• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning menggunakan media gambar untuk meningkatkan konsep diri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning menggunakan media gambar untuk meningkatkan konsep diri"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFEKTIVITAS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING

MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKANKONSEP DIRI

(Studi Pra Eksperimen pada Remaja Panti Asuhan Pangrekso Dalem Temanggung Tahun Ajaran 2016/2017)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Windriati Emban Pertiwi 131114002

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv MOTTO

Apapun yang orang katakan tentangku, aku tetap pribadi yang berharga.

(Sinurat)

ketika kau melakukan usaha mendekati cita-citamu, di waktu yang bersamaan cita-citamu juga mendekatimu. Alam semesta bekerja seperti itu

(F iersa Besari)

““Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang disurga juga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni

orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu

(5)

v

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan :

Tuhan Yesus yang menjadi teman dalam kesulitan maupun kebahagiaan

sampai hari ini,

Almamaterku, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,

Program Studi Bimbingan dan Konseling,

Kedua orangtuaku tercinta, Albertus Mujiono dan Lidwina Endang Windayu

Kakakku tercinta, Methodius Darmuat Abdi Buana

Adik tercinta Ana Cekly Kristanti

Untuk Panti Asuhan Santa Maria Pasang Surut

Semua orang yang mendukungku baik dalam doa maupun bantuan secara

langsung.

Semua sahabat-sahabatku yang selalu mendukung dan menemani dalam

mengerjakan.

Untuk seseorang yang menjadi teman dekat, yang selalu memberi semangat

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

EFEKTIVITAS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING

MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI

(Studi Pra Eksperimen pada Remaja Panti Asuhan Pangrekso Dalem Temanggung Tahun Ajaran 2016/2017)

Windriati Emban Pertiwi Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur: (1) peningkatan konsep diri pada remaja panti asuhan sebelum dan sesudah mendapatkan layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning menggunakan media gambar; 2)signifikansi peningkatan konsep diri remaja panti sebelum dan sesudah mendapatkan layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning menggunakan media gambar.

Jenis penelitian ini adalah penelitian pra eksperimen dengan pendekatan One-Group Pretest-Posttest Design. Subjek penelitian ini berjumlah 20 remaja Panti Asuhan Pangrekso Dalem, Temanggung. Data dalam penelitian ini dikumpulkan menggunakan Kuesioner Konsep Diri. Reliabilitas Kuesioner Konsep Diri dihitung menggunakan Alpha Cronbach, nilai reliabilitas senilai 0,939. Teknik Analisis data yang digunakan ialah teknik analisis deskriptif dengan kategorisasi distribusi normal dan Uji Nonparametrik Wilcoxon.

Temuan dalam penelitian ini menunjukkan; (1) terdapat peningkatan skor konsep diri sebelum dan sesudah diberikan layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning menggunakan media gambar, 2)terdapat peningkatan yang signifikan sebelum dan sesudah diberikan layanan bimbingan klasikal.

(9)

ix ABSTRACT

EFFECTIVENESS OF CLASSICAL GUIDANCE SEVICE WITH EXPERENTIAL LEARNING

APPROACH USENG PICTURE MEDIA FOR SELF-CONCEPT DEVELOPMENT

(Pre-Experiment Study on Adolescents of Pangrekso Dalem Orphanage in Temanggung Batch 2016/2017)

Windriati Emban Pertiwi Sanata Dharma Univercity

2017

This research was aimed at measuring: (1) self-concept development of orphanage adolescents before and after receiving classical guidance service wit experiential learning approach using pictures media; (2) the significance of orphanage adolescents before and after receiving classical guidance service with experiential learning approach using pictures media.

This research was pre-experiment research with One-Group Pretest-Posttest Design approach. The subject of this research were 20 adolescents of Pangrekso Dalem orphanage, Temanggung. The data in this research were collected using Self-Concept Questionaire. Self-Concept qoestionaire reliability was measured using Alpha Cronbach with reliability value of 0,939. The data analysiss technique used was descriptive analysis technique with Normal Distribution categorization and Wilcoxon Nonparametrix Test.

The finding of this research showed: (1) There was a score increase before and after classical guidance service with experiential learning approach was given using pictures media, (2) there was a significant increase before and after classical guidance service was given.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Proses penulisan skripsi ini memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi penulis dalam mempraktekkan penulisan pengetahuan-pengetahuan yang dipelajari selama pesnyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak akan dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah mendukung dan mendampingi selama proses penyusunan. Oleh karena itu secara khusus peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Dr. Gendon Barus, M,Si selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling.

2. Juster Donal Sinaga, M.Pd selaku Wakil Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling dan dosen pembimbing penulis selama penulisan skripsi ini yang telah mendukung, memberi semangat, dan selalu mengingatkan untuk bimbingan hingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membimbing dan telah memberi pengetahuan kepada penulis selama proses perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini.

4. Kedua orangtuaku tercinta yaitu bapakAlbertus MujianadanIbuLidwina Endang Windayu yang selalu memberikan perhatian, kasih sayang, motivasi, doa, dukungan, dan membiayai seluruh kebutuhan demi terselesainya skripsi ini.

5. Kakak dan adikku tercintaMethodius Darmuat Abdi Buana dan Ana Cekly Kristanti yang selalu memberikan dukungan, motivasi, dan doa.

6. Sahabat-sahabat terbaikku, Putri, Desi, Umi, Aning yang selalu mendukung dalam susah maupun senang.

(11)
(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYAILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN ... ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan ... 7

F. Manfaat Hasil Penelitian ... 8

G. Definisi Istilah ... 9

BAB II KAJIAN TEORI ... 10

A. Konsep Diri ... 10

1. Pengertian Konsep Diri ... 10

2. Penggolongan Konsep Diri ... 11

3. Aspek-aspek Konsep Diri ... 12

4. Karakteristik Remaja yang Memiliki Konsep Diri Positif ... 13

(13)

xiii

B. Perkembangan Remaja ... 16

1. Pengertian Remaja ... 16

2. Ciri-ciri Masa Remaja ... 17

3. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja... 19

4. Remaja Panti Asuhan ... 20

C. Hakikat Layanan Bimbingan Klasikal ... 22

1. Pengertian Bimbingan Klasikal... 22

2. Manfaat Bimbingan Klasikal ... 23

3. Tahapan Layanan Bimbingan Klasikal ... 24

D. Pendekatan Experiential Learning ... 26

1. Pengertian Experiential Learning ... 26

2. Proses Experiential Learning ... 27

3. Langkah-langkah Model Pembelajaran experiential learning ... 28

4. Aktivitas Inti dalam Experiential Learning ... 28

5. Metodologi Pembelajaran Experiential Learning ... 29

E. Visual Art ... 32

1. Pengertian Media Gambar... 32

2. Klasifikasi Media Bimbingan dan Konseling ... 32

3. ManfaatMedia Gambar ... 35

4. Sifat Media Gambar dan Aktivitasnya ... 36

5. Proses Konseling Art dengan Menggambar ... 37

F. Penelitian Yang Relevan ... 38

G. Kerangkan Berfikir... 38

H. Hipotesis ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 42

A. Jenis Penelitian ... 42

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

C. Subjek Penelitian ... 44

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 44

1. Teknik Pengumpulan Data ... 44

(14)

xiv

E. Validitas dan Reliabilitas ... 48

1. Validitas ... 48

2. Reliabilitas Instrumen ... 51

F. Uji Normalitas ... 52

G. Prosedur Analisis Data ... 53

H. Teknik Analisis Data ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Hasil Penelitian ... 59

B. Pembahasan ... 65

BAB V PENUTUP ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Keterbatasan Penelitian ... 74

C. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Design Penelitian ... 43

Tabel 3.2 Jadwal Kegiatan Bimbingan Kelompok ... 44

Tabel 3.3 Jumlah Subjek Penelitia ... 44

Tabel 3.4 Gradasi Pernyataan Item Skala Likert ... 47

Tabel 3.5 Kisi-kisi Konsep Diri (Sebelum Uji Coba) ... 48

Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Kuesioner Konsep Diri (Setelah Uji Coba) ... 50

Tabel 3.7 Hasil Uji Kuesioner Konsep Diri ... 51

Tabel 3.8 Indeks Korelasi Reliabilitas Kriteria Guilford ... 52

Tabel 3.9 Tabel Uji Normalitas Kuesioner Tingkat Konsep Diri ... 53

Tabel 3.10Norma Kategorisasi ... 56

Tabel 3.11 Norma Kategorisasi ... 57

Tabel 4.1 Distribusi Skor Konsep Diri Remaja Panti Asuhan Pangrekso Dalem Temanggung Tahun Ajaran 2016/2017 sebelum dan sesudah mendapatkan Layanan Bimbingan Klasikal Menggunakan Media Gambar ... 59

Tabel 4.2 Capaian Skor Selisih Pretest dan Posttest Konsep Diri Remaja Panti ... 61

Tabel 4.3 Uji Sample Berpasangan Pretest dan Posttest Remaja Panti Asuhan Pangrekso Dalem Temanggung ... 62

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1Kolb’s Learning Style Model ... 27 Gambar 2.3 Kerangka Berfikir Konsep Diri ... 40 Gambar 4.1 Kategorisasi Skor Konsep Diri Remaja Panti Asuhan

Pangrekso Dalem Temanggung Tahun Ajaran 2016/2017 Sebelum dan Sesudah diberikan Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning

Menggunakan Media Gambar ... 60 Gambar 4.2 Sebaran Skor Konsep Diri Remaja Panti Asuhan

Pangrekso Dalem Temanggung Tahun Ajaran 2016/2017 Sebelum dan Sesudah mendapatkan Layanan

Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning Menggunakan Media Gambar ... 61 Gambar 4.3 Peningkatan Rata-rata Konsep Diri Remaja Panti Asuhan

Pangrekso Dalem Temanggung Tahun Ajaran 2016/2017

Sebelum dan Sesudah diberikan Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1Kuesioner Konsep Diri ... 80 Lampiran 2Hasil Uji Validitas Kuesioner Konsep Diri ... 85 Lampiran 3Tabulasi Data Instrumen Skala Konsep Diri

Remaja Panti (Responden/Subjek) ... 90 Lampiran 4Rekapitulasi Skor Skala Konsep Diri Remaja Panti

Pretest dan Posttest ... 94 Lampiran 5Rancangan Pelayanan Bimbingan Kelas

(Topik: Konsentrasi Belajar) ... 95 Lampiran 6Rancangan Pelayanan Bimbingan Kelas

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini mepaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian dan definisi istilah.

A. Latar Belakang Masalah

Konsep diri merupakan gambaran orang tentang dirinya (Hurlock, 1989). Konsep diri menjadi hal penting bagi setiap orang. Hal tersebut dikarenakan perkembangan konsep diri sangat berpengaruh terhadap perkembangan pribadi seseorang. Konsep diri juga sangat berpengaruh terhadap relasi dengan orang lain. Konsep diri bukan merupakan bawaan dari lahir tapi konsep diri terbentuk berdasarkan hasil belajar seseorang. Proses belajar seseorang bisa didapat dimana pun seseorang tinggal dan berada. Sehingga pendidikan dilingkungan seseorang tinggal dan berada sangat berpengaruh bagi terbentuknya konsep diri seseorang seperti lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah serta lingkungan pergaulannya.

(19)

kenyataannya banyak anak yang tidak bisa hidup satu atap dengan orang tuanya dengan berbagai alasan. Seperti anak-anak yang tinggal di Panti Asuhan, mereka tidak bisa tinggal bersama orang tua kandungnya serta keluarganya. Dengan berbagai alasan seorang anak dititipkan di Panti Asuhan, seperti masalah ekonomi, kehamilan diluar nikah, perceraian orang tua, kematian orang tua, penelantaran anak dan masalah-masalah lainnya. Dikatakan bahwa sikap orang-orang yang signifikan sangat berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri anak.

Sikap seseorang terhadap dirinya sangat dipengaruhi oleh cara tokoh-tokoh signifikan memperlakukannya, terutama pada masa anak/mudanya, yaitu pada waktu anak belum mampu menyaring benar tidaknya, tepat tidaknya yang dikatakan orang lain. Anak cenderung menganggap benar apa saja yang dikatakan orang lain. Sehingga jika orang-orang yang signifikan dalam hidupnya seperti orang tua, guru, teman sebaya dan orang lain yang berpengaruh baginya, merendahkan, meremehkan, mempermalukannya, menolaknya maka sikap anak terhadap dirinya pun negatif atau biasanya disebut konsep diri negatif. namun jika anak diterima, dihargai, dicintai, maka anak akan menerima, menghargai, dan mencintai dirinya. Sehingga akan terbentuk konsep diri yang positif. Sehingga kehadiran orang-orang yang signifikan sangat penting bagi pembentukan konsep diri seorang anak.

(20)

dapat ditemukan beberapa permasalahan seperti ada beberapa remaja kurang percaya diri ketika disuruh untuk berbicara didepan umum, ada beberapa remaja yang menganggap bahwa sekolahnya kurang bermutu, ada beberapa anak yang cenderung menutup diri, ada beberapa anak yang belum bisa menerima kekurangannya. Serta tidak adanya bimbingan kelompok terjadwal yang ada dipanti asuhan tersebut. Jika hal seperti ini dibiarkan maka kemungkinan besar akan membentuk konsep diri anak panti kearah negatif (konsep diri negatif) yang terjadi ketika hal tersebut dibiarkan yakni anak menjadi minder, tidak berani mengungkapkan pendapat karna takut, merasa dirinya tidak berharga sebagai anak panti dan kemungkinan prestasinya bisa memburuk.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang terjadi yang mengakibatkan banyak anak yang harus tinggal di Panti asuhan, maka salah satu usaha pemerintah yaitu dengan menyediakan lembaga-lembaga yang menampung dan merawat anak-anak dengan permasalahan tertentu. Salah satu lembaga tersebut ialah panti asuhan. Panti Asuhan merupakan lembaga yang bertugas merawat anak-anak yatim piatu maupun anak-anak dengan permasalahan lain. Panti asuhan merupakan tempat berkembangnya seorang anak yang tinggal di panti tersebut. Tempat untuk anak mengekspresikan diri seperti yang seharusnya mereka terima dalam keluarga.

(21)

penelantaran, 3.600 bermasalah dengan hukum, 1,2 balita terlantar, dan anak jalanan sebanyak 34 ribu. Data tersebut yang menjadi salah satu alasan pemerintah bahwa perlu adanya lembaga-lembaga yang mampu menolong anak-anak dengan permasalahan diatas. agar anak mendapatkan kesempatan yang sama seperti anak-anak lain yang bisa hidup didalam keluarga. Di Panti ini anak-anak juga bisa merasakan kasih sayang melalui pengasuh-pengasuh yang sudah seperti orang tua mereka.

Berdasarkan persoalan-persoalan di atas hal ini menggerakan peneliti untuk melakukan penelitian dengan menggunakan Bimbingan Kelompok berbasis exsperiential learning menggunakan media gambar. Bimbingan kelompok merupakan salah satu teknik dalam memberikan bantuan kepada anak dalam menyelesaikan permasalahannya. Melalui bimbingan kelompok diharapkan, remaja panti dapat melihat hal positif dalam diri sebagai potensi dalam dirinya yang dapat dibanggakan. Sehingga remaja panti dapat semakin berkembang kepribadiannya sesuai dengan tahap perkembangan yang mereka jalani saat ini. Bimbingan yang akan diberikan beberapa kali diharapkan bisa memberi dampak yang lebih baik lagi untuk perkembangan kepribadian remaja panti khususnya pembentukan konsep diri positif. Peran pembimbing dan pengasuh dalam mendampingi dengan penuh kasih sayang dan ketulusan menjadi faktor penting untuk anak mendapatkan kenyamanan saat proses bimbingan.

(22)

bimbingan untuk itu peneliti memilih metode experiential learning. Bimbingan kelompok berbasis Experiential Learning merupakan metode belajar yang menekankan pengalaman. Dengan experiential learning diharapkan remaja panti bisa belajar dengan pengalaman selama proses bimbingan berlangsung baik pengalaman dirinya maupun pengalaman orang lain. Hal ini menjadi nilai positif karena remaja terlibat dalam proses sehingga remaja akan termotivasi dari pengalaman orang lain yang dilihatnya selama proses bimbingan. Metode experiential learning ini diharapkan mampu memberi dampak positif bagi remaja panti. Mengingat bahwa di Panti tersebut tidak ada layanan bimbingan terjadwal bagi anak-anak.

(23)

Berkaitan dengan hal ini peneliti tertarik untuk meneliti disalah satu Panti yang diduga ada permasalahan mengenai konsep diri untuk ditingkatkan ke arah yang semakin positif. Metode yang digunakan melalui bimbingan kelompok dengan media gambar. Judul penelitian ini yaitu “Efektivitas Layanan Bimbingan Klasikal Dengan Pendekatan Experiential Learning Menggunakan Media Gambar Untuk Meningkatkan Konsep Diri Remaja Panti Asuhan Pangrekso Dalem Temanggung Tahun

ajaran 2016/2017”.

B. Identifikasi masalah

Berangkat dari latar belakang tersebut terkait dengan konsep diri remaja di Panti Asuhan Pangrekso Dalem Temanggung diidentifikasikan berbagai masalah sebagai berikut:

1. Kurangnya kepercayaan diri remaja panti untuk berbicara didepan umum.

2. Kurangnya pemahaman remaja panti mengenai pentingnya sekolah untuk masa depan.

3. Kurang adanya pemahaman beberapa remaja mengenai penerimaan diri. 4. Belum adanya layanan bimbingan terjadwal di Panti tersebut.

5. Belum adanya penggunaan media dalam pemberian layanan bimbingan. C. Batasan Masalah

(24)

Layanan Bimbingan Klasikal Dengan Pendekatan Experiential Learning Menggunakan Media Visual Art untuk Konsep Diri Remaja Panti Asuhan Pangrekso Dalem Temanggung Tahun Ajaran 2017/2017.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah dan identifikasi masalah maka rumusan masalah peneliti yaitu adalah

1. Seberapa tinggi konsep diri remaja panti Asuhan Pangrekso Dalem Temangggung tahun ajaran 2016/2017 sebelum dan sesudah mendapatkan layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan experiential learning menggunakan media gambar?

2. Apakah terdapat peningkatan signifikan konsep diri remaja Panti Asuhan Pangrekso Dalem Temangggung tahun ajaran 2016/2017 sebelum dan sesudah mendapatkan layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan experiential learning menggunakan media gambar?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah

1. Mengukur peningkatan konsep diri remaja Panti Asuhan Pangrekso Dalem Temangggung tahun ajaran 2016/2017 sebelum dan sesudah mendapatkan layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning menggunakan media gambar.

(25)

mendapatkan layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning menggunakan media gambar.

F. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak: 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi ilmu pendidikan khususnya Bimbingan dan Konseling, khususnya dalam kaitannya antara konsep diri remaja yang tinggal di panti.

2. Manfaat Praktis a. Bagi remaja panti

Membantu remaja agar semakin berkembang terutama kepribadiannya kearah yang lebih positif.Membantu remaja untuk lebih peka terhadap dirinya dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan segera agar tidak berkembang menjadi hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri.Membantu remaja untuk semakin mengenali kekurangan dan kelebihan yang ada dalam diri.

b. Bagi pengasuh

(26)

c. Bagi peneliti

Menambah pengalaman dan wawasan dalam memberikan pendampingan terhadap anak dan Mengimplementasikan ilmu yang sudah didapat selama dibangku kuliah didalam proses bimbingan nyata dilapangan.

G. Definisi istilah

1. Konsep diri adalah gambaran orang tentang dirinya yang dipengaruhi oleh sikap orang-orang yang signifikan dalam hidupnya dalam memperlakukannya seperti guru, orang tua, teman sebaya dan orang-orang lain dalam hidupnya.

2. Panti asuhan adalah lembaga yang bertugas membantu dan merawat anak dengan permasalahan-permasalahan tertentu.

3. Bimbingan kelompok adalah salah satu bentuk usaha pemberian bantuan kepada orang-orang yang mengalami masalah. Suasana kelompok menjadi wahan untuk masing-masing anggota kelompok tersebut secara perseorangan dapat memanfaatkan semua informasi, tanggapan kepentingan dirinya dengan masalahnya.

4. Experiential Learning merupakan pembelajaran dengan penekanan pada individu-individu yang memiliki pengalaman langsung atas bahan pembelajaran dan tidak terbatas pada pendidikan formal. 5. Media gambar adalah media visual berupa gambar yang dihasilkan

(27)

BAB II KAJIAN TEORI

Bab ini di paparkan secara singkat mengenai konsep diri, perkembangan remaja, remaja panti asuhan, bimbingan kelompok, experiential learning, media gambar, penelitian yang relevan, kerangka berfikir, hipotesis. Masing-masing pokok bahasan tersebut dijelaskan sebagai berikut.

A. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep diri

Menurut Rahmat (2003) konsep diri merupakan cara individu memandang atau melakukan penilaian mengenai dirinya sendiri. konsep diri merupakan hal penting yang akan menentukan bagaimana seseorang memandang dirinya. Menurut Burns (1993) konsep diri adalah satu gambaran dari apa yang kita pikirkan tentang apa yang orang lain pikirkan mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan.

Agustiani (2006) mengatakan konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan bawaan lahir merlainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi.

(28)

psikologis yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam halnya penyesuaian diri.

Dari definisi beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman dari interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Konsep diri juga menjadi aspek penting dalam diri seseorang terutama karna konsep diri menjadi kerangka acuan seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan luar. Sehingga pengaruh dari orang-orang sekitarnya terutama tempat dimana seseorang tinggal terlibat dalam membentuk konsep diri seseorang.

2. Penggolongan Konsep Diri

Menurut Burns (1993), konsep diri digolongkan menjadi dua yaitu konsep diri tinggi atau konsep diri positif dan konsep diri rendah atau konsep diri negatif.

a. Konsep diri tinggi

Konsep diri tinggi sebagai sinonim dari konsep diri positif. Burns (1993), mengatakan bahwa konsep diri yang tinggi menunjukan adanya penghargaan diri yang tinggi, evaluasi diri yang tinggi, perasaan harga diri yang positif, dan evaluasi diri yang positif. orang yang memiliki konsep diri tinggi umumnya akan menerima keadaan diri mereka sendiri.

(29)

Konsep diri rendah sebagai sinonim dari konsep diri negatif. konsep diri rendah menunjukan adanya evaluasi diri yang negatif, membenci diri, perasaan rendah diri dan tiadanya perasaan menghargai pribadi dan penerimaan diri.

3. Aspek-aspek Konsep Diri

Agustiani (2006) membagi konsep diri ke dalam beberapa aspek seperti berikut ini:

a. Aspek fisik

Aspek fisik disini meliputi bagaimana persepsi seseorang terhadap keadaan fisiknya seperti penampilan dirinya (cantik, ganteng, jelek, menarik, tidak menarik) dan keadaan tubuhnya seperti tinggi, pendek, gemuk, kurus. Sehingga membentuk persepsi masing-masing orang yang jika persepsinya negatif maka seseorang memandang dirinya menjadi hal yang buruk, dan begitu juga sebaliknya.

b. Aspek psikologis

(30)

c. Aspek sosial

Aspek ini meliputi penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun dengan lingkungan sekitarnya. Aspek tersebut seperti perasaan diterima dan dihargai dalam berinteraksi dengan orang lain. Seseorang tidak dapat mengatakan dirinya memiliki pribadi yang baik tanpa adanya tanggapan atau reaksi orang lain yang menunjukan bahwa ia memang memiliki pribadi baik.

d. Aspek moral

Aspek ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Bagaimana seseorang memandang dirinya berdasarkan nilai-nilai yang ada dimasyarakat dan etika yang seharusnya. Aspek tersebut menyangkut hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk.

4. Karakteristik Remaja yang Memiliki Konsep Diri Positif

(31)

diperlakukan buruk, maka seseorang tersebut akan melakukan hal yang sama terhadap orang lain.

Menurut Burns (1993) seseorang yang memiliki konsep diri positif yaitu seseorang yang mampu memodifikasi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang sebelumnya dipegang dengan teguh dan dipandang dari sudut pengalaman baru, tidak adanya kekawatiran terhadap masa lalu dan masa yang akan datang, memiliki kepercayaan diri dalam menyelesaikan permasalahannya seperti kegagalan-kegagalan yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari, mampu menerima diri sebagai seorang pribadi yang sama berharganya dengan orang lain meskipun adanya perbedaan dari setiap pribadi.

(32)

Berdasarkan penjelasan beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa karakteristik remaja yang memiliki konsep diri positif yaitu:

a. Cenderung menyenangi dan menghargai diri mereka sendiri, sebagaimana sikap mereka terhadap oran lain.

b. Memiliki rasa aman dan percaya diri yang tinggi untuk menyelesaikan permasalahannya bahkan ketika menghadapi kegagalan.

c. Mampu menerima diri dan memandang sekitarnya sebagai tempat yang menyenankan. Mereka memiliki kemampuan memodifikasi nilai dan prinsip yang sebelumnya dipegang teguh dan tidak memiliki kekawatiran terhadap masa lalu dan masa depan.

d. Mampu menilai kekurangan dan kelebihannya secara positif. 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

a. Orang lain

(33)

others, yakni pandangan seseorang mengenai dirinya berdasarkan pandangan orang lain terhadap dirinya.

b. Kelompok Acuan

Setiap orang adalah anggota masyarakat dan setiap kelompok memiliki norma-norma sendiri. Diantaranya kelompok acuan, yang membuat individu mengarahkan perilakunya sesuai dengan norma dan nilai yang dianut kelompok tertentu. Kelompok inilah yang memengaruhi konsep diri seseorang.

c. Penyikapan Diri

Devito (Hutagalung, 2007) mendefinisikan self disclosure sebagai bentuk komunikasi dimana informasi tentang diri sendiri yang biasanya disimpan atau disembunyikan, dikomunikasikan pada orang lain. Penyikapan ini terjadi bila individu secara sukarela mencerminkan mengenai dirinya pada orang lain, sehingga orang tersebut menjadi senang karena mendapat informasi langsung dari yang bersangkutan. Devito juga membedakan penyikapan diri atas lima dimensi, yaitu: 1) Ukuran penyikapan diri; 2) Valensi penyikapan diri; 3) Kecermatan dan kejujuran; 4) Tujuan dan maksud; 5) Keintiman.

B. Perkembangan Remaja 1. Pengertian Remaja

(34)

tumbuh untuk mencapai kematangan”. Menurut Peaget (Hurlock, 1991)

remaja adalah suatu usia di mana individu menjadi julam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa berada dibawah tingkat orang yang lebih tua, melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar. Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak tergolong anak-anak, tapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja sering kali dikenal dengan fase mencari jati diri atau fase topan dan badai. Remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya.

2. Ciri-ciri Masa Remaja

Menurut Hurlock (2002), Masa remaja memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri tersebut diuraikan dibawah ini:

a. Masa Remaja Sebagai Periode Yang Penting

Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja. semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.

b. Masa Remaja Sebagai Periode Peralihan

(35)

mencoba-coba hal baru dan berusaha menentukan perilaku, nilai sifat yang paling sesuai.

c. Masa Remaja Sebagai Usia Bermasalah

Pada masa ini remaja menganggap dirinya mampu mandiri dan tidak mau meminta bantuan orang dewasa. Kadang yang terjadi adalah orang tua dan anak mengalami perbedaan pendapat hingga yang terjadi seringkali masalah muncul. Pada masa ini remaja menganggap apa yang ia putuskan adalah hal yang benar.

d. Masa Remaja Sebagai Masa Mencari Jati Diri

Pada masa ini remaja mulai mencari identitas dirinya dengan cara mencari figur yang dapat dijadikan contoh baginya. Remaja mulai menginginkan diri yang sesuai dengan dirinya. jika remaja menyadari segala kelebihan yang dimilikinya dan mampu mengembangkannya maka konsep dirinya positif.

e. Masa Remaja Sebagai Usia Yang Menimbulkan Ketakutan

Didalam masyarakat pandangan terhadap remaja cenderung negatif. remaja seringkali takut tidak mampu mengatasi permasalahan yang dialaminya tersebut hal ini berpengaruh terhadap konsep dirinya. f. Masa Remaja Sebagai Masa Yang Tidak Realistik

(36)

g. Masa Remaja Sebagai Masa Ambang Masa Dewasa

Pada masa ini merupakan awal dari masa depan remaja tersebut. Jika pada masa ini remaja mampu membawa diri kearah positif artinya tidak mudah terpengaruh dengan pergaulan yang negatif maka konsep dirinya akan positif. Begitu juga dengan sebaliknya.

3. Tugas-tugas Perkembangan Pada Masa Remaja

Hurlock (Hartinah, 2011), tugas perkembangan yang harus dilalui oleh seorang remaja yaitu:

a. Mampu menerima keadaan fisiknya

b. Mampu dan memahami peran seks usia dewasa

c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlain jenis

d. Mencapai kemandirian emosional e. Mencapai kemandirian ekonomi

f. Mengembangkan konsep dan ketrampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.

g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua.

h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa.

i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan

(37)

4. Remaja Panti Asuhan

Remaja dipanti asuhan adalah semua anak panti yang tergolong dalam masa remaja. Menurut kementrian sosial panti asuhan adalah lembaga sosial yang memiliki tugas memberikan bimbingan dan pelayanan bagi anak yatim, piatu, yatim piatu yang kurang mampu, dan terlantar agar seseorang tersebut mampu berkembang secara wajar sesuai tahap perkembangannya. Pada masa remaja ini tugas perkembangan yang harus dijalani oleh seorang remaja. Hurlock (Hartinah, 2011) menyebutkan bahwa tugas perkembangan yang harus dilalui oleh remaja diantaranya mampu menerima keadaan fisik, mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlawan jenis, memahami, menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua, dan mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa.

(38)

dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan mengakibatkan keterlantaran anak. Beberapa penyebab yaitu:

1) Orang tua meninggal dan tidak ada anggota keluarga lain yang merawatnya.

2) Orang tua kesulitan dalam masalah ekonomi atau dapat dibilang miskin, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan anak.

3) Orang tua tidak sanggup menjalankan fungsinya karena menderita sakit kronis dan alasan lainnya.

(39)

tersebut dikarenakan kurang adanya perasaan tidak berharga dan tidak mampu. Sehingga akan menghambat perkembangan seseorang terutama perkembangan pribadi secara utuh.

Fitts (Agustiani, 2006) mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut. pada umumnya tingkah laku seseorang berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang dirinya sendiri. jika seseorang mempersepsi diri sebagai orang yang inferior dibandingkan orang lain, walaupun itu belum tentu benar, biasanya tingkah laku yang ia tampilkan akan berhubungan dengan kekurangan yang dipersepsinya secara subjektif.

C. Hakikat Layanan Bimbingan klasikal 1. Pengertian Bimbingan Klasikal

Dalam membantu mengoptimalkan perkembangan pribadi peserta didik ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru Bimbingan dan Konseling. Salah satunya yaitu dengan memberikan layanan bimbingan klasikal.

(40)

setiap siswa. Bidang bimbingan yang diberikan yakni pribadi, sosial, belajar dan karir (Kemendikbud, 2014).

Winkel dan Hastuti (2004) mengatakan bahwa bimbingan klasikal merupakan istilah yang digunakan dalam institut pendidikan yang merujuk pada sejumlah siswa yang dikumpulkan untuk melakukan kegiatan bimbingan. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bimbingan klasikal adalah kegiatan bimbingan secara langsung/tatap muka antara guru BK dan siswa yang membahas topik-topik mengenai bidang pribadi, sosial, belajar dan karir, yang dilakukan dalam jumlah siswa banyak.

2. Manfaat Bimbingan Klasikal

Manfaat bimbingan klasikal menurut Depdiknas (2004) yaitu sebagai berikut:

a. Siswa semakin memahami dirinya sendiri seperti bakat, minat, potensi, kebiasaan, sikap, dan sebagainya.

b. Siswa semakin bersikap baik dan berhasil dalam proses bersosialisasi. c. Siswa semakin tertarik, termotivasi, dan berminat untuk belajar, lebih

giat agar mendapat hasil belajar yang baik.

d. Siswa semakin mampu menyelesaikan permasalahannya dan mampu mengambil keputusannya sendiri dalam hidupnya, serta mampu membuat perencanaan kegiatan yang berguna dalam hidupnya.

(41)

f. Siswa semakin mampu memahami dan menerima dirinya sendiri. 3. Tahapan Layanan Bimbingan Klasikal

Tahapan-tahapan dalam bimbingan menurut Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling SMP Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Guru dan Tenaga Kerja Kependidikan (2016) dijelaskan sebagai berikut:

a. Prabimbingan 1) Menyusun RPL

2) Pembentukan Kelompok b. Pelaksanaan

1) Pembukaan

a) Menciptakan suasana saling mengenal, rileks, dan hangat. b) Menjelaskan tujuan dan manfaat bimbingan.

c) Menjelaskan peran masing-masing anggota dan pembimbing dalam proses pelaksanaan bimbingan.

d) Menjelaskan aturan-aturan yang ada selama proses bimbingan berlangsung.

e) Memotivasi anggota untuk saling terbuka satu sama lain.

f) Memotivasi anggota agar mampu mengungkapkan harapan-harapannya dan mampu merumuskan niat bersama.

2) Transisi

(42)

b) Mengulang kembali tujuan dan kesepakatan bersama.

c) Memotivasi anggota agar mampu terlibat aktif dalam pelaksanaan.

d) Mengingatkan anggota bahwa kegiatan akan segera masuk kegiatan inti.

3) Inti

a) Membantu siswa untuk mampu mengungkapkan topik yang perlu dibahas.

b) Menetapkan topik untuk diintervensi bersama.

c) Mendorong semua anggota agar mampu terlibat aktif.

d) Mengulas kembali secara singkat hasil yang telah dicapai dari pertemuan sebelumnya.

4) Penutup

a) Mengungkapkan kesan dan keberhasilan yang dicapai oleh setiap anggota.

b) Merangkum hasil dari kegiatan. c) Menyampaikan kegiatan lanjutan

d) Menyampaikan bahwa kegiatan akan segera berakhir.

e) Menyampaikan pesan serta harapan setelah diberikan bimbingan. c. Pasca Bimbingan

(43)

D. Pendekatan Experiential Learning 1. Pengertian Experiential Learning

Experiential learning adalah suatu pendekatan didalam pemberian layanan bimbingan kelompok menggunakan dinamika yang efektif bagi perkembangan individu yang terlibat. Dikatakan efektif ketika mampu menghadirkan suasana jiwa yang diantara peserta yang terlibat, meningkatkan spontanitas, munculnya perasaan positif, meningkatkan minat atau gairah untuk semakin terlibat dalam proses, memungkinkan terjadinya katarsis, dan meningkatkan kemampuan sosialnya (Prayitno, dkk, 1998:90).

Kolb mengatakan experiential learning: experience as tha source of learning and development” dalam pernyataan tersebut terdapat makna

bahwa pengalaman nyata peserta didik. Peserta didik berperan aktif selama dalam mengikuti kegiatan layanan bimbingan tersebut.

(44)

2. Proses Experiential Learning

Kolb menjelaskan empat tahapan dalam model pembelajaran, siklus pembelajaran model experiential learning disajikan dalam gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kolb’s Learning Style Model

Lebih lanjut, Kolb juga memaparkan keempat tahapan model pembelajaran experiential learning yakni:

a. Concrete experience. Pada tahap ini siswa melibatkan diri sepenuhnya dalam pengalaman barunya.

b. Observations and reflections. Pada tahap ini siswa mengobservasi dan merefleksikan atau memikirkan pengalamannya dari berbagai segi.

(45)

d. Testing implications of concepts in new situations. Pada tahap ini siswa menggunakan teori tersebut untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan.

3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Experiential Learning. Kolb (2015) menjelaskan empat tahapan model pembelajaran, siklus model experiential learning disajikan dalam Gambar 2.2.

4. Aktivitas Inti dalam Experiential Learning

Menurut Supratiknya (2011) ada beberapa aktivitas dalam tahap proses experiential antara lain refleksi dan sharing. Refleksi adalah menghadirkan kembali dalam batin individu aneka pengalaman yang sudah terjadi, untuk menemukan makna dan nilai-nilai yang lebih dalam. Sehingga adanya refleksi memiliki tujuan dalam

Concrete experience

Observations and reflections

Formation of abstract concepts and generalizations Testing implications

(46)

mendidik, yang berarti memiliki peran sebagai sarana penghubung antara pengalaman pribadi dan pengalaman belajar. Sharng merupakan membagikan hasil pikiran dan perasaan yang muncul sebagai hasil refleksi kepada orang lain sebagai hasil dari proses belajar. Dalam melakukan sharing semua anggota harus mendengarkan agar mampu menangkap makna dan nilai dari apa yang disharingkan.

5. Metodologi Pembelajaran Experiential Learning

Abella (Supratiknya, 2011) merumuskan delapan metode khas pembelajaran experiential learning, metode tersebut yakni:

a. Metode Diskusi Kasus

Metode diskusi kasus ini memanfaatkan studi kasus, yaitu deskriptif tentang uatu situasi yang disajikan baik secara tertulis, lewat rekaman audio, tau lewat video, untuk disimak atau dipelajari oleh peserta dan kemudian mendiskusikannya dengan panduan pertanyaan-pertanyaan yang disiapkan oleh fasilitator. Sebaiknya diskusi difokuskan pada isu-isu yang terdapat di dalam situasi yang didiskripsikan: seperti tindakan apa yang perlu dilakukan atau pelajaran-pelajaran apa yang bisa dipetik, serta cara mengatasi atau mencegah agar situasi sejenis tidak terjadi

b. Simulasi dan Games

(47)

kehidupan nyata. Peserta diharapkan mencapai tujuan tertentu dalam batas-batas yang ditetapkan lewat serangkaian aturan main. Aturan main ini menentukan jenis aktivitas yang harus dilakukan dan kapan permainan harus diakhiri. Simulasi mempresentasikan situasi kehidupan nyata tertentu, tetapi komponen-komponen dan saling berhubungan antar komponen itu ditampilkan sedemikian rupa sehingga bisa dimanipulasikan atau dikendalikan oleh peserta mengikuti kerangka waktu yang ditentukan.

c. Latihan Bermain Peran

Dalam latihan bermain peran, peserta mensimulasikan sebuah situasi interaktif nyata atau hipotetis. Misal, memainkan peran siswa yang sering membuli temannya. Simulasi ini lazimnya dilakukan dengan diskusi dan analisis, untuk mengetahui bagaimana interaksi itu dirasakan dan dihayati, apa yang terjadi, dan mengapa demikian. Peserta bisa memperoleh umpan balik tentang tingkah lakunya selama bermain peran.

d. Diskusi Kelompok

(48)

e. Latihan Individual

Dalam latihan individual peserta diminta untuk mengerjakan sendiri-sendiri, lazimnya berupa tugas mentransfer atau menerapkan isi atau hasil pelajaran dari program kegiatan yang baru diikutinya ke dalam situasi kehidupan masing-masing. Tujuan latihan individual adalah memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan hasil yang diperoleh dari program, menguji pemahaman atau memeriksa sejauh mana hasil pembelajaran bisa diterapkan dalam kehidupan masing-masing. f. Presentasi/Lekturet

Presentasi/lekturet merupakan bentuk komunikasi atau penyampaian terstruktur atau yang disiapkan dan bersifat satu arah dari pihak penyaji atau penceramah kepada peserta. Peserta bisa mengajukan pertanyaan namun dibatasi. Dalam penyampaian biasanya menggunakan alat bantu visual yang digunakan untuk mendukung presentasi.

g. Modelling Perilaku

(49)

E. Visual Art

1. Pengertian Media Gambar

Menurut AECT (Nursalim 2013) media adalah sebagai segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk memproses penyaluran pesan. Miarso (Nursalim 2013) media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa untuk belajar. Jadi dapat disimpulkan bahwa media bimbingan dan konseling adalah wadah dari pesan, materi yang ingin disampaikan adalah pesan bimbingan dan konseling, tujuan yang ingin dicapai ialah perkembangan siswa secara optimal. Selanjutnya penggunaan media secara kreatif akan memperbesar kemungkinan bagi siswa/klien tertarik pada layanan bimbingan dan konseling, serta untuk belajar lebih banyak, mencamkan apa yang dipelajari lebih baik, dan meningkatkan penampilan dalam melakukan ketrampilan sesuai dengan yang menjadi tujuan bimbingan dan konseling.

Seni visual didefinisikan sebagai proses-proses dalam bidang seni yang berfokuspada penglihatan yang mewakilirealitas simbol. Seni visual mencakup secara luas dalam bidang media, termasuk lukisan, gambar, fotografi, dan patung Malchiodi dkk (Glading, 2010).

2. Klasifikasi Media Bimbingan dan Konseling

(50)

a. Kelompok Media Grafis

Media grafis adalah media visual yang menyajikan fakta, ide, gagasan melalui penyajian kata-kata, kalimat, angka-angka, dan simbol/gambar. Grafis biasanya digunakan untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, dan mengilustrasikan fakta-fakta sehingga menarik dan diingat siswa. Yang termasuk media grafis yaitu:

1) Grafik, yaitu penyajian data berangka melalui perpaduan antara angka, garis, dan simbol.

2) Diagram, yaitu gambaran yang sederhana yang dirancang untuk memperlihatkan hubungan timbal balik yang biasanya disajikan melalui garis-garis simbol.

3) Bagan, yaitu perpaduan sajian kata-kata, garis, dan simbol yang merupakan ringkasan suatu proses, perkembangan, atau hubungan-hubungan penting.

4) Sketsa, yaitu gambar yang sederhana atau draf kasar yang melukiskan bagian-bagian pokok dari suatu bentuk gambar.

b. Media Bahan Cetak

(51)

1) Buku teks, yaitu buku yang membahas cara memecahkan masalah atau cara mengembangkan diri. Dalam bimbingan dan konseling buku teks biasanya berupa bibliokonseling.

2) Modul, yaitu suatu paket program yang disusun dalam bentuk satuan tertentu dan didesain sedemikian rupa guna memperlancar pelaksanaan layanan informasi dan bimbingan klasikal.

c. Media Gambar Diam

Media gambar diam adalah media visual yang berupa gambar yang dihasilkan melalui proses fotografi. Jenis media gambar ini adalah foto. Media gambar diam ini dapat digunakan untuk berbagai macam layanan bimbingan dan konseling misalnya untuk menjelaskan entang macam-macam pelanggaran yang sering dilakukan siswa, menjelaskan prestasi yang diraih oleh siswa, menjelaskan tentang kegiatan pengembangan diri siswa, MOS, kegiatan ekstrakurikuer dan sebagainya.

d. Media Film

(52)

e. Multimedia

Multimedia merupakan suatu sistem penyampaian dengan menggunakan berbagai jenis bahan belajar yang membentuk suatu unit atau paket. Contohnya suatu modul belajar yang terdiri dari bahan cetak, bahan audio, dan bahan audiovisual.

3. Manfaat Visual Art

Adapun manfaat penggunaan seni visual art yakni sebagai berikut a. Seni visual art menekankan kesadaran dan membantu individu

mengekspresikan konflik rahasia.

b. Menggunakan seni visual, konseli dapat melambangkan perasaan dengan cara yang unik, nyata, dan kuat. Seni visual art membantu orang dalam membayangkan situasi diri mereka sendiri dengan cara yang konkret.

c. Seni visual membantu dalam mengungkap masalah seseorang yang kadang-kadang sulit untuk dibicarakan, seperti kekerasan dalam keluarga dan pelecehan seksual.

d. Kesesuaian penggunaan media gambar dan aktivitas sasaran. Menurut Geldard, dkk (2016), sasaran yang dapat dicapai dalam penggunaan media gambar (menggambar) yaitu:

1) Menguasai masalah dan peristiwa

(53)

5) Meningkatkan kemampuan berkomunikasi 6) Mengembangkan wawasan

4. Sifat Media Vsual Art (menggambar) dan aktivitasnya

Masing-masing media dan aktivitas memiliki keunikan dan sifat yang melekat. Sifat dan aktivitas media dijelaskan dibawah ini:

a. Selalu terbuka dan luas

Aktivitas ini bersifat fleksibel dan dinamis dan sering mengandung elemen kinestetik. Misalnya, anak-anak dapat menggunakan imajinasi mereka untuk membuat perubahan yang mereka sukai saat melakukan perjalanan imajinatif.

b. Familiar dan stabil

Hal ini menawarkan sesuatu yang sederhana, pengulangan, dan kadang interaksi yang biasa. Hal ini dapat memberikan rasa stabilitas dan sesuatu yang dapat diduga.

c. Bersifat mendidik

(54)

5. Proses Konseling Art dengan Teknik Menggambar

Proses menciptakan gambar untuk mewakili pengalaman batin terinspirasi oleh Jung (Karyanti, 2015), yang menarik, dicat, dan dipahatrepresentasi dari mimpi dan pengalaman fantasi. Berdasarkan nilai psikologis ia secara pribadi ditemukan dari menjelajahi gambar, Jung kemudian mendorong pasien untuk membuat gambar visual mereka pengalaman batin sendiri. Penggunaan gambar dalam konseling tidak terbatas pada konselor yang terlatih dalam psikologi Jung. Konselor dengan berbagai teori orientasi dapat menyediakan konseli dengan kesepakatan untuk membuat gambar untuk memfasilitasi pelepasan pengalaman emosional atau mungkin trauma.

(55)

berdialog dengan konselor. Konselor bisa mengajukan berbagai pertanyaan yang spesifik untuk membantu konseli mengeksplorasi kemungkinan terkait dengan gambar.

F. Penelitian yang Relevan

Menurut penelitian yang dilakukan Nursanthi (2011) pada siswa kelas XI di SMA Negeri Bergas layanan informasi menggunakan media visual mampu meningkatkan konsep diri siswa sebelum dan sesudah diberikan layanan. Hasil analisis konsep diri siswa di SMA Negeri Bergas sebelum diberikan layanan informasi menunjukan kategori sedang dengan persentase 61,07%, setelah diberikan layanan informasi menggunakan media visual menunjukan kategori sedang dengan persentase 67,99%.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hidayah (2015) pada 21 anak dengan kriteria tertentu dengan menyamakan sebanyak mungkin kondisi homogenitas penggunaan media gambar mampu meningkatkan konsep diri positif secara signifikan senilai Sig. (2 tailed) (0,00) < (0,05).

