• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH ARAH GULUDAN LAHAN TERHADAP KADAR AIR TANAH DAN BIOMASSA TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) FITRA DIAN UTAMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH ARAH GULUDAN LAHAN TERHADAP KADAR AIR TANAH DAN BIOMASSA TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) FITRA DIAN UTAMI"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH ARAH GULUDAN LAHAN TERHADAP KADAR AIR

TANAH DAN BIOMASSA TANAMAN KENTANG (

Solanum tuberosum L

.)

FITRA DIAN UTAMI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

ABSTRAK

FITRA DIAN UTAMI. Pengaruh Arah Guludan Lahan Terhadap Kadar Air Tanah dan Biomassa Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.). Dibimbing oleh MUH TAUFIK.

Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) di Indonesia dibudidayakan pada dataran tinggi. Penanaman kentang di daerah dengan topografi miring memerlukan teknik pembuatan arah guludan yang efektif. Penelitian ini mengkaji pengaruh arah guludan terhadap kadar air tanah dan biomassa tanaman kentang. Pada penelitian ini dilakukan perhitungan kadar air tanah dan biomassa tanaman (umbi) pada tiga perlakuan arah guludan; diagonal (GD), sejajar (GS), dan melintang (GM) terhadap kontur. Penerapan teknik pembuatan guludan menghasilkan nilai kadar air tanah yang bervariasi menurut waktu. Nilai kadar air tanah yang berbeda setiap perlakuan dapat disebabkan oleh perbedaan kehilangan air tanah melalui proses evapotranspirasi dan perbedaan kemampuan tanah dalam menahan air. Simpanan kadar air tanah yang tinggi belum tentu akan menghasilkan biomassa umbi yang tinggi pula. Tanaman kentang pada guludan dengan arah melintang dapat tumbuh lebih baik dibandingkan dengan guludan dengan arah diagonal dan sejajar. Biomassa umbi paling tinggi terdapat pada guludan dengan arah melintang. Secara statistika, perlakuan faktor arah guludan dan blok tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air tanah dan biomassa umbi pada taraf nyata (α) 5%.

(3)

ABSTRACT

FITRA DIAN UTAMI. The Effect of Guludan Direction to Soil Water Content and Biomass of Potato (Solanum tuberosum L.). Under direction of MUH TAUFIK.

In Indonesia, potatoes (Solanum tuberosum L.) were cultivated in highland area. An effective techniques of deciding guludan direction are needed to plant potatoes in slope areas.

This study examined influence of guludan direction to soil water content and biomass production. In this study, soil water content and biomass of plant (tubers) were measured on three treatments of guludan direction; diagonal (GD), parallel (GS), and cross (GM) of the contour. The techniques of deciding guludan causing the values of soil moisture content varied according to time. It occured due to the differences of evapotranspiration, interception, water absorption, runoff, and the ability of soil to hold water. High soil moisture content does not necessarily produced high biomass of tuber. Pototoes in guludan transverse direction may able to grow better than guludan

with diagonal and parallel directions. The biggest biomass of tuber produced in guludan cross direction of the contour. Statistically, the impact of guludan direction treatments and blocks are not real to soil water content and biomass of tubers at α = 5%.

(4)

PENGARUH ARAH GULUDAN LAHAN TERHADAP KADAR AIR

TANAH DAN BIOMASSA TANAMAN KENTANG (

Solanum tuberosum

L.)

FITRA DIAN UTAMI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(5)

Judul : Pengaruh Arah Guludan Lahan Terhadap Kadar Air Tanah dan Biomassa

Tanaman Kentang (

Solanum tuberosum

L.)

Nama : Fitra Dian Utami

NRP : G24080024

Menyetujui

Pembimbing

Muh Taufik, S.Si, M.Si

NIP. 19810303 200701 1 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi

Dr. Ir. Rini Hidayati, MS

NIP 19600305 198703 2 002

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengaruh Arah Guludan Lahan Terhadap Kadar Air Tanah dan Biomassa Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)” sebagai syarat

untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Muh Taufik, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan,

pengarahan, dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Handoko, M.Sc. yang memberikan bimbingan serta arahan selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Bapak Bregas Budianto Ass. Dpl. sebagai kepala Workshop Instrumentasi atas bimbingan, kritik, dan saran selama kegiatan pembuatan alat penelitian.

4. Keluarga tersayang: Bapak Subechi, Ibu Endang Tutilarsih, Mbak Ken Ratna Dewi Purnama, Mas Agus, dan Khumaira Zanzabila atas segala bentuk kasih sayang, cinta, doa, dukungan, semangat dan nasehat yang tak pernah henti sampai saat ini.

5. Sahabat terdekat: I’fa, Kurnia, Wildan, Yoga, Cucu’, Yanu’, dan Dialsa yang telah banyak mengajarkan arti persahabatan dalam berbagi suka dan duka dan atas doa, dukungan, dan semangat yang telah diberikan.

6. Ibu Salwati, Yuda, Sintong, Dewa, Taufiq, dan para pekerja atas bantuan dan kerjasamanya di lapangan.

7. Ibu Dr. Ir. Rini Hidayati, MS selaku Ketua Departemen, Pak Nandang dan Pak Udin atas bantuan masalah teknis menyelesaikan masalah teknis material di Laboratorium Terpadu, Pak Azis atas bantuan administrasi, Bapak dan Ibu dosen serta staf Departemen Geofisika dan Meteorologi atas semua bantuannya.

8. Mirna, Fatha, Nia, Dila, dan Maria atas persahabatan, kesukacitaan, penderitaan, dan semangat selama ini.

9. Penghuni Wisma SQ Anni’, Hana, Fida, Lina, Kak Dayu, Kak Septi, Orin, Nia, Lia, dan Upeh terima kasih atas kegilaan dan keceriaan di kostan.

10. Aulia, Fella, Ferdy, Fida, Citra, Ketty, Hanifah, Akfia, Mela, Farrah, Fe atas semua kegilaan dan bantuan selama melakukan tugas di dalam maupun luar kampus.

11. Kak Nedy, Kak Azim, Kak Afdhal, Adi, Emod, Usel, Faiz, Iput, Fitri atas bantuan dan kerjasamanya dalam pembuatan maupun pengadaan alat penelitian.

12. Teman-teman GFM 45 lainnya terima kasih atas pengalaman dan kebersamaan selama ini. 13. Fokma Bahurekso Kendal (Ika, Yuni, Mas Fitrianto, Ulin, Elli, Ulya, Agus, dan lainnya yang

tidak disebutkan satu per satu) atas kekeluargaan, bantuan dan motivasi baik moral ataupun spiritual.

14. Seluruh kakak kelas dan adik kelas GFM.

Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2012

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kendal, Jawa Tengah pada tanggal 24 April 1990 dari pasangan Subechi dan Endang Tutilarsih. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis memulai pendidikan formal di TK Tunas Baru selama dua tahun (1994-1996). Kemudian melanjutkan ke SD Negeri 1 Rejosari sejak tahun 1996 dan lulus pada tahun 2002. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Kendal dan lulus pada tahun 2005. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah pertama, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Kendal dan menyelesaikan pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama di IPB, penulis aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Kabupaten Kendal yaitu Fokma Bahurekso Kendal. Penulis juga menjadi anggota Himpunan Profesi HIMAGRETO masa jabatan 2009/2010 dan pengurus BPH (Badan Pengurus Harian) HIMAGRETO 2010/2011. Pada tahun 2011 penulis diberi kesempatan magang di BMKG Semarang selama satu bulan. Penulis membuat tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana sains (S.Si) dengan judul Pengaruh Arah Guludan Lahan Terhadap Kadar Air Tanah dan Biomassa Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) dibawah bimbingan Muh Taufik, S.Si, M.Si.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi 1. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 1 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 1 2.1 Tanaman Kentang ... 1 2.1.1 Botani Kentang ... 1

