• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA AUDIO DALAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA AUDIO DALAM"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kemampuan penglihatan sangat berpengaruh terhadap aktivitas kehidupan manusia sehari-hari.

Orang yang memiliki kemampuan penglihatan jelas dapat memperoleh informasi lebih banyak dibanding mereka yang mengalami hambatan dalam penglihatan. Pada anak yang sedang belajar banyak informasi yang sangat diperlukan diperoleh melalui penglihatan misalnya dalam mempelajari warna, mengamati benda-benda sekitar, mengamati ekspresi wajah orang lain, menulis dan membaca, memahami persepsi jarak dan sebagainya. Oleh karena itu, informasi-informasi tersebut akan sangat sulit dikuasai oleh anak-anak yang mengalami hambatan penglihatan atau tuna netra.

Kita semua tidak akan pernah tau batas kemampuan manusia, karena setiap insan memiliki kelebihan yang berbeda.

Sebagaimana firman Allah SWT.

    

Artinya :

“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui

batas”. (Q.S.Al-Alaq : 6)

(2)

aspek ergonomis, kompetensi sosial,keterampilan sosial bahasa, serta orientasi dan mobilitas.

Karya tulis ini akan mengetengahkan kajian teoritis sebagai rujukan dalam bahasan tentang studi kasus dalam orientasi dan mobilitas anak tuna netra serta pembahasan analisis kritis tentang kasus anak tuna netra yang mengalami masalah serius dengan postur tubuh, gaya jalan, sikap dan kondisi sosial psikologis. Juga keterkaitan masalah psikologis terhadap proses kognitif yang terjadi pada diri tuna netra. Bagaimana permasalahan psikologis dan proses kognitif tersebut menjadikan seseorang kehilangan orientasi dan kehilangan teknik-teknik orientasi dan mobilitas yang sebenarnya telah dikuasainya.

Meskipun banyak kendala yang akan dihadapai anak-anak tuna netra, tetapi pemerintah tidak berhenti begitu saja, dalam mempelajarai Al-Qur`an misalnya, pemerintah khususnya Kementrian Agama membuat Al-Qur`an khusus untuk kalangan tuna netra dengan huruf braileu, karena Allah SWT telah berfirman:















       

Artinya:

“ Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan

rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah

menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”. (Q.S.Al-Israa’ :

82)

(3)

Al-



















  



Artinya :

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang

yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang

dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau

menerima petunjuk”.(Q.S.Al-Qashas : 86)

Pendidikan Luar Biasa merupakan bagian integral dari Sistem Pendidikan Nasional. Sebagaimana diungkapkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah menyusun standar isi yang disahkan oleh Peraturan Mentri Nomor 22 tahun 2006. Standar Kompetensi Lulusan yang disahkan oeleh Peraturan Mentri Nomor 23 tahun 2006. Selanjutnya Mentri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Mentri No 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Mentri nomor 22 dan 23.

Pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budu pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa (Drs. Muhammad, 1981 : 68) .

(4)

secara fisik yaitu dalam hal penglihatan. Yang mengakibatkan para siswa harus mampu melihat dunia ini bukan secara tampak, melainkan secara ruhaniyah

atau dengan belajar secara formal mengenai pendidikan moral dan lain sebagainya. Itu semua menjadi tantangan bagi penulis untuk mencari tahu bagaimana cara siswa tuna netra belajar, dan apakah benar media audio itu sangat berpengaruh dalam pembelajaran siswa tuna netra.

Keadaan para siswa tuna netra terkadang menjadikan mereka malu untuk tampil dihadapan publik. Karena keterbatasan dalam penglihatan akan membuat mereka semakin terpuruk jika tidak mampu menghilangkan rasa minder dan paradigma negatif dalam diri mereka. Harus ada hal-hal yang membuat mereka termotivasi, termobilisasi akan pentingnya dunia pendidikan. Yang sebenarnya mereka mampu membuat kelebihan yang tidak dimiliki manusia yang sempurna untuk menutupi kekurangannya, itu semua perlu kerja keras yang tidak mudah tentunya. Maka kita selaku orang atau manusia yang sudah diciptakan sempurna harusnya kita bersyukur, tanpa kesempurnaan ini kita tidak akan mampu melakukan hal yang tidak bisa dilakukan orang yang kurang atau cacat. Karena keterbatasan itu, pemerintah merasa tegugah untuk mengadakan pendidikan dan pembelajaran untuk anak-anak yang meiliki kekurangan secara lahiriyah dalam panca indera dan daya fikir, seperti Tuna rungu (tidak bisa menendengar), tuna wicara (tidak bisa berbicara), tuna grahita (Idiot/keterbelakangan mental), dan lain sebagainya.

(5)

mereka tidak terhalangi dengan kekurangannya. Yang menjadikan mereka terangkat derajat dan martabatnya, dan sudah seharusnya kita tidak boleh memandang mereka rendah.

Dalam rangka menunjang pembangunan, agar tidak mudah terjadi kekacauwan dimana-mana seperti yang terlihat dewasa ini, diperlukan manusia-manusia yang berkualitas dan berbudi pekerti yang baik. Menusia yang berbudi dan berkualitas yang baik, tidak mungkin muncul dengan tiba-tiba tanpa usaha pendidikan. Salah satu bentuk pendidikan yang diharapkan akan menghasilkan manusia seperti tersebut terdahulu, adalah pendidikan yang bertujuan mendidik siswa menjadi khalifah fil ardh. (Neviyarni, 2009:3). 1.2. Perumusan Masalah

Untuk memudahkan dan mengarahkan penelitian yang akan dilaksanakan, penulis mencoba mengidentifikasi masalah-masalah yang akan dibahas dan sekaligus merumuskannya. Adapun masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Apa itu Sekolah Luar Biasa?

2. Bagaimana proses pembelajaran di Sekolah Luar Biasa?

3. Apa saja yang terjadi dalam proses pembelajaran pada Siswa Tuna Netra?

4. Untuk apa media audio tersebut digunakan?

5. Apa sajakah alat bantu yang digunakan siswa Tuna Netra? 1.3. Tujuan Penelitian

(6)

1. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang Sekolah Luar Biasa dan cara belajar di Sekolah Luar Biasa. Dan pengetahuan penting kepada pembaca bagaimana Pemerintah menaggapinya. 2. Untuk memberi gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana situasi

pembelajaran di Sekolah Luar Biasa. Hal ini harus menjadi pelajaran. 3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dan problema yang dihadapi Siswa Tuna Netra ketika Kegiatan Belajar Mengajar. Sehingga kita menyadari bahwa perjuangan tersebut tidak mudah.

4. Kita dapat mengambil hikmah dan mencontoh keberanian dan kelihaian para siswa tuna netra pada saat kegiatan belajar mengajar, karena banyak yang mampu berprestasi dengan kekurangannya. Sehingga pemerintah menaruh simpati terhadap perjuangan siswa tuna netra dan membantu untuk lebih meningkatkan kemampuan khususnya dalam pendengaran.

5. Kita mengetahui tentang bagaimana media audio digunakan untuk pembelajaran siswa tuna netra dan juga alat bantu lainnya.

1.4. Manfaat Penelitian

Dalam penulisan karya tulis ini, Penulis mengharapkan adanya manfaat-manfaat yang dapat diambil dan dipetik. Karena, disamping Penulis memiliki tujuan, Penulis juga berharap adanya manfaat yang jelas bagi para pembaca nantinya. Manfaat-manfaat tersebut yaitu :

(7)

untuk menatap jauh kedepan. apa yang akan kita hadapi nanti akan berbda dengan yang dihadapi sekarang.

2. Pembaca menjadi tahu apa itu tuna netra, bagaimana cara menghadapi orang yang tidak mampu melihat. Apa saja alat-alat yang digunakan siswa tuna netra untuk belajar.

3. Membuat orang-orang yang sudah sempurana, menjadi lebih semangat dalam menjalani hidup, karena masih ada yang kurang daripada yang normal, masih ada yang terbelakang karena cacat.

4. Menjadikan sumber inspirasi bagi pembaca dan khususnya bagi Penulis. Dengan melihat orang-orang yang kurang atau cacat, baik itu secara lahiriyah maupun ruhaniyah kita mampu hidup lebih tegar, lebih bersyukur kepada Sang Kholiq.

