• Tidak ada hasil yang ditemukan

KADAR hs-crp PADA PASIEN DM TIPE 2 DENGAN DAN TANPA HIPERTENSI TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KADAR hs-crp PADA PASIEN DM TIPE 2 DENGAN DAN TANPA HIPERTENSI TESIS"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

KADAR hs-CRP PADA PASIEN DM TIPE 2 DENGAN DAN TANPA HIPERTENSI

TESIS

Oleh

dr.Efi Ramadhani NIM.107111001

PROGRAM MAGISTER KLINIK – SPESIALIS ILMU PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2015

(2)

KADAR hs-CRP PADA PASIEN DM TIPE 2 DENGAN DAN TANPA HIPERTENSI

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu PatologiKlinik / M.Ked (ClinPath) pada Fakultas Kedokteran

Univeritas Sumatera Utara

EFI RAMADHANI NIM. 107111001/PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK – SPESIALIS ILMU PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2015

(3)

i

Judul Penelitian : Kadar hs-CRP pada pasien DM tipe 2 Dengan dan Tanpa Hipertensi

NamaMahasiswa : Efi Ramadhani NomorIndukMahasiswa : 107111001

Program Magister : Magister KedokteranKlinik Konsentrasi : PatologiKlinik

Menyetujui KomisiPembimbing:

Pembimbing I

dr.Ozar Sanuddin SpPK (K)

Pembimbing II

DR.dr.Dharma Lindarto,SpPD-KEMD

Disahkan oleh:

Ketua Departemen Patologi Klinik FK-USU/RSUP H.Adam malik Medan

Ketua Program Studi Departemen Patologi Klinik FK-USU/

RSUP H.Adam malik Medan

NIP. 194910111979011001 Prof.dr.Adi Koesoema Aman,SpPK-KH

NIP. 194807111979032001

Prof.DR.dr.Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH

(4)

ii Tanggal lulus : 18 Agustus 2015

Telah diuji pada

Tanggal : 18 Agustus 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Adi Koesoema Aman,SpPK-KH ...

Anggota : 1. Prof.DR. dr. Ratna Akbari Ganie,SpPK-KH ...

2. Prof. dr. Herman Hariman, PhD, SpPK-KH ...

3. Prof. dr. Burhanuddin Nasution, SpPK-KN ...

4. dr. Ricke Loesnihari, M.Ked (Clin.Path), SpPK-K ...

5. dr.Ozar Sanuddin SpPK (K) ...

6. DR. dr. Dharma Lindarto SpPD-KEMD...

Tanggal Lulus : 18 Agustus 2015

(5)

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat mengikuti dan menyelesaikan Program Pendidikan Magister Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan dapat menyelesaikan tesis saya yang berjudul “Kadar hs-CRP pada Pasien DM Tipe 2 Dengan dan Tanpa Hipertensi.” Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Magister Kedokteran Klinik di bidang Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Selama saya mengikuti pendidikan, saya telah mendapat banyak bimbingan, nasehat, bantuan, dan arahan serta juga dukungan dari berbagai pihak sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan. Untuk semua itu pada kesempatan ini perkenankanlah saya menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Adi Koesoema Aman, Sp.PK-KH, sebagai Ketua Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utarakarena beliau telah memberikan kesempatan kepada saya sebagai peserta Program Pendidikan Magister dan Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, dan pengarahan kepada saya selama mengikuti pendidikan dan dalam melaksanakan penelitian ini sampai selesai.

2. Prof. DR. dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH, sebagai Ketua Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang memberikan kesempatan kepada saya sebagai peserta Program Magister dan Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik serta beliau juga telah banyak membimbing, mengarahkan dan memotivasi saya sejak awal pendidikan sampai selesai.

(6)

iv

3. dr. Ricke Loesnihari, M.Ked (Clin-Path), SpPK-K sebagai Sekretaris Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan selama saya mulai pendidikan sampai menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Prof. Dr. Herman Hariman, PhD, SpPK-KH, sebagai Sekretaris Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan selama saya mulai pendidikan sampai menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. dr. Ozar Sanuddin SpPK-K sebagai pembimbing saya yang telahbanyakmemberikanbimbingan, petunjuk, pengarahan, bantuan dan dorongan selama dalam pendidikan terutama dalam penelitian, proses penyusunan sampai selesainya tesis ini.

6. DR. dr. Dharma Lindarto SpPD-KEMD sebagai pembimbing II dari Departmen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan, yang sudah memberikan banyak bimbingan, petunjuk, pengarahan dan bantuan mulai dari penyusunan proposal, selama dilaksanakan penelitian sampai selesainya tesis ini.

7. Prof. Dr. Burhanuddin Nasution, Sp.PK-KN, KGEH, yang banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama pendidikan dan menyelesaikan penulisan tesis ini.

8. Kepada para dosen saya Dr. Muzahar, DMM, SpPK-K, Dr. Zulfikar Lubis, SpPK-K, Dr Nelly Elfrida SpPK, Dr. Ida Adhayanti, SpPK, Dr. Ginno Tan, PhD, Sp.PK,yang telah banyak memberikan bimbingan dan pelajaran, selama saya mengikuti pendidikan Spesialis Patologi Klinik.

(7)

v

9. Kepada Drs. Abdul Jalil Amri A. M. Kesyang telah memberikan bimbingan, arahan di bidang statistik dari mulai penelitian sampai selesainya tesis saya, terimakasih banyak saya ucapkan.

10. Ucapan terimakasih juga saya ucapkan kepada seluruh teman-teman sejawat pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Khususnya kepada sahabat- sahabatku dr.Nuryanti, dr.Darul Amani, dr.Marlina, dr. Evi Musafni, dr.Zulfadli, dr.Maruhum Nur, dr.Juli Y.M Pasaribu, dr. Yuliana Sarly, dr.Retta Kristina Sihombing, terima kasih atas dukungan kalian semua untuk kebersamaan, pengertian, kisah serta masa-masa indah yang pernah kita jalani bersama sebagai teman seangkatan.

11. Yth, seluruh teman sejawat PPDS, analis dan pegawai Departemen Patologi Klinik FK-USU/RSUP H.Adam Malik Medan yang telah memberikan kemudahan dan kerjasama yang baik selama saya menjalani pendidikan.

12. Hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan kesempatan dan menerima saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan memberikan kemudahan dalam menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit dalam menunjang pendidikan keahlian yang saya jalani.

13. Hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Bupati Deli Serdang dan Bapak Kepala Dinas Kesehatan Deli Serdang yang telah memberikan izin tugas belajar kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(8)

vi

14. Doa senantiasa saya mohonkan kepada Allah SWT kepada Almarhum ayahanda H. Bustami Syam yang selama kehidupannya telah mencurahkan segenap kasih sayang, dan berjuang menyekolahkan saya, semoga segala amal ibadah dan ilmu bermanfaat mengalir pahalanya tiada henti kepada ayahanda tercinta. Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya terhadap Ibunda tercinta Hj. Jamuar yang telah berjuang menyekolahkan, senantiasa memberi doa dan dukungan untuk menyelesaikan pendidikan.

15. Terimakasih dan penghormatan yang tinggi kepada suamiku tercinta H. Adi Oswar SH.MM, yang telah mendampingi dengan penuh pengertian, kesetiaan, kesabaran, dan pengorbanan, semoga apa yang diraih bermanfaat menambah ridho Allah SWT, kebaikan dan kebahagiaan keluarga dunia dan akhirat. Demikian juga kepada putriku Rahmi Adifia, yang telah banyak kehilangan perhatian dan kasih sayang selama menjalani pendidikan. Kepada Allah swt saya mohon ampun dan mohon maaf yang sebesar-besarnya pada suami dan putriku tercinta.

