• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Keterampilan Proses Sains Peserta Didik Kelas X Semester 2 SMA Negeri 11 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Keterampilan Proses Sains Peserta Didik Kelas X Semester 2 SMA Negeri 11 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017."

Copied!
203
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS PESERTA DIDIK

KELAS X SEMESTER 2 SMA NEGERI 11 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Sains Kimia

Oleh:

CUT AULIA NORA SAKINAH NIM 13303244006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

vi

Efektivitas Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Keterampilan Proses Sains Peserta Didik Kelas X Semester 2 SMA Negeri 11 Yogyakarta Tahun Ajaran

2016/2017 Oleh:

Cut Aulia Nora Sakinah NIM 13303244006

Pembimbing:

Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan keterampilan proses sains peserta didik pada kelas yang menggunakan model pembelajaran discovery learning dengan kelas yang tidak menggunakan model disocvery learning jika nilai UAS dikendalikan secara statistik. Discovery learning merupakan model yang melibatkan peserta didik secara langsung dalam proses menemukan konsep. Diterapkannya model discovery learning pada proses pembelajaran akan menumbuhkan keterampilan proses sains peserta didik. Keterampilan proses sains merupakan keterampilan ilmiah yang terarah untuk menemukan dan mengembangkan konsep.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Two-group Post-Test Only Design. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 11 Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara area purposive sampling. Populasi penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X di SMA Negeri 11 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017. Sampel penelitian terdiri dari 62 peserta didik yang terbagi menjadi dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen menggunakan model discovery learning, sedangkan kelas kontrol tidak menggunakan model discovery learning, melainkan model kooperatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu soal, observasi, dan angket. Instrumen yang digunakan yaitu skala penilaian, soal, dan daftar pernyataan. Data penelitian dianalisis dengan uji ANAKOVA (Analisis Kovarian).

Hasil uji Anakova menunjukkan bahwa p = 0.493 sehingga tidak ada perbedaan signifikan keterampilan proses sains peserta didik pada kelas yang menggunakan model pembelajaran discovery learning dengan kelas yang tidak menggunakan model disocvery learning. Namun, berdasarkan hasil lembar observasi dan angket menunjukkan bahwa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Dengan demikian, penggunaan model discovery learning mampu meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik dengan baik meskipun tidak secara signifikan.

(3)

vii

The Effectiveness of Discovery Learning model towards 10th Grade Students’ Science Process Skills in 2nd Semester in SMA Negeri 11 Yogyakarta, Academic Year 2016/2017

By:

Cut Aulia Nora Sakinah NIM 13303244006

Supervisor:

Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX ABSTRACT

This study aimed to determine the difference of science process skills between students in the class used discovery learning model learning with class which did not use discovery leaning model, if the final exam scores controlled by statistic. Discovery learning is a model which involve students to discover concept directly. The implementation of discovery learning model on learning process will develop students’ science process skills. Science process skills is scientific skills to discover and develop the concept directionally.

Two-group Post-Test Only Design used in this study. This research was conducted in SMA Negeri 11 Yogyakarta. The sampling technique used in this study was area purposive sampling. The population of this study were 10th grade students in SMA Negeri 11 Yogyakarta. This study used 62 students as the samples which divided in two class, experiment class and control class. Experiment class used discovery learning model, whereas class control did not use discovery learning model, but used cooperative learning model. This study used question, observation, and questionnaire, as the technique to collect data. The instrument used in this study were rating scale, question, and list of statements. This study was conducted by using ANAKOVA (Analysis of Covariance) test, as the technique to analysis data.

The Anakova test showed that p = 0.493, explained that there was no significant differences between students in the classroom used discovery learning model learning with class which did not use the disocvery learning model. But, the result of observation sheet and questionnaire showed that experiment class was better than control class, and it proved that discovery learning model could improve science process skills of students, although not significant.

(4)
(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN MOTTO

Happines comes when we stop complaining about when the troubles

we have and say thanks to Allah for the troubles we don’t have.

You can find inspiration in anything. If you can’t, look again!

(8)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Allah SWT yang telah mempermudah saya dalam melaksanakan pendidikan saya selama ini.

2. Orang tua saya yang selalu mendukung, mendoakan dan menasehati saya setiap waktu.

3. Krisna Raditya Pratama yang selalu menemani, mendukung, menghibur dan menasehati saya ketika saya berada di masa sulit.

4. Puput Tri Ambarwati dan Retno Firsttio Hardiningtyas yang telah membantu saya dalam mengobservasi peserta didik selama proses pembelajaran

beralangsung.

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang

berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Keterampilan Proses Sains Peserta Didik Kelas X Semester 2 SMA Negeri 11

Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017” dengan tepat waktu.

Penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini tak lepas dari bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung mapun tidak langsung. Sebagai ungakapan rasa syukur, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Hartono, M. Si sebagai Dekan FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta beserta jajaran yang telah mendukung kelancaran dalam pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Bapak Jaslin Ikhsan, Ph.D sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendukung kelancaran dalam pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi ini.

3. Bapak Sukisman Purtadi, M. Pd sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendukung kelancaran dalam pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi ini.

4. Ibu Prof. Dr. Endang Widjajanti LFX sebagai dosen pembimbing Tugas Akhir Skripsi yang telah membimbing dengan sabar dan memberikan banyak saran serta pengarahan.

(10)

ix

6. Ibu Yuliana Purnawati, S.Pd sebagai guru pembimbing penelitian di SMA Negeri 11 Yogyakarta yang telah membimbing dan memotivasi penulis selama pelaksanaan penelitian ini.

7. Bapak Jaslin Ikhsan, Ph.D dan Ibu Endang Dwi Siswani, M.T sebagai tim penguji tugas akhir skripsi yang telah membimbing serta memberikan kritik dan saran bagi tugas akhir skripsi saya.

8. Ibu Prof. Dr. Sri Atun sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan dorongan dan bimbingan selama pelaksanaan perkuliahan.

9. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah membagikan pengetahuan dan mendukung dalam pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi ini.

10.Orangtua dan saudara yang telah memberikan semangat, dukungan dan doa dalam penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

11.Peserta didik SMA Negeri 11 Yogyakarta atas bantuan, kerjasama dan partisipasinya selama pelaksanaan penelitian.

12.Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan Tugas Akhir Skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan Tugas Akhir Skripsi ini. Semoga Tugas Akhir Skripsi ini dapat bermanfaat untuk perbaikan pendidikan di masa yang akan datang.

(11)

x DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...i

LEMBAR PERSETUJUAN...iii

PENGESAHAN...iv

SURAT PERNYATAAN...v

HALAMAN MOTTO...vi

HALAMAN PERSEMBAHAN...vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI...x

DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR GAMBAR...xiii

DAFTAR LAMPIRAN...xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah...1

B. Identifikasi masalah...6

C. Pembatasan masalah... 6

D. Perumusan masalah...7

E. Tujuan penelitian...7

F. Manfaat penelitian...7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi teori...9

B. Penelitian yang relevan...26

C. Kerangka berpikir...28

D. Hipotesis penelitian...30

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian...31

(12)

xi

C. Populasi dan sampel penelitian...32

D. Definisi operasional dan variabel penelitian...33

E. Instrumen penelitian dan teknik pengumpulan data...34

F. Validitas dan reliabilitas instrumen...39

G. Teknik analisis data...40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi hasil penelitian...45

B. Hasil Uji Hipotesis/Jawaban Pertanyaan Penelitian...49

C. Pembahasan...51

D. Keterbatasan penelitian...81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan...82

B. Implikasi...82

C. Saran...83

DAFTAR PUSTAKA...84

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Kisi-kisi Soal untuk Mengukur Keterampilan Proses Sains... 38