1.5. Asumsi dan Keterbatasan

Sebagai landasan teoritis untuk menganalisis dan memecahkan topik pembahasan, Penulis mengemukakan beberapa asumsi dan keterbatasan dalam penulisan ini :

1. Hipotesa Tindakan

a) Penggunaan media audio merupakan salah satu cara untuk memudahkan siswa tuna netra dalam kegiatan belajar mengajar agar siswa lebih paham terhadap pelajaran-pelajaran yang di berikan.

(8)

c) Dengan mengusai materi, melaksanakan langkah pembelajaran yang tepat, diduga pemahaman mengenai materi yang diberikan akan lebih mengerti.

2. Keterbatasan

a) Keterbataan Penulis dalam penulisan ini yaitu kurangnya pengetahuan ketika melaksanakan observasi di lapangan.

b) Bahwa dalam kenyataannya penggunaan media audio itu kurang efektif, karena para siswa bnyak menggunakan metode-metode lain selain media audio.

1.6. Kerangka Teori

Yang menjadi landasan substansial dalam penelitian adalah dapak yang akan timbul setelah selesai proses pembelajaran diharapkan siswa akan mengalami perubahan dalam hal pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam kehidupannya, sehingga apabila berhadapan dengan dinia luar tidak akan terbawa arus tidak baik. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu metode penelitian yang bertujuan memecahkan permasalahan pada masa sekarang. Dengan metode ini diharapkan peneliti dapat mengumpulkan data otentik dari hasil belajar.

Dengan menggunakan media audio akan sangat membantu para siswa untuk lebih mengerti tentang pelajaran-pelajaran yang diberikan dan merupakan konsep belajar yang nantinya akan membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan ralitas yang ada.

(9)

1.7. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan karya tulis ini maka Penulis membuat Daftar Isi yang akan memudahkan pembaca untuk memahami isi Karya Tulis ini.

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Manfaat Penelitian 1.5. Asumsi dan Keterbatasan 1.6. Kerangka Teori

1.7. Sistematika Penulisan BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pembahasan Teori 2.2. Efektifitas

2.3. Media 2.4. Audio

2.4.1. Pengertian Audio 2.4.2. Lingkup Kerja Audio 2.5. Pembelajaran

(10)

2.5.2. Teori Belajar Bahasa Komunikatif 1 2.6. Tuna Netra

2.6.1. Pengertian Tuna Netra 2.6.2. Penyebab Ketunanetraan 2.6.3. Karakteristik Tuna Netra

2.6.4. Dampak Ketunanetraan terhadap Perkembangan Bahasa 2.6.5. Dampak Ketunanetraan terhadap Perkembangan Kognitif 2.6.6. Dampak Ketunanetraan terhadap Perkembangan Motorik,

Orientasi dan Mobilitas 2.6.7. Hubungan Kognisi 2.6.8. Determinan Perilaku BAB III METODOLOGI

3.1. Setting dan Karakteristik 3.2. Prosedur Penelitian

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hasil Penelitian

4.2. Cara Pengambilan Data 4.3. Indikator Kinerja 4.4. Pembahasan Penelitian BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan 5.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP

(11)

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pembahasan Teori

Dalam pembelajaran, media merupakan hal yang sangat penting. Dan pembelajaran adalah satu sistem yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, karena pembelajaran tanpa media akan membuat peserta didik kurang mengerti.

Salah satu bidang pengetahuan terapan yang diharapkan memberi sumbangan bagi perkembangan pendidikan di tanah air ialah bidang Teknologi Pendidikan. Kemampuan untuk memanfaatkan teknologi moderen dalam upaya pengembangan pendidikan tentu saja sangat banyak tergantung pada jumlah dan kemampuan para ahli dalam bidang Teknologi Pendidikan (Harsja W. Bachtiar, 1984:vii).

2.2. Efektifitas

Efektivitas merupakan pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari berbagai pilihan lainnya. Efektivitas bisa juga diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Sebagai contoh jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut adalah benar-benar efektif.

(12)

yang lama. Sehingga sebisa mungkin efektivitas dan efisiensibisa mencapai tingkat optimum untuk kedua-duanya. (http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/08/pengertian-efektifitas-dan-efisiensi.html)

Sondang P. Siagian (2001 : 24) memberikan definisi sebagai berikut : “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya.

Sementara itu Abdurahmat (2003:92) “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasaranadalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya.

Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektifitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa :

“Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya”.

(13)

“Efektifitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya (OA) dengan output realisasi atau sesungguhnya (OS), jika (OA) > (OS) disebut efektif ”.

Adapun pengertian efektifitas menurut Prasetyo Budi Saksono (1984) adalah :

“ Efektifitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai dengan output yang diharapkan dari sejumlah input “.

Dari pengertian-pengertian efektifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Berdasarkan hal tersebut maka untuk mencari tingkat efektifitas dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Efektifitas = Ouput Aktual/Output Target >=1

Ø Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka akan tercapai efektifitas.

Ø Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan kurang daripada 1 (satu), maka efektifitas tidak tercapai.

2.3. Media

Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Medóë adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.

(14)

Technology/AECT) di Amerika, membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan atau informasi.

Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar. Sementara itu,

Briggs (1970) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.

Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Association/NEA) memiliki pengertian yang berbeda. Media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio visual serta pernyataannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi dapat dilihat, didengar, dan dibaca. Adapun batasan yang diberikan, ada persamaan diantara batasan tersebut yaitu bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.

Media pendidikan sebagai salah satu sumber belajar yang dapat menyalurkan pesan sehingga membantu mengatasi masalah tersebut. Perbedaan gaya belajar, minat, intelegensi, keterbatasan daya indera, cacat tubuh atau hambatan jarak geografis, jarak, waktu, dan lain-lain dapat dibantu diatasi dengan pemanfaatan media pendidikan.

(15)

kehidupan yang alami kepada tingkatan yang lebih tinggi, yaitu Tuhan (Kartadinata, 1988:18, 53)

Secara umum media pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut :

1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata atau lisan belaka).

2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, seperti misalnya :

a.Objek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realita, gambar, film bingkai, film atau gambar;

b. Objek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film atau gambar;

c.Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan

time laps atau high-speed photography;

d. Kejadian atau peristiwa yang terjadi dimasa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman video, film bingkai, foto, maupun secara verbal;

e.Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain.

3. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap positif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk :

a.Menimbulkan kegairahan belajar.

(16)

c.Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.

4. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa, ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri. Hal ini akan lebih sulit bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat diatasai dengan media pendidikan, yaitu dengan kemampuannya dalam :

a.Memberikan perangsangan yang sama. b. Mempersamakan pengalaman. c.Menimbulkan persepsi yang sama. 2.4. Audio

2.4.1. Pengertian Audio

Audio berarti “suara” atau “reproduksi suara”. Dalam ilmu fisika, suara adalah bentuk energi yang dikenal sebagai energi akustik. Secara khusus, mengacu pada rentang frekuensi yang dapat dideteksi oleh telinga manusia – sekitar 20Hz to 20kHz. Frekuensi 20Hz merupakan nada suara terendah (bassiest) yang kita bisa dengar, dan 20kHz merupakan nada tertinggi yang kita bisa dengar.

(17)

Sound Waves: Apa arti sound waves, bagaimana terjadinya dan bagaimana kita dapat mendengarnya.

Sound Equipment: Mengenai komponen-komponennya, cara kerjanya, bagaimana memilih peralatan yang benar dan cara penggunaannya.

2.4.2. Lingkup Kerja Audio

Lingkup kerja audio sangatlah luas, dengan berbagai bidang spesialisasi. Mulai dari hanya sekedar hobby hingga profesional. Secara umum lingkup kerja audio meliputi:

 Studio Sound Engineer

 Live Sound Engineer

 Musician

 Music Producer

 DJ

 Teknisi Radio

 Film/Television Sound Recordist

 Field Sound Engineer

 Audio Editor

 Post-Production Audio

Gelombang suara terjadi sebagai variasi tekanan dalam sebuah media, seperti udara. Ia tercipta dari bergetarnya sebuah benda, yang menyebabkan udara sekitarnya ikut bergetar. Udara yang bergetar kemudian diterima oleh telinga, menyebabkan gendang telinga manusia bergetar, kemudian otak menafsirkannya sebagai suara.

(18)

dimengerti, hal ini sering digunakan sebagai analogi untuk menggambarkan bagaimana gelombang suara berperilaku.

Gelombang suara juga dapat ditampilkan dalam stkitar grafik XY. Hal ini memungkinkan kita untuk membayangkan dan bekerja dengan gelombang dari sudut pkitang matematika.

