• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan dengan komitmen organisasi di CV Lidah Buaya Group - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan dengan komitmen organisasi di CV Lidah Buaya Group - USD Repository"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL ATASAN

DENGAN KOMITMEN

ORGANISASI DI

CV. LIDAH BUAYA GROUP

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh : James Montalili NIM : 019114146

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

(2)
(3)
(4)

“ Tak perlu ku andalkan kekuatan hidupku, sebab Tuhan adalah

kekuatanku, gunung batuku dan penghiburku; hanya kepada-Nya

hatiku percaya ”

Apakah anda mencintai hidup? Jika demikian janganlah

membuang waktu karena hidup itu terdiri atas rangkaian waktu

Benjamin Franklin

PERSEVERANCE

Defeat may test you

It need not stop you

If at first you don’t succeed,

try another way

For every obstacle there is a solution

Nothing in the world,

can take the place of persistence

The GREATEST mistake is…

GIVING UP

(5)

Segala perkara dapat kutanggung di dalam DIA

yang memberi kekuatan kepadaku

Filipi 4 : 13

Kupersembahkan kepada :

@

Tuhan Yesus Kristus Juru Selamatku

@

Papa Yaveth & Mama Lanny tercinta atas segala doanya

@

Cici Gretha & adekku Yosa

@

Buat keponakanku Jessica

@

My Beloved Person yang selalu menjadi CLICK hatiku

@

Sahabat-sahabat sejatiku

Thank’s for everything, I Love You all

(6)
(7)

James Montalili (2008). Hubungan antara persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan dengan komitmen organisasi di CV. Lidah Buaya Group. Jogjakarta : Fakultas Psikologi ; Jurusan Psikologi; Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan dengan komitmen organisasi di CV. Lidah Buaya Group Magelang. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan dengan komitmen organisasi.

Subjek penelitian adalah seluruh karyawan bagian penjualan (sales) CV. Lidah Buaya Group. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional dan skala komitmen organisasi. Koefisien realibilitas dari skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan transformasional adalah 0.926 dan koefisien realibilitas dari skala komitmen organisasi adalah 0.919. Untuk mengetahui hubungan antara persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan dengan komitmen organisasi digunakan teknik korelasi Pearson.

Koefisien korelasi ( r ) yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 0.715 pada taraf signifikansi ( p ) 0.01. Hal ini berarti ada korelasi positif yang signifikan antara persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan dengan komitmen organisasi. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan akan semakin tinggi pula komitmen organisasi salesman tersebut.

(8)

James Montalili (2008). The Correlation between salesman’s perception about supervisor’s transformational leadership style and organization commitment in CV. Lidah Buaya Group. Jogjakarta : Department of Psychology ; Sanata Dharma University.

The aim of this research was to find the correlation between salesman’s perception about supervisor’s transformational leadership style and organization Commitment in CV. Lidah Buaya Group in Magelang. The existence of a significant positive correlation between salesman’s perception about supervisor’s transformational leadership style and organization commitment was the hypothesis.

The subject of this research were all salesman CV. Lidah Buaya Group. Data collection was done through scattered salesman’s perception about supervisor’s transformational leadership style scale and organizational commitment scale. The reliability coefficient from salesman’s perception about supervisor’s transformational leadership style scale was 0.926 and 0.919 was from organizational commitment scale. To find the correlation between salesman’s perception about supervisor’s transformational leadership style and organizational commitment, Pearson correlation was employed.

Correlation coefficient (r) between salesman’s perception about supervisor’s transformational leadership style and organizational commitment was 0.715 at the level of significant ( p ) 0.01. That means there’s a significant positive correlation between salesman’s perception about supervisor’s transformational leadership style and organization commitment. We can conclude that the higher salesman’s perception about transformational leadership’s style gets, the higher organization commitment will gets too.

(9)
(10)

Dalam pembuatan skripsi ini tiada yang paling berhak menjadi yang pertama dan terutama untuk menerima ucapan terima kasih dan puji syukur selain Tuhan Yesus Kristus yang penuh cinta karena hanya dengan berkat kasih-Nya saja karya ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Jogjakarta.

Selama penulisan skripsi ini Engkau dengan penuh setia mengirimkan orang-orang yang menjadi pilihan-Mu untuk membantuku. Kepada pihak-pihak yang disebutkan di bawah ini penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan yang telah diberikan, baik berupa material maupun moril, yaitu :

1. Bapak P. Eddy Suhartanto,S.Psi.,M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan izin penelitian.

2. Ibu Kristiana Dewayani, S.Psi., M.Si. selaku Pembimbing Utama yang dengan sabar telah membimbing, memberi nasihat serta telah memberikan motivasi kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini. “Terima kasih Bu, semoga Ibu selalu sukses dalam segala sesuatunya.”

3. Dosen-dosen yang pernah menjadi pembimbing akademik penulis yaitu Ibu Dra. L. Pratidarmanastiti, M.Si., Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., Ibu Ratri Sunar Astuti, S.PSi., M.Si. dan Sylvia Carolina MYM.,S.Psi.,M.Si. serta segenap Dosen dan staf pengajar yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan tentang dunia psikologi yang menarik. “Terima kasih semuanya, jasa Bapak dan Ibu tidak akan pernah saya lupakan, Tuhan memberkati.”

4. Karyawan Fakultas Psikologi Mbak Nani, Mas Gandung dan Pak Gi’ di secretariat Psikologi, Mas Donny di perpustakaan Fakultas Psikologi serta Mas Muji di Lab. Fakultas Psikologi. “Terima kasih atas segala bantuan dan kerjasamanya.”

5. Bapak Budi S. selaku kepala perpustakaan Universitas Indonesia yang telah memberikan kemudahan bagi penulis pada saat mencari data penelitian di Jakarta.

(11)

Magelang yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dan para sales CV. Lidah Buaya Group atas kerjasamanya.

7. Papa dan Mama tercinta untuk kasih sayang dan kesabarannya membimbing, membiayai dan menunggu dengan penuh kasih hingga penulis menyelesaikan studi serta mendoakanku siang dan malam. Kakakku Ci’ Gretha dan adik-adikku Yosa dan Dinda. Serta keponakanku Jessica “Kamu pinter tapi kok nakal to”. 8. Papasan dan Tante Jenny yang selalu memberikan dukungan kepada penulis baik

secara materil maupun nasihat-nasihatnya.

9. Keluarga besar GPdI Bukit Zaitun, Keluarga besar Montalili dan Keluarga Besar Ko yang selalu memberikan dukungan dan nasihat.

10.My very best friend Anny, Anita, Tyas, Mira, Nana, Adi. “Thanks ya buat semuanya coy”.

11.Buat tim musikku KS dan Rendy. Khususnya Rendy “Aku ga mau kalah sama kamu hehehe…”.

Kepada semua pihak yang telah mambantu dan teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu, terima kasih atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

Akhirnya dengan segala keterbatasan penulis dalam skripsi ini karena karya ini merupakan suatu proses belajar, penulis berharap bisa bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Yogyakarta, Agustus 2008

Penulis

(12)

Halaman

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iii

HALAMAN MOTTO ……….... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ……… v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… vi

ABSTRAK ……… vii

ABSTRACT ……….... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………. ix

KATA PENGANTAR ………... x

DAFTAR ISI ………. xii

DAFTAR TABEL ………. xv

DAFTAR LAMPIRAN ………. xvi

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

A. LATAR BELAKANG ……… 1

B. RUMUSAN MASALAH ………... 7

C. TUJUAN PENELITIAN ……… 8

D. MANFAAT PENELITIAN ……… 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 9

A. KOMITMEN ORGANISASI ………. 9

1. Pengertian Komitmen Organisasi ……….. 9

2. Aspek-Aspek Komitmen Organisasi ………... 10

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi .. 12

4. Manfaat Komitmen Organisasi ………... 15

B. GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL ……….. 16

1. Pengertian Kepemimpinan Secara Umum ……… 16

2. Pengertian Gaya Kepemimpinan Transformasional ...…….. 17

3. Aspek-aspek Gaya Kepemimpinan Transformasional ..….. 19

4. Peran Gaya Kepemimpinan Transformasional ………. 26

(13)

GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DENGAN

KOMITMEN ORGANISASI ………. 28

D. HIPOTESIS ……… 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 30

A. JENIS PENELITIAN ………. 30

B. IDENTIFIKASI VARIABEL ……… 30

C. DEFINISI OPERASIONAL ……….. 30

1. Persespsi Salesman Terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Atasan………... 31

2. Komitmen Organisasi ………... 32

D. LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN ………... 33

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ………. 33

1. Skala Persespsi Salesman Terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Atasan ………. 35

2. Skala Komitmen Organisasi ……… 37

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ……… 39

1. Validitas Alat Ukur ……….. 39

2. Reliabilitas Alat Ukur ……….. 40

G. TEKNIK ANALISIS DATA ………. 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 42

A. PERSIAPAN UJI COBA ALAT PENELITIAN ………... 42

1. Subyek Uji Coba Penelitian ……….. 42

2. Uji Validitas dan Reliabilitas ……… 42

B. PELAKSANAAN PENELITIAN ……….. 46

C. DESKRIPSI DATA PENELITIAN ………... 46

D. ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN ………... 47

1. Uji Normalitas ………... 48

2. Uji Linieritas ………. 49

E. UJI HIPOTESIS ………. 49

F. PEMBAHASAN………. 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 54

(14)

B. SARAN ……….. 54

DAFTAR PUSTAKA ……… 56

LAMPIRAN ……….. 60

(15)

Halaman

Tabel 1. Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional……… 25

Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Persespsi Saleman Terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Atasan ………. 37

Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Komitmen Organisasi ……… 38

Tabel 4. Nomor Aitem Gugur Skala Persepsi Salesman terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Atasan (saat uji kesahihan butir)... 43

Tabel 5. Sebaran Aitem Skala Persepsi Salesman terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Atasan (setelah uji kesahihan butir) ... 44

Tabel 6. Nomor Aitem Gugur Skala Komitmen Organisasi (saat uji kesahihan butir) ... 45

Tabel 7. Sebaran Aitem Skala Komitmen Organisasi (setelah uji kesahihan butir)... 45

Tabel 8. Tabel Deskripsi Data Penelitian ... 46

Tabel 9. Tabel Mean dan Standar Deviasi ... 47

Tabel 10. Ringkasan Uji Normalitas ………... 48

Tabel 11. Hasil Uji Linieritas ………... 49

Tabel 12. Hasil Uji Korelasi Product Moment ………... 50

(16)

Halaman

Lampiran A ... 60

A. 1. Alat ukur ... 61

A. 1. 1. Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional untuk penelitian ... 63

A. 2. 2. Skala Komitmen Organisasi ... 65

A. 2. Data ... 68

A. 2. 1. Data Gaya Kepemimpinan Transformasional ... 68

A. 2. 2. Data Komitmen Organisasi ... 74

Lampiran B ... 80

B. 1. Validitas dan Reliabilitas Skala ... 81

Lampiran C ... 90

C. 1. Uji Asumsi dan Hipotesis ... 91

C. 2. Korelasi Pearson ... 94

Lampiran D ... 95

D. 1. Surat Keterangan Penelitian ... 96

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada masa sekarang ini hanya ada satu landasan sukses untuk keunggulan

bersaing yang lestari bagi perusahaan, yaitu bagaimana mengelola faktor manusia

dalam perusahaan itu. Manusia dalam hal ini karyawan merupakan aset yang

paling berharga dan menguntungkan perusahaan dalam jangka waktu yang

panjang, karena itu perusahaan perlu memberikan perhatian yang lebih kepada

karyawannya. Perusahaan perlu memandang karyawan sebagai pribadi bukan

sebagai alat.

Manusia sebagai pribadi tentu mempunyai kebutuhan akan pengakuan dan

penghargaan. Untuk dapat berprestasi sebaik-baiknya, pemenuhan kebutuhan

karyawan harus diperhatikan sehingga karyawan akan merasa dihargai dan diakui

keberadaannya. Dengan demikian perusahaan tidak hanya menuntut apa yang

harus diberikan karyawan kepada perusahaan tetapi juga memikirkan apakah

kebutuhan karyawan sudah terpenuhi sehingga akan merangsang timbulnya

komitmen karyawan terhadap perusahaan, Ulrich (1982).

Sommer (1994) menambahkan bahwa pemenuhan kebutuhan karyawan ini

sangat penting bagi karyawan itu sendiri dan juga perusahaan. Perusahaan

membutuhkan partisipasi karyawan dalam kualitas dan kuantitas tertentu,

sedangkan karyawan membutuhkan pekerjaan yang menyenangkan, kesempatan

(18)

bawahan yang baik. Kesepakatan dalam pemenuhan kebutuhan kedua belah pihak

tersebut secara adil akan mampu menumbuhkan komitmen organisasi yang tinggi,

yang akhirnya merangsang karyawan untuk berorganisasi dengan baik dan mampu

bersaing dalam kondisi persaingan yang sangat ketat akhir-akhir ini.

Tidak mengherankan, komitmen organisasi telah muncul sebagai salah satu

variabel penting dalam studi tentang manajemen dan perilaku organisasi, hal ini

dikarenakan keterkaitan antara variabel penyebab tertentu dengan komitmen

organisasi, dan juga dampak dari komitmen organisasi itu sendiri. Alasan

mendasar ketertarikan banyak ahli untuk mempelajari komitmen organisasi

disebabkan oleh adanya kaitan yang langsung dan positif dengan hasil kerja yang

sangat didambakan oleh kedua pihak yaitu karyawan dan pengusaha, Bateman

(Meiyanto, 1999).

Mowday (1982) juga mengatakan bahwa komitmen organisasi yang tinggi

berkorelasi positif dengan berbagai aspek salah satunya adalah berkurangnya

pindah kerja (turnover). Welsch dan La Van (Meiyanto, 1999) menambahkan

bahwa komitmen organisasi juga merupakan dimensi perilaku yang penting yang

dapat dimanfaatkan untuk mengevaluasi kekuatan atau kemauan karyawan dalam

meraih tujuan organisasi.

Berbagai studi menunjukkan bahwa komitmen organisasi karyawan berkaitan

dengan turnover. Terjadinya turnover yang tinggi disebabkan adanya komitmen organisasi karyawan yang rendah. Untuk menghindari turnover yang tinggi, maka pihak perusahaan perlu membangun komitmen berorganisasi para karyawannya,

(19)

ditemukan di beberapa perusahaan sekarang ini adalah tingginya tingkat turnover

para karyawan bagian penjualan (salesman). Hal tersebut didukung oleh

penelitian Anderson (1992) yang menyatakan bahwa sebagian penjualan hanya

dilakukan oleh sebagian salesman dan setiap tahunnya terjadi turnover sebanyak lebih dari 60% di banyak perusahaan.

Hal tersebut tentunya akan menjadi masalah bagi perusahaan pada umumnya

karena tenaga penjualan (salesman) mempunyai peranan yang sangat penting bagi keberhasilan perusahaan yang hendak memperluas pemasarannya. Tenaga kerja

yang berkomitmen organisasi rendah, menyebabkan banyak perusahaan termasuk

di Indonesia akan sulit untuk bersaing pada era global seperti sekarang ini. Oleh

karena itu, perusahaan-perusahaan tersebut harus mampu membina tenaga kerja

yang berkomitmen tinggi terhadap organisasi. Untuk membina tenaga kerja yang

berkomitmen tinggi terhadap organisasi, harus diketahui apa sebenarnya

komitmen organisasi itu dan faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan

komitmen terhadap organisasi.

Mathieu dan Zajac (Purwanto, 2000)mengatakan bahwa salah satu faktor yang

dianggap berperan dalam pembentukan komitmen organisasi adalah faktor

kepemimpinan. Pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan

khusus dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok

yang dipimpinnya untuk melakukan usaha bersama yang mengarah pada

pencapaian sasaran-sasaran tertentu (Kartono, 1994). Menurut Robins (1996),

kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah

(20)

Kepemimpinan merupakan masalah yang sudah lama dan berbagai macam

teori telah dikembangkan untuk menerangkan proses-proses kepemimpinan.

Pemilihan gaya kepemimpinan yang benar dapat mengarah kepada pencapaian

tujuan bersama. Dengan gaya kepemimpinan yang tidak tepat, maka tujuan

organisasi akan terbengkalai dan karyawan akan berontak karena tidak merasa

puas. Gaya kepemimpinan merupakan salah satu cara pemimpin untuk

mempengaruhi bawahannya (Reksohadiprojo dan Handoko, 2000). Salah satu

gaya kepemimpinan yang relatif baru dan menarik untuk dicermati adalah gaya

kepemimpinan transformasional (Purwanto, 2000).

Bass (1985) mengembangkan teori kepemimpinan berdasarkan dua konstrak

utama, yaitu kepemimpinan transformasional dan transaksional. Kepemimpinan

tranformasional dan transaksional dikembangkan berdasarkan pendapat Maslow

tentang tingkat kebutuhan manusia. Menurut Keller (2003) kebutuhan karyawan

yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisik, rasa aman dan afiliasi dapat terpenuhi

dengan baik melalui praktik kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan

transaksional pada dasarnya merupakan proses pertukaran antara pemimpin dan

bawahan mengenai apa yang telah disepakati sebelumnya. Sedangkan untuk

memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, seperti harga diri dan aktualisasi diri

hanya dimungkinkan dapat terpenuhi melalui praktik kepemimpinan

transformasional.