Tabel 2 Kisi-kisi Angket Keterampilan Proses Sains Peserta Didik... 40

Tabel 3 Skor Penialaian Skala Likert... 44

Tabel 4 Pedoman Konversi Skor Menjadi Nilai Skala Likert... 45

Tabel 5 Kriteria Presentase Indikator Keterampilan Proses Sains... 46

Tabel 6 Ringkasan data pengetahuan awal dan keterampilan proses sains... 48

Tabel 7 Ringkasan Hasil Uji Normalitas... 49

Tabel 8 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas... 49

Tabel 9 Hasil Pengamatan Keterampilan Proses Sains... 50

Tabel 10 Hasil Angket Keterampilan Proses Sains... 51

Tabel 11 Ringkasan Hasil Uji Anakova... 52

Tabel 12 Hasil Pengamatan Keterampilan Observasi... 62

Tabel 13 Hasil Pengamatan Keterampilan Komunikasi... 65

Tabel 14 Hasil Pengamatan Keterampilan Klasifikasi... 68

Tabel 15 Hasil Pengamatan Keterampilan Prediksi... 70

Tabel 16 Hasil Pengamatan Keterampilan Inferensi... 72

Tabel 17 Hasil Pegamatan Keterampilan Mengorganisasikan Data dalam Tabel... 74

Tabel 18 Hasil Pengamatan Keterampilan Menganalisis Data... 76

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Tahapan Penelitian ... 34

Gambar 2 Peserta Didik Melakukan Observasi pada Percobaan ... 62

Gambar 3 Peserta Didik Melakukan Observasi pada Video ... 63

Gambar 4 Jawaban Keterampilan Observasi ... 64

Gambar 5 Peserta Didik Mengomunikasikan Hasil Diskusi ... 66

Gambar 6 Jawaban Keterampilan Klasifikasi ... 69

Gambar 7 Jawaban Keterampilan Mengorganisasikan Data dan Tabel... 75

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran...88

Lampiran 2. Lembar Kerja Peserta Didik...151

Lampiran 3. Hasil Analisis Data...165

Lampiran 4. Data Pengetahuan Awal dan Hasil Belajar Peserta Didik...173

Lampiran 5. Surat Pernyataan Validasi...175

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mutu pendidikan di Indonesia masih menjadi salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia (Ratumanan, 2015). Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia yaitu memperbaiki kurikulum menjadi Kurikulum 2013 edisi revisi. Kurikulum 2013 edisi revisi diharapkan dapat membuat guru lebih kreatif dalam mengembangkan materi, mengelola proses pembelajaran, menggunakan metode dan model pembelajaran. Guru diharapkan dalam menentukan materi, metode dan model pembelajaran dapat menyesuaikan situasi dan kondisi peserta didik, serta kemampuan peserta didik.

Model pembelajaran yang disarankan menurut Kurikulum 2013 edisi revisi antara lain model pembelajaran penemuan (discovery/ inquiry learning),

pembelajaran berbasis proyek (project based learning), dan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning, inquiry learning). Beberapa saran model pembelajaran tersebut dapat dikembangkan oleh guru sesuai dengan karakteristik suatu materi, sehingga proses pendidikan dapat tercipta pada setiap proses pembelajarannya.

(17)

2

diterapkan di kelas eksperimen pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit adalah model discovery learning. Karena, larutan elektrolit dan non elektrolit memuat konsep yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga peserta didik secara langsung mendapatkan pengalaman dalam menemukan konsep larutan elektrolit dan nonelektrolit.

Menurut penelitian Rosmaya Dewi, F.M. Titin Supriyanti, dan Gebi Dwiyanti

(2016) yang berjudul “Analisis Penguasaan Konsep Larutan Elektrolit-Nonelektrolit Siswa Menggunakan Siklus Belajar Hipotesis Deduktif” menunjukkan bahwa konsep yang paling dikuasai peserta didik adalah konsep dari indikator mengklasifikasikan larutan dalam kehidupan sehari-hari ke dalam kelompok larutan elektrolit dan nonelektrolit yang menunjukkan kriteria sangat baik sedangkan konsep yang masih kurang dikuasai peserta didik adalah konsep dari indikator menjelaskan keadaan partikel-partikel zat terlarut dalam larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah dan nonelektrolit yang menunjukkan kriteria cukup. Dengan diterapkannya model

discovery learning diharapkan peserta didik mampu menguasai seluruh konsep

larutan elektrolit dan larutan non elektrolit dengan baik.

(18)

3

dalam menggunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka miliki sebelumnya untuk menemukan pengetahuan yang baru. Tuntutan dari model ini ialah peserta didik didorong untuk menemukan konsep sendiri, sehingga peserta didik diharapkan dapat menemukan konsep berdasarkan bahan atau data yang disediakan oleh guru. Selain itu, peserta didik juga dihadapkan kepada situasi yang bebas ketika ia menyelidiki dan menarik kesimpulan (Sholeh, 2014).

Potensi intelektual peserta didik dapat dikembangkan melalui model discovery

learning, sehingga peserta didik yang awal mulanya lambat dalam menangkap suatu

konsep akan menjadi lebih mudah dalam menangkap suatu konsep, serta ingatan peserta didik menjadi lebih tahan lama. Hal tersebut dikarenakan peserta didik dilibatkan secara langsung dalam proses menemukan suatu konsep. Selain itu peserta didik juga dilibatkan secara aktif dengan mendengarkan, berbicara, membaca, melihat, dan berfikir, sehingga akan tercipta student centered dibandingkan teacher

centered (Suprihatiningrum, 2014).

Model yang diterapkan pada kelas kontrol adalah model pembelajaran kooperatif. Pemilihan model kooperatif dalam penelitian ini berdasarkan penelitian

Yoppy Wahyu Purnomo (2011) yang berjudul “Keefektifan Model Penemuan

(19)

4

model pembelajaran kooperatif dapat membantu peserta didik dalam menemukan dan memahami konsep jika mereka saling berdiskusi dengan temannya secara rutin.

Diterapkannya model discovery learning dan model kooperatif pada proses pembelajaran diharapkan mampu menumbuhkan keterampilan proses sains peserta didik. Karena, keterampilan proses sains dapat diperoleh melalui kegiatan praktikum ataupun penelitian ilmiah. Keterampilan proses sains yang dimiliki oleh peserta didik dapat mempolakan alur berpikir mereka secara runtut yang didasari fakta. Dengan kata lain, peserta didik dapat menyelesaikan masalah di sekitar mereka melalui kegiatan mengamati, menganalisis, berhipotesis, bereksperimen, menyimpulkan, menggeneralisasi, dan menerapkan informasi yang mereka miliki dengan keterampilan yang mereka perlukan (Aktamis & Ergin, 2008). Oleh sebab itu, perlu diteliti keefektifan model discovery learning untuk mengetahui keterampilan proses sains lebih baik jika dibandingkan dengan model kooperatif.

Keterampilan proses sains akan menjadi bekal peserta didik dalam penemuan dan pengembangan fakta dan konsep. Selain itu, keterampilan proses sains dapat menciptakan cara belajar peserta didik aktif melalui sikap dan nilai yang dituntut. Keterampilan proses memungkinkan peserta didik untuk memperoleh keberhasilan belajar yang optimal (Suprihatiningrum, 2014).

(20)

5

Pemilihan SMA Negeri 11 Yoogyakarta sebagai subjek penelitian dikarenakan SMA Negeri 11 Yoogyakarta merupakan salah satu sekolah yang baru menerapkan Kurikulum 2013 edisi revisi dalam proses pembelajarannya. Selain itu, SMA Negeri 11 Yogyakarta masih berada di peringkat bawah berdasarkan input

peserta didik baru online tahun ajaran 2016/2017.

SMA Negeri 11 Yogyakarta telah dilengkapi dengan fasilitas yang telah memadai. Kurikulum 2013 edisi revisi baru diterapkan pada kelas X, sedangkan kelas XI dan kelas XII masih menggunakan KTSP 2006. Guru mata pelajaran kimia kelas X telah menerapkan sistem pembelajaran seperti yang disarankan oleh kurikulum 2013 edisi revisi, namun hanya beberapa materi tertentu. Kegiatan praktikum juga belum banyak dilakukan oleh guru di kelas X, sehingga peserta didik tidak dapat mengembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Sehingga, pelaksanaan kurikulum 2013 edisi revisi kurang maskimal diterapkan. Guru masih belum mencoba model pembelajaran yang disarankan oleh pemerintah. Contohnya, penggunaan model discovery learning belum pernah diterapkan, sehingga peserta didik belum dilatih untuk menemukan konsep dengan sendirinya.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu diadakannya penelitian

“Efektivitas Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Keterampilan Proses Sains Peserta Didik SMA Negeri 11 Yogyakarta Kelas X Semester II Tahun Ajaran

(21)

6 B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang timbul antara lain:

1. Kurikulum 2013 edisi revisi diharapkan dapat membuat guru lebih kreatif dalam mengembangkan materi, mengelola proses pembelajaran, menggunakan metode dan model pembelajaran.

