• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Propolis Indonesia Merek 'X' Dalam Mempercepat Penyembuhan Luka Pada Mencit Jantan Galur Swiss Webster.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Propolis Indonesia Merek 'X' Dalam Mempercepat Penyembuhan Luka Pada Mencit Jantan Galur Swiss Webster."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

EFEK PROPOLIS INDONESIA MEREK “X”

DALAM MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN LUKA PADA MENCIT JANTAN GALUR Swiss-Webster

Kamajaya Mulyana, 2014; Pembimbing : Sri Nadya J. Saanin, dr., M.Kes

Luka pada kulit sering terjadi dan dapat dialami oleh setiap individu. Luka dapat disebabkan oleh agen fisik, kimia, atau mikrobiologi. Berdasarkan mekanisme jejasnya, luka dibagi atas luka insisi, kontusi, laserasi, tusukan, avulsi, dan luka bakar. Obat-obatan yang tersedia untuk menangani luka dapat menimbulkan efek samping, seperti efek sitotoksik. Propolis digunakan sebagai pengobatan alternatif dalam menyembuhkan luka.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pemberian propolis

Indonesia merek “X” secara topikal dapat mempercepat penyembuhan luka pada mencit jantan galur Swiss-Webster.

Penelitian ini bersifat eksperimental sungguhan, memakai rancangan acak lengkap (RAL), bersifat komparatif. Dua puluh satu ekor mencit jantan galur

Swiss-Webster berumur 8 minggu, berat badan 25-30 gram, dibagi secara acak

dalam 3 kelompok perlakuan (n = 7). Luka sayat dibuat pada kulit terluar punggung mencit sepanjang 20 mm dan sedalam 2 mm. Kelompok kontrol diberi akuades, kelompok pembanding diberi povidone-iodine 10%, kelompok propolis diberi larutan propolis 1%. Data yang diamati adalah lama penyembuhan luka dalam hari. Analisis data menggunakan uji ANAVA satu arah dilanjutkan dengan

post hoc Tukey’s HSD (α = 0,05).

Hasil penelitian menunjukkan rerata waktu penyembuhan luka yang dibutuhkan subjek penelitian pada kelompok propolis 13,71 hari dan kelompok pembanding 12,43 hari. Hasil kedua kelompok tersebut menunjukkan waktu yang lebih cepat secara sangat signifikan dibandingkan rerata waktu kelompok kontrol yaitu 16,29 hari (p = 0,00). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara waktu penyembuhan luka pada kelompok propolis dan kelompok pembanding (p = 0,055).

Simpulan penelitian adalah propolis Indonesia merek “X” mempercepat penyembuhan luka pada mencit jantan galur Swiss-Webster.

(2)

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

THE EFFECT OF INDONESIAN PROPOLIS BRAND “X”

IN ACCELERATING WOUND HEALING ON MALE Swiss-Webster MICE

Kamajaya Mulyana 2014; Tutor : Sri Nadya J. Saanin, dr.,M.Kes

Currently wound on the skin often happens and experienced by every individuals. Wounds can be caused by physical, chemical, or microbiology agents. Based on the mechanism of injury, wounds are divided into the incisions, contusions, lacerations, punctures, avulsions, and burns. Drugs that are available to treat wounds are known to cause side effects, such as cytotoxic effect. Propolis can be used as alternative medicine in wound treatments.

The purpose of this study was to know whether the use of topical Indonesian propolis brand “X” accelerates the wound healing on male Swiss-Webster mice. The methods of this study was true experimental complete random design. Twenty one male Swiss-Webster mice, 8 weeks old, weight 25-30 grams, divided randomly into 3 treatment groups (n = 7). The cut was made at the outer most dorsal skin, 20 mm in length, 2 mm deep. The control group was given aquadest, the comparison group was given Povidone-iodine 10%, the propolis group was given 1% propolis solution. The analyzed data was the length of wound healing time measured in days. The data was analyzed using ANOVA test and post hoc Tukey’s HSD (a = 0,05).

The result of this study showed that the average on wound healing time process of the propolis group was 13,71 days, and the comparison group was 12,43 days. The result of both group showed that healing time accelerated highly significant, compared with control which was 16,29 days (p = 0,00). There was no significant difference between the wound healing time of the propolis group and the comparison group (p = 0,055).

The conclusion finds that Indonesian propolis brand “X” accelerates wound healing on male Swiss-Webster strain mice.

