• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

SEKOLAH, PENGELUARAN RILL PERKAPITA, PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENGANGGURAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI

SUMATERA UTARA

Oleh:

DESTY S N HUTABARAT 140501076

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)
(3)
(4)
(5)

MISKIN DI PROVINSI SUMATERA UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Angka Harapan Hidup, Rata-Rata Lama Sekolah, Pengeluaran Rill Perkapita, Pertumbuhan Ekonomi, dan Pengangguran terhadap Jumlah Penduduk Miskin di 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara pada 2010-2015.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk time series (2010-2015) dan cross section (33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara). Alat analisis yang digunakan adalah panel data dengan bantuan eviews 9 yang dianalisis dengan metode Fixed effect Model (FEM).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Angka Harapan Hidup,Pengeluaran Rill perkapita berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara. Rata-Rata Lama Sekolah, Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara. Pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara.

Kata Kunci : Angka Harapan Hidup, Rata-Rata lama Sekolah, Pengeluaran Rill Perkapita, Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran, Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara.

(6)

PEOPLE IN NORTH SUMATERA

The research is aimed to know the influence The Life Expectancy, Average Length of School, Adjusted Expenditure per Capita, Economic Growth Rate, and Unemployment to The Number of Poor People in North Sumatera in 2010-2015.

The research used secondary data of time series (2010-2015) and cross section (33 regencies in North Sumatera). Are supported by eviews 9. While panel data ware used in analyzing with Fixed Effect Model methode.

The result showed that The Life Expectancy, Adjusted Expenditure per Capita negatively influence and significant to The Number of Poor People in North Sumatera. Average Length of school, Economic Growth Rate negative impact but not significant to The Number Of Poor People in North Sumatera.

Unemployment had a significant positive effect to The Number Of Poor People in North Sumatera.

Keywords : The life Expectancy, Average Length of School, Adjusted Expenditure Per Capita, Economic Growth, Unemployment, To The Number of Poor People in North Sumatera.

(7)

Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Utara”, yang disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, serta saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Orang tua tercinta, Juniar Hutabarat dan Risma Manalu, terima kasih atas segala pengorbanan dan perjuangan baik dalam bentuk doa, dukungan, nasihat, maupun materi.

2. Bapak Prof. Dr. Ramli, S.E, M.S selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Coki Ahmad Syahwier, MP dan Ibu Inggrita Gusti Sari NST, SE, M.Si sebagai Ketua dan sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan, saran yang baik mulai dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini.

(8)

6. Seluruh Bapak/Ibu dosen Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh Staf Akademik Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

8. Rekan-rekan mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan stambuk 2014

9. Adekku Arga Hutabarat, Boanerges, HMD-EP, serta sahabat-sahabat yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan penelitian yang dilakukan. Penulis berharap penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pembaca dan peneliti lainnya.

Medan, April 2018

Desty S N Hutabarat 140501076

(9)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Kemiskinan ... 11

2.1.1 Penyebab Kemiskinan ... 12

2.1.2 Teori Kemiskinan ... 14

2.1.3 Ukuran Kemiskinan ... 15

2.1.4 Kriteria Kemiskinan ... 18

2.2 Angka Harapan Hidup ... 20

2.3 Hubungan Angka Harapan Hidup terhadap Tingkat Kemiskinan ... 21

2.4 Rata-Rata Lama Sekolah ... 22

2.5 Hubungan Rata-Rata Lama Sekolah terhadap Tingkat Kemiskinan ... 23

2.6 Pengeluaran Rill Perkapita ... 24

2.7 Hubungan Pengeluaran Rill Perkapita terhadap Tingkat Kemiskinan ... 25

2.8 Pertumbuhan Ekonomi ... 25

2.9 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat Kemiskinan ... 30

2.10 Pengangguran ... 31

2.11 Hubungan Pengangguran Terhadap tingkat Kemiskinan ... 37

2.12 Penelitian Terdahulu ... 38

2.13 Kerangka Konseptual ... 41

2.14 Hipotesis Penelitian ... 41

BAB III METODE PENELITIAN ... 43

3.1 Jenis Penelitian ... 43

3.2 Defenisi Operasional ... 43

(10)

4.1.1 Kondisi Kemiskinan di Sumatera Utara ... 51

4.1.2 Angka Harapan Hidup... 54

4.1.3 Rata-Rata Lama Sekolah ... 56

4.1.4 Pengeluaran Rill Perkapita ... 57

4.1.5 Pertumbuhan Ekonomi ... 59

4.1.6 Pengangguran ... 61

4.3 Hasil Pemilihan Teknik Estimasi Regresi Data Panel ... 63

4.3.1 Uji Hausman... 63

4.4 Hasil Estimasi Fixed Effect Model ... 64

4.5 Interpretasi Hasil Analisis ... 68

4.6 Analisis Ekonomi ... 76

4.6.1 Angka Harapan Hidup terhadap Jumlah Penduduk Miskin ... 76

4.6.2 Rata-Rata Lama Sekolah terhadap Jumlah Penduduk Miskin ... 77

4.6.3 Pengeluaran Rill Perkapita terhadap Jumlah Penduduk Miskin ... 77

4.6.4 Pertumbuhan Ekonomi terhadap Jumlah Penduduk Miskin ... 78

4.6.5 Pengangguran terhadap Jumlah Penduduk Miskin ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

5.1 Kesimpulan ... 80

5.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83 LAMPIRAN

(11)

1.1 Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia (Tahun 2010-2015) ... 2

1.2 Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara (Tahun 2010-2015) 3 1.3 Angka Harapan Hidup, Rata-Rata Lama Sekolah, Pengeluran Rill Perkapita di Sumatera Utara (Tahun 2010-2015) ... 5

1.4 Persentase Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Utara (Tahun 2010-2015) ... 7

1.5 Jumlah Pengangguran di Sumatera Utara (Tahun 2010-2015) ... 8

2.1 Penelitian Terdahulu ... 38

4.1 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara (Tahun 2010-2015) ... 52

4.2 Jumlah Angka Harapan Hidup Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara (Tahun 2010-2015) ... 54

4.3 Rata-Rata Lama Sekolah Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara (Tahun 2010-2015) ... 56

4.4 Pengeluaran Rill Perkapita Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara (Tahun 2010-2015) ... 58

4.5 Laju Pertumbuhan Ekonomi Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara (Tahun 2010-2015) 60 4.6 Jumlah Pengangguran Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara (Tahun 2010-2015) ... 61

4.7 Hasil Uji Hausman... 63

4.8 Hasil Uji FEM ... 64

4.9 Interpretasi Koefiien Fixed Effect Model ... 68

(12)

2.1 Kerangka Konseptual ... 41

(13)

Lampiran 2 Uji Hausman

Lampiran 3 Output Fixed Effect Model Lampiran 4 Output Random Effect Model

(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung Strategi Penanggulangan Kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi mereka (BPS, 2008).

Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Dalam arti proper, kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Menurut World Bank dalam Jurnal (Nunung, 2008), salah satu sebab kemiskinan adalah karena kurangnya pendapatan dan aset (lack of income and assets) untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, perumahan dan tingkat kesehatan dan pendidikan yang dapat diterima (acceptable). Di samping itu kemiskinan juga berkaitan dengan keterbatasan lapangan pekerjaan dan biasanya mereka yang dikategorikan miskin (the poor) tidak memiliki pekerjaan (pengangguran), serta tingkat pendidikan dan kesehatan mereka pada umumnya tidak memadai. Mengatasi masalah kemiskinan tidak

(15)

dapat dilakukan secara terpisah dari masalah-masalah pengangguran, pendidikan, kesehatan dan masalah- masalah lain yang secara eksplisit berkaitan erat dengan masalah kemiskinan. Dengan kata lain, pendekatannya harus dilakukan lintas sektor, lintas pelaku secara terpadu dan terkoordinasi dan terintegrasi.(www.bappenas.go.id).

Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua Negara di Dunia terutama Negara sedang berkembang salah satunya Indonesia. Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia pada periode 2010-2015 cenderung mengalami penurunan, meskipun terjadi peningkatan Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia ditahun 2015 yakni 17.893,71 jiwa dimana ditahun 2014 berjumlah 17.371,09 jiwa.

Tabel 1.1

Jumlah Penduduk Miksin di Indonesia (Jiwa) (Tahun 2010-2015)

Tahun Jumlah Penduduk Miskin

2010 19.925,62

2011 18.972,18

2012 18.086,87

2013 17.919,46

2014 17.371,09

2015 17.893,71

Sumber : Badan Pusat Statistik tahun 2017

Baik pemerintah pusat maupun daerah telah berupaya dalam melaksanakan berbagai kebijakan dan program-program penanggulangan kemiskinan namun masih jauh dari induk permasalahan. Kebijakan dan program yang dilaksanakan belum menampakkan hasil yang optimal. Masih terjadi kesenjangan antara rencana dengan pencapaian tujuan karena kebijakan dan

(16)

Oleh karena itu diperlukan suatu strategi penanggulangan kemiskinan yang terpadu, terintegrasi dan sinergis sehingga dapat menyelesaikan masalah secara tuntas.

Kemiskinan di Indonesia tiap provinsi sangat beragam, Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang tingkat kemiskinan nya cukup tinggi sehingga tergolong provinsi di Indonesia dengan jumlah penduduk miskin yang banyak.

Oleh sebab itu kemiskinan menjadi tanggung jawab bersama, terutama bagi pemerintah sebagai penyangga proses perbaikan kehidupan masyarakat dalam sebuah pemerintahan, untuk segera mencari jalan keluar sebagai upaya pengentasan kemiskinan.

Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2010 – tahun 2015 mengalami fluktuasi. Dimana pada tahun 2010 Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara 1.477.100 Jiwa turun hingga 1.416.370 jiwa ditahun 2013 kemudian mengalami penurunan di tahun 2014 yakni 1.360.600 Jiwa. Akan tetapi ditahun 2015 Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Utara kembali mengalami peningkatan sebesar 1.436.660 jiwa.

Tabel 1.2

Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara (Jiwa) (Tahun 2010-2015)

Tahun Jumlah Penduduk Miskin

2010 1.477.100

2011 1.421.440

2012 1.400.450

2013 1.416.370

2014 1.360.600

2015 1.436.660

Sumber : BPS Sumatera Utara tahun 2017

(17)

Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara merupakan Jumlah Penduduk Miskin dari 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara. Jumlah Penduduk Miskin di 33 Kabupaten/kota di Sumatera Utara masih tidak merata, dan sebagian besar Jumlah Penduduk Miskin masih cukup tinggi. Untuk itu perlu dicari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Jumlah Penduduk Miskin di seluruh kabupaten/kota, sehingga dapat digunakan sebagai acuan bagi tiap kabupaten/kota dalam usaha mengatasi kemiskinan.

(Todaro dan Smith,2006) membantu memperjelas mengapa para ahli ekonomi pembangunan telah menempatkan penekanan yang begitu jelas terhadap kesehatan dan pendidikan, dan menyebut negara-negara yang memiliki tingkat pendapatan yang tinggi tetapi memiliki standar pendidikan dan kesehatan yang rendah sebagai kasus ”pertumbuhan tanpa pembangunan”. Pendapatan riil memang sangat penting, tetapi untuk mengkonversikan karakteristik komoditi menjadi fungsi yang sesuai, dalam banyak hal yang penting, jelas membutuhkan pendidikan dan kesehatan selain pendapatan. Peran pendidikan dan kesehatan berkisar mulai dari hal-hal dasar seperti tingkat nutrisi dan energi yang dibutuhkan seseorang, dimana kedua hal tersebut dapat diperoleh saat hidupnya bebas dari parasit, sampai pada kemampuan tingkat tinggi untuk menghargai kekayaan kehidupan manusia, yang dihasilkan oleh pendidikan yang memiliki cakupan luas dan mendalam. Hampir semua pendekatan tentang kesejahteraan berujung kepada pertimbangan terhadap kesehatan dan pendidikan, selain pendapatan. Analisis Sen adalah bagian dari apa yang disebut PBB sebagai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (Todaro dan Smith, 2006).

(18)

Pengertian IPM yang dikeluarkan oleh UNDP tahun 1991 yang menyatakan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Indeks (HDI) merupakan salah satu pendekatan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan manusia. IPM ini mulai digunakan oleh UNDP sejak tahun 1990 untuk mengukur upaya pencapaian pembangunan manusia suatu negara. Walaupun tidak dapat mengukur semua dimensi dari pembangunan, namun mampu mengukur dimensi pokok pambangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk. IPM dihitung berdasarkan data yang dapat menggambarkan keempat komponen yaitu angka harapan hidup yang mewakili bidang kesehatan, angka melek huruf dan rata-rata lamanya bersekolah mengukur capaian pembangunan di bidang pendidikan, dan kemampuan daya beli / paritas daya beli (PPP) masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran perkapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak. PPP dihitung berdasarkan pengeluaran riil perkapita setelah disesuaikan dengan indeks harga konsumen dan penurunan utilitas marginal yang dihitung dengan formula Atkinson.

Tabel 1.3

Angka Harapan Hidup, Rata-Rata Lama Sekolah, Pengeluaran Rill Perkapita di Sumatera Utara (Tahun 2010-2015)

Tahun Angka Harapan Hidup (Tahun)

Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun)

Pengeluaran Rill Perkapita (Rupiah)

2010 67,46 8,51 9196

2011 69,65 8,61 9231

2012 69,81 8,72 9266

2013 69,90 8,79 9309

(19)

2014 68,04 8,93 9391

2015 68,29 9,03 9563

Sumber : BPS Sumatera Utara tahun 2017

Pada Tabel 1.3 menunjukkan bahwa Angka Harapan Hidup dari tahun 2010-2015 mengalami fluktuasi sedangkan Rata-Rata Lama Sekolah dan Pengeluaran Rill Perkapita selalu mengalami peningkatan. Angka Harapan Hidup sebagai bagian dari kesehatan di Sumatera Utara dari tahun 2010-2013 mengalami peningkatan dari 67,46 menjadi 69,90 tetapi mengalami penurunan kembali ditahun 2014 menjadi 68,04 dan meningkat ditahun 2015 sebesar 68,29.

Sedangkan Bagian Pendidikan yakni Rata-Rata Lama Sekolah mengalami peningkatan dari tahun 2010-2015 yaitu 8,51 menjadi 9,03. Dan sama halnya untuk Pengeluaran Rill Perkapita juga mengalami peningkatan dari tahun 2010- 2015 yakni dari 9196 menjadi 9563.

