8 BAB II
TINJAUAN TEORETIS
2.1. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus /Acquired Immune Deficiency Syndrome)
2.1.1. Definisi
HIV adalah retrovirus yang termasuk golongan virus
RNA, yaitu virus yang menggunakan RNA sebagai
molekul pembawa genetik. Sebagai retrovirus, HIV
memiliki sifat khas karena memiliki enzim reverse
transcriptase, yaitu enzim yang memungkinkan virus
merubah informasi genetika yang berbeda dalam RNA ke
dalam bentuk DNA. Perubahan tersebut kemudian
diintegrasikan ke dalam informasi genetik sel limfosit yang
diserang dengan demikian HIV dapat memanfaatkan
mekanisme sel limfosit untuk menggandakan dirinya
menjadi virus yang memiliki ciri-ciri HIV (Depkes, 2006).
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan
oleh Human Imunodeficiency Virus (HIV). HIV ditemukan
dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma,
cairan vagina dan air susu ibu. Virus tersebut merusak
9
turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga
mudah terjangkit penyakit infeksi (Depkes, 2006).
2.1.2. Klaifikasi klinis
Terdapat 4 stadium klinis HIV/AIDS pada orang
dewasa yang diklasifikasikan oleh WHO yaitu :
Tabel 2.1. Klasifikasi Stadium Klinis HIV/AIDS Pada
Orang Dewasa
Stadium Gambaran Klinis
I 1. Asimptomastik
2. Limfadenopati generalisata presisten
II
1. Berat badan menurun < 10%
2. Kelainan kulit dari mukosa yang ringan
seperti dermatiis
3. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
4. Infeksi saluran bagian atas seperti sinusitis
bakterialis
III
1. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
2. Kandidiasis orofaringeal
3. Oral hairy leukoplakia
4. TB paru dalam tahun terakhir
5. Infeksi bakteri yang berat seperti
pneumonia
IV
1. HIV wasting syndrome
2. Pneumonia pneumocystis carini
10
4. Diare kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan
5. Kriptokokosis ekstrapulmonal
6. Retinitis virus citomegalo
7. Herpes simpleks mukokutan > 1 bulan
8. Leukoenseflalopati multifocal Progresif
9. Mikosis diseminata seperti histoplasmosis
10. Kandidiasis di esophagus, trakea, bronkus
dan paru
11. Mikobakteriosis atipikal diseminata
12. Septikima salmonelosis non tifoid
13. Limfoma
14. Sarkoma kaposi
15. Ensefalopati HIV
Sumber : Pedoman Nasional Pedoman Perawatan Dukungan dan Pengobatan bagi ODHA. Dirjen Pemberatasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan R.I 2011.
Keterangan tabel mengenai gangguan klinis lain yang diakibatkan
oleh HIV adalah:
a. HIV Wasting Syndrome
Berat badan turun lebih dari 10% ditambah diare kronis lebih
dari 1 bulan atau demam lebih dari 1 bulan yang tidak
disebabkan oleh penyakit lain.
b. Ensefalopati HIV
Gangguan kognitif dan atau fungsi motorik yang mengganggu
aktivitas hidup sehari-hari dan bertambah buruk dalam
beberapa minggu atau bulan yang tidak disertai penyakit
11 2.2. Terapi Antiretroviral
2.2.1. Definisi
Terapi ARV berarti mengobati infeksi HIV dengan
beberapa obat. Obat ini biasanya disebut sebagai obat
ARV karena HIV yang merupakan rotavirus. ARV tidak
menyembuhkan pasien HIV, namun dapat memperlambat
pertumbuhan virus (Spiritia, 2009).
Untuk memulai terapi ARV terdapat beberapa hal
yang dipertimbangkan yaitu jumlah CD4, gejala yang
muncul, dan kesiapan untuk menjalani terapi. Berdasarkan
pedoman nasional yang berlaku saat mulai terapi ARV
pada ODHA dewasa dalam hal tidak tersedia pemeriksaan
CD4 maka penentuan mulai terapi ARV adalah didasarkan
pada penilaian klinis sedangkan jika tersedia pemeriksaan
CD4 penentuan mulai terapi digambarkan pada tabel
12
Tabel 2.2. Saat Mulai Terapi Pada ODHA Dewasa
Target
Populasi
Stadium
Klinis
Jumlah sel
CD4 Rekomendasi
ODHA
sel/mm3 Mulai terapi
Stadium
13
Dalam pemberian ARV terdapat beberapa prinsip
yang perlu diperhatikan diantaranya (Kemenkes
R.I.,2011):
a. Paduan obat ARV harus menggunakan 3 jenis obat
yang terserap dan berada dalam dosis terapeutik.
Prinsip tersebut untuk menjamin efektivitas
penggunaan obat.
b. Membantu pasien agar patuh minum obat antara lain
dengan mendekatkan akses pelayanan ARV
c. Menjaga kesinambungan ketersediaan obat ARV
dengan menerapkan manajemen logistik yang baik
2.2.2. Klasifikasi obat Antiretroviral
ARV tidak dapat membunuh HIV, tetapi setiap
golongan obat ini dapat menghambat penggandaan virus
dengan cara tertentu. Beberapa golongan ARV
diantaranya adalah (Spiritia, 2009) :
1. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI)
Golongan obat ini menghalangi penciptaan DNA virus
dari RNA dengan membuat sel tiruan yang
mengganggu proses ini. Berikut beberapa nama
generik dari obat ARV jenis NRTI:
14
Didanosine (ddl)
Zalcitabine (ddC)
Stavudine (d4T)
Lamivudine (3TC)
2. Non-nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors
(NNRTI)
Jenis ARV ini memiliki peran yang sama dengan NRTI
namun dengan cara mengikat pada enzim reverse
transcriptase dan menghalangi kegiatannya. Bebeapa
nama obat dari golongan NNRTI diantaranya:
Nevirapine (NVP)
Delavirdine (DLV)
Efavirenz (EFV)
Etravirine (ETV)
3. Protease Inhibitors (PI)
Golongan ARV ini menghalangi kegiatan protease,
sebuah enzim yang memotong rantai protein HIV
menjadi protein tertentu yang diperlukan untuk merakit
tiruan virus yang baru. Beberapa nama obat golongan
protease inhibitors:
Saquinavir (SQV)
Ritonavir (RTV)
15
Nelfinavir (NFV)
Amprenavir (APV)
Paduan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk lini
pertama adalah (Kemenkes R.I.,2011) :
2.2.3. Mekanisme kerja ARV
Sebagian besar obat-obatan ARV yang beredar saat ini
bekerja berdasarkan siklus replikasi HIV dimana setiap
jenis ARV memiliki target yang berbeda pada siklus
replikasi HIV yaitu :
Entry (saat masuk)
HIV masuk ke dalam sel T untuk dapat memulai
kerjanya yang merusak. Mula-mula HIV mendekatkan
diri pada sel, kemudian menyatukan membran luarnya
dengan membran luar sel. Enzim
reversetrascriptasedapat dihalangi oleh obat
Zidovidine (AZT,ZDV), Zalcitabine(ddC),
Lamivudine(3TC), dan Stavudine (D4T).
Early replication
Sifat dari HIV adalah mengambil alih mesin genetik sel
16
menaburkan bahan-bahan genetikanya ke dalam sel.
Namun kode genetika tersebut tertulis dalam bentuk
RNA sehingga dengan adanya enzim
reversetrascriptase, kode genetika dalam RNA dapat
disalin ke dalam DNA. Obat Nucleose RT inhibitors
(Nukes) menyebabkan terbentuknya enzim
reversetrascriptaseyang cacat. Golongan
non-nucleoside RT inhibitors memiliki kemampuan untuk
mengikat enzim reversetrascriptasesehingga
membuat enzim tersebut menjadi tidak berfungsi.
Late replication
HIV menggunting sel DNA untuk kemudian
memasukan DNA-nya sendiri ke dalam guntingan
tersebut untuk menyambung kembali helaian DNA
tersebut. Alat penyambung itu adalah enzim
integrase, maka obat integraseinhibitors diperlukan
untuk menghalangi penyambungan ini.
Assembly (perakitan/penyatuan). Begitu HIV
mengambil alih bahan-bahan genetik sel, maka sel
akan diatur untuk membuat berbagai potongan
sebagai bahan yang membuat virus baru. Potongan
ini harus dipotong dalam ukuran yang benar yang
17
obat jenis Protease Inhibitors diperlukan untuk
menghalangi terjadinya penyambungan ini
(Nursalam, 2011).
2.3. Penatalaksanaan HIV Reaktif
Beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam
penatalaksanaan HIV reaktif diantaranya sebagai berikut
(Nurarif, 2013) :
1. Memberikan pendidikan kepada keluarga dan pasien tentang
bahaya penularan dan perawatan pasien
2. Menganjurkan untuk tidak mendonorkan darah dan organ
3. Menggunakan kondom lateks dengan pelumas yang larut
dalam air dan mengandung spermisida nonoxynol-9
4. Tidak menggunakan jarum suntik, pisau cukur, sikat gigi, atau
barang-barang yang terkontaminasi darah, bersama dengan
orang lain.
5. Menganjurkan keluarga ikut serta dalam memberikan
dukungan kepada penderita dan memberikan asupan nutrisi.
2.4. Kepatuhan
2.4.1. Definisi Kepatuhan
Kepatuhan berasal dari kata “patuh” yang berarti taat,
suka menuruti, disiplin. Kepatuhan menurut Trostle dalam
18
mengambil suatu tindakan pengobatan, misalnya dalam
menentukan kebiasaan hidup sehat dan ketetapan
berobat. Dalam pengobatan, seseorang dikatakan tidak
patuh apabila orang tersebut melalaikan kewajibannya
berobat, sehingga dapat mengakibatkan terhalangnya
kesembuhan.
Untuk menjalani suatu terapi, kepatuhan atau
adherence merupakan suatu keadaan dimana pasien
mematuhi pengobatan atas dasar kesadaran sendiri,
bukan hanya mematuhi perintah dokter. Hal tersebut
penting karena diharapkan akan lebih meningkatkan
tingkat kepatuhan minum obat.
2.4.2. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan menurut Niven
(2002) :
1) Penderita atau Individu
a) Sikap atau motivasi pasien ingin sembuh
Motivasi atau sikap yang paling kuat adalah dalam
diri individu sendiri. Motivasi individu ingin tetap
mempertahankan kesehatannya sangat
berpengaruh terhadap faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku penderita dalam
19
b) Keyakinan
Keyakinan merupakan dimensi spiritual yang dapat
menjalani kehidupan. Penderita yang berpegang
teguh terhadap keyakinan akan memiliki jiwa yang
tabah dan tidak mudah putus asa serta dapat
menerima keadaannya, demikian juga cara
perilaku akan lebih baik. Kemauan untuk
melakukan kontrol penyakitnya dapat dipengaruhi
oleh keyakinan penderita, dimana penderita
memiliki keyakinan yang kuat akan lebih tabah
terhadap anjuran dan larangan kalau tahu
akibatnya.
2) Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga merupakan bagian dari penderita
yang paling dekat dan tidak dapat dipisahkan.
Penderita akan merasa senang dan tentram apabila
mendapat perhatian dan dukungan dari keluarganya.
Karena dengan dukungan keluarga tersebut akan
menimbulkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi
dan mengelola penyakitnya dengan baik, serta
penderita mau menuruti saran-saran yang diberikan
oleh keluarga untuk menunjang pengolahan
20
3) Dukungan Petugas Kesehatan
Dukungan petugas kesehatan merupakan faktor lain
yang dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan.
Dukungan mereka terutama berguna pada pasien
menghadapi bahwa perilaku sehat yang baru tersebut
merupakan hal penting. Begitu juga mereka dapat
mempengaruhi perilaku pasien dengan cara
menyampaikan antusias mereka terhadap tindakan
tertentu dari pasien yang telah mampu beradaptasi
dengan program pengobatan.
2.4.2.1. Bentuk Dukungan Keluarga
Keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan
(Friedman, 2010) yaitu :
1. Dukungan Penilaian
Dukungan ini meliputi pertolongan pada individu
untuk memahami kejadian depresi dengan baik dan
juga sumber depresi dan strategi koping yang dapat
digunakan dalam menghadapi stressor. Dukungan
ini juga merupakan dukungan yang terjadi bila ada
ekspresi penilaian yang positif terhadap individu.
21
strategi koping individu dengan strategi-strategi
alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus
pada aspek-aspek yang positif.
2. Dukungan Instrumental
Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan
jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dan
material berupa bantuan nyata (instrumental support
material support), suatu kondisi dimana benda atau
jasa akan membantu memecahkan masalah praktis.
Dukungan nyata paling efektif bila dihargai oleh
individu dan mengurangi depresi individu. Pada
dukungan nyata keluarga sebagai sumber untuk
mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.
3. Dukungan Informasional
Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan
tanggung jawab bersama, termasuk di dalamnya
memberikan solusi dari masalah, memberikan
nasehat, penghargaan, saran, atau umpan balik
tentang apa yang dilakukan oleh seseorang.
Keluarga dapat menyediakan informasi dengan
menyarankan tentang dokter, terapi yang baik bagi
dirinya dan tindakan spesifik bagi individu yang
22
dan memecahkan masalahnya dengan dukungan
dari keluarga dengan menyadiakan feed back. Pada
dukungan informasi ini keluarga sebagai
penghimpun informasi dan pemberi informasi.
4. Dukungan Emosional
Selama depresi berlangsung, individu sering
menderita secara emosional, sedih, cemas dan
kehilangan harga diri. Dukungan emosional
memberikan individu perasaan nyaman, merasa
dicintai saat mengalami depresi, bantuan dalam
bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian
sehingga individu yang menerimanya merasa
berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga
menyediakan tempat istirahat dan memberikan
semangat.
2.4.2.2. Pelayanan Kesehatan
Menurut Azwar (1996) yang mengutip pendapat Levey
dan Loomba, pelayanan kesehatan merupakan bentuk
upaya yang diselenggarakan sendiri atau
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan, mencegah,
menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan
23
Agar pelayanan mencapai tujuan yang diinginkan, ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi diantaranya:
1. Tersedia dan berkesinambungan (available &
continuous)
Pelayanan tersebut harus tersedia di masyarakat
(available) serta bersifat berkesinambungan
(continuous). Artinya semua jenis pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan
mudah dicapai oleh masyarakat.
2. Mudah dijangkau(affordable)
Pengertian keterjangkauan di sini terutama dari
sudut jarak dan biaya. Untuk mewujudkan keadaan
seperti ini harus dapat diupayakan pendekatan
sarana pelayanan kesehatan dan biaya kesehatan
diharapkan sesuai dengan kemampuan ekonomi
masyarakat.
3. Bermutu(quality)
Mutu yang dimaksud adalah yang menunjuk pada
tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan, yang disatu pihak dapat
memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan
24
dengan kode etik serta standar yang telah
ditetapkan.
2.4.3. Hubungan Kepatuhan ODHA dengan Keberhasilan Terapi
Antiretroviral
Dalam hubungannya dengan terapi ARV pada ODHA,
kepatuhan digambarkan sebagai kondisi dimana pasien
berperan lebih aktif mengikuti pengobatan dan
berkomitmen untuk mengikuti pengobatan yang diberikan
sebaik mungkin.
Kepatuhan pada pasien menurut Sackett (1976)
dalam (Notoatmodjo, 2005) adalah Sejauh mana perilaku
individu sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh
petugas kesehatan.
Adherence atau kepatuhan harus selalu dipantau dan
dievaluasi secara teratur pada setiap kunjungan.
Kegagalan terapi ARV sering diakibatkan ketidak-patuhan
pasien mengkonsumsi ARV. Oleh karena itu pencapaian
supresi virologis yang baik membutuhkan tingkat
kepatuhan terapi ARV yang sangat tinggi (Kemenkes R.I.,
2011)
Keberhasilan terapi dapat dilihat dari tanda-tanda
klinis pasien yang membaik setelah terapi, salah satunya
25
menjadi prediktor terkuat terjadinya komplikasi HIV.
Jumlah CD4+ yang menurun diasosiasikan sebagai
perbaikan yang lambat dalam terapi, meski pada
kenyataannya pasien yang memulai terapi pada saat
CD4+ rendah, akan menunjukkan perbaikan yang lambat.
Namun jumlah CD4+ di bawah 100 sel/mm3 menunjukkan
resiko yang signifikan untuk terjadinya penyakit HIV yang
progresif. Maka, kegagalan imunologik dikatakan terjadi
jika jumlah CD4+ kurang dari angka tersebut.
Pengobatan dikatakan sukses secara virulogik jika
tingkat RNA plasma HIV-1 berada di bawah 400 kopi/ml
atau 50 kopi/ml setelah 6 bulan terapi. Jika gagal, maka
dapat dipertimbangkan untuk mengganti regimen atau