• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA KADAR AIR, KOTORAN DAN ASAM LEMAK BEBAS PADA Crude Palm Oil (CPO) DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISA KADAR AIR, KOTORAN DAN ASAM LEMAK BEBAS PADA Crude Palm Oil (CPO) DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MEDAN TUGAS AKHIR"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA KADAR AIR, KOTORAN DAN ASAM LEMAK BEBAS PADA Crude Palm Oil (CPO) DI PUSAT PENELITIAN

KELAPA SAWIT MEDAN

TUGAS AKHIR

TEGUH ALVIANSYAH SEMBIRING 182401095

PROGRAM STUDI D3 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(2)

ANALISA KADAR AIR, KOTORAN DAN ASAM LEMAK BEBAS PADA Crude Palm Oil (CPO) DI PUSAT PENELITIAN

KELAPA SAWIT MEDAN

TUGAS AKHIR

DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS DAN MEMENUHI SYARAT MEMPEROLEH GELAR AHLI MADYA

TEGUH ALVIANSYAH SEMBIRING 182401095

PROGRAM STUDI D3 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(3)

(4)

i

(5)

ii

ANALISA KADAR AIR, KOTORAN DAN ASAM LEMAK BEBAS PADA Crude Palm Oil (CPO) DI PUSAT PENELITIAN KELAPA

SAWIT MEDAN

ABSTRAK

Analisa kadar air, kotoran dan asam lemak bebas dari minyak sawit yang di produksi oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan sudah dilakukan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar air, kotoran, dan asam lemak bebas telah memenuhi standar mutu minyak sawit yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI). Analisis kadar air dan kotoran dilakukan dengan metode gravimetri sedangkan analisis asam lemak bebas dilakukan dengan cara titrasi alkalimetri. Hasil yang diperoleh pada kadar air 0,26%, kotoran 0,10% dan asam lemak bebas (ALB) 5,55%. Dengan demikian kadar air dan kotoran pada CPO tersebut telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) <0,5%, sedangkan untuk kadar asam lemak bebas tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) <5% di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.

Kata kunci: alkalimetri, asam lemak, crude palm oil (CPO), gravimetri, standar mutu

(6)

iii

ANALYSIS OF WATER CONTENT, DIRT, AND FREE FATTY ACIDS IN Crude Palm Oil (CPO) AT MEDAN PALM OIL

RESEARCH CENTER

ABSTRACT

Analysis of water content, dirt and free fatty acids from palm oil produced by the Medan Oil Palm Research Center has been carried out. The purpose of this study was to determine whether the water content, dirt, and free fatty acid had met the quality standards of palm oil set by the Indonesian National Standard (SNI). Analysis of water content and dirt was carried out by gravimetric method while analysis of free fatty acid content was carried out by alkalimetric titration. The results obtained at the water content 0.26%, the dirt 0.10% and the free fatty acid (FFA) 5.55%. Thus the water content and dirt in the CPO have met the Indonesian National Standard (SNI) <0,5%, while the free fatty acid content does not meet the Indonesian National Standard (SNI)

<5% at the Medan Oil Palm Research Center.

Key words: alkalimetri, crude palm oil (CPO), fatty acid, gravimetry, quality standards

(7)

iv PENGHARGAAN

Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini sangat sederhana dan masih jauh dari kesempurnaan, hal ini tidak lain karena ilmu yang diterima penulis masih sangat terbatas.

Karya ilmiah ini diajukan sebagai syarat kelulusan program Diploma III Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas

Sumatera Utara. Adapun judul yang dibuat dalam penulisan karya ilmiah ini adalah

“ Analisa Kadar Air, Kotoran, Dan Asam Lemak Bebas Pada Crude Palm Oil (CPO) Di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan”. Dalam proses penulisan karya ilmiah ini, penulis mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah banyak memberikan bantuan dan bimbingan, antara lain kepada :

1. Ibu Dr. Emma Zaidar, M.Si selaku dosen pembimbing tugas akhir dan pembimbing akademik penulis yang telahmemberikan bimbingan, arahan dan nasehat kepada penulis dalam menyelesaikankarya ilmiah ini.

2. Bapak Dr.Minto Supeno, MS selaku Ketua Program Diploma III Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU.

3. Ibu Dra. Nurhaida Pasaribu, M.Si selaku sekretaris Departemen Program Diploma III Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU.

4. Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, S.Si., M.Si selaku ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU.

5. Seluruh staf pegawai dan dosen FMIPA USU yang telah membantu dan mendidik penulis selama perkuliahan.

6. Seluruh Staf dan Pegawai di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan yang telah membantu dan memberikan bimbingan selama menjalani Praktek Kerja Lapangan.

7. Teristimewa kepada Ayahanda Abdul Aziz Sembiring dan Ibunda Elvidawati yang selalu memberikan dukungan secara moril dan materil, doa, perhatian dan kasih sayang yang tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

(8)

v 8. Abang penulis Muhammad Ardiansyah Putra Sembiring, S.T , yang selalu

memberikan semangat, doa, dan perhatian secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis.

9. Teman Terkasih Wannehza Bidau Ainne yang telah memberikan dukungan dan motivasi secara langsung maupun tidak langsung

10. Kawan – Kawan Kelompok Praktek Kerja Lapangan yang dapat bekerja sama dengan baik selama Praktek Kerja Lapangan.

11. Rekan- rekan Mahasiswa/I D3 Kimia stambuk 2018 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan kebersamaan selama menyelesaikan studi di D3 Kimia. Serta sahabat yang tidak bisa disebutkan satu persatu..

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan dalam materi maupun penyajiannya. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari semua pihak yang dapat menjadi masukkan bagi peulis untuk menambah kesempurnaan tugas akhir ini.Semoga penulis karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 10 September 2021

TEGUH ALVIANSYAH SEMBIRING

(9)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

PENGHARGAAN iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

DAFTAR SINGKATAN

xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Tujuan 2

1.4. Manfaat

2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1. Sejarah Kelapa Sawit 3

2.2. Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit 5

2.3. Pengolahan Kelapa Sawit 7

2.3.1. Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) ke pabrik 8

2.3.2. Perebusan TBS 8

2.3.3. Perontokan dan pelumatan buah 8

2.3.4. Pemerasan atau ekstraksi minyak sawit 9 2.3.5. Pemurnian atau penjernihan minyak sawit 10

2.3.6. Pengeringan dan pemecahan biji 10

2.3.7. Pemisahan inti sawit dari tempurung 10

2.4. Minyak Kelapa Sawit 11

2.5. Standar mutu minyak sawit 11

2.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit 13

2.7. Minyak dan Lemak 15

2.8. Air 17

2.9. Kadar Kotoran

17

(10)

vii

BAB 3 METODE PENELITIAN 19

3.1. Alat 19

3.2. Bahan 19

3.3. Prosedur Kerja 19

3.3.1. Analisa Kadar Air Pada CPO 19

3.3.2. Analisa Kadar Kotoran Pada CPO 20

3.3.3. Analisa Kadar Asam Lemak Bebas Pada CPO

21

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 22

4.1. Hasil 22

4.1.1. Hasil Analisa Kadar Air Pada CPO 22

4.1.2.. Hasil Analisa Kadar Kotoran Pada CPO 23

4.1.3. Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas Pada CPO 23

4.2. Perhitungan 24

4.2.1. Perhitungan Kadar Air (%) Pada CPO 24

4.2.2. Perhitungan Kadar Kotoran (%) Pada CPO 24 4.2.3. Perhitungan Kadar Asam Lemak Bebas (%) Pada CPO 25 4.3. Pembahasan

