FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SEDIAAN MASKER
DAUN KETAPANG Propionibacterium acne
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SEDIAAN MASKER PEEL-OFF EKSTRAK ETANOL DAUN KETAPANG (Terminalia catappa L.) TERHADAP
Propionibacterium acne DAN Staphylococcus epidermidis
SKRIPSI
OLEH :
UMAIROH MAILANIE NIM 151501041
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2019
FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL
TERHADAP Staphylococcus epidermidis
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SEDIAAN MASKER
DAUN KETAPANG ( Propionibact
Diajukan sebagai sa pada Fak
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SEDIAAN MASKER PEEL-OFF EKSTRAK ETANOL DAUN KETAPANG (Terminalia catappa L.) TERHADAP
terium acne DAN Staphylococcus epidermidis
SKRIPSI
alah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Fa da Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
OLEH:
UMAIROH MAILANIE NIM 151501041
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2019
FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL
L.) TERHADAP lococcus epidermidis
Sarjana Farmasi a Utara
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
PENGESAHAN SKRIPSI
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim,
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat dan ridha-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Formulasi Dan Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Masker Peel-Off Ekstrak Etanol Daun Ketapang (Terminalia Catappa L.) Terhadap Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis”. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Ketapang merupakan salah satu tumbuhan obat yang banyak tumbuh di Indonesia dan telah digunakan secara tradisional untuk mengobati penyakit kulit.
Daun ketapang mengandung senyawa metabolit sekunder, diantaranya tanin dan flavonoid yang memiliki sifat sebagai antibakteri. Propionibacterium acne (P.
acne) dan Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis) merupakan bakteri penyebab jerawat. Masker peel-off merupakan produk perawatan kulit yang mudah digunakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memformulasikan ekstrak etanol daun ketapang ke dalam bentuk masker peel-off, dengan konsentrasi ektrak 2%, 4%, 6% dan 8%. Aktivitas antibakteri sediaan masker peel-off dengan konsentrasi eksrak 2% memiliki rata-rata diameter zona hambat 22,65 mm pada P. acne dan 18,90 mm pada S. epidermidis, sudah melampaui sedian masker peel-off di pasaran. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi peneliti berikutnya.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt., dan
Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan sabar dan memberikan arahan selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., dan Bapak Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt., selaku dosen penguji, Ibu T. Ismanelly Hanum, S.Si., M.Si., Apt. selaku dosen penasehat akademik, Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU, serta seluruh staf Pengajar Fakultas Farmasi USU.yang telah mendidik selama perkuliahan.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Nulen, S.Pd dan Ibunda Zunaidah atas segala doa, dukungannya serta keridhaannya bagi penulis dalam menempuh dan menyelesaikan pendidikan, adik-adik Husein, Saddam, Annisa dan Ibnu, serta para sahabat Mala, Bella, Hartati, Anne, Emy, Siti, Annisa, dan Wenny, Ketapang sq. yang telah berjuang bersama, dan seluruh teman-teman Farmasi Regular stambuk 2015.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, dan menjadi pengetahuan yang berarti khususnya di bidang Farmasi.
Medan, 20 Oktober 2019 Penulis,
Umairoh Mailanie NIM 151501041
FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SEDIAAN MASKER PEEL-OFF EKSTRAK ETANOL DAUN KETAPANG (Terminalia catappa
L.) TERHADAP Propionibacterium acne DAN Staphylococcus epidermidis
ABSTRAK
Latar Belakang: Jerawat merupakan kondisi abnormal kulit yang penyebab utamanya yaitu infeksi bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis. Daun tanaman ketapang diketahui mengandung senyawa metabolit sekunder diantaranya yaitu tanin dan flavonoid yangdiduga bersifat sebagai antibakteri. Masker peel-off merupakan sediaan kosmetik perawatan kulit yangsetelah diaplikasikan ke kulit dalam waktu tertentu hingga mengering,sediaan dapat dikelupaskan, efektif mengangkat kotoran, sel kulit mati dan rambut halus pada kulit wajah.
Tujuan: Penelitian dilakukan untuk memformulasikan sediaan masker peel-off menggunakan ekstrak etanol daun ketapang, menguji mutu sediaan masker peel- off dan aktivitas antibakteri sediaan terhadap Propionibacterium acne dan Staphylococcus edidermidisserta membandingkannya dengan salah satu sediaan yang ada dipasaran.
Metode:Ekstrak etanol daun ketapang diformulasikan kedalam sediaan masker peel-off dengan konsentrasi 2, 4, 6 dan 8%, sebagai blanko digunakan basis masker peel-off. Pemeriksaan mutu sediaan meliputi uji homogenitas, stabilitas selama 12 minggu, organoleptis, pH, iritasi, waktu sediaan mengering, viskositas dan aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis serta dibandingkan dengan salah satu satu sediaan di pasaran.
Hasil: Seluruh sediaan masker peel-off homogen, stabil pada penyimpanan 12 minggu, berwarna coklat tua hingga coklat kehitaman dan berbau khas daun ketapang, pH sediaan 5,3-6,5 dan tidak mengiritasi, sediaan mengering dalam 23- 25,8 menit, viskositas 3500-7500 cP dan memiliki aktivitas antibakteri yang baik dengan diameter zona hambat yaitu FI (2%) 22,65 mm pada Propionibacterium acne dan 18,90 mm pada Staphylococcus epidermidis, FII (4%) 23,00 mm pada Propionibacterium acne dan 19,90 mm pada Staphylococcus epidermidis, FIII (6%) 23,03 pada Propionibacterium ance dan 20,35 mm pada Staphylococcus epidermidis, FIV (8%) 23,65 mm pada Propionobacterium acne dan 21,65 pada Staphylococcus epidermidis, sedangkan diameter zona hambat sediaan yang ada dipasaran yaitu 8,85 mm pada Propionibacterium acne dan 8 mm pada Staphylococcus epidermidis
Kesimpulan: Ekstrak etanol daun ketapang dapat diformulasikan dalam sediaan masker peel-off sebagai anti jerawat. Formula I dengan konsentrasi ekstrak etanol daun ketapang 2% mempunyai diameter zona hambat yang efektif dan telah melampaui diameter zona hambat sediaan di pasaran.
Kata kunci :daun ketapang, jerawat, masker peel-off
FORMULATION AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST OF PEEL- OFF MASK OF KETAPANG LEAF ETHANOL EXTRACT (Terminalia
catappa L.) ON Propionibacterium acne AND Staphylococcus epidermidis
ABSTRACT
Background: Acne is an abnormal skin condition that is the main cause of bacterial infection Propionibacterium acne and Staphylococcus epidermidis.
Ketapang leaves are known to contain secondary metabolites including tannins and flavonoids which are thought to be antibacterial. Peel-off masks are cosmetic skin care preparations that after being applied to the skin within a certain time until they dry, the preparations can be exfoliated, effectively removing impurities, dead skin cells and fine hair on facial skin.
Purpose: The study was conducted to formulate peel-offmask preparations using ethanol extract of ketapang leaves, to determine the quality of the peel-off mask and test its effectiveness as an anti-acne preparation and to compare it with existing preparations in the market.
Methods:The ethanol extract of ketapang leaves was formulated into peel-off mask preparations with concentrations of 2, 4, 6, and 8%, as blanks used as base mask peel-off. The quality inspection of the dosage includes homogeneity test, stability for 12 weeks, organoleptic, pH test, irritation test, time to dry, viscosity, and antibacterial activity against Propionibacterium acne and Staphylococcus epidermidis and compared with one of the preparations on the market.
Results:All preparations of peel-off masks are homogeneous, stable at 12 weeks storage, colored dark brown to blackish brown and distinctively smelly ketapang leaves, pH of preparations 5.3-6.5 and did not irritate of skin, drying time in 23- 25.8 minutes, viscosity 3500-7500 cP and had good antibacterial activity with inhibition zone diameters of FI (2%) 22.65 mm at Propionibacterium acne and 18.90 mm at Staphylococcus epidermidis, FII (4%) 23.00 mm at Propionibacterium acne and 19. 90 mm at Staphylococcus epidermidis, FIII (6%) 23.03 at Propionibacterium ance and 20.35 mm at Staphylococcus epidermidis, FIV (8%) 23.65 mm at Propionobacterium acne and 21.65 at Staphylococcus epidermidis, while the diameter of the inhibitory zone in the market was 8.85 mm in Propionibacterium acne and 8 mm in Staphylococcus epidermidis.
Conclusion: The ethanol extract of ketapang leaves can be formulated in a peel- off mask as an anti-acne. Formula I with concentration 2% of etanol extract of ketapang leaves had an effective inhibition zone diameter and has exceeded the diameter of the inhibitory zone on the market.
Keywords: ketapang leaves, acne, peel-off mask
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Hipotesis Penelitian ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 5
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Tanaman Ketapang... 7
2.1.1 Klasifikasi Tanaman... 7
2.1.2 Nama Lain (Daerah) Tanaman Ketapang ... 7
2.1.3 Morfologi Tanaman Ketapang ... 8
2.1.4 Kandungan Kimia ... 9
2.2 Kulit ... 9
2.2.1 Struktur Kulit ... 9
2.2.2 Fungsi Kulit ... 12
2.2.3 Jenis-jenis Kulit ... 13
2.3 Jerawat... 14
2.3.1 Penyebab terjadinya jerawat ... 14
2.3.2 Jenis-jenis jerawat ... 16
2.3.3 Tahap terjadinya jerawat ... 16
2.3.4 Penanggulangan jerawat... 17
2.3.5 Preparat untuk pengobatan jerawat ... 15
2.4 Bakteri ... 19
2.4.1 Propionibacterium acne ... 19
2.4.2 Staphylococcus epidermidis ... 21
2.5 Masker ... 22
2.5.1 Jenis-jenis masker ... 22
2.6 Masker Peel-off ... 24
2.6.1 Bahan Pembuatan Masker Gel Peel-off ... 24
BAB III METODE PENELITIAN... 28
3.1 Alat dan bahan... 28
3.1.1 Alat ... 28
3.1.2 Bahan ... 29
3.1.3 Sukaelawan ... 29
3.2 Formulasi Sediaan Masker Peel-off ... 30
3.2.1 Formula Standar Masker Peel-off ... 30
3.2.2 Formula Modifikasi Basis Masker Peel-off ... 30
3.2.3 Pembuatan Sediaan Masker Peel-off Ekstrak Etanol Daun Ketapang (Terminalia catappa L.) ... 30
3.2.4 Formula Sediaan Masker Peel-off Ekstrak Daun Ketapang ... 31
3.3 Evaluasi Mutu Fisik Sediaan ... 32
3.3.1 Pengujian Homogenitas Sediaan ... 32
3.3.2 Pengamatan Stabilitas Sediaan ... 32
3.3.3 Pengukuran pH Sediaan ... 32
3.3.4 Pengukuran Viskositas Sediaan ... 33
3.3.5 Pengukuran Lama Pengeringan... 33
3.3.6 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ... 33
3.4 Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Masker Peel-off Terhadap Bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermis ... 34
3.4.1 Sterilisasi Alat ... 34
3.4.2 Nutrient Agar ... 34
3.4.3 Nutrient Broth (NB) ... 34
3.4.4 Pembuatan Agar Miring ... 35
3.4.5 Pembuatan Stok Kultur Bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis ... 35
3.4.6 Pembuatan Inokulum Bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis ... 35
3.4.7 Uji Aktivitas Antibakteri ... 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37
4.1 Hasil Pembuatan Sediaan Masker Peel-off ... 37
4.2 Hasil Evaluasi Mutu Fisik Sediaan Masker Peel-off... 37
4.2.1 Hasil Pemeriksaan Homogenitas... 37
4.2.2 Hasil Pengamatan Stabilitas Sediaan ... 37
4.2.3 Hasil Pengukuran pH Sediaan ... 38
4.2.4 Hasil Pengujian Waktu Sediaan Mengering ... 39
4.2.5 Hasil Pengukuran Viskositas Sediaan ... 40
4.3 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ... 41
4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Masker Peel-off Terhadap Bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis ... 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 45
5.1 Kesimpulan ... 45
5.2 Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
DAFTAR TABEL
3.1 Formula Masker Peel-off... 31
4.1 Hasil Pengamatan Stabilitas Sediaan Masker Peel-off ... 38
4.2 Hasil Pengukuran pH Sediaan Masker Peel-off ... 39
4.3 Hasil Pengujian Waktu Sediaan Mengering ... 40
4.4 Hasil Pengukuran Viskositas Sediaan ... 41
4.5 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ... 42
4.6 Hasil Pengukuran Uji Aktivitas Antibakteri Masker Peel-off ... 43
4.7 Perbandingan Aktivitas Antibakteri Ekstrak dan Sediaan Masker Peel-off ... 44
DAFTAR GAMBAR
1.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 6 2.1 Struktur Kulit ... 10
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian
Kesehatan ... 49
2. Contoh Surat Pernyataan Sukarelawan ... 50
3. Gambar Tanaman Ketapang ... 51
4. Bagan Kerja Penelitian ... 53
5. Gambar Sediaan Masker Peel-off Ekstrak Etanol Daun Ketapang ... 56
6. Gambar Uji Homogenitas Sediaan Masker Peel-off ... 57
7. Gambar Pengaplikasian Masker Peel-off ... 58
8. Gambar Hasil Uji Iritasi Sediaan Masker Peel-off terhadap Sukarelawan ... 59
9. Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Masker Peel-off ... 61
10. Gambar Alat dan Bahan ... 62
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang cukup besar dan dikenal sebagai salah satu dari ketujuh negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang menakjubkan, selain itu juga Indonesia tercatat sebagai negara dengan kekayaan hayati terbesar kedua setelah Brazil. Indonesia diperkirakan memiliki sekitar 40.000 spesies tanaman. Diantara 40.000 spesies tanaman diketahui sekurang- kurangnya 9.600 spesies tanaman berkhasiat obat dan kurang lebih 300 spesies telah digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat tradisional (Wasito, 2011)
Ketapang merupakan salah satu tumbuhan obat yang banyak tumbuh di Indonesia dan telah digunakan secara tradisional untuk mengobati penyakit kulit, pernafasan, perut dan gonorrhea (Pauly, 2001).
Tanaman ketapang memiliki metabolit sekunder yang terdapat pada bagian daun yang terdiri dari golongan senyawa diantaranya tanin, alkaloid, flavonoid, saponin, dan minyak atsiri. Metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak daun ketapang yang diduga bersifat antibakteri adalah tanin dan flavonoid (Riawenni, 2017).
Tumbuhan obat yang memiliki kandungan flavonoid, steroid dan tanin efektif sebagai bakterisida dan berperan penting dalam penyembuhan penyakit yang disebabkan infeksi oleh bakteri dan jamur. Tanaman ketapang pada bagian daun sejauhini belum pernah diketahui aktivitas antibakterinya. Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Propionibacterium acne (P.acne) dan
Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis). Kedua jenis bakteri ini merupakan bakteri penyebab penyakit yang umum ditemukan pada manusia. Sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai aktivitas antibakteri daun ketapang terhadap S. epidermidis. (Jawetz, dkk., 1996).
P. acne adalah anggota flora normal yang terdapat pada kulit dan menyebabkan penyakit bila bakteri ini menginfeksi, pada pewarnaan gram bakteri ini merupakan bakteri Gram positif, berbentuk panjang dengan ujung yang melengkung berbentuk lancip (Jawetz, dkk., 1996). P. acne merupakan bakteri penyebab jerawat (Jawetz, dkk., 1996).
S. epidermidis merupakan flora normal pada kulit. Infeksi stafilokokus lokal tampak sebagai jerawat dan infeksi folikel rambut atau abses (Irianto, 2006).
Jerawat merupakan kondisi abnormal kulit akibat gangguan berlebihan produksi kelenjar minyak (sebaseus) yang menyebabkan penyumbatan saluran folikel rambut dan pori-pori kulit. Daerah yang mudah terkena jerawat ialah di muka, dada, punggung, dan tubuh bagian atas lengan (Fauzi dan Nurmalina, 2012).
Masker adalah produk kosmetik yang menerapkan prinsip Occlusive Dressing Treatment (ODT) pada ilmu dermatologi yaitu teknologi absorpsi perkutan dengan menempelkan suatu selaput atau membran pada kulit sehingga membentuk ruang semi-tertutup antara masker dan kulit untuk membantu penyerapan obat (Lu, 2010; Lee, 2013). Masker yang diaplikasikan pada wajah akan menyebabkan suhu kulit meningkat (±1ºC) sehingga peredaran darah kulit meningkat, mempercepat pembuangan sisa metabolisme kulit, meningkatkan kadar oksigen pada kulit maka pori-pori secara perlahan membuka dan membantu
penetrasi zat aktif ke dalam kulit 5 hingga 50 kali dibanding sediaan lain (Lu, 2010: Lee, 2013).
