BAB II Tinjauan Pustaka
2.1. Diabetes Melitus
2.1.1. Defenisi Diabetes Melitus
Diabetes Melitus menurut ADA 2010 adalah suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua – duanya.(1) Klasifikasi DiabetesMelitus menurut PERKENI.
1. Diabetes mellitus tipe 1 ( destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolute)
2. Diabetes mellitus tipe 2 ( bervariasi mulai yang dominan resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relative sampai yang dominan
defek sekresi insulin disertai resistensi insulin)
3. Diabetes Melitus tipe lain
a. Defek genetik fungsi sel beta
b. Defek genetik kerja insulin.
c. Penyakit endokrin pancreas.
d. Karena obat atau zat kimia.
e. Infeksi.
f. Sebab imunologi yang jarang.
g. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
2.1.2. Kriteria diagnosis Diabetes Melitus.
1. Gejala klasik Diabetes Melitus + glukosa plasma sewaktu ≥ 200
mg/dl (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu
makan terakhir.
2. Gejala klasik Diabetes mellitus + kadar glukosa plasma puasa ≥
126 mg/dl (7,0 mmol/L).
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya
8 jam.
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
TTGO yang dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke
dalam air 250 -350 yang dihabiskan dalam 5 – 15 menit.(12).
Pemeriksaan HbA1c (> 6,5) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan
menjadi salah satu kriteria diagnosis Diabetes Melitus, jika dilakukan
pada sarana laboratorium yang telah terstandarisasi.(1)
2.2. Dislipidemi
Dislipidemi adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi
lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL,
kenaikan kadar trigliserida serta penurunan HDL.Molekul lipid harus terikat
pada molekul protein supaya lipid dapat larut dalam darah yang disebut
jenis lipoprotein yaitu kilomikron,very low density lipoprotein (VLDL),
intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), high
density lipoprotein (HDL).Dalam proses terjadinya aterosklerosis
semuanya mempunyai peran yang penting dan erat kaitannya satu sama
lain.
Dislipidemi dapat dibagi dalam bentuk dislipidemi primer akibat
kelainan genetik dan dislipidemi sekunder yang terjadi akibat suatu
penyakit misalnya hipertiroidisme, sindrom nefrotik, diabetes melitus dan
sindrom metabolik.(13)
2.3. DM tipe 2 dan Dislipidemi.
Salah satu faktor resiko terjadinya Penyakit Jantung Koroner (PJK)
pada DM tipe 2 adalah dislipidemi. Dislipidemi pada DM tipe 2 ditandai
dengan meningkatnya kadar trigliserida dan menurunnya kadar HDL
kolestrol.(13,14,15) Kadar LDL kolesterol pada penderita diabetes didominasi oleh bentuk yang kecil dan padat (small dense LDL). Partikel LDL kecil
yangpadat ini secara intrinsik lebih bersifat aterogenik daripada partikel
LDL yang lebih besar.Selanjutnya karena ukurannya yang lebih kecil,
kandungan di dalam plasma lebih besar jumlahnya, sehingga lebih
meningkatkan resiko aterogenik. Trias dari abnormalitas profil lipid ini
disebut dengan istilah dislipidemia diabetik.(15)
Riffat Sultana di Pakistan melakukan penelitian lipid profile yang
menderita DM tipe 2 selama 1 – 8 tahun, berumur 40 – 80 tahun
menemukan bahwa peningkatan total kolesterol ≥200 mg/dl setelah
menderita DM tipe 2 selama 4 tahun, peningkatan LDL > 150mg/dl setelah
6 tahun, peningkatan trigliserida > 160mg/dl setelah 4 tahun.(16)
Kadar kolesterol serum yang tinggi dan trigliserida dalam sirkulasi
yang tinggi dapat menyebabkan pembentukan aterosklerosis.Kolesterol
dan trigliserida yang dibawa di dalam darah terbungkus dalam protein
pengangkut lemak yang disebut lipoprotein. Lipoprotein densitas tinggi
(HDL) membawa lemak untuk diuraikan, dan dikenal bersifat protektif
melawan aterosklerosis. Sedangkan LDL dan lipoprotein yang bersifat
sangat rendah ( very low density lipoprotein, VLDL) membawa lemak
Proses aterosklerosis diawali oleh oksidasi LDL pada lapisan
subendotel arteri menyebabkan berbagai reaksi inflamasi, yang akhirnya
menarik monosit dan neutrofil ke area lesi. Sel – sel darah putih ini
melekatke lapisan endotel oleh molekul adhesive, dan melepaskan
mediator inflamasi lain yang menarik makin banyak sel darah putih ke
area tersebut dan selanjutnya merangsang oksidasi LDL. Kemudian
monosit bergerak masuk ke dinding arteri, yang merupakan tempat
pematangan menjadi makrofag dan mengubah LDL menjadi sel buih. LDL
teroksidasi bersifat sitotoksik untuk sel pembuluh darah, yang selanjutnya
merangsang respon inflamasi dimana proses inflamasi memainkan peran
penting dalam tahapan aterosklerosis.
2.3.1. Patofisiologi dislipidemi pada diabetes.
Pada penderita DM tipe 2 sering diiringi dislipidemi.Penyakit
kardiovaskular semakin banyak terjadi pada penderita DM. Tetapi
hubungan antara diabetes dan arteriosklerosis belum dapat dimengerti
sepenuhnya. Berbagai kelainan metabolik yang sering terjadi pada pasien
dengan DM mempengaruhi produksi dan pembuangan lipoprotein plasma.
Kerusakan kerja insulin dan keadaan hiperglikemia akan
menyebabkan perubahan lipoprotein plasma pada pasien dengan DM.
Pada DM tipe 2, obesitas atau kekacauan metabolisme yang resisten
terhadap insulin dapat menjadi penyebab dislipidemia, selain
hiperglikemia itu sendiri.
Dislipidemi akan menimbulkan stress oksidatif umumnya terjadi
terjadi akibat gangguan metabolisme lipoprotein yang sering disebut “lipid
triad” meliputi:
1. peningkatan kadar VLDL atau trigliserida
2. Penurunan kadar HDL kolesterol
3. Terbentuknya small dense LDL yang lebih bersifat
aterogenik.
2.3.2. Metabolisme lipoprotein(2)
Lipoprotein pada penderita DM tipe 2 akan mengalami 3 proses
yang merugikan yang mempunyai hubungan erat dengan lebih mudahnya
terjadi aterosklerosis:
1. Proses glikosilasi
menyebabkan peningkatan lipoprotein yang terglikosilasi
dengan akibat mempunyai sifat lebih toksik terhadap endotel
serta menyebabkan katabolisme lipoprotein menjadi lebih
lambat.
2. Proses oksidasi
Mengakibatkan peningkatan oxidized lipoprotein . Peningkatan
kadar lipoprotein peroksida, baik LDL maupun HDL,
mempermudah rusaknya sel dan terjadinya aterosklerosis. Lipid
peroksida pada DM cenderung berlebihan jumlahnya dan akan
menghasilkan beberapa aldehid (malondehid) yang memiliki
3. Karbamilasi
Residu lisin apoprotein akan mengalami karbamilasi dan
berakibat katabolisme LDL terhambat. Diabetes Melitus dan
aterosklerosis.
2.4. Diabetes Melitus dan eterosklesosis
Diabetes Melitus merupakan faktor resiko utama penyakit
kardiovaskular. Penderita DM tipe 2 mempunyai resiko terhadap penyakit
kardiovaskular 2 – 5 kali dibandingkan dengan penderita non DM.
Kelainan makrovaskular merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada penderita DM tipe 2.Komplikasi makrovaskular terutama
terjadi akibat aterosklerosis.Komplikasi makrovaskular ikut berperan dan
menyebabkan gangguan aliran darah, penyulit komplikasi jangka panjang
dan peningkatan mortalitas.Dari beberapa studi, 80% penderita Diabetes
Melitus meninggal akibat aterosklerosis dan dari jumlah tersebut 75%
meninggal akibat penyakit jantung koroner sedangkan 25% sisanya
meninggal akibat stroke dan penyakit pembuluh darah perifer.(2)
Penyebab aterosklerosis pada DM tipe 2 bersifat multifaktorial yang
melibatkan interaksi kompleks dari berbagai keadaan seperti hiperglikemi,
hiperlipidemi, stress oksidatif, hiperinsulinemi.
