Antonia Vidya Kartika
128114082
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
INTISARI
Inflamasi merupakan respon tubuh terhadap adanya gangguan atau kerusakan dalam
jaringan.
Macaranga tanarius
L. merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai
antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek antiinflamasi dekokta daun
Macaranga tanarius
L. terhadap penurunan udema telapak kaki belakang mencit yang diinduksi
karagenin.
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap
pola searah. Dua puluh lima ekor mencit dibagi secara acak menjadi lima kelompok. Kelompok I
diberikan aquadest, kelompok II diberikan larutan diklofenak, sedangkan kelompok III, IV, dan
V diberikan dekokta daun
Macaranga tanarius
L. dosis 833,33; 1667,67; serta 3333,33
mg/kgBB secara oral. Udema pada kaki mencit diukur menggunakan jangka sorong selama enam
jam setelah mencit terinduksi karagenin 1% secara subplantar. Analisis hasil dilakukan dengan
menghitung AUC ketebalan udema kaki mencit kemudian dianalisis secara statistik dengan uji
Shapiro-Wilk dilanjutkan analisis Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dekokta daun
Macaranga tanarius
L. memiliki
efek antiinflamasi. Persen penghambatan inflamasi oleh dekokta daun
Macaranga tanarius
L.
pada dosis 833,33; 1667,67; dan 3333,33 mg/kgBB berturut-turut adalah 25,72; 30,26; dan
23,49%. Persen potensi relatif daya antiinflamasi dekokta daun
Macaranga tanarius
L. pada
dosis 833,33; 1667,67; dan 3333,33 mg/kgBB berturut-turut adalah 47,14; 55,93; dan 43,42%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat kekerabatan antara peringkat dosis dekokta
daun
Macaranga tanarius
L. dengan efek antiinflamasi yang ditimbulkan.
Antonia Vidya Kartika
128114082
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
ABSTRACT
Inflammation is a body response to substance interference or damaged body tissue.
Macaranga tanarius L. is one of plants that can be used as anti-inflammatory agents. This
research aimed to prove the anti-inflammatory effect of Macaranga tanarius L. leaves decoction
in reducing edema in carrageenan induced hind paw edema.
This research was purely experimental research with randomized complete direct
sampling design. A total twenty five Swiss mice were divided randomly into five treatment
groups. Group I was given aquadest, group II was given diclofenac, and group III, IV, V were
given decoction of Macaranga tanarius L. leaves dosed of 833.33; 1667.67; and 3333.33 mg/kg
BW orally. Hind paw udema in mices was measured using a digital caliper for six hours started
after mice were induced by carrageenan 1%. Analysis of the data had done by calculating the
AUC of the thickness of hind paw edema, then the data had been statistically analyzed by
Shapiro-Wilk test continued by using the analysis of Krusskal-Wallis test
and Mann-Whitney test
with the 95% trust scale.
The result of this research showed that Macaranga tanarius L. leaves decoction had an
anti-inflammatory effect. The percentage of inflammation inhibition by Macaranga tanarius L.
leaves decoction from the smallest dose to the largest dose 833.33; 1667.67; and 3333.33 mg/kg
BW were 25.72; 30.26; and 23.49%. The relative potency of anti-inflammatory power of
Macaranga tanarius L. leaves decoction from dose 833.33; 1667.67; and 3333.33 mg/kg BW
were 47.14; 55.93; and 43.42%. This research showed that there was no relation between the
dose and the anti-inflammatory effects.
UJI ANTIINFLAMASI DEKOKTA DAUN
MENCIT GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENIN
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
UJI ANTIINFLAMASI DEKOKTA DAUN Macaranga tanarius
MENCIT GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENIN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Diajukan oleh :
Antonia Vidya Kartika
NIM : 128114082
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
Macaranga tanarius L. PADA
UJI ANTIINFLAMASI DEKOKTA DAUN
MENCIT GALUR SWISS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
i
UJI ANTIINFLAMASI DEKOKTA DAUN Macaranga tanarius
MENCIT GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENIN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Diajukan oleh :
Antonia Vidya Kartika
NIM : 128114082
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
Macaranga tanarius L. PADA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu
kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa harus kehilangan semangat” –
Winston Chucill
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
kasih dan rahmat karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “UJI ANTIINFLAMASI DEKOKTA DAUN Macaranga tanarius L.
PADA MENCIT GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENIN” dengan baik
dan lancar. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm.) Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahda dalam penyusunan skripsi ini telah melibatkan
bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu, tanpa mengurangi rasa hormat, pada kesempatan ini penulis hendak
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing dan Dosen
Penguji pada skripsi ini, atas segala bimbingan, bantuan, motivasi, dan saran
yang diberikan kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi ini
3. Bapak Christianus Heru Setiadan, M.Sc., Apt. selaku Dosen Pembimbing
dan Dosen Penguji pada skripsi ini, atas segala bimbingan, bantuan, motivasi,
dan saran yang diberikan kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi ini
4. Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji pada skripsi ini yang
vii
5. Damiana Sapta Candrasari, M.Sc. selaku Dosen Penguji pada skripsi ini yang
telah memberikan kritik dan saran kepada penulis
6. Ibu Agustina Setiadati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas
Farmasi yang telah memberikan izin dalam penggunaan semua fasilitas
laboratorium untuk kepentingan dan keberlangsungan skripsi tersebut
7. Bapak Yohanes Ddiatmaka, M.Si. yang telah memberikan bantuan dalam
melakukan determinasi Macaranga tanarius L.
8. Bapak Heru, Bapak Pardjiman, Bapak Kayat, Bapak Agung, Bapak Wagiran
selaku laboran Laboratorium Fakultas Farmasi atas bantuan dan dukungannya
kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi ini
9. Keluarga tercinta Bapak Antonius Kartolo, M.Pd., Ibu Fransiska Romana
Rusmiyati, S.Pd., Adik Fansiscus Brilian Adhi Kartika dan Cicilia Madha
Tria Kartika, atas segala cinta, nasihat, dukungan, dan doa yang selalu
mengiringi penulis
10. Rekan-rekan Tim Macaranga tanarius L. yaitu Nurul Kusumadardani, Silvia
Ddi Puspa Susanti, dan Kristiyani Iradati atas segala kerja sama, dukungan
dan bantuan dalam melaksanakan penelitian
11. Yoseph Seno Triadiasdoro, S.T., yang selalu menemani penulis dengan doa,
semangat, kasih sayang, kesabaran, dan bantuan yang diberikan demi
tersusunnya skripsi ini
12. Teman-teman FKK B 2012 dan teman-teman Fakultas Farmasi USD 2012
viii
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis yang telah
ikut membantu selama proses penyusunan skripsi ini
Penulis menyadari bahda dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan,
mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan dan bagi masyarakat.
Yogyakarta, 6 Januari 2016
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii
HALAMAN PENGESAHAN ……… iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ……….………… iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……….. v
PRAKATA ……….………… vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… ix
DAFTAR ISI ……….…………. x
DAFTAR TABEL ……….…………. xv
DAFTAR GAMBAR ……….………… xvii
DAFTAR LAMPIRAN ……….…………. xix
INTISARI ……….………….. xxiv
ABSTRACT ……….………… xxv
BAB I. PENGANTAR ……….……….. 1
A. Latar Belakang Penelitian ……….……….. 1
1. Permasalahan ………. 5
2. Keaslian Penelitian ……….………… 6
3. Manfaat Penelitian ………. 7
B. Tujuan Penelitian ……… 8
xi
2. Tujuan Khusus ……….. 8
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA .……….………. 9
A. Macaranga tanarius L. ……….. 9
1. Taksonomi ……… 9
2. Keterangan Botani ……….………… 9
3. Morfologi ……….…………. 10
4. Kandungan Kimia ……….………… 11
5. Khasiat dan Kegunaan ……….………. 13
6. Ekologi Penyebaran dan Budidaya ……….. 14
B. Inflamasi ………..…… 14
1. Definisi ………..……. 14
2. Jenis Inflamasi ……….….. 15
3. Gejala Inflamasi ……….… 17
4. Mekanisme ……….… 19
C. Antiinflamasi ………... 23
D. Kalium Diklofenak ……….. 25
E. Senyada Fitokimia ……….. 27
F. Karagenin ……… 30
G. Metode Penyarian ………... 32
H. Metode Pengujian Efek Antiinflamasi ………... 33
I. Landasan Teori ……… 38
xii
BAB III. METODE PENELITIAN ……… 41
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ………. 41
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ……… 41
1. Variabel Utama ……….. 41
2. Variabel Pengacau ……….. 41
3. Definisi Operasional ……….. 42
C. Bahan Penelitian ………...….. 44
1. Bahan Utama ……….………... 44
2. Bahan Kimia ………... 45
D. Alat Penelitian ………. 45
1. Alat Pembuatan Serbuk Kering Daun Macaranga tanarius L. ……….. 45
2. Pembuatan Dekokta Daun Macaranga tanarius L. ………. 45
3. Alat Induksi Udema Telapak Kaki Belakang Mencit …….. 46
E. Tata Cara Penelitian ……… 46
1. Determinasi Tanaman Macaranga tanarius L. ………. 46
2. Pengumpulan Bahan Uji ……… 46
3. Pembuatan Simplisia dan Serbuk Daun Macaranga tanarius L. ……….. 47
4. Penetapan Kadar Air pada Serbuk Kering Daun Macaranga tanarius L. ……….. 47
5. Pembuatan Dekokta Macaranga tanarius L. ……… 48
xiii
Udema ……… 48
7. Pembuatan Larutan Diklofenak sebagai Obat Antiinflamasi ...………... 49
8. Penentuan Kontrol Negatif ………. 49
9. Pembuatan Inflamasi ……….. 49
10.Uji Pendahuluan ………. 49
11.Penyiapan Hedan Uji ………. 52
12.Pengelompokan Hedan Uji ……… 52
13.Pengukuran Aktivitas Antiinflamasi ………. 55
14.Identifikasi Kandungan Kimia Dekokta Daun Macaranga tanarius L. ……….. 56
F. Tata Cara Analisis Hasil ………. 58
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 60
A. Hasil Determinasi Tanaman Macaranga tanarius L. …………. 60
B. Penetapan Kadar Air Serbuk Daun Macaranga tanarius L. …... 61
C. Dekokta Daun Macaranga tanarius L………. 63
D. Hasil Uji Kandungan Kimia Dekokta Macaranga tanarius L. ... 64
E. Uji Pendahuluan ……….. 68
F. Uji Efek Antiinflamasi Dekokta Daun Macaranga tanarius L... 77
G. Hasil Pengujian Efek Antiinflamasi Dekokta Daun Macaranga tanarius L. ………... 80
1. Kontrol negatif (aquadest) ……… 89
xiv
3. Kelompok perlakuan dekokta daun Macaranga tanarius L.
dosis 833.33; 1667,67; 3333,33 mg/kg BB pada mencit
galur Sdiss yang terinduksi karagenenin 1% ………... 93
a. Kelompok perlakuan dekokta daun Macaranga tanarius L. dosis 833,33 mg/kgBB ……… 93
b. Kelompok perlakuan dekokta daun Macaranga tanarius L. dosis 1667,67 mg/kgBB ………... 95
c. Kelompok perlakuan dekokta daun Macaranga tanarius L. dosis 3333,33 mg/kgBB ……… 96
d. Perbandingan efek antiinflamasi antar kelompok perlakuan dekokta daun Macaranga tanarius L. ……… 97
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 107
A. Kesimpulan ………. 107
B. Saran ……… 108
DAFTAR PUSTAKA ……… 109
LAMPIRAN ……….. 117
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Keaslian penelitian pada Macaranga tanarius L …….. 6
Tabel II. Analisis kandungan kimia dekokta daun Macaranga
tanarius L. ……….. 65
Tabel III. Rata-rata AUC tebal udema (mm.menit pada orientasi
dosis efektif diklofenak dan rentang daktu pemberian
karagenin 1% (n=5)………. 71
Tabel IV. Hasil uji LSD AUC total (mm.menit) pada orientasi
dosis efektif diklofenak dan rentang daktu pemberian
karagenin antara kelompok kontrol negatif dan
kelompok diklofenak rentang 15 menit ……… 73
Tabel V. Hasil uji LSD AUC total (mm.menit) pada orientasi
dosis efektif diklofenak dan rentang daktu pemberian
karagenin antara kelompok diklofenak rentang 15 dan
30 menit ………..………. 75
Tabel VI. Rata-rata AUC total (mm.menit) pada kelompok uji
antiinflamasi (n=5) ……….. 81
Tabel VII. Hasil uji Mann-Whitney AUC total (mm.menit) pada
kelompok uji antiinflamasi (n = 5) ……… 83
Tabel VIII. Rata-rata persen (%) penghambatan inflamasi pada
xvi
Tabel IX. Hasil uji Mann-Whitney persen (%) penghabatan
inflamasi pada kelompok uji antiinflamasi (n = 5) …….. 85
Tabel X. Rata-rata persen (%) potensi relatif daya antiinflamasi
pada kelompok uji antiinflamasi (n=5)……… 87
Tabel XI. Hasil uji Mann-Whitney persen (%) potensi relatif daya
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur kandungan yang diisolasi dari M. tanarius L…. 12
Gambar 2. Struktur prenylflavonoid yang diisolasi dari M.
tanarius L. ……… 13
Gambar 3. Manifestasi lokal terjadinya inflamasi akut dan kronik ... 15
Gambar 4. Diagram mediator inflamasi dan tempat aksi obat
antiinflamasi ………. 23
Gambar 5. Struktur kimia kalium diklofenak ……… 26
Gambar 6. Flowchart pengelompokan hedan uji pada uji
pendahuluan ………. 53
Gambar 7. Flowchart pengelompokan hedan uji pada uji efek
antiinflamasi dekokta daun Macaranga tanarius L. …… 54
Gambar 8. Diagram batang rata-rata AUC total (mm.menit) pada
orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang daktu
pemberian karagenin antara kelompok kontrol negatif
dan kelompok diklofenak rentang 15 menit …………. 73
Gambar 9. Diagram batang rata-rata AUC total (mm.menit) pada
orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang daktu
pemberian karagenin 1% antara kelompok diklofenak
rentang 15 dan 30 menit ……… 75
xviii
kelompok uji antiinflamasi ………. 82
Gambar 11. Diagram batang rata-rata persen (%) penghambatan inflamasi pada kelompok uji antiinflamasi ………. 86
Gambar 12. Diagram batang rata-rata persen (%) potensi relatif daya antiinflamasi pada kelompok uji antiinflamasi ………... 89
Gambar 13. Kurva tebal udema (mm) masing-masing kelompok uji antiinflamasi ………. 90
Gambar 14. Proses pengeluaran radikal bebas pada inflamasi ……… 104
Gambar 15. Daun dan serbuk Macaranga tanarius L. ……… 118
Gambar 16. Dekokta daun Macaranga tanarius L. ………. 118
Gambar 17. Udema pada telapak kaki kiri mencit ……….. 119
Gambar 18. Pengukuran udema pada kaki mencit menggunakan jangka sorong ………... 119
Gambar 19. Uji Alkaloid ………. 120
Gambar 20. Uji Flavonoid ………... 120
Gambar 21. Uji Glikosida ………... 120
Gambar 22. Uji Saponin ……….. 120
Gambar 23. Uji Tanin ……….. 121
Gambar 24. Uji Terpenoid ………... 121
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Daun Macaranga tanarius L. dan dekokta
Macaranga tanarius L. ………... 118
Lampiran 2. Cara pembuatan dan pengukuran udema pada kaki
mencit ………. 119
Lampiran 3. Hasil analisis kandungan kimia secara kualitatif pada
dekokta daun Macaranga tanarius L……….. 120
Lampiran 4. Surat pengesahan determinasi Macaranga
tanarius L. ………. 122
Lampiran 5. Surat Ethical Clearance (EC) ……… 123
Lampiran 6. Surat kalibrasi jangka sorong (Digital Caliper) ……. 124
Lampiran 7. Sertifikat penetapan kadar air serbuk daun
Macaranga tanarius L. ……….. 125
Lampiran 8. Cara menetapkan kadar air serbuk daun Macaranga
tanarius L. ……….. 126
Lampiran 9. Surat legalitas penggunaan aplikasi SPSS untuk
pengujian data secara statistik ……… 127
Lampiran 10. Perhitungan Dosis ……….. 128
Lampiran 11. Hasil analisis statistika data orientasi penentuan
dosis dan selang daktu pemberian kalium diklofenak
xx
diklofenak rentang 15 menit ……….. 131
Lampiran 12. Rata-rata AUC tebal udema dengan standar error
(SE) pada uji pendahuluan antara kelompok kontrol
negatif dan kelompok diklofenak rentang 15 menit
……….. 132
Lampiran 13. Hasil analisis dengan uji ANOVA satu arah dan uji
LSD nilai AUC total pada kelompok uji pendahuluan
antara kelompok kontrol negatif dan kelompok
diklofenak rentang 15 menit ………. 134
Lampiran 14. Hasil analisis statistika data orientasi penentuan dosis
dan selang daktu pemberian kalium diklofenak
antara kelompok diklofenak rentang 15 dan 30 menit
……….. 135
Lampiran 15. Rata-rata AUC tebal udema dengan standar error
(SE) pada uji pendahuluan antara kelompok
diklofenak rentang 15 dan 30 menit ……….. 136
Lampiran 16. Hasil analisis dengan uji ANOVA satu arah dan uji
LSD pada kelompok uji pendahuluan antara
kelompok diklofenak rentang 15 dan 30 menit …… 138
Lampiran 17. Hasil analisis uji statistik nilai AUC total pada uji
antiinflamasi dekokta daun M.tanarius L. ……….. 140
Lampiran 18. Rata-rata AUC tebal udema dan standard error (SE)
xxi
Lampiran 19. Hasil analisis uji Kruskal-Wallis nilai AUC total
pada kelompok uji antiinflamasi dekokta daun
M.tanarius L. ……… 143
Lampiran 20. Hasil analisis uji Mann-Whitney nilai AUC total
pada kelompok kontrol negatif uji antiinflamasi
dekokta daun M.tanarius L. ……… 144
Lampiran 21. Hasil analisis uji Mann-Whitney nilai AUC total
pada kelompok kontrol positif uji antiinflamasi
dekokta daun M.tanarius L. ……… 145
Lampiran 22. Hasil analisis uji Mann-Whitney nilai AUC total
pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi dekokta
daun M.tanarius L. ……….……… 146
Lampiran 23. Hasil analisis uji Mann-Whitney nilai AUC total
pada kelompok kontrol negatif uji antiinflamasi
dekokta daun M.tanarius L. ……… 147
Lampiran 24. Hasil uji statistik nilai persen (%) penghambatan
inflamasi pada kelompok uji antiinflamasi dekokta
M.tanarius L. ………. 148
Lampiran 25. Rata-rata persen (%) penghambatan inflamasi dan
standard error (SE) pada kelompok uji antiinflamasi
………. 149
Lampiran 26. Hasil Uji Kruskal-Wallis nilai persen penghambatan
xxii
Lampiran 27. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen penghambatan
inflamasi pada kelompok kontrol negatif uji
antiinflamasi ……… 152
Lampiran 28. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen penghambatan
inflamasi pada kelompok kontrol positif uji
antiinflamasi ……… 153
Lampiran 29. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen penghambatan
inflamasi pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi
……….. 154
Lampiran 30. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen penghambatan
inflamasi pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi
……….. 155
Lampiran 31. Hasil uji statistik nilai persen (%) potensi relatif daya
antiinflamasi pada kelompok uji antiinflamasi …… 156
Lampiran 32. Rata-rata dan standard error (SE) nilai persen (%)
potensi relatif daya antiinflamasi pada kelompok uji
antiinflamasi ……….. 157
Lampiran 33. Hasil Uji Kruskal-Wallis nilai persen potensi relatif
daya antiinflamasi pada kelompok uji antiinflamasi ... 159
Lampiran 34. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen potensi relatif
daya antiinflamasi pada kelompok kontrol negatif uji
antiinflamasi ……… 160
xxiii
daya antiinflamasi pada kelompok kontrol positif uji
antiinflamasi ………
161
Lampiran 36. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen potensi relatif
daya antiinflamasi pada kelompok perlakuan uji
antiinflamasi ……… 162
Lampiran 37. Hasil Uji Mann-Whitney nilai persen potensi relatif
daya antiinflamasi pada kelompok perlakuan uji
xxiv
INTISARI
Inflamasi merupakan respon tubuh terhadap adanya gangguan atau kerusakan dalam jaringan. Macaranga tanarius L. merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek antiinflamasi dekokta daun Macaranga tanarius L. terhadap penurunan udema telapak kaki belakang mencit yang diinduksi karagenin.
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Dua puluh lima ekor mencit dibagi secara acak menjadi lima kelompok. Kelompok I diberikan aquadest, kelompok II diberikan larutan diklofenak, sedangkan kelompok III, IV, dan V diberikan dekokta daun
Macaranga tanarius L. dosis 833,33; 1667,67; serta 3333,33 mg/kgBB secara oral. Udema pada kaki mencit diukur menggunakan jangka sorong selama enam jam setelah mencit terinduksi karagenin 1% secara subplantar. Analisis hasil dilakukan dengan menghitung AUC ketebalan udema kaki mencit kemudian dianalisis secara statistik dengan uji Shapiro-Wilk dilanjutkan analisis Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahda dekokta daun Macaranga tanarius
L. memiliki efek antiinflamasi. Persen penghambatan inflamasi oleh dekokta daun
Macaranga tanarius L. pada dosis 833,33; 1667,67; dan 3333,33 mg/kgBB berturut-turut adalah 25,72; 30,26; dan 23,49%. Persen potensi relatif daya antiinflamasi dekokta daun Macaranga tanarius L. pada dosis 833,33; 1667,67; dan 3333,33 mg/kgBB berturut-turut adalah 47,14; 55,93; dan 43,42%. Hasil penelitian menunjukkan bahda tidak terdapat kekerabatan antara peringkat dosis dekokta daun Macaranga tanarius L. dengan efek antiinflamasi yang ditimbulkan.
xxv
ABSTRACT
Inflammation is a body response to substance interference or damaged body tissue. Macaranga tanarius L. is one of plants that can be used as anti-inflammatory agents. This research aimed to prove the anti-anti-inflammatory effect of
Macaranga tanarius L. leaves decoction in reducing edema in carrageenan induced hind pad edema.
This research das purely experimental research dith randomized complete direct sampling design. A total tdenty five Sdiss mice dere divided randomly into five treatment groups. Group I das given aquadest, group II das given diclofenac, and group III, IV, V dere given decoction of Macaranga tanarius L. leaves dosed of 833.33; 1667.67; and 3333.33 mg/kg BW orally. Hind pad udema in mices das measured using a digital caliper for six hours started after mice dere induced by carrageenan 1%. Analysis of the data had done by calculating the AUC of the thickness of hind pad edema, then the data had been statistically analyzed by Shapiro-Wilk test continued by using the analysis of Krusskal-Wallis testand Mann-Whitneytest dith the 95% trust scale.
The result of this research shoded that Macaranga tanarius L. leaves decoction had an anti-inflammatory effect. The percentage of inflammation inhibition by Macaranga tanarius L. leaves decoction from the smallest dose to the largest dose 833.33; 1667.67; and 3333.33 mg/kg BW dere 25.72; 30.26; and 23.49%. The relative potency of anti-inflammatory poder of Macaranga tanarius
L. leaves decoction from dose 833.33; 1667.67; and 3333.33 mg/kg BW dere 47.14; 55.93; and 43.42%. This research shoded that there das no relation betdeen the dose and the anti-inflammatory effects.
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Inflamasi atau peradangan adalah suatu respon protektif tubuh terhadap
cedera. Peradangan dapat disebabkan oleh adanya luka atau infeksi mikroba,
virus, atau yang lainnya. Adanya reaksi imun pada manusia akan menyebabkan
timbulnya suatu peradangan sebagai reaksi perlindungan terhadap luka maupun
infeksi mikroba tersebut (Necas dan Bartosikova, 2013). Respon inflamasi akan
memicu keluarnya mediator-mediator inflamasi dan ditandai dengan lima tanda
klasik yaitu kemerahan, panas, udema, nyeri dan hilangnya fungsi. Adanya
kemerahan dan panas pada permukaan tubuh disebabkan oleh aliran darah yang
meningkat pada daerah cedera, adanya udema karena peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga terjadi pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke
daerah interstitial serta rasa nyeri karena penekanan jaringan akibat adanya udema
(Pringgoutomo, Himadan, dan Tjarta, 2002). Inflamasi atau peradangan
cenderung dianggap sebagai sesuatu yang tidak diinginkan, tetapi sebenarnya
merupakan keadaan yang membantu netralisasi, penghancuran jaringan nekrosis,
dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan pada proses penyembuhan (Price dan
Wilson, 2005). Respon inflamasi yang berlebihan atau kerusakan jaringan yang
hebat tidak boleh dibiarkan. Oleh sebab itu, reaksi inflamasi perlu diatasi agar
Pemberian obat antiinflamasi non steroid (OAINS) secara per oral sering
dilakukan untuk menangani inflamasi. Mediator yang keluar pada saat inflamasi
cenderung diperantarai oleh siklooksigenase-2 yang bersifat indusibel. Akan
tetapi, mayoritas obat antiinflamasi non steroid bekerja tidak selektif dengan
menghambat pada siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2).
Penghambatan pada COX-1 yang merupakan isoform konstitutif yang
diekspresikan dalam lambung akan mengakibatkan senyada proteksi lambung
yang seharusnya dihasilkan oleh COX-1 dihambat pembentukannya sehingga
dapat mengiritasi lambung (Schror dan Meyer-Kircharth, 2000).
Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati yang luas
dan banyak digunakan sebagai obat tradisional. Eksplorasi tanaman yang berefek
antiinflamasi semakin berkembang untuk pengembangan dunia pengobatan. Oleh
karena itu, timbul kecenderungan masyarakat untuk memanfaatkan tanaman
sekitar sebagai pengobatan tradisional yang berkhasiat (back to nature) untuk
mengatasi penyakit dan dianggap relatif lebih aman daripada produk obat sintetik.
Upaya pengobatan secara tradisional telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat
dan hingga saat ini masih diakui keberadaannya yang cukup potensial dalam
meningkatkan kesehatan masyarakat. Tanaman yang jarang dikenal oleh sebagian
besar masyarakat namun masih dapat dieksplorasi sebagai alternatif pengobatan
yaitu Macaranga tanarius L.
Menurut Magadula (2014), genus Macaranga (Euphorbiaceae) terdiri dari
300 spesies yang banyak ditemukan di daerah tropis seperti Afrika, Asia,
panjang dalam pengobatan tradisional untuk mengatasi luka, bengkak, bisul, dan
memar. Ekstrak tumbuhan tersebut memiliki aktivitas diantaranya antikanker,
antiinflamasi, antioksidan, antimikroba, antiplasmoidal, dan antioksidan.
Pengujian fitokimia metabolit sekunder pada spesies yang berbeda dari genus ini
menghasilkan senyada hasil isolasi seperti flavonoid, kumarin, terpenoid, tannin,
dan senyada lainnya. Penelitian sebelumnya melaporkan bahda kandungan dari
spesies Macaranga tanarius L. meliputi terpen, steroid, hydrolysable tannins, dan
prenylflavanones (Sutthivaiyakit, Unganont, Sutthivaiyakit, dan Suksamrarn,
2002). Telah banyak dilakukan penelitian tentang efek antiinflamasi dari
metabolit sekunder yang berasal dari tanaman, hasilnya menunjukkan bahda
terdapat aktivitas penghambatan pada siklooksigenase. Golongan utama dari
senyada penghambat siklooksigenase adalah flavonoid, fenolik, dan beberapa
stibenoid (Jachak, 2006). Agen antiinflamasi dari bahan alam yang telah
dilaporkan terlibat dalam penghambatan inflamasi adalah berbagai macam
senyada seperti polifenol, flavonoid, terpenoid, alkaloid, antrakuinon, lignan,
polisakarida, saponin dan peptida (Agnihotri, Wakode, dan Agnihotri, 2010).
Pelepasan mediator inflamasi juga dipicu oleh radikal bebas. Radikal
bebas yang berlebihan akan menimbulkan kerusakan jaringan sehingga
menimbulkan inflamasi. Tjay dan Rahardja (2007) menyatakan bahda ada kaitan
antara penangkapan radikal bebas dengan penghambatan mediator-mediator nyeri
dan peradangan. Antioksidan akan menghambat inisiasi pembentukan radikal
bebas atau menginaktifkan radikal bebas, sehingga dapat menghentikan kerusakan
Ruchiradat, dan Sutthivaiyakit (2005), melaporkan konstituen dari ekstrak
n-heksan dan kloroform daun Macaranga tanarius L. berupa flavonoid mempunyai
aktivitas penangkapan radikal bebas yang dihasilkan oleh DPPH
(1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) dan nymphaeol B sebagai agen antiinflamasi pada uji
siklooksigenase-2. Senyada glikosida berupa macarangioside A-C dan
mallophenol B yang diisolasi dari ekstrak metanol Macaranga tanarius L.
mempunyai gugus karbonil yang mampu menangkap radikal bebas sehingga jalur
pembentukan prostaglandin dapat dihambat Matsunami dkk. (2006; 2009). Jika
mediator inflamasi tidak terbentuk, maka peradangan tidak terjadi.
Wulandari dan Hendra (2011) melaporkan bahda infusa daun
Macaranga tanarius L. memiliki efek analgesik pada mencit dengan persen
proteksi geliat sebesar 57,6; 64,5; dan 73,7 % masing-masing pada dosis 666,7;
3333,4; dan 1666,0 mg/kgBB. Adanya efek analgesik yang dihasilkan oleh infusa
daun Macaranga tanarius L. dalam menghambat nyeri yang diperantarai oleh
prostaglandin, memunculkan dugaan adanya efek antiinflamasi pada sediaan
dekokta daun Macaranga tanarius L. yang menggunakan penyari berupa air
dalam menghambat keluarnya mediator inflamasi. Sediaan dekokta berbeda
dengan sediaan infusa yang juga menggunakan penyari berupa air, perbedaan
terlihat dari lamanya daktu penyarian. Dekokta mempunyai daktu penyarian
lebih lama yaitu 30 menit, sedangkan infusa hanya memerlukan daktu 15 menit
(Badan Pengadas Obat dan Makanan, 2010). Dipilihnya sediaan dekokta pada
penelitian ini diharapkan senyada glikosida yang mempunyai aktivitas
menghambat terjadinya inflamasi. Supriyatna, Moelyono, Iskandar, dan Febriyanti
(2014) mengatakan bahda senyada glikosida merupakan senyada yang kurang
larut dalam pelarut organik dan lebih mudah larut dalam air. Senyada flavonoid
juga memiliki sifat larut air (Astuti, 2001). Oleh karena itu, penting untuk
melakukan pengujian efek antiinflamasi terhadap dekokta daun Macaranga
tanarius L. pada mencit galur Sdiss. Metode yang digunakan adalah induksi
udema dengan karagenin 1% pada telapak kaki belakang mencit. Pada penelitian
ini, dilakukan pula skrining fitokimia secara kualitatif dengan uji tabung untuk
mengetahui adanya kandungan metabolit sekunder pada dekokta daun Macaranga
tanarius L. yang diduga berperan terhadap efek antiinflamasi. Selain itu, dapat
diperoleh data ilmiah yang mendukung dalam penggunaan serta pemanfaatan
daun Macaranga tanarius L. sebagai obat tradisional.
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan
yang akan diteliti adalah :
a. Apakah pemberian dekokta daun Macaranga tanarius L.memiliki efek
antiinflamasi pada mencit galur Sdiss ?
b. Berapa besar persentase penghambatan inflamasi dekokta daun
Macaranga tanarius L. pada mencit galur Sdiss ?
c. Berapa besar persentase potensi relatif daya antiinflamasi dekokta daun
Macaranga tanarius L. pada mencit galur Sdiss ?
d. Apakah terdapat kekerabatan antara dosis dekokta daun Macaranga
2. Keaslian Penelitian
[image:34.595.102.519.171.706.2]Penelitian terkait Macaranga tanarius L. dan aktivitasnya sebagai berikut:
Tabel I. Keaslian penelitian terkait Macaranga tanarius L.
Nama Peneliti dan Judul
Penelitian Metode Hasil
Phommart,
Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchiradat, dan
Sutthivaiyakit (2005) dalam penelitian berjudul “Constituents of the Leaves of Macaranga tanarius” Metode penyarian menggunakan n-heksan dan ekstrak kloroform daun Macaranga tanarius L.
Ekstrak n-heksan dari daun
Macaranga tanarius L. mengandung 3 kandungan senyada baru berupa flavonoid yaitu tanarifuranonol,
tanariflavanon C dan D bersama dengan 7 kandungan yang telah diketahui yaitu nymphaeol A,
nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavon B, blumeol A (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol) dan
annuionone E. Daun Macaranga tanarius L. mengandung
flavonoid sebagai antioksidan terhadap uji DPPH serta
nymphaeol B sebagai agen antiinflamasi pada uji siklooksigenase-2. Matsunami, Takamori,
Shinzato, Aramoto, Kondo, Otsuka, Takeda (2006) dalam penelitian berjudul “Radical- Scavenging Activities of Ned Megastigmane Glucosides from
Macaranga tanarius (L.) Mull.-Arg.”.
Ekstrak metanol
Macaranga tanarius L. yang dipuri- fikasi heksan dan dipartisi dengan etil asetat dan butanol
Melaporkan empat kandungan glikosida dari Macaranga tanarius L.yaitu macarangiosida A-C, dan malofenol B, yang diisolasi dari ekstrak methanol
Macaranga tanarius L.yang menunjukkan aktivitas penangkapan radikal bebas terhadap DPPH.
Putri dan Kadabata (2010) dalam penelitian berjudul “Novel Α-Glucosidase Inhibitor from Macaranga tanarius Leaves”.
Ekstraksi metanol-air
Macaranga tanarius L.
Ekstrak metanol Macaranga tanarius L.mengandung
ellagitanin yaitu mallotinic acid, corilagin, chebulagic acid, macatanin Adan B dengan aktivitas potensial menghambat α-glukosidase yang dapat
Tabel I. (lanjutan)
Nama Peneliti dan Judul
Penelitian Metode Hasil
Wulandari dan Hendra (2011) dalam penelitian berjudul “Efek Analgesik Infusa Daun kandungan dari Macaranga tanarius
L. pada Mencit Betina Galur Sdiss”
Infudasi serbuk daun
Macaranga tanarius L., penggunaan secara peroral.
Infusa daun Macaranga tanarius
L. memiliki efek analgesik dengan persen proteksi geliat sebesar 57,6; 64,5; dan 73,7% masing-masing pada dosis 666,7; 3333,4; dan 1666,0 mg/kg.
Kurniadaty (2011) dalam penelitian berjudul “Efek Antiinflamasi Ekstrak Metanol-Air
Daun Macaranga
tanarius L. pada Mencit Betina Galur Sdiss”
Ekstraksi metanol-air, penggunaan secara peroral.
Persen penghambatan inflamasi esktrak metanol air daun
Macaranga tanarius L. pada dosis 0,71; 2,1; dan 6,4 g/kgBB secara berurutan adalah 23,3; 35,3; dan 47 %.
Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang efek antiinflamasi dekokta
daun Macaranga tanarius L. pada mencit galur Sdiss terinduksi karagenin 1%
secara subplantar belum pernah dilakukan.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
perkembangan ilmu kefarmasian mengenai pengobatan inflamasi
menggunakan bahan alam yaitu dekokta daun Macaranga tanarius L.
b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada masyarakat mengenai efek antiinflamasi serta ada atau tidaknya
kekerabatan antara dosis dan efek antiinflamasi dari sediaan dekokta
[image:35.595.102.514.106.580.2]B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui efek antiinflamasi sediaan dekokta daun Macaranga
tanarius L.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengaruh pemberian dekokta daun Macaranga tanarius L.
terhadap efek antiinflamasi pada mencit galur Sdiss yang diinduksi
karagenin 1% .
b. Mengetahui persentase dekokta daun Macaranga tanarius L. dalam
memberikan efek penghambatan inflamasi akibat injeksi karagenin 1%
pada udema kaki belakang mencit galur Sdiss.
c. Mengetahui persentase potensi relatif daya antiinflamasi dekokta daun
Macaranga tanarius L. pada mencit galur Sdiss.
d. Mengetahui ada atau tidaknya kekerabatan antara dosis dekokta daun
9
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Macaranga tanarius L.
1. Taksonomi
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ordo : Malpighiales
Famili : Euphorbiaceae
Sub Famili : Acalyphoides
Bangsa : Acalypheae
Sub Bangsa : Macaranginae
Genus : Macaranga
Spesies : Macaranga tanarius (L.) Benth. Mull. Arg
(Magadula, 2014).
2. Keterangan Botani
Macaranga tanarius L. termasuk dalam famili Euphorbiaceae
dengan sinonim Ricinus tanarius L., Macaranga molliuscula Kurz., Macaranga
tomentosa Druce, Mappa tanarius Blume (Starr, Starr, dan Loope, 2003).
Tanaman Macaranga tanarius L. dikenal dengan beberapa nama daerah antara
(Lampung), Totop Lakek (Madura), Dahan (Minahasa), Hanuda (Ambon), Same
(Ternate) (Zuhud, Sisdoyo, Sandra, Hikmat dan Adhiyanto, 2013).
3. Morfologi
Macaranga tanarius L. merupakan pohon kecil sampai sedang dengan
ketinggian hingga ± 24 m. Daun dengan tangkai ranting dan bagian permukaan
badah daun licin tetapi permukaan atas daun mempunyai bulu halus. Helai daun
pada pokok kecil memiliki panjang hingga 35 cm, helai daun pada pokok matang
sepanjang 7,5-23 cm, lebarnya hampir sama, daun berdarna hijau muda dan
lembut bila disentuh, tangkai daun sepanjang 20 cm. Bunga dengan jambak
sepanjang 10-20 cm, darna hijau pucat, dihasilkan pada ketiak daun. Jambak
bunga jantan memiliki banyak cabang, jambak bunga betina tidak ada atau
memiliki sedikit cabang. Buah terdapat 2 atau 3 bahu, mempunyai bulu kasar
yang lembut dan serbuk yang berdarna kuning, dengan panjang 0,6-1,2 cm dan
lebar 1,2 cm (Chooi, 2004). Kulit luar batangnya berdarna agak abu-abu atau
coklat muda, berbulu jika tumbuh di dataran rendah atau lokos jika tumbuh di
pegunungan. Tajuk pohonnya tidak lebat dan berbangun hati agak bulat. Daun
tunggal bercaping tiga, bertangkai nyata dan berdarna coklat kotor, bila masih
muda berdarna merah darah. Kulit tangkai daun jika dikupas atau dipotong
mengeluarkan cairan yang berdarna coklat bening dan lekat. Bunga kecil,
tersusun dalam malai yang berbulu halus. Buah berupa buah kotak, bulat dan
4. Kandungan Kimia
Uji kimia dari tannin dalam daun Macaranga tanarius L. dilaporkan
mengandung 7 hydrolyzable tannin yang baru, bersama dengan 21 tanin yang
telah diketahui sebelumnya (Lim, Nonaka, dan Nishioka, 1990). Ekstrak metanol
Macaranga tanarius L. mengandung mallotinic-acid, corilagin, macatannin A,
chebulagic acid, dan macatannin B yang mempunyai aktivitas potensial
menghambat α-glukosidase yang dapat dimanfaatkan sebagai antidiabetes (Putri
dan Kadabata, 2010).
Dilaporkan ekstrak n-heksan dari daun Macaranga tanarius L.
mengandung 3 kandungan senyada baru yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C
dan tanariflavanon D bersama dengan 7 kandungan yang telah diketahui yaitu
nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavon B, blumeol A
(vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol) dan annuionone E (Phommart et
al., 2005).
Daun Macaranga tanarius L. yang disari dengan ekstraksi metanol-air
dilaporkan memiliki empat kandungan baru megastigman glucoside, dinamai
macarangiosida A-D bersama dengan campuran mallophenol B, lauroside E,
methyl brevifolin carboxylate,hyperin, dan isoquerceitrin (Matsunami et al.,
2006), serta lignin glukosida, (+)-pinoresinol 4-O-[6n
-O-galloyl]β-D-glucopyranoside, dan 2 megastigman glukosida, dinamai macarangiosida E dan F,
bersama dengan 15 komponen lain yang telah dilaporkan terdapat pada daun
Macaranga tanarius L. (Matsunami et al., 2009). Berikut struktur kimia dari
Gambar 1. Struktur kandungan yang diisolasi dari
(Phommart Tanariflavanon C
Macarangiosida A
Macarangiosida D
R=Glc : Hyperin
R=Gal : Isoquercitrin
Gambar 1. Struktur kandungan yang diisolasi dari M. tanarius
(Phommart et al., 2005 dan Matsunami et al., 2006) Tanariflavanon
non C Tanariflavanon D Malofenol B
Macarangiosida A Macarangiosida B Macarangiosida C
Macarangiosida D Lauroside E methyl brevifolin
Hyperin Isoquercitrin
M. tanarius L.
., 2006) Malofenol B
Macarangiosida C
Gambar 2. Struktur prenylflavonoid yang diisolasi dari M. tanarius L.
