• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan media komputer untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penggunaan media komputer untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN MEDIA K PERBENDAHARAAN KA

KELAS

E

FAKULTAS K

UNIV

xi

IA KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN KATA ANAK TUNARUNGU WICARA

AS D1-B SLB NEGERI SALATIGA

SKRIPSI

Oleh :

Endah Resnandari Puji Astuti

NIM : K 5106014

S KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

NIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

(2)

xii

PENGGUNAAN MEDIA KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN PERBENDAHARAAN KATA ANAK TUNARUNGU WICARA

KELAS D1-B SLB NEGERI SALATIGA

Oleh :

Endah Resnandari Puji Astuti

NIM : K 5106014

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Luar Biasa

Jurusan Pendidikan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

xiii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Dosen Pembimbing I

Dra. Munzayannah NIP. 19490215 197603 2 001

Dosen Pembimbing II

(4)

xiv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : Tanggal : Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Abdul Salim Ch, M.Kes ………..

Sekretaris : Drs. Maryadi, M.Ag ………...…

Anggota I : Dra. Munzayannah ………….…………..

Anggota II : Priyono, S.Pd, M.Si ………....

Disahkan Oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.

(5)

xv ABSTRAK

Endah Resnandari Puji Astuti. PENGGUNAAN MEDIA KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN PERBENDAHARAAN KATA ANAK TUNARUNGU WICARA KELAS D1-B SLB NEGERI SALATIGA. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga dengan menggunakan media komputer.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subyek yang memperoleh perlakuan adalah siswa tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga yang berjumlah 3 siswa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan tes yang diterapkan dalam siklus I dan siklus II. Analisis data dilakukan dengan teknik analisis kritis yaitu kegiatan untuk mengungkapkan kelemahan dan kelebihan kinerja guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif yang ditampilkan melalui tabel dan grafik yang diinterpretasikan dengan deskriptif kualitalif serta membandingkan hasil tes siklus I dan siklus II.

(6)

xvi ABSTRACT

Endah Resnandari Puji Astuti. THE USE OF COMPUTER MEDIA TO

IMPROVE THE DEAF-SPEECH DISABLED CHILDREN’S

VOCABULARY IN CLASS D1-B OF SLB NEGERI SALATIGA. Skripsi. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. 2010.

This research aims to improve the deaf-speech disabled children’s vocabulary in the class D1-B of SLB Negeri Salatiga using the computer media.

The method employed in this research was classroom action research (CAR). The subjects treated were the deaf-speech disabled children’s vocabulary in the class D1-B of SLB Negeri Salatiga as many as 3 students. Technique of collecting data employed was observation, interview, and test applied in cycle I and cycle II. The data analysis was done using critical analysis technique, that is, the one for revealing the strength and weakness of teachers’ and students’ performance in teaching-learning process. The quantitative data was analyzed using descriptive statistics displayed in the form of graphic and table interpreted by qualitative description as well as by comparing the test result of Cycle I and Cycle II.

(7)

xvii MOTTO

(8)

xviii

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada: 1. Ayah dan Ibu tercinta

2. Adikku, Dyah Septi W. tersayang

3. Teman-teman PLB angkatan 2006

(9)

xix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan segala rahmat serta karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penggunaan Media Komputer untuk Meningkatkan Perbendaharaan Kata Anak Tunarungu Wicara Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga”. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. R. Indianto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Drs. Abdul Salim Choiri, M.Kes. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ibu Dra. Munzayannah, Pembimbing I yang dengan sabar telah memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Bapak Priyono, S.Pd, M.Si., Pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Muhlisun S.Pd. selaku Kepala SLB Negeri Salatiga yang telah memberikan izin penelitian.

7. Wali kelas D1-B SLB Negeri Salatiga yang telah membantu dalam proses penelitian.

8. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Luar Biasa FKIP UNS yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

(10)

xx

10. Teman-teman Kost Mutiara yang selalu memberi keceriaan dalam setiap hari-hariku.

11. Semua pihak yang telah mambantu penulis demi kelancaran penulisan skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan, namun diharapkan skripsi ini dapat memberi manfaat bagi penulis, pembaca dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan untuk masa sekarang maupun untuk masa yang akan datang.

Surakarta, Maret 2010

(11)
(12)

xxii

(13)

xxiii

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ………

(14)

xxiv

DAFTAR PUSTAKA……….. LAMPIRAN

(15)

xxv Perolehan Skor Observasi Motivasi Awal Siswa……… Perolehan Penilaian Observasi Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata Siswa)……….…………..………... Perolehan Nilai Pre Tes……… Perolehan Skor Motivasi Siswa Siklus I……….. Perolehan Penilaian Observasi Keterampilan Bicara (Pelafalan Kosa Kata Siswa Siklus I………. Perolehan Nilai Evaluasi Siklus I……… Perolehan Skor Motivasi Siswa Siklus II……… Perolehan Penilaian Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata) Siklus II……….……….. Perolehan Nilai Evaluasi Siklus II………

Peningkatan Motivasi Siswa dalam Pembelajaran Bahasa

Indonesia………. Peningkatan Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata) Siswa Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga II………. Peningkatan Hasil Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga……… Hasil Tindakan Ditinjau dari Indikator Keberhasilan PTK………

(16)

xxvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.

Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5.

Gambar 6.

Gambar 7.

Skema Kerangka Berfikir ………...…….……... Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ……… Triangulasi dengan Empat Teknik Pengumpulan Data…….… Skema Siklus………...… Grafik Peningkatan Motivasi Siswa dalam Mengikuti

Pembelajaran Bahasa Indonesia……... Grafik Peningkatan Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata Siswa Kelas D1-B……….. Grafik Peningkatan Hasil Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga………..

35 39 43 50

86

88

(17)

xxvii Lembar Observasi Kemampuan Guru dalam Menjelaskan……….. Lembar Observasi Kemampuan Guru dalam Mengelola Kelas….. Lembar Observasi Motivasi Siswa dalam Mengikuti Pelajaran………..…... Lembar Observasi Keterampilan Bicara (Pelafalan Kata)

(18)

xxviii BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu usaha manusia yang sangat baik untuk mamperoleh ilmu pengetahuan dan mengembangkan potensi dirinya. Hal ini dapat dilihat dari pengertian pendidikan dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Berdasarkan pasal di atas dapat diketahui bahwa dalam kehidupannya, manusia membutuhkan pendidikan sebagai upaya untuk mengenali dirinya sendiri, mempelajari berbagai keterampilan yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya serta untuk mengenali lingkungan sekitarnya, baik dalam lingkungan bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara.

(19)

xxix

dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan khusus yang dimaksud adalah pendidikan luar biasa, dimana setiap kebutuhan khusus tersebut akan menperoleh pelayanan yang sesuai dengan kemampuan, karakteristik , dan kebutuhannya.

Pendidikan luar biasa diarahkan pada pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental, dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal. Pendidikan luar biasa bertujuan untuk membekali siswa berkebutuhan khusus agar dapat berperan aktif di dalam masyarakat.

Salah satu jenis kebutuhan anak yang memerlukan pelayanan khusus adalah penyandang tunarungu-wicara. Tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya (deaf) yang menyababkan pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan sehari-hari (Sutjihati Somantri, 1996 : 75). Keterbatasan pendengaran mengakibatkan pemerolehan perbendaharaan kata anak tunarungu sangat terbatas sehingga menghambat komunikasi serta perkembangan bicara dan bahasa anak tunarungu. Anak tunarungu mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran dan keinginannya melalui ucapan. Hal ini sejalan dengan pendapat Fonny, Fidelis E.Waruwu dan Lianawati (2006 : 34) yang menyatakan bahwa anak yang mengalami kehilangan pendengaran pada masa anak awal akan mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran bahasa verbal sehingga kemampuan bahasa pada anak-anak yang mengalami kerusakan pendengaran cenderung tertunda.

(20)

xxx

mendengar/menangkap kata-kata atau pembicaraan orang lain melalui pendengarannya.