Pada DM terjadi kerusakan pada lapisan endotel dan dapat disebabkan
secara langsung oleh tingginya kadar glukosa darah, metabolit glukosa
atau tingginya kadar asam lemak dalam darah yang sering dijumpai pada
terjadinya proses glikasi lipid dan protein yang mengakibatkan
peningkatan AGE (advanced glycation end product) sehingga terjadi
kerusakan sel – sel endotel. AGE memegang peran yang cukup signifikan
dalam proses terjadinya berbagai komplikasi diabetes. Interaksi antara
AGE dalam sirkulasi dengan RAGE (reseptor for advanced glycation
endproducts) akan meningkatkan produksi ros (reactive oxygen species)
intraseluler, yang selanjutnya akan mengaktifasi NF-kB, sehingga ekspresi
sitokin akan meningkat.
Hiperglikemia meningkatkan resiko kardiovaskular melalui berbagai
mekanisme pada tingkat jaringan , sel dan biokimia yang nantinya akan
menimbulkan stress oksidatif. Stres oksidatif akan mengaktifasi protein
kinase C (PKC), reseptor adanced glycated end product (RAGE)
menyebabkan vasokontriksi, aktivasi respon peradangan dan thrombosis.
Proses peradangan merupakan penyebab aterosklerosis.
Resistensi insulin berhubungan dengan disfungsi endotel pada DM,
yang menunjukkan peranannya sebagai penyebab terjadinya
aterosklerosis.Hal ini disebabkan peninggian free fatty acids (FFA) dari
jaringan adiposa ke sel endotel. Pada sel endotel kelainan makrovaskular
didapatkan peninggian pemasukan FFA yang menyebabkan peninggian
oksidasi FFA oleh mitokondria. Hal ini menyebabkan produksi ROS
Penyebab meningkatnya resiko aterosklerosis pada diabetes(17)
1. Peningkatan insidens faktor –faktor resiko lain, misalnya hipertensi dan hiperlipidemi.
2. Diabetes itu sendiri merupakan faktor resiko independen untuk
aterosklerosis.
3. Diabetes tampaknya bekerja secara sinergistis dengan faktor resiko
lain untuk meningkatkan resiko aterosklerosis.
Karena itu, eliminasi faktor resiko lain dapat mengurangi resiko
aterosklerosis pada diabetessebagai penyebab terjadinya aterosklerosis.
. 2.5. Aterosklerosis dan inflamasi
Aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani „athero‟ berarti pasta dan
„sclerosis‟ yang berarti pengerasan.Aterosklerosis adalah kondisi pada
arteri besar dan kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak,
trombosit, neutrofil, monosit dan makrofag pada tunika intima (lapisan sel
endotel) dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang
paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta, arteri serebral.(18)
Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan yang kompleks
sebagai reaksi terhadap masuknya gen yang merugikan ke dalam sel
ataupun organ dalam melenyapkan atau setidaknya melemahkan agent
tersebut, memperbaiki kerusakan sel, atau jaringan dan memulihkan
hemostasis. Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi
melalui beberapa tahap yang dimulai dengan adanya cedera pada sel
endotel. Cedera pada sel endotel mengakibatkan aktivasi endotel. Endotel
cell adhesion molecules (VCAM-1), intercellularadhesion molecules
(ICAM-1) dan E selektin, yang memfasilitasi perlekatan leukosit pada
endotel. Adanya perlekatan ini, leukosit atau mnonosit ini akan
berdiapedesis diantara sel – sel endotel untuk masuk ke dalam tunika
intima, migrasi ini memerlukan gradient kemoatraktan. Monosit ini
selanjutnya mengalami diferensiasi menjadi makrofag dan
mengekspresikan reseptor – reseptor scavenger yang mengikat partikel –
partikel lipoprotein yang termodifikasi misalnya LDL teroksidasi. Proses ini
menyebabkan terbentuknya foam cell (sel busa) yang menandai adanya
lesi arterial atau fatty streak. Sel busa ini mensekresi beberapa sitokin
inflamasi lokal pada lesi menyebabkan inflamasi dan kerusakan jaringan
2.6. CRP
CRP adalah suatu protein fase akut yang terdapat dalam serum
normal walaupun dalam jumlah yang sedikit. Dalam keadaan tertentu
dengan reaksi radang atau kerusakan jaringan baik disebabkan oleh
penyakit infeksi maupun yang bukan infeksi, kadar CRP dapat meningfkat
sampai 100 kali.
CRP pertama kali dideskripsikan oleh Tillet dan Francois di Institut
Rockefeller pada tahun 1930.Mereka mengekstraksi protein dari serum
pasien penderita Pneumonia pneumococcus.Dinamakan CRP karena
mengikat C-polisakarida dari pneumococcus. Kemudian ditemukan bahwa
CRP merupakan anggota keluarga pentraxin protein, terdiri dari 5
protomers, 206 asam amino dengan Berat Molekul (BM) 23 kDa.Dengan
ion Ca++ mengikat berbagai protein dan mengaktifkan komplemen melalui
jalur klasik. Dalam plasma individu normal, median konsentrasi CRP
sekitar 1 mg/L. Pada individu dengan penyakit akut sitokin terutama IL1
merangsang hati untuk memproduksi CRP dan kadarnya dalam plasma
meningkat 300 mg/L atau lebih.(19)
CRP dalam plasma diproduksi oleh hati terutama dipengaruhi oleh
IL6.CRP juga merupakan marker inflamasi yang diproduksi dan dilepas
oleh hati dibawah rangsangan sitokin – sitokin seperti IL6, IL1, TNFα.
Nilai CRP stabil untuk jangka waktu yang lama, bilamana terjadi stimulus
yang akut dapat terjadi peningkatan hingga 1000 kali dari nilai
normalnya.Kadarnya CRP juga meningkat pada penyakit jantung. Dalam
kurun waktu yang relative singkat (6 – 8 jam) setelah terjadinya reaksi
inflamasi, infeksi maupun kerusakan jaringan, kadar CRP meningkat tajam
dan mempunyai waktu paruh 19 jam. Kadar CRP akan kembali ke kadar
asalnya dalam 2 minggu setelah proses inflamasi, infeksi maupun
kerusakan jaringan tersebut hilang. Oleh karena itu CRP sangat berguna
untuk menegakkan diagnostik inflamasi maupun penyakit infeksi.
2.6.1. CRP dan aterosklerosis
Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa CRP juga berperan
langsung dalam proses patologis pada pembentukan lesi aterosklerosis.
- CRP menginduksi pergerakan molekul adhesi oleh sel – sel endotel
seperti intracellular adhesion molecule-1(ICAM-1), vascular cell
adhesion molecule-1 (VCAM-1) daan E selektin, yang
merangsang peranan penting dalam migrasi monosit dan limfosit
T dalam dinding pembuluh darah dan perkembangan
aterosklerosis.
- CRP menstimulasi pelepasan ion superoksidase dan aktifitas
tissuefaktor tidak hanya invitro tetapi juga invivo. CRP
menginduksi PAI-1 dan aktifitasnya di dalam sel endotel manusia
yang merupakan penanda kegagalan fibrinolisis dan
aterosklerosis.CRP menginduksi apoptosis dalam sel –sel otot
polos pembuluh darah koroner manusia, juga meningkatkan
aterogenesis.
- CRP juga meningkatkan kerentanan sel – sel endotel sehingga
terjadi kerusakan sel – sel yang lisis. Ini adalah mekanisme yang
dapat menyebabkan erosi plak atau reseptor dan menyebabkan
terjadinya akut koroner sindrom yang terlibat dalam mekanisme
perlawanan, bagian dari “innate defence”
CRP dan DM tipe 2.
Inflamasi mempunyai peranan penting dalam pathogenesis
diabetes.Hal inin ditunjukkan bahwa IL6 dan CRP sebagai penenda yang
resistensi insulin dan DM tipe 2.DM tipe 2 merupakan penyakit system
kekebalan tubuh bawaan.
IL6 merupakan sitokin proinflamasi diproduksi oleh jaringan
termasuk aktivasi leukosit, adiposit dan sel endotel.CRP adalah protein
fase akut berasal dari IL6 melalui biosintesa hati.Pada binatang
percobaan dilakukan penelitian metabolism glukosa, secara invivo
diberikan human recombinant IL6 menyebabkan glukoneogenesis yang
diikuti adanya hiperglikemia. Respon metabolik yang sama juga diamati
pada manusia setelah pemberian recombinant IL6 subkutan. Penelitian
cross sectional juga menyatakan peran inflamasi sebagai etiologi diabetes
begitu juga dengan penelitian yang lain menunjukkan peningkatan kadar
IL6 dan CRP pada sindrom resistensi insulin dan DM tipe 2.
2.7. High Sensitivity C-Reactive Protein.
Gambaran utama dari inflamasi dan kerusakan jaringan adalah
terjadinya peningkatan kadar protein phase akut, yang dihasilkan oleh
hati, dan produksinya diatur oleh sitokin (IL1, IL6, dan TNF-α). Sitokin
dihasilkan oleh makrofag yang teraktivasi dan sel endotel.
Inflamasi atau peradangan adalah proses biologis yang terjadi
sebagai respon terhadap stimulus yang timbul dari zat – zat (patogen sel
yang rusak, toxin, iritasi) yang menimbulkan ancaman bagi kelangsungan
hidup sel (organism secara keseluruhan). Ini melibatkan sistem kekebalan
tubuh/immune sistem yang memproduksi leukosit untuk menghancurkan
Aterosklerosis disebabkan faktor – faktor kegagalan sistem
kekebalan tubuh / immune system untuk melawan dan menghancurkan
LDL, radikal bebas, infeksi, dan atau agent yang berbahaya lainnya yang
dideteksi sebagai benda asing atau yang berhubungan dengan kondisi
penyakit.
Karena ketidakmampuan leukosit (monosit dan limfosit T) untuk
menghancurkan molekul – molekul asing sehingga memicu respon imun
menyebabkan inflamasi pada arteri.Sel – sel inflamasi menghasilkan
radikal bebas, yang berperan dalam degradasi sel. Lesi aterosklerotik
dapat asimtomatik selama bertahun – tahun dan menghilang dengan
waktu atau kemajuan ke tahap penyakit dimana manifestasi klinis dapat
diamati sebagai angina pektoris tidak stabil dan infark
miokard.Aterosklerosis adalah penyakit kronik karena berlangsung selama
bertahun – tahun dan bersifat kumulatif. Karena peran inflamasi pada
aterosklerosis terjadi peningkatan kadar protein phase akut yaitu CRP.
CRP merupakan marker inflamasi yang diproduksi dan dilepas oleh hati
dibawah rangsangan sitokin – sitokin seperti IL6, IL1, TNFα. Pengukuran
konsentrasi CRP untuk penilaian resiko PJK dapat diukur dengan HsCRP.
Hs-CRP merupakan pemeriksaan yang dapat mengukur konsentrasi
CRP yang sangat rendah sehingga bersifat lebih sensitif. Pemeriksaan ini
dianjurkan untuk orang – orang yang memiliki riwayat penyakit jantung,
dislipidemi, diabetes, hipertensi, obesitas.
1. Nilai HsCRP < 1.0 mg/L resiko rendah
2. Nilai HsCRP 1.0 – 3.0 mg/L resiko sedang
3. Nilai HsCRP > 3.0 mg/L resiko tinggi
Di Negara Amerika, Eropa dan Asia telah menggunakan Cutpoints ini.
American Heart Association (AHA) merekomendasikan penggunaan
marker inflamasi termasuk hs-CRP sebagai screening untuk resiko
kardiovaskular.
Pengukuran hs-CRP harus dilakukan pada penderita dengan
kondisi metabolik yang stabil tanpa adanya faktor inflamasi atau infeksi
yang jelas. Hasil pengukuran hs-CRP dinyatakan dengan satuan mg/L.
Jika pemeriksaan menunjukkan hasil > 10 mg/L harus dicari adanya
infeksi atau sumber inflamasi yang dapat mengaburkan prediksi terjadinya
penyakit jantung koroner.
Shilpa dkk melakukan penelitian pada penderita DM tipe 2 dengan
profil lipid yang normal menurut kriteria NCEP ATP III (total kolesterol
<200mg%, LDL<100mg%, HDL > 60mg% dan trigliserida <150mg%).
Sampel dikelompokkan atas 3 kelompok berdasarkan tingkat resiko
terjadinya CVD, menurut kriteria American Heart Association (AHA) yaitu
kelompok low risk dengan hs-CRP<1mg/L, kelompok moderate risk
dengan hs-CRP 1-3mg/L, kelompok high risk dengan hs-CRP>3mg/L.
