• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji antiinflamasi dekokta daun Macaranga tanarius L. pada mencit galur swiss terinduksi karagenin.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji antiinflamasi dekokta daun Macaranga tanarius L. pada mencit galur swiss terinduksi karagenin."

Copied!
192
0
0

Teks penuh

(1)

Antonia Vidya Kartika

128114082

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

INTISARI

Inflamasi merupakan respon tubuh terhadap adanya gangguan atau kerusakan dalam

jaringan.

Macaranga tanarius

L. merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai

antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek antiinflamasi dekokta daun

Macaranga tanarius

L. terhadap penurunan udema telapak kaki belakang mencit yang diinduksi

karagenin.

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap

pola searah. Dua puluh lima ekor mencit dibagi secara acak menjadi lima kelompok. Kelompok I

diberikan aquadest, kelompok II diberikan larutan diklofenak, sedangkan kelompok III, IV, dan

V diberikan dekokta daun

Macaranga tanarius

L. dosis 833,33; 1667,67; serta 3333,33

mg/kgBB secara oral. Udema pada kaki mencit diukur menggunakan jangka sorong selama enam

jam setelah mencit terinduksi karagenin 1% secara subplantar. Analisis hasil dilakukan dengan

menghitung AUC ketebalan udema kaki mencit kemudian dianalisis secara statistik dengan uji

Shapiro-Wilk dilanjutkan analisis Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dekokta daun

Macaranga tanarius

L. memiliki

efek antiinflamasi. Persen penghambatan inflamasi oleh dekokta daun

Macaranga tanarius

L.

pada dosis 833,33; 1667,67; dan 3333,33 mg/kgBB berturut-turut adalah 25,72; 30,26; dan

23,49%. Persen potensi relatif daya antiinflamasi dekokta daun

Macaranga tanarius

L. pada

dosis 833,33; 1667,67; dan 3333,33 mg/kgBB berturut-turut adalah 47,14; 55,93; dan 43,42%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat kekerabatan antara peringkat dosis dekokta

daun

Macaranga tanarius

L. dengan efek antiinflamasi yang ditimbulkan.

(2)

Antonia Vidya Kartika

128114082

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

ABSTRACT

Inflammation is a body response to substance interference or damaged body tissue.

Macaranga tanarius L. is one of plants that can be used as anti-inflammatory agents. This

research aimed to prove the anti-inflammatory effect of Macaranga tanarius L. leaves decoction

in reducing edema in carrageenan induced hind paw edema.

This research was purely experimental research with randomized complete direct

sampling design. A total twenty five Swiss mice were divided randomly into five treatment

groups. Group I was given aquadest, group II was given diclofenac, and group III, IV, V were

given decoction of Macaranga tanarius L. leaves dosed of 833.33; 1667.67; and 3333.33 mg/kg

BW orally. Hind paw udema in mices was measured using a digital caliper for six hours started

after mice were induced by carrageenan 1%. Analysis of the data had done by calculating the

AUC of the thickness of hind paw edema, then the data had been statistically analyzed by

Shapiro-Wilk test continued by using the analysis of Krusskal-Wallis test

and Mann-Whitney test

with the 95% trust scale.

The result of this research showed that Macaranga tanarius L. leaves decoction had an

anti-inflammatory effect. The percentage of inflammation inhibition by Macaranga tanarius L.

leaves decoction from the smallest dose to the largest dose 833.33; 1667.67; and 3333.33 mg/kg

BW were 25.72; 30.26; and 23.49%. The relative potency of anti-inflammatory power of

Macaranga tanarius L. leaves decoction from dose 833.33; 1667.67; and 3333.33 mg/kg BW

were 47.14; 55.93; and 43.42%. This research showed that there was no relation between the

dose and the anti-inflammatory effects.

(3)

UJI ANTIINFLAMASI DEKOKTA DAUN

MENCIT GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENIN

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

UJI ANTIINFLAMASI DEKOKTA DAUN Macaranga tanarius

MENCIT GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh :

Antonia Vidya Kartika

NIM : 128114082

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2015

Macaranga tanarius L. PADA

(4)

UJI ANTIINFLAMASI DEKOKTA DAUN

MENCIT GALUR SWISS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

i

UJI ANTIINFLAMASI DEKOKTA DAUN Macaranga tanarius

MENCIT GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh :

Antonia Vidya Kartika

NIM : 128114082

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2015

Macaranga tanarius L. PADA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu

kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa harus kehilangan semangat” –

Winston Chucill

(8)
(9)

vi

PRAKATA

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,

kasih dan rahmat karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “UJI ANTIINFLAMASI DEKOKTA DAUN Macaranga tanarius L.

PADA MENCIT GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENIN” dengan baik

dan lancar. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk

memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm.) Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahda dalam penyusunan skripsi ini telah melibatkan

bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh

karena itu, tanpa mengurangi rasa hormat, pada kesempatan ini penulis hendak

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing dan Dosen

Penguji pada skripsi ini, atas segala bimbingan, bantuan, motivasi, dan saran

yang diberikan kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi ini

3. Bapak Christianus Heru Setiadan, M.Sc., Apt. selaku Dosen Pembimbing

dan Dosen Penguji pada skripsi ini, atas segala bimbingan, bantuan, motivasi,

dan saran yang diberikan kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi ini

4. Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji pada skripsi ini yang

(10)

vii

5. Damiana Sapta Candrasari, M.Sc. selaku Dosen Penguji pada skripsi ini yang

telah memberikan kritik dan saran kepada penulis

6. Ibu Agustina Setiadati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas

Farmasi yang telah memberikan izin dalam penggunaan semua fasilitas

laboratorium untuk kepentingan dan keberlangsungan skripsi tersebut

7. Bapak Yohanes Ddiatmaka, M.Si. yang telah memberikan bantuan dalam

melakukan determinasi Macaranga tanarius L.

8. Bapak Heru, Bapak Pardjiman, Bapak Kayat, Bapak Agung, Bapak Wagiran

selaku laboran Laboratorium Fakultas Farmasi atas bantuan dan dukungannya

kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi ini

9. Keluarga tercinta Bapak Antonius Kartolo, M.Pd., Ibu Fransiska Romana

Rusmiyati, S.Pd., Adik Fansiscus Brilian Adhi Kartika dan Cicilia Madha

Tria Kartika, atas segala cinta, nasihat, dukungan, dan doa yang selalu

mengiringi penulis

10. Rekan-rekan Tim Macaranga tanarius L. yaitu Nurul Kusumadardani, Silvia

Ddi Puspa Susanti, dan Kristiyani Iradati atas segala kerja sama, dukungan

dan bantuan dalam melaksanakan penelitian

11. Yoseph Seno Triadiasdoro, S.T., yang selalu menemani penulis dengan doa,

semangat, kasih sayang, kesabaran, dan bantuan yang diberikan demi

tersusunnya skripsi ini

12. Teman-teman FKK B 2012 dan teman-teman Fakultas Farmasi USD 2012

(11)

viii

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis yang telah

ikut membantu selama proses penyusunan skripsi ini

Penulis menyadari bahda dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan,

mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh penulis.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan

ilmu pengetahuan dan bagi masyarakat.

Yogyakarta, 6 Januari 2016

(12)
(13)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ……… iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….………… iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……….. v

PRAKATA ……….………… vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… ix

DAFTAR ISI ……….…………. x

DAFTAR TABEL ……….…………. xv

DAFTAR GAMBAR ……….………… xvii

DAFTAR LAMPIRAN ……….…………. xix

INTISARI ……….………….. xxiv

ABSTRACT ……….………… xxv

BAB I. PENGANTAR ……….……….. 1

A. Latar Belakang Penelitian ……….……….. 1

1. Permasalahan ………. 5

2. Keaslian Penelitian ……….………… 6

3. Manfaat Penelitian ………. 7

B. Tujuan Penelitian ……… 8

(14)

xi

2. Tujuan Khusus ……….. 8

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA .……….………. 9

A. Macaranga tanarius L. ……….. 9

1. Taksonomi ……… 9

2. Keterangan Botani ……….………… 9

3. Morfologi ……….…………. 10

4. Kandungan Kimia ……….………… 11

5. Khasiat dan Kegunaan ……….………. 13

6. Ekologi Penyebaran dan Budidaya ……….. 14

B. Inflamasi ………..…… 14

1. Definisi ………..……. 14

2. Jenis Inflamasi ……….….. 15

3. Gejala Inflamasi ……….… 17

4. Mekanisme ……….… 19

C. Antiinflamasi ………... 23

D. Kalium Diklofenak ……….. 25

E. Senyada Fitokimia ……….. 27

F. Karagenin ……… 30

G. Metode Penyarian ………... 32

H. Metode Pengujian Efek Antiinflamasi ………... 33

I. Landasan Teori ……… 38

(15)

xii

BAB III. METODE PENELITIAN ……… 41

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ………. 41

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ……… 41

1. Variabel Utama ……….. 41

2. Variabel Pengacau ……….. 41

3. Definisi Operasional ……….. 42

C. Bahan Penelitian ………...….. 44

1. Bahan Utama ……….………... 44

2. Bahan Kimia ………... 45

D. Alat Penelitian ………. 45

1. Alat Pembuatan Serbuk Kering Daun Macaranga tanarius L. ……….. 45

2. Pembuatan Dekokta Daun Macaranga tanarius L. ………. 45

3. Alat Induksi Udema Telapak Kaki Belakang Mencit …….. 46

E. Tata Cara Penelitian ……… 46

1. Determinasi Tanaman Macaranga tanarius L. ………. 46

2. Pengumpulan Bahan Uji ……… 46

3. Pembuatan Simplisia dan Serbuk Daun Macaranga tanarius L. ……….. 47

4. Penetapan Kadar Air pada Serbuk Kering Daun Macaranga tanarius L. ……….. 47

5. Pembuatan Dekokta Macaranga tanarius L. ……… 48

(16)

xiii

Udema ……… 48

7. Pembuatan Larutan Diklofenak sebagai Obat Antiinflamasi ...………... 49

8. Penentuan Kontrol Negatif ………. 49

9. Pembuatan Inflamasi ……….. 49

10.Uji Pendahuluan ………. 49

11.Penyiapan Hedan Uji ………. 52

12.Pengelompokan Hedan Uji ……… 52

13.Pengukuran Aktivitas Antiinflamasi ………. 55

14.Identifikasi Kandungan Kimia Dekokta Daun Macaranga tanarius L. ……….. 56

F. Tata Cara Analisis Hasil ………. 58

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 60

A. Hasil Determinasi Tanaman Macaranga tanarius L. …………. 60

B. Penetapan Kadar Air Serbuk Daun Macaranga tanarius L. …... 61

C. Dekokta Daun Macaranga tanarius L………. 63

D. Hasil Uji Kandungan Kimia Dekokta Macaranga tanarius L. ... 64

E. Uji Pendahuluan ……….. 68

F. Uji Efek Antiinflamasi Dekokta Daun Macaranga tanarius L... 77

G. Hasil Pengujian Efek Antiinflamasi Dekokta Daun Macaranga tanarius L. ………... 80

1. Kontrol negatif (aquadest) ……… 89

(17)

xiv

3. Kelompok perlakuan dekokta daun Macaranga tanarius L.

dosis 833.33; 1667,67; 3333,33 mg/kg BB pada mencit

galur Sdiss yang terinduksi karagenenin 1% ………... 93

a. Kelompok perlakuan dekokta daun Macaranga tanarius L. dosis 833,33 mg/kgBB ……… 93

b. Kelompok perlakuan dekokta daun Macaranga tanarius L. dosis 1667,67 mg/kgBB ………... 95

c. Kelompok perlakuan dekokta daun Macaranga tanarius L. dosis 3333,33 mg/kgBB ……… 96

d. Perbandingan efek antiinflamasi antar kelompok perlakuan dekokta daun Macaranga tanarius L. ……… 97

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 107

A. Kesimpulan ………. 107

B. Saran ……… 108

DAFTAR PUSTAKA ……… 109

LAMPIRAN ……….. 117

(18)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Keaslian penelitian pada Macaranga tanarius L …….. 6

Tabel II. Analisis kandungan kimia dekokta daun Macaranga

tanarius L. ……….. 65

Tabel III. Rata-rata AUC tebal udema (mm.menit pada orientasi

dosis efektif diklofenak dan rentang daktu pemberian

karagenin 1% (n=5)………. 71

Tabel IV. Hasil uji LSD AUC total (mm.menit) pada orientasi

dosis efektif diklofenak dan rentang daktu pemberian

karagenin antara kelompok kontrol negatif dan

kelompok diklofenak rentang 15 menit ……… 73

Tabel V. Hasil uji LSD AUC total (mm.menit) pada orientasi

dosis efektif diklofenak dan rentang daktu pemberian

karagenin antara kelompok diklofenak rentang 15 dan

30 menit ………..………. 75

Tabel VI. Rata-rata AUC total (mm.menit) pada kelompok uji

antiinflamasi (n=5) ……….. 81

Tabel VII. Hasil uji Mann-Whitney AUC total (mm.menit) pada

kelompok uji antiinflamasi (n = 5) ……… 83

Tabel VIII. Rata-rata persen (%) penghambatan inflamasi pada

(19)

xvi

Tabel IX. Hasil uji Mann-Whitney persen (%) penghabatan

inflamasi pada kelompok uji antiinflamasi (n = 5) …….. 85

Tabel X. Rata-rata persen (%) potensi relatif daya antiinflamasi

pada kelompok uji antiinflamasi (n=5)……… 87

Tabel XI. Hasil uji Mann-Whitney persen (%) potensi relatif daya

(20)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur kandungan yang diisolasi dari M. tanarius L…. 12

Gambar 2. Struktur prenylflavonoid yang diisolasi dari M.

tanarius L. ……… 13

Gambar 3. Manifestasi lokal terjadinya inflamasi akut dan kronik ... 15

Gambar 4. Diagram mediator inflamasi dan tempat aksi obat

antiinflamasi ………. 23

Gambar 5. Struktur kimia kalium diklofenak ……… 26

Gambar 6. Flowchart pengelompokan hedan uji pada uji

pendahuluan ………. 53

Gambar 7. Flowchart pengelompokan hedan uji pada uji efek

antiinflamasi dekokta daun Macaranga tanarius L. …… 54

Gambar 8. Diagram batang rata-rata AUC total (mm.menit) pada

orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang daktu

pemberian karagenin antara kelompok kontrol negatif

dan kelompok diklofenak rentang 15 menit …………. 73

Gambar 9. Diagram batang rata-rata AUC total (mm.menit) pada

orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang daktu

pemberian karagenin 1% antara kelompok diklofenak

rentang 15 dan 30 menit ……… 75

(21)

xviii

kelompok uji antiinflamasi ………. 82

Gambar 11. Diagram batang rata-rata persen (%) penghambatan inflamasi pada kelompok uji antiinflamasi ………. 86

Gambar 12. Diagram batang rata-rata persen (%) potensi relatif daya antiinflamasi pada kelompok uji antiinflamasi ………... 89

Gambar 13. Kurva tebal udema (mm) masing-masing kelompok uji antiinflamasi ………. 90

Gambar 14. Proses pengeluaran radikal bebas pada inflamasi ……… 104

Gambar 15. Daun dan serbuk Macaranga tanarius L. ……… 118

Gambar 16. Dekokta daun Macaranga tanarius L. ………. 118

Gambar 17. Udema pada telapak kaki kiri mencit ……….. 119

Gambar 18. Pengukuran udema pada kaki mencit menggunakan jangka sorong ………... 119

Gambar 19. Uji Alkaloid ………. 120

Gambar 20. Uji Flavonoid ………... 120

Gambar 21. Uji Glikosida ………... 120

Gambar 22. Uji Saponin ……….. 120

Gambar 23. Uji Tanin ……….. 121

Gambar 24. Uji Terpenoid ………... 121

(22)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Daun Macaranga tanarius L. dan dekokta

Macaranga tanarius L. ………... 118

Lampiran 2. Cara pembuatan dan pengukuran udema pada kaki

mencit ………. 119

Lampiran 3. Hasil analisis kandungan kimia secara kualitatif pada

dekokta daun Macaranga tanarius L……….. 120

Lampiran 4. Surat pengesahan determinasi Macaranga

tanarius L. ………. 122

Lampiran 5. Surat Ethical Clearance (EC) ……… 123

Lampiran 6. Surat kalibrasi jangka sorong (Digital Caliper) ……. 124

Lampiran 7. Sertifikat penetapan kadar air serbuk daun

Macaranga tanarius L. ……….. 125

Lampiran 8. Cara menetapkan kadar air serbuk daun Macaranga

tanarius L. ……….. 126

Lampiran 9. Surat legalitas penggunaan aplikasi SPSS untuk

pengujian data secara statistik ……… 127

Lampiran 10. Perhitungan Dosis ……….. 128

Lampiran 11. Hasil analisis statistika data orientasi penentuan

dosis dan selang daktu pemberian kalium diklofenak

(23)

xx

diklofenak rentang 15 menit ……….. 131

Lampiran 12. Rata-rata AUC tebal udema dengan standar error

(SE) pada uji pendahuluan antara kelompok kontrol

negatif dan kelompok diklofenak rentang 15 menit

……….. 132

Lampiran 13. Hasil analisis dengan uji ANOVA satu arah dan uji

LSD nilai AUC total pada kelompok uji pendahuluan

antara kelompok kontrol negatif dan kelompok

diklofenak rentang 15 menit ………. 134

Lampiran 14. Hasil analisis statistika data orientasi penentuan dosis

dan selang daktu pemberian kalium diklofenak

antara kelompok diklofenak rentang 15 dan 30 menit

……….. 135

Lampiran 15. Rata-rata AUC tebal udema dengan standar error

(SE) pada uji pendahuluan antara kelompok

diklofenak rentang 15 dan 30 menit ……….. 136

Lampiran 16. Hasil analisis dengan uji ANOVA satu arah dan uji

LSD pada kelompok uji pendahuluan antara

kelompok diklofenak rentang 15 dan 30 menit …… 138

Lampiran 17. Hasil analisis uji statistik nilai AUC total pada uji

antiinflamasi dekokta daun M.tanarius L. ……….. 140

Lampiran 18. Rata-rata AUC tebal udema dan standard error (SE)

