• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI KEBIJAKAN PENGATURAN LALU LINTAS UDARA OLEH PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DALAM KERANGKA PELAKSANAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI KEBIJAKAN PENGATURAN LALU LINTAS UDARA OLEH PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DALAM KERANGKA PELAKSANAAN"

Copied!
198
0
0

Teks penuh

(1)

i

KAJIAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI KEBIJAKAN PENGATURAN LALU LINTAS UDARA OLEH PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DALAM KERANGKA PELAKSANAAN

ASEAN OPEN SKY 2015

PENULISAN HUKUM

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna menyelesaikan

Program Sarjana (S-1) Ilmu Hukum Universitas Diponegoro

Disusun Oleh: HUSNI MUBARAK

(2)
(3)
(4)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Penulisan Hukum ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi lain, dan sepanjang pengetahuan saya didalamnya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Semarang, 27 Juli 2015 Husni Mubarak 11010111130308 ng Meterai Rp 6.000,-

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Belajar, Berkarya, dan Bermanfaaat untuk Orang Lain

“Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah: 6)

“Dengan Iman, Ilmu, dan Amal kita berjuang, Yakin Usaha Sampai” – Himpunan Mahasiswa Islam

“Sepi ing pamrih rame ing gawe” – Pepatah Jawa

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

― Pramoedya Ananta Toer

Penulisan Hukum ini ku persembahkan kepada:

Kedua Orangtua, Kedua Kakak dan Keluarga Besarku,

Almamater Universitas Diponegoro, dan

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur yang tak terhingga Penulis panjatkan kepada Maha dari Segala Maha Pemilik ilmu di langit dan di bumi, Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Kajian Hukum Internasional Mengenai Kebijakan Pengaturan Lalu Lintas Udara Oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam Kerangka Pelaksanaan ASEAN Open Sky 2015” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S-1) pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang.

Mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, Penulis menyadari penyusunan skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik tanpa doa, dukungan dan semangat dari berbagai pihak yang diberikan kepada Penulis. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati Penulis ingin mengucapkan terimakasih dan rasa hormat kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Yos Johan Utama, SH., M.Hum., selaku Rektor Universitas Diponegoro;

2. Bapak Prof. Dr. R. Benny Riyanto, S.H., CN., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro beserta para Pembantu Dekan; 3. Bapak Dr. Yunanto, S.H., Mhum, selaku Dosen Wali yang selalu tanpa kenal

(7)

vii

sehingga penulis dapat menjalanis proses perkuliahan di Fakultas Hukum ini dengan baik

4. Bapak HM. Kabul Supriyadhie, SH., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang dengan ketelitian serta kesabaran dalam membimbing dan memeriksa penulisan hukum ini dan juga memberikan kesempatan kepada Penulis untuk berdiskusi dengan beliau; serta memotivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. Terimakasih atas waktu dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis. Tanpa beliau, Penulis tidak dapat menyelesaikan penulisan hukum ini dengan baik dan tepat waktu.

5. Bapak Dr. Agus Pramono, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang sangat demokratis dalam berinteraksi dan berdiskusi dengan mahasiswa baik di kelas maupun saat bimbingan penulisan hukum. Terimakasih atas waktu dan ilmu yang telah diberikan kepada Penulis. Tanpa beliau, Penulis tidak dapat menyelesaikan penulisan hukum ini dengan baik dan tepat waktu. 6. Ibu Peni Susetyorini, SH., MH., selaku Ketua Bagian Hukum Internasional

dan Bapak Nuswantoro, SH., MH., selaku Sekretaris Bagian Hukum Internasional beserta seluruh dosen dari Bagian Hukum Internasional lainnya yakni Prof. Dr. F.X. Adji Samekto, SH, M.Hum, Dr. Darminto Hartono, SH, LLM, Prof. Dr. Rahayu, SH, M.Hum, Dr. F.X. Joko Priyono, SH, M.Hum, Dr. Kholis Roisah, SH, MH, Elfia Farida, SH, M.Hum, Prof. Dr. Lazarus, SH, M.Hum, Dr. Joko Setyono, SH, M.Hum, Dr. Soekotjo Hardiwinoto, SH, LLM beserta dosen-dosen HI lainnya yang telah mengajarkan matakuliah-matakuliah Hukum Internasional yang sangat diminati Penulis;

(8)

viii

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, yang telah memberikan ilmu-ilmu yang kelak pasti berguna di masa depan Penulis, serta seluruh staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro yang telah membantu kelancaran perkuliahan penulis;

8. Bapak Prof. Dr. H. K. Martono, S.H., LL.M yang telah menginspirasi Penulis untuk mengkaji ilmu Hukum Udara dan Ruang Angkasa melalui buku-buku beliau ataupun ceramah beliau yang sempat Penulis hadiri.

9. Bapak (Alm) Prof. Dr. H. Priyatna Abdurrasyid, S.H., Ph.D atas kepakaran beliau terkait Hukum Udara dan Ruang Angkasa sehingga telah menginspirasi Penulis untuk mengkaji ilmu Hukum Udara dan Ruang Angkasa melalui karya karya tulis beliau.

10. Kedua orang tua yang sangat saya sayangi, Bapak H. Tafsirul Anam dan Ibu Siti Baroroh. Terimakasih telah merawat, mendidik, dan membina Penulis sejak dilahirkan hingga sekarang saat penulis telah berada di fase menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi. Terimakasih atas setiap doa yang terucap, dukungan yang diberikan, ilmu, dan nasehat yang diberikan kepada Penulis. Tanpa mereka, penulis tidak akan mampu berada di fase kehidupan yang penulis jalani sekarang. Semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan, keselamatan, kemurahan rezeki, serta pahala, dan kebaikan yang berlipat ganda kepada Bapak dan Ibu. Amin.

11. Kedua kakak saya, Khoirul Hakim, S.T dan Halimah Sa‟ Diah, S.AB, terimakasih atas segala doa dan dukungan yang diberikan kepada Penulis selama ini, baik secara moril dan materiil. Terimakasih sebesar-besarnya.

(9)

ix

Semoga kita semua dilimpahkan keberkahan dan diberikan perlindungan oleh Allah SWT.

12. Nikita Diandra Mayang Puspa, seseorang terdekat yang terus mendukung dan menemani Penulis dalam setiap proses kehidupan dan penulisan hukum ini, serta tempat berbagi keluh kesah dan cerita. Terimakasih atas setiap perhatian, doa, dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini. Semoga setiap doa dan harapan dapat terwujud untuk kita di masa mendatang.

13. Sahabat terdekat Penulis selama berada di Semarang: Eros Rahmani Rifki, S.H, Shahinshah Satria Al-Azis, S.H, Pratita Manggala Tama, S.H, Muhammad Ali Hasan, S.H, Abdurrahman, S.H, Nabila Chalisa, S.H, Adani Shabrina Ghassani, S.H, Bayu Tri Setiaji, S.H dan Endeng Gumilang. Terimakasih atas setiap kisah yang ditorehkan selama kita menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Semoga tinta persahabatan ini tetap abadi.

14. Sahabat sejak semester 1 di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro: Eros, Zakky, Ridwan, Dandia, Filzah, Natalia, Retno, Putri Silvia. Tiada indahnya masa-masa kuliah ini tanpa adanya warna yang kalian torehkan. Semoga kita selalu dapat berjumpa kembali pada kesempatan yang lainnya, sukses untuk apapun yang ingin diraih nantinya.

15. Sahabat di “Geng Sirkus”: Rizchy Kavilla, Cahayaningrum Fauziah, Rendy Fratama, Ibnu Surahmah, Verdad Chabibullah, Bayu Tri Setiaji, Hieldayanti, Fajar Riansyah, Zulfikar Fachri, Pratita Manggala, Nabila Chalisa, Iqra

(10)

x

Amelia, Edlina Ghassani, Nursilmi Pratiwi, Fany Arfiyandita, dan Raden Satrio. Terimakasih atas persahabatan dan kekeluargaan yang telah dibangun selama ini. Semoga kesuksesan menyertai kita di masa depan. Amin.

16. Sahabat SMAN 13 Jakarta Utara angkatan 2011 di Universitas Diponegoro: Muadz Muzakki, Asnan Maghribi, Rindu Rescuemha, Eko Wahyu Basuki, Dhienda Mariva, Giveth Pintor, Siti Hawa, Fajar Ramadhan, Paizal Pebriyanto, Risha Aristiani, Rofiq, Zaqia, dan Puji. Semoga kita semua dapat meraih kesuksesan dan dapat membanggakan almamater SMAN 13 Jakarta. 17. Sahabat-sahabat di SMAN 13 Jakarta: Akbar, Azrul, Benny, Didik, Angga,

Rully, Rian, Aji, Adam, Juliatrin, Angga, Robby, Gilang, Eko, Bintang, Faris, Randi, Yandhi.