G. Kerangka Berfikir

(56)

keluarga yang disebabkan karena perceraian orang tua, masalah kemiskinan, kematian orang tua, dan keluarga broken home. Dengan permasalahan-permasalahan tersebut sehingga anak harus rela tidak tinggal dan tidak dibesarkan oleh orang tua maupun anggota keluarga lainnya. Kasih sayang yang seharusnya diterima anak hilang begitu saja dan anak menjalani kehidupan yang kadang susah dan keras sendirian tanpa ada keluarga yang mendampingi. Keadaan seperti inilah yang mengharuskan seseorang untuk masuk dan tinggal di lembaga sosial yang bernama panti asuhan. hal ini juga sangat berpengaruh terhadap konsep diri anak. Tempat dimana dan dengan siapa anak dibesarkan ikut membentuk konsep diri seseorang.

Berangkat dari permasalahan-permasalahan tersebut perlu dilakukan upaya-upaya yang dapat meningkatkan konsep diri remaja, salah satunya metode gambar (visual art). Menurut Glading (2010), metode gambar (visual art) penggunaan gambar adalah bahwa klien akan mewakili diri mereka sendiri dan menggambarkan masalah mereka secara simbolis. Dengan bekerja secara positif dan melibatkan komponen berbicara untuk melengkapi elemen visual, konsep diri yang positif muncul pada individu-individu, dan perubahan perilaku terjadi. Melalui bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning bisa menjadi dasar bagi remaja panti untuk mengembangkan konsep diri yang positif melalui media gambar.

(57)

permasalahan yang dihadapi misalnya terkait dengan penampilan fisik sehingga konsep dirinya rendah, remaja dapat bercerita pada remaja lain agar pikirannya lebih terbuka dan orang lain dapat membantunya.

Gambar 2.3

 Fasilitator menjelaskan pada subjek bagaimana mengikuti dinamika kelompok.

 Siswa merefleksikan pengalamannya dengan masuk dalam kelompokdan mensharingkan bersama.

 Fasilitator mengajak remaja panti untuk mensharingkan pengalaman setelah mengikuti dinamika kelompok.

 Remaja panti mengumpulkan nilai-nilai baik yang didapat.

 Fasilitator membantu remaja panti untuk memiliki konsep baru yang lebih baik. Konsep diri remaja di panti malu berpendapat,

sulit mengakui kekurangannya.

Konsep Diri Pretest

Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan experiential learning menggunkan media gambar

- Aspek fisik

(58)

H. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori yang telah dipaparkan, maka hipotesis tindakan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ho : Layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning menggunakan media gambar tidak efektif secara signifikan meningkatkan konsep diri remaja panti asuhan Pangrekso Dalem Temanggung tahun ajaran 2016/2017.

(59)

42 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini membahas jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, validitas, reliabilitas, serta teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian pre-eksperimental yangmenggunakan bentuk one group pretest-posttest design. Desain ini belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh, karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap peningkatan konsep diri (Sugiyono, 2013). Hal tersebut karena tidak adanya kelompok kontrol dan sampel tidak dipilih secara random. Desain ini digunakan untuk membandingkan keadaan sebelum dan sesudah pemberian perlakukan layanan bimbingan. Sehingga peneliti menggunakan tes awal (pretest), dan tes akhir (posttest).

(60)

Tabel 3.1 Design Penelitian

Pretest Treatment Posttest

O1 X O2

Keterangan:

O1 : tes awal sebelum pemberian tindakan O2 : tes akhir sesudah pemberian tindakan X : treatment/perlakuan

(Treatment yang diberikan dalam penelitian ini adalah layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan pendekatan experiential learning menggunakan media gambar (visual art)).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

(61)

Tabel 3.2

Jadwal Kegiatan Bimbingan Kelompok Bimbingan

hari ke

Hari/tanggal Waktu Topik bimbingan Durasi

1 Senin, 8 mei 2017 16.30 – 18.00 Konsentrasi Belajar 2x40 Menit tinggal di Panti Asuhan Pangrekso Dalem Temanggung Tahun ajaran 2016/2017. Jumlah subjek dalam penelitian sebanyak 20 remaja. Penelitian ini merupakan penelitian sample dengan teknik random. Menurut Sugiyono (2012), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik tersebut disebut dengan teknik acak, tidak pandang bulu, sehingga semua populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampling. Rincian subjek penelitian digambarkan dalam tabel 3.3 dibawah ini.

Tabel 3.3

Jumlah subjek penelitian

Subjek penelitian Laki-laki Perempuan

20 5 15

Jumlah 20 remaja

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data

(62)

utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Oleh karena itu, dalam penelitian diperlukan teknik pengumpulan data yang sesuai. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik non test. Teknik non test digunakan untuk mengetahui peningkatan dan signifikansi dari sebelum diberikan layanan bimbingan (Pretest) dan setelah diberikan layanan bimbingan (Posttest).

Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah

a. Tahap Persiapan

1) Membuat item kuesioner

2) Revisi dan konsultasi dengan dosen pembimbing 3) Melakukan uji coba alat

4) Menganalisis data hasil uji coba

5) Menggunakan data hasil coba yang sudah melalui seleksi item valid dan tidak valid sebagai data pretest

6) Menyusun Rancangan Pelayanan Bimbingan dan Konseling (RPBK).

b. Tahap Pelaksanaan

(63)

2) Pemberian posttest untuk mengetahui Peningkatan Konsep Diri remaja panti setelah mendapatkan bimbingan.

c. Tahap Akhir

1) Mengumpulkan data yang diperoleh selama penelitian. 2) Mengolah data yang telah diperoleh

3) Menganalisis dan membahas temuan hasil dalam penelitian yang telah dilakukan

4) Menarik kesimpulan 2. Instrumen Penelitian

Sugiyanto (Hasan, 2002), mengatakan bahwa instrumen adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.Menurut Sugiyono (2013), kuesioner merupakan teknik pengumpulan data dengan cara memberi pertanyaan atau pernyataan tertulis pada responden untuk dijawab. Satu kuesioner dengan model pertanyaan seperti penjelasan dibawah ini:

(64)

pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif.

Jawaban setiap item dalam instrumen konsep diriini memiliki gradasi dari sangat positif sampai pada sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata yang ssangat sesuai (SS), sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat tidak Sesuai (STS). Berikut gradasi pernyataan item Skala Likert:

Tabel 3.4

Gradasi Pernyataan Item Skala Likert Pernyataan Positif Pernyataan Negatif Sangat sesuai (SS) = 4 Sangat sesuai (SS) = 1 Sesuai (S) = 3 Sesuai (S) = 2 Tidak sesuai (TS) = 2 Tidak sesuai (TS) = 3 Sangat tidak sesuai (STS) = 1 Sangat Tidak Sesuai (STS) = 4

(65)

Tabel 3.5

Kisi-kisi Kuesioner Konsep Diri (Sebelum Uji Coba)

E. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas

Menurut Azwar (2011) validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurannya. Suatu tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagi tes yang memiliki validitas rendah. Validitas yang

NO Aspek Indikator Item Jumlah

1. Aspek Fisik a. Remaja panti mampu memandang fisiknya sebagai sesuatu yang berharga (patut disyukuri, dirawat).

3,1,17,25, 2,4,32 7

b. Remaja panti memandang penampilan dirinya sebagai salah satu hal penting.

18,29,16 3 2. Aspek

Psikologis

a. Remaja panti mampu mendeskripsikan perasaan tentang dirinya.

berinteraksi dengan individu lain didalam kelompok.

10, 34,11 3

b. Remaja panti dapat menilai diri apakah diterima/ditolak dalam lingkungan sekitar.

24, 21,30 3

c. Remaja panti menilai dirinya sebagai seorang yang mampu menghargai pendapat individu lain didalam kelompok.

14, 38,39 3 sebagai seorang yang mengerti mengenai sopan santun.

22, 23,35,36 4

(66)

akan digunakan dalam penelitian melalui professional judgment, yaitu penilaian oleh ahli. Professional judgment dalam penelitian ini hanya diperoleh dari dosen pembimbing skripsi. Dosen pembimbing memberikan penilaian mengenai isi dan struktur kalimat.

Selain penilaian ahli validitas instrumen dilihat dengan menghitung daya beda instrumen menggunakan rumus product moment person. Rumus teknik korelasi product moment yaitu:

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ] ∑ ∑ ]

Keteranagan : koefisien korelasi

: skor item

: skor total

: banyaknya subjek

Menurut sugiyono (2012), item dianggap valid jika nilai koefisiennya sama dengan atau diatas 0,30. Apabila terdapat item yang memiliki nilai koefisien dibawah 0,30 maka item yang bersangkutan dinyatakan tidak valid.

(67)

ditemukan 3 item yang tidak valid yang nilai koefisiennya <0,30 dan 37 item yang valid >0,30. Peneliti kemudian berkonsultasi kepada dosen pembimbing mengenai item yang tidak valid. Kemudian 37 item yang valid digunakan untuk mendapatkan data dalam penelitian dan 3 item yang tidak valid tidak digunakan. Item valid dapat dilihat pada lampiran. Berikut kisi-kisi instrumen setelah dilakukan uji coba:

Tabel 3.6

Rekapitulasi Hasil Kuesioner Konsep Diri (Setelah Uji Coba)

NO Aspek Indikator Item Jumlah

1. Aspek

Fisik

c. Remaja panti mampu memandang fisiknya sebagai sesuatu yang berharga (patut disyukuri, dirawat).

3,1,17,25, 2,4,32

7

d. Remaja panti memandang penampilan dirinya sebagai salah satu hal penting.

18,29,16 3

2. Aspek

Psikologis

d. Remaja panti mampu mendeskripsikan perasaan tentang dirinya.

berinteraksi dengan individu lain didalam kelompok.

10, 34,11 3

d. Remaja panti dapat menilai diri apakah diterima/ditolak dalam lingkungan sekitar.

24, 21,30 3

f. Remaja panti menilai dirinya sebagai seorang yang mampu menghargai pendapat individu lain didalam kelompok.

14,39 2

4. Aspek

Moral

c. Remaja panti menilai dirinya sebagai seorang yang mampu membedakan hal baik dan buruk.

12,40, 13,15, 4

d. Remaja panti mampu menilai dirinya sebagai seorang yang mengerti mengenai sopan santun.

22, 23,35,36 4

(68)

2. Reliabilitas Instrumen

Arikunto (2013) reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena alat tersebut sudah baik. Reliabilitas sama dengan konsistensi atau keajekan. Pengukuran reliabilitas bertujuan untuk mengetahui tingkat kendala instrumen. Pengujian reliabilitas instrumendihitung dengan menggunakan metode Alpha. Rumus Alphamenurut Riduwan (2006) adalah sebagai berikut:

]

dan = varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2

= varians skor skala

Koefisien reliabilitas berada dalam rentang angka 0 sampai dengan 1,00. Koefisian reliabilitas yang semakin mendekati 1,00 menandakan semakin reliabelnya instrumen yang digunakan. Untuk memperoleh hasil yang akurat peneliti menggunakan komputer program SPSS.16 yang

menghasilkan angka

r

xx’=0,939. Dengan demikian alat ukur yang

digunakan termasuk reliabel. Berikut tabel uji reliabilitas: Tabel 3.7

Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Konsep Diri

Data perhitungan reliabilitas dapat dilihat pada tabel, dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian ini termasuk sangat tinggi

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

(69)

(0,91-1,00). Kesimpulan sesuai dengan kriteria yang dikemukakan oleh Guilford (Masidjo, 1995:209) seperti yang disajikan pada tabel.

Tabel 3.8

Indeks Korelasi Reliabilitas Kriteria Guilford

Koefisien Korelasi Kualifikasi

0,91-1,00 Sangat Tinggi

0,71-0,90 Tinggi

0,41-0,70 Cukup

0,21-0,40 Rendah

Negatif-0,20 Sangat Rendah

Dalam tabel 3.6 dapat dijelaskan bahwa ada 37 item yang valid. Kemudian, setelah melakukan uji reliabilitas harga rhitung dikonsultasikan kepada rtabel. Berdasarkan perhitungan SPSS.16 diketahui bahwa nilai Alpha sebesar 0,939, lalu dibandingkan dengan rtabel, dengan n: 30. Pada distribusi nilai rtabel signifikansi 5% maka diperoleh nilai r tabel sebesar 0,444. Kesimpulannya alpha 0,939 > r tabel 0,444 artinya item-item dalam alat tes tingkat konsep diri bisa dikatakan reliabel. Kemudian bila disimpulkan menggunakan teorinya Guilford, alat/kuesioner ini memiliki reliabilitas yang sangat tinggi.

F. Uji Normalitas

(70)

Kriteria keputusan dalam uji normalitas pada SPSS dalam nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka data tersebut berdistribusi normal. Sebaliknya, jika signifikansi kurang dari 0,05 maka data tersebut tidak berdistribusi normal. Setelah dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov data yang diperoleh peneliti berdistribusi normal. Hasil uji normalitas divisualisasikan dalam tabel 3.8.

Tabel 3.9

Tabel Uji Normalitas Kuesioner Tingkat Konsep Diri

P D

Dalam tabel 3.8 hasil uji normalitas menggunakanKolmogorov-Smirnovmenunjukan bahwa nilai signifikansi 0,200 >0,05 dengan demikian sampel peneliti berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Jika ditinjau dari hasil normalitas Shapiro-Wilk menunjukan nilai signifikansi 0,142 > 0,05 hal ini pun berarti sampel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

G.Prosedur Analisis Data

Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah

(71)

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini peneliti membuat kuesioner untuk dijadikan sebagai alat pengumpulan data. Selanjutnya, kuesioner yang sudah dibuat dikonsultasikan ke pada dosen pembimbing. Setelah kuesioner sudah disetujui oleh dosen pembimbing, peneliti melakukan uji coba alat tersebut. Uji coba dilakukan kepada 30 remaja panti asuhan. Lalu diseleksi item yang valid untuk digunakan sebagai pengambilan data pretest. Hal yang perlu dilakukan selanjutnya adalah menyusun Rancangan Pelayanan Bimbingan dan Konseling (RPBK). Topik-topik RPBK didapat berdasarkan dua item terendah. Pada penelitian ini dua item terendah yaitu

“saya adalah orang yang mudah berkonsentrasi dalam belajar” dan “saya

adalah orang yang senang bertukar pikiran dengan orang lain mengenai

suatu hal”. Topik yang pertama dengan item “saya adalah orang yang

mudah berkonsentrasi dalam belajar” topik yang diambil “konsentrasi

belajar”. Item kedua “saya adalah orang yang senang bertukar pikiran dengan orang lain mengenai suatu hal” judul topik yang diambil yaitu Aku

Berani Berbicara”.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini pelaksanaan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning menggunakan visual art. Bimbingan dilaksanakan di Panti Asuhan Pangrekso Dalem Temanggung. Bimbingan dilaksanakan dua

kali dalam dua hari. Hari pertama dengan topik “Konsentrasi Belajar”. Pada

Gambar

Gambar 4.2 Sebaran Skor Konsep Diri Remaja Panti Asuhan
gambar mampu meningkatkan konsep diri positif secara signifikan senilai
Gambar 2.1 Kolb’s Learning Style Model
Gambar 2.2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Koefisien reliabilitas tes hasil pendidikan karakter bergaya hidup sehat diukur dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach dengan hasil hitung (0,666) sehingga termasuk

penelitian yang berjudul “ Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Cinta Tanah Air Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulisan skripsi dengan judul “ Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Baik atas segala berkat dan bimbingan-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “ Efektivitas

perlindungan- Nya, penulisan tugas akhir dengan judul “ EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL

Koefisien reliabilitas tes hasil pendidikan karakter bergaya hidup sehat diukur dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach dengan hasil hitung (0,666) sehingga termasuk dalam

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga, penulisan tugas akhir dengan jud ul “ Efektivitas Implementasi Pendidikan

Berkat kemurahan dan kelimpahan kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir dengan judul “Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan