PENINGKATAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA
KELAS V SD NEGERI BOGO WIJIREJO PANDAK BANTUL
TUGAS AKHIR SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan
Oleh:
Tiza Ariesta Saputri NIM 13108241138
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
ii
PENINGKATAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA
KELAS V SD NEGERI BOGO WIJIREJO PANDAK BANTUL Oleh:
Tiza Ariesta Saputri NIM 13108241138
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) mengetahui proses peningkatan hasil belajar IPS dan 2) mengetahui peningkatan hasil belajar IPS menggunakan metode role playing pada siswa kelas V SD Negeri Bogo.
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas, dengan subjek penelitian siswa kelas V SD Negeri Bogo yang berjumlah 20 siswa. Desain penelitian menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Data dikumpulkan dengan observasi dan tes. Teknik analisis data yaitu deskripsi kuantitatif dan deskripsi kualitatif. Keberhasilan penelitian ini adalah minimal 75% dari total keseluruhan siswa mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ≥ 76 dan 75% siswa berperilaku baik.
Pembelajaran IPS menggunakan metode role playing dilakukan dengan menerapkan langkah pemanasan, memilih siswa yang akan berperan, menyiapkan penonton yang akan mengobservasi, mengatur panggung, permainan, diskusi dan evaluasi, permainan berikutnya, diskusi lebih lanjut, dan generalisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar IPS ranah kognitif dan psikomotor siswa kelas V SD Negeri Bogo dapat ditingkatkan menggunakan metode role playing. Peningkatan hasil belajar kognitif dapat dilihat dari jumlah siswa yang mencapai KKM. Pada pratindakan siswa yang mencapai KKM sebanyak 2 siswa (10%), siklus I 11 siswa (55%), siklus II meningkat menjadi 19 siswa (95%). Peningkatan hasil belajar psikomotor siswa dapat dilihat melalui aspek perception, set, dan guided response. Pada pratindakan siswa kurang berantusias dan kurang aktif saat pembelajaran IPS, siklus I siswa yang mencapai kriteria perilaku minimal B (baik) sebanyak 4 siswa (20%). Pada siklus II, siswa yang mencapai kriteria perilaku minimal B (baik) sebanyak 15 siswa (75%).
iii
IMPROVING FIFTH GRADE STUDENTS' SOCIAL STUDIES LEARNING ACHIEVEMENT USING ROLE PLAYING METHOD IN SD NEGERI
BOGO WIJIREJO PANDAK BANTUL
By:
Tiza Ariesta Saputri NIM 13108241138
ABSTRACT
The objection of this research is: 1) to perceive the process of improving 5th grade students' social studies learning achievement and 2) to find out the social studies learning achievement using role playing method in SD Negeri Bogo.
This research was a Classroom Action Research with 20 5th grade students in SD Negeri Bogo as the subject. The design of the research was Kemmis and Mc Taggart model. This research was held in 2 cycles. The data was collected by observation and test. Quantitative and qualitative descriptive were used as the analytic techniques. The indicator of success was if at least 75% of students reach the minimum point of success criteria (≥ 76) and 75% of students behave well during learning process.
The role playing method conducted in social studies learning was performed by following these steps; warming-up, choosing students to play characters, preparing the viewers who were also observers, setting the stage, games, holding discussions and evaluations, doing next games, further discussion, and generalization. The result of this research proves that role playing method definitely improve the 5th grade students’ cognitive and psychomotor aspects of
social studies learning achievement in SD Negeri Bogo. In pre cycle learning, students who passed the minimum success point were only 2 (10%). In cycle 1, it increased to 11 students (55%), and increased again in cycle 2 to 19 students (95%). The improvement of students’ behaviour during learning process could be seen from the following aspects: perception, set, and guided response. In pre cycle, students were less enthusiastic and less active. In cycle 1, the students who passed the “excellent” behaviour criteria was 4 students (20%). In cycle 2, the students who passed the “excellent” behaviour criteria increases to 15 (75%).
vii MOTTO
“Pendidikan bukanlah suatu proses untuk mengisi wadah yang kosong, akan tetapi
pendidikan adalah suatu proses menyalakan api”
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Bapak dan Ibu yang senantiasa memberikan doa dan dukungan.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Menggunakan Metode Role Playing pada Siswa Kelas V SD Negeri Bogo Wijirejo Pandak Bantul”. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Mujinem, M. Hum, selaku Dosen Pembimbing TAS yang telah banyak
memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas
Akhir Skripsi ini.
2. Ibu Mujinem, M. Hum, selaku Validator instrumen penelitian TAS yang
memberikan saran/masukan perbaikan sehinggga penelitian TAS dapat
terlaksana sesuai dengan tujuan.
3. Ibu Dr. Mami Hajaroh, M.Pd. dan Bapak Dr. Anwar Senen, M.Pd. yang sudah
memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap TAS ini.
4. Bapak Drs. Suparlan, M.Pd.I, selaku Ketua Jurusan dan Ketua Program Studi
Pendidikan Sekolah Dasar, beserta dosen dan staf yang telah memberikan
bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan pra proposal sampai dengan
selesainya TAS ini.
5. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan persetujuan
pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi.
6. Ibu Jariyatun, S.Pd. SD, Selaku Kepala SD Negeri Bogo yang telah
memberikan ijin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir
Skripsi ini.
7. Para guru dan staf SD Negeri Bogo yang telah memberi bantuan
memperlancar pengambilan data selama proses penelitian Tugas Akhir
Skripsi ini.
8. Semua pihak, secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN PERSETUJUAN ... v
HALAMAN PENGESAHAN ... vi
MOTTO ... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 12
C. Pembatasan Masalah ... 13
D. Rumusan Masalah ... 13
E. Tujuan Penelitian ... 13
F. Manfaat Penelitian ... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hasil Belajar IPS ... 15
1. Pengertian Belajar ... 15
2. Prinsip-prinsip Belajar ... 16
3. Hasil Belajar ... 19
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 36
5. Pengertian IPS di SD ... 40
6. Tujuan IPS di SD ... 41
7. Ruang Lingkup IPS ... 43
8. Hasil Belajar IPS ... 45
B. Metode Role Playing ... 49
1. Metode-metode Pembelajaran IPS ... 49
2. Pengertian Metode Role Playing ... 54
3. Langkah-langkah Metode Role Playing ... 56
4. Kelebihan dan Kelemahan Metode Role Playing ... 58
C. Penerapan Metode Role Playing dalam Pembelajaran IPS ... 60
D. Karakteristik Siswa SD ... 63
E. Definisi Operasional... 67
F. Kajian Penelitian yang Relevan ... 70
xii
H. Hipotesis Tindakan... 73
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 74
B. Desain Penelitian ... 75
C. Subjek dan Objek Penelitian ... 79
D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 79
E. Teknik Pengumpulan Data ... 80
F. Variabel Penelitian ... 82
G. Instrumen Penelitian... 82
H. Uji Validias Instrumen ... 83
I. Teknik Analisis Data ... 83
J. Kriteria Ketuntasan ... 87
