• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN (RKA-K/L)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN (RKA-K/L)"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

PANDUAN TEKNIS

PENYUSUNAN RENCANA KERJA

DAN ANGGARAN (RKA-K/L)

DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

APLIKASI

RKAKL DIPA

(2)
(3)

3

PANDUAN TEKNIS

PENYUSUNAN RENCANA KERJA

DAN ANGGARAN (RKA-K/L)

(4)

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL

BIRO PERENCANAAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI

Nomor : KU.01.01-Sr/900 Jakarta, 18 Oktober 2012 Lampiran : 1 (satu) buku

Kepada Yth.

Para Kepala Satuan Kerja di Lingkungan Kementerian PU

Perihal : Panduan Teknis Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA-K/L) di Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum

Dalam rangka meningkatkan kualitas dokumen Rencana Kerja dan Anggaran (RKA-K/L) Kementerian Pekerjaan Umum, perlu ditetapkan Panduan Teknis Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA-K/L) di Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dengan penjelasan sebagai berikut:

I. UMUM

Panduan teknis ini diterbitkan dalam rangka penyusunan Kertas Kerja RKA-K/L yang merupakan tugas seluruh Satuan Kerja di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum. Dengan terbitnya Panduan Teknis ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman operator dan penyelia/supervisor terhadap substansi dan teknis penyusunan Kertas Kerja K/L, sehingga kemudian dapat menyeragamkan struktur Kertas Kerja RKA-K/L, meningkatkan ketepatan penggunaan akun belanja, serta meningkatkan kesiapan dalam proses penelaahan RKA-K/L dan pelaksanaan kegiatan di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dengan lebih baik.

Panduan Teknis Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA-K/L) di Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum mencakup:

Bagian I Pendahuluan

Bagian II Landasan Hukum Dan Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Bagian III Pengaturan Struktur Kertas Kerja RKA-K/L

Bagian IV Panduan Pemilihan Akun Belanja Bagian V Panduan Pengisian Volume Output Bagian VI Panduan Penulisan Lokasi Pekerjaan

(5)

Bagian VII Panduan Input Prakiraan Maju

Bagian VIII Penyusunan RKA-K/L Untuk Kegiatan Tertentu

Bagian IX Tahapan Penyusunan dan Contoh Kertas Kerja yang Mengikuti Panduan Teknis

Bagian X Penyusunan Rencana Penyerapan dan Data Dukung

Panduan teknis ini diberlakukan dalam rangka penyusunan Kertas Kerja RKA-K/L oleh seluruh Satuan Kerja di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum.

II. DASAR HUKUM

1. Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

2. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah

3. Peraturan Pemerintah No.90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga;

4. Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1999 tentang Tatacara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu.

5. Peraturan Menteri Keuangan No.112/PMK.02/2012 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga;

6. Keputusan Presiden No.42 Tahun 2002 jo. Keputusan Presiden No.72 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

7. Peraturan Menteri Keuangan No.81/PMK.05/2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga;

8. Peraturan Menteri Keuangan No.101/PMK.02/2011 tentang Klasifikasi Anggaran;

9. Peraturan Menteri Keuangan No.95/PMK.02/2012 tentang Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2013;

10. Peraturan Menteri Keuangan No. 37/PMK.02/2012 tentang Standar Biaya Tahun 2013; 11. Peraturan Menteri Keuangan No.92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis dan Anggaran

serta Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum;

12. Peraturan Menteri Keuangan No.248/PMK.07/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No.156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;

13. Peraturan Menteri Keuangan No.91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar; yang dirinci dan dimutakhirkan melalui Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No.Per-80/ PB/2011 tentang Penambahan dan Perubahan Akun Pendapatan, Belanja, dan Transfer pada Bagan Akun Standar;

(6)

III. LINGKUP PENGATURAN

Lingkup pengaturan Panduan Teknis Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA-K/L) di Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum mencakup:

1. Struktur Kertas Kerja RKA-K/L

Pengaturan struktur kertas kerja difokuskan pada penyempurnaan penggunaan masing-masing tingkatan/level secara runtut dari tingkat Program, Kegiatan, Output, Sub-output, Komponen, Sub-komponen, sampai pada Jenis Akun dan Rincian Pekerjaannya.

2. Penggunaan Akun Belanja

Dalam bagian ini disampaikan penjelasan mengenai peruntukkan masing-masing jenis belanja. Hal ini diperlukan dikarenakan RKA-K/L, selain terkait erat dengan pelaksanaan kegiatan, juga menjadi bagian penting dalam penyusunan laporan dan proses audit keuangan.

3. Pengisian Volume Output

Pengisian volume Output dengan cermat menjadi bagian penting untuk menilai konsistensi antara dokumen RKA-K/L dan DIPA dengan target output dalam dokumen perencanaan yang telah disusun sebelumnya.

4. Penulisan Lokasi Pekerjaan

Tata cara penulisan lokasi pekerjaan menjadi salah satu mekanisme yang harus diatur. Hal ini terkait dengan pengelolaan database program dan anggaran, terutama yang berbasis Wilayah Provinsi/ Kabupaten/Kota, yang sering dibutuhkan bagi pengendalian program serta penyusunan rencana dan program pada tahun mendatang.

5. Input Prakiraan Maju 3 (tiga) Tahun Kedepan/Penerapan KPJM

Penerapan KPJM yang semakin ketat mendorong kita untuk menerapkannya dengan lebih disiplin, yaitu melalui input prakiraan maju paling tidak untuk 1 (satu) tahun kedepan dengan lebih baik. Untuk itu panduan teknis mengenai tata cara input prakiraan maju dalam KPJM tersebut sangat diperlukan.

6. Penyusunan RKA-K/L untuk Kegiatan Tertentu

Beberapa kondisi memerlukan penyusunan RKA-K/L dengan tata cara tersendiri, antara lain untuk kegiatan dengan sumber pendanaan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), untuk Satker Badan Layanan Umum, serta untuk kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

7. Penyusunan Rencana Penyerapan dan Data Dukung

Hal-hal lain yang perlu disiapkan pengaturannya adalah terkait dengan penyusunan rencana penyerapan anggaran dan penyiapan data dukung yang diperlukan, untuk meningkatkan kesiapan dalam proses penelaahan dan pelaksanaan kegiatan.

(7)

Ketentuan lebih lanjut mengenai Panduan Teknis Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA-K/L) di Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat ini.

Demikian atas perhatian Saudara disampaikan terima kasih.

Kepala Biro Perencanaan dan KLN

Ir. Taufik Widjoyono, MSc.

Tembusan disampaikan kepada Yth.

1. Bapak Sekretaris Jenderal Kementerian PU (sebagai laporan) 2. Direktur Sistem Penganggaran, Direktorat Jenderal Anggaran 3. Direktur Anggaran I, Direktorat Jenderal Anggaran

4. Direktur Sistem Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan 5. Direktur Pelaksanaan Anggaran, Direktorat Jenderal Perbendaharaan

6. Direktur Akuntasi dan Pelaporan Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan 7. Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian PU

8. Direktur Bina Program, Ditjen Sumber Daya Air 9. Direktur Bina Program, Ditjen Bina Marga 10. Direktur Bina Program, Ditjen Cipta Karya

11. Direktur Bina Program dan Kemitraan, Ditjen Penataan Ruang 12. Sekretaris Badang Litbang Kementerian PU

13. Sekretrais Badan Pembinaan Konstruksi

(8)
(9)

i

i

(10)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Syukur Alhamdulillah, Buku “Panduan Teknis Penyusunan Rencana

Kerja dan Anggaran (RKA-K/L) di Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum” ini

telah diselesaikan dengan baik. Kami ucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan maupun memberikan masukan secara substantif sehingga Buku Panduan Teknis ini dapat mencakup berbagai aspek dengan cukup komprehensif. Kebutuhan terhadap Panduan Teknis ini cukup penting mengingat Kertas Kerja RKA-K/L yang disusun oleh seluruh Satuan Kerja di lingkungan Kementerian PU selama ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dari sisi teknis penyusunan maupun penggunaan akun belanja. Panduan Teknis ini menjadi semakin penting mengingat data yang terinci dalam RKA-K/L selain menjadi dasar dalam penyusunan profil kegiatan Kementerian PU, juga terkait dengan keperluan audit dan pelaporan keuangan serta evaluasi program dan kegiatan tahunan. Panduan Teknis ini utamanya diperuntukkan bagi operator penyusun Kertas Kerja RKA-K/L, Petugas Penelaah Internal Unit Eselon-I, serta Pejabat dan Staf yang terkait dengan penyusunan program dan anggaran tahunan. Dengan adanya pengaturan ini diharapkan dapat mengurangi kesalahan-kesalahan di level teknis operasional penyusunan RKA-K/L. Kami menyadari bahwa Buku Panduan ini belumlah sempurna. Untuk itu kami sangat terbuka terhadap koreksi dan masukan semua pihak untuk perbaikan Panduan Teknis mendatang maupun dalam penyusunan pedoman terkait Program dan Anggaran lainnya.

Semoga Buku Panduan Teknis ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Terima kasih.

Jakarta, 18 Oktober 2012

Kepala Biro Perencanaan dan KLN

Ir. Taufik Widjoyono, MSc.

(11)

iii

DAFTAR ISI

• DAFTAR TABEL

• DAFTAR GAMBAR

• DAFTAR ISTILAH/

PENGERTIAN UMUM

• DAFTAR SINGKATAN

(12)

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR ISTILAH/PENGERTIAN UMUM... viii

DAFTAR SINGKATAN... ix

BAGIAN I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 2

1.2 Tujuan... 3

1.3 Lingkup Pengaturan... 3

BAGIAN II LANDASAN HUKUM DAN HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN 2.1 Landasan Hukum Terkait Penyusunan RKA-K/L... 6

2.2 Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Penyusunan Kertas Kerja RKA-K/L... 6

BAGIAN III PENYERAGAMAN STRUKTUR KERTAS KERJA RKA-K/L 3.1 Struktur Anggaran sebagai Acuan dalam Struktur Kertas Kerja... 10

3.2 Permasalahan dalam Struktur Kertas Kerja... 13

3.3 Penyeragaman Struktur Kertas Kerja RKA-K/L... 16

3.4 Pertimbangan dalam Penulisan Rincian Pekerjaan... 22

BAGIAN IV PANDUAN PEMILIHAN AKUN BELANJA 4.1 Permasalahan Penggunaan Akun Belanja... 24

4.2 Penerapan Bagan Akun Standar (BAS)... 24

4.3 Beberapa Hal yang Memerlukan Perhatian... 31

BAGIAN V PANDUAN PENGISIAN VOLUME OUTPUT 5.1 Permasalahan Pengisian Volume Output... 34

5.2 Pengisian Volume Output... 35

BAGIAN VI PANDUAN PENULISAN LOKASI PEKERJAAN 6.1 Keterbatasan dalam Aplikasi RKA-K/L... 40

6.2 Keberagaman Penulisan Lokasi Pekerjaan... 41

(13)

v

BAGIAN VII PANDUAN INPUT PRAKIRAAN MAJU

7.1 Permasalahan dalam Input Prakiraan Maju... 46

7.2 Penghitungan Prakiraan Maju... 46

7.3 Input dan Pemeriksaan Hasil Prakiraan Maju dalam RKA-K/L... 48

BAGIAN VIII PENYUSUNAN RKA-K/L UNTUK KEGIATAN TERTENTU 8.1 Penyusunan RKA-KL untuk kegiatan yang dananya bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)... 52

8.2 Penyusunan RKA-KL untuk Satker Badan Layanan Umum (BLU)... 54

8.3 Penyusunan RKA-KL untuk Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan... 55

BAGIAN IX TAHAPAN PENYUSUNAN DAN CONTOH KERTAS KERJA YANG MENGIKUTI PANDUAN TEKNIS 9.1 Pengecekan Versi Aplikasi RKA-K/L DIPA 2013... 60

9.2 Perekaman Satuan Kerja... 60

9.3 Perekaman Program, Kegiatan, dan Output... 61

9.4 Perekaman Sub-Output... 68

9.5 Perekaman Komponen... 69

9.6 Perekaman Sub-komponen... 70

9.7 Perekaman Akun... 70

9.8 Perekaman Detil/Item Pekerjaan ... 76

9.9 Input Data Kelengkapan DIPA... 78

9.10 Validasi RKA-K/L... 79

9.11 Contoh Kertas Kerja yang Mengikuti Panduan Teknis... 81

BAGIAN X PENYUSUNAN RENCANA PENYERAPAN DAN DATA DUKUNG 10.1 Penyusunan Rencana Penyerapan Anggaran... 84

(14)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Standardisasi Output... 19

Tabel 2. Kode dan Keterangan Validasi... 79

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram Struktur Anggaran Penerapan PBK... 10

Gambar 2. Kesalahan Penggunaan Sub-Output... 14

Gambar 3. Kesalahan Penggunaan Sub-Komponen... 14

Gambar 4. Belum Dilakukannya Standardisasi Kode Output... 15

Gambar 5. Tersebarnya Komponen-komponen 1 (Satu) Output... 16

Gambar 6. Struktur Kertas Kerja RKA-K/L... 17

Gambar 7. Contoh Penggunaan Seluruh Bagian Struktur Anggaran... 18

Gambar 8. Contoh Kesalahan Input Volume Output... 34

Gambar 9. Input Volume Output pada Level Sub-output... 36

Gambar 10. Pilihan Hitung Volume Output Secara Otomatis... 37

Gambar 11. Laporan Rekapitulasi Output... 38

Gambar 12. Penggunaan Atribut Lokasi Pada Perekaman Output... 40

Gambar 13. Laporan Alokasi per Provinsi dalam Aplikasi RKA-K/L... 41

Gambar 14. Penulisan Lokasi Pekerjaan pada Detil Kegiatan... 42

Gambar 15. Penulisan Lokasi pada Sub-komponen dan Detil Pekerjaan... 42

Gambar 16. Penulisan Lokasi Pekerjaan pada Judul Paket Pekerjaan... 43

Gambar 17. Penulisan Lokasi Pekerjaan yang Belum Seragam... 43

Gambar 18. Contoh Kertas Kerja yang Menggunakan Lokasi Output sebagai Lokasi Pekerjaan... 46

Gambar 19. Contoh Kesalahan Input Prakiraan Maju... 46

Gambar 20. Contoh Pengisian Prakiraan Maju pada Perekaman Output... 48

Gambar 21. Pengisian Prakiraan Maju pada Perekaman Komponen... 48

Gambar 22. Bagian yang Perlu Diperiksa dari Laporan KPJM RKA-K/L... 49

Gambar 23. Input Sumber Pendanaan dari PNBP... 53

Gambar 24. Ilustrasi Input Target Pendanaan PNBP... 54

Gambar 25. Ilustrasi Perekaman Output untuk Memilih DK atau TP... 58

Gambar 26. Ilustrasi Perekaman Satker... 61

Gambar 27. Ilustrasi Perekaman/Pemilihan Nama Output... 62

Gambar 28. Ilustrasi Pemilihan Kode Inisiatif Baru... 63

Gambar 29. Ilustrasi Pemilihan Lokasi Output/Pekerjaan... 64

Gambar 30. Ilustrasi Pemilihan Jenis Kewenangan... 65

Gambar 31. Ilustrasi Pengisian Volume Output... 66

Gambar 32. Tahun Awal dan Akhir Pencapaian Output per Lokasi... 67

(15)

vii

Gambar 34. Ilustrasi Perekaman Sub-output... 69

Gambar 35. Ilustrasi Perekaman Komponen... 70

Gambar 36. Ilustrasi Perekaman Sub-komponen... 70

Gambar 37. Ilustrasi Perekaman Akun... 71

Gambar 38. Ilustrasi Perekaman Kode KPPN... 72

Gambar 39. Tampilan Jenis-jenis Sumber Pendanaan... 73

Gambar 40. Informasi Register PHLN... ... 74

Gambar 41. Tampilan Input Cara Hitung untuk Pendanaan PHLN ... 75

Gambar 42. Ilustrasi Input Catatan Akun dan Blokir... 76

Gambar 43. Ilustrasi Perekaman Detil/Item Pekerjaan... 77

Gambar 44. Ilustrasi Input Data KPA... 78

Gambar 45. Tampilan Bila Proses Validasi Berhasil... 81

Gambar 46. Contoh Kertas Kerja untuk Pekerjaan Swakelola Non-Fisik... 82

Gambar 47. Contoh Kertas Kerja untuk Pekerjaan Fisik... 82

(16)

viii

DAFTAR ISTILAH/PENGERTIAN UMUM

1) Alokasi Anggaran adalah batas tertinggi anggaran pengeluaran yang dialokasikan kepada Kementerian/Lembaga berdasarkan hasil pembahasan Rancangan APBN yang dituangkan dalam berita acara hasil kesepakatan Pembahasan Rancangan APBN antara Pemerintah dan DPR.

2) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

3) Bagian Anggaran adalah kelompok anggaran menurut nomenklatur Kementerian/ Lembaga dan menurut fungsi Bendahara Umum Negara.

4) Daftar Hasil Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (DHP

RKA-K/L) adalah dokumen yang berisi rangkuman RKA-K/L per program dalam suatu K/L

yang telah ditetapkan dari proses penelaahan.

5) Kegiatan merupakan penjabaran dari Program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi Satker atau penugasan tertentu K/L yang berisi komponen Kegiatan untuk mencapai output dengan indikator kinerja yang terukur.

6) Keluaran (output) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan. 7) Kertas Kerja RKA-K/L adalah dokumen rincian belanja yang disusun oleh masing-masing Satuan Kerja sebagai bagian dari Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga (RKA-K/L).

8) Kinerja adalah prestasi kerja berupa keluaran dari suatu kegiatan atau hasil dari suatu program dengan kuantitas dan kualitas terukur.

9) Pagu Anggaran adalah batas tertinggi anggaran yang dialokasikan kepada Kementerian/ Lembaga dalam rangka penyusunan RKA-K/L.

10) Pagu Indikatif adalah ancar-ancar pagu anggaran yang diberikan kepada Kementerian/ Lembaga sebagai pedoman dalam penyusunan Renja-K/L.

11) Program merupakan penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi K/L yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit Eselon I atau unit K/L yang berisi Kegiatan untuk mencapai hasil dengan indikator kinerja yang terukur.

12) Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian/Lembaga yang disusun menurut Bagian Anggaran Kementerian/Lembaga.

13) Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-K/L) adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga untuk periode 1 (satu) tahun.

14) Rencana Kerja Pemerintah (RKP) adalah dokumen perencanaan Nasional untuk periode 1 (satu) tahun.

(17)

ix

DAFTAR SINGKATAN

1) BAS : Bagan Akun Standar

2) BLU : Badan Layanan Umum

3) DHP : Daftar Hasil Penelaahan

4) DIPA : Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran 5) IKK : Indikator Kinerja Kegiatan

6) IKU : Indikator Kinerja Utama 7) KMK : Keputusan Menteri Keuangan

8) K/L : Kementerian Negara/Lembaga

9) KPA : Kuasa Pengguna Anggaran

10) KPJM : Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah 11) KPPN : Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara 12) PBK : Penganggaran Berbasis Kinerja

13) Perpres : Peraturan Presiden

14) PHLN : Pinjaman/Hibah Luar Negeri 15) PMK : Peraturan Menteri Keuangan 16) PNBP : Penerimaan Negara Bukan Pajak 17) POK : Petunjuk Operasional Kegiatan 18) PP : Peraturan Pemerintah

19) RAPBN : Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 20) Renja K/L : Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga

21) RKA-K/L : Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga 22) RKP : Rencana Kerja Pemerintah

(18)
(19)

1

PENDAHULUAN

I

(20)

2

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) merupakan dokumen penganggaran yang wajib disusun oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran atas Bagian Anggaran yang dikuasainya. Penyusunan RKA-K/L merupakan bagian dari penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang dilakukan setiap tahun. Hal tersebut diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No.90 tahun 2010 tentang Penyusunan RKA-K/L.

Penyusunan RKA-K/L dilakukan berdasarkan Pagu Anggaran K/L yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Pagu Anggaran K/L disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada setiap K/L paling lambat akhir bulan Juni dan penelaahan RKA-K/L diselesaikan paling lambat akhir bulan Juli. Finalisasi RKA-K/L dilakukan berdasarkan hasil pembahasan Rancangan APBN dan RUU tentang APBN dengan DPR yang harus diselesaikan paling lambat akhir bulan Oktober. Dalam penyusunan RKA-K/L, terdapat 3 (tiga) landasan hukum utama yang perlu dipahami dan menjadi acuan, yaitu: (i) Undang-undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, khususnya pada Bab III Penyusunan dan Penetapan APBN Pasal 14; (ii) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran K/L; serta (iii) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 112/PMK.02/2012 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran K/L.

Namun demikian ketiga landasan hukum, termasuk Peraturan Menteri Keuangan tersebut di atas, belum dapat memberikan panduan secara teknis dalam penyusunan RKA-K/L yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan database program dan anggaran Kementerian PU. Misalnya dengan tidak diaturnya keseragaman penulisan lokasi pekerjaan, maka akan menyulitkan penyusunan profil program dan kegiatan per Wilayah Provinsi/ Kabupaten/Kota. Sebaliknya, keseragaman penulisan lokasi akan mempermudah pengendalian konsistensi antara perencanaan dan penyusunan program dengan pengalokasian anggarannya dalam RKA-K/L.

Untuk menjawab kebutuhan terhadap pengaturan yang lebih teknis tersebut, maka disusunlah buku “Panduan Teknis Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA-K/L) di Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum” ini. Pengaturan dalam Panduan Teknis ini diupayakan tetap sejalan dengan PMK Petunjuk Penyusunan RKA-K/L yang berlaku serta peraturan terkait penganggaran lainnya, agar terhindar dari komplikasi permasalahan dalam penelaahan Kertas Kerja RKA-K/L, pelaksanaan pekerjaan, proses pencairan anggaran, maupun terkait pelaporan dan audit keuangannya.

(21)

3

Panduan Teknis ini utamanya diperuntukkan bagi operator penyusun Kertas Kerja RKA-K/L, Petugas Penelaah Internal Unit Eselon-I, serta Pejabat dan Staf yang terkait dengan penyusunan program dan anggaran tahunan. Dengan adanya pengaturan ini diharapkan dapat mengurangi kesalahan-kesalahan di level teknis operasional penyusunan RKA-K/L. 1.2 Tujuan

Tujuan disusunnya Panduan Teknis ini adalah untuk menyempurnakan Kertas Kerja RKA-K/L dari sisi Struktur Kertas Kerja yang mengikuti struktur anggaran yang berlaku, penerapan Bagan Akun Standar (BAS) yang tepat, penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM), serta tata cara input datanya. Dengan demikian diharapkan RKA-K/L yang dihasilkan dapat dimanfaatkan secara maksimal sebagai database profil program dan anggaran untuk berbagai keperluan, termasuk terkait dengan pengendalian dan evaluasi program.

Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat tantangan yang kemungkinan dihadapi yaitu bagaimana mengubah kebiasaan dalam penyusunan Kertas Kerja RKA-K/L dari yang selama ini dilakukan, dengan ketidakseragaman tata cara penulisannya, menjadi lebih disiplin mengikuti peraturan dan pedoman yang berlaku.

1.3 Lingkup Pengaturan

Lingkup pengaturan dalam Panduan Teknis ini difokuskan untuk menyempurnakan RKA-K/L dari beberapa aspek, yaitu:

1. Struktur Kertas Kerja RKA-K/L

Pengaturan struktur kertas kerja difokuskan pada penyempurnaan penggunaan masing-masing tingkatan/level secara runtut dari tingkat Program, Kegiatan, Output, Sub-output, Komponen, Sub-komponen, sampai pada Jenis Akun dan Rincian Pekerjaannya.

Dalam bagian ini juga disampaikan mengenai pertimbangan terhadap kelebihan dan kekurangan cara penulisan detil pekerjaan yang dilakukan baik secara rinci ataupun tidak rinci, sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing Satuan Kerja.

2. Penggunaan Akun Belanja

Dalam bagian ini disampaikan penjelasan mengenai peruntukkan masing-masing jenis belanja. Hal ini diperlukan dikarenakan RKA-K/L, selain terkait erat dengan pelaksanaan kegiatan, juga menjadi bagian penting dalam penyusunan laporan dan proses audit keuangan.

3. Pengisian Volume Output

Pengisian volume Output dengan cermat, baik yang dilakukan dengan input langsung pada saat perekaman Sub-output maupun dengan menggunakan fasilitas hitung otomatis yang disediakan dalam aplikasi, menjadi bagian penting untuk menilai

(22)

4

konsistensi antara dokumen RKA-K/L dan DIPA dengan target output dalam dokumen perencanaan yang telah disusun sebelumnya.

4. Penulisan Lokasi Pekerjaan

Tata cara penulisan lokasi pekerjaan menjadi salah satu mekanisme yang harus diatur. Hal ini terkait dengan pengelolaan database program dan anggaran, terutama yang berbasis Wilayah Provinsi/Kabupaten/ Kota, yang sering dibutuhkan bagi pengendalian program serta penyusunan rencana dan program pada tahun mendatang.

5. Input Prakiraan Maju 3 (tiga) Tahun Kedepan/Penerapan KPJM

Penerapan KPJM yang semakin ketat mendorong kita untuk menerapkannya dengan lebih disiplin, yaitu melalui input prakiraan maju paling tidak untuk 1 (satu) tahun kedepan dengan lebih baik. Untuk itu panduan teknis mengenai tata cara input prakiraan maju dalam KPJM tersebut sangat diperlukan.

6. Penyusunan RKA-K/L untuk Kegiatan Tertentu

Beberapa kondisi memerlukan penyusunan RKA-K/L dengan tata cara tersendiri, antara lain untuk kegiatan dengan sumber pendanaan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), untuk Satker Badan Layanan Umum, serta untuk kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Pengaturan untuk ketiga hal tersebut termasuk di dalam buku Panduan Teknis ini, yaitu dengan mengacu pada PMK No. 112/PMK.02/2012.

7. Penyusunan Rencana Penyerapan dan Data Dukung

Hal-hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah terkait dengan penyusunan rencana penyerapan anggaran dan penyiapan data dukung yang diperlukan. Keduanya harus disiapkan secara paralel pada saat penyusunan RKA-K/L, sehingga dapat menunjang kelancaran pelaksanaan pekerjaan, termasuk dalam proses penelaahan Kertas Kerja RKA-K/L di Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan.

(23)

5

LANDASAN HUKUM

DAN HAL-HAL

YANG HARUS

DIPERHATIKAN

II

(24)

6

II. LANDASAN HUKUM DAN HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN

2.1 Landasan Hukum Terkait Penyusunan RKA-K/L

Beberapa landasan hukum yang terkait dengan penyusunan RKA-K/L antara lain sebagai berikut.