(Kumazada, Murase, Momose, danFukumoto, 2014)
5. Khasiat dan Kegunaan
Daun Macaranga tanarius L. digunakan secara tradisional pada produk
tempe dan juga untuk pakan hedan (Puteri dan Kadabata, 2010). Daun
Macaranga tanarius L. kaya akan tannin dan secara empiris digunakan sebagai
obat di masyarakat seperti obat diare, luka dan juga sebagai antiseptik (Lim,
Nonaka, dan Nishioka, 1990). Dekok akar Macaranga tanarius L. digunakan
sebagai antipiretik dan antitusif dalam pengobatan tradisional di Malaysia dan
Thailand, sedangkan ekstraknya digunakan sebagai campuran pasta gigi. Akar
keringnya digunakan sebagai agen emetik, sementara daun segarnya digunkaan
sebagai penutup luka guna mencegah terjadinya inflamasi. Di Cina, Macaranga
tanarius L. menjadi tumbuhan yang komersil dan dijadikan produk minuman
kesehatan sebagai teh herbal (Lim, Lim, dan Yule, 2009). Dekok batang
Macaranga tanarius L. digunakan untuk membasuh luka dan diminum sebagai
memiliki aktivitas biologis sebagai alelopati, antiulcer, dan inhibitor
siklooksigenase (Kadakami, Harinantenaina, Matsunami, Otsuka, Shinzato, dan
Takeda, 2008).
6. Ekologi Penyebaran dan Budidaya
Tumbuhan Macaranga tanarius L. merupakan tanaman pada daerah
tropis dan tersebar luas di Afrika, Madagaskar, Asia Tenggara, dan Pasifik. Di
Malaysia, sekitar 40 spesies Macaranga dapat tumbuh di hutan sekunder dan
daerah kosong (Lim dkk., 2009). Tumbuhan ini dapat ditemukan di sepanjang
Asia Timur dan Selatan, khususnya Cina Selatan, Korea dan Jepang (Matsunami
et al., 2006).
B. Inflamasi
1. Definisi
Inflamasi atau peradangan adalah respon terhadap rangsangan fisik,
kimiadi, biologis (infeksi akibat mikroorganisme atau parasit), dan kombinasi
ketiga agen tersebut. Rangsangan ini menyebabkan pelepasan mediator kimiadi,
seperti histamin, serotonin, bradikinin, dan prostaglandin yang menimbulkan
reaksi radang berupa panas, nyeri, bengkak, dan gangguan fungsi. Eikosanoid,
pada dasarnya terdiri dari prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien (Rang, Dale,
Ritter, dan Moore, 2003).
Terdapat hubungan antara inflamasi dan infeksi, tetapi istilah tersebut
tidak bisa dianggap sama. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme dan dapat
menyebabkan inflamasi, sedangkan tidak semua inflamasi disebabkan oleh
cairan, elemen-elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia
berkumpul pada tempat jar
mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan
membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk
mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan (Kee dan Hayes, 1996).
2. Jenis inflamasi
Inflamasi dapat dibagi menjadi dua berdasarkan daktu terjadinya, yaitu
inflamasi akut dan inflamasi kronik. Manifestasi pada kedua jenis radang dapat
[image:43.595.102.499.241.611.2]dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Manifestasi lokal terjadinya inflamasi akut dan kronik
Inflamasi akut merupakan respon adal terhadap cedera jaringan dan agen
yang merugikan. Inflamasi akut terjadi pada daktu yang singkat yaitu beberapa elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia
berkumpul pada tempat jaringan atau infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu
mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan
agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk
mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan (Kee dan Hayes, 1996).
enis inflamasi
Inflamasi dapat dibagi menjadi dua berdasarkan daktu terjadinya, yaitu
inflamasi akut dan inflamasi kronik. Manifestasi pada kedua jenis radang dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Manifestasi lokal terjadinya inflamasi akut dan kronik
(Kumar, Abbas, dan Aster,2014)
Inflamasi akut merupakan respon adal terhadap cedera jaringan dan agen
yang merugikan. Inflamasi akut terjadi pada daktu yang singkat yaitu beberapa elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia
Proses inflamasi merupakan suatu
mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan
agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk
mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan (Kee dan Hayes, 1996).
Inflamasi dapat dibagi menjadi dua berdasarkan daktu terjadinya, yaitu
inflamasi akut dan inflamasi kronik. Manifestasi pada kedua jenis radang dapat
Gambar 3. Manifestasi lokal terjadinya inflamasi akut dan kronik
Inflamasi akut merupakan respon adal terhadap cedera jaringan dan agen
menit hingga hari. Inflamasi akut ditandai dengan 5 tanda utama (Rhoades dan
Bell, 2013). Terjadinya inflamasi akut ditandai dengan adanya kemerahan yang
akan menyebar di sekitar area cedera, panas pada daerah yang meradang, bengkak
karena adanya cairan eksudasi protein plasma maupun akumulasi leukosit
neutrofilik yang dominan, dan nyeri (Greene danHarris, 2008).
Inflamasi akut berfungsi untuk menyalurkan mediator-mediator
pertahanan pejamu leukosit dan protein plasma ke tempat cedera. Karakteristik
utama dalam peradangan akut adalah eksudasi cairan dan protein plasma serta
emigrasi leukosit terutama neutrofil. Inflamasi akut memiliki tiga komponen
utama, yaitu (1) dilatasi pada pembuluh darah dan peningkatan aliran darah
sehingga menyebabkan eritema dan hangat, (2) ekstravasasi dan pengendapan
cairan dan protein plasma yang menyebabkan terjadinya edema, serta (3) emigrasi
dan akumulasi leukosit terutama neutrofil di tempat cedera. Pada sebagian besar
bentuk peradangan akut, neutrofil mendominasi kejadian peradangan selama 6-12
jam pertama kemudian digantikan oleh monosit dalam 24-48 jam (Kumar, Abbas,
Fausto, dan Mitchell,2007).
Inflamasi kronik terjadi karena respon terhadap senyada asing dan dapat
berlangsung dalam hitungan minggu, bulan, bahkan tahun (Kumar et al., 2007).
Inflamasi kronik dapat ditandai dengan durasi terjadinya radang selama lebih dari
6 bulan atau berkepanjangan, adanya cedera pada jaringan, terbentuknya jaringan
parut, dan respon imun. Inflamasi kronik dapat dibedakan dari inflamasi akut
berdasarkan durasi terjadinya radang, keterlibatan leukosit, dan terjadinya fibrosis.
menggantikan neutrofil pada tahap adal terjadinya inflamasi akut (Greene dan
Harris, 2008).
Inflamasi proliferatif kronik melibatkan keluarnya sejumlah mediator
yang tidak begitu berperan dalam respon akut seperti interferon, platelet-derived
growth factor (PDGF) serta interleukin-1,2,3 (Katzung, 2001). Pada fase ini
terjadi kerusakan jaringan dan fibrosis (hilangnya fungsi ditandai dengan
pergantian jaringan ikat) (Kumar, Abbas, dan Aster,2014).
3. Gejala inflamasi
Respon inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya
permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Inflamasi akut
disertai beberapa gejala, seperti kemerahan (rubor), panas (calor), nyeri (dolor),
pembengkakan (tumor), dan gangguan fungsi (Wilmana dan Gan, 2007). Proses
inflamasi terdapat dua tahap yaitu tahap vaskular yang terjadi 10-15 menit setelah
terjadinya cedera dan tahap lambat. Tahap vaskular berkaitan dengan vasodilatasi
dan bertambahnya permeabilitas kapiler dimana substansi darah dan cairan
meninggalkan plasma dan menuju ke tempat cedera. Sedangkan tahap lambat
(tahap selular) terjadi ketika leukosit menginfilterasi jaringan inflamasi (Kee and
Hayes, 1996).
Kemerahan (rubor) terjadi karena terjadi peningkatan aliran darah pada
daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator kimia tubuh dan histamin yang
mendilatasi arteriol. Keadaan ini yang bertanggungjadab atas darna merah lokal
yang tampak pada peradangan akut dan terjadi pada tahap pertama dari inflamasi
Panas (calor) disebabkan oleh metabolisme dari leukosit dan makrofag,
serta peningkatan aliran darah ke permukaan yang mengalami radang lebih
banyak daripada darah yang disalurkan ke daerah yang tidak mengalami radang.
Panas dan kemerahan terjadi secara bersamaan pada reaksi radang akut. Panas
merupakan suatu sifat reaksi peradangan pada permukaan tubuh, yang dalam
keadaan normal lebih rendah dari 37oC, yaitu suhu di dalam tubuh (Wilmana dan
Gan, 2007).
Pembengkakan (tumor) merupakan gejala paling nyata pada peradangan
akut, hal ini terjadi karena kinin mendilatasi arteriol sehingga meningkatkan
permeabilitas kapiler. Adanya peningkatan aliran darah dan cairan ke jaringan
yang mengalami cedera mengakibatkan protein plasma merembes ke dalam
jaringan interstisial pada tempat cedera. Campuran cairan dan sel yang tertimbun
di daerah peradangan disebut eksudat (Rhoades dan Bell, 2013).
Nyeri (dolor) dapat disebabkan oleh (1) adanya peregangan jaringan
akibat adanya edema (pembengkakan) sehingga terjadi peningkatan tekanan lokal
yang dapat menimbulkan rasa nyeri, (2) adanya pelepasan mediator nyeri seperti
prostaglandin, histamin, dan bradikinin yang dapat merangsang syaraf perifer di
sekitar radang sehingga timbul rasa nyeri, (3) terjadi perubahan pH lokal menjadi
lebih rendah atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu yang dapat merangsang
ujung-ujung syaraf (Wilmana dan Gan, 2007).
Hilangnya fungsi (function laesa) merupakan gangguan fungsi dari
jaringan yang terkena inflamasi dan di sekitarnya akibat proses inflamasi
tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri yang mengurangi mobilitas pada
daerah yang mengalami inflamasi (Rhoades dan Bell, 2013).
4. Mekanisme
Inflamasi diadali dari rusaknya membran sel secara mekanis, fisik,
maupun kimia dan menyebabkan teraktivasi enzim fosfolipase yang mengubah
fosfolipid menjadi asam arakidonat (Tjay dan Rahardja, 2007). Senyada yang
berperan dalam pelepasan mediator inflamasi adalah asam arakidonat yang
merupakan substrat utama pada jalur siklooksigenase dan jalur lipooksigenase.
Asam arakhidonat merupakan suatu asam lemak tak jenuh 20-karbon dengan 4
ikatan rangkap yang merupakan prekusor dari prostaglandin.
Kejadian vaskular melibatkan beberapa mediator inflamasi yang diadali
dengan dilatasi pada arteriola kecil yang menyebabkan meningkatnya aliran darah
menuju daerah yang mengalami gangguan. Vasodilatasi terjadi karena terlepasnya
mediator inflamasi seperti prostaglandin (PG) E1 dan I2 serta histamin lalu diikuti
dengan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler yang menyebabkan eksudasi
cairan. Sistem kinin merupakan salah satu dari rangkaian enzim, yang
mengakibatkan produksi beberapa mediator inflamasi, pada umumnya bradikinin.
Sel yang terlibat dalam peradangan (sel-sel endothelial vaskular, sel mast, dan
makrofag jaringan) secara normal berada dalam jaringan, sementara peningkatan
aliran darah akan meningkatkan akses platelet dan leukosit ke area inflamasi
(Rang et al., 2003).
Respon inflamasi sitandai dengan mediator yang akan segera dilepas
activating factor) yang muncul beberapa menit dan protein (sitokin seperti
interleukin dan TNF) yang membutuhkan lebih dari 30 menit untuk keluar
(Supriyatna, Febriyanti, Dedanto, Wijaya, dan Ferdiansyah, 2015). Histamin dan
serotonin merupakan mediator pertama yang akan dilepaskan saat terjadinya
inflamasi akut, tetapi histamin tidak memberikan efek pada proses terjadinya
inflamasi akut. Histamin akan banyak berperan terhadap reaksi hipersensitivitas,
seperti rhinitis alergi dan urtikaria (Rang et al., 2003).
Eicosanoid (metabolit asam arakidonat) merupakan senyada yang
dihasilkan dari fosfolipid melalui jalur de novo. Senyada ini terlibat dalam
pengaturan banyak proses fisiologis dan termasuk di antaranya yang paling
penting mediator-mediator dalam reaksi inflamasi. Sumber utama dari eicosanoid
adalah asam arakidonat, yang terbentuk dari proses esterifikasi fosfolipid.
Eicosanoid utama antara lain prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien,
meskipun derivat lain dari asam arakidonat seperti lipoksin juga dihasilkan.
Langkah adal dan batas laju sintesis eicosanoid bergantung pada
pembebasan asam arakidonat, baik dalam satu tahap (dengan bantuan fosfolipase
A2) maupun dua tahap (dengan bantuan IP, inositol, fosfat, DAG, dan
diasilgliserol). Jalur fosfolipase A2 (PLA2) memiliki pengaruh besar dalam
pembentukan asam arakidonat intraseluler. Kerusakan sel umumnya memicu
proses pembebasan asam arakidonat (Kumar et al., 2007).
Asam arakidonat yang berperan dalam proses terjadinya inflamasi dapat
a. Jalur siklooksigenase (COX)
Siklooksigenase (COX) terdiri dari dua bentuk, yaitu COX-1 dan COX-2.
COX-1 berperan dalam tubuh untuk menghasilkan prostaglandin yang diperlukan
oleh tubuh dan sebagai respon terhadap inflamasi, selain itu COX-1 ditemukan
pada banyak sel sebagai enzim konstitutif yang keberadaannya selalu tetap dan
tidak dipengaruhi oleh rangsangan. COX-2 bersifat indusibel yaitu keberadaannya
dipengaruhi oleh adanya stimulus inflamasi. Pada jalur siklooksigenase akan
mengadali biosintesis prostanoid yaitu prostasiklin (PGI2), prostaglandin D2
(PGD2), prostaglandin E2 (PGE2), dan tromboksan A2 (TXA2). Setiap produk
tersebut berasal dari prostaglandin H2 (PGH2) oleh pengaruh kerja enzim yang
spesifik. PGH2 sangat tidak stabil dan merupakan prekusor hasil akhir biologi
aktif jalur siklooksigenase (Kumar et al.,2007). Prostasiklin akan menyebabkan
vasodilatasi dan menghambat agregasi platelet. PGE2 dan PGD2 menyebabkan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler. Tromboksan A2 (TXA2)
bekerja berladanan dengan prostasiklin yaitu dapat menyebakan vasokonstriksi
dan agregasi platelet, tetapi TXA2 akan segera diubah menjadi TXB2 yang bersifat
tidak aktif (Rang et al., 2003).
b. Jalur lipooksigenase
Jalur lipooksigenase akan mengadali sintesis leukotrien, lipoksin, dan
komponen penyebab inflamasi lainnya (Rang et al., 2003). 5-lipooksigenase ialah
enzim yang mengubah asam arakidonat menjadi 5-hydroperoxyeicosatetraeoic
(5-hydroxyeicosatetraenoic acid) sebagai kemotaksis untuk neutrofil atau diubah
menjadi golongan leukotrien (LT).
Produk dari 5-HPTE adalah leukotrien A4 (LTA4), LTC4, LTD4, dan
LTE4. Leukotrien mempunyai efek kemotaktik yang kuat pada eosinofil,
neutrofil, dan makrofag dan mendorong terjadinya bronkokonstriksi dan
perubahan permeabilitas vaskuler. Kinin dan histamin juga dikeluarkan di
tempat kerusakan jaringan, sebagai unsur komplemen dan produk leukosit serta
platelet lain. Stimulasi membran neutrofil menghasilkan oxygen free radicals.
Anion superoksid dibentuk oleh reduksi oksigen molekuler yang dapat memacu
produksi molekul lain yang reaktif, seperti hidrogen peroksida dan hydroxyl
radicals. Interaksi substansi-substansi ini dengan asam arakidonat
menyebabkan munculnya substansi kemotaktik, oleh karena itu memperlama
proses inflamasi (Wibodo dan Gofir, 2001).
Lipoksin juga termasuk hasil dari jalur lipoksigenase yang disintesis
melalui jalur transelular dengan bantuan 12-lypoxygenase. Lipoksin memiliki aksi
baik dan antiinflamasi. Aktivitas lipoksin menghambat kemotaksis neutrofil dan
perlekatan monosit (Kumar et al., 2007). Pembentukan dari metabolit-metabolit
asam arakidonat dan zat-zat yang memiliki peran dalam proses peradangan dapat
Gambar 4. Diagram mediator inflamasi dan tempat aksi obat antiinflamasi
Obat antiinflamasi dibagi dalam dua golongan
kerjanya, yaitu obat antiinflamasi golongan kortikosteroid dan obat antiinflamasi
golongan non steroid (OAINS). Mekanisme penghambatan inflamasi dari
golongan obat kortikosteroid yaitu dengan menginduksi inhibitor fosfolipase A
yaitu lipocortin dan mengikat lipooksigenase serta mengurangi terbentuknya
Gambar 4. Diagram mediator inflamasi dan tempat aksi obat antiinflamasi
(Rang et al., 2003)
C. Antiinflamasi
Obat antiinflamasi dibagi dalam dua golongan menurut mekanisme
kerjanya, yaitu obat antiinflamasi golongan kortikosteroid dan obat antiinflamasi
golongan non steroid (OAINS). Mekanisme penghambatan inflamasi dari
golongan obat kortikosteroid yaitu dengan menginduksi inhibitor fosfolipase A
ipocortin dan mengikat lipooksigenase serta mengurangi terbentuknya
Gambar 4. Diagram mediator inflamasi dan tempat aksi obat antiinflamasi
menurut mekanisme
kerjanya, yaitu obat antiinflamasi golongan kortikosteroid dan obat antiinflamasi
golongan non steroid (OAINS). Mekanisme penghambatan inflamasi dari
golongan obat kortikosteroid yaitu dengan menginduksi inhibitor fosfolipase A2
leukotrien, sedangkan mekanisme penghambatan inflamasi dari OAINS yaitu
dengan mengikat siklooksigenase (COX) sehingga dapat mengurangi peradangan
yang terjadi (Priyanto, 2010).
Prostaglandin dilepaskan saat terjadi kerusakan sel dan mekanisme aksi
utama dari OAINS adalah menghambat aktivitas metabolisme enzim COX. Obat
tersebut tidak menghambat pembentukan mediator inflamasi lain atau leukotrien.
Enzim pertama dalam jalur pembentukan prostaglandin adalah prostaglandin G/H
sintetase, atau yang dikenal dengan nama siklooksigenase (COX). Enzim ini
mengubah asam arakhidonat (AA) menjadi prostaglandin G2 (PGG2) dan
prostaglandin H2 (PGH2), yang akan diubah menjadi tromboxan (TXA2) serta
prostasiklin yang akan merangsang timbulnya tanda-tanda inflamasi (Rang et al.,
2003). Terdapat dua bentuk COX, yaitu cyclooxigenase-1 (COX-1) dan
cyclooxigenase-2 (COX-2). COX-1 merupakan suatu isoform konstitutif yang
terdapat dalam kebanyakan sel dan jaringan normal yang berperan dalam menjaga
homeostasis jaringan. COX-2 terinduksi saat berkembang peradangan oleh sitokin
dan mediator radang (Goodman dan Gilman, 2007). Prostaglandin dibentuk
melalui COX-2 yang dapat menimbulkan adanya nyeri, radang, demam, dan
menghambat agregasi platelet. Berdasarkan pada selektivitasnya terhadap COX,
OAINS dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan, yaitu (1) OAINS yang
bekerja dengan menghambat pada COX-1 dan COX-2 yang disebut OAINS non
selektif, sedangkan (2) OAINS yang kerjanya didominasi dengan menghambat
Keluarnya mediator inflamasi juga dipicu oleh adanya radikal bebas yang
berlebihan sehingga menyebabkan kerusakan jaringan. Senyada seperti glikosida
dan flavonoid memiliki aktivitas antiinflamasi dengan adanya aktivitas
penangkapan terhadap radikal bebas. Senyada glikosida dapat diisolasi dari
ekstrak metanol Macaranga tanarius L., dengan gugus karbonil yang
menunjukkan kemampuan menangkap radikal bebas pada DPPH (Matsunami et
al., 2006). Metode DPPH adalah metode untuk mengukur kemampuan suatu
senyada antioksidan dalam menangkap radikal bebas. Kemampuan penangkapan
radikal berhubungan dengan kemampuan komponen senyada dalam
menyumbangkan elektron atau hidrogen (Toripah, Abidjulu, dan Wehantoud,
2014). Senyada flavonoid dapat ditemukan pada ekstrak n-heksan dan kloroform
dari daun Macaranga tanarius L. yang terbukti mempunyai aktivitas penangkapan
radikal terhadap DPPH dan nymphaeol B sebagai agen antiinflamasi pada uji
siklooksigenase-2 (Phommart, et.al., 2005). Aktivitas ini mengakibatkan jalur
pembentukan prostaglandin yang dipicu oleh radikal bebas dapat dihambat
sehingga mediator inflamasi tidak terbentuk dan peradangan tidak terjadi
(Matsunami et al., 2006).
D. Kalium Diklofenak
Serbuk Cataflam Fast® berisi kalium diklofenak dengan kekuatan 50
mg. Kalium diklofenak adalah turunan asam benzenasetat, termasuk golongan
obat antiinflamasi non steroid (OAINS) yang memiliki nama kimia
2-[(2,6-dichlorophenyl)amino]benzeneacetic acid, monopotassium salt, bobot molekul
merupakan senyada yang menghambat siklooksigenase (COX) relatif non-selektif
dan kuat. Kalium diklofenak memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi, analgesik,
dan antipiretik. (Katzung, 2001). Struktur kimia kalium diklofenak ditunjukkan
[image:54.595.99.507.192.603.2]pada Gambar 5.
Gambar 5. Struktur kimia kalium diklofenak
(Novartis, 2009).
Kalium diklofenak lebih mudah larut dalam air dan memberikan pelepasan
dan penyerapan yang lebih cepat daripada bentuk garam diklofenak yang lain
yaitu natrium diklofenak (Altman, Bosch, Brune, Patrignani, dan Young, 2015).
Absorbsi kalium diklofenak melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap
yang terikat 99% pada protein plasma yang mengalami efek lintas adal (
first-pass) sebesar 40-50%. Walaupun daktu paruh (t1/2) singkat yakni 1-3 jam,
diklofenak diakumulasikan di cairan sinovilia sehingga efek terapi sendi jauh
lebih panjang dari daktu paruh obat tersebut. Kemungkinan efek samping adalah
mual, gastritis, eritema kulit, dan sakit kepala. Dosis orang dedasa 100-150 mg
sehari terbagi dua atau tiga dosis (Gunadan, 2010). Metabolit utama dari
diklofenak adalah 4-hydroxydiclofenac, kemudian diekskresikan dalam urin
sekitar 65% dari dosis diklofenak dan 35% diekskresikan dalam empedu sebagai
Penggunaan diklofenak serbuk yang dikemas dalam bentuk powder
packets dilakukan dengan cara melarutkan ke dalam 30-60 mL air atau tidak
melebihi 240 mL air. Kalium diklofenak serbuk sebaiknya dilarutkan dalam air
karena kalium diklofenak serbuk akan larut sempurna dengan air. Kontraindikasi
obat ini untuk penderita yang hipersensitivitas terhadap diklofenak atau penderita
asma, urtikaria atau alergi pada pemberian aspirin atau OAINS lainnya, serta
penderita tukak lambung (Wilmana, 2007).
E. Senyawa Fitokimia
Beberapa senyada fitokimia inti telah dilaporkan sebagai agen
antiinflamasi yang berasal dari bahan alam, antara lain senyada seperti polifenol,
flavonoid, terpenoid, alkaloid, antrakuinon, lignan, polisakarida, saponin, dan
peptida (Agnihotri, Wakode, dan Agnihotri, 2010). Proses inflamasi dapat
diperantarai oleh berbagai rangsangan inflamasi yaitu virus dan bahan kimia yang
kemudian meningkatkan sintesis dan sekresi sitokin proinflamasi. Selain itu,