Hambatan-hambatan yang ada pada anak tunarungu akan dapat diminimalkan apabila anak tunarungu memperoleh pelayanan yang sesuai dengan kebutuhannya sejak dini. Salah satu layanan yang dapat diberikan untuk anak tunarungu yaitu layanan pembelajaran anak tunarungu di sekolah. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru seharusnya dibuat dengan kondisi yang menyenangkan serta harus benar-benar memanfaatkan sisa pendengaran yang masih dimiliki anak dan indera lain selain indera pendengaran secara optimal.

Sisa pendengaran dan indera penglihatan anak tunarungu dapat dimanfaatkan secara optimal dalam menerima informasi dari luar. Untuk memanfaatkan sisa pendengaran dan indera penglihatan anak tunarungu, guru harus dapat memilih media yang tepat dalam pembelajaran. Media yang dipilih yaitu media yang benar-benar dapat memaksimalkan fungsi pendengaran dan visualisasi anak, sehingga dapat membantu anak tunarungu dalam penguasaan materi pelajaran maupun peningkatan perbendaharaan kata yang dimiliki.

SLB Negeri Salatiga merupakan satu-satunya SLB Negeri yang ada di Salatiga. Salah satu jenis kecacatan yang ada di SLB Negeri Salatiga yaitu jenis kecacatan tunarungu wicara. Jumlah penyandang tunarungu wicara di SLB Negeri Salatiga adalah 18 siswa yang terdiri dari kelas 1 berjumlah 3 siswa, kelas 2 berjumlah 3 siswa, kelas 4 berjumlah 2 siswa, kelas 6 berjumlah 2 siswa, kelas 7 berjumlah 6 siswa, dan kelas 9 berjumlah 2 siswa.

(21)

xxxi

kondisi dan karakteristik anak tunarungu wicara agar dapat membantu memudahkan penguasaan perbendaharaan kata yang dipelajari.

Untuk dapat mengajarkan kepada anak tentang berbagai benda-benda yang ada di sekitarnya guru masih mengalami kesulitan, karena di samping usia anak-anak yang masih terbilang sangat kecil mereka terkadang masih kurang tertarik untuk mengikuti pelajaran di sekolah. Mereka masih senang bermain bersama teman-temannya dari pada belajar. Oleh sebab itu, perlu adanya media yang dapat membantu guru dalam menyampaikan materi kepada siswa-siswanya. Media pendidikan merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik (Sudarwan Danim, 1995: 7). Media yang dipilih adalah media yang menarik sehingga anak dapat lebih tertarik dan termotivasi untuk belajar.

Apabila dilihat dari ketersediaan media pembelajaran yang ada di SLB Negeri Salatiga, sudah dapat dikatakan media-media pembelajaran yang tersedia cukup baik. Tetapi melihat pada kenyataannya, media-media yang ada tersebut kurang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh guru-guru dalam melakukan proses belajar mengajar di kelas. Tentunya hal ini menjadi permasalahan yang amat disayangkan karena media-media yang tersedia seharusnya dapat membantu meningkatkan mutu pembelajaran dan mempermudah penyampaian materi kepada siswa, tidak hanya menjadi inventaris media sekolah saja. Hal ini sejalan dengan pendapat Thomas Wibowo Agung Sutjiono (2005: 76) yang menyatakan bahwa dalam memilih media, perlu disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi masing-masing. Dengan perkataan lain, media yang terbaik adalah media yang ada khususnya yang telah disediakan. Terserah kepada guru bagaimana ia dapat mengembangkannya secara tepat dilihat dari isi, penjelasan pesan dan karakteristik siswa.

(22)

xxxii

dengan aplikasi microsoft powerpoint yang di dalamnya tersusun gambar berbagai macam benda-benda di sekitar anak yang akan diperkenalkan kepada anak tunarungu dalam pembelajaran. Gambar-gambar yang diperlihatkan dalam slide tentunya ditampilkan dengan tampilan yang menarik. Sehingga siswa tertarik untuk mengetahui nama benda tersebut. Gambar-gambar yang ditampilkan pun merupakan gambar asli dengan warna, bentuk dan rupa sesuai dengan benda aslinya. Untuk mengoptimalkan sisa pendengaran anak tunarungu, digunakan pula efek suara yang merupakan suara pelafalan nama benda yang diperkenalkan.

Dengan memanfaatkan media komputer khususnya dalam bentuk aplikasi microsoft powerpoint yang diterapkan dalam pembelajaran anak tunarungu kelas D1-B di SLB Negeri Salatiga, diharapkan dapat membantu anak tunarungu dalam meningkatkan jumlah perbendaharaan kata yang dikuasai dan lebih mudah dalam menangkap maksud yang ingin disampaikan dalam pembelajaran. Selain itu, guru juga dapat melanjutkan penggunaan fasilitas sekolah berupa media yang ada tersebut untuk mempermudah penyampaian materi pelajaran kepada siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat teridentifikasi adalah sebagai berikut :

1. Terbatasnya kemampuan siswa tunarungu dalam penguasaan perbendaharaan kata.

2. Kurangnya motivasi siswa terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia.

3. Kesulitan komunikasi dan memahami materi yang diajarkan kepada siswa tunarungu.

4. Pemilihan media yang kurang menarik dalam mengajarkan suatu materi kepada siswa tunarungu.

(23)

xxxiii

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah disampaikan di atas, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

Apakah penggunaan media komputer dapat meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga?

D. Tujuan Penelitian

Untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga dengan menggunakan media komputer.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Dapat menambah pengetahuan bagi peneliti tentang cara melakukan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan media komputer sebagai sarana untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara.

b. Menemukan metode pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara yang disesuaikan dengan kondisi anak yaitu menekankan pada pemanfaatan visualisasi dan sisa pendengaran anak.

2. Manfaat Praktis a. Manfaat bagi Siswa

1) Siswa lebih mudah mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya dalam meningkatkan perbendaharaan kata karena media yang digunakan telah sesuai dengan kebutuhan anak tunarungu wicara.

2) Siswa dikenalkan dengan pemanfaatan teknologi komputer dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.

(24)

xxxiv

(25)

xxxv BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Teori Tentang Media Pembelajaran a. Pengertian Media Pembelajaran

Romiszowski dalam Basuki Wibawa & Farida Mukti (2001:12) menyatakan bahwa media ialah pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber pesan (yang dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan. Dalam proses belajar mengajar penerima pesan itu ialah siswa. Pembawa pesan (media) itu berinteraksi dengan siswa melalui indera mereka. Siswa dirangsang oleh media itu untuk menggunakan inderanya untuk menerima informasi. Kadang-kadang siswa dituntut untuk menggunakan kombinasi dari beberapa indera supaya dapat menerima pesan itu secara lebih lengkap.

Menurut Yudhi Munadi (2008 : 7) media pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.

(26)

xxxvi

(hardware), yakni sebagai sarana untuk dapat menampilkan pesan yang terkandung pada media tersebut.

Pendapat lain dikemukakan oleh Bretz dalam bukunya Sri Anitah (2009 : 1) yang mengatakan bahwa media adalah sesuatu yang terletak di tengah-tengah, jadi suatu perantara yang menghubungkan semua pihak yang membutuhkan terjadinya suatu hubungan, dan membedakan antara media komunikasi dan alat bantu komunikasi.

Dari berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan suatu sarana yang digunakan untuk menyampaikan suatu informasi kepada peserta didik. Sarana tersebut dapat berupa orang, alat, atau peristiwa yang dapat memungkinkan peserta didik dapat menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

b. Fungsi Media Pembelajaran

Dalam buku yang ditulis oleh Basuki Wibawa dan Farida Mukti (2001 : 14) disebutkan bahwa media dapat membantu guru memberikan informasi dengan lebih baik, karena:

1) Media mampu memperlihatkan gerakan cepat yang sulit diamati dengan cermat oleh mata biasa.

2) Media dapat memperbesar benda-benda kecil yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang.

3) Sebuah obyek yang sangat besar tentu saja tidak dapat dibawa ke dalam kelas sehingga dapat memanfaatkan media untuk menggantinya.

4) Obyek yang terlalu kompleks misalnya mesin dan jaringan radio, dapat disajikan dengan menggunakan diagram atau model yang disederhanakan.

(27)

xxxvii

Selain hal yang telah disebutkan di atas, menurut Yudhi Munadi (2008 : 37) fungsi media pembelajaran adalah :

1) Fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar

Fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar adalah fungsi utama, disamping ada fungsi-fungsi lainnya. Media pembelajaran adalah “bahasa guru”. Maka untuk beberapa hal media pembelajaran dapat menggantikan fungsi guru terutama sebagai sumber belajar.

2) Fungsi semantik

Yakni kemampuan media dalam menambah perbendaharaan kata (simbol verbal) yang makna atau maksudnya benar-benar dipahami anak didik (tidak verbalistik).

3) Fungsi manipulatif

Fungsi manipulatif ini didasarkan pada ciri-ciri (karakteristik) umum yang dimilikinya. Berdasarkan karakteristik umum ini media memiliki dua kemampuan, yakni mengatasi batas-batas ruang dan waktu dan mengatasi keterbatasan inderawi.

Pertama, kemampuan media pembelajaran dalam mengatasi batas-batas ruang dan waktu yaitu :

a) Kemampuan media menghadirkan obyek atau peristiwa yang sulit dihadirkan dalam bentuk aslinya, seperti peristiwa bencana alam, ikan paus melahirkan anaknya dan lain-lain.

b) Kemampuan media menjadikan obyek atau peristiwa yang menyita waktu panjang menjadi singkat seperti proses metamorfosis, proses mambangun bendungan dan proses ibadah haji.

c) Kemampuan media menghadirkan kembali obyek atau peristiwa yang telah terjadi (terutama pada mata pelajaran sejarah).

(28)

xxxviii

a) Membantu siswa dalam memahami obyek yang sulit diamati karena terlalu kecil, seperti molekul, sel, atom dan lain- lain, yakni dengan memanfaatkan gambar, film, dan lain-lain.

b) Membantu siswa dalam memahami obyek yang bergerak terlalu lambat atau terlalu cepat, seperti proses metamorfosis. Hal ini dapat memanfaatkan gambar.

c) Membantu siswa dalam memahami obyek yang membutuhkan kejelasan suara, seperti cara membaca Al-Qur’an sesuai dengan kaidah tajwid, belajar bahasa asing, belajar bernyanyi dan bermusik, yakni dengan memanfaatkan kaset (tape recorder).

d) Membantu siswa dalam memahami obyek yang terlalu kompleks, misalnya dengan memanfaatkan diagram, peta, grafik, dan lain-lain. 4) Fungsi psikologis

a) Fungsi atensi

Media pembelajaran dapat meningkatkan perhatian (attention) siswa terhadap materi ajar. Media pembelajaran yang tepat guna adalah media pembelajaran yang mampu memfokuskan perhatian siswa.

b) Fungsi afektif

Fungsi afektif, yakni menggugah perasaan, emosi dan tingkat penerimaan atau penolakan siswa terhadap sesuatu. Media pembelajaran yang tepat guna dapat meningkatkan sambutan dan penerimaan siswa terhadap simulasi tertentu. Sambutan atau penerimaan tersebut berupa kemauan. Dengan adanya media pembelajaran, terlihat pada diri siswa kesediaan untuk menerima beban pelajaran dan untuk itu perhatiannya akan tertuju pada pelajaran yang diikutinya.

(29)

xxxix

Siswa yang belajar menggunakan media pembelajaran akan memperoleh dan menggunakan bentuk-bentuk representasi yang mewakili obyek-obyek yang dihadapi, baik obyek itu berupa orang, benda, atau kejadian/peristiwa. Objek-objek itu direpresentasikan atau dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang.

d) Fungsi imajinatif

Imajinasi merupakan proses menciptakan obyek atau peristiwa tanpa pemanfaatan data sensori. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengembangkan imajinasi siswa.

e) Fungsi motivasi

Motivasi merupakan seni mendorong siswa untuk terdorong melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Guru dapat memotivasi siswa dengan cara membangkitkan minat belajarnya dan dengan cara memberi dan menimbulkan harapan. Salah satu pemberian harapan itu yakni dengan cara memudahkan siswa, bahkan yang dianggap lemah sekalipun dalam menerima dan memahami isi pelajaran yaitu melalui pemanfaatan media pembelajaran yang tepat guna.

5) Fungsi sosio – kultural

Fungsi media dilihat dari sosio – kultural, yaitu mengatasi hambatan sosio – kultural antar peserta komunikasi pembelajaran.

(30)

xl

pembelajaran juga sebagai suatu sarana untuk mempermudah penyampaian informasi dalam proses pembelajaran sehingga dapat menimbulkan efek berupa perubahan tingkah laku dan sikap siswa sebagai akibat interaksi antara siswa dengan pesan yang disampaikan, baik perubahan itu secara individu maupun secara kelompok.

2. Teori Tentang Media Komputer a. Pengertian Media Komputer

Komputer adalah alat elektronik yang termasuk dalam kategori multimedia. Karena komputer menurut Asyad dalam buku yang ditulis Yudhi Munadi (2008 :148) mampu melibatkan berbagai indera dan organ tubuh, seperti telinga (audio), mata (visual), dan tangan (kinetik), yang dengan pelibatan ini dimungkinkan informasi atau pesannya mudah dimengarti. Dengan banyaknya sumber belajar dalam komputer yang telah merangsang beberapa indera diharapkan dapat mengaktifkan fungsi-fungsi psikologis siswa meliputi fungsi kognitif, fungsi konatif – dinamik, fungsi afektif, dan fungsi sensori – motorik.

(31)

xli

Kemajuan kemampuan komputer untuk secara cepat berinteraksi dengan individu, menyimpan dan memproses sejumlah besar informasi, dan bergabung dengan media lain untuk menampilkan serangkaian besar stimulasi audio visual, menjadikan komputer media yang dominan dalam bidang pembelajaran (Ronald Andreson, 1987 : 195). Dengan cepat komputer menjadi sesuatu yang biasa digunakan dalam berbagai kegiatan intruksional misalnya produksi grafis dan audio visual lainnya, serta pengembangan, penyampaian, dan pengelolaan bahan-bahan intruksional.

Dalam buku yang ditulis Ronald Andreson (1987 : 198) secara umum pemanfaatan media komputer dalam pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu :

1) Sebagai alat bantu dalam proses belajar dan pembelajaran seperti misalnya : komputer dapat membantu kegiatan administrasi pendidikan.

Untuk kegunaan ini biasanya menggunakan CMI singkatan dari Computer Managed Instruction. Pemanfaatan media komputer jenis ini berfungsi untuk mempercepat pengolahan data pendidikan. Informasi data yang begitu banyaknya, kebutuhan pendidikan, proses pendidikan dan hasil pendidikan diolah dengan bantuan CMI terasa lebih efisien, cepat dan murah sehinga dapat paralel dengan kegiatan dan proses pendidikan itu sendiri. Informasi data yang dimaksud dalam hal ini dapat berupa : jumlah peserta didik, jumlah ketenagakerjaan di bidang pendidikan, keadaan bangunan dan perlengkapan, jumlah biaya yang digunakan dan sebagainya.

2) Sebagai pencipta proses belajar dan pembelajaran itu sendiri.

(32)

xlii

secara mandiri, dengan demikian dapat menghasilkan sebuah hasil belajar yang efektif. Secara umum jenis CAI dalam proses pembelajaran memiliki dua peranan, yakni ; a) sebagai tutor penggati. Pada jenis ini para siswa dapat berpartisipasi dalam suatu dialog secara interaktif. Dalam model ini para siswa berinteraksi langsung dengan komputer yang diprogram secara khusus untuk memberikan reaksi atau respondari stimulus atau aktivitas yang dilakukan oleh seorang siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan. Komputer tersebut kemudian dapat menyediakan informasi belajar tambahan sebagai pelengkapnya, yang selanjutnya menghendaki adanya jawaban segera oleh para siswa yang bersangkutan. b) Jenis yang kedua adalah laboratorium stimulasi, yang menyediakan kemudahan bagi para siswa yang hendak melaksanakan eksperimen berdasarkan sistem model yang telah diprogramkan ke dalam komputer melalui CAI tersebut.