Dasar hukum yang terkait dengan proses Penyusunan RKA-K/L: 1. Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

2. Peraturan Pemerintah No.90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga;

3. Peraturan Menteri Keuangan No.112/PMK.02/2012 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga;

Dasar hukum yang terkait dengan Kebijakan Penganggaran:

1. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah

2. Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1999 tentang Tatacara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu;

3. Keputusan Presiden No.42 Tahun 2002 jo. Keputusan Presiden No.72 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

4. Peraturan Menteri Keuangan No.81/PMK.05/2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga;

5. Peraturan Menteri Keuangan No.95/PMK.02/2012 tentang Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2013;

6. Peraturan Menteri Keuangan No. 37/PMK.02/2012 tentang Standar Biaya Tahun 2013;

7. Peraturan Menteri Keuangan No.92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis dan Anggaran serta Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum;

8. Peraturan Menteri Keuangan No.101/PMK.02/2011 tentang Klasifikasi Anggaran; 9. Peraturan Menteri Keuangan No.248/PMK.07/2010 tentang Perubahan atas

Peraturan Menteri Keuangan No.156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;

10. Peraturan Menteri Keuangan No.91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar; yang dirinci dan dimutakhirkan melalui Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No.Per-80/PB/2011 tentang Penambahan dan Perubahan Akun Pendapatan, Belanja, dan Transfer pada Bagan Akun Standar;

2.2 Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Penyusunan Kertas Kerja RKA-K/L Dalam PMK No. 112/PMK.02/2012 dinyatakan bahwa penyusunan rincian anggaran belanja Satker dalam Kertas Kerja (KK) RKA-K/L merupakan tugas Satuan Kerja. Kertas Kerja tersebut

(25)

7

kemudian dikompilasi di tingkat Kementerian menjadi RKA-K/L. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan KK RKA-K/L tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui dasar alokasi anggaran Satker berdasarkan Daftar Alokasi Anggaran Per Satker. Daftar Alokasi Anggaran Per Satker tersebut berguna sebagai kontrol batas tertinggi alokasi anggaran satker pada akhir penyusunan KK RKA-K/L;

2. Kegiatan yang akan dilaksanakan beserta target sasaran Output kegiatan, beserta alokasi anggarannya, terutama dalam rangka pemenuhan target prioritas nasional yang tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP);

3. Mendukung pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal melalui penggunaan komponen/rincian biaya dalam rangka pencapaian output kegiatan dengan memanfaatkan penyediaan/penyajian makanan dan snack berbasis pangan lokal non beras, non terigu, sayuran dan buah sesuai dengan potensi dan karakteristik wilayah; 4. Rincian biaya dalam rangka pencapaian Output kegiatan yang dibatasi dalam hal iklan

layanan masyarakat kecuali untuk:

a. Iklan yang mengajak/mendorong partisipasi masyarakat untuk turut aktif dalam pelaksanaan dan pengawasan program/kebijakan Pemerintah; dan

b. Tetap mempertimbangkan bahwa manfaat sosial dan ekonomi yang dihasilkan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan.

5. Rincian biaya dalam rangka pencapaian output kegiatan yang dibatasi dan tidak diperbolehkan secara substansi masih mengacu sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden No.42 Tahun 2002 Pasal 13 ayat (1) dan (2), sebagai berikut.

a. Rincian biaya yang dibatasi:

1) Penyelenggaraan rapat, rapat dinas, seminar, pertemuan, lokakarya, peresmian kantor/proyek dan sejenisnya, dibatasi pada hal-hal yang sangat penting dan dilakukan sesederhana mungkin.

2) Pemasangan telepon baru, kecuali untuk satker yang belum ada sama sekali. 3) Pembangunan/gedung baru yang sifatnya tidak langsung menunjang untuk

pelaksanaan tupoksi (antara lain: mess, wisma, rumah dinas/rumah jabatan, gedung pertemuan), kecuali untuk gedung yang bersifat pelayanan umum dan gedung/ bangunan khusus (antara lain: laboratorium, gudang).

4) Pengadaan kendaraan bermotor, kecuali:

a) Kendaraan fungsional seperti kendaraan roda dua untuk petugas lapangan; b) Pengadaan kendaraan bermotor untuk Satker baru yang sudah ada ketetapan

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan dilakukan secara bertahap sesuai dana yang tersedia;

c) Penggantian kendaraan operasional yang benar-benar rusak berat sehingga secara teknis tidak dapat dimanfaatkan lagi;

d) Penggantian kendaraan yang rusak berat yang secara ekonomis memerlukan biaya pemeliharaan yang besar untuk selanjutnya harus dihapuskan dari daftar inventaris dan tidak diperbolehkan dialokasikan biaya pemeliharaannya (didukung oleh berita acara penghapusan/pelelangan); dan

(26)

8

e) Kendaraan roda 4 dan atau roda 6 untuk keperluan antar jemput pegawai dapat dialokasikan secara sangat selektif. Usulan pengadaan kendaraan bermotor memperhatikan azas efisiensi dan kepatutan.

Keterangan: Kendaraan yang diadakan dan merupakan penggantian kendaraan yang dihapuskan harus sama jenis maupun fungsinya dengan kendaraan yang dihapuskan. b. Rincian biaya yang tidak dapat ditampung (dilarang) meliputi:

1) Perayaan atau peringatan hari besar, hari raya, dan hari ulang tahun Kementerian Negara/Lembaga;

2) Pemberian ucapan selamat, hadiah/tanda mata, karangan bunga, dan sebagainya untuk berbagai peristiwa, kecuali unit kerja suatu K/L dalam rangka mengemban tugas-fungsinya;

3) Pesta untuk berbagai peristiwa dan POR (Pekan Olah Raga) pada Kementerian Negara/Lembaga kecuali Kementerian Negara/ Lembaga yang mengemban tugas-fungsi tersebut;

4) Pengeluaran lain-lain untuk kegiatan/keperluan sejenis/serupa dengan yang tersebut di atas;

5) Kegiatan yang memerlukan dasar hukum berupa PP/Perpres, namun pada saat penelaahan RKA-K/L belum ditetapkan dengan PP/Perpres; dan

6) Kegiatan yang memerlukan penetapan Pemerintah/Presiden/ Menteri Keuangan (dengan Peraturan Pemerintah/PP atau Peraturan Presiden/Perpres atau Peraturan/ Keputusan Menteri Keuangan) tidak dapat dilakukan sebelum PP/Perpres/ KMK/PMK dimaksud ditetapkan, kecuali kegiatan tersebut sebelumnya sudah dilaksanakan berdasarkan penetapan Peraturan/Keputusan Menteri/Pimpinan Lembaga. Peningkatan tarif atas tunjangan-tunjangan yang sifatnya menambah penghasilan, tidak dapat dialokasikan sebelum ditetapkan dengan Peraturan/ Keputusan Menteri Keuangan.

6. Untuk biaya masukan/output yang belum tercantum dalam PMK tentang Standar Biaya maka Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA) yang bertanggung jawab atas suatu kegiatan, wajib membuat Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang menyatakan bahwa PA/KPA bertanggung jawab penuh atas satuan biaya yang digunakan dalam penyusunan RKA-K/L diluar Standar Biaya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

7. Pelaksanaan Pencapaian Output Kegiatan

Perincian biaya dalam rangka pencapaian output dalam KK RKA-K/L meliputi penyajian informasi mengenai item/detil biaya yang akan dibelanjakan. Penyajian informasi dimaksud terkait cara pelaksanaan suatu kegiatan yang dilakukan baik secara swakelola atau kontraktual.

(27)

9

PENYERAGAMAN

STRUKTUR KERTAS

KERJA RKA-K/L

(28)

10

III. PENYERAGAMAN STRUKTUR KERTAS KERJA RKA-K/L

3.1 Struktur Anggaran sebagai Acuan dalam Struktur Kertas Kerja

Struktur Anggaran merupakan penggambaran satu kesatuan perencanaan dan penganggaran dalam unit organisasi K/L. Struktur Anggaran dalam penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) lebih memperhatikan keterkaitan hubungan lebih jelas antara perencanaan dan penganggaran yang merefleksikan keselarasan antara kebijakan (top down) dan pelaksanaan kebijakan (bottom up). Gambaran Struktur Anggaran dalam rangka penerapan PBK yang terdapat dalam PMK No.112/PMK.02/2012 sebagaimana di bawah ini.

Masing-masing tingkatan beserta fungsinya dalam struktur anggaran dijelaskan sebagai berikut:

1. Program

Program merupakan penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi K/L yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit Eselon I atau unit K/L yang berisi Kegiatan untuk mencapai hasil dengan Indikator Kinerja yang terukur.

Rumusan Program merupakan hasil restrukturisasi tahun 2011 dan penyesuaiannya.

Rumusan Program dalam dokumen RKA-K/L harus sesuai dengan rumusan Program yang ada dalam dokumen Renja-K/L.

2. Indikator Kinerja Utama (IKU) Program

a. IKU Program merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil pada tingkat Program.

b. Pendekatan yang digunakan dalam menyusun IKU Program berorientasi pada kuantitas, kualitas, dan/atau harga.

(29)

11

c. Dalam menetapkan IKU Program, K/L berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan.

d. Rumusan IKU Program dalam dokumen RKA-K/L harus sesuai dengan rumusan IKU Program yang ada dalam dokumen Renja-K/L.