Pertumbuhan ekonomi merupakan kunci dari penurunan kemiskinan di suatu wilayah. Dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat di masing-masing provinsi mengindikasikan bahwa pemerintah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Dalam skripsi (Merna,2011) terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat kemiskinan. Hubungan ini menunjukkan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan tingkat kemiskinan.

Tabel 1.4 menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara dari tahun 2010 hingga tahun 2015 selalu mengalami trend menurun. Pada tahun 2010 Laju Pertumbuhan Ekonomi sebesar 6,42 persen kemudian naik pada tahun 2011

(20)

sebesar 6,66 persen dan turun ditahun 2012-2015 menjadi 5,1 persen. Hal ini disebabkan oleh Sumatera Utara yang memiliki sektor perkebunan sebagai sektor unggulan mengalami penurunan eksport CPO dan karet. Tren penurunan nilai ekspor komoditas kelapa sawit dan karet tersebut mengikuti perkembangan harga komoditas dunia karena masih melemahnya perekonomian global yang mempengaruhi permintaan atas komoditi tersebut.

Tabel 1.4

Laju Pertumbuhan Ekonomi Atas Dasar Harga Konstan 2010 Sumatera Utara tahun 2010-2015

Tahun Presentase

2010 6,42

2011 6,66

2012 6,45

2013 6,07

2014 5,23

2015 5,1

Sumber : BPS Sumatera Utara tahun 2017

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan adalah pengangguran. Salah satu unsur yang menentukan kemakmuran suatu masyarakat adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila kondisi tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) dapat terwujud.

Menurut Sadono Sukirno (2000), Pengangguran akan menimbulkan efek mengurangi pendapatan masyarakat, dan itu akan mengurangi tingkat kemakmuran yang telah tercapai. Semakin turunnya tingkat kemakmuran akan menimbulkan masalah lain yaitu kemiskinan.

(21)

Tabel 1.5

Jumlah Pengangguran di Sumatera Utara (Jiwa) (Tahun 2010-2015)

Tahun Jumlah Pengangguran

2010 491.806

2011 402.125

2012 379.982

2013 412.202

2014 390.712

2015 428.794

Sumber : BPS Sumatera Utara tahun 2017

Tabel 1.5 menunjukkan Jumlah Pengangguran di Sumatera Utara yang tidak stabil, mengalami beberapa kali fase naik turun. Ditahun 2010 Jumlah Pengangguran sebesar 491.806 jiwa kemudian menurun di tahun 2011-2012 yakni ditahun 2012 sebesar 379.982 jiwa lalu naik kembali di tahun 2013 sebesar 412.202 jiwa, lalu turun kembali di tahun 2014 sebesar 390.712 jiwa dan naik menjadi 428.794 jiwa ditahun 2015.

Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja yang relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran yang ada di suatu daerah menjadi semakin serius. Besarnya tingkat pengangguran merupakan cerminan kurang berhasilnya pembangunan di suatu negara.

Pengangguran dapat mempengaruhi kemiskinan dengan berbagai cara (Tambunan, 2001).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui lebih lanjut tentang Pengaruh Angka Harapan Hidup, Rata Rata Lama Sekolah, Pengeluaran

(22)

Rill Perkapita, Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara, sehingga penelitian ini diberi judul : Pengaruh Angka Harapan Hidup, Rata-Rata Lama Sekolah, Pengeluaran Rill Perkapita, Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Utara.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh Angka Harapan hidup terhadap Jumlah Penduduk Miskin di 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara pada periode 2010-2015?

2. Bagaimana pengaruh Rata-Rata Lama Sekolah terhadap Jumlah Penduduk Miskin di 333 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara pada periode 2010-2015?

3. Bagaimana pengaruh Pengeluaran riil per kapita terhadap Jumlah Penduduk Miskin di 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara pada periode 2010-2015?

4. Bagaimana pengaruh Pertumbuhan ekonomi terhadap Jumlah Penduduk Miskin di 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara pada periode 2010-2015?

5. Bagaimana pengaruh Pengangguran terhadap Jumlah Penduduk Miskin di 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara pada periode 2010-2015?

6. Dimana Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yang memiliki angka kemiskinan tertinggi dan terendah?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh Angka Harapan Hidup terhadap Jumlah Penduduk Miskin di 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

(23)

2. Untuk mengetahui pengaruh Rata-Rata Lama Sekolah terhadap Jumlah Penduduk Miskin di 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui pengaruh Pengeluaran Rill Perkapita terhadap Jumlah Penduduk Miskin di 33 kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

4. Untuk mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Jumlah Penduduk Miskin di 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

5. Untuk mengetahui pengaruh Pengangguran terhadap Jumlah Penduduk Miskin di 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

6. Untuk mengetahui Kabupaten/Kota mana di Sumatera Utara yang mempunyai angka kemiskinan tertinggi dan terendah.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam mengambil keputusan.

2. Sebagai tambahan literature bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya bagi mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan.

3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang tingkat kemiskinan di Sumatera Utara yang dipengaruhi oleh beberapa variabel.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan

Ada banyak definisi dan konsep tentang kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensi sehingga dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. Secara umum, kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar standar atas setiap aspek kehidupan.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar antara lain: (1) terpenuhinya kebutuhan pangan; (2) kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan; (3) rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan; (4) hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik.

Kemiskinan menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan/ BKKBN adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya untuk memenuhi kebutuhannya.

Sinaga dan Benyamin, dalam skripsi (Whisnu, 2011) memberikan pengertian kemisikinan melalui pembedaan kemiskinan menjadi dua jenis yaitu:

kemiskinan alamiah dan kemiskinan buatan. Kemiskinan alamiah didefinisikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh sumber daya yang terbatas atau karena

(25)

ketidakmampuan seseorang atau komunitas dalam memenuhi kebutuhan dan mengejar ketertinggalan teknologi menjadi penyebabnya. Sementara itu kemiskinan buatan didefinisikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh kelembagaan yang ada dalam masyarakat membuat masyarakat sendiri tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata. Dalam beberapa definisi lainnya, kemiskinan buatan juga disebut lebih populer dengan sebutan kemiskinan struktural.

2.1.1 Penyebab Kemiskinan

Ditinjau dari sumber penyebabnya, kemiskinan dapat dibagi menjadi kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budayanya. Kemiskinan kultural biasanya dicirikan oleh sikap individu atau kelompok masyarakat yang merasa tidak miskin meskipun jika diukur berdasarkan garis kemiskinan termasuk kelompok miskin.

Sedangkan kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh struktur masyarakat yang timpang, baik karena perbedaan kepemilikan, kemampuan, pendapatan dan kesempatan kerja yang tidak seimbang maupun karena distribusi pembangunan dan hasilnya yang tidak merata. Kemiskinan struktural biasanya dicirikan oleh struktur masyarakat yang timpang terutama dilihat dari ukuran-ukuran ekonomi.

Kemiskinan memang merupakan masalah multidimensi yang mencakup berbagai aspek kehidupan. Kondisi kemiskinan setidaknya disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: Pertama, rendahnya taraf pendidikan dan kesehatan

(26)

berdampak pada keterbatasan dalam pengembangan diri dan mobilitas. Hal ini berpengaruh terhadap daya kompetisi dalam merebut atau memasuki dunia kerja.

Kedua, rendahnya derajat kesehatan dan gizi berdampak pada rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan selanjutnya akan mengurangi inisiatif. Ketiga, terbatasnya lapangan pekerjaan semakin memperburuk kemiskinan. Dengan bekerja setidaknya membuka kesempatan untuk mengubah nasibnya. Keempat, kondisi terisolasi (terpencil) mengakibatkan pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan lain-lain tidak dapat menjangkaunya. Kelima, ketidak stabilan politik berdampak pada ketidak berhasilan kebijakan pro-poor. Berbagai kebijakan dan program-program penanggulangan kemiskinan akan mengalami kesulitan dalam implementasi jika tidak didukung oleh kondisi politik yang stabil.

Sharp, et al dalam (Mudrajad Kuncoro, 2006) mencoba mengidentifikasikan penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pada kepemilikan sumberdaya yang menyebabkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan,nasib kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.

(27)

2.1.2 Teori Kemiskinan

Teori-teori yang digunakan antara lain adalah :

Menurut Thorbecke dalam (Tambunan, 2001) kemiskinan dapat lebih cepat tumbuh di perkotaan dibandingkan dengan perdesaan karena, pertama, krisis cenderung memberi pengaruh terburuk kepada beberapa sektor ekonomi utama di wilayah perkotaan, seperti konstruksi, perdagangan dan perbankan yang membawa dampak negatif terhadap pengangguran di perkotaan; kedua, penduduk pedesaan dapat memenuhi tingkat subsistensi dari produksi mereka sendiri. Hasil studi atas 100 desa yang dilakukan oleh SMERU Research Institute memperlihatkan bahwa pertumbuhan belum tentu dapat menanggulangi kemiskinan, namun perlu pertumbuhan yang keberlanjutan dan distribusi yang lebih merata serta kemudahan akses bagi rakyat miskin.

Menurut Nurkse dalam Jurnal (Togar Saragih, 2006) ada dua lingkaran perangkap kemiskinan yaitu :

a. Dari segi penawaran (supply): tingkat pendapatan masyarakat yang rendah diakibatkan oleh tingkat produktivitas yang rendah menyebabkan kemampuan menabung masyarakat rendah. Kemampuan untuk menabung yang rendah menyebabkan tingkat pembentukan modal (investasi), yang kemudian akan menyebabkan kekurangan modal dan demikian tingkat produktifitasnya rendah.

b. Dari segi permintaan (demand): di Negara-negara yang miskin perangsang untuk menanamkan modal sangat rendah, karena luas pasar untuk berbagai

(28)

jenis barang terbatas, hal ini disebabkan oleh pendapatan masyarakat sangat rendah tersebut dikarenakan tingkat produkti vitas yang rendah sebagai wujud dari tingkat pembentukan modal yang terbatas dimasa lalu, disebabkan kekurangan perangsang untuk menanam modal dan seterusnya.

2.1.3 Ukuran Kemiskinan

Menurut William dalam skripsi (Whisnu, 2011) kemiskinan adalah konsep yang relatif, bagaimana cara kita mengukurnya secara objektif dan bagaimana cara kita memastikan bahwa ukuran kita dapat diterapkan dengan tingkat relevasi yang sama dari waktu ke waktu.

Untuk mengukur kemiskinan ada tiga indikator yang sering digunakan di dalam banyak studi empiris. Pertama, the incidence of poverty : persentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi per kapita di bawah garis kemiskinan. Kedua, the depth of poverty yang menggambarkan dalamnya kemiskinan di suatu wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan poverty gap index. Ketiga, the severity of poverty yang diukur dengan indeks keparahan kemiskinan (IKK).

Secara umum ada dua macam ukuran kemiskinan yang biasa digunakan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relative.

a.Kemiskinan Absolut

Pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Bila pendapatan tidak dapat mencapai kebutuhan minimum,

(29)

maka orang dapat dikatakan miskin. Dengan demikian kemiskinan diukur dengan memperbandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya. Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dengan tidak miskin atau sering disebut sebagai garis batas kemiskinan (Todaro,1997 dalam Lincolin Arsyad 2004).

Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.

Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin.

b.Kemiskinan Relatif

Miller dalam skripsi (Whisnu, 2011) berpendapat bahwa walaupun pendapatan sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat disekitarnya, maka orang tersebut masih berada dalam keadaan miskin. Ini terjada karena kemiskinan lebih banyak ditentukan oleh keadaan sekitarnya daripada lingkungan orang yang bersangkutan.

Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum

(30)

disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk “termiskin”, misalnya 20 persen atau 40 persen lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin.

Dengan demikian, ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi pendapatan/pengeluaran penduduk.

Ukuran kemiskinan juga bisa dihitung melalui pendekatan pendapatan.

Pendekatan pendapatan untuk mengukur kemiskinan ini mengasumsikan bahwa seseorang dan rumah tangga dikatakan miskin jika pendapatan atau konsumsi minimumnya berada di bawah garis kemiskinan. Ukuran-ukuran kemiskinan ini dihitung menurut Coudouel dalam artikel (Putrakunto, 2009) adalah:

a. Head Count Index

Head Count Index ini menghitung presentase orang yang ada di bawah garis kemiskinan dalam kelompok masyarakat tertentu.

b. Sen Poverty Index

Sen Poverty Index memasukkan dua faktor yaitu koefisien Gini dan rasio H.

Koefisien Gini mengukur ketimpangan antara orang miskin. Apabila salah satu faktor-faktor tersebut naik, tingkat kemiskinan bertambah besar diukur dengan S.

c. Poverty Gap Index

Poverty Gap Index mengukur besarnya distribusi pendapatan orang miskin terhadap garis kemiskinan. Pembilang pada pendekatan ini menunjukkan jurang kemiskinan (poverty gap), yaitu penjumlahan (sebanyak individu) dari

(31)

kekurangan pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan. Sedangkan penyebut adalah jumlah individu di dalam perekonomian (n) dikalikan dengan nilai garis kemiskinan. Dengan ukuran ini, tingkat keparahan kemiskinan mulai terakomodasi. Ukuran kemiskinan akan turun lebih cepat bila orang-orang yang dientaskan adalah rumah tangga yang paling miskin, dibandingkan bila pengentasan kemiskinan terjadi pada rumah tangga miskin yang paling tidak miskin.

d. Foster-Greer-Torbecke Index

Seperti Indeks-indeks di atas, indeks FGT ini sensitif trhadap distribusi jika α>1.

Bagian (Z-Yi/Z) adalah perbedaan antara garis kemiskinan (Z) dan tingkat pendapatan dari kelompok ke-i keluarga miskin (Yi) dalam bentuk suatu presentase dari garis kemiskinan.

2.1.4 Kriteria Kemiskinan

Ada berbagai macam kriteria yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan, salah satunya kriteria miskin menurut Sayogyo. Komponen yang digunakan sebagai dasar untuk ukuran garis kemiskinan Sayogyo adalah pendapatan keluarga yang disertakan dengan nilai harga beras yang berlaku pada saat itu dan rata anggota tiap rumah (lima orang). Berdasarkan kreteria tersebut, (sayogyo, 1999) membedakan masyarakat ke dalam beberapa kelompok yaitu :

a. Sangat Miskin

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang pendapatannya dibawah setara 250 kg beras ekuivalen setiap orang dalam setahun penduduk yang tinggal diperkotaan.

(32)

b. Miskin

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang berpendapatan setara dengan 240 kg beras sampai 320 kg beras selama setahun untuk penduduk yang tinggal didesa, dan 360 kg beras sampai 480 kg beras pertahun untuk tinggal diperkotaan.

c. Hampir Cukup

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang pendapatannya setara dengan 320 kg beras sampai 480 kg beras dalam setahun untuk penduduk yang tinggal dipedesaan, dan 720 kg beras pertahun untuk yang tinggal diperkotaan.

d. Cukup

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang pendapatannya setara dengan lebih dari 480 kg beras setiap orang dalam setahun untuk penduduk yang tinggal dipedesaan, dan di atas 720 kg beras setiap orang pertahun untuk yang tinggal diperkotaan.

Sedangkan kriteria penduduk miskin BPS, rumah tangga dikatakan miskin (BPS, 2008), apabila:

1). Luas lantai hunian kurang dari 8 m² per anggota rumah tangga.

2). Jenis lantai hunian sebagian besar tanah atau lainnya.

3).Fasilitas air bersih tidak ada.

4).Fasilitas jamban atau WC tidak ada.

5). Kepemilikan aset tidak tersedia.

6).Konsumsi lauk-pauk dalam seminggu tidak bervariasi.

(33)

7).Kemampuan membeli pakaian minimal 1 stel dalam setahun tidak ada.

8).Pendapatan (total pendapatan per bulan kurang dari atau sama dengan Rp350.000).

2.2 Angka Harapan Hidup

Kesehatan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kemiskinan.

Berbagai indikator kesehatan di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah jika dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan tinggi, memperlihatkan bahwa angka kesakitan dan kematian secara kuat berkorelasi.

Beberapa alasan meningkatnya beban penyakit pada penduduk miskin adalah pertama, penduduk miskin lebih rentan terhadap penyakit karena terbatasnya akses terhadap air bersih dan sanitasi serta kecukupan gizi. Kedua, penduduk makin cenderung tidak mencari pengobatan walaupun sangat membutuhkan karena terdapatnya kesenjangan yang besar dengan petugas kesehatan, terbatasnya sumber daya untuk memenuhi kebutuhan dasar dan terbatasnya pengetahuan untuk menghadapi serangan penyakit dalam skripsi (Tessa,2017).

Serangan penyakit yang tidak fatal dalam kehidupan awal akan mempunyai pengaruh yang merugikan selama siklus hidup berikutnya.

Pendidikan secara luas dikenal sebagai kunci dari pembangunan, tetapi belum dihargai betapa pentingnya kesehatan dalam pencapai hasil pendidikan. Kesehatan yang buruk secara langsung menurunkan potensi kognitif dan secara tidak langsung mengurangi kemampuan sekolah. Penyakit dapat memelaratkan keluarga melalui menurunnya pendapatan, menurunnya angka harapan hidup dan menurunnya kesejahteraan psikologis dalam skripsi (Tessa,2017).

(34)

Angka Harapan Hidup, dijadikan indikator dalam mengukur kesehatan suatu individu di suatu daerah. Angka Harapan Hidup adalah rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh seseorang selama hidup.

Menurut BPS Indonesia, angka harapan hidup dapat di rumuskan:

Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan dalam skripsi (Tessa,2017).

2.3 Hubungan Angka Harapan Hidup terhadap Tingkat Kemiskinan

Peningkatan kesejahteraan ekonomi sebagai akibat dari bertambah panjangnya usia sangatlah penting. Dalam membandingkan tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat, sangatlah penting untuk melihat angka harapan hidup, seperti halnya dengan tingkat pendapatan tahunan. Di negara-negara yang tingkat kesehatannya lebih baik, setiap individu memiliki rata-rata hidup lebih lama dengan demikian secara ekonomis mempunyai peluang untuk memperoleh pendapatan lebih tinggi. Keluarga yang usia harapan hidupnya lebih panjang, cenderung untuk menginvestasikan pendapatannya di bidang pendidikan dan menabung. Dengan demikian, tabungan nasional dan investasi akan meningkat, dan pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang nantinya akan menurunkan tingkat kemiskinan dalam skripsi (Tessa,2017).

(35)

Pada tingkat mikro yaitu pada tingkat individual dan keluarga, kesehatan adalah dasar bagi produktifitas kerja dan kapasitas untuk belajar di sekolah.

Tenaga kerja yang sehat secara fisik dan mental akan enerjik dan kuat, lebih produktif dan mendapatkan penghasilan yang tinggi. Keadaan ini terutama terjadi di Negara-negara yang sedang berkembang, dimana proposi terbesar dari angkatan kerja masih bekerja secara manual. Penduduk dengan tingkat kesehatan yang baik merupakan masukan penting untuk menurunkan tingkat kemiskinan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cepat yang didukung oleh terobosan penting di bidang kesehatan masyarakat, pemberantasan penyakit dan peningkatan gizi dalam skripsi (Tessa,2017).

2.4 Rata-Rata Lama Sekolah

Menurut Todaro (2000), menyatakan bahwa pendidikan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar. Yang mana pendidikan memainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara dalam menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan.

Rata-rata lama sekolah mengindikasikan makin tingginya pendidikan formal yang dicapai oleh masyarakat suatu daerah. Semakin tinggi rata-rata lama sekolah berarti semakin tinggi jenjang pendidikan yang dijalani. Rata-rata lama sekolah yaitu rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 25 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang diikuti dalam skripsi (widiatma, 2012). Rata-rata lama sekolah dapat dirumuskan:

I RLS

(36)

Menurut Todaro (2000), tingkat penghasilan ini sangat dipengaruhi oleh lamanya seseorang memperoleh pendidikan. Rata-rata lama sekolah merupakan indikator tingkat pendidikan di suatu daerah. Pendidikan merupakan salah satu bentuk modal manusia (human capital) yang menunjukkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk dapat memaksimumkan selisih antara keuntungan yang diharapkan dengan biaya-biaya yang diperkirakan, maka strategi optimal bagi seseorang adalah berusaha menyelesaikan pendidikan setinggi mungkin. Investasi dalam modal manusia akan terlihat lebih tinggi manfaatnya apabila kita bandingkan antara total biaya pendidikan yang dikeluarkan selama menjalani pendidikan terhadap pendapatan yang nantinya akan diperoleh ketika mereka sudah siap bekerja. Orang-orang yang berpendidikan tinggi akan memulai kerja penuh waktunya pada usia yang lebih tua, namun pendapatan mereka akan cepat naik dari pada orang yang bekerja lebih awal (Todaro, 2000).

2.5 Hubungan Rata-Rata Lama Sekolah terhadap Tingkat Kemiskinan Menurut Todaro (2000), semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin cepat pula peningkatan penghasilan yang diharapkannya. Dengan meningkatnya penghasilan dapat mengurangi tingkat kemiskinan di suatu daerah.

Seseorang yang mengenyam pendidikan yang lebih tinggi biasanya memiliki akses yang lebih besar untuk mendapat pekerjaan dengan bayaran lebih tinggi, dibandingkan dengan individu dengan tingkat pendidikan lebih rendah dalam skripsi (Tessa,2017). Melalui pendidikan yang memadai, penduduk miskin akan mendapat kesempatan yang lebih baik untuk keluar dari status miskin di masa depan.

(37)

2.6 Pengeluaran Rill Perkapita

Pengeluaran perkapita disesuaikan merupakan pengeluaran perkapita yang disesuaikan dengan indeks harga konsumen dan penurunan utilitas marginal.

Pengeluaran perkapita disesuaikan memberikan gambaran tingkat daya beli (PPP) masyarakat, dan sebagai salah satu komponen yang digunakan dalam melihat status pembangunan manusia di suatu wilayah. PPP (Purchasing Power Parity) memungkinkan dilakukan perbandingan harga-harga riil antar provinsi dan antar kabupaten/kota mengingat nilai tukar yang biasa digunakan dapat menurunkan atau menaikkan nilai daya beli yang terukur dari konsumsi perkapita yang telah disesuaikan dalam skripsi (Merna,2011).

UNDP mengukur standar hidup layak menggunakan Produk Domestik Bruto riil yang disesuaikan, sedangkan BPS dalam menghitung standar hidup layak menggunakan rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan indeks harga konsumen dan penurunan utilitas marginal yang dihitung dengan formula Atkinson.

C (I) = C(i) jika C(i ) < Z

= Z + 2 (C(i) – Z)1/2 jika Z < C(i) < 2Z

= Z + 2(Z)1/2 + 3(C(i) – 2Z)1/3 jika 2Z < C(i) < 3Z dan seterusnya.

Dimana:

C(i) = PPP dari nilai riil pengeluaran per kapita

Z = Batas tingkat pengeluaran yang ditetapkan secara arbiter sebesar Rp 549.000 per kapita per tahun atau Rp 1500 per kapita per hari.

(38)

Penghitungan paritas daya beli (PPP) dilakukan berdasarkan 27 komoditas kebutuhan pokok, antara lain beras lokal, tepung terigu, singkong, tuna, teri, daging sapi, ayam, telur, susu kental manis, bayam, kacang panjang, kacang tanah, tempe, jeruk, pepaya, kelapa, gula, kopi, garam, merica, mie instan, rokok kretek, listrik, air minum, bensin, minyak tanah, dan sewa rumah.

2.7 Hubungan Pengeluaran Rill Perkapita terhadap Tingkat Kemiskinan Terdapat tiga dimensi dari ukuran kualitas hidup manusia yakni pertama dimensi kesehatan, kedua dimensi pendidikan dan yang ketiga adalah standar hidup layak. Dalam cakupan lebih luas standar hidup layak menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin membaiknya ekonomi. Kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran perkapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak. Tingkat kesejahteraan dikatakan meningkat jika terjadi peningkatan konsumsi riil perkapita, yaitu peningkatan nominal pengeluaran rumah tangga lebih tinggi dari tingkat inflasi pada periode yang sama. Dalam skripsi (Merna,2011) konsumsi perkapita berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin.

2.8 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur prestasi ekonomi suatu negara. Dalam kegiatan ekonomi sebenarnya, pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan ekonomi fisik. Beberapa perkembangan ekonomi fisik yang terjadi di suatu negara adalah pertambahan

(39)

produksi barang dan jasa, dan perkembangan infrastruktur. Semua hal tersebut biasanya diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara dalam periode tertentu.

Robert Solow (dikutip oleh Todaro dan Smith, 2006), mengembangkan model pertumbuhan ekonomi yang disebut sebagai Model Pertumbuhan Solow.

Model tersebut berangkat dari fungsi produksi agregat sebagai berikut:

Y = Kα (AL)1-α

dimana Y adalah pendapatan domestik bruto, K adalah stok modal fisik dan modal manusia (akumulasi pendidikan dan pelatihan), L adalah tenaga kerja, dan A merupakan produktivitas tenaga kerja, yang pertumbuhannya ditentukan secara eksogen. Faktor penting yang mempengaruhi modal fisik adalah investasi.

Adapun simbol α melambangkan elastisitas output terhadap modal (atau persentase kenaikan GDP yang bersumber dari 1 persen penambahan modal fisik dan modal manusia).

Menurut Mankiw (2004) suatu negara yang memberikan perhatian lebih kepada pendidikan terhadap masyarakatnya ceteris paribus akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik daripada tidak melakukannya. Dengan kata lain, investasi terhadap sumberdaya manusia melalui kemajuan pendidikan akan menghasilkan pendapatan nasional atau pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Apabila investasi tersebut dilaksanakan secara relatif merata, termasuk terhadap golongan berpendapatan rendah, maka kemiskinan akan berkurang.

Menurut Todaro dan Smith (2006), ada tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu :

(40)

1. Akumulasi modal termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal, dan sumber daya manusia (human resources). Akumulasi modal akan terjadi jika ada sebagian dari pendapatan sekarang di tabung yang kemudian diinvestasikan kembali dengan tujuan untuk memperbesar output di masa-masa mendatang. Investasi juga harus disertai dengan investasi infrastruktur, yakni berupa jalan, listrik, air bersih, fasilitas sanitasi, fasilitas komunikasi, demi menunjang aktivitas ekonomi produktif. Investasi dalam pembinaan sumber daya manusia dapat meningkatkan kualitas modal manusia, sehingga pada akhirnya akan membawa dampak positif yang sama terhadap angka produksi, bahkan akan lebih besar lagi mengingat terus bertambahnya jumlah manusia. Pendidikan formal, program pendidikan dan pelatihan kerja perlu lebih diefektifkan untuk mencetak tenaga-tenaga terdidik dan sumber daya manusia yang terampil.

2. Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angka kerja (labor force) secara tradisional telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak angkatan kerja semakin produktif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestiknya.

3. Kemajuan Teknologi. Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi cara- cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan- pekerjaan tradisional. Ada 3 klasifikasi kemajuan teknologi, yakni :

a. Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat output yang dicapai lebih tinggi pada kuantitas dan kombinasi-kombinasi input yang sama.

(41)

b. Kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja (labor saving) atau hemat modal (capital saving), yaitu tingkat output yang lebih tinggi bisa dicapai dengan jumlah tenaga kerja atau input modal yang sama.

c. Kemajuan teknologi yang meningkatkan modal, terjadi jika penggunaan teknologi tersebut memungkinkan kita memanfaatkan barang modal yang ada secara lebih produktif.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Badan Pusat Statistik (BPS) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Untuk lebih jelas dalam menghitung angka-angka Produk Domestik Regional Bruto ada tiga pendekatan yang cukup sering digunakan dalam melakukan suatu penelitian : 1. Menurut Pendekatan Produksi

Dalam pendekatan produksi, Produk Domestik Regional Bruto adalah menghitung nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksikan oleh suatu kegiatan ekonomi di daerah tersebut dikurangi biaya antara masing-masing total produksi bruto tiap kegiatan subsektor atau sektor dalam jangka waktu tertentu. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi dan nilai biaya antara yaitu bahan baku/penolong dari luar yang dipakai dalam proses produksi (Robinson Tarigan, 2005).

2. Menurut Pendekatan Pendapatan

Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dengan menjumlahkan semua balas jasa yang diterima faktor

(42)

produksi, yaitu upah dan gaji dan surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung neto pada sektor pemerintahan dan usaha yang sifatnya tidak mencari untung, surplus usaha tidak diperhitungkan. Surplus usaha meliputi bunga yang dibayarkan neto, sewa tanah, dan keuntungan. Metode pendekatan pendapatan banyak dipakai pada sektor jasa, tetapi tidak dibayar setara harga pasar, misalnya sektor pemerintahan. Hal ini disebabkan kurang lengkapnya data dan tidak adanya metode yang akurat yang dapat dipakai dalam mengukur nilai produksi dan biaya antara dari berbagai kegiatan jasa, terutama kegiatan yang tidak mengutip biaya (Robinson Tarigan, 2005).

3. Menurut Pendekatan Pengeluaran

Pendekatan dari segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri. Jika dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan/produksi barang dan jasa itu digunakan untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto (investasi), perubahan stok dam ekspor neto.

Cara penyajian Produk Domestik Regional Bruto disusun dalam dua bentuk, yaitu:

1. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan

Menurut BPS pengertian Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan yaitu jumlah nilai produksi atau pengeluaran atau pendapatan yang dihitung menurut harga tetap. Dengan cara menilai kembali atau mendefinisikan berdasarkan harga-harga pada tingkat dasar dengan menggunakan indeks harga

(43)

konsumen. Dari perhitungan ini tercermin tingkat kegiatan ekonomi yang sebenarnya melalui Produk Domestik Regional Bruto riilnya.

2. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku

Pengertian Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menurut BPS adalah jumlah nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Yang dimaksud nilai tambah yaitu merupakan nilai yang ditambahkan kepada barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi dalam proses produksi sebagai input antara. Nilai yang ditambahkan ini sama dengan balas jasa atas ikut sertanya faktor produksi dalam proses produksi.

Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun (Sadono Sukirno, 2005), sedangkan menurut BPS Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku digunakan untuk menunjukkan besarnya struktur perekonomian dan peranan sektor ekonomi.

2.9 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat Kemiskinan

Menurut Kuznet (Tulus Tambunan, 2001), pertumbuhan dan kemiskinan mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang.

Dalam skripsi (Merna,2011) menyatakan bahwa PDRB sebagai indikator pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan. Siregar (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan kemiskinan. Adapun syarat

(44)

kecukupannya (sufficient condition) ialah bahwa pertumbuhan tersebut efektif dalam mengurangi kemiskinan. Artinya, pertumbuhan tersebut hendaklah menyebar di setiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin (growth with equity). Secara langsung, hal ini berarti pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor dimana penduduk miskin bekerja (pertanian atau sektor yang padat karya). Adapun secara tidak langsung, hal itu berarti diperlukan peran pemerintah yang cukup efektif meredistribusi manfaat pertumbuhan yang boleh jadi didapatkan dari sektor modern seperti jasa dan manufaktur.

2.10 Pengangguran

Menurut Sukirno (2004) pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkan. Dari tahun ketahun pengangguran mempunyai kecenderungan untuk meningkat. Hal ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah Indonesia karena indikator pembangunan yang berhasil salah satunya adalah mampu mengangkat kemiskinan dan mengurangi pengangguran secara signifikan. Apalagi di era globalisasi ini persaingan tenaga kerja semakin ketat terutama karena dibukanya perdagangan bebas yang memudahkan penawaran tenaga kerja asing yang diyakini lebih berkualitas masuk ke dalam negeri.

Penduduk memiliki dua peranan dalam pembangunan ekonomi; satu dari segi permintaan dan yang lain dari segi penawaran. Dari segipermintaan penduduk bertindak sebagai konsumen dan dari segi penawaran penduduk

(45)

bertindak sebagai produsen. Oleh karena itu perkembangan penduduk yang cepat tidaklah selalu merupakan penghambat bagi jalan pembangunan ekonomi jika penduduk ini mempunyai kapasitas tinggi untuk menghasilkan dan menyerap hasil produksi yang dihasilkan. Ini berarti tingkat pertambahan penduduk yang tinggi disertai dengan tingkat penghasilan yang tinggi pula. Jadi pertambahan penduduk dengan tingkat penghasilan rendah tidak ada gunanya bangi pembangunan ekonomi.

Bagi negara-negara berkembang keadaan perkembangan penduduk yang cepat justru akan menghambat perkembangan ekonomi. Karena akan selalu ada perlombaan antara tingkat perkembangan output dengan tingkat perkembangan penduduk, yang akhirnya akan dimenangkan oleh perkembangan penduduk. Jadi, karena penduduk juga berfungsi sebagai tenaga kerja, maka paling tidak akan terdapat kesulitan memperoleh, kesempatan kerja.

Jika mereka tidak memperoleh pekerjaan atau menganggur, maka akan justru menekan standar hidup bangsanya menjadi lebih rendah. Penduduk yang selalu berkembang menuntut adanya perkembangan ekonomi yang terus- menerus. Semua ini memerlukan lebih banyak investasi. Bagi negara berkembang, cepatnya perkembangan penduduk menjadi sebuah ganjalan dalam perkembangan ekonomi, karena negara-negara ini memiliki sedikit kapital.

Todaro (2000), menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi beberapa tahun kemudian setelah pertumbuhan penduduk) secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jumlah angkatan kerja yang

(46)

lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti meningkatkan ukuran pasar domestiknya. Dengan kata lain, semakin banyak angkatan kerja yang digunakan dalam proses produksi maka output hasil produksi akan mengalami peningkatan sampai batas tertentu.

Mankiw (2006), dalam bukunya menyatakan bahwa orang dewasa yang berumur 16 tahun keatas digolongkan dalam 3 tingkatan,

a. Bekerja, kategori ini mencakup seseorang yang bekerja sebagai pegawai yang menerima upah, bekerja pada usaha milik sendiri, atau bekerja sebagai pegawai yang tidak menerima upah pada usaha keluarga.

Kategori ini juga mencakup mereka yang memiliki pekerjaan namun tidak sedang bekerja karena untuk sementara waktu absen. Missal karena liburan, sakit, atau cuaca yang buruk.

b. Tidak bekerja, kategori ini mencakup mereka yang tidak bekerja, memiliki keinginan untuk bekerja, memiliki keinginan bekerja, dan telah mencoba mencari pekerjaan selama 4 minggu terakhir. Kategori ini juga mencakup mereka yang sedang menunggu panggilan kerja kembali dari tempat dimana mereka diberhentikan dari pekerjaannya.

c. Tidak masuk dalam angkatan kerja, kategori ini mencakup mereka yang tidak termasuk dalam dua kategori awal seperti pelajar, ibu rumah tangga, atau pensiunan. Pada masa sekarang usaha-usaha mengurangi pengangguran adalah dengan menggunakan rencana pembagunan ekonomi yang menyertakan rencana ketenagakerjaan secara matang.

(47)

Disamping itu, disertai pula kesadaran akan ketenagakerjaan yang lebih demokratis menyangkut hak-hak memilih pekerjaan, lapangan pekerjaan, lokasi pekerjaan sesuai kemampuan, kemauan tenaga kerja tanpa diskriminasi.

Pemecahan masalah pengangguran terutama menjadi peran dan tanggung jawab pemerintah daerah sesuai dengan prinsip desentralisasi.

Dengan adanya otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah lebih serius menangani masalah ketenagakerjaan setempat. Pengangguran yang terjadi disuatu negara menimbulkan masalah yang kompleks dan pembangunan yang dilakukan akan terhambat. Pengangguran berdampak negatif terhadap kehidupan, baik pribadi maupun masyarakat. Akibat tuntutan hidup meningkat maka gejala sosial yang terjadi yaitu,

a. Meningkatnnya kriminalitas b. Lingkungan kumuh

c. Kualitas hidup yang semakin menurun

d. Kesehatan penduduk menurun karena kekurangan gizi dan lingkungan yang tidak sehat.

e. Kualitas tenaga kerja menurun karena biaya pendidikan mahal

Masalah besar untuk saat ini di negara kita adalah meningkatnya angka pengangguran pada setiap tahunnya. Dan menyangkut faktor utama dalam permasalahan tersebut bisa saja beragam, itu artinya tidak hanya satu faktor yang dapat menyebabkan tingkat pengangguran di Indonesia pada setiap tahunnya meningkat. Dalam mengatasi permasalahn tersebut diharapkan

(48)

pemerintah sangat mengharapkan agar seluruh warga tenaga Indonesia dapat ikut berpartisipasi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Beberapa hal yang dapat menyebabkan tingkat pengangguran di negara ini semakin meningkat, yaitu sebagai berikut :

a. Rendahnya Pendidikan

Masalah pertama yang kerap terjadi dalam penerimaan pegawai yaitu rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh sebagian orang. Jika mereka hanya memiliki tingkat pendidikan yang minim, itu bisa menjadikan seseorang kesulitan dalam mencari setiap pekerjaan.

b. Keterampilan Yang Kurang

Mungkin untuk saat ini telah banyak diantaranya mahasiswa atau lulusan SMA yang memiliki kriteria yang diinginkan oleh para perusahaan. Akan tetapi hal tersebut tidak akan berguna tanpa adanya keterampilan yang mereka miliki. Karena perusahaan bukan hanya mencari kandidat yang memiliki jenjang pendidikan yang luas, akan tetapi keterampilan yang mereka punyalah yang pihak perusahaan inginkan.

c. Lapangan Kerja Yang Kurang

Untuk setiap tahunnya mungkin negara kita ini memiliki sejumlah lulusan dengan angka yang tidak sedikit. Akan tetapi dengan angka yang tidak sedikit ini tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia di negara ita ini.

(49)

d. Tidak Ada Kemauan Untuk Berwirausaha

Umumnya sesorang yang baru lulus sekolah/kuliah terpaku dalam mencari pekerjaan, seolah itu adalah tujuan yang sangat mutlak. Sehingga persaingan mencari pekerjaan lebih besar di bandingkan membuat suatu usaha.

e. Tingginya Rasa Malas

Dalam masalah ini tingkat kemalasan yang menjadikan mereka menjadi pengangguran berat,mereka hanya mengandalkan orang lain tanpa adanya usaha maksimal yang dilakukan.

Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan dengan berbagai cara, antara lain:

a. Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas yang berarti bahwa konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan ini, maka bencana pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income poverty rate dengan consumption poverty rate.

b. Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas yang berarti bahwa konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan kemiskinan dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka pendek.

(50)

2.11 Hubungan Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan

Menurut Sukirno (2010), salah satu faktor penting yang menentukan kemakmuran suatu masyarakat adalah tingkat pendapatannya. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat diwujudkan. Pengangguran mengurangi pendapatan masyarakat, hal ini yang dapat mengurangi tingkat kemakmuran yang mereka capai.

Ditinjau dari sudut individu, pengangguran menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial kepada yang mengalaminya. Ketiadaan pendapatan menyebabkan para pengangguran harus mengurangi pengeluaran konsumsinya.

Apabila pengangguran di suatu negara adalah sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk kepada kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan.

(51)

2.12 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti Terdahulu

Judul Variabel yang digunakan

Alat analisis

Hasil

1 Rahmawati Faturrohmin (2011)

Pengaruh PDRB,Harap an hidup, dan Melek Huruf terhadap Tingkat Kemiskinan (Studi kasus 35

kabupaten/ko ta di Jawa Tengah)

Variabel Independent : PDRB,Harap an

hidup,Melek Huruf.

Variabel dependent : Tingkat Kemiskinan

Estimasi regresi dengan data panel.

PDRB dan

Harapan hidup berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di 35

kabupaten/kota di Jawa Tengah dengan tingkat keyakinan 95 persen,

sedangkan Melek Huruf tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan di 35

kabupaten/kota di Jawa Tengah.

2 Priyo Adi Nugroho (2015)

Pengaruh PDRB,Tingk at

pendidikan,d an

Penganggura n terhadap Kemiskinan di kota Yogyakarta

Variabel Independent : PDRB,Tingk at

Pendidikan,d an

Penganggura n.

Variabel Dependent : Tingkat Kemiskinan

Analisis data dengan pendekata n

deskriktif

Variable PDRB,Tingkat Kemiskinan, dan

Pengangguran mempengaruhi variable tingkat Kemiskinan di kota

Yogyakarta.

Gambar

Tabel  1.4  menunjukkan  pertumbuhan  ekonomi  di  Sumatera  Utara  dari  tahun 2010 hingga tahun 2015 selalu mengalami trend menurun
Gambar 2.1   Kerangka Konseptual  2.14 Hipotesis
Tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa Sumatera Utara mengalami Fluktuasi  Jumlah  Penduduk  Miskin  dari  tahun  2010  hingga  tahun  2016
Tabel  4.2  menunjukkan  bahwa  Angka  Harapan  Hidup  disuatu  daerah  berbeda  dengan  angka  harapan  hidup  didaerah  lainnya
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada bab ini, Anda diajak menyelesaikan masalah program linear dengan cara membuat gra¿k himpunan penyelesaian sistem pertidaksamaan linear, menentukan model matematika dari soal

“Faktor -Faktor yang Berhubungan dengan Kesembuhan Penderita TB Paru (Studi Kasus di Puskesmas Purwodadai I Kabupaten Grobongan)”.. Jurnal

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa mayoritas responden menilai Sangat Setuju (SS) pada pernyataan kualitas layanan universitas sebagai berikut: Ruang kuliah nyaman dan tenang

promosi untuk memperkenalkan perpustakaan, koleksi perpustakaan dan layanan yang disediakan agar dapat dimanfaatkan masyarakat umum Kabupaten Dairi sebagai sumber informasi

metode titrasi argentometri merupakan metode yang klasik untuk analisis kadar. klorida yang dilakukan dengan mempergunakan AgNO 3 dan indikator K 2 CrO 4

Risiko terjadinya keluhan kesehatan pada pengasah batu akik tidak terlepas dari beberapa faktor yaitu faktor perilaku, dimana didalam perilaku meliputi

Rhinolith dan antrolith adalah benda asing yang tidak lazim pada hidung dan antrum, Rhinolith adalah batu yang ditemukan di dalam rongga hidung yang mungkin didapati secara tidak

Penalaan parameter kendali PI D untuk mengendalikan kecepatan motor DC yang dipakai pada perancangan ini mampu memberikan respon pengendalian yang paling ideal, dengan nilai K p =