© e-JRTBP Volume 7 No 2 Februari 2019 EVALUATION OF THE POND SEDIMENT QUALITY OF BLACK TIGER SHRIMP (Penaeus monodon) CULTIVATION IN MARGASARI
VILLAGE LABUHAN MARINGGAI DISTRICT LAMPUNG TIMUR REGENCY
Balan Nugra*1, Wardiyanto, dan Supono*2 ABSTRACT
Margasari aquaculture area in Labuhan Maringgai District of East Lampung Regency is applying the system of black tiger shrimp (Penaeus monodon) extensively. The decrease in the number of shrimp production in Margasari Village is suspected as a result of sediment degradation in the pond area. This study was aimed to evaluate the quality of sediment in the pond area for the cultivation of black tiger shrimp. The samples were collected for 4 weeks at 3 ponds, data were analyzed qualitatively and quantitatively. The results showed the location of ponds of 1 belongs to the suitability of the highly suitable (S1) for cultivation activities. The location of ponds of 2 and 3 belong to the moderately suitable (S2) for the cultivation of black tiger shrimp, and requiring more treatment for pH, C-Organic, nitrogen, potassium.
Keywords: Suitability of Sediment, the Village of Margasari, Black Tiger Shrimp
Pendahuluan
Daerah pertambakan Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur menerapkan sistem budidaya Udang Windu (Penaeus monodon) secara ekstensif. Produksi udang windu di tambak Desa Margasari pernah mengalami puncak produksi pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2002 dengan produksi udang windu sebanyak 500kg/ha. Pada tahun 2003 sampai dengan sekarang produksi udang di daerah pertambakan ini mulai mengalami penurunan jumlah
1E-mail: balannugra@gmail.com
2Jurusan Perikanan dan kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
Jl. Prof. S. Brodjonegoro No.1 Gedong Meneng Bandar Lampung 35145
produksi menjadi 120-150 kg/ha atau sekitar 70%. Penurunan jumlah produksi udang di Desa Margasari diduga akibat dari penurunan kualitas sedimen yang terjadi di areal tambak. Karena pada kualitas sedimen yang kurang baik mengakibatkan kualitas tambak menjadi kurang baik. Dalam usaha budidaya perikanan, kondisi baik atau tidaknya suatu tambak ditentukan oleh sedimen tempat lokasi budidaya tersebut. Secara umum tekstur sedimen tambak termasuk dalam tipe lempung dan lempung berpasir yang tergolong dalam kondisi cocok untuk kegiatan
© e-JRTBP Volume 7 No 2 Februari 2019
budidaya. Ketersediaan bahan organik yang terdapat dalam sedimen kebanyakan berasal dari feses ikan dibandingkan dengan masukan dari detritus alami yang mati. Buwono (1993) menyatakan bahwa tambak dan kolam yang banyak mengandung bahan organik (tanah humus) sangat produktif untuk pertumbuhan algae dasar. Berdasarkan uraian tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai evaluasi kualitas sedimen yang berada di areal tambak Desa Margasari untuk mengetahui kualitas sedimen di lingkungan tambak tersebut.
Metode
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. Pengambilan data dilakukan selama 4 minggu dengan frekuensi pengambilan sebanyak 4 kali dan selang waktu 1 minggu sekali dan dilakukan secara acak pada 3 titik pada satu tambak dengan 3 jumlah tambak. Alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini sebagai berikut: pH
indicator, HCL, H2O2, Aquades, Botol Plastik, Botol film, GPS (Global Positioning System), Alat tulis, dan Cangkul. Variabel
penelitian Evaluasi Kualitas Sedimen Tambak Udang Windu (Penaeus monodon) sebagai berikut: Warna Sedimen, Tekstur Sedimen, pH sedimen, C-organik, Unsur Hara (N, P, K), dan Respirasi Mikrobia.
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif (metode
survey) serta mengevaluasi fenomena dan hubungan antara kondisi sedimen tambak dan variabel. Analisis kesesuaian sedimen menggunakan analisis metode matching dan
scoring. Tingkat dari kesesuaian sedimen menurut Trisakti (2003), dapat dibagi menjadi empat kelas, yaitu:
- Kelas S1 : Sangat Sesuai (Highly Suitable), Nilai 85-100%.
- Kelas S2 : Cukup Sesuai (Moderately Suitable), Nilai 75-84%.
- Kelas S3 : Sesuai Marginal (Marginally Suitable), Nilai 65-74%.
- Kelas N : Tidak Sesuai (Not Suitable), Nilai < 65%
Penilaian untuk Kesesuaian Sedimen
Total skoring = Total skor
Total skor Maksx 100
Tabel 1. Sistem Penilaian Kesesuaian Sedimen untuk Media Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon)
Variabel Kisaran Batas Nilai (A) Bobot
(B)
Skor
(A x B) Sumber
Warna (Hue, Value, Chroma) 2,5 – 5 5 (Sesuai) 2 10 Soepardi, 1979; Boyd, 1995 >5,1 – 8 3 (Cukup Sesuai) 6
0 – 2,4 dan >8,1 1 (Tidak Sesuai) 2
Tekstur Sedimen (%):Pasir 25 – 37 5 (Sesuai) 3 15 Ilyas et al., 1987
10 – 24 dan 31 – 35 3 (Cukup Sesuai) 9
0 – 10 dan >37 1 (Tidak Sesuai) 3
© e-JRTBP Volume 7 No 2 Februari 2019
3 – 36 dan 71 – 79 3 (Cukup Sesuai) 9 Supratno dan Kasnadi,
2003
0 – 2 dan >80 1 (Tidak Sesuai) 3
pH 7 – 8 5 (Sesuai) 2 10 Karthik et al., 2005; Ilyas et al., 1987; Poernomo, 1992; Supratno dan Kasnadi,
2003
6 – 6,9 dan 8 – 8,5 3 (Cukup Sesuai) 6
1 – 5,5 dan 9 – 14 1 (Tidak Sesuai) 2
C-Organik (%)
3,6 – 6 5 (Sesuai)
2
10 Boyd, 1995;
Mintardjo et al., 1984; Supratno dan Kasnadi,
2003
3 – 3,5 dan 6,1 – 15 3 (Cukup Sesuai) 6
0 – 2,9 dan >16 1 (Tidak Sesuai) 2
Nitrogen (%) > 0,6% 5 (Sesuai) 2 10 Effendi, 2003; PP No. 82 Tahun 2001 0,3 – 0,6% 3 (Cukup Sesuai) 6 < 0,3% 1 (Tidak Sesuai) 2 Pospor (mg/l) > 0,3 5 (Sesuai) 2 10 BSN, 2009; Poernomo, 1992 0,05 – 0,3 3 (Cukup Sesuai) 6 < 0,05 1 (Tidak Sesuai) 2 Kalium (mg/l) > 0,75-1,0 5 (Sesuai) 2 10 Poernomo, 1992; Widigdo, 2002 0,5 – 0,75 3 (Cukup Sesuai) 6 < 0,5 1 (Tidak Sesuai) 2 Respirasi Mikrobia (mgC/hari/100gr) > 30,72 5 (Sesuai) 2 10 Basmi, 2000 25 – 30,72 3 (Cukup Sesuai) 6 < 25 1 (Tidak Sesuai) 2
TOTAL SKOR MAKSIMAL 100
1). Pengamatan Lapangan
Data parameter kualitas sedimen yang akan diamati langsung di lapangan adalah Warna Sedimen. Pengamatan dilakukan dengan mengamati langsung warna sedimen menggunakan buku panduan warna sedimen seperti Buku Munsell Soil Colour Chart, terdapat macam-macam variasi warna-warna sedimen.
Colour Chart yang terdiri dari kartu yang berbeda warna spektrumnya. Cara menentukan warna sedimen adalah dengan membandingkan warna sampel dengan warna pembanding dalam kartu (Agusman, 2006). Parameter kualitas fisika-kimia sedimen yang dapat diukur di lapangan dilakukan secara in situ. Sampel sedimen tambak diambil pada lapisan topsoil (0-5 cm).
2). Pengamatan Laboratorium
Beberapa parameter kualitas sedimen diamati di Laboratorium Terpadu Poltekes (Politeknik
Kesehatan) Kampus B di Natar adalah sebagai berikut:
Pengukuran Tekstur Sedimen
Alat yang digunakan adalah saringan, corong, botol tekstur, mesin pengocok (mixer), erlemeyer,
sprayer, timbangan, botol ukur, tabung sendimentasi, hydrometer, dan termometer. Bahan yang digunakan adalah tanah alfisol, larutan Calgon 0,05%, aquades, kertas label dan tissu roll. Pengukuran tekstur sedimen dengan menimbang contoh sedimen, untuk menghitung kandungan liat (clay), setiap pembacaan skala hidrometer tentukan juga temperatur air dan pada pembuatan blanko dihitung persentase pasir, liat dan debu. Ditentukan kelas teksturnya dengan segitiga tekstur (Hargreaves and John, 2002).
Pengukuran Nitrogen Total
Alat dan Bahan: Alat yang digunakan yaitu 13 buah labu destruksi, pemanas (alat destruksi),
© e-JRTBP Volume 7 No 2 Februari 2019
pipet 10 ml, 13 buah gelas piala 100 ml, 1 paket alat destilasi, 13 buah labu destilasi, dan alat titrasi. Bahan yang digunakan yaitu sampel sedimen yang telah diayak menggunkan ayakan 0,05, katalisator (K2SO4 + CuSO4),
asam sulfat (H2SO4), asam borat
(H3BO3) 1N, NaOH 40%, batu didih,
minyak paravin, indikator metil red (merah), penitrasi (H2SO4 0,05N), dan
aquades (Nastiti et al., 2001).
Pengukuran C- organik
Alat yang digunakan yaitu timbangan analitik, labu ukur 100 ml, penangas air, spektofotometer. Bahan yang digunakan yaitu sampel sedimen yang telah diayak, H2SO4 Pekat,
K2Cr2O7 2N, dan aquades.
Pengukuran nilai absorben larutan menggunakan spektofotometer (Mintardjo et al., 1984.).
Pengukuran Analisis Bahan Organik
Alat yang digunakan yaitu: gelas ukur. Bahan yang digunakan yaitu: H2O2. Sedimen yang tercampur H2O2H didiamkan sampai
mengeluarkan gelembung atau berbuih, jika berbuih lapisan permukaan sedimen mengandung bahan organik (Boyd, 1995).
Pengukuran pH Sedimen
Alat yang digunakan yaitu: Kertas lakmus atau pH indikator, Gelas mineral, Sendok teh. Bahan yang digunakan adalah air mineral, sampel sedimen kering bertujuan agar sedimen yang akan diukur pHnya merupakan bagian yang rata dari lahan. Sedimen dan air mineral dimasukkan ujung kertas lakmus atau pH indikator. Setelah warnanya stabil, dicocokkan warna yang diperoleh oleh kertas lakmus atau pH
indikator tadi dengan bagan warna petunjuknya (Boyd, 1988).
Perhitungan Respirasi Mikrobia
Alat yang digunakan yaitu botol respirator, labu Erlenmeyer, pipet, alat titrasi (buret). Bahan yang digunakan yaitu sampel sedimen yang telah diayak menggunakan ayakan 0,05, NaOH, KOH 0,2 N, indicator fenol ftalein, HCl 0,1 N, dan aquades.
Botol respirator berisi sedimen dicampurkan bahan KOH 0,2 N dan
indicator fenolftalein. Kemudian dititrasi menggunakan HCl 0,1 N. Diukur dan dicatat berapa banyak HCl 0,1 N yang digunakan (Boyd, 1995).