3. Hasil (Outcome)

a. Hasil merupakan prestasi kerja yang berupa segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya output dari Kegiatan dalam satu Program.

b. Secara umum kriteria dari hasil sebuah Program adalah :

1) Mencerminkan Sasaran Kinerja unit Eselon I sesuai dengan visi, misi dan tugas-fungsinya;

2) Mendukung Sasaran Strategis K/L; 3) Dapat dilakukan evaluasi.

c. Rumusan Hasil dalam dokumen RKA-K/L harus sesuai dengan rumusan hasil yang ada dalam dokumen Renja-K/L.

4. Kegiatan

a. Kegiatan merupakan penjabaran dari Program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi Satker atau penugasan tertentu K/L yang berisi komponen Kegiatan untuk mencapai output dengan indikator kinerja yang terukur.

b. Rumusan Kegiatan merupakan hasil restrukturisasi tahun 2011 dan penyesuaiannya. c. Rumusan Kegiatan dalam dokumen RKA-K/L harus sesuai dengan rumusan Kegiatan

yang ada dalam dokumen Renja-K/L.

5. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)

a. IKK merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur output pada tingkat Kegiatan.

b. Pendekatan yang digunakan dalam menyusun IKK berorientasi pada kuantitas, kualitas, dan/atau harga.

c. Dalam menetapkan IKK, K/L berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan.

d. Rumusan IKK dalam dokumen RKA-K/L harus sesuai dengan rumusan IKK yang ada dalam dokumen Renja-K/L.

6. Output

a. Output merupakan prestasi kerja berupa barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu Kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan.

b. Rumusan output dalam dokumen RKA-K/L mengambil dari rumusan output yang ada dalam dokumen Renja-K/L.

(30)

12

c. Rumusan output berupa barang atau jasa berupa :

1) Jenis output, merupakan uraian mengenai identitas dari setiap output yang mencerminkan tugas fungsi unit Satker secara spesifik.

2) Volume output, merupakan data mengenai jumlah/banyaknya kuantitas Output yg dihasilkan.

3) Satuan output, merupakan uraian mengenai satuan ukur yang digunakan dalam rangka pengukuran kuantitas (volume) output sesuai dengan sesuai karakteristiknya.

d. Secara umum kriteria dari output adalah :

1) Mencerminkan sasaran kinerja Satker sesuai Tugas-fungsi atau penugasan prioritas pembangunan nasional;

2) Merupakan produk utama/akhir yang dihasilkan oleh Satker penanggung jawab kegiatan;

3) Bersifat spesifik dan terukur;

4) Untuk Kegiatan Fungsional sebagian besar output yang dihasilkan berupa regulasi sesuai tugas-fungsi Satker;

5) Untuk Kegiatan penugasan (Prioritas Pembangunan Nasional) menghasilkan output prioritas pembangunan nasional yang mempunyai dampak secara nasional; 6) Setiap Kegiatan bisa menghasilkan output lebih dari satu jenis;

7) Setiap Output didukung oleh komponen masukan dalam implementasinya; 8) Revisi rumusan output dimungkinkan pada penyusunan RKA-K/L dengan mengacu

pada Pagu Anggaran K/L atau Alokasi Anggaran K/L.

e. Jenis Output dalam Aplikasi RKA-K/L dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu Output dengan Standar Biaya Keluaran (SBK) serta Output Non-SBK. Output yang disebutkan terakhir dapat dikelompokkan lagi kedalam Output yang terkait dengan Tugas dan Fungsi serta Output Standar atau yang digunakan oleh hampir seluruh Satuan Kerja secara nasional. Output dengan SBK terdapat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.95/PMK.02 Tahun 2012 Tentang Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2013. f. Khusus untuk pekerjaan-pekerjaan dengan kontrak multi-tahun (multiyears contract/

MYC) dikelompokkan pada Output tersendiri yang terpisah dari output induknya. Misalnya untuk kelompok pekerjaan dengan MYC pada Output “Pembangunan Jalan Baru”, maka nama Output yang baru adalah “Pembangunan Jalan Baru (MYC)”.

7 Proses Pencapaian Output terbagi dalam: a. Sub-Output

1) Sub-Output pada hakekatnya merupakan output.

2) Output yang dinyatakan sebagai Suboutput adalah output-output yang mempunyai kesamaan dalam jenis dan satuannya.

3) Suboutput digunakan sebagai penjabaran dari masing-masing barang atau jasa dalam kumpulan barang atau jasa sejenis yang dirangkum dalam satu output.

(31)

13

4) Banyaknya Sub-suboutput atau akumulasi dari volume Sub-suboutput mencerminkan jumlah volume output.

5) Suboutput sifatnya opsional (boleh digunakan, boleh tidak).

6) Suboutput hanya digunakan pada output yang merupakan rangkuman dari barang atau jasa yang sejenis.

7) Output yang sudah spesifik dan berdiri sendiri (bukan rangkuman dari barang atau jasa yang sejenis) tidak memerlukan Suboutput.

b. Komponen

1) Komponen merupakan tahapan/bagian dari proses pencapaian output. 2) Komponen bisa langsung mendukung pada output atau pada Sub-output. 3) Komponen disusun karena relevansinya terhadap pencapaian output, baik yang

terdiri atas komponen utama dan komponen pendukung.

4) Antar komponen mempunyai keterkaitan yang saling mendukung dalam pencapaian output, sehingga ketidakterlaksanaan/ keterlambatan salah satu komponen bisa menyebabkan ketidakterlaksanaan/keterlambatan komponen yang lain dan juga bisa berdampak pada penurunan kualitas, penurunan kuantitas maupun kegagalan dalam pencapaian output.

c. Sub-komponen

1) Sub-komponen merupakan kelompok-kelompok detil belanja, yang disusun dalam rangka memudahkan dalam pelaksanaan Komponen;

2) Sub-komponen sifatnya opsional (boleh digunakan, boleh tidak). d. Detil Belanja

Detil Belanja merupakan rincian kebutuhan belanja dalam tiap-tiap jenis belanja yang berisikan item-item belanja.

3.2 Permasalahan dalam Struktur Kertas Kerja

Pengaturan dalam Panduan Teknis ini lebih diarahkan untuk menjaga konsistensi penyusunan Struktur Kertas Kerja sesuai dengan tingkatan/level dan peruntukkannya dalam Struktur Anggaran. Pengaturan akan difokuskan pada penyeragaman struktur, standardisasi kode output, dan penulisan komponen-komponen yang seharusnya tidak terpisah.

Permasalahan umum terkait Struktur Kertas Kerja RKA-K/L antara lain sebagai berikut.

Belum Tepatnya Penggunaan Tiap Tingkatan dalam Struktur Anggaran

Struktur Kertas Kerja secara berurutan terdiri atas Program, Kegiatan, Output, Sub-output (optional), Komponen, Sub-komponen (optional), dan Akun/Rincian Pekerjaan. Saat ini masih terdapat kerancuan dalam penggunaan masing-masing tingkatan, khususnya pada level setelah Output atau dari Sub-output sampai Rincian Pekerjaan. Hal ini terutama disebabkan oleh input datanya yang dilakukan secara bebas dan bukan dengan melakukan pemilihan.

(32)

14

Beberapa contoh kurang tepatnya penggunaan tiap level dalam struktur anggaran tersebut ditunjukkan dalam 2 (dua) kertas kerja berikut ini.

Gambar 2. Kesalahan Penggunaan Sub-Output

Gambar 3. Kesalahan Penggunaan Sub-Komponen

Sub-komponen digunakan untuk penulisan lokasi pekerjaan; bukan merupakan

kelompok dari detil belanja Sub-Output digunakan untuk input judul pekerjaan, yang berbeda jenis

(33)

15

Belum Dilakukannya Standardisasi Kode Output

Kementerian Keuangan telah mengatur standardisasi kode terhadap beberapa output yang pada umumnya digunakan oleh semua Satker untuk memfasilitasi operasionalisasi perkantoran. Namun demikian masih terdapat ketidakseragaman dalam pemilihan kode Output seperti Gambar di bawah ini.

Gambar 4. Belum Dilakukannya Standardisasi Kode Output

Penulisan Komponen-komponen Output Secara Terpisah

Sebagaimana dijabarkan sebelumnya, Output merupakan prestasi kerja berupa barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu pekerjaan yang dilaksanakan guna mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan. Barang atau jasa di atas merupakan sesuatu yang berkinerja melalui kesatuan komponen-komponen pendukung output tersebut. Output juga harus mengindikasikan lokasi barang atau jasa tersebut dihasilkan.

Dengan demikian sudah semestinya dalam penulisan dokumen anggaran, maupun dalam rangka evaluasi program, komponen-komponen pendukung disatukan penulisannya di bawah output per lokasi. Salah satu contoh kurang tepatnya pengaturan pengelompokkan rincian pekerjaan yang mengganggu kesesuaian struktur Kertas Kerja dengan struktur anggaran sebagaimana digambarkan berikut ini.

(34)

16

Bagian-bagian dari1 (satu) kesatuan output, seharusnya

disatukan/dikumpulkan

Gambar 5. Tersebarnya Komponen-komponen 1 (Satu) Output

3.3 Penyeragaman Struktur Kertas Kerja RKA-K/L

3.3.1 Penyeragaman Struktur

Beberapa pertimbangan mengenai perlunya pengaturan penggunaan masing-masing tingkatan dalam Struktur Kertas Kerja ini antara lain sebagai berikut:

1) Menjaga kesesuaian fungsi masing-masing tingkatan dalam Struktur Anggaran dengan Struktur dalam Kertas Kerja RKA-K/L;

2) Memudahkan pengelolaan database di tingkat Kementerian;

3) Memudahkan penelusuran konsistensi perencanaan dan penganggaran; 4) Mempermudah pengendalian dan evaluasi kinerja kegiatan;

Secara skematis, Struktur Kertas Kerja beserta peruntukan tiap tingkatannya sebagaimana gambar berikut ini.

(35)

17

Tata cara penggunaan masing-masing tingkatan adalah sebagai berikut:

Perekaman untuk tingkatan Program, Kegiatan, dan Output dilakukan melalui pemilihan pada daftar yang disediakan dalam aplikasi RKA-K/L.

Lokasi pekerjaan (kabupaten/kota) menggunakan pilihan lokasi yang disediakan pada saat melakukan perekaman Output, sehingga perlu dilakukan pengulangan perekaman Output pada lokasi Kabupaten/Kota yang berbeda.

Penggunaan Sub-output merupakan pilihan, terutama bagi yang memerlukan penajaman spesifikasi Output.

Uraian Sub-output dapat dimanfaatkan untuk memberikan penjelasan terhadap pekerjaan yang mendukung program nasional/sektoral tertentu yang tidak berbasis pada wilayah administratif, misalnya Dukungan terhadap Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), dengan uraian Sub-output: “Mendukung MP3EI”, Mendukung Pengembangan Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu (KAPET), dan lain-lain.

Komponen-komponen disesuaikan dengan tahapan-tahapan atau bagian yang

diperlukan untuk menghasilkan atau mencapai output, misalnya tahapan Perencanaan, Desain Teknis, Pembangunan, Supervisi, Evaluasi, dan lain-lain.

PROGRAM KEGIATAN OUTPUT SUB OUTPUT KOMPONEN SUB KOMPONEN AKUN / DETIL

Barang atau jasa yang dihasilkan. Merupakan salah satu ukuran kinerja kegiatan atau

bagian yang berkinerja, yang didukung oleh kesatuan komponen pembentuknya. Lokasi pekerjaan (kabupaten/kota) menggunakan

Lokasi sebagai atribut Output

Tahapan/bagian dari proses pencapaian output Penjabaran dari Program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi Satker atau

penugasan tertentu K/L UNIT ESELON I

Pada hakekatnya merupakan output, namun lebih spesifik. Uraiannya dapat digunakan untuk menjelaskan dukungan terhadap Program Nasional

Lintas Sektor, misalnya Dukungan MP3EI, dll.

Digunakan untuk input judul paket-paket pekerjaan (swakelola/kontraktual)

Pembebanan rincian pekerjaan kedalam akun yang tepat dengan mengacu pada pengaturan Bagan Akun

Standar yang berlaku Gambar 6. Struktur Kertas Kerja RKA-K/L

(36)

18

Untuk level Sub-komponen, walaupun bersifat pilihan atau optional, uraiannya agar diisi nama/judul paket swakelola maupun kontraktual, baik untuk pekerjaan fisik dan non-fisik. Khusus untuk pekerjaan dengan sumber pendanaan dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN), agar juga dituliskan kode PHLN setelah nama paket pekerjaan. Selain itu, uraian lokasi pekerjaan secara lebih detil dapat menggunakan uraian pada Sub-komponen ini yang juga dituliskan setelah nama pekerjaan.

Di bawah ini merupakan salah satu contoh Struktur Kertas Kerja yang menggunakan seluruh bagian/level struktur anggaran secara lengkap.

Bagian yang tidak kalah penting adalah pembebanan rincian pekerjaan ke dalam akun yang harus dilakukan dengan tepat yang mengacu pada Bagan Akun Standar (BAS) yang berlaku. Peraturan teknis yang paling terkini adalah Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. Per-80/PB/2011 tentang Penambahan dan Perubahan Akun Pendapatan, Belanja dan Trans-fer pada Bagan Akun Standar.

3.3.2 Standardisasi Kode Output

Dalam PMK No.112/PMK.02/2012 diatur mengenai standardisasi kode output, yaitu terhadap: 1. Output-output yang digunakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar dan sarana

penunjang yang secara umum dibutuhkan oleh instansi/perkantoran.

2. Output-output sebagai penunjang pelaksanaan tusi dan penunjang aktifitas-aktifitas perkantoran.

(37)

19

3. Merupakan output yang digunakan hanya untuk memfasilitasi sarana dan prasarana operasionalisasi perkantoran.

4. Output-output ini bisa digunakan oleh semua Satker pada umumnya, sedangkan Unit Eselon II (pengelola Kegiatan tetapi bukan satker) yang memiliki Output jenis ini hanya Unit Eselon II yang melaksanakan fungsi kesekretariatan atau sejenisnya.

5. Output-output ini tidak hanya digunakan untuk Kegiatan-Kegiatan dalam Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur dan Kegiatan Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya.

6. Dalam hal unit Eselon I mempunyai 2 (dua) Program, yaitu Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya serta Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur, maka: Output berupa Bangunan/Gedung hanya digunakan pada salah satu Kegiatan saja dalam Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur.

7. Standardisasi output tersebut di atas termasuk dalam lingkup perbaikan/ penyempurnaan angka dasar.

Tabel 1. Standardisasi Output

No Jenis Output Satuan Komponen/DetilSub-Output/ Keterangan

1 Layanan Perkantoran Bulan Layanan 1. Komponen 001: Pembayaran Gaji dan Tunjangan 2. Komponen 002: Penyelenggaraan Operasional dan pemeliharaan Perkantoran

1. Output “Layanan Perkantoran”, komponennya terdiri dari Komponen 001 dan/atau Komponen 002. 2. Output “Layanan Perkantoran”,

dimungkinkan hanya mempunyai 1 (satu) komponen saja (Komponen 001 atau Komponen 002 saja)

a. Komponen 001, hanya digunakan untuk output Layanan Perkantoran b. Komponen 001 adalah anggaran

yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan biaya operasional antara lain pembayaran gaji, tunjangan yang melekat pada gaji, uang makan, dan pembayaran yang terkait dengan belanja pegawai.

a. Komponen 002, hanya digunakan untuk output Layanan Perkantoran b. Komponen 002 adalah anggaran

yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan biaya operasional antara lain kebutuhan sehari-hari perkantoran, langganan daya dan jasa, pemeliharaan kantor, dan pembayaran yang terkait dengan pelaksanaan operasional kantor.

(38)

20

2 3 Kendaraan Bermotor Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi Unit Unit antara lain: 1. Kendaraan Pejabat Negara 2. Kendaraan Pejabat Es. I 3. Kendaraan Pejabat Es. II 4. Kendaraan Roda 6 5. Kendaraan Roda 4 6. Kendaraan Roda 2 antara lain: 1. Laptop 2. Komputer/PC 3. Printer/Printer Multiguna 4. Scanner/ Scanner Multiguna 5. Server 6. LCD/Proyektor 7. Camera/ Handycam/ CCTV 8. Mesin Fotokopi/ Mesin Fotokopi Multiguna 9. Harddisk Eksternal 10. Pesawat Telepon 11. Mesin PABX 12. Mesin FAX 13. Mesin Handkey

1. Merupakan output yang sifatnya insidentil (adhoc) & dihasilkan melalui pengadaan.

2. Output “Kendaraan Bermotor”, adalah output dalam rangka pemenuhan kebutuhan sarana transportasi darat untuk pejabat, angkutan pegawai, operasional kantor/ lapangan. 3. Output “Kendaraan Bermotor”, secara

umum berupa alat transportasi darat yang merupakan produk manufaktur dan dipasarkan secara umum/masal. 4. Suboutput “Kendaraan Roda 6, 4, 2” merupakan suboutput dalam rangka pemenuhan sarana angkutan pegawai, operasional kantor/ lapangan.

5. Alat transportasi yang mempunyai karakteristik khusus, spesifikasi khusus dan/atau pengadaannya berdasarkan pesanan khusus dan/ atau digunakan dalam rangka pelaksanaan tusi teknis khusus, maka outputnya dinyatakan tersendiri, terpisah dari Output “Kendaraan Bermotor”. 1. Merupakan output yang sifatnya

insidentil (adhoc) dan dihasilkan melalui pengadaan.

2. Output “Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi”, adalah output dalam rangka pemenuhan kebutuhan media pemroses data, penyimpan data, menampilkan hasil olahan data, dan/ atau media komunikasi.

3. Output “Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi”, secara umum berupa peralatan elektronikal dalam rangka pengolahan data dan telekomunikasi yang menunjang aktivitas administratif umum sebuah instansi/perkantoran. 4. Peralatan pemenuhan kebutuhan

media pemroses data, penyimpan data, menampilkan hasil olahan data, dan/ atau media komunikasi yang mempunyai karakteristik khusus, spesifikasi khusus dan/atau pengadaannya berdasarkan pesanan khusus serta digunakan dalam rangka pelaksanaan tusi teknis khusus, maka outputnya dinyatakan tersendiri, terpisah dari Output “Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi”.

(39)

21

No Jenis Output Satuan Komponen/DetilSub-Output/ Keterangan

4 5 Peralatan Fasilitas Perkantoran Gedung/ Bangunan Unit M2/M’ antara lain: 1. Meubelair 2. Lift 3. Genzet 4. Lemari berkas 5. Brankas 6. AC 7. Mesin Penghancur Kertas

1. Merupakan output yang sifatnya insidentil (adhoc) dan dihasilkan melalui pengadaan.

2. Output “Peralatan Fasilitas Perkan-toran”, adalah output dalam rangka pemenuhan kebutuhan sarana keleng-kapan gedung perkantoran yang memadai dan layak.

3. Output “Peralatan Fasilitas Perkan-toran”, secara umum berupa peralatan elektronik/non elektronik yang dise dia-kan dalam rangka memenuhi un sur ke-layakan secara umum fa si li tas sebu ah gedung/ bangunan perkan toran. 4. Peralatan Fasilitas Perkantoran yang

mempunyai karakteristik khu sus, spesifikasi khusus dan/atau peng­ adaannya berdasarkan pesanan khu-sus dan/atau serta digunakan dalam rangka pelaksanaan tusi teknis khusus, maka outputnya dinyatakan tersendiri, terpisah dari Output “Peralatan Fasilitas Perkantoran”.

1. Merupakan output yang sifatnya insidentil (adhoc) dan dihasilkan melalui pengadaan.

2. Output “Gedung/ Bangunan”, adalah output dalam rangka mendirikan/ mem bangun/ merehabilitasi sarana pra sa rana instansi/perkantoran maupun rumah dinas.

3. Output “Gedung/ Bangunan”, se cara umum berupa mendirikan/ mem ba-ngun/ merehabilitasi sarana pra sarana instansi/perkantoran maupun rumah dinas berupa gedung/bangunan, taman, tempat parkir, pagar, pos pengamanan. 4. Apabila dalam rangka pemenuhan

Output“Gedung/Bangunan” dibutuhkan pengadaan tanah terlebih dahulu, maka tanah tersebut dinyatakan sebagai komponen dalam Output “Gedung/ Bangunan”.

5. Pembangunan Gedung/Bangunan yang mempunyai karakteristik khu-sus, spesifikasi khusus dan/atau peng adannya berdasarkan pesanan khu sus serta digunakan dalam rangka pelaksanaan tusi teknis khusus, maka outputnya dinyatakan tersendiri, ter-pisah dari Output “Gedung/Bangunan”.

(40)

22

Adapun Kode Output-output yang dilakukan standardisasi dalam RKA-K/L mulai tahun 2013 yaitu Output Layanan Perkantoran (kode: 994), Kendaraan Bermotor (995), Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi (996), Peralatan dan Fasilitas Perkantoran (997), Gedung/ Bangunan (998), dan Output Cadangan (blokir) (999).

Khusus untuk Output Layanan Perkantoran, walaupun dalam aplikasi RKA-K/L 2013 masih memungkinkan menggunakan kode Output selain 994, namun dianjurkan agar tetap menggunakan kode 994. Kelompok rincian pekerjaan Administrasi Kegiatan dapat menggunakan kode Komponen 011 Administrasi Kegiatan, sedangkan untuk alokasi pekerjaan rutin perkantoran lainnya tetap menggunakan kode Komponen 001 dan 002. 3.4 Pertimbangan dalam Penulisan Rincian Pekerjaan

Salah satu isu yang menjadi bahasan adalah seberapa detil rincian pekerjaan harus dituliskan dalam Kertas Kerja RKA-K/L. Diskusi tersebut terus bergulir karena memang tidak dapat disamakan antara satu kertas kerja dengan kertas kerja lainnya, tergantung dari konteks keperluan dokumennya. Artinya, tidak ada aturan atau standar baku dalam penulisan rincian pekerjaan tersebut.

Beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan pertimbangan dalam memutuskan tingkat kedetilan penulisan rincian pekerjaan dalam Kertas Kerja RKA-K/L adalah sebagai berikut: 1. Penulisan yang tidak detil, dengan rincian lebih detil dalam Rancangan Anggaran Biaya

(RAB), akan mempermudah dalam melakukan revisi anggaran. Misalnya, pekerjaan swakelola yang penulisan judul workshop atau sosialisasinya tidak ditulis dalam Kertas Kerja RKA-K/L-nya, sehingga memudahkan realokasi rincian anggaran antar workshop atau sosialisasi di dalam Swakelola tersebut.

2. Penulisan rincian pekerjaan secara detil dapat dilakukan untuk pekerjaan rutin tahunan yang penghitungan kebutuhannya dilakukan berdasarkan Standar Biaya (SB) dan Standar Biaya Keluaran (SBK). Hal ini dapat mempermudah penyusunan Kertas Kerja pada tahun-tahun mendatang, termasuk untuk melakukan review angka dasar.

(41)

23

PANDUAN

PEMILIHAN

AKUN BELANJA

IV

(42)

24

IV. PANDUAN PEMILIHAN AKUN BELANJA

4.1 Permasalahan Penggunaan Akun Belanja

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan perhatian khusus terkait penerapan Bagan Akun Standar (BAS) ini, dengan temuan untuk kegiatan tahun 2011 antara lain sebagai berikut:

1. Pengelompokan Jenis Belanja pada saat penganggaran tidak sesuai dengan kegiatan yang dilakukan, antara lain penganggaran belanja modal yang belum sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakan dan atas realisasi belanja modal tersebut belum dicatat sebagai aset tetap.

2. Penganggaran belanja barang tidak sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakan dan realisasi belanja konsultan dengan kode akun 52 yang dapat diklasifikasi sebagai aset tetap belum dicatat sebagai aset tetap.

4.2 Penerapan Bagan Akun Standar (BAS)

Secara umum penerapan Bagan Akun Standar diatur sebagai berikut:

1. Belanja Pegawai

Belanja Pegawai merupakan pengeluaran yang merupakan kompensasi terhadap pegawai baik dalam bentuk uang atau barang, yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah dalam maupun luar negeri baik kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah:

a. Belanja Pegawai difokuskan untuk membayar gaji dan tunjangan yang melekat dengan gaji, honor-honor pegawai non PNS serta tunjangan-tunjangan yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

b. Sementara itu, sesuai dengan penerapan konsep nilai perolehan maka pembayaran honor-honor untuk pelaksana kegiatan yang semula disediakan dari “Belanja Pegawai” diintegrasikan ke dalam kegiatan induknya dan kode akun yang digunakan mengikuti jenis belanja kegiatan yang bersangkutan.

Belanja Pegawai dipergunakan untuk:

1. Belanja Gaji dan tunjangan yang melekat pada pembayaran Gaji pegawai Negeri meliputi PNS;

2. Belanja Gaji Dokter Pegawai Tidak Tetap;

3. Belanja Gaji dan Tunjangan yang melekat pada Pembayaran Gaji Pejabat Negara; 4. Belanja Uang Makan PNS;

5. Belanja Uang Tunggu dan Pensiun Pegawai Negeri dan pejabat Negara yang disalurkan melalui PT Taspen dan PT. ASABRI;

(43)

25

6. Belanja Asuransi Kesehatan Pegawai Negeri yang disalurkan melalui PT. ASKES; 7. Belanja Uang Lembur PNS;

8. Belanja Pegawai Honorer yang diangkat dalam rangka mendukung tugas pokok dan fungsi unit organisasi pemerintah;

9. Pembayaran Tunjangan Sosial bagi Pegawai Negeri melalui unit organisasi/Lembaga/ Badan tertentu;

10. Pembayaran uang vakasi;

11. Pembayaran tunjangan khusus merupakan pembayaran kompensasi kepada Pegawai Negeri yang besarannya ditetapkan oleh Presiden/Menteri Keuangan;

12. Belanja pegawai transito merupakan alokasi anggaran belanja pegawai yang direncanakan akan ditarik/dicairkan, namun database pegawai pada Kementerian Negara/Lembaga berkenaan menurut peraturan perundang-undangan belum dapat direkam pada Alikasi Belanja Pegawai Satuan kerja (Satker) karena belum ditetapkan sebagai Pegawai negeri pada Satker berkenaan;

13. Pembayaran untuk Uang Duka Wafat/Tewas yang besarannya ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan-undangfan yang berlaku.

Dikecualikan untuk pekerjaaan yang berkaitan dengan pembentukan modal dan/atau kegiatan yang mempunyai output dalam kategori belanja barang.

