• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Self Efficacy dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas XI Akuntansi SMK Diponegoro Salatiga Tahun Ajaran 2013/2014 T1 132009103 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Self Efficacy dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas XI Akuntansi SMK Diponegoro Salatiga Tahun Ajaran 2013/2014 T1 132009103 BAB II"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Motivasi Belajar

2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar

Menurut Woodworth dan Marques, (dalam Abu Ahmadi 2010), motif adalah suatu tujuan jiwa yang mendorong individu untuk aktivitas-aktivitas tertentu dan untuk tujuan-tujuan tertentu terhadap situasi di sekitarnya. Sedangkan menurut Jeanne Ellis Ormord (2008), motivasi adalah sesuatu yang menghidupkan (energize), mengarahkan dan mempertahankan perilaku; motivasi membuat siswa bergerak, menempatkan mereka dalam suatu arah tertentu, dan menjaga mereka agar terus bergerak.

(2)

9

aktivitas ekstrakurikuler, dan mungkin mencalonkan diri sebagai ketua kelas.

Menurut Winkel, (2004) mendefinisikan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan serta memberi arah pada kegiatan belajar. Sedangkan menurut Sardiman, (2008) motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan motivasi belajar adalah dorongan atau daya penggerak dari dalam diri individu yang memberikan arah dan semangat pada kegiatan belajar, sehingga dapat mencapai tujuan yang dikehendaki

2.1.2 Ciri-Ciri Motivasi Belajar

Motivasi yang ada pada diri siswa sangat penting dalam kegiatan belajar. Ada tidaknya motivasi seorang individu untuk belajar sangat berpengaruh dalam proses aktivitas belajar itu sendiri.

Seperti dikemukakan oleh Sardiman (2008) motivasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai). b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak

Memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapai).

(3)

10

ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak kriminal, amoral dan sebagainya).

d. Lebih senang bekerja mandiri

e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif). f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan

sesuatu)

g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal

Jika ciri-ciri tersebut terdapat pada seorang siswa berarti siswa tersebut memiliki motivasi belajar yang cukup kuat yang dibutuhkan dalam aktivitas belajarnya. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki motivasi tinggi dalam belajar akan menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

(a). Keinginan mendalami materi

(b). Ketekunan dalam mengerjakan tugas (c). Keinginan berprestasi

(d). Keinginan untuk maju

2.1.3 Aspek-Aspek Motivasi Belajar

Terdapat dua aspek dalam teori motivasi belajar yang dikemukakan oleh Sardiman (2008), yaitu:

a. Motivasi ekstrinsik, yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid belajar keras dalam menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik. Terdapat dua kegunaan dari hadiah, yaitu sebagai insentif agar mau mengerjakan tugas, dimana tujuannya adalah mengontrol perilaku siswa, dan mengandung informasi tentang penguasaan keahlian.

(4)

11

pelajaran yang diujikan itu. Murid termotivasi untuk belajar saat mereka diberi pilihan, senang menghadapi tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan mendapat imbalan yang mengandung nilai informasional tetapi bukan dipakai untuk kontrol, misalnya guru memberikan pujian kepada siswa.

Jadi aspek-aspek yang bisa digunakan untuk mengukur motivasi belajar siswa ada dua yaitu aspek motivasi belajar ekstrinsik dan motivasi belajar instrinsik.

2.1.4.Fungsi Motivasi Belajar

Motivasi berhubungan erat dengan suatu tujuan. Dengan demikian motivasi dapat mempengaruhi adanya kegiatan. Dalam kaitannya dengan belajar motivasi merupakan daya penggerak untuk melakukan belajar.