(24)

xxi

Lampiran 19. Hasil analisis uji Kruskal-Wallis nilai AUC total

pada kelompok uji antiinflamasi dekokta daun

M.tanarius L. ……… 143

Lampiran 20. Hasil analisis uji Mann-Whitney nilai AUC total

pada kelompok kontrol negatif uji antiinflamasi

dekokta daun M.tanarius L. ……… 144

Lampiran 21. Hasil analisis uji Mann-Whitney nilai AUC total

pada kelompok kontrol positif uji antiinflamasi

dekokta daun M.tanarius L. ……… 145

Lampiran 22. Hasil analisis uji Mann-Whitney nilai AUC total

pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi dekokta

daun M.tanarius L. ……….……… 146

Lampiran 23. Hasil analisis uji Mann-Whitney nilai AUC total

pada kelompok kontrol negatif uji antiinflamasi

dekokta daun M.tanarius L. ……… 147

Lampiran 24. Hasil uji statistik nilai persen (%) penghambatan

inflamasi pada kelompok uji antiinflamasi dekokta

M.tanarius L. ………. 148

Lampiran 25. Rata-rata persen (%) penghambatan inflamasi dan

standard error (SE) pada kelompok uji antiinflamasi

………. 149

Lampiran 26. Hasil Uji Kruskal-Wallis nilai persen penghambatan

(25)

xxii

Lampiran 27. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen penghambatan

inflamasi pada kelompok kontrol negatif uji

antiinflamasi ……… 152

Lampiran 28. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen penghambatan

inflamasi pada kelompok kontrol positif uji

antiinflamasi ……… 153

Lampiran 29. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen penghambatan

inflamasi pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi

……….. 154

Lampiran 30. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen penghambatan

inflamasi pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi

……….. 155

Lampiran 31. Hasil uji statistik nilai persen (%) potensi relatif daya

antiinflamasi pada kelompok uji antiinflamasi …… 156

Lampiran 32. Rata-rata dan standard error (SE) nilai persen (%)

potensi relatif daya antiinflamasi pada kelompok uji

antiinflamasi ……….. 157

Lampiran 33. Hasil Uji Kruskal-Wallis nilai persen potensi relatif

daya antiinflamasi pada kelompok uji antiinflamasi ... 159

Lampiran 34. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen potensi relatif

daya antiinflamasi pada kelompok kontrol negatif uji

antiinflamasi ……… 160

(26)

xxiii

daya antiinflamasi pada kelompok kontrol positif uji

antiinflamasi ………

161

Lampiran 36. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen potensi relatif

daya antiinflamasi pada kelompok perlakuan uji

antiinflamasi ……… 162

Lampiran 37. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen potensi relatif

daya antiinflamasi pada kelompok perlakuan uji

(27)

xxiv

INTISARI

Inflamasi merupakan respon tubuh terhadap adanya gangguan atau kerusakan dalam jaringan. Macaranga tanarius L. merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek antiinflamasi dekokta daun Macaranga tanarius L. terhadap penurunan udema telapak kaki belakang mencit yang diinduksi karagenin.

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Dua puluh lima ekor mencit dibagi secara acak menjadi lima kelompok. Kelompok I diberikan aquadest, kelompok II diberikan larutan diklofenak, sedangkan kelompok III, IV, dan V diberikan dekokta daun

Macaranga tanarius L. dosis 833,33; 1667,67; serta 3333,33 mg/kgBB secara oral. Udema pada kaki mencit diukur menggunakan jangka sorong selama enam jam setelah mencit terinduksi karagenin 1% secara subplantar. Analisis hasil dilakukan dengan menghitung AUC ketebalan udema kaki mencit kemudian dianalisis secara statistik dengan uji Shapiro-Wilk dilanjutkan analisis Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahda dekokta daun Macaranga tanarius

L. memiliki efek antiinflamasi. Persen penghambatan inflamasi oleh dekokta daun

Macaranga tanarius L. pada dosis 833,33; 1667,67; dan 3333,33 mg/kgBB berturut-turut adalah 25,72; 30,26; dan 23,49%. Persen potensi relatif daya antiinflamasi dekokta daun Macaranga tanarius L. pada dosis 833,33; 1667,67; dan 3333,33 mg/kgBB berturut-turut adalah 47,14; 55,93; dan 43,42%. Hasil penelitian menunjukkan bahda tidak terdapat kekerabatan antara peringkat dosis dekokta daun Macaranga tanarius L. dengan efek antiinflamasi yang ditimbulkan.

(28)

xxv

ABSTRACT

Inflammation is a body response to substance interference or damaged body tissue. Macaranga tanarius L. is one of plants that can be used as anti-inflammatory agents. This research aimed to prove the anti-anti-inflammatory effect of

Macaranga tanarius L. leaves decoction in reducing edema in carrageenan induced hind pad edema.

This research das purely experimental research dith randomized complete direct sampling design. A total tdenty five Sdiss mice dere divided randomly into five treatment groups. Group I das given aquadest, group II das given diclofenac, and group III, IV, V dere given decoction of Macaranga tanarius L. leaves dosed of 833.33; 1667.67; and 3333.33 mg/kg BW orally. Hind pad udema in mices das measured using a digital caliper for six hours started after mice dere induced by carrageenan 1%. Analysis of the data had done by calculating the AUC of the thickness of hind pad edema, then the data had been statistically analyzed by Shapiro-Wilk test continued by using the analysis of Krusskal-Wallis testand Mann-Whitneytest dith the 95% trust scale.

The result of this research shoded that Macaranga tanarius L. leaves decoction had an anti-inflammatory effect. The percentage of inflammation inhibition by Macaranga tanarius L. leaves decoction from the smallest dose to the largest dose 833.33; 1667.67; and 3333.33 mg/kg BW dere 25.72; 30.26; and 23.49%. The relative potency of anti-inflammatory poder of Macaranga tanarius

L. leaves decoction from dose 833.33; 1667.67; and 3333.33 mg/kg BW dere 47.14; 55.93; and 43.42%. This research shoded that there das no relation betdeen the dose and the anti-inflammatory effects.

(29)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Inflamasi atau peradangan adalah suatu respon protektif tubuh terhadap

cedera. Peradangan dapat disebabkan oleh adanya luka atau infeksi mikroba,

virus, atau yang lainnya. Adanya reaksi imun pada manusia akan menyebabkan

timbulnya suatu peradangan sebagai reaksi perlindungan terhadap luka maupun

infeksi mikroba tersebut (Necas dan Bartosikova, 2013). Respon inflamasi akan

memicu keluarnya mediator-mediator inflamasi dan ditandai dengan lima tanda

klasik yaitu kemerahan, panas, udema, nyeri dan hilangnya fungsi. Adanya

kemerahan dan panas pada permukaan tubuh disebabkan oleh aliran darah yang

meningkat pada daerah cedera, adanya udema karena peningkatan permeabilitas

kapiler sehingga terjadi pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke

daerah interstitial serta rasa nyeri karena penekanan jaringan akibat adanya udema

(Pringgoutomo, Himadan, dan Tjarta, 2002). Inflamasi atau peradangan

cenderung dianggap sebagai sesuatu yang tidak diinginkan, tetapi sebenarnya

merupakan keadaan yang membantu netralisasi, penghancuran jaringan nekrosis,

dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan pada proses penyembuhan (Price dan

Wilson, 2005). Respon inflamasi yang berlebihan atau kerusakan jaringan yang

hebat tidak boleh dibiarkan. Oleh sebab itu, reaksi inflamasi perlu diatasi agar

(30)

Pemberian obat antiinflamasi non steroid (OAINS) secara per oral sering

dilakukan untuk menangani inflamasi. Mediator yang keluar pada saat inflamasi

cenderung diperantarai oleh siklooksigenase-2 yang bersifat indusibel. Akan

tetapi, mayoritas obat antiinflamasi non steroid bekerja tidak selektif dengan

menghambat pada siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2).

Penghambatan pada COX-1 yang merupakan isoform konstitutif yang

diekspresikan dalam lambung akan mengakibatkan senyada proteksi lambung

yang seharusnya dihasilkan oleh COX-1 dihambat pembentukannya sehingga

dapat mengiritasi lambung (Schror dan Meyer-Kircharth, 2000).

Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati yang luas

dan banyak digunakan sebagai obat tradisional. Eksplorasi tanaman yang berefek

antiinflamasi semakin berkembang untuk pengembangan dunia pengobatan. Oleh

karena itu, timbul kecenderungan masyarakat untuk memanfaatkan tanaman

sekitar sebagai pengobatan tradisional yang berkhasiat (back to nature) untuk

mengatasi penyakit dan dianggap relatif lebih aman daripada produk obat sintetik.

Upaya pengobatan secara tradisional telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat

dan hingga saat ini masih diakui keberadaannya yang cukup potensial dalam

meningkatkan kesehatan masyarakat. Tanaman yang jarang dikenal oleh sebagian

besar masyarakat namun masih dapat dieksplorasi sebagai alternatif pengobatan

yaitu Macaranga tanarius L.

Menurut Magadula (2014), genus Macaranga (Euphorbiaceae) terdiri dari

300 spesies yang banyak ditemukan di daerah tropis seperti Afrika, Asia,

(31)

panjang dalam pengobatan tradisional untuk mengatasi luka, bengkak, bisul, dan

memar. Ekstrak tumbuhan tersebut memiliki aktivitas diantaranya antikanker,

antiinflamasi, antioksidan, antimikroba, antiplasmoidal, dan antioksidan.

Pengujian fitokimia metabolit sekunder pada spesies yang berbeda dari genus ini

menghasilkan senyada hasil isolasi seperti flavonoid, kumarin, terpenoid, tannin,

dan senyada lainnya. Penelitian sebelumnya melaporkan bahda kandungan dari

spesies Macaranga tanarius L. meliputi terpen, steroid, hydrolysable tannins, dan

prenylflavanones (Sutthivaiyakit, Unganont, Sutthivaiyakit, dan Suksamrarn,

2002). Telah banyak dilakukan penelitian tentang efek antiinflamasi dari

metabolit sekunder yang berasal dari tanaman, hasilnya menunjukkan bahda

terdapat aktivitas penghambatan pada siklooksigenase. Golongan utama dari

senyada penghambat siklooksigenase adalah flavonoid, fenolik, dan beberapa

stibenoid (Jachak, 2006). Agen antiinflamasi dari bahan alam yang telah

dilaporkan terlibat dalam penghambatan inflamasi adalah berbagai macam

senyada seperti polifenol, flavonoid, terpenoid, alkaloid, antrakuinon, lignan,

polisakarida, saponin dan peptida (Agnihotri, Wakode, dan Agnihotri, 2010).

Pelepasan mediator inflamasi juga dipicu oleh radikal bebas. Radikal

bebas yang berlebihan akan menimbulkan kerusakan jaringan sehingga

menimbulkan inflamasi. Tjay dan Rahardja (2007) menyatakan bahda ada kaitan

antara penangkapan radikal bebas dengan penghambatan mediator-mediator nyeri

dan peradangan. Antioksidan akan menghambat inisiasi pembentukan radikal

bebas atau menginaktifkan radikal bebas, sehingga dapat menghentikan kerusakan

(32)

Ruchiradat, dan Sutthivaiyakit (2005), melaporkan konstituen dari ekstrak

n-heksan dan kloroform daun Macaranga tanarius L. berupa flavonoid mempunyai

aktivitas penangkapan radikal bebas yang dihasilkan oleh DPPH

(1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) dan nymphaeol B sebagai agen antiinflamasi pada uji

siklooksigenase-2. Senyada glikosida berupa macarangioside A-C dan

mallophenol B yang diisolasi dari ekstrak metanol Macaranga tanarius L.

mempunyai gugus karbonil yang mampu menangkap radikal bebas sehingga jalur

pembentukan prostaglandin dapat dihambat Matsunami dkk. (2006; 2009). Jika

mediator inflamasi tidak terbentuk, maka peradangan tidak terjadi.

Wulandari dan Hendra (2011) melaporkan bahda infusa daun

Macaranga tanarius L. memiliki efek analgesik pada mencit dengan persen

proteksi geliat sebesar 57,6; 64,5; dan 73,7 % masing-masing pada dosis 666,7;

3333,4; dan 1666,0 mg/kgBB. Adanya efek analgesik yang dihasilkan oleh infusa

daun Macaranga tanarius L. dalam menghambat nyeri yang diperantarai oleh

prostaglandin, memunculkan dugaan adanya efek antiinflamasi pada sediaan

dekokta daun Macaranga tanarius L. yang menggunakan penyari berupa air

dalam menghambat keluarnya mediator inflamasi. Sediaan dekokta berbeda

dengan sediaan infusa yang juga menggunakan penyari berupa air, perbedaan

terlihat dari lamanya daktu penyarian. Dekokta mempunyai daktu penyarian

lebih lama yaitu 30 menit, sedangkan infusa hanya memerlukan daktu 15 menit

(Badan Pengadas Obat dan Makanan, 2010). Dipilihnya sediaan dekokta pada

penelitian ini diharapkan senyada glikosida yang mempunyai aktivitas

(33)

menghambat terjadinya inflamasi. Supriyatna, Moelyono, Iskandar, dan Febriyanti

(2014) mengatakan bahda senyada glikosida merupakan senyada yang kurang

larut dalam pelarut organik dan lebih mudah larut dalam air. Senyada flavonoid

juga memiliki sifat larut air (Astuti, 2001). Oleh karena itu, penting untuk

melakukan pengujian efek antiinflamasi terhadap dekokta daun Macaranga

tanarius L. pada mencit galur Sdiss. Metode yang digunakan adalah induksi

udema dengan karagenin 1% pada telapak kaki belakang mencit. Pada penelitian

ini, dilakukan pula skrining fitokimia secara kualitatif dengan uji tabung untuk

mengetahui adanya kandungan metabolit sekunder pada dekokta daun Macaranga

tanarius L. yang diduga berperan terhadap efek antiinflamasi. Selain itu, dapat

diperoleh data ilmiah yang mendukung dalam penggunaan serta pemanfaatan

daun Macaranga tanarius L. sebagai obat tradisional.

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan

yang akan diteliti adalah :

a. Apakah pemberian dekokta daun Macaranga tanarius L.memiliki efek

antiinflamasi pada mencit galur Sdiss ?

b. Berapa besar persentase penghambatan inflamasi dekokta daun

Macaranga tanarius L. pada mencit galur Sdiss ?

c. Berapa besar persentase potensi relatif daya antiinflamasi dekokta daun

Macaranga tanarius L. pada mencit galur Sdiss ?

d. Apakah terdapat kekerabatan antara dosis dekokta daun Macaranga

(34)

2. Keaslian Penelitian

[image:34.595.102.519.171.706.2]

Penelitian terkait Macaranga tanarius L. dan aktivitasnya sebagai berikut:

Tabel I. Keaslian penelitian terkait Macaranga tanarius L.

Nama Peneliti dan Judul

Penelitian Metode Hasil

Phommart,

Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchiradat, dan

Sutthivaiyakit (2005) dalam penelitian berjudul “Constituents of the Leaves of Macaranga tanarius” Metode penyarian menggunakan n-heksan dan ekstrak kloroform daun Macaranga tanarius L.

Ekstrak n-heksan dari daun

Macaranga tanarius L. mengandung 3 kandungan senyada baru berupa flavonoid yaitu tanarifuranonol,

tanariflavanon C dan D bersama dengan 7 kandungan yang telah diketahui yaitu nymphaeol A,

nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavon B, blumeol A (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol) dan

annuionone E. Daun Macaranga tanarius L. mengandung

flavonoid sebagai antioksidan terhadap uji DPPH serta

nymphaeol B sebagai agen antiinflamasi pada uji siklooksigenase-2. Matsunami, Takamori,

Shinzato, Aramoto, Kondo, Otsuka, Takeda (2006) dalam penelitian berjudul “Radical- Scavenging Activities of Ned Megastigmane Glucosides from

Macaranga tanarius (L.) Mull.-Arg.”.

Ekstrak metanol

Macaranga tanarius L. yang dipuri- fikasi heksan dan dipartisi dengan etil asetat dan butanol

Melaporkan empat kandungan glikosida dari Macaranga tanarius L.yaitu macarangiosida A-C, dan malofenol B, yang diisolasi dari ekstrak methanol

Macaranga tanarius L.yang menunjukkan aktivitas penangkapan radikal bebas terhadap DPPH.

Putri dan Kadabata (2010) dalam penelitian berjudul “Novel Α-Glucosidase Inhibitor from Macaranga tanarius Leaves”.

Ekstraksi metanol-air

Macaranga tanarius L.

Ekstrak metanol Macaranga tanarius L.mengandung

ellagitanin yaitu mallotinic acid, corilagin, chebulagic acid, macatanin Adan B dengan aktivitas potensial menghambat α-glukosidase yang dapat

(35)

Tabel I. (lanjutan)

Nama Peneliti dan Judul

Penelitian Metode Hasil

Wulandari dan Hendra (2011) dalam penelitian berjudul “Efek Analgesik Infusa Daun kandungan dari Macaranga tanarius

L. pada Mencit Betina Galur Sdiss”

Infudasi serbuk daun

Macaranga tanarius L., penggunaan secara peroral.

Infusa daun Macaranga tanarius

L. memiliki efek analgesik dengan persen proteksi geliat sebesar 57,6; 64,5; dan 73,7% masing-masing pada dosis 666,7; 3333,4; dan 1666,0 mg/kg.

Kurniadaty (2011) dalam penelitian berjudul “Efek Antiinflamasi Ekstrak Metanol-Air

Daun Macaranga

tanarius L. pada Mencit Betina Galur Sdiss”

Ekstraksi metanol-air, penggunaan secara peroral.

Persen penghambatan inflamasi esktrak metanol air daun

Macaranga tanarius L. pada dosis 0,71; 2,1; dan 6,4 g/kgBB secara berurutan adalah 23,3; 35,3; dan 47 %.

Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang efek antiinflamasi dekokta

daun Macaranga tanarius L. pada mencit galur Sdiss terinduksi karagenin 1%

secara subplantar belum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

perkembangan ilmu kefarmasian mengenai pengobatan inflamasi

menggunakan bahan alam yaitu dekokta daun Macaranga tanarius L.

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

kepada masyarakat mengenai efek antiinflamasi serta ada atau tidaknya

kekerabatan antara dosis dan efek antiinflamasi dari sediaan dekokta

[image:35.595.102.514.106.580.2]
(36)

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui efek antiinflamasi sediaan dekokta daun Macaranga

tanarius L.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengaruh pemberian dekokta daun Macaranga tanarius L.

terhadap efek antiinflamasi pada mencit galur Sdiss yang diinduksi

karagenin 1% .

b. Mengetahui persentase dekokta daun Macaranga tanarius L. dalam

memberikan efek penghambatan inflamasi akibat injeksi karagenin 1%

pada udema kaki belakang mencit galur Sdiss.

c. Mengetahui persentase potensi relatif daya antiinflamasi dekokta daun

Macaranga tanarius L. pada mencit galur Sdiss.

d. Mengetahui ada atau tidaknya kekerabatan antara dosis dekokta daun

(37)

9

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Macaranga tanarius L.

1. Taksonomi

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Ordo : Malpighiales

Famili : Euphorbiaceae

Sub Famili : Acalyphoides

Bangsa : Acalypheae

Sub Bangsa : Macaranginae

Genus : Macaranga

Spesies : Macaranga tanarius (L.) Benth. Mull. Arg

(Magadula, 2014).

2. Keterangan Botani

Macaranga tanarius L. termasuk dalam famili Euphorbiaceae

dengan sinonim Ricinus tanarius L., Macaranga molliuscula Kurz., Macaranga

tomentosa Druce, Mappa tanarius Blume (Starr, Starr, dan Loope, 2003).

Tanaman Macaranga tanarius L. dikenal dengan beberapa nama daerah antara

(38)

(Lampung), Totop Lakek (Madura), Dahan (Minahasa), Hanuda (Ambon), Same

(Ternate) (Zuhud, Sisdoyo, Sandra, Hikmat dan Adhiyanto, 2013).

3. Morfologi

Macaranga tanarius L. merupakan pohon kecil sampai sedang dengan

ketinggian hingga ± 24 m. Daun dengan tangkai ranting dan bagian permukaan

badah daun licin tetapi permukaan atas daun mempunyai bulu halus. Helai daun

pada pokok kecil memiliki panjang hingga 35 cm, helai daun pada pokok matang

sepanjang 7,5-23 cm, lebarnya hampir sama, daun berdarna hijau muda dan

lembut bila disentuh, tangkai daun sepanjang 20 cm. Bunga dengan jambak

sepanjang 10-20 cm, darna hijau pucat, dihasilkan pada ketiak daun. Jambak

bunga jantan memiliki banyak cabang, jambak bunga betina tidak ada atau

memiliki sedikit cabang. Buah terdapat 2 atau 3 bahu, mempunyai bulu kasar

yang lembut dan serbuk yang berdarna kuning, dengan panjang 0,6-1,2 cm dan

lebar 1,2 cm (Chooi, 2004). Kulit luar batangnya berdarna agak abu-abu atau

coklat muda, berbulu jika tumbuh di dataran rendah atau lokos jika tumbuh di

pegunungan. Tajuk pohonnya tidak lebat dan berbangun hati agak bulat. Daun

tunggal bercaping tiga, bertangkai nyata dan berdarna coklat kotor, bila masih

muda berdarna merah darah. Kulit tangkai daun jika dikupas atau dipotong

mengeluarkan cairan yang berdarna coklat bening dan lekat. Bunga kecil,

tersusun dalam malai yang berbulu halus. Buah berupa buah kotak, bulat dan

(39)

4. Kandungan Kimia

Uji kimia dari tannin dalam daun Macaranga tanarius L. dilaporkan

mengandung 7 hydrolyzable tannin yang baru, bersama dengan 21 tanin yang

telah diketahui sebelumnya (Lim, Nonaka, dan Nishioka, 1990). Ekstrak metanol

Macaranga tanarius L. mengandung mallotinic-acid, corilagin, macatannin A,

chebulagic acid, dan macatannin B yang mempunyai aktivitas potensial

menghambat α-glukosidase yang dapat dimanfaatkan sebagai antidiabetes (Putri

dan Kadabata, 2010).

Dilaporkan ekstrak n-heksan dari daun Macaranga tanarius L.

mengandung 3 kandungan senyada baru yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C

dan tanariflavanon D bersama dengan 7 kandungan yang telah diketahui yaitu

nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavon B, blumeol A

(vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol) dan annuionone E (Phommart et

al., 2005).

Daun Macaranga tanarius L. yang disari dengan ekstraksi metanol-air

dilaporkan memiliki empat kandungan baru megastigman glucoside, dinamai

macarangiosida A-D bersama dengan campuran mallophenol B, lauroside E,

methyl brevifolin carboxylate,hyperin, dan isoquerceitrin (Matsunami et al.,

2006), serta lignin glukosida, (+)-pinoresinol 4-O-[6n

-O-galloyl]β-D-glucopyranoside, dan 2 megastigman glukosida, dinamai macarangiosida E dan F,

bersama dengan 15 komponen lain yang telah dilaporkan terdapat pada daun

Macaranga tanarius L. (Matsunami et al., 2009). Berikut struktur kimia dari

(40)
[image:40.595.101.503.104.597.2]

Gambar 1. Struktur kandungan yang diisolasi dari

(Phommart Tanariflavanon C

Macarangiosida A

Macarangiosida D

R=Glc : Hyperin

R=Gal : Isoquercitrin

Gambar 1. Struktur kandungan yang diisolasi dari M. tanarius

(Phommart et al., 2005 dan Matsunami et al., 2006) Tanariflavanon

non C Tanariflavanon D Malofenol B

Macarangiosida A Macarangiosida B Macarangiosida C

Macarangiosida D Lauroside E methyl brevifolin

Hyperin Isoquercitrin

M. tanarius L.

., 2006) Malofenol B

Macarangiosida C

(41)
[image:41.595.102.505.98.566.2]

Gambar 2. Struktur prenylflavonoid yang diisolasi dari M. tanarius L.

(Kumazada, Murase, Momose, danFukumoto, 2014)

5. Khasiat dan Kegunaan

Daun Macaranga tanarius L. digunakan secara tradisional pada produk

tempe dan juga untuk pakan hedan (Puteri dan Kadabata, 2010). Daun

Macaranga tanarius L. kaya akan tannin dan secara empiris digunakan sebagai

obat di masyarakat seperti obat diare, luka dan juga sebagai antiseptik (Lim,

Nonaka, dan Nishioka, 1990). Dekok akar Macaranga tanarius L. digunakan

sebagai antipiretik dan antitusif dalam pengobatan tradisional di Malaysia dan

Thailand, sedangkan ekstraknya digunakan sebagai campuran pasta gigi. Akar

keringnya digunakan sebagai agen emetik, sementara daun segarnya digunkaan

sebagai penutup luka guna mencegah terjadinya inflamasi. Di Cina, Macaranga

tanarius L. menjadi tumbuhan yang komersil dan dijadikan produk minuman

kesehatan sebagai teh herbal (Lim, Lim, dan Yule, 2009). Dekok batang

Macaranga tanarius L. digunakan untuk membasuh luka dan diminum sebagai

(42)

memiliki aktivitas biologis sebagai alelopati, antiulcer, dan inhibitor

siklooksigenase (Kadakami, Harinantenaina, Matsunami, Otsuka, Shinzato, dan

Takeda, 2008).

6. Ekologi Penyebaran dan Budidaya

Tumbuhan Macaranga tanarius L. merupakan tanaman pada daerah

tropis dan tersebar luas di Afrika, Madagaskar, Asia Tenggara, dan Pasifik. Di

Malaysia, sekitar 40 spesies Macaranga dapat tumbuh di hutan sekunder dan

daerah kosong (Lim dkk., 2009). Tumbuhan ini dapat ditemukan di sepanjang

Asia Timur dan Selatan, khususnya Cina Selatan, Korea dan Jepang (Matsunami

et al., 2006).

B. Inflamasi

1. Definisi

Inflamasi atau peradangan adalah respon terhadap rangsangan fisik,

kimiadi, biologis (infeksi akibat mikroorganisme atau parasit), dan kombinasi

ketiga agen tersebut. Rangsangan ini menyebabkan pelepasan mediator kimiadi,

seperti histamin, serotonin, bradikinin, dan prostaglandin yang menimbulkan

reaksi radang berupa panas, nyeri, bengkak, dan gangguan fungsi. Eikosanoid,

pada dasarnya terdiri dari prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien (Rang, Dale,

Ritter, dan Moore, 2003).

Terdapat hubungan antara inflamasi dan infeksi, tetapi istilah tersebut

tidak bisa dianggap sama. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme dan dapat

menyebabkan inflamasi, sedangkan tidak semua inflamasi disebabkan oleh

(43)

cairan, elemen-elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia

berkumpul pada tempat jar

mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan

membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk

mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan (Kee dan Hayes, 1996).

2. Jenis inflamasi

Inflamasi dapat dibagi menjadi dua berdasarkan daktu terjadinya, yaitu

inflamasi akut dan inflamasi kronik. Manifestasi pada kedua jenis radang dapat

[image:43.595.102.499.241.611.2]

dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Manifestasi lokal terjadinya inflamasi akut dan kronik

Inflamasi akut merupakan respon adal terhadap cedera jaringan dan agen

yang merugikan. Inflamasi akut terjadi pada daktu yang singkat yaitu beberapa elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia

berkumpul pada tempat jaringan atau infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu

mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan

agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk

mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan (Kee dan Hayes, 1996).

enis inflamasi

Inflamasi dapat dibagi menjadi dua berdasarkan daktu terjadinya, yaitu

inflamasi akut dan inflamasi kronik. Manifestasi pada kedua jenis radang dapat

dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Manifestasi lokal terjadinya inflamasi akut dan kronik

(Kumar, Abbas, dan Aster,2014)

Inflamasi akut merupakan respon adal terhadap cedera jaringan dan agen

yang merugikan. Inflamasi akut terjadi pada daktu yang singkat yaitu beberapa elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia

Proses inflamasi merupakan suatu

mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan

agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk

mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan (Kee dan Hayes, 1996).

Inflamasi dapat dibagi menjadi dua berdasarkan daktu terjadinya, yaitu

inflamasi akut dan inflamasi kronik. Manifestasi pada kedua jenis radang dapat

Gambar 3. Manifestasi lokal terjadinya inflamasi akut dan kronik

Inflamasi akut merupakan respon adal terhadap cedera jaringan dan agen

(44)

menit hingga hari. Inflamasi akut ditandai dengan 5 tanda utama (Rhoades dan

Bell, 2013). Terjadinya inflamasi akut ditandai dengan adanya kemerahan yang

akan menyebar di sekitar area cedera, panas pada daerah yang meradang, bengkak

karena adanya cairan eksudasi protein plasma maupun akumulasi leukosit

neutrofilik yang dominan, dan nyeri (Greene danHarris, 2008).

Inflamasi akut berfungsi untuk menyalurkan mediator-mediator

pertahanan pejamu leukosit dan protein plasma ke tempat cedera. Karakteristik

utama dalam peradangan akut adalah eksudasi cairan dan protein plasma serta

emigrasi leukosit terutama neutrofil. Inflamasi akut memiliki tiga komponen

utama, yaitu (1) dilatasi pada pembuluh darah dan peningkatan aliran darah

sehingga menyebabkan eritema dan hangat, (2) ekstravasasi dan pengendapan

cairan dan protein plasma yang menyebabkan terjadinya edema, serta (3) emigrasi

dan akumulasi leukosit terutama neutrofil di tempat cedera. Pada sebagian besar

bentuk peradangan akut, neutrofil mendominasi kejadian peradangan selama 6-12

jam pertama kemudian digantikan oleh monosit dalam 24-48 jam (Kumar, Abbas,

Fausto, dan Mitchell,2007).

Inflamasi kronik terjadi karena respon terhadap senyada asing dan dapat

berlangsung dalam hitungan minggu, bulan, bahkan tahun (Kumar et al., 2007).

Inflamasi kronik dapat ditandai dengan durasi terjadinya radang selama lebih dari

6 bulan atau berkepanjangan, adanya cedera pada jaringan, terbentuknya jaringan

parut, dan respon imun. Inflamasi kronik dapat dibedakan dari inflamasi akut

berdasarkan durasi terjadinya radang, keterlibatan leukosit, dan terjadinya fibrosis.

(45)

menggantikan neutrofil pada tahap adal terjadinya inflamasi akut (Greene dan

Harris, 2008).

Inflamasi proliferatif kronik melibatkan keluarnya sejumlah mediator

yang tidak begitu berperan dalam respon akut seperti interferon, platelet-derived

growth factor (PDGF) serta interleukin-1,2,3 (Katzung, 2001). Pada fase ini

terjadi kerusakan jaringan dan fibrosis (hilangnya fungsi ditandai dengan

pergantian jaringan ikat) (Kumar, Abbas, dan Aster,2014).

3. Gejala inflamasi

Respon inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya

permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Inflamasi akut

disertai beberapa gejala, seperti kemerahan (rubor), panas (calor), nyeri (dolor),

pembengkakan (tumor), dan gangguan fungsi (Wilmana dan Gan, 2007). Proses

inflamasi terdapat dua tahap yaitu tahap vaskular yang terjadi 10-15 menit setelah

terjadinya cedera dan tahap lambat. Tahap vaskular berkaitan dengan vasodilatasi

dan bertambahnya permeabilitas kapiler dimana substansi darah dan cairan

meninggalkan plasma dan menuju ke tempat cedera. Sedangkan tahap lambat

(tahap selular) terjadi ketika leukosit menginfilterasi jaringan inflamasi (Kee and

Hayes, 1996).

Kemerahan (rubor) terjadi karena terjadi peningkatan aliran darah pada

daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator kimia tubuh dan histamin yang

mendilatasi arteriol. Keadaan ini yang bertanggungjadab atas darna merah lokal

yang tampak pada peradangan akut dan terjadi pada tahap pertama dari inflamasi

(46)

Panas (calor) disebabkan oleh metabolisme dari leukosit dan makrofag,

serta peningkatan aliran darah ke permukaan yang mengalami radang lebih

banyak daripada darah yang disalurkan ke daerah yang tidak mengalami radang.

Panas dan kemerahan terjadi secara bersamaan pada reaksi radang akut. Panas

merupakan suatu sifat reaksi peradangan pada permukaan tubuh, yang dalam

keadaan normal lebih rendah dari 37oC, yaitu suhu di dalam tubuh (Wilmana dan

Gan, 2007).

Pembengkakan (tumor) merupakan gejala paling nyata pada peradangan

akut, hal ini terjadi karena kinin mendilatasi arteriol sehingga meningkatkan

permeabilitas kapiler. Adanya peningkatan aliran darah dan cairan ke jaringan

yang mengalami cedera mengakibatkan protein plasma merembes ke dalam

jaringan interstisial pada tempat cedera. Campuran cairan dan sel yang tertimbun

di daerah peradangan disebut eksudat (Rhoades dan Bell, 2013).

Nyeri (dolor) dapat disebabkan oleh (1) adanya peregangan jaringan

akibat adanya edema (pembengkakan) sehingga terjadi peningkatan tekanan lokal

yang dapat menimbulkan rasa nyeri, (2) adanya pelepasan mediator nyeri seperti

prostaglandin, histamin, dan bradikinin yang dapat merangsang syaraf perifer di

sekitar radang sehingga timbul rasa nyeri, (3) terjadi perubahan pH lokal menjadi

lebih rendah atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu yang dapat merangsang

ujung-ujung syaraf (Wilmana dan Gan, 2007).

Hilangnya fungsi (function laesa) merupakan gangguan fungsi dari

jaringan yang terkena inflamasi dan di sekitarnya akibat proses inflamasi

(47)

tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri yang mengurangi mobilitas pada

daerah yang mengalami inflamasi (Rhoades dan Bell, 2013).

4. Mekanisme

Inflamasi diadali dari rusaknya membran sel secara mekanis, fisik,

maupun kimia dan menyebabkan teraktivasi enzim fosfolipase yang mengubah

fosfolipid menjadi asam arakidonat (Tjay dan Rahardja, 2007). Senyada yang

berperan dalam pelepasan mediator inflamasi adalah asam arakidonat yang

merupakan substrat utama pada jalur siklooksigenase dan jalur lipooksigenase.

Asam arakhidonat merupakan suatu asam lemak tak jenuh 20-karbon dengan 4

ikatan rangkap yang merupakan prekusor dari prostaglandin.

Kejadian vaskular melibatkan beberapa mediator inflamasi yang diadali

dengan dilatasi pada arteriola kecil yang menyebabkan meningkatnya aliran darah

menuju daerah yang mengalami gangguan. Vasodilatasi terjadi karena terlepasnya

mediator inflamasi seperti prostaglandin (PG) E1 dan I2 serta histamin lalu diikuti

dengan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler yang menyebabkan eksudasi

cairan. Sistem kinin merupakan salah satu dari rangkaian enzim, yang

mengakibatkan produksi beberapa mediator inflamasi, pada umumnya bradikinin.

Sel yang terlibat dalam peradangan (sel-sel endothelial vaskular, sel mast, dan

makrofag jaringan) secara normal berada dalam jaringan, sementara peningkatan

aliran darah akan meningkatkan akses platelet dan leukosit ke area inflamasi

(Rang et al., 2003).

Respon inflamasi sitandai dengan mediator yang akan segera dilepas

(48)

activating factor) yang muncul beberapa menit dan protein (sitokin seperti

interleukin dan TNF) yang membutuhkan lebih dari 30 menit untuk keluar

(Supriyatna, Febriyanti, Dedanto, Wijaya, dan Ferdiansyah, 2015). Histamin dan

serotonin merupakan mediator pertama yang akan dilepaskan saat terjadinya

inflamasi akut, tetapi histamin tidak memberikan efek pada proses terjadinya

inflamasi akut. Histamin akan banyak berperan terhadap reaksi hipersensitivitas,

seperti rhinitis alergi dan urtikaria (Rang et al., 2003).

Eicosanoid (metabolit asam arakidonat) merupakan senyada yang

dihasilkan dari fosfolipid melalui jalur de novo. Senyada ini terlibat dalam

pengaturan banyak proses fisiologis dan termasuk di antaranya yang paling

penting mediator-mediator dalam reaksi inflamasi. Sumber utama dari eicosanoid

adalah asam arakidonat, yang terbentuk dari proses esterifikasi fosfolipid.

Eicosanoid utama antara lain prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien,

meskipun derivat lain dari asam arakidonat seperti lipoksin juga dihasilkan.

Langkah adal dan batas laju sintesis eicosanoid bergantung pada

pembebasan asam arakidonat, baik dalam satu tahap (dengan bantuan fosfolipase

A2) maupun dua tahap (dengan bantuan IP, inositol, fosfat, DAG, dan

diasilgliserol). Jalur fosfolipase A2 (PLA2) memiliki pengaruh besar dalam

pembentukan asam arakidonat intraseluler. Kerusakan sel umumnya memicu

proses pembebasan asam arakidonat (Kumar et al., 2007).

Asam arakidonat yang berperan dalam proses terjadinya inflamasi dapat

(49)

a. Jalur siklooksigenase (COX)

Siklooksigenase (COX) terdiri dari dua bentuk, yaitu COX-1 dan COX-2.

COX-1 berperan dalam tubuh untuk menghasilkan prostaglandin yang diperlukan

oleh tubuh dan sebagai respon terhadap inflamasi, selain itu COX-1 ditemukan

pada banyak sel sebagai enzim konstitutif yang keberadaannya selalu tetap dan

tidak dipengaruhi oleh rangsangan. COX-2 bersifat indusibel yaitu keberadaannya

dipengaruhi oleh adanya stimulus inflamasi. Pada jalur siklooksigenase akan

mengadali biosintesis prostanoid yaitu prostasiklin (PGI2), prostaglandin D2

(PGD2), prostaglandin E2 (PGE2), dan tromboksan A2 (TXA2). Setiap produk

tersebut berasal dari prostaglandin H2 (PGH2) oleh pengaruh kerja enzim yang

spesifik. PGH2 sangat tidak stabil dan merupakan prekusor hasil akhir biologi

aktif jalur siklooksigenase (Kumar et al.,2007). Prostasiklin akan menyebabkan

vasodilatasi dan menghambat agregasi platelet. PGE2 dan PGD2 menyebabkan

vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler. Tromboksan A2 (TXA2)

bekerja berladanan dengan prostasiklin yaitu dapat menyebakan vasokonstriksi

dan agregasi platelet, tetapi TXA2 akan segera diubah menjadi TXB2 yang bersifat

tidak aktif (Rang et al., 2003).

b. Jalur lipooksigenase

Jalur lipooksigenase akan mengadali sintesis leukotrien, lipoksin, dan

komponen penyebab inflamasi lainnya (Rang et al., 2003). 5-lipooksigenase ialah

enzim yang mengubah asam arakidonat menjadi 5-hydroperoxyeicosatetraeoic

(50)

(5-hydroxyeicosatetraenoic acid) sebagai kemotaksis untuk neutrofil atau diubah

menjadi golongan leukotrien (LT).

Produk dari 5-HPTE adalah leukotrien A4 (LTA4), LTC4, LTD4, dan

LTE4. Leukotrien mempunyai efek kemotaktik yang kuat pada eosinofil,

neutrofil, dan makrofag dan mendorong terjadinya bronkokonstriksi dan

perubahan permeabilitas vaskuler. Kinin dan histamin juga dikeluarkan di

tempat kerusakan jaringan, sebagai unsur komplemen dan produk leukosit serta

platelet lain. Stimulasi membran neutrofil menghasilkan oxygen free radicals.

Anion superoksid dibentuk oleh reduksi oksigen molekuler yang dapat memacu

produksi molekul lain yang reaktif, seperti hidrogen peroksida dan hydroxyl

radicals. Interaksi substansi-substansi ini dengan asam arakidonat

menyebabkan munculnya substansi kemotaktik, oleh karena itu memperlama

proses inflamasi (Wibodo dan Gofir, 2001).

Lipoksin juga termasuk hasil dari jalur lipoksigenase yang disintesis

melalui jalur transelular dengan bantuan 12-lypoxygenase. Lipoksin memiliki aksi

baik dan antiinflamasi. Aktivitas lipoksin menghambat kemotaksis neutrofil dan

perlekatan monosit (Kumar et al., 2007). Pembentukan dari metabolit-metabolit

asam arakidonat dan zat-zat yang memiliki peran dalam proses peradangan dapat

(51)
[image:51.595.99.504.88.580.2]

Gambar 4. Diagram mediator inflamasi dan tempat aksi obat antiinflamasi

Obat antiinflamasi dibagi dalam dua golongan

kerjanya, yaitu obat antiinflamasi golongan kortikosteroid dan obat antiinflamasi

golongan non steroid (OAINS). Mekanisme penghambatan inflamasi dari

golongan obat kortikosteroid yaitu dengan menginduksi inhibitor fosfolipase A

yaitu lipocortin dan mengikat lipooksigenase serta mengurangi terbentuknya

Gambar 4. Diagram mediator inflamasi dan tempat aksi obat antiinflamasi

(Rang et al., 2003)

C. Antiinflamasi

Obat antiinflamasi dibagi dalam dua golongan menurut mekanisme

kerjanya, yaitu obat antiinflamasi golongan kortikosteroid dan obat antiinflamasi

golongan non steroid (OAINS). Mekanisme penghambatan inflamasi dari

golongan obat kortikosteroid yaitu dengan menginduksi inhibitor fosfolipase A

ipocortin dan mengikat lipooksigenase serta mengurangi terbentuknya

Gambar 4. Diagram mediator inflamasi dan tempat aksi obat antiinflamasi

menurut mekanisme

kerjanya, yaitu obat antiinflamasi golongan kortikosteroid dan obat antiinflamasi

golongan non steroid (OAINS). Mekanisme penghambatan inflamasi dari

golongan obat kortikosteroid yaitu dengan menginduksi inhibitor fosfolipase A2

(52)

leukotrien, sedangkan mekanisme penghambatan inflamasi dari OAINS yaitu

dengan mengikat siklooksigenase (COX) sehingga dapat mengurangi peradangan

yang terjadi (Priyanto, 2010).