2.1.2 Syarat Tumbuh Kentang ... 3

2.1.2.1 Ketinggian Tempat ... 3

2.1.2.2 Suhu dan Kelembaban ... 3

2.1.2.3 Curah Hujan... 3

2.1.2.4 Radiasi Matahari ... 3

2.1.2.5 Angin ... 3

2.1.2.6 Tanah ... 3

2.1.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kentang ... 4

2.2 Kadar Air Tanah ... 4

3. METODOLOGI ... 4

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 4

3.2 Bahan dan Alat ... 5

3.3 Metode Penelitian ... 5

3.4 Observasi dan Pengambilan Data ... 5

3.4.1 Pembuatan Sensor Kadar Air Tanah ... 5

3.4.2 Pemasangan dan Pengukuran Sensor Kadar Air Tanah ... 6

3.4.3 Kalibrasi Alat ... 6

3.4.4 Biomassa Tanaman ... 6

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6

4.1 Kondisi Umum Wilayah Kajian ... 6

4.2 Kadar Air Tanah ... 7

4.3 Biomassa Tanaman ... 10

4.3.1 Biomassa di atas tanah ... 10

4.3.2 Biomassa umbi ... 11

4.4 Hubungan Kadar Air Tanah dan Biomassa Tanaman ... 12

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 14

5.1 Kesimpulan ... 14

5.2 Saran ... 14

DAFTAR PUSTAKA ... 14

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Rancangan percobaan ... 5

2 Persamaan kalibrasi pada berbagai kedalaman tanah ... 6

3 Jumlah hari hujan dan hari tidak hujan selama pengukuran ... 6

4 Nilai kadar air tanah rata-rata pada blok I dan blok II selama pengukuran ... 7

5 Hasil pengukuran biomassa di atas tanah ... 11

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Fisiologis tanaman kentang ... 1

2 Bagian organ daun, batang dan stolon, akar, umbi, dan bunga kentang ... 2

3 Lay out lokasi penelitian ... 5

4 Sensor kadar air tanah ... 5

5 Pemisahan bagian daun, batang, akar, dan umbi ... 6

6 Curah hujan bulanan di lokasi penelitian pada bulan Maret-Juni 2012 ... 7

7 Profil kadar air tanah (a) Blok I dan (b) Blok II ... 8

8 Kondisi curah hujan dan kadar air tanah perlakuan GD, GS, dan GM pada Blok I (a, c, e) dan Blok II (b, d, f) selama pengukuran ... 9

9 Biomassa umbi petak II saat tanaman berumur 87 HST (garis vertikal menunjukkan simpangan baku ... 12

10 Nilai simpanan kadar air tanah dan biomassa umbi perlakuan GD, GS, dan GM pada Blok I (a, c, e) dan Blok II (b, d, f) selama pengukuran ... 13

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Persamaan kalibrasi pada berbagai kedalaman (a) 10 cm, (b) 20 cm, (c) 40 cm, (d) 60 cm,

(e) 80 cm, dan (f) 100 cm ... 17

2 Data kalibrasi pada berbagai kedalaman pengukuran ... 19

3 Contoh data hasil pengukuran kadar air tanah pada perlakuan GD1 sensor 1 ... 21

4 Data kadar air tanah (%vol) (a) Blok I dan (b) Blok II di lokasi penelitian... 24

5 Data kadar air tanah (mm) (a) Blok I dan (b) Blok II di lokasi penelitian ... 26

6 Data berat kering daun ... 28

7 Data berat kering batang ... 29

8 Data berat kering akar ... 30

9 Data berat kering umbi ... 31

10 Biomassa tanaman (%) setiap perlakuan pada blok I (a, c, e) dan blok II (b, d, f) selama pengukuran ... 32

11 Hasil p-value dari Program SAS ... 33

12 Nilai kadar air tanah dan biomassa umbi perlakuan GD, GS, dan GM pada Blok I (a, c, e) dan Blok II (b, d, f) selama pengukuran ... 34

13 Data curah hujan terukur di lokasi penelitian ... 35

14 Dokumentasi tanaman kentang ... 37

(12)

I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu tanaman hortikultura (komoditas sayuran) penting di Indonesia. Kentang dapat digunakan sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras (Gunarto 2003). Samadi (2007) menjelaskan bahwa setiap 100 gram kentang mengandung 347 kal., protein 0.3 g, lemak 0.1 g, karbohidrat 85.6 g, kalsium 20 mg, fosfor 30 mg, zat besi 0.5 mg, dan vitamin B 0.04 mg. Kandungan gizi yang tinggi pada kentang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi dalam masyarakat (Nurtika 2007; Sengul et al 2004). Permintaan kentang di Indonesia setiap tahun diperkirakan akan terus meningkat terhadap pertumbuhan jumlah penduduk dan per-kembangan industri makanan, seperti makan-an siap saji dmakan-an makmakan-anmakan-an ringmakan-an (Sutrisna 2007). Penggunaan kentang sebagai bahan baku utama, mengakibatkan kebutuhan terhadap kentang olahan terus meningkat (Kusmana 2004).

Air tanah merupakan salah satu sifat fisik yang berpengaruh langsung terhadap per-tumbuhan tanaman. Selain itu, tanah meru-pakan salah satu komponen penting sebagai sumber mineral dan air bagi tumbuhan di atasnya serta sebagai media tanam. Interaksi antara air dengan tanah dapat berpengaruh terhadap berbagai fungsi ekologi tanah dan pengolahan tanah seperti pembuatan guludan. Guludan merupakan tanah yang di-bumbun (tanah yang permukaannya ditinggikan) (Setiadi 2009). Interaksi ini akan menentukan berapa banyak air yang masuk ke dalam tanah dan yang mengalir di permukaan tanah.

Tanaman kentang di Indonesia dibudi-dayakan pada daerah dataran tinggi (FAO 2008; Hamdani 2009). Penanaman kentang pada dataran tinggi dengan topografi miring memerlukan teknik pembuatan arah guludan yang efektif oleh petani. Penerapan teknik ini dapat mengoptimalkan air hujan yang masuk ke dalam tanah untuk menjaga air di dalam tanah selama proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

1.2Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh arah guludan lahan terhadap kadar air tanah dan hasil biomassa pada tanaman kentang.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Tanaman Kentang

2.1.1Botani Kentang

Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Setiadi 2009) : kingdom : Plantae divisi : Magnoliophyta / Spermatophyta kelas : Magnoliopsida / Dicotyledonae subkelas : Asteridae ordo : Solanales/Tubiflorae famili : Solamaceae genus : Solanum seksi : Petota

spesies : Solanum tuberosum

nama binomial : Solanum tuberosum LINN.

(Solanum tuberosum L.)

Gambar 1 Fisiologis tanaman kentang (Sumber: www.potato2008.org) Kentang merupakan tanaman setahun, yang menyemak dan bersifat menjalar. Susunan tubuh utama kentang terdiri dari daun, bunga, buah, biji, batang, umbi, dan biji. Daun kentang berbentuk majemuk yang tersusun spiral dan menempel pada batang (rachis). Masing-masing rachis tersebut memiliki sepasang daun lateral primer. Bunganya berjenis kelamin dua dan memiliki

(13)

Gambar 2 Bagian organ daun, batang dan stolon, akar, umbi, dan bunga kentang (Sumber: Huaman 1986)

(14)

bagian terpenting, yaitu kelopak, mahkota, benang sari dan putik. Buah kentang terdapat dalam tandan, berbentuk bulat, berwarna hijau ketika muda, dan berwarna hitam ketika tua dengan ukuran sebesar kelereng (Huaman 1986). Batang tanaman kentang berbentuk segi empat atau segi lima (tergantung varietas), tidak berkayu, dan bertekstur agak keras (Samadi 2007).

Umbi kentang merupakan modifikasi perubahan bentuk dari batang yaitu stolon yang tidak muncul ke permukaan tanah dan membesar (Huaman 1986; Kusmana 2004). Setiadi (2009) mengungkapkan bahwa sistem perakaran yang dimiliki berupa akar tunggang dan serabut. Akar tunggang tersebut dapat mencapai kedalaman 45 cm, sedangkan akar serabut menjalar ke samping dan menembus tanah dangkal. Untuk mencirikan varietas kentang dapat dilihat dari bentuk umbi, kedalaman mata tunas, warna kulit, dan warna daging umbi.

Varietas kentang yang paling digemari oleh masyarakat adalah kentang Granola (Setiadi 2009). Jenis kentang tersebut me-rupakan varietas unggul karena produktivi-tasnya dapat mencapai 30-35 ton per hektar. Umur panen normal kentang varietas ini adalah 90 hari. Warna kulit dan daging umbi kuning dan bentuknya relatif lonjong (oval).

2.1.2Syarat Tumbuh Kentang 2.1.2.1 Ketinggian Tempat

Ketinggian suatu tempat atau letak geografis berhubungan erat dengan keadaan iklim setempat yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kentang termasuk tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis. Di Indonesia pada umumnya kentang dibudidayakan di dataran tinggi. Tanaman kentang dapat tumbuh di daerah yang memiliki ketinggian 500–3000 m di atas permukaan laut dengan ketinggian ideal yang berkisar antara 1000–1300 m di atas permukaan laut (Setiadi 2009).