Masker peel-off merupakan sediaan kosmetik perawatan kulit yang berbentuk gel dan setelah diaplikasikan ke kulit dalam waktu tertentu hingga mengering, sediaan ini akan membentuk lapisan film transparan yang elastis, sehingga dapat dikelupaskan (Rahim, 2014). Masker seperti ini cukup efektif mengangkat sel kulit mati, komedo, kotoran kulit, rambut wajah yang tidak diinginkan, memperbaiki warna dan tekstur kulit (Rieger, 2000). Penggunaan masker wajah peel off juga bermanfaat untuk memperbaiki serta merawat kulit wajah dari masalah keriput, penuaan, jerawat dan dapat juga digunakan untuk mengecilkan pori (Grace dkk., 2015).
Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun ketapang terhadap bakteri penyebab jerawat Propionibacterium acne (P. Acne) dan Staphylococcus epidermidis(S.
epidermidis), kemudiaan diformulasikan dalam bentuk sediaan masker peel-off, serta dilakukan pengujian mutu fisik dan uji aktivitas antibakteri terhadap sediaan masker peel-off, dan dibandingkan dengan salah satu sediaan yang ada di pasaran.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
a. Apakah ekstrak etanol daun ketapang dapat diformulasikan menjadi sediaan masker peel-off ?
b. Apakah sediaan masker peel-off ekstrak etanol daun ketapang memiliki aktivitas antibakteri terhadap P. acnedan S. epidermidis?
1.3 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
a. Ekstrak etanol daun ketapang dapat diformulasikan menjadi sediaan masker peel-off yang memenuhi persyaratan dalam evaluasi mutu fisik sediaan.
b. Sediaan masker peel-off ekstrak etanol daun ketapang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini adalah:
a. Untuk memformulasikan sediaan masker peel-off ekstrak etanol daun ketapang
b. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri masker peel-off ekstrak etanol daun ketapang terhadap Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang aktivitas antibakteri dari sediaan masker peel-off antijerawat ekstrak etanol daun ketapang terhadap Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis, sehingga dapat menjadi salah satu bentuk sediaan yang dapat digunakan dalam menghilangkan jerawat.
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1 Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas yaitu konsentrasi ekstrak etanol daun ketapang terhadap variable terikat yaitu zona hambat pertumbuhan bakteri uji dan stabilitas sediaan masker peel-off. Dengan mencari konsentrasi yang efektif terhadap zona hambat bakteri uji dan menilai stabilitas sediaan masker peel-off.
Variabel bebas Variabel terikat Parameter
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian Konsentrasi
ekstrak etanol daun ketapang dalam sediaan masker peel off:
2%, 4%, 6% dan 8%
- Stabilitas fisik (bentuk, warna, dan bau)
- pH
- Homogenitas -Viskositas - Uji iritasi Stabilitas sediaan
Aktivitas antibakteri:
Propionibacterium acne dan S.
epidermidis
- Konsentrasi Hambat Minimum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ketapang
Tanaman ketapang tersebar di daerah iklim subtropis, Samudra Hindia dan Pasifik serta hampir di seluruh daerah tropis. Habitatnya berada pada ketinggian 300-400 m di atas permukaan laut. Sangat cocok tumbuh di daerah rawa dan berbatu. Tanaman ketapang (Terminalia catappa L.) sangat mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. (Thomson. B. Evans 2006).
Ketapang merupakan salah satu tumbuhan obat yang banyak tumbuh di Indonesia dan telah digunakan secara tradisional untuk mengobati penyakit kulit, pernafasan, perut dan gonorrhea (Pauly, 2001).
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Ketapang (Terminali catappa L.) (MEDA, 2019)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Terminalia
Spesies : Terminalia catappa L.
Nama Lokal : Daun Ketapang
2.1.2 Nama Lain (Daerah) Tanaman Ketapang
Tanaman ketapang memiliki beberapa nama tergantung dari daerah masing-masing, yaitu Ketapang (Batak), Katafa (Nias), Katapang (Bugis),
Katapteng (Minangkabau), Katapang (Sunda), Kalu (Irian Jaya), Ngusu (Ternate), Katapang, Klihi (Nusatenggara) (Heyne, 1987)
2.1.3 Morfologi Tanaman Ketapang (Terminalia catappa L.)
Tanaman ketapang (Terminalia catappa L.) memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat cepat yaitu berkisar antara 2 m/tahun. Tanaman ketapang memiliki bentuk seperti pagoda dan batangnya besar serta dapat tumbuh tinggi diatas 20 m.
Memiliki Percabangan berbentuk horisontal, dan setiap cabang memiliki 4-5 cabang semu (Thomson dan Evans, 2006).
Daun tanaman ketapang tergolong daun yang tidak lengkap karena daunnya hanya terdiri atas helaian daun (lamina) dan tangkai daun (petiolus).
Ukuran daunnya selebar tangan, berbentuk bulat telur, dan dua kali setahun daunnya gugur. Memiliki bentuk tangkai daun silinder dengan sisi agak pipih dan menebal pada pangkalnya. Susunan tulang daunnnya berbentuk menyirip (penninervis), yaitu daun yang mempunyai satu ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung dan merupakan terusan tangkai daun. Tepi daunnya rata dan permukaan daunnya licin (laevis). Daun tanaman ketapang berwarna hijau.
Namun pada musim kamarau/gugur warnanya berubah ada yang berwarna kuning kecoklatan ada pula yang berwarna merah kecoklatan.
Pada bunga tanaman ketapang, bulir yang terdapat di bagian bawah dengan bunga berkelamin 2 atau bunga betina sedangkan di bagian atas dengan bunga tidak berkelamin atau bunga jantan. Tepi kelopak bertaju 5, berbentuk piring atau lonceng. Bunga betina, panjangnya mencapai 4–8 mm berwarna putih.
Pada bunga yang berkelamin 2 dan bunga jantan, benang sarinya muncul keluar sedangkan benang sari pada bunga betina dan tidak berkelamin lebih pendek dan steril. Tangkai putiknya sangat pendek bahkan terkadang tidak ada.
2.1.4 Kandungan Kimia
Daun ketapang mengandung asam lemak dan tanin seperti punikalin, punikalagin, terflavin A dan B, tersatein. Daun yang dikeringkan mengandung isoviteksin, viteksin, isoorientin dan rutin. Daun ketapang mengandung sianidin- 3-glukosida dan korilagin (Zuhrotun et al., 2010). Senyawa metabolit sekunder yang ada pada daun ketapang yaitu steroid/triterpenoid, alkaloid, glikosida, flavonoid dan tanin (Tamelia, 2019).
2.2 Kulit
Kulit merupakan bagian yang paling luar dari tubuh dan merupakan organ yang terluas, yaitu antara 1,5-2,0 m² dengan berat kurang lebih 20 kg, sedangkan bagian kulit yang kelihatan dari luar yang disebut epidermis beratnya 0,05-0,5 kg (Putro, 1997). Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan lokasi tubuh (Wasitaatmadja, 1997).
Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangasangan luar (Tranggono dan Latifah, 2007). Ketebalan kulit berbeda-beda sesuai dengan fungsinya. Kulit ditelapak kaki merupakan kulit yang tebal, sedangkan di bibir, dada, dan paha kulit tampak lebih tipis (Dwikarya, 2002).
2.2.1 Struktur kulit
Secara histopatologis kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis dan lapisan subkutan (Wasitaatmadja, 1997). Gambar struktur kulit dapat dilihat pada Gambar 2.1
a. Epidermis
Menurut Anderson (1996), lapisan epidermis tersusun
1. Lapisan tanduk (stratum korneum), stratum korneum merupakan lapisan paling luar yang tersusun dari sel mati berkreatin dan memiliki sawar kulit pokok terhadap kehilangan air. Apabila kandungan air pada lapisan ini berkurang, maka kulit akan menjadi kering dan bersisik.
2. Lapisan lusidum (stratum lusidum), lapisan ini tersusun dari beberapa lapisan transparan dan di atasnya terdapat lapisan tanduk dan bertindak juga sebagai sawar, pada umumnya terdapat pada telapak tangan dan kaki.
3. Lapisan granulosum (stratum granulosum), lapisan ini terdiri dari 2 sampai 3 lapisan sel dan terletak di atas lapisan stratum spinosum dan berfungsi untuk menghasilkan protein dan ikatan kimia stratum korneum.
