• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN KASUS AHOK DI HARIAN SERAMBI INDONESIA TESIS. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN KASUS AHOK DI HARIAN SERAMBI INDONESIA TESIS. Oleh"

Copied!
175
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN KASUS AHOK DI HARIAN SERAMBI INDONESIA

TESIS

Oleh

157045013 ASMAUL HUSNA

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(2)

ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN KASUS AHOK DI HARIAN SERAMBI INDONESIA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Komunikasi dalam Program Magister Ilmu Komunikasi pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

ASMAUL HUSNA 157045013

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

(3)

Judul Tesis : ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN KASUS AHOK DI HARIAN SERAMBI INDONESIA

Nama Mahasiswa : Asmaul Husna

NIM : 157045013

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

(Dr. Humaizi., M.A) (Drs. HR. Danan Djaya., M.A) NIP. 195908091986011002 NIP. 195211091983031001

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dra. Lusiana Andriani Lubis, M.A, Ph.D) (Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si)

NIP. 19670405199003 2002 NIP. 19740930200501 1002

(4)

Tanggal Lulus: 25 Agustus 2017 Telah diuji pada

Tanggal : 25 Agustus 2017

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dra. Lusiana Andriani Lubis, M.A., Ph.D Anggota : 1. Dr. Humaizi, M.A

2. Drs. HR Danan Djaya, M.A

3. Drs. Syafruddin Pohan, M.Si., Ph.D 4. Drs. Hendra Harahap, M.Si., Ph.D

(5)

PERNYATAAN

ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN KASUS AHOK DI HARIAN SERAMBI INDONESIA

Dengan ini penulis menyatakan bahwa:

1. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara benar merupakan hasil karya peneliti sendiri.

2. Tesis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor), baik di Universitas Sumatera Utara maupun di Perguruan tinggi lainnya.

3. Tesis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Komisi Pembimbing dan masukan Tim Penguji.

4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

5. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 25 Agustus 2017 Penulis,

Asmaul Husna

(6)

ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN KASUS AHOK DI HARIAN SERAMBI INDONESIA

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pembingkaian masalah kasus Ahok, faktor-faktor yang mempengaruhi isi media, serta kebijakan redaksional Harian Serambi Indonesia dalam menentukan berita. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Paradigma yang digunakan adalah konstruktivisme yang memandang bahwa tidak ada realitas yang objektif, karena realitas tercipta melalui proses konstruksi dan pandangan tertentu. Analisis framing yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang dikembangkan oleh Robert Entman, yang terdiri dari empat unsur, yaitu pendefenisian masalah penyebab masalah, membuat penilaian moral, dan penekanan penyelesaian masalah. Subjek penelitian yang diambil adalah surat kabar Harian Serambi Indonesia edisi Oktober-Desember 2016 mengenai pemberitaan kasus Ahok.

Selama tiga bulan tersebut terdapat sembilan berita terkait kasus Ahok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Harian Serambi Indonesia menonjolkan pemberitaan terkait penolakan terhadap Ahok. Kebijakan redaksional Harian Serambi Indonesia adalah mempertimbangkan faktor agama dan norma sosial masyarakat Aceh. Dari seluruh pemberitaan, Serambi Indonesia melihat kasus Ahok dengan sudut pandang agama, hukum, dan moralitas pemimpin. Ahok dinilai sebagai sosok yang telah merusak nilai-nilai toleransi, ucapannya menyinggung unsur SARA dan menyakiti hati umat muslim sehingga harus diproses secara hukum.

Kata kunci: Konstruksi, analisis framing, kasus Ahok, Serambi Indonesia

(7)

ANALYSIS OF THE FRAMING OF AHOK CASE IN SERAMBI INDONESIA NEWSPAPER

ABSTRACT

This research was conducted to find out the framing of Ahok case, the factors influencing media content, and editorial policy of Serambi Indonesia newspaper Serambi Indonesia in determining the news. This type of research is descriptive using qualitative approach. The paradigm used is constructivism which sees that there is no objective reality, because reality is created through certain construction processes and views. The framing analysis used in this study is a model developed by Robert Entman, which consists of four elements: define problems, diagnose causes, make moral judgement, and problem solving emphasis. Research subjects are taken newspaper Harian Serambi Indonesia edition October-December 2016 about the news Ahok case. During the three months, there are nine news about Ahok case. The results of the study concluded that Harian Serambi Indonesia highlighted the news related to the rejection of Ahok. The editorial policy of Harian Serambi Indonesia is to consider the religious and social norms of the people of Aceh. From all the news, Serambi Indonesia sees Ahok's case from the perspective of religion, law, and leader's morality. Ahok is considered a figure who has damaged the values of tolerance, his speech offensive elements of SARA, and hurt the Muslims, so it must be processed by law.

Keywords: Construction, framing analysis, Ahok case, Serambi Indonesia.

(8)

KATA PENGANTAR

Penulis megucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan berkahNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik. Shalawat dan salam juga penulis haturkan bagi Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabat beliau sekalian.

Sebagai sebuah karya ilmiah, sejak awal hingga akhir penelitian tesis tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, doa, dan dukungan dari banyak pihak. Rasa cinta dan terima kasih yang sedalamnya kepada Ibunda Hj. Siti Nurmansyah dan Ayahanda H. Ibrahim Yunus. Terima kasih sudah mengantarkan Ananda sampai berada pada titik ini. Pada semua cinta yang belum terbalas dengan sempurna.

Pada kesempatan kali ini, Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih tak terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu.,S.H., M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Muryanto Amin.,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dra. Lusiana Andriani Lubis., M.A., Ph.D, selaku Ketua Program Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara sekaligus Ketua Penguji.

4. Drs. Syafruddin Pohan., M.Si., Ph.D, selaku Sekretaris Progam Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara sekaligus Komisi Pembanding pertama

5. Dr. Humaizi.,M.A, selaku Komisi Pembimbing pertama dan Drs. HR Danan Djaja., M.A, selaku Komisi Pembimbing kedua.

6. Drs. Hendra Harahap., M.Si., Ph.D, selaku Komisi Pembanding kedua.

7. Yarmen Dinamika selaku informan pertama penelitian sekaligus redaktur pelaksana Harian Serambi Indonesia.

8. Yocerizal, selaku informan kedua sekaligus wartawan Harian Serambi Indonesia.

(9)

9. Seluruh dosen pengajar di Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah mengajarkan ilmu pengetahuan bagi Penulis

10. Untuk keluarga besar: Abang, Kak Da, Bang Dun, Bang Topit, Kak Putri, Kak Eka, Kak Ya dan Dek Tia, terima kasih atas dukungannya selama ini.

Tak lupa juga kepada guru: Teuku Kemal Fasya, M.Hum, Muhammad Fazil., S.Ag., M.Soc., Sc dan Masriadi Sambo., M.I.kom, terima kasih atas bimbingannya selama ini.

11. Staf adminstrasi Magister Ilmu Komunikasi, Sri Handayani, S.Sos dan Zikra Khasiah, S.Sos, yang telah membantu penulis dalam pengurusan administrasi selama perkuliahan dan penyusunan tesis.

12. Kepada seluruh teman-teman Magister Ilmu Komunikasi USU Angkatan 2015, baik Kelas Regular maupun Kominfo. Terima kasih atas hangatnya persahabatan yang kalian tawarkan.

13. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan sehingga penelitian tesis ini selesai tepat waktu.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Dari itu, diharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penulisan karya ilmiah lainnya. Harapan penulis, semoga tesis ini bermanfaat bagi seluruh pembaca. Semoga kiranya Allah yang Maha Esa meridhai kita semua. Amin.