CAI memiliki keluwesan dan kemampuan untuk memberikan pelajaran dan penanaman konsep secara bervariasi, maka model tersebut dianggap sebagai seorang tutor pengganti yang sabar tanpa batas sekaligus dapat memberikan bantuan kepada para siswa bahan referensi yang diperlukan dan menarik perhatian serta kreatifitas siswa.

Salain itu, menurut Ronald Andreson (1987 : 205) hubungan komputer dengan tujuan intruksional yaitu :

Karakteristik : komputer dapat menggunakan bermacam-macam terminal yang berbeda atau menggabungkannya dengan media lain untuk memberi pembelajaran individual. Para siswa dapat ditunjukkan atau ditempatkan dalam lingkungan yang dikehendaki dengan jalan menghubungkan kemampuan komputer dengan media lainnya atau peralatan untuk tujuan-tujuan pengajaran atau tes.

(33)

xliii

a. Untuk tujuan kognitif : komputer yang menggunakan bermacam-macam tipe terminal dapat mengontrol interaksi pengajaran mandiri untuk mengajarkan konsep, aturan, prinsip, langkah dalam proses, dan kalkulasi yang kompleks. Digabungkan dengan media lain, komputer dapat digunakan untuk mengajarkan pengenalan atau diskriminasi dari stimulus visual dan stimulus audio yang relevan. Kemampuan komputer untuk kegiatan pengajaran individual terutama didasarkan pada kemampuan pengambangan dan keterbatasan media yang digunakan.

b. Untuk tujuan psikomotor : terminal komputer merupakan alat tentang “dunia nyata” yang sangat bagus untuk mengajarkan programing dan kecakapan yang serupa bila siswa mau bekerja dengan dengan terminal-terminal kerja. Bila digunakan dengan peralatan yang disimulasikan, merupakan alat yang sangat bagus untuk menciptakan kondisi dunia yang sebenarnya. Beberapa contoh yang khas ialah : simulasi pendaratan pesawat terbang, pelabuhan kapal laut, atau berbagai latihan darurat. Dalam beberapa hal, seperangkat model, atau barang tiruan dapat digunakan untuk melihat hasilnya.

c. Untuk tujuan afektif : sangat berguna bila digunakan seperti yang diungkapkan dalam tujuan psikomotor atau digunakan untuk mengontrol bahan-bahan film dan vidio.

b. Teori Tentang Microsoft Powerpoint 1) Pengertian Microsoft Powerpoint

Microsoft powerpoint merupakan sebuah program aplikasi yang digunakan untuk menyusun sebuah presentasi. Aplikasi ini sangat populer dan banyak digunakan karena sangat membantu sistem kerja yang berhubungan dengan presentasi. (Wahana Komputer, 2003 : 1). Dalam program microsoft powerpoint ini proses desain presentasinya dimulai dari slide demi slide yang tersusun dari bullet-bullet dan latar belakang dekorasi yang dibuat semenarik mungkin.

(34)

xliv

Dalam Wahana Komputer (2003 : 2) disebutkan bahwa untuk dapat membuat sebuah presentasi yang baik dan menarik menggunakan powerpoint, seorang presenter harus memiliki :

a) Tujuan pembuatan sebuah presentasi b) Tema dan isi dari sebuah presentasi

c) Sasaran kapada siapa presentasi akan disampaikan

d) Kreativitas daya seni untuk dapat men-design sebuah presentasi yang baik dan menarik

e) Peralatan baik software maupun hardware

2) Mengenal Microsoft Office Powerpoint 2007

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan media microsoft powerpoint 2007. Microsoft powerpoint 2007 merupakan suatu program aplikasi yang dirancang khusus untuk membuat slide presentasi (Nana Suarna, 2008 : 9)

Selain definisi diatas, Nana Suarna (2008 : 11) juga mengemukakan bahwa Microsoft Office Powerpoint 2007 digunakan untuk merancang dan mempresentasikan suatu animasi dalam bentuk slide. Powerpoint digunakan untuk keperluan pembuatan presentasi, antara lain :

a) Untuk membuat aplikasi panduan pendidikan

b) Untuk memperkenalkan salah satu produk unggulan yang akan di pasarkan kepada masyarakat

c) Untuk acara wisuda

d) Untuk seminar dikalangan mahasiswa, pelajar, mayarakat umum, perusahaan-perusahaan, universitas, sekolah tinggi dan lain-lain. e) Untuk bahan ajar guru dan dosen.

(35)

xlv

a) Mampu menampilkan obyek-obyek yang sebenarnya tidak ada secara fisik atau diistilahkan dengan imagery. Secara kognitif pembelajaran dengan menggunakan mental imagery akan meningkatkan retensi siswa dalam mengingat materi-materi pelajaran.

b) Memiliki kemampuan dalam mengembangkan semua unsur media seperti teks, vidio, animasi, image, grafik dan sound menjadi satu kesatuan penyajian yang terintegrasi.

c) Memiliki kemampuan dalam mengakomodasi peserta didik sesuai dengan modalitas belajarnya, terutama bagi mereka yang memiliki tipe visual, auditif, kinestatik atau yang lainnya.

d) Mampu mengembangkan materi pembelajaran terutama membaca dan mendengarkan secara mudah.

Dari beberapa teori tentang media komputer, dapat diambil kesimpulan bahwa media komputer dengan aplikasi powerpoint dapat digunakan dalam pembelajaran yaitu sebagai media dalam menyampaikan informasi kepada peserta didik.

3) Desain Media Powerpoint

(36)

xlvi

Desain penelitian media powerpoint yang ditampilkan yaitu: a) Elemen Visual

Jenis visual yang dipilih sesuai dengan pembelajaran mengenal benda-benda di sekitar yaitu yang memenuhi kategori realistis dengan menggunakan gambar berwarna seperti aslinya sehingga dapat mempertinggi tingkat realistis.

(1) Penggunaan gambar

Penggunaan gambar dimaksudkan untuk membuat proses belajar menjadi lebih menarik. Dengan gambar siswa mendapatkan pemahaman yang lebih cepat terhadap tema atau materi yang diajarkan.

Menurut Yudhi Munadi (2008 : 89) gambar merupakan media visual yang penting, sebab gambar dapat menggantikan kata verbal, mengkongkritkan yang abstrak, dan mengatasi pengamatan manusia. Gambar membuat seseorang dapat menangkap ide atau informasi dengan jelas, lebih jelas dari pada yang diungkapkan dengan kata-kata.

Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan gambar dalam slide powerpoint. Gambar yang dipilih merupakan gambar yang sesuai dengan materi yang diajarkan kepada siswa yaitu gambar-gambar benda yang ada di sekitar kita.

b) Elemen Verbal

(1) Penggunaan warna

(37)

xlvii

harus digunakan secara berhati-hati untuk memperoleh pengaruh yang terbaik.

Warna yang digunakan untuk latar belakang pada penelitian ini adalah warna kuning oranya. Warna ini dipilih karena dianggap memiliki kekuatan emosional yang efektif untuk membangkitkan gairah dan konsentrasi belajar. Sesuai dengan http://digilib.petra.ac.id. jiunkpe /s1/jdkv /2002/ jiunkpe-ns-s1 -2002 -42498005-839-teori warna-chapter4.pdf secara psikologis warna kuning adalah warna kehidupan, semangat, dan juga warna yang sangat atraktif (menarik perhatian) dibanding dengan warna-warna yang lain. Pemilihan warna ini akan membantu kelancaran proses belajar mengajar materi yang disampaikan.

(38)

xlviii (2) Komposisi tulisan dan gambar

Dalam setiap tampilan ditampilkan secara sederhana yaitu menggunakan 2 elemen. Yang terdiri dari satu macam gambar dengan satu kata sederhana. Komposisi sederhana akan membuat pemahaman lebih mudah dan cepat, serta tidak membuat mata cepat lelah dan tidak jenuh atau membosankan. (3) Tipografi

Penataan tipografi menggunakan ukuran gambar dan huruf yang cukup besar sehingga dapat dengan jelas dan cepat dibaca pada slide dalam waktu yang singkat.