18. Teman satu kos “The Orange”: M. Retza Billiansya, Ridwan Pradana, Chandra Prabawa, Aufarriza Muhammad, Praditya Adi Nugroho, Renzi, Ghifari Ananto, dan Izki Ramadhan. Terimakasih atas kebersamaan selama ini.

19. Teman-teman satu bimbingan penulisan hukum: Kak Abidah, Loisa, Shabrina, Vicky, Eros, Agnes, Valen, Novia, dan Roy Akase. Terimakasih telah mendukung satu sama lain dalam penyelesaian penulisan hukum masing-masing.

20. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, ALSA Local Chapter Universitas Diponegoro, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

(11)

xi

Periode 2012-2013, Komunitas Payung, dan segenap rekan-rekan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

Dalam penyusunan penulisan hukum ini Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna disebabkan oleh keterbatasan yang dimiliki Penulis, maka dengan segala kerendahan hati Penulis bersedia menerima segala kritik dan saran yang membangun untuk skripsi ini. Akhir kata, Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat terhadap pengembangan wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum udara bagi diri Penulis maupun pihak-pihak lain yang mempergunakannya.

Semarang, 27 Juli 2015 Hormat Penulis

(12)

xii

ABSTRAK

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan negara dengan wilayah terbesar di Asia Tenggara dalam sejarah memiliki peran strategis dalam organisasi ASEAN. Sebagai salah satu negara pendiri ASEAN, Indonesia mempunyai tantangan dalam melaksanakan ASEAN Economic Community 2015 dan kebijakan di bidang transportasi udara yaitu ASEAN Open Sky Policy 2015. Globalisasi dan liberalisasi di segala bidang termasuk di bidang penerbangan antara lain menyebabkan kehadiran kebijakan ASEAN Open Sky Policy.

Permasalahan yang menjadi dasar penelitian ini adalah: bagaimana bentuk perjanjian dari kebijakan ASEAN Open Sky dan bagaimana kebijakan Pemerintah Republik Indonesia selaku regulator dalam melakukan pengaturan lalu lintas udara di Indonesia, serta apakah ada implikasi dari kebijakan ASEAN Open Sky terhadap kedaulatan di ruang udara.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah metode yuridis normatif. Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analitis. Data dalam penelitian ini yaitu bahan perjanjian, peraturan perundang-undangan, dan bahan pustaka.

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perjanjian dalam ASEAN Open Sky Policy 2015 terdiri atas tiga perjanjian yang mengatur tentang pelayanan angkutan udara, penumpang, dan kargo udara. Kebijakan ini memiliki implikasi terhadap kedaulatan di ruang udara. Pengaturan lalu lintas udara oleh Pemerintah Republik Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan peraturan-peraturan dibawahnya.

Kata Kunci: ASEAN, Open Sky, Lalu Lintas Udara, Kedaulatan, Ruang Udara

(13)

xiii

ABSTRACT

Indonesia as the largest archipelagic state in the world and as a country with the largest territory in Southeast Asia has strategic role in ASEAN organization. Indonesia was one of the founding members of ASEAN, Indonesia has a challenge in implementing the ASEAN Economic Community in 2015 and the policy in field of air transport, namely the ASEAN Open Sky Policy in 2015. Globalization and liberalization in all fields, including in the field of aviation among others, led to the presence of ASEAN Open Sky Policy.

The problem that became the basis of this research are: how to form agreements on ASEAN Open Sky Policy and how the policy of the government of the Republic of Indonesia as the regulator in setting air traffic in Indonesia, as well as whether there are implications on ASEAN Open Sky Policy against sovereignty over airspace.

Legal method used in the writing of this law is a normative juridical method. Research specification used in this research is descriptive - analytics. The data are collected by doing a research based on material agreements, legislation, and library materials.

It can be concluded that the agreements in ASEAN Open Sky Policy in 2015 consists of three agreements on air services, passenger and air cargo. This policy has implications for sovereignty over airspace. Air traffic control by the Government of the Republic of Indonesia stipulated by Law No. 1 Year 2009 on Aviation and the regulations under it.

(14)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PENGUJIAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

DAFTAR ISI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. . Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 8 C. Tujuan Penelitian ... ... 9 D. Kegunaan Penelitian ... 9 E. Sistematika Penulisan... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Udara dan Politik Hukum Udara ... 12

1. Pengertian Hukum Udara ... ... 12

2. Sumber Hukum Udara ... 13

3. Pengertian Politik Hukum ... 15

4. Politik Hukum Udara di Indonesia ... .18

B. Tinjauan Umum Tentang Penerbangan Sipil ... 28

1. Pengertian Penerbangan Sipil dalam Hukum Udara ... 28

2. Pertumbuhan Lalu Lintas Angkutan Udara ... 29

(15)

xv

4. Sejarah Perkembangan Perjanjian Kebijakan Open Sky ... 31

C. Tinjauan Umum Tentang ASEAN ... 33

1. Sejarah Pembentukan dan Perkembangan ASEAN ... 33

2. Regionalisme ASEAN ... 35

3. Komunitas Ekonomi ASEAN ... 36

4. Konektivitas ASEAN ... 37

5. Pasar Tunggal Penerbangan ASEAN ... 38

D. Tinjauan Umum Tentang Kedaulatan Negara dan Ruang Udara ... ... 39

1. Pengertian Kedaulatan ... 39

2. Kedaulatan Negara dalam Dimensi Hukum Internasional ... 41

3. Wilayah Udara ... 42

4. Aspek-Aspek Kedaulatan Negara di Wilayah Udara ... 45

BAB III METODE PENELITIAN ... 49

A. Metode Pendekatan ... 51

B. Spesifikasi Penelitian ... 52

C. Metode Pengumpulan Data ... 53

D. Sumber Data ... 55

E. Metode Analisis Data ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Bentuk Perjanjian Multilateral Kebijakan ASEAN Open Sky dalam Perspektif Hukum Internasional ... ... 57

A1. International Air Transport Agreement 1944 (IATA 1944) dan Sembilan Hak Kebebasan Udara (Ninth Freedom of The Air) ... 57

A2. Persetujuan Multilateral ASEAN Tentang Jasa Angkutan Udara Tahun 2009 (2009 ASEAN Multilateral Agreement on Air Services) ... 67

(16)

xvi

A3. Persetujuan Multilateral ASEAN tentang Liberalisasi Penuh Jasa

Angkutan Kargo Udara Tahun 2009 (2009 ASEAN

Multilateral Agreement on The Full Liberalisation of Air

Freight Services) ... 92 A4. Persetujuan Multilateral ASEAN tentang Liberalisasi Penuh

Udara Penumpang Tahun 2010 (2010 ASEAN Multilateral

Agreement On The Full Liberalisation of Passenger Air

Services) ... 98 A5. Pelaksanaan Instrumen Perjanjian Open Sky dan Ratifikasi

oleh Pemerintah Republk Indonesia ... 104

B. Kebijakan Pengaturan Lalu Lintas Udara oleh Pemerintah Republik Indonesia Selaku Regulator dan Implikasi Kedaulatan Udara Terkait Pengaturan Ruang Terbuka Udara dalam Pelaksanaan ASEAN Open Sky ... 114

B1. Pengaturan Lalu Lintas Udara di Wilayah Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan ... 114

B2. Arah Kebijakan Transportasi Udara Indonesia Tahun 2010-2019 .. 127

B3. Manajemen Pelayanan Navigasi Penerbangan di

Republik Indonesia ... 138

B3.1 Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan

Indonesia (Airnav Indonesia) ...140

B3.2 Air Traffic Management (Manajemen Lalu Lintas Udara) ...144

(17)

xvii

B4. Tata Kelola Kebandarudaraan di Republik Indonesia ... 155

B5. Implikasi Kebijakan ASEAN Open Sky Terhadap Kedaulatan di Ruang Udara ... 160

B6. Asas Cobatage Sebagai Amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan ... 165

BAB V PENUTUP ... 170

A. Simpulan ... 170

B. Saran ... 172

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah kawasan regional Asia Tenggara dan terbentuknya Association of South East Asian Nations (ASEAN) pada tanggal 8 Agustus 1967 yang diprakarsai oleh Indonesia, Thailand, Filipina, Malaysia, dan Singapura memiliki fase yang panjang hampir setengah abad lamanya menciptakan suasana yang aman dan pola kerjasama yang baik antara negara-negara anggota ASEAN. Bahwa sebelum terbentuknya ASEAN, situasi politik dan keamanan negara di Asia Tenggara masih didominasi oleh pola politik dan keamanan pada tingkat regional-internasional, akibat dari perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet.