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBEHASAN A. Hasil Penelitian ... 88
1. Deskripsi Awal Pra Tindakan ... 88
2. Pelaksanaan Tindakan ... 90
a. Deskripsi Tindakan Siklus I ... 90
1) Planning (Perencanaan Tindakan Siklus I) ... 90
2) Act and Observ (Pelaksanaan dan Observasi Siklus I) .. 91
3) Reflect (Refleksi Siklus I) ... 105
b. Deskripsi Tindakan Siklus II ... 107
1) Planning (Perencanaan Tindakan Siklus II) ... 107
2) Act and Observ (Pelaksanaan dan Observasi Siklus II) . 111 3) Reflect (Refleksi Siklus II) ... 128
B. Pembahasan ... 133
C. Keterbatasan Penelitian ... 144
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 145
B. Implikasi ... 146
C. Saran ... 146
DAFTAR PUSTAKA ... 148
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Hasil Belajar Penilaian Akhir Semester 1 Siswa Kelas V SD
Negeri Bogo Bantul Tahun Ajaran 2016/2017 ... 7
Tabel 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar KTSP SD Negeri Bogo tahun pelajaran 2016/2017 ... 44
Tabel 3. Alokasi Waktu Standar Kompetensi 2. Menghargai Peranan Tokoh Penjuang dalam Memproklamasikan dan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia ... 45
Tabel 4. Kategori Penilaian Perilaku Siswa ... 84
Tabel 5. Kriteria Pencapaian Akademik ... 86
Tabel 6. Hasil Belajar Ranah Kognitif Pra Tindakan (Pre-test) ... 89
Tabel 7. Hasil Belajar Ranah Psikomotor Siklus I ... 101
Tabel 8. Hasil Belajar Ranah Kognitif (Post-test) Siklus I ... 102
Tabel 9. Perbandingan Hasil Belajar Ranah Kognitif pada Pratindakan dan Siklus I ... 103
Tabel 10. Klasifikasi Kecakapan Akademik Hasil Belajar Ranah Kognitif Siklus I ... 104
Tabel 11. Klasifikasi Kecakapan Akademik Hasil Belajar Ranah Psikomotor Siswa pada Siklus II ... 125
Tabel 12. Hasil Belajar Ranah Kognitif (Post-test) Siklus II... 126
Tabel 13. Klasifikasi Kecakapan Akademik Hasil Belajar Ranah Kognitif Siklus II ... 127
Tabel 14. Peningkatan Hasil Belajar Ranah Psikomotor Siswa dalam Pembelajaran IPS Siklus I dan II ... 131
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir ... 73
Gambar 2. Model Spiral Kemmis dan Mc Taggart ... 75
Gambar 3. Diagram Hasil Belajar IPS Pra Tindakan (Pre-test) ... 90
Gambar 4. Histogram Peningkatan Hasil Belajar IPS Ranah Kognitif
Pada Pratindakan dan Siklus I ... 103
Gambar 5. Histogram Peningkatan Hasil Belajar IPS Ranah Psikomotor
dari Siklus I ke Siklus II ... 126
Gambar 6. Histogram Peningkatan Hasil Belajar IPS Ranah Kognitif dari Pratindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 128
Gambar 7. Histogram Peningkatan Hasil Belajar IPS Ranah Kognitif dari Pratindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 135
Gambar 8. Histogram Peningkatan Hasil Belajar IPS Ranah Psikomotor
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 152
Lampiran 2. Surat Keterangan/Izin Penelitian ... 153
Lampiran 3. Jadwal Peneitian Tindakan Kelas ... 154
Lampiran 4. Daftar Identitas Siswa Kelas V SD Negeri Bogo Bantul ... 155
Lampiran 5. RPP Siklus I Pertemuan 1... 156
Lampiran 6. Pertemuan 2 ... 162
Lampiran 7. Pertemuan 3 ... 168
Lampiran 8. RPP Siklus II Pertemuan 1 ... 173
Lampiran 9. Pertemuan 2 ... 179
Lampiran 10. Pertemuan 3 ... 185
Lampiran 11. Kisi-kisi Tes Hasil Belajar Siklus I ... 191
Lampiran 12. Soal Tes Hasil Belajar Siklus I ... 192
Lampiran 13. Kisi-kisi Tes Hasil Belajar Siklus II ... 201
Lampiran 14. Soal Tes Hasil Belajar Siklus II ... 202
Lampiran 15. Kisi-kisi Observasi Perilaku Siswa ... 208
Lampiran 16. Lembar Observasi Perilaku Siswa Pertemuan 1 ... 209
Lampiran 17. Pertemuan 2 ... 210
Lampiran 18. Pertemuan 3 ... 211
Lampiran 19. Rubrik Penskoran Penilaian Perilaku Siswa (Psikomotor) ... 212
Lampiran 20. Lembar Pengamatan Role Playing (LKS) Siklus I ... 215
Lampiran 21. Siklus II ... 217
Lampiran 22. Tabel Perilaku Siswa dalam Pembelajaran IPS Siklus I ... 219
Lampiran 23. Siklus II ... 220
Lampiran 24. Daftar Nilai Tes Pratindakan ... 221
Lampiran 25. Rekapitulasi Nilai Tes Pratindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 222
Lampiran 26. Rekapitulasi Perilaku Siswa (Psikomotor) Siklus I dan Siklus II ... 223
Lampiran 27. Teks Drama Siklus I ... 224
xvi
Lampiran 29. Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran... 237
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Sekolah dasar merupakan jenjang pendidikan paling dasar dalam sistem
pendidikan formal di Indonesia. Jenjang sekolah dasar ditempuh selama 6 tahun,
yaitu mulai dari kelas 1 sampai dengan kelas 6. Siswa yang menempuh
pendidikan di sekolah dasar, diberikan sejumlah keterampilan dasar supaya
menjadi manusia-manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab, sebagaimana yang diamanatkan
dalam UUSPN No. 20 th 2003 Bab II Pasal 3. Salah satu mata pelajaran yang
berkontribusi untuk menjadikan siswa warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan nama mata pelajaran yang
memadukan konsep-konsep disiplin ilmu sosial, konsep tentang manusia dan
kehidupan sosialnya, serta isu-isu yang berkembang di masyarakat (Sapriya, 2009:
20). Mata pelajaran IPS di jenjang sekolah dasar mempunyai peranan penting bagi
siswa untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, sikap dan kepekaan
siswa secara utuh menyeluruh dalam menghadapi perkembangan zaman secara
lebih bijaksana. Sejalan dengan pendapat tersebut, Hidayati (2002: 19)
mengungkapkan bahwa tujuan pengajaran IPS adalah menjadikan warga negara
yang baik (good citizen). Warga negara yang baik merupakan warga negara yang
2
manusia yang bertanggung jawab dalam menghadapi masalah-masalah sosial di
masyarakat.
Hidup dalam suatu masyarakat tentu memerlukan bekal pengetahuan,
untuk dapat menyikapi masalah-masalah yang terjadi di masyarakat.
Masalah-masalah kehidupan masyarakat terus berkembang seiring dengan pesatnya
perkembangan IPTEK, yang menghadapkan kita dengan kehidupan yang penuh
tantangan. Berdasarkan hal tersebut, IPS dirancang tidak hanya untuk
mengembangkan pengetahuan saja, akan tetapi juga mengembangkan
keterampilan dan sikap siswa. Hidayati (2002: 16) menambahkan bahwa IPS
mendorong kepekaan siswa terhadap hidup dan kehidupan sosial. Dengan
kepekaan hidup dan kepekaan sosial yang dimiliki, diharapkan siswa mampu
menanggapi dan menghadapi masalah-masalah sosial secara rasional.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, idealnya proses pembelajaran
IPS dapat memberikan kontribusi untuk menjadikan siswa sebagai
manusia-manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab dalam mengahadapi dan menyikapi masalah-masalah
sosial. Namun, untuk mewujudkan pembelajaran IPS yang ideal tersebut tentu
tidak mudah. Mewujudkan pembelajaran IPS yang ideal, tentu memerlukan peran
guru yang kompeten. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sapriya dalam
Winataputra, dkk (2008: 8.1) dalam proses belajar mengajar seringkali ditemui
seorang guru mengalami kesulitan dalam menentukan, memilih serta
3
Banyaknya cakupan materi IPS yang bersifat teoritis, sering kali menuntut
seorang guru IPS untuk mampu mendesain pembelajaran yang menarik dan
menyenangkan bagi siswa, mampu melibatkan peran aktif siswa, menempatkan
siswa sebagai subjek belajar, dan senantiasa melakukan evaluasi pembelajaran
untuk memantau kemajuan perkembangan setiap siswanya.
Proses pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses komunikasi
antara guru dan siswa. Supaya terjadi komunikasi yang baik dalam kegiatan
pembelajaran, maka siswa perlu diberi stimulus yang dapat memancing partisipasi
aktif siswa, seperti dengan menerapkan strategi, metode dan media pembelajaran
yang tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Arsyad (2011:
15) yang mengatakan bahwa dalam suatu proses belajar mengajar, metode dan
media pembelajaran merupakan dua unsur yang amat penting. Lebih lanjut
Anitah, dkk (2008: 5.4) juga mengemukakan bahwa metode mengajar merupakan
salah satu komponen yang harus digunakan dalam kegiatan pembelajaran agar
tercapai tujuan pembelajaran maupun dalam pembentukan kemampuan siswa.
Melalui pemilihan metode mengajar yang tepat, diharapkan guru dapat
melaksanakan pembelajaran secara efektif, dimana terdapat interaksi antara siswa
dengan siswa maupun siswa dengan guru.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada proses
pembelajaran di kelas V SD Negeri Bogo Bantul pada tanggal 25 Januari 2017,
diperoleh data bahwa pada saat proses pembelajaran IPA berlangsung,
penyampaian materi oleh guru dilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab,
4
pembelajaran. Guru juga melakukan mobilitas kelas yang baik saat memberikan
contoh membuat magnet secara induksi dan gosokan. Siswa juga terlihat antusias
dalam mengikuti pembelajaran dengan diberikannya contoh secara langsung oleh
guru bagaimana cara membuat magnet secara induksi dan gosokan. Siswa juga
aktif menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru terkait materi. Secara
keseluruhan, iklim belajar dapat tercipta dengan baik. Pelajaran selanjutnya adalah
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Metode yang digunakan guru pada
pelajaran ini antara lain metode ceramah, tanya jawab dan penugasan. Guru
menyampaikan prosedur pengerjaan tugas yang jelas ketika memberikan
penugasan kepada siswa dan juga memantau pengerjaan tugas siswa. Siswa aktif
menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru, namun terdapat beberapa siswa yang
kurang memperhatikan penjelasan guru karena bermain sendiri.
Pada saat pelajaran IPS berlangsung, penyampaian materi oleh guru
dilakukan dengan metode ceramah dan metode tanya jawab. Guru terlihat kurang
melibatkan siswa dalam pembelajaran, karena penyampaian materi pembelajaran
cenderung didominasi menggunakan metode ceramah. Guru tidak menggunakan
media pembelajaran sehingga penyampaian materi menjadi abstrak. Guru kurang
memahami karakteristik siswa sehingga penggunaan metode pembelajaran
sangatlah minim. Karakteristik siswa kelas V yang masih senang bermain tidak
dimanfaatkan guru untuk memilih metode pembelajaran yang tepat. Kurangnya
pelibatan siswa dalam pembelajaran, membuat siswa merasa bosan pada saat
proses pembelajaran IPS berlangsung. Siswa juga kurang memperhatikan saat
5
melakukan aktivitas lain, seperti menggambar, bermain kertas, berbicara dengan
teman, menoleh ke arah teman, dan tiduran. Dengan kondisi yang kurang kondusif
tersebut, menyebabkan materi pelajaran yang disampaikan oleh guru kurang dapat
diterima oleh siswa secara optimal.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada proses
pembelajaran di kelas V SD Negeri Bogo Bantul pada tanggal 26 Januari 2017,
diperoleh data bahwa pada saat proses pembelajaran Matematika berlangsung,
penyampaian materi oleh guru dilakukan dengan metode ceramah dan penugasan.
Guru menyampaikan materi terlebih dahulu, baru kemudian memberikan soal-soal
kepada siswa. Guru mengulangi penjelasan materi bagi siswa yang kurang
mengerti terhadap materi yang disampaikan. Siswa berani untuk bertanya dan
fokus saat mengerjakan soal dari guru, sehingga kondisi kelas kondusif untuk
belajar. Pelajaran selanjutnya adalah IPA, yang disampaikan menggunakan
metode ceramah, tanya jawab, percobaan, dan presentasi. Guru membimbing
siswa saat melakukan percobaan membuat elektromagnet dan guru melakukan
penguasaan kelas yang baik. Semua siswa antusias dalam membuat
elektromagnet. Siswa yang sudah selesai dengan tugasnya, membantu temannya
yang belum berhasil. Pada akhirnya, semua siswa berhasil membuat
elektromagnet. Sedangkan pada pembelajaran IPS, materi yang disampaikan
merupakan lanjutan dari materi pada hari sebelumnya. Metode yang digunakan
guru dalam mengajar yaitu metode ceramah dan metode tanya jawab. Guru
menyampaikan materi sama persis dengan buku (text book). Sesekali guru
6
tidak melakukan mobilitas yang baik, karena guru hanya duduk di tempat
duduknya selama menyajikan materi. Perilaku siswa selama pembelajaran
beragam, yaitu terdapat siswa yang fokus pada pembelajaran, bermain sendiri,
bermain penggaris, mengobrol dengan teman dan menggambar.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan pada tanggal 25 dan 26
Januari 2017 di kelas V SD Negeri Bogo Bantul, terlihat bahwa proses
pembelajaran IPS kurang menunjukkan adanya komunikasi dan interaksi antara
siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru. Metode yang digunakan juga
kurang bervariasi jika dibandingkan dengan metode yang digunakan pada
pembelajaran lainnya. Proses pembelajaran IPS tidak menggunakan media, guru
masih text book dan guru kurang dapat melakukan penguasaan kelas yang baik.
Perilaku siswa pada proses pembelajaran IPS juga kurang aktif jika dibandingkan
dengan perilaku siswa pada proses pembelajaran lainnya. Siswa kurang antusias
dan melakukan aktifitas lain saat guru menjelaskan. Berdasarkan hal tersebut,
nampak bahwa tedapat permasalahan pada proses pembelajaran IPS.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti pada tanggal 25 Januari 2017
dengan beberapa siswa kelas V (AYS, DN, LF, RN, FZN), mereka
mengungkapkan bahwa mereka merasa kurang suka dengan pembelajaran IPS
karena materinya yang sulit dan banyak materi terkait peristiwa sejarah yang sulit
untuk dihafalkan. Hal tersebut membuat siswa kurang antusias terhadap
pembelajaran IPS sehingga dapat berpengaruh terhadap hasil belajar IPS.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru kelas V (INH) pada
7
pada proses pembelajaran IPS adalah metode ceramah dan penugasan. Guru juga
memaparkan bahwa pembelajaran IPS selama ini mengandalkan hafalan siswa
karena cakupan materinya luas dan materinya terkait sejarah yang tidak langsung
dialami oleh siswa.
Pernyataan di atas diperkuat dengan hasil observasi mengenai hasil belajar
siswa kelas V pada semester gasal diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil Belajar Penilaian Akhir Semester 1 Siswa Kelas V SD Negeri Bogo Bantul Tahun Ajaran 2016/2017
No Mata Pelajaran Nilai Rata-rata PAS
1. Bahasa Indonesia 73
2. Matematika 70
3. IPA 74
4. IPS 68
5. PKn 76
(Sumber: Daftar Nilai Siswa Kelas V Tahun Ajaran 2016/2017)
Berdasarkan hasil Penilaian Akhir Semester I di atas, terlihat bahwa hasil
belajar mata pelajaran IPS menempati posisi terendah dibandingkan dengan mata
pelajaran lain. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah
untuk mata pelajaran IPS adalah 76. Siswa yang mencapai KKM sebanyak 11
siswa (55%), sedangkan siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 9 siswa
(45%). Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa hasil belajar IPS siswa
kelas V SD Negeri Bogo Bantul masih tergolong rendah.
Materi pada kelas V semester 2 terdapat standar kompetensi tentang
menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan kompetensi dasar 2.3
Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan dan
8
Pada materi tersebut siswa merasa kesulitan dalam menghafal tanggal-tanggal,
tokoh-tokoh serta peristiwa-peristiwa dalam mempertahankan kemerdekaan. Guru
juga mengungkapkan bahwa materi tersebut merupakan materi yang dirasa sulit
oleh siswa. Penyampaian materi dari guru didominasi dengan metode ceramah,
kemudian siswa diminta menghafal apa yang disampaikan guru. Hal tersebut
kurang mengoptimalkan kegiatan belajar siswa sehingga akan berpengaruh
terhadap hasil belajarnya.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu adanya perubahan pada cara
mengajar guru. Walaupun memiliki tujuan yang baik, kenyataan di lapangan
menunjukkan kualitas pembelajaran IPS seringkali jauh dari apa yang diharapkan.
Danim (2011: 224) mengatakan bahwa perilaku yang masih umum dilakukan oleh
guru-guru di sekolah, sebagai berikut.
1. Komunikasi guru dan siswa cenderung satu arah dan siswa dituntut menjadi pendengar yang baik.
2. Guru mengembangkan sikap “instan” dan “pragmatis”, serta tidak sabar ingin mencapai hasil akhir.
3. Guru bekerja untuk memudahkan dirinya. 4. Guru memosisikan siswa sebagai objek belajar.
Perilaku guru tersebut kurang menunjukkan adanya interaksi antara guru
dan siswa. Metode mengajar yang demikian kurang dapat memaksimalkan proses
belajar. Penggunaan satu metode serta pemilihan metode pembelajaran yang
kurang tepat, dapat mengakibatkan pembelajaran menjadi membosankan dan
menjadi kurang efektif (Djamarah & Zain, 2002: 83). Guru harus memliki strategi
agar siswa belajar dengan efektif, efisien dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Hal senada diungkapkan oleh Anitah, dkk (2008: 5.4) bahwa metode yang
9
kejenuhan aktivitas dalam proses pembelajaran. Kaitannya dengan mengajar IPS,
guru dapat mengembangkan metode pembelajaran dengan tujuan untuk membantu
guru lebih mengenal siswa dan menciptakan pembelajaran yang lebih bervariasi.
Guru yang menggunakan metode mengajar secara bervariasi, dapat
meminimalisir kekurangaktifan siswa. Kurangnya keaktifan belajar siswa ini,
dapat menghambat perkembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor siswa.
Seperti yang diungkapkan oleh Anitah, dkk (2008: 1.4) bila siswa hanya duduk
sambil melamun saat guru menjelaskan pelajaran, berarti siswa tersebut tidak
sedang mencerna pelajaran, yang artinya siswa tidak melakukan proses belajar.
Akibatnya, hasil belajar yang dicapai siswa kurang optimal karena iklim belajar di
kelas kurang kondusif. Proses belajar mengajar yang demikian, kurang
memberikan makna bagi siswa, sehingga siswa kurang dapat optimal dalam
menerapkan konsep dan pengetahuan IPS yang diperoleh di kehidupan sosialnya.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti dapat
mengungkapkan penyebab rendahnya hasil belajar IPS yaitu guru kurang
melibatkan siswa dalam pembelajaran sehingga apa yang disampaikan guru
kurang optimal diterima oleh siswa. Selain itu guru juga belum menggunakan
metode yang bervariasi. Maka sangat penting bagi guru untuk melakukan variasi
dalam pembelajaran untuk menciptakan pembelajaran yang menarik serta dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, supaya siswa juga memiliki kebebasan untuk
berkembang sesuai dengan keinginan dan kemampuan siswa. Salah satunya
adalah dengan merubah cara mengajar guru dengan metode mengajar yang
10
sebagai subjek belajar. Perlu adanya tindakan untuk mengatasi permasalahan
tersebut, salah satu tindakan yang dapat dilakukan oleh guru adalah dengan
menggunakan metode role playing atau metode bermain peran dalam
pembelajaran IPS.
Metode role playing merupakan salah satu jenis metode simulasi. Anitah,
dkk (2008: 5.23) mengatakan bahwa metode mengajar simulasi banyak digunakan
pada pembelajaran IPS, PKn, pendidikan agama dan pendidikan apresiasi. Metode
role playing merupakan metode pembelajaran dengan memperagakan suatu situasi
tertentu agar siswa memiliki pemahaman yang lebih terkait materi yang sifatnya
abstrak. Anitah, dkk (2008: 3.17) menambahkan bahwa dengan bermain peran,
siswa dapat memahami pengertian perilaku sosial, interaksi sosial, dan cara-cara
memecahkan masalah sosial dengan cara-cara yang lebih efektif. Penyajian materi
IPS menggunakan metode role playing dapat membantu siswa untuk
meningkatkan keterampilan sosialnya.
Metode role playing dapat dijadikan salah satu cara untuk meningkatkan
hasil belajar IPS. Shaftel & Shaftel (1982: 36) menjelaskan bahwa jika di suatu
kelas terdapat siswa yang kurang dihargai oleh teman sekelasnya, melalui role
playing siswa tersebut berkesempatan untuk menunjukkan keterampilan dan
kemampuan dirinya di luar persepsi teman-temannya selama ini. Unjuk diri yang
dilakukan tersebut dapat berdampak pada peningkatan status individu, konsep diri
dan pada akhirnya dapat terjadi perubahan yang siginifikan pada hasil belajarnya.
Kelebihan metode role playing sebagaimana dijelaskan oleh Sudjana
11
siswa, 2) sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi
dinamis dan penuh antusias, 3) membangkitkan gairah dan semangat optimisme
dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial
yang tinggi, 4) dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan
dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan
penghayatan siswa sendiri, serta 5) dimungkinkan dapat meningkatkan
kemampuan profesional siswa, dan dapat menumbuhkan atau membuka
kesempatan bagi lapangan kerja. Apabila metode role playing diterapkan dalam
pembelajaran IPS, diharapkan siswa dapat lebih memahami isi materi pelajaran.
Hal tersebut senada dengan Baroroh (2011: 162) yang mengatakan bahwa metode
role playing yang dilakukan dengan memerankan seseorang atau sesuatu, dapat
membuat siswa lebih mudah memahami dan menghayati isi materi secara
keseluruhan. Metode yang demikian juga akan melibatkan siswa secara aktif
dalam proses pembelajaran, sehingga kualitas proses pembelajaran dapat
meningkat.
Materi pada mata pelajaran IPS di kelas V terkait dengan
peristiwa-peristiwa di masa lampau. Materi pelajaran yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa masa
lampau, memerlukan daya imajinasi siswa untuk membayangkan bagaimana
peristiwa-peristiwa sejarah itu terjadi. Sedangkan daya imajinasi masing-masing
siswa berbeda. Role playing dapat menjadi salah satu solusi dalam mengatasi
perbedaan individual tersebut, dengan cara memvisualisasikan materi terkait
peristiwa masa lampau. Hal ini senada dengan Anitah, dkk (2008: 5.25) yang
12
mengingat atau menciptakan kembali gambaran masa silam. Peristiwa sejarah
yang bersifat abstrak, dapat lebih dikonkretkan melalui penerapan metode role
playing. Metode role playing atau bermain peran juga sesuai dengan karakteristik
siswa, yaitu karakter suka bermain. Melalui metode role playing, siswa dapat
bermain untuk memerankan tokoh dan situasi tertentu.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti akan mengkaji lebih luas
permasalahan, yaitu dengan penelitian yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Menggunakan Metode Role Playing pada Siswa
Kelas V SD Negeri Bogo Wijirejo Pandak Bantul”. Melalui penerapan metode
role playing ini, diharapkan guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa
untuk lebih termotivasi dalam meningkatkan hasil belajarnya. Untuk itu,
penelitian ini perlu dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa
kelas V SD Negeri Bogo Wijirejo Pandak Bantul.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat ditentukan
identifikasi masalah dalam pembelajaran IPS pada siswa kelas V SD Negeri Bogo
sebagai berikut.
1. Metode yang digunakan guru dalam pembelajaran IPS kurang bervariasi.
2. Kurangnya penggunaan media dalam pembelajaran IPS.
3. Guru kurang melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran IPS.
4. Hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran IPS masih rendah dibanding
dengan mata pelajaran lainnya.
13 C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut,
peneliti membatasi penelitian ini agar lebih terfokus, yaitu: masih rendahnya hasil
belajar IPS siswa kelas V, kurang bervariasinya metode mengajar yang digunakan
guru dan metode role playing yang belum pernah digunakan dalam proses
pembelajaran IPS.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah peneliti kemukakan di atas, maka
dapat dirumuskan permasalahan, sebagai berikut.
1. Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar IPS melalui metode role playing
pada siswa kelas V SD Negeri Bogo Bantul?
2. Apakah hasil belajar IPS dapat ditingkatkan melalui metode role playing pada
siswa kelas V SD Negeri Bogo Bantul?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. untuk mengetahui proses meningkatkan hasil belajar IPS melalui metode role
playing pada siswa kelas V SD Negeri Bogo Bantul.
2. untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPS melalui metode role playing
pada siswa kelas V SD Negeri Bogo Bantul.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Bagi Siswa
14
motivasi belajar IPS, sehingga berdampak positif pada peningkatan hasil
belajar IPS siswa.
b. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk meningkatkan aktivitas belajar
pada pembelajaran IPS di kelas.
2. Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa
kelas V SD Negeri Bogo Bantul pada pembelajaran IPS menggunakan metode
role playing.
3. Bagi Kepala Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan
rekomendasi dalam pengembangan proses pembelajaran IPS.
4. Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan masukan serta pengetahuan untuk mengetahui
hasil belajar IPS siswa SD Negeri Bogo Bantul dengan menggunakan metode role
15 BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hasil Belajar
1. Pengertian Belajar
Belajar ialah proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan
lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya (Purwanto, 2011:
38). Hal ini senada dengan pendapat Sugihartono, dkk (2013: 74) belajar
merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud
perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau
menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya.
Menurut Aunurrahman (2010: 38) belajar adalah proses orang
memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar adalah suatu
usaha sadar dan terencana yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh
suatu konsep, pemahaman atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan
terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa,
maupun dalam bertindak (Susanto, 2015: 4).
Anitah, dkk (2008: 1.3) berpendapat bahwa ciri utama belajar itu ada tiga.
Pertama, belajar adalah proses mental dan emosional atau aktivitas pikiran dan
perasaan. Kedua, hasil belajar berupa perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik,
maupun afektif). Ketiga, belajar berlangsung melalui pengalaman, baik langsung
maupun tidak langsung.
Penelitian ini diharapkan terdapat perubahan perilaku dalam diri siswa
yang berupa pemahaman, pengetahuan maupun keterampilan. Perubahan tingkah
16
dengan lingkungan. Perubahan ini terjadi dari tidak tahu menjadi tahu konsep IPS
dan mampu menggunakannya dalam materi lanjut atau dalam kehidupan
sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut, belajar bukan sekadar mengingat atau menghafal
saja, namun lebih luas dari itu yaitu mengalami.
2. Prinsip-prinsip Belajar
Prinsip belajar merupakan ketentuan atau hukum yang harus dijadikan
pegangan dalam pelaksanaan kegiatan belajar. Sebagai suatu hukum, prinsip
belajar akan sangat menentukan proses dan hasil belajar. Anitah, dkk (2008: 1.17)
mengemukakan prinsip-prinsip belajar, sebagai berikut.
a. Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan kegiatan belajar, baik motivasi
intrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik berkaitan langsung
dengan tujuan pelajaran itu sendiri.
b. Perhatian atau pemusatan energi psikis terhadap pelajaran, dapat dilakukan
melalui pelibatan siswa itu sendiri atau menciptakan situasi belajar yang
menarik bagi siswa.
c. Aktivitas. Aktivitas belajar melibatkan pikiran dan perasaan siswa. Bila
pikiran dan perasaan siswa tidak terlibat aktif, pada hakikatnya siswa tersebut
tidak belajar. Untuk merangsang siswa supaya lebih aktif belajar, dapat
digunakan metode dan media yang bervariasi.
d. Balikan. Balikan diperlukan supaya siswa segera mengetahui benar tidaknya
pekerjaan yang ia lakukan. Balikan dari guru sebaiknya yang mampu
menyadarkan siswa terhadap kesalahan mereka dan meningkatkan
17
e. Perbedaan individual. Semua siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda,
dan hendaknya guru dapat memfasilitasi perbedaan siswa tersebut sesuai
dengan karakteristik masing-masing siswa.
Prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran (Aunurrahman, 2010:
113), yaitu:
a. apapun yang siswa pelajari, harus dia yang belajar, bukan orang lain yang
melakukan aktivitas belajar untuknya,
b. setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya,
c. pemberian penguatan langsung pada siswa, dapat menjadikan siswa belajar
dengan baik,
d. penguasaan materi yang baik pada setiap langkah pembelajaran,
memungkinkan siswa memahami makna dari materi yang dipelajarinya, dan
e. motivasi belajar siswa dapat meningkat apabila diberi tanggung jawab dan
kepercayaan penuh atas belajarnya.
Prinsip-prinsip belajar menurut Slameto (2003: 27-28) sebagai berikut.
a. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar
1) Usahakan untuk melibatkan siswa secara aktif, meningkatkan minat dan
membimbing siswa untuk mencapai tujuan instruksional.
2) Untuk mencapai tujuan instruksional, perlu adanya penguatan dan motivasi
bagi siswa.
3) Lingkungan belajar perlu diatur sedemikian rupa agar siswa dapat melakukan
eksplorasi dan belajar dengan efektif.
18 b. Sesuai hakikat belajar
1) Belajar merupakan proses berkelanjutan yang dilakukan tahap demi tahap.
2) Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan diskoveri.
3) Belajar memiliki keterkaitan antar pengertian dan belajar merupakan
hubungan antara stimulus dan respon.
c. Sesuai materi/bahan yang harus dipelajari
1) Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian
yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya.
2) Belajar dilaksanakan sesuai tujuan instruksional dan untuk mengembangkan
kemampuan tertentu.
d. Syarat keberhasilan belajar
1) Sarana yang memadai diperlukan untuk mendukung proses belajar.
2) Perlu adanya repetisi (pengulangan) agar pengertian, keterampilan maupun
sikap yang diajarkan dapat tertanam pada diri siswa.
Penelitian ini mengambil prinsip-prinsip belajar sebagai berikut:
a. Belajar memerlukan proses.
b. Perlu adanya keterlibatan siswa dalam pembelajaran, karena siswa berperan
sebagai subjek pembelajaran.
c. Model dan metode yang digunakan dalam pembelajaran, disesuaikan dengan
karakteristik siswa.
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, memberikan penjelasan dalam
memaknai belajar dan dapat mengetahui apa yang perlu diperhatikan dalam
19
pelaksanaan kegiatan belajar. Dengan demikian, proses belajar dapat dilaksanakan
secara optimal.
3. Hasil Belajar
Purwanto (2011: 46) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan
perubahan perilaku siswa akibat belajar, yang disebabkan karena siswa mencapai
penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar.
Oleh karena itu, hasil belajar erat kaitannya dengan belajar. Hasil belajar juga
dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi
pelajaran di sekolah yang diperoleh dari hasil tes sejumlah materi pelajaran
tertentu dan dinyatakan dalam bentuk skor.
Taksonomi Bloom terdiri dari tiga ranah sebagai bentuk klasifikasi tujuan
pendidikan dan tahapan pencapaiannya, yaitu (Bloom, 1956: 7): (1) ranah kognitif
(pengetahuan), (2) ranah afektif (sikap), dan (3) psikomotorik (ketramplian).
Taksonomi ini merupakan tahapan proses berpikir siswa dari tingkat keterampilan
berpikir paling rendah sampai tingkat keterampilan berpikir yang lebih kompleks.
Ranah kognitif meliputi tujuan-tujuan yang berhubungan dengan pengetahuan dan
pengembangan intelektual. Ranah afektif mencakup tujuan yang menggambarkan
perubahan sikap, nilai-nilai dan pengembangan apresiasi. Ranah psikomotor
mencakup area manipulatif atau motorik.
Bloom (1956: 62-190) menjelaskan bahwa ranah kognitif melibatkan
pengetahuan dan pengembangan keterampilan intelektual. Hal ini meliputi
mengingat kembali fakta-fakta tertentu, pola prosedural dan konsep-konsep yang
20
enam kategori utama, yang dijabarkan dalam urutan yang dimulai dari perilaku
yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Keenam tahap tersebut,
yaitu:
a. knowledge (pengetahuan)
Menunjukkan adanya memori mengenai materi yang sebelumnya telah
dipelajari, yang berkaitan dengan fakta-fakta dasar, syarat, konsep-konsep dasar
dan pemilihan jawaban. Kata kunci yang digunakan pada tahap ini meliputi: siapa,
apa, mengapa, kapan, alasan, dimana, yang mana, pilihlah, temukan, bagaimana,
jelaskan, namai, tunjukkan, eja, daftar, cocokkan, hubungkan, ceritakan, pilih.
Contoh:
1) cocokkan nama-nama karakter dengan gambar karakter,
2) cocokkan pernyataan dan tokoh yang menyatakannya,
3) aturlah kalimat acak ini menjadi cerita secara berurutan.
b. comprehension (pemahaman)
Menunjukkan pemahaman tentang fakta-fakta dan ide-ide dengan
mengorganisir, membandingkan, menerjemahkan, menafsirkan, memberikan
deskripsi dan menyatakan ide utama. Kata kunci yang digunakan pada tahap ini
meliputi: membandingkan, menunjukkan, menafsirkan, menjelaskan,
memperpanjang, menggambarkan, menyimpulkan, menguraikan, berhubungan,
menerjemahkan, meringkas, menampilkan, mengklasifikasikan. Contoh:
1) menjelaskan ide-ide yang dipilih atau bagian dari cerita menggunakan
21
2) menggambar atau menulis sebuah kalimat yang menampilkan apa yang terjadi
sebelum dan setelah bagian atau ilustrasi yang ditemukan di buku (visualisasi),
3) memprediksi kemungkinan yang bisa terjadi dalam suatu cerita sebelum
selesai membaca seluruh buku,
4) membuat gambar garis waktu yang berisi ringkasan apa yang terjadi dalam
cerita, dan
c. application (penerapan)
Memecahkan masalah dalam situasi baru dengan menerapkan pengetahuan
yang diperoleh, fakta, teknik dan aturan dalam cara yang berbeda, atau baru. Kata
kunci pada tahap ini meliputi: menerapkan, membangun, memilih,
mengembangkan, wawancara, membuat penggunaan, mengatur, bereksperimen
dengan, rencana, pilih, memecahkan, memanfaatkan, model, mengidentifikasi.
Contoh:
1) mengklasifikasikan ciri-ciri manusia, hewan, atau benda,
2) membuat boneka jari dan tampil di luar bagian dari cerita,
3) pilih makanan yang sekiranya pemeran utama akan menyukainya:
merencanakan menu dan metode melayaninya,
4) pikirkan situasi yang terjadi pada tokoh dalam cerita dan tulislah tentang
bagaimana dia akan menangani situasi yang berbeda, dan
5) memberikan contoh dari orang-orang yang siswa tahu memiliki masalah yang
sama sebagai karakter dalam cerita.
d. analysis (analisis)
22
mengidentifikasi motif atau penyebab. Membuat kesimpulan dan mencari bukti
yang mendukung generalisasi. Kata kunci: menganalisis, mengkategorikan,
mengklasifikasikan, membandingkan, menemukan, membedah, membagi,
memeriksa, menyederhanakan, survei, tes, membedakan, daftar, perbedaan, tema,
hubungan, fungsi, motif, kesimpulan. Contoh:
1) mengidentifikasi karakteristik umum (dinyatakan dan/atau tersirat) dari
karakter utama,
2) membedakan apa yang bisa terjadi dari apa yang tidak bisa terjadi dalam cerita
dalam kehidupan nyata,
3) pilih bagian-bagian cerita yang paling lucu, paling menyedihkan, paling
bahagia dan paling luar biasa,
4) bandingkan dua karakter utama, dan
5) pilih tindakan dari karakter utama yang sama persis dengan apa yang akan
dilakukan oleh siswa.
e. synthesis (sintesis)
Mengumpulkan informasi dengan cara yang berbeda dengan cara
menggabungkan elemen dalam pola baru atau mengusulkan solusi alternatif. Kata
kunci: membangun, memilih, menggabungkan, kompilasi, menulis, membuat
desain, mengembangkan, memperkirakan, merumuskan, bayangkan, menciptakan,
merencanakan, memprediksi, mengusulkan, memecahkan masalah/solusi,
membahas, memodifikasi, memperbaiki, beradaptasi, meminimalkan,
23 1) menciptakan sebuah cerita berdasarkan judul,
2) membuat poster untuk mengiklankan cerita sehingga orang ingin untuk
membacanya,
3) gunakan imajinasi anda untuk menggambar tentang cerita,
4) menciptakan produk baru yang terkait dengan cerita,
5) menulis buku harian yang berisi tentang pikiran dan kegiatan,
6) membuat karakter asli dan memberitahu bagaimana karakter akan masuk ke
dalam cerita, dan
7) menulis musik dan lirik lagu bahwa salah satu karakter utama akan bernyanyi
jika dia/itu menjadi bintang rock.
f. evaluation (evaluasi)
Mengajukan dan mempertahankan pendapat dengan membuat penilaian
tentang informasi, validitas ide atau kualitas kerja berdasarkan seperangkat
kriteria. Kata kunci: penghargaan, memilih, menyimpulkan, mengkritik,
memutuskan, membela, sengketa, mengevaluasi, menilai, membenarkan,
mengukur, membandingkan, menandai, merekomendasikan, persetujuan,
memprioritaskan, pendapat, menafsirkan, menjelaskan, mendukung membuktikan,
menyangkal, menilai, mempengaruhi, memahami, menghargai, memperkirakan,
mengurangi. Contoh:
1) memutuskan dengan karakter yang mana ia ingin menghabiskan waktu
bersamanya dan mengapa,
2) menilai apakah karakter harus bertindak dengan cara tertentu dan mengapa,
24
3) memutuskan jika cerita benar-benar bisa terjadi dan membenarkan alasan
untuk keputusan.
Ranah afektif (Krathwohl, Bloom, Maisa, 1964) berkaitan dengan hal-hal
emosional, perasaan, nilai-nilai, apresiasi, antusiasme, motivasi dan sikap. Lima
kategori utama tersebut dijabarkan dalam urutan perilaku yang sederhana sampai
yang paling kompleks, sebagai berikut.
a. Receiving Phenomena (Penerimaan)
Tingkatan afektif ini meliputi:
1) awareness (kesadaran untuk menerima), yaitu munculnya kesiapan untuk
berinteraksi dengan stimulus (fenomena atau objek yang dipelajari). Ditandai
dengan kehadiran dan usaha untuk memberi perhatian pada stimulus.
2) willingness to receive (kemauan untuk menerima), yaitu usaha untuk
memusatkan perhatian pada stimulus.
3) controlled or selected attention (mengkhususkan perhatian), yaitu
mengkhususkan perhatian pada fokus tertentu misalnya warna, suara atau
kata-kata saja.
Kata kunci: bertanya, memilih, menjelaskan, mengikuti, memberikan,
memegang, mengidentifikasi, menempatkan, nama, menunjuk, memilih, duduk,
menempatkan, menjawab, menggunakan. Contoh:
1) mendengarkan orang lain dengan hormat, dan
2) mendengarkan dan mengingat nama orang-orang yang baru diperkenalkan.
b. Responding to Phenomena (Menanggapi)
25
fenomena tertentu, memberikan respon terhadap stimulus yang meliputi proses
sebagai berikut.
1) Acquiescene of responding (Kesiapan menanggapi), contohnya mengajukan
pertanyaan, menaati peraturan lalu lintas, dll.
2) Willingness to respond (Kemauan menanggapi), yaitu usaha untuk melihat
hal-hal khusus dalam bagian yang diperhatikan.
3) Satisfaction in response (Kepuasan menanggapi), yaitu adanya kegiatan yang
berhubungan dengan usaha untuk memuaskan keinginan untuk mengetahui.
Contoh: bertanya, membuat gambar, memotret, dll.
Kata kunci: menjawab, membantu, membahas, menyapa, label,
melakukan, praktek, menyajikan, membaca, laporan, memilih, mengatakan,
menulis. Contoh:
1) berpartisipasi dalam diskusi kelas,
2) memberikan presentasi,
3) menanyakan hal-hal baru mengenai konsep, model, dll untuk memahami
mereka sepenuhnya, dan
4) tahu aturan-aturan untuk menjaga keselamatan dan mempraktekkannya.
c. Valuing (Menghargai)
Harga atau nilai seseorang menempel ke objek tertentu, fenomena, atau
perilaku. Menilai didasarkan pada internalisasi seperangkat nilai-nilai tertentu,
sementara petunjuk untuk nilai-nilai ini dinyatakan dalam perilaku yang nampak
26
internalisasi untuk memiliki dan menghayati nilai dari stimulus yang dihadapi.
Penilaian ini dibagi menjadi tiga tahap, sebagai berikut.
1) Acceptance of value (Menerima nilai), merupakan kelanjutan dari kepuasan
menanggapi yang lebih intensif.
2) Preference for a value (Menyeleksi nilai yang lebih disenangi), yang
ditunjukkan dengan usaha untuk mencari sesuatu yang dapat memuaskan.
3) Komitmen, yaitu keyakinan terhadap suatu nilai dengan alasan tertentu yang
muncul setelah melalui pengalaman-pengalaman. Komitmen ditunjukkan
dengan rasa senang, kagum, terpesona. Misalkan kagum atas keberanian
seseorang, menunjukkan komitmen terhadap nilai keberanina yang
dihargainya.
Kata kunci: Melengkapi, menunjukkan, membedakan, menjelaskan, ikuti,
bentuk, memulai, mengundang, bergabung, membenarkan, mengusulkan,
membaca, laporan, memilih, studi, bekerja. Contoh:
1) menunjukkan kepercayaan dalam proses demokrasi, peka terhadap individu
dan budaya perbedaan (nilai keanekaragaman),
2) menunjukkan kemampuan untuk memecahkan masalah, dan
3) mengusulkan rencana untuk perbaikan sosial dan mengikuti dengan
komitmen.
d. Organization (Mengorganisasikan)
Mengatur nilai-nilai menjadi prioritas dengan cara mengontraskan nilai
27
yang unik. Penekanan adalah pada membandingkan, berhubungan dan sintesis
nilai-nilai. Proses ini terjadi dalam dua tahapan, yaitu:
1) konseptualisasi nilai, yaitu keinginan untuk menilai hasil karya orang lain, dan
2) pengorganisasian sistem nilai, yaitu menyusun nilai dalam suatu sistem nilai
dengan urutan tingkatan sesuai dengan urutan kepentingan atau kesenangan
pada masing-masing siswa.
Kata kunci: berpedoman, mengubah, mengatur, menggabungkan,
membandingkan, membela, menjelaskan, merumuskan, mengidentifikasi,
mengintegrasikan, memodifikasi, perintah, mengatur, mempersiapkan,
berhubungan, mensintesis. Contoh:
1) mengakui kebutuhan akan keseimbangan antara kebebasan dan perilaku yang
bertanggung jawab,
2) menjelaskan peran perencanaan yang sistematis dalam memecahkan masalah.
3) menerima standar etika profesional,
4) menciptakan rencana hidup dalam harmoni dengan kemampuan dan
keyakinan,
5) memprioritaskan waktu efektif untuk memenuhi kebutuhan organisasi,
keluarga, dan diri sendiri.
e. Internalizing Values (Characterization)
Memiliki sistem nilai yang mengontrol perilaku siswa. Perilaku ini
merasuk, konsisten, dapat diprediksi, dan yang paling penting, sesuai dengan
karakteristik siswa. Tujuan pengajaran berfokus pada pola penyesuaian diri siswa
28
1) generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari sudut
pandang tertentu.
2) karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang
membentuk kepribadian.
Kata kunci: bertindak, membedakan, menampilkan, pengaruh,
mendengarkan, memodifikasi, melakukan, praktek, mengusulkan, memenuhi
syarat, pertanyaan, merevisi, menyajikan, memecahkan, memverifikasi. Contoh:
1) menunjukkan kemandirian ketika bekerja secara individual,
2) bekerja sama dalam kegiatan kelompok (menampilkan kerjasama),
3) menampilkan komitmen profesional untuk praktik etis pada setiap hari,
4) merevisi penilaian dan perubahan perilaku dengan menyertakan bukti baru,
dan
5) menilai orang apa adanya, bukan bagaimana mereka berpenampilan.
Elizabeth Shimpson (1966: 25-30) membagi menjadi lima kategori yang
menjelaskan perjenjangan hasil belajar psikomotor atau perilaku. Kelima jenjang
tersebut, yaitu perception, set, guided response, mechanism, dan complex overt
response. Penjelasan dari masing-masing tingkat tersebut, sebagai berikut.
a. Perception (Persepsi)
Persepsi berkenaan dengan penggunaan organ indra untuk menangkap stimulus
yang membimbing aktivitas gerak. Kategori itu bergerak dari stimulus sensori
(kesadaran terhadap stimulus) melalui pemilihan stimulus (pemilihan tugas yang
29
tiga tingkat yang berbeda sehubungan dengan proses persepsi. Subkategori
tersebut, sebagai berikut.
1) Sensory Stimulation (Rangsangan Indera)
Berkaitan dengan stimulus pada satu atau lebih organ-organ indera (pendengar,
peraba, perasa, penglihatan, dan pembau). Contoh: kepekaan pendengaran siswa
dalam memainkan alat musik sebagai anggota kelompok, kepekaan dalam meraba
suatu benda, dan kepekaan terhadap bumbu masakan.
2) Cue Selection (Pemilihan Stimulus)
Memutuskan stimulus apa yang harus ditanggapi seseorang untuk memenuhi
persyaratan kinerja tugas tertentu. Ini melibatkan identifikasi stimulus atau
stimulus dan mengaitkannya dengan tugas yang harus dilakukan. Ini mungkin
melibatkan pengelompokan stimulus berdasarkan pengalaman dan pengetahuan
masa lalu. Stimulus yang relevan dengan situasi dipilih sebagai panduan tindakan
dan stimulus yang tidak relevan diabaikan atau dibuang.
3) Translation
Terkait dengan persepsi untuk bertindak dalam melakukan tindakan motorik.
b. Set (Kesiapan)
Kesiapan melakukan tindakan tertentu meliputi kesiapan mental, kesiapan fisik
dan kesiapan emosioanl. Set (kesiapan) dibagi menjadi 3 kategori, sebagai berikut.
1) Mental Set (Kesiapan Mental)
Kesiapan dalam arti mental, yaitu kesiapan untuk melakukan suatu tindakan
motorik tertentu. Sebagai prasyarat, hal ini melibatkan tingkatan persepsi dan
langkah-30
langkah dalam mengatur meja dan pengetahuan tentang alat yang sesuai dengan
kinerja berbagai mesin jahit.
2) Physical Set (Kesiapan Fisik)
Kesiapan dalam artian membuat penyesuaian anatomis yang diperlukan agar dapat
melakukan kemampuan motorik. Kesiapan, dalam pengertian fisik, melibatkan
rangkaian reseptor, yaitu kehadiran sensorik, atau memusatkan perhatian pada
organ sensorik dan set postural yang dibutuhkan, atau posisi tubuh. Contoh: posisi
tangan yang siap untuk mengetik.
3) Emotional Set (Kesiapan Emosi)
Kesiapan dalam hal perilaku yang menguntungkan terhadap tindakan motorik
yang sedang berlangsung. Kesediaan untuk merespons secara tersirat. Contoh:
disposisi untuk menampilkan operasi mesin jahit dengan kemampuan terbaik dan
keinginan untuk mengoperasikan mesin produksi dengan skill.
c. Guided Response (Gerakan Terbimbing)
Gerakan terbimbing merupakan tahapan awal dalam mempelajari keterampilan
yang kompleks. Hal ini meliputi peniruan atau pengulangan perbuatan yang telah
didemonstrasikan dan trial and error atau penggunaan pendekatan ragam respon
untuk mengidentifikasi respon yang tepat. Guided response terbagi menjadi 2
kategori, sebagai berikut.
1) Imitation
Imitasi adalah eksekusi suatu tindakan sebagai respon langsung terhadap persepsi
31
menjahit, melakukan tarian seperti setan, dan memotong paruh ayam sesuai yang
telah dicontohkan.
2) Trial and Error
Mencoba berbagai tanggapan, biasanya dengan beberapa alasan untuk setiap
respons, sampai respons yang tepat tercapai. Respon yang tepat adalah yang
memenuhi persyaratan kinerja tugas, yaitu, "menyelesaikan pekerjaan" atau
melakukannya dengan lebih efisien. Tingkat ini dapat didefinisikan sebagai
pembelajaran respons ganda di mana respons yang dipilih dari beragam perilaku,
mungkin melalui pengaruh reward dan punishment. Contoh: menemukan metode
menyetrika blus yang paling efisien melalui uji coba berbagai prosedur dan
memastikan urutan pembersihan ruangan melalui percobaan beberapa pola.
d. Mechanism (Gerakan Terbiasa)
Gerakan ini berkenaan dengan kinerja dimana respon telah menjadi terbiasa dan
gerakan-gerakan dilakukan dengan penuh keyakinan dan kecakapan. Hasil belajar
level ini berkenaan dengan keterampilan berbagai tipe kinerja tetapi tingkat
kompleksitas gerakannya lebih rendah dari level berikutnya. Contoh: mampu
mencampur bahan untuk membuat mentega dan mampu melakukan penyerbukan
bunga oat.
e. Complex Overt Response (Gerakan yang Kompleks)
Gerakan kompleks yaitu gerakan sangat terampil dengan pola-pola gerakan yang
sangat kompleks. Keahliannya terindikasi dengan gerakan cepat, lancar, akurat,
dan menghabiskan energi yang minimum. Complex overt response terbagi
32
1) Resolution of Uncertainty (Resolusi ketidakpastian)
Tindakan dilakukan tanpa ragu-ragu dari individu untuk mendapatkan gambaran
mental dari urutan tugas. Artinya, dia tahu urutan yang dibutuhkan dan dengan
demikian berjalan dengan percaya diri. Tindakan di sini didefinisikan sebagai sifat
yang kompleks. Contoh: ketrampilan mengoperasikan mesin penggilingan,
ketrampilan dalam menyiapkan dan mengoperasikan gergaji produksi, serta
ketrampilan dalam meletakkan pola pada kain dan memotong garnet.
2) Automatic Performance (Kinerja Otomatis)
Pada tingkat ini, individu dapat melakukan keterampilan motorik yang
terkoordinasi dengan baik dengan kemudahan dan kontrol otot yang hebat.
Contoh: ketrampilan dalam melakukan langkah dasar tarian daerah dan
keterampilan memainkan biola.
Soedjiarto (Purwanto, 2010: 46) menjelaskan bahwa hasil belajar adalah
tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Carool dalam Sudjana (2002:
40) berpendapat bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh lima
faktor, yaitu a) bakat siswa, b) waktu yang tersedia untuk belajar, c) waktu yang
digunakan untuk menjelaskan pelajaran, d) kualitas pembelajaran dan kemampuan
individu. Howard Kingsley (Sudjana, 2002: 45) hasil belajar dibagi menjadi tiga,
yaitu a) keterampilan dan kebiasaan, b) pengetahuan dan pengertian, c) sikap dan
cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ditetapkan
33
Hasil belajar dibedakan menjadi tiga yaitu kognitif (penguasaan
intelektual), afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai) serta psikomotor
(kemampuan/keterampilan bertindak/berperilaku). Untuk siswa SD, ranah kognitif
yang dipilih cukup pengetahuan, pemahaman, dan penerapan (Sardjio, 2011:
8.19). Ketiga ranah hasil belajar tidak berdiri sendiri, tapi merupakan kesatuan
yang tidak terpisahkan. Sebagai tujuan yang hendak dicapai, ketiganya harus
nampak sebagai hasil belajar siswa di sekolah (Sudjana, 2002: 49).
a. Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak) yang
berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Dalam ranah kognitif ini terdapat enam
jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang
paling tinggi, keenam jenjang tersebut menurut Sudjana (2006: 23-29) yaitu:
1) pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk
mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide,
gejala, rumus-rumus dan sebagainya tanpa mengharap kemampuan untuk
menggunakannya,
2) pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti
atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat,
3) penerapan atau aplikasi (application) adalah kesanggupan seseorang untuk
menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun
metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya dalam situasi
34
4) analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau
menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih
kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau
faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor-faktor-faktor lainnya.,
5) sintesis (synthesis) merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian
secara logis, sehingga menjadi suatu pola yang berstruktur, dan
6) penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation) adalah kemampuan seseorang
untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide.
b. Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah
afektif ini dari lima jenjang menurut Sudjana (2006: 30) yaitu:
1) receiving atau attending (menerima atau memperhatikan) adalah kepekaan
seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang
kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain,
2) responding (menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi
kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang
untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan
membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara,
3) valuing (menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya memberikan
nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek,
sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa
35
4) organization (mengatur atau mengorganisasikan) artinya mempertemukan
perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal yang
membawa kepada perbaikan umum, dan
5) characterization by a value or value complex (karakteristik dengan suatu nilai
atau komplek nilai yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki
seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
c. Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan
(skill) atau kemampuan berperilaku setelah seseorang menerima pengalaman
belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor ini merupakan kelanjutan dari hasil
belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (yang baru tampak
dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku), yang dapat
terbentuk apabila siswa telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai
dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektifnya.
Terdapat enam tingkatan keterampilan menurut Sudjana (2006: 30-31), yaitu:
1) gerak refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar; 2) keterampilan pada gerakan-gerakan dasar;
3) kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain;
4) kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan;
5) gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan kompleks; dan
6) kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil
yang telah dicapai setelah melakukan suatu kegiatan dalam jangka waktu tertentu
36
IPS meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam penelitian ini peneliti
meneliti ranah kognitif dan psikomotor karena disesuaikan dengan masalah yang
terjadi di lapangan. Kemampuan kognitif yang diukur meliputi pengetahuan (C1),
pemahaman (C2), dan penerapan (C3). Ranah psikomotor yang diukur dalam
penelitian ini meliputi perception atau persepsi (P1), set atau kesiapan (P2), dan
guided response atau gerakan terbimbing (P3).
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Berhasil tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor
yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Faktor-faktor ini dapat berasal dari
dalam maupun dari luar diri individu yang sedang melakukan proses belajar.
Seperti yang diungkapkan oleh Sugihartono (2013: 76) terdapat dua faktor yang
mempengaruhi belajar, sebagai berikut.
a. Faktor internal (faktor dalam diri siswa)
1) faktor jasmaniah (berkaitan dengan tubuh seseorang), meliputi faktor
kesehatan dan cacat tubuh.
2) faktor psikologis (berkaitan dengan mental seseorang), m