• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS AKHIR OLEH LUWINDA AVITHA SARI HARAHAP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS AKHIR OLEH LUWINDA AVITHA SARI HARAHAP"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

Rabu, 04 Juli 2018

TESIS AKHIR

HUBUNGAN ANTARA GANGGUAN TIDUR DENGAN TEKANAN DARAH, TEKANAN NADI, TEKANAN ARTERI RATA - RATA, FREKUENSI DETAK JANTUNG DAN NILAI

MINI MENTAL STATE EXAMINATION PADA PASIEN USIA LANJUT

OLEH

LUWINDA AVITHA SARI HARAHAP 127112001

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA / RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

(2)

HUBUNGAN ANTARA GANGGUAN TIDUR DENGAN TEKANAN DARAH, TEKANAN NADI, TEKANAN ARTERI RATA - RATA, FREKUENSI DETAK JANTUNG DAN NILAI

MINI MENTAL STATE EXAMINATION PADA PASIEN USIA LANJUT

TESIS AKHIR

Untuk Memperoleh Gelar Spesialis Neurologi Pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh :

LUWINDA AVITHA SARI HARAHAP 127112001

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA /

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

(3)

PERNYATAAN

HUBUNGAN ANTARA GANGGUAN TIDUR DENGAN TEKANAN DARAH, TEKANAN NADI, TEKANAN ARTERI RATA - RATA, FREKUENSI DETAK JANTUNG DAN NILAI MINI MENTAL STATE

EXAMINATION PADA PASIEN USIA LANJUT

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 04 Juli 2018

Luwinda Avitha Sari Harahap

(4)

Universitas Sumatera Utara

(5)

Universitas Sumatera Utara

(6)

Diuji pada Tanggal: 04 Juli 2018

PANITIA TESIS AKHIR

1. Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K) 2. dr. Darlan Djali Chan, Sp.S

3. dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K)

4. dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K) (Pembimbing I) 5. Dr.dr. Aldy S. Rambe, Sp.S(K) (Penguji I)

6. Dr.dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K) (Penguji II) 7. dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S(K)

8. Dr. dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S(K) (Penguji III) 9. dr. Cut Aria Arina, Sp.S

10. dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S 11. dr. Alfansuri Kadri, Sp.S 12. dr. Aida Fithrie, Sp.S(K)

13. dr. Irina Kemala Nasution, M.Ked (Neu), Sp.S 14. dr. Haflin Soraya Hutagalung, M.Ked (Neu),Sp.S

15. dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked (Neu), Sp.S (Pembimbing II) 16. dr. Iskandar Nasution, SpS, FINS

17. dr. RAD. Pujiastuti, M.Ked (Neu), Sp.S

18. dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked (Neu), Sp.S 19. dr. M. Yusuf, Sp.S, FINS

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala berkat, rahmat dan kasihNya yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan penulisan tesis magister kedokteran klinik ini.

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar - besarnya, kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K), selaku Guru Besar Tetap Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing, mengoreksi dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.

3. Alm. Prof. dr. Darulkutni Nasution Sp.S(K), selaku Guru Besar Tetap Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing, mengoreksi dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.

4. Dr. dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S (K) sebagai Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang

(8)

banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Dr.dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K), sebagai Ketua Program Studi Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara disaat penulis melakukan penelitian dan saat tesis ini selesai disusun yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

6. dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K) dan dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked (Neu), Sp.S selaku pembimbing penulis yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing, mengoreksi dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.

7. Guru - guru penulis: Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K), Alm. Prof. dr.

Darulkutni Nasution, Sp.S (K); dr. Darlan Djali Chan, Sp.S, dr.Rusli Dhanu,Sp.S(K); dr. Yuneldi Anwar,Sp.S(K); Dr.dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K); Dr. dr. Aldy S. Rambe, Sp.S(K); dr. Puji Pinta O.

Sinurat, Sp.S (K); Dr. dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S (K); dr.Cut Aria Arina Sp.S; dr. Alfansuri Kadri Sp.S; dr. Aida Fithrie, Sp.S(K); dr. Irina Kemala Nasution, M.Ked (Neu), Sp.S; dr. Kiki M. Iqbal,Sp.S; dr.Haflin Soraya Hutagalung, M.Ked (Neu), Sp.S; dr.Fasihah Irfani Fitri, M.Ked (Neu), Sp.S; dr. Iskandar Nasution, Sp.S,FINS, dr. R.A.D Pujiastuti, M.Ked (Neu), Sp.S; dr. Chairil Amin Batubara, M. Ked(Neu), Sp.S;

dr.M.Yusuf, Sp.S, FINS; dan guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan masukan selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi.

8. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi..

9. DR. Ir. Erna Mutiara, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam pembuatan tesis ini.

(9)

10. Rekan - rekan sejawat peserta PPDS Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, yang banyak memberi masukan berharga kepada penulis dan memberi dorongan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi.

11. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi.

12. Semua pasien yang berobat ke Departemen Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Jejaringnya yang telah bersedia berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini.

13. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis ucapkan kepada kedua orang tua saya, Drs.Syahruddin Harahap, M.Si; dan Dra.Hj.Seriani Kasturi, yang telah membesarkan saya dengan penuh kasih sayang, dan senantiasa memberi dukungan moril dan materi, bimbingan dan nasehat serta doa yang tulus agar penulis tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan ini sampai selesai.

14. Teristimewa kepada suamiku tercinta Andri Aufa, SE yang selalu sabar dan penuh pengertian, mendampingi dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka, kuucapkan terima kasih yang setulus tulusnya.

15. Kepada seluruh keluarga yang senantiasa membantu, memberi dorongan, pengertian, kasih sayang dan doa dalam menyelesaikan pendidikan ini, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

16. Kepada semua rekan dan sahabat yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu yang telah membantu saya sekecil apapun, saya haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rahmat dan kasihnya kepada kita semua.

(10)

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah membantu penulis tanpa pamrih dalam mewujudkan cita-cita penulis. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 04 Juli 2018

dr. Luwinda Avitha Sari Harahap

(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : dr. Luwinda Avitha Sari Harahap Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat / Tgl Lahir : Medan / 28 Agustus 1987

Agama : Islam

Pekerjaan : Dokter

Alamat : Jalan Pendidikan no : 97, Lingkungan X, Kecamatan Medan Tembung, Kelurahan Indra Kasih.

Kodepos: 20221 Telepon : 081397543014 Riwayat Pendidikan :

SD : SD Swasta Pertiwi Kota : Medan Tamat tahun : 1999 SMP : SMP Swasta Pertiwi Kota : Medan Tamat tahun : 2002 SLTA : SMU Negeri 3 Kota : Medan Tamat tahun : 2005 S-1 : FK UISU Kota : Medan Tamat tahun : 2011 Riwayat Pekerjaan :

Tahun 2011 – 2012 : Dokter Umum di Klinik Haji Krakatau, Klinik Belawan dan Rumah Sakit Vina Estetika.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN i – ii

DAFTAR NAMA PANITIA TESIS MAGISTER iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR SINGKATAN xiii

DAFTAR ISTILAH/LAMBANG xv

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR GAMBAR xvii

DAFTAR LAMPIRAN xviii

ABSTRAK xix

ABSTRACT xx

BAB I. PENDAHULUAN 1

I.1. Latar Belakang 1

I.2. Perumusan Masalah 8

I.3. Tujuan Penelitian 8

I.3.1. Tujuan Umum 8

I.3.2. Tujuan Khusus 9

I.4. Hipotesis 10

I.5. Manfaat Penelitian 10

I.5.1. Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan 10

I.5.2. Manfaat Penelitian untuk Peneliti 10

I.5.3. Manfaat Penelitian untuk Masyarakat 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 11

II.1. TIDUR 11

II.1.1. Definisi 11

II.1.2. Pembagian Tahapan Tidur 11

II.1.3. Fisiologi Tidur 13

(13)