Praktik kepemimpinan transformasional terbukti mampu membawa

perubahan-perubahan yang lebih mendasar, seperti perubahan nilai, tujuan dan

(21)

komitmen organisasi karena terpenuhinya kebutuhan yang lebih tinggi (Bass,

1985).

Seorang pemimpin dapat dikatakan sebagai pemimpin yang transformasional,

hal tersebut dapat diukur dalam hubungannya dengan pengaruh pemimpin tersebut

terhadap bawahannya. Upaya pemimpin transformasional dalam mempengaruhi

bawahannya dapat melalui tiga cara, yaitu : (1) mendorong bawahan lebih sadar

akan pentingnya hasil suatu pekerjaan, (2) mendorong bawahan untuk lebih

mementingkan organisasi dari pada kepentingan individual, (3) mengaktifkan

kebutuhan-kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi (Bass, 1985).

Hasil penelitian tentang kepemimpinan transformasional menunjukkan bahwa

gaya kepemimpinan transformasional berhubungan secara positif dengan

efektifitas pemimpin dan performansi kerja pada supervisor tingkat bawah dan menengah di organisasi publik dan privat (Bass dan Avolio, 1990). Menurut Bass

(1985), tingginya tingkat performansi di atas dapat menumbuhkan tingkat

komitmen organisasi yang tinggi pada diri bawahan. Hal ini juga didukung oleh

pendapat Saal dan Knight (1995) yaitu bahwa perilaku kepemimpinan yang positif

memberi sumbangan yang penting dalam pembentukan komitmen organisasi.

Menurut Tichy dan Devanna (Subiyakto, 2004), pemimpin transformasional dapat

mengenali kebutuhan akan perubahan organisasi, kemampuan melihat ke depan

dan pergerakan komitmen terhadap penglihatan organisasi ke depan.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil salesman sebagai sampel penelitian

berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anderson (1992) tentang salesman

(22)

yang dilakukan oleh Lokollo dan Dwiatmaja (2002) tentang jenis dan spesifikasi

pekerjaan menurut iklan lowongan pekerjaan pada harian Kompas di tahun 1999,

yang di dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa lowongan pekerjaan yang

disediakan bagi salesman menduduki peringkat ketiga dan jenis pekerjaan yang paling banyak disediakan yaitu jenis pekerjaan sebagai supervisor/staff sebesar

24.72%, kemudian lowongan pekerjaan dengan posisi manager berjumlah

14.92%, sales mencapai 14.60% dengan total sebanyak 4002 orang dan sisanya

sebesar 45.76% dengan total 12.450.

Jika dikaitkan dengan dua hasil penelitian di atas, maka dapat dilihat bahwa

ada kesempatan kerja yang luas bagi para sales sehingga jika mereka (sales) memiliki komitmen organisasi yang rendah terhadap tempat mereka bekerja maka

besar kemungkinan mereka akan berpindah ke tempat kerja yang lain. Dengan

adanya kesempatan kerja yang luas, maka timbul keinginan salesmen untuk

pindah kerja ke organisasi lain. Hal ini akan menimbulkan adanya tingkat

turnover yang tinggi dan mengindikasikan rendahnya komitmen organisasi pada salesman.

Disisi lain, Kotler (1996) mengatakan bahwa pada tenaga penjualan

(salesman) perlu mendapat pengarahan pimpinan karena karakteristik pekerjaannya yang lebih bersifat seni dan tidak rutin. Shoemaker (1994)

mengatakan bahwa persyaratan untuk bekerja sebagai tenaga penjualan

(23)

pentingnya peran pemimpin bagi pertumbuhan keyakinan diri para salesman dalam mencapai tujuan pekerjaannya.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui hubungan antara persepsi

salesman terhadapgaya kepemimpinan transformasional atasan dengan komitmen organisasi, dengan asumsi bahwa dengan diterapkannya gaya kepemimpinan

transformasional oleh pemimpin, maka akan meningkatkan komitmen organisasi

para bawahannya. Hal ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Bass

(1985) yaitu semakin transformasional seorang pemimpin maka organisasi yang

mereka pimpin juga semakin efektif. Di samping itu semakin transformasional

seorang pemimpin maka semakin baik pula hubungannya dengan atasannya serta

bawahannya. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti merasa tertarik melakukan

penelitian guna mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi salesman

terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan dengan komitmen

organisasi di CV. Lidah Buaya Group.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah, maka

dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :

(24)

C. Tujuan Penelitian

Dalam hal ini tujuan penelitian yang hendak diteliti adalah untuk mengetahui

hubungan antara persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan

transformasional atasan dengan komitmenorganisasi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bisa menjawab pertanyaan peneliti

sehubungan dengan gaya kepemimpinan transformasional dan komitmen

organisasi. Selain itu, dapat digunakan juga sebagai masukan untuk

memperkuat teori-teori dibidang psikologi industri dan organisasi, khususnya

dalam bidang komitmen organisasi dan gaya kepemimpinan transformasional

serta memberikan masukan bagi peneliti selanjutnya yang memiliki variabel

penelitian gaya kepemimpinan transformasional maupun komitmen organisasi.

2. Secara praktis, diharapkan dapat menjadi masukan berarti bagi

perusahaan-perusahaan sehubungan dengan pengembangan sumber daya manusia yang

dimiliki. Jika hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan positif yang

signifikan antara persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan

transformasional atasan dengan komitmen organisasi, maka hasil ini dapat

menjadi rekomendasi bagi pemimpin untuk terus mengupayakan,

meningkatkan serta mengembangkan gaya kepemimpinan transformasional

yang dimilikinya sehingga dengan demikian dapat meningkatkan pula

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komitmen Organisasi

1. Pengertian Komitmen Organisasi

Banyak pengertian dari komitmen organisasi yang telah diungkapkan olrh para

ahli. Menurut Mitchel (Purwanto, 2000) komitmen organisasi merupakan loyalitas

dan identifikasi individu terhadap organisasinya. Hal yang senada juga

diungkapkan oleh Mowday (1982) yang menyatakan komitmen organisasi sebagai

kekuatan relatife dari identifikasi individu dan keterlibatannya dengan organisasi

kerjanya. Alrozy (1994) memandang komitmen organisasi sebagai sikap atau

orientasi ke arah organisasi kerja yang menghubungkan identitas seseorang pada

organisasi kerjanya serta terjadi perubahan investasi setelah beberapa waktu

lamanya.

Menurut Steers dan Porter (1983) mendefinisikan komitmen organisasi

melalui dua pendekatan, yaitu :

a. Behavioral commitment, yang memandang komitmen sebagai perilaku bahwa karyawan memiliki komitmen bila karyawan memutuskan untuk terikat

dengan organisasi kerjanya.

b. Attitudinal commitment, yang memandang komitmen organisasi sebagai sikap. Karyawan mengadakan identifikasi dengan tinjauan dan nilai-nilai suatu

(26)

Jadi pengertian komitmen organisasi menurut Steers dan Porter (1983) adalah

tingkat kekuatan identifikasi individu terhadap organisasi dan keinginan untuk

menjadi anggota kerjanya. Dengan kata lain, komitmen organisasi adalah suatu

identifikasi dan keterkaitan seseorang sebagai kekuatan pengikat karyawan di

dalam perusahaan untuk bertindak secara sama antara tujuan individu dan tujuan

perusahaan sehingga melahirkan integrasi atau penyatuan, Handoko (Sugiharto,

2004).

Dari beberapa pengertian komitmen organisasi di atas, maka disimpulkan

bahwa komitmen organisasi merupakan loyalitas dan identifikasi individu serta

keterlibatannya dalam organisasi kerja.

2. Aspek-Aspek Komitmen Organisasi

Menurut Mowday, Steers dan Porter (Purwanto, 2001) menjelaskan ada 3

aspek komitmen organisasi, yaitu :

a. Menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi.

b. Kesediaan untuk berusaha sekuat tenaga demi organisasi.

c. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.

Hal yang serupa juga dikatakan oleh Gibson (1982), ada tiga aspek komitmen

organisasi, yaitu :

a. Rasa mengidentifikasikan dengan tujuan organisasi.

b. Rasa keterlibatan dengan tugas.

(27)

Luthans (1991) juga mengatakan bahwa terdapat tiga komponen di dalam

komitmen organisasi. Komponen-komponen tersebut adalah :

a. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota sebuah organisasi.

b. Kesediaan untuk berusaha sekuat tenaga demi kepentingan organisasi.

c. Keyakinan yang pasti terhadap nilai-nilai yang dianut organisasi serta

menerima tujuan dari organisasi tersebut.

Buchanan (Dessler, 1992) juga berpendapat ada tiga komponen komitmen

organisasi, yaitu :

a. Adanya rasa terlibat dalam misi organisasi.

b. Rasa terlibat dalam keterlibatan psikologis pada tugas organisasi.

c. Rasa loyalitas dan afeksi terhadap organisasi sebagai tempat untuk bekerja dan

hidup.

O’Reilly dan Chatman (Purwanto, 2001) menyebutkan tiga aspek komitmen

organisasi, yaitu :

a. Complience, dimaksudkan sebagai kesediaan individu untuk menerima pengaruh dan peraturan organisasi terutama untuk mendapatkan timbal balik.

b. Identification, dimana individu menerima pengaruh atau peraturan organisasi untuk menjaga atau mempertahankan hubungan.

c. Internalization, di sini individu mengambil nilai-nilai dari organisasi perusahaan yang menurutnya bermanfaat dan disesuaikan dengan nilai-nilai

pribadinya.

Berdasarkan aspek-aspek di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek

(28)

a. Karyawan memiliki kepercayaan yang penuh atas nilai-nilai dan tujuan

organisasi yang sesuai dengan nilai-nilai pribadinya dengan tujuan untuk

mempertahankan hubungan dan memperoleh timbal balik (identifikasi).

b. Keinginan karyawan untuk terlibat dalam organisasi yaitu dengan bekerja

keras dan berusaha semaksimal mungkin demi kepentingan organisasi

(keterlibatan).

c. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam

perusahaan (loyalitas).

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

Menurut Steers dan Porter (1983) faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen

organisasi, yaitu :

a. Karakteristik Personal

Variabel personal yang sering memiliki keterlibatan adalah usia, perasaan

memiliki, masa jabatannya dalam organisasi dan variasi kekuatan kerja, tingkat

pendidikan, ras, jenis kelamin serta faktor kebutuhannya, seperti kebutuhan untuk

berprestasi, kesempatan untuk maju, motivasi untuk pencapaian tujuan dan

keinginan untuk bersaing.

b. Karakteristik Pekerjaan

Hal ini berhubungan dengan jabatan atau peran karyawan. Aspek yang

berhubungan dengan peranan pekerjaan yang mempengaruhi komitmen organisasi

adalah lingkup jabatan, tantangan pekerjaan, tanggung jawab dalam pekerjaan,

(29)

c. Karakteristik Struktural

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen berkorelasi positif dengan

tingkat formalisasi, ketergantungan fungsional, tingkat partisipasi dalam

mengambil keputusan dan fungsi kontrol dari organisasi tersebut.

d. Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja merupakan suatu kekuatan sosial yang mempengaruhi

kelekatan psikologis individu terhadap organisasi. Pengalaman kerja yang

mempengaruhi komitmen terhadap organisasi antara lain: tingkat sejauh mana

karyawan merasakan sejumlah sikap positif terhadap organisasi, pekerjaan yang

berarti, tingkat kepercayaan karyawan terhadap organisasi bahwa organisasi akan

memeliharanya, merasakan adanya kepentingan pribadi antara diri karyawan

dengan organisasi, sejauh mana harapan-harapan karyawan dapat terpenuhi

melalui pekerjaannya itu.

Dun Ham (Dongoran, 2001) mengatakan secara garis besar ada 3 faktor yang

mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu :

a. Faktor Afektif, meliputi: perhatian terhadap karakteristik tugas, otonomi,

tugas-tugas khusus, identitas tugas, keterampilan dan pengawasan, kepercayaan

terhadap organisasi, keikutsertaan dalam manajemen perusahaan, kesempatan

promosi, supervise, gaya kepemimpinan, usia, masa kerja.

b. Faktor Continuance, meliputi: umur, masa kerja, hubungan dengan sesama

karyawan, pengunduran diri, investasi, karir dan keterampilan khusus dalam

(30)

tugas, kepercayaan terhadap organisasi dan pilihan dalam pekerjaan (alternative work).

c. Faktor Normatif, meliputi: komitmen pekerja, kepercayaan terhadap

organisasi, keikutsertaan dalam manajemen, kesempatan promosi, supervise, gaya

kepemimpinan, karakteristik tugas dan keinginan untuk tetap tinggal.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang faktor-faktor komitmen organisasi di

atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi komitmen organisasi karyawan adalah :

a. Karakteristik personal, yaitu: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan.

b. Karakteristik pekerjaan, yaitu: lingkup jabatan, tantangan pekerjaan,

kesempatan untuk berinteraksi sosial (hubungan dengan sesama), otonomi tugas,

identitas pekerjaan dan umpan balik.

c. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja merupakan suatu kekuatan sosial yang

mempengaruhi kelekatan psikologis individu terhadap organisasi.

d. Sikap terhadap organisasi, meliputi keinginan untuk tetap tinggal, kepercayaan

terhadap organisasi dan keikutsertaan dalam manajemen.

e. Gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung

pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang

menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya

(31)

4. Manfaat Komitmen Organisasi

Steers dan Porter (1983) mengatakan bahwa ada beberapa alasan mengapa

organisasi harus melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan derajat komitmen

terhadap organisasi dalam diri karyawan. Semakin tinggi komitmen organisasi

karyawan semakin tinggi pula usaha yang dikeluarkan karyawan dalam

melakukan pekerjaannya.

Demikian pula dikatakan oleh Angle dan Perry (1991) bahwa komitmen

organisasi karyawan yang semakin tinggi membuat karyawan semakin lama tetap

berada dalam organisasi dan semakin tinggi pula produktivitasnya kepada

organisasi (Seniati, 2001). Dengan kata lain oleh Salancik (1977) dikatakan jika

organisasi memiliki karyawan yang mempunyai komitmen terhadap organisasi

yang tinggi maka tingkat keluar masuknya karyawan akan semakin rendah

(Seniati, 2001).

Luthans (1991) mengatakan bahwa ada hubungan yang positif antara

komitmen terhadap organisasi dan hasil yang diharapkan seperti salah satunya

adalah berkurangnya turn over. Ketiadaan komitmen organisasi akan mengurangi keefektifan organisasi (Gibson,1982). Orang yang kurang memiliki komitmen

organisasi kemungkinan akan keluar dan mencari pekerjaan yang lain.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan adanya komitmen

organisasi yang tinggi dari sales, dimana ikatan psikologis sales dengan organisasi terbentuk, maka keinginan untuk berpartisipasi penuh demi pencapaian tujuan

(32)

B. Gaya Kepemimpinan Transformasional 1. Pengertian Kepemimpinan Secara Umum

Kepemimpinan dalam suatu perusahaan merupakan suatu faktor yang

menentukan atas berhasil tidaknya suatu perusahaan, sebab kepemimpinan yang

sukses menunjukkan bahwa pengelolaan suatu organisasi berhasil dilaksanakan

dengan sukses pula. Hal ini berarti bahwa atasan mampu mengantisipasi

perubahan yang tiba-tiba dalam proses pengelolaan perusahaan, berhasil

mengoreksi kelemahan-kelemahan yang timbul dan sanggup membawa

perusahaan kepada sasaran waktu yang ditetapkan.

Menurut Stoner (Maridjo, 2001), kepemimpinan adalah proses pengarahan

dan pemberian pengaruh terhadap kegiatan-kegiatan sekelompok anggota yang

saling berhubungan tugasnya. Martoyo (1990) mengatakan bahwa kepemimpinan

merupakan kemampuan untuk mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan

suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai tujuan

tertentu pada situasi tertentu.

Sujak (1990) mengutarakan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan

untuk menggerakkan dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau

sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu. Bass

(1990) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah interaksi antara dua orang atau

lebih dalam suatu kelompok yang sering melibatkan struktur dan restruktur,

situasi dan persepsi anggotanya.

Dalam lingkup organisasi, kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan

(33)

mereka termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini didasarkan pada

pendapat Stogdill (Harsiwi, 2003) yang mendefinisikan kepemimpinan sebagai

proses atau tindakan untuk mempengaruhi aktivitas suatu kelompok organisasi

dalam usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

2. Pengertian Gaya Kepemimpinan Transformasional

Sebelum membahas tentang gaya kepemimpinan transformasional, perlu juga

membahas tentang gaya kepemimpinan. Menurut Stoner, dkk (1996), gaya

kepemimpinan adalah berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin

dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi karyawan. Thoha (2001)

menegaskan, gaya kepemimpinan adalah norma perilaku yang digunakan oleh

seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain.

Berdasarkan definisi-definisi gaya kepemimpinan tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu pola kepemimpinan yang

digunakan oleh seseorang pemimpin untuk memimpin suatu organisasi.

Konsep awal tentang gaya kepemimpinan transformasional telah dikemukakan

oleh Burns (Patty, 2001). Menurut Burns, kepemimpinan transformasional

merupakan sebuah proses yang padanya para pemimpin dan pengikut saling

menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Dalam

hubungannya dengan tingkat kebutuhan Maslow, maka pemimpin

transformasional perlu meningkatkan kebutuhan bawahan dari tingkat yang paling

dasar ke tingkatan puncak yakni aktualisasi diri. Jadi dengan adanya

(34)

bawahan akan dapat terpenuhi. Dengan menumbuhkan aktualisasi diri, pemimpin

juga menumbuhkan keterikatan bawahan pada tujuan organisasi.

Mutaminah (2001) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional

selalu memperhatikan masing-masing kebutuhan karyawannya untuk berprestasi

dan berkembang dalam pekerjaan. Gaya kepemimpinan transformasional

berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan karyawan seperti kesempatan untuk

maju, prestasi kerja, tanggung jawab dalam pekerjaan dan pekerjaan yang berarti.

Hal ini juga didukung oleh pendapat Stoner (1996) bahwa gaya kepemimpinan

transformasional dapat mendorong karyawan untuk berbuat lebih dari apa yang

sesungguhnya diharapkan dengan cara meningkatkan arti penting dan nilai-nilai

tugas serta mendorong untuk mengorbankan diri sendiri demi kepentingan teman

dan organisasi.

Bass (1985) mengatakan bahwa walaupun meningkatkannya kebutuhan

merupakan bukti terjadinya proses transformasional, tetapi hal ini bukan kondisi

yang mutlak ada. Hal yang penting dan terutama dalam gaya kepemimpinan

transformasional adalah bagaimana pemimpin mengubah persepsi, sikap dan

perilaku bawahan terlepas dari meningkat tidaknya perubahan yang terjadi sesuai

dengan teori Maslow.

Secara konseptual, gaya kepemimpinan transformasional didefinisikan Bass

(1985) sebagai kemampuan pemimpin mengubah lingkungan kerja, motivasi

kerja, pola kerja dan nilai-nilai kerja yang dipersepsikan bawahan sehingga

mereka lebih mampu mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi.

(35)

manakala pemimpin membangun kesadaran bawahan akan pentingnya nilai kerja,

memperluas dan meningkatkan kebutuhan melampaui minat pribadi serta

mendorong perubahan tersebut ke arah kepentingan bersama termasuk

kepentingan organisasi. Dengan cara demikian, antara pemimpin dan bawahan ada

persepsi yang sama untuk mengoptimalkan usaha mereka ke arah tujuan yang

ingin dicapai organisasi. Akibatnya, tumbuh kepercayaan, kebanggaan, komitmen,

rasa hormat dan loyal kepada atasan sehingga mereka mampu mengoptimalkan

usaha dan kinerja mereka ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa gaya

kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang melibatkan

perubahan dalam organisasi. Gaya kepemimpinan transformasional ini juga

didefinisikan sebagai kepemimpinan yang membutuhkan tindakan memotivasi

para bawahan agar bekerja demi sasaran-sasaran “tingkat tinggi” yang dianggap

melampui kepentingan pribadinya saat itu (Bass, 1985).

3. Aspek-aspek Gaya Kepemimpinan Transformasional

Menurut Bass dan Avolio (Patty, 2001) ada empat aspek yang mendasari gaya

kepemimpinan transformasional. Keempat aspek gaya kepemimpinan

transformasional itu adalah :

a. Karisma (charisma)

Kepemimpinan Karismatik merupakan proses pemimpin mempengaruhi

bawahan dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat (Yukl, 1989)

(36)

dan pada pemimpin. Pemimpin diidentifikasikan dengan dijadikan sebagai

penutan oleh bawahan, dipercaya, dihormati dan mempunyai misi dan visi yang

jelas menurut persepsi bawahan dapat diwujudkan. Pemimpin mendapatkan

standard yang tinggi dan sasaran yang menantang bagi bawahan (Bass,1985).

House (Purwanto, 2001) berpendapat bahwa pemimpin karismatik berdampak

besar bagi para pengikutnya. Para pengikut merasa bahwa keyakinan pemimpin

benar, sehingga meningkatkan ketaatan pada diri bawahan dalam menjalankan

misinya. Pemimpin mempunyai kebutuhan akan kekuasaan yang tinggi, pendirian

yang kuat, rasa percaya diri yang tinggi dan keyakinan terhadap nilai-nilai yang

dianut, kesemuanya ini akhirnya berdampak pada peningkatan kepercayaan para

pengikut terhadap apa yang dikemukakan oleh pemimpin tersebut.

Karisma merupakan kekuatan pemimpin yang besar untuk memotivasi mitra

kerjanya dalam melaksanakan tugasnya. Bawahan mempercayai atasan karena

mempunyai pandangan, nilai dan tujuan yang dianggap benar, oleh karena itu

pemimpin yang mempunyai karisma lebih besar akan lebih mudah mempengaruhi

dan mengarahkan mitra usahanya agar bertindak sesuai dengan apa yang

diinginkan oleh pemimpinnya.

Pemimpin yang berkarisma adalah seorang pemimpin yang dapat

memperlihatkan visi, kemampuan dan keahliannya serta tindakan mendahulukan

kepentingan perusahaan dan kepentingan orang lain dari para kepentingan pribadi.

Pemimpin yang berkarisma dapat dijadikan suri teladan, idola dan model bagi

(37)

b. Rangsangan intelektual (intellectual stimulation)

Menurut Bass (1985) rangsangan intelektual, berarti mengenalkan cara

pemecahan masalah secara cerdik, rasional dan hati-hati sehingga anggota mampu

berpikir tentang masalah dengan cara baru dan menghasilkan pemecahan yang

kreatif. Rangsangan intelektual berarti menghargai kecerdasan, mengembangkan

rasionalitas dan pengambilan keputusan secara hati-hati.

Kemampuan sang pemimpin untuk menstimuli pemikiran atau ide-ide

bawahannya (intellectual stimulation), dalam bahasa sederhana pemimpin

transformasional adalah seorang pemimpin yang cerdas sehingga ide-idenya atau

analisanya mampu membuat pencerahan intelektual pada mitra usahanya. Seperti

diterangkan oleh Seltzer dan Bass (1990) bahwa stimulasi intelektual ini,

pemimpin merangsang kreatifitas bawahan dan mendorong untuk menemukan

pendekatan-pendekatan baru terhadap masalah lama.

Menurut Bass (1985) melalui pendekatan ini bawahan di dorong utnuk

berpikir tentang relevansi rasa, sistem nilai, kepercayaan, harapan dan bentuk

organisasi yang ada saat ini. Bawahan juga didorong melakukan inovasi dalam

menyelesaikan persoalan dan berkreasi untuk mengembangkan kemampuan diri,

serta didorong untuk menetapkan tujuan atau sasarannya yang menantang.

Rangsangan intelektual adalah upaya pemimpin meningkatkan kesadaran

bawahan terhadap persoalan-persoalan dan mempengaruhi bawahan untuk melihat

persoalan tersebut melalui perspektif baru (Yukl, 1989).

Dengan ini maka dibutuhkan pula pemimpin yang dengan sendirinya terus

(38)

pemimpin dengan sendirinya adalah seorang “perceptual learner” atau pembelajar

yang terus menerus yang tidak kenal lelah sehingga pemimpin harus perseptif atau

tanggap terhadap persoalan, mampu memotivasi, memiliki kekuatan emosional

dalam memenangkan kecemasan, mengubah asumsi budaya (mampu menjual visi

dan konsep baru) dan mampu menciptakan keterlibatan dan partisipasi serta

mempelajari budaya baru.

Ukuran dan efektifitas pemimpin adalah seberapa banyak kemampuan

bawahan dalam menyelesaikan tugas tanpa kehadiran pemimpin (Bass dan

Avolio, 1990). Bawahan belajar memecahkan masalah dengan cara sendiri secara

kreatif dan inovatif. Melalui praktik intelektual ini, mitra kerja kita diberi

kesempatan seluas-luasnya oleh pemimpinnya untuk bertindak secara kreatif dan

inovatif dalam menyelesaikan masalahnya. Dengan kata lain bawahan diberi

kesempatan oleh pemimpin untuk berekspresi diri dan mengembangkan diri.

c. Inspirasional (Inspiration)

Pemimpin inspirasional adalah seorang pemimpin yang bertindak dengan cara

memotivasi dan menginspirasi bawahan yang berarti mampu mengkomunikasikan

harapan-harapan yang tinggi dari bawahannya, menggunakan simbol-simbol

untuk memfokuskan pada kerja keras, mengekspresikan tujuan dengan cara

sederhana. Selain itu, pemimpin inspirasional mampu mendorong bawahan untuk

menetapkan suatu tujuan yang menantang dengan standard yang tinggi. Adanya

tujuan yang menantang ini diharapkan akan mampu mendorong bawahan untuk

(39)

Pemimpin inspirasional mengembangkan suatu pemecahan masalah dengan

menggunakan simbol-simbol untuk lebih mempermudah pemecahannya. Selain

itu dalam upaya pemecahan masalah, seorang pemimpin harus menunjukkan

kesan sebagai pemimpin yang pandai. Pemimpin inspirasional mampu

memberikan arti yang jelas terhadap tindakan yang direncanakan, bersikap tenang

dalam menghadapi krisis, memberi penghargaan terhadap tindakan bawahan yang

berprestasi, menekankan pada persaingan yang sehat, memberikan gambaran

mengenai masa depan yang menarik dan dapat dicapai dan menjelaskan mengenai

langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut (Bass,

1990).

Pemimpin yang inspirasional oleh Bass dan Avolio (Yukl, 1994) diartikan

sebagai sejauh mana seorang pemimpin mampu mengkomunikasikan suatu visi

yang menarik, mampu menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan

usaha-usaha mitra kerjanya dan memodelkan perilaku yang sesuai. Perilaku pemimpin

yang inspirasional menurut Yukl dan Fleet (Bass, 1985) dapat merangsang

antusiasme bawahan terhadap tugas kelompok dan mengatakan hal-hal yang dapat

menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan tugas

dan mencapai tujuan kelompok. Masih menurut Yukl (1989) membangun

kepercayaan diri bawahan seperti itu merupakan elemen utama dari pemimpin

yang inspirasional. Keyakinan diri yang besar terhadap apa yang dilakukan akan

menimbulkan motif untuk berprestasi serta loyalitas dan usaha yang melebihi

(40)

d. Perhatian Individual (Individualized consideration)

Perhatian secara individual merupakan cara yang digunakan oleh

pemimpin untuk memperoleh kekuasaan dengan bertindak sebagai pembimbing,

memberi perhatian secara individual dan dukungan secara pribadi kepada

bawahannya. Menurut Bass (1985) perhatian individual merupakan suatu cara

pemimpin memperoleh kekuasaan dengan bertindak sebagai pelatih, guru dan

pembimbing yang memberikan perhatian secara individual dan dukungan kepada

anggotanya secara pribadi.

Bass (1990) mengemukakan perhatian individu berarti memberi perhatian

secara personal, memperlakukan bawahan secara individu, memberi saran dan

memberikan bimbingan. Pemimpin perlu melakukan hubungan dengan bawahan

secara individual, mempertimbangkan kebutuhan, kemampuan dan aspirasi

individu, mendengarkan dengan penuh perhatian, pengembangan jangka panjang,

menasehati, mengajar, membina dan melatih (Bass, 1990).

Avolio (Purwanto, 2000) berpendapat bahwa pendelegasian wewenang

merupakan fokus dari perhatian individual. Pendelegasian sebagai tugas untuk

diselesaikan bawahan merupakan tantangan kerja bagi bawahan dan sekaligus

memberi kesempatan kepada bawahan untuk belajar. Pendelegasian sebagian

wewenang kepada bawahan menurut Bass (1990) dapat melalui orientasi terhadap

pengembangan bawahan, orientasi terhadap individu dan mentoring.

Perhatian yang berorientasi pada pengembangan bawahan ditunjukkan melalui

pendelegasian sebagian tugas kepada bawahan. Perhatian yang berorientasi

(41)

bawahan secara individu. Dengan demikian pemimpin dapat melihat adanya

perbedaan yang terdapat pada bawahannya atau mitra kerjanya. Hal ini akan

mempermudah pemimpin dalam memberikan perlakuan terhadap masing-masing

bawahannya. Sedangkan mentoring merupakan bentuk perhatian yang individual

yang ditunjukkan melalui konsultasi atasan kepada bawahan.

Perhatian seorang atasan kepada bawahannya merupakan kewajiban, karena

sebagai figur pemimpin dituntut untuk senantiasa bisa memberikan bimbingan dan

saran yang diperlukan bagi perkembangan bawahannya. Pemimpin

transformasional membangkitkan rasa hormat dan pengabdian dari dalam diri

tiap-tiap orang dengan menyediakan waktu untuk menyatakan bahwa mereka itu

penting.

Berdasarkan empat aspek di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

karakteristik dari gaya kepemimpinan transformasional, sebagai berikut :

Tabel 1.

Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional

Aspek Karakteristik

Karisma Memberi misi dan visi, menumbuhkan kebanggaan,

mampu mendapatkan kepercayaan dan rasa hormat.

Rangsangan Intelektual Menghargai kecerdasan, mengembangkan rasionalitas

dan mengambil keputusan dengan hati-hati

Inspirasional mengkomunikasikan harapan-harapan yang tinggi dari

bawahannya, menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan pada kerja keras, mengekspresikan tujuan dengan cara sederhana

Perhatian Individual memberi perhatian secara personal, memperlakukan

(42)

Keempat aspek gaya kepemimpinan transformasional tersebut digunakan

dalam penyusunan skala gaya kepemimpinan transformasional dalam penelitian

ini.

4. Peran Gaya Kepemimpinan Transformasional

Locke (Harsiwi, 2003) mengatakan kepemimpinan merupakan proses kegiatan

yang melibatkan interaksi antara pemimpin dengan yang dipimpin. Dalam

mewujudkan suatu keberhasilan yang dicita-citakan dibutuhkan interaksi dan

hubungan yang baik antara pemimpin dan yang dipimpin.

Haris (1984) mengemukakan bahwa hal yang tidak kalah pentingnya dalam

proses kepemimpinan adalah persepsi bawahan terhadap atasan. Copey (Riyono,

2001) menegaskan bahwa dalam hubungan antar manusia yang menentukan

bukanlah apa yang kita lakukan tetapi bagaimana orang lain melihat dan

merasakan apa yang kita lakukan. Berdasarkan teori tersebut maka dapat

dikatakan bahwa besar kecilnya pengaruh seorang pemimpin tergantung dari

bagaimana seorang bawahan mempersepsikan pengaruh tersebut, atau dengan kata

lain sifat transformasional pada pemimpin tidak hanya tergantung pada penerapan

gaya kepemimpinan transformasional itu secara objektif melainkan juga

ditentukan oleh bagaimana penerapan gaya kepemimpinan transformasional itu

dipersepsikan dan dirasakan oleh bawahannya.

Persepsi bawahan terhadap pola kepemimpinan transformasional menjadi

(43)

komitmen organisasi pada salesman sehingga akan memperlancar organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Persepsi merupakan bagian yang penting bagi seseorang dalam mengambil

keputusan. Menurut Walgito (1993) dan Mahmud (1990), persepsi merupakan

suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptor dimana

stimulus yang diterimanya tersebut diteruskan ke otak sehingga individu

menyadari apa yang diperolehnya melalui penginderaan tersebut. Dengan kata

lain, individu tidak hanya sekedar melihat namun dia juga memproses dan

menanggapi stimulus yang dialaminya.

Walgito (1993) menggaris bawahi bahwa persepsi merupakan proses dimana

individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus yang diterimanya

dan pola-pola yang ada di lingkungan sehingga lebih berarti bagi individu yang

bersangkutan. Dengan demikian, persepsi adalah proses penerimaan stimulus

melalui penginderaan dimana stimulus yang diterima oleh individu kemudian

diorganisasikan, diinterpretasikan dan dinilai berdasarkan pengalaman subyektif

individu tersebut sehingga menjadi bermakna bagi individu yang

mempersepsikannya. Dalam penelitian ini pemersepsian dilakukan oleh salesman. Jadi, persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan adalah proses penginterpretasian yang dilakukan oleh salesman terhadap tindakan

memotivasi bawahan yang dilakukan oleh pemimpin (supervisor) agar bekerja

demi sasaran-sasaran “tingkat tinggi” yang dianggap melampaui kepentingan

(44)

C. Hubungan Antara Persepsi Salesman Terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional dengan Komitmen Organisasi

Komitmen terhadap organisasi merupakan salah satu faktor penting bagi

tercapainya tujuan organisasi, karena komitmen organisasi dianggap memiliki

keterkaitan positif dengan keloyalan, keterlibatan serta ketaatan terhadap

organisasi.

Komitmen organisasi yang tinggi ditunjukkan dengan ketaatan karyawan

terhadap nilai-nilai organisasi tempat dia bekerja. Dengan memiliki komitmen

terhadap organisasi yang tinggi, dapat diharapkan karyawan akan lebih loyal dan

giat terlibat dalam pencapaian tujuan organisasi karena karyawan tersebut merasa

dirinya sebagai bagian dari perusahaan dan hidup matinya perusahaan merupakan

hidup matinya diri karyawan tersebut.

Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang dimana mereka sebagai

makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri melainkan membutuhkan kerja sama,

tolong menolong dan saling memperhatikan antara manusia yang satu dengan

yang lain. Tidak lain dengan perusahaan yang di dalamnya terdiri dari

manusia-manusia, seorang karyawan juga membutuhkan teladan (panutan), kerja sama dan

perhatian dari pemimpinnya. Dengan adanya pemimpin yang dapat menjadi

teladan, mau bekerja sama dan memperhatikan karyawannya diharapkan agar para

karyawan memiliki persepsi bahwa ada penghargaan terhadap dirinya yang timbul

karena dirinya merasa diperhatikan dan mampu mengaktualisasikan dirinya yang

disebabkan oleh adanya kesempatan untuk mengemukakan harapan-harapannya

(45)

akan menentukan timbulnya hubungan yang baik antara pemimpin dengan

karyawan serta diharapkan dengan adanya hubungan yang baik antara pemimpin

dan karyawan tersebut akan mendorong kesetiaan dan kebanggaan karyawan

terhadap organisasi.

Secara keseluruhan penelitian saya ini dapat dilihat dalam gambar sebagai

berikut :

SKEMA PENELITIAN

Persepsi terhadap Gaya

Kepemimpinan Transformasional

Komitmen Organisasi

1. Karisma

2. Rangsangan Intelektual

3. Inspirasi

4. Perhatian Individual

1. Identifikasi

2. Keterlibatan

3. Loyalitas

D. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka yang ada, maka

hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif yang

(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian korelasional, yaitu penelitian yang bertujuan

untuk melihat ada tidaknya hubungan dan apabila ada, maka seberapa eratnya

hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan itu (Arikunto,1996). Penelitian ini

dimaksudkan untuk melihat apakah terjadi hubungan positif yang signifikan

antara dua variabel.

B. Identifikasi Variabel

Variabel penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Bebas : Persepsi Salesman terhadap Gaya Kepemimpinan

Transformasional Atasan

2. Variabel Tergantung : Komitmen Organisasi

C. Definisi Operasional

Tujuan dari definisi operasional adalah untuk menghindari terjadinya salah

pengertian dan penafsiran. Definisi operasional dari variebel-variabel penelitian

(47)

1. Persespsi Saleman Terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Atasan

Persepsi sebagai proses penerimaan stimulus melalui penginderaan dimana

stimulus yang diterima oleh individu kemudian diorganisasikan, diinterpretasikan

dan dinilai berdasarkan pengalaman subyektif individu tersebut sehingga menjadi

bermakna bagi individu yang mempersepsikannya. Dalam penelitian ini

pemersepsian dilakukan oleh salesman.

Gaya kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan yang

membutuhkan tindakan memotivasi para bawahan agar bekerja demi

sasaran-sasaran “tingkat tinggi” yang dianggap melampaui kepentingan pribadinya saat

itu.

Persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan

adalah proses penginterpretasian yang dilakukan oleh salesman terhadap tindakan

memotivasi bawahan yang dilakukan oleh pemimpin (supervisor) agar bekerja

demi sasaran-sasaran “tingkat tinggi” yang dianggap melampaui kepentingan

pribadinya saat itu.

Tinggi rendahnya tingkat persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan

transformasional diukur dengan menggunakan skala gaya kepemimpinan

transformasional yang didasari oleh teori Bass dan Avolio (Patty, 2001) mengenai

empat aspek yang dapat mengungkapkan tinggi rendahnya gaya kepemimpinan

(48)

a. Karisma (charisma), yaitu seberapa jauh pemimpin dapat memperlihatkan visi, kemampuan dan keahliannya serta tindakan mendahulukan kepentingan

perusahaan dan kepentingan orang lain dari pada kepentingan pribadi.

b. Rangsangan intelektual (intellectual stimulation), yaitu seberapa jauh

pemimpin mendorong bawahan untuk memikirkan kembali cara-cara kerja

dan mencari cara-cara baru dalam menyelesaikan tugasnya.

c. Inspirasi (inspiration), yaitu seberapa jauh pemimpin memotivasi dan

menginspirasi bawahan melalui pemberian arti dan tantangan terhadap tugas

bawahan.

d. Perhatian individual (individualized consideration), yaitu seberapa jauh

pemimpin memberikan perhatian pribadi kepada bawahannya.

2. Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi adalah kekuatan relatif dari identifikasi individu

(salesman) dan keterlibatannya dengan organisasi kerjanya. Komitmen organisasi ini diungkapkan melalui pengukuran menggunakan skala komitmen organisasi

yang disusun berdasarkan tiga aspek, yaitu :

a. Identifikasi, yaitu seberapa jauh karyawan memiliki kepercayaan yang penuh

atas nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang diterapkan oleh perusahaan.

b. Keterlibatan, yaitu seberapa jauh karyawan mau terlibat untuk bekerja keras

dan berusaha semaksimal mungkin demi kepentingan perusahaan.

c. Loyalitas, yaitu seberapa jauh karyawan memiliki keinginan yang kuat untuk

(49)

D. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian adalah di CV. Lidah Buaya Group. Perusahaan yang berdiri

di Kota Magelang ini merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi sabun

mandi, sabun cuci dan sebagainya.

Menurut Azwar (1997), populasi didefinisikan sebagai kelompok subjek yang

hendak dikenai generalisasi penelitian. Dalam penelitian ini, populasinya adalah

sales (bagian penjualan) CV. Lidah Buaya Group.

Sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh

populasinya (Azwar,1997). Agar diperoleh sampel yang benar-benar dapat

mewakili populasinya maka diperlukan teknik sampling, yaitu teknik pengambilan

sampel (Sugiyono,2000). Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini

dengan menggunakan teknik sampling jenuh, yaitu teknik penentuan sampel bila

semua anggota dalam populasi digunakan sebagai sampel. Pada sampel yang ada

tidak dilakukan pembedaan berdasarkan jenis kelamin karena seluruh subjek yang

ada adalah laki-laki. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah

seluruh sales (bagian penjualan) CV. Lidah Buaya Group sebanyak 100 orang.

E. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data menggunakan data primer,

yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat

pengukuran dan pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber

informasi yang dicari (Azwar,1997). Dan dalam metode ini sebagai alat

(50)

Skala Likert merupakan skala yang berisi lima tingkat jawaban mengenai

kesetujuan subjek terhadap pernyataan yang dikemukakan. Tingkat kesetujuan

subjek terhadap pernyataan dalam angket diklasifikasi sebagai berikut :

SA = Strongly Agree = SS = Sangat Setuju

A = Agreee = S = Setuju

UD = Undecided = BM = Belum Memutuskan

DA = Disagree = TS = Tidak Setuju

SDA = Strongly Disagree = STS = Sangat Tidak Setuju

Menurut Hadi (1991), modifikasi skala Likert meniadakan jawaban yang ada

di tengah, yaitu yang belum memutuskan (BM) berdasarkan tiga alasan, yaitu :

1. Kategori undecided itu mempunyai arti ganda; bisa dijadikan belum dapat

memutuskan atau memberi jawaban, dapat juga diartikan netral, setuju tidak,

tidak setuju pun tidak atau bahkan ragu-ragu. Kategori yang jawaban yang

ganda arti ini tentu tidak diharapkan dalam suatu instrumen.

2. Tersedianya jawaban di tengah itu menimbulkan kecenderungan menjawab ke

tengah; terutama bagi mereka yang ragu-ragu (kecenderungan jawabannya ke

arah setuju ataukah ke arah tidak setuju).

3. Maksud kategorisasi jawaban SS – S – TS – STS adalah terutama untuk

melihat kecenderungan pendapat responden, ke arah setuju atau ke arah tidak

setuju. Jika disediakan kategori jawaban itu, akan menghilangkan banyak data

penelitian sehingga mengurangi banyaknya informasi yang dapat dijaring dari

(51)

Adapun skala yang akan digunakan untuk mengumpulkan data adalah sebagai

berikut :

1. Skala Persepsi Salesman terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Atasan

Skala persepsi salesman terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan

dibuat berdasarkan MLQ (Multifactor Leadership Questioner) yaitu skala

kepemimpinan faktor ganda yang disusun oleh Bass dan Avolio (1990). Skala ini

terdiri dari 70 butir meliputi gaya kepemimpinan transformasional 40 aitem, yang

terdiri dari 10 aitem karisma (charisma 2), 10 aitem rangsangan intelektual

(intellectual stimulation), 10 aitem inspirasional (inspiration), 10 aitem perhatian

individual (individualized consideration); 20 aitem faktor kepemimpinan

transaksional terdiri dari 10 aitem contingent reward, 10 aitem management by exception (active-passive);dan 10 aitem faktor non-leader.

Dalam penelitian ini faktor non-leader tidak diambil karena menurut Hughes, dkk (1990) mengatakan bahwa faktor tersebut bukan bagian dari gaya

kepemimpinan baik transformasional maupun transaksional (Purwanto, 2000).

Sedangkan faktor kepemimpinan transaksional tidak diambil karena dalam

penelitian ini peneliti hanya mengukur seberapa transformasional atasan

berdasarkan persepsi sales dan bagaimana hubungannya dengan komitmen

organisasi.

(52)

kepemimpinan transformasional yang didasari oleh teori Bass dan Avolio (Patty,

2001), yaitu :

a. Karisma (charisma). Jika skor yang dihasilkan tinggi hal tersebut

mengindikasikan tingginya juga karisma yang dimiliki pemimpin tersebut,

namun jika skor yang dihasilkan rendah maka hal tersebut mengindikasikan

rendahnya karisma yang dimiliki pemimpin tersebut.

b. Rangsangan intelektual (intellectual stimulation). Semakin tinggi skor yang dihasilkan menandakan pemimpin tersebut memiliki rangsangan intelektual

yang tinggi dan demikian sebaliknya, jika skor yang dihasilkan rendah maka

rangsangan intelektual yang dimiliki pemimpin juga rendah.

c. Inspirasi (inspiration). Jika skor yang dihasilkan tinggi hal tersebut

menunjukkan bahwa pemimpin memiliki kemampuan untuk menginspirasi

bawahan yang tinggi, namun sebaliknya jika skor rendah menandakan

pemimpin kurang mampu menginspirasi bawahannya.

d. Perhatian individual (individualized consideration). Semakin tinggi skor yang diperoleh menandakan pemimpin mempunyai perhatian individual yang

tinggi, dan jika skor yang dihasilkan rendah menandakan pemimpin kurang

memiliki perhatian individual terhadap bawahannya.

Jadi semakin tinggi skor yang diperoleh, berarti semakin tinggi gaya

kepemimpinan transformasional yang dimiliki oleh pemimpin, dan jika semakin

rendah skor yang diperoleh, berarti semakin rendah gaya kepemimpinan

transformasional yang dimiliki pemimpin. Adapun yang dimaksud dengan

(53)

Distribusi atau penyebaran aitem dari skala gaya kepemimpinan

transformasional adalah sebagai berikut :

Tabel 2.

Distribusi Aitem Skala Persespsi Saleman Terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Atasan

No. Aspek Nomor Item Jumlah

1. Karisma 1,5,9,13,17,21,25,29,33,37 10

2. Rangsangan Intelektual 2,6,10,14,18,22,26,30,34,38 10

3. Inspirasi 3,7,11,15,19,23,27,31,35,39 10

4. Perhatian Individual 4,8,12,16,20,24,28,32,36,40 10

Jumlah 40

Dari ke 40 butir pernyataan tersebut, masing-masing butir mempunyai empat

pilihan jawaban dengan skor berturut-turut : skor 4 untuk pilihan SS, skor 3 untuk

pilihan S, skor 2 untuk pilihan TS dan skor 1 untuk pilihan STS.

2. Skala Komitmen Organisasi

Skala komitmen organisasi digunakan untuk mengetahui tinggi rendahnya

komitmen karyawan terhadap organisasinya. Mowday, Steers dan Porter

(Purwanto, 2001) menyatakan ada 3 karakteristik yang dapat mengungkapkan

tinggi rendahnya komitmen karyawan terhadap organisasi tempat dia bekerja,

yaitu :

a. Identifikasi. Jika skor yang diperoleh tinggi menunjukkan identifikasi yang

dimiliki bawahan tinggi, namun jika rendah hal tersebut menunjukkan

(54)

b. Keterlibatan. Semakin tinggi skor yang diperoleh hal tersebut menunjukkan

karyawan memiliki keterlibatan yang tinggi dalam perusahaan, dan jika skor

rendah hal tersebut menunjukkan karyawan memiliki keterlibatan yang rendah

terhadap perusahaan.

c. Loyalitas. Jika skor yang dihasilkan tinggi hal tersebut menandakan karyawan

memiliki loyalitas yang tinggi, dan jika skor yang dihasilkan rendah hal

tersebut menandakan loyalitas yang dimiliki karyawan rendah.

Jadi semakin tinggi skor yang diperoleh dari skala komitmen organiasi, berarti

semakin tinggi komitmen organisasi karyawan terhadap organisasi-organisasi

kerjanya, namun sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh, berarti semakin

rendah komitmen organisasi karyawan terhadap organisasi-organisasi kerjanya.

Skala komitmen organisasi dalam penelitian ini merupakan skala adaptasi dari

penelitian Mowday yang dikutip oleh Purwanto (2001).

Distribusi atau penyebaran item dari skala komitmen adalah sebagai berikut :

Tabel 3.

Distribusi Aitem Skala Komitmen Organisasi

No. Aspek Nomor Item Favorable Nomor Item Unfavorable Jumlah

1. Identifikasi 1,7,13,19,25,31,37,43 4,10,16,22,28,34,40 15

2. Keterlibatan 5,11,17,23,29,35,41,44 2,8,14,20,26,32,38 15

3. Loyalitas 3,9,15,21,27,33,39 6,12,18,24,30,36,42,45 15

Jumlah 45

Dari ke 45 butir pernyataan tersebut, masing-masing butir mempunyai empat

(55)

pilihan S, skor 2 untuk pilihan TS dan skor 1 untuk pilihan STS untuk item yang

favorable. Untuk pernyataan yang unfavorable, penyekorannya terbalik.

F. Validitas dan Reliabilitas

Guna mengungkap aspek-aspek atau variabel-variabel yang ingin diteliti

diperlukan alat ukur berupa skala atau tes yang reliabel dan valid agar kesimpulan

penelitian nantinya tidak keliru dan tidak memberikan gambaran yang jauh

berbeda dari keadaan sebenarnya (Azwar,2001).

1. Validitas Alat Ukur

Validitas tes atau validitas alat ukur adalah sejauh mana tes itu mengukur apa

yang dimaksudkan untuk diukur. Jadi validitas tes pada dasarnya menunjuk pada

derajat fungsi mengukurnya suatu tes, atau derajat kecermatan ukurnya suatu tes

(Suryabrata,2000). Suatu alat ukur yang validitasnya tinggi akan mempunyai

varians kesalahan yang kecil sehingga kita dapat percaya bahwa angka yang

dihasilkannya merupakan angka yang sebenarnya (Azwar,2001).

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi dan validitas

konstrak. Mula-mula sebelum uji coba dilakukan skala persepsi salesman

terhadap gaya kepemimpinan transformasional atasan dan skala komitmen

organisasi diuji validitas isinya dulu. Validitas isi juga menilai sejauh mana

aitem-aitem sudah mencakup semua dan mewakili isi atribut yang sedang diukur

(Azwar, 1997). Untuk pengujian validitas isi dilakukan dengan professional

(56)

ahli. Dalam hal ini koreksi dilakukan oleh dosen pembimbing untuk memastikan

bahwa aitem tersebut sudah mencakup keseluruhan isi objek yang hendak diukur.

Menurut Allen dan Yen (Azwar, 2001) validitas konstrak adalah tipe validitas

yang menunjukkan sejauh mana tes mengungkapkan suatu trait atau konstrak

teoretik yang hendak diukurnya. Pengujian validitas konstrak m

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional
Tabel 2.Distribusi Aitem Skala Persespsi
Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Komitmen Organisasi
Tabel 4. Nomor Aitem Gugur Skala Persepsi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penilaian prestasi kerja menurut Wahyudi (2002:101) yaitu Secara umum penilaian prestasi kerja dapat diartikan sebagai suatu evaluasi yang dilakukan.. secara periodik dan

[r]

Selisih jumlah pendapatan dengan jumlah beban merupakan saldo (sisa) laba atau saldo (sisa) rugi. Bentuk ini banyak digunakan dalam perusahaan jasa. Bentuk laporan Rugi laba

Pada triwulan I-2012 porsi penyaluran kredit oleh bank umum dan BPR di Kota Padang sebesar 36,3% dari total kredit di Sumbar, menurun secara perlahan dibandingkan periode yang

Penguatan Sistem Informasi Designing Sistem Informasi Sistem Selection or Sistem Development Pengembanga n lanjutan Sistem Implementatio n Evaluation Sistem

Pembuktian kualifikasi dilakukan oleh direktur atau yang mewakili (orang yang mewakili diwajibkan membawa surat tugas dan/atau surat kuasa).. Apabila Saudara tidak hadir

Dalam penulisan skripsi ini, penulis bekerja sama dengan pengelola Bunga Tanjung Home Industry untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan melakukan penelitian untuk

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif dengan menggunakan analisisi teori struktur teka-teki Young Ho (2002) dan teori unsur sintaksis