Sardiman (2008), mengemukakan bahwa motivasi mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Mendorong manusia untuk berbuat. Jadi motivasi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak yang akan digerakkan.

b. Menentukan arah perbuatan yakni kearah tujuan yang akan dicapai. Jadi motivasi dapat memberi arah kegiatan yang harus dikerjakan agar sesuai dengan tujuannya.

c. Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan yang harus dikerjakan yang sesuai untuk mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

(5)

12 2.2 Self Efficacy

2.2.1 Pengertian Self Efficacy

Menurut Bandura (2002) mendefinisikan self efficacy sebagai keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungan. Bandura beranggapan bahwa keyakinan atas efikasi seseorang adalah landasan dari agen manusia. Manusia yang yakin bahwa mereka dapat melakukan sesuatu yang mempunyai potensi untuk dapat mengubah kejadian dilingkungannya, akan lebih mungkin untuk bertindak dan untuk lebih mungkin menjadi sukses dari pada manusia yang mempunyai efikasi diri yang rendah.

Self Efficacy bukan merupakan ekspektasi dari hasil tindakan kita.

Bandura (2002) membedakan antara ekspektasi mengenai efikasi dan ekspektasi mengenai hasil. Efikasi merujuk pada keyakinan diri seseorang bahwa orang tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan suatu perilaku, sementara ekspektasi atas hasil merujuk pada prekdisi dari kemungkinan mengenai konsekuensi perilaku tersebut. Hasil tidak boleh digabungkan dengan keberhasilan dalam melakukan perilaku tersebut, hasil merujuk pada konsekuensi dari perilaku, bukan penyelesaian melakukan tindakan tersebut.

Panjares (dalam Woolfolk, 2004) menambahkan bahwa self efficacy adalah sebuah penilaian spesifik yang berkaitan dengan

(6)

13

spesifik. Woolfolk (2004) juga menyebutkan bahwa self efficacy adalah kepercayaan mengenai kompetensi personal dalam sebuah situasi khusus.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa self efficacy adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk mengorganisasikan dan bisa menampilkan perilaku performa yang efektif sehingga bisa menyelesaikan tugas tertentu dengan baik serta merupakan salah satu faktor personal yang menjadi perantara antara faktor perilaku dan faktor lingkungan.

2.2.2 Fungsi Self Efficacy

Self efficacy yang dipersepsikan tidak hanya sekedar perkiraan

tentang tindakan apa yang akan dilakukan pada masa mendatang (Bandura, 1995). Keyakinan seseorang mengenai kemampuan diri juga berfungsi sebagai suatu determinan bagaimana individu tersebut berperilaku, berpola pikir, dan bereaksi emosional terhadap situasi-situasi yang sedang dialami. Keyakinan diri juga memberikan kontribusi terhadap kualitas dari fungsi psikososial seseorang.

Bandura (1995) menjelaskan fungsi dan berbagai dampak dari penilaian self efficacy antara lain sebagai berikut:

a. Perilaku Memilih.

(7)

14

Sebaliknya, self efficacy yang rendah dapat mendorong seseorang untuk menarik diri dari lingkungan dan kegiatan sehingga dapat menghambat perkembangan potensi yang dimilikinya.

Seseorang yang memiliki penilaian self efficacy-nya secara berlebihan cenderung akan menjalankan kegiatan yang jelas di atas jangkauan dengan kegagalan kemampuannya. Akibatnya dia akan mengalami kesulitan-kesulitan yang berakhir yang sebenarnya tidak perlu terjadi, dan hal ini bisa mengurangi kredibilitasnya. Sebaliknya, seseorang yang menganggap rendah kemampuannya juga akan mengalami kerugian, walaupun kondisi ini lebih seperti memberi batasan pada diri sendiri daripada suatu bentuk keengganan. Melalui kegagalan dalam mengembangkan potensi kemampuan yang dimiliki dan membatasi kegiatan-kegiatannya, seseorang dapat memutuskan dirinya dari banyak pengalaman berharga. Seharusnya ia berusaha untuk mencoba tugas-tugas yang memiliki penilaian yang penting, tetapi ia justru menciptakan suatu halangan internal dalam menampilkan kinerja yang efektif melalui pendekatan dirinya pada keraguan.

b. Usaha Yang Dilakukan dan Daya Tahan

Penilaian terhadap self efficacy juga menentukan seberapa besar usaha yang akan dilakukan seseorang dan seberapa lama ia akan bertahan dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang tidak menyenangkan. Semakin tinggi self efficacy seseorang, maka akan semakin besar dan gigih pula usaha yang dilakukan. Ketika dihadapkan dengan kesulitan, individu yang memiliki self efficacy tinggi akan mengeluarkan usaha yang besar untuk mengatasi tantangan tersebut. Sedangkan orang yang meragukan kemampuannya akan mengurangi usahanya atau bahkan menyerah sama sekali.

c. Pola berpikir dan reaksi emosi.