(3)

Universitas Kristen Maranatha

1.2Identifikasi Masalah ... 2

1.3Tujuan Penelitian ... 2

2.1.1 Anatomi dan Histologi Kulit ... 5

2.1.2 Adneksa Kulit ... 8

2.1.3 Fisiologi Kulit ... 10

2.2Luka dan Penyembuhan Luka ... 11

2.2.1 Definisi dan Klasifikasi Luka... 11

2.2.2 Penyembuhan Luka ... 12

2.2.3 Faktor yang Memengaruhi Penyembuhan Luka ... 16

2.2.4 Manajemen Luka ... 19

2.3Povidone-iodine ... 20

2.4Propolis ... 21

2.4.1 Taksonomi Lebah Apis mellifera ... 22

2.4.2 Kandungan Kimia dan Zat Aktif Propolis ... 23

2.4.3 Manfaat Propolis ... 25

2.5Efek Propolis Terhadap Penyembuhan Luka ... 26

3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1Alat dan Bahan Penelitian ... 27

(4)

Universitas Kristen Maranatha

3.1.2 Bahan Penelitian... 27

3.2Subjek Penelitian ... 27

3.3Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.4Metode Penelitian... 28

3.4.1 Desain Penelitian ... 28

3.4.2 Variabel Penelitian ... 28

3.5Besar Sampel Penelitian ... 28

3.6Prosedur Kerja ... 29

3.6.1 Pengumpulan dan Pengambilan Bahan Uji ... 29

3.6.2 Persiapan Hewan Coba ... 29

3.6.3 Prosedur Penelitian... 29

3.7Metode Analisis ... 30

3.7.1 Hipotesis Statistik ... 30

3.7.2 Kriteria Uji ... 30

3.8Aspek Etik Penelitian ... 30

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil Penelitian ... 32

4.2Pembahasan ... 35

4.3Uji Hipotesis ... 35

5. SIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1Simpulan ... 37

5.2Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

LAMPIRAN ... 42

(5)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Konstituen propolis dari berbagai daerah di dunia ... 24

Tabel 4.1 Waktu penyembuhan luka yang dibutuhkan subjek penelitian .... 32

Tabel 4.2 Uji normalitas data pre-test... 33

Tabel 4.3 Uji homogenitas varians ... 34

Tabel 4.4 Uji ANAVA satu arah ... 34

(6)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram skematis struktur kulit ... 5

Gambar 2.2 Histologi kulit secara mikroskopis dan skematis ... 6

Gambar 2.3 Proses penyembuhan luka ... 12

Gambar 2.4 Fase inflamasi ... 14

Gambar 2.5 Sintesis matriks pada proses penyembuhan luka ... 16

Gambar 2.6 Sarang lebah ... 22

Gambar 2.7 Propolis ... 22

(7)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 ... 42

Lampiran 2 ... 43

Lampiran 3 ... 46

Lampiran 4 ... 47

Lampiran 5 ... 48

Lampiran 6 ... 49

(8)

Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka dapat terjadi pada manusia dalam kehidupan sehari-hari. Luka adalah

diskontinuitas jaringan tubuh yang dapat disebabkan oleh agen fisik, kimia, atau

mikrobiologi (Saroja, et al., 2012). Daerah yang umumnya menderita luka adalah

organ tubuh yang terletak paling luar, yaitu kulit. Contoh jenis luka yang dapat

terjadi adalah luka lecet, maupun luka iris. Luka akan menyebabkan terjadinya

rasa nyeri pada seseorang serta menjadi media masuknya kuman yang dapat

mengakibatkan infeksi (Syarif M. Wasitaatmadja, 2010).

Proses penyembuhan luka yang normal terdiri dari empat proses: homeostasis,

inflamasi, proliferasi, dan remodeling, yang membutuhkan waktu keseluruhan

kurang lebih 16 hari (Saroja, et al., 2012). Seringkali waktu penyembuhan luka

yang lama menambah ketidaknyamanan seseorang. Selain itu waktu

penyembuhan luka yang lama dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi yang

dapat memperparah keadaan luka.

Berbagai usaha dilakukan oleh manusia untuk menyembuhkan luka, misalnya

dengan memberikan obat antiseptik antara lain povidone iodine 10% atau yang

lebih dikenal sebagai betadine.

Pengobatan alternatif telah populer di berbagai belahan dunia sejak tahun 2000

(El-Rahman, 2010). Obat tradisional telah diterima secara luas di negara maju dan

di negara berkembang, termasuk Indonesia. WHO (Badan Kesehatan Dunia)

menyatakan bahwa 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

negara berkembang telah menggunakan obat tradisional (RSI Sultan Agung,

2010). Penggunaan obat tradisional buatan pabrik lebih disukai masyarakat

Indonesia dibandingkan dengan penggunaan obat tradisional buatan sendiri atau

jamu gendong (Supardi, et al., 2003).

Propolis merupakan bahan alami yang dikumpulkan oleh lebah spesies Apis

(9)

Universitas Kristen Maranatha

digunakan sebagai perekat untuk membangun serta membersihkan sarangnya

(Marghitas, et al., 2013). Propolis telah digunakan sebagai pengobatan tradisional

sejak peradaban sebelum masehi oleh bangsa Mesir dan sebagai penyembuh luka

oleh dokter pada masa perang dunia kedua (Hegazi, 2000). Penggunaan propolis

sebagai obat tradisional terutama sebagai imunomodulator, anti-inflamasi,

antioksidan, antibakteri, antivirus, antifungal, antiparasit, dan antikanker

(Watanabe, et al., 2011). Hipocrates merekomendasikan propolis sebagai bahan

obat yang dapat menyembuhkan luka (Hasan, 2010). Efek farmakologis propolis

yang dihasilkan di daerah dengan iklim tropis lebih bervariasi dibandingkan

dengan daerah lainnya (Ramos & Miranda, 2007). Popularitas dan penggunaan

propolis di Indonesia sebagai obat tradisional berbagai masalah kesehatan

meningkat pesat sejak tahun 2006. Berbagai bentuk sediaan propolis yang

diproduksi pabrik beredar luas hampir di seluruh Indonesia (Trubus, 2010).

Namun, penelitian tentang propolis sebagai agen antimikroba dan hubungannya

dengan lama waktu penyembuhan luka masih terbatas (Marghitas, et al., 2013).

1.2 Identifikasi Masalah

Apakah pemberian propolis Indonesia merek “X” topikal mempercepat

penyembuhan luka pada mencit jantan galur Swiss-Webster.

1.3 Tujuan Penelitian

Ingin mengetahui apakah pemberian propolis Indonesia merek “X” topikal

mempercepat penyembuhan luka pada mencit jantan galur Swiss-Webster.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dalam bidang

(10)

Universitas Kristen Maranatha

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai manfaat dari propolis sebagai salah satu obat alternatif untuk

mempercepat penyembuhan luka.

1.5 Kerangka Pemikiran

Lebih dari 300 konstituen telah diidentifikasi dalam sampel propolis, yang

proporsinya berbeda-beda tergantung pada lokasi dan waktu diproduksinya

propolis (Kuropatnicki, et al., 2013). Beberapa kandungan kimiawi dalam

propolis diantaranya flavonoid, polifenol, caffeic acid phenethyl ester (CAPE),

caffeic acid (CA), terpenes, sequisterpenes, quinones, kumarin, dan masih banyak

lagi (Bogdanov, 2012). Berbagai efek biologis propolis terutama disebabkan oleh

kandungan flavonoid dan CAPE (El-Rahman, 2010).

Pada jejas jaringan tubuh, limfosit Th1 akan memproduksi interleukin (IL)-2

dan limfosit Th2 akan memproduksi IL-4 sebagai respon inflamasi. IL-2 dan IL-4

akan merangsang monosit/makrofag untuk memproduksi IL-1β dan IL-12 yang

merupakan sitokin proinflamasi. Kandungan flavonoid dan CAPE dalam propolis

menekan sintesis DNA dari peripheral blood mononuclear cells (PBMC) dan

limfosit T. Penekanan sintesis DNA pada PBMC dan limfosit T menurunkan

produksi sitokin proinflamasi. Flavonoid dan CAPE meningkatkan produksi

tumor growth factor (TGF)-β1 dari limfosit T regulator yang berperan sebagai

faktor pertumbuhan jaringan (Ansorge, et al., 2003). CAPE menghambat

pembentukan asam arakidonat dan prostaglandin melalui jalur lipooksigenase

selama proses inflamasi (Bogdanov, 2012). Flavonoid sebagai salah satu

kandungan dalam propolis memiliki efek antioksidan yang akan melawan radikal

bebas. Interaksi antara flavonoid, CAPE dan kandungan polifenol lain dalam

propolis menghasilkan efek antibakteri. Efek anti-inflamasi, imunomodulator,

antioksidan, dan antibakteri dari flavonoid dan CAPE dalam propolis akan

memperpendek waktu inflamasi dalam proses penyembuhan luka (Marghitas, et

(11)

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Hipotesis

Pemberian propolis Indonesia merek “X” topikal mempercepat penyembuhan

(12)

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Propolis Indonesia merek “X” mempercepat penyembuhan luka pada mencit

jantan galur Swiss-Webster.