Untuk gambar menggunakan ukuran 15 cm x 13 cm. Sedangkan untuk tulisan yang digunakan yaitu huruf kecil jenis franklin gothik book yang mempunyai keterbacaan huruf jelas dan terbaca oleh anak, dengan ukuran 66 point.

(4) Penggunaan efek suara

Dalam powerpoint ini juga menggunakan efek suara untuk memaksimalkan sisa pendengaran yang dimiliki anak. Penggunaan efek suara ini berupa suara lafal nama benda sesuai gambar. Dalam penggunaan efek suara diharapkan dapat membantu meningkatkan sensitifitas siswa terhadap suara.

c) Elemen yang Menambah Daya Tarik

(39)

xlix

memberikan efek animation baik pada gambar maupun huruf. Efek animation yang diberikan pun ada beberapa macam antara lain pinwheel, fly in, diamond, swish, flip dan beberapa efek anomation lainnya.

3. Perbendaharaan Kata dan Bahasa Anak Tunarungu

Menurut http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. Sedangkan menurut BP3K (1982:7) kata merupakan sekumpulan bunyi yang merupakan kesatuan terkecil yang mengandung makna dan fungsi yang menempati suatu jabatan dalam kalimat sehingga merupakan bentuk terkecil dalam kalimat.

Perbendaharaan kata atau disebut juga dengan kosa kata adalah kekayaan kata yang dimiliki oleh suatu bahasa. Dalam KBBI online juga diungkapkan bahwa perbendaharaan kata merupakan banyaknya kata yang dimiliki seseorang.

Sedangkan menurut wikipedia dalam

http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Istimewa%3APencarian&search=perben daharaan+kata&fulltext=Cari kosakata adalah himpunan kata yang diketahui oleh seseorang, atau merupakan bagian dari suatu bahasa tertentu. Kosakata seseorang didefinisikan sebagai himpunan semua kata-kata yang dimengerti oleh orang tersebut atau semua kata-kata yang kemungkinan akan digunakan oleh orang tersebut untuk menyusun kalimat baru. Jadi, perbendaharaan kata atau kosa kata adalah sekelompok kata-kata yang dimiliki suatu bahasa, yang mengandung pengertian atau informasi tentang makna dan pemakaian.

(40)

dampak-l

dampak yang saling terkait antara dampak yang satu dengan dampak yang lain. Dengan demikian ketunarunguan membawa dampak pada perkembangan aspek bahasa, motorik, dan intelegensi. Selanjutnya membawa dampak terhadap perkembangan emosi dan sosial yang akhirnya dampak terhadap keseluruhan pribadinya. (Edja Sadjaah dan Dardjo Sukarja, 1995 : 45).

Menurut Katryn P. Meadow dalam bukunya Edja Sadjaah & Dardjo Sukarja (1995 : 48) bahwa bahasa anak tunarungu tampak sebagai berikut : pertama, keterbatasan bahasa atau kecakapan bahasa anak dibedakan atas perolehan bahasa dari lingkungan keluarganya, yaitu apakah orang tuanya tuli/ mendengar sehingga mempengaruhi penggunaan bahasa untuk berkomunikasi, apakah menggunakan bahasa isyarat atau berbicara. Kedua, kecakapan berbahasa lebih banyak menggunakan bahasa isyarat yang dipelajari melalui kontak dengan teman sebayanya dan akhirnya berkembang melalui bahasa isyarat formal bagi dirinya secara nyata. Kemudian dalam penggunaan bahasa lisan, nampak bahwa anak tunarungu menggunakan kalimat yang pendek-pendek, ia menggunakan kalimat yang lebih sederhana, karena keterbatasan kata yang dimengrtinya, akhirnya anak hanya menggunakan kata yang bisa diingatnya. Ia lupa dalam menyusun kalimat dengan benar, anak sering membuat kalimat tunggal atau kalimat yang tidak menggunakan kata-kata yang banyak. Ketiga , anak tunarungu mengalami kesulitan dalam menyusun bentuk dan struktur kalimat seperti : dalam kalimat berita, kalimat perintah ataupun kalimat tanya. Sulit bagi anak-anak tunarungu dalam membuat kalimat-kalimat itu karena harus menggunakan tanda-tanda baca. Keempat, kemampuan bahasa tulis, apabila dilakukan evaluasi maka kebanyakan dari mereka tidak memiliki perbendaharaan kata yang cukup untuk kepentingan akademis yang lebih tinggi. Sebagai kenyataan, kemampuan akademis anak tunarungu berada di bawah rata-rata kemampuan anak normal.

(41)

li

sehingga anak tunarungu terkenal dengan julukan “visualizer atau pemata”. Dari uraian diatas tentu kita tidak dapat menyalahkannya, karena pada kenyataanya seperti itulah yang terjadi. Mereka hanya mampu memahami apa yang dilihatnya dengan jelas atau nyata (kongkrit) sedangkan untuk hal-hal yang bersifat abstrak mereka sulit untuk memahaminya. Padahal untuk kepentingan komunikasi dan pembelajaran tidak lepas dari sejumlah kata yang bersifat abstrak misalnya kata-kata yang mengandung kiasan.

Mohammah Efendi (2008 : 77) juga mengungkapkan problem yang dihadapi anak tunarungu dari aspek kebahasaannya, yaitu tampak pada :

1) Miskin kosakata (perbendaharaan kata/bahasa terbatas)

2) Sulit mengungkapkan arti bahasa yang mengandung arti kiasan atau sindiran

3) Kesulitan dalam mengartikan kata-kata abstrak seperti kata Tuhan, pandai, mustahil, dan lain-lain.

4) Kesulitan menguasai irama dan gaya bahasa.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menyatakan “…individuals with hearing loss have more difficulties in story comprehension than their normally hearing peers”. (Yildiz Uzuner, Güzin Icden, Umit Girgin,

Ayse Beral, & Gonul Kırcaali-Iftar: 2005). Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa individu yang kehilangan pendengaran memiliki permasalahan yaitu kesulitan dalam mengerti suatu cerita dibandingkan dengan individu normal karena keterbatasan perbendaharaan kata yang dimilikinya. Mereka memerlukan lebih banyak pengalaman untuk menguasai suatu kosakata (tata bahasa).

Gangguan bicara pada anak tunarungu tampak pada kemampuan bahasa, sehingga pada keterampilan bicaranya perlu menekankan pada hal-hal

yang khusus seperti yang disampaikan dalam

(42)

lii

hal yang ditekankan yaitu : kejelasan bicara (pelafalan), kejelasan artikulasi vokal dan konsonan, kelancaran bicara (pelafalan), kualitas suara yang dihasilkan, irama dan intonasi bicara

Hal ini sejalan dengan pendapat Andrea Castrogiovanni (2008) yang menyatakan bahwa “A speech disorder is an impairment of the articulation of fluency, speech sounds, and/or voice.” Kemudian dijelaskan pula pengertian dari setiap gangguan yaitu a fluency disorder is a speech disorder characterized by deviations in continuity, smoothness, rhythm, and/or effort

with which phonologic, lexical, morphologic, and/or syntactic language units

are spoken. Voice disorders are characterized by the abnormal production

and/or absence of vocal quality, pitch, loudness, resonance, and/or duration,

given an individual's age and/or sex. Dari pendapat tersebut dijelaskan bahwa gangguan bicara tampak pada gangguan dalam artikulasi, kelancaran bicara, suara yang dihasilkan, dan kejelasan pengucapan. Untuk kelancaran bicara ditandai dengan penyimpangan dalam kehalusan, keserasian/kesesuian, dan irama bicara. Sedangkan untuk gangguan suara adalah karakteristik dari ketidaknormalan menghasilkan suara, mutu suara, nada yang dihasilkan, kenyaringan, resonansi dan umur individu dan jenis kelamin.

Dari permasalahan-permasalahan yang dikemukaan di atas, maka sesuai dengan pendapat Thomas M. Bohman, Lisa M. Bedore, Elizabeth D. Pe

a, Anita Mendez-Perez, & Ronald B. Gillam (2010 : 325-344) menyatakan “amount of language input is important as children begin to use a language, and amount of language output is important for adding knowledge to their

language” yang berarti bahwa jumlah masukan bahasa adalah penting untuk anak dalam penggunaan bahasa, dan jumlah keluaran bahasa adalah penting untuk menambah pengetahuan bahasanya.

