• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN / KOTA DI WILAYAH PANTAI TIMUR

PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

ANGGIE DERRY PRABAWA 137003007

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

(2)

ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN / KOTA DI WILAYAH PANTAI TIMUR PROVINSI

SUMATERA UTARA

ANGGIE DERRY PRABAWA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat diparitas antar kabupaten/kota di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu 2003-2013 .Metode Analisis yang digunakan adalah analisis indeks Williamson dan analisis tipologi Klassen. Data yang digunanakan adalah data sekunder yang telah diolah oleh Badan Pusat Statistik yang terdiri dari data laju pertumbuhan ekonomi, PDRB perkapita, data jumlah penduduk. Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 12(duabelas) kabupaten/kota yaitu : Kabupaten Asahan, Kota Medan, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Labuahan Batu Utara, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Deli Serdang, Kota Tebing Tinggi, dan Kota Tanjung Balai.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama kurun waktu 2003 sampai dengan 2013, disparitas pembangunan ekonomi Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara jika dilihat berdasarkan hasil perhitungan Indeks Williamson, maka terdapat 6(enam) wilayah yang disparitasnya semakin meningkat yaitu Kota Medan, Kota Binjai, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Kabupaten Langkat,dan Kota Tebing Tinggi dan ada 6(enam) wilayah yang disparitasnya semakin menurun yaitu Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Asahan, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Labuhan batu Selatan, dan Kota Tanjung Balai. Dari hasil analisis Tipologi Klassen di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara menunjukkan 1(satu) daerah yang termasuk golongan cepat maju dan cepat tumbuh (kuadran I) yaitu Kota Medan, 3(tiga) daerah yang terdapat di golongan wilayah maju tapi tertekan (kuadran II) yaitu Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Serdang Bedagai,dan Kota Binjai. Ada 4(empat) daerah yang berada di kategori wilayah sedang tumbuh/berkembang (kuadran III) yaitu Kabupaten Asahan, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Labuhan Batu Utara dan Kabupaten Labuhan Batu Selatan, dan 4(empat) wilayah yang termasuk wilayah tertekan/tertinggal (kuadran IV) yaitu Kabupaten Langkat, Kota Tebing Tinggi, dan Kota Tanjung Balai dan Kabupaten Labuhan Batu.

Kata Kunci : Disparitas Wilayah, Pantai Timur, Indeks Williamson, Tipologi Klassen.

(3)

ANALYZE THE DISCREPANCY OF EONOMIC DEVELOPMENT BETWEEN DISTRICT / CITY IN THE EAST OF NORTH SUMATRA

ANGGIE DERRY PRABAWA

ABSTRACT

This study aimed to analyze the level of diparitas between districts / cities in the East Coast region of North Sumatra Province in the period 2003-2013 Analysis .This method used is the analysis of Williamson index and Klassen typology analysis. Digunanakan data is secondary data that has been processed by the Central Bureau of Statistics which consists of a data rate of economic growth in 2003-2013, 2003-2013 GDP per capita of data, the data of population from 2003 to 2013. East Coast of North Sumatra province composed of 12 (twelve) districts / cities, namely: Asahan, Medan, Binjai, Langkat, District Labuhan Batu, Batu Labuhan District North, South Labuhan Batu Regency, Regency Coal, Serdang Bedagai, Deli Serdang, High Cliff State and Tanjung Balai.

The results showed that during the period 2003 to 2013, the disparity in economic development area is the East Coast of North Sumatra Province when viewed based on the calculation Williamson index, then there are 6 (six) region growing disparity namely Medan, Binjai, Deli Serdang , North Labuhan Batu district, Langkat, and High Cliff State and there are six (6) areas that disparity decreased namely Serdang Bedagai, Asahan District, Coal, Labuhan Batu Regency, Regency Labuhan Southern rock, and Tanjung Balai. From the analysis Typology Klassen in the East Coast region of North Sumatra Province indicates 1 (one) area that belonged to fast forward and fast-growing (quadrant I), namely Medan, three (3) areas that are in the advanced class but depressed region (quadrant II ) is Deli Serdang, Serdang Bedagai, and Binjai. There are four (4) areas that are in the category of regions emerging / developing (quadrant III) is Asahan District, Coal, Labuhan Batu Regency North and South Labuhan Batu district, and 4 (four) regions including depressed region / lagging ( Quadrant IV) is Langkat, High Cliff State and Tanjung Balai and Labuhan Batu district.

Keywords: Discrepancy of economic Development,The East of North Sumatra, Williamson Index, Typology Klassen.

(4)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan tesis yang berjudul “ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN/KOTA DI WILAYAH PANTAI TIMUR PROVINSI SUMATERA UTARA” dapat penulis selesaikan.

Dalam penulisan tesis ini penulis banyak menghadapi berbagai kesulitan yang semuanya berawal dari penulis sendiri. Akan tetapi berkat saran dan kritik yang membangun dari komisi pembimbing dan komisi pembanding akhirnya tesis ini dapat terselesaikan.

Keberhasilan penyusunan tesis ini tidakk terlepas dari bantuan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, maka penulis tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, sebagai Direktur sekolah Pascasarjana USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di program studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD).

2. Bapak Prof.Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE sebagai Ketua Program Studi Perencaan Pembangunan Wilayah dan Peredesaan (PWD).

3. Bapak Prof.Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, Sedang Bapak Kasful Mahalli SE, M.Si sebagai Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan fikiran serta masukan dan arahan kepada penulis dalam rangka penyelesian penyusunan tesis ini.

4. Ibu Prof. Erlina. SE, M.Si, Ph.D, Ak, Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si, dan Bapak Dr. Rujiman, SE, MA. Sebagai Komisi Penguji yang telah memberikan masukan dan saran-saran untuk kesempurnaan tesis ini.

5. Seluruh Dosen yang mengajar mata kuliah pada Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Sekolah pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

(5)

6. Ibu Hj.Safrimi Sebagai Kepala SMA Negeri 1 Medan sebagai Pimpinan saya yang telah memberikan saya ijin untuk mrngikuti perkuliahan.

7. Kedua orang tua tersayang Bapak saya Linggo SE, dan ibu saya Irwani Jamilah SH, kedua adik saya yang terkasihi Nelza L.Bono dan Boy Bajamaro, atas doa, dukungan dan perhatiannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

8. Suami tercinta Kurniawan Putra, SH. yang sangat mendukung saya untuk menyelesaikan kuliah, memberikan perhatian dan doa, meluangkan tenaga, waktu dan fikiran sampai dengan penyelesaian tesis ini.

9. Teman-teman seperjuangan kelas Regular/A dan Reguler/B PWD 2013 khususnya Leonard Girsang, Maruandi Josua Simaimbang, Setiawan, Dian Siahaan, Edi Cosmes Tarigan, Dupien Siburian, Fajar Hamdi, Hendi bakti Tambunan,Verry Sinaga, Fahrandy Siregar dan yang lain yang tak dapat tersebutkan.

10. Pegawai Biro Administrasi Sekolah Pascasarjana USU Medan yang telah memperlancar administrasi selama penulis penempuh pendidikan

11. Rekan- rekan kerja di SMA Negeri 1 Medan serta segenap keuarga lainnya serta semua pihak yang telah terlibat dan mendukung penyusunan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas dukungan dan motivasi yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa terdapat kekurangan dalam penulisan tesis ini, oleh karenanya segala kritik dan saran yang bersifat perbaikan akan diterima dengan tangan terbuka dan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya. Akhir kata, semoga penyusunan tesis ini dapat berguna bagi semua pihak yang berkepentingan.

Medan, Juli 2015 PENULIS

(6)

RIWAYAT HIDUP

Anggie Derry Prabawa lahir di Lubuk Pakam, 19 Febuari 1987, merupakan anak pertama dari 3 bersaudara, putri dari bapak Linggo SE, dan ibu Irwani Jamilah SH. Penulis memiliki adik perempuan bernama Nelza L. Bono dan adik laki-laki bernama Boy Bajamaro. Penulis memiliki seorang suami bernama Kurniawan Putra SH, dan seorang anak perempuan bernama Kirana Shanum.

Jenjang pendidikan formal yang ditempuh penulis adalah pada tahun 1999 lulus Sekolah Dasar dari SD Negeri 101900 Lubuk Pakam, tahun 2002 lulus dari SLTPN 1 Lubuk Pakam, dan tahun 2005 lulus dari SMUN 1 Lubuk Pakam.

Kemudian penulis melanjutkan studi S1 di Universitas Negeri Medan jurusan Pendidikan Ekonomi program studi Tata Niaga dan berhasil lulus tanggal 31 agustus 2009 dan mendapat gelar S.Pd.

Pada 7 Desember 2009 dinyatakan lulus penerimaan CPNS di Kota Medan untuk formasi Guru Ekonomi SMA dan ditempatkan di SMA NEGERI 1 MEDAN dan Mulai bekerja sebagai Guru Ekonomi sejak April 2010 sampai dengan sekarang.

Pada tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan S2 pada program studi Perencanaan Pembanguanan Wilayah dan Peredesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRAC ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 14

1.3. Tujuan Penelitian ... 14

1.4. Manfaat Penelitian ... 14

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 16

2.1. Pembangunan Ekonomi ... 16

2.2. Pertumbuhan Ekonomi ... 18

2.3. Pembangunan Wilayah... 22

2.4. Pengembangan Wilayah ... 23

2.5. Disparitas wilayah ... 28

2.6. Penelitian Terdahulu ... 30

2.7. Kerangka pemikiran ... 32

BAB III.METODE PENELITIAN ... 35

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ...35

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 35

3.3. Metode Analisis Data ... 36

3.3.1. Indeks Williamson ... 37

3.3.2. Analisis Tipologi – Klassen ... 39

3.4. Definisi Variabel Operasional Penelitian ... 41

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43

4.1. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ... 43

(8)

4.1.1. Sejarah Provinsi Sumatera Utara ...43

4.1.2. Lokasi dan Keadaan Geografis ...48

4.1.3. Iklim ...49

4.1.4. Pertumbuhan Penduduk ...50

4.2. Analisis dan Pembahasan ...54

4.2.1. Analisis Disparitas dan Metode Indeks Williamson ...54

4.2.2. Analisis Tipologi Klassen ...63

4.2.3. Gabungan Analisis Indeks Williamson dan Analisis Tipologi Klassen Pendekatan Regional dan Analisis Ketimpangan Masing-masing Kabupaten / Kota di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara ...72

BAB V.KESIMPULAN DAN SARAN ...97

5.1. Kesimpulan ...97

5.2. Saran ...98

DAFTAR PUSTAKA ... xiii

(9)

DAFTAR TABEL

No J u d u l Halaman

1.1. Laju pertubuhan Ekonomi Kabupaten/Kota ADHK 2000

propinsi Sumatera Utara menurut pembagian Wilayah …. 5 1.2. Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB) Per kapita ADHK

2000 propinsi Sumatera Utara menurut pembagian wilayah

………. 8

3.1. Klasifikasi Wilayah Menurut Tipologi Klassen …………. 40 4.1. Pembagian Wilayah Provinsi Sumatera Utara……… 49 4.2. Pertumbuhan Penduduk Menurut Kab/Kota Wilayah Pantai

Timur Provinsi Sumatera Utara 2003 – 2013 ……. 50 4.3. Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2013 ……….. 52

4.4. Hasil Perhitungan Indeks Williamson Antar Kabupaten/Kota di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003 –

2013 ……….. 54

4.5. Jumlah sekolah,Guru,dan Murid Sekolah dirinci menurut

kabupaten/ kota 57

4.6. Banyaknya pusat kesehatan masyarakat dan sejenisnya menurut kabupaten kota 2010-2013

58

4.7. Banyaknya kecamatan,desa,dan kelurahan menurut kabupaten / kot 2013

59

4.8. Jumlah penduduk Kabupaten/Kota Wilayah Pantai Timur Sumatera Utara

60

4.9. Indeks Pembangunan Manusia 61

4.10 Jarak kota ke ibukota Provinsi Sumatera Utara (km) 2013 62 4.11. Hasil Analisis Tipologi Klassen Menurut Kabupaten/Kota di

Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003 – 2013 ………

64

4.12 Hasil Analisis Tipologi Klassen Menurut Kabupaten/Kota di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003 – 2008 ………

68

(10)

4.13 Hasil Analisis Tipologi Klassen Menurut Kabupaten/Kota di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009 – 2013 ………

70

4.14. Gabungan Hasil Analisis Indeks Williamson dan Hasil Analisis

Tipologi Klassen ……….. 72

(11)

DAFTAR GAMBAR

No J u d u l Halaman

2.1. Kerangka Pemikiran Disparitas Pembangunan Ekonomi di

Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara ……… 34 3.1. Peta Wilayah Pantai Timur Propinsi Sumatera Utara …… 36 4.1. Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk 2003 – 2013 …….... 51 4.2. Peta jumlah penduduk dan persentase jumlah penduduk

masing-masing Kabupaten/Kota wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara……….

53

4.3 Grafik nilai indeks Williamson antar kabupaten / kota wilayah pantai timur provinsi Sumatera Utara

55

4.4 Matrik tipologi klassen 2003-2013 65

4.5. Peta Tipologi Klassen di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara ………...

67

4.6. Matrik tipologi klassen 2003-2009 69

4.7. Matrik tipologi klassen 2008-2013 70

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No J u d u l

Lampiran I. Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten / Kota di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara 2003 – 2013.

Lampiran II. Rata-rata Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Menurut Kabupaten / Kota di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara 2003 – 2013.

Lampiran III. Hasil Perhitungan Tipologi Klassen di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara.

Lampiran IV. Perhitungan Indeks Williamson Kabupaten/Kota di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003.

Lampiran V. Perhitungan Indeks Williamson Kabupaten/Kota di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2004.

Lampiran VI. Perhitungan Indeks Williamson Kabupaten/Kota di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005.

Lampiran VII. Perhitungan Indeks Williamson Kabupaten/Kota di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006.

Lampiran VIII. Perhitungan Indeks Williamson Kabupaten/Kota di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2007.

Lampiran IX. Perhitungan Indeks Williamson Kabupaten/Kota di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008.

Lampiran X. Perhitungan Indeks Williamson Kabupaten/Kota di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009.

Lampiran XI. Perhitungan Indeks Williamson Kabupaten/Kota di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010.

Lampiran XII. Perhitungan Indeks Williamson Kabupaten/Kota di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011.

Lampiran XIII. Perhitungan Indeks Williamson Kabupaten/Kota di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012.

Lampiran XIV. Perhitungan Indeks Williamson Kabupaten/Kota di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013.

Lampiran XV. Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Wilayah Dataran Tinggi Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013.

(13)

Lampiran XVI. Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Wilayah Pantai Barat Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013.

Lampiran XVII. Peta Provinsi Sumatera Utara Wilayah Pantai Timur.

Lampiran XVIII. Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi 2003-2009 Lampiran XIX Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi 2008-2013 Lampiran XX Rata-rata PDRB perkapita 2003-2009

Lampiran XXI Rata-rata PDRB perkapita 2008-2013

(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu Negara (Irawan dalam Yusmawita, 2011). Pembangunan ekonomi tidak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi, pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.

Pembangunan ekonomi Indonesia tergolong lambat karena berbagai permasalahan yang dihadapi sekarang ini. Salah satu permasalahan yang sering terjadi adalah seperti kesenjangan ekonomi antara masyarakat kalangan menengah keatas dengan masyarakat kalangan bawah yang terjadi karena ketidakmerataan yang diakibatkan oleh lambatnya pertumbuhan perekonomian negara saat ini.

Pembangunan daerah dapat diartikan sebagai sebuah proses dalam mencapai kemajuan yang lebih baik dari arah sebelumnya. Dalam hal ini, pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama sebab dalam pembangunan ekonomi terdapat usaha untuk dapat mencapai kenaikan tingkat pendapatan, menyediakan kesempatan kerja, mengusahakan pembagian pendapatan supaya lebih merata dan mengurangi perbedaan dalam tingkat perkembangan dan pembangunan, dan juga mengurangi tingkat kesenjangan pendapatan dan pembangunan antar wilayah agar proses pembangunan menjadi lebih seimbang.

(15)

Pada saat ini pemerintah telah memberikan kewenangan yang luas terhadap pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan di daerah masing-masing. Hal ini diperkuat dengan diterbitkannya undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah dan undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Peraturan perundang-undangan ini merupakan perwujudan dari kebijakan pemerintah pusat untuk memberdayakan dan meningkatkan kemampuan masyarakat di daerah dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah.

Undang-undang tersebut memiliki makna yang sangat penting untuk daerah karena undang-undang tersebut mengatur pemberian kewenangan serta pembiayaan bagi daerah. Kewenangan tersebut mencakup seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, agama, serta moneter dan fiskal. Kewenangan pembiayaan yang diberikan yakni daerah dapat menggali sekaligus menikmati sumber-sumber potensi ekonomi serta sumber daya alamnya tanpa adanya intervensi dari pemerintah pusat. Hal tersebut akan dapat berdampak terhadap kemajuan perekonomian daerah yang pada akhirnya akan menciptakan pembangunan di daerah.

Namun, kondisi masing-masing daerah dalam menyikapi kebijakan pemerintah tersebut berbeda, ada yang mampu mengelola dan berinovasi dalam hal meningkatkan potensi wilayahnya dan ada yang tidak mampu memanajemen wilayah. Schumpeter dalam Badrudin (2012) pada bukunya The Theory of Economics Development (1934) menjelaskan dua hal penting, yaitu bahwa hal

(16)

pertama adalah sistem kapitalisme merupakan sistem yang paling baik untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang pesat, dan hal kedua adalah proses inovasi yang dilakukan inovator atau enterpreneur. Pembangunan ekonomi adalah kenaikan output masyarakat yang disebabkan oleh inovasi yang dilakukan oleh innovator. Pembangunan ekonomi berawal dari suatu lingkungan politik, ekonomi, sosial, budaya dan teknologi yang menunjang kreatifitas innovator.

Perkembangan ekonomi Provinsi Sumatera Utara, kondisi pada triwulan IV- 2013 kembali melambat pada level 5,83%. Dari sisi permintaan, perlambatan ekonomi disebabkan adanya perlambatan pada pertumbuhan konsumsi serta investasi, sementara di sisi penawaran, disebabkan adanya perlambatan pertumbuhan pada sektor primer dan tersier. Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2013 turut disebabkan oleh tekanan inflasi yang kembali meningkat dari triwulan sebelumnya yaitu meningkat signifikan dari 9,35%

menjadi 10,18%. Capaian inflasi Provinsi Sumatera Utara pada triwulan laporan tersebut juga jauh melampaui inflasi nasional sebesar 8,38%, bahkan menjadi provinsi dengan tingkat inflasi tertinggi kedua nasional setelah Sumatera Barat.

Sementara itu, di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi, kredit perbankan di Sumatera Utara pada triwulan IV-2013 meskipun tumbuh melambat dibandingkan periode yang sama tahun 2012 yang mencapai 23,49%, masih tumbuh cukup positif dilevel 18,56%. Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I-2014 diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2013, dipengaruhi oleh optimisme pada konsumsi terutama sebagai akibat perayaan imlek yang terjadi pada awal tahun dan mulai terasanya aktivitas persiapan

(17)

pemilu. Sementara itu dari sisi sektoral, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) dan sektor Angkutan dan Komunikasi diperkirakan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2014. Sementara di sisi lain, inflasi pada triwulan I-2014 diperkirakan akan mulai mereda di kisaran 9,0 - 9,4%.

Penurunan inflasi diperkirakan bersumber dari membaiknya pasokan pangan dan distribusi. Namun, beberapa upward risk seperti krisis energi baik listrik dan gas, kenaikan harga gas elpiji, rencana pengurangan subsidi listrik, gangguan produksi dan distribusi bahan makanan terkait erupsi Gunung Sinabung dan cuaca ekstrem perlu mendapat perhatian lebih. (Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV – 2013).

Provinsi Sumatera Utara yang dibagi menjadi 3 bagian Wilayah yaitu Wilayah Pantai Timur, Wilayah Pantai Barat dan dataran tinggi (pegunungan) (Sumut Dalam Angka, 2013). Walaupun keadaan ekonomi Provinsi Sumatera Utara cenderung melambat, namun Inovasi dan perkembangan ekonomi di Sumatera Utara cenderung mengarah ke wilayah Pantai Timur. Jika dilihat dari segi struktur dan laju pertumbuhan ekonomi perkembangannya rata-rata lebih pesat di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dapat dibuktikan dari angka laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita suatu wilayah karena salah satu indikator untuk mengamati perkembangan perekonomian suatu daerah atau wilayah dapat dinyatakan dengan perkembangan yang terjadi terhadap PDRB (produk Domestik Regional Bruto) (Sirojuzilam, Mahalli,2011). Berikut data laju pertumbuhan ekonomi atas dasar harga konstan tahun 2000 dan PDRB perkapita atas dasar harga konstan tahun 2000.

(18)

Tabel 1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten / Kota Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Persentase).

NO KABUPATEN / KOTA 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 WILAYAH PANTAI

BARAT

1 Nias 7.07 5.13 -3.33 4.65 6.74 6.70 6.04 6.75 6.81 6.24 6.43

2 Gunung Sitoli 7.45 6.73 6.46 6.33 6.35

3 Tapanuli Selatan 8.40 3.15 3.38 5.79 4.39 4.97 4.05 5.06 5.27 5.74 5.21

4 Padang Sidempuan 4.34 4.63 4.91 5.49 6.18 6.09 5.78 5.81 5.88 6.23 6.20

5 Padang Lawas Utara 4.95 5.72 6.74 6.81 6.38 6.13

6 Padang Lawas Kota 4.79 5.14 5.56 6.39 6.31 6.12

7 Mandailing Natal 6.82 5.47 5.86 6.12 6.46 6.44 6.41 6.41 6.40 6.41 6.41

8 Tapanuli Tengah 7.62 5.70 5.36 5.50 6.67 6.18 5.70 6.13 6.27 6.35 6.85

9 Nias Selatan 8.23 7.16 -2.12 3.99 4.83 4.77 4.08 4.12 4.46 5.78 5.16

10 Nias Utara 6.69 6.73 6.68 5.88 6.25

11 Nias Barat 5.92 6.30 6.76 4.93 5.81

12 Sibolga 5.63 4.76 4.01 5.22 5.53 5.85 5.70 6.04 5.09 5.35 5.80

WILAYAH PANTAI TIMUR

13 Langkat 2.95 1.01 3.47 2.88 4.91 5.08 5.02 5.74 5.84 6.05 5.97

14 Deli Serdang 5.06 4.15 4.97 5.45 5.74 5.95 5.42 5.98 6.01 6.06 12.79

15 Serdang Bedagai 6.05 5.91 6.22 6.25 6.12 5.92 6.14 5.98 6.00 5.97

16 Asahan 7.25 4.94 2.63 4.17 4.89 5.02 4.67 4.97 5.37 5.57 5.83

17 Batu Bara 4.01 4.47 4.26 4.65 5.11 4.37 3.35

18 Labuhan Batu 4.04 3.52 4.14 5.33 6.71 5.84 4.88 5.15 5.72 6.13 6.00

19 Labuhan Batu Utara 5.29 5.68 6.21 6.38 6.33

20 Labuhan Batu Selatan 4.94 5.61 6.13 6.33 6.05

21 Binjai 9.07 9.00 5.28 5.32 5.68 5.54 5.75 6.07 6.56 6.61 6.48

22 Medan 5.76 7.29 6.98 7.76 7.78 6.89 6.56 7.16 7.69 7.63 4.30

23 Tebing Tinggi 4.63 5.53 4.39 5.33 5.98 6.04 5.95 6.04 6.67 6.75 6.91

24 Tanjung Balai 7.49 5.93 4.11 3.54 4.01 3.99 4.14 4.76 4.86 4.98 4.52

WILAYAH DATARAN / TINGGI PEGUNUNGAN

25 Tapanuli Utara 4.68 4.74 5.04 5.44 6.03 5.74 4.98 5.56 5.54 5.95 6.05

26 Toba Samosir 49.87 -16.29 4.95 5.17 5.77 5.61 5.26 5.50 5.26 5.52 5.14

27 Simalungun 2.62 2.72 3.11 4.76 5.31 4.69 4.67 5.12 5.81 6.06 4.48

28 Dairi 4.47 5.83 5.34 4.28 5.03 4.52 4.72 5.02 5.28 5.44 5.83

29 Karo 5.29 3.32 4.70 4.96 5.13 5.21 5.17 6.03 6.57 6.35 4.72

30 Humbang Hasundutan 4.74 5.71 5.65 5.77 6.05 5.84 5.32 5.45 5.94 5.99 6.03 31 Pakpak Barat Kota 5.73 7.86 5.92 5.66 5.79 5.87 5.83 6.77 5.98 6.02 5.86

32 Samosir 7.85 3.42 3.64 4.59 5.00 5.10 5.59 5.96 6.07 6.46

33 Pematang Siantar 8.21 3.83 5.77 5.96 5.12 5.72 5.36 5.85 6.02 5.71 5.16

Provinsi Sumatera Utara 4.81 5.74 5.48 6.20 6.90 6.39 5.07 6.35 6.63 6.22 6.01

(19)

Laju pertumbuhan ekonomi cenderung meningkat di bagian Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara walau kenaikannya tidak signifikan. Seperti kita lihat pada tabel 1.1. di atas, Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2003 laju pertumbuhan ekonominya dari 5,06% lalu meningkat menjadi 12,79% pada tahun 2013. Kota Tebing Tinggi persentase laju pertumbuhan ekonominya dari 4,63%

pada tahun 2003 naik menjadi 6,91% pada tahun 2013. Labuhan Batu dari 4,04%

pada tahun 2003 menjadi 6,00% pada tahun 2013. Kabupaten Langkat laju pertumbuhan ekonominya dari 2,95% pada tahun 2003 menjadi 5,97% pada tahun 2013. Sedangkan Kota Medan yang laju pertumbuhan ekonominya justru dari 5,76 % pada tahun 2003 menurun menjadi 4,30 % pada tahun 2013. Kota Binjai laju pertumbuhan ekonominya menurun dari 9,07% turun menjadi 6,48 % di tahun 2013. Sama halnya dengan Kabupaten Asahan dari 7,25% pada tahun 2003 turun menjadi 5,83% pada tahun 2013 serta Tanjung Balai 7,59% pada tahun 2003 menuju ke angka 4,92% pada tahun 2013. Dan beberapa wilayah yang memang tidak ada data perkembangan laju pertumbuhan ekonominya dari waktu yang diteliti karena wilayah/daerah tersebut baru mengalami pemekaran di beberapa waktu tertentu, seperti Kabupaten Serdang Bedagai (2004-2013) 6,05% pada tahun 2003 turun menjadi 5,97% dan Kabupaten Batu Bara (2007-2013) 4.01%

juga turun menjadi 3,35%. Labuhan Batu Utara pada tahun 2009 persentase laju pertumbuhan ekonominya yakni 5,29% pada tahun 2003 naik menjadi 6,33 % tahun 2013, begitu juga Labuhan Batu Selatan yang dimulai pada tahun 2009 sebesar 4,94% naik menjadi 6,05% tahun 2013. Pada kedua wilayah ini laju pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun mulai dari tahun berdirinya

(20)

wilayah/daerah tersebut ada yang cenderung mengalami kenaikan walaupun tidak signifikan.

Kedua, dari segi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita di beberapa wilayah di Provinsi Sumatera Utara. Kondisi yang akan dijelaskan hanyalah pada wilayah Kabupaten/Kota yang termasuk dalam Wilayah Pantai Timur saja. Anggota Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara diantaranya adalah:

1. Kabupaten Langkat 2. Kabupaten Deli Serdang 3. Kabupaten Serdang Bedagai 4. Kabupaten Asahan

5. Kabupaten Batubara 6. Kabupaten Labuhan Batu 7. Kabupaten Labuhan Batu Utara 8. Kabupaten Labuhan Batu Selatan 9. Kota Binjai

10. Kota Medan

11. Kota Tebing Tinggi 12. Kota Tanjung Balai

Data PDRB perkapita dapat menunjukkan tingkat kesejahteraan ekonomi suatu daerah, untuk itu penulis memasukkan satu indikator tersebut sebagai acuan untuk mengukur pembangunan wilayah/daerah, dalam hal ini khususnya Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara pada periode tahun 2003-2013.

(21)

Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Rupiah).

Sumber : Diolah dari Sumatera Utara Dalam Angka tahun 2003-2013.

PDRB perkapita masing-masing Kabupaten/Kota pada Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara juga terlihat pada tabel 2.2.diatas. Kondisi PDRB Perkapita Provinsi Sumatera Utara seluruhnya mengalami kenaikan pada waktu

NO KABUPATEN / KOTA 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 WILAYAH PANTAI BARAT

1 Nias 3,615,626 3,717,145 3,524,455 3,686,636 3,928,523 4,182,887 4,455,177 3,887,995 4,111,318 4,337,818 4,587,471

2 Gunung Sitoli 6,802,906 6,877,659 7,166,035 7,530,727 7,892,374

3 Tapanuli Selatan 3,923,093 3,967,584 4,124,559 4,346,092 4,479,129 6,185,432 6,386,619 6,761,855 7,072,708 7,419,533 7,743,887 4 Padang Sidempuan 4,288,940 4,406,377 3,963,041 4,080,163 4,255,904 4,434,607 4,607,609 4,887,204 5,054,245 5,275,126 5,503,751 5 Padang Lawas Utara 3,649,917 3,649,138 3,479,380 3,628,983 3,769,070 3,907,699 6 Padang Lawas Kota 3,583,881 3,923,451 3,356,540 3,421,832 3,540,694 3,665,529 7 Mandailing Natal 3,601,956 3,718,766 3,864,014 3,826,922 4,036,725 4,234,618 4,441,206 5,017,866 5,252,872 5,520,939 5,806,692 8 Tapanuli Tengah 2,929,030 3,037,506 3,148,611 3,156,520 3,270,357 3,376,369 3,470,443 3,850,869 3,971,424 4,127,147 4,312,886 9 Nias Selatan 3,450,234 3,615,511 3,471,119 3,838,639 3,989,224 4,165,505 4,321,356 4,251,105 4,369,989 4,567,083 4,744,116

10 Nias Utara 3,785,255 3,851,851 4,056,925 4,251,354 4,474,675

11 Nias Barat 3,084,983 3,106,083 3,283,721 3,417,124 3,595,871

12 Sibolga 6,012,499 6,189,477 6,331,930 6,428,893 6,692,413 6,978,611 7,267,386 8,759,806 9,136,871 9,581,651 10,102,079 WILAYAH PANTAI TIMUR

13 Langkat 5,809,831 5,790,730 5,898,434 5,808,584 6,013,174 6,226,965 6,445,005 7,452,508 7,786,401 8,154,981 8,552,669 14 Deli Serdang 6,267,105 6,679,741 7,007,613 7,097,625 7,272,460 7,474,631 7,659,603 8,107,952 8,340,990 8,615,894 9,488,691 15 Serdang Bedagai 5,556,284 5,746,192 5,927,942 6,165,679 6,417,618 6,667,755 7,663,966 8,056,858 8,503,335 8,970,803 16 Asahan 9,100,933 9,391,462 10,017,609 10,293,037 6,903,276 7,124,491 7,328,541 8,065,320 8,374,590 8,746,168 9,159,762 17 Batu Bara 17,346,147 17,712,747 18,133,602 19,672,216 20,328,857 20,948,127 21,392,243 18 Labuhan Batu 8,684,573 8,797,743 7,365,989 7,480,311 7,823,209 8,112,613 7,427,730 7,857,113 8,082,300 8,399,543 8,722,119 19 Labuhan Batu Utara 8,512,964 9,565,185 9,995,931 10,511,141 11,053,379 20 Labuhan Batu Selatan 9,570,414 10,212,617 10,505,068 10,899,276 11,296,408 21 Binjai 5,940,395 6,314,485 6,439,516 6,605,547 6,868,205 7,109,527 7,401,639 8,209,884 8,560,429 8,973,884 9,402,747 22 Medan 11,099,577 11,748,852 12,411,650 13,174,001 14,090,603 14,925,017 15,761,364 17,077,622 18,132,966 19,319,273 19,949,516 23 Tebing Tinggi 5,983,239 6,248,169 6,460,242 6,691,874 7,018,280 7,354,831 7,702,228 8,024,751 8,390,824 8,819,493 9,299,796 24 Tanjung Balai 7,107,561 7,345,543 7,468,769 7,551,912 7,684,976 7,808,879 7,946,298 9,043,279 8,286,912 9,609,574 9,892,215

WILAYAH DATARAN TINGGI / PEGUNUNGAN

25 Tapanuli Utara 4,389,139 4,593,627 4,809,865 5,066,911 5,223,677 5,444,352 5,633,676 5,780,955 6,020,912 6,315,774 6,637,434 26 Toba Samosir 8,043,050 8,190,000 8,527,447 8,414,648 8,870,010 9,229,703 9,569,088 10,176,988 10,601,507 11,110,985 11,596,094 27 Simalungun 5,097,271 5,177,503 5,292,447 5,444,628 5,699,142 5,918,798 6,146,527 6,812,974 7,133,594 7,511,758 7,791,888 28 Dairi 5,718,314 5,985,671 6,254,208 6,367,513 6,636,825 6,855,348 7,130,103 7,593,589 7,919,187 8,301,057 8,697,133 29 Karo 7,813,647 7,952,738 8,224,137 7,968,385 8,167,326 8,366,736 8,568,366 9,594,214 9,959,126 10,374,784 10,646,492 30 Humbang Hasundutan 4,485,930 4,738,401 4,989,924 5,285,913 5,566,810 5,836,540 6,038,798 5,864,032 6,106,829 6,394,041 6,695,767 31 Pakpak Barat Kota 3,215,674 3,430,507 3,564,234 3,735,792 3,559,128 3,553,540 3,606,733 4,070,571 4,179,669 4,341,417 4,499,022 32 Samosir 6,232,274 6,394,266 6,647,601 6,923,956 7,250,918 7,593,065 8,846,290 9,283,833 9,782,598 10,343,564 33 Pematang Siantar 6,700,446 6,862,092 6,735,841 6,989,419 7,308,632 7,656,684 7,994,964 8,687,762 9,082,488 9,504,605 9,896,931 Provinsi Sumatera Utara 6,609,292 6,873,420 7,130,696 7,383,039 7,775,393 8,140,606 8,420,590 9,110,777 9,574,785 10,028,302 10,488,190

(22)

yang diteliti antara 2003 sampai dengan 2013. Seperti Kota Medan dari PDRB perkapitanya pada tahun 2003 sebesar Rp.11,099,577 naik menjadi Rp.19,949,516 pada tahun 2013. Kota Binjai PDRB per kapitanya pada tahun 2003 sebesar Rp.

5,940,395 naik menjadi Rp.9,402,747 pada tahun 2013. Kota Tebing Tinggi PDRB perkapitanya sebesar Rp. 5,983,239 pada tahun 2003 naik menjadi Rp.9,299,796 pada tahun 2013. Kabupaten Deli Serdang PDRB perkapitanya dari Rp.6.267.105 naik menjadi Rp.8.488.691 pada tahun 2013. Kota Tanjung Balai PDRB perkapitanya juga mengalami kenaikan yaitu dari Rp.7.107,561 menjadi Rp.9.892.215 pada tahun 2013. Kabupaten Langkat PDRB perkapitanya pada tahun 2003 sebesar 5.809.831 dan pada tahun 2013 sebesar Rp.8.552.669.

Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2003 tidak ada data PDRB perkapita karena berdirinya Kabupaten tersebut pada tahun 2004 yaitu sebesar 5.556.284 dan tahun 2013 data PDRB perkapitanya sebesar Rp.8.970.803. Sama halnya dengan Kabupaten Serdang bedagai, Kabupaten Batubara juga berdiri pada tahun 2007 PDRB perkapitanya sebesar 17.346.147 walaupun data 2003 tidak ada, dan data PDRB perkapita tahun 2013 adalah Rp.21.392.243. Kabupaten Labuhan Batu Utara PDRB perkapitanya dimulai dari Rp. 8.512.964 pada tahun 2009 naik menjadi Rp. 11.053.379 pada tahun 2013, Kabupaten Labuhan Batu Selatan juga dimulai dari 2009 Rp. 9.570.414 naik menjadi Rp.11.296.404 pada tahun 2013.

Kabupaten Labuhan Batu dari Rp.8.648.573 menjadi Rp.8.722.119, terakhir Kabupaten Asahan PDRB perkapitanya sebesar Rp.9.100.933 naik menjadi 9.159.762 pada tahun 2013. Kenaikan PDRB perkapita di seluruh bagian Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara menunjukkan Wilayah Pantai Timur

(23)

cenderung lebih maju dan hal ini disebabkan karena masing-masing wilayah yang ada di Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara diindikasi mampu mengelola potensi daerah dan mampu memanajemen wilayahnya dengan baik.

Kesenjangan pembangunan antar daerah yang satu dengan daerah yang lainnya berdampak pada ketidakseimbangan perputaran ekonomi seperti yang tergambar pada tabel dan keterangan sebelumnya, yang berpengaruh pada kesenjangan kemakmuran masyarakat antar daerah yang bersangkutan. Kemudian, tingkat ketimpangan pendapatan perkapita masyarakat Sumatera Utara berdasarkan Indeks gini/Lorenz Curve, rasionya moderat yakni sebesar 0,362, yang mengindikasikan bahwa disparitas pendapatan di Sumatera Utara masih lebih besar bila dibandingkan dengan Gini Rasio Nasional yang berada diangka 0,33 (RKPD Provsu 2012,Bab II -18). Kemudian dari informasi yang berkembang yang di dapat penulis bahwa angka Gini Rasio tahun 2013 sebesar 0,354 (http://mdn.biz.id/n/88961/). Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmerataan di Provinsi Sumatera Utara semakin kecil walaupun jika dilihat 14 tahun terahir dari 1999 sampai 2013 angka gini rasio sebesar 0,256 menjadi 0,354 (http://mdn.biz.id/n/88961/), artinya ketimpangan semakin melebar.

Dari sumber tersebut diatas, telah terbukti bahwa kesenjangan ada di Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan pembangunan ekonomi di Wilayah Pantai Timur pada tingkat pendapatan yang dinilai cukup pesat berdampak positif pada tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakatnya, dan menjadikannya lebih tinggi dari pada pendapatan dan kesejahteraan masyarakat yang berada di Wilayah Provinsi Sumatera Utara di Wilayah Pantai Barat dan Wilayah Pegunungan.

(24)

Tetapi tidak menutup kemungkinan Wilayah Pantai Timur yang secara keseluruhan dianggap memiliki perekonomian yang lebih pesat memiliki kesenjangan pula pada wilayahnya masing-masing.

Pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja.

Tinggi rendahnya kemajuan pembangunan di suatu Negara hanya diukur berdasarkan tingkat pertumbuhan GNP, baik secara keseluruhan maupun perkapita, yang diyakini akan menetes dengan sendiri sehingga menciptakan lapangan pekerjaan dari berbagai peluang ekonomi yang pada ahirnya akan menumbuhkan berbagai kondisi yang diperlukan distribusi hasil-hasil pertumbuhan ekonomi dan sosial secara lebih merata. Dengan demikian tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang paling diutamakan sehingga masalah-masalah lain seperti soal kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan distribusi pendapatan dinomorduakan.

Disparitas pembangunan ekonomi adalah sebuah ketimpangan yang sering disorot dari pandangan masyarakat karena pembangunan ekonomi diasumsikan sebagai hal yang merupakan penentu bagi kelangsungan hidup manusia. Tingkat pendapatan di setiap daerah tidak sama. Kesenjangan ekonomi sering digunakan sebagai indikator perbedaan pendapatan perkapita rata-rata, antar kelompok tingkat pendapatan, antar kelompok lapangan kerja, dan antar wilayah.

Salah satu Visi pembangunan Sumatera Utara yaitu: “Sumatera Utara yang Maju dan Sejahtera Dalam Harmoni Keberagaman” serta salah satu misinya yaitu: “Mewujudkan masyarakat mandiri dan sejahtera dan berwawasan lingkungan” (RPJM 2009-2013). Visi dan misi tersebut menunjukkan bahwa

(25)

target kesejahteraan sangatlah diutamakan. Untuk melaksanakan fungsi ini masih banyak kendala yang dihadapi, salah satunya adanya disparitas pendapatan perkapita antar daerah yang tercermin dari segi PDRB rill per kapita antar daerah Kabupaten/Kota di Wilayah Pantai Timur. Dapat dikatakan bahwa kesejahteraan masyarakat belum secara merata dan adil dapat dinikmati oleh masyarakat di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara. Di Provinsi Sumatera Utara, wilayah pembangunan ekonominya dibagi 3 wilayah, yaitu Wilayah Pantai Timur terdiri dari 12 Kabupaten/Kota, Pantai Barat terdiri dari 12 Kabupaten/Kota, dan Wilayah Dataran Tinggi (pegunungan) terdiri dari 9 Kabupaten/Kota. Wilayah Pantai Timur diantaranya adalah Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, Asahan, Tanjung Balai, Deli Serdang, Langkat, Serdang Bedagai, Batu Bara, Tebing Tinggi, Medan, dan Binjai. Sedangkan Wilayah Pantai Barat diantaranya adalah : Nias, Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Dairi, Nias Selatan, Humbahas, Pakpak Bharat, Samosir, Sibolga, dan Padang Sidempuan. Dan wilayah pegunungan antara lain Toba Samosir, Tapanuli Utara, Simalungun, Dairi, Karo, Humbang Hasundutan, Pakpak Bharat, Samosir, Pematang Siantar.

Menurut penelitian Sirojuzilam (2008), terkait pertumbuhan ekonomi di kawasan Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara, wilayah ini memiliki kontribusi yang tinggi terhadap Provinsi Sumatera Utara, dilihat dari kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), wilayah Pantai Timur menyumbang 67,08% pada tahun 2001 dan pada menyumbang 71,21% pada tahun 2003. Demikian pula PDRB perkapita rata-rata Wilayah Pantai Timur

(26)

mencapai Rp. 2.230.310. Dilihat dari nilai tambah industri, pada tahun 2001, kontribusi Wilayah Pantai Timur sebesar 8,085 triliun rupiah (94,23% dari total nilai tambah industri Sumatera Utara) dan pada tahun 2003 sebesar 9,886 triliun rupiah (89,30%). Dengan kondisi tersebut, seharusnya Wilayah Pantai Timur juga kondisi perekonomiannya baik dan merata, hal tersebut menjadi alasan mengapa dibuatnya penelitian ini, untuk itu pada tulisan ini peneliti ingin meneliti dalam rangka mengetahui apakah masih ada kesenjangan pembangunan ekonomi khususnya antar wilayah-wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara dan lebih mengenal dan memperdalam tentang disparitas pembangunan ekonomi di kawasan tersebut dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita masyarakat. Kesenjangan ekonomi antar daerah secara absolut maupun ketimpangan relatif antara potensi dan tingkat kesejahteraan tersebut dapat menimbulkan masalah dalam hubungan antar daerah. Untuk itu masing-masing daerah harus mengenal potensi daerah masing-masing dan mampu mengelola potensi daerah tersebut untuk mewujudkan kesejahteraan ekonomi daerah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengatasi kesenjangan daerah tersebut.

Pemerintah daerah diharapkan mampu menganalisis dan membuat kebijakan dalam hal mengurangi kesenjangan ekonomi daerah. Dalam hal ini bertujuan agar pengembangan wilayah dapat diwujudkan. Berdasarkan latar belakang sebagaimana dijelaskan diatas, penulis bermaksud melakukan penelitian mengenai kesenjangan pembangunan ekonomi di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara.

(27)

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Berapa besar tingkat kesenjangan pembangunan ekonomi antar Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara?

2. Bagaimana pola pertumbuhan ekonomi serta klasifikasi antar Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang di kemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis tingkat kesenjangan pembangunan ekonomi antar Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara.

2. Menganalisis pola pertumbuhan ekonomi serta klasifikasi antar wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara.

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Sebagai sumbangan pemikiran pada pemerintah pusat, pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara serta pemerintah Kabupaten/Kota tentang bagaimana disparitas pembangunan ekonomi di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan studi bagi akademisi untuk mengkaji lebih jauh tentang disparitas pembangunan ekonomi di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara.

(28)

3. Sebagai informasi terkait disparitas pembangunan ekonomi di Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara.

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapataan perkapita suatu masyarakat terus menerus bertambah dalam jangka panjang. Pada umumnya data pendapatan perkapita bisa digunakan untuk tiga tujuan berikut: (i) menentukan tingkat kesejahteraan yang dicapai suatu Negara pada suatu tahun tertentu; (ii) menggambarkan tingkat kelajuan atau kecepatan pembangunan ekonomi dunia dan di berbagai Negara; (iii) menunjukkan jurang pembangunan diantara berbagai Negara. Menurut Sukirno, (2006), pendapatan perkapita adalah sebagai indikator tingkat kemakmuran dan pembangunan ekonomi.

Pembangunan ekonomi adalah kenaikan output masyarakat yang disebabkan oleh inovasi yang dilakukan oleh innovator. Pembangunan ekonomi berawal dari suatu lingkungan politik, ekonomi, sosial, budaya dan teknologi yang menunjang kreatifitas innovator. Inovasi dan perkembangan ekonomi cenderung terdapat pada kawasan Wilayah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara. Mengenai faktor yang menentukan pembangunan, Smith dalam Sukirno (2006) berpendapat bahwa perkembangan penduduk juga akan mendorong pembangunan ekonomi.

Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar dan perluasan pasar akan meninggikan tingkat spesialisasi dalam perekonomian tersebut. Sebagai akibat dari spesialisasi terjadi, maka tingkat kegiatan ekonomi akan bertambah tinggi.

(30)

Perkembangan spesialisasi dan pembagian pekerjaan diantara tenaga kerja akan mempercepat proses pembangunan ekonomi, karena spesialisasi akan meninggikan tingkat produktivitas tenaga kerja dan mendorong perkembangan teknologi. Mengenai proses pertumbuhan ekonomi, Smith dalam Sukirno (2006), mengatakan bahwa apabila pembangunan sudah terjadi, maka proses tersebut akan terus menerus berlangsung secara kumulatif. Apabila pasar berkembang, pembagian kerja dan spesialisasi akan terjadi, dan yang belakangan ini akan menimbulkan kenaikan produktifitas. Kenaikan pendapatan Nasional yang disebabkan oleh perkembangan tersebut dan perkembangan penduduk dari masa ke masa, yang terjadi bersama-sama dengan kenaikan dalam pendapatan Nasional, akan memperluas pasar dan menciptakan tabungan yang lebih banyak. Tambahan pula, spesialisasi yang bertambah tinggi dan pasar yang bertambah luas akan menciptakan teknologi dan mengadakan inovasi (pembaruan). Maka, perkembangan ekonomi akan berlangsung lagi dan dengan demikian dari masa ke masa pendapatan perkapita akan terus bertambah tinggi.

Schumpeter dalam Badrudin (2012) mengatakan perkembangan ekonomi yang diartikan sebagai peningkatan output total masyarakat terdiri dari pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa antara pembangunan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi adalah saling berhubungan dan saling memberikan pengaruh. Sukirno (2006) mendefinisikan sesuatu yang tidak jauh berbeda bahwa pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi tersebut mengandung pengertian

(31)

bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu perubahan yang terjadi secara terus-menerus melalui serangkaian kombinasi proses demi mencapai sesuatu yang lebih baik yaitu adanya peningkatan pendapatan perkapita yang terus menerus berlangsung dalam jangka panjang. Sedangkan menurut Todaro (1999), pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang menyangkut perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, kelembagaan nasional, maupun percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan penghapusan dari kemiskinan mutlak.

Pembangunan ekonomi memang berkaitan dengan pendapatan per kapita dan pendapatan nasional. Pendapatan per kapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah sedangkan pendapatan nasional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masa satu tahun. Pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan per kapita dari masa ke masa dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan juga perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah dalam penelitian ini. Pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman adalah sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang.

2.2. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat

(32)

pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan dimasa yang akan datang. Sedangkan pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi (Tarigan, 2005).

Djojohadikusumo (1994) mengatakan sebaiknya perlu membedakan pengertian antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan ekonomi karena kedua istilah tersebut disamping berbeda secara pengertian juga berbeda dalam dampak yang ditimbulkannya terhadap perekonomian suatu negara. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Sedangkan Pembangunan Ekonomi adalah proses perubahan pada tata susunan ekonomi masyarakat secara menyeluruh sebagai sebuah proses transformasi yang dalam perjalanan waktu ditandai oleh perubahan pada landasan kegiatan ekonomi maupun pada kerangka susunan ekonomi masyarakat yang bersangkutan.

Sedangkan teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang dikemukakan Lewis dalam Badrudin (2012), membahas proses transformasi industrialisasi pada tahap awal pembangunan kapitalis di Eropa dengan melihat hubungan antara sektor pertanian (tradisional) dan industri (modern) dalam perekonomian yang terjadi antara daerah pedesaan dan perkotaan dengan memasukkan proses urbanisasi yang terjdi di daerah tersebut. Asumsi teori pembangunan dan pertumbuhan Arthur lewis adalah sektor perdesaan yang merupakan sektor pertanian (tradisional) yang subsisten dengan jumlah penduduk

(33)

yang berkelebihan yang ditandai dengan produktivitas marginalnya tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang dialihkan sedikit demi sedikit dari sektor pertanian yang terjadi kelebihan jumlah tenaga kerja (Sukirno, 2006).

Pertumbuhan ekonomi mempunyai kaitan erat dengan perubahan struktural dan sektoral tinggi (Todaro,1999). Beberapa perubahan komponen data struktural ini mencakup pergeseran secara perlahan-lahan aktifitas pertanian ke sektor non pertanian dan dari sektor industri ke sektor jasa. Perekonomian akan bisa berkembang jika faktor-faktor yang dapat meningkatkan pendapatan memperoleh rangsangan lebih besar dibanding dengan hambatan yang berdampak menurunkan pendapatan, lebih lanjut dikatakan bahwa terdapat tiga komponen utama yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu akumulasi modal yang meliputi investasi pada tanah, prasarana fisik dan SDM, pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja serta kemajuan teknologi.

Pertumbuhan harus berjalan secara beriringan dan terencana, mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan dengan lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang miskin, tertinggal tidak produktif, yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu sendiri.

Joseph Schumpeter dalam bukunya The Theory of Economics Development (1934) yang menjelaskan dua hal penting, pertama sistem kapitalisme merupakan sistem yang paling baik untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang pesat dan kedua faktor utama yang mengakibatkan perkembaangan ekonomi adalah proses inovasi yang dilakukan oleh innovator (Badrudin, 2012). Menurutnya, perkembangan ekonomi yang diartikan sebagai peningkatan output total

(34)

masyarakat terdiri dari pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh peningkatan banyaknya faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi masyarakat tanpa adanya perubahan teknologi dalam kegiatan produksi seperti misalnya kenaikan output karena pertumbuhan stok modal tanpa perubahan teknologi produksi.

Menurut Boediono (1985), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Jadi persentase pertambahan output itu haruslah lebih tinggi dari persentase pertambahan jumlah penduduk dan ada kecenderungan dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan itu akan berlanjut.

Menurut Boediono ada ahli ekonomi yang membuat defenisi yang lebih ketat, yaitu pertumbuhan itu haruslah “bersumber dari proses intern perekonomian tersebut”. Seiring dengan anggapan Tarigan (2005), hal ini sangat penting diperhatikan dalam ekonomi wilayah, karena bisa saja suatu wilayah mengalami pertumbuhan tetapi pertumbuhan itu tercipta karena banyaknya bantuan/suntikan dana itu dihentikan. Dalam kondisi seperti ini, sulit dikatakan ekonomi wilayah itu bertumbuh. Adalah wajar suatu wilayah terbelakang mendapat suntikan dana dalam proporsi yang lebih besar dibandingkan wilayah lainnya, akan tetapi setelah jangka waktu tertentu, wilayah itu mestilah tetap bisa tumbuh walaupun tidak lagi mendapat alokasi yang berlebihan. Dikaitkan dengan hal disparitas ekonomi, bantuan dari pemerintah daerah ke sub wilayah daerah juga menentukan tinggi rendahnya kesenjangan ekonomi wilayah. Namun benar halnya untuk memperkecil kesenjangan tersebut makan memang daerah tersebut yang mampu

(35)

memanajemen dalam mengatur potensi wilayah yang ada agar bisa dikembangkan dan menjadi pemasukan bagi daerah dalam rangka pertumbuhan dan pembangunan ekonomi wilayah.

2.3. Pembangunan Wilayah

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait, yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan aspek fungsional. Pembangunan wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek- aspek pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menenkankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).

Pembangunan wilayah diasumsikan sebagai salah satu usaha dalam hal meningkatkan perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup suatu wilayah. Dalam hal ini kebijakan pengembangan wilayah sangat diperlukan dan disesuaikan dengan kondisi fisik, geografis, penduduk, potensi, ekonomi, dan budaya masyarakat yang berbeda antar suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Kemakmuran suatu

(36)

wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir keluar wilayah atau mendapat aliran dari dana dari luar wilayah. Dalam upaya pembangunan wilayah, masalah terpenting yang menjadi perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalah menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan, karena pemerataan pembangunan memicu pemerataan ekonomi disuatu wilayah.

2.4. Pengembangan Wilayah

Menurut Sadyohutomo (2008), dalam arti fisik keruangan, wilayah dan daerah mempunyai pengertian yang sama sebagai terjemahan dari region, suatu hamparan luas sebagai kumpulan dari lokasi-lokasi (sites) atau area-areal (areas), baik mencakup ciri perkotaan maupun pedesaan. Wilayah atau daerah biasanya digunakan untuk dua keadaan yang berbeda, yaitu :

a. Untuk menyatakan adanya kondisi geografis yang homogen.

Penggunaan istilah wilayah ini sering berhubungan dengan proses evaluasi potensi suatu daerah sebagai bahan perencanaan, contoh: wilayah/daerah rawa, wilayah / daerah pesisir dan lain sebagainya.

b. Untuk menyatakan adanya kelompok fungsional.

Wilayah ini digunakan untuk membedakan wilayah berdasarkan pergerakan penduduknya dalam kegiatan sehari-hari, contoh: wilayah/daerah pemasaran, wilayah / daerah pelayanan dan lain sebagainya.

Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (insfrastruktur), manusia serta bentuk-bentuk kelembagaan.

(37)

Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, Rustiadi, dalam Sukmana 2012) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) wilayah homogen (uniform/homogenous region); (2) wilayah nodal (nodal region); (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region). Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam Tarigan, 2005) berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan region/wilayah menjadi:

1. Fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial, dan politik.

2. Fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interpedensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa kota yang secara fungsional saling berkaitan.

3. Fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.

Berbeda dengan pembangunan wilayah, secara konsep logika berfikir, pengembangan wilayah bisa terjadi karena adanya pembangunan wilayah terlebih dahulu karena pembangunan wilayah merupakan salah satu usaha dalam hal

(38)

meningkatkan perkembangan sosial dan ekonomi dan juga usaha meminimalisir kesenjangan wilayah, jadi asumsinya bahwa karena pembangunan wilayah menyebabkan wilayah tersebut dapat berkembang. Menurut Sirojuzilam (2005), pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu, mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata membaik, disamping menunjukan lebih banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya. Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayah serta tatanan sosial- ekonomi, sistem pemerintahan dan administrasi pembangunan. Pengembangan wilayah dengan memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Secara umum pendapat-pendapat yang mendasari bidang teori pembangunan ekonomi wilayah/daerah yang masing-masing mempunyai asumsi yang berbeda sebagai berikut :

a. Teori Ekonomi Neoklasik

Peranan teori ekonomi Neo klasik tidak terlalu besar dalam menganalisis pembangunan wilayah (regional) karena teori ini tidak memiliki dimensi spasial yang signifikan. Namun demikian, teori ini memberikan 2 konsep pokok dalam pembangunan ekonomi wilayah yaitu keseimbangan ( equilibrium ) dan mobilitas faktor produksi. Artinya, sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan

Referensi

Dokumen terkait

Disparitas Ekonomi dan Perencanaan Regional-Ketimpangan Ekonomi Wilayah Barat dan Wilayah Timur Provinsi Sumatera Utara, Pustaka Bangsa Press, Medan.. Universitas

1) Tingkat perkembangan ekonomi daerah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara untuk Wilayah Pantai Timur, Wilayah Dataran Tinggi dan Wilayah Pantai Barat dalam kurun

bahwa, untuk iłu perlu diterbitkan Surat Keputusan Dewan Płmpłnan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan Provinsi Sumatera Utara tentang Pengesahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan

Mendapatkan beasiswa unggulan dari Departemen Pendidikan Nasional RI Jakarta untuk menempuh S2 di Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan, Konsentrasi

Disparitas Ekonomi dan Perencanaan Regional, Ketimpangan Ekonomi Wilayah Barat dan Wilayah Timur Di Sumatera Utara.. Pustaka Bangsa

Penelitian ini membahas tentang Program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan Perdesaan (PSP3) yang merupakan program trobosan yang dilakukan oleh Kementerian Pemuda

Artinya bahwa Karakteristik Pekerjaan, Disiplin Kerja dan Kemampuan Kerja mampu untuk menjelaskan Kinerja pegawai Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara adalah

Pihak Pertama; yaitu Pemerintah Provinsi Sumatera Utara bersama-sama dengan 7 (tujuh) Kabupaten/Kota di kawasan pantai barat akan menanggung jaminan operasional penerbangan