16. Demikian juga kepada seluruh keluarga besar yang dengan ikhlas membantu, mendukung dan memotivasi saya dalam meyelesaikan pendidikan ini.

Semoga Allah SWT membalas berlipat ganda atas seluruh bantuan, dukungan dan kemudahan yang telah diberikan. Semoga Allah SWT tiada henti melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua.

Akhir kata, semoga kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2015 Penulis

(dr.Efi Ramadhani)

(9)

vii DAFTAR ISI

Halaman Lembar Pengesahan Tesis...

Lembar Penetapan Panitia Penguji...

Ucapan Terima Kasih...

Daftar Isi...

Daftar Gambar...

Daftar Tabel...

Daftar Lampiran ...

Daftar Singkatan...

Abstrak...

i ii iii vii x x xi xii xiv

BAB I 1.1.

1.2.

1.3.

1.4.

1.5.

BAB II 2.1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian ...

Perumusan Masalah ...

Hipotesa Penelitian ...

Tujuan Penelitian ...

Manfaat Penelitian...

TINJAUAN PUSTAKA

C-Reactive Protein (CRP) ...

2.1.1. Definisi ...………....…………

2.1.2. Sejarah ...

2.1.3. Struktur dan sintesis CRP...

2.1.4. Fungsi Biologis CRP...

1 4 4 4 5

6 6 6 6 9

(10)

viii 2.2.

2.3.

2.4.

2.5.

2.6.

2.7

BAB III 3.1.

3.2.

3.3.

3.4.

3.5.

2.1.5. Cara Pemeriksaan CRP...

high sensitivity C-Reaktif Protein (hs-CRP) ...……...…..

2.2.1. Pemeriksaan Kadar hs-CRP ...

DIABETES MELITUS

2.3.1. Definisi ...………..………

2.3.2. Klasifikasi Diabetes Mellitus...…….

2.3.3. Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus ...

Diabetes Mellitus tipe 2 (DM tipe 2)...

2.4.1. Aterosklerosis dan CRP...

2.4.2. Kerusakan Endotel dan Aterosklerosis...

2.4.3. Aterosklerosis pada DM tipe 2...

Hipertensi...

2.5.1. Definisi ...

2.5.2.Diagnosis Hipertensi ...

2.5.3. Patofisiologi...

Diabetes dan Hipertensi...

Kerangka Konseptual ...

METODOLOGI PENELITIAN

Desain Penelitian ...

Tempat dan Waktu Penelitian ...………

Populasi dan Subyek penelitian ...……….……….

Kriteria Penelitian ...……….….

3.4.1. Kriteria Inklusi ...

3.4.2. Kriteria Eksklusi ...

Perkiraan Besar Sampel...

10 10 11

12 13 14 14 16 18 19 22 22 23 24 28 33

34 34 34 34 34 35 35

(11)

ix 3.6.

3.7.

3.8.

3.9.

3.10.

3.11 BAB IV

BAB V BAB VI

Batasan Operasional...

Cara Kerja dan Bahan Penelitian...

3.7.1. Anamnese dan Pemeriksaan Fisik...

3.7.2. Pengambilan dan Pengolahan Bahan ...

3.7.3. Pemeriksaan Laboratorium...

3.7.4. Pemeriksaan hs CRP...

Pemantapan mutu...

3.8.1. Kalibrasi Pemeriksaan Laboratorium...

3.8.2.Kontrol kualitas Pemeriksaan Laboratorium...

Ethical Clearance dan Informed Concent...

Analisa Data Statistik...

Kerangka Kerja ...

HASIL PENELITIAN...

PEMBAHASAN...

KESIMPULAN...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN 1 ...

LAMPIRAN 2...

LAMPIRAN 3...

35 36 36 37 38 40 41 41 43 44 44 45 46 49 52 53 57 58 59

(12)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1.

Gambar 2.2.

Gambar 2.3.

Gambar 2.4.

Gambar 2.5.

Gambar 3.1.

Struktur CRP...………..….

Peran CRP pada Inflamasi Vaskular...

Prinsip Pemeriksaan Pemeriksaan hs-CRP...

Proses Inflamasi pada Aterosklerosis...

Mekanisme Pengaturan Tekanan Darah...

Grafik Kalibrasi hs-CRP...

7 8 11 18 24 43

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1

Tabel 3.1 Tabel 4.1.

Tabel 4.2.

Tabel 4.3.

Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII...

Kontrol hs-CRP ... ...

Karakteristik pasien DM tipe 2 dengan dan tanpa hipertensi...

Perbedaan hs-CRP pada DM tipe 2 dengana dan tanpa Hipertensi...

Perbedaan kadar Hs-CRP berdasarkan Kelompok resiko Penyakit Kardiovaskular

22 44

46

47

47

(13)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembaran Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian.

Lampiran 2. Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan.

Lampiran 3.Lembar Kerja Profil Peserta Penelitian.

Lampiran 4. Surat persetujuan komite etik penelitian bidang kesehatan FKUSU

Lampiran 5. Data Penelitian Lampiran 6. Daftar Riwayat Hidup

(14)

xii

DAFTAR SINGKATAN

AGE : Advance Glycation End product

Ab : Antibody

Ag : Antigen

ADH : Anti Diuretik Hormon

AHA/CDC : American Heart Association Centers for Disease Control and Prevention

ADA : American Diabetes Association ACE : Angiotensin Converting Enzyme CVD : Cardiovascular Disease

c.f.a.s : Calibrator for Automated System DAG : Diacylglycerol

EDTA : Ethylene Diamine Tetraacetate GLUT-4 : Glukosa Transporter 4

hsCRP : High Sensitivity C- Reactive Protein

IL : Interleukin

IRS : Insulin Reseptor Substrate

JNC 7 : The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,Evalua and Treatment of High Blood Pressure

KGD : Kadar Gula Darah

LDL : Low Density Lipoprotein

mCRP : monomerC- Reactive Protein

NADPH : Nicotineamid Adenosine Dinucleotide Phosphate

pCRP : pentamerC- Reactive Protein

(15)

xiii

PKC : Protein Kinase C

PERKENI : Perkumpulan Endokrin Indonesia PI-3 kinase : Phosphatydylinositol kinase ROS : Reactive Oxygen Species

RAAS : Renin Angiotensin Aldosterone System

RAGE : Receptor for Advanced Glycation Endproducts SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, SGPT : Serum Glutamic Piruvic Transaminase, TNF α. : Tumor Necrosis Factor-alpha

UKPDS : The UK Prospective Diabetes Study WHO : World Health Organization.

(16)

xiv

Kadar hs-CRP Pada Pasien DM tipe-2 Dengan dan Tanpa Hipertensi

. Efi Ramadhani1, Ozar Sanuddin1,Dharma Lindarto2

1.Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara/RSUP H.Adam Malik, Medan, 2. Divisi Endokrinologi Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara/RSUP.

H.Adam Malik, Medan.

Abstrak

Pendahuluan: Lebih 50% penderita DM tipe-2 mengalami hipertensi.

Hipertensiberkontribusi terhadap berkembangnya penyakit kardiovascular. hs-crp sebagai marker inflamasi berkaitan dengan resiko kardiovaskular. Penelitian bertujuan mengukur hs-CRP pada subjek DM tipe-2 dengan dan tanpa hipertensi dan melihat perbedaan kadar hs-CRP berdasarkan kelompok resiko kardiovaskular.

Metode: Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan pendekatan potong lintang. Dilakukan di Departemen Patologi Klinik RSUP H. Adam Malik Medan, terhadap 56 sampel DM-tipe 2, dengan dan tanpa hipertensi masing-masing 28 orang. Dilakukan pemeriksaandarah lengkap, KGD, HbA1C, SGOT, SGPT, Lipid Profile, hs-CRP.