Didapatinya bahwa pada DM tipe 2 dimana profil lipid normal ternyata
jumlah kasus dengan low risk sebanyak 7 kasus, moderate risk sebanyak
32 kasus, high risk sebanyak 21 kasus.Didapatinya juga, bahwa dibanding
jenis kelamin yang sesuai, ternyata secara total kadar hs-CRP meningkat
secara bermakna (p<0,001) pada DM tipe 2 tanpa dislipidemia (4,8±0,2)
dibanding dengan orang sehat (0,9±0,1).(9)
Menurut penelitian Palvasha dkk di Rawalpindi meneliti kadar
hs-CRP pada penderita DM dibandingkan dengan orang sehat. Didapatinya
bahwa kadar hs-CRP berbeda bermakna (p<0,001) antara penderita DM
(5,09±0,16mg/L) dibandingkan kontrol orang sehat (1, 0±0,26mg/L).(10) Rajarajeswari D dkk di Nellore melakukan penelitian hs-CRP pada
penderita baru DM tipe 2 dibandingkan dengan orang sehat dimana umur
dan jenis kelamin yang sesuai. Didapatinya bahwa kadar hs-CRP berbeda
bermakna (p<0,0001) antara penderita DM tipe 2 (1,68±0,852)
dibandingkan kontrol orang sehat (0,14±0,068)..(11) Pemeriksaan hs-CRP
Pemeriksaan hs-CRP dilakukan dengan prinsip
immunoturbidimetri. Pemeriksaan CRP dan hs-CRP merupakan
pemeriksaan yang bertujuan sama yaitu menentukan konsentrasi CRP
pada tubuh. Perbedaannya terletak pada sensitivitasnya dimana hs-CRP
dapat mengukur CRP yang jauh lebih rendah yaitu 0,1 mg/L. Konsentrasi
dari CRP ditentukan secara kuantitatif dimana dapat mengukur kadar
sampai < 0,1 – 0,2 mg/L sehingga disebut high sensitivity
C-ReactiveProtein(20).. Metode berdasarkan reaksi antara antigen (Ag)
antibody (Ab) dalam larutan buffer dan diikuti dengan pengukuran
intensitas sinar dari suatu cahaya yang diteruskan melalui proses imuno
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan hsCRP:
1. lupus erythematosus
2. merokok
3. infeksi akut atau penyakit inflamasi kronik (infeksi saluran
pernafasan atas dan bawah)
4. infeksi akut gastrointestinal
5. infeksi saluran kemih
6. .osteoarthritis
7. rheumatoid arthritis.
8. gout
9. asma bronchial.
10. gangguan fungsi hati.
Keadaan – keadaan diatas adalah proses infeksi dan inflamasi
yang dapat merangsang respon fase akut. Adanya infeksi dan inflamasi
akan membuat sitokin terutama IL1,IL6 dan TNFα merangsang hati untuk
2.8. Kerangka konsep
DM Type 2 DM Type 2 + Dislipidemia Dislipidemia
gangguan metabolisme lipoproteinpe VLDL
(trigliserida),peբHDL,terbentuknya small dense LDLproses
oksidasi,glikosilasi,glikoksidasistr es oksidatifROSaterosklerosis peաKGDproses glikasi
proteinAGEsinteraksi AGEs dan
RAGEmeաNfkBsitok in meաaterosklerosis
hs-CRP
2.9. Batasan operasional.
2.9.1. Ketentuan dan kriteria :
Ketentuan dan kriteria dislipidemi dalam penelitian ini adalah
berdasarkan kriteria NCEP ATP III. Dianggap dislipidemi jika
didapati salah satu dari parameter dibawah ini.
1.Total kolesterol kolesterol >199 mg/.dL
2.Trigliserida>149 mg/dL
3.LDL>129 mg/dL.
4.HDL<40mg/dL.
2.9.2Kriteria diagnostik diabetes:
Diagnosa DM tipe 2 dalam penelitian ini menggunakan kriteria ADA
yaitu diagnosa DM tipe 2 ditegakkan jika :HbA1c > 6,5.
2.9.3. Kriteria CVD dalam penelitian ini adalah menurut American Heart
Association (AHA):
1. Nilai hs-CRP < 1.0 mg/L resiko rendah
2.Nilai hs-CRP 1.0 – 3.0 mg/L resiko sedang