Medan, 25 Agustus 2017 Penulis,

Asmaul Husna

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Fokus Masalah ... 12

1.3. Tujuan Penelitian ... 13

1.4. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Paradigma Penelitian ... 14

2.2. Penelitian Sejenis Terdahulu ... 16

2.3. Uraian Teori ... 25

2.3.1. Teori Konstruksi Sosial Media Massa ... 25

2.3.2. Perkembangan Framing ... 28

2.3.3. Analisis Framing ... 30

2.3.3.1. Model-Model Analisis Framing ... 35

2.3.4. Tahapan Framing ... 45

2.3.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Isi Media ... 49

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 56

3.2. Aspek Kajian ... 57

3.3. Subjek Penelitian ... 58

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 58

3.5. Metode Analisis Data ... 59

(11)

BAB IV. TEMUAN PENELITIAN

4.1. Proses Penelitian ... 61

4.2. Temuan Penelitian ... 62

4.2.1. Gambaran Umum Surat Kabar Harian Serambi Indonesia ... 62

4.2.2. Gambaran Singkat Informan Penelitian ... 68

4.2.3. Analisis Framing Kasus Ahok Model Robert Entman Harian Serambi Indonesia dalam Kasus Ahok ... 70

4.3. Wawancara Redaktur Pelaksana Harian Serambi Indonesia ... 90

4.4. Wawancara Wartawan Harian Serambi Indonesia ... 97

BAB V. PEMBAHASAN 5.1. Triangulasi Data ... 103

5.2. Diskusi dan Pembahasan ... 104

5.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Isi Media ... 118

BAB IV. SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan ... 124

62. Saran ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 126

LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

2.1. Struktur Analisis Framing Model Robert Entman ... 43

4.1. Berita di Harian Serambi Indonesia Terkait Kasus Ahok ... 71

4.2. Matrik Masalah Pemberitaan Kasus Ahok ... 88

5.1. Frame Kasus Ahok ... 114

5.2. Frame Penolakan Terhadap Ahok ... 114

5.3. Frame Agama ... 115

5.4. Frame Hukum ... 115

5.5. Frame Moralitas Pemimpin ... 115

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

2.1. Tehnik Analisis Framing Model Robert Entman ... 45 2.2. Kerangka Pemikiran ... 55

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kumpulan berita terkait pemberitaan kasus Ahok di Harian Serambi Indonesia.

Lampiran 2 : Pedoman wawancara

Lampiran 3 : Bingkai berita model Robert Entman

Lampiran 4 : Transkrip wawancara dengan redaktur pelaksana Harian Serambi Indonesia

Lampiran 5 : Transkrip wawancara dengan wartawan Harian Serambi Indonesia

Lampiran 6 : Surat Konfirmasi Transkrip Wawancara dari Informan Lampiran 7 : Dokumentasi sesi wawancara peneliti dengan informan Lampiran 8 : Biodata peneliti

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) ataupun sentimen agama selalu mampu menarik perhatian massa. Menjelang akhir tahun 2016, tepatnya 5 Oktober lalu, publik dihebohkan oleh isu penghinaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau lebih dikenal dengan nama Ahok (selanjutnya disebut Ahok). Hal tersebut bermula ketika Ahok dalam pidatonya pada 27 September 2016 di Kepulauan Seribu, menyatakan bahwa bunyi Alquran Surah Al-Maidah ayat 51 yang menyebutkan agar umat Islam tidak memilih pemimpin yang non-muslim adalah sebuah pembodohan. Video yang asalnya tentang penyuluhan program pemerintah di kepulauan Seribu yang diunggah oleh pemprov DKI itu kemudian diambil dan disebarkan oleh Buni Yani pada tanggal 5 Oktober 2016. Berikut penggalan pidato Ahok di Kepulauan Seribu:

“Jadi, jangan percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil Bapak- Ibu enggak bisa pilih saya. Dibohongin pakai Surat Al Maidah [ayat] 51, macam-macam itu. Itu hak Bapak-Ibu. Jadi kalau Bapak-Ibu perasaan enggak bisa pilih, nih, karena saya takut neraka, dibodohin gitu ya, enggak apa-apa. Karena ini kan panggilan pribadi Bapak-Ibu. Program ini jalan saja.”

Video tersebut kemudian menjadi viral di berbagai media sosial.

Permasalahan tidak terletak pada program yang disampaikan kepada masyarakat di Kepulauan Seribu, tapi potongan kalimat “... dibohongi pakai Surat Al-Maidah ayat 51...” yang menjadi sorotan banyak kalangan dan menuai kiritikan tajam. Hal

(16)

tersebut kemudian juga memicu kemarahan umat Islam karena Ahok dianggap telah menghina kitab suci Alquran. Sebab bagi umat Islam, jelas disebutkan dalam Alquran tentang larangan memilih pemimpin non Muslim seperti yang tersebut dalam QS. Al-Maidah ayat 51 tersebut:

“Hai orang-orang beriman janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali kalian; sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kalian mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.

Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS Al-Maidah: 51)

Dari pemahaman ayat di atas, maka publik menganggap pernyataan Ahok tersebut dinilai merendahkan kitab suci Alquran, seolah bunyi QS. Al-Maidah ayat 51 tersebut adalah pembohongan dan umat Islam jangan mau dibodohi dengan ayat tersebut. Selain itu, ucapan Ahok juga dinilai mengandung unsur SARA, tendesius dan rawan memancing konflik di tengah kehidupan antar umat beragama di tanah air.

Video tersebut pun kemudian terus mencuat di berbagai media sosial.

Banyak masyarakat yang beragama Islam, para ulama, dan kyai kecewa dan menyayangkan ucapan tersebut. Ahok akhirnya pun dilaporkan pertama kali oleh kelompok pengacara yang menamakan diri Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) pada 6 Oktober 2016 dengan tuduhan menghina agama. Laporan dilayangkan setelah pidato Ahok tersebut tayang di jejaring YouTube. Setelah ACTA, sejumlah elemen masyarakat menyusul kemudian. Berdasarkan catatan Kepolisian, ada 14 laporan dan satu surat pengaduan yang diterima Bareskrim terkait dugaan penghinaan agama oleh Ahok tentang Al Maidah ayat 51.

(17)

Menanggapi laporan tersebut, pada 10 Oktober 2016 di Balai Kota, Ahok menyampaikan permintaan maaf kepada umat Islam terkait ucapannya yang dianggap melecehkan Alquran. Dia menegaskan tidak bermaksud menghina agama Islam. Namun publik terlanjur kecewa dan tetap menuntuk agar Ahok diperiksa dan dihukum atas pernyataannya tersebut yang dianggap mencederai semangat toleransi antar umat beragama. Dorongan tuntutan terus mengalir.

Namun karena pihak kepolisian dianggap tidak memberikan respon secara cepat, maka timbullah aksi massa yang menuntut Ahok agar segera diadili dan mempertanggungjawabkan ucapannya. Aksi massa“bela Islam” (publik dan media menyebutnya demikian) pertama kali dilaksanakan pada hari Jumat, 14 Oktober 2016 yang diperkirakan diikuti oleh 5000 massa.

Setelah beberapa waktu berlalu dan melihat aksi tersebut tidak mendapat respon berupa tak kunjungnya Ahok diperiksa oleh pihak kepolisian, masyarakat diliputi perasaan geram dan kecewa sehingga merencanakan untuk melakukan aksi massa lanjutan. Dipicu hal tersebut, akhirnya tepat pada tanggal 4 November 2016, umat Islam kembali melakukan demo besar-besaran di beberapa titik sentral di Jakarta seperti di Monas dan Istana negara untuk menuntut Ahok agar segera diadili.

Aksi bela Islam jilid II tersebut kemudian dikenal dengan aksi 411, artinya dilaksanakan pada 4 November. Aksi tersebut diinisiasi oleh Front Pembela Islam (FPI) dan beberapa ormas keagamaan lainnya. Aksi unjuk rasa atas nama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI) ini merupakan demo kedua dengan aspirasi yang sama, yakni agar Ahok segera diproses secara hukum karena dianggap telah menghina Alquran.

(18)

Dalam aksi kedua ini, massa yang hadir lebih banyak dari aksi pertama yaitu mencapai 3,2 juta massa (republika.co.id, 4/12/2016). Awal mula, aksi yang dilaksanakan usai salat Jumat di Masjid Istiqlal tersebut berjalan lancar, aman, dan tertib. Namun menjelang magrib timbul tindakan provokasi dari sebagian peserta aksi massa yang menyebabkan terjadinya sedikit bentrokan antara peserta aksi dengan pihak keamanan. Tetapi kejadian ini bisa diredam dan suasana kembali kondusif hingga kemudian massa membubarkan diri.

Setelah dilaksanakan dua kali aksi dan pemeriksaan oleh kepolisian terhadap Ahok, maka pada 16 November 2016, Ahok resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penodaan agama. Namun hal tersebut tidak serta merta menghilangkan kekecewaan masyarakat, karena meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, Ahok tidak ditahan oleh pihak kepolisian. Hal itu pula yang kemudian kembali menggerakkan massa untuk melaksanakan aksi damai jilid III yang kemudian disebut “aksi 212”, yang artinya dilaksanakan pada 2 Desember 2016.

Jumlah peserta yang mengikuti aksi 212 diperkirakan dua kali lipat lebih banyak dibandingkan aksi 411, yaitu mencapai 7,5 juta jiwa (republika,co.id, 4/12/2016).

Sama seperti aksi damai sebelumnya, peserta aksi 212 juga datang dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Banten, Bandung, dll. Malah ada rombongan dari Ciamis yang nekat jalan kaki menuju Jakarta untuk ikut dalam aksi damai tersebut.

Berbeda dengan aksi 411 yang berakhir sedikit rusuh, aksi 212 berjalan damai. Pada aksi ini, peserta aksi melaksanakan salat Jumat di sepanjang jalan Monas, Istana Negara, Mesjid Istiqlal, dan juga Bundaran HI di Jakarta Pusat.

Salat Jumat ini disebut-sebut sebagai salat Jumat dengan jumlah jamaah terbesar dalam sejarah Indonesia. Bahkan Presiden Joko Widodo pun datang dan sempat

(19)

berpidato di hadapan jutaan massayang berpakaian putih tersebut. Selain itu, banyak juga tokoh agama hadir dalam aksi tersebut, seperti Ust. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), penggerak aksi dari GNPF MUI, Bachtiar Nasir, dan juga pimpinan FPI, Rizieq Shihab. Pada aksi ini, peserta aksi meminta agar Ahok yang sudah ditetapkan sebagai tersangka agar segera ditahan. Namun sayangnya, demo saat itu diikuti dengan penangkapan belasan aktivis yang dituduh melakukan makar dengan tujuan untuk menggulingkan Pemerintahan Jokowi. Tuduhan itu ditepis oleh peserta aksi bahwa aksi tersebut memang hanya untuk menuntut agar Ahok segera ditahan, bukan untuk menggulingkan pemerintahan.

Kronologis kejadian di atas tentang isu penghinaan Alquran yang melibatkan Ahok tersebutlah yang memicu kemarahan publik, hingga terjadinya tiga kali aksi besar untuk menuntut Ahok agar segera diadili. Isu penghinaan Alquran tersebut pun menjadi isu nasional yang kontroversial dan paling hangat diberitakan oleh semua media massa di Indonesia. Baik media online, maupun media cetak. Baik media nasional, maupun media lokal. Salah satu media yang memberitakan tentang isu tersebut adalah surat kabar lokal Aceh, yaitu harian Serambi Indonesia (SI). Berita tersebut seperti: “Lagi, Umat Islam di Aceh Demo Ahok” (22/10/2016), “Giliran Barisan Muda Islam Demo Ahok” (4/10/2016),

“FPI Aceh Demo Ahok” (15/10/2016), “Demo Ahok Meluas ke Daerah”

(5/11/2016), dan beberapa berita lainnya (Serambi Indonesia, edisi 4, 15 dan 22 Oktober serta 5 November 2016).

Menyikapi pemberitaan tersebut, pada dasarnya pembentukan suatu berita dalam media massa adalah penyusunan realitas-realitas terhadap suatu peristiwa sehingga membentuk sebuah cerita atau wacana yang bermakna. Dengan

(20)

demikian, seluruh isi media adalah realitas yang dikonstruksikan (constructed reality) dalam bentuk wacana yang bermakna (Hamad, 2004: 10).

Bagi masyarakat Aceh, isu agama atau sesuatu yang bersinggungan dengan SARA adalah sangat sensitif. Begitu juga dengan kasus Ahok. Sebagai daerah yang dikenal dengan norma sosial dan kental dengan penerapan syariat Islam, maka jika ada sesuatu atau sesorang yang menyimpang dengan ajaran agama Islam, masyarakat Aceh tidak akan tinggal diam. Mereka akan melakukan aksi unjuk rasa terhadap orang atau kelompok tersebut untuk dibubarkan ataupun harus segera ditangani oleh pihak yang dianggap mempunyai kapasitas dalam hal tersebut. Karena jika tidak ditangani dengan segera, masyarakat yang sedang dilingkupi rasa amarah bisa saja melakukan penghakiman massa terhadap seseorang atau kelompok tersebut. Karena bagi masyarakat Aceh yang dikenal sebagai muslim fanatik, jika ada sesuatu yang dianggap menyimpang dengan agama ataupun menyinggung unsur SARA, maka harus segera diluruskan dan diambil tindakan.

Dalam kasus Ahok sendiri, yang menjadi persoalan bagi masyarakat Aceh bukanlah disebabkan karena Ahok adalah seorang non Muslim dan berasal dari etnis Cina, tapi lebih kepada ucapan Ahok yang menghina kitab suci agama lain.

Kemarahan publik semakin bertambah karena ia adalah seorang pemimpin yang harusnya menjaga benar nilai-nilai toleransi dan menjadi panutan bagi masyarakat banyak. Karena faktanya banyak etnis Cina yang menetap di Aceh, tapi tidak terjadi konflik antara keduanya. Kedua suku tersebut bisa hidup berdampingan karena tidak saling mengganggu dan menghormati satu sama lain, baik itu dalam konteks ibadah maupun sisi kesukuan. Dalam ranah perniagaan misalnya,

(21)

masyarakat Aceh dan etnis Cina menjalin kerja sama yang baik sehingga berkontribusi meningkatkan perekonomian masyarakat.

Dalam kasus Ahok, bagi media massa agama adalah isu strategis yang menjadi instrumen untuk memobilisasi pembaca. Cara yang dilakukan adalah melalui produksi dan reproduksi nilai-nilai ideologis yang bersumber pada pemahaman agama. Dalam konteks ini, agama rentan dijadikan sebagai pemicu atas situasi sosial politik yang terjadi. Perkembangan ke arah ideologi ini secara ekonomi-politik memberikan peluang kepada kelompok tertentu untuk memposisikan agama sebagai “amunisi” dan komoditas yang bisa digunakan sewaktu-waktu. Isu-isu sosial-politik yang dikemas dalam paket agama selalu mendapat perhatian masyarakat secara luas dan memberikan efek ketegangan yang besar. Keterlibatan emosi dan perasaan ideologis yang sama diduga menjadi alasan utama masyarakat mengambil bagian dari perkembangan isu agama ini (Mas’oed, 2003: 3-4).

Potensi keterlibatan masyarakat yang besar ini bagi media massa sangat menarik. Hal ini karena media massa menempatkan masyarakat sebagai klien utama dan menjadi bagian strategis dari pengembangan kelembagaannya. Dengan kata lain, masyarakat adalah segala-galanya dan keberadaannya terutama sebagai klien atau pembaca akan memberikan jaminan pada satu media atas eksistensinya sebagai media publik (Muttaqin, 2012: 5).

Begitu juga dengan pemberitaan isu Ahok di surat kabar Serambi Indonesia. Isu tersebut telah mengalami konstruksi sosial sehingga perlu mendapat perhatian masyarakat luas dan menimbulkan efek ketegangan yang besar. Secara sosial, realitas dipandang sebagai hasil ciptaan manusia kreatif yang

(22)

dilakukan melalui proses konstruksi terhadap dunia sosial yang ada disekitarnya.

Dunia sosial itu sendiri menurut George Simmel dalam Bungin (2004: 3) “realitas dunia sosial itu berdiri sendiri di luar individu, yang menurut kesan kita bahwa realitas itu “ada” dalam diri sendiri dan hukum yang menguasainya.”

Pada kenyataannya, realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu baik di dalam maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial itu memiliki makna menentukan realitas sosial dikonstruksi dan dimaknai secara subjektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara objektif.

Jadi, individu mengkonstruksikannya dalam dunia realitas, serta memantapkan realitas itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya.

Dalam hal ini, pembingkaian (framing) adalah pendekatan yang digunakan untuk melihat bagaimana realitas itu dibentuk dan dikonstruksikan oleh media massa. Setelah mengalami proses pembentukan dan konstruksi realitas, maka berita yang paling ditonjolkan akan lebih mudah dikenal oleh khalayak.

Sedangkan sisi lain yang tidak ditonjolkan ataupun tidak diberitakan, maka ini pun kemudian akan menjadi sebuah hal yang dilupakan dan tentu saja tidak akan diperhatikan oleh masyarakat. Walaupun mungkin ada sisi lain yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari publik.

Selain itu, analisis framing merupakan metode untuk mengetahui bagaimana arah pemberitaan sebuah media massa. Karena untuk melihat hal tersebut, pertama kali yang harus diperhatikan adalah cara bagaimana seorang wartawan dapat melihat, memilih, dan menuliskan berita. Wartawan tersebut akan menuliskan berita sesuai dengan ideologi atau arah kebijakan pemberitaan yang ada dalam media massa tersebut. Hingga akhirnya dapat ditemukan fakta mana

(23)

yang ditonjolkan atau fakta mana yang dikaburkan, dan opini apa yang hendak dibentuk oleh media tersebut (Eriyanto, 2007: 22).

Begitu juga dalam pemberitaan kasus Ahok. Isu ini telah mengalami konstruksi sosial oleh media massa, termasuk oleh Serambi Indonesia. Secara garis besar, masyarakat awam tidak paham bahwa sebuah berita adalah sudah dibentuk dan dikonstruksikan dengan tujuan tertentu. Publik juga banyak yang tidak mengetahui bahwa keterlibatan masyarakat dalam isu agama ataupun isu sosial-politik yang dikemas dalam paket agama sangat menarik perhatian media Dalam kasus Ahok sendiri, ada banyak frame di belakangnya yang membungkus berita tersebut, baik itu frame politik, ekonomi, agama, maupun budaya. Hal itu pula yang menjadi alasan mengapa penelitian ini penting dilakukan, karena selama ini banyak masyarakat yang menerima secara utuh apa yang disajikan media tanpa mengetahui bahwa suatu berita telah dikonstruksikan dan disertai dengan berbagai macam frame di baliknya.

Selain itu, media massa juga memiliki ideologi tertentu yang menimbulkan perbedaan pemberitaan dari segi objektivitasnya. Isi pemberitaan di media dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap bagaimana berita atau realita itu dikonstruksikan sesuai dengan yang diinginkan oleh suatu kelompok yang memiliki kepentingan tertentu. Media dapat dikendalikan atau dikelola secara monopolistik untuk dijadikan sebagai alat utama yang efektif mengorganisasi massa. Organisasi media ataupun kepentingan dari kelompok yang berpengaruh terhadap pemberitaan bisa memengaruhi objektivitas pemberitaan (Arvino, 2013:

1).

(24)

Dalam hal ini, isu penghinaan Alquran tersebut menjadi menarik untuk diteliti karena ucapan Ahok dinilai mengandung unsur SARA dan dilontarkan oleh seorang gubernur Jakarta. Tidak hanya itu, isu ini juga menjadi penting karena terjadi di tengah gencarnya digaungkan semangat toleransi dalam hidup antar umat beragama. Isu ini menjadi semakin menarik karena selain telah berhasil menarik perhatian publik secara nasional yang disertai dengan tiga kali aksi damai, kasus tersebut juga terjadi menjelang pilkada Jakarta yang dengan itu akan memengaruhi opini publik tentang sosok Ahok itu sendiri sebagai salah satu calon Gubernur Jakarta. Karena bertempat di ibu kota negara, segala hal yang berkaitan dengan pilkada Jakarta tidak hanya jadi perbincangan dan perhatian warga dan media setempat saja, tapi juga menjadi perhatian publik dan media lainnya, termasuk masyarakat dan media lokal Aceh.

Penelitian ini berusaha melihat bagaimana suatu media menyajikan peristiwa tertentu untuk memenuhi kebutuhan informasi khalayak. Pemilihan surat kabar Serambi Indonesia sendiri menjadi beralasan mengingat karena di wilayah mayoritas Muslim, maka isu agama hampir selalu mendapat perhatian utama. Apalagi dengan karakter yang melekat pada kebanyakan masyarakat Aceh bahwa jika ada seseorang yang berani menghina ataupun melakukan perilaku lainnya yang dianggap bersinggungan dan menyimpang dengan agama Islam, maka masyarakat akan melakukan tindakan tegas bagi si pelaku untuk menghentikan tindakan penyimpangan tersebut.

Begitu juga dengan kasus Ahok, walau ia bukan gubernur Aceh, tapi pernyataannya yang menganggap bahwa bunyi QS. Almaidah ayat 51 adalah pembodohan tersebut juga telah melukai masyarakat Aceh sebagai provinsi

(25)

dengan mayoritas umat Islam. Dari itu upaya aksi membela agama tetap dilakukan berulangkali walau tidak berada langsung di ibukota. Melalui aksi tersebut masyarakat Aceh ingin menunjukkan bahwa mereka yang tinggal di daerah tidak tinggal diam ketika kitab suci yang dipedomaninya dihina begitu saja. Hal itulah yang ingin ditonjolkan oleh Serambi Indonesia dalam pemberitaannya yaitu terkait demonstrasi masyarakat Aceh terhadap Ahok yang telah melakukan penghinaan Alquran. Penonjolan isu penolakan terhadap Ahok tersebut menjadi penting karena Serambi Indonesia adalah media lokal yang terdapat di Aceh sehingga harus menyesuaikan diri dengan kultur masyarakat setempat yang khas dengan penerapan syariat Islamnya, agar media tersebut semakin diterima di tengah masyarakat.

Selain itu, penelitian ini juga menjadi menarik karena Serambi Indonesia adalah anak dari perusahaan Kompas yang pemiliknya adalah Jakoeb Oetama yang seorang non muslim. Maka menjadi menarik bagaimana Serambi Indonesia sebagai anak Kompas memposisikan diri dalam memberitakan isu penghinaan Alquran yang dilakukan Ahok di wilayah yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Tidak hanya itu, di Aceh Serambi Indonesia adalah surat kabar yang diminati oleh banyak pembaca dan menjadi sumber berita. Surat kabar yang berada di bawah pimpinan H. Sjamsul Kahar ini mulai terbit sejak 9 Februari 1989, dan kini telah bertiras 45 ribu eksamplar per harinya. Dari itu, peneliti memilih media ini sebagai subjek penelitian karena kebanyakan masyarakat Aceh menjadikan harian Serambi Indonesia sebagai rujukan untuk mendapatkan informasi. Dan dengan jumlah tiras media yang telah mencapai puluhan ribu tersebut, maka itu juga akan ikut memengaruhi opini publik tentang kasus Ahok.

(26)

Selain itu, alasan lainnya adalah karena unsur kedekatan (proximity).

Unsur ini menjadi penting karena akan berpengaruh pada kontinuitas penelitian serta memudahkan peneliti untuk mendapatkan lebih banyak informasi, sehingga itu berpengaruh pada kedalaman (indeept) analisis dalam penelitian. Alasan penting lainnya mengapa peneliti memilih pemberitaan isu penghinaan Alquran di Serambi Indonesia, karena di Aceh belum ada penelitian sejenis tentang analisis framing yang mengambil subjek kajian di media tersebut yang menganalisis tentang kasus Ahok.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul:

“Analisis Framing Pemberitaan Kasus Ahok di Harian Serambi Indonesia.”

1.2. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka fokus masalah penelitian ini adalah bagaimana surat kabar Harian Serambi Indonesia membingkai (frame) pemberitaan tentang isu penghinaan Alquran yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Maka peneliti tertarik untuk meneliti masalah yang telah menarik perhatian publik secara nasional tersebut dengan analisis framing sebagai berikut:

1) Bagaimana kebijakan redaksional Harian Serambi Indonesia dalam menentukan berita.

2) Bagaimana bingkai permasalahan (frame) Harian Serambi Indonesia dalam pemberitaan kasus Ahok.

3) Faktor apa saja yang memengaruhi Harian Serambi Indonesia dalam pemberitaan kasus Ahok.

(27)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui kebijakan redaksional Harian Serambi Indonesia dalam menentukan berita.

2) Untuk menganalisis bingkai permasalahan (frame) Harian Serambi Indonesia dalam pemberitaan kasus Ahok.

3) Untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi Harian Serambi Indonesia dalam pemberitaan kasus Ahok.

1.4. Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan memperkaya kajian di bidang konstruksi sosial media massa, terutama melalui analisis framing.

2) Manfaat Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi akademis bagi pengembangan ilmu komunikasi khususnya bidang jurnalistik tentang pembingkaian terhadap isu penghinaan Alquran yang digunakan oleh surat kabar Harian Serambi Indonesia.

3) Manfaat Praktis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa penyajian sebuah berita belum tentu sama dengan realitas sebenarnya, tapi juga merupakan sebuah hasil konstruksi sosial media massa. Selain itu, sebagai masukan kepada jurnalis bahwa dalam praktik jurnalistik dapat mengkonstruksikan secara tepat dan tidak memberi dampak negatif kepada publik.

(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Paradigma Penelitian

Perilaku dan cara pandang seorang individu atau sekelompok individu terhadap suatu hal dipengaruhi oleh pengalaman, keyakinan, dan juga asumsi- asumsi yang telah terbentuk dalam pribadi atau kelompok tersebut. Cara pandang ini kemudian menentukan apa yang tepat dan apa yang tidak tepat untuk dilakukan dan untuk memperlakukan suatu hal. Cara pandang ini yang secara ilmiah dan secara luas disebut dengan paradigma. Paradigma kemudian menjadi dasar-dasar dalam kajian karena terkait dengan kerangka dan cara berpikir ilmiah.

Menurut Thomas Kuhn dalam Moleong (2004: 25), paradigma merupakan contoh yang diterima tentang praktek ilmiah sebenarnya, termasuk dalam hukum, teori, aplikasi, dan instrumentasi secara bersama-sama. Berdasarkan definisi Kuhn tersebut, Harmon mendefinisikan paradigma sebagai cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai, dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang visi realitas.

Penelitian ini menggunakan metode analisis framing dengan paradigma konstruktivisme. Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekan sejawatnya. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut berbagai kategori konseptual yang ada dalam pikirannya. Menurut teori ini, realitas tidak menunjukkan dirinya dalam bentuknya yang kasar, tetapi harus disaring terlebih dahulu melalui bagaimana cara seseorang melihat sesuatu (Morissan & Wardhany, 2009: 107).

(29)

Eriyanto (2004: 13) mendefenisikan paradigma konstruktivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif. Paradigma konstruktivisme ini berada dalam perspektif interpretivisme (penafsiran) yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomenologis dan hermeneutik.

Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan oleh sosiolog, Peter L.Berger bersama Thomas Luckman. Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada di antara teori fakta sosial dan defenisi sosial.

Paradigma konstruksivisme memandang bahwa tidak ada realitas yang objektif, karena realitas tercipta melalui proses konstruksi dan pandangan tertentu.

Media massa dalam hal ini juga mengkonstruksi fakta dalam sebuah peristiwa untuk kemudian dibingkai (framing) sedemikian rupa dan disajikan kepada khalayak dalam bentuk teks berita, informasi, editorial/tajuk rencana, dan sebagainya (Sobur, 2006: 67).

Konstruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahkan subjek dan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol

(30)

terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Maka dari itu, paradigma konstruktivisme bersifat sangat subjektif dan transaksional. Pemahaman tentang suatu realitas atau temuan merupakan suatu produk interaksi antara peneliti dengan yang dikaji. Dalam mengungkap suatu kebenaran, peneliti dan subjek kajiannya berhubungan secara interaktif, sehingga fenomena dan pola-pola keilmuan dapat dirumuskan dengan memperhatikan gejala hubungan yang terjadi di antara keduanya. Karena itu, hasil rumusan ilmu yang dikembangkan sangat subjektif.

2.2. Penelitian Sejenis Terdahulu

Penelitian ini disertai dengan penelitian-penelitian terdahulu yang dianggap relevan dan mempunyai korelasi dengan kajian yang peneliti lakukan.

Akan tetapi, selain persamaan terdapat juga perbedaan dengan yang peneliti kaji.

Samsudin (2011) dalam “Analisis Framing Pemberitaan tentang Konflik Antar Tokoh Lintas Agama dengan Pemerintah dalam SKH Republika Edisi Januari 2011.” Dalam penelitiannya, Samsudin menggunakan pendekatan kualitatif dengan memakai analisis framing model Zhondang Pan dan Gerald M.

Kosicki. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Republika memposisikan para tokoh lintas agama sebagai pihak yang benar dalam memberikan pernyataan tentang pemerintahan SBY. Pemberitaan Republika mengkonstruksikan konflik antar tokoh lintas agama dan pemerintahan SBY sebagai konflik di tingkat elit sehingga harus diselesaikan.

Republika memandang bahwa konflik tersebut sangat penting untuk diberitakan, karena para tokoh lintas agama melakukan gerakan moral untuk memberikan kritikan kepada pemerintah. Dalam hal ini, Republika memiliki

(31)

framing yang jelas dalam pengemasan berita konflik tersebut disebabkan gerakan itu dianggap layak dilakukan, karena menimbang banyak pernyataan pemerintah yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Persamaan penelitian ini dengan yang peneliti kaji adalah sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif dan paradigma konstruktivisme. Sedangkan perbedaannya terletak pada media, objek kajian, dan model analisis framing yang digunakan. Subjek kajian Samsudin adalah harian Republika dengan isu konlik antar tokoh lintas agama dengan pemerintah, sedangkan penelitian ini pada harian Serambi Indonesia dengan isu penghinaan Alquran. Untuk model analisis framing, Samsudin menggunakan model Zhondang Pan M Kosicki, sedangkan peneliti memakai model Robert N Entman.

Selanjutnya penelitian Syarifuddin (2016) dalam “Agama dan Media Massa (Analisis Framing Pemberitaan LGBT pada SKH Republika Edisi Februari 2016).” Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma interpretatif untuk memahami fenomena sosial yang memfokuskan pada alasan tindakan sosial. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan framing dengan pisau bedah model Robert N Entman. Subjek penelitiannya adalah surat kabar harian Republikadengan objek kajian pemberitaan tentang LGBT. Tehnik pengumpulan data menggunakan metode studi dokumen dengan tehnik pengambilan sampel purposive sampling, yaitu memilih sampel dengan pertimbangan tertentu karena dianggap mewakili.

Setelah dilakukan analisis, hasil penelitian menunjukkan bahwa Republika sebagai surat kabar yang lahir dari rahim komunitas Muslim melakukan frame atas pemberitaan terkait perilaku LGBT di Indonesia pada persoalan agama,

(32)

sehingga menggebu untuk menolak dan mengharamkannya. Republika memandang bahwa perilaku LGBT merupakan orientasi seks menyimpang yang harus segera disembuhkan, bukan pada hak asasi kemanusiaan.

Persamaan antara penelitian ini dengan yang sedang dikaji adalah sama- sama menggunakan pendekatan kualitatif dan analisis framing model Robert N Entman. Sedangkan perbedaannya terletak pada subjek kajian yaitu Republika dan Serambi Indonesia dan subjek kajian berupa isu LGBT dan penghinaan Alquran.

Perbedaan juga terdapat pada paradigma yang digunakan, yaitu interpretatif dan konstruktivisme.

Susilawati (2015) dalam “Studi Komparatif Pemberitaan Charlie Hebdo di SKH Kompas dan Republika.” Dalam penelitiannya, Susilawati membandingkan antara SKH Kompas dan Republika dalam membingkai berita penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok orang di kantor majalah Charlie Hebdo. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif yang bersifat kepustakaan (penjelasan) dan analisis data menggunakan analisis framing model William A. Gamson &

Modigliani. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terlihat jelas perbandingan Kompas dan Republika. Kedua media ini tetap menjaga visi-misi masing-masing, tapi Republika cenderung memihak pada satu golongan tertentu, sehingga berita yang dihasilkan menggebu-gebu serta cemas dan amarah terhadap Charlie Hebdo yang dianggap sebagai pemicu masalah dan memojokkan Islam. Sedangkan Kompas terlihat lebih profesional, santai, dan tidak melebih-lebihkan dalam penyajian beritanya. Mulai dari judul sampai isi berita, Kompas tidak memihak golongan

(33)

tertentu sehingga tidak membentuk opini publik tentang siapa yang salah dan benar.

Persamaan penelitian ini dengan yang peneliti lakukan adalah pada metodologi penelitian, yaitu sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif dan analisis framing sebagai pisau bedah serta sama-sama menggunakan paradigma konstruktivisme. Sedangkan perbedaannya terletak pada subjek dan objek kajian yang berbeda. Susilawati meneliti berita pada surat kabar Kompas dan Republika, sedangkan penelitian ini di koran Serambi Indonesia. Perbedaan juga terletak pada model analisis framing yang digunakan, yaitu antara William A. Gamson &

Modigliani dengan model Robert N Entman.

Zakiyah (2015) dalam “Agama dalam Konstruksi Media Massa; Studi Terhadap Framing Kompas dan Republika pada Berita Terorisme.” Penelitian ini merupakan studi pustaka (library research). Dalam penelitian ini ditelusuri tentang bagaimana Kompas dan Republika membingkai berita terorisme, juga bagaimana kedua surat kabar ini mengkonstruksi agama dalam pemberitaan mengenai terorisme. Fokus penelitian ini adalah berita tentang terorisme yang terjadi di Indoneisa yang dimuat oleh Kompas dan Republika pada bulan Juli 2009-Maret 2010. Tehnik analisis data yang digunakan adalah analisis framing dengan paradigma konstruktivisme.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Kompas dan Republika secara jelas mengatakan bahwa Islam bukanlah agama yang mendukung terorisme. Namun terdapat perbedaan intensitas pemberitaan isu ini pada kedua media tersebut.

Kedua media tersebut juga menyebutkan bahwa pelaku teror atau terduga teroris ada kaitannya dengan jaringan internasional Jamaah Islamiyah dan Al Qaidah.

(34)

Sedangkan dalam pemberitaan terkait terorisme dan pesantren, Republika mengatakan dengan jelas bahwa lembaga pendidikan Islam tersebut bukan tempat bersemainya teroris. Sementara Kompas menampilkan pro dan kontra tentang kaitan terorisme dan pesantren. Perbedaan juga terlihat dalam pemberitaan mengenai isu larangan berdakwah. Republika menyebutkan umat Islam berhak berdakwah, sementara Kompas hanya menampilkan berita tentang sebaiknya dakwah tidak menyebarkan kebencian.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Arvino (2013) dalam“Analisis Framing Pemberitaan Konflik Front Pembela Islam Vs Warga di Kendal, Jawa Tengah, pada Portal Berita antaranews.com dan republika online.” Penelitian ini merupakan kajian kualitatif dengan paradigma konstruktivisme dan menggunakan model analisis framing Robert N. Entman. Setelah diseleksi, jumlah berita yang diambil di masing-masing media adalah lima judul berita.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa isi pemberitaan antaranews.com terlihat lebih pro pemerintah dan mendukung pencitraan pemerintah. Sedangkan pada Republika online, pemberitaannya terlihat lebih objektif (cover both sides), dilihat dari segi pemilihan narasumber yang lebih beragam daripada antaranews.com, penggunaan kalimat yang tidak terlalu provokatif, serta untuk ideologi sendiri tidak terlalu mempengaruhi isi pemberitaannya.

Karman (2013) dalam “Media Massa dan Konstruksi Realitas (Analisis Framing Terhadap Pemberitaan SKB Menteri tentang Ahmadiyah di Indonesia pada Surat Kabar Harian Suara Pembaruan dan Republika).” Tulisan ini membahas bagaimana sikap media massa (Suara Pembaruan dan Republika) terkait persoalan Ahmadiyah yang dikonstruksi melalui framing. Dengan

(35)

mengacu pada teori konstruksi realitas, penelitian ini dilakukan dengan cara analisis framing yang diperkenalkan oleh Zhondang Pan M Kosicki. Hasilnya menyimpulkan bahwa Suara Pembaruan memandang persoalan Ahmadiyah ini menyangkut HAM dan kebebasan beragama. Sedangkan Republika justru memandang sebaliknya bahwa aktivitas Ahmadiyah sebagai bentuk penghinaan, pelecehan, penyimpangan, serta penodaan terhadap pokok-pokok ajaran Islam.

Sikap yang harus diambil pemerintah menurut Suara Pembaruan adalah pemerintah konsisten menjaga konstitusi dan menjamin seluruh warga negara bebas menjalankan agama dengan keyakinannya masing-masing. SKB menteri bukanlah solusi. Sedangkan Republika justru secara tegas menyatakan bahwa pemerintah perlu segera mengeluarkan SKB Ahmadiyah.

Persamaan dua penelitian di atas dengan yang peneliti lakukan adalah sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif dan paradigma konstruktivisme.

Sedangkan untuk mengetahui konstruksi media sama-sama menggunakan analisis framing, hanya modelnya saja yang berbeda, yaitu model Zhondang Pan M Kosicki dan Robert N Entman. Sedangkan perbedaannya terletak pada subjek dan objek kajian yang berbeda, yaitu beda surat kabar dan isu yang dipilih.

Berikutnya penelitian yang dilakukan Herman & Nurdiansa (2010) yang berjudul “ Analisis Framing Pemberitaan Konflik Israel-Palestina dalam Harian Kompas dan Radar Sulteng.” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pembingkaian yang dilakukan oleh Harian Kompas dan Radar Sulteng dalam memberitakan konflik Israel-Palestina. Fokus penelitian ini adalah keseluruhan berita mengenai konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina yang dimuat di harian Kompas dan Radar Sulteng edisi 19 Desember 2008-18 Februari

(36)

2009. Penelitian ini menggunakan analisis framing dengan mengambil kerangka framing yang dijelaskan oleh Robert N. Entman, yaitu: Defining Problems, Causes’s Diagnosis, Make is Judgement’s Moral, and Treatment Recommendations.

Pada akhir penelitian ini, ditemukan bahwa ada komunikasi yang berbeda diantara keduanya khususnya tentang penilaian moral. Kompas cenderung memberikan dalih moral bahwa apa yang dilakukan oleh Israel adalah sesuatu yang memang terpaksa dilakukan karena pihak Palestina yang memulai konflik.

Sebaliknya, Radar Sulteng memfokuskan pada kesalahan-kesalahan Israel yang dianggap sebagai penyebab awal dari semua masalah ini dan menjadikan Palestina sebagai korbannya, sehingga posisi Israel selalu dijelek- jelekkan.

Mahmudin (2015) dalam “Analisis Pembingkaian Pemberitaan Bendera Aceh Pada Harian Serambi Indonesia dan Harian Rakyat Aceh.”Penelitian ini merupakan kajian kualitatif dengan pendekatan analisis framing model Robert N.

Entman. Jumlah frame berita sebanyak empat judul dari harian Serambi Indonesia dan empat judul dari harian Rakyat Aceh yang terbit pada hari yang sama yakni tanggal 1-4 Maret 2015.

Hasil penelitian menunjukan harian Serambi Indonesia menganggap polemik bendera penting, karena punya nilai berita yang tinggi dan sensitif.

Subtansi pembingkaian yang dipakai harian ini yaitu qanun bendera dan lambang Aceh bertentangan dengan konstitusi Indonesia perlu direvisi kembali. Bingkai yang dikonstruksi lebih mengarah pada perubahan bentuk bendera seperti tertuang dalam qanun nomor 3 tahun 2013. Harian Rakyat Aceh menganggap polemik bendera lebih kepada perang kepentingan para elite Aceh.

(37)

Penelitian ini menyimpulkan bahwa konstruksi realitas kewenangan Aceh memiliki bendera dan lambang Aceh dapat mengganggu stabilitas politik, hukum, keamanan, dan kedaulatan NKRI. Konstruksi ini membangkitkan nasionalisme kebangsaan yang memandang kepentingan bangsa dan negara jauh lebih penting dari pada bendera dan lambang daerah yang melanggar peraturan pemerintah nomor 77 tahun 2007. Rekomendasi hasil penelitian ini mendorong pemerintah mencari solusi yang tepat guna mengakhiri polemik yang berlarut-larut demi kelanjutan perdamaian yang abadi di provinsi Aceh.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2013) dalam

“Analisis Framing Pemberitaan Penembakan Solikin Di Harian Jawa Pos Dan Duta Masyarakat.” Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui analisis framing pemberitaan penembakan Solikin di dua surat kabar tersebut. Jawa Pos dan Duta Masyarakat memuat headline tepat pada 29 dan 30 Oktober 2011. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode framing menurut Robert N. Entman.

Metode Robert N. Entman ini menggunakan empat perangkat sebagai alat penelitian, yakni identifikasi masalah, siapa/apa yang dianggap sebagai penyebab masalah, penilaian atas penyebab masalah dan saran penanggulangan masalah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa surat kabar Jawa Pos dan Duta Masyarakat melakukan penonjolan isu atau membingkai masalah penembakan Solikin bahwa kepolisian bersalah dalam hal ini. Peneliti menemukan bahwa sejak awal kedua surat kabar mencondongkan pemberitaan pada kesalahan polisi.

Terdapat juga penelitian dari Hamdan (2014) yang berjudul “Analisis Framing Berita Perseteruan KPK dan Polri di Media kompas.com dan

(38)

vivanews.com.” Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan menganalisis media onlinekompas.com dan vivanews.com dalam membingkai pemberitaan perseteruan KPK dan Polri khususnya kasus Simulator SIM. Tipe penelitian ini menggunakan interpretatif kualitatif dengan metode penelitian analisis framing.

Fokus penelitian ini adalah analisis framing pada pemberitaan Perseteruan KPK dan Polri tanggal 1 Agustus 2012 sampai 30 Agustus 2012 pada media online kompas.com dan vivanews.com. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis framing model Robert N. Entman dengan empat perangkat yaitu Define Problems, Diagnose Cause, Make Moral Judgement, dan Treatment Recommendation.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pembingkaian yang dilakukan Vivanews.com lebih membentuk opini yang mendukung satu pihak yaitu pihak Polri, dengan penelitian berita yang tidak memperhatikan objektivitas dan membela kepentingan tertentu. Sehingga disadari rangkaian informasi yang disampaikan dapat memengaruhi pola pikir pembacanya. Sementara pembingkaian yang dilakukan kompas.com lebih menampilkan realitas berita yang ada sesuai dengan faktanya, walaupun ada beberapa artikel yang dikeluarkan Kompas yang membela kepentingan tertentu yaitu pihak KPK.

Secara keseluruhan, persamaan kajian ini dengan beberapa penelitian terdahulu di atas adalah dari segi metodenya yaitu sama-sama menggunakan analisis framing model Robert N. Entman untuk melihat bagaimana sebuah berita dibingkai oleh surat kabar. Sedangkan perbedaan kajiannya terletak pada unit analisis isu yang dibingkai dan juga subjek kajian berupa surat kabar yang berbeda.

(39)

2.3. Uraian Teori

2.3.1. Teori Konstruksi Sosial Media Massa

Sebagai sebuah metode penelitian mengenai media massa, pada dasar penelitian analisis framing berasal dari teori konstruksi sosial. Dalam teori ini dipaparkan bahwa, realitas yang dilihat atau baca di media massa tersebut bukan merupakan realitas seperti yang benar-benar terjadi, melainkan sebuah proses konstruksi dari media yang bersangkutan.

Konsep mengenai teori ini diperkenalkan oleh seorang sosiolog interpretatif yaitu Peter L. Berger. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan, tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi (Eriyanto, 2007: 40). Pandangan teori ini secara jelas menggambarkan bahwa realitas itu bersifat subjektif, yang artinya bahwa sebuah realitas akan dipandang berbeda dari satu individu dengan individu yang lain.

Perbedaaan pandangan ini dikarenakan setiap individu mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial yang berbeda (Mulyana, 2002: 88).

Media massa mengambil peranan yang cukup penting dalam proses konstruksi sosial atas realitas. Melalui metode analisis framing, proses pembingkaian/konstruksi media tersebut dapat dibongkar untuk kemudian dipahami bagaimana konstruksi atas realitas itu dilakukan. Maka analisis framing sebagai sebuah metode analisis data, termasuk dalam paradigma konstruktivisme (Sobur, 2006: 105). Pan dan Kosicki juga menyatakan bahwa makna dari framing secara mendasar tidak bisa dipisahkan dari asumsi teori konstruktivisme, yang menekankan bahwa setiap individu mengklasifikasikan, mengkonstruksi dan

(40)

mengorganisasikan pengalaman pribadinya secara aktif dan unik berdasarkan skema interpretasinya atau referensi pembingkaian yang ada dalam pikirannya (Sasangka, 2006: 24).

Dari teori konstruksi sosial tersebut maka muncul sebuah pemahaman mengenai bagaimana sebuah realitas atau peristiwa tersebut dibentuk oleh media bersangkutan mengenai peristiwa yang terjadi disekitar kita melalui sebuah konsep analisis framing. Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksikan fakta.

Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, atau lebih diingat untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita (Sobur, 2006: 120).

Menurut Bungin (2008: 202), substansi dari konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung appriori dan opini massa cenderung sinis. Sebelum teknologi media hadir untuk mengakselerasi konstruksi sosial, Berger dan Luckman menawarkan model proses bekerjanya konstruksi sosial yang berjalan secara alamiah.

Kaitan antara teori konstruksi sosial media massa dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah pemberitaan yang berkaitan dengan kasus Ahok yang dibingkai sedemikian rupa sehingga menjadi isu menarik untuk diberitakan.

Realitas yang dikonstruksikan dapat membentuk opini massa dan cenderung

(41)

mempengaruhi pembaca bahwa isu tersebut memang patut mendapat perhatian lebih dari masyarakat.

Menurut Bungin (2008: 18), proses kelahiran konstruksi sosial media massa melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1) Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi

Menyiapkan materi konstruksi sosial media massa adalah tugas redaksi media massa, tugas itu didistribusikan pada desk editor yang ada di setiap media massa. Bungin (2008: 18) menyatakan bahwa ada tiga hal penting dalam penyiapan materi konstruksi sosial yaitu:

a) Keberpihakan media massa kepada kapitalisme.

b) Keberpihakan semu kepada masyarakat.

c) Keberpihakan kepada kepentingan umum.

2) Tahap Sebaran Konstruksi

Sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi media massa. Konsep konkret strategi sebaran media massa masing-masing media berbeda, namun prinsip utamanya adalah waktu. Media cetak memiliki konsep waktu yang terdiri dari beberapa konsep hari, minggu atau bulan, seperti terbitan harian, terbitan mingguan atau terbitan beberapa mingguan atau bulanan.

3) Tahap Pembentukan Konstruksi Realitas

Bungin (2008: 18) menyatakan bahwa tahap pembentukan konstruksi realitas adalah sebagai berikut :

a) Tahap pembentukan konstruksi realitas b) Pembentukan konstruksi citra

(42)

c) Tahap Konfirmasi

Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini perlu sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial.

2.3.2. Perkembangan Framing

Analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson pada tahun 1955. Mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Namun, kemudian pengertian framing berkembang yaitu ditafsirkan untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media. Dalam ranah studi komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas komunikasi (Eriyanto, 2009: 105).

Selain itu meski masih simpang-siur, pada ranah komunikasi, sulit dipungkiri bahwa Robert M. Entman berpengaruh pada konseptualisasi framing (Matthes, 2009: 125). Menurut Entman (1993: 52), framing secara esensial mengandung dua unsur utama yaitu “seleksi” dan “penonjolan.” “Penonjolan”

(salience), adalah membuat suatu bagian informasi nampak lebih terlihat,

(43)

bermakna, dan dapat diingat oleh audiens dan hal itulah yang meningkatkan kemungkinan para penerima pesan akan memahami informasi, menangkap maknanya, memprosesnya, dan menyimpannya dalam memori.

Untuk membuat suatu bagian informasi dalam teks nampak menonjol, strategi framing yang digunakan adalah dengan pengulangan, penempatan atau pengasosiasian informasi tersebut dengan simbol-simbol kultural yang familiar.

Penonjolan tersebut merupakan produk interaksi antara teks dengan khalayak atau peneliti. Framing merupakan sebuah proses komunikasi yang tidak semata-mata melibatkan teks dan satu tahap peserta komunikasi (komunikator saja, atau komunikan saja) sebab pengertian framing Entman (1993: 52-53) tersebut melibatkan beberapa aspek yaitu:

1) Adanya budaya yaitu stok yang merangsang munculnya frame. Budaya menurutnya adalah seperangkat frame-frame yang dapat ditunjukkan secara empiris, nampak dalam wacana, dan mengasumsikan sekelompok orang dalam satu kelompok sosial yang sama.

2) Dalam menyusun framing secara sadar maupun tidak sadar komunikator menentukan apa yang akan dikatakan, dipandu oleh frame (sering disebut skemata).

3) Proses kognitif pada audiens media berisikan interpretasi, evaluasi, dan solusi tertentu itu sesuai dengan sebagaimana yang dirancang dan diharapkan penjaga gawang melalui seleksi-seleksi aspek tersebut.

4) Frame-frame yang memandu pemikiran dan kesimpulan penerima pesan tersebut mungkin tidak merefleksikan frame-frame dalam teks maupun intensi pembuat teks.

(44)

Oleh Entman teori framing diletakkan pada level teks, sementara agenda- setting diposisikan pada level media dan khalayak. Kedua teori tersebut digunakan dalam menganalisis bias media. Perbedaan mendasar teori agenda setting dan teori framing adalah teori agenda setting digunakan sebelum peliputan, sedangkan teori framing digunakan setelah peliputan. Persamaannya kedua teori ini dipergunakan dalam satu rangkaian proses dari perencanaan hingga dengan berita tersebut sampai ke khalayak (Parahita, 2014: 3)

Selain itu, menurut Gamson dan Modigliani, perspektif framing lebih menyadari adanya tekanan-tekanan sosial dalam upayanya membentuk wacana publik mengenai suatu isu dengan label-label tertentu ketimbang teori agenda- setting. Framing merupakan sebuah proses yang terkait erat dengan kultur di masyarakat setempat dan proses framing mencakup produksi pesan itu. Dengan kata lain, agenda-setting berupaya untuk membuat suatu isu lebih menonjol dan menarik perhatian, framing berupa untuk membuat suatu isu lebih bisa dipahami dan dicerna oleh audiens (Scheufele & Tewksbury, 2007: 12-13).

2.3.3. Analisis Framing

Dalam beberapa literatur yang ada, dijelaskan bahwa pada dasarnya analisis framing merupakan salah satu metode analisis data yang digunakan untuk melihat bagaimana media massa seperti surat kabar ataupun televisi membingkai realitas yang ada, untuk dimuat atau disiarkan sebagai berita. Analisis framing mengkhususkan dirinya kepada analisis isi teks media, tentang bagaimana suatu institusi media membingkai sebuah realitas. Selain itu, analisis framing merupakan metode untuk mengetahui bagaimana arah pemberitaan sebuah media massa. Karena untuk melihat hal tersebut, pertama kali yang harus diperhatikan

(45)

adalah cara bagaimana seorang wartawan dapat melihat, memilih, dan menuliskan berita. Wartawan tersebut akan menuliskan berita sesuai dengan ideologi atau arah kebijakan pemberitaan yang ada dalam media massa tersebut. Hingga akhirnya dapat ditemukan fakta mana yang ditonjolkan atau fakta mana yang dikaburkan, dan opini apa yang hendak dibentuk oleh media tersebut (Eriyanto, 2007: 79).

Dalam praktiknya, framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu lain. Untuk menyeleksi isu yang akan ditonjolkan, media bisa melakukannya dengan menggunakan berbagai strategi, misalnya menempatkannya di headline agar lebih kelihatan mencolok dan pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan. Tidak hanya itu, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang/peristiwa tersebut dan juga seberapa seringnya pemberitaan tersebut adalah salah satu bentuk pengkonstruksian yang dilakukan oleh media.Hal ini dimaksudkan agar suatu berita menjadi lebih memiliki makna, menarik serta mudah diingat khalayak pembaca sehingga memunculkan interpretasi dan persepsi khalayak sesuai dengan frame yang ingin dibentuk oleh media. Pemaknaan menjadi suatu hal yang penting bagi khalayak dalam memahami suatu realitas.

Selain itu, framing oleh Pan dan Kosicki juga diartikan sebagai proses untuk memaknai secara kognitif dan memberikan artikulasi sebuah kenyataan.

Menurut mereka, framing merupakan sebuah skema intepretasi dan dianggap sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk menafsirkan, serta memunculkan informasi yang dapat dikomunikasikan dan dihubungkan dengan kebiasaan dan konvensi pekerjaan jurnalistik.

(46)

Sejalan dengan itu, Gamson dan Modigliani dalam Sobur (2006: 120) juga menjelaskan bahwa framing adalah bagaimana cara suatu media bercerita atau gugusan ide-ide yang telah diatur sedemikian rupa dan menghadirkan penafsiran makna akan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana.

Organisasi gagasan sentral atau alur cerita ini pun yang kemudian akan mengarahkan pada makna-makna peristiwa yang dihubungkan dengan suatu isu.

Sementara itu, Entman dalam Eriyanto (2002: 45) melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek realitas.

Kedua faktor ini dapat mempertajam framing berita melalui proses seleksi isu yang layak ditampilkan dan penekanan isi beritanya.

Pembingkaian memang biasa dilakukan surat kabar dalam mengkonstruksikan fakta dalam pemberitaannya. Proses penyuntingan yang melibatkan semua pekerja di bagian keredaksian media cetak menjadikan framing sebagai bagian yang tak terpisahkan dari media massa. Melalui framing inilah suatu isu ditonjolkan atau memberi penekanan pada isu tertentu sesuai dengan kepentingan dan keinginan media untuk menarik perhatian publik.

Dalam framing, ada bagian tertentu yang lebih penting dan membuang atau menghilangkan serta mengesampingkan bagian lainnya yang oleh Ignacio Ramoent disebut sebagai efek penyekat. Hal ini dimaksudkan agar suatu berita menjadi lebih memiliki makna, menarik serta mudah diingat khalayak pembaca sehingga memunculkan interpretasi dan persepsi khalayak sesuai dengan frame yang ingin dibentuk oleh media. Pemaknaan menjadi suatu hal yang penting bagi khalayak dalam memahami suatu realitas (Parahita, 2014: 19). Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana

Gambar

Gambar 2.2  Kerangka Pemikiran
Tabel 5.3  Frame Agama

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian dilihat dari beberapa indikator: (1) kondisi kelembagaan menunjukkan, sekolah umumnya mempunyai pengelola khusus kelengkapan surat ijin dalam

memberikan kesempatan belajar yang sama pada semua peserta didik dengan kelainan fisik dan kemampuan belajar yang berbeda. Saya dapat mengatur kelas untuk memberikan

Melihat hasil penelitian dan hasil analisis data mengenai Pengaruh Kualitas Produk dan Harga Terhadap Kepuasan Konsumen dan Dalam Pembentukan Loyalitas Konsumen, studi

Rancangan kerangka ekonomi memuat tentang gambaran kondisi ekonomi, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah selama 2 (dua) tahun sebelumnya

Menu yang dimiliki aplikasi CD Interaktif ini antara lain : menu about menjelaskan tentang isi CD dan tujuan dari pembuatan CD, menu Tanya jawab menjelaskan tentang permasalahan

2) Surat keterangan dari kepala sekolah atau 1 lembar fotokopi kartu pelajar (setiap siswa). c) Adapun untuk pembayaran biaya pendaftaran dilakukan pada masing-masing rayon

Berdasarkan pemikiran diatas pada kesempatan ini penulis merancang sebuah aplikasi program yang dapat mendeteksi tempat terjadinya kebakaran secara dini dan dapat langsung

Salah satu dari kegiatan tersebut adalah dalam hal transaksi administrasi pada Studio Musik Irwan. Transaksi tersebut yang masih bersifat manual ini akan memakan waktu yang lama,