26

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 28

5.1. Kesimpulan 28

5.2. Saran

28

DAFTAR PUSTAKA 29

LAMPIRAN 31

(11)

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman Tabel

2.5.1. Standar Mutu Minyak Sawit, Inti sawit, dan Minyak Inti Sawit 12 2.5.2. Standar Mutu Kualitas CPO SNI-01-2901-2006 13 4.1. Data analisis kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB 22 4.1.1 Tabel Hasil Analisa Kadar Air Pada CPO 22 4.1.2 Tabel Hasil Analisa Kadar Kotoran Pada CPO 23 4..1.3 Tabel Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas Pada CPO 23

(12)

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar

2.1 Reaksi esterifikasi asam lemak dan gliserol 16

2.2 Asam Karboksilat 16

(13)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman Lampiran

1. Standard Nasional Indonesia Mutu Crude Palm Oil (CPO)

31

(14)

xi

DAFTAR SINGKATAN

ALB = Asam Lemak Bebas

SNI = Standar Nasional Indonesia PKS = Pabrik Kelapa Sawit CPO = Crude Palm Oil PKO = Palm Kernel Oil TBS = Tandan Buah Segar BJ = Berat Jenis

kg = Kilogram gr = Gram

NaOH = Natrium Hidroksida N = Normalitas

(15)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis quineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis golongan palma yang termasuk tanaman tahunan dan habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Kelapa sawit yang sudah dibudidayakan terdiri dari dua jenis : E.

guineensis dan E. oleifera. Jenis pertama adalah yang pertama kali dibudidayakan sebagai tanaman komersial. Sementara E. oleifera belakangan ini mulai dibudidayakan untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik. Kelapa sawit yang dikenal berdasarkan ketebalan cangkang ada tiga jenis, yakni Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal, sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah, namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%. Pisifera memiliki buah yang tidak memiliki cangkang, namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera (Sibuea, 2014).

Minyak yang berasal dari kelapa sawit terdiri dari dua macam, Pertama, minyak yang berasal dari daging buah (mesocarp) yang dihasilkan melalui perebusan dan pemerasan (press). Minyak jenis ini dikenal sebagai minyak sawit kasar atau crude palm oil (CPO). Kedua, minyak yang berasal dari inti sawit, dikenal sebagai minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO) (Fauzi dkk, 2004).

Adapun mutu minyak sawit sangat dipengaruhi oleh kadar kotoran, dimana jika kadar kotoran meningkat ini diakibatkan terjadinya kesalahan pada mesin produksi, yaitu ripple mill, claybath, dan juga kernel silo. Penyimpanan nut yang tidak merata akan mengakibatkan nut yang belum masak ikut jatuh ke stasiun pengiriman yaitu bulk silo, sehingga inilah yang mengakibatkan tingginya kadar air (Tim Penulis, 1997)

Air merupakan media untuk berlangsungnya proses biokimia seperti pembentukan asam lemak bebas, pemecahan protein, dan hidrolisa karbohidrat yang cukup banyak terkandung dalam inti. Kadar air inti dari pemisahan basah sekitar 1525%. Oleh karena itu, inti perlu dikeringkan untuk dapat memperpanjang daya simpan agar lebih awet dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, permukaan inti yang basah merupakan media tumbuh mikroba yang lebih baik seperti jamur yang menempel pada permukaan. Mikroba tersebut akan menghasilkan enzim yang akan merusak lemak, protein, karbohidrat, dan vitamin baik secara hidrolisis atau oksidasi. Oleh karena itu, perlu segera dilakukan penurunan kadar air. Inti dapat tahan

(16)

2 lebih lama dalam penyimpanan bila kadar air rendah, yakni sekitar 6% sampai 7%.

Pengamatan pada beberapa PKS dengan kadar air inti 7%, kadar inti pecah 15% pada penyimpanan selama 6 bulan menunjukkan kadar ALB akhir 3-5% (Sibuea, 2014).

Beberapa kriteria minyak kelapa sawit yang diperlukan adalah memiliki warna kemerahan, rasa dan bau yang enak, dapat disimpan dalam jangka yang lama, mudah dimurnikan dan tingkat hidrolisa pada pembentukan Asam Lemak Bebas (ALB) yang dihasilkan rendah. Untuk itu perlu dilakukan analisa mutu produksi dengan cara menganalisa kadar ALB, air dan kotoran dalam minyak kelapa sawit tersebut apakah telah sesuai dengan mutu yang ditetapkan sehingga dapat bersaing di pasar internasional. Untuk memperoleh hasil yang maksimal baik mutu maupun kuantitas maka dalam pengolahan kelapa sawit di pabrik mulai dari tahap proses pengolahan sampai penimbunan harus memperhatikan dan menjaga standar mutu yang berlaku pada perusahaan tersebut (Tim Standarisasi Pengolahan Kelapa Sawit, et al. 1997).

Oleh sebab itu untuk mengetahui mutu minyak sawit, hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah kandungan minyak tersebut telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Maka dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk memilih judul

“Pemeriksaan Kadar Air, Kadar Kotoran, Dan Kadar Asam Lemak Bebas Pada Crude Palm Oil (CPO) Di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan”.

1.2. Permasalahan

Apakah kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB yang terdapat pada Crude Palm Oil (CPO) yang diproduksi oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI)?

1.3. Tujuan

Untuk mengetahui apakah kadar air, kadar kotoran, dan kadar asam lemak bebas yang terdapat pada Crude Palm Oil (CPO) yang diproduksi Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

1.4. Manfaat

Dapat memberikan informasi tentang persentase kadar air, kadar kotoran, dan kadar asam lemak bebas yang terdapat pada Crude Palm Oil (CPO) serta perbandingannya dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

(17)

3 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kelapa Sawit

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam untuk ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budi daya yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton.

Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang cukup pesat.Indonesia menggeser dominasi ekspor negara Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing yang berkuasa di Indonesia, termasuk Belanda.

Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran.Secara keseluruhan produksi perkebunan kelapa sawit terhenti. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit Indonesia pun hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 19481949. Padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.

Setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pada tahun 1957, pemerintahan mengambil alih perkebunan dengan alasan politik dan keamanan.

Pemerintah menempatkan perwira-perwira militer di setiap jenjang manajemen perkebunan yang bertujuan mengamankan jalannya produksi. Pemerintah juga membentuk BUMIL (buruh militer) yang merupakan wadah kerjasama antara buruh perkebunan dengan militer. Perubahan manajemen dalam perkebunan dan kondisi social politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi

(18)

4 kelapa sawit mengalami penurunan. Pada periode tersebut posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.

Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan sebagai sektor penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan.Sampai dengan tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu, lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program perkebunan inti rakyat perkebunan (PIR-bun). Dalam pelaksanaannya, perkebunan besar sebagai inti membina dan menampung hasil perkebunan rakyat di sekitarnya yang menjadi plasma.

Perkembangan perkebunan semakin pesat lagi setelah pemerintah mengembangkan program lanjutan yaitu PIR-Transmigrasi sejak tahun 1986. Program tersebut berhasil menambah luas lahan dan produksi kelapa sawit. Pada tahun 1990-an, luas perkebunan kelapa sawit mencapai lebih dari 1,6 juta ha yang tersebar di berbagai sentra produksi, seperti Sumatera dan Kalimantan (Fauzi dkk, 2004).

Kelapa sawit merupakan tanaman tropis penghasil minyak nabati yang hingga saat ini diakui paling produktif dan ekonomis dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya, misalnya kedelai, kacang tanah, kelapa, bunga matahari, dan lain – lain.

Jika dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, minyak kelapa sawit memiliki ke istimewaan tersendiri, yakni rendahnya kandungan kolestrol dan dapat diolah lebih lanjut menjadi suatu produk yang tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan (minyak goreng, margarin, vanaspati, lemak dan lain – lain), tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan nonpangan (gliserin, sabun, detergen, BBM, dan lain-lain).

Secara umum terdapat dua macam minyak kelapa sawit, yaitu minyak kelapa sawit yang berasal dari daging buah (sabut) dan minyak kelapa sawit yang berasal dari ekstrak inti buah (kernel). Hasil ekstraksi daging buah disebut minyak mentah atau Crude Palm Oil (CPO), sedangkan hasil ekstraksi inti buah disebut minyak kernel atau KPO (Kernel Palm Oil). (Hadi M , 2004.)

(19)

5 2.2. Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit

A. Klasifikasi

Divisi : Tracheophyita Subdivisi : Pteropsida Kelas : Angiospermeae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Palmales

Famili : Arecaceae Subfamili : Cocoideae Genus : Elaeis

Spesies : 1. Elaeis guineensis Jacq.

2. E. oleifera 3. E. odora

(Sibuea, 2014) B. Morfologi Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang dan daun, sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangbiakan terdiri dari bunga dan buah.

1. Bagian Vegetatif A. Akar

Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi tanaman. Selain itu, sebagai penyangga berdirinya tanaman sehingga mampu menyokong tegaknya tanaman pada ketinggian yang mencapai puluhan meter hingga tanaman berumur 25 tahun. Akar tanaman kelapa sawit tidak berbuku, ujungnya runcing, dan berwarna putih atau kekuningan. Tanaman kelapa sawit berakar serabut.

Perakarannya sangat kuat karena tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan kuarter. Akar primer tumbuh ke bawah di dalam tanah sampai batas permukaan air tanah. Akar sekunder, tertier, dan kuarter tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuarter menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung zat hara.

(20)

6 B. Batang

Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai cambium dan umumnya tidak bercabang. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus ke atas.Batang berbentuk silindris dan berdiameter 20-75 cm, tetapi pada pangkalnya membesar. Tinggi batang bertambah 25-45 cm/tahun. Pertumbuhan batang tergantung pada jenis tanaman, kesuburan, dan iklim setempat.

C. Daun

Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap, dan bertulang sejajar. Daun-daun membentuk satu pelepah yang panjangnya mencapai lebih dari 7,5-9 m. Pada pangkal pelepah daun terdapat duri-duri atau bulubulu. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur, daun cepat membuka sehingga makin efektif melakukan fungsinya sebagia tempat berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama proses fotosintesis berlangsung, semakin banyak bahan makanan yang dibentuk sehingga produksi akan meningkat. Produksi daun tergantung iklim setempat. Umur daun mulai terbentuk sampai tua sekitar 6-7 tahun. Daun kelapa sawit yang sehat dan segar berwarna hijau tua.

2. Bagian Generatif A. Bunga

Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masing-masing terangkai dalam satu tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Rangkaian bunga terdiri dari batang poros dan cabang-cabang beruncing yang disebut spikelet. Jumlah spikelet dalam rangkaian dapat mencapai 200 buah. Kadang-kadang pada tanaman kelapa sawit terbentuk rangkaian bunga yang hermaprodit, terutama pada tanaman yang masih muda. Hal ini dapat terjadi pada masa transisi antara jantan dan betina. Bunga betina yang sudah mekar atau dalam keadaan reseptif mengalami beberapa tingkatan perkembangan, tingkat perkembangan bunga betina dapat dilihat dari perbedaan warnanya. Pada hari keempat saat warna bunga menjadi merah kehitam-hitaman betina mengeluarkan bau harum dan lender yang menarik serangga, sehingga penyerbukan dapat terjadi. Selain oleh serangga, penyerbukan dapat juga dibantu angin. Bunga jantan pun mengalami tingkat perkembangan mulai dari terbentuknya kelopak bunga sampai siap melakukan perkawinan. Bunga jantan juga akan mengeluarkan bau yang khas. Hal itu menandakan bunga jantan sedang aktif dan tepung sari dapat diambil untuk penyerbukan buatan.Produksi tandan bunga jantan per pokok pada tanaman

(21)

7 muda lebih sedikit dibandingkan dengan produksi bunga betina. Angka perbandingan akan menjadi stabil sesuai dengan bertambahnya umur tanaman.

B. Buah

Buah disebut juga fructus. Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh baik dan subur sudah dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pertama pada umur sekitar 3,5 tahun jika dimulai dari penanaman biji kecambah di pembibitan. Buah terbentuk setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan. Waktu yang diperlukan mulai dari penyerbukan sampai buah matang dan siap panen kurang lebih 5-6 bulan. Secara anatomi, buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian pertama adalah perikaprium yang terdiri dari epikaprium dan mesokaprium, sedangkan yang kedua adalah biji, yang terdiri daari endokaprium, endosperm, dan lembaga atau embrio.

Epikaprium adalah kulit buah yang keras dan licin, sedangkan mesokaprium yaitu daging buah yang berserabut dan mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi.

Endokaprium merupakan tempurung berwarna hitam dan keras. Endosperm atau disebut juga kernel merupakan penghasil minyak inti sawit, sedangkan lembaga atau embrio merupakan bakal tanaman. Tanaman kelapa sawit menghasilkan buah 20-22 tandan/tahun. Untuk tanaman yang semakin tua produktivitasnya akan menurun menjadi 12-14 tandan/tahun. Banyaknya buah yang terdapat pada satu tandan tergantung pada faktor genetis, umur, lingkungan, dan teknik budi dayanya (Fauzi, 2004).

2.3. Pengolahan Kelapa Sawit

Pengolahan tandan buah segar (TBS) di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau brondolan dari TPH ke pabrik sampai dihasilkannya minyak sawit dan hasil-hasil sampingnya.

Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama pengolahan TBS di pabrik, yaitu : - Minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah, dan

- Minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit 2.3.1. Pengangkutan TBS ke pabrik

Tandan buah segar hasil pemanenan harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah lebih lanjut. Pada buah yang tidak segera diolah, maka kandungan ALB-nya semakin meningkat. Untuk menghindari hal tersebut, maksimal 8 jam setelah panen, TBS harus segera diolah.

(22)

8 Pemilihan alat angkut yang tepat dapat membantu mengatasi masalah kerusakan buah selama pengangkutan. Ada beberapa alat angkut yang dapat digunakan untuk mengangkut TBS dari perkebunan ke pabrik, yaitu lori, traktor gandengan, atau truk.

Sesampai TBS di pabrik, segera dilakukan penimbangan. Penimbangan penting dilakukan sebab akan diperoleh angka-angka yang terutama berkaitan dengan produksi perkebunan, pembayaran upah para pekerja, penghitungan rendemen minyak sawit, dan lain-lain. Setelah ditimbang, TBS mengalami proses selanjutnya yaitu perebusan.

2.3.2. Perebusan TBS

Buah beserta lorinya kemudian direbus dalam suatu tempat perebusan (sterilizer) atau dalam ketel rebus. Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas selama 1 jam atau tergantung pada besarnya tekanan uap. Pada umumnya, besarnya tekanan uap yang dilakukan adalah 2,5 atmosfer dengan suhu uap 125 C. Perebusan yang lama dapat menurunkan kadar minyak dan pemucatan kernel. Sebaliknya, perebusan dalam waktu yang terlalu pendek menyebabkan semakin banyak buah yang tidak rontok dari tandannya. Tujuan perebusan adalah :

1. Merusak enzim lipase yang menstimulir pembentukan ALB 2. Mempermudah pelepasan bauh dari tandan dan inti dari cangkang 3. Memperlunak daging buah sehingga memudahkan proses pemerasan 4. Untuk mengkoagulasikan (mengendapkan) protein sehingga memudahkan pemisahan minyak.

2.3.3. Perontokan dan pelumatan buah

Setelah perebusan lori-lori yang berisi TBS ditarik keluar dan diangkat dengan alat Hoisting Crane yang digerakkan dengan motor. Hoisting Crane akan membalikan TBS ke atas mesin perontok buah (thresher). Dari thresher, buah-buah yang telah rontok dibawa ke mesin pelumat (digester). Untuk lebih memudahkan penghancuran daging buah dan pelepasan biji, selama proses pelumatan TBS dipanasi (diuapi).

Tandan buah kosong yang sudah tidak mengandung buah diangkut ke tempat pembakaran dan digunakan sebagai bahan bakar. Selain sebagai bahan bakar, tandan kosong tersebut dapat juga digunakan sebagai bahan mulsa (penutup tanah).

(23)

9 2.3.4. Pemerasan atau ekstraksi minyak sawit

Untuk memisahkan bji sawit dari hasil lumatan TBS, maka perlu dilakukan pengadukan selama 25-30 menit. Setelah lumatan buah bersih dari biji sawit, langkah selanjutnya adalah pemerasan atau ekstraksi yang bertujuan untuk mengambil minyak dari masa adukan. Ada beberapa cara dan alat yang digunakan dalam proses ekstraksi minyak, yaitu seperti berikut :

a. Ekstraksi dengan sentrifugasi

Alat yang dipakai berupa tabung baja silindris yang berlubang-lubang pada bagian dindingnya.Buah yang telah lumat, dimasukkan ke dalam tabung, lalu diputar.

Dengan adanya gaya sentrifusi, maka minyak akan keluar melalui lubang-lubang pada dinding tabung.

b. Ekstraksi dengan cara Srew Press

Prinsip ekstraksi minyak dengan cara ini adalah menekan bahan lumatan dalam tabung yang berlubang dengan alat ulir yang berputar sehingga minyak akan keluar lewat lubang-lubang tabung. Besarnya tekanan alat ini dapat diatur secara elektris, dan tergantung dari volume bahan yang akan dipress. Cara ini mempunyai kelemahan yaitu pada tekanan yang terlampau kuat akan menyebabkan banyak biji yang pecah.

c. Ekstraksi dengan bahan pelarut

Cara ini lebih sering dipakai dalam ekstraksi minyak biji-bijian, termasuk minyak inti sawit. Sedangkan ekstraksi minyak sawit dari daging buah, belum umum digunakan dengan cara ini karena kurang efisien. Pada dasarnya, ekstraksi dengan cara ini adalah dengan menambah pelarut tertentu pada lumatan daging buah sehingga minyak akan terpisah dari partikel yang lain.

d. Ekstraksi dengan tekanan hidrolis

Dalam sebuah peti pemeras, bahan ditekan secara otomatis dengan tekanan hidrolis.

2.3.5. Pemurnian dan penjernihan minyak sawit

Agar diperoleh minyak sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar tersebut mengalami pengolahan lebih lanjut. Minyak sawit yang masih kasar kemudian dialirkan ke dalam tangki minyak kasar (Crude Oil Tank) dan setelah melalui pemurnian atau klarifikasi yang bertahap, maka akan dihasilkan minyak sawit mentah ( Crude Palm Oil,CPO). Proses penjernihan dilakukan untuk menurunkan kandungan air di dalam minyak. Minyak sawit ini dapat ditampung dalam tangki-tangki penampungan dan siap dipasarkan atau mengalami pengolahan lebih lanjut sampai dihasilkan minyak sawit murni (Processed Palm Oil,PPO) dan hasil olahan lainnya.

(24)

10 Sedangkan sisa olahan yang berupa lumpur, masih dapat dimanfaatkan dengan proses daur ulang untuk diambil minyak sawitnya.

2.3.6. Pengeringan dan pemecahan biji

Biji sawit yang telah dipisah pada proses pengadukan, diolah lebih lanjut untuk diambil minyaknya. Sebelum dipecah, biji-biji sawit dikeringkan dalam silo, minimal 14 jam dengan sirkulasi udara kering pada suhu 50 C. Akibat proses pengeringan ini, inti sawit akan mengerut sehingga memudahkan pemisahan inti sawit dari tempurungnya. Biji- biji sawit yang sudah kering kemudian dibawa ke alat pemecah biji.

2.3.7. Pemisahan inti sawit dari tempurung

Pemisahan inti dari tempurungnya berdasarkan perbedaan berat jenis (BJ) antara inti sawit dan tempurung.Alat yang digunakan disebut hydrocyclone separator.Dalam hal ini, inti dan tempurung dipisahkan oleh aliran air yang berputar dalam sebuah tabung.

Atau dapat juga dengan mengapungkan biji-biji yang telah pecah dalam larutan lempung yang mempunyai BJ 1,16. Dalam keadaan ini inti sawit akan terpisah dengan tempurungnya, inti sawit mengapung sedangkan tempurung tenggelam. Prses selanjutnya adalah pencucian inti sawit dan tempurung sampai bersih.

Untuk menghindari kerusakan akibat mikroorganisme, maka inti sawit harus segera dikeringkan dengan suhu 80 C. Setelah kering, inti sawit dapat dipak atau diolah lebih lanjut, yaitu diekstraksi sehingga dihasilkan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil, PKO).

Hasil samping pengolahan minyak inti sawit adalah bungkil inti sawit (Kernel Oil Cake, KOC) yang dimanfaatkan untuk pakan ternak.

Sedangkan tempurung dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar, sebagai pengeras jalan, atau dibuat arang dalam industri pabrik bahan aktif (Tim Penulis, 1997).

2.4. Minyak Kelapa Sawit

Buah sawit berukuran kecil antara 12-18 gr/butir yang duduk pada bulir. Setiap bulir terdiri dari 10-18 butir tergantung pada kesempurnaan penyerbukan. Beberapa bulir bersatu membentuk tandan.Buah sawit yang dipanen dalam bentuk tandan disebut dengan tandan buah sawit. Tanaman kelapa sawit sudah mulai menghasilkan pada umur 24-30 bulan. Buah yang pertama keluar masih dinyatakan dengan buah pasir artinya belumdapat diolah dalam pabrik karena masih mengandung minyak yang rendah. Hasil utama yang dapat diperoleh dari tandan buah sawit ialah minyak sawit yang terdapat pada daging buah (mesokarp) dan minyak inti sawit yang terdapat pada kernel. Kedua jenis minyak ini berbeda dalam hal komposisi asam lemak dan sifat fisika-kimia. Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai terbentuk sesudah 100 hari setelah penyerbukan. Dan berhenti setelah 180 hari atau setelah dalam buah minyak

(25)

11 sudah jenuh. Jika dalam buah tidak terjadi lagi pembentukan minyak, maka yang terjadi adalah pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol.

Minyak yang mula-mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang mengandung asam lemak bebas jenuh, dan setelah mendekati masa pematangan buah terjadi pembentukan trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh. Minyak yang terbentuk dalam daging buah maupun dalam inti terbentuk emulsi pada kantongkantong minyak. Untuk melindungi minyak dari oksidasi yang dirangsang oleh sinar matahari tanaman tersebut membentuk senyawa kimia pelindung yaitu karoten (Naibaho, M.P. 1996).

2.5. Standar Mutu Minyak Sawit

Di dalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar-benar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit dalam arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, antara lain titik lebur angka penyabunan, dan bilangan yodium. Sedangkan yang kedua yaitu mutu minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional, yang meliputi: kadar asam lemak bebas (ALB, FFA), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan pemucatan (Tim Penulis, 1997).

Kebutuhan minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industry pangan dan non pangan masing-masing berbeda. Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan pasca panen, atau kesalahan selama proses pengangkutan. Selain itu, ada beberapa faktor yang secara langsung berkaitan dengan standar mutu minyak seperti tabel di bawah ini :

(26)

12 Tabel 2.5.1. Standar mutu minyak sawit, inti sawit, dan minyak inti sawit

Karakteristik Minyak Sawit

Inti Sawit Minyak Inti Sawit

Keterangan

Asam Lemak Bebas

5% 3,5% 3,5% Maksimal

Kadar Kotoran 0,5% 0,02% 0,02% Maksimal

Kadar zat menguap

0,5% 7,5% 0,2% Maksimal

Bilangan peroksida 6 meq 2,2 meq Maksimal Bilangan iodine 44-58 mg/gr 10,5-18,5

mg/gr

Maksimal

Kadar logam (Fe, Cu)

10 ppm

Lovinbond 3-4 R

Kadar minyak 47% Maksimal

Kontaminasi 6% Maksimal

Kadar pecah - 15% Maksimal

Kadar air 0,5% 7% Maksimal

Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industry pangan dan nonpangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan (Fauzi, 2004).

(27)

13 Tabel.2.5.2. STANDAR MUTU KUALITAS CPO BERDASARKAN BADAN STANDARISASI NASIONAL DALAM SNI-01-2901-2006

Sumber : Badan Standarisasi Nasional

2.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit

Rendahnya mutu minyak sawit sanga ditentukan oleh banyak faktor.

Faktorfaktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutannya. Berikut ini akan dikemukakan beberapa hal yang secara langsung berkaitan dengan penurunan mutu minyak sawit dan sekaligus cara pencegahannya,serta standar mutu minyak sawit yang dikehendaki pasar.

a. Asam Lemak Bebas (free fatty acid)

Aasam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit.

Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan diolah di pabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak.Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim).

Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain : pemanenan buah sawit yang tidak tepat

No Karakteristik Keterangan 1 Kadar Asam Lemak

Bebas

< 5.00 %

2 Kadar Air < 0.50 %

3 Kadar Kotoran < 0.50 %

4 Bilangan Ion 50-55g / 100g

TBS

5 Warna CPO Jingga kemerahan

(28)

14 waktu, keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah, penumpukan buah yang terlalu lama, dan proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik.

b. Kadar zat menguap dan kotoran

Pada umumnya, penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih dimurnikan dengan sentrifugasi.

Dengan proses di atas, kotoran-kotoran yang berukuran besar memang bisa disaring.

Akan tetapi, kotoran-kotoran atau serabut yang berukuran kecil tidak bisa disaring, hanya melayanglayang di dalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama dengan minyak sawit.

Meskipun kadar ALB dalam minyak sawit kecil, tatpi hal itu belum menjamin mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara membuang kotoran dan zat menguap. Hal ini dilakukan dengan peralatan pemurnian modern.

c. Kadar Logam

Bebarapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit antara lain besi, tembaga, dan kuningan. Logam-logam tersebut biasanya berasal dari alat-alat pengolahan yang digunakan. Tindakan preventif pertama yang harus dilakukan untuk menghindari terikutnya kotoran yang berasal dari pengelupasan alat-alat dan pipa adalah mengusahakan alat-alat dari stainless-steel.

Mutu dan kualitas minyak sawit yang mengandung logam-logam tersebut akan turun. Sebab dalam kondisi tertentu, logam-logam itu dapat menjadi katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat dimonitor dengan melihat perubahan warna minyak sawit yang semakin gelap dan akhirnya menyebabkan ketengikan.

d. Angka oksidasi

Proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap).

Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak sawit menjadi menurun.

Dari angka ini dapat diperkirakan sampai sejauh mana proses oksidasi berlangsung sehingga dapat pula dinilai kemampuan minyak sawit untuk menghasilkan barang jadi yang memiliki daya tahan dan daya simpan yang lama. Angka oksidasi dihitung berdasarkan angka peroksida. Sebagai standar umum dipakai angka 10 meq (milligram equivalent), tetapi ada yang memakai standar lebih ketat lagi yaitu 6 meq. Di atas angka tersebut mutu barang jadi yang dihasilkan dapat dipastikan kurang baik.

(29)

15 e. Pemucatan

Minyak sawit mempunyai warna kuning oranye sehingga jika digunakan sebagai bahan baku untuk pangan perlu dilakukan pemucatan. Pemucatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan warna minyak sawit yang lebih memikat dan sesuai dengan kebutuhannya. Keintesifan pemucatan minyak saiwt sangat ditentukan oleh kualitas minyak sawit yang bersangkutan. Semakin jelek mutunya, maka biaya pemucatan juga semakin besar. Dengan demikian, minyak sawit yang bermutu baik akan mengurani biaya pemucatan pada pabrik konsumen.

Berdasarkan standar mutu minyak sawit untuk pemucatan dengan alat lovibond dapat diketahui dosis bahan-bahan pemucatan yang dibutuhkan, biaya, serta rendemen hasil akhir yang akan diperoleh. Untuk standar mutu didasarkan pada warna merah 3,5 dan warna kuning 35 (Tim penulis, 1997).

2.7. Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik lelehnya.

Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair. Titik leleh minyak dan lemak tergantung pada strukturnya, biasanya meningkat dengan bertambahnya jumlah atom karbon. Banyaknya ikatan rangkap atom karbon juga berpengaruh. Dimana semakin banyak ikatan rangkap atom karbon maka lemak akan semakin cair didalam suhu kamar. Trigliserida yang kaya akan lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud cair sedangkan trigliserida yang kaya akan lemak jenuh seperti asam stearate dan palmitat, biasanya adalah berwujud padat.

Semua jenis lemak tersusun oleh asam-asam lemak yang terikat oleh gliserol.

Trigliserida alami ialah trimester dari asam lemak berantai panjang dan gliserol merupakan penyusun utama lemak hewani dan nabati. Trigliserida termasuk lipid sederhana dan juga merupakan bentuk cadangan lemak dalam tubuh manusia (Tambun, 2006).

Trigliserida alami ialah triester dari asam lemak berantai panjang dan gliserol merupakan penyusun utama lemak hewan dan nabati. Trigliserida termasuk lipid sederhana dan juga merupakan bentuk cadangan lemak dalam tubuh manusia. Berikut ini adalah persamaan umum pembentukan trigliserida :

(30)

16

O

HO – C – R1 CH2OH CH2 – O – C – R1

O O

HO – C – R2 + CHOH CH – O – C – R2 + 3 H2O O O

HO – C – R3 CH2OH CH2 – O – C – R3

3 Molekul Gliserol Trigliserida Air Asam Lemak (triester dari gliserol)

Gambar 2.1 Reaksi esterifikasi asam lemak dan gliserol (Tambun, 2006).

Asam lemak adalah asam organik yang mempunyai struktur sebagai berikut:

O

R – C OH

Gambar 2.2 Asam Karboksilat

Dimana R adalah rantai karbon yang jenuh atau yang tidak jenuh yang terdiri atas 4 sampai 24 buah atom karbon. Rantai karbon yang jenuh ialah rantai karbon yang tidak mengandung ikatan rangkap, sedangkan yang mengandung ikatan rangkap disebut rantai karbon tidak jenuh. Pada umumnya asam lemak mempunyai jumlah atom karbon genap. Makin panjang rantai karbon, makin tinggi titik lebur dari asam lemak. Apabila dibandingkan dengan asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh mempunyai titik lebur lebih rendah. Asam lemak adalah asam lemah. Apabila dapat larut dalam air kelarutan asam lemak dalam air berkurang dengan bertambah panjangnya rantai karbon (Poedjiadi, 1994).

(31)

17 2.8. Air

Air merupakan media untuk proses reaksi biokimia seperti pembentukan asam lemak bebas. Pemecahan protein dan hidrolisa karbohidrat yang cukup banyak terdapat dalam inti sawit yang dihasilkan dengan pemisahan secara basah. Kandungan air dalam inti berkisar 15-25% tergantung dari proses pengolahan (Naibaho, 1996).

Air dalam minyak hanya terdapat dalam jumlah kecil. Hal ini dapat terjadi karena proses alami sewaktu pembuahan dan akibat perlakuan di pabrik serta penimbunan. Adapun prinsip dari penentuan kadar air yaitu air yang terdapat dalam minyak dapat ditentukan dengan cara penguapan dalam alat pengeringan (Naibaho, 1996).

Pemisahan air (bahan yang mudah menguap) dari minyak dipengaruhi oleh:

1) Suhu minyak, pemisahan air atau bahan mudah menguap semakin efektif bila suhu semakin tinggi (Naibaho, 1996).

2) Kehampaan udara, bahan lebih menguap apabila dalam keadaan hampa udara, kehampaan udara tergantung dari fluktuasi debit minyak masuk (Naibaho, 1996).

3) Interaksi suhu minyak dan kehampaan, hal ini berinteraksi penting terhadap pengurangan kadar air atau bahan yang mudah menguap (Naibaho, 1996).

3) Pengaturan kapasitas alat, semakin tinggi kapasitas alat yang sama maka penguapan air semakin lambat dan akan menghasilkan minyak yang bermutu jelek (Naibaho, 1996). Kadar air inti sawit yang diinginkan dalam penyimpanan adalah 6-7% karena pada kadarair tersebut mikroba sudah mengalami kesulitan untuk hidup dalam kondisi ruang penyimpanan pada kelembaban 70%. Umumnya pada inti yang sudah kering tidak lagi ditemukan plant enzim, akan tetapi dijumpai enzim yang berasal dari mikroba yang terkontaminasi selama penanganan dan penyimpanan.

Permukaan inti sawit yang basah merupakan media tumbuh mikroba yang lebih baik, sehingga spora atau mycelium yang menempel pada permukaan tersebut akan lebih cepat tumbuh. Mikroba tersebut akan menghasilkan enzim yang dapat merusak lemak, protein, karbohidrat, dan vitamin. Oleh sebab itu dalam pengawetan inti pertama-tama ditujukan untuk menurunkan air permukaan (Naibaho, 1996).

2.9. Kadar Kotoran

Bagi negara konsumen terutama negara yang telah maju, selalu menginginkan minyak sawit yang benar-benar bermutu. Permintaan tersebut cukup beralasan sebab minyak sawit tidak hanya digunakan untuk bahan baku dalam industri non pangan saja, tetapi banyak industri pangan yang membutuhkannya. Lagi pula, tidak semua pabrik

(32)

18 minyak kelapa sawit mempunyai teknologi dan instalasi yang lengkap, terutama yang berkaitan dengan proses penyaringan minyak sawit. Pada umumnya penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih dimurnikan dengan sentrifugasi ( Tim Penulis, 1997).

Dengan proses diatas, kotoran-kotoran yang berukuran besar memang disaring.

Akan tetapi kotoran-kotoran atau serabut yang berukuran kecil tidak bisa disaring, hanya bisa melayang-layang di dalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama dengan minyak sawit. Padahal, alat sentrifugasi tersebut dapat berfungsi dengan prinsip kerja yang berdasarkan berat jenis. Walaupun bahan baku minyak sawit selalu dibersihkan, sebelum digunakan pada industri-indutri yang bersangkutan, namun banyak beranggapan dan menuntut bahwa kebersihan serta kemurnian minyak sawit merupakan tanggung jawab sepenuhnya pihak produsen ( Tim Penulis, 1997).

Peningkatan kadar kotoran pada inti sawit produksi pada umumnya disebabkan oleh kesalahan pada mesin produksi. Biji sawit yang telah dipisah pada proses pengadukan, diolah lebih lanjut untuk diambil minyaknya. Sebelum dipecah, biji-biji sawit dikeringkan dalam kernel silo, minimal 14 jam dengan sirkulasi udara kering pada suhu 50 . Akibat proses pengeringan ini, inti sawit akan mengerut sehingga memudahkan pemisahan inti sawit dari tempurungnya. Biji sawit yang sudah kering kemudian dibawa ke alat pemecah biji (Fauzi, 2004).

Pemisahan inti sawit dari tempurungnya berdasarkan perbedaan berat jenis antara inti sawit dari tempurungnya berdasarkan perbedaan berat jenis antara inti sawit dan tempurungnya. Alat yang digunakan adalah hydrocyclone separator. Inti dan tempurung dipisahkan oleh aliran air yang berputar dalam sebuah tabung atau dapat juga dengan mengapungkan biji-biji yang pecah dalam larutan lempung yang mempunyai berat jenis 1,16. Dalam keadaan tersebut inti sawit akan mengapung dan tempurungnya tenggelam (Fauzi, 2004).

Oleh karena itu meskipun kadar asam lemak bebas dalam minyak sawit kecil, tetapi hal itu belum menjamin mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara memperhatikan kadar kotoran dan zat menguap. Hal ini perlu perhatian khusus pada mesin produksi ( Tim Penulis, 1997).

(33)

19 BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat

1. Oven Sedang Griffin

2. Desikator Sedang Duran

3. Cawan porselen Kecil Haldenwanger

4. Krus tang 25 cm -

5. Pipet tetes Sedang Pyrex

6. Neraca analitik Sedang Radwag

7. Kertas saring No.42 Whatman

8. Corong vakum 10cm Buchner

9. Erlenmeyer vakum 500ml Iwaki

10. Pompa Vakum Sedang Rocker

11. Spatula Sedang -

12. Erlenmeyer bertutup 250 ml Pyrex

13. Beaker glass 100 ml Pyrex

14. Buret 25 ml Pyrex

15. Statif dan klem - -

16. Gelas ukur 100ml Pyrex

3.2. Bahan

1. CPO ( Crude Palm Oil ) 2. n-Hexane(aq)

3. Alkohol netral(aq)

4. Indikator phenolpthalein(aq) 5. Larutan NaOH(aq) 0,25 N 3.3. Prosedur Kerja

3.3.1. Analisa Kadar Air Pada CPO

1. Disiapkan dan dihomogenkan sampel CPO yang akan di analisis 2. Ditimbang berat kosong cawan, catat beratnya

3. Ditimbang sampel sebanyak 5 gram ke dalam cawan

4. Dimasukkan ke dalam oven pada suhu 130°C selama 30 menit

(34)

20 5. Dikeluarkan sampel dari oven

6. Dinginkan ke dalam desikator selama 30 menit 7. Timbang cawan yang berisi sampel

8. Diulangi pemanasan sampai didapat berat konstan ( AOCS Ca 2C – 25 )

Perhitungan

3.3.2. Analisa Kadar Kotoran Pada CPO

1. Disiapkan dan dihomogenkan sampel CPO ( Crude Palm Oil ) 2. Ditimbang berat kosong cawan porselen

3. Ditimbang sampel sebanyak 10 gram ke dalam cawan porselen

4. Siapkan kertas saring, bilas menggunakan n-Hexane dan masukkan ke dalam oven 101°C selama 1 jam

5. Diangkat dan dimasukkan kertas saring ke dalam desikator selama 30 menit 6. Ditimbang berat kertas saring

7. Disiapkan pompa vakum, pasang erlenmeyer vakum dan corong vakum.

Masukkan kertas saring ke dalam corong vakum

8. Dibilas kertas saring dengan n-Hexane, lalu hidupkan pompa vakum

9. Tambahkan sedikit n-Hexane kedalam sampel dan masukkan sampel ke dalam corong sambil dibilas dengan n-Hexane sampai kertas saring bebas minyak dan matikan pompa vakum

10. Diambil kertas saring, masukkan ke dalam cawan petri

11. Dimasukkan kertas saring ke dalam oven suhu 101°C selama 1 jam 12. Dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit

13. Ditimbang dan catat berat kertas saring ( AOCS Ca 3a - 46 )

Perhitungan

% kadar kotoran = x 100%

(35)

21

3.3.3. Analisa Kadar Asam Lemak Bebas Standarisasi NaOH 0,25 N

1. Ditimbang 0,25 gram kalium hydrogen phthalate 2. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer

3. Dihomogenkan dengan 50 mL aquadest 4. Ditambahkan 3 tetes indikator Fenolftalein 1%

5. Dititrasi dengan NaOH 0,25N Analisa Kadar Asam Lemak Bebas

1. Ditimbang sebanyak 7 gram CPO yang telah homogen ke dalam erlenmeyer 250 mL

2. Ditambahkan 75 mL alkohol netral

3. Dihangatkan dalam penangas air hingga sampel larut dalam alkohol ( homogen ) 4. Ditambahkan 3 tetes indikator phenolpthalein 1%

5. Dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,25 N yang telah di standarisasi hingga terjadi perubahan warna ( AOCS Ca 5a – 40 )

Perhitungan

% ALB = x 100%

(36)

22 BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Berdasarkan analisa yang dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan diperoleh hasil analisis kadar air, kotoran, dan asam lemak bebas (ALB) dari daging buah sawit seperti ditunjukkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.1 Data Analisa Kadar Air, Kadar Kotoran, dan Kadar ALB Kode Kadar Air (%) Kadar Kotoran(%) ALB (%)

654 A 0,23 0,10 5,61

654 B 0,25 0,12 5,47

654 C 0,31 0,08 5,57

4.1.1. Hasil Analisa Kadar Air pada CPO

Berdasarkan analisa Kadar Air pada Crude Palm Oil (CPO) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, diperoleh hasil data sebagai berikut :

Tabel. 4.1.1 Analisa Kadar Air Pada CPO Kode

Samp el

Berat Cawan Kosong

(g)

Berat Sampel

(g)

Pemanas an

I (g)

Pemanas an

II (g)

Pemanas an

III (g)

Kadar Air (%)

Rata- rata

654 A 16.1611 5.0051 21.1560 21.1552 21.1547 0,23 0.26%

654 B 11.4744 5.0019 16.4661 16.4645 16.4639 0.25 654 C 12.0337 5.0022 17.0231 17.0211 17.0202 0.31

(37)

23

4.1.2. Hasil Analisa Kadar Kotoran pada CPO

Berdasarkan analisa Kadar Kotoran pada Crude Palm Oil (CPO) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, diperoleh hasil data sebagai berikut :

Tabel 4.1.2 Analisa Kadar Kotoran Pada CPO Kode

Samp el

Berat Sampel

(g)

Kertas Saring Kosong

(g)

Kertas Saring (setelah pemanasan I)

(g)

Kertas Saring (setelah pemansan II)

(g)

Kadar Kotoran

(%)

Rata- rata

654 A 10.0014 0.4036 0.4105 0.4135 0.10

0.10%

654 B 10.0005 0.3969 0.4082 0.4090 0.12 654 C 10.0002 0.3996 0.4049 0.4081 0.08

4.1.3. Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas pada CPO

Berdasarkan analisa Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) pada Crude Palm Oil (CPO) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, diperoleh hasil data sebagai berikut :

Tabel 4.1.3 Analisa Kadar Asam Lemak Bebas Pada CPO Kode

Sampel

Berat Sampel (g)

N NaOH V titrasi (mL)

ALB (%)

Rata-rata

654 A 7.0529

0.2556 N

6,05 5.61

5.55%

654 B 7.0539 5,90 5.47

654 C 7.0520 6,00 5.57

(38)

24 4.2 Perhitungan

4.2.1. Perhitungan Kadar Air (%) Pada CPO

00%

= 0.23%

x 100%

= 0.25%

654 A3 = x 100%

= 0.31%

4.2.2. Perhitungan Kadar Kotoran (%) Pada CPO

% kadar kotoran = x 100%

x 100%

= 0.10%

x 100%

= 0.12%

x 100%

= 0.08%

(39)

25 4.2.3. Perhitungan Kadar Asam Lemak Bebas (%) Pada CPO

1. Standarisasi NaOH

N

= 0.2552 N

= 0.2560 N Rata-rata N NaOH = 0.2556 N 2. % ALB

% ALB = x 100%

x 100%

= 5.61%

x 100%

= 5.47%

x 100%

= 5.57%

(40)

26 4.3. Pembahasan

Berdasarkan analisa mutu CPO dengan analisis kadar air, kotoran, dan ALB, di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan menggunakan metode gravimetri untuk analisis kadar air dan kadar kotoran serta metode titrasi alkalimetri untuk analisis kadar ALB.

Dari hasil analisa mutu CPO yang dilakukan, didapatkan kadar air 0,26%, kotoran 0,10%, dan asam lemak bebas 5,55%. Maka kadar air dan kadar kotoran yang diperoleh masih memenuhi standar mutu CPO berdasarkan SNI-01-2901-2006 yaitu <0,5%, tetapi kadar ALB belum memenuhi SNI yaitu <5%.

1) Asam Lemak Bebas

Tingginya asam lemak bebas mengakibatkan rendemen minyak turun.

Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif tinggi dalam minyak sawit yaitu :

a. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu

b. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengakutan buah c. Penumpukan buah terlalu lama dan

d. Proses hidrolisa selama pemprosesan di pabrik

Penyebab tingginya ALB pada CPO, disebabkan oleh adanya proses hidrolisa selama penyimpanan. Selama proses hidrolisa, trigliserida akan bereaksi dengan adanya air dan membentuk giliserol dan asam lemak bebas. Kenaikan asam lemak bebas selama penyimpanan akan mempengaruhi rendemen minyak pengolahan CPO . (Lawson, H. 2008)

Tingginya kadar ALB ini dikarenakan meningkatnya aktivitas enzim lipase pada CPO. Peningkatan aktivitas enzim lipase diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti keterlambatan pengolahan buah kelapa sawit, proses pengolahan kelapa sawit yang dilakukan secara manual, kontaminasi buah oleh mikroorganisme, serta kerusakan buah secara fisik (Ali dkk, 2014).

2) Kadar Air

Kadar air yang tinggi dalam CPO dapat disebabkan karena buah kelapa sawit yang terlalu matang akan mengandung air lebih banyak. Oleh karena itu perlu pengaturan panen yang tepat dan pengolahan yang sempurna untuk mendapatkan produk dengan kadar yang telah ditetapkan. Apa bila kadar air rendah maka dapat mengakibatkan minyak mengalami proses oksidasi. Proses oksidasi dapat terjadi dengan adanya oksigen di udara baik pada suhu kamar dan selama proses pengolahan pada suhu tinggi yang akan menyebabkan minyak mempunyai rasa dan bau tidak

(41)

27 sedap. Oksidatif terkait dengan degradasi oleh oksigen diluar. Melalui proses radikal bebas, ikatan rangkap asam lemak tak jenuh dapat mengalami pembelahan, membebaskan aldehida dan keton yang mudah menguap. Oksidasi terutama pada lemak jenuh. (Ketaren, 1986.)

3) Kadar Kotoran

Salah satu parameter lain dari mutu CPO adalah kadar kotoran. Analisa kadar kotoran yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kemurnian dari minyak hasil produksi. Kadar kotoran merupakan keseluruhan bahan–bahan asing yang tidak larut dalam minyak, yang dapat disaring setelah minyak dilarutkan dalam suatu pelarut.

Kadar kotoran yang tinggi dalam CPO biasanya disebabkan oleh proses yang kurang maksimal pada stasiun klarifikasi khususnya pada WetOilTank. Diaman dari hasil analisa dan pengamatan, bahwa tingginya kadar kotoran pada minyak dipengaruhi oleh foaming pada permukaan minyak, dan aliran minyak yang ada pada Wet Oil Tank yang kurang tenang. Sehingga menyebabkan proses pengendapan pada Wet Oil Tank tidak sempurna (Ali dkk, 2014). Pada umumnya di pabrik pengolahan kelapa sawit, penyaringan CPO dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan dan sentrifugasi.

Dalam proses tersebut kotoran yang berukuran besar dapat tersaring, akan tetapi kotoran atau serabut yang berukuran kecil tidak bisa disaring, hanya melayang–layang di dalam CPO. Kadar kotoran yang boleh terikut di dalam CPO menurut SNI 01-2901- 2006 adalah 0,5% (BSN, 2006)

(42)

28 BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa kadar air yang diperoleh 0,26%, kadar kotoran 0,10%, dan kadar asam lemak bebas (ALB) 5,55%. Jadi, untuk analisa kadar air dan kotoran sudah memenuhi standar mutu CPO berdasarkan SNI-01-2901- 2006 adalah <0,5%, sedangkan analisa kadar asam lemak bebas masih belum memenuhi standar mutu CPO adalah <5%.

5.2. Saran

Sebaiknya pemeriksaan kadar air, kadar kotoran, dan kadar ALB dilakukan secara rutin sebagai dasar untuk memberikan masukan kepada perbaikan proses pengolahan CPO sehingga dihasilkan CPO dengan mutu yang sesuai dengan standard, serta menggunakan metode dan teknologi yang lain untuk membuat perbandingan dengan tujuan mencapai hasil yang terbaik dari metode yang berbeda tersebut.

(43)

29 DAFTAR PUSTAKA

Ali. S.F., Shamsudin. R., Yunus. R. 2014. The Effect Storage Time of Chopped Oil Palm Fruit Bunches on The Palm Oil Quality. Agriculture and Agriculture ScienceProcedia. Vol. 2

Pages : 166-172.

BSN. 2006. SNI-01-2901-2006 “Minyak Kelapa Sawit Mentah (CPO)”. BSN. Jakarta.

Halaman : 49

Fauzi, Y., Yustina, E.W., Iman, S., dan Rudi, H. 2004.Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya.

Halaman : 9, 44-45

Hadi, M. M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa Halaman : 175

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press.

Halaman : 66

Lawson, H. 2008. Food Oils and Fats. New York : Champman and Hall.

Page : 194

Naibaho, P. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian

Kelapa Sawit.

Halaman : 141-145

Poedjiadi, A. 1994. Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Universitas Halaman : 21

Sibuea, P. 2014. Minyak Kelapa Sawit Teknologi & Manfaatnya Untuk Pangan Nutrasetikal. Jakarta : Erlangga

Halaman : 135

Tambun, R. 2006. Teknologi Oleokimia. Medan: USU-Press.

Halaman : 1

(44)

30 Tim Penulis PS. 1997. Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya.

Halaman : 218

Tim Standarisasi Pengolahan Kelapa Sawit. 1997. PKS Pagar.

Merbau.repository.usu.ac.id Halaman : 73

(45)

31

Gambar

Gambar 2.1 Reaksi esterifikasi asam lemak dan gliserol (Tambun, 2006).

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan analisa penentuan kadar asam lemak bebas pada minyak CPO (crude palm oil) di PTPN IV Unit Usaha Adolina Perbaungan dengan menggunakan metode titrasi

Telah dilakukan penentuan kadar asam lemak bebas dari Crude Palm Kernel Oil (CPKO) dan Crude Coconut Oil (CNO) yang diperoleh dari daerah Dumai dan Sumatera Utara.. Pengambilan

Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui berapa perubahan kadar asam lemak bebas (ALB) pada Crude Palm Oil (CPO) setelah penambahan Trietanolamin, ekstrak biji

Maka dari hasil tersebut diketahui bahwa kadar asam lemak bebas dari CPO, PFAD dan campuran PFAD dan CPO (1:4) memenuhi standar mutu menurut Palm Oil.. Refiners Association

Sarana Agro Nusantara Unit-Belawan Medan, Salah satu parameter untuk mengetahui kualitas mutu dari Crude Palm Oil (CPO) adalah kadar asam lemak bebas (ALB),

Sarana Agro Nusantara Unit-Belawan Medan, Salah satu parameter untuk mengetahui kualitas mutu dari Crude Palm Oil (CPO) adalah kadar asam lemak bebas (ALB),

Sarana Agro Nusantara dengan parameter asam lemak bebas yang menggunakan titrasi volumetri diperoleh kadar ALB yang terkandung dalam Crude Palm Oil ( CPO ) yang

Socfin Indonesia Seunagan, adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui standar mutu yang terkandung dalam Crude Palm Oil CPO dengan parameter kadar asam lemak bebas ALB