah item

Pulta Respon den 1. Membaca a. Mengenal

lambang-lambang bunyi/kata

1, 2, 3, 4, 5,

6, 7, 8, 9,

10, 17, 18,

19, 20

28 observa

si

(32)

E.Proses Pengembangan Instrumen

Data penelitian untuk kedua variabel dikumpulkan melalui lembar observasi yang telah disusun. Keabsahan atau kesahihan hasil penelitian sangat ditentukan oleh data yang dihasilkan alat ukur/instrumen yang digunakan. Untuk menguji apakah instrumen yang digunakan telah memenuhi syarat-syarat alat ukur yang baik atau tidak, sehingga menghasilkan data yang sesuai dengan apa yang diukur, terlebih dahulu dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas instrumen itu sendiri. Pengembangan instrumen dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut.

b.Melafalkan

lambang-lambang

bunyi/kata tersebut.

c. Memahami

lambang-lambang

bunyi/kata

11, 12, 13,

14, 15, 16

21, 22, 23,

24, 25, 26,

27, 28

2. Kreativitas a. Kelancaran

b. Keluwesan

c. Keaslian

d. Elaborasi

1, 2, 3, 4, 5,

6

7, 8, 9, 10,

11, 12

13, 14, 15

16, 17, 18

19, 23

20, 21, 22,

24, 25, 26

26 observa

si

(33)

1. Judgment Expert

Instrumen penelitian harus memperoleh judgment beberapa ahli yang berkaitan dengan variabel yang akan kita teliti. Judgment ini sangat berguna bagi peneliti dalam rangka memperoleh instrumen yang memenuhi syarat dan kriteria instrumen yang baik menurut para ahli yang berkompeten dalam bidang yang akan diteliti. Sehingga dengan instrumen tersebut dapat dikumpulkan atau diperoleh data yang baik pula. Pendapat ahli (judgment expert), dimaksudkan dalam rangka untuk memenuhi validitas konstruk

(Contruct Validity). Setelah pengujian konstruk dari ahli selesai, maka diteruskan dengan ujicoba instrumen (Sugiyono, 2010: 352)

Instrumen dalam penelitian ini melalui proses judgment oleh dua orang dosen yang dipandang ahli di bidang membaca dini dan kreativitas anak. Berdasarkan hasil judgment instrumen kemampuan membaca dini yang dimintai pertimbangan kepada penimbang I, beliau menyatakan bahwa instrumen yang telah disusun sudah cukup mewakili aspek/indikator kemampaun membaca dini. Namun, beliau juga memberikan saran untuk mencermati konsistensi penggunaan kata “dapat” dan “mampu” dalam redaksi pernyataan atau butir item. Selain itu, beliau juga menyarankan untuk menyesuaikan contoh kata dalam redaksi pernyataan dengan tema yang sedang berlangsung dalam proses pembelajaran (lembar validasi instrumen terlampir).

(34)

masukan tersebut adalah untuk instrumen kemampuan membaca, beliau menyarankan untuk melengkapi butir item dengan contoh huruf/kata yang digunakan dalam pembelajaran yang akan dilakukan. Selain itu, beliau juga menyarankan untuk menyertakan/membedakan antara definisi konseptual dengan definisi operasional dari variabel penelitian. Untuk variabel kreativitas, beliau menyarankan untuk mengembangkan instrumen menjadi lebih banyak butir itemnya (karena pada waktu dihadapkan kepada penimbang II, instrumen ini hanya memiliki 16 butir item yang mewakili empat indikator).

Setelah memperoleh masukan dari dua ahli tersebut, penulis langsung mengadakan perbaikan/revisi instrumen sesuai dengan saran yang telah diberikan. Untuk variabel kemampuan membaca yang tadinya berjumlah 26 butir item, berkembang menjadi 28 butir item. Demikian pula dengan redaksional butir item, telah ditetapkan konsistensi penggunaan kata dapat dalam setiap butir item. Sedangkan variabel kreativitas berkembang dari awalnya 16 menjadi 26 butir item (lembar validasi terlampir).

(35)

2. Uji Validitas

Arikunto (Riduwan, 2008: 109) menyebutkan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Alat ukur yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Untuk menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu ditentukan korelasi antara bagian-bagian dari alat ukur secara keseluruhan dengan cara mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah skor tiap butir, dengan rumus Person product moment, sebagai berikut.

rXY=

Dimana:

rxy =koefisien korelasi X = skor tiap item Y = skor total

n = jumlah peserta tes

selanjutnya dihitung uji t dengan rumus: thitung = √

dimana: t = nilai thitung

r = koefisien korelasi hasil rhitung n= jumlah responden

Distribusi t (tabel t) untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n – 2). Kaidah keputusan:

(36)

Jika thitung < ttabel, berarti tidak valid ( Ridwan, 2010: 110) 3. Uji Reliabilitas

Suatu alat ukur disebut mempunyai reliabilitas tinggi dan dapat dipercaya jika alat ukur itu mantap, dalam pengertian bahwa alat ukur itu stabil, dapat diandalkan (dependability) dan dapat diramalkan (predictability). Suatu alat ukur yang mantap tidak berubah-ubah pengukurannya dan dapat diandalkan karena penggunaan alat ukur tersebut berkali-kali akan memberikan hasil yang serupa (Nazir, 2009: 134).

Sehubungan dengan reliabilitas, Scarvia B. Anderson, dkk (Arikunto, 2010) menyatakan bahwa persyaratan bagi tes, yaitu validitas dan reliabilitas itu penting. Dalam hal ini, validitas lebih penting, dan reliabilitas perlu, karena menyokong terbentuknya validitas. Hal ini mengandung pengertian bahwa sebuah instrumen mungkin reliabel, tetapi tidak valid. Sebaliknya, sebuah instrumen yang valid biasanya reliabel. Oleh sebab itu, tinggi rendahnya validitas menunjukkan tinggi rendahnya reliabilitas instrumen.

Reliabilitas instrumen pada penelitian ini dihitung dengan metode split half (belah dua). Metode belah dua menggunakan sebuah tes dan dicobakan

satu kali (single test-single trial method). Pada waktu membelah dua dan mengkorelasikan dua belahan, baru diperoleh reliabilitas setengahnya saja. Untuk mengetahui reliabilitas seluruh tes, dapat ditentukan dengan menggunakan rumus Spearman-Brown, seperti yang dijabarkan berikut ini.

(37)

r = korelasi Product Moment antara belahan (ganjil-genap) atau (awal-akhir)

(Ridwan, 2010: 113)

Perhitungan untuk menguji reliabilitas dilakukan setelah validitas instrumen terpenuhi. Jadi, butir item yang diuji reliabilitasnya adalah instrumen yang valid saja. Setelah butir item yang tidak valid dibuang, baru kemudian instrumen tersebut dibelah menjadi dua bagian. Kemudian dihitung korelasi antara belahan yang satu dengan belahan lain (korelasi antara total skor masing-masing belahan). Nilai korelasi yang diperoleh merupakan nilai korelasi untuk setengah instrumen. Untuk memperoleh korelasi seluruh item, nilai r yang diperoleh tersebut dimasukkan ke rumus Spearman Brown. Selanjutnya, nilai R Spearman Brown tersebut diinterpretasikan menurut kriteria yang digunakan untuk memperoleh kesimpulan, apakah instrumen tersebut reliabel, cukup reliabel, kurang reliabel atau pun tidak reliabel.

F. Pengumpulan dan Analisis Data

(38)

Jarang (J), 2 untuk Kadang-kadang (KD), 3 untuk Sering (S), dan 4 untuk Sangat Sering (SS).

Pemberian nilai/skor dengan perhitungan seperti di atas berlaku untuk pernyataan item/butir instrumen yang positif. Sedangkan untuk instrumen negatif, berlaku kebalikannya. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan dokumentasi. Dimana, peneliti bersama guru akan melakukan observasi dengan menggunakan instrumen yang telah disusun.

Data yang telah diperoleh dari pretest dan postest selanjutnya diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan sistem penskoran yang ditetapkan.

2. Membuat tabel skor pretest dan postest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3. Menghitung gain score, yaitu selisih antara skor postest dengan pretest. 4. Peningkatan kompetensi yang terjadi sebelum dan sesudah perlakuan

dihitung dengan rumus gain ternormalisasi, yaitu:

Gain ternormalisasi (g)= (Hake dalam Meltzer,

(39)

Tabel 3.3

Klasifikasi Nilai Gain Ternormalisasi

Besarnya Gain (g) Interpretasi

g> 0,7 Tinggi

0,3< g <0,7 Sedang

g< 0,3 Rendah

Untuk menentukan uji statistik yang digunakan, terlebih dahulu ditentukan normalitas data dan homogenitas varians. Pengujian normalitas dengan menggunakan Uji Lyllifors. Pengujian model distribusi normal dengan menggunakan uji lillyfors sama seperti pada uji Kolmogorov-Smirnov, yaitu kumulasi proporsi dibandingkan dengan fungsi distribusi pada distribusi probabilitas normal.

Fungsi distribusi pada distribusi probabilitas normal ditemukan melalui tabel, sehingga data perlu ditransformasikan ke nilai baku. Selisih maksimum dalam bentuk harga mutlak, dengan rumus sebagai berikut.

T= sup I Φ-∑p I

Kriteria pengujiannya seperti berikut ini. Tolak H0 jika T > Ttabel

Terima H0 jika T ≤ Ttabel

[image:39.595.118.512.155.656.2]
(40)

F = !"#$%$, 2010: 140

Dalam hal ini, berlaku ketentuan bila harga Fhitung lebih kecil atau sama dengan Ftabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. H0 diterima berarti varians homogen.

Jika sebaran data normal dan homogen, uji signifikansi dengan statistik uji t dengan menggunakan uncorrelated data/independent sample t-test. Namun, apabila data tidak normal, maka pengujian dilanjutnya dengan analisis nonparametrik (Man whitney atau uji U ).

Setelah data diperoleh atau terkumpul, selanjutnya dilakukan analisis untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Analisis tersebut dilakukan dengan membandingkan rerata kedua kelompok dengan menggunakan uji t. Adapun rumus uji t tersebut adalah sebagai berikut.

t= , ,

- 2/3/ 213/../0..1 2// 21/ (Seniati, dkk, 2005:128)

keterangan dari simbol-simbol tersebut sebagai berikut. M1 = rata-rata skor kelompok 1

M2 = rata-rata skor kelompok 2 SS1 = sum of square kelompok 1 SS2 = sum of square kelompok 2 n1 = jumlah subjek kelompok 1 n2 = jumlah subjek kelompok 2

(41)

Bila n1=n2, dan varians tidak homogen, maka dapat digunakan rumus berikut ini.

t = 6 6

-7/ 12/ 71 121 !"#$%$, 2010: 138

x1 = rata- rata skor kelompok 1 x2 = rata-rata skor kelompok 2 s1 = simpangan baku kelompok 1 s2 = simpangan baku kelompok 2 n1= jumlah subjek kelompok 1 n2 = jumlah subjek kelompok 2

Dengan dk = n1–1 atau dk = n2–1 , jadi derajat kebebasan (dk) bukan n1+ n2 – 2 (Phopan, 1973 dalam Sugiyono, 2010: 139)

Jika hasil perhitungan diperoleh nilai thitung>ttabel, pada tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05), maka hipotesis dapat diterima. Penerimaan hipotesis ini mengandung makna bahwa perlakuan yang diberikan kepada subjek penelitian memberikan dampak yang positif.

G.Tahap Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dalam tiga tahap kegiatan, yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap analisis data.

1. Tahap Persiapan

(42)

penelitian, mengolah data hasil uji coba, membuat rencana kegiatan untuk kelas eksperimen dan menentukan sekolah tempat penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini, kegiatan diawali dengan memberikan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui kondisi awal kemampuan membaca dini dan kreativitas anak. Setelah pretes dilakukan, maka dilanjutkan dengan kegiatan pembelajaran membaca dini melalui penerapan mind mapping pada kelas eksperimen dan pembelajaran membaca dini tanpa penerapan mind mapping pada kelas kontrol. Penerapan pembelajaran dengan mind mpping

tersebut dilakukan dalam beberapa kali pertemuan. Pada kelas eksperimen, selama proses pembelajaran berlangsung dilakukan observasi untuk mengetahui apakah terjadi perubahan kreativitas pada anak atau tidak.

Setelah kegiatan pembelajaran selesai, dilakukan postest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Postest bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca dan kreativitas pada anak setelah diberikan perlakuan. 3. Tahap Analisis Data

Data-data yang diperoleh selama penelitian akan dianalisis, sehingga diperoleh suatu kesimpulan. Teknik analisa data statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif dan statistik inferensial yang digunakan untuk menguji hipotesis.

H.Prosedur Penelitian

(43)
[image:43.595.87.542.154.690.2]

dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Selanjutnya prosedur penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk diagram berikut ini.

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian Kesimpulan

Studi pendahuluan:

Identifikasi masalah, rumusan masalah, studi literatur, dll

Pengembangan & Validasi:SKH, SKM, instrumen penelitian

dan Uji coba

Pemilihan subjek penelitian

pretest

Kelas Eksperimen Pelaksanaan pembelajaran

Membaca dengan penerapan mind mapping

kelas Kontrol

pelaksanaan pembelajaran membaca dengan pembelajaran biasa/

tanpa mind mapping

postest

Obsevasi, unjuk kerja, dan dokumenta

si

Pengumpulan data

(44)

I. Hasil Uji Coba Instrumen

1. Hasil Uji Validitas Instrumen

Sebelum instrumen yang telah disusun digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu dilakukan ujicoba untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen tersebut. Perhitungan validitas dan reliabilitas dilakukan sebagai syarat untuk memperoleh instrumen yang baik.

Pelaksanaan ujicoba instrumen dimaksudkan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan pada item pedoman pengamatan (observasi), yang berkaitan dengan redaksi, alternatif jawaban yang tersedia maupun maksud yang terkandung dalam tiap pernyataan, serta kesesuaian antara pernyataan dengan indikator yang ingin diungkap.

Uji coba instrumen ini dilakukan terhadap anak TK kelompok B. Uji coba ini dilakukan di sekolah yang sama dengan lokasi penelitian, yaitu di TK Negeri Pembina Pangkalan Kerinci, Riau. Tetapi, kelas yang digunakan bukan kelas yang akan dijadikan subjek penelitian. Melainkan satu dari enam kelompok B yang ada di sekolah itu. Pada waktu itu dipilih kelas B4 sebagai kelas untuk uji coba instrumen. Pelaksanaan uji coba diikuti oleh 25 anak kelas tersebut. Nilai korelasi product moment (rhitung) yang diperoleh melalui proses pada program komputer. Selanjutnya ditentukan nilai thitung berdasarkan nilai rhitung yang telah diperoleh dengan menggunakan rumus berikut.

thitung= √ (Riduwan, 2010:110)

(45)
[image:45.595.120.508.233.744.2]

kebebasan (dk=25-2)=23, harga ttabel adalah sebesar 1,174. Kriteria pengambilan keputusan ialah butir instrumen dinyatakan valid jika thitung > 1,174. Sebaliknya, jika thitung < 1,174, maka butir item tersebut dinyatakan tidak valid dan tidak dapat digunakan dalam penelitian dan selanjutnya (dibuang). Adapun hasil ujicoba instrumen dapat diamati pada tabel berikut ini.

Tabel 3.4

Hasil Uji Validitas Instrumen Kemampuan Membaca Anak Tk Kelompok B

No t

hitung t tabel KETERANGAN KESIMPULAN INDIKATOR Butir

Item dk=23,α=0,05

Mengenal lambang

bunyi/kata 1 3,51 1,714 t hitung> t tabel valid Sda 2 3,51 1,714 t hitung> t tabel valid

Sda 3 4,27 1,714 t hitung> t tabel valid

Sda 4 4,27 1,714 t hitung> t tabel valid

Sda 5 4,27 1,714 t hitung> t tabel valid

Sda 6 4,27 1,714 t hitung> t tabel valid

Sda 7 3,61 1,714 t hitung> t tabel valid

Sda 8 4,05 1,714 t hitung> t tabel valid

Sda 9 2,84 1,714 t hitung> t tabel valid

Sda 10 2,68 1,714 t hitung> t tabel valid

Melafalkan lambang

bunyi/kata 11 0,34 1,714 t hitung< t tabel tidak valid Sda 12 0,55 1,714 t hitung< t tabel tidak valid

Sda 13 0,19 1,714 t hitung< t tabel tidak valid

Sda 14 3,51 1,714 t hitung> t tabel valid

Sda 15 4,17 1,714 t hitung> t tabel valid

Sda 16 2,81 1,714 t hitung> t tabel valid

Mengenal lambang

bunyi/kata 17 2,12 1,714 t hitung> t tabel valid Sda 18 2,68 1,714 t hitung> t tabel valid

Sda 19 4,23 1,714 t hitung> t tabel Valid

Sda 20 2,5 1,714 t hitung> t tabel Valid

Memahami

(46)

bunyi/kata

Sda 22 3,31 1,714 t hitung> t tabel Valid

Sda 23 1,93 1,714 t hitung> t tabel Valid

Sda 24 1,75 1,714 t hitung> t tabel Valid

Sda 25 2,37 1,714 t hitung> t tabel Valid

Sda 26 4,85 1,714 t hitung> t tabel Valid

Sda 27 2,05 1,714 t hitung> t tabel Valid

Sda 28 1,97 1,714 t hitung> t tabel Valid

Berdasarkan pengolahan data ujicoba instrumen membaca dini tersebut diketahui bahwa untuk indikator pertama, yaitu anak mampu mengenal lambang bunyi/kata diwakili oleh 14 butir item. Setelah dilakukan validasi, diperoleh nilai thitung yang lebih besar daripada ttabel. Oleh sebab itu, kesemua butir item pada indikator pertama dinyatakan valid dan dapat digunakan dalam penelitian yang sesungguhnya.

Sedangkan untuk indikator kedua, yaitu anak mampu melafalkan lambang bunyi/kata yang diwakili oleh enam butir item, tiga diantaranya dinyatakan tidak valid, dan yang lainnya dinyatakan valid. Item yang tidak valid tersebut, yakni nomor 11, 12, dan 13 selanjutnya dibuang/tidak digunakan dalam penelitian.

Sementara itu, indikator ketiga yang diwakili oleh delapan butir item, tujuh butir item dinyatakan valid, sedangkan satu butir lainnya dinyatakan tidak valid. Oleh sebab itu, butir item yang tidak valid tersebut dibuang/tidak digunakan dalam penelitian. Berdasarkan analisis tersebut, diperoleh sebanyak 24 butir item yang valid untuk variabel kemampuan membaca dini.

[image:46.595.119.515.107.606.2]
(47)
[image:47.595.119.508.159.631.2]

Tabel 3.5

Hasil Uji Validitas Instrumen Kreativitas Anak TK Kelompok B INDIKATOR BUTIR ITEM thitung ttabel

dk=23, α-0,05

KETERANGAN

KESIMPULAN

Kelancaran 1 6,64 1,714 t hitung>t tabel Valid

Sda 2 7,87 1,714 t hitung>t tabel Valid

Sda 3 5,29 1,714 t hitung>t tabel Valid

Sda 4 5,11 1,714 t hitung>t tabel Valid

Sda 5 6,72 1,714 t hitung>t tabel Valid

Sda 6 5,22 1,714 t hitung>t tabel Valid

Keluwesan 7 6,57 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 8 7,53 1,714 t hitung>t tabel Valid

Sda 9 13,22 1,714 t hitung>t tabel Valid

Sda 10 13,51 1,714 t hitung>t tabel Valid

Sda 11 9,24 1,714 t hitung>t tabel Valid

Sda 12 8,35 1,714 t hitung>t tabel Valid

Keaslian 13 6,95 1,714 t hitung>t tabel Valid

Sda 14 5,09 1,714 t hitung>t tabel Valid

Sda 15 4,98 1,714 t hitung>t tabel Valid

Sda 16 3,81 1,714 t hitung>t tabel Valid

Sda 17 5,23 1,714 t hitung>t tabel Valid

Sda 18 6,14 1,714 t hitung>t tabel Valid

Sda 19 7,06 1,714 t hitung>t tabel Valid

Elaborasi 20 4,64 1,714 t hitung>t tabel Valid

Sda 21 6,44 1,714 t hitung>t tabel Valid

Sda 22 5,58 1,714 t hitung>t tabel Valid

Keaslian 23 6,93 1,714 t hitung>t tabel Valid

Elaborasi 24 4,35 1,714 t hitung>t tabel Valid

Sda 25 5,06 1,714 t hitung>t tabel Valid

Sda 26 5,05 1,714 t hitung>t tabel Valid

(48)

secara utuh sebagai instrumen untuk mengamati kreativitas anak pada penelitian yang sesungguhnya.

[image:48.595.120.519.248.650.2]

Berdasarkan hasil uji coba kedua instrumen tersebut maka diperoleh kesimpulan seperti disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 3.6

Jumlah Item Pedoman Observasi yang Digunakan Sebagai Instrumen Penelitian Berdasarkan Validitasnya Menurut Variabel Penelitian No Variabel Kriteria pengujian

t (23, 005)

Jumlah butir item Valid Tidak

valid 1 Kemampuan membaca

dini

ttabel = 1, 174 24 4

2 Kreativitas 26 -

Jumlah 50 4

Tabel 3.6 menunjukkan jumlah butir item yang digunakan sebagai instrumen penelitian. Untuk variabel kemampuan membaca dini, instrumen yang valid sebanyak 24 butir item. Sementara itu, variabel kreativitas anak memiliki 26 butir item yang valid dan dipergunakan dalam penelitian.

2. Hasil Uji Reliabilitas

(49)

bernomor genap. Kemudian, nilai korelasi tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam rumus Spearman Brown untuk menentukan tingkat reliabilitasnya. Adapun kriteria pengujiannya ialah instrumen dinyatakan memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi jika nilai koefisien korelasi yang diperoleh > 0,70 (Guildford, 1956 dalam Ruseffendi, 2003: 209).

[image:49.595.119.527.252.613.2]

Berdasarkan hasil ujicoba instrumen diperoleh kesimpulan seperti tabel berikut ini.

Tabel 3.7

Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Menurut Variabel Penelitian

No Variabel Kriteria

pengujian

Hasil

perhitungan

Kesimpulan

1 Kemampuan membaca dini

r = 0,70

r = 0,929 Reliabel

2 Kreativitas r = 0,982 Reliabel

Tabel 3.7 tersebut menunjukkan bahwa instrumen kemampuan membaca dan kreativitas memiliki nilai rhitung yang lebih besar bila dibandingkan dengan rtabel. Dengan demikian, berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, dinyatakan bahwa instrumen tersebut mempunyai tingkat reliabilitas yang tergolong tinggi. Oleh sebab itu, kedua instrumen itu dapat digunakan dalam kegiatan penelitian selanjutnya.

(50)

J. Hasil Pengujian Normalitas dan Homogenitas Data Awal Subjek

Penelitian

1. Pengujian Normalitas Data

Sebelum pengolahan data selanjutnya dilakukan, perlu diuji normalitas data tersebut. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan analisis statistik apa yang tepat dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Selanjutnya, akan diuraikan pengujian normalitas data berdasarkan variabel yang diteliti. a. Pengujian Normalitas Data Kemampuan Membaca

Salah satu persyaratan dalam analisis kuantitatif adalah terpenuhinya asumsi kenormalan terhadap distribusi data yang dianalisis. Oleh karena itu, sebelum dilakukan uji beda, terlebih dahulu dilakukan analisis normalitas data yang telah dikumpulkan, baik pada kelompok eksperimen maupun pada kelompok kontrol.

Pengujian normalitas terhadap kedua kelompok data pretest kemampuan membaca tersebut menggunakan uji Lyllifors. Pengujian model distribusi normal dengan menggunakan uji Lillyfors sama seperti pada uji Kolmogorov-Smirnov, yaitu kumulasi proporsi dibandingkan dengan fungsi distribusi pada distribusi probabilitas normal. Fungsi distribusi pada distribusi probabilitas normal ditemukan melalui tabel, sehingga data perlu ditransformasikan ke nilai baku. Selisih maksimum dalam bentuk harga mutlak, dengan rumus:

T= sup I Φ-∑p I

(51)

Terima H0 jika T ≤ Ttabel

Untuk menguji normalitas data pretest kemampuan membaca kelompok eksperimen diajukan hipotesis sebagai berikut.

H0 = populasi data pretest kemampuan membaca kelompok eksperimen berdistribusi normal

H1 = populasi data pretest kemampuan membaca kelompok eksperimen berdistribusi tidak normal

Berdasarkan kriteria tersebut, dilakukan uji normalitas data pretest kemampuan membaca pada kelompok eksperimen seperti pada tabel berikut ini.

[image:51.595.117.511.236.648.2]

Tabel 3.8

Pengujian Normalitas Data Pretest Kemampuan Membaca Kelompok Eksperimen

No X F p ∑p z Φ T

1 12 2 0,076923 0,076923 -1,41652 0,08 0,003077 2 14 4 0,153846 0,230769 -0,77601 0,22 -0,01077 3 15 5 0,192308 0,423077 -0,45575 0,325 -0,09808

4 16 3 0,115385 0,538461 -0,13549 0,445 -0,09346 5 17 3 0,115385 0,653846 0,184762 0,575 -0,07885 6 18 2 0,076923 0,730769 0,505019 0,695 -0,03577 7 19 5 0,192308 0,923077 0,825275 0,795 -0,12808 8 20 1 0,038462 0,961538 1,145531 0,875 -0,08654

9 22 1 0,038462 1 1,786044 0,96 -0,04

26

(52)

T pada tabel nilai kritis uji Lillyfors untuk n= 26 dan taraf signifikansi 0,05 menunjukkan bahwa harga Ttabel sebesar 0,173. Kriteria pengujian adalah sebagai berikut.

Tolak H0 jika Tmaks> Ttabel, artinya data tidak berdistribusi normal Terima H0 jika Tmaks ≤ Ttabel, artinya data berdistribusi normal

Karena berdasarkan perhitungan diperoleh nilai Tmaks < Ttabel (0,128 < 0,173), maka diambil keputusan untuk menerima H0. Hal ini berarti bahwa data pretest kemampuan membaca kelompok eksperimen berdistribusi normal.

Selanjutnya, akan diuji pula normalitas data pretest kemampuan membaca kelompok kontrol dengan menggunakan prosedur yang sama seperti uji normalitas data pretest kemampuan membaca kelompok eksperimen. Hipotesis diajukan untuk menguji normalitas data. Adapun hipotesis tersebut dijabarkan sebagai berikut.

Ho= data pretest kemampuan membaca anak kelompok kontrol berdistribusi normal

Ha= data pretest kemampuan membaca anak kelompok kontrol tidak berdistribusi normal

Perhitungan uji normalitas tersebut selanjutnya ditampilkan pada tabel berikut ini.

[image:52.595.120.516.239.652.2]

Tabel 3.9

Uji Normalitas Data Pretest Kemampuan Membaca Kelompok Kontrol

No X F P ∑p z Φ T

(53)

4 13 3 0,1154 0,2308 -0,86 0,1977 -0,033

5 14 3 0,1154 0,3462 -0,56 0,2877 -0,058 6 15 2 0,0769 0,4231 -0,26 0,3974 -0,026 7 16 3 0,1154 0,5385 0,046 0,5199 -0,019 8 17 4 0,1538 0,6923 0,348 0,6368 -0,056

9 18 2 0,0769 0,7692 0,649 0,7422 -0,027 10 19 4 0,1538 0,9231 0,951 0,8289 -0,094

11 20 2 0,0769 1 1,252 0,8944 -0,106

[image:53.595.119.513.111.723.2]

26

Tabel tersebut menunjukkan bahwa harga Tmaks diperoleh sebesar 0,106. Untuk menguji hipotesis, harga Tmaks tersebut harus dibandingkan dengan Ttabel. Untuk n=26, dan taraf signifikansi 0,05 tabel nilai kritis uji Lillyfors adalah sebesar 0,173. Dengan demikian, diperoleh keputusan menerima H0, karena nilai Tmaks < Ttabel ( 0,106< 0,173). Keputusan menerima H0 berarti bahwa data pretest kemampuan membaca kelompok kontrol berdistribusi probabilitas normal.

Selanjutnya, hasil pengujian normalitas data pretest kemampuan membaca anak kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 3.10

Hasil Uji Normalitas Data Pretest Kemampuan Membaca Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Kelompok Tmaks Ttabel Keterangan Kesimpulan

Eksperimen 0,128 0,173 Tmaks < Ttabel Distribusi normal

(54)

Tabel tersebut menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki nilai Tmaks yang lebih kecil daripada Ttabel. Oleh sebab itu, kedua kelompok data pretest kemampuan membaca anak berdistribusi normal.

b. Pengujian Normalitas Skor Pretest Kreativitas

Pengujian normalitas juga dilakukan pada data pretest kreativitas, baik pada kelompok eksperimen maupun pada kelompok kontrol. Prosedur pengujiannya sama dengan yang dilakukan pada saat menguji normalitas data pretest kemampuan membaca seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, yaitu

dengan menggunakan uji Lillyfors.

Sebelum dilakukan uji, terlebih dahulu diajukan hipotesis pengujian normalitas data sebagai berikut.

H0= data pretest kreativitas anak kelompok eksperimen berdistribusi normal

Ha= data pretest kreativitas anak kelompok eksperimen tidak berdistribusi normal

[image:54.595.118.515.235.621.2]

Pengujian normalitas data kreativitas anak kelompok eksperimen dengan menggunakan uji Lillyfors dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.11

Uji Normalitas Data Pretest Kreativitas Anak Kelompok Eksperimen

No x f P ∑p Z φ T

1 15 1 0,038 0,0385 -1,604 0,0548 0,01634 2 16 1 0,038 0,0769 -1,499 0,0668 -0,0101

3 18 1 0,038 0,1154 -1,288 0,0985 -0,0169

4 21 1 0,038 0,1538 -0,972 0,166 0,01215

[image:54.595.137.513.638.750.2]
(55)

7 26 2 0,077 0,3462 -0,446 0,33 -0,0162

8 27 1 0,038 0,3846 -0,34 0,3669 -0,0177

9 29 1 0,038 0,4231 -0,13 0,4483 0,02522

10 30 4 0,154 0,5769 -0,024 0,492 -0,0849

11 32 2 0,077 0,6538 0,1863 0,5753 -0,0785

12 33 1 0,038 0,6923 0,2917 0,6141 -0,0782 13 38 1 0,038 0,7308 0,8183 0,7939 0,06313 14 39 2 0,077 0,8077 0,9236 0,8212 0,01351 15 40 2 0,077 0,8846 1,0289 0,8485 -0,0361

16 41 1 0,038 0,9231 1,1343 0,8708 -0,0523 17 42 1 0,038 0,9615 1,2396 0,8925 -0,069

18 45 1 0,038 1 1,5555 0,9406 -0,0594

26

Tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai Tmaks sebesar 0,0849. Untuk n=25 dan taraf signifikansi α= 0,05 tabel nilai kritis pada uji Lillyfors adalah sebesar 0,173. Karena Tmaks< Ttabel (0,0849 < 1,73), maka dapat disimpulkan bahwa data pretest kreativitas anak kelompok eksperimen berdistribusi normal. Selanjutnya akan dilihat pula normalitas data pretest kreativitas anak kelompok kontrol. Sebelum pengujian dilakukan, dirumuskan hipotesis pengujian normalitas data sebagai berikut.

H0: data pretest kreativitas anak kelompok kontrol berdistribusi normal Ha: data pretest kreativitas anak kelompok kontrol tidak berdistribusi

normal

[image:55.595.119.515.119.618.2]
(56)

Tabel 3.12

Uji Normalitas Skor Pretest Kreativitas Anak Kelompok Kontrol

No x f p ∑p z φ T

1 20 1 0,04 0,038 -1,508 0,0655 0,02

Gambar

Tabel    2.1 Sepuluh Ciri Pribadi Kreatif .....................................................................
Grafik Perolehan Hasil Prosedur Penelitian ....................................................................................
Tabel 3.1 menunjukkan bahwa subjek penelitian terdiri dari dua
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

perawatan dimensi, dikarenakan strukturnya yang lebih normal. Snowflake schema merupakan model data dimensional yang memiliki sebuah tabel fakta sebagai pusatnya, dikelilingi

Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat, dan perhatian yang disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai

[r]

PENGEMBANGAN MULTIMEDIA BERBASIS PLATFORMER GAME UNTUK PENERAPAN MODE EXPLICIT INSTRUCTION PADA MATA. PELAJARAN

Dalam penentuan payload dan desain kapal ini maka akan memperhatikan kondisi alur pelayaran dan kedalaman pelabuhan di daerah APBS, dari data dilapangan dan dari

Waktu Luang Untuk Menyelesaikan Pekerjaan Tata Ruang Kota Yang Lain ...158 4.60 Rekapitulasi Tanggapan Responden Terhadap Tingkat Kinerja Pegawai. Distarcip Kota Bandung ...159

Mekanisme Pelestarian Nilai-nilai Kearifan Lokal yang terdapat pada Upacara Adat Ngalaksa untuk Pengembangan Karakter Bangsa di Kecamatan Rancakalong ... Solusi yang Tepat

Silahkan konsultasikan dengan guru anda apabila menemukan jawaban atau pembahasan yang kurang tepat pada latihan soal ujian nasional berikut... Dari 40 siswa di suatu kelas terdapat