5.2 Saran

 Penelitian dengan bahan penelitian propolis Indonesia merek “X” yang dibuat dalam berbagai dosis untuk mendapatkan dosis minimal pemberian

secara topikal yang memberikan hasil optimal terhadap waktu

penyembuhan luka.

 Penelitian dengan menggunakan pemeriksaan jaringan secara mikroskopis untuk mengetahui efek lokal yang ditimbulkan oleh propolis Indonesia

merek “X” pada penggunaan topikal.

 Penelitian dengan bahan penelitian propolis Indonesia murni yang dibuat dalam berbagai dosis untuk mendapatkan dosis minimal pemberian secara

topikal yang memberikan hasil optimal dan untuk mendapatkan dosis

(13)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Kamajaya Mulyana

NRP : 1110176

Tempat, Tanggal Lahir : Cirebon, 25 April 1993

Alamat : Jl. Wartawan II No. 28, Bandung

E-mail : mulyana.kamajaya@gmail.com

Agama : Islam

Riwayat Pendidikan :

 TK Islam Al-Azhar, Cirebon, lulus tahun 1999

 SD Islam Al-Azhar 03, Cirebon, lulus tahun 2005

 SMP Negeri 2, Bandung, lulus tahun 2008

 SMA Negeri 2, Bandung, lulus tahun 2011

(14)

EFEK PROPOLIS INDONESIA MEREK “X” DALAM MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN LUKA

PADA MENCIT JANTAN GALUR Swiss-Webster

THE EFFECT OF INDONESIAN PROPOLIS BRAND “X” IN ACCELERATING WOUND HEALING

ON MALE Swiss-Webster MICE

Sri Nadya J. Saanin1, Kamajaya Mulyana2

1Bagian Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, 2Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha

Jalan Prof. Drg. Suria Sumantri MPH No. 65 Bandung 40164 Indonesia

ABSTRAK

Luka pada kulit sering terjadi dan dapat dialami oleh setiap individu. Luka dapat disebabkan oleh agen fisik, kimia, atau mikrobiologi. Berdasarkan mekanisme jejasnya, luka dibagi atas luka insisi, kontusi, laserasi, tusukan, avulsi, dan luka bakar. Obat-obatan yang tersedia untuk menangani luka dapat menimbulkan efek samping, seperti efek sitotoksik. Propolis digunakan sebagai pengobatan alternatif dalam menyembuhkan luka.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pemberian propolis Indonesia merek “X” secara topikal dapat mempercepat penyembuhan luka pada mencit jantan galur

Swiss-Webster.

Penelitian ini bersifat eksperimental sungguhan, memakai rancangan acak lengkap (RAL), bersifat komparatif. Dua puluh satu ekor mencit jantan galur Swiss-Webster berumur 8 minggu, berat badan 25-30 gram, dibagi secara acak dalam 3 kelompok perlakuan (n = 7). Luka sayat dibuat pada kulit terluar punggung mencit sepanjang 20 mm dan sedalam 2 mm. Kelompok kontrol diberi akuades, kelompok pembanding diberi povidone-iodine 10%, kelompok propolis diberi larutan propolis 1%. Data yang diamati adalah lama penyembuhan luka dalam hari. Analisis data menggunakan uji ANAVA satu arah dilanjutkan dengan post hoc

Tukey’s HSD (α = 0,05).

Hasil penelitian menunjukkan rerata waktu penyembuhan luka yang dibutuhkan subjek penelitian pada kelompok propolis 13,71 hari dan kelompok pembanding 12,43 hari. Hasil kedua kelompok tersebut menunjukkan waktu yang lebih cepat secara sangat signifikan dibandingkan rerata waktu kelompok kontrol yaitu 16,29 hari (p = 0,00). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara waktu penyembuhan luka pada kelompok propolis dan kelompok pembanding (p = 0,055).

Simpulan penelitian adalah propolis Indonesia merek “X” mempercepat penyembuhan luka pada mencit jantan galur Swiss-Webster.

(15)

ABSTRACT

Currently wound on the skin often happens and experienced by every individuals. Wounds can be caused by physical, chemical, or microbiology agents. Based on the mechanism of injury, wounds are divided into the incisions, contusions, lacerations, punctures, avulsions, and burns. Drugs that are available to treat wounds are known to cause side effects, such as cytotoxic effect. Propolis can be used as alternative medicine in wound treatments.

The purpose of this study was to know whether the use of topical Indonesian propolis brand “X” accelerates the wound healing on male Swiss-Webster mice.

The methods of this study was true experimental complete random design. Twenty one male Swiss-Webster mice, 8 weeks old, weight 25-30 grams, divided randomly into 3 treatment groups (n = 7). The cut was made at the outer most dorsal skin, 20 mm in length, 2 mm deep. The control group was given aquadest, the comparison group was given Povidone-iodine 10%, the propolis group was given 1% propolis solution. The analyzed data was the length of wound healing time measured in days. The data was analyzed using ANOVA test and post hoc Tukey’s HSD (a = 0,05).

The result of this study showed that the average on wound healing time process of the propolis group was 13,71 days, and the comparison group was 12,43 days. The result of both group showed that healing time accelerated highly significant, compared with control which was 16,29 days (p = 0,00). There was no significant difference between the wound healing time of the propolis group and the comparison group (p = 0,055).

The conclusion finds that Indonesian propolis brand “X” accelerates wound healing on male Swiss-Webster strain mice.

Keywords : propolis, wound healing

PENDAHULUAN

Luka dapat terjadi pada manusia dalam kehidupan sehari-hari. Luka adalah diskontinuitas jaringan tubuh yang dapat disebabkan oleh agen fisik, kimia, atau mikrobiologi1. Daerah yang umumnya menderita luka adalah organ tubuh yang terletak paling luar, yaitu kulit. Contoh jenis luka yang dapat terjadi adalah luka lecet, maupun luka iris. Luka akan menyebabkan terjadinya rasa nyeri pada seseorang serta menjadi media masuknya kuman yang dapat mengakibatkan infeksi2. Proses penyembuhan luka yang normal terdiri dari empat proses: homeostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling, yang membutuhkan waktu keseluruhan kurang lebih 16 hari1. Seringkali waktu penyembuhan luka yang lama menambah ketidaknyamanan seseorang. Selain itu

waktu penyembuhan luka yang lama dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi yang dapat memperparah keadaan luka. Berbagai usaha dilakukan oleh manusia untuk menyembuhkan luka, misalnya dengan memberikan obat antiseptik antara lain povidone iodine 10% atau yang lebih dikenal sebagai betadine.

Pengobatan alternatif telah populer di berbagai belahan dunia sejak tahun 20003. Obat tradisional telah diterima secara luas di negara maju dan di negara berkembang,

termasuk Indonesia. WHO (Badan

Kesehatan Dunia) menyatakan bahwa 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat tradisional (RSI Sultan Agung, 2010). Penggunaan obat tradisional buatan pabrik lebih disukai masyarakat

Indonesia dibandingkan dengan

(16)

Propolis merupakan bahan alami yang dikumpulkan oleh lebah spesies Apis mellifera dari berbagai tanaman, dicampur dengan enzim liur lebah, dan digunakan sebagai perekat untuk membangun serta membersihkan sarangnya5. Propolis telah digunakan sebagai pengobatan tradisional sejak peradaban sebelum masehi oleh bangsa Mesir dan sebagai penyembuh luka oleh dokter pada masa perang dunia kedua6. Penggunaan propolis sebagai obat

tradisional terutama sebagai

imunomodulator, anti-inflamasi,

antioksidan, antibakteri, antivirus, antifungal, antiparasit, dan antikanker7. Hipocrates merekomendasikan propolis

sebagai bahan obat yang dapat

menyembuhkan luka. Efek farmakologis propolis yang dihasilkan di daerah dengan iklim tropis lebih bervariasi dibandingkan dengan daerah lainnya8. Popularitas dan penggunaan propolis di Indonesia sebagai obat tradisional berbagai masalah kesehatan meningkat pesat sejak tahun 2006. Berbagai bentuk sediaan propolis yang diproduksi pabrik beredar luas hampir di seluruh Indonesia. Namun, penelitian tentang propolis sebagai agen antimikroba dan hubungannya dengan lama waktu penyembuhan luka masih terbatas5.

METODOLOGI

Penelitian ini bersifat eksperimental

sungguhan dan memakai rancangan

percobaan acak lengkap (RAL). Data yang diamati adalah rata-rata hari yang dibutuhkan oleh setiap kelompok mencit untuk menutupnya luka dengan sempurna. Hewan coba yang digunakan adalah mencit jantan galur Swiss-Webster, berumur 8 minggu, dengan berat badan antara 25-30 gram, yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Klinik Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Mencit dipelihara di dalam kandang yang berisi

sekam padi sambil diberi makan pelet, air minum, dan diadaptasikan selama satu minggu.

Propolis merek “X” yang digunakan pada penelitian ini mengandung larutan propolis 1%. Propolis merek “X” diproduksi oleh PT. Melia Nature Indonesia dan diperoleh dari salah satu apotik di Bandung. Povidone-iodine 10% diperoleh dari salah satu apotik di

Bandung. Akuades diperoleh dari

Laboratorium Farmakologi Klinik Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

Pertama-tama, bulu pada bagian

punggung mencit dicukur dengan

menggunakan pisau cukur. Mencit diberi anestesi umum Ketamin dengan dosis 0,025 mg / 0,05 ml / mencit secara IM. Tindakan antiseptik dilakukan dengan menggunakan kapas yang dibasahi alkohol 70% pada bagian punggung mencit yang telah dicukur lalu dibuat luka sayat dengan panjang 20 mm, dan dalam 2 mm ( full-thickness wound) dengan pisau bedah steril yang diukur dengan jangka sorong. Darah yang keluar dibersihkan dengan akuades dengan cara dialirkan sampai perdarahan berhenti.

Segera setelah pembuatan luka, beri perlakuan yang berbeda pada tiap kelompok mencit, yaitu kelompok 1, luka sayat tidak diobati (Akuades); kelompok 2, luka sayat diobati dengan povidone-iodine

10%; kelompok 3, luka sayat diobati dengan larutan propolis 1%. Perlakuan pada kelompok I - III dilakukan setiap hari satu kali secara topikal menggunakan

cotton bud sampai luka sayat menutup sempurna. Luka dibiarkan terbuka selama penelitian. Pengukuran panjang luka dengan jangka sorong dilakukan setiap hari sampai semua mencit sembuh (luka sayat menutup secara visual).

(17)

HASIL DAN PEMBAHASAN

terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara setidaknya dua kelompok perlakuan yang diuji. Untuk menentukan kelompok-kelompok yang berbeda, uji ANAVA dilanjutkan dengan post-hoc test Tukey’s

HSD. Hasil uji ANAVA dijabarkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Uji ANAVA satu arah

Sum of

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok kontrol positif dan kelompok propolis. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara

kontrol positif dan propolis. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemberian larutan propolis 1% sama efektifnya dibandingkan pemberian

povidone-iodine 10% untuk mempercepat

penutupan luka

Tabel 2. Hasil multiple comparisons untuk Tukey’s HSD

(I) Kelompok Perlakuan

(J) Kelompok Perlakuan

Mean Difference

(I-J) Sig.

Tukey HSD Kontrol Negatif Kontrol Positif 3.857* .000

Propolis 2.571* .000

Kontrol Positif Kontrol Negatif -3.857

* .000

Propolis -1.286 .055

Propolis Kontrol Negatif -2.571

* .000

Kontrol Positif 1.286 .055

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan yang paling efektif dalam mempercepat penutupan luka adalah pemberian larutan povidone-iodine 10% (rata-rata 12.43 hari), diikuti oleh larutan propolis 1% (13.71 hari) dan kontrol negatif akuades (16.29 hari). Sesuai dengan pendapat Ramos A. F. N. dan Miranda J. L.

bahwa propolis menyebabkan

penyembuhan luka yang lebih baik dengan menurunkan respons inflamasi pada luka8.

Hasil penelitian McLennan SV

menunjukkan bahwa propolis

menghambat infiltrasi neutrofil dan makrofag, serta menghambat aktivitas

(18)

mempercepat penyembuhan luka. Penyembuhan luka berhubungan secara langsung dengan proses inflamasi, dan apabila proses inflamasi tidak berlangsung terlalu berat, deposisi mediator-mediator penyembuhan dan filamen kolagen akan meningkat. Inflamasi berkepanjangan akan menyebabkan nekrosis jaringan, sehingga terjadi kerusakan jaringan lebih jauh dan menghambat proses penyembuhan luka. Propolis mempercepat penyembuhan luka melalui aktivitas antioksidan dan antimikrobialnya. Radikal bebas dapat menghambat proses regenerasi sel, sehingga penyingkiran radikal bebas oleh flavonoid propolis dapat memungkinkan regenerasi jaringan dengan normal8.

KESIMPULAN

Propolis Indonesia merek “X” mempercepat penyembuhan luka pada mencit jantan galur Swiss-Webster.

DAFTAR PUSTAKA

1. Saroja M, Santhi R, Annapoorani S. Asian Pacific Journal of Cancer

Prevention In Swiss Albino Mice. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. 2012.

2. Syarif MW. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.

3. El-Rahman SSA. West-Libyan Propolis And Rosemary Have Synergistic Anti-tumor Effect Against

12-0-Tetradecanoylphorbol 13-Acetate-induced Skin Tumor in BULB/C Mice Previously Initiated With 7,12-Dimethylbenz[a]anthracene. Basic and Applied Pathology. 2010.

4. Supardi S, Nurhadiyanto F, WittoEng S. Penggunaan Obat Tradisional Buatan Pabrik dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia. 2003.

5. Marghitas LA, Dezmirean DS, Bobis O. Important Developments in Romanian Propolis Research. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. 2013;: p. 1.

6. Hegazi A. Propolis An Interview. National Research Center. 2000. 7. Watanabe MAE, Amarante MK, Conti

BJ, Sforcin JM. Cytotoxic Constituents Of Propolis Inducing Anticancer Effects: A Review. Journal of Pharmacy and Pharmacology. 2011.

8. Ramos AFN, Miranda JL. PROPOLIS: A REVIEW OF ITS

(19)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Agung, R. S. (2010). www.rsisultanagung.co.id. Retrieved 2014, from http://www.rsisultanagung.co.id/v1.1/index.php?option=com_content&vie w=article&id=570&Itemid=68

Ansorge, S., Reinhold, D., & Lendeckel, U. (2003). Propolis and Some of its Constituents Down-Regulate DNA Synthesis and Inflammatory Cytokine Production but Induce TGF-beta 1 Production of Human Immune Cells. Z.

Naturforsch.

Augustine. (2011). World Congress On Ecological Sustainability. Retrieved 2014,

from

http://www.wcoes.org/2011/05/cellphones-cause-bees-to-swarm-to-their.html

Bankova, V. (2005). Recent Trends and Important Developments in Propolis Research. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine.

Bogdanov, S. (2012). Propolis: Composition, Health, Medicine. Bee Product

Science.

Brunicardi, F., Andersen, D., Billiar, T., Dunn, D., Hunter, J., Matthews, J., & Pollock, R. (2014). Schwartz's Principles of Surgery (10th ed.). New York, NY: McGraw-Hill.

Burdock, G. A. (1998). Review of the biological properties and toxicity of bee propolis (propolis). Food and Chemical Toxicology, 36(4), 347-363.

Burks, R. (1998). Povidone-iodine solution in wound treatment. Physical

Therapy, 78(2), 212-218.

Daley, B., & Geibel, J. (2014). Wound Care Treatment & Management. Retrieved

October 22, 2014, from

http://emedicine.medscape.com/article/194018-treatment

Dobrowolski, Vohora, Sharma, Shah, Naqvi, & Dandiya. (1991). Antibacterial, antifungal, antiamoebic, antiinflammatory and antipyretic studies on propolis bee products. Journal of Ethnopharmacology, 35(1), 77-82.

Drosou, A., Falabella, A., & Kirsner, R. (2003). Antiseptics on Wounds: An Area of Controversy. Wounds, 15(5).

(20)

Universitas Kristen Maranatha

Eming, S., Krieg, T., & Davidson, J. (2007). Inflammation in Wound Repair: Molecular and Cellular Mechanisms. Journal of Investigative Dermatology, 127, 514-525.

Graham, J. (2014). Wikipedia. Retrieved 2014, from

http://en.wikipedia.org/wiki/Carniolan_honey_bee

Greenaway, W., Scasbroock, T., & Whatley, F. (1990). The composition and plant origins of propolis: A report of work at Oxford. Bee World.

Guo, S., & DiPietro, L. (2010). Factors Affecting Wound Healing. Journal of

Dental Research, 89(3), 219-229.

Hall, J. E. (2010). Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology (12th ed.). Philadelphia, PA: Saunders-Elsevier.

Hasan, A. Z. (2010). Sehat & Cantik dengan Propolis. Bogor, Indonesia: IPB.

Hegazi, A. (2000). Propolis An Interview. National Research Center.

Huleihel, & Isanu. (2002). Anti-herpes simplex virus effect of an aqueous extract of propolis. Israel Medical Association Journal, 4(11), 923-927.

Kuropatnicki, A., Szliszka, E., & Krol, W. (2013). Historical Aspects of Propolis Research in Modern Times. Evidence-Based Complementary and

Alternative Medicine.

Kuropatnicki, A., Szliszka, E., & Krol, W. (2013). Historical Aspects of Propolis Research in Modern Times. Evidence-Based Complementary and

Alternative Medicine. Retrieved October 22, 2014, from

http://www.hindawi.com/journals/ecam/2013/964149/

Linnaeus. (1758). www.itis.gov. Retrieved November 13, 2014, from http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&searc h_value=154396

Marghitas, L. A., Dezmirean, D. S., & Bobis, O. (2013). Important Developments in Romanian Propolis Research. Evidence-Based Complementary and

Alternative Medicine, 1.

Marghitas, L. A., Dezmirean, D. S., & Bobis, O. (2013). Important Developments in Romanian Propolis Research. Evidence-Based Complementary and

Alternative Medicine.

Mescher, A. L. (2013). Junqueira's Basic Histology (13th ed.). New York, NY: McGraw-Hill.

(21)

Universitas Kristen Maranatha

Ramos, A., & Miranda, J. (2007). Propolis: A Review of Its Anti-Inflammatory And Healing Properties. Journal of Venomous Animals and Toxins

including Tropical Diseases, 13(4), 706.

Saroja, M., Santhi, R., & Annapoorani, S. (2012). Asian Pacific Journal of Cancer Prevention In Swiss Albino Mice. Asian Pacific Journal of Cancer

Prevention.

Sherwood, L. (2008). Human Physiology: From Cells to Systems (7th ed.). Belmont: Thomson Brooks/Cole.

Sinreih, M. (2011). www.wikimedia.org. Retrieved 2014, from

http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Propolis_1.JPG

Standring, S. (2008). Gray's Anatomy: The Anatomical Basis for Clinical Practice (40th ed.). London: Elsevier Churchill-Livingstone.

Supardi, S., Nurhadiyanto, F., & WittoEng, S. (2003). Penggunaan Obat Tradisional Buatan Pabrik dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia. Jurnal

Bahan Alam Indonesia.

SV, M., J, B., S, M., L, L., & A, C. (2008). The Anti-Inflammatory Agent Propolis Improves Wound Healing In A Rodent Model of Experimental Diabetes. PubMed.

Syarif, M. (2010). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (6 ed.). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

System, I. T. (n.d.). www.itis.gov. Retrieved November 13, 2014

Townsend Jr., C. M. (2008). Sabiston Textbook of Surgery (18 ed.). Saunders.

Trubus. (2010). Trubus.

Vancouver Island Health Authority. (2007). Wound and Skin Care Clinical

Guidelines. Vancouver: VIHA.

Wagh, V. (2013). Propolis: A Wonder Bees Product and Its Pharmacological Potentials. Advances in Pharmacological Sciences, 2013, 11.

Walker, P., & Crane, E. (1987). Constituents of Propolis. Apidologie, 18, 327-334.

Wasitaatmadja, S. M. (2010). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI.

Watanabe, M. A., Amarante, M. K., Conti, B. J., & Sforcin, J. M. (2011). Cytotoxic Constituents Of Propolis Inducing Anticancer Effects: A Review. Journal of Pharmacy and Pharmacology.

(22)

Universitas Kristen Maranatha

Gambar

Gambar 2.1 Diagram skematis struktur kulit ...................................................
Tabel 1. Uji ANAVA satu arah

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tersebut berisi tentang pembuatan game edukasi ” TTS Asam Basah ” sebagai media pembelajaran Kimia tentang asam dan basah larutan Kimia menggunakan metode

Hal tersebut menunjukkan efektifitas kinerja dari ventilasi alamiah pada zona bukaan atas cukup baik, dimana udara lingkungan luar yang biasanya suhunya lebih rendah dari

As “leaders make connections between people and between the present and the future” (Kausez and Posner, 2002. 390), this article specifically will explore a significant role of the

Sonolisis Rhodamin B Pada Suhu Optimum Dengan Penambahan TiO 2 (Hasil Sintesa Secara Sol-gel Dengan Suhu Pemanasan 500 o C).. Sebanyak 25 mL larutan rhodamin B 2

pembelajaran dimulai, suasana kelas terlihat kondusif. Guru kelas VI saat mengajar selalu memiliki variasi sehingga kelas tersebut selalu terlihat kondusif. Selain

Mesin dapat digunakan untuk produksi massal maupun proses bending khusus. Data jumlah produksi dapat ditampilkan melalui HMI sehingga

This study is aimed to find out about teachers’ perception on the difficulties in teaching English in Satya Wacana Christian Junior High school.. Two

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan oleh Penulis, penjelasan Laporan Tugas Akhir telah diuraikan pada bab sebelumnya mengenai “Penerapan Metode