Pada sinyal elektronik, nilai tinggi menunjukkan tegangan positif yang tinggi. Ketika sinyal ini dikonversi menjadi gelombang suara, Kita dapat membayangkan nilai-nilai tinggi tersebut sebagai daerah yang mewakili peningkatan tekanan udara. Ketika gelombang menyentuh titik tertinggi, hal ini berhubungan dengan molekul udara yang menyebar bersama-sama secara padat. Ketika gelombang menyentuh titik rendah, molekul udara menyebar lebih tipis (renggang). (http://pusdiklattvri.wordpress.com/2010/0602/teori-dasar-audio/)

2.5. Pembelajran

2.5.1. Pengertian Belajar

Pendekatan konstektual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut :

1. Proses Belajar

a. Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstuksikan sendiri pengetahuan di benak mereka sendiri. b. Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri poloa-pola

(19)

a. Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan pemberian dari orang lain.

b. Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit.

3. Siswa sebagai Pembelajar

a. Manusia mempunyai kecendrungan untuk belajar dalam bidang tertentu dan seorang anak memiliki kecendrungan untuk belajar lebih cepat memahami hal-hal yang baru.

b. Tugas guru memfasilitasi 4. Lingkungan Belajar

a. Belajar efektif dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton” ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.

b. Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu sangat penting.

Dalam pembelajaran kontekstual (Contextual Taching and Learning) melibatkan 7 (tujuh) komponen utama yakni :

1. Konstuktivisme (Constuctivism) 2. Bertanya (Question)

3. Menemukan (Inquiry)

4. Masyarakat belajar (Learning Community) 5. Pemodelan (Modeling)

6. Refleksi (Reflection)

(20)

Dari istilah tersebut kita melihat adanya dua proses atau kegiatan, yaitu : Kegiatan Belajar Mengajar (Teaching Learning Processes). Kedua proses tersebut seolah-olah tak terpisahkan satu sama lain. Orang menganggap bahwa ada proses belajar tentu ada proses mengajar.

Belajar adalah sesuatu yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, semenjak lahir sampai masuk ke liang lahat nanti.

Belajar dari dampak respons berakar pada pengalaman langsung sebagaimana diungkapkan Bandura (1977:17) sebagai berikut.

The more rudimentary mode of learning, rooted in direct experience,

results from the positive and negative effects that action product. When people

dealwith evryday events, some of their responses prove succesful, while others

have no effect or result in punishing outcomes. Through this process of

differential reinforcement, successful form of behavior are eventually selected

and ineffectual ones are discarded.

Belajar dari dampak respons menyebabkan individu melakukan seleksi apakah respons yang diberikan pada lingkungan itu berdampak positif atau negatif baik untuk dirinya sendiri maupun lingkungannya. Individu akhirnya belajar bahwa respon yang diberikannya kepada lingkungan, ada yang berhasil dan menyenangkan baginya dan ada pula yang gagal atau menyebabkan dirinya mendapat hukuman.

(21)

Response consequences have several functions. First, they impart

information, second, they serve as motivators through their incentive value.

The third, and most controversial, function concerns their capacity to

strengthen responses automatically.

Belajar melalui peniruan adalah suatu cara belajar berdasarkan hasil observasi tentang perilaku orang lain yang kemudian dijadikan pedoman untuk ditiru dan ditampilkan oleh dirinya. Bandura (1977:22) mengungkapkan sebagai berikut.

Fortunately, most human behavior is learned observationally through

modeling: from observing others one forms an idea of how new behaviors are

performed, and on later occasions this coded information serves as a guide of

action.

Dalam proses belajar melalui peniruan menurut Bandura (1977:23) diarahkan oleh empat komponen proses: (1) proses menaruh perhatian (atentional proces); (2) proses mengingat; (retebtion processes); (3) proses reproduksi gerakan (motor reproduction processes); (4) proses motivasional (motivational processes).

2.5.2. Teori Belajar Bahasa Komunikatif A. Teori Belajar Bahasa

1. Behaviorisme

(22)

perilakuakan muncul bila didahului oleh stimulus. Perilaku itu dapat diperkuat, dibiasakan, dengan memberi penguatan (reinforcement).

Behaviorisme, yang sebenarnya merupakan teori psikolog, selama beberapa waktu diadopsi oleh para metodolog pengajar bahasa, terutama di Amerika, yang hasilnya adalah pendekatan metode audiolingual. Metode ini ditandai dengan pemberian pelatihan terus-menerus kepada siswa yang diikuti dengan pemantapan, baik positif maupun negatif, sebagai fokus pokok aktivitas kelas.

Dalam pelaksanaan dikelas, metode yang juga dipengaruhi strukturalisme ini, menurut Moulton (1963), memiliki lima karakteristik kunci yang perlu dipertimbangkan jika hendak merancang program bahasa.

a. Bahasa itu ujaran, bukan tulisan. b. Bahasa itu seperangkat kebiasaan.

c. Ajarkanlah bahasa, bukan tentang bahasa.

d. Bahasa adalah, sebagaimana dikatakan oleh penutur asli, bukan seperti yang pikirkan orang bagaimana mereka seharusnya berbicara. e. Bahasa itu berbeda-beda.

Tugas guru adalah memberikan penghargaan kepada siswa ujarannya mendekati model yang diberikan oleh guru atau tape recorder. Pengajaran yang khas dalam pendekatan ini mungkin akan tampak sebagai berikut.

a. Menyajikan butir bahasa yang harus dipelajari, dengan memnerikan demonstrasi unruk maknanya, melalui sarana non-verbal;

b. Memberikan model polo-pola bahasa target dengan sejumlah contoh; c. Melibatkan seluruh kelas dalam memorisasi-mimikri dengan

(23)

d. Pelatihan bentuk substitusi progresif dilakukan siswa seluruh kelas, diikuti dengan siswa kelas yang dibagi dua, kemudian perseorangan; e. Melakukan pengulangan empat langkah pertama menggunakan versi

negatif bahasa sasaran;

f. Melakukan pengulangan empat langkah pertama menggunakan versi interogatif struktur bahasa sasaran;

g. Memeriksa atau mencermati pengalihan bahasa dengan dengan menggunkan petunjuk (cues) yang tidak dicontohkan dalam latihan, kemudian mencermatinya secara klasikal dan individual;

Tehap terpenting dalam metode ini adalah secara eksklusif dalam bahasa sasaran, penyajian penting sekali dengan sejelas mungkin.

2. Kognitivisme

(24)

Pembelajaran bahasa menurut Chomsky tidak pernah menggunakan metodologi. Akan tetapi, gagasannya yang menyatakan bahwa bahasa bukanlah seperangat kebiasaan-yang penting adalah bahwa pembelajaran menginternalisasikan aturan sehingga akan memungkinkan terjadinya performansi kreatif-telah banyak memberi gagasan bagi berbagai teknik dan berbagai metode pengajaran. Secara singkat, pandangan ini dapat disimpulkan: tunjukan kepada mereka aturan atau struktur yang mendasari dan kemudian biarkan mereka melakukannya sendiri. Menciptakan sendiri kalimat-kalimat baru adalah tujuan pengajaran bahasa.

3. Pemerolehan dan Pembelajaran

Krashen membuat perbedaan antara pemerolehan bahasa yang dilakukan secara tidak sadar. Pemerolehan bahasa yang dilakukan secara tidak sadar, seperti halnya yang terjadi pada pemerolehan bahasa pertama pada anak kecil (acquisition). Pemerolehan bahasa yang dilakukan secara sadar, seperti halnya yang dilakukan orang dewasa mempelajari bahasa kedua pada latar formal (learning).

4. Tugas Pokok Pembelajaran (Task-based Learning)

Pada tahun 1970-an, seorang linguis inggris, Allwrigrht, melakukan uji coba yang menentang nosi tradisional tetang pengajaran bahasa.

…bila aktivitas manajemen `guru bahasa` diarahkan secara ekslusif terhadap pelibatan pembelajaran dalam memecahkan masalah komunikasi dalam bahasa sasaran, maka pembelajaran bahasa akan datang dengan sendirinya… (1977:5).

(25)

komunikatif yang mengharuskan siswa menggunakan bahasa sasaran. Semakin sering dia melakukan aktivitas tersebut, semakin baik dia menggunakan bahasa yang bersangkutan (Farqanul dan Chaedar.1996:23).

5. Pendekatan Humanistik

Pendekatan humanistik menganggap siswa sebagai a whole person

`orang sebagai suatu kesatuan`. Dengan kata lain, pengajaran bahsa tidak hanya mengajarkan bahasa, tetapi juga membantu siswa mengembangkan diri mereka sebagai manusia (Farqanul dan Chaedar.1996:23).

Keyakinan tersebut telah mengarahkan munculnya sejumlah teknik dan metodologi pengajaran yang menekankan aspek ”humanistik” pengajaran. Dalam metodologi semacam itu, pengalaman siswa adalah yang terpenting dan perkembangan kepribadian mereka serta penumbuhan perasaan positif dianggap penting dalam pembelajaran bahasa meraka. Yang termasuk dalam pendekatan ini adalah community language learning, yaitu para siswa duduk melingkari seseorang knower yang akan membantu mereka dengan bahasa yang ingin mereka ucapkan. Setelah menentukan kalimat apa yang ingin diucapkan, mereka mengucapkannya dalam bahsannya, kemudian diterjemahkan oleh knower. Dengan demikian, siswa mengetahui bagaimana mengemukakan maksud mereka dalam bahsa sasaran (Farqanul dan Chaedar.1996:23).

Kemudian Lazanov dari Bulgaria mengembangkan metode

(26)

Metode the silent way juga termasuk humanistik. Metode yang dikembangkan oleh Celeb Gattegno ini bercirikan sedikit masukan yang disampaikan guru. Guru hanya memberikan contoh atau model berbahasa kemudianmemberi petunjuk apa yang harus dilakukan siswa. Petunjuk diberikan dengan telunjuk atau cara lain sampai siswa benar-benar menguasai.

Terakhir, metode total physical response dikembangkan oleh James Asher. Dalam metode ini guru memberi instruksi kepada siswa. Siswa tidak harus berbicara. Mereka hanya harus mengikuti perintah-perintah guru. Bila benar-benar menguasai, mereka bisa memerintah kepada teman lain. Jadi, siswa belajar bahasa melalui tindakan, melalui tindakan fisik daripada pelatihan.

2.6. Tuna Netra

2.6.1. Pengertian Tuna Netra

Pada umumnya tuna netra diartikan gangguan pada mata yang menyebabkan terganggunya penglihatan. Dalam jarak tertentu orang normal dapat melihat dengan jelas, sedangkan tuna netra akan mengalami kesulitan atau tidak jelas, bahan tidak nampak sama sekali. Poerdaminta (2006) mengidentifikasi tunanetra/buta dengan tidak dapat melihat. Menurut Hoetomo (2005) tuna deiartikan sebagai luka, rusak, kurang, tidak memiliki.

Dipandang dari segi bahasa kata tunanetra terdiri dari dua kata yaitu tuna dan netra :

a. Tuna (tuno:Jawa) yang berarti rugi yang kemudian diartikan dengan rusak, hilang, terhambat, terganggu, tidak memiliki.

(27)

Tuna netra artinya rusak mata atau tidak memiliki mata yang berarti buta atau kurang dalam penglihatan (Purwaka, 2005).

Djaja (2006) mengemukakan bahwa yang dimkaksud dengan tuna netra adalah mereka yang mempunyai kombinasi ketajaman penglihatan hampir kurang dari 0,3 (60/200) atau mereka yang mempunyai tingkat kelainan fungsi penglihatan yang lainnya lebih tinggi, yaitu mereka yang tidak mungkin atau kesulitan secara signifikan untik membaca tulisan atau ilustrasi awas meskipun dengan menggunakan alat bantu kaca pembesar.

Sutjihati (2006) pengertian tuna netra tidak saja mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari. Secara umum tuna nertra dapat diartikan sebagai gangguan pada mata yang menyebabkan terganggunya fungsi penglihatan sehingga kurang dapat dimanfaatkan untik kepentingan hidup sehari-hari.

2.6.2. Penyebab Ketunanetraan

Penyebab ketunanetraan dapat ditinjau dari sudut waktu terjadinya (ketika anak/bayi sebelum dilahirkan atau masa prenatal, saat anak dilahirkan atau masa nata, ketika anak telah telah lahir atau masa post natal). Ketunanetraan juga dapat ditinjau dari sudut intern (penyebab yang datang dari dalam diri), dan ekstern (penyebab yang datang dari luar).

1. Faktor Intern

1). Perkawinan keluarga

(28)

setiap karakteristik di dalam tubuh manusia, bila terjadi kelainan genetik orang tua atau salah satunya maka inilah yang diturunkan ke generasi berikutnya.

2). Perkawinan antar tunanetra.

Faktor DNA membentuk gen-gen yang merupakan pembawa sifat bagi setiap karakteristik (manusia). Gen-gen inilah nantinya yang akan diturunkan pada generasi berikutnya, akan sangat terasa apabila terjadsi perkawinan antar tuuna netra.

2. Faktor Ekstern

1). Penyakit sifilis/raja singa/rubella

Penyakit sifilis merupakan penyakit kotor yang menyerang alat kelamin, apabila penyakit ini menyerang seorang ibu yang sedang mengandung maka akibatnya mata dan indera lainnya akan terganggu bahkan menyebabkan anak menjadi buta.

2). Malnutrisi berat

Malnutrisi berat ini menyangkut kekurangan kalori, protein, kalsium, yodium, serta vitamin A,C,D,E. kekurangan gizi yang sangat berat pada embrional akan menimbulkan kelainan-kelainan yang sangat kompleks dan mempengaruhi susunan saraf pusat dan mata.

3). Kekurangan vitamin A

Pada anak-anak kekurangan vitamin A akan menyebabkan kerusakan pada matanya. Kerusakan itu akan mengikuti kerusakan pada sensitifitas retina terhadap cahaya serta merusak epitel pada kornea. Bila dalam keadaan parah, maka akan mengakibatkan hancurnya retina maka anak menjadi buta.

(29)

Diabetes merupakan gangguan metabolisme tubuh akibatnya kondisi gula darah maningkat dari normal. Gangguan metabolisme ini akan merusak mata, ginjal, susunan saraf, dan pembuluh darah.

5). Tekanan darah tinggi

Tekanan darah terlalu tinggi dapat menimbulkan gangguan mata, tekanan darah tinggi atau hipertensi dapat mengakibatkan retinopati hipertensi. Retinopati hipertensi adalah kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi. Pada penderita hipertensi yang berat dapat mengakibatkan pendarahan pada daerah pupil dan sejajar dengan permukaan retina.

6). Stroke

Stroke disebabkan karena penyumbatan pembuluh darah otak atau pendarahan. Akibatnya kerusakan saraf mata yang akan mengganggu penglihatan.

7). Radang kantung air mata

Radang ini ditemukan pada anak-anak, biasanya dimulainya dengan tertutupnya saluran air mata oleh kotoran dan apabila dibiarkan maka akan tampak nanah yang akan memancar dari lubang saluran air mata dan sangat berbahaya bagi kesehatan mata.

Beberapa penyebab ketunanetraan menurut Purwaka Hadi (2005) diantaranya :

a.Faktor genetik atau herediter

Beberapa kealinan penglihatan bisa didapati akibat diturunkan dari orang tua misalnya, buta warna, albinism, retinitis pigmentosa.

(30)

banyak ditemukan pada hasil perkawinan dekat, misalnya keluarga dekat (incest).

c. Proses kelahiran

Dialami karena trauma pada saat proses kelahiran, lahir premature, berat lahir kurang dari 1300 gr, kekurangan oksigen akibat lamanya proses kelahiran dan menggunakan alat bantu.

d. Penyakit

Anak-anak yang akut sehingga berkomlikasi pada organ mata, infeksi virus menyerang saraf dan anatomi mata.

e. Kecelakaan

Tabrakan yang mengenai organ mata, benturan, terjatuh, dan trauma lain yang secara langsung atau tidak langsung mengenai organ mata.

f. Perlakuan kontiniu dengan obat-obatan

Penggunaan obat yang overdosis sangat berbahaya terhadap organ-organ lunak seperti mata.

g. Infeksi

Binatang juga dapat merusak organ-organ selaput mata yang tipis. h. Cuaca

Beberapa kondisi kota dengan suhu yang panas membawa bibit penyakit kering yang masuk ke mata, pada daerah kering bisa ditemukan penyakit mata jenis trakoma.

(31)

yang mempunyai kombinasi ketajaman penglihatan hampir kurang dari 0,3 (60/200)

Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat klasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Definisi Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. Sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tuna netra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium). (http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus#Tunanetra/23/11/20 10/11:04)

(32)

Seseorang dikatakan low vision jika mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas tersebut dengan menggunakan strategi visual pengganti, alat-alat bantu low vision, dan modifikasi lingkungan (Corn dan Koenig dalam Friend, 2005:412). Orang yang termasuk low vision adalah mereka yang mengalami hambatan visual ringan sampai berat. Seseorang dikatakan menyandang low vision atau kurang lihat apabila ketunanetraannya masih cenderung memfungsikan indera penglihatannya dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Saluran utama yang dipergunakan dalam belajar adalah penglihatan dengan mempergunakan alat bantu, baik yang direkomendasikan oleh dokter maupun tidak. Jenis huruf yang dipergunakan sangat bervariasi tergantung pada sisa penglihatan dan alat bantu yang dipergunakan. Latuhan orientasi mobilitas diperlukan oleh siswa low vision untuk mempergunakan sisa penglihatannya.

Blindness (kebutaan) menunjuk pada sesorang yang tidak mampu melihat atau hanya memilikipersepsi cahaya (huebner dalam Friend, 2005:412).

Seseorang dikatakan buta (blind) jika mengalami hambatan visual yang sangat berat atau bahkan tidak dapat melihat sama sekali. Kadang-kadang di lingkungan sekolah juga digunakan istilah functionally blind atau

educationally blind untuk kategori kebutaan ini. Penyandang buta total menggunakan kamampuan perabaan dan pendengaran sebagai saluran utama dalam belajar. Orang seperti ini biasanya menggunakan huruf braille sebagai media membaca dan memerlukan latihan orientasi dan mobilitas.

(33)

Lowenfeld (Friend, 2005: 417) menggambarkan dampak kebutaan (totally blind) atau kurang lihat (low vision) terhadap perkembangan kognitif, dengan mengidentifikasi keterbatasan yang mendasar pada anak, dalam tiga area berikut ini :

a. Tingkat dan Keragaman Pengalaman

Bila seorang anak mengalami hambatan penglihatan, maka pengalaman harus diperoleh dengan mempergunakan indera-indera yang masih berfungsi, khususnya perabaan dan pendengaran. Tetapi, indera-indera tersebut tidak dapat sepenuhnya menggantikan penglihatan dalam memperoleh informasi secara cepat dan menyeluruh, misalnya ukuran, warna, dan hubungan ruang, yang diperoleh melalui penglihatan. Tidak seperti halnya penglihatan, mengeksplorasi benda dengan perabaan merupakan proses memahami dari bagian-bagian keseluruhan, dan orang tersebut harus melakukan eksplorasi tersebut. Beberapa benda terlalu jauh (misalnya bintang, horizon), terlalu besar (misalnya gunung, awan), terlalu lembut dan kecil (misalnya serpihan salju, serangga kecil), atau membahayakan (misalnya api, kendaraan yang bergerak) untuk dipahami melalui perabaan.

b. Kemampuan untuk Berpindah Tempat (Mobilitas)

(34)

c. Interaksi dengan Lingkungan

Penglihatan sangat memungkinkan untuk memperoleh informasi pada jarak jauh, orang dengan penglihatan normal akan dapat dengan segera dan langsung mengendalikan lingkungan. Sebagai contoh, saat anda berada di suatu pesta yang ramai, anda dengan segera bisa melihat ruangan di mana anda berada, menemukan seseorang atau tempat yang akan anda hampiri, dan kemudian anda bisa dengan bebas bergerak ke arah tersebut. Orang tunanetra atau yang mengalami hambatan penglihatan parah tidak memiliki kemampuan kontrol seperti itu. Bahkan dengan keterampilan mobilitas yang efektif, ia masih belum dapat memperoleh gambaran utuh tentang lingkungannya.

2. Karakteristik Akademik

Selain mempengaruhi perkembangan kognitif, ketunanetraan juga berpegaruh terhadap perkembangan keterampilan akademis, khususnya dalam bidang membaca dan menulis. Sebagai contoh, saat membaca atau menulis anda tidak perlu memperhatikan secara rinci bentuk huruf atau kata, tetapi bagi sebagian besar anak dengan hambatan penglihatan, hal tersebut tidak bisa dilakukan karena ada gangguan pada ketajaman penglihatannya. Anak-anak tersebut menggunakan berbagai media dan alat alternatif untuk membaca dan menulis, sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Mereka mungkin mempergunakan brailleu atau huruf cetak dengan berbagai alternatif ukuran. Dengan asesmen dan pembelajaran yang sesuai, anak tuna netra tanpa kecacatan tambahan dapat menge,bangkan keterampilan membaca dan

menulisseperti taman-temannya yang dapat melihat.

(35)

Perilaku sosial secara khusus dikembangkan melalui observasi terhadap kebiasaan dan kejadian sosial serta menirunya (Sacks & Silberman, dalam Friend, 2005:417). Perbaikan terjadi melalui penggunaan perilaku sosial secara berulang-ulang, dan secara tidak langsung melalui feedback dari orang yang kompeten secara sosial. Karena tuna netra mempunyai keterbatasan dalam belajar melalui pengamatan dan peniruan, siswa tuna netra seringkali mengalami kesulitan dalam melakukan perilaku sosial yang sesuai.

Karena ketunanetraan berdampak pada keterampilan sosial, maka siswa tuna netra harus mendapatkan pembelajaran langsung dan sistematis, misalnya dalam bidang pengembangan persahabatan, pengambilan resiko dan pembuatan keputusan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah, menunjukan postur tubuh yang meyakinkan, menggunakan gestur dan ekspresi wajah yang sesuai, mengekspresikan perasaan, menyampaikan pesan yang tepat saat berkomunikasi, dan menunjukan kesertifan yang tepat (Sacks & Silberman, dalam Friend, 2005: 417).

4. Karakteristik Perilaku

(36)

Beberapa siswa tuna netra menunjukan perilaku stereotipik, perlikaunya berulang-ulang yang tidak bermanfat. Sebagai contoh mereka sering menekan matanya, membuat suara dengan jarinya, menggoyang-goyangkan kepala dan badan, atau berputar-putar (silberman, dalam Friend, 2005). Menurut beberapa teori, perilaku stereotipik tersebut terjadi mungkin sebagai akibat dari tidak adanya rngsangan sensoris, terbatasnya aktivitas dan gerak di dalam lingkungan, serta keterbatasan sosial (Scholl, dalam Friend, 2005). Biasanya para ahli mencoba mengurangi atau menghilangkan perilaku tersebut dengan membantu mereka memperbanyak aktivitas, atau sengan mempergunakan strategi perilaku tertentu, misalnya memberikan reward atau alternatif pengajaran, perilaku yang lebih positif, dan sebagainya.

2.6.4. Dampak Ketunnetraan terhadap Perkembangan Bahasa

Hambatan penglihatan berdampak pada peroleh konsep dan makna. Elstner (Kingsley, 1999) menyatakan bahwa bayi dengan hambatan penglihatan cenderung menggunakan bahasa dalam cara yang berbeda dari bayi awas. Bayi awas akan menggunakan bahsa tidak hanya untuk tujuan komunikasi, tetapi juga untuk pemerolehan konsep. Sedangkan bayi dengan hambatan penglihatan yang sudah dapat berbahsa emnggunakan bahsa semata-mata untuk tujuan komunikasi, dan bukan pemerolehan konsep. Hal ini sejalan dengan penemuan Mills (kingsley, 1999) bahwa anak tuna netra tetap berada pada fase ekolalia dalam periode yang lama dan cenderung akan menjadi verbalisme. Sengan demikian, anak dengan hambatan penglihatan akan lebih miskin konsep daripada anak awas.

(37)

Lowenfled (Kingsley, 1999) menyatakan bahwa ketunanetraan mengakibatkan tiga keterbatasan yang serius pada perkembangan fungsi kognitif. (1) dalam sebaran dan jenis pengalaman anak. (2) dalam kemampuannya untuk bergerak di dalam lingkungannya; (3) dalam interaksi dengan lingkungannya.

Jen et al. (Kingsley, 1999) berpendapat bahwa permasalah dalam perkembangan kognitif tersebut mungkin disebabkan oleh kurangnya kayanya informasi, didasarkan pada fakta bahwa indera-indera lain tidak dapat memproses informasi seefisien indera penglihatan. Misalnya, bila anak-anak yang awas menyusun jigsaw puzzel (teka-teki potongan-potongan gambar), mereka dapat melihat masing-masing potongan gambar itu dan dengan cepat dapat menentukan kemana arah membujurnya dan menaksir luas bidang yang tepat untuk tempat potongan gambar tersebut.

Dengan berkoordinasi dengan mata, otak dapat memproses warna dan bentuk masing-masing potongan gambar itu secara hampir berbarengan dalam kaitannya dengan potongan-potongan lain untuk menentukan lokasinya. Tidak ada alat indera lain yang mampu memberikan begitu banyak informasi secara demikian cepatnya. Akan tetapi, tidak ada bukti kuat yang menunukan bahwa keterbatasan-keterbatasan akibat hilangnya penglihatan ini juga membatasi potensi.

(38)

tidak berdmpak pada perolehan pengalaman dan konsep. Jadi ketunanetraan yang terjadi kemudian akan meliliki kekayaan konsep dan pengalaman. Dia memiliki pemahaman dan konsep yang utuh tetnang bagaimana orang “berjalan”, bagaimana sikap tubuh yang baik, bagaimana ayunan langkahkaki melangkah ketika berjalan, dan bagaimana ayunan tangan ketika sedang berjalan.

2.6.6. Dampak Ketunanetraan terhadap Perkembangan Motorik, Orientasi dan Mobilitas

Rogow (Hadi, 2005) menyebutkan bahwa anak tuna netra memiliki kesulitan gerak berupa :

c. Spasiticity yang ditunjukan oleh lambat gerakan, kesulitan dan koordinasi gerak yang buruk.

d. Dyskinesia yaitu adanya aktivitas gerak tak disengaja, gerak athetoid, gerak tak terkontrol, tak beraturan, gerakan patah-patah dan berliki-liku.

e. Ataxia yaitu koordinasi yang buruk pada keseimbangan postur tubuh, orientasi terbatas., oleh akibat kekakuan atau ketidakmampuan dalam menjaga keseimbangan.

f. Mixed Types merupakan kombinasi pola-pola gerak dysintenik, spastic, dan ataxic.

g. Hypotonia ditunjukan oelh kondisi lemahnya otot-otot dalam merespo stimulus dan hilangnya gerak refleks.

Allah SWT. berfirman :

(39)

belum pernah diberi kesempatan yang memadai untuk belajar keterampilan motorik, sering mengalami keterlambatan dalam perkembangannya. Seringkali mereka lemah, daya koordinasinya buruk, berjalannya goyah, dan kedua belah kakinya senantiasa “bertukar tempat”. Apabila berjalan kakinya diseret dan tangannya menjulur kedepan.

Hilangnya/kurangnya penglihatan membatasi kemampuan anak untuk : (1) Mengetahui dimana dia berada dan bagaimana cara berpindah dari stu tempat ketempat lain; (2) Meniru dan berinteraksi sosial; (3) Memahami apa yang menyebabkan sesuatu terjadi.

Anak yang mengalami hambatan penglihatan sejak lahir memiliki masalah dalam pembentukan konsep tentang tubuh mereka sendiri. Mereka juga mamiliki keterbatsan dalam peta mental tentang lingkungannya maupun posisi diri mereka.

Best (1992) mengemukakan bahwa anak-anak yang tunanetra tidak dapat dengan mudah memantau gerakannya dan oleh karenanya dapat mengalami kesulitan dalam memahami apa yang terjadi bila mereka menggerakan atau merentangkan anggota tubuhnya. Karena mereka tidak dapat melihat orang lain dengan jelas, mereka tidak bisa mengamati bagaimana orang duduk, berdiri, dan berjalan serta kemudian menirukannya. Maka mereka akan memiliki lebih sedikit kerangka acuan (term of reference), dan mungkin tidak akan menyadari apa artinya “duduk tegak”, berjalan kaki melangkah dan tangan diayun, sehingga terjadi keserasian gerak antara kaki, tangan, dan tubuh ketika sedang berjalan.

(40)

menghindari rintangan agar tiba ke tujuannya. Ketidakpastian tentang lingkunganya dapat mengakibatkan kurangnya rasa percaya diridalam mengeksplorasi lingkungan.

2.6.7. Hubungan Kognisi

Kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberi rasional termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi, dan memperhatikan (Stuart & Sundeen, 1987).

Kognisi memiliki fungsi antara lain : a. Atensi dan kesadaran

Atensi adalah pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi dari sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi didapatkan dari penginderaan, ingatan dan proses kognitif lainnya. Atensi terbagi menjadi atensi terpilih (selective attention)dan atensi terbagi (divided attention).

Kesadaran meliputi perasaan sadar maupun hal yang disadari yang mungkin merupakan fokus dari atensi.

b. Persepsi

Persepsi adalah rangkaian proses pada saat mengenali, mengatur dan memahami sensasi dari panca indera yang diterima dari rangsang lingkungan. Dalam kognisi rangsang visual memegang peranan penting dalam membentuk persepsi. Proses kognif biasanya dimulai dari persepsi yang menyediakan data untuk diolah oleh kognisi.

c. Ingatan

(41)

informasi saat ini. Proses dari mengingat adalah menyimpan suatu informasi, mempertahankan dan memanggil kembali informasi tersebut.

Ingatan terbagi dua menjadi ingatan implisit dan eksplisit. Proses tradisional dari mengingat melalui pendataan penginderaan, ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang.

d. Bahasa

Bahasa adalah menggunakan pemahaman terhadap kombinasi kata dengan tujuan untuk berkomunikasi. Adanya bahasa membantu manusia untuk berkomunikasi dan menggunakan simbol untuk berpikir hal-hal yang abstrak dan tidak diperoleh melalui penginderaan. Dalam mempelajari interaksi pemikiran manusia dan bahasa dikembangkanlah cabang ilmu psikolinguistik.

e. Pemecahan masalah dan kreativitas

Pemecahan masalah adalah upaya untuk mengatasi hambatan yang menghalangi terselesaikannya suatu masalah atau tugas. Upaya ini melibatkan proses kreativitas yang menghasilkan suatu jalan penyelesaian masalah yang orisinil dan berguna.(http://id.wikipedia.org/wiki/Kognisi)

(42)

Sebagaimana diamati oleh Lowenfeld, indera perabaan pada umumnya hanya berfungsi bila aktif dipergunakan untuk keperluan kognisi, sedangkan penglihatan aktif dan berfungsi selama mata terbuka.

Ada lima tahapan dalam proses kognitif ketika melakukan orientasi, yang merupakan suatu siklus. Kelima tahapan tersebut adalah:

1. Persepsi, yaitu proses asimilasi data dari lingkungan yang diperoleh melalui indera-indera yang masih berfungsi seperti penciuman, pendengaran, perabaan, persepsi kinestetis, atau sisa penglihatan. 2. Analisis, yaitu proses pengorganisasian data yang diterima ke dalam

beberapa kategori berdasarkan ketetapannya, keterkaitannya, keterkenalannya, sumber, jenis, dan intensitas sensorisnya.

3. Seleksi, yaitu proses pemilihan data yang telah dianalisis yang dibutuhkan dalam melakukan orientasi yang dapat menggambarkan situasi lingkungan sekitar.

4. Perencanaan, yaitu proses merencanakan tindakan yang akan dilakukan berdasarkan data hasil seleksi sensoris yang sangat relevan untuk menggambarkan situasi lingkungan.

5. Pelaksanaan, yaitu proses melaksanakan hasil perencanaan dalam suatu tindakan.

Manusia dibekali kemampuan fisik dan psikis agar ia mampu melaksanakan kewajibannya ibadah dengan baik dan sempurna. Orang-orang yang tidak mau merendahkan diri beribadah kepada Allah, berarti dia menolak keramahan Allah. Firman Allah dalam Al-Quran :

(43)

Kemudian sesungguhnya kamu hai orang yang sesat lagi mendustakan” (QS.Al-Waqiah : 51)

Selanjutnya Al-Ghazali (dalam Nasution, 2002:73) memandang manusia yang mempunyai identitas esensial yang tetap, tidak berubah-ubah, yaitu al-nafs (jiwa). Al-nafs adalah substansi yang berdiri sendiri, tidak bertempat, dan merupakan pengetahuan-pengetahuan intelektual (al-ma`-qulat) berasal dari

`alam al-malakut atau alam al-amr. Hal ini menunjukan bahwa esensi manusia bukan fisiknya dan bukan fungsi fisik. Sebab fisik adalah sesuatu yang mempunyai tempat dan fungsi fisik adalah sesuatu yang tidak berdiri sendiri, keberadaannya tergantung pada fisik. `Alam al-amr atau alam al-malakut adalah realitas-realitas al-maujudat di luar jangkauan indera dan imajinasi, tanpa tempat, arah dan ruang sebagai lawan dari al-khalaq atau

alam mulk, yaitu dunia tubuh dan aksiden-aksidennya. Esensi manusia tersebut adalah immaterial yang berdiri sendiri dan merupakan subyek yang mengetahui.

a. Manusia sebagai makhluk yang paling unik. b. Manusia memiliki potensi.

c. Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya.

d. Manusia dilengkapi Allah dengan akal, perasaan, dan kemauan. e. Manusia bertanggungjawab atas segala perbuatannya.manusia

berakhlak mulia.

f. Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah di bumi. 2.6.8. Diterminan Perilaku

(44)

kecendrungan-kecendrungan (antecedents) internal yang bersifat respon fisiolaogis dan emosional (physiological and emotional responsiveness), fungsi-fungsi kognitif (cognitive functions in expectancy learning), mekanisme belajar (inborn mechanism of learning), kelainan harapan belajar (dysfunctional expectancy learning) dan diterminan anteseden tindakan (antecedent diteminants of action).

BAB III

(45)

3.1. Setting dan Karakteristik

1. Setting : SLB N 1 Ciamis (Sekolah Luar Biasa Negeri)

Sekolah Luar Biasa adalah sekolah khusus bagi anak-anak atau orang-orang yang mengalami kecacatan pada fisiknya, seperti : tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna grahita, tuna daksa dan tuna laras. Dalam Sekolah Luar Biasa, biasanya terdapat bebrapa lagi sekolah bagian, seperti TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB. Penulis mengangkat tentang SDLB karena pada tingkat ini, siswa masih dalam proses pengenalan.

Adapun profile atau tugas guru pada tingkat SDLB skolah yang penulis teliti sebagai berikut :

Penelitian ini dilakukan pada tingkat SDLB di SLB N 1 Ciamis pada semester 1 tahun pelajaran 2010/2011. penelitian ini dilakukan dengan cara berkolaborasi antara guru, kepala sekolah dan peneliti sendiri.

(46)

cenderung sama dengan kelas lainnya, demikian pula kaadaan social ekonominya berada dalam klasifikasi pertengahan atau berkecukupan.

3.2. Prosedur Penelitian 1. Gambaran Penelitian

Untuk menjawab permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ditentukan variabel atau faktor-faktor yang harus diteliti yang menjadi objek penelitian. Faktor tersebut adalah siswa dan faktor guru.

1) Faktor siswa dengan fokus sebagai berikut :

a. Respon siswa terhadap pembelajaran meliputi ; interaksi antara siswa dan guru, keaktifan siswa dalam pembelajaran.

b. Kemampuan dan keterampilan siswa dalam mengaplikasikan rumus dengan soal latihan.

c. Daya serap siswa terhadap pembelajaran. 2) Faktor guru dengan fokus sebagai berikut :

Keterampilan dan kemampuan guru dalam penggunaan pendekatan konstruktivisme yang meliputi aspek :

1) Keterampilan guru pada tahap pendahuluan yang meliputi : a) Memberi perhatian kepada siswa.

b) Menarik perhatian siswa. c) Pelaksanaan persepsi.

2) Keterampilan guru pada tahap kegiatan inti : a) Tahap orientasi.

b) Tahap elicitasi.

 Tahap restrukturisasi ide.

(47)

 Tahap review.

3) Keterampilan guru pada tahap penutup : a) Menyimpulkan materi pelajaran.

b) Pelaksanaan pos tes.

c) Menciptakan suasana untuk siswa bertanya jawab. d) Pelaksanaan tindak lanjut lainnya.

2. Rincian prosedur penelitian A. Rencana Tindakan

Penelitian tindakan kelas ini direncanakan dalam 2 siklus, 4 kali tatap muka dengan model pembelajaran berbasis KTSP, tetapi pokok bahasanya sama yaitu membahas mengenai efektifitasdalam penggunaan audio.

1) Menentukan kelas sebagai subjek penelitian.

2) Menyususn rencana pembelajaran yang terdiri dari kompetensi dasar, hasil belajar, alokasi waktu, pendekatan, media pembelajaran, skenario, alat evaluasi, LKS, dan lain-lain.

3) Menentukan fokus dan aspek-aspek yang diamati. 4) Menentukan jenis data dan pengumpulannya.

5) Menentukan observasi/observer, pedoman observasi dan cara pelaksanaannya.

6) Menentukan cara pelaksanaan refleksi dan pelaku refleksi. 7) Merupakan kriteria keberhasilan dalam upaya pemecahan

masalah.

(48)

Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini di lakukan melalui pembelajaran sesuai dengan perencanaan tindakan, yang terbagi dalam beberapa siklus penelitian. Setiap siklus pelaksanaan terbagi dalam 3 tahap:

1) Sebagai tahap awal mengadakan diskusi dengan kepala sekolah, guru di SDLB sebagai subjek penelitian.

2) Mempersiapkan instrumen pengamatan. 3) Membuat hasil pengamatan.

C. Tahap Observasi dan Evaluasi

Dalam penelitian ini dilaksanakan observasi yang dijalankan secara bersamaan dalam proses pembelajaran. Observasi ini dilakukan oleh observer, dalam hal ini oleh pelaku tindakan itu sendiri dan anggota tim yang lain. Observasi dilakukan dalam upaya pengumpulan data. Data kualitatif yang dikumpulkan melalui observasi dan data kuantitatif melalui pelaksanaan evaluasi. Alat bantu yang akan digunakan adalah perangkat-perangkat untuk media audio, seperti tape, VCD,dan lain-lain.

Evaluasi ini dilakukan dalam upaya pengumpulan data kuantitatif yang akan dilakukan pada akhir pembelajaran, untuk setiap siklusnya dilakukan secara tertulis.

D. Tahap Analisis dan Refleksi

Analisis data ini diperoleh dari hasil evaluasi melalui subjek yang diteliti, berupa informasi yang harus diolah sesuai dengan kenyataan, kemudian hasilnya dianalisis dan digunakan sebagai bahan refleksi.

(49)
(50)

BAB IV

Data Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.1. Data Hasil Penelitian

1. Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah berasal dari seluruh warga SDLB di SLB N 1 Ciamis.

2. Jenis Data

Jenis data yang didapat adalah data kuantitatif dan kualitatif yang terdiri dari :

a. Dengan pembelajaran.

b. Data hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran.

c. Hasil belajar.

d. Jurnal.

4.2. Cara Pengambilan Data

1. Data hasil belajar diambil dengan memberikan tes kepada siswa. 2. Data tentang situasi belajar mengajar saat dilakukannya tindakan

diambil dengan menggunakan lembar observasi.

3. Data tentang situasi belajar menggunakan lembar observasi. 4. Data tentang keterkaitan antara perencanaan dengan pelaksanaan

diperoleh dari Rencana Pembelajaran (RP) dan Lembar Observasi. 4.3. Indikator Kinerja

(51)

a. Apabila guru dapat menggali kemampuan siswa dengan menciptakan kondisi belajar mengajar yang menyenangkan.

b. Apabila peserta didik sampai 50% dapat memahami dan mengerti terhadap materi pelajaran yang disajikan guru dalam PBM.

c. Apabila hasil belajar peserta didik dalam keadaan memuaskan. Kriteria tingkat keberhasilan siswa sesuai tujuan akhir penelitian ini yaitu dikelompokkan ke dalam 5 kategori, dengan kriteria sebagai berikut :

a) Tingkat keberhasilan belajar siswa dalam %. (>- 80%) = Sangat Tinggi

(60-79%) = Tinggi (40-59%) = Sedang (20-39%) = Rendah

(< - 20%) = Sangat Rendah

b) Tingkat keaktifan siswa dalam pembelajaran. (>- 80%) = Sangat Tinggi

(60-79%) = Tinggi (40-59%) = Sedang (20-39%) = Rendah

(< - 20%) = Sangat Rendah 4.4. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan observer dan Penulis beranggapan bahwa rendahnya hasil belajar siswa ketika dalam penggunaan media audio disebabkan oleh dua faktor yang sangat berpengaruh, yaitu :

1. Faktor guru

(52)

b. Guru hanya sebagai pengajar.

c. Kurangnya pengetahuan dalam penggunaan dan manfaat media audio.

2. Faktor Siswa

a. Siswa sudah memiliki kelebihan dalam perabaan, jadi pengajaran audio kurang begitu diminati.

b. Keinginteahuan siswa akan dunia luar.

(53)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan

Dari uraian yang telah dibahas, maka penulis dapat menyimpulkan :

1. Tuna netra adalah kecacatan yang dialami manusia, baik itu faktor keturunan maupun kecelakaan yang menyebabkan kebutaan.

2. Tuna netra adalah salah satu tuna/kekurangan fisik dalam penglihatan, dan harus sangat diperhatikan, khususnya dalam dunia pendidikan. 3. Dalam kehidupan tuna netra, banyak hal yang tidak bisa orang normal

mengerti, seperti kepekaan ujung-ujun jari, kepekaan dalam pendengaran, dan lain-lain.

4. Penggunaan media audio pada siswa tuna netra untuk tingkat SDLB, dalam pembelajarannya dinyatakan kurang efektif, karena banyak hal yang dipertimbangkan, seperti kurikulum pendidikan yang baru, kurangnya fasilitas audio.

5.2. Saran

Dari hal-hal tersebut penulis memiliki saran :

1. Bagi para manusia yang normal, syukurilah segala sesuatu da;am diri kita yang sudah ada. Itu semua berkah dari Allah yang sangat tiada bandingnya.

2. Untuk para adik-adik kelas, jangan sampai mempergunakan mata kita untuk hal-hal yang tidak diridhoi oleh Allah.

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, Purwaka. 2005. Kemandirian Tunanetra. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti

Hosni, Irham, (tanpa tahun). Buku Ajar Orientasi dan Mobilitas, Depdiknas, Ditjen Dikti, Proyek Pendidikan Tenaga

Guru.

Kingsley, Mary. 1999. The Effect of Visual Loss, dalam Visual

Impairment (editor: Mason & McCall). GBR: David Fulton, Publisher.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kognisi

Sunanto, Juang. 2005. Mengembangkan Potensi Anak Berkelainan Penglihatan. Jakarta,: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.

sumber.http://djrahardja.blogspot.com/2010/11/ketunanetraan.htm

T. Lydon, William,. Mc Graw, M. Loretta. 1973. Pengembangan Konsepsi untuk Anak-anak Buta. Sebuah

tuntutan untuk para guru dan para ahli lainnya yang bekerja dalam lingkungan pendidikan. New York: American Foundation for The Blind

http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/08/pengertian-efektivitas-dan-efisiensi.html.

Jhon, Hassan. 2007. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta : Gramedia.

(55)

http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus#Tunanetra/23/1

1/2010/11:04

http://pusdiklattvri.wordpress.com/2010/06/02/teori-dasar-audio.

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Ja’far Shiddiq Helmy dilahirkan di Ciamis pada tanggal 11 Februari 1993. Putra kedua dari pasangan Ibu Kokom Komariah dan Bapak Dadang Ridwan Helmy, dan juga kakak yang bernama Nasrullah Muhammad Helmy dan adik yang bernama Abdurrahman Al-Ghofiqi. Penulis bertempat tinggal di Jalan Citapen No. 120 RT 03 RW 11 Dusun Bangunsirna Desa Sukamaju Kecamatan Baregbeg, Kabupaten Ciamis.

Riwayat pendidikan yang ditempuh Penulis yaitu sebagai berikut : 1) Tahun 1998, Penulis memulai Pendidikan di TK Kartini dan

lulus tahun 1999.

2) Tahun 1999, Penulis melanjutkan Pendidikan ke SDN IV Kertasari dan lulus tahun 2005.

3) Tahun 2005, Penulis melanjutkan Pendidikan ke MTs Miftahussalam (MTsN 1 Cijeungjing), lulus tahun 2008.

4) Tahun 2008, Penulis melanjutkan pendidikan ke MA YPI Rijalul Hikam sampai dengan sekarang.

(56)

Demikian riwayat hidup Penulis khususnya dalam pendidikan. Penulis berharap suatu saat nanti dapat hidup dari ilmu yang pernah diberikan oleh Bapak Ibu guru semua, bersama orang yang saya sayang dan saya cinta, Amin.

(57)

Rencana Observasi / Studi Lapangan

Nama Sekolah : SLBN 1 Ciamis Tingkat Pendidikan : SDLB

Materi Pokok : Keefektifan Media Audio dalam Pembelajaran Kelas / Semester : I – IV / 1

Waktu : 2x Pertemuan

I. Kompetensi Dasar

Melakukan pengukuran dan menggunakannya dalam pemecahan masalah.

II. Indikator

 Pendengaran siswa yang baik harus mampu memecahkan masalah.

 Dengan menggunakan media audio, siswa harus teliti dalam menentukan sikap.

 Pembelajaran yang sangat penting tersebut harus mampu dikuasai. III. Tujuan

Mencari tahu apakah penggunaan Media Audio sangat berpengaruh bagi para siswa tuna netra.

IV. Langkah Observasi 1. Pendahuluan

1) Kegiatan belajar mengajar didahului dengan berdo’a.

2) Apersepsi dilakukan dengan tanya jawab tentang Media Audio.

(58)

c. Kenapa harus digunakan media audio? 2. Cara Kerja

1) Kegiatan inti 1 ( pertemuan ke-1 / Kamis, 28 Oktober 2010 ).

a. Bertanya jawab tentang penggunaan Media Audio di dalam kelas.

b. Melihat siswa ketika kegiatan belajar mengajar baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

c. Tata cara pembuatan huruf Braileu dan belajar menulis huruf Braileu secara langsung yang diajarkan langsung oleh guru SDLB.

d. Mewawancarai setiap guru tentang profil sekolah. e. Melihat-lihat perpustakaan.

a. Bertanya jumlah guru tetap yang mengajar di SDLB. b. Melihat data-data siswa.

3) Kegiatan penutup.

a. Memberikan tanda terima kasih secara simbolis kepada Kepala Sekolah SLB N 1 Ciamis.

b. Mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam kegiatan ini.

(59)

Penelitian dilaksanakan selama PBM melalui pengamatan secara langsung. Oleh penulis, dan alhamdulillah mendapatkan hasil yang baik. Selama kegiatan ini berlangsung banyak hal yang dialami oleh penulis. Evaluasi yang didapat hanya berupa pengalaman yang sangat penting bagi penulis. Banyak hal yang tidak penulis ketahui sebelumnya. Kini penulis merasa bangga atas apa yang talah dilakukan. Tanpa semua orang yang telah ikut andil dalam observasi ini, mungkin penulis tidak akan pernah bisa membuat karya seperti ini.

Lembar Pengamatan Siswa

Kegiatan : Mendengarkan

Mata Pelajaran : Semua mata pelajaran yang menggunakan audio

No. Nama Siswa Aspek yang Diamati Jumlah

Skor

Rata Rata

KMP PS KDP PM

1. Sectiagany 80 80 80 70 310 77.5

2. Widya Astliti 70 60 70 70 270 67.5

Jumlah sekor 150 140 150 140 580 145

Rata-rata 75 70 75 70 290 72.5

Keterangan :

KMP = Keberanian Mengemukakan Pendapat PS = Peran Serta

KDP = Ketepan dalam Pendengaran PM = Pemecahan Masalah

Penyelesaian dengan rentang nilai 1 – 10, dengan kriteria sebagai berikut ; Sangat baik ( A ) 8,5 – 10

Gambar

Gambar 1.2. Contoh huruf braileu
Gambar 1.7. Tempat

Referensi

Dokumen terkait

2016.. Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Audio Visual Terhadap Hasil Belajar Pengetahuan Peralatan Makan Mata Pelajaran Tata Hidang Siswa Kelas X Di SMK Swasta

PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VIS UAL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK PADA MATA PELAJARAN IPS SISWA SD KELAS I.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Efektifitas Penggunaan Media Audio Visual Terhadap Keberhasilan Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMK Al-Hidayah Lebak Bulus, (Jakarta:

Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui bagaimana penggunaan media audio visual dalam mata pelajaran PKn dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa

Media audio visual mampu memudahkml belajar yang meliputi: penggunaan audio visual pada pembelajarml kisall nabi Muhammad membuat siswa lebih memahami penjelasan yang diberikan

Penelitian ini berjudul tentang pengaruh Penggunaan Media Audio Visual Terhadap Keaktifan Belajar Siswa Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Kelas VIII di MTsN

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data empiris apakah penggunaan media audio visual dapat meningkatkan dan memperbaiki keterampilan mahamahasiswa dalam

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan melalui dua siklus ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana penggunaan media Audio Visual pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam apakah