(43)

liii a. Pengertian Anak Tunarungu

Menurut Andreas Dwidjosumarto dalam buku Sutjihati Soemantri (1996 : 74) mengemukakan bahwa :

Seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (hear of hearing). Tulli adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa alat bantu dengar (hearing aids).

Selain itu, dalam ( http://permanarian16.blogspot.com/2008/04/definisi-dan-klasifikasi-tunarungu.html) mengemukakan pula bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran dan percakapan dengan derajat pendengaran yang bervariasi antara 27 dB – 40 dB dikatakan sangat ringan 41 dB – 55 dB dikatakan ringan, 56 dB – 70 dB dikatakan sedang, 71 dB – 90 dB dikatakan berat, dan 91 ke atas dikatakan tuli.

Menurut Moores dalam Direktorat Pendidikan Luar Biasa,

http://permanarian16

.blogspot.com/2008/04/definisi-dan-klasifikasi-tunarungu.html definisi ketunarunguan ada dua kelompok yaitu pertama, seorang dikatakan tuli (deaf) apabila kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB Iso atau lebih, sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik dengan ataupun tanpa alat bantu mendengar. Kedua, seseorang dikatakan kurang dengar (hard of hearing) bila kehilangan pendengaran pada 35 dB Iso sehingga ia mengalami kesulitan untuk memahami pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik tanpa maupun dengan alat bantu mendengar.

(44)

liv

seluruhnya sehingga fungsi pendengaran mereka tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya. Hal ini menyebabkan anak akan mengalami pula hambatan dalam kemampuan bicaranya.

b. Klasifikasi Anak Tunarungu

Menurut Sutjihati Somantri (1996:75), klasifikasi tunarungu yaitu : 1) Klasifikasi secara ettiologis :

Yaitu pembagian berdasarkan sebab-sebab, dalam hal ini penyebab ketunarunguan ada beberapa faktor :

a) Pada saat sebelum dilahirkan (prenatal) :

(1) Salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu, atau mempunyai gen sel pembawa sifat abnormal misalnya : dominan genes, recesive gen dan lain-lain.

(2) Karena penyakit : sewaktu ibu mengandung terserang suatu penyakit ; terutama penyakit-penyakit yang diderita saat kehamilan trimester yang pertama yaitu pada saat pembentukan ruang telinga. Penyakit itu ialah rubella, morbili, dan lain-lain.

(3) Karena keracunan obat-obat : pada saat kehamilan, ibu minum obat-obatan terlalu banyak dan ibu seorang pecandu alkohol, atau ibu tidak menghendaki kehadiran anaknya, ia meminum obat penggugur kandungan yang dapat menyababkan ketunarunguan pada anak yang dilahirkannya.

b) Pada saat kelahiran (natal)

(1) Sewaktu ibu melahirkan ibu mengalami kesulitan, sehingga persalinan dibantu dengan alat penyedotan (tang).

(45)

lv

(1) Ketulian terjadi karena infeksi, misalnya infeksi pada otak (maningitis) atau infeksi umum seperti difteri, morbili dan lain-lain. (2) Pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-anak.

(3) Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh.

2) Klasifikasi menurut tarafnya

Kalsifikasi menurut tarafnya dapat diketahui melalui tes audiometris. Untuk kepentingan pendidikan ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut :

Andreas Dwidjosumarto dalam buku Sutjihati Soemantri (1996 : 76) mengemukakan :

Tingkat I : kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 dB, penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus,

Tingkat II : kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69 dB, penderitanya kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus dalam kebiasaan sehari-hari, memerlukan latihan berbicara dan bantuan latihan berbahasa secara khusus,

Tingkat III : kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89 dB,dan

Tingkat IV : kehilangan kemampuan mendengar 90 dB keatas.

(46)

lvi

1) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20 – 30 dB (slight losses)

Ciri-ciri anak tunarungu pada kelompok ini adalah :

a) Kemampuan mendengar masih baik karena berada di garis batas antara pendengaran normal dan kekurangan taraf ringan.

b) Tidak mengalami kesulitan memahami pembicaraan dan dapat mengikuti sekolah biasa, tatapi tempat duduk perlu diperhatikan, sebaiknya pada posisi yang dekat dengan guru.

c) Dapat belajar bicara secara efektif dengan melalui kemampuan mendengarnya

d) Sebaiknya menggunakan alat bantu dengar untuk meningkatkan ketajaman pendengarannya

2) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30 – 40 dB (mild losses)

Ciri-ciri anak pada kelompok kehilangan pendengaran ini adalah : a) Dapat mengarti percakapan biasa dengan jarak yang sangat dekat b) Tidak mengalami kesulitan dalam mengekspresikan isi hati c) Kesulitan dalam menangkap suara percakapan yang lemah

d) Kesulitan menangkap percakapan dengan lawan bicara yang tidak berhadapan (membelakangi anak tunarungu)

e) Perlu bimbingan yang baik dan intensif

f) Bisa mengikuti pembelajaran di kelas umum, tetapi disarankan untuk kelas permulaan ditempatkan pada kelas khusus

g) Sebaiknya menggunakan alat bantu dengar untuk meningkatkan ketajaman pendengaran.

h) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40 – 60 dB (moderate losses)

Ciri-ciri anak tunarungu pada kelompok ini adalah :

(47)

lvii

b) Mengalami kelainan bicara terutama pada huruf konsonan misalnya “K” atau “G” mungkin diucapkan menjadi “T” atau “D” c) Kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam percakapan d) Perbendaharaan kosa kata yang terbatas

i) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60 – 75 dB (servere losses)

Ciri-ciri anak tunarungu pada kelompok ini adalah : a) Kesulitan membedakan suara

b) Tidak memiliki kesadaran bahwa benda-benda yang ada di sekitarnya memiliki getaran suara

c) Perlu layanan khusus dalam bahasa maupun bicara d) Perlu alat bantu dengar

j) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 dB ke atas (profoundly losses)

Ciri-ciri anak tunarungu pada kolompok ini adalah :

a) Hanya dapat mendengar suara keras sekali pada jarak kira-kira 1 inchi (±2,54 cm) atau sama sekali tidak dapat mendengar.

b) Penggunaan alat bantu dengar tidak berarti apa-apa.

Dari beberapa klasifikasi diatas dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu memiliki derajat ketunarunguan berbeda-beda yang diklasifikasikan dalam klasifikasi yang berbeda-beda pula. Seorang pengajar perlu mengetahui derajat ketunarunguan seorang anak tunarungu agar dapat ditentukan klasifikasi yang tepat untuk seorang anak tunarungu sehingga pelayanan yang diberikan dapat disesuaikan pula dengan klasifikasi / derajat ketunarunguan anak. Hal ini sangat penting karena pelayanan yang sesuai dan tepat akan memberikan hasil yang maksimal kapada anak tunarungu.

(48)

lviii

Ada yang berpendapat bahwa hampir semua anak tunarungu masih punya sisa pendengaran (tidak 100% tuli). Sisa pendengaran ini dapat dioptimalkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD, walaupun tidak secanggih implan koklea). Tetapi memakai ABD tidak sama dengan orang memakai kaca mata, yang langsung bisa melihat dengan lebih jelas. Karena respon atas stimuli visual adalah langsung, sedangkan respon atas stimuli auditori adalah melalui tahap pemahaman/interpretasi dulu. Untuk mencapai tahap pemahaman yang penting adalah harus sering mendengar dan mendengar, dengan pengucapan yang jelas, kalimat pendek, dan jika perlu disertai bantuan visual: gambar dan gerakan tangan (kadang tanpa bantuan akan sulit anak memahami kata-kata baru, mirip kita nonton film berbahasa asing dimana kita mendengar pemain berbicara cas-cis-cus tanpa kita menangkap artinya). Tetapi bantuan itu perlahan dihilangkan, sehingga nantinya hanya akan berkomunikasi secara verbal. (http://tunarungu.wordpress.com).

Melihat keterbatasan-keterbatasan dan hambatan-hambatan yang dialami anak tunarungu, maka dipandang sangat perlu untuk mengembangkan bahasa/bicara anak tunarungu sedini mungkin, yaitu setelah muncul perasaannya untuk meniru pada anak tunarungu, bahasa mulai diberikan. Peniruan bahasa pada anak perlu memaksimalkan sisa pendengaran dan indera-indera lain yang masih berfungsi, seperti indera-indera penglihatan anak. Oleh sebab itu, guru / pendidik harus benar-benar dapat memanfaatkan visualisasi anak tunarungu selain memanfaatkan sisa pendengaran yang masih dimiliki anak tunarungu.

d. Pembelajaran untuk Anak Tunarungu

(49)

lix

1) Memperkenalan kata-kata baru, konsep atau aturan formasi kalimat menurut perkembangan bahasa normal atau untuk membedakan dengan yang berkesulitan bahasa.

2) Mengajarkan penggunaan kata-kata baru yang paling umum.

3) Menggunakan kosa kata yang sudah diketahui, kosa kata familier untuk mengajar struktur sintaktik yang baru.

4) Pada awalnya, pertahankan jumlah ungkapan (phrase) dan anak kalimat sebagaimana jumlah kata dalam setiap ungkapan atau kalimat.

5) Menggunakan penyajian bergambar untuk membantu siswa menetapkan gambar diri. Dengan membedakan kode warna pada kata-kata, ungkapan, atau struktur penting dapat membantu siswa memfokuskan perhatiannya dan sebagai alat bantu ingatan.

6) Menunjukkan kata-kata baru , keterkaitan atau berbagai bentuk yang kurang dari sepuluh tetapi dalam kontek yang berbeda.

Dari sinilah peneliti melakukan penelitian meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu menggunakan media komputer dengan aplikasi powerpoint. Media ini akan direncang khusus agar dapat benar-benar dimanfaatkan untuk pembelajaran anak tunarungu. Peneliti akan menggunakan aplikasi powerpoint yang dirancang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik anak tunarungu.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai penggunaan media gambar pada siswa kelas D1-B bertujuan untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu-wicara. Berikut akan disajikan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Hasil penelitian yang relevan diambil dari (http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-0612106-135954/) yaitu :

(50)

lx Judul :

Tahun : Program Studi :

Efektifitas Media Kotak Abjad Baba Dan Media Powerpoint Dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Pada Anak Tunarungu

2006

Pendidikan luar biasa

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh jarangnya guru menggunakan media dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pembelajaran membaca di kelas D1. Hal ini menampakan siswa yang kurang antusias, tampak jenuh dan mudah bosan. Pada umumnya perhatian mereka mudah teralih sehingga materi menjadi sulit dipahami, yang pada akhirnya siswa menunjukan kemampuan membaca yang rendah.

Kondisi di atas akan sangat merugikan bagi terselenggarannya pembelajaran anak tunarungu, terutama dalam keterampilan membacanya. Membaca merupakan faktor penting yang memungkinkan anak tunarungu untuk memperoleh wawasan, menambah pengetahuan dan menggali informasi yang dapat memperkaya perbendaharaan katanya, sehingga mereka dimungkinkan dapat berkomunikasi secara lisan maupun tulisan. Oleh karena itu, untuk membangkitkan respon siswa dalam pembelajaran membaca, guru dapat menggunakan berbagai alternatif media yang diperkirakan dapat menimbulkan respon positif sehingga dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak tunarungu.

Berkaitan dengan hal itu peneliti berusaha mengujicobakan dua buah media yakni media abjad baba dan media powerpoint serta melihat diantara kedua media tersebut mana yang lebih efektif digunakan dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak tunarungu. Peningkatan kemampuan membaca dilihat dari kemampuan siswa untuk membaca kata dan menyusun hurup menjadi kata.

(51)

lxi

D1 di SLB Pambudi Dharma II Cimahi. Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, pada tahap I kelompok X sebagai kelompok kontrol diberikan pengajaran dengan abjad baba dan kelompok Y sebagai kelompok eksperimen diberikan pengajaran dengan powerpoint. Selanjutnya pada tahap II kelompok X sebagai kelompok eksperimen diberikan pengajaran dengan powerpoint dan kelompok Y sebagai kelompok kontrol diberikan pengajaran dengan abjad baba, kemudian hasil kedua tes dibandingkan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa media powerpoint lebih efektif digunakan dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada siswa tunarungu. Siswa menunjukan ketertarikan dan antusias yang lebih baik, selain itu dengan adanya proses pemisahan antara gambar dan kata menjadikan skor membaca yang lebih tinggi dibandingkan dengan skor membaca dengan media abjad baba. Selain itu siswa dapat menyusun hurup menjadi kata dengan baik, yakni dengan cara mengetik pada papan hurup (keyboard).

2. Penulis :

Judul :

Tahun :

Drs. Zaenal Alimin M.Ed., Drs. Yuyus Suherman, Asep Saripudin S.Pd.

Penggunaan Media Aplikasi Komputer Dalam Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (Studi pada Siswa Tunagrahita dan Siswa Tuna netra di SLB Bandung)

2007

(52)

lxii

Penelitian ini menyimpulkan; pemberian intervensi pembelajaran geometri dengan media aplikasi powerpoint untuk sub-tema satu dapat meningkatkan atensi anak tunagrahita. Hal itu ditunjukan dengan meningkatnya durasi bertahan dalam pembelajaran. Sementara intervensi pengenalan huruf vokal melalui animasi komputer untuk sub tema dua dapat meningkatkan pemahaman huruf vokal. Hal tersebut ditunjukan dengan kemampuan membaca huruf vokal yang ditampilkan. Dengan kata lain, intervensi sub tema satu memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan atensi, demikian juga intervensi pada sub tema dua dapat meningkatkan pemahaman huruf vokal. Sedangkan pada sub tema ketiga, hasil tinggi pada tes kesadaran linguistik cenderung tinggi pula pada tes keterampilan membaca permulaan, nilai rendah pada tes kesadaran linguistik, rendah pula pada tes keterampilan membaca. Koefisien korelasinya menunjukan korelasi positif. Artinya kesadaran linguistik merupakan salah satu prasyarat dalam belajar membaca permulaan.

(53)

lxiii 3. Penulis :

Judul :

Tahun :

Slamet

Penggunaan Media Pembelajaran Powerpoint Untuk Meningkatan Prestasi Belajar Sejarah Di Sma Al-Azhar 3 Bandar Lampung.

2006 / 2007

Penelitian ini dilatarbelakangi adanya sebagian siswa yang mengganggap pelajaran sejarah sesuatu yang tidak menarik, penyampaian materi terlalu monoton dan cenderung hanya menghafal, hal tersebut mengakibatkan siswa menjadi jenuh, pasif dan mengantuk. Siswa memandang pelajaran sejarah hanya merupakan pelajaran pelengkap saja, dan bukan sebagai pelajaran pokok yang merupakan bentuk apresiasi rasa nasionalisme dan cinta tanah air, sehingga prestasi belajarnya rendah.

Untuk meningkatkan kualitas dan menghapus persepsi negatif siswa terhadap pembe-lajaran sejarah tersebut, di era informasi yang semakin dinamis ini, guru dituntut untuk kreatif guna meningkatkan mutu pembelajaran. Guru seyogyanya mulai menyadari pentingnya aspek teknologi untuk menunjang proses pembelajaran. Salah satu inovasi yang dapat dilakukan oleh guru adalah membuat media pembelajaran berbasis komputer khususnya piranti lunak presentasi Powerpoint.

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan prestasi belajar siswa pada pembelajaran sejarah yang diajar menggunakan media powerpoint. Penelitian melibatkan 41 orang siswa SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung pada semester I tahun pelajaran 2006/2007. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pengolahan data dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif.