Hasil dan Pembahasan
Warna Sedimen
Warna sedimen di Desa Margasari memiliki jenis yang sama yaitu warna sedimen tereduksi abu-abu (Gray). Sedimen dengan kadar air yang lebih tinggi atau lebih lembab hingga basah menyebabkan warna sedimen menjadi lebih gelap (kelam). Sehingga sedimen pada tambak di Desa Margasari memiliki kandungan bahan organik yang tinggi karena sedimen tambak Desa Margasari berwarna greenish gray atau abu-abu kehijauan. Tanah dasar (sedimen) yang mengandung bahan organik yang tinggi sangatlah sesuai untuk tambak udang karena bahan organik merupakan sumber energi bagi bakteri dan mikroba yang menghasilkan nutrisi proses biokimia (Hargreaves dan John., 2002).
Tekstur Sedimen
Berdasarkan pengamatan sedimen di laboratorium maka
© e-JRTBP Volume 7 No 2 Februari 2019
diketahui jenis sedimen pada tambak 1, 2, dan 3 serta pada pengambilan ke 1, 2, 3, dan 4 pada tiap tambak
diketahui jenis sedimen tambak yaitu bertekstur liat.
Gambar 1. Tekstur Sedimen pada Tambak Udang Windu (Penaeus monodon)
Karbon Organik (C-Organik)
Jumlah karbon organik pada tiap tambak di Desa Margasari memiliki nilai yang tinggi kisaran rata-rata antara 6,1%-6,83%, hal ini masih tergolong baik dalam budidaya tambak. Pernyataan ini didukung oleh pendapat Boyd, (1995) bahwa kandungan bahan organik < 8% tergolong baik untuk budidaya tambak udang windu (Penaeus monodon). Mintardjo et al. (1984) menjelaskan bahwa kandungan bahan organik lebih dari 3,6% memiliki tingkat kesuburan yang tinggi sehingga baik untuk kegiatan budidaya tambak. Pada dasarnya kandungan bahan organik yang tinggi dapat membantu dalam memberikan nutrien di tambak.
Gambar 2. Karbon Organik (C-Organik) Pada Tambak Udang Windu (Penaeus monodon) di Desa Margasari
Unsur Hara (N, P, K)
Total Nitrogen (TN), Total Pospor (TP), dan Total Kalium (TK) sedimen sebagian bersumber dari sisa pakan, feses, dan jasad yang mati dan terikat dalam materi organik. Nitrogen pada sedimen dasar di tambak 1, 2, dan 3 tergolong Cukup Baik yaitu 0,3-0,6%. Kandungan pospor (mg/l) pada sedimen tambak 1, 2, dan 3 tergolong Baik > 0,3. Nilai
0 2 4 6 8
Tambak ke-I Tambak ke-II Tambak ke-III
K ar b o n O r gan ik (C -O r gan ik ) (% ) hasil pengu… 63.5% 36.5%
TAMBAK 1
Liat Pasir 66.25% 33.75% Tambak 2 Liat Pasir 61.75% 38.25% Tambak 3 Liat Pasir© e-JRTBP Volume 7 No 2 Februari 2019
Kalium yang ideal untuk sedimen tambak 0,5 – 1,0 mg/l. Dengan kandungan Kalium (mg/l) pada sedimen dasar tambak 1, 2, dan 3 tergolong Baik > 0,75 – 1,0.
Gambar 3. Unsur Hara (N, P, K) Pada Tambak Udang Windu (Penaeus monodon)
pH Sedimen
Nilai pH sedimen pada tiap tambak di Desa Margasari memiliki nilai yang mendekati netral kisaran rata-rata antara 6,1-6,2, Hal ini menunjukkan bahwa pH sedimen tambak di Desa Margasari cukup baik dan cocok untuk melakukan budidaya tambak, karena nilai pH yang paling baik untuk tambak udang windu
(Penaeus monodon) adalah
mendekati netral atau 7, hal ini berperan untuk pertumbuhan mikroorganisme tambak, meskipun demikian sebagian besar mikroorganisme dapat berkembang
biak dengan baik pada pH 7 sampai 8 (Walker et al., 2002).
Gambar 4. pH Sedimen Pada Tambak Udang Windu (Penaeus monodon) Respirasi Mikrobia Sedimen
Respirasi mikrobia yang diperoleh dari sedimen tambak udang windu di Desa Margasari rata-rata berkisar 28-38,5 mgC/hari/100gr, jumlah respirasi mikrobia pada tambak tergolong besar, besarnya jumlah dikarenakan pada sedimen tambak mengalami respirasi aerob yang menyebabkan depresi sehingga memungkinkan aktivitas bakteri anaerob menjadi tinggi dan meningkatkan CO2 yang dilepas kelingkungan. Manfaatnya untuk meningkatkan laju dekomposisi bahan organik yang terakumulasi di sedimen dasar tambak sehingga meningkatkan kesuburan sedimen dasar tambak udang (Wiadnyana, 2006).
Gambar 5. Respirasi Mikrobia Sedimen Pada Tambak Udang Windu (Penaeus monodon) 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Tambak ke-I Tambak ke-II Tambak ke-III N itr o ge n (% ) Hasil Analisa Nitrogen 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1 2 3 P o sp o r (m g/ l), K al iu m (m g/ l) Hasil Analisa Pospor Hasil Analisa Kalium 6.185 6.095 6.1875 5 5.5 6 6.5 7 Tambak ke-1 Tambak ke-II Tambak ke-III p H S e d im e n
hasil pengukuran sampel
0 20 40 60
Tambak 1 Tambak ke-II Tambak ke-III R e sp ir as i M ik r o b ia … hasil pengukuran…
© e-JRTBP Volume 7 No 2 Februari 2019
Kesesuaian Sedimen Pada Tambak Udang Windu (Penaeus monodon) di Desa Margasari
Parameter yang diamati dalam menentukan kesesuaian sedimen yaitu antara lain parameter fisika: warna sedimen, tekstur sedimen, kimia: pH sedimen, C-Organik, Unsur Hara dan biologi: respirasi mikrobia. Parameter tersebut merupakan faktor pembatas dalam kegiatan budidaya tambak udang windu (Penaeus monodon). Dari hasil pembobotan dan skoring pada Tabel 2 memperlihatkan nilai skor kesesuaian bagi budidaya udang windu pada lokasi tambak 1 sebesar 88%, lokasi tambak 2 sebesar 76%, dan pada lokasi tambak 3 sebesar 84%. Parameter sedimen pada tiap lokasi tambak udang windu di Desa Margasari sudah tergolong baik, dengan tambak pertama beberapa parameternya sudah sangat sesuai berdasarkan skornya 88%, tetapi pada variabel pH sedimen, C-Organik dan Nitrogen masih tergolong cukup sesuai. Hal tersebut masih harus diperhatikan kembali dalam pengelolaannya sehingga kualitas sedimen sebagai media budidaya tambak udang windu jadi lebih baik.
Pada lokasi tambak 2 skor yang didapat paling rendah dengan keterangan skor cukup sesuai (76%) karena parameter fisika, kimia, dan biologinya masih terbilang cukup sesuai dengan variabel yaitu warna, pH, C-Organik, unsur hara dan respirasi mikrobia yang mendapatkan skor yang cukup. Pada lokasi tambak 3 mendapatkan nilai skor 84%, skor tersebut sudah termasuk baik, akan tetapi ada beberapa variabel yang harus diperahatikan kembali yaitu
warna sedimen, pH, C-Organik, Nitrogen yang masih mendapakan skor yang cukup sesuai. Variabel yang masih cukup sesuai yaitu warna sedimen, warna sedimen itu sendiri apabila kualitasnya baik dengan warna yang gelap akan mengandung bahan organik yang sangat cocok untuk tambak udang, bahan organik adalah sumber energi bagi bakteri dan mikroba yang menghasilkan nutrisi proses biokimia (Boyd. 1995).
