• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Kadar Magnesium Serum Antara Pasien Dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Stabil dan PPOK Eksaserbasi Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan Kadar Magnesium Serum Antara Pasien Dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Stabil dan PPOK Eksaserbasi Chapter III V"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III METODOLOGI

3.1Desain Penelitian

Desain cross – sectional dengan variabel dependen magnesium dan variabel independen PPOK eksaserbasi dan PPOK stabil.

3.2 Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan

Ethical clearance ( izin untuk melakukan penelitian ) diperoleh dari Komite Penelitian Bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang ditanda tangani oleh Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP ( K ) pada tanggal 20 Desember 2016 dengan nomor 845 / KOMET / FK USU / 2016.

Informed consent diminta secara tertulis dari subjek penelitian yang bersedia untuk ikut dalam penelitian setelah mendapatkan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian ini.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitan dimulai dengan penelusuran kepustakaan, konsultasi judul, penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian dan analisis data serta penyusunan laporan yang membutuhkan waktu mulai bulan oktober 2015 sampai dengan april 2017. Penelitian dilaksanakan di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan persetujuan Komisi Etik Penelitian FK USU.

Pengambilan dan pemeriksaan sampel darah dilaksanakan oleh Laboratorium Patologi Klinik RSUP Haji Adam Malik Medan.

(2)

3.4 Populasi dan Subjek Penelitian 3.4.1. Populasi target penelitian

Penderita PPOK eksaserbasi akut dan stabil, sedangkan populasi terjangkau adalah penderita PPOK eksaserbasi akut dan stabil yang datang ke RSUP Haji Adam Malik Medan pada Oktober 2016 – Maret 2017.

3.4.2. Subyek penelitian

Penderita PPOK yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dan secara tertulis bersedia ikut serta dalam penelitian ini dengan menandatangani formulir persetujuan tindakan medis (informed consent).

3.5 Kriteria Inklusi

1. Pasien PPOK Stabil dan Eksaserbasi dengan usia ≥ 40 tahun

2. Subjek menerima informasi serta memberikan persetujuan ikut serta dalam penelitian secara sukarela dan tertulis (informed consent).

3.6 Kriteria Eksklusi

1. Kehamilan dan menyusui 2. Penyakit ginjal kronis

3. Menggunakan obat – obatan : thiazide diuretics, loop diuretics.

4. Penyakit keganasan 5. Alkoholisme

3.7 Besar Sampel

(3)

(X1 – X2) = selisih minimal yang dianggap bermakna, dalam hal ini 0.2 mEq/L S = Simpang baku gabungan = 0.2 mEq/L

Dengan tingkat kepercayaan 95% maka sampel minimal untuk masing masing kelompok PPOK eksaserbasi akut dan PPOK stabil adalah 17 orang dengan total jumlah sampel keseluruhan adalah 34 orang.

3.8 Cara Penelitian

Terhadap seluruh pasien yang termasuk dalam penelitian diminta memberikan persetujuan tertulis ( informed consent ) dan dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :

a. Dilakukan anamnesis untuk mendapatkan: umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan. keluhan utama, riwayat merokok atau paparan terhadap polusi udara, riwayat serangan hingga menyebabkan subjek masuk RSU, riwayat penyakit lain, dan riwayat pengunaan obat-obatan.

b. Dilakukan pemeriksaan tinggi badan ( TB ) dalam satuan meter ( m ), berat badan ( BB ) dalam satuan Kilogram ( Kg ), indeks masa tubuh ( IMT ) dalam satuan Kg/m2. c. Dilakukan pemeriksaan Tekanan Darah (TD) dengan mengunakan sphygmomanometer

air raksa, dimana sebelumnya penderita di istirahatkan selama 5 menit. Pengukuran dilakukan pada lengan sebelah kanan sebanyak dua kali dan diambil rerata.

d. Dilakukan pemeriksaan fisik diagnostik khusus pada saluran pernafasan baik secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

e. Dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya berupa laboratorium yang meliputi darah rutin, uji faal hati, faal ginjal, kadar gula darah puasa dan 2 jam setelah makan serta pemeriksaan foto thoraks.