(54)

lxiv

atau tidak mengalami peningkatan (jenuh). Peningkatan prestasi belajar siswa dari siklus pertama ke siklus ketiga sebesar 11,2 (41,45%), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaanmedia pembelajaran powerpoint dapat meningkatkan prestasi belajar sejarah. (http://one.indoskripsi.com/node/2827)

C. Kerangka Berfikir

Dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian serta kajian teori diatas, maka penulis dapat menyusun kerangka berfikir sebagai berikut:

Anak tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian maupun seluruhnya sehingga pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Pada umumnya anak tunarungu memiliki permasalahan mengenai terbatasnya perbendaharaan kata yang dikuasai. Begitu pula yang terjadi pada siswa tunarungu wicara kelas D1-B di SLB Negeri Salatiga. Perbendaharaan kata yang mereka kuasai masih sangat sedikit sehingga menyebabkan komunikasi siswa menjadi terbatas pula. Siswa kelas D1 dengan usia yang masih terbilang kecil pun terkadang masih sulit untuk diajak belajar dengan serius dalam jangka waktu tertentu. Disini guru masih mengalami kesulitan dalam menciptakan suasana yang menarik dan membangkitkan motivasi belajar, khususnya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Guru yang cenderung selalu menggunakan media-media sederhana menyebabkan pembelajaran menjadi kurang menarik, sehingga siswa cepat merasa bosan.

(55)

Salah satu cara ya pembelajaran bagi anak tuna media komputer dalam be mungkin dan disesuaikan de kosa kata baru.

Dengan mengguna powerpoint berarti guru te tersebut dan diharapkan m Indonesia dapat meningka meningkat, selain itu anak kata bermakna yang diajar yang lebih kongkrit dan me

yang dapat dilakukan yaitu dengan memanfaatka k tunarungu. Salah satu media yang dapat diguna

bentuk aplikasi powerpoint yang di desain se n dengan karakteristik anak tunarungu dalam me

unakan media komputer khususnya dalam bentuk telah memanfaatkan media yang disediakan di

motivasi siswa dalam mengikuti pembelajara gkat sehingga perbendaharaan kata anak pu k juga dapat lebih mudah dalam mengingat kem jarkan kepadanya karena anak memperoleh pem menarik.

snya, disajikan skema kerangka berfikir sebagai be

(56)

Gam Perbendaharaa

n kata siswa meningkat

Mo dalam

pe

lxvi

ambar 1. Skema Kerangka Berfikir Hasil akhir setelah dilakukan tindakan

Motivasi siswa dalam mengikuti

pembelajaran Bahasa Indonesia meningkat

Guru menemukan

solusi yang tepat untuk permasalahan

yang ada

Mengopt peman media yan ada untu

pembela goptimalkan

anfaatan ia yang telah

(57)

lxvii

D. Hipotesis Tindakan

(58)

lxviii BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian yang berjudul “Penggunaan Media Komputer Untuk Meningkatkan Perbendaharaan Kata Anak Tunarungu Wicara Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga” mengambil tempat di SLB Negeri Salatiga. SLB Negeri Salatiga terletak di Jalan Hasanuddin Gang III RT 3 RW XII Banjaran Kelurahan Mangunsari Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.

Alasan peneliti memilih SLB Negeri Salatiga sebagai lokasi atau tempat penelitian adalah :

a. SLB Negeri Salatiga berlokasi dekat dengan tempat tinggal peneliti sehingga mempermudah peneliti dalam memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian.

b. Sekolah tersebut belum pernah digunakan untuk melakukan penelitian sejenis, sehingga terhindar dari penelitian ulang.

c. Tersedianya sarana dan prasarana memadai yang dibutuhkan peneliti untuk melakukan penelitian tindakan kelas.

d. Siswa-siswa kelas D1-B masih kurang dalam penguasaan perbendaharaan kata.

2. Waktu Penelitian

(59)

lxix Tabel 1. Waktu Penelitian Tindakan Kelas

No Kegiatan Bulan dan Minggu

Des Jan Feb Maret April

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1. Persiapan Proposal

2. Perijinan

3. Penyusunan Instrumen

4. Pengumpulan Data

5. Analisis Data

6. Penyusunan Laporan

B. Pendekatan Penelitian

(60)

lxx

Dalam penelitian tindakan kelas terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Dalam tahap penyusunan rencana peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Dalam tahap kedua dari penelitian tindakan adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan yaitu mengenai tindakan di kelas. Dalam tahap ke-2 ini guru harus ingat dan berusaha menaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan, tetapi harus pula berlaku wajar, tidak dibuat-buat.

Dalam tahap ke-3, yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat. Sebenarnya kegiatan tahap ke-2 dan ke-3 berlangsung bersamaan, yaitu saat peneliti melakukan tindakan, peneliti juga sambil melakukan pengamatan terhadap proses maupun hasil dari apa yang dilakukan peneliti.

Pada tahap ke-4 merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika guru pelaksana sudah selesai melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan.

Penelitian tindakan kelas (PTK) di SLB Negeri Salatiga dilaksanakan melalui tahapan siklus untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan materi pengenalan benda-benda di sekitar. Apabila pada siklus pertama indikator kerja belum tercapai, maka akan melakukan siklus berikutnya sehingga indikator kerja dapat tercapai.

(61)

Gambar 2. Mode

Subyek pada pene Negeri Salatiga. Siswa di siswa putra.

Dalam melakukan peneliti menggunakan bebe

1. Hasil observasi part

lxxi

2. Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) C. Subyek Penelitian

penelitian tindakan kelas ini yaitu siswa kelas D di kelas ini berjumlah 3 siswa yang kesemuan

D. Sumber Data

kukan penelitian tindakan kelas di SLB Negeri berapa sumber data yaitu :

partisipatif

s D1-B SLB uanya adalah

(62)

lxxii 2. Evaluasi / Tes

3. Wawancara

4. Dokumetasi (berupa foto-foto saat pelaksanaan tindakan berlangsung)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam Penelitian Tindakan Kelas adalah sebagai berikut :

1. Observasi Partisipatif

Observasi penelitian “Penggunaan Media Komputer Untuk Meningkatkan Perbendaharaan Kata Anak Tunarungu Wicara Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga”, dilakukan bersamaan dengan proses pembelajaran Bahasa Indonesia dengan materi mengenal benda-benda di sekitar. Peneliti melakukan pengamatan terhadap guru dan siswa.

Dalam melakukan observasi, peneliti melakukan partisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Selain sebagai pengajar, peneliti juga mengamati proses kegiatan belajar mengajar tersebut. Peneliti menggunakan alat bantu observasi berupa instrumen observasi dan kamera.

Selain melakukan pengamatan sendiri di dalam kelas, peneliti juga dibantu oleh guru kelas sebagai kolaborator dalam melakukan pengamatan tersebut. Segala hasil pengamatan yang diperoleh di dalam kelas didiskusikan dengan guru kelas. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan dalam pembelajaran yang telah berlangsung sehingga dapat dicari solusi untuk perbaikan tindakan selanjutnya.

Gambar

Tabel 1. Waktu Penelitian Tindakan Kelas
Gambar 2. Mode 2. Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Gambar 3. Triangulasi dengan Empat Teknik Pengumpulan Data
Tabel 2.  Indikator Ketercapaian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Bimbingan karir dengan teknik genogram, dimaksudkan sebagai penyelenggaraan layanan yang difokuskan untuk membantu peserta didik dalam memahami diri, mengambil keputusan

Pantai Pasir Putih Parbaba yang berada di Danau Toba dapat dijadikan sebagai pilihan yang tepat untuk dikunjungi karena memiliki potensi sumberdaya untuk dijadikan wisata

Pemerintahan yang bersih dan professional adalah prasyarat mutlak yang harus dipenuhi suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pemerintah tidak boleh hanya

Perbedaan Kekuatan Perlekatan Bahan Perekat Gigitiruan pada Basis Resin.. Akrilik

Untuk mengetahui kelayakan investasi pada Restoran HOT CMM & ROELLIES, maka penilaian investasi dilakukan dengan menggunakan 4 metode, yaitu Net Present Value (NPV), Payback

Analisis peramalan penjualan pada PT SINTATEX, adalah untuk mengetahui metode mana yang tepat untuk digunakan dan meramalkan penjualan pada bulan Juni 2007, diantara metode

Setelah jumlah makanan yang dikonsumsi di rumah dan dari makanan tambahan yang disediakan pihak sekolah diketahui, maka selanjutnya dapat diketahui kontribusi