Gambar 2.1 Struktur Kulit
Menurut Anderson (1996), lapisan epidermis tersusun dari 5 lapisan, yaitu:
1. Lapisan tanduk (stratum korneum), stratum korneum merupakan lapisan paling luar yang tersusun dari sel mati berkreatin dan memiliki sawar kulit pokok terhadap kehilangan air. Apabila kandungan air pada lapisan ini berkurang,
kulit akan menjadi kering dan bersisik.
2. Lapisan lusidum (stratum lusidum), lapisan ini tersusun dari beberapa lapisan transparan dan di atasnya terdapat lapisan tanduk dan bertindak juga sebagai sawar, pada umumnya terdapat pada telapak tangan dan kaki.
3. Lapisan granulosum (stratum granulosum), lapisan ini terdiri dari 2 sampai 3 lapisan sel dan terletak di atas lapisan stratum spinosum dan berfungsi untuk menghasilkan protein dan ikatan kimia stratum korneum.
dari 5 lapisan, yaitu:
1. Lapisan tanduk (stratum korneum), stratum korneum merupakan lapisan paling luar yang tersusun dari sel mati berkreatin dan memiliki sawar kulit pokok terhadap kehilangan air. Apabila kandungan air pada lapisan ini berkurang,
2. Lapisan lusidum (stratum lusidum), lapisan ini tersusun dari beberapa lapisan transparan dan di atasnya terdapat lapisan tanduk dan bertindak juga sebagai
3. Lapisan granulosum (stratum granulosum), lapisan ini terdiri dari 2 sampai 3 lapisan sel dan terletak di atas lapisan stratum spinosum dan berfungsi untuk
4. Lapisan spinosum (stratum spinosum), lapisan spinosum merupakan lapisan yang paling tebal dari epidermis. Sel diferensiasi utama stratum spinosum adalah keratinosit yang membentuk keratin.
5. Lapisan basal (stratum basale), lapisan basal merupakan bagian yang paling dalam dari epidermis dan tempat pembentukan lapisan baru yang menyusun epidermis. Lapisan ini terus membelah dan sel hasil pembelahan ini bergerak ke atas membentuk lapisan spinosum. Melanosit yang membentuk melanin untuk pigmentasi kulit terdapat dalam lapisan ini.
b. Dermis
Merupakan lapisan yang berada di bawah lapisan epidermis. Lapisan ini terdiri dari beberapa jaringan ikat yang memiliki dua lapisan:
1. Pars papilaris, terdiri atas sel fibroblast yang memproduksi kolagen.
2. Retikularis, yaitu lapisan yang memiliki banyak pembuluh darah, tempat akar rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebaseus (Putro, 1997).
c. Lapisan Subkutan
Lapisan subkutan adalah lapisan yang terletak di bawah dermis dan mengandung sel-sel lemak yang dapat melindungi bagian dalam organ dari trauma mekanik dan juga sebagai pelindung tubuh terhadap udara dingin, serta sebagai pengaturan suhu tubuh (Prianto, 2014).
Lapisan subkutan terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir karena sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut panikulus adiposus, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan saluran getah
bening. Tebal jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasi, di abdomen 3 cm, sedangkan di daerah kelopak mata dan penis sangat tipis. Lapis lemak ini juga berfungsi sebagai bantalan (Wasitaatmadja, 1997). Lapisan ini terdiri atas jaringan konektif, pembuluh darah dan sel-sel penyimpanan lemak yang memisahkan dermis dengan otot, tulang dan struktur lain. Jumlah lemak dalam lapisan ini akan meningkat bila makan berlebihan, sebaliknya bila tubuh memerlukan energi yang banyak maka lapisan ini akan memberikan energi dengan cara memecah simpanan lemaknya (Putro, 1997).
2.2.2 Fungsi kulit
Seluruh bagian tubuh manusia memiliki kegunaan masing-masing, demikian pula dengan kulit kita. Pada dasarnya, fungsi kulit adalah sebagai berikut:
1. Proteksi (pelindung)
Kulit berfungsi untuk melindungi organ-organ tubuh dari pengaruh lingkungan luar. Misalnya pelindung dari sinar matahari, zat-zat kimia, perubahan suhu, dan lain-lain.
2. Thermoregulasi (menjaga keseimbangan temperatur tubuh)
Kulit akan menjaga suhu tubuh agar tetap optimal. Keringat yang keluar pada saat suhu udara panas berfungsi untuk mendinginkan tubuh. Keluarnya keringat adalah salah satu mekanisme tubuh untuk menjaga stabilitas temperatur.
3. Organ absorpsi dan sekresi
Beberapa zat tertentu bisa diserap masuk ke dalam tubuh melalui kulit serta kulit juga berfungsi sebagai organ sekresi untuk melepaskan kelebihan air dan zat-zat lainnya, seperti NaCl, amonia, dan lain-lain.
4. Persepsi sensoris
Sebagai alat peraba, kulit akan bereaksi pada perbedaan suhu, sentuhan, rasa sakit, dan tekanan (Mulyawan dan Suriana, 2013).
2.2.3 Jenis-jenis kulit
Ditinjau dari sudut pandang perawatan, kulit terbagi atas lima bagian (Noormindhawati, 2013):
a. Kulit normal
Merupakan kulit ideal yang sehat, memiliki pH normal, kadar air dan kadar minyak seimbang, tekstur kulit kenyal, halus dan lembut, pori-pori kulit kecil.
b. Kulit berminyak
Merupakan kulit yang memiliki kadar minyak berlebihan di permukaan kulit sehingga tampak mengkilap, memiliki pori-pori besar, mudah berjerawat.
c. Kulit kering
Merupakan kulit yang tampak kasar, kusam, kulit mudah bersisik, terasa kaku, tidak elastis, dan mudah berkeriput.
d. Kulit kombinasi
Merupakan jenis kulit kombinasi yaitu antara kulit wajah kering dan berminyak. Pada area T cenderung berminyak, sedangkan pada derah pipi berkulit kering.
e. Kulit sensitif
Merupakan kulit yang memberikan respons secara berlebihan terhadap kondisi tertentu, misalnya suhu, cuaca, bahan kosmetik atau bahan kimia lainnya yang menyebabkan timbulnya gangguan kulit seperti kulit mudah menjadi iritasi, kulit menjadi lebih tipis dan sangat sensitif.
2.3 Jerawat
Jerawat merupakan kondisi abnormal kulit akibat gangguan berlebihan produksi kelenjarminyak (sebaseus) yang menyebabkan penyumbatan saluran folikel rambut dan pori - pori kulit. Daerah yang mudah terkena jerawat ialah di muka, dada, punggung, dan tubuh bagian atas lengan (Fauzi dan Nurmalina, 2012).
Peradangan pada kulit terjadi jika kelenjar minyak meproduksi minyak kulit (sebum) secara berlebihan sehingga terjadi penyumbatan pada saluran kelenjar minyak dan pembentukan komedo (whiteheads). Apabila sumbatan membesar, komedo terbuka (blackheads) muncul sehingga terjadi interaksi dengan bakteri jerawat (Fauzi dan Nurmalina, 2012).
2.3.1 Penyebab terjadinya jerawat
Novel (2014) menyatakan bahwa terjadinya jerawat dapat disebabkan oleh empat faktor:
a. Hormonal
Faktor hormonal menjadi salah satu faktor yang berperan besar dalam proses pembentukan jerawat. Hormon androgen adalah hormon yang dapat memperbesar kelenjar sebaseus pada kulit dan juga meningkatkan produksi sebum dari kelenjar sebaseus. Peningkatan sebum atau minyak tersebut dapat mebentuk komedo yang berfungsi sebagai makanan ekstra buat bakteri. Hormon ini terdapat pada pria dan wanita (Novel, 2014).
Pada masa pubertas kelenjar minyak menjadi lebih aktif dan dapat menghasilkan minyak yang berlebihan. Minyak tersebut biasanya akan mengering, mengelupas, dan bakteri menjadi berkumpul di dalam pori – pori kulit sehingga menyebabkan tersumbatnya aliran minyak dari folikel ke pori- pori kulit
Selain itu, perubahan hormonal lainnya seperti masa menstruasi, kehamilan dan stress dapat memicu timbulnya jerawat (Novel, 2014).
b. Makanan
Makanan yang mengandung kadar gula dan kadar karbohidrat yang tinggi memiliki pengaruh yang cukup besar dalam menimbulkan jerawat. Secara ilmiah dapat dibuktikan bahwa mengkonsumsi terlalu banyak gula dapat meningkatkan kadar insulin dalam darah, dimana hal tersebut memicu produksi hormon androgen yang membuat kulit jadi berminyak dan kadar minyak yang tinggi dalam kulit merupakan pemicu paling besar terhadap timbulnya jerawat (Mitsui, 1997).
c. Kosmetik
Penyumbatan pori-pori kulit dan saluran folikel rambut juga dapat disebabkan oleh penggunaan kosmetik. Penyumbatan terjadi akibat kosmetik yang mengandung banyak minyak atau bedak yang bercampur dengan foundation yang bertekstur creamy. Selain itu, kosmetik yang mengandung kadar alkohol tinggi atau ketidakcocokan kosmetik juga dapat menyebabkan timbulnya jerawat (Novel, 2014).
d. Infeksi bakteri
Tersumbatnya pori- pori kulit dan saluran folikel rambut oleh minyak, kotoran, kosmetik, sel-sel kulit mati, dan infeksi bakteri di dalam pori - pori ini bisa menyebabkan peradangan. Bakteri yang bertanggung jawab adalah bakteri P.
acne. Bakteri ini akan berkembang biak di dalam kelenjar minyak yang tersumbat, kemudiaan menghasilkan zat- zat yang menimbulkan iritasi daerah sekitarnya.
Iritasi tersebut akan menyebabkan pembengkakan dan menyebar ke daerah
sekitarnya sehingga menimbulkan efek nyeri danmeninggalkan bekas yang sulit hilang (Novel, 2014).
2.3.2 Jenis-jenis jerawat
Wasitaatmadja (1977) jerawat dapat dibagi menjadi:
a. Akne vulgaris
Perubahan jumlah dan konsistensi lemak kelenjar akibat pengaruh berbagai faktor penyebab, yaitu: genetik, hormonal, cuaca, jasad renik, makanan dan stress psikis.
b. Akne venenata
Tertutupnya saluran kelenjar sebasea oleh massa eksternal, baik dari kosmetika, bahan kimia di tempat kerja, deterjen, atau bahkan tekanan dari ikatan rambut.
c. Akne fisika
Saluran keluar kelenjar sebasea menyempit akibat radiasi sinar ultraviolet, sinar matahari, atau sinar radio aktif (Wasitaatmadja, 1977).
2.3.3 Tahap terjadinya jerawat
Pada kulit yang semula dalam kondisi normal, sering kali terjadi penumpukan kotoran dan sel kulit mati karena kurangnya perawatan dan pemeliharaan, khususnya pada kulit yang memilki tingkat reproduksi minyak yang tinggi. Akibatnya saluran kandung rambut (folikel) menjadi tersumbat. Sel kulit mati dan kotoran yang menumpuk tersebut kemudian terkena bakteri acne, maka timbulah jerawat. Dalam waktu tertentu, jerawat yang tidak diobat akan mengalami pembengkakan (membesar dan berwarna kemerahan), disebut papul (Mitsui, 1997).
Bila peradangan semakin parah, sel darah putih mulai naik ke permukaan kulit dalam bentuk nanah maka jerawat tersebut disebut pastul. Jerawat radang terjadi akibat folikel yang ada di dalam dermis mengembang karena berisi lemak padat, kemudian pecah, menyebabkan serbuan sel darah putih ke area folikel sebasea, sehinnga terjadilah reaksi radang. Peradangan akan semakin parah jika kuman dari luar ikut masuk ke dalam jerawat akibat perlakuan yang salah seperti dipijat dengan kuku atau benda lain yang tidak steril. Jerawat radang mempunyai ciri berwarna merah, cepat membesar, berisi nanah dan terasa nyeri. Pastul yang tidak terawat, maka jaringan kolagen akan mengalami kerusakan sampai pada lapisan dermis, sehingga kulit/wajah menjadi bopeng (Mitsui, 1997).
2.3.4 Penanggulangan jerawat
Usaha pengobatan jerawat menurut Wasitaatmadja (1977) dapat dilakukan dengan 3 cara :
1. Pengobatan topikal
Prinsip pengobatan topikal adalah mencegah pembentukan komedo, menekan peradangan dan mempercepat penembuhan lesi jerawat. Misalnya dengan pemberiaan bahan iritan/ pengelupas seperti: sulfur (4-8%), resorsinol (1-5%), benzoil peroksida (2,5-10%), dan asam azelat (15-20%).
2. Pengobatan sistemik Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan aktivitas jasad renik di samping dapat juga menekan reaksi radang, menekan produksi sebum danmempengaruhi keseimbangan hormonal. Golongan obat sistemik misalnya:pemberian antibiotik (tetrasiklin, eritromisin, trimetoprim dan klindamisin), obat hormonal dapat digunakan untuk menekan produksi androgen atau secara kompetitif menduduki reseptor organ target di kelenjar sebasea (etinil estradiol, antiandrogen siproteron asetat), penggunaan retinoid dan asam vitamin
A oral untuk menekan hiperkeratinisasi sesuai dengan patofisologi jerawat dan atas dasar pemikiran dan tujuan berbeda dapat digunakan obat sistemik berupa antiinflamasi nonsteroid, dapson atau seng sulfat.
3. Bedah kulit
Bedah kulit ditujukan untuk memperbaiki jaringan parut yang terjadi akibat jerawat. Tindakan dapat dilaksanakan setelah jerawat sembuh baik dengan cara bedah listrik, bedah kimia, bedah pisau, dermabrasi, atau bedah laser.
2.3.5 Preparat untuk pengobatan jerawat
Kosmetik penyembuh jerawat dapat berbentuk krim. Bahan-bahan aktif yang dibutuhkan antara lain:
a. Bahan antiseptik, untuk mencegah atau membunuh bakteri yang akan menginfeksi jerawat. Biasa digunakan alkohol (etil alkohol).
b. Bahan keratolitik, untuk menghancurkan lapisan kulit yang menutupi jerawat agar isi jerawat mudah kontak dengan bahan aktif penyembuh lainnya dan mudah keluar. Biasa digunakan asam salisilat.
c. Bahan pengering isi jerawat, biasanya adalah sulfur yang juga bersifat sebagai antiseptik dan keratolitik.
d. Bahan anti pruritus (gatal), agar tidak muncul rasa gatal pada jerawat yang menyebabkan ingin digaruk, sehingga mungkin terinfeksi oleh jari kotor dan bakteri. Biasa digunakan resorsinol.
e. Bahan aktif lain yang sering digunakan adalah camphora, untuk mengeringkan isi jerawat, mengurangi minyak kulit, dan memberi rasa segar.
f. Bahan-bahan lain, misalnya allantoin, digunakan untuk merangsang pertumbuhan sel-sel kulit baru agar bekas jerawat tidak bolong (bopeng),
bahan pengental, bahan pewarna dan bahan pewangi (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.4 Bakteri
Bakteri merupakan organisme uniseluler yang relatif sederhana.
Karenamateri genetik tidak diselimuti oleh selaput membran inti, sel bakteri disebutdengan sel prokariot. Sel prokariot adalah sel yang tidak memiliki membrane intisel. Komponen utama struktur bakteri terdiri atas makromolekul, yaitu DNA, RNA, protein, polisakarida, dan fosfolipida. Sel bakteri terdiri atas beberapa bentuk, yaitu bentuk basil/batang, bulat, atau spiral. Dinding sel bakteri mengandung kompleks karbohidrat dan protein yang disebut peptidoglikan.
Bakteri umumnya bereproduksi dengan cara membelah diri menjadi dua sel yang berukuran sama. Ini disebut dengan pembelahan biner. Untuk nutrisi, bakteri umumnya menggunakan bahan kimia organik yang dapat diperoleh secara alami dari organisme hidup atau organisme yang sudah mati. Beberapa bakteri dapat membuat makanan sendiri dengan proses biosintesis, sedangkan beberapa bakteri yang lain memperoleh nutrisi dari substansi organik. Bakteri mempunyai bentuk dan ukuran yang sangat beragam. Sebagian besar sel bakteri memiliki diameter 0,2-2 mikron dan panjang 2-8 mikron (Radji, 2013).
Menurut Radji (2013) bentuk sel bakteri ada 3 macam yaitu:
a. Bulat (Kokus)
Bakteri kokus biasanya berbentuk bulat atau lonjong, hidup sendiri - sendiri, berpasangan, membentuk rantai panjang atau kubus, tergantung carabakteri itu membelah diri dan kemudian melekat satu sama lain setelahpembelahan. Beberapa bakteri kokus berpasangan setelah pembelahan
sel.Bentuk kokus terdiri atas diplococcus, tetracoccus, streptococcus (berbentuk rantai), sarcinae (berbentuk kubus), dan staphylococcus (berkelompok sepertibuah anggur). Bentuk morfologi kokus yang berbeda-beda ini sering kali digunakan untuk mengidentifikasi jenis bakteri golongan kokus.
b. Batang (Basil)
Bakteri basil adalah golongan bakteri yang memiliki bentuk seperti batang atau silinder. Bakteri ini mempunyai ukuran yang sangat beragam.Basil umumnya terlihat sebagai batang tunggal. Beberapa bakteri basil berpasangan setelah pembelahan sel. Bentuk basil terdiri atas diplobacillus, streptobacillus dan coccobacillus.
c. Spiral (Lengkung)
Bakteri spiral adalah bakteri yang mempunyai bentuk yang tidak lurus seperti basil, tetapi mempunyai satu atau beberapa lekukan. Bakteri spiral dibagi menjadi vibrio (bakteri berbentuk batang yang melengkung menyerupai bentuk koma), spirilum (bakteri berbentuk spiral atau pilinan dengan selnya yang kokoh) dan spiroketa (bakteri yang berbentuk spiral dan tubuhnya sangat lentur sehingga dapat bergerak bebas).
2.4.1 Propionibacterium acne
Sistematika P. acne menurut Brooks., et al (2005) Kerajaan : Bacteria
Filum : Actinobacteria Bangsa : Actinomycetales Suku : Propionibacteriaceae Marga : Propionibacterium Jenis : Propionibacterium acne
P. acne adalah anggota flora normal yang terdapat pada kulit dan menyebabkan penyakit bila bakteri ini menginfeksi, pada pewarnaan gram bakteri ini merupakan bakteri gram positif, berbentuk panjang dengan ujung yang melengkung berbentuk lancip (Jawetz dkk., 1996).
P. acne merupakan bakteri penyebab jerawat. Jerawat merupakan penyakit kulit yang dapat terjadi karena penyumbatan pada pilosebaseus dan peradangan pada kulit (Jawetz dkk., 1996).
2.4.2 Staphylococcus epidermidis
Sistematika bakteri S. epidermidis menurut Berman (2012) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Bacteria Filum : Firmicutes Bangsa : Bacillalless
Suku : Staphylococcuceae Marga : Staphylococcus
Jenis : Staphylococcus epidermidis
Stafilokokus merupakan sel gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur. S. epidermidis membentuk koloni berupa abu-abu sampai putih, non patogen, koagulasi negatif, tidak memfermentasi manitol, dapat bersifat aerob dan anaerob fakultatif. S.
epidermidis merupakan flora normal pada kulit. Infeksi stafilokokus lokal tampak sebagai jerawat dan infeksi folikel rambut atau abses (Irianto, 2006).
2.5 Masker
Masker adalah produk kosmetik yang menerapkan prinsip Occlusive Dressing Treatment (ODT) pada ilmu dermatologi yaitu teknologi absorpsi perkutan dengan menempelkan suatu selaput atau membran pada kulit sehingga membentuk ruang semi-tertutup antara masker dan kulit untuk membantu penyerapan obat (Lu, 2010; Lee, 2013). Masker yang diaplikasikan pada wajah akan menyebabkan suhu kulit meningkat (±1ºC) sehingga peredaran darah kulit menigkat, mempercepat pembuangan sisa metabolisme kulit, meningkatkan kadar oksigen pada kulit maka pori-pori secara perlahan membuka dan membantu penetrasi zat aktif ke dalam kulit 5 hingga 50 kali dibanding sediaan lain (Lee, 2013; Lu, 2010).
2.5.1 Jenis-jenis masker
Menurut Mitsui (1997), Lu (2010), dan Lee (2013), jenis-jenis masker adalah sebagai berikut:
1. Tipe peel-off
Prinsip masker peel off yaitu dengan memanfaatkan filming agent yang melekat pada kulit sehingga saat masker kering akan terbentuk lapisan film tipis.
Ketika dilepaskan, sel-sel kulit mati dan kotoran pada pori akan ikut terlepas bersama dengan lapisan film tersebut.
Keuntungan: dapat dengan cepat membersihkan pori, memutihkan, dan membersihkan komedo.
2. Tipe wash-off
Tipe masker ini tidak akan membentuk film pada kulit, terbagi menjadi 4 jenis yaitu:
a. Tipe mud pack
Kegunaan utama tipe ini adalah membersihkan dan melembapkan. Bahan yang digunakan adalah kaolin, bentoit, lumpur alami, serbuk kacang-kacangan dan sebagainya.
Keuntungan: mengandung surfaktan dan air sehingga mampu melunakkan dan membersihkan sebum kulit yang telah mengeras.
Kerugian: mampu terkontaminasi bakteri sehingga perlu penambahan pengawet yang banyak dan sulit dibersihkan.
b. Tipe krim
Merupakan tipe krim emulsi minyak dalam air. Kegunaan utamanya adalah untuk melembapkan kulit karena kandungan minyak tumbuhan serta mampu melunakkan sel kulit mati dan komedo.
Keuntungan: dapat digunakan pada semua bagian kulit dan cocok digunakan untuk kulit yang berkeriput.
Kerugian: penggunaan kurang praktis, perlu dicuci, dan penggunaan yang kurang tepat dapat menimbulkan jerawat.
c. Tipe gel
Merupakan gel transparan atau semi transparan yang dibuat menggunakan polimer larut air, sering ditambahkan humektan seperti gliserin
Keuntungan: cocok untuk kulit sensitif
Kerugian: penggunaan kurang praktis, perlu dicuci dengan air.
d. Tipe sheet
Umumnya menggunakan bahan non woven yang diresapi dengan losion atau essence yang kemudian didiamkan pada kulit wajah hingga meresap pada kulit.
Keuntungannya yaitu memberikan efek dingin, nyaman digunakan serta pemakainnya praktis.
2.6 Masker Peel-Off
Masker peel-off merupakan masker yang terbuat dari bahan polimer seperti polivinil alkohol dan bahan seperti lateks dan senyawa karet alam (Shai et al., 2009). Masker peel-off merupakan sediaan kosmetik perawatan kulit yang berbentuk gel dan setelah diaplikasikan ke kulit dalam waktu tertentu hingga mengering, sediaan ini akan membentuk sediaan film transparan yang elastis, sehingga dapat dikelupaskan (Rahim, 2014). Sediaan farmasi dalam bentuk gel banyak digunakan dalam sediaan kosmetik. Gel disukai karena kandungan airnya cukup besar, sehingga terasa dingin pada kulit, mudah dioleskan, tidak berminyak, mudah dicuci, elastis, serta pelepasan obatnya baik (Kuncari, 2014).
Masker wajah peel-off dengan polyvinil alkohol setelah diaplikasikan pada kulit hingga mengering akan terbentuk lapisan film transparan pada kulit wajah.
Ketika dilepaskan, sel-sel kulit mati dan kotoran pada pori akan ikut terlepas bersama lapisan film tersebut. Masker gel peel-off memiliki beberapa manfaat diantaranya mampu merilekskan otot-otot wajah, membersihkan, menyegarkan, melembabkan, melembutkan kulit wajah serta mampu membersihkan kotoran dan dapat mengangkat sel-sel kulit mati pada wajah (Vieira, 2009).
2.6.1 Bahan pembuatan masker gel peel-off a. Polivinil alkohol
Polivinil alkohol adalah polimer sintetis yang larut dalam air dengan rumus (C2H4O)n. Nilai n untuk bahan yang tersedia secara komersial terletak di
antara 500 dan 5000, setara dengan rentang berat molekul sekitar 20.000-200.000.
Polivinil alcohol berupa bubuk granular berwarna putih hingga krem, dan tidak berbau (Rowe dkk.,2009). Polivinil alkohol larut dalam air, sedikit larut dalam etanol 95%, dan tidak larut dalam pelarut organik. Polivinil alkohol umumnya dianggap sebagai bahan yang tidak beracun. Bahan ini bersifat non iritan pada kulit dan mata pada konsentrasi sampai dengan 10%, serta digunakan dalam kosmetik pada konsentrasi hingga 7% (Rowe dkk., 2009). Polivinil alkohol dikenal sebagai agen pembentuk lapisan, film, pendispersi, lubrikan, pelindung kulit, digunakan pada formulasi gel dan lotion, shampo, tabir surya, masker, serta beberapa aplikasi kosmetik dan perawatan kulit lainnya. Namun, salah satu kelemahan dari polivinil alcohol adalah lapisan film yang dihasilkan cenderung lebih kaku dan memiliki fleksibilitas yang tergolong rendah (Rowe dkk., 2009).
b. Polivinil pirolidon
Polivinil pirolidon (PVP), juga biasa disebut polyvidone atau povidone, adalah polimer yang larut dalam air yang terbuat dari monomer N- vinylpyrrolidone (Haafdkk., 1985). Fungsidan kegunaan PVP, antara lain:
1. Sebagai perekat dalam lem tongkat dan perekat lelehan panas.
2. Sebagai bahan pengikat dan kompleksasi dalam aplikasi pertanian seperti perlindungan tanaman, perlakuan benih dan pelapisan.
3. Sebagai surfaktan, reduktor, agen pengendali bentuk dan dispersan dalam sintesis nano partikel dan perakitan sendiri.
4. Kombinasi PVP dan PVA merupakan gelling agent yang mudah terbentuk dan lebih elastis (Mitsui, 1997).
c. Gliserin
Gliserin dengan nama lain Croderol; glyconG-100; kemstrene; Optim;
Pricerine; 1,2,3-Propanetriol; trihidroksipropan glikolmemiliki rumus empiris C3H8O3. Fungsinya adalah sebagai anti mikroba presertatif, emolien, humektan, plastisizer, pelarut, sweetening agent, tonicity agent. Dalam formulasi dan kosmetik farmasi topikal, gliserin digunakan terutama untuk humektan dan emolien. Dalam larutan oral, gliserin digunakan sebagai pelarut, pemanis, pengawet antimikroba, dan peningkat viskositas. Ini juga digunakan sebagai plasticizer dan lapisan film. Gliserin juga digunakan dalam formulasi topikal
seperti krim dan emulsi (Rowe dkk., 2009).
d. Natrium Lauril Sulfat
Menurut jurnal toksikologi tentang SLS (1983), Sodiumlauryl sulfate (SLS), sodium laurel sulfate atau sodium dodecyl sulfate (SDS atau NaDS) (C12H25SO4Na) adalah surfaktan anionic yang digunakan dalam banyak produk pembersih dan kebersihan. Molekul ini memiliki ekor 12 atom karbon, melekat pada kelompok sulfat, memberikan molekul sifat amphiphilic yang dibutuhkan dari deterjen. SLS adalah surfaktan yang sangat efektif dan digunakan dalam tugas apapun yang membutuhkan penghapusan noda dan residu berminyak
e. Nipagin
Nipagin dengan nama kimia Methil-4-hidroksibenzoat dan rumus molekul C8H8O3 memiliki bentuk kristal atau bubuk kristal, tidak berwarna atau putih, berbau atau hamper tidak berbau, dan memiliki rasa terbakar sedikit. Nipagin memiliki aktivitas antimikroba. Inkompatibilitas nipagin adalah dengan zat,seperti bentonit, magnesium trisilikat, talkum, tragakan, natrium alginat, minyak esensial,
sorbitol, dan atropin juga bereaksi dengan berbagai gula. Fungsinya sebagai pengawet (antimikroba). Biasanya digunakan kombinasi sebagai pengawet dengan perbandingan metil paraben (0,185) dan propilparaben (0,02%) (Rowedkk., 2009).
f. Etanol 96%
Etanol memiliki nama lain etil alcohol dengan rumus kimia C2H6O.
Memiliki bentuk cairan jernih tidak berwarna dengan bau khas, dan rasa seperti terbakar pada lidah. Etanol 96% mudah menguap pada suhu rendah, mendidih pada 78o
C dan mudah terbakar. Etanol 96% dapat bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik. Etanol96% berfungsi sebagai pelarut (Rowe dkk.,2009).
g. Aquadest
Air Murni/aquades adalah air yang memenuhi persyaratan air minum, yang dimurnikan dengan cara destilasi, penukar ion, osmosis balik atau proses lain yang sesuai. Tidak mengandung zat tambahan lain (Ditjen POM, 1979).
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi:
pembuatan sediaan masker peel-off (konsentrasi ekstrak etanol daun ketapang 2%;
4%; 6%; dan 8%), serta evaluasi formula yang meliputi: evaluasi homogenitas, stabilitas sediaan, uji iritasi sediaan dan pengujian aktivitas antibakteri sediaan masker peel-off ekstrak etanol daun ketapang, uji aktivitas antibakteri sediaan masker peel-off yang dibandingkan dengan sediaan masker peel-off dipasaran, terhadap bakteri P. acne dan S. epidermidis dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Farmasi Fisik dan Laboratorium Kosmetologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas di laboratorium, oven (Gallenkamp), autoklaf (Fison), inkubator (Memmert), lemari pendingin (Toshiba), neraca analitik (Mettler AE 200), rotary evaporator (HaakeD), blender, alat maserasi, alat penetapan kadar air, objek glass, deck glass, lampu spiritus, jarum ose,bunsen, mikro pipet (Eppendorf), pipet tetes, alumunium foil, kertas perkamen,pencadang kertas, cawan petri, kapas steril, jangka sorong, mortir, stamfer, spatula, batang pengaduk, hot plate, cawan
porselin, pot plastik, penangas air,batang pengaduk, sudip, spatula, skin analyzer (Aramo Huvis), pH meter (ATC), dan viskometer Brookfield.
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan ialah ekstrak etanol daun ketapang, air suling, bakteri uji P. acne, S. epidermidis, media nutrient agar (NA), media nutrient broth (NB), polivinilalkohol (PVA), polivinil pirolidon (PVP), natrium lauril sulfat, gliserin, nipagin, etanol 96%, larutan dapar pH asam (4,01), larutan dapar pH netral (7,01) dan sediaan di pasaran ‘Sariayu Peel-off Mask’
3.1.3 Sukarelawan
Sukarelawan adalah mahasiswi Fakultas Farmasi USU sebanyak 15 orang dan berusia sekitar 22-30 tahun dengan kriteria sebagai berikut:
1. Wanita berbadan sehat 2. Usia antara 22-30 tahun
3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi 4. Bersedia menjadi sukarelawan (Ditjen POM, 1985).
3.2 Formulasi Sediaan Masker Peel-off
3.2.1 Formula Standar Masker Peel-off (Rieger, 2000)
R/ Polivinil alkohol 5–10%
Humektan 2–10%
Surfaktan 2–5%
Alkohol 10–30%
pH buffer pH 4–7
Pengawet q.s
Parfum q.s
Pewarna q.s
Air suling ad 100
3.2.2 Formula Modifikasi Basis Masker Peel-off
R/ Polivinil alkohol 6 Polivinil pirolidon 7
Gliserin 6
Natrium lauril sulfat 2
Etanol 96% 20
Nipagin 0,1
Akuades ad 100
3.2.3 Pembuatan Sediaan Masker Peel-off
Polivinil alkohol (PVA) ditambahkan air suling, dipanaskan di atas penangas air pada suhu ±80°C sambil diaduk hingga mengembang dan membentuk massa gel. Polivinil pirolidon (PVP) dikembangkan didalam air panas hingga mengembang sempurna. Nipagin dan natrium lauril sulfat dilarutkan dalam air panas. Ditambahkan massa PVP ke dalam massa PVA, lalu
ditambahkan gliserin, larutan nipagin dan larutan natrium lauril sulfat. Diaduk konstan hingga homogen, lalu dibiarkan hingga dingin. Ditambahkan etanol 96%
dan diaduk hingga membentuk basis masker peel-off
3.2.4 Formulasi Sediaan Masker Peel-off Ekstrak Daun Ketapang
Formula sediaan masker peel-off dibuat dalam lima sediaan, yaitu sediaan blanko (dasar masker peel-off) dan sediaan yang mengandung ekstrak daun ketapang. Konsentrasi daun ketapang yang digunakan dalam penilitian iniyaitu:
2%; 4%; 6%; dan 8%. Sediaan masker peel-off dibuat berdasarkan formula standar masker peel-off (Rieger,2000). Formula standar selanjutnya dimodifikasi dengan mengeluarkan sebagian bahan seperti pH buffer, pewarna, dan parfum Masing-masing rancangan formula dapat dijelaskanpada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Formula Masker Peel-off
No. Bahan Konsentrasi (%)
F0 FI FII FV FIV
1 Ekstrak etanol daun ketapang 0 2 4 6 8
2 Basis masker peel-off 100 98 96 94 92
Keterangan :
F0 = Blanko (dasar masker peel-off tanpa ekstrak etanol daun ketapang) F1 = Konsentrasi ekstrak etanol daun ketapang 2%
F2 = Konsentrasi ekstrak etanol daun ketapang 4%
F3 = Konsentrasi ekstrak etanol daun ketapang 6%
F4 = Konsentrasi ekstrak etanol daun ketapang8%
Cara pembuatan:
Polivinil alkohol (PVA) ditambahkan air suling, dipanaskan di atas penangas air pada suhu ±80°C sambil diaduk hingga mengembang dan membentuk massa gel. Polivinil pirolidon (PVP) dikembangkan didalam air panas hingga mengembang sempurna. Nipagin dan natrium lauril sulfat dilarutkan dalam air panas. Ditambahkan massa PVP ke dalam massa PVA, lalu ditambahkan gliserin, larutan nipagin dan larutan natrium lauril sulfat, diaduk
hingga homogen. Lalu ditambahkan ekstrak berbagai, diaduk hingga homogen, lalu dibiarkan hingga dingin. Ditambahkan etanol 96% dan diaduk hingga membentuk massa gel masker peel-off.
3.3 Evaluasi Mutu Fisik Sediaan
Evaluasi mutu fisik sediaan dilakukan terhadap sediaan masker peel-off meliputi pengujian homogenitas sediaan, pengamatan stabilitas sediaan, pengukuran pH sediaan, pengukuran viskositas sediaan, dan pengukuran lama pengeringan masker.
3.3.1 Pengujian Homogenitas Sediaan
Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek gelas. Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).
3.3.2 Pengamatan Stabilitas Sediaan
Pengamatan stabilitas sediaan dilakukan pada penyimpanan suhu kamar selama 12 minggu dengan interval waktu pengamatan setiap 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 minggu. Pengujian fisik masker peel-off yang telah dibuat meliputi pengamatan bau dan warna.
3.3.3 Pengukuran pH Sediaan
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Alat pH terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektoda dicuci dengan aquades, lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 g sediaan dan
dilarutkan dalam beaker glass dengan akuades ad 100 ml. Kemudian elektoda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).
3.3.4 Pengukuran Viskositas Sediaan
Pengukuran viskositas sediaan dilakukan dengan menggunakan alat viskometer Brookfield. Dengan cara menimbang 100 gram sediaan masker peel- off ekstrakdaun ketapang kemudian di atur spindle dan kecepatan yang digunakan dan viskometer Brookfield dijalankan, kemudian viskositas dari masker peel-off akan terbaca (Batubara, 2016; Umayah, 2016).
3.3.5 Pengukuran Lama Pengeringan Masker
Pengukuran lama pengeringan dilakukan pada suhu ruangan. Dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan dengan sukarelawan yang berbeda-beda dengan cara mengoleskan secukupnya sediaan masker peel-off pada wajah sukarelawan, lalu diukur dan diamati waktu yang diperlukan sediaan untuk mengering, yaitu waktu dari saat mulai dioleskan masker peel-off hingga benar-benar terbentuk lapisan yang kering.
3.3.6 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan
Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan masker peel-off ekstrak daun ketapang dengan maksud untuk mengetahui bahwa masker peel-off yang dibuat dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak. Iritasi dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu iritasi primer yang akan segera timbul sesaat setelah terjadi pelekatan atau penyentuhan pada kulit, dan iritasi sekunder yang reaksinya baru timbul beberapa jam setelah penyentuhan atau pelekatan pada kulit (Depkes RI, 1995). Uji pada penelitian ini dilakukan dengan mengoleskan sediaan pada bagian
belakang daun telinga. Parameter pengujiannya berupa kemerahan, gatal-gatal, dan bengkak.
3.4 Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Masker Peel-off terhadap Bakteri P.
acne dan S. Epidermidis 3.4.1 Sterilisasi Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian uji aktivitas anti bakteri ini disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Alat-alat gelas disterilkan di dalam oven pada suhu 170oC selama 1 jam. Media disterilkan di autokaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Jarum ose dan pinset dengan lampu bunsen (Lay, 1994).
3.4.2 Nutrient Agar (NA)
Komposisi: Bacto beef extract 3,0 g Bacto peptone 5,0 g Bacto agar 15,0 g Air suling ad 1 L Cara pembuatan:
Sebanyak 23 gram serbuk Nutrient Agar (NA) dilarutkan dalam air suling steril sedikit demi sedikit kemudian volumenya dicukupkan hingga 1 L dengan bantuan pemanasan sampai semua bahan larut sempurna kemudian disterilkan di autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Difco Laboratories, 1977).
3.4.3 Nutrient Broth (NB)
Komposisi: Enzim digest gelatin 5,0 g
Beef extract 3,0 g
Air suling ad 1 L
Cara pembuatan:
Sebanyak 8 gram serbuk Nutrient Broth (NB) dilarutkan dalam air suling steril sedikit demi sedikit kemudian volumenya dicukupkan hingga 1 L dengan bantuan pemanasan sampai semua bahan larut sempurna kemudian disterilkan di autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Difco Laboratories,1997).
3.4.4 Pembuatan agar miring
Sebanyak 3 ml media nutrient agar steril dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai nutrient agar membeku pada posisi miring membentuk sudut 45o, kemudian disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 5oC.
3.4.5 Pembuatan Stok Kultur Bakteri P. acne dan S. epidermidis
Satu koloni bakteri P. acne dan S. epidermidis diambil dengan jarum ose steril, lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar miring dengan cara menggores, kemudian diinkubasikan pada suhu 35 ± 2oC selama 24 jam (Ditjen POM, 1995).
3.4.6 Pembuatan Inokulum Bakteri P. acne dan S. epidermidis
Koloni bakteri P. acne dan S. epidermidis diambil dari stok kultur dengan menggunakan jarum ose steril, kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml larutan Nutrient Broth (NB) steril lalu diinkubasikan pada suhu 35 ± 2oC sampai didapat kekeruhan dengan transmitan 25% menggunakan alat spektrofotometer UV panjang gelombang 580 nm (Ditjen POM, 1995).
3.4.7 Uji aktivitas antibakteri
Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 15 ml dengan suhu 45-50oC, selanjutnya dihomogenkan dengan cara digoyang membentuk angka 8, agar media
dan suspensi bakteri tercampur rata. Pada media yang telah padat diletakkan beberapa pencadang kertas yang telah dicelupkan ke dalam sediaan masker peel- off ekstrak etanol daun ketapang dengan berbagai konsentrasi, dan dibandingkan dengan kontrol ngatif, dan kontrol positif yaitu sediaan dipasaran, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37oC selama 18 - 24 jam, setelah itu diukur diameter daerah hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar pencadang dengan menggunakan jangka sorong.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pembuatan Sediaan Masker Peel-off
Sediaan masker peel-off anti jerawat dibuat dengan menggunakan formula standar masker peel-off (Rieger, 2000). Formula standar ini kemudian dimodifikasi dimana pada penelitian ini sebagian bahan tidak digunakan seperti pH buffer, pewarna dan parfum. Ekstrak etanol daun ketapang yang ditambahkan dalam sediaan masker peel-off sebagai anti jerawat diperoleh dari peneliti sebelumnya, konsentrasi yang digunakan yaitu: 2%; 4%; 6; 8% dan blanko.
Sediaan masker yang diperoleh berupa masker peel-off bewarna coklattua dan berbau khas daun ketapang. Hasil pembuatan sediaan masker peel-off dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 56
4.2 Hasil Evaluasi Mutu Fisik Sediaan Masker Peel-Off 4.2.1 Hasil Pemeriksaan Homogenitas
Hasil pemeriksaan homogenitas terhadap sediaan masker peel-off ekstrak etanol daun ketapang menunjukkan bahwa semua sediaan homogen, tidakmemperlihatkan adanya butir-butir kasar pada saat sediaan dioleskan pada objek glass. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat memiliki susunan yang homogen (Ditjen POM, 1979). Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 57
4.2.2 Hasil Pengamatan Stabilitas Sediaan
Evaluasi stabilitas sediaan dilakukan selama penyimpanan 12 minggu dengan interval pengamatan setiap 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 minggu. Sediaan masker