Lalu variabel yang masih cukup baik pada tiap lokasi tambak yaitu pH sedimen. Nilai pH yang paling baik yaitu mendekati netral atau 7 (Hadmoko, 2012). Variabel selanjutnya yang masih cukup sesuai yaitu C-Organik. Nilai kandungan karbon organik sedimen dapat digunakan untuk menduga kandungan bahan organik secara keseluruhan. Menurut Boyd et al., 2002, kandungan karbon organik suatu sedimen adalah 45-50% kandungan bahan organik secara keseluruhan.
Kandungan bahan organik yang tinggi akan meningkatkan kebutuhan oksigen yang diperlukan oleh bakteri untuk menguraikannya (Hadmoko, 2012). Namun demikian, bahan organik yang terlalu rendah dapat menyebabkan tingginya nilai pH sedimen dan air. Kandungan bahan organik yang rendah menyebabkan berkurangnya kandungan karbondioksida, sehingga pH sedimen cenderung basa. Varibel lainnya yang masih cukup sesuai yaitu Nitrogen, Nitrogen merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan
phytoplankton. Nitrogen sedimen bisa ditambahkan melalui penambahan pupuk, pupuk kandang, dan makanan.
© e-JRTBP Volume 7 No 2 Februari 2019
Tabel 2. Pembobotan dan Skoring Kesesuaian Sedimen Untuk Budidaya Udang Windu Pada Tiap Lokasi Tambak di Desa Margasari
Kesimpulan dan Saran
Kualitas sedimen tambak di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur tergolong sangat sesuai (S1) pada lokasi tambak ke 1 untuk budidaya udang windu, adapun lokasi tambak ke 2 dan ke 3 tergolong cukup sesuai (S2) untuk budidaya udang windu. Parameter yang memerlukan penanganan lebih lanjut adalah kadar pH sedimen, C-Organik, nitrogen, kalium.
Pembudidaya tambak udang harus lebih memperhatikan kembali unsur fisika, kimia, dan biologi sedimen tambak udang windu (Penaeus monodon) pada lokasi tambak ke 2 dan ke 3. Parameter yang perlu diperhatikan dan memerlukan penanganan lebih lanjut yaitu kadar pH sedimen, C-Organik, nitrogen, kalium, sehingga udang yang dibudidayakan lebih berkualitas serta memiliki kandungan nutrisi yang
lebih baik sebagai komoditas konsumsi.
Daftar Pustaka
Agusman. 2006. Karakterisasi Tanah-Tanah Berwarna Hitam hingga Merah Di atas Farmasi Kors Kabupaten Gunung Kidul. Vol 6. Hal 39 – 46.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2009. Produksi udang windu (Penaeus monodon) di tambak dengan teknologi sederhana (4 Juli 2011).
Basmi, H.J. 2000. Planktonologi: Plankton sebagai Bioindikator Kualitas Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hlm 32 – 42.
Boyd, C. E. 1988. Water Quality in Warm water Fish Ponds. Aubrn University, Alabama. 561 pp. Boyd, C. E. 1995. Chemistry and
Efficacy of Amendments Used to Treat Water and Soil Quality Variabel
Hasil Sampel Tambak 1 Skor (A) x (B) Hasil Sampel Tambak 2 Skor (A) x (B) Hasil Sampel Tambak 3 Skor (A) x (B) Warna Sedimen 10 6 6 Tekstur Sedimen : Liat (%) Pasir (%) 15 15 15 15 15 15 pH Sedimen 6 6 6 C-Organik (%) 6 6 6 Unsur Hara : Nitrogen (%) 6 6 6 Pospor (mg/l) Kalium (mg/l) Respirasi Mikrobia 10 10 10 10 6 6 10 10 10 Total Skoring 88 76 84 Nilai Skor (%) 88 76 84
© e-JRTBP Volume 7 No 2 Februari 2019
Imbalances in Shrimp Penaeids.
Proceeding of the Aquaculture’
95. World Aquaculture Society. San diego, California.
Boyd, C. E., Wood, C.W., & Thunjai, T., 2002. Aquaculture Pond Bottom Soil Quality Management. Oregon State University, Corvallis, Oregon. 41 pp.
Buwono. 1993. Tambak Udang
Windu Sistem Pengelolaan
Berpola Intensif. Kanisius, Yogyakarta. 100 hlm.
Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan perairan. Kanisius, Yogyakarta. 100 hlm. Hadmoko. 2012. Evaluasi Sumber
Daya Lahan Prosedur dan Teknik Evaluasi Lahan: Aplikasi teknik skoring dan matching. Tesis. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 73 hlm.
Hakim, M.Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S.G. Nugroho, H.M. Soul, M.A. Diha, Go Bang Hong, & H.H. Bailey. 1982. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung, Lampung. 45 hlm. Hargreaves & John A. 2002. Control
of Clay Turbidity in Ponds. Southern Regional Aquaculture Center (SRAC). Jurnal Penelitian, IX(27): 115 – 119.
Harsono. 2008. Hubungan sistem aliran air pada jaringan tata air dalam mendukung produktivitas lahan daerah rawa pasang surut.
Jurnal Sumber Daya Air, 4(2):125-138.
Ilyas, S., Cholik, F., Poernomo, A., Ismail, W., Arifudin, R., Daulay, T. 1987. Petunjuk Teknis bagi
Pengoperasian Unit Usaha
Pembesaran Udang Windu. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta, 100 hlm. Karthik, M., Suri, J., Saharan, N. &
Biradar, R.S. 2005. Brackish Water Aquaculture Site Selection in Palghar Taluk, Thane district of Maharashtra, India, Using the Techniques of Remote Sensing and Geographical Information System. Aquaculture Engineering, 32: 285-302
Menon, R.G. 1973. Soil and Water Analysis: A Laboratory Manual for the Analysis of Soil and Water. Proyek Survey O.K.T. Sumatera Selatan, Palembang. 190 pp. Mintardjo, A. Sunaryanto, & U.
Hermania. 1984. Persayaratan Tanah dan Air Untuk Tambak.
Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian. 43 hlm. Murtidjo. 2003. Benih Udang Windu
Skala Kecil, Dalam Seri
Penangkapan. Kanisius,
Yogyakarta. 60 hal.
Nastiti A.S., Nuroriah, S., Purnamaningtyas, S.E., & Kartamihardja, E.S. 2001. Dampak Budidaya Ikan Dalam Jaring Apung Terhadap Peningkatan Unsur N dan P di Perairan Waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 7(2): hal 22 – 30.
Poernomo, A. 1992. Pemilihan
Lokasi Tambak Udang
Berwawasan Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Dep. Petanian, Jakarta. 45 hlm.
Soepardi. 1979. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah Fakultas. 70 hlm.
© e-JRTBP Volume 7 No 2 Februari 2019
Supratno K.P, & T. Kasnadi. 2003.
Peluang usaha Budidaya
Alternatif dengan Pembesaran Pelatihan Budidaya Udang Windu Sistem Tertutup bagi Petani Kab. Tegal dan Jepara. JaTeng 19 Mei, 18 Juni 2003, di BBPBAP. Jepara. Sitorus, SRP. 1985. Evaluasi
Sumberdaya Lahan. Penerbit Tasito, Bandung. 78 hal.
Trisakti, B. 2003. Pemanfaatan
Penginderaan Jauh Untuk
Budidaya Perikanan Pantai. Teknologi Penginderaan Jauh dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Lautan. Bab 4. LAPAN. Jakarta. 78 hlm.
Walker, J.P & R.H. Paul. 2002. Evaluation of the Ohmmapper instrument for soil measurement.
Soil Science Society of America Journal, Vol 66.
Wiadnyana. 2006. Mikro algae Berbahaya di Perairan Indonesia.
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. No. 29: 15-28.
Widigdo, B. 2002. Diperlukan Pembakuan Kriteria Eko-Biologis Untuk Menentukan “Potensi Alami” Kawasan Pesisir Untuk Budidaya Udang. Prosiding. Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. PKSPL-IPB. Bogor 21-26 Februari 2002.