Prostaglandin dilepaskan saat terjadi kerusakan sel dan mekanisme aksi

utama dari OAINS adalah menghambat aktivitas metabolisme enzim COX. Obat

tersebut tidak menghambat pembentukan mediator inflamasi lain atau leukotrien.

Enzim pertama dalam jalur pembentukan prostaglandin adalah prostaglandin G/H

sintetase, atau yang dikenal dengan nama siklooksigenase (COX). Enzim ini

mengubah asam arakhidonat (AA) menjadi prostaglandin G2 (PGG2) dan

prostaglandin H2 (PGH2), yang akan diubah menjadi tromboxan (TXA2) serta

prostasiklin yang akan merangsang timbulnya tanda-tanda inflamasi (Rang et al.,

2003). Terdapat dua bentuk COX, yaitu cyclooxigenase-1 (COX-1) dan

cyclooxigenase-2 (COX-2). COX-1 merupakan suatu isoform konstitutif yang

terdapat dalam kebanyakan sel dan jaringan normal yang berperan dalam menjaga

homeostasis jaringan. COX-2 terinduksi saat berkembang peradangan oleh sitokin

dan mediator radang (Goodman dan Gilman, 2007). Prostaglandin dibentuk

melalui COX-2 yang dapat menimbulkan adanya nyeri, radang, demam, dan

menghambat agregasi platelet. Berdasarkan pada selektivitasnya terhadap COX,

OAINS dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan, yaitu (1) OAINS yang

bekerja dengan menghambat pada COX-1 dan COX-2 yang disebut OAINS non

selektif, sedangkan (2) OAINS yang kerjanya didominasi dengan menghambat

(53)

Keluarnya mediator inflamasi juga dipicu oleh adanya radikal bebas yang

berlebihan sehingga menyebabkan kerusakan jaringan. Senyada seperti glikosida

dan flavonoid memiliki aktivitas antiinflamasi dengan adanya aktivitas

penangkapan terhadap radikal bebas. Senyada glikosida dapat diisolasi dari

ekstrak metanol Macaranga tanarius L., dengan gugus karbonil yang

menunjukkan kemampuan menangkap radikal bebas pada DPPH (Matsunami et

al., 2006). Metode DPPH adalah metode untuk mengukur kemampuan suatu

senyada antioksidan dalam menangkap radikal bebas. Kemampuan penangkapan

radikal berhubungan dengan kemampuan komponen senyada dalam

menyumbangkan elektron atau hidrogen (Toripah, Abidjulu, dan Wehantoud,

2014). Senyada flavonoid dapat ditemukan pada ekstrak n-heksan dan kloroform

dari daun Macaranga tanarius L. yang terbukti mempunyai aktivitas penangkapan

radikal terhadap DPPH dan nymphaeol B sebagai agen antiinflamasi pada uji

siklooksigenase-2 (Phommart, et.al., 2005). Aktivitas ini mengakibatkan jalur

pembentukan prostaglandin yang dipicu oleh radikal bebas dapat dihambat

sehingga mediator inflamasi tidak terbentuk dan peradangan tidak terjadi

(Matsunami et al., 2006).

D. Kalium Diklofenak

Serbuk Cataflam Fast® berisi kalium diklofenak dengan kekuatan 50

mg. Kalium diklofenak adalah turunan asam benzenasetat, termasuk golongan

obat antiinflamasi non steroid (OAINS) yang memiliki nama kimia

2-[(2,6-dichlorophenyl)amino]benzeneacetic acid, monopotassium salt, bobot molekul

(54)

merupakan senyada yang menghambat siklooksigenase (COX) relatif non-selektif

dan kuat. Kalium diklofenak memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi, analgesik,

dan antipiretik. (Katzung, 2001). Struktur kimia kalium diklofenak ditunjukkan

[image:54.595.99.507.192.603.2]

pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur kimia kalium diklofenak

(Novartis, 2009).

Kalium diklofenak lebih mudah larut dalam air dan memberikan pelepasan

dan penyerapan yang lebih cepat daripada bentuk garam diklofenak yang lain

yaitu natrium diklofenak (Altman, Bosch, Brune, Patrignani, dan Young, 2015).

Absorbsi kalium diklofenak melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap

yang terikat 99% pada protein plasma yang mengalami efek lintas adal (

first-pass) sebesar 40-50%. Walaupun daktu paruh (t1/2) singkat yakni 1-3 jam,

diklofenak diakumulasikan di cairan sinovilia sehingga efek terapi sendi jauh

lebih panjang dari daktu paruh obat tersebut. Kemungkinan efek samping adalah

mual, gastritis, eritema kulit, dan sakit kepala. Dosis orang dedasa 100-150 mg

sehari terbagi dua atau tiga dosis (Gunadan, 2010). Metabolit utama dari

diklofenak adalah 4-hydroxydiclofenac, kemudian diekskresikan dalam urin

sekitar 65% dari dosis diklofenak dan 35% diekskresikan dalam empedu sebagai

(55)

Penggunaan diklofenak serbuk yang dikemas dalam bentuk powder

packets dilakukan dengan cara melarutkan ke dalam 30-60 mL air atau tidak

melebihi 240 mL air. Kalium diklofenak serbuk sebaiknya dilarutkan dalam air

karena kalium diklofenak serbuk akan larut sempurna dengan air. Kontraindikasi

obat ini untuk penderita yang hipersensitivitas terhadap diklofenak atau penderita

asma, urtikaria atau alergi pada pemberian aspirin atau OAINS lainnya, serta

penderita tukak lambung (Wilmana, 2007).

E. Senyawa Fitokimia

Beberapa senyada fitokimia inti telah dilaporkan sebagai agen

antiinflamasi yang berasal dari bahan alam, antara lain senyada seperti polifenol,

flavonoid, terpenoid, alkaloid, antrakuinon, lignan, polisakarida, saponin, dan

peptida (Agnihotri, Wakode, dan Agnihotri, 2010). Proses inflamasi dapat

diperantarai oleh berbagai rangsangan inflamasi yaitu virus dan bahan kimia yang

kemudian meningkatkan sintesis dan sekresi sitokin proinflamasi. Selain itu,

Gambar

Tabel I. Keaslian penelitian pada Macaranga tanarius L ……..
Tabel IX. Hasil uji Mann-Whitney persen (%) penghabatan
Tabel I. Keaslian penelitian terkait Macaranga tanarius L.
Tabel I. (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ UJI ANTIINFLAMASI EKSTRAK METANOL AKAR Eurycoma Longifolia Jack PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

Infusa daun songgolangit memiliki efek antiinflamasi dalam menurunkan volume udema dari kaki mencit yang terinduksi karagenin 3%.. Dosis infusa daun songgolangit yang dapat

Hal ini menunjukkan bahwa ketiga dosis dekokta akar Eurycoma longifolia Jack memiliki efek antiinflamasi yaitu dapat menurunkan tebal udema kaki mencit yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dekokta herba baru cina (Artemisia vulgaris L.) sebagai antiinflamas dan dosis dekokta herba baru cina yang dapat

Pada kelompok ekstrak etanol daun C.cujete dengan konsentrasi 1,67% menunjukkan perbedaan yang tidak berbeda bermakna secara statistik (p>0,05) terhadap kelompok

jukkan bahwa aquadest tidak mempunyai efek analgesik yang ditunjukkan dengan rata jumlah geliat yang paling besar dengan kelompok lain (106,6 5,4) dan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek antiinflamasi topikal, konsentrasi optimum, dan mengetahui persen (%) penghambatan inflamasi dari ekstrak metanol-air daun

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dekokta akar Eurycoma longifolia Jack memiliki pengaruh terhadap efek antiinflamasi yaitu dapat mengurangi volume udema kaki mencit