• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 4 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 4 Universitas Kristen Petra"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

4

Universitas Kristen Petra

2.1. Sistem Pencahayaan

Cahaya adalah bagian mutlak dari hidup kita, karena kehidupan manusia sangat bergantung pada cahaya itu. Penyelidikan menunjukkan bahwa sekitar 80%

dari semua informasi yang diterima oleh otak kita ternyata melalui mata. Proses ini hanya dapat terjadi bila ada cahaya, baik cahaya alami yaitu cahaya matahari langsung (day light) / cahaya matahari yang dipantulkan oleh bulan (moon light) maupun cahaya buatan (artificial light) (Darmasetiawan & Puspakesuma, 1991).

Sejak dari awal desain suatu bangunan, sudah perlu dipikirkan hubungan timbal balik antara tata cahaya alami siang hari dan tata cahaya buatan. Desain awal bangunan akan menentukan peranan dan bobot dari masing-masing sumber tata cahaya tersebut. Ada kalanya tata cahaya buatan perlu menunjang dan melengkapi tata cahaya alami siang hari atau tata cahaya buatan perlu menunjang dan melengkapi apabila tata cahaya alami tidak mencukupi, untuk suatu ruangan yang dirancang supaya diterangi oleh tata cahaya alami siang hari sepenuhnya.

2.2. Pencahayaan Alami

Cahaya alam adalah energi radiasi yang berasal dari matahari.

Pencahayaan alami siang hari harus memenuhi ketentuan sebagai berikut (SNI, 2001) :

ƒ Cahaya alami siang hari harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.

ƒ Dalam pemanfaatan cahaya alami, masuknya radiasi matahari langsung ke dalam bangunan harus dibuat seminimal mungkin. Cahaya langit harus diutamakan daripada cahaya matahari langsung.

ƒ Pencahayaan alami siang hari dalam bangunan gedung harus memenuhi ketentuan SNI 03-2396-1991 tentang ”Tata Cara Perancangan Pencahayaan Alami Siang Hari untuk Rumah dan Gedung”.

(2)

2.2.1. Kriteria Perancangan

Pencahayaan alami siang hari dapat dikatakan baik apabila :

ƒ Pada siang hari antara jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 waktu setempat, terdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan.

ƒ Distribusi cahaya di dalam ruangan cukup merata dan atau tidak menimbulkan kontras yang mengganggu.

2.2.1.1. Tingkat Pencahayaan Alami Dalam Ruang

Tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan ditentukan oleh tingkat pencahayaan langit pada bidang datar di lapangan terbuka pada waktu yang sama.

Perbandingan tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan dan pencahayaan alami pada bidang datar di lapangan terbuka ditentukan oleh :

ƒ Hubungan geometris antara titik ukur dan lubang cahaya.

ƒ Ukuran dan posisi lubang cahaya.

ƒ Distribusi terang langit.

ƒ Bagian langit yang dapat dilihat dari titik ukur.

Faktor pencahayaan alami siang hari adalah perbandingan tingkat pencahayaan pada suatu titik dari suatu bidang tertentu di dalam suatu ruangan terhadap tingkat pencahayaan bidang datar di lapangan terbuka yang merupakan ukuran kinerja lubang cahaya ruangan tersebut. Faktor pencahayaan alami siang hari terdiri dari 3 komponen meliputi :

ƒ Komponen langit (faktor langit-fl) yakni komponen pencahayaan langsung dari cahaya langit.

ƒ Komponen refleksi luar (faktor refleksi luar - frl) yakni komponen pencahayaan yang berasal dari refleksi benda-benda yang berada di sekitar bangunan yang bersangkutan.

ƒ Komponen refleksi dalam (faktor refleksi dalam frd) yakni komponen pencahayaan yang berasal dari refleksi permukaan-permukaan dalam ruangan, dari cahaya yang masuk ke dalam ruangan akibat refleksi benda- benda di luar ruangan maupun dari cahaya langit (lihat gambar 2.1.).

(3)

Gambar 2.1. Tiga komponen cahaya langit yang sampai pada suatu titik di bidang kerja.

2.2.1.2. Langit Perancangan

Berikut ini adalah beberapa persyaratan untuk langit perancangan yaitu : A. Dalam ketentuan ini sebagai terang langit diambil kekuatan terangnya

langit yang dinyatakan dalam lux.

B. Karena keadaan langit menunjukkan variabilitas yang besar, maka syarat- syarat yang harus dipenuhi oleh keadaan langit untuk dipilih dan ditetapkan sebagai langit perancangan adalah :

ƒ Bahwa langit yang demikian sering dijumpai.

ƒ Memberikan tingkat pencahayaan pada bidang datar di lapangan terbuka, dengan nilai dekat minimum, sedemikian rendahnya hingga frekuensi kegagalan untuk mencapai nilai tingkat pencahayaan ini cukup rendah.

(4)

ƒ Nilai tingkat pencahayaan tersebut dalam butir 2 pasal ini tidak boleh terlampau rendah sehingga persyaratan tekno konstruktif menjadi terlampau tinggi.

C. Sebagai Langit Perancangan ditetapkan :

ƒ Langit biru tanpa awan atau

ƒ Langit yang seluruhnya tertutup awan abu-abu putih.

D. Langit Perancangan ini memberikan tingkat pencahayaan pada titik-titik di bidang datar di lapangan terbuka sebesar 10.000 lux. Untuk perhitungan diambil ketentuan bahwa tingkat pencahayaan ini asalnya dari langit yang keadaannya dimana-mana merata terangnya (uniform luminance distribution).

2.2.1.3. Faktor Langit

Faktor langit (fl) suatu titik pada suatu bidang di dalam suatu ruangan adalah angka perbandingan tingkat pencahayaan langsung dari langit di titik tersebut dengan tingkat pencahayaan oleh terang langit pada bidang datar di lapangan terbuka. Pengukuran kedua tingkat pencahayaan tersebut dilakukan dalam keadaan sebagai berikut :

ƒ Dilakukan pada saat yang sama.

ƒ Keadaan langit adalah keadaan langit perancangan dengan distribusi terang yang merata di mana-mana.

ƒ Semua jendela atau lubang cahaya diperhitungkan seolah-olah tidak ditutup dengan kaca.

Suatu titik pada suatu bidang tidak hanya menerima cahaya langsung dari langit tetapi juga cahaya langit yang direfleksikan oleh permukaan di luar dan di dalam ruangan. Perbandingan antara tingkat pencahayaan yang berasal dari cahaya langit baik yang langsung maupun karena refleksi, terhadap tingkat pencahayaan pada bidang datar di lapangan terbuka disebut faktor pencahayaan alami siang hari. Dengan demikian faktor langit adalah selalu lebih kecil dari faktor pencahayaan alami siang hari. Pemilihan faktor langit sebagai angka karakteristik untuk digunakan sebagai ukuran keadaan pencahayaan alami siang

(5)

hari adalah untuk memudahkan perhitungan oleh karena fl merupakan komponen yang terbesar pada titik ukur.

2.2.1.4. Titik Ukur

Berikut ini adalah beberapa persyaratan pengambilan titik ukur, yaitu : A. Titik ukur diambil pada suatu bidang datar yang letaknya pada tinggi 0,75

meter di atas lantai. Bidang datar tersebut disebut bidang kerja (lihat gambar 2.2. ).

Gambar 2.2. Tinggi dan Lebar cahaya efektif

B. Untuk menjamin tercapainya suatu keadaan pencahayaan yang cukup memuaskan, maka Faktor Langit (fl) titik ukur tersebut harus memenuhi suatu nilai minimum tertentu yang ditetapkan menurut fungsi dan ukuran ruangannya.

(6)

C. Dalam perhitungan digunakan dua jenis titik ukur :

ƒ Titik ukur utama (TUU), diambil pada tengah-tengah antar kedua dinding samping, yang berada pada jarak ⅓ d dari bidang lubang cahaya efektif.

ƒ Titik ukur samping (TUS), diambil pada jarak 0,50 meter dari dinding samping, yang juga berada pada jarak ⅓ d dari bidang lubang cahaya efektif, dengan d adalah ukuran kedalaman ruangan, diukur dari mulai bidang lubang cahaya efektif hingga pada dinding seberangnya, atau hingga pada “bidang” batas dalam ruangan yang hendak dihitung pencahayaannya itu (lihat gambar 2.3. dan 2.4.).

Gambar 2.3. Penjelasan mengenai jarak d

Gambar 2.4. Penjelasan mengenai jarak d

(7)

D. Jarak “d” pada dinding tidak sejajar

Apabila kedua dinding yang berhadapan tidak sejajar, maka untuk d diambil jarak di tengah antara kedua dinding samping tadi, atau diambil jarak rata-ratanya.

E. Ketentuan jarak “1/3.d” minimum

Untuk ruang dengan ukuran d sama dengan atau kurang daripada 6 meter, maka ketentuan jarak 1/3.d diganti dengan jarak minimum 2 meter.

2.2.1.5. Lubang Cahaya Efektif

Bila suatu ruangan mendapatkan pencahayaan dari langit melalui lubang-lubang cahaya di beberapa dinding, maka masing-masing dinding ini mempunyai bidang lubang cahaya efektifnya sendiri-sendiri (lihat gambar 2.5.).

Gambar 2.5. Penjelasan mengenai jarak d

Umumnya lubang cahaya efektif dapat berbentuk dan berukuran lain daripada lubang cahaya itu sendiri. Hal ini, antara lain dapat disebabkan oleh :

ƒ Penghalangan cahaya oleh bangunan lain dan atau oleh pohon.

ƒ Bagian-bagian dari bangunan itu sendiri yang karena menonjol menyempitkan pandangan ke luar, seperti balkon, konstruksi

“sunbreakers” dan sebagainya.

ƒ Pembatasan-pembatasan oleh letak bidang kerja terhadap bidang lubang cahaya.

ƒ Bagian dari jendela yang dibuat dari bahan yang tidak tembus cahaya.

(8)

2.2.2. Cara Perancangan Pencahayaan Alami Siang Hari

Prosedur perancangan pencahayaan alami siang hari dilaksanakan dengan mengikuti bagan di bawah ini :

Gambar 2.6. Prosedur perancangan sistem pencahayaan alami siang hari

2.2.3. Pengujian dan Pemeliharaan

Pengujian pencahayaan alami siang hari dimaksudkan menguji dan atau menilai atau memeriksa kondisi pencahayaan alami siang hari. Pengujian dilakukan dengan mengukur atau memeriksa tingkat pencahayaan, dimana tingkat pencahayaan diukur di Titik Ukur Utama (TUU), Titik Ukur Samping (TUS), Titik di luar ruangan di tempat terbuka dan pengukuran dilakukan pada waktu bersamaan, kemudian menghitung faktor langit di TUU dan TUS.

Pada pencahayaan alami siang hari sebagai sumber masuknya cahaya ke dalam ruangan adalah lubang cahaya. Pemeliharaan yang perlu dilakukan adalah menghindarkan adanya penghalang yang dapat mengurangi terang langit yang masuk ke dalam ruangan dan membersihkan kaca-kaca.

(9)

2.3. Pencahayaan Buatan

Pada awalnya manusia menemukan pencahayaan buatan seiring dengan penemuan api untuk kebutuhan lainnya, seperti untuk memanaskan ruang dan memasak. Api unggun dan obor kemungkinan bisa dikatakan sebagai pencahayaan buatan manusia yang pertama. Untuk pertama kalinya manusia dengan cahaya buatannya itu terbebas dari kegelapan malam dan dari rasa takut terhadap ancaman binatang buas di malam hari. Teknologi terus berkembang hingga pada tanggal 21 Oktober 1879 di Amerika, tepatnya di Laboratorium Edison-Menlo Park, Thomas Alpha Edison berhasil menemukan lampu pijar (Istiawan & Kencana, 2006).

2.3.1. Persyaratan Umum

Pencahayaan buatan harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut (SNI, 2001) :

A. Tingkat pencahayaan minimal yang direkomendasikan tidak boleh kurang dari tingkat pencahayaan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Tingkat pencahayaan minimum & renderasi warna

Tingkat Kelompok Pencahayaan renderasi Fungsi ruangan

(lux) warna Keterangan Rumah sakit/ balai pengobatan

Ruang rawat inap 250 1 atau 2

Gunakan pencahayaan setempat Ruang operasi, ruang bersalin 300 1

pada tempat yang diperlukan Laboratorium 500 1 atau 2

Ruang rekreasi dan rehabilitasi 250 1

Tabel 2.2 Pengelompokan renderasi warna

Kelompok Rentang Indeks Renderasi

Renderasi Warna Warna (Ra) Tampak Warna

dingin

1 Ra > 85 sedang

hangat

dingin

2 70 < Ra < 85 sedang

hangat

3 40 < Ra < 70 4 Ra < 40

(10)

B. Daya listrik maksimum per meter persegi tidak boleh melebihi nilai sebagaimana tercantum pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Daya listrik maksimum untuk pencahayaan yang diijinkan

Daya pencahayaan maksimum W/m²

Jenis ruangan bangunan

(termasuk rugi-rugi balast) Rumah Sakit

Ruang pasien 15

Gudang 5 Kafetaria 10 Garasi 2 Restoran 25 Lobby 10 Tangga 10

Ruang parkir 5

Ruang perkumpulan 20

Industri 20

C. Penggunaan energi yang sehemat mungkin dengan mengurangi daya terpasang, melalui :

ƒ Pemilihan lampu yang mempunyai efikasi lebih tinggi dan menghindari pemakaian lampu dengan efikasi rendah. Diajurkan menggunakan lampu fluoresen dan lampu pelepasan gas lainnya.

ƒ Pemilihan armatur yang mempunyai karakteristik distribusi pencahayaan sesuai dengan penggunaannya, mempunyai efisiensi yang tinggi dan tidak mengakibatkan silau atau refleksi yang menggangu.

2.3.1.1. Teknik pencahayaan

Dalam merencanakan instalasi pencahayaan, ada 5 kriteria yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan pencahayaan yang baik, yaitu yang memenuhi fungsi supaya mata kita dapat melihat dengan jelas dan nyaman. Kelima kriteria ini saling mempengaruhi dan tidak dapat berdiri sendiri secara terpisah karena masing-masing bergantung satu sama lain dalam menghasilkan kualitas pencahayaan yang optimal ((Darmasetiawan & Puspakesuma, 1991).

(11)

A. Kuantitas atau jumlah cahaya pada permukaan tertentu (lighting level) atau tingkat kuat penerangan.

Tingkat kuat penerangan (illumination/iluminasi) sebagian besar ditentukan oleh kuat cahaya yang jatuh pada suatu luas bidang atau permukaan, dan dinyatakan sebagai iluminasi rata-rata. Iluminasi rata-rata adalah tingkat kuat penerangan rata-rata yang diukur secara horizontal dan vertikal untuk suatu ruangan atau untuk suatu bidang kerja, biasanya diukur secara horizontal 75 cm di atas lantai.

Tingkat kuat penerangan yang diperlukan sangat bergantung pada jenis kegiatan yang kita lakukan. Semakin tinggi derajat kesulitan penglihatan, semakin tinggi pula diperlukan tingkat kuat penerangannya.

B. Distribusi kepadatan cahaya (luminance distribution).

Kepadatan cahaya atau luminasi (L) adalah ukuran kepadatan radiasi cahaya yang jatuh pada suatu bidang dan dipancarkan ke arah mata sehingga mata mendapatkan kesan terang (brightness). Semakin tinggi kepadatan cahaya suatu permukaan, semakin terang pula permukaan itu tampak oleh mata.

C. Pembatasan agar cahaya tidak menyilaukan mata (limitation of glare).

Silau terutama disebabkan oleh distribusi cahaya yang tidak merata, misalnya akibat lampu yang salah, dan bergantung pada kepadatan cahaya, besarnya sumber cahaya yang terdapat di depan sudut penglihatan, posisi muka itu sendiri, dan perbedaan kontras antara permukaan yang relatif gelap dan terang termasuk jendela.

Silau akan mengakibatkan daya penglihatan berkurang dan dapat menyebabkan keletihan, perasaan tidak enak, serta dapat pula menurunkan semangat kerja.

D. Arah pencahayaan dan pembentukan bayangannya (light directionally and shadows).

Arah pencahayaan mempengaruhi pembentukan bayangan. Bayangan dapat memperjelas dan menimbulkan efek yang mengesankan atau sebaliknya.

(12)

Arah pencahayaan secara garis besar terbagi atas lima kategori, yaitu (Istiawan & Kencana, 2006) :

ƒ Down light (arah cahaya ke bawah)

Arah pencahayaan ini berasal dari atas dengan tujuan untuk memberikan cahaya pada obyek di bawahnya. Pada umumnya setiap ruangan di rumah tinggal memerlukan pencahayaan down light agar cahaya dapat tersebar merata. Lampu yang digunakan biasanya berasal dari lampu yang dipasang di langit-langit rumah dengan posisi lampu menjorok ke luar, masuk ke dalam, menempel pada tembok, atau berupa lampu gantung.

ƒ Up light (arah cahaya ke atas)

Posisi sumber cahaya dihadapkan ke atas sehingga arah cahaya berasal dari bawah ke atas. Up light umumnya berperan untuk dekoratif dengan kesan yang megah, dramatis dan memunculkan dimensi.

Contoh aplikasi pencahayaan ini misalnya pada kolom rumah yang biasnya memakai lampu halogen. Pencahayaan ini kadang-kadang disebut juga sebagai valance lighting.

ƒ Back light (arah cahaya dari belakang)

Arah pencahayaan berasal dari belakang obyek. Back light ini bertujuan untuk memberi aksentuasi pada obyek seperti menimbilkan siluet. Jenis pencahayaan memberikan pinggiran cahaya yang menarik pada obyek dan bentuk obyek jadi lebih terlihat.

ƒ Side light (arah cahaya dari samping)

Fungsi arah pencahayaan dari samping ini sama dengan pencahayaan jenis back light, yaitu untuk memberikan aksen pada obyek tertentu.

Biasanya side light digunakan pada benda-benda seni untuk menonjolkan nilai seninya.

ƒ Front light (arah cahaya dari depan)

Front light berarti sumber cahaya berada di depan obyek dan biasanya diaplikasikan pada obyek dua dimensi seperti lukisan atau foto. Itulah sebabnya cahaya front light sebaiknya merata sehingga dapat

(13)

membuat obyek terlihat apa adanya, kecuali jika ada bagian tertentu yang ingin ditonjolkan.

E. Warna cahaya

Warna dari benda yang kita lihat adalah relatif karena bergantung dari pada pencahayaan. Benda yang bisa dilihat mempunyai warna dengan panjang gelombang masing-masing. Warna benda bisa dilihat karena benda tersebut merefleksikan atau memantulkan panjang gelombang dari warna masing-masing benda ke mata.

Pada umumnya cahaya untuk penerangan hanya terbagi atas tiga macam warna cahaya, yaitu kuning (warm light), putih (day light) dan putih kebiruan (cool light). Seain ketiga warna utama tersebut, sinar juga dapat dimodifikasi menjadi berbagai macam warna tergantung pada warna bohlam lampunya. Warna yang ditimbulkan bermacam-macam seperti hijau, biru, merah, ungu, oranye, dan sebagainya (Istiawan & Kencana, 2006).

2.3.1.2. Sumber Pencahayaan

Setiap jenis lampu memiliki prinsip kerja, warna, dan ambien tersendiri, bahkan daya tahannya pun berbeda-beda. Berikut ini akan dijelaskan sifat dan karakter masing-masing jenis lampu (Istiawan & Kencana, 2006) :

A. Golongan lampu pijar (incandence / bulb / bohlam)

Jenis lampu ini merupakan yang paling dahulu diciptakan daripada jenis lampu lainnya. Lampu ini dinamakan lampu pijar karena memiliki prinsip pemijaran, yaitu cahaya timbul karena adanya panas. Pada umumnya lampu pijar memiliki cahaya berwarna kekuningan yang menimbulkan suasana (ambience) hangat, romantis dan akrab. Harga lampu pijar juga relatif murah sehingga banyak digunakan di rumah tinggal. Lampu ini memiliki nilai color rendering index 100% yang cahayanya tidak mengubah warna asli obyek maupun ruang.

Lampu pijar memiliki berbagai macam tipe, diantaranya sebagai berikut :

(14)

ƒ Bohlam kering. Tabung gelas pada lampu jenis ini tidak berlapis sehingga dapat meghasilkan cahaya lebih tajam dibanding jenis lampu bohlam lainnya.

ƒ Lampu argenta. Lembut, tidak silau dan distribusi cahaya yang merata merupakan kelebihan dari lampu jenis ini. Hal tersebut dikarenakan bagian dalam lampu dilapisi serbuk tembus cahaya. Lampu argenta memiliki eficacy yang sama dengan bohlam bening.

ƒ Lampu superlux

Lampu ini menghasilkan cahaya dengan sebagian besar distribusi ke arah bawah. Hai itu dikarenakan lampu superlux merupakan perpaduan lampu argenta dengan lampu bohlam bening. Tiga perempat dari lampu dilapisi serbuk tembus cahaya sedangkan pada bagian ujung bawahnya dibuat bening.

ƒ Bohlam buram

Tabung pada lampu ini dibuat buram untuk mengurangi silau.Cahaya yang dihasilkan berada antara cahaya pada bohlam bening dan lampu argenta.

ƒ Bohlam berbentuk lilin

Lampu ini biasanya digunakan pada lamou dekorasi kristal atau penerangan ruang tamu karena penampilannya yang menarik.

ƒ Lampu luster

Lampu ini memiliki daya (watt) rendah dan biasa dipakai untuk dekorasi karena warnanya bernacam-macam dan berbentuk bulat.

ƒ Lampu halogen

Prinsip kerja lampu halogen sama dengan lampu pijar. Cahayanya dihasilkan melalui peijaranfilamen dalam tabung gelas yang juga berisi beberapa jenis halogen, seperti iodium. Oleh karena itu, sebenarnya lampu halogen termasuk golongan lampu pijar. Cahaya lampu halogen dapat memunculkan warna asli obyek yang terkena cahaya. Hal tersebut dikarenakan cahaya yang dihasilkan lampu halogen pada umumnya lebih terang (bright) dan lebih putih dibanding cahaya lampu pijar pada daya (watt) yang sama. Namun

(15)

harga lampu halogen masih relatif mahal dibandingkan lampu pijar dan neon.

B. Golongan lampu berpendar (fluorescence / neon / TL)

Lampu ini umumnya disebut lampu neon. Namun, pada dunia industri lampu ini lebih dikenal dengan sebutan lampu TL. Bentuknya dari mulai lurus panjang sampai lingkaran dan masih banyak bentuk lainnya seiring dengan perkembangan jaman. Kini terdapat lampu neon jenis terbaru yang memiliki komponen elektris yang terdiri dari kapasitor, ballast dan stater terpadu dalam suatu kesatuan. Itulah sebabnya lampu teknologi baru ini disebut compact fluorescence. Beberapa produsen lampu menyebut lampu neon baru ini sebagai lampu SL dan PL.

Kelebihan lampu neon di antaranya jauh lebih ekonomis dibandingkan lampu pijar dan halogen karena lampu ini punya efficacy lebih tinggi daripada lampu pijar. Cahaya yang dipancarkan lampu neon lebih terang dnegan harga yang relatif sama. Umur pakai lampu neon juga lebih lama dibandingkan dengan lampu pijar, yaitu sekitar 8.000 jam bahkan ada yang mencapai 20.000 jam, berbeda dengan lampu pijar yang umumnya tidak bertahan lebih dari 1.000 jam.

C. Lampu jenis khusus (continous lighting)

Cahaya yang didapatkan dari lampu ini adalah cahaya kontinu (tidak putus) di sekeliling obyek. Lampu jenis ini dapat diperoleh di pasaran dalam satuan meter, berbagai macam tipe diantaranya sebagai berikut :

ƒ Click strip

Lampu ini memiliki color rendering yang paling baik di antara ketiga jenis continous lighting. Click strip berbentuk seperti pita jepang.

ƒ Lampu selang

Lampu yang termasuk jenis continous lighting diberi pelindung selang. Pelindung selang tersebut dapat menambah daya tahan lampu dan membuatnya lebih fleksibel sehingga banyak digemari. Selain itu ada jenis lain yang dinamakan philinia.

(16)

Dalam pemilihan suatu lampu, biasanya spesifikasi yang diperhitungkan adalah mengenai (Janis & Tao, 2005) :

ƒ Luminous efficacy

Didefinisikan sebagai keluaran cahaya yang didapat dari suatu daya listrik (watt) satuannya adalah lumen/watt. Eficacy dari suatu lampu ini termasuk daya yang diperlukan oleh aksesori sehingga ada 2 istilah yaitu lamp efficacy adalah lumen/watt untuk lampu saja dan net lamp efficacy yaitu lumen/watt dari lampu dan aksesori/ballast.

ƒ Luminaire efficiency

Efisiensi disini adalah diukur dari total cahaya yang keluar dari lampu dalam lumen dibandingkan total daya yang dibutuhkan oleh semua lampu dalam watt. Satuan adalah dalam persentase.

ƒ Masa hidup lampu

Masa hidup lampu didefinisikan sebagai waktu dimana hanya 50% dari sekelompok lampu telah mati. Masa hidup (rated life) ini diperoleh secara statistik dari penelitian dengan sejumlah besar subyek.

0 20 40 60 80 100

20 40 60 80 100 120 140 160 180

Percent rated life

Percent of initial lamps surviving

Gambar 2.7. Contoh kurva umur hidup lampu

ƒ Depresiasi daya (lumen)

Keluaran cahaya adalah terdepresiasi dengan waktu. Kehilangan cahaya disebut sebagai depresiasi lumen yang kira-kira sebesar 20% sampai 30%

dari masa hidup lampu.

ƒ Warna cahaya lampu (Correlated Colour Temperature = CCT)

Warna cahaya lampu tidak merupakan indikasi tentang efeknya terhadap warna obyek, tetapi lebih kepada memberi suasana. Warna cahaya lampu dikelompokkan menjadi : warna putih kekuning-kuningan (warm white)

(17)

yaitu kelompok 1 (<3.300 K); warna putih netral (cool white) yaitu keompok 2 (3.300 K ~ 5.300 K); warna putih (daylight) yaitu kelompok 3 (>5.300 K).

Tabel 2.4. Tampak warna terhadap temperatur warna Temperatur warna

K (Kelvin) Tampak warna

> 5.300 dingin

3.300 ~ 5.300 sedang

< 3.300 hangat

Tabel 2.5. Contoh Ra dan temperatur warna untuk beberapa jenis lampu

Lampu Temperatur warna (K) Ra Fluoresen standar

White 4200 60

Coll daylight 6200 70

Fluoresen super

Warm white 3500 85

Cool white 400 85

Coll daylight 6500 85

Merkuri tekanan tinggi 5100 50 Natrium tekanan tinggi 1950 25 Halida Metal 4300 65

ƒ Indeks Renderasi Warna

Disamping perlu diketahui tampak warna suatu lampu, juga dipergunakan suatu indeks yang menyatakan apakah warna obyek tampak alami apabila diberi cahaya lampu tersebut. Untuk aplikasi, ada 4 kelompok renderasi warna yang dipakai dapat dilihat pada tabel 2.2.

ƒ Brightness dan intensitas cahaya

Secara fisik, sumber cahaya yang mempunyai intensitas tinggi seperti lampu incandescent adalah baik untuk kontrol cahaya tetapi terlalu terang untuk kenyamanan mata.

ƒ Aksesori

Aksesori lampu seperti ballast, starter maupun dimmer juga merupakan bahan pertimbangan dalam pemilihan suatu lampu.\

(18)

2.3.1.3. Armatur

Armatur adalah rumah lampu yang digunakan untuk mengendalikan dan mendistribusikan cahaya yang dipancarkan oleh lampu yang dipasang didalamnya, dilengkapi dengan peralatan untuk melindungi lampu dan peralatan pengendalian listrik (Badan Standar Nasional, 2001).

Untuk memilih armatur yang akan digunakan, perlu dipertimbangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan pencahayaan sebagai berikut :

ƒ Distribusi intensitas cahaya

ƒ Efisiensi cahaya

ƒ Koefisien penggunaan

ƒ Perlindungan terhadap kejutan listrik

ƒ Ketahanan terhadap masuknya air dan debu

ƒ Ketahanan terhadap timbulnya ledakan dan kebakaran

ƒ Kebisingan yang ditimbulkan

Berikut ini akan dijelaskan berbagai macam klasifikasi armatur (Badan Standar Nasional, 2001) :

A. Klasifikasi berdasarkan arah dan distribusi cahaya

Berdasarkan distribusi intensitas cahayanya, armatur dapat dikelompokkan menurut prosentase dari jumlah cahaya yang dipancarkan ke arah atas dan ke arah bawah bidang horizontal yang melewati titik tengah armatur, sebagai berikut :

Tabel 2.6. Klasifikasi Armatur

Jumlah cahaya Kelas armatur

ke arah atas (%) ke arah bawah (%) langsung 0 - 10 90 - 100 semi langsung 10 - 40 60 - 90 difus 40 - 60 40 - 60 langsung tidak langsung 40 - 60 40 - 60 semi tidak langsung 60 - 90 10 - 40 tidak langsung 90 - 100 0 - 10

B. Klasifikasi berdasarkan proteksi terhadap debu dan air

Kemampuan proteksi menurut klasifikasi SNI 04-0202-1987 dinyatakan dengan IP ditambahkan dua angka. Angka pertama menyatakan perlindungan

(19)

terhadap debu dan angka kedua terhadap air. Contoh IP 55 menyatakan armatur dilindungi terhadap debu dan semburan air.

Tabel 2.7. Klasifikasi proteksi terhadap debu dan air sesuai SNI 04-0202-1987

Angka Tingkat proteksi Angka

pertama Keterangan Keterangan kedua

Tidak ada pengamanan terhadap Tidak ada pengamanan sentuhan dengan bagian yang

bertegangan atau bergerak di dalam

selungkup peralatan.

Tidak ada pengamanan terhadap peralatan terhadap masuknya benda 0

padat dari luar

0

Pengamanan terhadap sentuhan secara Pengamanan terhadap tetesan air tidak disengaja oleh bagian tubuh kondensasi :

manusia yang permukaannya cukup Tetesan air kondensasi yang jatuh luas misalnya tangan, dengan bagian pada selungkup peralatan tidak yang bertegangan atau bergerak di merusak peralatan tersebut dalam selungkup peralatan

Pengamanan terhadap masuknya benda 1

padat yang cukup besar

1

Pengamanan terhadap sentuhan jari Pengamanan terhadap tetesan air tangan dengan bagian bertegangan atau cairan yang menetes tidak bergerak di dalam selungkup peralatan. membawa akibat buruk walaupun Pengamanan terhadap masuknya benda selungkup peralatan berada dalam padat yang cukup besar kedudukan miring 15° segala arah, 2

terhadap sumbu vertikal

2

Pengamanan terhadap masuknya alat, Pengamanan terhadap hujan.

kawat, atau sejenisnya dengan tebal Jatuhnya air hujan dengan arah lebih dari 2,5 mm. sampai dengan 60° terhadap Pengamanan terhadap masuknya benda vertikal tidak merusak 3

padat ukuran kecil

3

Pengamanan terhadap masuknya alat, Pengamanan terhadap percikan : kawat, atau sejenisnya dengan tebal Percikan cairan yang datang dari lebih dari 1 mm. segala arah tidak merusak Pengamanan terhadap masuknya benda

4

padat ukuran kecil

4

Pengamanan secara sempurna Pengamanan terhadap semprotan terhadap sentuhan dengan bagian yang air :

bertegangan atau bergerak di dalam Air yang disemprotkan dari segala selungkup peralatan. arah tidak merusak.

Peralatan terhadap endapan debu yang bisa membahayakan dalam hal ini debu masih bisa masuk tapi tidak sedemikian banyak sehingga dapat 5

menggangu keadaan kerja peralatan.

5

(20)

Tabel 2.7 (lanjutan)

Angka Tingkat proteksi Angka

pertama Keterangan Keterangan kedua

Pengamanan secara sempurna Pengamanan terhadap keadaan di terhadap sentuhan dengan bagian yang geladak kapal (peralatan kedap air bertegangan atau bergerak di dalam geladak kapal) :

selungkup peralatan. Air badai laut tidak masuk ke dalam 6

selungkup peralatan.

6

Pengamanan terhadap rendaman

air :

Air tidak masuk ke dalam selungkup

selungkup peralatan dengan

kondisi tekanan & waktu tertentu.

7

Pengamanan terhadap rendaman air :

Air tidak dapat masuk ke dalam

selungkup peralatan dalam waktu yg

terbatas, sesuai dengan perjanjian

antara pemakai dan pembuat

8

C. Klasifikasi berdasarkan cara pemasangan

Berdasarkan cara pemasangan, armatur dapat dikelompokkan menjadi :

ƒ Armatur yang dipasang masuk ke dalam langit-langit

ƒ Armatur yang dipasang menempel pada langit-langit

ƒ Armatur yang digantung pada langit-langit

ƒ Armatur yang dipasang pada dinding

ƒ dan lain-lain

2.3.1.4. Sistem Pencahayaan

Sistem Pencahayaan dapat dikelompokkan menjadi (SNI, 2001) : A. Sistem pencahayaan merata

Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan yang merata di seluruh ruangan, digunakan jika tugas visual yang dilakukan di seluruh tempat dalam ruangan memerlukan tingkat pencahayaan yang sama. Tingkat pencahayaan yang merata diperoleh dengan memasang armatur secara merata langsung maupun tidak langsung di seluruh langit-langit.

B. Sistem pencahayaan setempat

Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang tidak merata. Di tempat yang diperlukan untuk melakukan tugas visual yang

(21)

memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi diberikan cahaya yang lebih banyak dibandingkan dengan sekitarnya. Hal ini diperoleh dengan mengkonsentrasikan penempatan armatur pada langit-langit di atas tempat tersebut.

C. Sistem pencahayaan gabungan merata dan setempat

Sistem pencahayaan gabungan didapatkan dengan menambah sistem pencahayaan setempat pada sistem pencahayaan merata, dengan armatur yang dipasang di dekat tugas visual. Sistem pencahayaan gabungan dianjurkan digunakan untuk tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi, memperlihatkan bentuk dan tekstur yang memerlukan cahaya datang dari arah tertentu, pencahayaan merata terhalang sehingga tidak dapat sampai pada tempat yang terhalang tersebut, tingkat pencahayaan yang lebih tinggi diperlukan untuk orang tua atau yang kemampuan penglihatannya sudah berkurang.

2.3.1.5. Daya Listrik Maksimum

Daya listrik yang dibutuhkan untuk mendapatkan tingkat pencahayaan rata-rata tertentu pada bidang kerja dapat dihitung mulai dengan menghitung terlebih dahulu fluks luminus total dengan persamaan sebagai berikut :

Kemudian jumlah armatur dihitung dengan persamaan :

Dimana :

F1 = Fluks luminus satu buah lampu n = jumlah lampu dalam satu armatur

Setelah jumlah armatur didapat, maka dihitung jumlah lampu yang dibutuhkan dengan persamaaan :

N lampu = N armatur x n

Daya yang dibutuhkan untuk semua armatur dapat dihitung dengan persamaan : W total = N lampu x W1

(22)

Dimana :

W1 = daya setiap lampu termasuk ballast (watt)

Dengan membagi daya total dengan luas bidang kerja, didapatkan kepadatan daya (Watt/m2) yang dibutuhkan untuk sistem pencahayaan tersebut. Kepadatan daya ini kemudian dapat dibandingkan dengan kepadatan daya maksimum yang direkomendasikan dalam usaha konservasi energi (lihat Tabel 2.3. Daya listrik maksimum untuk pencahayaan yang diijinkan).

2.3.2. Perhitungan

Prosedur umum perhitungan besarnya pemakaian daya listrik untuk sistem pencahayaan buatan dalam rangka penghematan energi sebagai berikut (SNI, 2001) :

ƒ Tentukan tingkat pencahayaan rata-rata (lux) sesuai dengan fungsi ruangan.

ƒ Hitung jumlah fluks luminus (lumen) dan jumlah lampu yang diperlukan.

ƒ Hitung jumlah daya terpasang dan periksa apakah daya terpasang per meter persegi tidak melampaui angka maksimum yang telah ditentukan.

Dimana :

Ftotal = Fluks luminus total dari semua lampu yang menerangi bidang kerja (lumen)

A = luas bidang kerja (m2).

kp = koefisien penggunaan .

kd = koefisien depresiasi (penyusutan).

(23)

F1 = fluks luminus satu buah lampu.

n = jumlah lampu dalam satu armatur.

W1 = daya setiap lampu termasuk Balast (Watt)

2.3.3. Pengoperasian dan Pemeliharaan

Pada pengoperasian instalasi sistem pencahayaan dalam suatu bangunan, maka perencanaan penempatan alat pengendali perlu mendapatkan perhatian sehingga tata cahaya dapat dikendalikan dengan baik (SNI, 2001). Berikut ini adalah beberapa syarat penempatan alat kendali, yaitu :

ƒ Semua alat pengendali pencahayaan harus ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau.

ƒ Sakelar yang melayani meja atau tempat kerja, bila mudah dijangkau merupakan bagian armatur yang digunakan untuk menerangi meja atau tempat kerja tersebut.

ƒ Sakelar yang mengendalikan sistem pencahayaan pada lebih dari satu lokasi tidak boleh dihitung sebagai tambahan jumlah sakelar pengendali.

ƒ Setiap ruangan yang terbentok karena pemasangan partisi harus dilengkapi sedikitnya satu sakelar ON/OFF.

ƒ Ruangan dengan luas maksimum 30 m² harus dilengkapi dengan satu sakelar untuk satu macam pekerjaan atau satu kelompok pekerjaan.

ƒ Setiap sakelar maksimum melayani total beban daya sebagaimana yang dianjurkan dalam Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL) edisi terakhir.

Mekanisme alat pengendali mempunyai fungsi utama untuk (Darmasetiawan & Puspakesuma, 1991) :

ƒ Memungkinkan lampu menyala (start) dengan menyediakan tegangan awal yang lebih tinggi untuk menyalakan lampu di atas tegangan operasi normal.

ƒ Menstabilkan lampu supaya tetap menyala walaupun pada setiap siklus arus bolak-balik tegangannya dua kali melalui nol.

ƒ Mengendalikan arus lampu untuk melindungi lampu dari kerusakan terhadap naik turunnya tegangan listrik

(24)

ƒ Meredam gangguan gelombang radio (radio interference) yang mungkin dihasilkan oleh sistem pencahayaan.

Berikut ini adalah beberapa syarat pengendalian sistem pencahayaan yaitu (SNI, 2001) :

ƒ Semua sistem pencahayaan bangunan harus dapat dikendalikan secara manual atau otomatis kecuali yang terhubung dengan sistem darurat.

ƒ Pencahayaan luar bangunan dengan waktu pengoperasian terus menerus kurang dari 24 jam, sebaiknya dapat dikendalikan secara otomatis dengan timer, photocell atau gabungan keduanya.

ƒ Armatur-armatur yang letaknya paralel terhadap dinding luar pada arah datangnya cahaya alami dan menggunakan sakelar otomatis atau sakelar terkendali harus juga dapat dimatikan dan dihidupkan secara manual.

ƒ Daerah dimana pencahayaan alami tersedia dengan cukup sebaiknya dilengkapi dengan sakelar pengendali otomatis yang dapat mengatur penyalaan lampu sesuai dengan tingkat pencahayaan yang dirancang.

Pemeliharaan terhadap sistem pencahayaan dimaksudkan untuk menjaga agar kinerja sistem selalu berada pada batas-batas yang ditetapkan sesuai perancangan dan untuk memperoleh kenyamanan. Jika faktor pemeliharaan ini dilakukan sejak tahap perancangan, maka beban listrik dan biaya awal dapat diminimalkan. Pemeliharaan ini mencakup penggantian lampu-lampu dan komponen listrik dalam armatur yang rusak atau putus atau sudah menurun kemampuannya, pembersihan armatur dan permukaan ruangan secara terjadwal.

Sistem pencahayaan membutuhkan pemeliharaan, karena tanpa melakukan ini maka kinerja sistem akan berkurang. Fluks luminus lampu akan berkurang dengan bertambahnya umur sampai akhirnya putus. Kecepatan penurunan kinerja ini berbeda untuk setiap jenis lampu, selain itu akumulasi debu pada lampu, armatur dan permukaan ruangan juga akan menurunkan fluks luminus yang akan diterima oleh bidang kerja (Badan Standar Nasional, 2001).

(25)

2.4. Optimalisasi

Salah satu prinsip pencahayaan yang telah diutarakan sebelumnya adalah prinsip penghematan. Optimalisasi cahaya alami pada ruang di siang hari merupakan cara yang sangat efektif. Sinar alami yaitu sinar matahari sudah sewajarnya adalah sinar yang dipakai untuk menerangi suatu ruangan, apalagi dalam menghadirkannya tidak diperlukan biaya sama sekali. Penataan dan penggunaan energi listrik yang cermat dapat menghasilkan cahaya optimal tanpa mengkesampingkan penghematan. Cermat berarti mengurangi biaya, tetapi tanpa mengurangi kebutuhan pencahayaan (Istiawan & Kencana, 2006).

Sistem penerangan (lighting system) dewasa ini banyak menyerap penggunaan energi pada bangunan sekitar 30% sampai 50% dari konsumsi energi listrik, sehingga diperlukan efisiensi mengingat sistem ini merupakan pengguna energi yang besar. Efisiensi penggunaan energi listrik pada sistem penerangan buatan dapat dilakukan dengan beberapa cara (Lyberg, 1987) :

ƒ Mengurangi penggunaan dari lampu-lampu yang tidak diperlukan

Mengurangi penggunaan dari lampu bisa dilakukan dengan strategi- strategi seperti : menggunakan terang langit sebagai penerangan yang tidak diperlukan, menggunakan Building Automation System (BAS), menggunakan kontrol cahaya yang dapat dilakukan secara manual dengan memperkerjakan manusia, dengan penjadwalan sistem on/off lampu- lampu yang ada serta sensor panas, alat ini akan berfungsi menyalakan lampu apabila ada manusia dan begitu juga sebaliknya.

ƒ Mengurangi beban lampu

Beban lampu bisa dikurangi dengan cara melakukan pemeliharaan (maintenance) yang baik yang bisa mereduksi penggunaan energi yaitu dengan melakukan penggantian lampu secara berkala, dengan penggantian lampu biasa dengan lampu hemat energi yang tetap memperhatikan colour rendering sehingga tidak mengubah kualitas pencahayaan yang diterima serta dengan perbaikan interior desain dengan warna-warna yang tergolong warna-warna ringan karena interior yang menggunakan warna ringan lebih efisien penggunaan lampunya dibandingkan ruangan kecil dengan interior berwarna gelap.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Djojowirono (1984), rencana anggaran biaya merupakan perkiraan biaya yang diperlukan untuk setiap pekerjaan dalam suatu proyek konstruksi sehingga akan

Motivasi pembelian primer adalah motivasi yang menimbulkan perilaku pembelian terhadap kategori-kategori umum (biasa) pada suatu produk seperti.. membeli televisi

Optimasi Desain Pencahayaan di Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya.. Perpustakaan merupakan sarana untuk menghimpun berbagai sumber

Beban preloading diberikan sebesar beban rencana atau lebih besar yang akan diberikan diatas tanah lunak tersebut dengan tujuan untuk mempercepat terjadinya penurunan rencana..

Perencanaan sebuah sistem serta metode kerja bekisting menjadi sesuatu yang sepenuhnya perlu dipertimbangkan baik - baik. Sehingga segala resiko dalam pekerjaan tersebut

Lalu definisi berikutnya yang dapat menyatukan pandangan yang paling luar sekalipun mengenai efektifitas yang juga dikemukakan oleh Steers, Ungson dan Mowday adalah

INTO mengindikasikan nama dari tabel yang akan menerima data. Colomn_list adalah daftar kolom yang akan menerima data. Daftar ini harus ditutupi oleh tanda kurung dan dipisahkan

Yang menjadi dasar dari pendekatan data pasar adalah dimana nilai pasar suatu properti terkait langsung dengan nilai pasar properti pembanding yang sejenis pada pasar yang