Penilaian mengenai kemampuan seseorang juga mempengaruhi pola berpikir dan reaksi emosionalnya selama interaksi aktual dan terantisipasi dengan lingkungan. Individu yang menilai dirinya memiliki self efficacy rendah, merasa tidak mampu dalam mengatasi masalah atau tuntutan lingkungan, hanya akan terpaku pada kekurangannya sendiri dan berpikir kesulitan yang mungkin timbul lebih berat dari kenyataannya. Sebaliknya, individu yang memiliki self efficacy yang tinggi akan lebih memusatkan perhatian dan mengeluarkan usaha yang lebih besar terhadap situasi yang dihadapinya, dan setiap hambatan yang muncul akan mendorongnya untuk berusaha lebih keras lagi.

(8)

15

efficacy rendah lebih menganggap kegagalan disebabkan kurangnya kemampuan yang ia miliki.

d. Perwujudan dari keterampilan yang dimiliki.

Banyak penelitian membuktikan bahwa self efficacy dapat meningkatkan kualitas dari fungsi psikososial seseorang. Seseorang yang memandang dirinya sebagai orang yang self efficacy-nya tinggi akan membentuk tantangan-tantangan terhadap dirinya sendiri yang menunjukkan minat dan keterlibatan dalam suatu kegiatan. Mereka akan meningkatkan usaha jika kinerja yang dilakukan mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan, menjadikan kegagalan sebagai pendorong untuk mencapai keberhasilan, dan memiliki tingkat stres yang rendah bila menghadapi situasi yang menekan. Individu yang memiliki self efficacy rendah biasanya akan menghindari tugas yang sulit, sedikit usaha yang dilakukan dan mudah menyerah menghadapi kesulitan, mengurangi perhatian terhadap tugas, tingkat aspirasi rendah, dan mudah mengalami stress dalam situasi yang menekan.

Jadi fungsi dari adanya self efficacy bisa berdampak pada penilaian dari self efficacy yaitu perilaku memilih, usaha yang dilakukan dan daya tahan, pola berpikir dan reaksi emosi, perwujudan dari keterampilan yang dimiliki.

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Self Efficacy

Keyakinan seseorang terhadap efficacy yang dimilikinya merupakan aspek utama dari pengetahuan diri yang dimilikinya. Keyakinan akan self-efficacy terbentuk dari empat prinsip utama, yaitu: enactive mastery experience, vicarious experience, verbal persuasion, phisiological and affective states (Bandura, 1995).

a. Pengalaman keberhasilan (enactive mastery experience), berdasarkan pengalaman individu secara langsung. Individu yang pernah memperoleh suatu prestasi, akan terdorong meningkatkan keyakinan dan penilaian terhadap self efficacy-nya. Pengalaman keberhasilan dan pencapaian prestasi individu ini meningkatkan ketekunan dan kegigihan dalam berusaha mengatasi kesulitan, sehingga dapat mengurangi kegagalan.

(9)

16

yang setara atau bahkan merasa lebih baik dari pada orang yang menjadi subjek belajarnya. Ia akan mempunyai kecenderungan merasa mampu melakukan hal yang sama. Meningkatkan self efficacy individu ini akan dapat meningkatkan motivasi untuk mencapai suatu prestasi. Peningkatan self efficacy ini akan menjadi efektif jika subjek yang menjadi model tersebut mempunyai banyak kesamaan karakteristik antara individu tersebut dengan model, kesamaan tingkat kesulitan tugas, kesamaan situasi dan kondisi, serta keanekaragaman yang dicapai oleh model

c. Persuasi verbal (verbal persuasion), yaitu individu yang mendapat bujukan atau sugesti untuk percaya bahwa ia akan dapat mengatasi masalah-masalah yang akan dihadapinya. Persuasi verbal ini dapat mengarahkan individu untuk berusaha lebih gigih dalam mencapai tujuan serta kesuksesannya.

d. Keadaan fisiologis dan psikologis (phisiological and affective states), situasi yang menekan kondisi emosional dapat mempengaruhi self efficacy. Gejolak emosi, goncangan, kegelisahaan yang mendalam dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan sebagai suatu isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, maka situasi yang menekan dan mengancam akan cenderung dihindari.

Jadi faktor-faktor yang bisa mempengaruhi self efficacy seseorang adalah pengalaman keberhasilan (enactive mastery experience), pengalaman orang lain (vicarious experience), persuasi verbal (verbal persuasion), keadaan fisiologis dan psikologis (phsicological and

affective states).

2.2.4 Aspek-Aspek Self Efficacy

Menurut Bandura (1995) terdapat tiga aspek dari self efficacy pada diri manusia, yaitu:

a. Tingkatan (level)

Adanya perbedaan self efficacy yang dihayati oleh masing-masing individu mungkin dikarenakan perbedaan tuntutan yang dihadapi. Tuntutan tugas merepresentasikan bermacam-macam tingkat kesulitan atau kesukaran untuk mencapai performansi optimal. Jika halangan untuk mencapai tuntutan itu sedikit, maka aktivitas lebih mudah untuk dilakukan, sehingga kemudian individu akan memiliki self efficacy yang tinggi.

b. Keadaan umum (Generality)

(10)

17

tertentu. Keadaan umum bervariasi dalam jumlah dari dimensi yang berbeda-beda, diantaranya tingkat kesamaan aktivitas, perasaan dimana kemampuan ditunjukan (tingkah laku, kognitif, afektif), ciri kualitatif situasi, dan karakteristik individu menuju kepada siapa perilaku itu ditujukan. Pengukuran berhubungan dengan daerah aktivitas dan konteks situasi yang menampakan pola tingkat generality yang paling mendasar berkisar tentang apa yang individu susun pada kehidupan mereka.

c. Kekuatan (Strength)

Pengalaman memiliki pengaruh terhadap self efficacy yang diyakini seseorang. Pengalaman yang lemah akan melemahkan keyakinannya pula. Individu yang memiliki keyakinan kuat terhadap kemampuan mereka akan teguh dalam berusaha untuk mengenyampingkan kesulitan yang dihadapi. Berdasarkan hal-hal di atas.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tiga aspek self efficacy yaitu level (tingkat kesulitan tugas), generality (keadaan umum suatu tugas), dan strength (kekuatan atau keyakinan seseorang dalam menyelesaikan tugas).

2.2.5 Proses-Proses Self-efficacy

Bandura (1995) menguraikan proses psikologis self-efficacy dalam mempengaruhi fungsi manusia. Proses tersebut dapat dijelaskan melalui cara-cara dibawah ini :

a. Proses Kognitif

Dalam melakukan tugas akademiknya, individu menetapkan tujuan dan sasaran perilaku sehingga individu dapat merumuskan tindakan yang tepatuntuk mencapai tujuan tersebut. Penetapan sasaran pribadi tersebut dipengaruhi oleh penilaian individu akan kemampuan kognitifnya.

(11)

18

mengembangkan cara untuk mengontrol kejadian yang mempengaruhi hidupnya. Keahlian ini membutuhkan proses kognitif yang efektif dari berbagai macam informasi.

b.Proses Motivasi

Motivasi individu timbul melalui pemikiran optimis dari dalam dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu berusaha memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan, merencanakan tindakan yang akan direalisasikan. Terdapat beberapa macam motivasi kognitif. yang dibangun dari beberapa teori yaitu atribusi penyebab yang berasal dari teori atribusi dan pengharapan akan hasil yang terbentuk dari teori nilai-pengharapan. Self-efficacy mempengaruhi atribusi penyebab, dimana individu yang memiliki self-efficacy akademik yang tinggi menilai kegagalannya dalam mengerjakan tugas akademik disebabkan oleh kurangnya usaha, sedangkan individu dengan self-efficacy yang rendah menilai kegagalannya disebabkan oleh kurangnya kemampuan.