2. Materi larutan elektrolit dan nonelektrolit memuat konsep yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga peserta didik dapat menemukan konsep larutan elektrolit dan nonelektrolit secara mandiri.

3. Model discovery learning mampu mendorong peserta didik untuk menemukan konsep sendiri, sehingga peserta didik diharapkan dapat menemukan konsep berdasarkan bahan atau data yang disediakan oleh guru.

4. Diterapkannya model discovery learning pada proses pembelajaran akan menumbuhkan keterampilan proses sains peserta didik. Karena, keterampilan proses sains dapat diperoleh melalui kegiatan praktikum ataupun penelitian ilmiah.

5. Model pembelajaran kooperatif dapat membantu peserta didik dalam menemukan dan memahami konsep jika mereka saling berdiskusi dengan temannya secara rutin.

(22)

7

SMA Negeri 11 Yogyakarta masih berada di peringkat bawah berdasarkan input peserta didik baru tahun ajaran 2016/2017.

C. Pembatasan Masalah

1. Penelitian hanya akan dilakukan pada satu SMA di Kota Yogyakarta yaitu SMAN 11 Yogyakarta.

2. Pada kelas eksperimen, model yang diterapkan adalah model discovery learning. Sedangkan pada kelas kontrol, model yang diterapkan adalah model kooperatif. 3. Materi atau topik yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan elektrolit

dan nonelektrolit

4. Indikator keterampilan proses sains yang digunakan adalah observasi, komunikasi, klasifikasi, prediksi, inferensi, mengorganisasikan data dan tabel, menganalisis data, dan merancang eksperimen.

D. Perumusan Masalah

Adakah perbedaan keterampilan proses sains peserta didik pada kelas yang menggunakan model pembelajaran discovery learning dengan kelas yang tidak menggunakan model disocvery learning jika nilai UAS dikendalikan secara statistik?

E. Tujuan Penelitian

(23)

8 F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini berupa manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu:

a Manfaat teoritis

Hasil penelitan ini secara teoritis diharapkan dapat menambah wawasan dan konsep mengenai efektivitas model pembelajaran discovery learning terhadap keterampilan proses sains.

b Manfaat praktis 1) Bagi Guru

Memberikan informasi tentang pentingnya model discovery learning terhadap keterampilan proses sains dalam proses pembelajaran di kelas X

2) Bagi peserta didik

Menimbulkan dan meningkatkan keterampilan proses sains yang dimiliki peserta didik kelas X melalui model discovery learning.

3) Bagi Calon Pendidik

Menjadi bahan masukan bagi guru dalam menentukan model pembelajaran yang akan digunakan dalam menyampaikan materi pembelajaran yang sesuai dengan pokok bahasan untuk memunculkan keterampilan proses sains.

4) Bagi Sekolah

(24)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori 1. Ilmu Kimia

Pada hakikatnya, IPA atau ilmu pengetahuan alam terdiri atas produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA juga dipandang sebagai proses, produk, dan prosedur. IPA sebagai proses merupakan kegiatan ilmiah yang mampu menyempurnakan pengetahuan sebelumnya. Kemudian, IPA sebagai produk merupakan hasil dari proses yang berupa transfer pengetahuan ketika proses pembelajaran di sekolah atau di luar sekolah. Lalu, IPA sebagai prosedur atau pada umumnya disebut metode ilmiah (scientific method) ialah metodologi atau cara yang digunakan untuk meneliti atau menemukan suatu pengetahuan baru (Trianto, 2010).

Ilmu kimia adalah bagian dari ilmu pengetahuan alam (Natural Science) yang mempelajari materi (matter) sebagai objek. Deskripsi tentang materi dikembangkan pada ilmu kimia, khususnya kemungkinan perubahnnya menjadi benda lain secara permanen serta energy yang terlibat dalam perubahan termaksud (Sukarna, 2003).

(25)

10

produk kimia. Setiap proses yang dilakukan oleh ilmuwan untuk menghsilkan sebuah produk menandakan para ilmuwan memiliki keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses sains (Dahar, 1986).

Tujuan guru mengajarkan ilmu kimia adalah untuk mengembangkan pengetahuan anak tentang kimia, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses sains, serta sikap-sikap ilmiah seperti sikap kritis, sikap teliti, sikap ingin tahu, dan lain-lain (Dahar, 1986).

Materi pelajaran kimia bukan hanya sekedar membutuhkan pemahaman serta penguasaan suatu konsep, melainkan peserta didik dituntut untuk aktif bersama guru menerapkan ilmu kimia ke dalam pengembangan diri. Peserta didik juga perlu melakukan kegiatan praktikum, karena ilmu kimia adalah ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaiman gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat. Oleh karena itu, pembelajaran kimia menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara lagsung melalui pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (Suyanti, 2010).

2. Model discovery Learning

(26)

11

“menemukan” sesuatu oleh mereka sendiri, dengan mengikuti jejak para ilmuwan

(Suprihatiningrum, 2014).

Discovery learning merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang

melibatkan kemampuan peserta didik secara maksimal untuk menyelidiki pengetahuan secara sistematis, kritis, dan logis. Sehingga, peserta didik dapat menemukan pengetahuan sendiri, menumbuhkan sikap ilmiah peserta didik, dan menghasilkan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan perilaku peserta didik (Hanafiah & Suhana, 2012). Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan peserta didik untuk mendapatkan pengalaman yang memungkinkan mereka menemukan suatu prinsip secara mandiri (Hosnan, 2014). Selain itu, model discovery learning lebih menekankan pada penemuan konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui oleh peserta didik dan masalah yang dikaji oleh peserta didik bisa saja direkayasa oleh guru (Saefuddin & Ika, 2015).

Dalam pembelajaran dengan model discovery learning dapat digunakan beberapa strategi. Strategi-strategi yang dimaksud adalah:

a. Strategi induktif

(27)

12

apakah kesimpulan tersebut benar atau salah. Oleh karena itu, penggunaan kata

“mungkin” atau “barangkali” akan mengurangi risiko yang terjadi.

b. Strategi deduktif

Strategi ini memiliki peran penting dalam hal pembuktian, karena berisi argumen yang saling berkaitan. Peserta didik dapat diarahkan untuk menemukan konsep-konsep yang belum ia ketahui sebelumnya dengan strategi deduktif. Strategi ini juga mengendaki kemampuan melakukan deduksi yang logis atas dasar pengetahuan yang diperoleh sebelumnya (Hosnan, 2014).

Belajar penemuan (discovery learning) dibedakan menjadi dua, yaitu penemuan bebas (free discovery) dan penemuan terpadu/terpimpin (guided

discovery). Dalam pelaksanaannya, guided discovery lebih sering diterapkan oleh

guru, karena dengan petunjuk guru peserta didik akan bekerja lebih terarah dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Guru akan memberikan arahan yang berupa prosedur kerja, sehingga peserta didik dapat menemukan suatu pengetahuan secara mandiri. Dalam merencanakan dan menyiapkan kegiatan guided discovery

peserta didik melibatkan tangan (hands-on) dan pikiran (minds-on) dalam setiap kegiatannya (Suprihatiningrum, 2014).

(28)

13

individu atau secara berkelompok yang terdiri dari 2-5 peserta didik, dan mencoba terlebih dahulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh peserta didik untuk mengetahui kesulitan yang mungkin timbul atau kemungkinan untuk modifikasi (Suprihatiningrum, 2014).

Guided discovery learning merupakan pendekatan yang dilakukan oleh guru

untuk menyajikan contoh dari topik tertentu dan membimbing peserta didik agar dapat memahami topik yang akan ia pelajari. Model ini efektif untuk mendorong keterlibatan dan motivasi peserta didik dalam memahami topik yang mereka palajari secara mendalam (Eggen & Kauchak, 2012). Pembelajaran dengan model Guided

discovery learning membantu peserta didik memperoleh pengetahuan yang unik

secara mandiri. Melalui guided discovery learning, peserta didik secara perlahan akan belajar bagaimana mengorganisir dan melakukan penelitian. Salah satu hasil yang terbaik dari guided discovery learning ialah meningkatkan daya ingat peserta didik menjadi lebih baik (Carin & Sund, 1989).

Tujuan dari model discovery learning ialah mengembangkan potensi intelektual peserta didik, sehingga peserta didik yang awal mulanya lambat dalam menangkap suatu konsep akan menjadi lebih mudah dalam menangkap suatu konsep, serta ingatan peserta didik menjadi lebih tahan lama. Hal tersebut dikarenakan peserta didik dilibatkan secara langsung dalam proses menemukan suatu konsep. Selain itu peserta didik juga dilibatkan secara aktif dengan mendengarkan, berbicara, membaca, melihat, dan berfikir, sehingga akan tercipta student centered dibandingkan teacher

(29)

14

peserta didik untuk berfikir dan merumuskan hipotesis sendiri (Saefuddin & Ika, 2015). Jerome Bruner menyatakan terdapat kelebihan dari model discovery yaitu peserta didik dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan, peserta didik akan memahami konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih baik, membantu dalam menggunakan daya ingat dan transfer pada situasi-situasi proses belajar yang baru, mendorong peserta didik untuk berpikir inisiatif dan merumuskan hipotesis sendiri (Sholeh, 2014).

Model discovery learning memiliki tahap penyajian atau sintaks yang berupa stimulasi/pemberian rangsangan, pernyataan/identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, verifikasi, dan generalisasi (Ratumanan, 2015). Uraian dari sintkas model discovery learning sebagai berikut:

1) Stimulasi/pemberian rangsangan

Peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan masalah, teka-teki, atau kontradiksi/pertentangan. Sehingga, peserta didik akan tertantang untuk mengembangkan permasalahan tersebut.

2) Pernyataan/identifikasi masalah

(30)

15 3) Pengumpulan data

Peserta didik melakukan penelusuran dan pencarian dengan melakukan prosedur kerja tertentu untuk mengumpulkan informasi yang relevan untuk membuktikaan hipotesis yang telah dibuat.

4) Pengolahan data

Peserta didik mengolah data dan informasi yang diperoleh. Kemudian data tersebut direduksi, diklasifikasikan, daitabulasi, dan dianalisis. Data yang diolah peserta didik dapat diperoleh dari wawancara, observasi, dan sebagainya (Abidin, 2014).

5) Verifikasi

Peserta didik melakukan pemeriksaan hasil pengolahan data secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Kemudian, temuan alternative peserta didik dihubungkan dengan hasil pengolahan data (Abidin, 2014).

6) Generalisasi

Peserta didik menarik kesimpulan yang disesuaikan dengan hasil verifikasi. Kesimpulan yang diperoleh dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan menyesuaikan hasil verifikasi (Abidin, 2014).

Model discovery learning yang digunakan dalam penelitian ini adalah guided

discovery learning. Sintaks yang digunakan meliputi stimulasi, identifikasi masalah,

(31)

16 3. Peranan guru dalam model discovery learning

Guru memegang peran penting dalam setiap proses pembelajaran yang berlangsung. Selama ini guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan di kelas. Sehingga mengakibatkan guru menjadi lebih dominan saat di kelas, peserta didik pun diposisikan sebagai objek bukan sebagai subjek belajar. Peserta didik hanya lebih pasif, tugas peserta ddidik hanya duduk sembari mendengarkan penjelasan guru, mencatat dan mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh guru (Ratumanan, 2015).

Pada Kurikulum 2013 edisi revisi, guru tidak lagi menjadi pusat perhatian peserta didik. Namun, guru memiliki peran sabagai fasilitator, sehingga guru hanya membimbing peserta didik ketika ia diperlukan. Guru bertindak sebagai penunjuk jalan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Guru sebagai fasilitator ialah guru yang memberikan fasilitas belajar bagi peserta didik agar peserta didik dapat mengonstruksi pengetahuannya sendiri. Peserta didik akan diberi kesempatan lebih besar oleh guru untuk memperoleh pengalaman belajar sebagai subjek belajar, tidak hanya sebagai pendengar, melainkan peserta didik dapat mengonstruksi pengetahuannya dari hasil aktivitas, interaksi, dan negosiasi di kelas (Ratumanan, 2015). Pada penelitian ini, guru berperan sebagai fasilitator. Sehingga pada saat penelitian, guru hanya mendampingi peserta didik dan membimbing peserta didik ketika ia diperlukan.

(32)

17

melakukan pendampingan kepada peserta didik dalam proses pembelajaran. Dalam penggunaan model discovery learning terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses pembelajarannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan guru yaitu:

a. Tidak semua materi dapat menggunakan model discovery learning, sehingga guru harus menyesuaikan materi yang akan disampaikan dengan model pembelajaran yang akan digunakan.

b. Guru mendorong peserta didik untuk memecahkan masalah yang dihadapinya secara mandiri (Ratumanan, 2015).

4. Model Kooperatif

Model kooperatif adalah model pembelajaran yang membagi peserta didik dalam beberapa kelompok, dimana peserta didik saling bekerjasama dalam satu kelompok untuk memecahkan masalah (Hartono, 2013). Pembelajaran kooperatif termasuk dalam teori konstruktivis. Peserta didik lebih mudah menemukan dan memahami konsep jika mereka saling berdiskusi dengan temannya secara rutin.

Penggunaan model kooperatif membutuhkan kelompok-kelompok kecil terdiri dari 4-6 peserta yang sederajat tapi heterogen (kemampuan, jenis kelamin, suku/ras) agar terciptanya rasa saling membutuhkan satu sama lain (Trianto, 2013). Model kooperatif bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Suprijono, 2011).

(33)

18

a. Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik

Peserta didik diberi penjelasan tujuan peserta didik terlebih dahulu. Hal ini penting dilakukan karena peserta didik harus memahami prosedur dan aturan dalam pembelajaran yang akan dilakukan (Suprijono, 2011). Kemudian, guru juga perlu memberikan motivasi kepada peserta didik, agar peserta didik tertarik dengan penyampaian materi guru.

b. Menyajikan informasi

Guru menyampaikan informasi yang berkaitan dengan materi pelajaran (Suprijono, 2011). Tahap ini sangat penting dalam kegiatan pembalajaran, karena informasi yang disajikan mampu menambah pengetahuan bagi peserta didik.

c. Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok kooperatif

Pada tahap ini kekacauan kemungkinan dapat terjadi, karena perpindahan penyampaian informasi oleh guru menuju pembagian kelompok (Suprijono, 2011). Kekacauan yang tidak diinginkan ialah ketergantungan salah satu anggota kelompok, sehingga tugas kelompok hanya dikerjakan oleh beberapa peserta didik saja. Kemudian, tidak terciptanya diskusi yang baik, sehingga tugas kelompok menjdai terbengkalai. Oleh karena itu, guru perlu menjelaskan aturan dalam kelompok, agar kekacauan yang tidak diinginkan tidak dapat terjadi.

d. Membimbing kelompok belajar dan belajar

(34)

19

arahan agar peserta didik tidak salah dalam mengerjakan tugas maupun memecahkan suatu masalah (Suprijono, 2011).

e. Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil diskusi kelompok yang dapat berupa presentasi hasil kerja maupun mengumpulkan tugas kepada guru (Trianto, 2013). Evaluasi disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang dibuat oleh guru (Suprijono, 2011).

f. Memberi penghargaan.

Guru memberikan penghargaan kepada individu peserta didik maupun kelompok (Trianto, 2013). Penghargaan tidak hanya memberikan hadiah, namun pemberian pujian juga termasuk dalam memberikan penghargaan.

5. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains merupakan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognititf maupun psikomotor) untuk menemukan suatu konsep dan untuk mengembangkan konsep yang telah didapatkan sebelumnya (Trianto, 2010). Keterampilan proses mampu membekali peserta didik untuk berpikir logis dan sistematis dalam meghadapi suatu masalah (Suprihatiningrum, 2014). Keterampilan proses sains digunakan para ilmuwan untuk dapat memecahkan suatu permasalahan dunia sains, dimulai dari memahami masalah, merumuskan hipotesis, merancang percobaan, membuktikan hipotesis, mengumpulkan data serta merumuskan kesimpulan (Heru & Richie, 2015).

(35)

20

melaksanakan percobaan apabila peserta didik memiliki peluang untuk melakukannya sendiri secara terus menerus. Sehingga, keterampilan proses sains peserta didik perlu dilatih secara terus menerus. Melatih keterampilan proses sains pada peserta didik merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan keberhasilan belajar peserta didik secara optimal. Peserta didik akan merasa lebih mudah memahami, menghayati, mempelajari suatu materi, dan mengingat dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain itu, motivasi peserta didik akan meningkat, karena peserta didik berperan secara aktif dalam proses pembelajaran (Trianto, 2010).

Menurut Moh Uzer Usman dan Lilis Setiawati (1993), kemampuan yang dikembangkan dalam keterampilan proses sains adalah pengamatan, menggolongkan (mengklasifikasikan), menafsirkan (menginterpretasikan), meramalkan, menerapkan (aplikasi), merencanakan penelitian, dan mengomunikasikan.

Menurut Ratna Wilis Dahar (1986), keterampilan proses sains di pendidikan kimia terdiri dari 8 keterampilan, yaitu mengamati, menafsirkan pengamatan, meramalkan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, merencanakan percobaan/penelitian, mengomunikasikan, dan mengajukan pertanyaan.

(36)

21

memperoleh dan pengolahan data, menganalisis penyelidikan, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel operasional, merancang penyelidikan dan eksperimen (Trianto, 2010).

Upaya dalam memperoleh keberhasilan belajar yang optimal yaitu dengan megembangkan keterampilan proses sains. Keterampilan proses memungkinkan peserta didik untuk memperoleh keberhasilan belajar yang optimal. Dengan keterampilan proses yang dilatihkan, peserta didik akan lebih mudah menguasai dan memahami materi pelajaran karena peserta didik belajar dengan berbuat (learning by

doing). Selain itu, juga bertujuan untuk memotivasi belajar peserta didik untuk

senantiasa aktif dalam proses pembelajaran dan melatih peserta didik untuk berpikir logis dalam memecahkan masalah (Suprihatiningrum, 2014). Dengan mengembangkan keterampilan proses sains, peserta didik akan menemukan dan mengembangkan fakta dan konsep dengan sendirinya, serta mengembangkan sikap ilmiah yang dimiliki peserta didik (Trianto, 2010).

(37)

22

sains secara lebih mendalam dan dapat diingat dalam jangka waktu yang lama (Trianto, 2010).

Secara umum, Keterampilan proses sains mengacu pada proses kognitif atau proses berpikir (Sheeba, 2013). Keterampilan Proses Sains yang diamati dalam penelitian ini merupakan keterampilan proses yang termasuk dalam keterampilan kognitif (keterampilan proses sains yang berhubungan dengan proses berpikir). Sehingga, indikator keterampilan proses sains yang digunakan yaitu :

a. Observasi

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan indera-indera peserta didik.

Peserta didik akan mengamati melalui pengelihatan, pendengaran, pengecapan,

perabaan, dan pembauan (Trianto, 2010). Observasi terdiri dari dua tipe yaitu kualitatif dan kuantitatif. Observasi kualitatif berupa menggambarkan, sedangkan

observasi kuantitatif berupa perhitungan (Bailer, dkk, 2006).

b. Komunikasi

Keterampilan peserta didik dalam mengungkapkan kata-kata dalam bentuk

(38)

23

c. Klasifikasi

Klasifikasi merupakan keterampilan yang berupa mengelompokkan objek

pengamatan berdasarkan sifat-sifatnya (Trianto, 2010). Klasifikasi dapat berupa mengidentifikasi suatu sifat secara umum dan mengelompokkan beberapa benda berdasarkan karakteristiknya (Sani, 2016).

d. Prediksi

Prediksi merupakan keterampilan yang berupa meramalkan hasil-hasil yang

mungkin terjadi dari suatu percobaan. Peramalan tersebut dapat diperoleh dari pengamatan dan inferensi sebelumnya (Trianto, 2010). Peserta didik mengolah pola-pola berdasarkan hasil pengamatannya untuk menemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamatinya.

e. Inferensi

Inferensi merupakan kesimpulan sementara yang sering dilakukan oleh

ilmuwan setiap melakukan penelitian. Perilaku dari keterampilan inferensi meliputi

mengaitkan pengamatan dengan pengalaman atau pengetahuan sebelumnya dan

mengajukan penjelasan untuk melaksanakan pengamatan (Trianto, 2010). f. Mengorganisasikan data dan tabel

Keterampilan ini berupa menyajikan data ke dalam bentuk tabel dan

(39)

24

g. Menganalisis data

Agar peserta didik data mudah dipahami, peserta didik perlu mencatat setiap pengamatan secara terpisah. Kemudian, menghubungkan pengamatan terpisah secara tepat agar dapat menemukan suatu pola dalam satu seri pengamatan, sehingga peserta didik dapat mengambil kesimpulan (Dahar, 1986).

h. Merancang eksperimen

Peserta didik harus mengetahui alat dan bahan yang sesuai dalam melaksanakan kegiatan praktikum, dapat menentukan variabel-variabel yang dibuat tetap dan berubah, dapat menentukan apa yang akan diamati, diukur atau ditulis, dapat menentukan langkah kerja, dan dapat menentukan cara pengolahan hasil pengamatan (Dahar, 1986). Tugas peserta didik ialah merancang percobaan atau investigasi sesuai tujuan percobaan atau pertanyaan yang diajukan (Sani, 2016).

6. Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit

Larutan adalah campuran homogen yang terdiri atas sebuah zat pelarut dan satu atau lebih zat terlarut. Berdasarkan daya hantar listriknya, larutan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit. Larutan elektrolit adalah suatu senyawa yang bila dilarutkan dalam pelarut (misalnya air) akan menghasilkan larutan yang dapat menghantarkan arus listrik (Bird, 1987). Contoh dari larutan elektrolit adalah NaCl, HCl, asam cuka, dll. Sedangkan, Larutan non-elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik. Contoh dari larutan non-elektrolit adalah CH4, C12H22O11, CO, CH3COCH3, dll (Sastrohamidjojo,

(40)

25

Air yang murni tidak akan menghantarkan listrik. Tetapi jika zat yang bersifat asam, basa, maupun garam telah dilarutkan di dalamnya, larutan yang dihasilkan akan mampu menghantarkan arus listrik (Bird, 1987). Secara sederhana, kemampuan suatu larutan untuk menghantarkan listrik dapat diuji dengan alat uji elektrolit. Alat uji elektrolit tersebut terdiri atas sebuah bejana yang dihubungkan dengan dua buah elektrode. Elektrode-elektrode tersebut dihubungkan pada sumber listrik. Jika larutan elektrolit dimasukkan ke dalam bejana, lampu akan menyala. Sedangkan jika larutan nonelektrolit yang dimasukkan, lampu tidak akan menyala. Arus listrik dalam larutan elektrolit dihantarkan oleh migrasi partikel-partikel bermuatan (McMurry, 2010). Selain ditandai dengan menyalanya lampu, pada larutan elektrolit juga terdapat perubahan-perubahan kimia yang dapat diamati yaitu timbulnya gelembung-gelembung gas. Ditinjau dari jenis ikatannya, larutan elektrolit dapat berupa senyawa ion dan senyawa kovalen polar. Senyawa ion berupa larutan elektrolit yang dapat menghantarkan arus listrik, sedangkan senyawa kovalen ada yang merupakan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non-elektrolit.

(41)

26 1. Elektrolit kuat

Larutan elektrolit kuat memberikan daya hantar listrik yang baik. Larutan elektrolit kuat merupakan senyawa yang terionisasi secara sempurna ketika dilarutkan ke dalam air (McMurry, 2010). Contoh larutan elektrolit kuat adalah HCl, NaOH, NaCl, KCN, BaSO4 (Sastrohamidjojo, 2008).

2. Elektrolit lemah

Larutan elektrolit lemah memberikan daya hantar listrik kecil. Larutan elektrolit lemah merupakan senyawa yang terionisasi sebagian ketika dilarutkan ke dalam air (McMurry, 2010). Contoh larutan elektrolit lemah adalah CH3COOH,

HgCl2, HCN, NH4OH, C6H5NH2 (Sastrohamidjojo, 2008).

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Sri Rejeki Dwi Astuti (2016) yang berjudul

“Pengembangan Instrumen Penilaian Terintegrasi untuk Mengukur Kemampuan

Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Sains Kimia Siswa SMA Kelas X pada

Materi Larutan Elektrolit” menunjukkan bahwa karakterisitik instrumen penilaian

(42)

27

Penelitian yang dilakukan oleh Ali Gunay Balim (2009) yang berjudul “The

Effects of Discovery Learning on Students’ Succes and Inquiry Learning Skills”

menunjukkan bahwa model discovery learning mampu membentuk karakter peserta didik menjadi lebih aktif ketika berpendapat dan berdiskusi mengenai konsep yang sedang dipelajari, aktif bertanya, dan mencari informasi dengan sendiri. Dengan kata lain, model discovery learning merupakan salah satu model yang dapat meningkatkan keaktifan peserta didik. Model ini melatih peserta didik untuk mencari dan menemukan solusi dari suatu permasalahan. Oleh karena itu, peserta didik harus ikut berpartisipasi dengan aktif ketika proses pembelajaran berlangsung.

Penelitian yang dilakukan oleh Akanmu, M. Alex dan Fajemidagba, M.

Olubusuyi (2013) yang berjudul “Guided-discovery Learning Strategy and Senior

School Students Performance in Mathematics in Ejigbo, Nigeria” menunjukkan

bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam kinerja peserta didik dengan menggunakan Guided-discovery Learning dibandingkan yang tidak menggunakan

Guided-discovery Learning. Nilai rata-rata dari Guided-discovery Learning (14,0667)

lebih besar dari nilai rata-rata (10,7143) non Guided-discovery Learning. Sehingga,

Guided-discovery Learning mampu meningkatkan potensi kinerja peserta didik

dengan sangat baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Udo, Mfon Effiong (2010) yang berjudul

“Effect of Guided-Discovery, Student- Centred Demonstration and the Expository

Instructional Strategies on Students’ Performance in Chemistry” menunjukkan bahwa

(43)

28

gain 22,10; peserta didik yang menggunakan model demonstrasi student centred

dalam kegiatan pembelajaran memperoleh rata-rata skor gain 17,83; dan peserta didik yang diajarkan menggunakan metode konvensional memperoleh rata-rata skor gain 16,35. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik yang menggunakan

Guided-discovery Learning dalam kegiatan pembelajaran memiliki kinerja terbaik

dibandingkan menggunakan metode konvensional.

Penelitian yang dilakukan oleh Hilal Aktamis & Omer Ergin (2008) yang

berjudul “The Effect of Scientific Process Skills Education on Students’ Scientific

Creativity, Science Attitudes and Academic Achievements” menunjukkan bahwa keterampilan proses sains pada peserta didik merupakan salah satu tujuan dari pendidikan sains. Dengan kata lain, peserta didik dapat menentukan masalah di sekitar mereka, mengamati, menganalisis, berhipotesis, bereksperimen, menyimpulkan, menggeneralisasi, dan menerapkan informasi yang mereka miliki dengan keterampilan yang mereka perlukan. keterampilan ini dapat diperoleh peserta didik melalui kegiatan penelitian ilmiah.

C. Kerangka Berpikir

(44)

29

SMA Negeri 11 Yogyakarta merupakan salah satu sekolah yang baru menerapkan Kurikulum 2013 edisi revisi dalam proses pembelajarannya. Kurikulum 2013 edisi revisi baru diterapkan pada kelas X. Berdasarkan susunan materi pelajaran kimia kelas X di silabus Kurikulum 2013 edisi revisi masih didominasi dengan teori yang abstrak. Sehingga, guru hanya dapat menggunakan metode ceramah, penugasan, tanya jawab, dan diskusi. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru juga masih kurang variatif. Contohnya, penggunaan model discovery learning belum pernah diterapkan. Selain itu, kegiatan praktikum di kelas X juga belum banyak dilakukan oleh guru. Sehingga, peserta didik belum dilatih untuk menemukan konsep dengan sendirinya dan peserta didik tidak dapat mengembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiahnya.

Model discovery learning merupakan model yang melibatkan peserta didik secara langsung dalam proses menemukan suatu konsep. Selain itu peserta didik juga dilibatkan secara aktif dengan mendengarkan, berbicara, membaca, melihat, dan berfikir, sehingga akan tercipta student centered dibandingkan teacher centered

(Suprihatiningrum, 2014). Model discovery learning juga akan mendorong peserta didik untuk berfikir dan merumuskan hipotesisnya sendiri (Saefuddin & Ika, 2015).

(45)

30

berhipotesis, bereksperimen, menyimpulkan, menggeneralisasi, dan menerapkan informasi yang mereka miliki dengan keterampilan yang mereka perlukan (Aktamis & Ergin, 2008).

Keterampilan proses memungkinkan peserta didik untuk memperoleh keberhasilan belajar yang optimal. Dengan keterampilan proses yang dilatihkan, peserta didik akan lebih mudah menguasai dan memahami materi pelajaran karena peserta didik belajar dengan berbuat (learning by doing) (Suprihatiningrum, 2014).

Penelitian ini menggunakan dua kelas yang berupa kelas ekseperimen dan kelas kontrol. Untuk mengukur keterampilan proses sains peserta didik dari masing-masing kelas perlu adanya penerapan model pembelajaran. Sehingga, pada kelas eksperimen menggunakan model discovery learning. Sedangkan kelas kontrol menggunakan model kooperatif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, angket, dan soal yang dapat mengukur keterampilan proses sains. Skala penilaian pada lembar observasi diterapkan pada setiap proses pembelajaran oleh observer. Kemudian, daftar pernyataan pada angket respon peserta didik diterapkan pada akhir pertemuan. Lalu, pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan soal yang sama, agar peneliti dapat mengukur keterampilan proses peserta didik di masing-masing kelas.

D. Hipotesis Penelitian

(46)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian ini didesain menggunakan desain sebagai berikut:

1. Satu faktor dua sampel dan satu kovariabel

Satu faktor yang dimaksud adalah pengaruh model pembelajaran discovery

learning yang akan diterapkan di kelas terhadap keterampilan proses sains pada

pembelajaran kimia.

Dua sampel adalah kelas yang akan digunakan sebagai kelas eksperimen yaitu kelas X MIA 2 dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning dan kelas kontrol yaitu kelas X MIA 1 tanpa menggunakan model pembelajaran discovery

learning.

Satu kovariabel sebagai kendalinya adalah pengetahuan awal kimia peserta didik yang berupa nilai ujian akhir semester 1 kelas X di SMAN 11 Yogyakarta yang dikendalikan secara statistik.

2. Desain Two-group Post-Test Only Design

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Two-group Post-Test Only

Design, yaitu dengan melihat keterampilan proses sains peserta didik sesudah

(47)

32

Tahapan dalam penelitian Two-group Post-Test Only Design dapat dijelaskan sebagai berikut.

Kelas eksperimen Kelas kontrol

Gambar 1 Tahapan Penelitian B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini dilakukan di SMAN 11 Yogyakarta 2. Waktu penelitian

Waktu penelitian ini dimulai dari tanggal 6 Januari 2017 s.d. 27 Januari 2017. C. Populasi dan Sampel Penelitian

b Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X SMAN 11 Yogyakarta.

c Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diselediki atau dapat juga dikatakan bahwa sampel adalah populasi dalam bentuk mini (miniatur population).

Tentukan anggota kelompok berdasarkan nilai UAS

Penerapan model discovery learning

Pelaksanaan tes kognitif (Keterampilan Proses Sains)

Tentukan anggota kelompok berdasarkan nilai UAS

Penerapan model kooperatif

(48)

33

Jika sebagian dari populasi yang dijadikan sumber data, maka cara ini disebut sampel (Arifin, 2012). Sampel yang digunakan berupa dua kelas X MIA yang disebut kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara area purposive sampling, artinya pengambilan sampel ditentukan sepenuhnya oleh peneliti dalam rangka mencapai tujuan tertentu dan pengambilan sampel berdasarkan daerah penyelidikan. Perlakuan terhadap sampel adalah sebagai berikut:

1) Satu kelas dipilih sebagai kelas eksperimen dengan menerapkan model pembelajaran disocvery learning

2) Satu kelas dipilih sebagai kelas kontrol dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif

D. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian

Definisi operasional adalah karakteristik yang dapat diamati, diuji, dan ditentukan kebenarannya untuk mengubah konsep-konsep berupa kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala. Variabel perlu didefinisikan secara operasional agar peneliti dapat menentukan pengukuran hubungan antar variabel yang masih bersifat konseptual (Sarwono, 2006). Variabel yang digunakan dalam penilitian ini adalah variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol.

1. Variabel bebas

(49)

34

Variabel bebas yang digunakan adalah model pembelajaran yang digunakan yaitu untuk kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran discovery learning. Sedangkan, kelas kontrol menggunakan model pembelajaran kooperatif.

2. Variabel terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau variabel yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat bergantung pada faktor yang mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi variabel terikat adalah variabel bebas (Arifin, 2012). Variabel terikat yang digunakan adalah keterampilan proses sains peserta didik.

3. Variabel kontrol

Variabel kontrol berfungsi untuk menghilangkan atau menetralkan pengaruh yang dapat mengganggu hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Jika suatu perlakuan dalam peneilitian tidak dikontrol, maka akan mempengaruhi gejala yang sedang dikaji (Sarwono, 2006). Variabel kontrol yang digunakan adalah nilai ujian akhir sekolah kelas X mata pelajaran kimia semester 1.

E. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1. Instrumen penelitian

(50)

35

Kemudian pada tes menggunakan 8 soal essay yang diadopsi dari tesis Sri Rejeki Dwi Astuti yang berjudul “Pengembangan Instrumen Penilaian Terintegrasi untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Sains Kimia Siswa

SMA Kelas X pada Materi Larutan Elektrolit”. Lalu, pada angket terdiri 12 pernyataan yang berupa pernyataan positif dan pernyataan negatif.

2. Teknik pengumpulan data a. Metode pengamatan (Observasi)

Metode observasi dapat mengukur perilaku dan proses kerja peserta didik jika responden yang diamati tidak terlalu banyak. Teknik pengumpulan data Observasi lebih baik dibandingkan teknik pengumpulan data seperti wawancara, karena observasi tidak terbatas hanya pada satu orang (Sugiyono, 2013). Peneliti dalam penelitian ini akan mengamati efektivitas model discovery learning terhadap keterampilan proses sains pada peserta didik kelas X di SMA Negeri 11 Yogyakarta. Peneliti menggunakan observasi berperan serta atau participant obsesrvation. Dalam observasi berperan serta, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data. Sehingga, dalam penelitian ini, peniliti berperan menjadi guru selama proses penelitian berlangsung.

b. Metode pengukuran pendidikan

(51)

36

emosional, minat, dan kepribadian (Djaali & Muldjono, 2008). Namun, pada penelitian ini, objek pengukuran pendidikan yang digunakan adalah hasil belajar yang dapat mengukur keterampilan proses sains peserta didik. Alat yang digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains peserta didik ialah tes hasil belajar yang telah disesuaikan dengan indikator keterampilan proses sains.

Tabel 1 Kisi-kisi Soal untuk Mengukur Keterampilan Proses Sains (Astuti, 2016)

No Indikator Pembelajaran

Indikator Keterampilan Proses

Sains

Nomor Soal 1 Mengidentifikasi sifat-sifat larutan

nonelektrolit dan elektrolit

Komunikasi dan

inferensi 1

2 Mengklasifikasikan larutan ke dalam larutan nonelektrolit, elektrolit kuat, dan elektrolit lemah berdasarkan sifat hantaran listriknya

Menganalisisis data percobaan dan klasifikasi

4 3 Menjelaskan penyebab kemampuan larutan

elektrolit menghantarkan arus listrik

Komunikasi dan

Inferensi 2

4 Mendeskripsikan bahwa larutan elektrolit dapat berupa senyawa ion dan senyawa 5 Menjelaskan pengertian derajat ionisasi dan

menjelaskan hubungan antara derajat ionisasi dengan daya hantar listrik

Komunikasi, Menganalisis data, dan inferensi

6 6 Mengamati dan menggambarkan perubahan

yang terjadi ketika suatu elektroda dicelupkan ke dalam suatu larutan

Observasi gambar dan

inferensi 3

7 Menetapkan variabel bebas dan variabel terikat dalam percobaan untuk mengetahui sifat larutan nonelektrolit dan elektrolit

Mengidentifikasikan argumen, Organisasi data dalam tabel, dan Inferensi

7 8 Merencanakan percobaan untuk mengetahui

sifat llarutan nonelektrolit dan elektrolit

Merencanakan

(52)

37 c. Metode angket

Angket merupakan teknik pengumpulan data yang berisikan pertanyaan maupun pernyataan tertulis kepada responden. Angket dapat berupa pertanyaan atau pernyataan tertutup atau terbuka yang dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos atau internet (Sugiyono, 2013).

Pada penelitian ini menggunakan skala likert untuk mengukur respon peserta didik dalam penerapan model discovery learning. Skala ini ditempatkan berdampingan dengan pernyataan yang telah direncanakan oleh peneliti, dengan tujuan agar peserta didik lebih mudah mengecek maupun memberikan pilihan jawaban yang sesuai dengan mereka alami selama proses pembelajaran (Sukardi, 2005).

Angket digunakan untuk mengambil data pendukung berupa ranah afektif. Pengukuran data pendukung menggunakan angket dalam bentuk pilihan ganda yaitu

bentuk angket dimana pengisi angket hanya memberi tanda cek (√) pada pilihan

(53)

38

Tabel 2 Kisi-kisi Angket Keterampilan Proses Sains Peserta Didik

No Dimensi Indikator

Nomor Soal 1 Observasi Mengamati gejala

yang muncul 1, 2 2

2 Komunikasi Mendiskusikan hasil

percobaan 3 1

3 Klasifikasi Mengelompokkan bahan/sampel

4 Prediksi Mengungkapkan apa yang mungkin terjadi

6 1

5 Inferensi Menginterpretasikan data eksperimen

7 Menganalisis data Mengolah data hasil

percobaan 10 1

(54)

39 F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Instrumen dapat dikatakan baik jika apa yang akan diukur telah valid dan jika digunakan secara berulang-ulang akan menghasilkan data yang sama (reliabel) (Sugiyono, 2013). Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, angket, dan soal tes hasil belajar.

Validitas yang dilakukan pada instrumen lembar observasi dan angket keterampilan proses sains adalah validitas isi. Kedua instrumen tersebut divaliasi oleh dosen ahli dan dosen pembimbing. Instrumen dinyatakan valid dan layak digunakan untuk penelitian.

Instrumen penelitian soal tes dalam penelitian ini merupakan adopsi dari

instrumen pada tesis Sri Rejeki Dwi Astuti yang berjudul “Pengembangan Instrumen

Penilaian Terintegrasi untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Sains Kimia Siswa SMA Kelas X pada Materi Larutan

Elektrolit”.

Menurut Astuti (2016), instrumen penelitian berupa soal tes telah valid dan reliabel. Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen soal tes tersebut adalah sebagai berikut:

1. Validitas

(55)

40

serta dapat digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains.

2. Reliabilitas

Hasil uji reliabilitas terhadap instrumen soal tes menyatakan bahwa instrumen tersebut bersifat reliabel untuk diujikan kepada peserta didik dengan kemampuan rendah, sedang, maupun cenderung tinggi.

G. Teknik Analisis Data

Sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yang berupa uji normalitas dan uji homogenitas.