2.1.2.2 Suhu dan Kelembaban

Suhu rata-rata harian yang ideal pada tanaman kentang berkisar antara 15–18 oC di dataran tinggi tropis (Haverkort 1990). Pertumbuhan umbi terhambat apabila suhu tanah kurang dari 10 oC dan lebih dari 30 oC (Kar et al 2007; Samadi 2007). Suhu yang tinggi dapat mendukung perkembangan daun namun menghambat pembentukan umbi. Suhu tanah berhubungan dengan proses penyerapan unsur hara oleh akar, fotosintesis, dan respirasi (Mahmood et al. 2006). Motez et al.

(1970) menjelaskan bahwa suhu tanah yang terlalu tinggi dapat mengurangi berat jenis hasil umbi yang dihasilkan.

Kelembaban udara yang optimal bagi pertumbuhan tanaman kentang adalah 60-85% (Hartus 2001). Kelembaban udara yang terlalu tinggi akan menyebabkan tanaman kentang rawan terkena penyakit yang disebabkan oleh cendawan. Kelembaban yang terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan tanaman dan umbi.

2.1.2.3 Curah Hujan

Daerah dengan rata-rata curah hujan 1500 mm per tahun sangat sesuai dalam membudidayakan tanaman kentang (Samadi 2007). Curah hujan yang tinggi tersebut secara langsung akan mempengaruhi peningkatan kelembaban, penurunan suhu, pengurangan penyinaran cahaya matahari, dan peningkatan air tanah. Selain itu, curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan genangan air yang berlebihan. Genangan air tersebut dapat menimbulkan umbi membusuk pada saat umbi terbentuk. Keadaan basah dan lembab tersebut mengakibatkan tanaman peka terhadap se-rangan cendawan Phytophthora infestans

yang mengakibatkan penyakit busuk daun dan layu.

2.1.2.4 Radiasi Matahari

Radiasi matahari merupakan sumber energi yang diperlukan tanaman dalam proses fotosintesis. Lama penyinaran cahaya matahari berpengaruh terhadap waktu (kapan) umbi terbentuk dan lamanya proses per-kembangan berlangsung. Intensitas cahaya matahari merupakan faktor cahaya yang sangat penting berpengaruh terhadap pertum-buhan tanaman terutama pembentukan umbi. Samadi (2007) mengungkapkan bahwa makin besar intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman, maka dapat mempercepat pem-bentukan umbi dan waktu pembungaan.

2.1.2.5 Angin

Angin terlalu kencang kurang baik untuk tanaman berumbi. Angin kencang tersebut dapat merusak tanaman, mempercepat penularan penyakit, dan vektor penyebar bibit penyakit mudah terbawa kemana-mana (Setiadi 2009).

2.1.2.6 Tanah

Penggunaan lahan bersifat dinamis tercer-min dari keadaan pertumbuhan tanaman diatasnya. Namun, tidak semua tanah dapat digunakan untuk bercocok tanam kentang.

(15)

Karena memerlukan pengelolaan tanah yang baik untuk mencapai kesuburan yang diharapkan (Nurtika 2007). Tanaman kentang dapat tumbuh baik pada tanah yang gembur atau sedikit mengandung pasir agar mudah diresapi air dan mengandung humus yang tinggi. Tanah yang gembur mengandung banyak humus ketika musim hujan sehingga tanah itu dapat menjaga kelembaban tanah. Setiadi (2009) mengatakan bahwa derajat keasaman tanah (pH tanah) yang sesuai untuk tanaman kentang tergantung dari varietasnya. Tanaman kentang membutuhkan pH tanah 5.0–5.5 (Sunarjono 2007).

2.1.3Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kentang

Hasil suatu tanaman budidaya sangat

ditentukan oleh proses pertumbuhan. Selain

itu, interaksi antara tanaman dengan ling-kungan (curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan cahaya matahari) juga sangat menentukan hasil tanaman. (Nurmayulis 2008). Tipe pertumbuhan kentang ada tiga, yaitu: (1) rossette, dengan ciri sebagian besar daun dan tanaman berada di dekat permukaan tanah serta memiliki batang yang pendek; (2)

prosstrate, dengan ciri batang menjalar dekat permukaan tanah; dan (3) tegak (Huaman 1986).

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat bergantung pada hasil fotosintesis tanaman yang akan dialokasikan ke berbagai organ penyusun tanaman sebelum akhirnya dipanen berupa berat kering. Hasil berat kering tanaman sangat tergantung pada efisiensi fotosintesis tanaman. Gardner (1991) mengatakan bahwa berat kering tumbuhan adalah keseimbangan antara pengambilan CO2 (fotosintesis) dan pengeluaran CO2 (respirasi). Jika respirasi lebih besar dibandingkan fotosintesis, maka tumbuhan itu akan ber-kurang berat keringnya. Ketika tanaman mulai terbentuk umbi, suplai air yang tidak merata dapat menyebabkan pertumbuhan kentang terganggu. Pertumbuhan dan perkembangan umbi akan terlambat bila tanaman tidak mendapatkan air yang cukup, jika keadaan tersebut berlangsung lama tanaman akan mengering atau layu (Pereira et al. 2006).

2.2Kadar Air Tanah

Kadar air tanah merupakan fraksi air per massa atau volume tanah. Kadar air dalam tanah dapat dinyatakan dalam persen volume yaitu persen volume air terhadap volume tanah. Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat memberikan gambaran tentang

keter-sediaan air pada pertumbuhan pada volume tanah tertentu. Metode dalam pengukuran KAT terdiri dari metode tidak langsung dan metode langsung. Metode yang digunakan untuk pengukuran KAT secara tidak langsung, antara lain heat pulse probe (HPP) atau penghamburan bahang (heat dissipation),

Neutron Probe, Time Domain Reflectometry (TDR), dan Velocity Differen-tiation Domain (VDD) (Chow et al 2009).

Pengukuran KAT menggunakan metode langsung yaitu metode gravimetrik dan volumetrik. Kadar air gravimetrik adalah massa air ralatif terhadap massa partikel tanah kering. Tanah kering tersebut umumnya didefinisikan sebagai tanah yang dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC sampai mencapai keseimbangan (Hillel 1998). Tanah kering udara akan mengandung beberapa persen lebih banyak air dibandingkan tanah kering oven. Hermawan (2004) menjelaskan bahwa metode gravimetrik merupakan metode standar dengan akurasi yang sangat tinggi. Namun, metode ini harus dilakukan di Laboratorium sehingga membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak untuk mendapatkan hasil pengukuran kadar air tanah.

Kadar air tanah sangat beragam menurut ruang dan waktu, karena tanah menjadi basah oleh hujan, terdrainase secara gravitasi, serta mengalami kekeringan karena evaporasi dan penyerapan oleh akar tanaman. Kandungan air lebih baik dinyatakan dalam θ (sebagai pengganti w). Hal ini disebabkan karena penggunaan θ langsung bisa sesuai terhadap perhitungan aliran dan jumlah air yang ditambahkan ke tanah melalui irigasi atau hujan, dam untuk menyatakan besarnya air yang berkurang karena evapotranspirasi atau drainase.

III. METODOLOGI 3.1Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari–Juni 2012, bertempat di Desa Lebak Siuh, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Lokasi penelitian berada pada koordinat 6o50’28” LS dan 106o56’27” BT dengan ketinggian 1127 meter di atas permukaan laut.

Penelitian ini diawali dengan pembuatan alat sensor kadar air tanah pada tanggal 29 Januari - 4 Februari 2012 di Workshop Instrumentasi Meteorologi. Penanaman kentang dilaksanakan pada tanggal 3 Maret

(16)

dan 5 Maret 2012. Pemasangan alat dilakukan pada tanggal 5 - 7 Maret 2012. Pengambilan data curah hujan dilakukan setiap hari mulai tanggal 6 Maret 2012. Pengukuran data kadar air tanah dimulai tanggal 10 Maret 2012 sampai 29 Mei 2012 sekali dalam seminggu. Pengambilan sampel tanaman kentang dimulai tanggal 10 April 2012 sampai 29 Mei 2012 sekali dalam seminggu dan pengukuran biomassa dilakukan di Laboratorium Terpadu, Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB.

3.2Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit kentang varietas Granola. Alat yang digunakan yaitu sensor kadar air tanah, elektronik pengukur impedansi listrik, baterai 9 volt, bor tanah, oven, timbangan digital, kantong plastik, Digital Multimeter, gelas ukur, label, alat tulis, SAS 9.1.3, dan

Microsoft Excel. 3.3Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang menggunakan faktor arah guludan pada petak lahan yang berbeda sebagai blok I (G1) dan blok II (G2) (Gambar 3). Terdapat tiga macam arah guludan, yaitu diagonal (D), sejajar (S), dan melintang (M) terhadap kontur.

Tabel 1 Rancangan percobaan

Blok D S M Guludan G 1 GD1 GS1 GM1 2 GD2 GS2 GM2 3.4Observasi

3.4.1Pembuatan Sensor Kadar Air Tanah

Sensor kadar air tanah menggunakan empat elektroda terbuat dari alumunium, dirangkaikan pada pipa PVC dengan panjang satu meter. Elektroda yang dirangkai tidak boleh bersentuhan satu sama lain. Setiap pipa terdapat enam titik pengukuran dengan kedalaman tanah 10 cm, 20 cm, 40 cm, 60 cm, 80 cm, dan 100 cm. Sensor kadar air tanah ini menggunakan prinsip pengukuran impedansi elektroda tiap kedalaman.

Gambar 4 Sensor kadar air tanah

Keterangan:

Lokasi sensor kadar air tanah

(17)

3.4.2Pemasangan dan Pengukuran Kadar Air Tanah

Sensor kadar air tanah dipasang secara acak sebanyak 2 buah untuk setiap perlakuan. Pemasangan sensor dilakukan dengan cara menggali tanah menggunakan bor tanah sedalam satu meter pada masing-masing titik pengamatan. Tanah hasil galian dimasukkan kembali ke dalam lubang sesuai kedalaman masing-masing setelah sensor dimasukkan ke dalam lubang.

Pengukuran kadar air tanah mulai dilakukan satu minggu setelah pemasangan sensor. Setiap titik pengukuran pada setiap kedalaman tanah dapat menghasilkan enam kali pengulangan data. Ketika pengambilan data di lapangan, sensor dirangkaikan dengan perangkat elektronik pengukur impedansi, digital multimeter, dan catu daya baterai 9 volt. Pengukuran sensor dilakukan sekali dalam seminggu.

3.4.3 Kalibrasi Alat

Setiap alat memerlukan kalibrasi untuk menerjemahkan bacaan sensor alat tersebut. Pada penelitian ini menggunakan data kalibrasi dari penelitian Manurung (2011) yang dilakukan di Pacet. Asumsi karakteristik tanah yang terdapat di Pacet dan Kadudampit adalah sama. Persamaan kalibrasi pada berbagai kedalaman tanah yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Persamaan kalibrasi pada berbagai kedalaman tanah

No. Kedalaman Persamaan R2

1 10 46.120x-0.425 0.985 2 20 45.359x-0.417 0.973 3 40 41.955x-0.388 0.985 4 60 43.433x-0.403 0.982 5 80 42.272x-0.363 0.976 6 100 48.726x-0.350 0.974

3.4.4 Biomassa Tanaman Kentang

Sampel tanaman kentang diambil saat kentang berumur 38 hari setelah tanam. Pengambilan sampel tanaman menggunakan metode destructive sampling yang dilaksana-kan sekali dalam seminggu dengan dua kali ulangan setiap perlakuan. Tanaman kentang tersebut dipisahkan berdasarkan bagian organ tanaman, yaitu bagian daun, batang, akar, dan umbi kemudian ditimbang. Setelah ditimbang,

bagian organ tersebut dikeringkan dengan

oven selama 48 jam (2 hari) pada suhu 70-80 oC untuk mendapatkan berat kering. Bagian organ tanaman yang sudah kering tersebut ditimbang kembali. Berat kering per tanaman untuk satuan luas 30x40 cm2 kemudian dikonversi ke biomassa per satuan luas (g/m2) dengan faktor konversi sebesar 0.12.

Gambar 5 Pemisahan bagian daun, batang, akar, dan umbi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Kondisi Umum Wilayah Kajian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lebak Siuh, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Secara geografis, terletak pada koordinat 6o50’28” LS dan 106o56’27” BT dan berada pada ketinggian 1127 meter di atas permukaan laut. Curah hujan yang terukur di lokasi penelitian selama bulan Maret – Mei menunjukkan curah hujan yang tinggi dengan curah hujan bulanan lebih dari 200 mm (Gambar 6). Curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan April sebesar 477 mm dengan hari hujan 27 hari dan hari tidak hujan 3 hari.

Tabel 3 Jumlah hari hujan dan hari tidak hujan selama pengukuran Bulan Jumlah Pengamatan (hari) Hari Hujan Maret 26 13 April 30 23 Mei 31 14 Juni 2 2

(18)

Gambar 6 Curah hujan bulanan di lokasi penelitian pada bulan Maret-Juni 2012

Kabupaten Sukabumi mempunyai bentang lahan yang bervariasi dari datar hingga bergunung adalah: datar (lereng 0-2)% sekitar 9.4%; berombak sampai bergelombang (lereng 2-15%) sekitar 22%; bergelombang sampai berbukit (lereng 15-40%) sekitar 42.7%; dan berbukit sampai bergunung (lereng>40%) sekitar 25.9% (Pemkab Sukabumi 2012). Wilayah kajian dalam pe-nelitian ini merupakan daerah yang memiliki topografi dengan kemiringan yang beragam sekitar 25-40%. Kemiringan lahan tersebut dapat mempengaruhi jumlah air yang diperlukan tanaman. Salah satu cara untuk meminimalkan dampak dari curah hujan yang tinggi dan topografi kemiringan lahan dalam

penelitian ini adalah penggunaan arah guludan yang tepat.

4.2Kadar Air Tanah

Nilai kadar air tanah rata-rata yang terukur di lapangan pada blok I dan blok II setiap perlakuan menunjukkan nilai yang berbeda. Penerapan teknik pembuatan guludan dengan arah diagonal (GD), sejajar (GS), maupun melintang (GM) terhadap kontur memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar air tanah pada kedalaman 0–100 cm. Nilai kadar air tanah yang berbeda pada lapisan kedalaman yang sama dapat disebabkan oleh perbedaan kehilangan air tanah melalui proses evapotranspirasi dan perbedaan kemampuan tanah dalam menahan air. Nilai kadar air tanah masing-masing perlakuan pada blok I dan blok II dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai kadar air tanah yang terukur untuk tiap kedalaman dari ketiga perlakuan tersebut berada pada kisaran 7-18% vol.

Profil kadar air tanah terhadap kedalaman setiap perlakuan pada blok I dan blok II ditunjukkan pada Gambar 7. Kadar air tanah pada blok I berkisar antara 7-16% vol. Nilai kadar air tanah pada perlakuan GD1 berkisar antara 8-16% vol, perlakuan GS1 9-16% vol, dan perlakuan GM1 7-13% vol. Masing-masing perlakuan mengalami penurunan dan peningkatan nilai kadar air tanah hingga kedalaman 100 cm. Peningkatan kadar air tanah terlihat semakin besar pada kedalaman 60-100 cm.

Ketiga perlakuan pada blok II memiliki nilai kadar air tanah berkisar antara 8-18% vol. Nilai kadar air tanah pada perlakuan GD2 memiliki kisaran 8-18% vol. Peningkatan kadar air tanah pada kedalaman 60-100 cm Tabel 4 Nilai kadar air tanah rata-rata pada blok I dan blok II selama pengukuran

Kedalaman (cm) 10 20 40 60 80 100 Pengukuran Kadar air tanah (%vol)

Blok I GD1 10 9 10 8 14 16 GS1 9 11 11 9 12 16 GM1 7 9 8 9 12 13 Blok II GD2 8 9 9 8 11 18 GS2 8 10 10 10 11 14 GM2 10 11 11 11 11 17 Keterangan:

GD : Guludan dengan arah diagonal terhadap kontur GS : Guludan dengan arah sejajar terhadap kontur GM : Guludan dengan arah melintang terhadap kontur

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

Mar Apr Mei Jun

C u r a h H u j a n ( m m) Bulan

(19)

Gambar 7 Profil kadar air tanah rata-rata pada (a) Blok I dan (b) Blok II dengan selisih perubahan terhadap kedalaman

berkisar antara 3-7% vol. Kadar air tanah pada perlakuan GS2 memiliki kisaran 8-14% vol, sedangkan perlakuan GM2 berkisar 10-17% vol. Pada perlakuan GS2 dan GM2 terjadi peningkatan nilai kadar air tanah hingga kedalaman 100 cm.