2. Belanja Barang

Belanja Barang merupakan Pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja ini terdiri dari belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan dan belanja perjalanan dinas.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam alokasi Belanja Barang adalah sebagai berikut: a) Belanja Barang difokuskan untuk membiayai kebutuhan operasional kantor (barang

dan jasa), pemeliharaan kantor dan aset tetap lainnya serta biaya perjalanan. Jenis pekerjaannya harus dipastikan tidak mengakibatkan kapitalisasi asset.

b) Disamping itu, belanja barang juga dialokasikan untuk pembayaran honor-honor bagi para pengelola anggaran (KPA, PPK, Bendahara dan Pejabat Pembuat/Penguji SPM serta Penyusun Laporan Keuangan/UAKPA).

c) Sesuai dengan penerapan konsep nilai perolehan maka pembayaran honor untuk para pelaksana kegiatan menjadi satu kesatuan dengan kegiatan induknya.

d) Selain itu, Belanja Barang juga meliputi hal-hal:

Pengadaan Aset Tetap yang nilai persatuannya di bawah nilai minimum kapitalisasi;

Belanja pemeliharaan aset tetap yang tidak menambah masa manfaat/umur ekonomis, peningkatan kapasitas atau standar kinerja;

(44)

26

Disamping itu, belanja barang juga dialokasikan untuk kegiatan operasional Satker BLU (gaji dan operasional pelayanan Satker BLU).

Belanja barang dipergunakan untuk:

1. Belanja Barang operasional; merupakan pembelian barang dan/atau jasa yang habis pakai yang dipergunakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar suatu satuan kerja dan umumnya pelayanan yang besifat internal. Jenis pengeluaran terdiri dari antara lain:

a. Belanja keperluan kantor;

b. Belanja pengadaan bahan makanan; c. Belanja penambah daya tahan tubuh; d. Belanja bahan;

e. Belanaja pengiriman surat dinas;

f. Honor yang terkait dengan operasional Satker;

g. Belanja langganan daya dan jasa (ditafsirkan sebagai Listrik, Telepon, dan air) termasuk atas rumah dinas yang tidak berpenghuni;

h. Belanja biaya pemeliharaan gedung dan bangunan (ditafsirkan sebagai gedung operasional sehari-hari berikut halaman gedung operasional);

i. Belanja biaya pemeliharaan peralatan dana mesin (ditafsirkan sebagai pemeliharaan asset yang terkait dengan pelaksanaan operasional Satker sehari-hari) tidak termasuk biaya pemeliharaan yang dikapitalisasi;

j. Belanja sewa gedung operasional sehari-hari satuan kerja;

k. Belanja barang operasional lainya yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar lainnya.

2. Belanja barang Non operasional; merupakan pembelian barang dan/atau jasa yang habis pakai dikaitkan dengan strategi pencapaian target kinerja suatu Satuan Kerja dan umumnya pelayanan yang bersifat eksternal.

Jenis pengeluaran terdiri antara lain:

a. Honor yang terkait dengan output kegiatan;

b. Belanja operasional terkait dengan penyelenggaraan administrasi kegiatan di luar kantor, antara lain biaya paket rapat/ pertemuan, ATK, uang saku, uang transportasi lokal, biaya sewa peralatan yang mendukung penyelenggaraan kegiatan berkenaan; c. Belanja jasa konsultan;

d. Belanja sewa yang dikaitkan dengan strategi pencapaian target kinerja; e. Belanja jasa profesi;

f. Belanja biaya pemeliharaan non kapitalisasi yang dikaitkan dengan target kinerja; g. Belanja jasa;

h. Belanja perjalanan;

i. Belanja barang penunjang kegiatan dekonsentrasi; j. Belanja barang penunjang kegiatan tugas pembantuan;

(45)

27

k. Belanja barang fisik lain tugas pembantuan;

l. Belanja barang non operasional lainnya terkait dengan penetapan target kinerja tahun yang direncanakan.

3. Belanja barang Badan Layanan Umum (BLU) merupakan pengeluaran anggaran belanja operasional BLU termasuk pembayaran gaji dan tunjangan pegawai BLU. 4. Belanja barang untuk masyarakat atau entitas lain merupakan pengeluaran anggaran

belanja negara untuk pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan kepada masyarakat atau entitas lain yang tujuan kegiatannya tidak termasuk dalam kriteria kegiatan Bantuan Sosial.

3. Belanja Modal

Pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan/atau aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset Tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual.

Untuk mengetahui apakah suatu jenis belanja dapat dikategorikan sebagai belanja modal atau tidak maka perlu diketahui definisi Aset Tetap/Aset Lainnya dan kriteria pengakuannya sebagai berikut:

a. Dimiliki dan Berwujud (untuk Aset Lainnya bisa tidak berwujud); b. Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan;

c. Digunakan dalam kegiatan operasional pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum;

d. Memenuhi kriteria nilai satuan minimum kapitalisasi (untuk jenis Asset Tetap yang ada pembatasan nilai minimum kapitalisasinya).

Kriteria kapitalisasi dalam pengadaan/pemeliharaan barang/asset merupakan suatu tahap validasi untuk penetapan belanja modal atau bukan dan merupakan syarat wajib dalam penetapan kapitalisasi atas pengadaan barang/asset. Dalam PMK No.101/PMK.02/2011 tentang Klasifikasi Anggaran dinyatakan bahwa kriteria kapitalisasi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pengeluaran anggaran belanja tersebut mengakibatkan bertambahnya asset dan/

atau bertambahnya masa manfaat/umur ekonomis asset berkenaan.

2. Pengeluaran anggaran belanja tersebut mengakibatkan bertambahnya kapasitas, peningkatan standar kinerja, atau volume asset.

3. Memenuhi nilai minimum kapitalisasi dengan rincian sebagai berikut:

a. Untuk pengadaan peralatan dan mesin, batas minimal harga pasar per unit barang adalah sebesar Rp

300.000,-b. Untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan gedung dan bangunan per paket pekerjaan adalah sebesar Rp

(46)

10.000.000,-28

4. Pengadaan barang tersebut tidak dimaksudkan untuk diserahkan/ dipasarkan kepada masyarakat atau entitas lain di luar pemerintah.

Sementara kriteria pengakuannya adalah sebagai berikut: 1. Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan; 2. Biaya perolehan dapat diukur secara andal;

3. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; 4. Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan;

5. Bukan merupakan asset tetap yang akan diberikan kepada pihak ketiga (entitas di luar pemerintah pusat) atau diserahkan kepada masyarakat.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam alokasi Belanja Modal adalah sebagai berikut: a) Belanja Modal meliputi keseluruhan pengeluaran/biaya untuk pembelian/konstruksi/

perolehan dan biaya-biaya lainnya yang dikeluarkan sampai dengan aset tetap (tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan serta modal fisik lainnya) siap digunakan.

b) Pengadaan aset tetap yang dilaksanakan dengan metode swakelola, keseluruhan biaya yang dikeluarkan dituangkan dalam belanja modal;

c) Belanja perawatan untuk peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan yang mengakibatkan bertambahnya umur ekonomis/masa manfaat atau kapasitas dan nilainya memenuhi syarat kapitalisasi dituangkan dalam belanja modal. d) Sementara itu, untuk pengadaan aset tetap (tanah, peralatan dan mesin, gedung

dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan serta Aset Tetap Lainnya) yang akan diberikan kepada pihak ketiga (entitas di luar pemerintah pusat) atau diserahkan kepada masyarakat maka tidak dituangkan dalam akun belanja modal, melainkan menggunakan akun belanja barang.

e) Selanjutnya secara prinsip akuntansi, belanja modal yang dialokasikan dalam dokumen anggaran pada laporan keuangan akan menambah nilai Aset Tetap atau Aset Lainnya K/L yang bersangkutan.

Belanja modal dipergunakan antara lain untuk: 1. Belanja modal tanah

Seluruh pengeluaran untuk pengadaan/ pembelian/ pembebasan/ penyelesaian, baik nama, pengosongan, penimbunan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat tanah serta pengeluaran- pengeluaran lain yang bersifat administratif sehubungan dengan perolehan hak dan kewajiban atas tanah pada saat pembebasan/ pembayaran ganti rugi sampai tanah tersebut siap digunakan/ dipakai.

2. Belanja modal peralatan dan mesin

Pengeluaran untuk pengadaan peralatan dan mesin yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan antara lain biaya pembelian, biaya pengangkutan, biaya

Gambar

Gambar 5. Tersebarnya Komponen-komponen 1 (Satu) Output
Gambar 7. Contoh Penggunaan Seluruh Bagian Struktur Anggaran
Gambar 9. Input Volume Output pada Level Sub-output
Gambar 10. Pilihan Hitung Volume Output Secara Otomatis
+7

Referensi

Dokumen terkait

RKA - SKPD 2.2.1 Rincian Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. RKA - SKPD 3.1 Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah

RKA - SKPD 2.2.1 Rincian Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. RKA - SKPD 3.1 Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah

RKA - SKPD 2.2.1 Rincian Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah.. RKA - SKPD 3.1 Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah

RKA - SKPD 2.2.1 Rincian Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah.. RKA - SKPD 3.1 Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah

RKA - SKPD 2.2.1 Rincian Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah.. RKA - SKPD 3.1 Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah

RKA - SKPD 2.2.1 Rincian Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. RKA - SKPD 3.1 Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah

RKA - SKPD 2.2.1 Rincian Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah.. RKA - SKPD 3.1 Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah

RKA - SKPD 2.2.1 Rincian Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah.. RKA - SKPD 3.1 Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah