GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL ATASAN
DENGAN KOMITMEN
ORGANISASI DI
CV. LIDAH BUAYA GROUP
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh : James Montalili NIM : 019114146
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
“ Tak perlu ku andalkan kekuatan hidupku, sebab Tuhan adalah
kekuatanku, gunung batuku dan penghiburku; hanya kepada-Nya
hatiku percaya ”
“
Apakah anda mencintai hidup? Jika demikian janganlah
membuang waktu karena hidup itu terdiri atas rangkaian waktu
”
Benjamin Franklin
PERSEVERANCE
Defeat may test you
It need not stop you
If at first you don’t succeed,
try another way
For every obstacle there is a solution
Nothing in the world,
can take the place of persistence
The GREATEST mistake is…
GIVING UP
“
Segala perkara dapat kutanggung di dalam DIA
yang memberi kekuatan kepadaku
”
Filipi 4 : 13
Kupersembahkan kepada :
@
Tuhan Yesus Kristus Juru Selamatku
@
Papa Yaveth & Mama Lanny tercinta atas segala doanya
@
Cici Gretha & adekku Yosa
@
Buat keponakanku Jessica
@
My Beloved Person yang selalu menjadi CLICK hatiku
@
Sahabat-sahabat sejatiku
Thank’s for everything, I Love You all
James Montalili (2008). Hubungan antara persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan dengan komitmen organisasi di CV. Lidah Buaya Group. Jogjakarta : Fakultas Psikologi ; Jurusan Psikologi; Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan dengan komitmen organisasi di CV. Lidah Buaya Group Magelang. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan dengan komitmen organisasi.
Subjek penelitian adalah seluruh karyawan bagian penjualan (sales) CV. Lidah Buaya Group. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional dan skala komitmen organisasi. Koefisien realibilitas dari skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional adalah 0.926 dan koefisien realibilitas dari skala komitmen organisasi adalah 0.919. Untuk mengetahui hubungan antara persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan dengan komitmen organisasi digunakan teknik korelasi Pearson.
Koefisien korelasi ( r ) yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 0.715 pada taraf signifikansi ( p ) 0.01. Hal ini berarti ada korelasi positif yang signifikan antara persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan dengan komitmen organisasi. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan akan semakin tinggi pula komitmen organisasi salesman tersebut.
James Montalili (2008). The Correlation between salesman’s perception about supervisor’s transformational leadership style and organization commitment in CV. Lidah Buaya Group. Jogjakarta : Department of Psychology ; Sanata Dharma University.
The aim of this research was to find the correlation between salesman’s perception about supervisor’s transformational leadership style and organization Commitment in CV. Lidah Buaya Group in Magelang. The existence of a significant positive correlation between salesman’s perception about supervisor’s transformational leadership style and organization commitment was the hypothesis.
The subject of this research were all salesman CV. Lidah Buaya Group. Data collection was done through scattered salesman’s perception about supervisor’s transformational leadership style scale and organizational commitment scale. The reliability coefficient from salesman’s perception about supervisor’s transformational leadership style scale was 0.926 and 0.919 was from organizational commitment scale. To find the correlation between salesman’s perception about supervisor’s transformational leadership style and organizational commitment, Pearson correlation was employed.
Correlation coefficient (r) between salesman’s perception about supervisor’s transformational leadership style and organizational commitment was 0.715 at the level of significant ( p ) 0.01. That means there’s a significant positive correlation between salesman’s perception about supervisor’s transformational leadership style and organization commitment. We can conclude that the higher salesman’s perception about transformational leadership’s style gets, the higher organization commitment will gets too.
Dalam pembuatan skripsi ini tiada yang paling berhak menjadi yang pertama dan terutama untuk menerima ucapan terima kasih dan puji syukur selain Tuhan Yesus Kristus yang penuh cinta karena hanya dengan berkat kasih-Nya saja karya ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Jogjakarta.
Selama penulisan skripsi ini Engkau dengan penuh setia mengirimkan orang-orang yang menjadi pilihan-Mu untuk membantuku. Kepada pihak-pihak yang disebutkan di bawah ini penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan yang telah diberikan, baik berupa material maupun moril, yaitu :
1. Bapak P. Eddy Suhartanto,S.Psi.,M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan izin penelitian.
2. Ibu Kristiana Dewayani, S.Psi., M.Si. selaku Pembimbing Utama yang dengan sabar telah membimbing, memberi nasihat serta telah memberikan motivasi kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini. “Terima kasih Bu, semoga Ibu selalu sukses dalam segala sesuatunya.”
3. Dosen-dosen yang pernah menjadi pembimbing akademik penulis yaitu Ibu Dra. L. Pratidarmanastiti, M.Si., Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., Ibu Ratri Sunar Astuti, S.PSi., M.Si. dan Sylvia Carolina MYM.,S.Psi.,M.Si. serta segenap Dosen dan staf pengajar yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan tentang dunia psikologi yang menarik. “Terima kasih semuanya, jasa Bapak dan Ibu tidak akan pernah saya lupakan, Tuhan memberkati.”
4. Karyawan Fakultas Psikologi Mbak Nani, Mas Gandung dan Pak Gi’ di secretariat Psikologi, Mas Donny di perpustakaan Fakultas Psikologi serta Mas Muji di Lab. Fakultas Psikologi. “Terima kasih atas segala bantuan dan kerjasamanya.”
5. Bapak Budi S. selaku kepala perpustakaan Universitas Indonesia yang telah memberikan kemudahan bagi penulis pada saat mencari data penelitian di Jakarta.
Magelang yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dan para sales CV. Lidah Buaya Group atas kerjasamanya.
7. Papa dan Mama tercinta untuk kasih sayang dan kesabarannya membimbing, membiayai dan menunggu dengan penuh kasih hingga penulis menyelesaikan studi serta mendoakanku siang dan malam. Kakakku Ci’ Gretha dan adik-adikku Yosa dan Dinda. Serta keponakanku Jessica “Kamu pinter tapi kok nakal to”. 8. Papasan dan Tante Jenny yang selalu memberikan dukungan kepada penulis baik
secara materil maupun nasihat-nasihatnya.
9. Keluarga besar GPdI Bukit Zaitun, Keluarga besar Montalili dan Keluarga Besar Ko yang selalu memberikan dukungan dan nasihat.
10.My very best friend Anny, Anita, Tyas, Mira, Nana, Adi. “Thanks ya buat semuanya coy”.
11.Buat tim musikku KS dan Rendy. Khususnya Rendy “Aku ga mau kalah sama kamu hehehe…”.
Kepada semua pihak yang telah mambantu dan teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu, terima kasih atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.
Akhirnya dengan segala keterbatasan penulis dalam skripsi ini karena karya ini merupakan suatu proses belajar, penulis berharap bisa bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Yogyakarta, Agustus 2008
Penulis
Halaman
HALAMAN JUDUL ………. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii
HALAMAN PENGESAHAN ………... iii
HALAMAN MOTTO ……….... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ……… v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… vi
ABSTRAK ……… vii
ABSTRACT ……….... viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………. ix
KATA PENGANTAR ………... x
DAFTAR ISI ………. xii
DAFTAR TABEL ………. xv
DAFTAR LAMPIRAN ………. xvi
BAB I PENDAHULUAN ……….. 1
A. LATAR BELAKANG ……… 1
B. RUMUSAN MASALAH ………... 7
C. TUJUAN PENELITIAN ……… 8
D. MANFAAT PENELITIAN ……… 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 9
A. KOMITMEN ORGANISASI ………. 9
1. Pengertian Komitmen Organisasi ……….. 9
2. Aspek-Aspek Komitmen Organisasi ………... 10
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi .. 12
4. Manfaat Komitmen Organisasi ………... 15
B. GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL ……….. 16
1. Pengertian Kepemimpinan Secara Umum ……… 16
2. Pengertian Gaya Kepemimpinan Transformasional ...…….. 17
3. Aspek-aspek Gaya Kepemimpinan Transformasional ..….. 19
4. Peran Gaya Kepemimpinan Transformasional ………. 26
GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DENGAN
KOMITMEN ORGANISASI ………. 28
D. HIPOTESIS ……… 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 30
A. JENIS PENELITIAN ………. 30
B. IDENTIFIKASI VARIABEL ……… 30
C. DEFINISI OPERASIONAL ……….. 30
1. Persespsi Salesman Terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Atasan………... 31
2. Komitmen Organisasi ………... 32
D. LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN ………... 33
E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ………. 33
1. Skala Persespsi Salesman Terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Atasan ………. 35
2. Skala Komitmen Organisasi ……… 37
F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ……… 39
1. Validitas Alat Ukur ……….. 39
2. Reliabilitas Alat Ukur ……….. 40
G. TEKNIK ANALISIS DATA ………. 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 42
A. PERSIAPAN UJI COBA ALAT PENELITIAN ………... 42
1. Subyek Uji Coba Penelitian ……….. 42
2. Uji Validitas dan Reliabilitas ……… 42
B. PELAKSANAAN PENELITIAN ……….. 46
C. DESKRIPSI DATA PENELITIAN ………... 46
D. ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN ………... 47
1. Uji Normalitas ………... 48
2. Uji Linieritas ………. 49
E. UJI HIPOTESIS ………. 49
F. PEMBAHASAN………. 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 54
B. SARAN ……….. 54
DAFTAR PUSTAKA ……… 56
LAMPIRAN ……….. 60
Halaman
Tabel 1. Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional……… 25
Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Persespsi Saleman Terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Atasan ………. 37
Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Komitmen Organisasi ……… 38
Tabel 4. Nomor Aitem Gugur Skala Persepsi Salesman terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Atasan (saat uji kesahihan butir)... 43
Tabel 5. Sebaran Aitem Skala Persepsi Salesman terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Atasan (setelah uji kesahihan butir) ... 44
Tabel 6. Nomor Aitem Gugur Skala Komitmen Organisasi (saat uji kesahihan butir) ... 45
Tabel 7. Sebaran Aitem Skala Komitmen Organisasi (setelah uji kesahihan butir)... 45
Tabel 8. Tabel Deskripsi Data Penelitian ... 46
Tabel 9. Tabel Mean dan Standar Deviasi ... 47
Tabel 10. Ringkasan Uji Normalitas ………... 48
Tabel 11. Hasil Uji Linieritas ………... 49
Tabel 12. Hasil Uji Korelasi Product Moment ………... 50
Halaman
Lampiran A ... 60
A. 1. Alat ukur ... 61
A. 1. 1. Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional untuk penelitian ... 63
A. 2. 2. Skala Komitmen Organisasi ... 65
A. 2. Data ... 68
A. 2. 1. Data Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 68
A. 2. 2. Data Komitmen Organisasi ... 74
Lampiran B ... 80
B. 1. Validitas dan Reliabilitas Skala ... 81
Lampiran C ... 90
C. 1. Uji Asumsi dan Hipotesis ... 91
C. 2. Korelasi Pearson ... 94
Lampiran D ... 95
D. 1. Surat Keterangan Penelitian ... 96
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada masa sekarang ini hanya ada satu landasan sukses untuk keunggulan
bersaing yang lestari bagi perusahaan, yaitu bagaimana mengelola faktor manusia
dalam perusahaan itu. Manusia dalam hal ini karyawan merupakan aset yang
paling berharga dan menguntungkan perusahaan dalam jangka waktu yang
panjang, karena itu perusahaan perlu memberikan perhatian yang lebih kepada
karyawannya. Perusahaan perlu memandang karyawan sebagai pribadi bukan
sebagai alat.
Manusia sebagai pribadi tentu mempunyai kebutuhan akan pengakuan dan
penghargaan. Untuk dapat berprestasi sebaik-baiknya, pemenuhan kebutuhan
karyawan harus diperhatikan sehingga karyawan akan merasa dihargai dan diakui
keberadaannya. Dengan demikian perusahaan tidak hanya menuntut apa yang
harus diberikan karyawan kepada perusahaan tetapi juga memikirkan apakah
kebutuhan karyawan sudah terpenuhi sehingga akan merangsang timbulnya
komitmen karyawan terhadap perusahaan, Ulrich (1982).
Sommer (1994) menambahkan bahwa pemenuhan kebutuhan karyawan ini
sangat penting bagi karyawan itu sendiri dan juga perusahaan. Perusahaan
membutuhkan partisipasi karyawan dalam kualitas dan kuantitas tertentu,
sedangkan karyawan membutuhkan pekerjaan yang menyenangkan, kesempatan
bawahan yang baik. Kesepakatan dalam pemenuhan kebutuhan kedua belah pihak
tersebut secara adil akan mampu menumbuhkan komitmen organisasi yang tinggi,
yang akhirnya merangsang karyawan untuk berorganisasi dengan baik dan mampu
bersaing dalam kondisi persaingan yang sangat ketat akhir-akhir ini.
Tidak mengherankan, komitmen organisasi telah muncul sebagai salah satu
variabel penting dalam studi tentang manajemen dan perilaku organisasi, hal ini
dikarenakan keterkaitan antara variabel penyebab tertentu dengan komitmen
organisasi, dan juga dampak dari komitmen organisasi itu sendiri. Alasan
mendasar ketertarikan banyak ahli untuk mempelajari komitmen organisasi
disebabkan oleh adanya kaitan yang langsung dan positif dengan hasil kerja yang
sangat didambakan oleh kedua pihak yaitu karyawan dan pengusaha, Bateman
(Meiyanto, 1999).
Mowday (1982) juga mengatakan bahwa komitmen organisasi yang tinggi
berkorelasi positif dengan berbagai aspek salah satunya adalah berkurangnya
pindah kerja (turnover). Welsch dan La Van (Meiyanto, 1999) menambahkan
bahwa komitmen organisasi juga merupakan dimensi perilaku yang penting yang
dapat dimanfaatkan untuk mengevaluasi kekuatan atau kemauan karyawan dalam
meraih tujuan organisasi.
Berbagai studi menunjukkan bahwa komitmen organisasi karyawan berkaitan
dengan turnover. Terjadinya turnover yang tinggi disebabkan adanya komitmen organisasi karyawan yang rendah. Untuk menghindari turnover yang tinggi, maka pihak perusahaan perlu membangun komitmen berorganisasi para karyawannya,
ditemukan di beberapa perusahaan sekarang ini adalah tingginya tingkat turnover
para karyawan bagian penjualan (salesman). Hal tersebut didukung oleh
penelitian Anderson (1992) yang menyatakan bahwa sebagian penjualan hanya
dilakukan oleh sebagian salesman dan setiap tahunnya terjadi turnover sebanyak lebih dari 60% di banyak perusahaan.
Hal tersebut tentunya akan menjadi masalah bagi perusahaan pada umumnya
karena tenaga penjualan (salesman) mempunyai peranan yang sangat penting bagi keberhasilan perusahaan yang hendak memperluas pemasarannya. Tenaga kerja
yang berkomitmen organisasi rendah, menyebabkan banyak perusahaan termasuk
di Indonesia akan sulit untuk bersaing pada era global seperti sekarang ini. Oleh
karena itu, perusahaan-perusahaan tersebut harus mampu membina tenaga kerja
yang berkomitmen tinggi terhadap organisasi. Untuk membina tenaga kerja yang
berkomitmen tinggi terhadap organisasi, harus diketahui apa sebenarnya
komitmen organisasi itu dan faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan
komitmen terhadap organisasi.
Mathieu dan Zajac (Purwanto, 2000)mengatakan bahwa salah satu faktor yang
dianggap berperan dalam pembentukan komitmen organisasi adalah faktor
kepemimpinan. Pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan
khusus dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok
yang dipimpinnya untuk melakukan usaha bersama yang mengarah pada
pencapaian sasaran-sasaran tertentu (Kartono, 1994). Menurut Robins (1996),
kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah
Kepemimpinan merupakan masalah yang sudah lama dan berbagai macam
teori telah dikembangkan untuk menerangkan proses-proses kepemimpinan.
Pemilihan gaya kepemimpinan yang benar dapat mengarah kepada pencapaian
tujuan bersama. Dengan gaya kepemimpinan yang tidak tepat, maka tujuan
organisasi akan terbengkalai dan karyawan akan berontak karena tidak merasa
puas. Gaya kepemimpinan merupakan salah satu cara pemimpin untuk
mempengaruhi bawahannya (Reksohadiprojo dan Handoko, 2000). Salah satu
gaya kepemimpinan yang relatif baru dan menarik untuk dicermati adalah gaya
kepemimpinan transformasional (Purwanto, 2000).
Bass (1985) mengembangkan teori kepemimpinan berdasarkan dua konstrak
utama, yaitu kepemimpinan transformasional dan transaksional. Kepemimpinan
tranformasional dan transaksional dikembangkan berdasarkan pendapat Maslow
tentang tingkat kebutuhan manusia. Menurut Keller (2003) kebutuhan karyawan
yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisik, rasa aman dan afiliasi dapat terpenuhi
dengan baik melalui praktik kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan
transaksional pada dasarnya merupakan proses pertukaran antara pemimpin dan
bawahan mengenai apa yang telah disepakati sebelumnya. Sedangkan untuk
memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, seperti harga diri dan aktualisasi diri
hanya dimungkinkan dapat terpenuhi melalui praktik kepemimpinan
transformasional.
Praktik kepemimpinan transformasional terbukti mampu membawa
perubahan-perubahan yang lebih mendasar, seperti perubahan nilai, tujuan dan
komitmen organisasi karena terpenuhinya kebutuhan yang lebih tinggi (Bass,
1985).
Seorang pemimpin dapat dikatakan sebagai pemimpin yang transformasional,
hal tersebut dapat diukur dalam hubungannya dengan pengaruh pemimpin tersebut
terhadap bawahannya. Upaya pemimpin transformasional dalam mempengaruhi
bawahannya dapat melalui tiga cara, yaitu : (1) mendorong bawahan lebih sadar
akan pentingnya hasil suatu pekerjaan, (2) mendorong bawahan untuk lebih
mementingkan organisasi dari pada kepentingan individual, (3) mengaktifkan
kebutuhan-kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi (Bass, 1985).
Hasil penelitian tentang kepemimpinan transformasional menunjukkan bahwa
gaya kepemimpinan transformasional berhubungan secara positif dengan
efektifitas pemimpin dan performansi kerja pada supervisor tingkat bawah dan menengah di organisasi publik dan privat (Bass dan Avolio, 1990). Menurut Bass
(1985), tingginya tingkat performansi di atas dapat menumbuhkan tingkat
komitmen organisasi yang tinggi pada diri bawahan. Hal ini juga didukung oleh
pendapat Saal dan Knight (1995) yaitu bahwa perilaku kepemimpinan yang positif
memberi sumbangan yang penting dalam pembentukan komitmen organisasi.
Menurut Tichy dan Devanna (Subiyakto, 2004), pemimpin transformasional dapat
mengenali kebutuhan akan perubahan organisasi, kemampuan melihat ke depan
dan pergerakan komitmen terhadap penglihatan organisasi ke depan.
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil salesman sebagai sampel penelitian
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anderson (1992) tentang salesman
yang dilakukan oleh Lokollo dan Dwiatmaja (2002) tentang jenis dan spesifikasi
pekerjaan menurut iklan lowongan pekerjaan pada harian Kompas di tahun 1999,
yang di dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa lowongan pekerjaan yang
disediakan bagi salesman menduduki peringkat ketiga dan jenis pekerjaan yang paling banyak disediakan yaitu jenis pekerjaan sebagai supervisor/staff sebesar
24.72%, kemudian lowongan pekerjaan dengan posisi manager berjumlah
14.92%, sales mencapai 14.60% dengan total sebanyak 4002 orang dan sisanya
sebesar 45.76% dengan total 12.450.
Jika dikaitkan dengan dua hasil penelitian di atas, maka dapat dilihat bahwa
ada kesempatan kerja yang luas bagi para sales sehingga jika mereka (sales) memiliki komitmen organisasi yang rendah terhadap tempat mereka bekerja maka
besar kemungkinan mereka akan berpindah ke tempat kerja yang lain. Dengan
adanya kesempatan kerja yang luas, maka timbul keinginan salesmen untuk
pindah kerja ke organisasi lain. Hal ini akan menimbulkan adanya tingkat
turnover yang tinggi dan mengindikasikan rendahnya komitmen organisasi pada salesman.
Disisi lain, Kotler (1996) mengatakan bahwa pada tenaga penjualan
(salesman) perlu mendapat pengarahan pimpinan karena karakteristik pekerjaannya yang lebih bersifat seni dan tidak rutin. Shoemaker (1994)
mengatakan bahwa persyaratan untuk bekerja sebagai tenaga penjualan
pentingnya peran pemimpin bagi pertumbuhan keyakinan diri para salesman dalam mencapai tujuan pekerjaannya.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui hubungan antara persepsi
salesman terhadapgaya kepemimpinan transformasional atasan dengan komitmen organisasi, dengan asumsi bahwa dengan diterapkannya gaya kepemimpinan
transformasional oleh pemimpin, maka akan meningkatkan komitmen organisasi
para bawahannya. Hal ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Bass
(1985) yaitu semakin transformasional seorang pemimpin maka organisasi yang
mereka pimpin juga semakin efektif. Di samping itu semakin transformasional
seorang pemimpin maka semakin baik pula hubungannya dengan atasannya serta
bawahannya. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti merasa tertarik melakukan
penelitian guna mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi salesman
terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan dengan komitmen
organisasi di CV. Lidah Buaya Group.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah, maka
dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :
C. Tujuan Penelitian
Dalam hal ini tujuan penelitian yang hendak diteliti adalah untuk mengetahui
hubungan antara persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan
transformasional atasan dengan komitmenorganisasi.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bisa menjawab pertanyaan peneliti
sehubungan dengan gaya kepemimpinan transformasional dan komitmen
organisasi. Selain itu, dapat digunakan juga sebagai masukan untuk
memperkuat teori-teori dibidang psikologi industri dan organisasi, khususnya
dalam bidang komitmen organisasi dan gaya kepemimpinan transformasional
serta memberikan masukan bagi peneliti selanjutnya yang memiliki variabel
penelitian gaya kepemimpinan transformasional maupun komitmen organisasi.
2. Secara praktis, diharapkan dapat menjadi masukan berarti bagi
perusahaan-perusahaan sehubungan dengan pengembangan sumber daya manusia yang
dimiliki. Jika hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan positif yang
signifikan antara persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan
transformasional atasan dengan komitmen organisasi, maka hasil ini dapat
menjadi rekomendasi bagi pemimpin untuk terus mengupayakan,
meningkatkan serta mengembangkan gaya kepemimpinan transformasional
yang dimilikinya sehingga dengan demikian dapat meningkatkan pula
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komitmen Organisasi
1. Pengertian Komitmen Organisasi
Banyak pengertian dari komitmen organisasi yang telah diungkapkan olrh para
ahli. Menurut Mitchel (Purwanto, 2000) komitmen organisasi merupakan loyalitas
dan identifikasi individu terhadap organisasinya. Hal yang senada juga
diungkapkan oleh Mowday (1982) yang menyatakan komitmen organisasi sebagai
kekuatan relatife dari identifikasi individu dan keterlibatannya dengan organisasi
kerjanya. Alrozy (1994) memandang komitmen organisasi sebagai sikap atau
orientasi ke arah organisasi kerja yang menghubungkan identitas seseorang pada
organisasi kerjanya serta terjadi perubahan investasi setelah beberapa waktu
lamanya.
Menurut Steers dan Porter (1983) mendefinisikan komitmen organisasi
melalui dua pendekatan, yaitu :
a. Behavioral commitment, yang memandang komitmen sebagai perilaku bahwa karyawan memiliki komitmen bila karyawan memutuskan untuk terikat
dengan organisasi kerjanya.
b. Attitudinal commitment, yang memandang komitmen organisasi sebagai sikap. Karyawan mengadakan identifikasi dengan tinjauan dan nilai-nilai suatu
Jadi pengertian komitmen organisasi menurut Steers dan Porter (1983) adalah
tingkat kekuatan identifikasi individu terhadap organisasi dan keinginan untuk
menjadi anggota kerjanya. Dengan kata lain, komitmen organisasi adalah suatu
identifikasi dan keterkaitan seseorang sebagai kekuatan pengikat karyawan di
dalam perusahaan untuk bertindak secara sama antara tujuan individu dan tujuan
perusahaan sehingga melahirkan integrasi atau penyatuan, Handoko (Sugiharto,
2004).
Dari beberapa pengertian komitmen organisasi di atas, maka disimpulkan
bahwa komitmen organisasi merupakan loyalitas dan identifikasi individu serta
keterlibatannya dalam organisasi kerja.
2. Aspek-Aspek Komitmen Organisasi
Menurut Mowday, Steers dan Porter (Purwanto, 2001) menjelaskan ada 3
aspek komitmen organisasi, yaitu :
a. Menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi.
b. Kesediaan untuk berusaha sekuat tenaga demi organisasi.
c. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.
Hal yang serupa juga dikatakan oleh Gibson (1982), ada tiga aspek komitmen
organisasi, yaitu :
a. Rasa mengidentifikasikan dengan tujuan organisasi.
b. Rasa keterlibatan dengan tugas.
Luthans (1991) juga mengatakan bahwa terdapat tiga komponen di dalam
komitmen organisasi. Komponen-komponen tersebut adalah :
a. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota sebuah organisasi.
b. Kesediaan untuk berusaha sekuat tenaga demi kepentingan organisasi.
c. Keyakinan yang pasti terhadap nilai-nilai yang dianut organisasi serta
menerima tujuan dari organisasi tersebut.
Buchanan (Dessler, 1992) juga berpendapat ada tiga komponen komitmen
organisasi, yaitu :
a. Adanya rasa terlibat dalam misi organisasi.
b. Rasa terlibat dalam keterlibatan psikologis pada tugas organisasi.
c. Rasa loyalitas dan afeksi terhadap organisasi sebagai tempat untuk bekerja dan
hidup.
O’Reilly dan Chatman (Purwanto, 2001) menyebutkan tiga aspek komitmen
organisasi, yaitu :
a. Complience, dimaksudkan sebagai kesediaan individu untuk menerima pengaruh dan peraturan organisasi terutama untuk mendapatkan timbal balik.
b. Identification, dimana individu menerima pengaruh atau peraturan organisasi untuk menjaga atau mempertahankan hubungan.
c. Internalization, di sini individu mengambil nilai-nilai dari organisasi perusahaan yang menurutnya bermanfaat dan disesuaikan dengan nilai-nilai
pribadinya.
Berdasarkan aspek-aspek di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
a. Karyawan memiliki kepercayaan yang penuh atas nilai-nilai dan tujuan
organisasi yang sesuai dengan nilai-nilai pribadinya dengan tujuan untuk
mempertahankan hubungan dan memperoleh timbal balik (identifikasi).
b. Keinginan karyawan untuk terlibat dalam organisasi yaitu dengan bekerja
keras dan berusaha semaksimal mungkin demi kepentingan organisasi
(keterlibatan).
c. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam
perusahaan (loyalitas).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi
Menurut Steers dan Porter (1983) faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen
organisasi, yaitu :
a. Karakteristik Personal
Variabel personal yang sering memiliki keterlibatan adalah usia, perasaan
memiliki, masa jabatannya dalam organisasi dan variasi kekuatan kerja, tingkat
pendidikan, ras, jenis kelamin serta faktor kebutuhannya, seperti kebutuhan untuk
berprestasi, kesempatan untuk maju, motivasi untuk pencapaian tujuan dan
keinginan untuk bersaing.
b. Karakteristik Pekerjaan
Hal ini berhubungan dengan jabatan atau peran karyawan. Aspek yang
berhubungan dengan peranan pekerjaan yang mempengaruhi komitmen organisasi
adalah lingkup jabatan, tantangan pekerjaan, tanggung jawab dalam pekerjaan,
c. Karakteristik Struktural
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen berkorelasi positif dengan
tingkat formalisasi, ketergantungan fungsional, tingkat partisipasi dalam
mengambil keputusan dan fungsi kontrol dari organisasi tersebut.
d. Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja merupakan suatu kekuatan sosial yang mempengaruhi
kelekatan psikologis individu terhadap organisasi. Pengalaman kerja yang
mempengaruhi komitmen terhadap organisasi antara lain: tingkat sejauh mana
karyawan merasakan sejumlah sikap positif terhadap organisasi, pekerjaan yang
berarti, tingkat kepercayaan karyawan terhadap organisasi bahwa organisasi akan
memeliharanya, merasakan adanya kepentingan pribadi antara diri karyawan
dengan organisasi, sejauh mana harapan-harapan karyawan dapat terpenuhi
melalui pekerjaannya itu.
Dun Ham (Dongoran, 2001) mengatakan secara garis besar ada 3 faktor yang
mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu :
a. Faktor Afektif, meliputi: perhatian terhadap karakteristik tugas, otonomi,
tugas-tugas khusus, identitas tugas, keterampilan dan pengawasan, kepercayaan
terhadap organisasi, keikutsertaan dalam manajemen perusahaan, kesempatan
promosi, supervise, gaya kepemimpinan, usia, masa kerja.
b. Faktor Continuance, meliputi: umur, masa kerja, hubungan dengan sesama
karyawan, pengunduran diri, investasi, karir dan keterampilan khusus dalam
tugas, kepercayaan terhadap organisasi dan pilihan dalam pekerjaan (alternative work).
c. Faktor Normatif, meliputi: komitmen pekerja, kepercayaan terhadap
organisasi, keikutsertaan dalam manajemen, kesempatan promosi, supervise, gaya
kepemimpinan, karakteristik tugas dan keinginan untuk tetap tinggal.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang faktor-faktor komitmen organisasi di
atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi komitmen organisasi karyawan adalah :
a. Karakteristik personal, yaitu: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan.
b. Karakteristik pekerjaan, yaitu: lingkup jabatan, tantangan pekerjaan,
kesempatan untuk berinteraksi sosial (hubungan dengan sesama), otonomi tugas,
identitas pekerjaan dan umpan balik.
c. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja merupakan suatu kekuatan sosial yang
mempengaruhi kelekatan psikologis individu terhadap organisasi.
d. Sikap terhadap organisasi, meliputi keinginan untuk tetap tinggal, kepercayaan
terhadap organisasi dan keikutsertaan dalam manajemen.
e. Gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung
pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang
menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya
4. Manfaat Komitmen Organisasi
Steers dan Porter (1983) mengatakan bahwa ada beberapa alasan mengapa
organisasi harus melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan derajat komitmen
terhadap organisasi dalam diri karyawan. Semakin tinggi komitmen organisasi
karyawan semakin tinggi pula usaha yang dikeluarkan karyawan dalam
melakukan pekerjaannya.
Demikian pula dikatakan oleh Angle dan Perry (1991) bahwa komitmen
organisasi karyawan yang semakin tinggi membuat karyawan semakin lama tetap
berada dalam organisasi dan semakin tinggi pula produktivitasnya kepada
organisasi (Seniati, 2001). Dengan kata lain oleh Salancik (1977) dikatakan jika
organisasi memiliki karyawan yang mempunyai komitmen terhadap organisasi
yang tinggi maka tingkat keluar masuknya karyawan akan semakin rendah
(Seniati, 2001).
Luthans (1991) mengatakan bahwa ada hubungan yang positif antara
komitmen terhadap organisasi dan hasil yang diharapkan seperti salah satunya
adalah berkurangnya turn over. Ketiadaan komitmen organisasi akan mengurangi keefektifan organisasi (Gibson,1982). Orang yang kurang memiliki komitmen
organisasi kemungkinan akan keluar dan mencari pekerjaan yang lain.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan adanya komitmen
organisasi yang tinggi dari sales, dimana ikatan psikologis sales dengan organisasi terbentuk, maka keinginan untuk berpartisipasi penuh demi pencapaian tujuan
B. Gaya Kepemimpinan Transformasional 1. Pengertian Kepemimpinan Secara Umum
Kepemimpinan dalam suatu perusahaan merupakan suatu faktor yang
menentukan atas berhasil tidaknya suatu perusahaan, sebab kepemimpinan yang
sukses menunjukkan bahwa pengelolaan suatu organisasi berhasil dilaksanakan
dengan sukses pula. Hal ini berarti bahwa atasan mampu mengantisipasi
perubahan yang tiba-tiba dalam proses pengelolaan perusahaan, berhasil
mengoreksi kelemahan-kelemahan yang timbul dan sanggup membawa
perusahaan kepada sasaran waktu yang ditetapkan.
Menurut Stoner (Maridjo, 2001), kepemimpinan adalah proses pengarahan
dan pemberian pengaruh terhadap kegiatan-kegiatan sekelompok anggota yang
saling berhubungan tugasnya. Martoyo (1990) mengatakan bahwa kepemimpinan
merupakan kemampuan untuk mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan
suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai tujuan
tertentu pada situasi tertentu.
Sujak (1990) mengutarakan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan
untuk menggerakkan dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau
sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu. Bass
(1990) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah interaksi antara dua orang atau
lebih dalam suatu kelompok yang sering melibatkan struktur dan restruktur,
situasi dan persepsi anggotanya.
Dalam lingkup organisasi, kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan
mereka termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini didasarkan pada
pendapat Stogdill (Harsiwi, 2003) yang mendefinisikan kepemimpinan sebagai
proses atau tindakan untuk mempengaruhi aktivitas suatu kelompok organisasi
dalam usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
2. Pengertian Gaya Kepemimpinan Transformasional
Sebelum membahas tentang gaya kepemimpinan transformasional, perlu juga
membahas tentang gaya kepemimpinan. Menurut Stoner, dkk (1996), gaya
kepemimpinan adalah berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin
dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi karyawan. Thoha (2001)
menegaskan, gaya kepemimpinan adalah norma perilaku yang digunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain.
Berdasarkan definisi-definisi gaya kepemimpinan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu pola kepemimpinan yang
digunakan oleh seseorang pemimpin untuk memimpin suatu organisasi.
Konsep awal tentang gaya kepemimpinan transformasional telah dikemukakan
oleh Burns (Patty, 2001). Menurut Burns, kepemimpinan transformasional
merupakan sebuah proses yang padanya para pemimpin dan pengikut saling
menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Dalam
hubungannya dengan tingkat kebutuhan Maslow, maka pemimpin
transformasional perlu meningkatkan kebutuhan bawahan dari tingkat yang paling
dasar ke tingkatan puncak yakni aktualisasi diri. Jadi dengan adanya
bawahan akan dapat terpenuhi. Dengan menumbuhkan aktualisasi diri, pemimpin
juga menumbuhkan keterikatan bawahan pada tujuan organisasi.
Mutaminah (2001) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional
selalu memperhatikan masing-masing kebutuhan karyawannya untuk berprestasi
dan berkembang dalam pekerjaan. Gaya kepemimpinan transformasional
berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan karyawan seperti kesempatan untuk
maju, prestasi kerja, tanggung jawab dalam pekerjaan dan pekerjaan yang berarti.
Hal ini juga didukung oleh pendapat Stoner (1996) bahwa gaya kepemimpinan
transformasional dapat mendorong karyawan untuk berbuat lebih dari apa yang
sesungguhnya diharapkan dengan cara meningkatkan arti penting dan nilai-nilai
tugas serta mendorong untuk mengorbankan diri sendiri demi kepentingan teman
dan organisasi.
Bass (1985) mengatakan bahwa walaupun meningkatkannya kebutuhan
merupakan bukti terjadinya proses transformasional, tetapi hal ini bukan kondisi
yang mutlak ada. Hal yang penting dan terutama dalam gaya kepemimpinan
transformasional adalah bagaimana pemimpin mengubah persepsi, sikap dan
perilaku bawahan terlepas dari meningkat tidaknya perubahan yang terjadi sesuai
dengan teori Maslow.
Secara konseptual, gaya kepemimpinan transformasional didefinisikan Bass
(1985) sebagai kemampuan pemimpin mengubah lingkungan kerja, motivasi
kerja, pola kerja dan nilai-nilai kerja yang dipersepsikan bawahan sehingga
mereka lebih mampu mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi.
manakala pemimpin membangun kesadaran bawahan akan pentingnya nilai kerja,
memperluas dan meningkatkan kebutuhan melampaui minat pribadi serta
mendorong perubahan tersebut ke arah kepentingan bersama termasuk
kepentingan organisasi. Dengan cara demikian, antara pemimpin dan bawahan ada
persepsi yang sama untuk mengoptimalkan usaha mereka ke arah tujuan yang
ingin dicapai organisasi. Akibatnya, tumbuh kepercayaan, kebanggaan, komitmen,
rasa hormat dan loyal kepada atasan sehingga mereka mampu mengoptimalkan
usaha dan kinerja mereka ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang melibatkan
perubahan dalam organisasi. Gaya kepemimpinan transformasional ini juga
didefinisikan sebagai kepemimpinan yang membutuhkan tindakan memotivasi
para bawahan agar bekerja demi sasaran-sasaran “tingkat tinggi” yang dianggap
melampui kepentingan pribadinya saat itu (Bass, 1985).
3. Aspek-aspek Gaya Kepemimpinan Transformasional
Menurut Bass dan Avolio (Patty, 2001) ada empat aspek yang mendasari gaya
kepemimpinan transformasional. Keempat aspek gaya kepemimpinan
transformasional itu adalah :
a. Karisma (charisma)
Kepemimpinan Karismatik merupakan proses pemimpin mempengaruhi
bawahan dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat (Yukl, 1989)
dan pada pemimpin. Pemimpin diidentifikasikan dengan dijadikan sebagai
penutan oleh bawahan, dipercaya, dihormati dan mempunyai misi dan visi yang
jelas menurut persepsi bawahan dapat diwujudkan. Pemimpin mendapatkan
standard yang tinggi dan sasaran yang menantang bagi bawahan (Bass,1985).
House (Purwanto, 2001) berpendapat bahwa pemimpin karismatik berdampak
besar bagi para pengikutnya. Para pengikut merasa bahwa keyakinan pemimpin
benar, sehingga meningkatkan ketaatan pada diri bawahan dalam menjalankan
misinya. Pemimpin mempunyai kebutuhan akan kekuasaan yang tinggi, pendirian
yang kuat, rasa percaya diri yang tinggi dan keyakinan terhadap nilai-nilai yang
dianut, kesemuanya ini akhirnya berdampak pada peningkatan kepercayaan para
pengikut terhadap apa yang dikemukakan oleh pemimpin tersebut.
Karisma merupakan kekuatan pemimpin yang besar untuk memotivasi mitra
kerjanya dalam melaksanakan tugasnya. Bawahan mempercayai atasan karena
mempunyai pandangan, nilai dan tujuan yang dianggap benar, oleh karena itu
pemimpin yang mempunyai karisma lebih besar akan lebih mudah mempengaruhi
dan mengarahkan mitra usahanya agar bertindak sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh pemimpinnya.
Pemimpin yang berkarisma adalah seorang pemimpin yang dapat
memperlihatkan visi, kemampuan dan keahliannya serta tindakan mendahulukan
kepentingan perusahaan dan kepentingan orang lain dari para kepentingan pribadi.
Pemimpin yang berkarisma dapat dijadikan suri teladan, idola dan model bagi
b. Rangsangan intelektual (intellectual stimulation)
Menurut Bass (1985) rangsangan intelektual, berarti mengenalkan cara
pemecahan masalah secara cerdik, rasional dan hati-hati sehingga anggota mampu
berpikir tentang masalah dengan cara baru dan menghasilkan pemecahan yang
kreatif. Rangsangan intelektual berarti menghargai kecerdasan, mengembangkan
rasionalitas dan pengambilan keputusan secara hati-hati.
Kemampuan sang pemimpin untuk menstimuli pemikiran atau ide-ide
bawahannya (intellectual stimulation), dalam bahasa sederhana pemimpin
transformasional adalah seorang pemimpin yang cerdas sehingga ide-idenya atau
analisanya mampu membuat pencerahan intelektual pada mitra usahanya. Seperti
diterangkan oleh Seltzer dan Bass (1990) bahwa stimulasi intelektual ini,
pemimpin merangsang kreatifitas bawahan dan mendorong untuk menemukan
pendekatan-pendekatan baru terhadap masalah lama.
Menurut Bass (1985) melalui pendekatan ini bawahan di dorong utnuk
berpikir tentang relevansi rasa, sistem nilai, kepercayaan, harapan dan bentuk
organisasi yang ada saat ini. Bawahan juga didorong melakukan inovasi dalam
menyelesaikan persoalan dan berkreasi untuk mengembangkan kemampuan diri,
serta didorong untuk menetapkan tujuan atau sasarannya yang menantang.
Rangsangan intelektual adalah upaya pemimpin meningkatkan kesadaran
bawahan terhadap persoalan-persoalan dan mempengaruhi bawahan untuk melihat
persoalan tersebut melalui perspektif baru (Yukl, 1989).
Dengan ini maka dibutuhkan pula pemimpin yang dengan sendirinya terus
pemimpin dengan sendirinya adalah seorang “perceptual learner” atau pembelajar
yang terus menerus yang tidak kenal lelah sehingga pemimpin harus perseptif atau
tanggap terhadap persoalan, mampu memotivasi, memiliki kekuatan emosional
dalam memenangkan kecemasan, mengubah asumsi budaya (mampu menjual visi
dan konsep baru) dan mampu menciptakan keterlibatan dan partisipasi serta
mempelajari budaya baru.
Ukuran dan efektifitas pemimpin adalah seberapa banyak kemampuan
bawahan dalam menyelesaikan tugas tanpa kehadiran pemimpin (Bass dan
Avolio, 1990). Bawahan belajar memecahkan masalah dengan cara sendiri secara
kreatif dan inovatif. Melalui praktik intelektual ini, mitra kerja kita diberi
kesempatan seluas-luasnya oleh pemimpinnya untuk bertindak secara kreatif dan
inovatif dalam menyelesaikan masalahnya. Dengan kata lain bawahan diberi
kesempatan oleh pemimpin untuk berekspresi diri dan mengembangkan diri.
c. Inspirasional (Inspiration)
Pemimpin inspirasional adalah seorang pemimpin yang bertindak dengan cara
memotivasi dan menginspirasi bawahan yang berarti mampu mengkomunikasikan
harapan-harapan yang tinggi dari bawahannya, menggunakan simbol-simbol
untuk memfokuskan pada kerja keras, mengekspresikan tujuan dengan cara
sederhana. Selain itu, pemimpin inspirasional mampu mendorong bawahan untuk
menetapkan suatu tujuan yang menantang dengan standard yang tinggi. Adanya
tujuan yang menantang ini diharapkan akan mampu mendorong bawahan untuk
Pemimpin inspirasional mengembangkan suatu pemecahan masalah dengan
menggunakan simbol-simbol untuk lebih mempermudah pemecahannya. Selain
itu dalam upaya pemecahan masalah, seorang pemimpin harus menunjukkan
kesan sebagai pemimpin yang pandai. Pemimpin inspirasional mampu
memberikan arti yang jelas terhadap tindakan yang direncanakan, bersikap tenang
dalam menghadapi krisis, memberi penghargaan terhadap tindakan bawahan yang
berprestasi, menekankan pada persaingan yang sehat, memberikan gambaran
mengenai masa depan yang menarik dan dapat dicapai dan menjelaskan mengenai
langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut (Bass,
1990).
Pemimpin yang inspirasional oleh Bass dan Avolio (Yukl, 1994) diartikan
sebagai sejauh mana seorang pemimpin mampu mengkomunikasikan suatu visi
yang menarik, mampu menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan
usaha-usaha mitra kerjanya dan memodelkan perilaku yang sesuai. Perilaku pemimpin
yang inspirasional menurut Yukl dan Fleet (Bass, 1985) dapat merangsang
antusiasme bawahan terhadap tugas kelompok dan mengatakan hal-hal yang dapat
menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan tugas
dan mencapai tujuan kelompok. Masih menurut Yukl (1989) membangun
kepercayaan diri bawahan seperti itu merupakan elemen utama dari pemimpin
yang inspirasional. Keyakinan diri yang besar terhadap apa yang dilakukan akan
menimbulkan motif untuk berprestasi serta loyalitas dan usaha yang melebihi
d. Perhatian Individual (Individualized consideration)
Perhatian secara individual merupakan cara yang digunakan oleh
pemimpin untuk memperoleh kekuasaan dengan bertindak sebagai pembimbing,
memberi perhatian secara individual dan dukungan secara pribadi kepada
bawahannya. Menurut Bass (1985) perhatian individual merupakan suatu cara
pemimpin memperoleh kekuasaan dengan bertindak sebagai pelatih, guru dan
pembimbing yang memberikan perhatian secara individual dan dukungan kepada
anggotanya secara pribadi.
Bass (1990) mengemukakan perhatian individu berarti memberi perhatian
secara personal, memperlakukan bawahan secara individu, memberi saran dan
memberikan bimbingan. Pemimpin perlu melakukan hubungan dengan bawahan
secara individual, mempertimbangkan kebutuhan, kemampuan dan aspirasi
individu, mendengarkan dengan penuh perhatian, pengembangan jangka panjang,
menasehati, mengajar, membina dan melatih (Bass, 1990).
Avolio (Purwanto, 2000) berpendapat bahwa pendelegasian wewenang
merupakan fokus dari perhatian individual. Pendelegasian sebagai tugas untuk
diselesaikan bawahan merupakan tantangan kerja bagi bawahan dan sekaligus
memberi kesempatan kepada bawahan untuk belajar. Pendelegasian sebagian
wewenang kepada bawahan menurut Bass (1990) dapat melalui orientasi terhadap
pengembangan bawahan, orientasi terhadap individu dan mentoring.
Perhatian yang berorientasi pada pengembangan bawahan ditunjukkan melalui
pendelegasian sebagian tugas kepada bawahan. Perhatian yang berorientasi
bawahan secara individu. Dengan demikian pemimpin dapat melihat adanya
perbedaan yang terdapat pada bawahannya atau mitra kerjanya. Hal ini akan
mempermudah pemimpin dalam memberikan perlakuan terhadap masing-masing
bawahannya. Sedangkan mentoring merupakan bentuk perhatian yang individual
yang ditunjukkan melalui konsultasi atasan kepada bawahan.
Perhatian seorang atasan kepada bawahannya merupakan kewajiban, karena
sebagai figur pemimpin dituntut untuk senantiasa bisa memberikan bimbingan dan
saran yang diperlukan bagi perkembangan bawahannya. Pemimpin
transformasional membangkitkan rasa hormat dan pengabdian dari dalam diri
tiap-tiap orang dengan menyediakan waktu untuk menyatakan bahwa mereka itu
penting.
Berdasarkan empat aspek di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
karakteristik dari gaya kepemimpinan transformasional, sebagai berikut :
Tabel 1.
Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional
Aspek Karakteristik
Karisma Memberi misi dan visi, menumbuhkan kebanggaan,
mampu mendapatkan kepercayaan dan rasa hormat.
Rangsangan Intelektual Menghargai kecerdasan, mengembangkan rasionalitas
dan mengambil keputusan dengan hati-hati
Inspirasional mengkomunikasikan harapan-harapan yang tinggi dari
bawahannya, menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan pada kerja keras, mengekspresikan tujuan dengan cara sederhana
Perhatian Individual memberi perhatian secara personal, memperlakukan
Keempat aspek gaya kepemimpinan transformasional tersebut digunakan
dalam penyusunan skala gaya kepemimpinan transformasional dalam penelitian
ini.
4. Peran Gaya Kepemimpinan Transformasional
Locke (Harsiwi, 2003) mengatakan kepemimpinan merupakan proses kegiatan
yang melibatkan interaksi antara pemimpin dengan yang dipimpin. Dalam
mewujudkan suatu keberhasilan yang dicita-citakan dibutuhkan interaksi dan
hubungan yang baik antara pemimpin dan yang dipimpin.
Haris (1984) mengemukakan bahwa hal yang tidak kalah pentingnya dalam
proses kepemimpinan adalah persepsi bawahan terhadap atasan. Copey (Riyono,
2001) menegaskan bahwa dalam hubungan antar manusia yang menentukan
bukanlah apa yang kita lakukan tetapi bagaimana orang lain melihat dan
merasakan apa yang kita lakukan. Berdasarkan teori tersebut maka dapat
dikatakan bahwa besar kecilnya pengaruh seorang pemimpin tergantung dari
bagaimana seorang bawahan mempersepsikan pengaruh tersebut, atau dengan kata
lain sifat transformasional pada pemimpin tidak hanya tergantung pada penerapan
gaya kepemimpinan transformasional itu secara objektif melainkan juga
ditentukan oleh bagaimana penerapan gaya kepemimpinan transformasional itu
dipersepsikan dan dirasakan oleh bawahannya.
Persepsi bawahan terhadap pola kepemimpinan transformasional menjadi
komitmen organisasi pada salesman sehingga akan memperlancar organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Persepsi merupakan bagian yang penting bagi seseorang dalam mengambil
keputusan. Menurut Walgito (1993) dan Mahmud (1990), persepsi merupakan
suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptor dimana
stimulus yang diterimanya tersebut diteruskan ke otak sehingga individu
menyadari apa yang diperolehnya melalui penginderaan tersebut. Dengan kata
lain, individu tidak hanya sekedar melihat namun dia juga memproses dan
menanggapi stimulus yang dialaminya.
Walgito (1993) menggaris bawahi bahwa persepsi merupakan proses dimana
individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus yang diterimanya
dan pola-pola yang ada di lingkungan sehingga lebih berarti bagi individu yang
bersangkutan. Dengan demikian, persepsi adalah proses penerimaan stimulus
melalui penginderaan dimana stimulus yang diterima oleh individu kemudian
diorganisasikan, diinterpretasikan dan dinilai berdasarkan pengalaman subyektif
individu tersebut sehingga menjadi bermakna bagi individu yang
mempersepsikannya. Dalam penelitian ini pemersepsian dilakukan oleh salesman. Jadi, persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan adalah proses penginterpretasian yang dilakukan oleh salesman terhadap tindakan
memotivasi bawahan yang dilakukan oleh pemimpin (supervisor) agar bekerja
demi sasaran-sasaran “tingkat tinggi” yang dianggap melampaui kepentingan
C. Hubungan Antara Persepsi Salesman Terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional dengan Komitmen Organisasi
Komitmen terhadap organisasi merupakan salah satu faktor penting bagi
tercapainya tujuan organisasi, karena komitmen organisasi dianggap memiliki
keterkaitan positif dengan keloyalan, keterlibatan serta ketaatan terhadap
organisasi.
Komitmen organisasi yang tinggi ditunjukkan dengan ketaatan karyawan
terhadap nilai-nilai organisasi tempat dia bekerja. Dengan memiliki komitmen
terhadap organisasi yang tinggi, dapat diharapkan karyawan akan lebih loyal dan
giat terlibat dalam pencapaian tujuan organisasi karena karyawan tersebut merasa
dirinya sebagai bagian dari perusahaan dan hidup matinya perusahaan merupakan
hidup matinya diri karyawan tersebut.
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang dimana mereka sebagai
makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri melainkan membutuhkan kerja sama,
tolong menolong dan saling memperhatikan antara manusia yang satu dengan
yang lain. Tidak lain dengan perusahaan yang di dalamnya terdiri dari
manusia-manusia, seorang karyawan juga membutuhkan teladan (panutan), kerja sama dan
perhatian dari pemimpinnya. Dengan adanya pemimpin yang dapat menjadi
teladan, mau bekerja sama dan memperhatikan karyawannya diharapkan agar para
karyawan memiliki persepsi bahwa ada penghargaan terhadap dirinya yang timbul
karena dirinya merasa diperhatikan dan mampu mengaktualisasikan dirinya yang
disebabkan oleh adanya kesempatan untuk mengemukakan harapan-harapannya
akan menentukan timbulnya hubungan yang baik antara pemimpin dengan
karyawan serta diharapkan dengan adanya hubungan yang baik antara pemimpin
dan karyawan tersebut akan mendorong kesetiaan dan kebanggaan karyawan
terhadap organisasi.
Secara keseluruhan penelitian saya ini dapat dilihat dalam gambar sebagai
berikut :
SKEMA PENELITIAN
Persepsi terhadap Gaya
Kepemimpinan Transformasional
Komitmen Organisasi
1. Karisma
2. Rangsangan Intelektual
3. Inspirasi
4. Perhatian Individual
1. Identifikasi
2. Keterlibatan
3. Loyalitas
D. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka yang ada, maka
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif yang
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian korelasional, yaitu penelitian yang bertujuan
untuk melihat ada tidaknya hubungan dan apabila ada, maka seberapa eratnya
hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan itu (Arikunto,1996). Penelitian ini
dimaksudkan untuk melihat apakah terjadi hubungan positif yang signifikan
antara dua variabel.
B. Identifikasi Variabel
Variabel penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Bebas : Persepsi Salesman terhadap Gaya Kepemimpinan
Transformasional Atasan
2. Variabel Tergantung : Komitmen Organisasi
C. Definisi Operasional
Tujuan dari definisi operasional adalah untuk menghindari terjadinya salah
pengertian dan penafsiran. Definisi operasional dari variebel-variabel penelitian
1. Persespsi Saleman Terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Atasan
Persepsi sebagai proses penerimaan stimulus melalui penginderaan dimana
stimulus yang diterima oleh individu kemudian diorganisasikan, diinterpretasikan
dan dinilai berdasarkan pengalaman subyektif individu tersebut sehingga menjadi
bermakna bagi individu yang mempersepsikannya. Dalam penelitian ini
pemersepsian dilakukan oleh salesman.
Gaya kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan yang
membutuhkan tindakan memotivasi para bawahan agar bekerja demi
sasaran-sasaran “tingkat tinggi” yang dianggap melampaui kepentingan pribadinya saat
itu.
Persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan
adalah proses penginterpretasian yang dilakukan oleh salesman terhadap tindakan
memotivasi bawahan yang dilakukan oleh pemimpin (supervisor) agar bekerja
demi sasaran-sasaran “tingkat tinggi” yang dianggap melampaui kepentingan
pribadinya saat itu.
Tinggi rendahnya tingkat persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan
transformasional diukur dengan menggunakan skala gaya kepemimpinan
transformasional yang didasari oleh teori Bass dan Avolio (Patty, 2001) mengenai
empat aspek yang dapat mengungkapkan tinggi rendahnya gaya kepemimpinan
a. Karisma (charisma), yaitu seberapa jauh pemimpin dapat memperlihatkan visi, kemampuan dan keahliannya serta tindakan mendahulukan kepentingan
perusahaan dan kepentingan orang lain dari pada kepentingan pribadi.
b. Rangsangan intelektual (intellectual stimulation), yaitu seberapa jauh
pemimpin mendorong bawahan untuk memikirkan kembali cara-cara kerja
dan mencari cara-cara baru dalam menyelesaikan tugasnya.
c. Inspirasi (inspiration), yaitu seberapa jauh pemimpin memotivasi dan
menginspirasi bawahan melalui pemberian arti dan tantangan terhadap tugas
bawahan.
d. Perhatian individual (individualized consideration), yaitu seberapa jauh
pemimpin memberikan perhatian pribadi kepada bawahannya.
2. Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi adalah kekuatan relatif dari identifikasi individu
(salesman) dan keterlibatannya dengan organisasi kerjanya. Komitmen organisasi ini diungkapkan melalui pengukuran menggunakan skala komitmen organisasi
yang disusun berdasarkan tiga aspek, yaitu :
a. Identifikasi, yaitu seberapa jauh karyawan memiliki kepercayaan yang penuh
atas nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang diterapkan oleh perusahaan.
b. Keterlibatan, yaitu seberapa jauh karyawan mau terlibat untuk bekerja keras
dan berusaha semaksimal mungkin demi kepentingan perusahaan.
c. Loyalitas, yaitu seberapa jauh karyawan memiliki keinginan yang kuat untuk
D. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian adalah di CV. Lidah Buaya Group. Perusahaan yang berdiri
di Kota Magelang ini merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi sabun
mandi, sabun cuci dan sebagainya.
Menurut Azwar (1997), populasi didefinisikan sebagai kelompok subjek yang
hendak dikenai generalisasi penelitian. Dalam penelitian ini, populasinya adalah
sales (bagian penjualan) CV. Lidah Buaya Group.
Sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh
populasinya (Azwar,1997). Agar diperoleh sampel yang benar-benar dapat
mewakili populasinya maka diperlukan teknik sampling, yaitu teknik pengambilan
sampel (Sugiyono,2000). Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini
dengan menggunakan teknik sampling jenuh, yaitu teknik penentuan sampel bila
semua anggota dalam populasi digunakan sebagai sampel. Pada sampel yang ada
tidak dilakukan pembedaan berdasarkan jenis kelamin karena seluruh subjek yang
ada adalah laki-laki. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah
seluruh sales (bagian penjualan) CV. Lidah Buaya Group sebanyak 100 orang.
E. Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data menggunakan data primer,
yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat
pengukuran dan pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber
informasi yang dicari (Azwar,1997). Dan dalam metode ini sebagai alat
Skala Likert merupakan skala yang berisi lima tingkat jawaban mengenai
kesetujuan subjek terhadap pernyataan yang dikemukakan. Tingkat kesetujuan
subjek terhadap pernyataan dalam angket diklasifikasi sebagai berikut :
SA = Strongly Agree = SS = Sangat Setuju
A = Agreee = S = Setuju
UD = Undecided = BM = Belum Memutuskan
DA = Disagree = TS = Tidak Setuju
SDA = Strongly Disagree = STS = Sangat Tidak Setuju
Menurut Hadi (1991), modifikasi skala Likert meniadakan jawaban yang ada
di tengah, yaitu yang belum memutuskan (BM) berdasarkan tiga alasan, yaitu :
1. Kategori undecided itu mempunyai arti ganda; bisa dijadikan belum dapat
memutuskan atau memberi jawaban, dapat juga diartikan netral, setuju tidak,
tidak setuju pun tidak atau bahkan ragu-ragu. Kategori yang jawaban yang
ganda arti ini tentu tidak diharapkan dalam suatu instrumen.
2. Tersedianya jawaban di tengah itu menimbulkan kecenderungan menjawab ke
tengah; terutama bagi mereka yang ragu-ragu (kecenderungan jawabannya ke
arah setuju ataukah ke arah tidak setuju).
3. Maksud kategorisasi jawaban SS – S – TS – STS adalah terutama untuk
melihat kecenderungan pendapat responden, ke arah setuju atau ke arah tidak
setuju. Jika disediakan kategori jawaban itu, akan menghilangkan banyak data
penelitian sehingga mengurangi banyaknya informasi yang dapat dijaring dari
Adapun skala yang akan digunakan untuk mengumpulkan data adalah sebagai
berikut :
1. Skala Persepsi Salesman terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Atasan
Skala persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan
dibuat berdasarkan MLQ (Multifactor Leadership Questioner) yaitu skala
kepemimpinan faktor ganda yang disusun oleh Bass dan Avolio (1990). Skala ini
terdiri dari 70 butir meliputi gaya kepemimpinan transformasional 40 aitem, yang
terdiri dari 10 aitem karisma (charisma 2), 10 aitem rangsangan intelektual
(intellectual stimulation), 10 aitem inspirasional (inspiration), 10 aitem perhatian
individual (individualized consideration); 20 aitem faktor kepemimpinan
transaksional terdiri dari 10 aitem contingent reward, 10 aitem management by exception (active-passive);dan 10 aitem faktor non-leader.
Dalam penelitian ini faktor non-leader tidak diambil karena menurut Hughes, dkk (1990) mengatakan bahwa faktor tersebut bukan bagian dari gaya
kepemimpinan baik transformasional maupun transaksional (Purwanto, 2000).
Sedangkan faktor kepemimpinan transaksional tidak diambil karena dalam
penelitian ini peneliti hanya mengukur seberapa transformasional atasan
berdasarkan persepsi sales dan bagaimana hubungannya dengan komitmen
organisasi.
kepemimpinan transformasional yang didasari oleh teori Bass dan Avolio (Patty,
2001), yaitu :
a. Karisma (charisma). Jika skor yang dihasilkan tinggi hal tersebut
mengindikasikan tingginya juga karisma yang dimiliki pemimpin tersebut,
namun jika skor yang dihasilkan rendah maka hal tersebut mengindikasikan
rendahnya karisma yang dimiliki pemimpin tersebut.
b. Rangsangan intelektual (intellectual stimulation). Semakin tinggi skor yang dihasilkan menandakan pemimpin tersebut memiliki rangsangan intelektual
yang tinggi dan demikian sebaliknya, jika skor yang dihasilkan rendah maka
rangsangan intelektual yang dimiliki pemimpin juga rendah.
c. Inspirasi (inspiration). Jika skor yang dihasilkan tinggi hal tersebut
menunjukkan bahwa pemimpin memiliki kemampuan untuk menginspirasi
bawahan yang tinggi, namun sebaliknya jika skor rendah menandakan
pemimpin kurang mampu menginspirasi bawahannya.
d. Perhatian individual (individualized consideration). Semakin tinggi skor yang diperoleh menandakan pemimpin mempunyai perhatian individual yang
tinggi, dan jika skor yang dihasilkan rendah menandakan pemimpin kurang
memiliki perhatian individual terhadap bawahannya.
Jadi semakin tinggi skor yang diperoleh, berarti semakin tinggi gaya
kepemimpinan transformasional yang dimiliki oleh pemimpin, dan jika semakin
rendah skor yang diperoleh, berarti semakin rendah gaya kepemimpinan
transformasional yang dimiliki pemimpin. Adapun yang dimaksud dengan
Distribusi atau penyebaran aitem dari skala gaya kepemimpinan
transformasional adalah sebagai berikut :
Tabel 2.
Distribusi Aitem Skala Persespsi Saleman Terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Atasan
No. Aspek Nomor Item Jumlah
1. Karisma 1,5,9,13,17,21,25,29,33,37 10
2. Rangsangan Intelektual 2,6,10,14,18,22,26,30,34,38 10
3. Inspirasi 3,7,11,15,19,23,27,31,35,39 10
4. Perhatian Individual 4,8,12,16,20,24,28,32,36,40 10
Jumlah 40
Dari ke 40 butir pernyataan tersebut, masing-masing butir mempunyai empat
pilihan jawaban dengan skor berturut-turut : skor 4 untuk pilihan SS, skor 3 untuk
pilihan S, skor 2 untuk pilihan TS dan skor 1 untuk pilihan STS.
2. Skala Komitmen Organisasi
Skala komitmen organisasi digunakan untuk mengetahui tinggi rendahnya
komitmen karyawan terhadap organisasinya. Mowday, Steers dan Porter
(Purwanto, 2001) menyatakan ada 3 karakteristik yang dapat mengungkapkan
tinggi rendahnya komitmen karyawan terhadap organisasi tempat dia bekerja,
yaitu :
a. Identifikasi. Jika skor yang diperoleh tinggi menunjukkan identifikasi yang
dimiliki bawahan tinggi, namun jika rendah hal tersebut menunjukkan
b. Keterlibatan. Semakin tinggi skor yang diperoleh hal tersebut menunjukkan
karyawan memiliki keterlibatan yang tinggi dalam perusahaan, dan jika skor
rendah hal tersebut menunjukkan karyawan memiliki keterlibatan yang rendah
terhadap perusahaan.
c. Loyalitas. Jika skor yang dihasilkan tinggi hal tersebut menandakan karyawan
memiliki loyalitas yang tinggi, dan jika skor yang dihasilkan rendah hal
tersebut menandakan loyalitas yang dimiliki karyawan rendah.
Jadi semakin tinggi skor yang diperoleh dari skala komitmen organiasi, berarti
semakin tinggi komitmen organisasi karyawan terhadap organisasi-organisasi
kerjanya, namun sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh, berarti semakin
rendah komitmen organisasi karyawan terhadap organisasi-organisasi kerjanya.
Skala komitmen organisasi dalam penelitian ini merupakan skala adaptasi dari
penelitian Mowday yang dikutip oleh Purwanto (2001).
Distribusi atau penyebaran item dari skala komitmen adalah sebagai berikut :
Tabel 3.
Distribusi Aitem Skala Komitmen Organisasi
No. Aspek Nomor Item Favorable Nomor Item Unfavorable Jumlah
1. Identifikasi 1,7,13,19,25,31,37,43 4,10,16,22,28,34,40 15
2. Keterlibatan 5,11,17,23,29,35,41,44 2,8,14,20,26,32,38 15
3. Loyalitas 3,9,15,21,27,33,39 6,12,18,24,30,36,42,45 15
Jumlah 45
Dari ke 45 butir pernyataan tersebut, masing-masing butir mempunyai empat
pilihan S, skor 2 untuk pilihan TS dan skor 1 untuk pilihan STS untuk item yang
favorable. Untuk pernyataan yang unfavorable, penyekorannya terbalik.
F. Validitas dan Reliabilitas
Guna mengungkap aspek-aspek atau variabel-variabel yang ingin diteliti
diperlukan alat ukur berupa skala atau tes yang reliabel dan valid agar kesimpulan
penelitian nantinya tidak keliru dan tidak memberikan gambaran yang jauh
berbeda dari keadaan sebenarnya (Azwar,2001).
1. Validitas Alat Ukur
Validitas tes atau validitas alat ukur adalah sejauh mana tes itu mengukur apa
yang dimaksudkan untuk diukur. Jadi validitas tes pada dasarnya menunjuk pada
derajat fungsi mengukurnya suatu tes, atau derajat kecermatan ukurnya suatu tes
(Suryabrata,2000). Suatu alat ukur yang validitasnya tinggi akan mempunyai
varians kesalahan yang kecil sehingga kita dapat percaya bahwa angka yang
dihasilkannya merupakan angka yang sebenarnya (Azwar,2001).
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi dan validitas
konstrak. Mula-mula sebelum uji coba dilakukan skala persepsi salesman
terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan dan skala komitmen
organisasi diuji validitas isinya dulu. Validitas isi juga menilai sejauh mana
aitem-aitem sudah mencakup semua dan mewakili isi atribut yang sedang diukur
(Azwar, 1997). Untuk pengujian validitas isi dilakukan dengan professional
ahli. Dalam hal ini koreksi dilakukan oleh dosen pembimbing untuk memastikan
bahwa aitem tersebut sudah mencakup keseluruhan isi objek yang hendak diukur.
Menurut Allen dan Yen (Azwar, 2001) validitas konstrak adalah tipe validitas
yang menunjukkan sejauh mana tes mengungkapkan suatu trait atau konstrak
teoretik yang hendak diukurnya. Pengujian validitas konstrak m