II.1.4. Siklus Tidur Bangun 15

II.1.5. Kebutuhan Tidur 16

II.1.6. Klasifikasi Gangguan Tidur 16

II.1.7. Epidemiologi Gangguan Tidur 23

II.1.8. Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) 25

II.2. FUNGSI KOGNITIF 26

II.2.1. Definisi 26

II.2.2. Domain Fungsi Kognitif 26

II.2.3. Mini Mental State Examination (MMSE) 29

II.3. TEKANAN DARAH 32

II.3.1. Pengertian Tekanan Darah 32

II.3.2. Klasifikasi Tekanan Darah 33

II.3.3. Mekanisme Regulasi Tekanan Darah 36

II.4. TEKANAN NADI 40

II.5.TEKANAN ARTERI RATA – RATA 42

II.6. FREKUENSI DETAK JANTUNG 45

II.7. HUBUNGAN ANTARA GANGGUAN TIDUR DENGAN TEKANAN DARAH 47

II.8. HUBUNGAN ANTARA GANGGUAN TIDUR DENGAN TEKANAN NADI 50

II.9. HUBUNGAN ANTARA GANGGUAN TIDUR DENGAN TEKANAN ARTERI RATA – RATA 51

II.10.HUBUNGAN ANTARA GANGGUAN TIDUR DENGAN FREKUENSI DETAK JANTUNG 52

II.11.HUBUNGAN ANTARA GANGGUAN TIDUR DENGAN NILAI MMSE 53

II.12. KERANGKA TEORI 57

II.13. KERANGKA KONSEP 58

BAB III. METODE PENELITIAN 59

III.1. TEMPAT DAN WAKTU 59

III.2. SUBJEK PENELITIAN 59

III.2.1. Populasi Sasaran 59

(14)

III.2.2. Populasi Terjangkau 59 III.2.3. Besar Sampel 60

III.2.4. Kriteria Inklusi 60

III.2.5. Kriteria Eksklusi 60

III.3. BATASAN OPERASIONAL 61

III.4. RANCANGAN PENELITIAN 65 III.5. PELAKSANAAN PENELITIAN 66 III.5.1. Instrumen Penelitian 66 III.5.2. Pengambilan Sampel 66 III.5.3. Kerangka Operasional 68 III.5.4. Variabel yang diamati 69

III.5.5. Analisa Statistik 69

III.5.6. Jadwal Penelitian 70

III.5.7. Biaya Penelitian 71

III.5.8. Personalia Penelitian 71 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 72 IV.1 HASIL PENELITIAN 72 IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian 72 IV.1.2. Hubungan Antara Nilai PSQI Dengan Tekanan

Darah Sistolik

79 IV.1.3. Hubungan Antara Nilai PSQI Dengan Tekanan

Darah Diastolik

79 IV.1.4 Hubungan Antara Nilai PSQI Dengan Frekuensi

Detak Jantung

80 IV.1.5. Hubungan Antara Nilai PSQI Dengan Tekanan

Nadi

80 IV.1.6. Hubungan Antara Nilai PSQI Dengan Tekanan

Arteri Rata – Rata 81

IV.1.7. Hubungan Antara Nilai PSQI Dengan Nilai MMSE 81 IV.1.8. Nilai Rerata PSQI 82 IV.1.9. Distribusi Rerata Nilai PSQI Berdasarkan

Karakteristik Demografi Subjek Dan Variabel Penelitian

82

IV.1.10 Distribusi Nilai PSQI Dan Gangguan Tidur Berdasarkan Karakteristik Demografi Subjek Dan Variabel Penelitian

87

IV.2. PEMBAHASAN 95

(15)

IV.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian 96 IV.2.2. Hubungan Gangguan Tidur Dengan Tekanan

Darah

102 IV.2.3. Hubungan Gangguan Tidur Dengan Frekuensi

Detak Jantung

105 IV.2.4. Hubungan Gangguan Tidur Dengan Tekanan

Nadi

106 IV.2.5. Hubungan Gangguan Tidur Dengan Tekanan

Arteri Rata – Rata 107

IV.2.6. Hubungan Gangguan Tidur Dengan Nilai MMSE 107 IV.2.7. Distribusi Rerata Nilai PSQI Berdasarkan Variabel 108

IV.3. KETERBATASAN PENELITIAN 112

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 113

V.1. KESIMPULAN 113

V.2. SARAN 114

DAFTAR PUSTAKA 115

LAMPIRAN

(16)

DAFTAR SINGKATAN

ANS : autonomic nervous system

AMPA : α – amino – 3 – hydroxy – 5 methyl – 4 isoxazolepropionic acid

ASPT : Advanced Sleep Phase Type bpm : beat perminute

BDNF : brain – derived neurotrophic factor

CAMK II : calcium calmodulin - dependent protein kinase II D3 : Diploma

EEG : electroencephalogram

EDS : Excessive Daytime Sleepiness FK : Fakultas Kedokteran

GABA : Gamma Amino Butryric Acid HAM : Haji Adam Malik

HR : Heart Rate

ICSD : International Classification of Sleep Disorders

IRT : Ibu Rumah Tangga

IL : Interleukin

JNC : Joint National Committee

LC : locus ceruleus

LDT : laterodorsal tegmental nuclei MAP : Mean Arterial Pressure

MMSE : Mini Mental State Examination NREM : non – rapid eye movement

NAPZA : Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif NMDA : N – Methyl – D – Aspartate

OSAS : Obstructive Sleep Apnea Syndrome PERDOSSI : Perhimpunan Dokter Spesialis Indonesia PLMS : periodic limb movements in sleep

PP : Pulse Pressure

PPT : pedunculopontine tegmental nuclei

(17)

PSQI : Pittsburgh Sleep Quality Index PVR : peripheral vascular resistance PWV : pulse wave velocity

TMN : tuberomammilary nucleus TDS : Tekanan Darah Sistolik TDD : Tekanan Darah Diastolik TNF : Tumor Necrosis Factor

RAAS : renin angiotensin aldosteron system RBD : REM sleep behaviour disorder RLS : restless legs syndrome

REM : rapid eye movement RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat SBD : sleep disordered breathing SCN : Suprachiasma Nucleus

SPSS ; Statistical Product and Science Service SD : Standart Deviation

SMP : Sekolah Menengah Pertama SMA : Sekolah Menengah Atas S1,S2 : Sarjana

USU : Universitas Sumatera Utara WHO : World Health Organization VLPO : ventrolateral preoptic nucleus

(18)

DAFTAR ISTILAH / LAMBANG

α : Alfa

β : Beta

% : Persen

< : Lebih kecil dari

> : Lebih besar dari

≥ : Lebih besar sama dengan

≤ : Lebih kecil sama dengan

± : Lebih kurang

Zα : Deviat baku alfa Zβ : Deviat baku beta

r : Korelasi minimal yang dianggap bermakna

n : Jumlah sampel

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Skor median MMSE 31

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7 34 Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 8 35 Tabel 4. Karakteristik Subjek Penelitian 74 Tabel 5. Karakteristik Variabel Penelitian 76 Tabel 6. Hubungan Antara Nilai PSQI Dengan Tekanan Darah

Sistolik

79

Tabel 7. Hubungan Antara Nilai PSQI Dengan Tekanan Darah Diastolik

79

Tabel 8. Hubungan Antara Nilai PSQI Dengan Frekuensi Detak Jantung

80

Tabel 9. Hubungan Antara Nilai Total Skor PSQI Dengan Tekanan Nadi

80

Tabel 10. Hubungan Antara Nilai PSQI Dengan Tekanan Arteri Rata – Rata

81

Tabel 11. Hubungan Antara PSQI Dengan Nilai MMSE 81

Tabel 12. Nilai Rerata PSQI 82

Tabel 13. Distribusi Rerata Nilai PSQI Berdasarkan Karakteristik Demografi Subjek Penelitian

86

Tabel 14. Distribusi Rerata Nilai PSQI Berdasarkan Karakteristik Variabel Penelitian

87

Tabel 15. Distribusi Nilai PSQI Dan Gangguan Tidur Berdasarkan Karakteristik Demografi Subjek Penelitian

91

Tabel 16. Distribusi Nilai PSQI Dan Gangguan Tidur Berdasarkan Karakteristik Variabel Penelitian

95

(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Sistem ascending arousal mengirimkan sinyal dari

batang otak dan hipotalamus posterior menuju seluruh forebrain

16

Gambar 2. Mekanisme regulasi tekanan darah 39

Gambar 3. Skema diagram yang menggambarkan konsep bidirectionality hubungan antara tekanan nadi dan aterosklerosis. Tekanan nadi yang tinggi dapat meningkatkan kerusakan pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya aterosklerosis, dan menghasilkan arterial stiffness pembuluh darah dan meningkatkan wave reflection, yang selanjutnya dapat meningkatkan tekanan nadi

42

Gambar 4. Faktor – faktor yang mempengaruhi tekanan arteri rata – rata (MAP)

44

Gambar 5. Pengaruh sistem otonom pada frekuensi detak jantung

46

Gambar 6. Pengaruh tidur terhadap tekanan darah 49

Gambar 7. Frekuensi Untuk Kategori Usia 75

Gambar 8. Frekuensi Untuk Jenis Kelamin 75

Gambar 9. Frekuensi Untuk Kategori Pendidikan Subjek 75 Gambar 10. Frekuensi Untuk Kategori Tekanan Darah Sistolik 77 Gambar 11. Frekuensi Untuk Kategori Tekanan Darah Diastolik 77 Gambar 12. Frekuensi Untuk Kategori Frekuensi Detak Jantung 77 Gambar 13. Frekuensi Untuk Kategori Tekanan Nadi 78 Gambar 14. Frekuensi Untuk Kategori Tekanan Arteri Rata –

Rata

78 Gambar 15. Frekuensi Untuk Kategori Nilai MMSE 78

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembaran penjelasan kepada calon subjek penelitian Lampiran 2. Surat persetujuan ikut dalam penelitian

Lampiran 3. Lembar pengumpulan data

Lampiran 4. Nilai Skor Mini Mental State Examination (MMSE) Lampiran 5. Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)

Lampiran 6. Skala Depresi Geriatrik

Lampiran 7. Data Identitas Subjek Penelitian

Lampiran 8. Data Hasil Penilaian Subjek Penelitian Lampiran 9. Surat ethical clearance penelitian

(22)

ABSTRAK

Latar Belakang : Gangguan tidur merupakan keluhan yang paling sering dijumpai pada pasien berbagai usia, terutama pada orang usia lanjut sangat mudah terjadi gangguan tidur. Gangguan tidur dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, tekanan nadi, tekanan arteri rata – rata, dan frekuensi detak jantung serta penurunan nilai Mini Mental State Examination (MMSE).

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan darah, tekanan nadi, tekanan arteri rata- rata, frekuensi detak jantung dan nilai MMSE pada pasien usia lanjut.

Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan subjek 50 orang pada usia ≥ 60 tahun yang berobat jalan di Poli Departemen Neurologi RSUP Haji Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Jejaringnya.

Semua subjek dilakukan pengukuran tekanan darah, tekanan nadi, tekanan arteri rata-rata, dan frekuensi detak jantung kemudian dilakukan penilaian MMSE. Setelah itu dilakukan penilaian gangguan tidur dengan menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).

Hasil : Dari 50 subjek terdiri dari 23 orang laki – laki (46%) dan 27 orang perempuan (54%). Hubungan nilai PSQI memiliki korelasi positif yang signifikan terhadap tekanan darah sistolik dengan kekuatan korelasi yang lemah (p = 0,046 ; r = 0,284). Hubungan nilai PSQI memiliki korelasi positif yang signifikan terhadap tekanan darah diastolik dengan kekuatan korelasi yang lemah (p = 0,030 ; r = 0,307). Hubungan nilai PSQI memiliki korelasi positif yang tidak signifikan terhadap frekuensi detak jantung dengan kekuatan korelasi yang sangat lemah (p = 0,182 ; r = 0,192).

Hubungan nilai PSQI memiliki korelasi positif yang tidak signifikan terhadap tekanan nadi dengan kekuatan korelasi yang lemah (p = 0,154 ; r

= 0,205). Hubungan nilai PSQI memiliki korelasi positif yang tidak signifikan terhadap tekanan arteri rata – rata dengan kekuatan korelasi yang lemah (p = 0,060 ; r = 0,268). Hubungan antara nilai PSQI memiliki korelasi negatif yang tidak signifikan terhadap nilai MMSE dengan kekuatan korelasi yang sangat lemah (p = 0,169 ; r = - 0,197).

Kesimpulan : Hubungan gangguan tidur memiliki korelasi positif yang signifikan terhadap tekanan darah (p < 0,05). Namun pada hubungan gangguan tidur memiliki korelasi positif yang tidak signifikan terhadap tekanan nadi, tekanan arteri rata – rata, dan frekuensi detak jantung (p >

0,05). Sedangkan hubungan gangguan tidur memiliki korelasi negatif yang tidak signifikan terhadap nilai MMSE.

Kata Kunci : Tekanan Darah, Tekanan Nadi, Tekanan Arteri Rata – Rata, Frekuensi Detak Jantung, Mini Mental State Examination, MMSE, Pittsburgh Sleep Quality Index, PSQI, gangguan tidur.

(23)

ABSTRACT

Background: Sleep disorders are the most common complaints in patients of all ages, especially in elderly people is very easy to occur sleep disorders. Sleep disturbances can cause an increase in blood pressure, pulse pressure, mean arterial pressure, and heart rate frequency as well as impairment of Mini Mental State Examination (MMSE).

Purpose: This study aims to determine the relationship between sleep disturbance with blood pressure, pulse pressure, mean arterial pressure, heart rate frequency and MMSE value in elderly patients.

Methods: This study is a cross sectional study with the subject of 50 people at the age of ≥ 60 years old who went to the Poly Department of Neurology at RSUP Haji Adam Malik Medan and Hospital Jejaringnya. All subjects performed measurements of blood pressure, pulse pressure, mean arterial pressure, and heart rate frequency and then performed MMSE assessment. After that performed the assessment of sleep disorders by using the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).

Results: 50 subjects consisted of 23 men (46%) and 27 women (54%).

The association of PSQI values has a significant positive correlation to systolic blood pressure with a weak correlation strength (p = 0.046; r = 0.284). The relationship of PSQI values has a significant positive correlation to diastolic blood pressure with a weak correlation strength (p = 0.030; r = 0.307). The relation of PSQI value has a non - significant positive correlation with heart rate frequency with very weak correlation strength (p = 0,182; r = 0,192). The relation of PSQI value has a non - significant positive correlation to pulse pressure with weak correlation strength (p = 0,154; r = 0,205). The relation of PSQI value has a non - significant positive correlation with mean arterial pressure with a weak correlation strength (p = 0.060; r = 0.268). The relationship between PSQI value has a negative correlation that is not significant to MMSE value with very weak correlation strength (p = 0,169; r = - 0,197).

Conclusions: The association of sleep disorders has a significant positive correlation to blood pressure (p <0.05). However, the association of sleep disorders has a non-significant positive correlation with pulse pressure, mean arterial pressure, and heart rate frequency (p> 0.05). While the relationship of sleep disorders have a negative correlation that is not significant to the MMSE value.

Keywords: Blood Pressure, Pulse Pressure, Average Artery Pressure, Heartbeat Frequency, Mini Mental State Examination, MMSE, Pittsburgh Sleep Quality Index, PSQI, sleep disturbance.

(24)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Tidur merupakan komponen essensial untuk kesehatan fisik dan kesehatan jiwa (McGrath dkk, 2014). Tidur adalah bagian yang sangat penting, menyehatkan, dan melibatkan peristiwa fisiologik tubuh, dan jika terjadi gangguan pada tidur dapat mengakibatkan dampak negatif pada kesehatan. Kualitas tidur dinilai dengan komponen tidur baik secara kuantitatif dan kualitatif. Komponen kuantitatif melibatkan durasi tidur sedangkan komponen kualitatif merupakan penilaian subjektif yang dalam dan adanya perasaan yang tenang saat bangun tidur (Shittu dkk, 2014).

Keluhan yang berkaitan tentang kualitas tidur sering dijumpai.

Menurut survei yang dilakukan menunjukkan bahwa 15 – 35% dari populasi dewasa mengalami keluhan gangguan pada kualitas tidur yang paling sering dijumpai, berupa kesulitan jatuh tertidur atau kesulitan mempertahankan tidur. Sebagai tambahan, kualitas tidur yang buruk dapat menjadi gejala penting pada gangguan tidur dan gangguan kesehatan. Penilaian terhadap kualitas tidur dan durasi tidur didapati kemungkinan berkaitan langsung dengan mortalitas. Berdasarkan the National Sleep Foundation menyebutkan bahwa pada orang dewasa seharusnya mendapatkan tidur selama 7 dan 9 jam tiap malam (Shittu dkk, 2014).

(25)

Durasi tidur yang standar pada negara barat telah menurun ketetapannya selama satu dekade terakhir. Pada the National Health Interview Survey dari tahun 2004 sampai tahun 2007 yang dilakukan oleh Krueger dkk (tahun 2009), didapati lebih dari sepertiga populasi orang dewasa Amerika Utara tercatat memiliki durasi tidur yang abnormal, didefinisikan sebagai durasi tidur yang pendek (< 7 - 8 jam per malam) atau durasi tidur yang panjang (> 8 jam per malam) (McGrath dkk, 2014).

Sebanyak 50% orang usia lanjut tercatat mengalami gangguan tidur dan sekitar sepertiganya tercatat mengalami durasi tidur baik yang pendek dan panjang (Ramos dkk, 2013). Pada uji laboratorium dan penelitian epidemiologik sebelumnya menemukan bahwa tidur yang tidak adekuat yang dilihat dari kualitas dan kuantitas tidur berhubungan dengan peningkatan frekuensi faktor risiko kardiovaskular misalnya hipertensi, diabetes mellitus, dan obesitas, serta secara independen terkait dengan peningkatan risiko terjadinya komplikasi merugikan dari penyakit kardiovaskular, misalnya stroke dan infark miokard (McGrath dkk, 2014).

Shittu dkk tahun 2014 melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi kualitas tidur subjektif dan mencari hubungannya dengan tekanan darah, depresi dan body mass index. Pada penelitian tersebut mendapati hasil sebagai berikut : sebanyak 240 subjek penelitian (60%) dengan tekanan darah normal, 29 subjek (7,5%) dengan hipertensi stage 1, dan 43 subjek (10,8%) dengan hipertensi stage 2. Dimana diperoleh 30,8 % subjek memiliki kualitas tidur sangat baik, 33,2% subjek memiliki kualitas tidur cukup baik, 19,5% subjek memiliki kualitas tidur cukup buruk,

(26)

dan 16,5% subjek memiliki kualitas tidur sangat buruk. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah adanya hubungan yang kuat secara statistik antara kualitas tidur yang buruk, tekanan darah (nilai p = 0,002), depresi (nilai p = 0,000), dan body mass index (nilai p = 0,05). Menurut the sleep Heart Health Study, pada subjek yang durasi tidur ≤ 5 jam per malam memiliki frekuensi timbulnya hipertensi yang tinggi. Studi The Whitehall II juga mendapati wanita yang durasi tidur ≤ 5 jam per malam memiliki risiko tinggi untuk mengalami hipertensi dibandingkan dengan durasi tidur 7 jam per malam (Shittu dkk, 2014).

Berdasarkan penelitian Shaikh dkk tahun 2010 terhadap 489 orang remaja Gunajarati Indian yang memiliki kelompok usia 16 – 19 tahun didapati bahwa denyut nadi, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, tekanan nadi, dan tekanan arteri rata – rata tidak berbeda secara signifikan antara remaja yang memiliki durasi tidur yang cukup pada waktu malam hari (≥ 7 jam) dan tidak memiliki durasi tidur yang cukup pada waktu malam hari (< 7 jam). Penelitian tersebut menemukan nilai rerata tekanan nadi pada remaja laki - laki Gunajarati Indian yang memiliki durasi tidur yang cukup sebesar 42±8 mmHg, sedangkan yang tidak memiliki durasi tidur yang tidak cukup sebesar 42±7,4 mmHg. Didapati juga nilai rerata tekanan arteri rata - rata pada remaja perempuan Gunajarati Indian yang memiliki durasi tidur yang cukup sebesar 62±6,8 mmHg, sedangkan yang tidak memiliki durasi tidur yang tidak cukup sebesar 61±6,2 mmHg (Shaikh dkk, 2010).

(27)

Tidur dapat mempengaruhi fungsi sistem saraf otonom dan kejadian fisiologik lainnya yang dapat mempengaruhi tekanan darah.

Selanjutnya, gangguan tidur dapat mempengaruhi respon tekanan darah dan peningkatan risiko terjadinya hipertensi (Calhoun dkk, 2010). Tidur pada orang yang sehat berkaitan dengan terjadinya penurunan frekuensi detak jantung, tekanan darah, dan aktivitas simpatik, dimana aktivitas parasimpatik ditemukan meningkat (Jackowska dkk, 2012). Gangguan tidur juga dapat mempunyai banyak efek yang ditimbulkan terutama terhadap aspek fungsi fisiologis yang berupa kewaspadaan, kognitif, mood, fungsi imunitas, dan aktivitas otonom (Ogawa dkk, 2003).

Tidur mempunyai fungsi homeostatik yang penting berupa efek menekan sistem stress dan sistem pro – inflamasi. Akibat gangguan tidur, durasi tidur yang singkat, dan insomnia dapat meningkatkan aktivitas sistem stress neuroendokrin, sistem saraf simpatik, dan sistem imun (sitokin pro - inflamasi) yang akan mengakibatkan timbulnya hipertensi (Palagini dkk, 2013). Gangguan tidur dapat menyebabkan ketidakseimbangan otonomik, dimana menimbulkan terjadinya peningkatan simpatik yang lebih dominan dibandingkan modulasi parasimpatik (Jackowska dkk, 2012). Sebagai tambahan, gangguan tidur kemungkinan dapat mengaktifkan proses inflamasi yang dapat menginduksi gangguan pada endotelial, memulai aktivasi plak, yang kemudian menyebabkan timbulnya penyakit kardiovaskular juga mengakibatkan terjadinya hipertensi. Akibat dari aktivitas inflamasi sistemik dapat berlanjut menjadi proses atherosklerotik (Palagini dkk,

(28)

2013). Mekanisme lain yang berkontribusi berupa peningkatan aktivitas sistem renin – angiotensin – aldosteron yang berlebihan dan gangguan ginjal (Meng Ling dkk, 2013). Gangguan tidur dapat menyebabkan perubahan pada mekanisme barorefleks pada otak yang mengakibatkan peningkatan tekanan diastolik (Mungai, 2016). Selain itu, gangguan tidur juga dapat mengurangi sensitivitas insulin, dan meningkatkan nafsu makan dengan mengurangi leptin dan meningkatkan ghrelin, sehingga dapat menyebabkan timbulnya diabetes mellitus tipe 2 dan obesitas, dimana keduanya merupakan faktor risiko tersering untuk terjadinya hipertensi (Meng Ling dkk, 2013).

Bansil dkk mendapati bahwa kombinasi dari gangguan tidur yang berupa durasi tidur yang pendek dan gangguan pada kualitas tidur terkait dengan peningkatan risiko dari prevalensi hipertensi (Shittu dkk, 2014).

Mekanisme yang mendasari hubungan antara tidur yang tidak cukup atau kualitas tidur yang buruk dan hipertensi diketahui terkait dengan banyak faktor, termasuk peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik dan peningkatan prevalensi dari faktor risiko lainnya, misalnya diet yang buruk, pengurangan aktivitas fisik, peningkatan berat badan, dan merokok.

Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi serta retensi cairan, yang dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi melalui overload volume (McGrath dkk, 2014).

Tidur yang tidak cukup kemungkinan dapat mempengaruhi cortisol stress hormones dan sistem saraf simpatik, yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah (Shittu dkk, 2014). Berdasarkan uji

(29)

laboratorium ditemukan adanya peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik yang signifikan dan didapati peningkatan tekanan darah yang dijumpai pada individu yang memiliki gangguan tidur dibandingkan dengan individu yang memiliki kondisi tidur yang baik. Peningkatan ekskresi noradrenalin pada urine yang mengindikasi adanya peningkatan aktivitas simpatik ditemukan pada penderita gangguan tidur pada waktu malam hari (McGrath dkk, 2014).

Frekuensi detak jantung dimodulasi oleh efek kombinasi dari sistem saraf simpatik dan parasimpatik (Stein dkk, 2012). Gangguan tidur kemungkinan dapat menimbulkan efek yang merugikan misalnya terjadinya peningkatan tekanan darah atau frekuensi detak jantung (Jackowska dkk, 2012). Pada penelitian yang dilakukan oleh Sauvet dkk ditemukan bahwa akibat gangguan tidur selama 32 jam pada pria sehat mengakibatkan peningkatan yang signifikan terhadap tekanan darah sistolik dan frekuensi detak jantung. Barnett dkk menilai individu yang tidak ditemukan gejala klinis akibat gangguan tidur dan mendapati bahwa individu dengan durasi tidur < 6 jam memiliki frekuensi detak jantung yang tinggi dibandingkan dengan individu yang durasi tidur > 6 jam (Stein dkk, 2012).

Menurut penelitian Mungai tahun 2016 terhadap subjek penelitian usia 20 – 40 tahun yang menilai tentang hubungan antara gangguan tidur yang kronik dengan tekanan nadi, didapati kesimpulan bahwa adanya hubungan yang tidak signifikan antara gangguan tidur dan tekanan nadi.

Gangguan tidur juga dapat menyebabkan terjadi peningkatan tekanan

(30)

darah diastolik dan tekanan arteri rata – rata yang disebabkan karena perubahan pada mekanisme barorefleks (Mungai, 2016).

Gangguan tidur tidak hanya mempengaruhi kesehatan mental saja, tetapi juga dapat mempengaruhi fungsi dan kemampuan kognitif (Stefansdottir, 2015). Akibat gangguan tidur dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada fungsi kognitif (Zhang dkk, 2008). Fungsi kognitif yang dipengaruhi oleh tidur termasuk kecepatan psikomotor dan kognitif, kewaspadaan, dan atensi eksekutif, memori, dan kemampuan kognitif lainnya (Goel dkk, 2009). Berdasarkan studi Ramos dkk tahun 2013 yang meneliti tentang hubungan antara durasi tidur dan nilai skor Mini Mental State Examination (MMSE) pada komunitas usia lanjut didapati bahwa durasi tidur yang panjang (≥ 9 jam) berkaitan dengan nilai MMSE yang buruk. Durasi tidur yang pendek (< 6 jam) tidak berkaitan dengan nilai MMSE. Durasi tidur yang pendek (< 6 jam) berkaitan dengan fungsi kognitif global yang buruk, gangguan memori, dan kecepatan psikomotor, tetapi hubungan lebih kuat pada yang durasi tidur panjang (≥9 jam). Durasi tidur yang pendek dapat menyebabkan defisit pada atensi dan kewaspadaan akibat dari mengantuk yang berlebihan. Mekanisme yang menjelaskan bagaimana durasi tidur yang panjang dapat mempengaruhi fungsi kognitif tidak dapat dipahami sepenuhnya (Ramos dkk, 2013).

Ada beberapa mekanisme yang menjelaskan tentang efek dari gangguan tidur yang menyebabkan gangguan pada fungsi kognitif yaitu terjadi perubahan pada plastisitas sinaptik, perubahan pada jaringan

(31)

saraf, dan perubahan pada metabolik otak. Plastisitas sinaptik dipercaya yang mendasari pembentukan memori, dimana kemungkinan bertanggung jawab terhadap efek gangguan tidur yang menyebabkan terjadinya gangguan kognitif. Gangguan tidur dapat mengurangi metabolisme serebral terutama didaerah korteks prefrontal. Gangguan atensi dan kognitif lainnya setelah terjadi gangguan tidur dapat disebabkan karena penurunan aktivitas otak dan fungsi korteks prefrontal. Peningkatan aktivitas juga ditemukan pada insula bilateral, klaustrum dan putamen kanan setelah terjadi gangguan tidur selama 48 jam (Zhang dkk, 2008).

I.2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang penelitian - penelitian terdahulu seperti yang telah diuraikan di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut : Apakah terdapat hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan darah, tekanan nadi, tekanan arteri rata - rata, frekuensi detak jantung, dan nilai MMSE pada pasien usia lanjut ?

I.3. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan : I.3.1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan darah, tekanan nadi, tekanan arteri rata - rata, frekuensi detak jantung, dan nilai MMSE pada pasien usia lanjut.

(32)

I.3.2.Tujuan Khusus

1.3.2.1. Untuk mengetahui hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan darah pada pasien usia lanjut yang berobat ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Jejaring.

1.3.2.2. Untuk mengetahui hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan nadi pada pasien usia lanjut yang berobat ke RSUP Haji Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Jejaring.

1.3.2.3. Untuk mengetahui hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan arteri rata - rata pada pasien usia lanjut yang berobat ke RSUP Haji Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Jejaring.

1.3.2.4. Untuk mengetahui hubungan antara gangguan tidur dengan frekuensi detak jantung pada pasien usia lanjut yang berobat ke RSUP Haji Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Jejaring.

1.3.2.5. Untuk mengetahui hubungan gangguan tidur dengan nilai MMSE pada pasien usia lanjut yang berobat ke RSUP Haji Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Jejaring.

1.3.2.6. Untuk mengetahui gambaran karakteristik demografi subjek penelitian yang berusia lanjut yang berobat ke RSUP Haji Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Jejaring.

(33)

I.4. HIPOTESIS

1) Ada hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan darah, tekanan nadi, tekanan arteri rata - rata, frekuensi detak jantung, dan nilai MMSE pada pasien usia lanjut.

I.5. MANFAAT PENELITIAN

I.5.1. Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara keilmuan tentang hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan darah, tekanan nadi, tekanan arteri rata - rata, frekuensi detak jantung, dan nilai MMSE pada pasien usia lanjut dan dapat dijadikan dasar bagi penelitian selanjutnya.

I.5.2. Manfaat Penelitian untuk Peneliti

Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memenuhi kewajiban pada Program Pendidikan Dokter Spesialis di bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) / RSUP Haji Adam Malik Medan.

I.5.3. Manfaat Penelitian untuk Masyarakat

Dengan mengetahui hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan darah, tekanan nadi, tekanan arteri rata - rata, frekuensi detak jantung, dan nilai MMSE pada pasien usia lanjut, maka masyarakat dapat mengetahui faktor - faktor yang berkaitan dengan terjadinya gangguan tidur dan gangguan fungsi kognitif.

(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. TIDUR II.1.1. Definisi

Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia dan komponen terpenting untuk kesehatan yang baik, kualitas hidup yang baik, dan kinerja tubuh yang baik selama seharian (World Health Organization / WHO, 2004). Tidur adalah faktor yang berkontribusi terhadap kesehatan yang optimal dan vitalitas (Bansil dkk, 2011). Tidur adalah suatu keadaan fisiologik yang dapat timbul bergantian dengan kondisi terbangun dari tidur, durasi dan kualitas tidur sama pentingnya untuk kualitas hidup (WHO, 2004). Tidur dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan kehilangan kewaspadaan yang normal, berulang, reversible disertai dengan hilangnya persepsi dan respons terhadap lingkungan luar (Silber dkk, 2010).

Gangguan tidur adalah suatu kondisi yang dikarakteristikkan oleh gangguan pada pola tidur yang biasa atau gangguan perilaku pada saat tidur yang menyebabkan stress dan gangguan pada aktivitas sehari – hari (Sie, 2013).

II.1.2. Pembagian Tahapan Tidur

Secara normal, tidur dapat dibagi atas dua tahap yang nyata, yaitu: non – rapid eye movement (NREM) dan rapid eye movement (REM) sleep (Schupp dkk, 2003). Non – rapid eye movement sleep

(35)

dikarakteristikkan dengan terjadinya pengurangan aktivitas fisiologis. Tidur menjadi lebih dalam, gelombang otak yang dinilai dengan menggunakan electroencephalogram (EEG) terlihat lambat dan memiliki amplitudo terbesar, pernafasan, dan frekuensi detak jantung melambat, dan tekanan darah menurun. Pada tahap NREM terbagi atas 4 stadium, yaitu : (National Sleep Foundation, 2016)

 Stadium 1:

Keadaan mengantuk atau transisi dari kondisi bangun sampai jatuh tertidur. Gelombang otak dan aktivitas otot mulai menurun. Pada tahap tidur stadium 1 kemungkinan akan timbul muscle jerks secara tiba – tiba, yang didahului oleh sensasi terjatuh (National Sleep Foundation, 2016). Pada stadium 1, EEG menunjukkan amplitudo yang rendah, frekuensi campuran, dan terdapat gerakan bola mata yang lambat (rolling) (Lumbantobing, 2011).