Teori nilai-pengharapan memandang bahwa motivasi diatur oleh pengharapan akan hasil (outcome expectation) dan nilai hasil (outcome value) tersebut. Outcome expectation merupakan suatu perkiraan bahwa perilaku atau tindakan tertentu akan menyebabkan akibat yang khusus bagi individu. Hal tersebut mengandung keyakinan tentang sejauhmana perilaku tertentu akan menimbulkan konsekuensi tertentu. Outcome value adalah nilai yang mempunyai arti dari konsekuensi-konsekuensi yang terjadi bila suatu perilaku dilakukan. Individu harus memiliki outcome value yang tinggi untuk mendukung outcome expectation.

c. Proses Afeksi

Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan dalam menentukan intensitas pengalaman emosional. Afeksi ditujukan dengan mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola-pola pikir yang benar untuk mencapai tujuan. Proses afeksi berkaitan dengan kemampuan mengatasi emosi yang timbul pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kepercayaan individu terhadap kemampuannya mempengaruhi tingkat stres dan depresi yang dialami ketika menghadapi tugas yang sulit atau bersifat mengancam. Individu yang yakin dirinya mampu mengontrol ancaman tidak akan membangkitkan pola pikir yang mengganggu. Individu yang tidak percaya akan kemampuannya yang dimiliki akan mengalami kecemasan karena tidak mampu mengelola ancaman tersebut.

d. Proses Seleksi

(12)

19

percaya diri, bingung, dan mudah menyerah ketika menghadapi masalah atau situasi sulit. Self-efficacy dapat membentuk hidup individu melalui pemilihan tipe aktivitas dan lingkungan. Individu akan mampu melaksanakan aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang diyakini mampu menangani. Individu akan memelihara kompetensi, minat, hubungan sosial atas pilihan yang ditentukan. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses

self-efficacy meliputi proses kognitif, proses motivasi, proses afeksi,

dan proses seleksi.

2.3 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Dari hasil penelitian yang dilakukanTrijoko Lestyanto (2013) dengan penelitiannya yang berjudul Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Motivasi Belajar Pada Siswa RSBI Kelas VIII SMP Negeri 3 Pati. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara variabel efikasi diri dengan motivasi belajar.

Penelitian yang lain dilakukan oleh Sandi Prasetyaning Tyas (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Antara Motivasi Belajar Dengan Efikasi Diri pada Siswa SMK Muhammadiyah 2 Andong Boyolali. Hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara motivasi belajar dengan efikasi diri pada siswa SMK Muhammadiyah 2 Andong Boyolali.

(13)

20

signifikan antara self efficacy dengan motivasi belajar pada siswa SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang.

2.4 Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

Dalam MLR, multikolinearitas pada matriks X menghasilkan ( X X T ) yang tidak berpangkat penuh ( singular ) sehingga dengan metode Ordinary Least Square (OLS) tidak

Ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi yang tinggi tetapi memperoleh prestasi belajar yang relative rendah, namun ada siswa yang walaupun

Strategi relokasi bagi pedagang kaki lima (PKL) yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, bertujuan untuk menata kota. Strategi relokasi ini harus

Tugas Akhir Bukan Skripsi (TABS) diantaranya: 1) Makalah ilmiah sebagai karya tulis mahasiswa hasil analisis suatu karya produk, desain teknologi atau seni yang.. menekankan

• Bagian ini berisi kajian berbagai teori dan hasil penelitian yang relevan dengan. masalah yang

[r]

[r]

Apabila pada saat pembuktian kualifikasi ditemukan pemalsuan data maka perusahaan tersebut akan diberi sanksi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan jika