1. Uji Normalitas

Normalitas sebaran data menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik apa yang digunakan dalam penganalisaan selanjutnya (Sundayana, 2014). Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Normalitas dapat terpenuhi jika signifikansi yang diperoleh > taraf signifikansi

α = 0,05.

Uji normalitas menggunakan SPSS Versi 20, dengan langkah sebagai berikut (1) membuat lembar kerja pada data view, (2) pilih analyze, descriptive, explore, (3) masukkan variabel yang akan diuji normalitasnya (dalam hal ini adalah variabel data) ke kotak dependent list, kemudian pilihlah plots, (4) tandai kotak Normality plots

(56)

41 2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas sangat diperlukan sebelum membandingkan dua kelompok atau lebih, agar memperoleh anggapan sampel penelitian memiliki kondisi yang sama dari awal (Irianto, 2004). Uji homogenitas dilakukan terhadap data pengetahuan awal kimia peserta didik yang berupa nilai ulangan akhir semester 1. Homogenitas dapat

dipenuhi jika signifikansi yang diperoleh > taraf signifikansi α = 0,05.

Uji homogenitas menggunakan SPSS Versi 20, dengan langkah sebagai berikut (1) membuat lembar kerja pada data view, (2) pilih analyze, descriptive,

explore, (3) masukkan variabel yang akan diuji homogenitasnya (dalam hal ini adalah

variabel data) ke kotak dependent list, kemudian pilihlah plots, (4) pada spread vs

level with levene test tandai kotak untrasnformed, (5) pada boxplots tandai kotak

none, (6) pilih continue, lalu OK. 3. Uji Anakova

Anakova atau analisis kovarians merupakan gabungan dari analisis regresi dengan analisis varians (ANAVA). Kovarians digunakan karena variabel y (bertambah setelah mengalami perlakuan penelitian) berhubungan secara linear dengan variabel x (Subana, dkk, 2010).

Analisis dan kesimpulan dapat berlaku jika anakova memiliki beberapa asumsi sebagai berikut (Sudjana, 1995):

a. Data berdistribusi normal dan identik

b. Memiliki varians yang homogen di dalam masing-masing kelompok

(57)

42

Uji anakova bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan proses sains peserta didik pada kelas yang menggunakan model pembelajaran discovery learning

dengan kelas yang tidak menggunakan model disocvery learning. Uji Anakova dapat dipenuhi jika signifikansi yang diperoleh < taraf signifikansi α = 0,05. Pada penelitian ini, variabel bebas yang digunakan ialah keterampilan proses sains. Sedangkan variabel kontrol yang digunakan adalah nilai ulangan akhir semester (UAS) peserta didik. Uji anakova pada penelitian ini menggunakan SPSS Versi 20. Langkah-langkah penggunaan uji anakova yaitu (1) membuat lembar kerja pada data view, (2) pilih analyze, general linear model, univariate, (3) masukkan variabel bebas ke kotak

dependent list, (4) masukkan variabel kontrol ke kotak covariate, (5) masukkan kelas

ke kotak fixed factor, (6) pilih OK 4. Uji Deskriptif

Uji deskriptif dilakukan pada pada hasil observasi dan angket. Uji ini digunakan sebagai data pendukung. Pemberian skor tiap item pernyataan menurut skala Likert dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Skor Penialaian Skala Likert (Sukardi, 2005)

Pernyataan Sikap Nilai

Pernyataan Positif Pernyataan Negatif

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

(58)

43

Tabel 4 Pedoman Konversi Skor Menjadi Nilai Skala Likert (Widoyoko, 2016)

No. Rentang Nilai Kategori Kualitas

1. � > Xi + 1,8 sbi Sangat Baik (SB)

2. � i+ 0,6 sbi < X ≤ � i+ 1,8 sbi Baik (B) 3. � i - 0,6 sbi < X ≤ � i + 0,6 sbi Cukup (C) 4. � i - 1,8 sbi < X ≤ � i - 0,6 sbi Kurang (K)

5. X ≤ � i- 1,8 sbi Sangat Kurang (SK)

Keterangan:

X = Skor empiris

I (Rerata Ideal) = 1

2 (Skor maksimum ideal + Skor minimum ideal) sbi (Simpangan baku ideal) = 16 (Skor maksimum ideal - Skor minimum ideal)

Perhitungan dalam analisis data menghasilkan sebuah hasil yang selanjutnya diubah menjadi bentuk presentase. Tenik analisis data ini dilakukan pada setiap indikator keterampilan proses sains. Proses perhitungan presentase dilakukan dengan rumus:

Pp = �

x 100%

Keterangan:

Pp = Persentase pencapaian F = Skor yang dicapai

(59)

44

Perhitungan presentase pada setiap indikator keterampilan proses sains dikonversikan menjadi nilai dan dari nilai tersebut dapat dikategorikan sesuai pada Tabel 5.

Tabel 5 Kriteria Presentase Indikator Keterampilan Proses Sains (Sahertian, 2000)

Rentang Persentase Kategori

80 – 100% Sangat Baik

61 - 80% Baik

41 – 60% Cukup

21 – 40% Kurang

(60)

45 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

Penelitian efektivitas dari model discovery learning terhadap keterampilan proses sains peserta didik dilaksanakan di SMA Negeri 11 Yogyakarta pada tanggal 6 Januari hingga 27 Januari 2017. Penelitian ini menggunakan 2 kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Masing-masing kelas menggunakan model yang berbeda agar terlihat perbedaan keterampilan proses sains peserta didik. Kelas eksperimen menggunakan model discovery learning. Sedangkan kelas kontrol tidak menggunakan model discovery learning, melainkan menggunakan model kooperatif.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari pengetahuan awal, soal, lembar observasi, dan angket.

1. Pengetahuan Awal dan Keterampilan Proses Sains

(61)

46

keterampilan proses sains. Sehingga, dengan soal tersebut, peneliti dapat mengukur keterampilan proses sains peserta didik.

Berikut ringkasan data pengetahuan awal dan keterampilan proses sains yang berupa hasil tes kognitif disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Ringkasan data pengetahuan awal dan keterampilan proses sains

Kelas Jumlah

Hasil Tes Kognitif (Keterampilan Proses Sains)

Eksperimen 32 92 78 84.281

Kontrol 30 92 67 83.067

Uji prasyarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan uji hipotesis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Tingkat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 95%, sehingga semua hasil dibandingkan dengan signifikansi 0,05.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan Software SPSS 20.0 for

Windows. Hasil uji normalitas disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan hasil data pada

Gambar

Gambar 1 Tahapan Penelitian
5 tabel Menjelaskan pengertian derajat ionisasi dan Komunikasi,
7 tabel Menganalisis data Mengolah data hasil
Tabel 3 Skor Penialaian Skala Likert (Sukardi, 2005)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melalui pendekatan keterampilan proses dengan model pembelajaran Discovery Learning, diharapkan peserta didik dapat berpikir kritis dan kreatif dalam Menganalisis struktur,

Penerapan pembelajaran matematika materi Program Linear dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning pada peserta didik Kelas XI MIPA 5 SMA Negeri 1

Hasil penyuluhan dan pelatihan kepada kelompok UKM pengolahan pangan dan Kelompok UKM Batik menunjukkan bahwa pemahaman peserta sesudah pelaksanaan penyuluhan dan

Tidak berpengaruhnya variabel personal cost terhadap niat untuk melakukan whistle-blowing dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan teori perilaku

Tambahan biaya yang terjadi dalam memperoleh ukuran yang andal untuk perolehan aset bersejarah pada periode berjalan dapat dijustifikasi dengan manfaat substansial

Hasil yang diperoleh dari sistem penentuan lokasi untuk budidaya rumput laut dengan metode matching yang dibantu dari hasil penginderaan jauh menggunakan Citra

Penelitian analisis wujud mimikri dalam novel-novel karya Suparto Brata memperoleh hasil analisis bahwa adanya pembahasan mengenai gambaran mimikri dalam gaya bahasa,

Peraturan Daerah ini mengatur lebih lanjut persyaratan teknis tata bangunan dan keandalan Bangunan Gedung, agar masyarakat di dalam mendirikan Bangunan Gedung mengetahui secara jelas