 Stadium 2 :

Periode tidur yang tenang dimana pergerakan bola mata berhenti. Gelombang otak menjadi lebih lambat, kadang – kadang ditemukan sleep spindles, diikuti dengan adanya periode tonus otot yang spontan bercampur dengan periode otot yang relaksasi. Frekuensi detak jantung melambat dan suhu tubuh menurun (National Sleep Foundation, 2016).

(36)

 Stadium 3 dan 4:

Gelombang delta bervoltase tinggi mendominasi gambaran EEG pada stadium III dan stadium IV terdiri dari gelombang tidur yang lambat (Lumbantobing, 2011). Tekanan darah menurun, pernafasan melambat, dan suhu tubuh menurun bahkan menjadi rendah, disertai dengan tidak adanya pergerakan tubuh (National Sleep Foundation, 2016).

Pada tahap REM sleep merupakan periode tidur yang aktif yang ditandai dengan aktivitas otak yang meningkat. Gelombang otak menjadi cepat dan desynchronized, hampir sama dengan kondisi sadar.

Pernafasan menjadi lebih cepat, irregular, dan dangkal; pergerakan bola mata bervariasi pada berbagai arah dan otot pada anggota gerak tubuh tidak dapat digerakkan untuk sementara waktu. Frekuensi detak jantung dan tekanan darah meningkat. Juga dijumpai terjadinya mimpi pada tahap tidur ini (National Sleep Foundation, 2016).

II.1.3. Fisiologi Tidur

Sewaktu tidur REM, didapatkan pola frekuensi campuran dengan voltase rendah (desynchronized EEG). Gelombang sinusoid 3 – 5 Hz hipokampus terlihat selama tidur REM. Letupan gerak cepat konjugat dari mata terjadi waktu tidur REM, dan pada rekaman EMG terlihat aktivitas dan tonus sebagian besar otot berkurang atau tidak ada, menggambarkan inhibisi dari pusat di batang otak. Subjek sering menunjukkan hiperventilasi, takikardia, dan fluktuasi pada tekanan darah. Manula

(37)

menunjukkan berkurangnya jumlah tidur gelombang – lambat, sering terbangun dan jumlah waktu tidur berkurang (Lumbantobing, 2011).

Sejak dimulainya tidur didapatkan secara progresif menurun dan menaik melalui stadium 1 ke stadium 4, selama periode 70 - 100 menit di - ikuti oleh letupan REM. Siklus ini berulang kira – kira tiap 90 menit.

Periode REM berlangsung kira – kira 15 menit dan merupakan kira – kira 20% dari waktu tidur total. Umumnya tidur REM merupakan 20 – 25 % dari jumlah tidur, stadium 2 sekitar 50% dan stadium 3 dan 4 bervariasi luas dengan usia. Tidur terdiri dari 4 – 6 siklus satu malam. Jumlah jam tidur total yang normal berkisar dari 5 – 9 jam pada 90% orang dewasa.

Dengan berlanjutnya usia, efisiensi tidur berkurang, dengan waktu yang lebih lama di tempat tidur namun lebih singkat dalam keadaan tertidur.

Pola tidur normal diatur oleh pusat – pusat yang saling berhubungan di bagian atas batang otak, daerah diencephalon dan basal forebrain yang bertanggung jawab terhadap inisiasi dan pengaturan tidur. Penyakit neurologi dapat mengakibatkan berbagai bentuk gangguan tidur, di antaranya dapat disebut mengantuk di siang hari, gangguan siklus bangun – tidur, dan berbagai gangguan behavioral sewaktu tidur (Lumbantobing, 2011).

Pola bangun – tidur sebagian ditentukan oleh faktor genetik dan endogen, sebagian lagi oleh faktor lingkungan atau eksogen. Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengindentifikasi jam sirkadian yang mengatur irama tidur – bangun. Pada hewan jelas diketahui, dan diduga mungkin juga pada manusia, bahwa nukleus di suprakhiasmatik di

(38)

hipotalamus merupakan lokasi jam yang mempunyai pengaruh terbesar.

Nukleus ini mempunyai hubungan – hubungan yang luas dengan bangunan hipotalamus, talamus, dan mesensefalon yang mungkin berperan juga dalam tidur (Lumbantobing, 2011).

II.1.4. Siklus Tidur Bangun

Sistem ascending arousal memancar dari batang otak dan hipotalamus posterior ke arah forebrain. Sel-sel saraf pada laterodorsal tegmental nuclei (LDT) dan pedunculopontine tegmental nuclei (PPT) membawa serabut kolinergik (acetylcholine) ke semua target di forebrain, termasuk juga di talamus, dan kemudian mengatur aktivitas kortikal. Sel- sel saraf pada Tuberomammilary Nucleus (TMN) berisi histamin, sel-sel saraf daripada raphe nuclei berisi 5 Hydroxytripthamine (5-HT) dan neuron daripada Locus Ceruleus (LC) berisi noradrenalin, sedang sleep promoting neuron daripada ventrolateral preoptic nucleus (VLPO) berisi GABA (Gamma Amino Butryric Acid) disebut Gaba – ergic neuron dan galanin. Nukleus - nukleus aminergik memancar difus kearah forebrain, yang mengatur aktifitas target di kortikal dan hipotalamus secara langsung. Sinyal dari SCN (Suprachiasma Nucleus) menimbulkan bangun waspada pada siang hari dan juga menginduksi tidur pada malam hari via proyeksi eferen ke area dorsomedial hipotalamus dan area preoptic kemudian memancar ke area lain yang terlibat dalam regulasi tidur, seperti area VLPO dan wake - promoting centres di batang otak dan hipotalamus posterior. Ventrolateral preoptic nucleus memancar ke area

(39)

lainnya di hipotalamus, memodulasi arousal area di batang otak, pons, dan hipotalamus posterior (Sjahrir, 2008).

Gambar 1. Sistem ascending arousal mengirimkan sinyal dari batang otak dan hipotalamus posterior menuju seluruh forebrain

Dikutip dari: Sjahrir, H. 2008. Nyeri Kepala dan Vertigo. Pustaka Cendekia Press. Yogyakarta.

II.1.5. Kebutuhan Tidur

Para peneliti yang melakukan penelitian tentang tidur mendapati bahwa kebutuhan tidur pada usia dewasa rata – rata 7 sampai 9 jam tiap malam, usia remaja sekitar 9,5 jam dan usia bayi umumnya membutuhkan sekitar 16 jam perhari (National Sleep Foundation, 2016).

II.1.6. Klasifikasi Gangguan Tidur

Berdasarkan the third edition of the International Classification of Sleep Disorders (ICSD) yang dipublikasikan oleh the American Academy of Sleep Medicine pada Maret 2014, klasifikasi tidur dibagi atas enam kategori utama secara klinis yaitu : (Zucconi dkk, 2014)

(40)

1. Insomnia :

Seorang pasien insomnia mengeluh kesulitan untuk memulai tidur (sleep onset insomnia) atau mempertahankan tidurnya (sleep maintenance insomnia) meskipun mereka ada kesempatan untuk tidur, dikondisikan untuk tidur dan punya waktu tidur. Pada pasien insomnia, tidurnya menjadi singkat dan kurang adekuat, mudah terganggu, kualitasnya buruk, tidak merasa segar saat bangun tidur, tidak nyaman atau tidak menimbulkan efek restorasi. Seringkali mereka terjaga berulang kali atau bangun terlalu dini dan sulit tidur lagi. Pada pasien insomnia anak – anak seringkali sulit diajak tidur atau tidak bisa tidur sendiri. Gangguan tidur ini akan menyebabkan gangguan fungsi sehari – hari. Para ahli mendefinisikan insomnia bila sleep latency lebih dari 30 menit; waktu terjaga setelah onset tidur lebih dari 30 menit; efisiensi tidur kurang dari 85%; atau total lama tidur (total sleep time) kurang dari 6 – 6,5 jam, dan keluhan tersebut terjadi minimal 3 hari seminggu (Islamiyah, 2014).

Pembagian insomnia menurut ICDS edisi ketiga yaitu:

a) Chronic insomnia disorder b) Short - term insomnia disorder c) Other insomnia disorder

d) Isolated symptoms and normal variants e) Excessive time in bed

f) Short sleeper (Zucconi dkk, 2014)

(41)

2. Sleep - related breathing disorders :

Kondisi yang ditandai dengan adanya gangguan pernafasan yang terjadi pada saat tidur. Pembagian sleep - related breathing disorders menurut ICSD edisi ketiga yaitu : (Zucconi dkk, 2014)

A) Obstructive sleep apnoea disorders : (1) Obstructive sleep apnoea, adult (2) Obstructive sleep apnoea, paediatric B) Central sleep apnoea syndromes :

(1) Central sleep apnoea with Cheyne – Stokes breathing (2) Central apnoea due to a medical disorder without

Cheyne – Stokes breathing

(3) Central sleep apnoea due to high-altitude periodic breathing

(4) Central sleep apnoea due to a medication or substance (5) Primary central sleep apnoea

(6) Primary central sleep apnoea of infancy (7) Primary central sleep apnoea of prematurity (8) Treatment - emergent central sleep apnoea C) Sleep - related hypoventilation disorders :

(1) Obesity hypoventilation syndrome

(2) Congenital central alveolar hypoventilation syndrome (3) Late – onset central hypoventilation with hypothalamic dysfunction

(42)

(4) Idiopathic central alveolar hypoventilation

(5) Sleep - related hypoventilation due to a medication or substance

(6) Sleep - related hypoventilation due to a medical disorder D) Sleep - related hypoxaemia :

(1) Disorder sleep – related hypoxaemia E) Isolated symptoms and normal variants :

(1) Snoring (2) Catathrenia

3. Central disorders of hypersomnolence :

Hampir seperempat dewasa muda mengalami Excessive Daytime Sleepiness (EDS) atau mengantuk berlebihan di siang hari.

Penyebabnya cukup banyak meliputi waktu tidur kurang, kelainan tidur primer, kelainan medis dan neurologis yang menganggu tidur atau menyebabkan tidur patologis. Keluhan yang khas adalah tertidur yang tidak bisa ditahan, menyebabkan rasa malu, menurunnya produktivitas, dan kadang – kadang menyebabkan bencana ( misal : saat mengemudi) (Purnomo, 2014).

Pembagian central disorders of hypersomnolence berdasarkan ICSD edisi ketiga yaitu : (Zucconi dkk, 2014)

(1) Narcolepsy type 1 (2) Narcolepsy type 2

(3) Idiopathic hypersomnia (4) Kleine – Levin syndrome

(43)

(5) Hypersomnia due to a medical disorder

(6) Hypersomnia due to a medication or substance (7) Hypersomnia associated with a psychiatric disorder (8) Insufficient sleep syndrome

(9) Isolated symptoms and normal variants : (a) Long sleeper

4. Circadian rhythm sleep – wake disorders :

Diagnosis gangguan tidur irama sirkadian (circadian rhythm sleep – wake disorders) adalah :

A. Adanya gangguan tidur yang menetap, disebabkan terutama hal – hal berikut :

1. Perubahan sistem waktu sirkadian

2. Ketidaksesuaian antara ritme sirkadian endogen dan faktor endogen yang mempengaruhi waktu atau durasi tidur.

B. Gangguan tidur irama sirkadian mengakibatkan insomnia, ngantuk berlebihan, atau keduanya.

C. Gangguan tidur tersebut berhubungan dengan masalah sosial, pekerjaan, atau hal fungsional lainnya.

Berdasarkan ICSD edisi ketiga, circadian rhythm sleep wake disorders dibagi atas beberapa macam yaitu : (Zucconi dkk, 2014)

(1) Delayed sleep – wake phase disorder (2) Advanced sleep – wake phase disorder

(44)

(3) Irregular sleep – wake rhythm disorder (4) Non – 24 – h sleep – wake rhythm disorder (5) Shift work disorder

(6) Jet lag disorder

(7) Circadian sleep – wake disorder not otherwise specified (NOS)

5. Parasomnias :

Parainsomnias merupakan fenomena fisik yang tidak diinginkan dimana dapat muncul terutama pada saat tidur (Silber dkk, 2010). Parainsomnias dapat berupa berjalan sambil tertidur, mimpi buruk, dan mengompol yang diakibatkan adanya gangguan pada NREM yang timbul pada saat malam hari (National Sleep Foundation, 2016). Parainsomnias dibagi menjadi kelompok yang muncul dari tidur non – REM (juga dikenal sebagai confusional arousal) dan kelompok yang muncul pada saat tidur REM.

Berdasarkan ICSD edisi ketiga, Parasomnias dibagi atas beberapa macam yaitu : (Zucconi dkk, 2014)

(1) NREM - related parasomnias :

(a) Disorders of arousal (from NREM sleep) (b) Confusional arousals

(c) Sleepwalking (d) Sleep terrors

(e) Sleep-related eating disorder (2) REM - related parasomnias :

(45)

(a) REM sleep behaviour disorder (b) Recurrent isolated sleep paralysis (c) Nightmare disorder

(3) Other parasomnias :

(a) Exploding head syndrome (b) Sleep-related hallucinations (c) Sleep enuresis

(d) Parasomnia due to a medical disorder

(e) Parasomnia due to a medication or substance (f) Parasomnia, unspecified

(4) Isolated symptoms and normal variants : (a) Sleep talking

6. Sleep - related movement disorders :

Gambaran dasar dari sleep - related movement disorders adalah adanya gerakan yang relatif sederhana, sering dijumpai stereotipik yang dapat timbul selama tidur atau pada awal tidur.

Menurut ICSD edisi ketiga, sleep - related movement disorders terdiri dari beberapa macam yaitu : (Zucconi dkk, 2014)

(1) Restless legs syndrome

(2) Periodic limb movement disorder (3) Sleep-related leg cramps

(4) Sleep-related bruxism

(5) Sleep-related rhythmic movement disorder (6) Benign sleep myoclonus of infancy

(46)

(7) Propriospinal myoclonus at sleep onset

(8)Sleep-related movement disorder due to a medical disorder (9) Sleep-related movement disorder due to a medication or

substance

(10) Sleep-related movement disorder, unspecified (11) Isolated symptoms and normal variants :

(a) Excessive fragmentary myoclonus

(b) Hypnagogic foot tremor and alternating leg muscle activation

(c) Sleep starts (hypnic jerks)

II.1.7. Epidemiologi Gangguan Tidur

Meskipun gangguan tidur merupakan keluhan yang paling sering dijumpai pada pasien berbagai usia, dimana para peneliti mendapati terutama pada orang usia lanjut sangat mudah terjadi gangguan tidur.

Sebuah penelitian besar yang dilakukan pada 9000 lebih orang usia lanjut yang berumur > 60 tahun ditemukan sekitar 42% subjek penelitiannya memiliki kesulitan dalam memulai dan mempertahankan tidur. Pada follow up selama 3 tahun didapati 15% subjek yang tercatat tidak menderita kesulitan tidur pada dasarnya memiliki gangguan tidur, dan disimpulkan bahwa insidensi terjadinya gangguan tidur rata – rata pertahun sekitar 5%

(Roepke dkk, 2010).

Insomnia merupakan kasus gangguan tidur tersering dijumpai dalam praktik sehari – hari. Sepertiga populasi dewasa mengeluhkan insomnia dan sekitar 10% diantaranya mengalami insomnia kronis.

(47)

Prevalensi insomnia lebih banyak pada kelompok lansia, status sosial ekonomi rendah, pekerja dengan sistem rotasi (shift), dan korban perceraian. Wanita juga lebih sering terkena insomnia dibandingkan pria.

Prevalensi insomnia juga meningkat pada populasi pengguna alkohol atau NAPZA, pasien yang sedang dirawat di rumah sakit atau asrama, dan pasien yang sedang mengalami gangguan medis atau neurologis tertentu (Islamiyah, 2014)

Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering dijumpai pada orang usia lanjut yang ditandai dengan adanya kesulitan dalam memulai tidur atau mempertahankan tidur, bersamaan dengan terjadinya gangguan pada aktivitas sehari – hari. Beberapa studi telah menemukan bahwa lebih dari 40 – 50% orang dewasa yang berusia lebih dari 60 tahun dilaporkan telah mengalami gangguan tidur. Ada tiga tipe gangguan tidur primer yang sering dijumpai pada orang usia lanjut yaitu : sleep disordered breathing (SDB), restless legs syndrome (RLS) atau periodic limb movements in sleep (PLMS), dan REM sleep behaviour disorder (RBD) (Roepke dkk, 2010).

Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) merupakan kasus SDB yang paling sering dijumpai. Berdasarkan penelitian Young dkk tahun 1993 menemukan prevalensi OSAS sekitar 2% pada wanita dan 4% pada pria dewasa. Di india prevalensi OSAS 7,5%, Singapura diperkirakan sekitar 15%, Thailand 1,9% pada wanita dan 4,8% pada pria (Tedjasukmana, 2014). Advanced Sleep Phase Type (ASPT) lebih sering pada umur separuh baya dan dewasa tua, dengan perkiraan prevalensi

(48)

sebesar 1% dari orang separuh baya, dan mungkin lebih banyak pada dewasa tua (Fidiana, 2014).

II.1.8. Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)

Pittsburgh Sleep Quality Index diperkenalkan pada tahun 1989 oleh Buysse dan Renolds, sebagai suatu alat untuk mengukur kualitas tidur dan gangguan tidur secara retrospektif selama periode satu bulan.

Pittsburgh Sleep Quality Index dapat membedakan kualitas tidur yang baik dan buruk, dan menyediakan pengukuran yang singkat dan berguna secara klinis untuk berbagai macam gangguan tidur(Cinar dkk, 2012).

Ada 19 item yang terdapat pada PSQI yang dikelompokkan menjadi 7 komponen yaitu : kualitas tidur subjektif (1 item), latensi tidur (2 item), durasi tidur (1 item), efisiensi kebiasaan tidur (3 item), gangguan tidur (9 item), penggunaan obat tidur (1 item), dan gangguan dalam melaksanakan tugas sehari – hari (2 item) (Cinar dkk, 2012). Pittsburgh Sleep Quality Index terdiri dari 19 pertanyaan yang dijawab sendiri oleh penderita dan lima pertanyaan yang dijawab oleh teman sekamar. Skala penilaian terdiri dari 15 bagian pilihan berganda mengenai frekuensi dari gangguan tidur dan kualitas tidur subjektif dan 4 bagian mengenai jam/

waktu tidur, waktu bangun, latensi tidur dan durasi tidur. Lima pertanyaan kepada partner tidur adalah pilihan berganda mengenai nilai dari gangguan tidur (Buysse dkk, 2000).

Setiap komponen diberikan penilaian antara skor 0 (tidak ada kesulitan) sampai 3 (kesulitan tidur yang berat). Seluruh komponen dijumlahkan menjadi suatu skor keseluruhan / total skor dari seluruh

(49)

komponen (berkisar antara nilai 0 - 21). Apabila nilai total skor dari seluruh komponen PSQI > 5 dinyatakan sebagai gangguan tidur yang signifikan (Aoudia dkk, 2013; Soysal dkk, 2013; Miaskowski dkk, 2012; Buysse dkk, 2000). Nilai total skor dari seluruh komponen PSQI > 5 juga menandakan kualitas tidur yang buruk (Smyth dkk, 2012). Nilai total skor yang paling tinggi menunjukkan kualitas tidur yang buruk (Cinar dkk, 2012). Apabila total skor keseluruhan dan skor pada komponen tidur bernilai tinggi menandakan bahwa adanya keluhan yang timbul dan gangguan tidur yang dialami juga lebih berat (Miaskowski dkk, 2012). Pittsburgh Sleep Quality Index merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan untuk mengevaluasi tidur pada klinis dan untuk tujuan penelitian (Aoudia dkk, 2013).

II.2. FUNGSI KOGNITIF II.2.1. Definisi

Fungsi kognitif merupakan aktivitas mental yang melibatkan beberapa macam fungsi yaitu persepsi, atensi, memori, recall, pembuatan keputusan, pertimbangan, berpikir, perencanaan, pemecahan masalah, dan fungsi eksekutif (Brandimonte dkk, 2006).

II.2.2. Domain Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif terdiri dari 5 modalitas yaitu: (Kolegium Neurologi Indonesia Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2008)

a. Fungsi Atensi

Atensi adalah kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan satu stimulus dengan mampu mengabaikan stimulus lain yang tidak

(50)

dibutuhkan. Atensi merupakan hasil hubungan antara batang otak, aktivitas limbik dan aktivitas korteks sehingga mampu untuk fokus pada stimulus spesifik dan mengabaikan stimulus lain yang tidak relevan.

Konsentrasi merupakan kemampuan untuk mempertahankan atensi dalam periode yang lebih lama. Gangguan atensi dan konsentrasi akan mempengaruhi fungsi kognitif lain seperti memori, bahasa dan fungsi eksekutif (Kolegium Neurologi Indonesia Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2008).

b. Fungsi Bahasa

Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar yang membangun kemampuan fungsi kognitif. Jika terdapat gangguan bahasa, pemeriksaan kognitif seperti memori verbal dan fungsi eksekutif akan mengalami kesulitan atau tidak dapat dilakukan. Gangguan bahasa sering terlihat pada lesi otak fokal maupun difus, sehingga merupakan gejala patognomonik disfungsi otak. Penting bagi klinikus untuk mengenal gangguan bahasa karena hubungan yang spesifik antara sindrom afasia dengan lesi neuroanatomi (Kolegium Neurologi Indonesia Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2008).

c. Memori

Secara umum memori adalah proses bertingkat dimana informasi pertama kali harus dicatat dalam area korteks sensorik kemudian diproses melalui sistem limbik untuk terjadinya pembelajaran baru. Secara klinik memori dibagi menjadi tiga tipe dasar : immediate, recent, dan remote memory berdasarkan rentang waktu antara stimulus dan recall (Kolegium

(51)

Neurologi Indonesia Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2008).

a) Immediate memory merupakan kemampuan untuk merecall stimulus dalam interval waktu beberapa detik.

b) Recent memory merupakan kemampuan untuk menginggat kejadian sehari-hari (misalnya tanggal, nama dokter, apa yang dimakan saat sarapan, atau kejadian - kejadian baru) dan mempelajari materi baru serta mencari materi tersebut dalam rentang waktu menit, jam, hari, bulan, tahun.

c) Remote memory merupakan rekoleksi kejadian yang terjadi bertahun-tahun yang lalu (misalnya tanggal lahir, sejarah, nama teman).

Gangguan memori merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan pasien. Amnesia secara umum merupakan defek fungsi memori. Ketidak mampuan untuk mempelajari materi baru setelah brain insult disebut amnesia anterograd. Amnesia retrograd merujuk pada amnesia pada kejadian yang terjadi sebelum brain insult. Hampir semua pasien demensia menunjukkan masalah memori pada awal perjalanan penyakitnya. Tidak semua gangguan memori merupakan gangguan organik. Pasien depresi dan ansietas sering mengalami kesulitan memori.

Amnesia psikogenik jika amnesia hanya pada satu periode tertentu, dan pada pemeriksan tidak dijumpai defek pada recent memory (Kolegium

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik Penderita Otitis Media Akut pada Anak yang Berobat ke Instalasi Rawat Jalan SMF THT Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2009.. Nama: Tan

Direktur RSUP Haji Adam Malik Medan dan Ketua Departemen Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Haji Adam Malik Medan, beserta seluruh staf medis, para Bidan dan

Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan di saat penulis

Saat ini, saya sedang mengadakan penelitian dengan judul Hubungan Nyeri Kepala Dengan Tekanan Darah Pada Lansia Di Poliklinik Neurologi, RSUP Haji Adam Malik, Medan..

judul “Gambaran Tekanan Darah pada Pasien Psoriasis Vulgaris di Poliklinik Kulit &amp; Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan ”.. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

Berdasarkan data yang didapatkan dari Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, terlihat bahwa kepuasan pelanggan atas pelayanan rawat jalan di RSUP Haji

Pola Tidur dan Gangguan Tidur pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di Rumah Sakit Umum Pusat H1. Adam

“Gambaran Tekanan Darah pada Penderita Stroke Fase Akut di RSUP H. Adam