Hasil: Didapati perbedaan signifikan rata-rata kadar hs-CRP penderita DM tipe-2 dengan Hipertensi (4,03±2,49) dan tanpa hipertensi (1,98±1,93), p=0.001. Uji korelasi Pearson menunjukkan hubungan signifikan hs-CRP dengan total- kolesterol dan HDL pada kedua kelompok. Dijumpai perbedaan signifikan kadar hs-CRP berdasarkan kelompok resiko kardiovaskular p=0,001.

Pembahasan: Kadar hsCRP lebih tinggi pada DM tipe-2 dengan hipertensi dan berkaitan dengan resiko penyakit kardiovaskular.

Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna kadar hs-CRP antara DM tipe-2 dengan dan tanpa hipertensi.

Kata kunci : DM tipe-2, Hipertensi, hs-CRP

(17)

xv

Levels of hs-CRP in patients type-2 diabetes with and without hypertension.

Efi Ramadhani1, Ozar Sanuddin1, Dharma Lindarto2 Abstract

1.Clinical Phatology Department, Medical School, Sumatera Utara University/H.

Adam Malik Hospital, Medan, 2. Endocrinology Division, Internal Medicine Department, Medical School of Sumatera Utara University/

H. Adam Malik Hospital, Medan.

Introduction: More than 50% of patients with type-2 diabetes have hypertension.

Hypertension contributes the development of cardiovascular disease. hs-CRP is an inflammation marker which is associated with cardiovascular risk. The aim of this study is to measure hs-CRP in type-2 diabetes with and without hypertension and to assess hs-CRP levels based on cardiovascular risk group.

Methods: This study is an analytical observational cross-sectional study.

Performed at the Department of Clinical Pathology Adam Malik Hospital, the total of type-2 DM subjects with and without hypertension is 56, with 28 in each group. Laboratory tests: complete blood count, blood sugar levels, HbA1C, SGOT, SGPT, Lipid Profile, hs-CRP.

Results: There was significant differences in the average levels of hs-CRP in type-2 diabetic patients with hypertension (4.03±2.49) and without hypertension (1.98 ± 1.93), p = 0.001. Pearson correlation test showed a significant association of hs-CRP towards total cholesterol and HDL in both groups and a significant difference in cardiovascular risk group, p= 0.001.

Discussion: hs-CRP levels were higher in type-2 diabetes with hypertension and associated with the risk of cardiovascular disease.

Conclusion: There are significant differences between the levels of hs-CRP type- 2 diabetes with and without hypertension.

Keywords: type-2 diabetes, hypertension, hs-CRP

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

hs-CRP adalah reaktan fase akut nonspesifik diproduksi oleh hati dan sel endotel yang dapat meningkat beberapa ribu kali lipat dalam menanggapi infeksi atau peradangan akut. hs-CRP berkorelasi dengan penyakit kardiovaskular. hs-CRP berperan pada sel endotel, otot polos pembuluh darah, fungsi monosit / makrofag dan koagulasi. Semua ini dapat berkontribusi terhadap terjadinya aterosklerosis.1

CRP merupakan marker inflamasi yang dihasilkan oleh hepatosit di bawah pengaruh sitokin interleukin (IL) - 6 dan tumor necrosis factor alpha (TNFα). CRP secara normal ditemukan dalam serum manusia dalam jumlah yang sangat sedikit dan kadarnya berbeda pada setiap individu.2Kadar CRP stabil dalam plasma, tidak dipengaruhi variasi diurnal,dan pemeriksaannya mudah sehingga CRP dijadikan sebagai petanda klinis yang baik untuk menegakkan diagnostik inflamasi maupun penyakit infeksi.Sedangkan pemeriksaan hs-CRP dapat mengukur CRP yang sangat sedikit sehingga bersifat lebih sensitif dengan range pengukuran 0,1-0,2 mg/L. Berguna untuk memeriksa adanya inflamasi derjat rendah (low level inflammation).1, 3

Disamping itu pengukuran hs-CRP berguna untuk penilaian risiko komplikasi pada pasien Diabetes.4 Janghorbani M,(2005), menunjukkan hubungan yang kuat antara hypertensi dan kadar glukosa. Proses inflamasi merupakan mekanisme dimana kadar glukosa yang tinggi dalam

(19)

2

hubungannya dengan hipertensi meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.5 Kadar hs-CRP dijadikan sebagai indikator noninvasif pada penyakit vaskular aterosklerotik. Peningkatan CRP berperan langsung pada pembentukan lesi aterosklerosis.6

Ridker PM et al, (2000) dalam penelitiannya mengatakan bahwa hs-CRP merupakan prediktor indepandent yang paling kuat dan sangat signifikan terhadap resiko kejadian kardiovascular dibelakang hari.7

Diabetes dialami oleh sekitar 5% populasi dunia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, jumlah penderita DM di Indonesia pada tahun 2020 diperkirakan akan meningkat. Sekitar 90%

kasus DM termasuk dalam jenis DM tipe 2.Lebih dari 50% penderita DM tipe 2 mengalami hipertensi. Hipertensi dan DM yang terjadi secara bersamaan dapat meningkatkan risiko komplikasi mikrovaskuler (retinopati dan nefropati) dan makrovaskuler (aterosklerosis).5,8

Sekitar 35% sampai 75% dari komplikasi diabetes dapat dikaitkan dengan hypertensi dan berkontribusi terhadap penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien DM tipe 2, termasuk penyakit jantung koroner (PJK), stroke, penyakit pembuluh darah perifer, amputasi ekstremitas bawah, dan end-stage renal disease dan retinopati diabetik.9

Peningkatan risiko penyakit kardiovaskular pada DM tipe 2 umumnya dikaitkan dengan efek hiperglikemia dan stres oksidatif pada vaskular. Peristiwa ini mengarah ke proses aterosklerosis yang diawali oleh disfungsi endotel.10

(20)

3

Mekanisme ini terjadi akibat penumpukan ROS (Reactive Oxygen Species) intraseluler akibat KGD yang tinggi. Mekanisme yang terlibat untuk terjadinya kerusakan sel, yaitu: 1. Peningkatan aliran jalur polyol, 2.

Peningkatan pembentukan advance glycation end product (AGE), 3.

Aktivasi dari isoform protein kinase C (PKC) dan 4. Jalur hexosamine.

Hiperglikemi dapat mempercepat pembentukan produk glikosilasi nonenzimatik yang berkumpul pada protein dinding pembuluh. AGEs merupakan salah satu produk sebagai penanda modifikasi protein sebagai akibat reaksi gula pereduksi terhadap asam amino. Akumulasi AGEs di berbagai jaringan merupakan sumber utama radikal bebas sehingga mampu berperan dalam peningkatan stres oksidatif yang menyebabkan disfungsi endotel serta terkait dengan patogenesis terjadinya komplikasi diabetes.10

Obesitas dikaitkan langsung dengan meningkatnya kadar hs-CRP plasma, ditemukan bahwa adiposit mensekresi interleukin-6, stimulan hati untuk memproduksi CRP.10

LimaLM,et al (2007) dariBrazil, menyimpulkan bahwa pasien hipertensi dengan DM tipe 2 memiliki tingkat hs-CRP yang lebih tinggi daripada subyek hypertensi saja atau DMTipe 2 saja. Temuan ini menunjukkan bahwa pasien dengan dua penyakit terkait DM Tipe 2 dengan Hypertensi berada dalam status inflamasi aktif.11

Anand AV, et al (2011), melakukan penelitian di India, Studi ini menunjukkan bahwa hipertensi dan diabetes terbukti terkait dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular.12

(21)

4

Hipertensi pada DM tipe 2 berhubungan dengan resistensi insulin dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin.13

Pengobatan tekanan darah pada DM tipe 2 akan mengurangi risiko komplikasi. Semakin rendah tekanan darah sistolik lebih rendah risiko komplikasi.14 Pengelolaan hipertensi pada pasien DM tipe 2 secara tepat, diharapkan dapat menunda perkembangan terjadinya komplikasi maupun menghambat progresifitas komplikasi yang telah terjadi.15

1.2. Perumusan Masalah

Apakah ada peningkatan kadar hs-CRP pada penderita DM tipe 2 dengan hipertensi dan tanpa hipertensi.

1.3. Hipotesa Penelitian

hs-CRP meningkat pada penderita DM Type 2 dengan hipertensidibandingkan DM type 2 tanpa hipertensi.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan kadar hs-CRP pada subjek DM tipe 2 dengan hipertensi dan tanpa hipertensi

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik kelompok DM tipe 2 dengan hipertensi dan tanpa hipertensi.

2. Untuk mengetahui kadar rata-rata hs-CRP pada kelompok DM tipe 2 dengan hipertensi dan tanpa hipertensi

(22)

5 1.5. Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui adanya perbedaan kadar hs-CRP pada pasien DM tipe 2 dengan dan tanpa hipertensi makadiharapkan:

1) hs-CRP dijadikan sebagai parameter pemeriksaan pada subjek DM tipe 2 untuk dapat memonitor progresifitas dan mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.

2) Kadar hs-CRP dijadikan sebagai evaluasi keberhasilan terapi.

3) Memberikan informasi untuk penelitian selanjutnya.

(23)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. C-Reaktif Protein (CRP)

2.1.1. Definisi

C-Reactive Protein (CRP) adalah salah satu protein fase akut yang pada serum normal dijumpai dalam jumlah yang sangat sedikit (1ng/L).

CRP merupakan marker inflamasi sistemik. Kadarnya naik beberapa ribu kali lipat dalam menanggapi infeksi atau peradangan akut.

2.1.2. Sejarah

Pada tahun 1930 William Tillet dan Thomas Francis di Institut Rockefeller mengobservasi substansi dalam serum penderita Pneumonia pneumokokkus. Serum penderita membentuk presipitasi ketika dicampur dengan Capsular (C) Polisakarida dari dinding sel Pneumococcus.

Aktivitas ‘C-reactive’ ini tidak dijumpai pada orang yang sehat. MacLeod dan Avery kemudian menemukan substansi ini suatu protein dan menambahkan nama ‘acute phase’ di akhir. Lofstrom menemukan respon fase akut yang mirip pada keadaan inflamasi akut dan kronik, dan kemudian diakui menjadi CRP yaitu protein fase akut nonspesifik.1,16

2.1.3. Struktur dan Sintesis CRP.

CRP merupakan protein fase akut Pentraxin, suatu protein pengikat kalsium dengan sifat pertahanan imunologis. Molekul CRP terdiri dari 5-6 subunit polipeptida non glikosilat yang identik, terdiri dari 206 residu asam amino, dan berikatan satu sama lain secara non kovalen, membentuk satu

(24)

7

molekul berbentuk cakram (disc) dengan berat molekul 110 – 140 kDa, setiap unit mempunyai berat molekul 23 kDa.1,17

Gambar 2.1. Struktur CRP Sumber: W. Saunders (2003)

CRP merupakan marker inflamasi sistemik non spesifik terutama dihasilkan oleh hepatosit di bawah pengaruh sitokin seperti interleukin -6 (IL-6) dan tumor necrosis factor-alpha (TNF α). CRP secara normal ditemukan dalam serum manusia dalam jumlah yang sangat sedikit (< 1 mg/L dengan median 0,8 mg/L).1, 17

Eisenhardt dkk pada tahun 2009 menemukan bahwa C-Reactive Protein terdapat dalam 2 bentuk, yaitu bentuk pentamer (pCRP) dan monomer (mCRP). Bentuk pentamer dihasilkan oleh sel hepatosit sebagai reaksi fase akut dalam respon terhadap infeksi, inflamasi dan kerusakan jaringan. Bentuk monomer berasal dari pentamer CRP yang mengalami dissosiasi dan mungkin dihasilkan juga oleh sel-sel ekstrahepatik seperti otot polos dinding arteri, jaringan adiposa dan makrofag.18

(25)

8

Gbr 2.2. Peran CRP pada inflamasi vaskular

hs-CRP merupakan pemeriksaan yang dapat mengukur kosentrasi CRP yang sangat sedikit sehingga bersifat lebih sensitif dengan range pengukuran 0,1-20 mg/L,baik untuk memeriksa adanya inflamasi derjat rendah(low level inflammation).Kadar hs-CRP stabil selama jangka waktu yang lama, stabilitas kimia yang baik, tidak memerlukan tindakan khusus untuk sampling, memiliki waktu paruh yang relatif panjang (19 jam), tanpa variasi diurnal. Hal demikan menjadikan CRP digunakan sebagai biomarker peradangan terdepan untuk aplikasi klinis sehingga dapat digunakan untuk menegakkan diagnostik inflamasi maupun penyakit infeksi.,1,4,19

Respon inflamasi berupa aktivasi makrofag dan limfosit T melepaskan mediator proinflamasi antara lain TNF-α,IL-1dan IL-6 yang

(26)

9

dihasilkan oleh makrofag pada luka endotel. Sitokin ini akan merangsang pembentukan reaktan fase akut, C- reactiveprotein (CRP) di hati.

Sintesa CRP di hati berlangsung sangat cepat, dalam waktu yang relatif singkat (6-8) jam konsentrasi serum meningkat tajam diatas 5 mg/L setelah terjadinya reaksi inflamasi, infeksi maupun kerusakan jaringan.

2.1.4. Fungsi Biologis CRP

Fungsi dan peranan CRP di dalam tubuh (in vivo) belum diketahui seluruhnya, banyak hal yang masih merupakan hipotesis. Meskipun CRP bukan suatu antibodi, tetapi CRP mempunyai berbagai fungsi biologis yang menunjukkan peranannya pada proses peradangan dan mekanisme daya tahan tubuh terhadap infeksi.

Fungsi biologis CRP diantaranya ialah:20

1. CRP dapat mengikat C-polisakarida (CPS) dari berbagai bakteri melalui reaksi presipitasi/aglutinasi.

2. CRP dapat meningkatkan aktivitas dan motilitas sel fagosit seperti granulosit dan monosit/makrofag.

3. CRP dapat mengaktifkan komplemen baik melalui jalur klasik mulai dengan C1q maupun jalur alternatif.

4. CRP mempunyai daya ikat selektif terhadap limfosit T. Dalam hal ini diduga CRP memegang peranan dalam pengaturan beberapa fungsi tertentu selama proses peradangan.

5. CRP mengenal residu fosforilkolin dari fosfolipid, lipoprotein membran sel rusak, kromatin inti dan kompleks DNA-histon.

(27)

10

6. CRP dapat mengikat dan mendetoksikasi bahan toksin endogen yang terbentuk sebagai hasil kerusakan jaringan.

2.1.5. Cara Pemeriksaan C-Reactive Protein

Ada banyak cara yang dapat dipakai untuk penentuan CRP.

Beberapa cara yang sering dikerjakan di Indonesia terutama di RSUP H.

Adam Malik yaitu:

Cara Aglutinasi Latex.

Imunoassay, biasanya dipakai teknik Double Antibody Sandwich ELISA.

high sensitivityC-Reactive Protein (hs-CRP).

2.2. high sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP)

Pemeriksaanhs-CRP dapat mengukur konsentrasi CRP yang sangat sedikit dengan rentang pengukuran 0,1 – 20 mg/L.17Baik untuk memeriksa adanya inflamasi derajat rendah (low level inflammation). Pada dasarnya, tes ini dianjurkan pada orang-orang yang memiliki tingkat risiko tinggi terhadap penyakit jantung, yaitu pernah mengalami serangan jantung, memiliki keluarga dengan riwayat penyakit jantung, dislipidemia, diabetes, hipertensi, wanita menopause, perokok dan obesitas serta kurang melakukan aktivitas fisik.

AHA / CDC merekomendasikan hs-CRP dengan alasan:

a. hs-CRP adalah indikator global kejadian kardiovaskular di masa depan pada orang dewasa tanpa riwayat penyakit kardiovaskuler sebelumnya.

(28)

11

b. hs-CRP meningkatkan penilaian risiko dan hasil terapi dalam pencegahan penyakit kardiovaskular

c. hs-CRP bermanfaat sebagai marker independen untuk mengevaluasikemungkinan kejadian kardiovaskular berulang, seperti infark miokard ataurestenosis, setelah intervensi koroner perkutan.

2.2.1. Pemeriksaan Kadar hs-CRP dengan alat Cobas 6000 C 501 analyzer

a. Prinsip dan Metode Pemeriksaan.

Imunoturbidimetri: Merupakan cara penentuan kuantitatif. CRP dalam serum akan mengikat antibodi spesifik terhadap CRP membentuk suatu kompleks immun. Kekeruhan (turbidity) yang terjadi sebagai akibat ikatan tersebut diukur secara fotometris.

Konsentrasi dari CRP ditentukan secara kuantitatif dengan pengukuran turbidimetrik.21

Gambar 2.3. Prinsip pemeriksaan hs-CRP dengan metodeParticle Enhanced Immunoturbidimetry

Sumber : Roche Diagnostic GmbH. CRPHS (2011).

(29)

12 b. Cara Pemeriksaan Imunoturbidimetri.

Konsentrasi dari CRP ditentukan secara kuantitatif dimana dapat mengukur kadar sampai < 0,2 mg/L sehingga disebut dengan high sensitivity C-Reaktive Protein (hs-CRP).Metode berdasarkan reaksi antara antigen dan antibodi dalam larutan buffer dan diikuti dengan pengukuran intensitas sinar dari suatu sumber cahaya yang diteruskan melalui proses imuno presipitasi yang terbentuk dalam fase cair. Dalam penelitian ini memakai metode imunoturbidimetri menggunakan reagenC-Reactive Protein (latex) High Sensitive- Roche. 21

c. Prosedur pemeriksaanhs-CRP

Sampel ditambah dengan R1 (buffer) kemudian ditambah R2 (latex antibodi anti CRP) dan dimulai reaksi dimana antibodi anti CRP yang berikatan dengan mikropartikel latex akan bereaksi dengan antigen dalam sampel untuk membentuk kompleks Ag-Ab.

Presipitasi dari kompleks Ag-Ab ini diukur secara turbidimetrik.21

2.3. DIABETES MELITUS 2.3.1. Definisi

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik yang ditandai dengan adanya hiperglikemi sebagai akibat berkurangnya produksi insulin atau gangguan aktifitas dari insulin ataupun keduanya.

Keadaan ini akan mengakibatkan perubahan-perubahan metabolisme terhadap karbohidrat, lemak maupun protein.22 Hiperglikemia kronik yang terjadi pada penderita diabetes akan menyebabkan disfungsi dan

(30)

13

kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.

Organ pancreas terdiri dari bagian eksokrin yang merupakan kelenjar pencernaan dan pancreas endokrin yang merupakan sumber insulin dan hormon lain seperti glucagon dan somatostatin. Kelenjar endokrin inilah yang berperan mengatur nutrisi selular mulai dari kecepatan absorbsi makanan hingga penyimpanannya di tingkat sel.

Disfungsi pancreas endokrin atau respon abnormal dari jaringan sasaran terhadap hormon yang dihasilkannya berakibat gangguan yang merupakan sindrom klinis yang disebut Diabetes Melitus.23

2.3.2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi DM yang dipakai sekarang ini antara lain klasifikasi DM menurut ADA (American Diabetes Association) dan WHO (World Health Organization). Klasifikasi DM yang dipakai di Indonesia menurut Konsensus PERKENI 2006sesuai dengan klasifikasi DM menurut ADA 1997.24

Klasifikasi DM menurut PERKENI.24

1) DM tipe 1

2) DM tipe 2

3) DM tipe lain: Defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit endokrin pangkreas, Karena obat atau zat kimia Infeksi, sebab imunologi (jarang). Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan DM

4) Diabetes Melitus Gestasional.

(31)

14

2.3.3. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus

Gejala klinis berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya merupakan gejala klinis yang khas pada DM. Jika di jumpai pemeriksaan KGD sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DM.

Hasil pemeriksaan KGD puasa ≥ 126mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan KGD yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik KGD puasa ≥ 126 mg/dl, KGD sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain atau hasil tes toleransi glukosa oral ( TTGO ) yang abnormal.24

2.4. Diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe 2).

DM tipe 2 merupakan suatu kelompok penyakit metabolik berupa hiperglikemi akibat kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, gangguan kerja insulin / resistensi insulin, atau keduanya. DM Tipe 2 umumnya mempunyai latar belakang resistensi insulin. Pada awalnya, resistensi insulin belum menyebabkan diabetes klinis. Sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi, sehingga terjadi hiperinsulinemi, pada keadaan ini kadar glukosa darah masih normal atau sedikit meningkat.

Kemudian jika telah terjadi kelelahan sel beta pankreas, baru timbul diabetes melitus klinis, yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang meningkat.25

(32)

15

Resistensi insulin ditemukan pada lebih 90 % kasus dan merupakan penyebab terbanyak pada DM tipe 2.Resistensi insulin awalnya terjadi pada otot rangka dimana konsentrasi insulin yang lebih besar dibutuhkan untuk mengangkut glukosa ke dalam sel. Sebagaimana peningkatan resistensi insulin, peningkatan kompensasi pada sekresi insulin memungkinkan tubuh untuk mempertahankan konsentrasi glukosa normal untuk jangka waktu tertentu. Namun, seiring perjalanan penyakit, fungsi β- sel pankreas secara bertahap berkurang.26

Insulin memfasilitasi masuknya glukosa kedalam otot, adiposa dan jaringan lain dengan cara difusi dengan bantuan hexose transporters.

Hormon insulin akan berikatan pada reseptor sel target (insulin reseptor substrate/IRS) yang kemudian mengaktifasi phosphatydylinositol kinase (PI-3 kinase) dan sebagai transporter utama untuk uptake glukosa adalah Glukosa Transporter 4 (GLUT-4). Pada resistensi insulin asam lemak bebasakan menurunkan signal IRS untuk mengaktifasi PI-3 melalui protein kinase C sehingga uptake glukosa darah berkurang oleh GLUT-4. Bila hal ini terjadi pada jaringan adiposa dan otot rangka maka akan menyebabkan peningkatan gula darah 2 jam setelah makan, sedangkan bila terjadi pada jaringan hati akan menyebabkan peningkatan kadar gula darah puasa yang terjadi karena proses glukoneogenesis.27

Resistensi insulin berhubungan dengan peningkatan sensitivitas sel β pankreas dan keadaan hiperinsulinemia merupakan suatu mekanisme kompensasi. Hal ini terjadi karena hipertropi sel β pankreas disebabkan oleh rangsangan radikal bebas dari mitokondria pada awalnya sedangkan

(33)

16

akhirnya akan menyebabkan gangguan sekresi hormon insulin melalui percepatan terjadinya proses apoptosis, hal terakhir ini menerangkan hubungan antara toksisitas lemak dan glukosa yang didasari ketidak seimbangan produksi radikal bebas dan antioksidan..28

Resistensi insulin juga menyebabkan berbagai kondisi diantaranya hipertensi yang mengarah pada percepatan proses aterosklerosis.28

2.4.1. Aterosklerosis dan CRP

Aterogenesis merupakan proses keradangan tingkat rendah dan berkelanjutan yang dimulai sejak usia muda dan berkembang perlahan- lahan sampai puluhan tahun. Oleh karena itu pengukuranpetanda inflamasi sangat diperlukan untuk memprediksi resiko kelainan kardiovaskular.29

CRP mempunyai peran patofisiologi langsung dalam perkembangan dan progresi aterosklerosis, mekanismenya meliputi induksi disfungsi endotel, pembentukan sel busa (foam cell), inhibisi diferensiasi dan survival sel progenitor endotelial dan aktivasi komplemen pada plak aterosklerotik.29

Adanya reseptor CRP pada monosit dapat membantu penarikan monosit ke dinding arteri. CRP dapat merangsang makrofag untuk menghasilkan tissu factor yang sangat protrombosis sehingga memungkinkan terbentuknya jalur koagulasi dan inflamasi yang saling berhubungan. Selain itu CRP dapat mengaktivasi komplemen pada plaque aterosklerosis sehingga bisa menyebabkan instabilitas plaque.

CRP dapat menginduksi ekspresi molekul adhesi. CRP dapat

(34)

17

mensensitisasi sel endotel. Peningkatan CRP berhubungan dengan disfungsi endotel dan progresifitas aterosklerosis.29

Mekanisme inflamasi memainkan peran sentral dalam semua tahap aterosklerosis, dari rekrutmen awal leukosit ke dinding arteri hingga pecahnya plak yang tidak stabil, yang menghasilkan manifestasi klinis.

Paparan endotel terhadap sitokin proinflamasimenginduksi terjadinya aktifitas prokoagulasi yang menyebabkan ekspresi molekul adhesin dan menyebabkan gangguan relaksasi. Perubahan fungsi endotel ini disebut aktivasi endotel. Peningkatan CRP berhubungan dengan terjadinya gangguan reaktivitas endotel.29

CRP dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Ikatan CRP pada ligan dapat mengaktivasi sistem komplemen, menyebabkan penumpukan C3 pada jaringan. Penumpukn C3 dan aktivasi komplemen pada arteri sangat berperan pada proses aterogenesis.30

Pada aterosklerosis aktivasi sel-sel imun pada plaque akan menghasilkan sitokin yang berperan pada proses peradangan.

Interferon,IL-1, TNF yang menginduksi produksi sejumlah IL-6.Sitokin- sitokin ini juga diproduksi oleh berbagai jaringan sebagai respon terhadap infeksi. Interleukin-6 merangsang produksi sejumlah besar protein fase akut di hepar salah satunya C-Reactive Protein (CRP).30

(35)

18

Gambar 2.4. Proses inflamasi yang terlibat pada atherosklerosis.

(sumber: Sevenoaks and Stockley Respiratory Research 2006 7:70) 2.4.2. Kerusakan Endotel dan Aterosklerosis

Hipotesis terbaru mengatakan bahwa awal terjadinya lesi aterosklerosis yaitu berupa adanya perubahan-perubahan fungsi sel endotel. Kerusakan endotel menyebabkan perubahan permeabilitas kapiler, atau perubahan hubungan antara sel endotel dengan jaringan ikat di bawahnya. Sel endotel dapat terlepas sehingga terjadi hubungan langsung antara komponen darah dengan dinding arteri. Kerusakan endotel akan menyebabkan pelepasan growth factor yang akan merangsang masuknya monosit dan lipid ke dalam pembuluh darah melalui transport aktif dan pasif. Monosit yang keluar pembuluh darah akan berubah menjadi makrofag dan memfagosit kolesterol LDL, sehingga

(36)

19

akan terbentuk sel busa “foam sel” yang merupakan fatty streak (prekusor plak aterosklerosis) dan selanjutnya akan menjadi plak fibrosa.30

Aterosklerosis merupakan hasil interaksi yang kompleks dari berbagai faktor, meliputi disfungsi endotel, perekrutan monosit, inflamasi, proliferasi sel otot polos, akumulasi dan oksidasi lipid, nekrosis, kalsifikasi dan trombosis. Aterosklerosis itu sendiri bukanlah suatu penyakit yang berbahaya, tetapi apabila plak aterosklerosis ruptur dan terjadi ketidakseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme proteksi maka dapat menyebabkan terjadinya trombosis.30

2.4.3. Aterosklerosis pada penderita DM tipe 2

Kerusakan endotel yang mengawali lesi aterosklerosis pada penderita DM tipe-2 terjadi akibat hiperglikemi, resistensi insulin dan hiperinsulinemi, inflamasi trombosis/ fibrinolisis, dislipidemia, hipertensi.

Keadaan hiperglikemia dapat menyebabkan stres oksidatif.

Mekanisme yang menyebabkan kerusakan sel akibat hiperglikemia adalah akibat penumpukan dari spesimen oksigen reaktif ROS (Reactive Oxygen Species). KGD yang tinggi meningkatkan perbedaan potensial akibat tingginya proton pada rantai respiratori mitokondria, yang mengakibatkan perpanjangan hidup dari superoxide-generating electron transport intermediates, sehingga terjadilah penumpukan ROS.31 Saat terjadi penumpukan ROS ini, menyebabkan kerusakan sel, mekanisme ini meliputi:

(37)

20

1. Peningkatan aliran jalur polyol(Aldosa Reduktase):

Pada normoglikemia, sebagian besar glukosa seluler mengalami fosforilsasi menjadi glukosa-6-fosfat oleh enzim heksokinase. Bagian kecil dari glukosa yang tidak mengalami fosforilasi memasuki jalur poliol, yakni jalur alternatif metabolisme glukosa. Melalui jalur ini, glukosa dalam sel dapat diubah menjadi sorbitol dengan bantuan enzim aldose reduktase (AR). Enzim aldose reduktase dapat ditemukan pada sejumlah jaringan mamalia termasuk lensa dan retina.Enzim tersebut mengkonversi glukosa menjadi polialkohol sorbitol melalui reduksi gugus aldehid glukosa dalam keadaan normal, konsentrasi sorbitol di dalam sel rendah. Akan tetapi, apabila terjadi keadaan hiperglikemia, konsentrasi sorbitol meningkat.

Sorbitol, dengan bantuan enzim sorbitol dehidrogenase (SDH), akan diubah menjadi fruktosa. Degradasi sorbitol ini berjalan lambat sehingga sorbitol menumpuk dalam sel, sehingga dapat menyebabkan peningkatan tekanan osmotik dan selanjutnya dapat merusak sel.31

Masuknya substrat (substrat flux) melalui jalur poliol, selain dapat meningkatkan kadar sorbitol dan fruktosa intraseluler, juga menurunkan rasio NADPH terhadap NADP+ Selain itu, rasio NADH terhadap NAD+

sitosolik juga menurun. Berkurangnya NADPH di dalam sel akibat meningkatnya AR dapat menghambat aktivitas enzim lain yang membutuhkan NADPH.31

Hiperglikemia menyebabkan peningkatan konversi glukosa menjadi sorbitol polialkohol, bersaman dengan penurunan nicotineamid adenosine

(38)

21

dinucleotide phosphate (NADPH) dan glutation, meningkatkan sensitivitas sel terhadap stres oksidatif.31

2.Peningkatan pembentukan advance glycation end product (AGE):

AGEs merupakan salah satu produk sebagai penanda modifikasi protein akibat dari reaksi gula pereduksi terhadap asam amino. Akumulasi AGEs di berbagai jaringan merupakan sumber utama radikal bebas sehingga mampu berperan dalam peningkatan stres oksidatif, serta terkait dengan patogenesis komplikasi diabetes.

Pada diabetes, akumulasi AGEs secara umum mempercepat terjadinya aterosklerosis, nefropati, neuropati, retinopati, serta katarak.

Pengikatan AGEs terhadap reseptor makrofag spesifik (RAGEs) mengakibatkan sintesis sitokin dan faktor pertumbuhan serta peningkatan stres oksidatif.31,41

3.Aktivasi dari isoform protein kinase C (PKC):

Hiperglikemia menyebabkan peningkatan konversi glukosa menjadi sorbitol, yang dimetabolisir menjadi fruktosa oleh sorbitol dehidrogenase, meningkatkan rasio NADH/NAD+. Hal ini menyebabkan triose fosfat yang teroksidasi dan sintesis de novo dari diacylglycerol (DAG). Peningkatan DAG mengaktifkan PKC yang akan menimbulkan berbagai efek ekspresi gen.

4.Peningkatan aliran jalur hexosamine:

Pada hiperglikemia, glukosa semakin banyak memasuki hexosamine-pathway. Produk akhir dari jalur ini, UDP-N-

(39)

22

acetylglucosamine, adalah substart yang diperlukan untuk faktor transkripsi intraseluler, yang mempengaruhi ekspresi dari banyak gen.

Jalur ini berhubungan dengan disfungsi endotelial dan mikrovaskular.

2.5. Hipertensi 2.5.1. Definisi

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg.

Hipertensi diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder. Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit/keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat .31

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadikelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2.

Klasifikasi Tekanan Darah

Tekanan Sistolik (mmHg)

Tekanan Diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prahipertensi 120-139 80-89 Hipertensi derajat 1 140-159 90-99 Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100 Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII

The Joint National Committee on Preventation, Detection evaluation and treatment of High Blood Preassure dari Amerika Serikat

(40)

23

dan badan dunia WHO dengan International Society of Hipertention membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau sedang memakai obat anti hipertensi. Pada anak- anak, definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah lebih dari 95 persentil dilihat dari umur, jenis kelamin, dan tinggi badan yang diukur sekurang- kurangnya tiga kali pada pengukuran yang terpisah .32

2.5.2. Diagnosis Hipertensi

Diagnosis hipertensi baru dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis. Penegakkan diagnosis hipertensi adalah dengan melakukan anamnese terhadap keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.33

Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah setelah pasien beristirahat 5 menit. Posisi pasien adalah duduk bersandar dengan kaki di lantai dan lengan setinggi jantung. Ukuran dan letak manset serta stetoskop harus benar. Ukuran manset standar untuk orang dewasa adalah panjang 12-13 cm dan lebar 35 cm. Penentuan sistolik dan diastolik dengan menggunakan Korotkoff fase I dan V. Pengukuran dilakukan dua kali dengan jeda 1-5 menit. Pengukuran tambahan dilakukan jika hasil kedua pengukuran sangat berbeda. Konfirmasi pengukuran pada lengan kontralateral dilakukan pada kunjungan pertama dan jika didapatkan kenaikan tekanan darah.33

(41)

24 2.5.3. Patofisiologi.

Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama untuk mendorong darah ke jaringan. Tekanan tersebut harus diatur secara ketat dengan tujuan:1) Dihasilkan gaya dorong yang cukup sehingga otak dan jaringan lain menerima aliran darah yang adekuat, dan 2) tidak terjadi tekanan yang terlalu tinggi yang dapat memperberat kerja jantung dan meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah. Pengaturan tekanan darah melibatkan integrasi berbagai komponen sistem sirkulasi dan sistem tubuh lain. Perubahan setiap faktor tersebut akan mengubah tekanan darah kecuali terjadi perubahan kompensatorik pada variabel lain sehingga tekanan darah konstan.34

Gbr 2.5 Mekanisme Pengaturan Tekanan Darah (Sherwood 2001)

(42)

25

Berdasarkan bagan tersebut diketahui bahwa tekanan darah sangat tergantung pada curah jantung (cardiac output) dan resistensi perifer. Menurut Wilson and Price (2006), besar tekanan darah seseorang juga dapat dihitung dengan rumus: Di dalam tubuh terdapat baroreseptor yang secara konstan memantau tekanan darah arteri rata-rata.

Baroreseptor tersebut adalah sinus caroticus dan baroreseptor arcus aorta. Setiap perubahan pada tekanan darah akan mencetuskan refleks baroreseptor yang diperantarai oleh sistem saraf otonom. Tujuan refleks tersebut adalah penyesuaian curah jantung dan resistensi perifer total sehingga tekanan darah kembali normal.34

Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi esensial antara lain:33

1. Curah jantung dan tahanan perifer

Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler.

Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang irreversible .

2. Sistem Renin-Angiotensin

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah.

(43)

26

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.

Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif).

Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu:

a. Meningkatkan sekresi hormon anti diuretik (ADH) dan rasa haus.

ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal.

Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.

Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara

(44)

27

meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

3. Sistem Saraf Otonom.

Sirkulasi sistem saraf simpatik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.

4. Disfungsi Endotelium

Sel endotel pembuluh darah mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endothelium.Secara klinis pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit.

5. Substansi vasoaktif

Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan

(45)

28

air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan dan hipertensi .

6. Hiperkoagulasi

Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidak normalan dari dinding pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis.Diduga hipertensi dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasiyang semakin lama akan semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat anti-hipertensi.

7. Disfungsi diastolik

Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input ventrikel.

Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar:

Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer.

2.6. Diabetes dan Hipertensi

Prevalensi terjadinya hypertensi pada penderita diabetes adalah 2 kali dari pada yang tidak diabetes. Kaitan yang paling utama adalah pada penderita diabetes terjadi komplikasi yg progresif dan akseleratif baik pada mikrovaskular (retinopati dan nefropati) serta makrovaskular (aterosklerosisi). Penyakit makrovaskular merupakan mayoritas kematian pada penderita DM tipe 2.35

(46)

29

Kekurangan insulin pada tingkat sel merupakan mekanisme umum yang terlibat dalam pengembangan hipertensi pada DM tipe 2. Insulin memiliki peran penting dalam modulasi metabolisme kalsium seluler. Aksi insulin yang menurun pada sel-sel otot polos pembuluh darah berkontribusi mempercepat baik terhadap kejadian hipertensi dan aterosklerosis. Pengamatan terbaru menunjukkan gangguan respon seluler terhadap insulin mempengaruhi peningkatan tonus otot polos pembuluh darah (ciri hipertensi pada penderita diabetes). Penelitian baru- baru ini menunjukkan bahwa insulin melemahkan respon kontraktil vaskular dari fenilefrin, serotonin, dan kalium klorida. Dengan demikian, tampak insulin yang biasanya melemahkan respon vaskular otot polos kontraktil faktor vasoaktif,sedangkan pada resistensi insulin terjadi peningkatan reaktivitas vaskular.36

Peningkatan tekanan darah pada resistensi insulin terjadi karena insulin meningkatkan retensi natrium pada ginjal. Resistensi insulin juga berhubungan dengan peningkatan aktivitas saraf simpatis dan hipertrofi otot polos pada dinding pembuluh darah.

Pada penderita diabetes mellitus, hipertensi dikaitkan dengan resistensi insulin dan kelainan pada sistem renin-angiotensin dan sympathetic tone, yang mengakibatkan konsekuensi pembuluh darah dan metabolisme yang berkontribusi terhadap morbiditas. Kelainan metabolik yang berhubungan dengan diabetes mellitus berkontribusi terhadap disfungsi endotel. Sel endotel mensintesis beberapa zat bioaktif kuat yang mengatur struktur dan fungsi pembuluh darah. Zat-zat ini termasuk oksida

(47)

30

nitrat, spesies reaktif lainnya, prostaglandin, endothelin, dan angiotensin II. Pada individu tanpa diabetes, oksida nitrat membantu untuk menghambat aterosklerosis dan melindungi pembuluh darah. Namun, bioavailabilitas oksida nitrat yang diturunkan endotelium berkurang pada individu dengan diabetes. Karena hiperglikemia menghambat produksi endhotelium dan meningkatkan produksi supoeroksid anion (oksigen reaktif) yang merusak pembentukan nitrit oksida. Produksi nitrit oksida selanjutnya akan dihambat lebih lanjut oleh resistensi insulin.Karena resistensi insulin menyebabkan pelepasan asam lemak berlebih dari jaringan adiposa. Asam lemak bebas akan mengaktifkan protein kinase C, menghambat phosphatidylinositol-3, dan meningkatkan produksi spesies oksigen reaktif, semua mekanisme ini secara langsung mempengaruhi produksi oksida nitrat atau menurunkan bioavailabilitas nitrit oksida.36

Insulin menyebabkan up-regulation reseptor angiotensin I dan mengakibatkan oversensitisasi otot polos pembuluh darah terhadap peningkatan kalsium dan kontraksi yang dimediasi angiotensin-II.

Sehingga pemaparan lama hiperinsulinemia berimplikasi terjadinya aterogenesis dan hipertensi.9,38

Peningkatan kadar sodium juga diperkirakan berperan pada hipertensi penderita DM. Sodium dapat meningkat sekitar 10% bahkan pada penderita diabetes yang normotensif. Penderita diabetes memiliki gangguan kemampuan untuk mengekskresikan intravenous saline load dan gagal untuk menambahkan sodium ke dalam urin untuk

(48)

31

diekskresikan. Mekanisme retensi sodium pada diabetes sebenarnya masih kurang begitu diketahui namun diperkirakan berkaitan dengan peningkatan reabsorbsi glukosa. Selain itu dipostulasikan juga bahwa retensi sodium pada diabetes berkaitan dengan penurunan untuk melepaskan faktor natriuretik seperti dopamin ,prostaglandin dan kalikrein serta efak tubular insulin.

Peningkatan resistensi vaskular perifer dan kontraktilitas otot polos vaskular berespon terhadap agonist seperti nor-epinefrin dan angiotensin II menjadi dasar terjadinya hipertensi pada diabetes. Resistensi insulin memberikan respon yang berlebihan terhadap agonist-agonist tersebut, namun alasan secara detil mengapa terjadi respon berlebih tersebut masih belum jelas.

Pada hiperglikemia kronis, dapat terjadi peningkatan rigiditas vaskular dengan mempromosikan perubahan struktural vaskular. Pada kosentrasi yang tinggi, glukosa memberikan efek toksik pada sel endotelial sehingga terjadi penurunan relaksasi endothelial-mediated vascular, yang akan meningkatkan konstriksi dan hiperplasia sel otot polos vaskular serta remodelling vaskular. Selain itu terdapat bukti bahwa hiperglikemia dapat mempercepat pembentukan produk glikosilasi non enzimatik yang berkumpul pada protein dinding pembuluh. Pengikatan protein yang mengalami hasil akhir glikosilasi kepada makrofag menginduksi sintesis dan sekresi Tumor Nekrosis Faktor dan IL-1. Sitokin tersebut akan menstimulasi sel lain untuk meningkatkan sintesis protein dan berproliferasi.39

(49)

32

Insulin memiliki efek meningkatkan konstriksi pembuluh darah melalui stimulasi dari sistem saraf simpatik dan meningkatkan absorbsi dari sodium, akibatnya terjadi keseimbangan antara vasokonstriksi dan vasodilatasi sehingga akan mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Pada keadaan patofisiologis, misalnya pada obesitas, keseimbangan akan terganggu dengan peningkatan efek simpatis sebagai respon hiperinsulinemia bersama dengan vasodilatasi yang diperantarai insulin (vascular insulin resistence). Terdapat korelasi negatif antara vasodilatasi yang diinduksi insulin dan tekanan darah. Hubungan antara resistensi insulin, hiperinsulinemia, dan hipertansi kemungkinan bukan bersifat kausatif tetapi berhubungan dengan kelainan patofisiologi.38

UKPDS melakukan analisis yang menunjukkan pentingnya awal penilaian tekanan darah dalam perjalanan diabetes. Meningkatkan kontrol tekanan darah pada pasien diabetes telah terbukti efektif dalam mengurangi risiko komplikasi kardiovaskular dan nefropati. Bahwa pengobatan glikemia pada pasien dengan DM tipe 2 adalah sulit karena hiperglikemia progresif, lebih mudah untuk mempertahankan peningkatan kontrol tekanan darah. Penelitian UKPDS, penurunan rata-rata 10 mmHg tekanan sistolik dapat menurunkan resiko komplikasi sebesar 12%, kematian 15%, Infark miokard 11% dan komplikasi mikrovaskuler 13 %.

Adanya Hipertensi pada pasien DM tipe 2 berarti akan diikuti risiko tinggi kejadian penyakit kardiovaskuler.

(50)

33 2.7. Kerangka Konsep

DM TIPE 2

Stress

Inflamasi,keru sakan endotel HATI

hs-CRP

Atherosklerosis

Hipertensi

IL-1 IL-6

Hiperglikemia

Penyakit Kardiovaskular

(51)

34 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian observasional analitik dengan metode pengukuran data secara cross-sectional (potong lintang).

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik dan bekerja sama dengan Divisi Endokrinologi Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP Haji Adam Malik Medanpada Maret 2015 sampai dengan April 2015.

3.3. Populasi dan Subjek Penelitian 3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah penderita yang didiagnosa oleh Departemen Penyakit Dalam FK USU / RSUP HAM sebagai DM tipe 2 yang berkunjung ke Poli Endocrine Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan.

3.3.2. Subjek Penelitian

Subjek dari penelitian adalah pasien DM tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4. Kriteria Penelitian

3.4.1.Kriteria Inklusi Subjek Penelitian

1. Individu dengan DM tipe 2 sesuai dengan kriteria ADA 2005.

2. Individu dengan DM tipe 2 disertai Hipertensi 3. Umur 40-60 tahun.

Gambar

Gambar 2.1.  Struktur CRP   Sumber: W. Saunders (2003)
Gambar 2.3. Prinsip pemeriksaan hs-CRP dengan  metodeParticle Enhanced Immunoturbidimetry
Gambar 2.4. Proses inflamasi yang terlibat pada atherosklerosis.
Gambar 3.1. Grafik kalibrasi hs-CRP
+3

Referensi

Dokumen terkait

Judul Skripsi :Pengaruh Suhu yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tingkat Kematangan Gonad Kerang Darah (Anadara granosa).. Nama Mahasiswa : Aring

Peneletian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Kesesuaian Tugas, Kompetensi, dan Pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap Kinerja Pegawai DPPKAD Kabupaten

Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misal, sebagai laporan arus

[r]

Penelitian ini bermanfaat untuk guru dalam merencanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa serta memilih model dan metode pembelajaran

Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) mengenai edukasi dan sosialisasi Gema Cermat seperti ini perlu dilakukan juga di daerah lain untuk mengurangi resiko kesehatan

Website ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan informasi tentang usaha-usaha yang sedang berkembang di Kota Depok, baik dibidang industri, perdagangan dan jasa lengkap

[r]