Selama masa 5 dekade ini, dari satu Asosiasi yang bekerjama di atas dasar satu mekanisme longgar yang hadir melalui Deklarasi Politik 1967, sekarang ASEAN beraktivitas di atas dasar prinsip-prinsip hukum, kerangka hukum dan mesin-mesin dalam Piagam ASEAN. Di masa sekarang, antar anggota ASEAN semakin berkait secara erat, menjadi satu aparat yang sempurna dan satu mitra yang tidak bisa kurang dari negara-negara besar dan organisasi-organisasi internasional penting. ASEAN masa kini mengalami transformasi menuju semangat solidaritas demi tujuan membangun “satu kawasan yang damai, aman, stabil yang berjangka panjang, pertumbuhan

(19)

2

ekonomi yang berkesinambungan, kemajuan sosial dan kesejahteraan bersama”1.

Bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dan merupakan salah satu pendiri ASEAN memiliki andil besar dalam perkembangan ASEAN. Kondisi geografis Indonesia merupakan anugerah karena memiliki posisi yang strategis dimana posisi Indonesia berada di antara Benua Asia dan Australia, terbentang di Samudera Pasifik dan Hindia, diantara 6 derajat Lintang Utara sampai dengan 11 derajat Lintang Selatan dan 95 derajat Bujur Timur sampai dengan 141 derajat Bujur Timur dan diantara dua rangkaian

pegunungan, yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediteranian.2

Menurut M.Sabir, latar belakang terbentuknya ASEAN berkaitan dengan peristiwa yang terjadi di Asia Tenggara sekitar 1965-1966, dan yang erat kaitannya dengan terbentuknya ASEAN adalah peristiwa munculnya Orde Baru di Indonesia menggantikan Orde Lama. Oleh karena itu pembentukan

ASEAN tidak lepas dari peran Indonesia.3

Menurut Rizki S. Saputro dalam Zainuddin Djafar, kesamaan budaya, ekonomi, politik, ideologi, dan geografis dalam suatu wilayah diasumsikan dapat memunculkan organisasi yang lebih efektif. Oleh karena itu, bentuk regionalisme dapat dibedakan berdasarkan kriteria geografis, militer, politik,

1 VOV World, Daya Hidup ASEAN setelah Hampir Separo Abad Terbentuk Berkembang,

http://vovworld.vn/id-ID/Ulasan-Berita/Daya-hidup-ASEAN-setelah-hampir-separo-abad-terbentuk-dan-berkembang/261496.vov, diakses tanggal 3 Februari 2015.

2Zainuddin Djafar, Moon Young Ju, et al, Peran Strategis Indonesia dalam Pembentukan ASEAN

dan Dinamikanya, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2012), halaman 31.

(20)

3

ekonomi atau transaksional, bahasa, agama kebudayaan dan lainnya. Tujuan utama dari organisasi regional adalah untuk menciptakan perjanjian perdamaian dan kerja sama yang saling menguntungkan di berbagai aspek dan penguatan area saling ketergantungan pada negara-negara adikuasa

(superpower)4. Pola saling ketergantungan ini yang dinamakan sebagai

Regionalisme.

Regionalisme Asia Tenggara dimulai dalam konsep Asean Community 2015 dimana terdapat tiga pilar di dalamnya: ekonomi, kebudayaan, dan keamanan. Di dalam bidang ekonomi hadir mekanisme Pasar Tunggal ASEAN dan Perdagangan Bebas dimana arus liberalisasi jasa dan barang hadir dalam konteks regional ASEAN. Dalam dunia penerbangan, hadir suatu konsep konektivitas ASEAN yang di dalamnya juga meliputi Pasar Tunggal Penerbangan Seluruh ASEAN, Kebijakan Udara Bebas ASEAN (Open Sky),

dan juga liberalisasi Angkutan Udara.5

Perkembangan jasa angkutan udara di Indonesia dan juga ASEAN mengalami kemajuan yang sangat pesat. Peran dari Industri penerbangan sangat penting bagi kehidupan umat manusia khususnya di Republik Indonesia dan juga ASEAN. Indonesia sebagai negara strategis yang memiliki wilayah

4

Bahwa faktor penting dari keberadaan ASEAN adalah nuansa regionalisme yang bersahabat antar anggotanya, dimana didalamanya terdapat iklim untuk saling melindungi dan bekerjasama satau sama lain dan meningkatkan ketahanan regional dalam menghadapi globalisasi dan hegemoni negara-negara maju. Organisasi regional dapat menjadi penopang dalam hubungan multilateral. Lihat: Rizki S. Saputro dalam Zainuddin Djafar, Moon Young Jo, et al., Op.Cit, halaman 17.

5

Fachri Mahmud, ASEAN Open Sky dan Tantangan Bagi Indonesia, (Jakarta: PT Mahmud Yunus Wadzuriyah, 2012), halaman 14-15.

(21)

4

kepulauan terbesar di dunia yang sangat membutuhkan transportasi udara untuk menghubungkan penumpang dari pulau yang satu ke pulau yang lainnya.

Bahwa Indonesia melalui bandara Soekarno Hatta, Jakarta adalah bandara yang memiliki kepadatan sangat tinggi, menempati urutan pertama di ASEAN: dengan 42.25 Juta penumpang pada tahun 2014. Sedangkan dalam tolak ukur peringkat 100 terbaik bandar udara di ASEAN bahkan di dunia, Bandara Soekarno Hatta masih tertinggal jauh dengan Bandara Changi di

Singapura ataupun Bandara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia.6

Dalam era wilayah udara akan dibuka secara bebas, menjadi tantangan yang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas baik dari segi infrastruktur bandar udara, manajemen keselamatan penerbangan, pelayanan industri penerbangan nasional yang sehat, dan juga regulasi yang mendukung kemajuan dunia penerbangan nasional. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan diri industri penerbangan nasional dalam hal persaingan liberalisasi penerbangan di ASEAN dengan ditandainya dengan pengaturan kebijakan ruang udara terbuka yang disebut ASEAN Open Skies Policy.

6

Bandara Soekarno-Hatta Jakarta memiliki jumlah penumpang 42, 25 juta di Tahun 2014, disusul Bandara Changi di Singapura dengan jumlah penumpang: 40.09 juta di tahun 2014. Selanjutnya Bandara Internasional Kuala Lumpur di Malaysia dan Bandara Suvarnabhumi, Bangkok di Thailand masing-masing memiliki jumlah penumpang 36.1 Juta dan 33.52 juta pada tahun 2014. Sedangkan dalam hal segi kualitas bandara di ASEAN, Bandara Soekarno Hatta Jakarta menempati peringkat 60 di dunia, dibandingkan dengan Bandara Changi Singapura yang menempati peringkat 1, selanjutnya Bandara Internasional Kuala Lumpur menempati peringkat 20, dan Bandara Suvarnabhumi, Bangkok berada di peringkat ke 48. Artinya, jumlah penumpang di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta tidak berbanding lurus dengan tingkat kualitas dan prestasi yang diukir bandara tersebut. Lihat: Majalah BUMN Track, Laporan Utama: Menimbang BUMN di

(22)

5

Perkembangan pengaturan kebijakan ruang udara bebas di ASEAN ini merupakan implikasi dari hadirnya ASEAN Community dalam bidang ekonomi yang diwujudkan melalui kebijakan ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Semangat dari pada pelaksanaan konsep-konsep ASEAN Community adalah menjadikan negara-negara di ASEAN menjadi satu dan berhubungan dengan liberalisasi di segala bidang, termasuk di bidang penerbangan.

Embrio konsep dari ASEAN Community dan juga ASEAN Open Sky 2015 lahir sejak para pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN di Kuala Lumpur Desember 1997 memutuskan untuk mentransformasikan ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan berdaya saing tingi dengan tingkat pembangunan ekonomi yang merata serta kesenjangan sosial ekonomi dan

kemiskinan yang semakin berkurang7.

Pada tahun 2011 terselenggara ASEAN Summit ke-18 di Jakarta dan Presiden Republik Indonesia saat itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa tiga prioritas yang digariskan Indonesia: menjamin kemajuan berarti dalam mencapai Komunitas ASEAN; menjamin agar arsitek regional dan lingkungan regional tetap berpusat pada ASEAN dan perkembangan yang kondusif; dan agar memulai bahasan mengenai visi

7

Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Cetak Biru

(23)

6

ASEAN setelah tahun 2015 yakni “Komunitas ASEAN dalam suatu

Komunitas Global dari Bangsa-Bangsa.”8

Dalam bidang transportasi, ASEAN Summit ke-18 juga menyingung juga terkait Rencana Transportasi Strategis ASEAN (ASEAN Strategic Transportation Plan - ASTP) tahun 2011-2015.9 Apa yang diatur dalam rencana tersebut merupakan bagian kerjasama di bidang transportasi dan integrasi transportasi dalam jangka waktu lima tahun berikutnya. Hal ini menyokong realisasi Komunitas Ekonomi ASEAN 2015 yang didalamnya hadir kebijakan ASEAN Open Sky dan juga masterplan konektivitas ASEAN.

Kebijakan ASEAN Open Sky dimulai dengan hadirnya tiga perjanjian

multilateral10: 1) 2009 ASEAN Multilateral Agreement on Air Services yang

ditandatangani di Manilla pada tanggal 20 Mei 2009 dan perjanjian ini telah diratifikasi oleh Indonesia; 2) 2009 ASEAN Multilateral Agreement on the Full Liberalisation of Air Freight Services yang ditandatangani di Manilla, 20 Mei 2009; 3) 2010 ASEAN Multilateral Agreement On The Full Liberalisation of Passenger Air Services, yang ditandatangani di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam pada 12 November 2010. dalam perjanjian liberalisasi penumpang ini, pelaksanaan di Indonesia terbatas sementara hanya pada lima bandara sipil di Indonesia (Soekarno-Hatta Jakarta, Kualanamu Medan, Sultan Hasanuddin Makassar, I Gusti Ngurah Rai Denpasar, dan Juanda Surabaya).

8

Fachri Mahmud., Op.Cit, halaman 21. 9 Ibid, halaman 22.

10

Semua perjanjian multilateral terkait ASEAN Open Sky ini diakses melalui situs resmi ASEAN:

(24)

7

Kebijakan penerapan ASEAN Open Sky 2015 nanti di Indonesia berdampak terhadap terbukanya wilayah udara Indonesia atas berbagai penerbangan internasional untuk melewati wilayah udara dan mendarat di wilayah Republik Indonesia. Lima bandara sipil di Indonesia (Jakarta, Medan, Makassar, Denpasar, dan Surabaya) menjadi terbuka oleh penerbangan asing di kawasan ASEAN. Hal ini berdampak strategis kepada Republik Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN dan akan menjadi sebuah permasalahan ketika ada implikasi terhadap kedaulatan udara dan konsep pengaturan lalu lintas udara melalui navigasi udara yang akan menjadi satu di ASEAN Open Sky. Permasalahan kedaulatan negara atas wilayah udara yang diatur didalam konvensi Chicago 1944: Setiap negara memiliki kedaulatan yang lengkap dan eksklusif terhadap ruang udara di atas wilayah kedaulatannya, akan menghadapi tantangan terkait pengaturan ruang udara yang bebas di ASEAN.

Dalam melaksanakan kebijakan ASEAN Open Sky 2015 dan program konektivitas penerbangan ASEAN, Pemerintah Republik Indonesia yang diwakili oleh Kementerian Perhubungan harus memikirkan pengelolaan pengaturan lalu lintas udara di Indonesia dan menjadi pengelola operator

navigasi udara ASEAN11 dalam rangka mempertahankan kedaulatan udara

Indonesia dan meningkatkan daya saing Industri penerbangan dalam negeri di dunia Internasional.

11Angkasa Online, Mengincar Operator Navigasi ASEAN, 11 Februari 2013,

http://www.angkasa.co.id/index.php/airways/334-mengincar-operator-navigasi-asean, diakses

(25)

8

Dari latar belakang ini, kemudian penulis ingin mengangkat masalah kedaulatan wilayah udara dan juga pengaturan lalu lintas udara dalam konteks penerapan kebijakan ASEAN Open Sky. Dalam pembahasannya, penulis akan membahas terkait konsep dari perjanjian kebijakan ASEAN Open Sky. Selanjutnya penulis akan membahas mengenai pengaturan lalu lintas udara yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia selaku regulator dan implikasi kedaulatan wilayah udara di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, judul penulisan hukum yang dipilih dalam penulisan hukum ini adalah:

“Kajian Hukum Internasional Mengenai Kebijakan Pengaturan Lalu Lintas Udara Oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam Kerangka Pelaksanaan ASEAN Open Sky 2015”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah penulis uraikan dalam latar belakang, maka permasalahan yang hendak dikemukakan dalam penulisan hukum ini adalah:

1. Bagaimana Bentuk Perjanjian Multilateral Kebijakan ASEAN Open Sky dalam Perspektif Hukum Internasional?

2. Bagaimana Kebijakan Pengaturan Lalu Lintas Udara oleh Pemerintah Republik Indonesia Selaku Regulator dan Implikasi Kedaulatan Udara Terkait Pengaturan Ruang Terbuka Udara dalam ASEAN Open Sky?

(26)

9

C. Tujuan Penelitian

Tujuan utama yang hendak dicapai dalam penulisan ini untuk:

- Menganalisis perjanjian multilateral ASEAN Open Sky dalam perspektif Hukum Internasional

- Menganalisis peran pemerintah Republik Indonesia selaku regulator dan pemangku kebijakan dalam hal pengaturan lalu lintas udara dan menjaga kedaulatan di ruang udara dalam pelaksanaan kebijakan ASEAN Open Sky.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat mencapai tujuan seperti yang telah dituliskan di atas, sehingga penulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca karya penulisan hukum ini nantinya. Adapun harapan bahwa hasil penelitian hukum ini dapat memberikan kegunaan teoritis dan praktis sebagai berikut:

a. Kegunaan Teoritis

Dengan adanya penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan dalam bidang Hukum Udara Internasional dan Nasional khususnya mengenai kebijakan kebebasan udara, pengaturan lalu lintas udara dan kedaulatan wilayah udara di dalamnya.

(27)

10 b. Kegunaan Praktis

Penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1) Menambah sumber informasi dan memberi manfaat untuk pemangku kebijakan (stakeholder) di bidang perhubungan udara dan operator penyelenggara angkutan udara.

2) Sebagai sarana penambah wawasan bagi semua pihak terkait mengenai kebijakan udara bebas di ASEAN atau dikenal dengan nama ASEAN Open Skies Policy.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi) Program Sarjana (S1) Ilmu Hukum Universitas Diponegoro.

Skripsi ini terbagi menjadi 5 (lima) bab, antara masing-masing bab terdapat keterkaitan satu dengan lainnya. Adapun gambaran yang jelas mengenai skripsi ini akan diuraikan dalam sistematika sebagai berikut:

Bab I. Pendahuluan

Pada bab 1 (satu) ini akan dibahas mengenai latar belakang pemilihan judul penulisan penelitian hukum ini. Kemudian dilanjutkan dengan perumusan masalah yang muncul, tujuan dilakukannya penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

(28)

11

Bab II. Tinjauan Pustaka

Pada bab ini akan terdiri dari 4 (empat) sub bab. Pada subbab pertama memuat tentang tinjauan umum tentang hukum udara dan politik hukum udara; sub bab kedua memuat tentang tinjauan umum tentang penerbangan sipil; sub bab ketiga memuat tinjauan umum tentang ASEAN; sub bab keempat memuat tinjauan umum tentang kedaulatan negara dan wilayah udara.

Bab III. Metode Penelitian

Pada bab 3 (tiga) akan diuraikan bagaimana metode dalam penyusunan penulisan hukum atau skripsi secara sitematis, yang berdasarkan pada metode pendekatan, spesifikasi penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada bab 4 (empat) akan diuraikan hasil penelitian mengenai konsep perjanjian kebijakan open sky di ASEAN, implikasi kedaulatan udara, dan kebijakan pengaturan lalu lintas udara oleh pemerintah Republik Indonesia

Bab V. Penutup

Pada bab 5 (lima) akan ditarik suatu simpulan sebagai hasil penelitian serta diberikan saran-saran yang berkaitan dengan pembahasan yang merupakan kristalisasi dari semua yang telah terurai pad bab-bab sebelumnya.

(29)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Udara dan Politik Hukum Udara 1. Pengertian Hukum Udara

Berbicara mengenai pengangkutan udara dalam konteks penerbangan sipil juga memerlukan pemahaman terkait Hukum Udara baik Nasional maupun Internasional di dalamnya.

Belum ada kesepakatan diantara para ahli hukum Internasional dalam memandang pengertian hukum udara atau yang di dalam bahasa Inggris disebut sebagai Air Law. K. Martono dan Agus Pramono mengatakan bahwa:

Para ahli Hukum Internasional kadang-kadang menggunakan istilah hukum udara (air law) atau hukum penerbangan (aviation law), atau hukum navigasi udara (air navigation law) atau hukum pengangkutan udara (air transportation law) atau hukum aeronatika penerbangan (aeronautical law) atau hukum udara aeoronautika (air-aeronautical law) saling bergantian tanpa dibedakan satu terhadap yang lain. Istilah-istilah “aviation law” atau “navigation law” atau “air transportation law” atau “aerial law” atau “aeronautical law” atau “air-aeronautical law” pengertiannya lebih sempit dibandingkan dengan pengertian “air law”.12

Hukum udara merupakan bidang keilmuan yang luas karena tidak hanya berbicara terkait hukum penerbangan belaka, tetapi juga berbicara

12

K. Martono dan Agus Pramono., Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional. (Jakarta: Rajawali Press, 2013), Halaman 3.

(30)

13

dengan kedaulatan udara serta berkaitan dengan aspek hukum konstitusi, administrasi, perdata, dagang atau bisnis, korporasi, manajemen, dan juga tentu hukum Internasional.

2. Sumber Hukum Udara

Sumber hukum udara dibagi menjadi dua sumber yaitu sumber hukum udara nasional dan sumber hukum udara internasional. Sumber Hukum Internasional sendiri sesuai dengan pasal 38 (1) Piagam

Mahkamah Internasional menyebutkan bahwa sumber hukum

internasional adalah “international treaty, international custom, as evidence of a general practice, accepted as law,”13

Menurut K. Martono, sumber hukum udara Internasional terdiri dari sumber hukum yang bersifat multilateral dan bilateral. Sumber hukum udara yang pertama yaitu bersifat multilateral adalah sebagai berikut: Convention Relating to International Aerial Navigation, signed at Paris on 13 October 1919, atau lebih dikenal sebagai Konvensi Paris 1919. Contoh lain dalam sumber hukum udara yang bersifat mulitalteral adalah International Air Services Transit Agreement, signed at Chicago on 7 December 1944, atau yang lebih dikenal sebagai Konvensi Chicago 1944. Sedangkan sumber hukum udara yang bersifat bilateral adalah perjanjian terkait hukum udara yang dilakukan oleh dua pihak (dua

13 Para Sarjana Hukum Internasional dan melalui Piagam Mahkamah Internasional menyebutkan bahwa sumber Hukum Internasional meliputi Perjanjian Internasional, Kebiasaan Internasional, Prinsip Hukum Umum yang dilalui oleh negara-negara beradab, dan keputusan pengadilan atau Yurisprudensi. Bahwa sumber hukum udara internasional juga bersumber kepada sumber hukum Intenasional itu sendiri. Lihat: K. Martono dan Ahmad Sudiro., Hukum Udara Nasional dan

(31)

14

negara) yang disebut sebagai Bilateral Air Transport Agreement. Dalam konteks negara Indonesia, perjanjian bilateral di bidang angkutan udara telah mencapai kerjasama tidak kurang dari 67 negara yang dapat

digunakan sebagai sumber hukum udara nasional dan internasional.14

Sumber hukum udara internasional lainnya adalah hukum kebiasaan internasional, salah satu wujud dari aturan yang berdasarkan hukum kebiasaan internasional adalah pasal 1 Konvensi Paris 1919 yang berbunyi: “the high contracting parties recognize that every power has complete and exclusive sovereignty over the airspace above its territory. Sumber hukum lainnya adalah prinsip-prinsip hukum umum, ajaran hukum, dan yurisprudensi.

Sedangkan, sumber hukum udara nasional menurut K.Martono15

terdapat di berbagai peraturan perundang-undangan nasional sebagai implementasi dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, disamping itu juga perjanjian angkutan udara internasional (bilateral air transport agreement) di mana Indonesia sebagai pesertanya merupakan sumber hukum udara Internasional publik.

14

ibid, halaman 5.

15 Sebagai pelaksanaan dari UUD NRI 1945, telah dikeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang penerbangan dari hierarkis Perundang-Undangan yang meliputi Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri Perhubungan, maupun Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara. Peraturan yang berbentuk Undang-Undang terkait penerbangan di Indonesia diantaranya: Undang Nomor 15 Tahun 1992, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003, dan yang terakhir Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009. Lihat: K. Martono dan Ahmad Sudiro., ibid, halaman 8.

(32)

15

3. Pengertian Politik Hukum

Menurut Mahfud MD, politik hukum adalah legal policy atau arah hukum yang akan diberlakukan oleh negara untuk mencapai tujuan negara yang bentuknya dapat berupa pembuatan hukum baru dengan penggantian hukum lama. Politik hukum harus berpijak pada tujuan negara dan sistem hukum yang berlaku di negara yang bersangkutan, dalam konteks Indonesia tujuan dan sistem itu terkandung di dalam

pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945 dan Pancasila16.

Menurut Abdul Hakim Garuda Nusantara, Politik hukum merupakan legal policy yang akan telah dilaksanakan secara nasional oleh Pemerintah Indonesia yang meliputi: pertama, pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan; kedua, pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk penegasan fungsi lembaga dan

pembinaan para penegak hukum.17

Upaya pembaharuan hukum sepanjang sejarah Indonesia terus bergulir pasca kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan konstitusi: Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) dan dasar negara di dalamnya. Republik Indonesia menjadi sebuah negara hukum (rechtstaat) bukan

16

Mahfud MD., Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, (Depok: Rajawali Pers, 2012), halaman 5.

17

Abdul Hakim Garuda Nusantara dalam Mahfud MD., Politik Hukum di Indonesia, (Depok: Rajawali Pers, 2014), halaman. 17.

(33)

16

negara kekuasaan (machtstaat). Sejak itu, berbagai produk hukum dibuat dalam konteks penyelenggaraan negara Indonesia.

Politik hukum nasional harus mempunyai materi-materi hukum yang berpijak pada cita-cita bangsa, tujuan negara, cita hukum, dan kaidah penuntun hukum: konstitusi negara dan Pancasila. Menurut Mahfud MD, politik hukum nasional sudah memiliki kerangka dan rambu-rambu yang cukup jelas, mulai dari Program Legislasi Nasional

(Prolegnas) sampai pada judicial review18.

Setelah Republik Indonesia berdiri, pembaharuan hukum terjadi atas dasar untuk menggantikan produk hukum kolonial Belanda dan zaman penjajahan Jepang. Dilihat dari segi tata hukum, maka proklamasi kemerdekaan merupakan tindakan perombakan secara total dan telah membawa Indonesia pada idealita dan realita hukum yang lain dari

sebelumnya.19

Perkembangan pembaharuan hukum di Indonesia tidak terlepas dari hubungan antara politik dan hukum. Seringkali terjadi tarik ulur

antara kepentingan politik dengan hukum. Menurut Mahfud MD20,

hukum selalu terpengaruh oleh politik dikarenakan sub sistem politik memiliki konsentrasi energi yang lebih besar daripada hukum. Lebih lanjut Daniel S. Lev menjelaskan bahwa untuk memahami sistem hukum

18 Mahfud MD., Op.cit, halaman 13. 19

Moh.Kosnoe dalam Mahfud MD., Loc.Cit. 20 Ibid, halaman 21.

(34)

17

di tengah-tengah transformasi politik harus diamati dari bawah dan

dilihat peran sosial politik apa yang diberikan orang kepadanya.21

Fungsi dan peran hukum sangat dipengaruhi dan kerapkali diintervensi oleh kekuatan politik. Di Indonesia, konfigurasi politik berkembang melalui tolak-tarik antara yang demokratis dan otoriter, sedangkan karaktek produk hukum mengikutinya dalam tolak-tarik

antara yang responsif dan konservatif22.

Dalam konteks pembangunan Hukum, Mochtar Kusumaatmadja pernah mengungkapkan bahwa “hukum tanpa kekuasaan adalah

angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman”23

Hukum dan politik bersinergi untuk mengupayakan suatu tujuan tertentu. Bahwa di dalam konteks hukum dan pembangunan, sering dikutip pernyataan Roscoe Pound yang diperkenalkan oleh Mochtar Kusumaatmadja yaitu hukum merupakan sebagai sarana rekayasa sosial (law is a tool of social engineering). Satjipto Rahardjo menjelaskan bahwa salah satu ciri yang menonjol dari hukum pada masyarakat modern adalah penggunaannya secara sadar oleh masyarakatnya. Disini hukum tidak hanya dipakai untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk

mengarahkannya kepada-kepada tujuan yang dikehendaki.24

21

Daniel S. Lev dalam Mahfud MD., ibid, halaman 20. 22 Mahfud MD., Op.cit, halaman 63.

23

Mochtar Kusumaatmadja dalam Mahfud MD., Op.cit, halaman 21.

(35)

18

Lebih lanjut Satjipto Rahardjo25 menyatakan bahwa penggunaan

hukum atau peraturan perundang-undangan sebagai instrumen kebijakan merupakan perkembangan mutakhir dalam sejarah hukum. Untuk bisa sampai pada tingkat perkembangan yang demikian, diperlukan persyaratan tertentu, seperti timbulnya pengorganisasian sosial yang

semakin tertib dan sempurna. Pengorganisasian ini tentunya

dimungkinkan oleh adanya kekuasaan di pusat yang makin efektif, dalam hal ini tidak lain adalah negara. Perundang-undangan mempunyai kelebihan dari norma-norma sosial yang lain, karena perundang-undangan dikaitkan pada kekuasaan yang tertinggi di suatu negara dan karenanya pula memiliki kekuasaan memaksa yang besar sekali.

4. Politik Hukum Udara di Indonesia

Dalam pelaksanaan politik hukum udara di Indonesia, perkembangan regulasi hukum udara di Indonesia melalui beberapa fase kebijakan berdasarkan konfigurasi politik dari rezim yang memerintah saat itu dan saat ini. Ada beberapa ideologi utama yang melatarbelakangi perbedaan kebijakan politik hukum udara di berbagai negara. Ideologi tersebut adalah sosialis, liberal, dan neo-liberal. Kebijakan suatu negara bergantung dari ideologi politik yang dianut oleh negara tersebut.

Di dalam negara yang menganut ideologi sosialis, seluruh transportasi udara adalah diklasifikasikan sebagai sebagai bagian dari pelayanan publik dan dikontrol oleh negara dan pengawasannya

(36)

19

dilakukan oleh negara.26 Sedangkan negara yang menganut ideologi

liberal, penyelenggaraan angkutan udara internasional sepenuhnya dilakukan oleh pihak swasta. Di Amerika yang menganut ideologi liberal, seluruh transportasi udara baik nasional maupun internasional dimiliki

oleh pihak swasta, tidak oleh pemerintah.27 Ideologi terakhir adalah

neo-liberal yang menggabungkan antara kebijakan neo-liberal dan sosialis. Di negara yang menganut ideologi neo-liberal dalam perumusan kebijakan transportasi udaranya, lahirlah perusahaan-perusahaan penerbangan milik

swasta disamping perusahaan milik negara28, seperti Indonesia misalnya.

Politik hukum sendiri merupakan kebijakan hukum yang diambil oleh pemangku kebijakan pada saat ini ataupun pada masa mendatang. Politik hukum udara/bidang penerbangan di Indonesia sendiri telah terjadi semenjak rezim Orde Lama. Pada saat itu kebijakan penyelenggaraan penerbangan cenderung mengarah kepada ideologi sosialis. Penyelenggaraan angkutan penerbangan dilakukan sepenuhnya oleh perusahaan milik negara (state owned enterprise). Perusahaan negara saat itu dalam bidang penerbangan adalah Garuda Indonesian Airways yang didirikan berdasarkan akte notaris Raden Kadiman Nomor

26

Pelayanan publik yang dimaksud meliputi transportasi udara, kereta api, angkutan darat, transportasi air, irigasi, komunikasi, radio, televisi, telepon, dan energi. Negeri-negeri Sosialis yang menganut kebijakan seperti itu adalah China dan Uni Sovyet. Lihat: K. Martono., Political of

Air Law and ASEAN Open Sky Policy, General Lecture conducted by the Diponegoro University

Semarang, 14 October 2014, page 2. 27 Loc.cit.

28

K. Martono dan Amad Sudiro., Hukum Angkutan Udara: Berdasarkan UU RI Nomor 1 Tahun

(37)

20

137 tanggal 31 Maret 1950 dan Merpati Airlines yang didirikan

berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1962.29

Di era Orde Baru, Indonesia memiliki pergeseran ideologi dari sosialis menuju neo-liberal dan berpengaruh pula kepada kebijakan penyelenggaraan pengangkutan udara di Indonesia. Di era tersebut, selain hadir perusahaan negara seperti Garuda Indonesia dan Merpati, pemerintah mengeluarkan surat keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK13/S/1971 sehingga lahirlah perusahaan perusahaan penerbangan

milik swasta (private owned enterprise).30

Di fase yang terakhir, yaitu Orde Reformasi, kebijakan angkutan udara menjadi semakin berhaluan liberal. Hal ini ditandai dengan tumbuh pesatnya perusahaan penerbangan di dalam negeri milik swasta. Jumlah perusahaan penerbangan meningkat dari 103 dalam tahun 2004 menjadi 157 yang terdiri dari perusahaan penerbangan milik pemerintah, swasta,

dan penerbangan umum.31

Melihat perkembangan rezim kehidupan ekonomi saat ini dan kenyataan globalisasi serta pasar bebas, maka politik hukum udara dan penyelenggaraan usaha angkutan udara di Indonesia mengalami pergesaran dari sebelumnya yang beraliran sosialisme ke arah perkembangan yang liberal. Walaupun, dunia telah mengalami

29

Ibid, halaman 9. 30

Ibid, halaman 10.

31 Di Indonesia sejak reformasi terjadi pertumbuhan pesat dalam industri penerbangan nasional. Ditandai dengan hadirnya istilah low cost carrier bagi maskapai penerbangan murah, diantaranya: Lion Air, Air Asia, dan Sriwijaya Air. Lihat: Ibid, halaman 13.

(38)

21

pergeseran dalam konteks globalisasi dan Indonesia menjadi bagian dari masyarakat internasional yang melaksanakan ketentuan pasar bebas, tetapi Indonesia tidak boleh melupakan amanat Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Indonesia sebagai sebuah negara hukum yang memiliki sumber hukum tertinggi yaitu konstitusi negara, sudah seharusnya bahwa setiap kebijakan yang diambil oleh otoritas penyelenggara negara harus bersumber dari nilai-nilai Pancasila dan juga konstitusi negara. Dalam konteks penyelenggaraan negara dalam bidang kebijakan regulasi penerbangan di Indonesia, segala kebijakan yang diambil harus sejalan dengan nafas dari semangat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 5 Ayat (1), Pasal 20 Ayat (1), Pasal 25A, dan Pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal-pasal tersebut ditempatkan pada bagian “Mengingat” dalam Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Bagian “Mengingat” inilah yang menjadi dasar hukum dalam pembentukan peraturan-peraturan dibawahnya.

Kandungan Pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah: (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-sebesar

(39)

22

kemakmuran rakyat; (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mempunyai ciri khas kerakyatan yang dianggap sakral dan saat ini harus dihadapkan pada kenyataan di era globalisasi yaitu norma-norma pasar bebas dan privatisasi. Oleh karena itu, harus diuraikan lebih lanjut makna-makna yang terdapat dalam pasal tersebut.

Bahwa mengingat dalam Pasal 33 Ayat (1) diterangkan: perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Menurut Edi Swasono, bahwa perkataan “perekonomian disusun” pada Pasal 33 itu secara langsung mengisyaratkan perlu

dilaksanakan restrukturisasi dan reformasi ekonomi yang bertujuan mewujudkan keadilan ekonomi atau pemerataan ekonomi. Sedangkan perkataan “disusun” dalam Pasal 33 bermaksud perekonomian tidaklah dibiarkan membentuk atau tersusun sendiri sesuai dengan kekuatan-kekuatan ekonomi yang ada atau kekuataan pasar bebas. Menjadi tugas negara untuk menyusun dan membangun secara nyata tindakan guna

tercapainya keadilan ekonomi.32

32

Edi Swasono dalam Agus Pramono, Menata Kembali Hukum dalam Penyelenggaraan Usaha

(40)

23

Istilah kekeluargaan seringkali ditafsirkan sebagai anti

persaingan. Namun, sebenarnya esensi dari Pasal 33 tersebut adalah perekonomian Indonesia berorientasi kepada ekonomi kerakyatan. Hal ini merupakan penuangan yuridis konstitusional dari amanat yang dikandung dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun

1945: mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.33

Inti dari pemahaman penggunaan kata kekeluargaan dalam konteks politik hukum dan perekonomian adalah bahwa segala usaha produksi dan kebijakan hukum serta ekonomi harus berlandaskan kepentingan rakyat dan bermanfaat untuk masyarakat banyak, bukan untuk kepentingan individu dan golongan.

Dalam konteks kebijakan politik hukum udara di Indonesia, diperlukan pula peran dari negara untuk membangun kebijakan-kebijakan yang disususn dalam regulasi terkait pengangkutan udara dan industri penerbangan nasional yang sebaik-baiknya dan bermanfaat untuk rakyat

agar tercapainya keadilan ekonomi. Menurut Agus Pramono34, negara

mempunyai tugas dan kewajiban untuk melaksanakan ketentuan pasal 33 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilandasi paham demokrasi ekonomi. Dalam kaitan ini perlu ditegaskan bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut amanat Pasal 33 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diperlukan seperangkat kebijakan politik berupa peraturan perundang-undangan untuk mendukung kegiatan

33

Chatamarasjid dalam Agus Pramono., Ibid, halaman 38. 34 Loc.cit.

(41)

24

ekonomi nasional di bidang penerbangan dan mempersiapkan perlindungan ekonomi dalam era perdagangan bebas.

Pasal 33 Ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan, untuk itu memerlukan moda transportasi udara (selain laut) dalam hal mencapai aksesbilitas wilayah antar pulau-pulau dan provinsi di Indonesia. Transportasi udara merupakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara.

Selanjutnya, kalimat “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara” dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga berhubungan dengan kewajiban negara untuk menguasai ruang udara diatas bumi (wilayah darat negara tesebut). Menurut Andi Irmanputra Sidin, bagaimanapun penerbangan adalah termasuk bumi (ruang udara) di atasnya, dan cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak yang harus dikuasai negara, hal ini mengacu ke Pasal 33 UUD Negara

Republik Indonesia Tahun 194535. Senada dengan Andi Irmanputra

Sidin, mantan Kelapa Staf Angkatan Udara, Chappy Hakim menyatakan bahwa, dari ketiga dimensi (darat, laut, udara), udara merupakan unsur paling strategis sekaligus paling lemah. Tanpa regulasi yang jelas,

35 Berita Satu Online, Negara Harus Menjamin Keselamatan Penerbangan,

http://sp.beritasatu.com/home/negara-harus-jamin-keselamatan-penerbangan/74103, diakses

(42)

25

kedaulatan negara menjadi ringkih. Oleh karena itu, unsur udara harus diperjuangkan terus untuk dimasukkan di dalam Pasal 33 UUD Negara

Republik Indonesia Tahun 194536 selain “bumi, air, dan kekayaan alam

di dalamnya”.

Interpretasi makna “dikuasai oleh negara” menjadi perdebatan antara para ahli. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam putusan Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang

Ketenagalistrikan menafsirkan frasa “dikuasai oleh negara” adalah37

:

a. Dalam konsepsi kepemilikan perdata. “dikuasai oleh negara” dipahami sebagai salah satu konsekuensi logis penguasaan oleh negara yang mencakup juga pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan alam.

b. Pengertian “dikuasai oleh negara” dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar NRI 1945 mengandung pengertian yang lebih tinggi atau lebih luas daripada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata, karena kepemilikan tersebut lahir dari konstruksi kedaulatan rakyat.

36 Koran Sindo Online, Negara Harus Jaga Kedaulatan Udara,

http://www.koran-sindo.com/read/1027546/149/negara-harus-jaga-kedaulatan-udara-1438220407, diakses tanggal 6 September 2015.

37

Yance Arizona., Penafsiran Mahkamah Konstitusi Terhadap Pasal 33 Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Andalas, 2007,

halaman 81-82.

(43)

26

c. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh Undang-Undang Dasar NRI 1945 untuk memberikan mandat kepada negara dalam hal: mengadakan kebijakan (beleid) dan

tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan

(regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), serta pengawasan (toezichthoudensdaad)

Mohammad Hatta juga menjelaskan tentang makna ”dikuasai oleh negara” adalah bahwa terhadap cabang produksi yang telah dimiliki oleh negara, maka negara harus memperkuat posisi perusahaan tersebut agar kemudian secara bertahap akhirnya dapat menyediakan sendiri kebutuhan yang merupakan hajat hidup orang banyak dan menggantikan

kedudukan perusahaan swasta, baik nasional maupun asing38.

Dalam kesempatan lain, Mohammad Hatta menyampaikan pada peringatan Hari Koperasi, 12 Juli 1977, menyatakan bahwa makna “dikuasai oleh negara” tidak berarti negara sendiri menjadi pengusaha, melainkan kekuasaan negara terdapat pada pembuatan peraturan guna melancarkan jalan ekonomi, sebuah peraturan untuk melindungi

orang-orang lemah39. Hal ini sejalan dengan makna yang menyatakan bahwa

negara menguasai bukan hanya secara perdata, tetapi jauh lebih besar dari itu, diamanatkan atas nama kedaulatan rakyat untuk mengadakan kebijakan, peraturan, pengelolaan, dan pengawasan.

38 Loc.cit.

39 Berdikari Online., Makna “Dikuasai Oleh Negara” dalam Pasal 33 UUD NRI 1945,

(44)

27

Hubungan antara Pasal 33 Ayat (4) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan bidang penerbangan adalah kebijakan terkait pengaturan tarif dan persaingan usaha antar operator angkutan udara harus dilakukan dengan menggunakan prinsip keadilan dan saling menguntungkan satu sama lain, baik dari pihak operator, regulator, dan juga konsumen.

Oleh karena itu, relevansi dari Pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan bidang penerbangan adalah penerbangan merupakan cabang-cabang produksi yang penting menguasai hidup orang banyak di Indonesia serta kedaulatan di ruang udara merupakan sesuatu yang amat penting yang harus dikuasai oleh negara. Tujuan dari Politik Hukum Udara dan dikaitkan dengan Pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah agar negara dapat melakukan penguasaan terhadap regulasi, kebijakan, pengelolaan, dan pengawasan di bidang ruang udara dan kegiatan penerbangan demi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Sedangkan dalam konteks mempertahankan kedaulatan udara, kebijakan politik hukum negara Indonesia harus bersumber kepada Pasal 30 Ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang intinya adalah peran dari Tentara Nasional Indonesia khususnya dalam hal ini adalah Angkatan Udara untuk mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara di ruang udara.

(45)

28

B. Tinjauan Umum Tentang Penerbangan Sipil

1. Pengertian Penerbangan Sipil dalam Hukum Udara

Transportasi telah lama dianggap sebagai industri untuk kepentingan umum. Dalam konteks transportasi udara untuk kepentingan umum, maka erat hubungannya dengan angkutan udara niaga. Angkutan udara niaga terdiri atas angkutan udara dalam negeri, angkutan udara luar negeri (penerbangan internasional), serta angkutan udara berjadwal dan tidak berjadwal. Ketika mengkaji terkait penerbangan sipil, maka hal ini berhubungan dengan angkutan niaga berjadwal. Angkutan udara niaga berjadwal dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan udara nasional atau badan usaha angkutan udara luar negeri. Namun, di dalam negeri Indonesia, kegiatan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri hanya

dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan udara nasional.40

Dalam Hukum Internasional, pengertian angkutan udara (airlines) terdapat pasal 96 huruf (a) Konvensi Chicago 1944: setiap angkutan udara yang dilakukan oleh pesawat udara untuk mengangkut penumpang,

kargo, dan pos yang terbuka untuk umum.41

Pasal 96 Konvensi Chicago menjelaskan bahwa pengertian airline atau air carrier adalah setiap perusahaan angkutan udara yang memberikan atau mengoperasikan suatu pelayanan angkutan udara internasional berjadwal. Setiap perusahaan angkutan udara yang

40

Pasal 82 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan 41 Pasal 96 (a) Konvensi Chicago Tahun 1944.

(46)

29

memberikan atau mengoperasikan suatu pelayanan penerbangan

internasional.42

Perbedaan mendasar antara pesawat udara sipil (civil aircraft) dengan pesawat udara negara (state aircraft) adalah bahwa pesawat udara negara merupakan pesawat udara yang digunakan oleh militer demi pelayanan publik. Sedangkan pesawat udara sipil bukan merupakan pesawat udara negara, melainkan pesawat udara yang mengangkut penumpang di dalam negeri maupun penerbangan internasional yang mempunyai hak untuk melakukan penerbangan lintas damai melewati negara lain dengan menggunakan izin.

2. Pertumbuhan Lalu Lintas Angkutan Udara

Meningkatnya permintaan jasa perjalanan di udara melalui penerbangan sipil mempengaruhi pertumbuhan lalu lintas angkutan udara yang semakin padat. Dalam aspek bisnis, permintaan tersebut berpengaruh terhadap kondisi bisnis maskapai penerbangan yang semakin membaik.

Menurut laporan The International Air Transport Association (IATA), pada Maret 2013 terjadi peningkatan permintaan penumpang untuk rute internasional sebesar 6.0 % dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada periode yang sama. Pada Maret 2013, di kawasan Asia Pasifik, lalu lintas angkutan udara meningkat 5.4 % dibandingkan dengan Maret 2011. Setengah dari pertumbuhan lalu lintas udara internasional

42

Cholid, Christian, et al., Pengertian dan Istilah Penerbangan Sipil, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), halaman. 27.

(47)

30

yang terjadi dikawasan Asia Pasifik dibawa oleh maskapai penerbangan

di kawasan tersebut.43

Pertumbuhan volume penumpang dan arus barang juga diramalkan oleh Airbus dan Boeing. Kajian yang dilakukan oleh dua raksasa industri manufaktur tersebut menyatakan bajwa pertumbuhan pasar maskapai tahun 2009-2029, asia pasifik akan berkembang menjadi

kawasan dengan pertumbuhan penumpang paling tinggi.44

3. Kerjasama Liberalisasi Penerbangan Sipil

Pertumbuhan lalu lintas udara dan volume penumpang dalam penerbangan internasional berpotensi untuk menguntungkan bagi maskapai penerbangan. Baik maskapai kargo maupun maskapai

penumpang menambah sejumlah besar pendapatannya lewat

penerbangan internasional.

Menurut Jusman Syafii Djamal45, secara historis perjanjian lalu

lintas udara untuk penerbangan internasional dilakukan secara bilateral: perjanjian dua negara. Hal ini merujuk pada Artikel No. 6 Convention on Civil Aviation, yang menyatakan: “tidak ada jadwal jasa penerbangan internasional yang beroperasi atau memasuki wilayah sebuah negara, kecuali dengan izin khusus atau pemberian kewenangan lain dari negara bersangkutan sesuai dengan jangka waktu pemberian izin tersebut.” Artikel tersebut dikritisi oleh pendorong liberalisasi penerbangan.

43

Jusman Syafii Djamal., From St. Louis To Seulawah: Masa Depan Transportasi Udara Dalam

Zaman yang Berubah, (Jakarta: ReneBook, 2014), halaman. 68.

44

Ibid, halaman 70. 45 Ibid, halaman 42.

(48)

31

Perjanjian bilateral udara pertama yang berkaitan dengan liberalisasi penerbangan adalah Perjanjian Bermuda, yang terjalin antara Amerika Serikat dan Inggris pada 1946. Perjanjian ini direvisi menjadi perjanjian baru pada tahun 1977: Perjanjian Bermuda II.

Dalam Perjanjian Bermuda II, hanya empat operator (dua dari Inggris dan dua dari Amerika Serikat) yang bisa terbang dari Bandara London Heathrow ke Amerika Serikat dan sebaliknya. Perjanjian tersebut mengatur tarif, persetujuan rute, dan mengatur pula lima kebebasan hak angkut dari ICAO yang memungkinkan operator dari negara ketiga (diluar Amerika Serikat dan Inggris) melakukan perjalanan dari Inggris ke Amerika.

4. Sejarah Perkembangan Perjanjian Kebijakan Open Sky

Sejarah perkembangan kebijakan open sky atau langit terbuka mulai tidak terlepas dari kebijakan liberalisasi penerbangan. Amerika

Serikat pada tahun 1978 melakukan kebijakan open market46 dalam

bidang penerbangan.

Perjanjian regional pertama yang membahas terkait open sky adalah The Pacific Island Air Service Agreement (PIASA) yang dirumuskan pada tahun 1998 untuk Regional Pasifik. Lalu perjanjian serupa juga hadir diantara Uni Afrika dan juga negara-negara di kawasan Laut Karibia sejak tahun 1996.

46 Sebuah kebijakan untuk membuka pasar penerbangan secara parsial dengan cara melonggarkan kerjasama perjanjian bilateral udara dengan negara lain. Di tahun yang sama, Amerika Serikat mengizinkan untuk membuka maskapai-maskapai baru.

(49)

32

Dalam perjanjian open skies yang dilakukan oleh Komisi Eropa dan Amerika Serikat yang ditandatangani pada tahun 2007 menyatakan bahwa perjanjian ini memungkinkan sebuah deretan maskapai baru yang luas untuk melayani penerbangan antara Uni Eropa dan Amerika Serikat. Lalu berdasarkan perjanjian ini, setiap maskapai penerbangan Amerika Serikat atau Uni Eropa dapat terbang dari setiap titik di Amerika Serikat

dan setiap titik di Uni Eropa.47

Pada 3 Oktober 2007, Inggris dan Singapura menandatangani perjanjian open skies. Hal ini memungkinkan maskapai Singapura terbang dari mana saja di seluruh wilayah Inggris untuk tujuan apapun,

termasuk rute dalam negeri (prinsip cabotage) dan berlaku sebaliknya.48

Di ASEAN sendiri, embrio kelahiran kebijakan ruang terbuka udara atau open sky policy telah dibicarakan pada pertemuan ASEAN

Summit ke-5 di Bangkok pada tahun 1995. Namun, secara resmi

perjanjian ruang terbuka udara di ASEAN dimulai dengan hadirnya tiga perjanjian multilateral: 1. ASEAN Multilateral Agreement on Air Services yang ditandatangani di Manilla pada tanggal 20 Mei 2009 dan perjanjian ini telah diratifikasi oleh Indonesia; 2. ASEAN Multilateral Agreement on the Full Liberalisation of Air Freight Services yang ditandatangani di Manilla, 20 Mei 2009; 3. ASEAN Multilateral Agreement On The Full Liberalisation of Passenger Air Services, yang ditandatangani di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam pada 12 November 2010

47

Jusman Syafii Djamal., Op.cit. halaman 40. 48 Ibid, halaman 41.

(50)

33

C. Tinjauan Umum Tentang ASEAN

1. Sejarah Pembentukan dan Perkembangan ASEAN

Beberapa organisasi yang dibentuk sebelum ASEAN adalah South East Asia Treaty Organization (SEATO), Association of Southeast Asia (ASA), dana Malaysia Philipina Indonesia (Maphilindo). SEATO dibentuk pada tahun 1954 di Manila untuk membendung pengaruh komunis di Asia Tenggara. Berangggotakan Filipina, Thailand, Amerika Serikat beserta sekutunya. organisasi ini dibubarkan pada tahun 1977.

Sedangkan ASA dibentuk pada tanggal 31 Juli 1961 di Bangkok. Terdiri dari Filipina, Malaysia, dan Thailand. Pada saat itu Indonesia tidak bergabung karena terlibat dalam Gerakan Non Blok dan ASA diduga sebagai organisasi yang berpihak kepada Blok Barat dan Amerika Serikat.

Menurut Shofwan Al Banna Choiruzzad49, potensi konflik yang

begitu besar karena perselisihan wilayah warisan masa kolonial serta ketegangan Perang Dingin, membuat banyak diplomat di negara-negara Asia Tenggara merasa bahwa sebuah asosiasi yang benara-benar dapat memayungi negara-negara di kawasan ini adalah sebuah keharusan. Meskipun keraguan terhadap keberhasilan sebuah asosiasi baru, ASEAN, akhirnya berdiri pada tahun 1967.

49

Shofwan Al Banna, Choiruzzad., ASEAN di Persimpangan Sejarah: Politik Global, Demokrasi, dan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan metode diskriptif kualitatif untuk dapat mengetahui bagaimana bentuk-bentuk partisipasi politik penyandang disabilitas dalam

Variable LEARNABILITY berjumlah 64 orang atau 61% yang memilih sangat setuju, 22 orang atau 28% yang memilih setuju, dan 9 orang atau 11% yang memilih cukup

Dalam perancangan sistem monitoring menggunakan Nagios dengan NagiosQL yang menggunakan sistem operasi LINUX CentOS5.6 diperlukan adanya suatu server atau sebuah

Pada puncak optika klasik, cahaya didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik dan memicu serangkaian penemuan dan pemikiran, sejak tahun 1838 oleh Michael Faraday dengan

wak sebotol mlnjak gosok lnl waktoe blkln perdjalanan atawa tlnggal di roemah.. PEMAKEANNJA :- Gosok lnl minjak ditempat

Kegiatan Estimasi Stok Karbon akibat Perubahan Luas Penutupan Lahan di Kawasan Penambangan Terkait dengan Skema REDD (Reduced Emission from Deforestation and Forest

Berdasarkan hasil observasi penulis di lapangan terkait korban pornografi dan situasi darurat dalam perlindungan khusus sudah sepenuhnya ditindaki oleh badan pemberdayaan

Dari pengujian diperoleh bahwa struktur kontrol secara cascade mempunyai nilai IAE yang jauh lebih kecil dari pada struktur kontrol secara inferensial untuk