(4)

h. Pemeriksaan spirometri dilakukan pada keadaan pasien dalam kondisi PPOK stabil dengan mengunakan alat Spirovit Sp – 1, tipe Schiller AG buatan Swiss yang telah dikalibrasi terlebih dahulu.

3.9 Definisi Operasional 3.9.1. Usia

Berdasarkan yang tertera pada rekam medis dengan satuan tahun.

3.9.2. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. Diagnosis PPOK dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami sesak nafas, batuk atau produksi sputum yang kronis, serta pajanan terhadap faktor – faktor resiko. Spirometri digunakan untuk menegakkan diagnosis dalam konteks klinis; nilai rasio FEV1/FVC < 0.7 pada pemeriksaan spirometri pasca – bronkodilator menandakan hambatan aliran udara yang persisten dan menegakkan diagnosis PPOK.

3.9.3. PPOK Stabil

Penyakit paru obstruktif kronis stabil didefinisikan sebagai keadaan penyakit PPOK yang memenuhi kriteria berikut:

1. Tidak dalam kondisi gagal nafas akut pada gagal nafas kronik

2. Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg

3. Dahak jernih tidak berwarna

4. Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri) 5. Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan

6. Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan. 3.9.4. PPOK Eksaserbasi akut

(5)

3.9.5. Jenis kelamin

Jenis kelamin berdasarkan yang tertera pada rekam medis dengan tanda laki – laki atau perempuan.

3.9.6. Indeks masa tubuh

Indeks masa tubuh berdasarkan perhitungan berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat.

3.9.7. Merokok dan Tidak merokok

Riwayat merokok berdasarkan anamnesis yang tertera direkam medis.

3.9.8. Kadar Magnesium serum

Kadar magnesium total dalam serum darah yang diperiksa secara otomatis dengan menggunakan alat Abbott Architect ci4100 integrated system buatan Amerika Serikat, dalam satuan mEq/L. Nilai normal 1.4 – 2.1 mEq/L.

3.9.9. Spirometri

Spirometri adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur secara objektif kapasitas/fungsi paru.

3.9.10. Volume Ekspirasi Paksa pada Detik Pertama/Force expiration Volume in 1 second (FEV1)

Force expiration Volume (FEV1) adalah volume udara yang dikeluarkan sebanyak-banyaknya dalam 1 detik pertama pada waktu ekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal.

3.9.11. Kapasitas Vital Paksa / Force Vital Capacity (FVC)

Kapasitas Vital Paksa merupakan kapasitas vital yang didapat pada ekspirasi yang dilakukan secepat dan sekuat mungkin.

3.9.12. Rasio FEV1/FVC

(6)

satuan liter. Nilai normal pada dewasa sehat berkisar antara 0.75 – 0.85. pada penelitian ini nilai FEV1/FVC dibawah 0.7 dianggap sebagai tanda obstruksi.

3.9.13. Foto Toraks

Foto toraks atau sering disebut chest x-ray (CXR) adalah suatu proyeksi radiografi dari toraks untuk mendiagnosis kondisi-kondisi yang mempengaruhi thorax, isi dan struktur-struktur di dekatnya. Foto toraks menggunakan radiasi terionisasi dalam bentuk x-ray. Dosis radiasi yang digunakan pada orang dewasa untuk membentuk radiografi adalah sekitar 0.06 mSv.

3.10 Pengolahan dan Analisa Data

(7)

3.11 Kerangka Operasional

(8)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Selama periode penelitian sejak bulan Oktober 2016 hingga bulan Maret 2017 didapatkan subjek penelitian pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) eksaserbasi dan PPOK stabil masing-masing sebanyak 17 orang dengan total subjek penelitian berjumlah 34 orang yang memenuhi kriteria inklusi.

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian.

Data karakteristik subjek penelitian yang diperoleh meliputi jenis kelamin, umur, riwayat merokok, jumlah batang rokok per hari, lama merokok, berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh (IMT), FEV1, FVC dan kadar magnesium.

(9)

55 Kg. Tinggi badan subjek penelitian berkisar antara 140 – 171 cm dengan median 161 cm. Indeks massa tubuh berkisar antara 15,7 – 45,9 Kg/m2 dengan nilai median 21,5 Kg/m2.

Forced expiratory volume in 1 second (FEV1) pada subjek penelitian berada pada rentang 13,2 – 78 % dengan nilai median 39,5%. Forced vital capacity (FVC) dengan rerata 45,19 ( SD ±18,2) %. Kadar magnesium serum pada subjek penelitian dijumpai dalam rentang antara 0.92 – 2,28 mEq/L dengan nilai median 1,96 mEq/L.

4.1.2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Keadaan Klinis Pasien

Pada kelompok PPOK stabil dijumpai jenis kelamin laki – laki sebanyak 14 orang (48,3%) dan jenis kelamin perempuan sebanyak 3 orang (60%). Sedangkan pada kelompok PPOK eksaserbasi dijumpai jenis kelamin laki – laki 15 orang (51,7%) dan jenis kelamin perempuan 2 orang (40%). Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna dalam hal jenis kelamin antara kelompok subjek PPOK stabil dan kelompok PPOK eksaserbasi (p = 1,000).

Pada kelompok PPOK stabil umur rerata 58,88 (SD + 5,93) tahun,sedangkan pada kelompok PPOK eksaserbasi 62,52 (SD + 8,4) tahun. Tidak dijumpai perbedaan umur yang bermakna antara kelompok PPOK stabil dan PPOK eksaserbasi (p = 0,153).

Pasien dengan riwayat merokok dijumpai pada 14 orang subjek kelompok PPOK stabil (46,7%) dan 16 orang subjek (53,3%) pada kelompok PPOK eksaserbasi. Pasien tanpa riwayat merokok dijumpai pada 3 orang subjek (75%) pada kelompok PPOK stabil dan 1 orang subjek (25%) pada kelompok PPOK eksaserbasi. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada riwayat merokok kelompok PPOK stabil dan PPOK eksaserbasi akut (p = 0,601).

Lama merokok pada kelompok subjek PPOK stabil adalah 23,94 (SD + 14,39) tahun, sedangkan pada kelompok PPOK eksaserbasi lama merokok adalah 28,47 (SD + 13,31) tahun. Tidak dijumpai perbedaan lama merokok yang bermakna antara kelompok PPOK stabil dan PPOK eksaserbasi (p = 0,204).

Jumlah batang rokok per hari pada kelompok PPOK stabil berkisar antara 0 – 32 batang/hari dengan median 20 batang/hari, sedangkan pada kelompok PPOK eksaserbasi berkisar antara 0 – 40 batang/ hari dengan median 20 batang/hari. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna dalam jumlah batang rokok per hari antara kelompok PPOK stabil dengan kelompok PPOK eksaserbasi (p =0,348).

(10)

median 55 Kg. Tidak dijumpai perbedaan berat badan yang bermakna antara kelompok PPOK stabil dengan kelompok PPOK eksaserbasi (p = 0,407).

Tinggi badan pada kelompok PPOK stabil 159,18 (SD + 8,8) cm dan pada kelompok PPOK eksaserbasi 160,82 (SD + 6,93) cm. Tidak dijumpai perbedaan tinggi badan yang bermakna antara kelompok PPOK stabil dengan kelompok PPOK eksaserbasi (p = 0,549).

Indeks massa tubuh (IMT) pada kelompok subjek PPOK stabil berkisar antara 15,7- 45,9 dengan median 20,2, sedangkan pada kelompok subjek PPOK eksaserbasi berkisar antara 17,8 - 29,3 dengan median 21,5. Tidak dijumpai perbedaan Indeks massa tubuh (IMT) yang bermakna antara kelompok PPOK stabil dengan kelompok PPOK eksaserbasi (p = 0,458).

Forced expiratory volume in 1 second (FEV1) pada kelompok PPOK stabil berkisar antara 14,2 % - 78% dengan median 42,8% sedangkan pada kelompok subjek PPOK eksaserbasi berkisar antara 13,2 % - 72,5% dengan median 25,5%. Tidak dijumpai perbedaan FEV1 yang bermakna antara kelompok PPOK stabil dengan kelompok PPOK eksaserbasi (p = 0,148).

Forced vital capacity (FVC) pada kelompok subjek PPOK stabil 46,95 % prediksi (SD + 16,74) sedangkan pada kelompok PPOK eksaserbasi 43,43 % prediksi (SD + 19,92). Tidak dijumpai perbedaan FVC yang bermakna antara kelompok PPOK stabil dengan kelompok PPOK eksaserbasi (p = 0,581).

Tabel 4.2. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan keadaan klinis

(11)

Lama merokok* 23,94 + 14,39 28,47 + 13,31 b 0,348

Data numerik, distribusi normal: rerata + SD

c

Data numerik, distribusi tidak normal: median (minimum-maksimum)

#

Uji Fisher exact, * Independent t test, ** Mann Whitney U test

4.1.3. Perbedaan Kadar Magnesium Serum Antara Kelompok Subjek PPOK Stabil Dan Kelompok Subjek Dengan PPOK Eksaserbasi.

Kelompok pasien PPOK stabil mempunyai nilai rerata kadar Magnesium adalah 2,09 ± 0,11 mEq/L lebih tinggi dari kelompok pasien PPOK eksaserbasi yaitu 1,69 ± 0,27 mEq/L. Dari uji statistik dengan Mann-Whitney menunjukkan ada perbedaan yang bermakna kadar Magnesium kelompok PPOK stabil dengan PPOK eksaserbasi (p< 0,05). Hipotesa yang menyatakan kadar magnesium serum PPOK eksaserbasi lebih rendah dari PPOK stabil dapat diterima.

Tabel 4.3. Nilai Rerata, Median, Kadar Magnesium Berdasarkan Status Eksaserbasi

(12)

Gambar 4.1. Diagram Boxplot Kadar Magnesium pada PPOK Stabil dan Eksaserbasi

4.2 Pembahasan

Peran magnesium pada biologi sel sangat berhubungan erat dengan ion bivalen

lainnya, yaitu kalsium. Magnesium telah dianggap sebagai penghambat kalsium alami. Otot polos bronkial memerlukan pembangkitan perbedaan potensial elektrokemikal di sepanjang membran sel untuk dapat menyebabkan kontraksi otot. Hal ini dimodulasi oleh aliran kalsium masuk kedalam sel atau keluar menuju ekstra sel. Magnesium memiliki efek menghambat kanal kalsium, menghambat transmisi cholinergic neuro – muscular junction dengan menurunkan sensitivitas depolarisasi yang dicetuskan asetilkolin, stabilisasi sel mast dan limfosit T serta stimulasi nitric oxide dan prostasiklin. Penurunan kadar magnesium intraselular dapat menyebabkan kepekaan saluran nafas yang berlebihan (airway hyperresponsiveness).

Magnesium juga diduga memiliki efek anti – inflamasi langsung, terutama pada dosis yang relevan secara klinis, dengan menghambat peningkatan neutrofil saluran nafas melalui efek negatifnya terhadap influks kalsium. Terbukanya kanal kalsium akibat defisiensi magnesium juga menyebabkan aktivasi sel – sel fagositik, aktivasi reseptor N – methyl D – aspartate, dilepaskannya neurotransmiter misalnya substance – P, serta oksidasi membran dan aktivasi nuclear factor kappa B.

(13)

karena bentuk inilah yang memiliki aktivitas biologis namun jarang dilakukan. Sifat kimiawi dari magnesium menyebabkan penentuan kadar magnesium ion sulit dilakukan, dan alat pemeriksaan yang menggunakan elektroda selektif ion sekarang ini kurang selektif dan butuh waktu yang lama. Selektivitas pemeriksaan ini mengalami interferensi spesifik (misalnya dari kalsium dan natrium) serta interferensi non – spesifik (silikon, detergen, dan tiosianat pada perokok).

Hasil penelitian ini menemukan bahwa pada kelompok pasien PPOK stabil mempunyai nilai rerata kadar magnesium serum 2,09 ± 0,11 mEq/L lebih tinggi dibandingkan kelompok pasien PPOK eksaserbasi yaitu 1,69 ± 0,27 mEq/L. Secara statistik menunjukkan ada perbedaan yang kadar magnesium bermakna antara kelompok PPOK stabil dengan PPOK eksaserbasi (p< 0,05).

Sebuah penelitian oleh Azis et al pada tahun 2005 di St. Joseph’s Regional Medical

Centre New Jersey menunjukkan bahwa kadar magnesium plasma pasien dengan PPOK eksaserbasi (0.77 ± 0.10 mmol/L) lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan kadar magnesium serum pasien PPOK stabil (0.91 ± 0.10 mmol/L). Pada penelitian Azis et al tersebut dijumpai hasil pemeriksaan magnesium serum yang dalam rentang hipomagnesemia. Penelitian lain oleh Singh et al (2012) pada pasien – pasien dengan PPOK eksaserbasi ditemukan 34% mengalami hipomagnesemia. Penelitian oleh Singh et al tersebut menggunakan nilai referensi 0.74 – 0.99 mmol/L. Sedangkan pada penelitian kami hanya 1 subjek yang mengalami hipomagnesemia (2,94 %). Penelitian lainnya oleh Kshirsagar et al (2014) pada pasien – pasien dengan PPOK eksaserbasi ditemukan 72% dengan hipomagnesemia (<1,7 mg/dL), namun penelitian tersebut dilakukan dengan pemeriksaan magnesium ion sedangkan pada penelitian kami parameter pemeriksaan adalah total magnesium serum. Pada penelitian tersebut dijumpai kadar magnesium ion pada pasien – pasien dengan PPOK eksaserbasi lebih rendah secara signifikan dibandingkan kadar magnesium pada PPOK stabil.

(14)

perbedaan kadar magnesium serum total yang bermakna antara tiga kelompok subjek penelitian tersebut namun pada pemeriksaan kadar magnesium ion sel polimorfonuklear lebih rendah secara signifikan pada kelompok pasien – pasien dengan PPOK stabil dan subjek dengan riwayat merokok dibandingkan dengan kelompok subjek sehat tanpa riwayat merokok. Kadar kalsium total sel polimorfonuklear pada kelompok pasien – pasien PPOK stabil dan kelompok subjek penelitian dengan riwayat merokok pada penelitian tersebut juga lebih tinggi dibandingkan dengan pada kelompok subjek penelitian yang sehat tanpa riwayat merokok. Rasio kadar kalsium total dibandingkan dengan kadar magnesium yang lebih tinggi pada pasien – pasien dengan PPOK stabil dan kelompok subjek dengan riwayat merokok ini menunjukkan defisiensi magnesium relatif terhadap kadar kalsium yang menyebabkan peningkatan aktivitas kalsium. Pemeriksaan magnesium loading test sebaiknya dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan defisiensi magnesium laten / kronik jika fungsi ginjal dalam keadaan normal. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara memberikan magnesium elemental (sulfat atau klorida) 30 mmol secara intravena dilanjutkan dengan pemeriksaan sekresi magnesium elemental di urin dalam 24 jam. Pasien – pasien dengan defisiensi magnesium laten akan mengeluarkan magnesium elemental < 25 mmol/24 jam dari urin.

Penelitian lainnya oleh Surya Prakash Bhatt et al pada tahun 2008 pada 100 pasien menunjukkan bahwa prediktor tunggal frekuensi kunjungan pasien adalah kadar magnesium serum. Dimana pada penelitian ini kadar magnesium serum pasien – pasien yang sering membutuhkan rawatan rumah sakit (lebih dari 3 kunjungan pertahun) adalah 1.77 ± 0.19mEq/L sedangkan kadar magnesium serum pada pasien – pasien yang jarang membutuhkan kunjungan ke rumah sakit (kurang dari 3 kunjungan pertahun) adalah 1.86 ± 0.24 mEq/L. Diketahui juga bahwa 90 % pasien – pasien yang menjadi sampel penelitian tersebut adalah perokok (33 %) atau dengan riwayat merokok (57 %). Hal ini sesuai dengan penelitian kami dimana pasien – pasien dengan PPOK eksaserbasi memiliki nilai rata – rata magnesium serum yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan pasien – pasien dengan kondisi PPOK stabil.

4.4. Keterbatasan

(15)
(16)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Tidak ditemukan perbedaan karakteristik yang bermakna dalam hal jenis kelamin, umur, riwayat merokok, jumlah batang rokok/ hari, lama merokok, berat badan, tinggi badan, IMT, FEV1, dan FVC antara kelompok subjek dengan PPOK stabil dengan kelompok PPOK eksaserbasi.

2. Kelompok pasien PPOK stabil mempunyai nilai rerata kadar Magnesium 2,09 ± 0,11 mEq/L lebih tinggi dari kelompok pasien PPOK eksaserbasi yaitu 1,69 ± 0,27 mEq/L. Uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna kadar antara kadar magnesium serum pada kelompok PPOK stabil dengan PPOK eksaserbasi (p< 0,05).

5.2 Saran

1. Perlunya penelitian yang lebih lanjut dengan jumlah sampel lebih besar,

multicenter dan penelitian yang menghubungkan dengan derajat keparahan obstruksi berdasarkan nilai FEV1 dengan kadar magnesium plasma.

2. Defisiensi magnesium diduga berhubungan dengan peningkatan sitokin – sitokin pro – inflamasi yang dapat mencetuskan eksaserbasi pada PPOK, diperlukan penelitian lanjutan yang menghubungkan kadar magnesium plasma dengan kadar sitokin pro – inlamasi pada PPOK.

3. Defisiensi magnesium relatif ditunjukkan dengan perbandingan kadar kalsium serum total dengan kadar magnesium serum namun penelitian ini tidak membandingkan kadar kalsium serum dan elektrolit lain dengan kadar magnesium. Diperlukan penelitian lanjutan untuk menilai peran elektrolit lain dan interaksinya dengan magnesium pada pasien – pasien dengan PPOK.

4. Perlunya penelitian lanjutan yang menyertakan pemeriksaan magnesium loading test dilakukan untuk menilai defisiensi magnesium kronik/laten.

(17)

Gambar

Gambar 3.1. Kerangka Operasional
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Tabel 4.2. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan keadaan klinis
Tabel 4.3. Nilai Rerata,  Median,  Kadar Magnesium Berdasarkan  Status Eksaserbasi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hal diatas sesuai dengan hasil yang didapat dari penelitian ini, dimana ditemukan hubungan bermakna (nilai p&lt;0,05 ; 0,000) antara tingkat keparahan (stadium) PPOK stabil

Pengaruh Inhalasi Magnesium Sulfat terhadap Kadar Substansi P, Respons Bronkodilator, dan Perbaikan Klinis Pasien PPOK Eksaserbasi Akut.. Supervisor 1:

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan kadar vitamin D dengan derajat obstruksi penyakit pada pasien PPOK. Adapun manfaatnya bagi

Pasien yang tidak merokok juga dapat menderita PPOK, tetapi respon inflamasi pada pasien. ini

Spesialis Penyakit Dalam dalam Program Studi Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

21 Penelitian terbaru dilakukan oleh Karadag dkk (2007) menemukan derajat disfungsi ereksi tidak berkorelasi bermakna dengan kadar serum testosteron meskipun terdapat

Pada penelitian ini didapatkan rerata kadar desmosin secara keseluruhan pada kelompok usia 50-60 tahun didapatkan hasil 3,2 ng/ml cenderung lebih tinggi dibandingkan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kadar magnesium rendah secara statistik tidak bermakna untuk meningkatkan risiko terjadinya CTTH, namun