Secara keseluruhan, lapisan paling atas (kedalaman 10 cm) pada kedua blok (blok I dan blok II) memiliki nilai kadar air tanah yang kecil. Hal ini dapat terjadi akibat proses evaporasi di permukaan tanah. Kehilangan air akibat penyerapan air dan unsur hara menyebabkan air bergerak menuju lapisan di atasnya (gaya kapilaritas). Sehingga terjadi

penurunan nilai kadar air tanah pada kedalaman 40-60 cm. Pada kedalaman 60-100 cm terjadi peningkatan kadar air tanah karena pada kedalaman ini tidak terdapat akar kentang. Setiadi (2009) menyebutkan bahwa akar pada tanaman kentang dapat menembus sampai kedalaman 45 cm. Berdasarkan literatur tersebut, dapat dijadikan batasan untuk melihat pengaruh kadar air tanah terhadap hasil biomassa tanaman kentang pada kedalaman 10–60 cm.

Perlakuan GS1 (blok I) dan GM2 (blok II) memiliki nilai kadar air tanah yang lebih tinggi sehingga dibandingkan perlakuan yang lainnya (Gambar 7). Pada blok I, guludan

-100 -90 -80 -70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 6 8 10 12 14 16 18 K e d a l a m a n ( c m)

Kadar Air Tanah (%vol)

-100 -90 -80 -70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 6 8 10 12 14 16 18 K e d a l a m a n ( c m)

Kadar Air Tanah (%vol)

a)

(20)

Gambar 8 Kondisi curah hujan dan kadar air tanah perlakuan GD, GS, dan GM pada Blok I (a, c, e) dan Blok II (b, d, f) selama pengukuran

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 5 10 15 20 25 30 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 C H ( m m / m i n g g u ) K A T ( m m) Hari ke- (HST) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 5 10 15 20 25 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 C H ( m m / m i n g g u ) K A T ( m m) Hari ke- (HST) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 5 10 15 20 25 30 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 C H ( m m / m i n g g u ) K A T ( m m ) Hari ke- (HST) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 5 10 15 20 25 30 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 C H ( m m / m i n g g u ) K A T ( m m ) Hari ke- (HST) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 5 10 15 20 25 30 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 C H ( m m / m i n g g u ) K A T ( m m) Hari ke- (HST) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 5 10 15 20 25 30 35 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 C H ( m m / m i n g g u ) K A T ( m m) Hari ke- (HST) b) d) f) a) c) e)

(21)

dengan arah sejajar terhadap kontur (GS1) posisi sensornya lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan GD1. Selain itu, perlakuan GS1 juga menerima limpasan air dari perlakuan GD1. Perlakuan GM2 disamping posisi sensornya yang lebih rendah juga memiliki kemampuan tanah yang baik dalam menyerap air. Hal ini mengakibatkan kemungkinan terjadinya limpasan air sangat kecil. Oleh karena itu, nilai kadar air tanah perlakuan GM2 memiliki nilai rataan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan guludan dengan arah diagonal (GD2) dan sejajar (GS2) terhadap kontur.

Curah hujan merupakan unsur meteorologi paling penting terhadap kandungan air dalam tanah (Chen et al. 2010). Enni et al (2008) menjelaskan jika terjadi hujan maka kadar air tanah akan mengalami kenaikan pada hari berikutnya. Peningkatan kadar air tanah lebih dahulu terjadi pada lapisan atas diikuti lapisan di bawahnya. Curah hujan mingguan yang tinggi pada saat awal pengukuran menyebab-kan nilai kadar air tanah meningkat terlihat pada Gambar 8.

Seiring pertambahan waktu pengukuran, nilai kadar air tanah tidak hanya ditentukan oleh curah hujan saja sehingga berfluktuasi naik turun. Peningkatan curah hujan mingguan yang tidak diiringi dengan kenaikan nilai kadar air tanah dapat disebabkan oleh proses evapotranspirasi, intersepsi, dan penyerapan air oleh tanaman kentang. Namun, curah hujan yang mengalami penurunan dari minggu sebelumnya dengan nilai kadar air tanah yang semakin meningkat dapat terjadi karena mempunyai kemampuan tanah yang baik dalam menyimpan air. Sehingga masih terdapat simpanan air di dalam tanah akibat curah hujan yang lebih tinggi pada minggu sebelumnya. Pada akhir pengukuran, kadar air tanah mengalami peningkatan akibat tanaman kentang yang mulai layu dan mengering seiring dengan penambahan umur tanaman. Hal ini mengakibatkan proses evapo-transpirasi, intersepsi, penyerapan air di dalam tanah mulai berkurang.

Kadar air tanah bervariasi menurut kedalaman (Gambar 7). Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah arah guludan berpengaruh terhadap distribusi kadar air tanah setiap kedalamannya maka dilakukan analisis secara statistika. Hasil analisis statistika mengguna-kan program SAS menyebutmengguna-kan bahwa nilai kadar air tanah pada kedalaman yang berbeda menunjukkan nilai p-value yang beragam selama pengukuran (Lampiran 11 (a)). Jika nilai p-value<0.05 (taraf nyata 5%)

menunjuk-kan bahwa pengaruh faktor arah guludan ataupun blok nyata terhadap kadar air tanah. Sehingga dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antar taraf (perlakuan) terhadap respon (kadar air tanah yang diamati).

Pada kedalaman 10 cm, pengaruh arah guludan nyata terhadap kadar air tanah pada saat 73 HST, sedangkan blok tidak ber-pengaruh nyata terhadap kadar air tanah. Perlakuan dan blok memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air tanah di kedalaman 20 cm pada saat 59 dan 66 HST. Kedalaman 40 cm dan 100 cm terlihat bahwa pengaruh perlakuan dan blok tidak nyata terhadap kadar air tanah. Namun, pada kedalaman 60 cm perlakuan nyata pada saat 73 HST sedangkan blok nyata pada saat 66 HST. Pengaruh blok nyata terhadap kadar air tanah di kedalaman 80 cm pada saat 80 HST.

4.3Biomassa Tanaman

Biomassa tanaman merupakan ukuran yang sering digunakan untuk menggambarkan dan mempelajari pertumbuhan tanaman. Biomassa merupakan jumlah bahan organik yang diproduksi oleh tumbuhan per satuan unit area pada suatu waktu (Brown 1997). Unit satuan biomassa adalah g/m2 atau ton/ha.

Biomassa tanaman dibagi menjadi biomassa per organ penting, yaitu daun, batang, akar, dan umbi. Pembedaan bagian biomassa ini disebut sebagai partisi biomassa. Biomassa dalam persentase untuk masing-masing organ tanaman setiap perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 10. Setiap perlakuan pada kedua blok menghasilkan nilai biomassa yang berbeda-beda.

4.3.1Biomassa di Atas Tanah

Pertumbuhan tanaman dapat dilihat dari biomassa yang berada di atas permukaan tanah (above ground biomass) seperti biomassa daun dan batang. Hasil pengukuran biomassa di atas tanah yang merupakan penjumlahan dari biomassa daun dan batang (Tabel 5). Pada akhir pengukuran, nilai biomassa rata-rata tanaman di atas tanah yang dihasilkan pada blok I untuk perlakuan GD1 sebesar 109 g/m2, perlakuan GS1 sebesar 134 g/m2, dan perlakuan GM1 sebesar 152 g/m2. Pengambilan sampel biomassa pada perlakuan GS1 berhenti pada saat kentang berumur 73 HST. Perlakuan GD1 dan GM1 sampel biomassa berhenti ketika umur kentang 80 HST. Hal ini disebabkan tidak terdapat sampel tanaman lagi. Sebagian besar tanaman pada blok I banyak yang mati akibat terserang penyakit busuk layu. Sehingga tanaman yang

(22)

Tabel 5 Hasil pengukuran biomassa di atas tanah

Perlakuan Biomassa tanaman di atas tanah (g/m

2) Rata-rata 38 45 52 59 66 73 80 87 Blok I GD1 52 128 158 154 113 50 - - 109 GS1 62 67 163 253 126 - - - 134 GM1 42 129 292 205 100 147 - - 152 Blok II GD2 31 97 190 92 110 94 45 98 95 GS2 66 94 210 166 115 186 52 52 118 GM2 37 165 190 217 174 182 73 25 133 Keterangan:

GD : Guludan dengan arah diagonal terhadap kontur GS : Guludan dengan arah sejajar terhadap kontur GM : Guludan dengan arah melintang terhadap kontur terserang penyakit ini dicabut (dipanen lebih

awal) agar tidak menular ke tanaman kentang yang lainnya.

Pada blok II, perlakuan GM2 memiliki nilai biomassa di atas tanah paling tinggi (sebesar 133 g/m2) dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Perlakuan GD2 nilai biomassa di atas tanah sebesar 95 g/m2 dan perlakuan GS2 sebesar 118 g/m2. Tanaman kentang pada blok II ini sedikit sekali yang terserang penyakit sehingga pada akhir pengukuran (panen), masih terdapat tanaman kentang yang masih bisa digunakan sebagai sampel biomassa. Sehingga pengukuran biomassa masih dapat dilakukan. Secara umum, biomassa tanaman di atas tanah setiap perlakuan mengalami peningkatan setiap minggu. Namun, setelah mencapai suatu titik tertentu (kondisi optimal), akan terjadi penurunan hasil biomassa tanaman.

Bagian daun sangat terkait erat dengan proses fotosintesis. Semakin tua umur tanaman kentang, daunnya akan menguning dan mengering sehingga efisiensi dalam

memanfaatkan radiasi surya semakin ber-kurang. Hal ini dapat menyebabkan per-tumbuhan tanaman terhambat dan berat kering tanaman yang dihasilkan berkurang. Pereira et al. (2006) menjelaskan bahwa radiasi surya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan organ vegetatif tanaman, seperti batang, cabang, dan daun, serta organ generatif seperti bunga dan umbi.

4.3.2Biomassa Umbi

Biomassa umbi yang dihasilkan setiap minggu mengalami peningkatan (Tabel 6). Namun, semakin lama umur tanaman kentang maka hasil umbinya semakin menurun. Penurunan umbi tersebut terjadi karena kondisi tanaman yang tidak dapat dipertahan-kan hingga umur maksimal, akibat tanaman layu menghasilkan umbi busuk. Tanaman kentang tersebut mulai terserang penyakit busuk layu pada umur 60 HST. Sunarjono (2007) juga menjelaskan bahwa hujan lebat yang berkepanjangan menghambat pancaran

Tabel 6 Hasil pengukuran biomassa umbi

Perlakuan Biomassa umbi hari ke- setelah tanam (g/m

2) Rata-rata 38 45 52 59 66 73 80 87 Blok I GD1 57 59 121 220 222 226 - - 151 GS1 41 88 184 629 559 - - - 300 GM1 66 131 568 709 403 352 - - 372 Blok II GD2 9 30 128 167 199 333 117 239 153 GS2 31 47 163 356 307 262 277 295 217 GM2 28 144 359 586 905 521 343 371 407 Keterangan:

GD : Guludan dengan arah diagonal terhadap kontur GS : Guludan dengan arah sejajar terhadap kontur GM : Guludan dengan arah melintang terhadap kontur

(23)

sinar matahari, memperlemah energi surya, hingga fotosintesis tidak berlangsung optimal. Hal ini menyebabkan umbi yang terbentuk kecil dan produksinya rendah.

Pengambilan sampel tanaman terakhir dilakukan pada saat tanaman kentang berumur 87 HST dengan kondisi tanaman sudah mengering semua. Pada blok I tidak terdapat sampel tanaman lagi akibat terserang penyakit busuk layu. Hasil pengukuran biomassa umbi pada blok II dapat dilihat pada Gambar 9. Perlakuan GM2 menghasilkan biomassa umbi lebih tinggi sebesar 371 g/m2, diikuti perlakuan GS2 sebesar 295 g/m2, dan perlakuan GD2 sebesar 239 g/m2. Perlakuan GM2 memiliki nilai biomassa tanaman di atas tanah dan biomassa umbi lebih tinggi daripada perlakuan GD2 dan GS2 (Tabel 5, dan Tabel 6, dan Gambar 9). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman kentang pada perlakuan GM2 dapat tumbuh lebih baik dibandingkan pada perlakuan GD2 dan GS2.

Gambar 9 Biomassa umbi blok II saat tanaman berumur 87 HST (garis vertikal menunjukkan simpangan baku)

Hasil analisis statistika pengaruh faktor arah guludan lahan terhadap biomassa umbi menggunakan program SAS ditunjukkan pada Lampiran 11 (b). Nilai p-value yang dihasil-kan bervariasi selama waktu pengamatan. Perlakuan faktor arah guludan lahan tidak berpengaruh nyata terhadap biomassa umbi. Namun, pengaruh blok nyata terhadap biomassa umbi pada saat tanaman kentang berumur 87 HST dengan nilai p-value sebesar

0.02. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan blok terhadap biomassa umbi yang dihasilkan.

4.4Hubungan Kadar Air Tanah dan Biomassa Tanaman

Salah satu faktor yang menentukan produktivitas tanaman adalah ketersediaan air yang masih mengandalkan curah hujan sebagai sumber air (Baskoro et al. 2007). Samadi (2007) mengatakan bahwa pengaruh curah hujan terhadap pertumbuhan tanaman berhubungan erat dengan ketersediaan air tanah dan keadaan iklim setempat. Pertumbuhan tanaman akan optimal apabila tanaman berada pada tanah pada kadar air yang sesuai. Kadar air yang tidak sesuai dapat mengakibatkan tanaman layu dan membusuk.

Nilai kadar air tanah dan biomassa umbi untuk setiap perlakuan pada blok I dan blok II dapat dilihat pada Lampiran 12. Nilai kadar air tanah tersebut merupakan nilai kadar air tanah pada kedalaman 10-60 cm selama pengukuran. Jumlah air yang terkandung dalam tanah hingga kedalaman tersebut digunakan tanaman kentang selama proses pertumbuhan seperti pembentukan umbi. Dari gambar terlihat bahwa nilai kadar air tanah berfluktuasi setiap minggu. Pada kedalaman yang sama untuk masing-masing perlakuan akan memiliki nilai kadar air tanah yang berbeda-beda.

Nilai simpanan kadar air tanah dan biomassa umbi yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10. Jika hujan yang turun di lokasi penelitian lebih besar dibandingkan dengan evapotranspirasi dan limpasan maka terdapat simpanan kadar air tanah (ditunjukkan dengan tanda positif). Tanda negatif menunjukkan bahwa tanaman mengalami defisit air. Hal ini memperlihatkan bahwa curah hujan yang tinggi belum tentu mengakibatkan simpanan kadar air tanah semakin besar pula. Hasil tanaman (biomassa umbi) ditentukan oleh proses pertumbuhan dan interaksi antara tanaman kentang dengan lingkungan (kondisi iklim setempat). Sehingga simpanan kadar air yang besar tidak diiringi dengan hasil biomassa umbi yang semakin besar.

Biomassa umbi yang dihasilkan pada blok I dan blok II tidak hanya dipengaruhi oleh kadar air tanah saja, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim yang lain. Kehilangan air pada tanaman melalui proses evaporasi tanah dan transpirasi tanaman (evapotranspirasi) mengakibatkan nilai kadar air tanah berkurang. Selain itu, berkurangnya 0 50 100 150 200 250 300 350 400 GD GS GM B i o m a s s a u m b i ( g / m 2 ) Perlakuan

(24)

Gambar 10 Nilai simpanan kadar air tanah dan biomassa umbi perlakuan GD, GS, dan GM pada Blok I (a, c, e) dan Blok II (b, d, f) selama pengukuran

-15 -10 -5 0 5 10 15 20 0 50 100 150 200 250 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 K A T ( m m / m i n g g u ) B i o m a s s a u m b i ( g / m 2 ) Hari ke- (HST) -15 -10 -5 0 5 10 15 0 50 100 150 200 250 300 350 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 K A T ( m m / m i n g g u ) B i o m a s s a u m b i ( g / m 2 ) Hari ke- (HST) -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25 0 100 200 300 400 500 600 700 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 K A T ( m m / m i n g g u ) B i o m a s s a u m b i ( g / m 2 ) Hari ke- (HST) -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25 0 50 100 150 200 250 300 350 400 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 K A T ( m m / m i n g g u ) B i o m a s s a u m b i ( g / m 2 ) Hari ke- (HST) -25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 0 100 200 300 400 500 600 700 800 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 K A T ( m m / m i n g g u ) B i o m a s s a u m b i ( g / m 2 ) Hari ke- (HST) -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 K A T ( m m / m i n g g u ) B i o m a s s a u m b i ( g / m 2 ) Hari ke- (HST) b) d) f) a) c) e)

(25)

kadar air tanah disebabkan oleh tertahannya air pada tajuk (intersepsi) tanaman. Penyerap-an air oleh akar di dalam tPenyerap-anah juga meng-akibatkan nilai kadar air tanah menjadi kecil (berkurang) dari minggu sebelumnya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan

Teknik pembuatan arah guludan menghasilkan nilai kadar air tanah bervariasi menurut waktu. Perbedaan kehilangan air melalui proses evapotranspirasi, intersepsi, penyerapan air oleh akar, dan limpasan, serta perbedaan kemampuan tanah dalam menyimpan air mengakibatkan kadar air tanah setiap perlakuan berbeda-beda. Pada penelitian ini, simpanan kadar air tanah yang besar belum tentu menyebabkan hasil biomassa umbi yang dihasilkan mengalami peningkatan. Tanaman kentang yang ditanam pada guludan dengan arah melintang terhadap kontur pada petak lahan yang berbeda menghasilkan biomassa umbi yang paling tinggi dibandingkan dengan arah diagonal dan sejajar. Berdasarkan hasil analisis statistika, pengaruh faktor arah guludan lahan dan blok tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air tanah dan biomassa umbi yang dihasilkan.

5.2Saran

Penelitian lanjutan perlu memperhatikan proses evapotranspirasi dan intersepsi tajuk. Sebaiknya pada wilayah kajian penelitian ini, petani menerapkan teknik pembuatan guludan dengan arah melintang terhadap kontur.

DAFTAR PUSTAKA

[FAO]. 2008. International Year of The Potato. http://www.potato2008.org [22 Juni 2012].

[Pemkab Sukabumi]. 2012. Kabupaten Sukabumi.

http://www.kabupatensukabumi.go.id [10

Juni 2012].

Baskoro DPJ, Tarigan SD. 2007. Karakteristik Kelembaban Tanah pada Beberapa Jenis Tanah. J Tanah dan Lingkungan 9(2):77-81.

Brown. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest : a

Primer. FAO. Forestry Paper No. 134. Rome : FAO.

Chen C, Wang E, Yu Q. 2010. Modelling the effects of climate variability and water management on crop water productivity and water balance in the North China Plain. Agr Wat Manage 97(8):1175–1184.

Chow L, Xing Z, Rees HW, Meng F, Monteith J, Stevens L. 2009. Field Performance of Nine Soil Water Content Sensors on a Sandy Loam Soil in New Brunswick, Maritime Region, Canada.

Sensors 9:9398-9413.

Enni DW, Haridjaja O, Soedodo H, Sudarsono. 2008. Pergerakan Air pada Tanah dengan Karakteristik Pori Berbeda dan Pengaruhnya pada Ketersediaan Air bagi Tanaman. Jurnal Tanah dan Iklim 28. Gardner W. 1991. Water content. In A. Klute

(Ed). Methods of Soil Analysis. Part 1: Second edition. ASA, Inc., SSSA, Inc., Madison, Wisconcin, USA. pp. 493-544.

Gunarto. 2003. Pengaruh Penggunaan Ukuran Bibit terhadap Pertumbuhan, Produksi, dan Mutu Umbi Kentang Bibit G4 (Solanum tuberosum). Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 5(5):173-179.

Hamdani JS. 2009. Pengaruh Jenis Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tiga Kultivar Kentang (Solanum tuberosum L.) yang Ditanam di Dataran Medium. J Agron 37(1):14–20.

Haverkort AJ. 1990. Ecology of Potato Cropping Systems in Relation to Latitude and Altitude. AgricSyst 3(3):251-272. Hermawan B. 2004. Penetapan Kadar Air

Tanah Melalui Pengukuran Sifat Dielektrik pada Berbagai Tingkat Kepadatan. Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 6(2):66-74.

Hillel D. 1998. Pengantar Fisika Tanah. Edisi 1. Diterjemahkan oleh: Susanto RJ dam Purnomo RH. Yogyakarta: Mitra Gama Widya.

Huaman Z. 1986. Systematic Botany and Morphology of the Potato. Technical Information Bulletin 6. International Potato Centre, Lima, Peru: 22 pp.

Kar G, Kumar A. 2007. Effect of Irrigation and Straw Mulch on Water Use and Tuber Yield of Potato in Eastern India. Agr Wat Manage 94:109-116.

Kusmana dan Basuki RS. 2004. Produksi dan Mutu Umbi Klon Kentang dan Kesesuaiannya sebagai Bahan Baku Kentang Goreng dan Keripik Kentang. J Hort 14 (4):246–252.

(26)

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Edisi Kedua. Bogor: IPB Press.

Mahmood MM, Farooq K, Hussain A, Sher R. 2002. Effect of Mulching on Growth and Yield of Potato Crop. Asian J Plant Sci 1(2):132-133.

Manurung H. 2011. Perhitungan Limpasan dan Evapotranspirasi Berdasarkan Neraca Air pada Pertanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Depertemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.

Motez JE, Greig JK. 1970. Specific Gravity, Potato Chip Color and Tuber Mineral Content as Affected by Soil Moisture and Harvest Dates. Am Potato J. 47(11): 413-418.

Nurmayulis, Maryati. 2008. Kandungan Nitrogen dan Bobot Biji Kentang yang Diberi Pupuk Organik Difermentasi,

Azospirillum sp., dan Pupuk Nitrogen di

Cisarua, Lembang, Jawa Barat. J. Tanah Trop 13(3):217-224.

Nurtika N. 2007. Tanggap Beberapa Varietas Kentang (Solanum tuberosum) terhadap Penggunaan Pupuk Anorganik. J Agrivigor 6(2):93-99.

Pereira AB, Shock CC. 2006. A Review Of Agrometeorology And Potato Production. www.agrometeorology.org [13 Juni 2012] Samadi. 2007. Kentang dan Analisis Usaha

Tani. Yogyakarta: Kanisius.

Setiadi. 2009. Budidaya Kentang +Berbagai Pilihan Varietas dan Pengadaan Benih. Depok: Penebar Swadaya.

Sengul M, Keles F, Keles MS. 2004. The Effect of Storage Conditions (temperature, light, time) and Variety on the Glycoalkaloid Content of Potato Tubers and Sprouts. Food Control 15:281-286.

Sunarjono. 2007. Bertanam 30 Jenis Sayur. Depok: Penebar Swadaya.

Sutrisna. 2007. Pengaruh Bahan Organik dan Interval serta Volume Pemberian Air terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang di Rumah Kaca. J Hort. 17(3):224-236.

(27)
(28)

Lampiran 1 Persamaan kalibrasi pada berbagai kedalaman (a) 10 cm, (b) 20 cm, (c) 40 cm, (d) 60 cm, (e) 80 cm, dan (f) 100 cm y = 46.12x-0.425 R² = 0.9855 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 K A T ( % v o l ) Impedansi (kΩ) y = 45.359x-0.417 R² = 0.9732 0 5 10 15 20 25 30 35 40 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 K A T ( % v o l ) Impedansi (kΩ) y = 41.955x-0.388 R² = 0.9847 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 K A T ( % v o l ) Impedansi (kΩ) y = 43.433x-0.403 R² = 0.9824 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00 K A T ( % v o l ) Impedansi (kΩ) c) 17 a) b) d)

(29)

Lampiran 1 (Lanjutan) y = 42.272x-0.363 R² = 0.9761 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 K A T ( % v o l ) Impedansi (kΩ) y = 48.726x-0.35 R² = 0.9743 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 K A T ( % v o l ) Impedansi (kΩ) 18 e) f)

(30)

Lampiran 2 Data kalibrasi pada berbagai kedalaman pengukuran Hari ke- Kedalaman (cm) 10 20 40 60 80 100 R (kΩ) KAT (%vol) Stdev R (kΩ) KAT (%vol) Stdev R (kΩ) KAT (%vol) Stdev R (kΩ) KAT (%vol) Stdev R (kΩ) KAT (%vol) Stdev R (kΩ) KAT (%vol) Stdev 1 1.50 41 5 1.52 40 7 1.08 45 7 1.36 42 3 1.29 16 21 1.72 19 19 2 1.78 37 5 1.86 37 7 1.13 41 6 1.44 39 3 1.32 15 19 1.83 17 17 3 1.94 35 5 2.14 35 7 1.20 39 6 1.51 37 3 1.37 15 18 1.99 16 16 4 2.40 32 5 2.62 32 7 1.46 36 7 1.86 34 3 1.68 14 16 2.53 15 15 5 2.88 30 5 3.12 30 7 1.74 34 7 2.24 32 3 2.01 13 15 3.07 14 14 6 3.37 28 5 3.57 28 6 2.04 32 7 2.65 30 3 2.38 13 14 3.68 14 12 7 4.20 25 5 4.25 25 6 2.55 29 7 3.37 27 3 3.04 12 12 4.69 13 11 8 4.91 23 6 4.76 23 5 3.04 27 7 4.02 25 3 3.66 11 11 5.91 12 10 9 5.82 22 5 5.46 22 5 3.80 25 7 4.93 23 3 4.58 11 10 7.52 12 9 10 6.78 20 5 6.26 20 4 4.64 23 7 5.90 21 2 5.58 10 9 9.29 11 7 11 7.81 19 5 7.13 19 4 5.62 21 7 6.98 19 2 6.76 10 8 11.26 11 7 12 8.71 18 5 7.88 18 4 6.52 20 7 7.97 18 2 7.81 10 7 13.08 11 6 13 9.77 17 5 8.77 17 4 7.52 18 6 9.06 17 2 8.89 10 7 14.84 11 5 14 10.50 16 5 9.40 17 3 8.45 17 7 10.07 16 2 10.02 10 6 17.12 11 5 15 11.67 15 4 10.29 16 3 9.54 17 6 11.24 15 2 11.26 10 6 19.60 11 4 16 14.01 14 4 12.65 15 3 12.10 15 7 14.36 14 2 14.51 10 6 25.93 11 4 17 14.95 14 4 13.46 14 3 13.07 15 6 15.41 13 2 15.75 10 6 28.43 11 4 18 16.56 13 4 14.95 14 3 14.65 14 7 17.37 13 2 17.87 11 6 32.62 12 5 19 18.20 13 4 18.39 13 3 16.42 14 7 19.44 13 2 20.46 12 7 37.39 13 5 20 21.43 12 5 19.68 13 3 19.31 13 7 22.90 12 2 24.47 12 8 45.17 14 7 19

(31)

Lampiran 2 (Lanjutan) Hari ke- Kedalaman (cm) 10 20 40 60 80 100 R (kΩ) KAT (%vol) Stdev R (kΩ) KAT (%vol) Stdev R (kΩ) KAT (%vol) Stdev R (kΩ) KAT (%vol) Stdev R (kΩ) KAT (%vol) Stdev R (kΩ) KAT (%vol) Stdev 21 22.66 12 4 20.90 13 3 20.80 13 7 24.85 12 2 27.09 13 9 50.03 15 8 22 26.43 12 5 25.31 12 3 24.77 12 7 29.88 11 3 33.52 14 11 64.48 17 10 23 34.48 12 5 33.47 12 3 34.62 12 7 42.08 11 2 48.12 17 17 97.15 21 16 24 38.86 11 4 37.81 12 3 38.88 12 7 47.95 11 3 57.27 19 19 116.63 24 20 20

(32)

Lampiran 3 Contoh data hasil pengukuran kadar air tanah pada perlakuan GD1 sensor 1

No. Sensor : 1 Pengukuran sensor (kΩ)

10 HST AB BC CD AD AC BD K eda la ma n ( cm) -10 40 71.3 78.8 72.7 73.7 59.8 -20 11.10 57.9 20.2 20.2 14.6 64.7 -40 51.6 46.2 67.8 67.8 60.9 33.5 -60 1035 1596 21.8 30 49 1011 -80 34.3 32.4 44.2 59.4 20.3 37.2 -100 10.36 16.99 11.47 8.13 12.85 16.08

No. Sensor : 1 Pengukuran sensor (kΩ)

17 HST AB BC CD AD AC BD K eda la ma n ( cm) -10 83.3 76 76.6 59.6 71 73.6 -20 58 84.6 29.8 21.5 18.1 103 -40 126.5 42.4 34.6 97.6 128.7 27.2 -60 1404 1607 23.8 85.3 66.6 1368 -80 61.1 15 47.6 54 34.4 31.8 -100 41.9 19.53 39.5 52.2 29.8 33.2

No. Sensor : 1 Pengukuran sensor (kΩ)

24 HST AB BC CD AD AC BD K eda la ma n ( cm) -10 15.60 65.6 24.6 35.6 24.6 66.2 -20 132.1 108.5 21.6 14.01 13.09 117.9 -40 27.1 48.5 52.4 31.9 37.2 52.1 -60 128 146.3 47.6 84.8 107.8 86.2 -80 61.3 13.20 67 54.9 31.2 38.4 -100 15.30 28 39.2 17.18 14.50 18.30

No. Sensor : 1 Pengukuran sensor (kΩ)

31 HST AB BC CD AD AC BD K eda la ma n ( cm) -10 23.3 31.4 66.4 77.5 31 66.1 -20 83.1 36.4 30.8 33.5 34.3 48.8 -40 108.8 42.2 30.5 70.2 84.2 40.2 -60 50.2 58.9 55.7 44.9 41.6 64 -80 73 36.4 28.7 37.6 50.3 33.9 -100 48.3 21.8 49 51.8 27.9 30.1

(33)

Lampiran 3 (Lanjutan)

No. Sensor : 1 Pengukuran sensor (kΩ)

38 HST AB BC CD AD AC BD K eda la ma n ( cm) -10 31.5 79.1 39.6 24 27.6 71.8 -20 46.6 68.2 20.8 21 24.6 52.8 -40 110.9 20.4 50.4 120.2 91.6 51.5 -60 43.5 76.2 38.1 73.3 51.8 55.5 -80 58.2 23.8 48.6 51.7 37.2 31.3 -100 18.4 15.11 24.3 13.88 14.79 16.01

No. Sensor : 1 Pengukuran sensor (kΩ)

46 HST AB BC CD AD AC BD K eda la ma n ( cm) -10 13.64 36.8 15.8 16.6 32.2 23.2 -20 33.7 27.3 27.6 33.6 37.5 33.5 -40 12.01 13.73 18.6 21 17.07 14.29 -60 55 63.3 16.94 33.2 48.6 35.4 -80 15.17 18.27 45.2 56.7 15.54 40.8 -100 12.02 12.32 12.15 16.31 10.70 13.06

No. Sensor : 1 Pengukuran sensor (kΩ)

52 HST AB BC CD AD AC BD K eda la ma n ( cm) -10 17.2 31.2 26.9 22.4 25 25.5 -20 43.2 33.8 38.1 36.7 39.1 36.1 -40 21.6 29.5 18.04 20.5 20.3 27.7 -60 156.7 140 32.2 26.3 24.8 123.9 -80 24.5 15.06 45.5 46.5 18.16 35.8 -100 10.65 13.3 17.99 17.53 11.53 12.81

No. Sensor : 1 Pengukuran sensor (kΩ)

59 HST AB BC CD AD AC BD K eda la ma n ( cm) -10 15.16 14.72 13.77 13.17 13.53 12.37 -20 70.2 48.30 39.3 42.1 58.4 37.70 -40 37.6 30.6 29.4 29.2 39.3 27.7 -60 14.29 44 24.7 45.3 35.4 42.5 -80 29.8 23.2 57.1 56.8 30.4 46.3 -100 23.6 23.3 25.8 40.7 22.7 27.2

Gambar

Gambar 1  Fisiologis tanaman kentang           (Sumber: www.potato2008.org)  Kentang  merupakan  tanaman  setahun,  yang  menyemak  dan  bersifat  menjalar
Gambar 2  Bagian organ daun, batang dan stolon, akar, umbi, dan bunga kentang   (Sumber: Huaman 1986)
Tabel 1  Rancangan percobaan   Blok  D  S  M  Guludan  G  1  GD1  GS1  GM1  2  GD2  GS2  GM2  3.4 Observasi
Tabel 3 Jumlah hari hujan dan hari tidak hujan  selama pengukuran  Bulan  Jumlah  Pengamatan  (hari)  Hari  Hujan  Maret  26  13  April  30  23  Mei  31  14  Juni  2  2
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kriteria yang digunakan penulis untuk menentukan tingkat validitas skala motivasi belajar anak menggunakan kriteria yang dikemukakan oleh Azwar (1999) yaitu suatu

Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Karunia dan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Pengaruh

pergeseran Pangandaran diuji dengan menggunakan formula ini dan hasil uji statistik menyatakan bahwa 25 vektor pergeseran titik pengamatan di Pangandaran kala 2006 dan 2007

Sedangkan Waluyo (2016) melakukan penelitian dengan hasil pengamatan GPS dual frequency untuk mengetahui pergeseran yang terjadi pada titik kontrol pengamatan jembatan pada

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

Mengenai orang-orang yang telah memenuhi seruan dakwah Rasulullah SAW tersebut adalah : orang-orang yang telah memenuhi seruan dakwah Rasulullah SAW tersebut adalah

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh