LAPORAN AKHIR
BAB III
RENCANA TATA RUANG WILAYAH SEBAGAI ARAHAN
SPASIAL RPIJM
3.1 RTRW Nasional
Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional digunakan
sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah nasional.
Arahan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas:
a. indikasi arahan peraturan zonasi sistemnasional;
b. arahan perizinan;
c. arahan pemberian insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.
Indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional meliputi indikasi
arahan peraturan zonasi untuk struktur ruang dan pola ruang, yang
terdiri atas:
a. sistemperkotaan nasional;
b. sistemjaringan transportasi nasional;
c. sistemjaringan energi nasional;
d. sistemjaringan telekomunikasi nasional;
e. sistemjaringan sumber daya air;
f. kawasan lindung nasional; dan
g. kawasan budi daya.
Peraturan zonasi untuk ruang terbuka hijau kota disusun dengan
memperhatikan:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan rekreasi;
b. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk bangunan penunjang
kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya; dan
c. ketentuan pelarangan pendirian bangunan permanen selain yang
dimaksud pada huruf b
.
Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan permukiman disusun
dengan memperhatikan:
a. penetapan amplop bangunan;
LAPORAN AKHIR
c. penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan; dan
d. penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan
3.2 RTRW Kawasan Strategis Nasional
Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan
kepentingan:
a. pertahanan dan keamanan;
b. pertumbuhan ekonomi;
c. sosial dan budaya;
d. pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi;
dan/atau
e. fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertahanan dan
keamanan ditetapkan dengan kriteria:
a. diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan
pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional;
b. diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah
pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang
amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan
industri sistem pertahanan; atau
c. merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil
terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau
laut lepas.
Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi
ditetapkan dengan kriteria:
a. memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh;
b. memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan
ekonomi nasional;
c. memiliki potensi ekspor;
d. didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan
ekonomi;
e. memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;
f. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional
LAPORAN AKHIR
g. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi
dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional; atau
h. ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.
Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan sosial dan budaya
ditetapkan dengan kriteria:
a. merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau
budaya nasional;
b. merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta jati
diri bangsa;
c. merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi
dan dilestarikan;
d. merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional;
e. memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; atau
f. memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional.
Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pendayagunaan
sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi ditetapkan dengan kriteria:
a. diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis
nasional, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir;
b. memiliki sumber daya alam strategis nasional;
c. berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa;
d. berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir; atau
e. berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.
Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup ditetapkan dengan kriteria:
a. merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati;
b. merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang ditetapkan
bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir
punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau
dilestarikan;
c. memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap
tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara;
d. memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;
LAPORAN AKHIR
f. rawan bencana alam nasional; atau
g. sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai
dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.
3.3 RTRW Pulau (Sulawesi)
Tujuan peraturan adalah :
a. menetapkan RTR Pulau Sulawesi dalam rangka operasionalisasi
RTRW Nasional
b. mengatur tata laksana perwujudan RTRW di Pulau Sulawesi sebagai
landasan hukum yang mengikat bagi pemerintah dan pemerintah
daerah, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya
c. mengarahkan pengembangan wilayah Pulau Sulawesi yang terpadu
dan sinergis sebagai kesatuan kegiatan sosial, ekonomi dan budaya
dengan memperhatikan potensi, karakteristik dan daya dukung
lingkungannya
d. menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang anotara kawasan
berfungsi lindung dan budidaya dalam satu ekosistem pulau dan
perairannya
e. mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah Pulau sulawesi secara
berkelanjutan
f. meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan
lintas sektor dan lintas wilayah provinsi yang konsisten dengan
kebijakan nasional yang memayunginya.
Pada pasal 20 tentang Pengembangan dan pemantapan jaringan jalan
arteri primer, kolektor primer, dan strategis nasional pada Jaringan Jalan
Lintas Barat Pulau Sulawesi, jaringan jalan arteri primer pada Jaringan
Jalan LintasTengah Pulau Sulawesi yang menghubungkan Tarumpakae –
Pareman - Palopo – Masamba – Wotu - Tarengge – Malili – Tolala –
Lelewawo - Batu Putih – Lapai – Lasusua – Wolo – Kolaka – Unaaha –
Pohara - Kendari; dan Jaringan jalan kolektor primer pada Jaringan Jalan
Lintas Tengah Pulau Sulawesi yang menghubungkan Sungguminasa –
LAPORAN AKHIR
Sinjai – Bajo – Arasoe – Watampone – Pompanua – Ulugalung –
Sengkang - Impa Impa - Tarumpakae;
Pada pasal 38 Pemeliharaan dan peningkatan jaringan irigasi teknis pada
DI untuk meningkatkan luasan lahan pertanian pangan dilakukan di DI
Langkemme, DI Tinco Kiri/Kanan, DI Paddange, DI Lamo, DI Walanae, DI
Wajo, DI Gilireng, DI Sungai Baranti, dan DI Sungai Sindenrang yang
melayani Kawasan Andalan Pare-pare dan Sekitarnya;
Pada pasal 42 Pengendalian pemanfaatan ruang pada sempadan sungai
yang berpotensi mengganggu dan/atau merusak fungsi sempadan sungai
dilakukan pada sempadan Sungai Walanae, Sungai Cenranae, Sungai
Paremang, Sungai Bajo, Sungai Awo, Sungai Paneki, Sungai Larompong,
Sungai Gilirang, Sungai Noling, dan Sungai Suli pada WS
Walanae-Cenranae (Provinsi Sulawesi Selatan) dan Pengendalian pemanfaatan
ruang pada kawasan sekitar danau atau waduk yang berpotensi
mengganggu dan/atau merusak kawasan sekitar dilakukan pada kawasan
sekitar Danau Tempe (Kabupaten Wajo), Danau Limboto (Kabupaten
Gorontalo), Danau Tondano (Kabupaten Minahasa Selatan), Danau Poso
(Kabupaten Poso), dan Danau Matano (Kabupaten Luwu Timur); dan
kawasan sekitar Waduk Bili-bili (Kabupaten Gowa), Waduk Ponreponre
(Kabupaten Bone), Waduk Kalola (Kabupaten Enrekang dan Kabupaten
Wajo), Waduk Larona (Kabupaten Luwu), Waduk Bakaru (Kabupaten
Pinrang), Waduk Salomekko (Kabupaten Bone), dan Waduk Balambano
(Kabupaten Soroako).
Pada pasal 44 Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya
terbangun di kawasan rawan bencana alam dan penyelenggaraan upaya
mitigasi dan adaptasi bencana melalui penetapan lokasi dan jalur
evakuasi bencana, pembangunan sarana pemantauan bencana, serta
penetapan standar bangunan gedung yang sesuai dengan karakteristik,
jenis, dan ancaman bencana dilakukan pada kawasan rawan gelombang
pasang di wilayah pesisir barat Sulawesi Selatan serta wilayah pesisir
LAPORAN AKHIR
Boalemo, Kabupaten Podi, Kabupaten Bone, Kabupaten Gowa,
Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Luwu Utara, Kota
Makassar, Kota Palopo, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkajene,
Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten
Soppeng, Kabupaten Takalar, Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Wajo,
Kabupaten Polewali Mandar, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten
Buton, dan Kota Baubau.
Pada pasal 50 Pengendalian perkembangan kawasan peruntukan
pertanian yang berada di sekitar kawasan hutan lindung dan kawasan
hutan konservasi dilakukan di Kota Gorontalo, Kabupaten Boalemo,
Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Marisa, Kabupaten Bone
Bolango, Kota Manado, Kota Bitung, Kabupaten Kepulauan Talaud,
Kabupaten Minahasa, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten
Kotamobagu, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Tomohon,
Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Kepulauan Sangihe Talaud,
Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Kepulauan Siau
Tagulandang Biaro, Kota Palu, Kabupaten Poso, Kabupaten Buol,
Kabupaten Toli-toli, Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi Montong,
Kabupaten Talabosa, Kabupaten Morowali, Kabupaten Banggai,
Kabupaten Banggai Kepulauan, Kota Makassar, Kabupaten Maros,
Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar, Kabupaten Pangkajene,
Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Palopo, Kabupaten Bulukumba,
Kabupaten Barru, Kabupaten Parepare, Kabupaten Sinjai, Kabupaten
Luwu, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Tana
Toraja, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidenreng
Rappang, Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten Bantaeng,
Kabupaten Kepulauan Selayar, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Mamuju
Utara, Kabupaten Majene, Kabupaten Sabo, Kabupaten Polewali Mandar,
Kabupaten Mamasa, Kabupaten Kendari, Kabupaten Kolaka, Kabupaten
Muna, Kabupaten Buton, Kabupaten Konawe, Kabupaten Bombana,
Kabupaten Unahaa, Kabupaten Mowila, Kabupaten Konawe Selatan,
Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Bau-bau, dan Kabupaten
LAPORAN AKHIR
Pada pasal 51 Pengembangan kegiatan perikanan budi daya dengan
memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
dilakukan di Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Marisa, Kabupaten
Minahasa Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Buol,
Kabupaten Toli-toli, Kabupaten Donggala, Kabupaten Tojo Una-una,
Kabupaten Takalar, Kabupaten Pangkajene, Kabupaten Bulukumba,
Kabupaten Barru, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten
Parepare, Kabupaten Pinrang Kabupaten Buton, Kabupaten Luwu,
Kabupaten Morowali, Kabupaten Majene, Kabupaten Mamuju, Kabupaten
Konawe, Kabupaten Muna, dan Kabupaten Wajo. Dan Pengembangan
kawasan minapolitan berbasis masyarakat dilakukan di Kabupaten
Gorontalo Utara, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, Kota
Manado, Kota Bitung, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara, Kabupaten Sangihe, Kabupaten Minahasa Utara,
Kabupaten Minahasa, Kabupaten Donggala, Kabupaten Banggai
Kepulauan, Kabupaten Tojo Unauna, Kabupaten Banggai, Kabupaten
Parigi Moutong, Kota Makassar, Kabupaten Takalar, Kabupaten Gowa,
Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Bone, Kabupaten Luwu Timur,
Kabupaten Sinjai, Kabupaten Wajo, Kabupaten Maros, Kabupaten
Bantaeng, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Kabupaten Mamuju,
Kabupaten Mamuju Utara, Kabupaten Majene, Kabupaten Mamasa,
Kabupaten Polewali Mandar, Kota Kendari, Kabupaten Kolaka,
Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Buton,
Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Muna, dan Kota Bau-bau.
Pada pasal 52 Pengembangan kawasan peruntukan pertambangan
minyak dan gas bumi yang didukung oleh industri pengolahan yang
berdaya saing dan ramah lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d dilakukan di Selat Makassar, Teluk Tomini, Teluk Tolo,
Kabupaten Poso, Kabupaten Tojo Unauna, Kabupaten Banggai,
Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Donggala, Kabupaten
Bulukumba,Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten
Luwu, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Soppeng,
Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten Enrekang, Kabupaten
LAPORAN AKHIR
Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bone, Kabupaten Mamuju Utara,
Kabupaten Majene, Kabupaten Morowali, Kabupaten Mamasa,
Kabupaten Teluk Bone, Kabupaten Wajo, Kabupaten Polewali-Mamasa,
Kabupaten Buton, Kabupaten Raha, dan Kabupaten Wakatobi.
Pada pasal 55 Pengembangan kawasan peruntukan permukiman dengan
prinsip mitigasi bencana untuk meminimalkan potensi kerugian akibat
bencana dilakukan di kawasan peruntukan permukiman pada kawasan
rawan gelombang pasang di wilayah pesisir barat Sulawesi Selatan serta
wilayah pesisir utara dan selatan Sulawesi Utara; dan kawasan
peruntukan permukiman pada kawasan rawan banjir di Kota Manado,
Kabupaten Boalemo, Kota Makassar, Kabupaten Maros, Kabupaten
Takalar, Kabupaten Gowa, Kota Palopo, Kabupaten Pangkajene,
Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten
Soppeng, Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Bone, Kabupaten Luwu,
Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Buton,
Kabupaten Podi, Kabupaten Polewali Mandar, Kabupaten Wajo,
Kabupaten Konawe Selatan, dan Kota Bau-bau; dan kawasan peruntukan
permukiman pada kawasan rawan letusan gunung berapi di Gunung Awu
(Kabupaten Kepulauan Sangihe),Gunung Banua Wuhu (Kabupaten
Kepulauan Sangihe), Gunung Karakelang (Kabupaten Kepulauan
Talaud), Gunung Ruang (Kabupaten Kepulauan Sangihe), Gunung
Tangkoko (Kota Bitung), Gunung Mahawu (Kota Tomohon), Gunung
Lokon-Empung (Kota Tomohon), Gunung Soputan (Kabupaten Minahasa
Selatan), dan Gunung Colo (Kabupaten Tojo Una-una); dan kawasan
peruntukan permukiman pada kawasan rawan gempa bumi di Kota
Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten
Pohuwato, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Bone Bolango, Kota Manado,
Kabupaten Sangihe, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro,
Kepulauan Talaud, Kota Bitung, Kabupaten Minahasa, Kabupaten
Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Palu, Kota Poso,
Kabupaten Poso, Buol, Kota Toli-toli, Kabupaten Toli-toli, Kota Donggala,
Kabupaten Donggala, Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai
Kepulauan, Kabupaten Morowali, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten
LAPORAN AKHIR
3.4 RTRW Provinsi (Sulawesi Selatan)
Rencana Permukiman merupakan kawasan yang potensil dikembangkan
sebagai kawasan permukiman yang meliputi:
a. Kawasan permukiman perkotaan meliputi :
- Kawasan permukiman perkotaan didominasi oleh kegiatan non
agraris dengan tatanan kawasan permukiman yang terdiri dari
sumber daya buatan seperti perumahan, fasilitas sosial, fasilitas
umum, prasarana dan sarana perkotaan
- Bangunan permukiman di tengah kota terutama di PKN dan
PKW yang padat penduduknya diarahkan pembangunan
perumahannya vertikal
- Pada permukiman perkotaan yang paling rawan terhadap
tsunami harus menyediakan tempat evaluasi pengungsi bencana
alam baik berupa lapangan terbuka di tempat ketinggian ≥ 30 m di atas permukaan laut atau berupa bukit penyelamatan.
b. Kawasan permukiman perdesaan meliputi :
- Didominasi oleh kegiatan agraris dengan kondisi kepadatan
bangunan, penduduk serta prasarana dan sarana perkotaan
yang rendah, dan kurang intensif dalam pemanfaatan lahan
untuk keperluan non agraris
- Bangunan – bangunan perumahan diarahkan menggunakan nilai
kearifan budaya lokal seperti pola rumah kebun dengan
bangunan berlantai pangung.
Pada Pasal 14 PKL sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
berdasarkan usulan Pemerintah Kabupaten/Kota terdiri dari Kota
Bantaeng sebagai ibukota Kabupaten Bantaeng, Kota Enrekang sebagai
ibukota beserta kawasan agropolitan di Kabupaten Enrekeng, Kota
Masamba sebagai ibukota di Kabupaten Luwu Utara, Kota Belopa
sebagai ibukota Kabupaten Luwu, Kota Malili sebagai ibukota Kabupaten
dan Kota Terpadu Mandiri Mahalona di Kabupaten Luwu Timur, Kota
Pinrang/Watansawitto sebagai ibukota Kabupaten
Pinrang, Kota Pangkajene sebagai ibukota Kabupaten
LAPORAN AKHIR
Kota Benteng sebagai ibukota dan kawasan pusat distribusi bahan
kebutuhan bahan pokok KTI Kota Pamatata di Kabupaten Kepulauan
Selayar, Kota Sinjai sebagai ibukota Kabupaten Sinjai, Kota
Watansoppeng sebagai ibukota Kabupaten Soppeng, Kota Makale
sebagai ibukota Kabupaten Tana Toraja, Kota Rantepao sebagai ibukota
Kabupaten Toraja Utara, dan Kota Sengkang sebagai ibukota Kabupaten
Wajo;
Pada Pasal 18 Jaringan jalan nasional arteri primer di Provinsi meliputi
Jalan Lintas Barat Sulawesi: batas Provinsi Sulawesi Barat – Pinrang –
Parepare – Barru – Pangkajene – Maros – Makassar. Jalan Lintas
Tengah Sulawesi: Tarumpakkae-Belopa-
Palopo-Masamba-Wotu-Tarengge; Tarumpakkae – Sidenreng – Parepare; Maros – Ujunglamuru –
Watampone – Bajoe. Jalan Lintas Timur Sulawesi: batas Provinsi
Sulawesi
Tenggara- Malili-Tarengge.
Pada Pasal 26 Sistem jaringan transportasi sungai, danau, dan
penyeberangan Provinsi meliputi jaringan penyeberangan lintas
kabupaten meliputi Mengembangkan jaringan transportasi danau di
Danau Tempe, Danau Towuti dan Danau Matano.
Pasal 30
(3) Pembangkit tenaga listrik di wilayah provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi: PLTD-PLTD Bantaeng, Barru, Bone,
Bulukumba, Enrekang, Gowa, Jeneponto,
Luwu, Maros, Pangkep, Pinrang, Selayar, Sinjai, Takalar, Tana Toraja,
Palopo, Suppa
(Kota Parepare), Sewatama (Mamminasata); PLTU-PLTU Gowa, Bone,
Tello (Kota
Makassar), Punagaya dan Lakatong (Kabupaten Takalar); PLTA-PLTA
Malea Kabupaten
Tana Toraja, Bakaru (Kabupaten Pinrang), Bilibili (Kabupaten Gowa),
LAPORAN AKHIR
(Kabupaten Enrekang), Manipi (Kabupaten Sinjai; PLTG-PLTG Gowa,
Sengkang (Kabupaten Wajo); PLTM-PLTM Usu malili (Kabupaten Luwu
Timur), Sinjai (Kabupaten Sinjai), Batusitanduk, Kadundung dan
Rantebala (Kabupaten Luwu), Anoa (Kabupaten Luwu Utara);
Optimalisasi pemanfaatan berbagai potensi sumberdaya energi baik
matahari, angin, ombak, hidrogen di daerah pantai, laut dan pulau-pulau
kecil. Jaringan transmisi tenaga listrik di wilayah Provinsi meliputi wilayah:
Pinrang – Pangkajene (Kabupaten Sidrap) – Enrekang – Tana Toraja –
Toraja Utara - Palopo – Luwu – Luwu Utara - Angkona (Kabupaten Luwu
Timur) – ke perbatasan Provinsi Sulwesi Tengah; Angkona – Malili
(Kabupaten Luwu Timur) – ke perbatasan Provinsi Sulawesi Tenggara;
Pinrang – Parepare – Barru – Pangkep – Maros – Makassar – Gowa –
Takalar – Jeneponto – Bantaeng – Bulukumba – Sinjai – Bone – Soppeng
– Wajo.
Pada Pasal 35 Sistem jaringan telekomunikasi tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah sistem jaringan tetap lokal wireline
cakupan provinsi yang terdiri dari jaringan saluran tetap lokal, stasiun
telepon otomat (STO) lokal meliputi: STO-STO Bantaeng, Bulukumba,
Bone, Enrekang, Gowa, Jeneponto, Luwu, Maros, Pangkep, Pinrang,
Selayar, Sidrap, Sinjai, Soppeng, Takalar, Tana Toraja, Toraja Utara dan
Wajo.
Pada Pasal 39 Rencana sistem jaringan sumberdaya air nasional yang
terkait dengan wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
huruf a, merupakan jaringan prasarana sumberdaya air strategis nasional
yang meliputi: Wilayah Sungai (WS) Walanae –
Cenranae, dan WS Jeneberang; WS Walanae - Cenranae meliputi DAS
Walanae, DAS Cenranae, DAS Paremang, DAS Bajo, DAS Awo, DAS
Peneki, DAS Keera, DAS Ranang, DAS Larompong, DAS Gilireng, DAS
Noling, DAS Suli dan DAS Suto; Rencana Bendungan nasional meliputi:
Bendung Timur); Bendungan Bilibili (Kabupaten Gowa), Bendungan
Kalola (Kabupaten Wajo), dan Bendungan Sanrego (Kabupaten Bone);
Rencana DI kewenangan pusat lintas kabupaten/kota meliputi: DI
LAPORAN AKHIR
Sidrap), DI Kalola Kalosi (Kabupaten Wajo dan Sidrap), DI Awo
(Kabupaten Wajo dan Sidrap), DI Saddang Sidrap (Kabupaten Sidrap dan
Pinrang), DI Saddang Pinrang (Kabupaten Sidrap dan Pinrang), DI
Lekopaccing (Kabupaten Maros dan Kota Makassar), DI Lamasi
Kanan/Kiri (Kabupaten Luwu dan Luwu Utara), DI Jeneberang/Kampili
(Kabupaten Gowa); Rencana DI kewenangan pusat utuh kabupaten
meliputi: DI Bontomanai (Kabupaten Bulukumba), DI Bayang-bayang
(Kabupaten Bulukumba), DI Kelara (Kabupaten Jeneponto), DI
Pammukulu (Kabupaten Takalar), DI Bantimurung (Kabupaten Maros), DI
Tabo-tabo (Kabupaten Pangkep), DI Sanrego, DI Pattiro, DI Palakka dan
DI Ponreponre (Kabupaten Bone), DI Langkemme, DI Tinco Kiri/Kanan,
DI Paddange, DI Lawo, dan DI Walanae (Kabupaten Soppeng), DI Wajo
(Kabupaten Wajo), DI Bulucenrana, DI Bulutimorang, DI Gelirang, DI S.
Baranti dan DI S. Sidenreng (Kabupaten Sidrap), DI Padang Sappa I, DI
Padang Sappa II, DI Bajo, DI Kalaera Kiri dan DI Kalaera Kanan I
(Kabupaten Luwu) , DI Kalaera II (Kabupaten Toraja), DI
Rongkong/Malangke, DI Baliase dan DI Bungadidi (Kabupaten Luwu
Utara), DI Kalaena dan DI Kalaena Kiri/Kanan (Kabupaten Luwu Timur);
Rencana jaringan DR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a
meliputi: DR Barebbo (Kabupaten Bone), DR Sajoanging (Kabupaten
Wajo), dan DR Maros Utara (Kabupaten Maros).
Pada Pasal 40 Rencana sistem jaringan sumberdaya air Provinsi meliputi
Bendung meliputi Bendung Taccipi di Kabupaten Pinrang dan Bendungan
Sungai Batu Pute di Kabupaten Barru; DI kewenangan Provinsi lintas
kabupaten meliputi: DI Bilibili (Kabupaten Gowa), DI Cilallang (Kabupaten
Wajo), DI Tubu Ampak (Kabupaten Luwu Utara); DI kewenangan Provinsi
utuh meliputi: DI Bettu dan DI Bontonyeleng (Kabupaten Bulukumba), DI
Jenemarung (Kabupaten Takalar), DI Aparang I, DI Kalamisu dan DI
Aparang Hulu (Kabupaten Sinjai), DI Padaelo dan DI Leang Lonrong
(Kabupaten Pangkep), DI Matajang (Kabupaten Barru), DI Jaling, DI
Salomeko, DI Unyi dan DI Selliccopobulu (Kabupaten Bone), DI
Leworeng, DI Latenreng, DI Salo Bunne (Kabupaten Soppeng), DI
LAPORAN AKHIR
DI Torere dan DI Baranti (Kabupaten Sidrap), DI Padang Alipang, DI
Kalaena, DI Lengkong Pini dan DI Makawa (Kabupaten Luwu), DI
Bone-bone dan DI Kanjiro (Kabupaten Luwu Utara), DI Sunggeni dan DI Tomini
(Kabupaten Luwu Timur);
Pada Pasal 50 Rencana Pengembangan Kawasan Lindung Provinsi
meliputi Rencana Pengembangan Hutan Lindung (HL) yang meliputi:
Tahura Abdul Latief (Kabupaten Sinjai), Tahura Nanggala (Kota Palopo),
Hutan Lindung (HL) Gowa, HL Takalar, HL Jeneponto, HL Bantaeng, HL
Bulukumba, HL Selayar, HL Sinjai, HL Bone, HL Soppeng, HL Wajo, HL
Barru, HL Sidrap, HL Pinrang, HL Enrekang, HL Tana Toraja, HL Toraja
Utara, HL Luwu, HL Luwu Utara, HL Luwu Timur, HL Palopo, dan HL
Parepare.
Pada Pasal 55 Kawasan hutan produksi dan hutan rakyat meliputi:
hutan-hutan produksi dan hutan-hutan-hutan-hutan rakyat di wilayah Kota Parepare, Kota
Palopo, Kabupaten-Kabupaten Bulukumba, Jeneponto, Takalar,
Bantaeng, Wajo, Sinjai, Selayar, Pangkep, Enrekang, Soppeng, Barru,
Tana Toraja, Toraja Utara, Sidrap, Pinrang, Luwu, Maros, Gowa, Bone,
Luwu Timur, dan Luwu Utara.
Pada Pasal 56 Kawasan pertanian dan perikanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54 huruf b, yang untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Peta
Pola Ruang pada Lampiran 1.2, merupakan kawasan yang potensil
dimanfaatkan untuk budidaya unggulan Provinsi alternatif baik pertanian
tanaman pangan, perkebunan, peternakan sapi, dan udang, sedangkan
komoditi perikanan laut berupa rumput laut, yang terinci sebagai berikut :
Kawasan potensil budidaya padi sawah di Kabupaten-Kabupaten Barru,
Bone, Bulukumba, Enrekang, Gowa, Jeneponto, Luwu, Luwu Timur, Luwu
Utara, Maros, Pangkep, Pinrang, Kepulauan Selayar, Sidrap, Sinjai,
Soppeng, Takalar, Toraja Utara, Wajo; Kawasan potensil budidaya udang
meliputi tambak-tambak di masing-masing Kabupaten:Pinrang, Barru,
LAPORAN AKHIR
Pada Pasal 57 Kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54 huruf c merupakan kawasan yang potensil dimanfaatkan untuk
budidaya pertambangan meliputi:
c. Kawasan potensil tambang minyak dan gas bumi (Migas) meliputi: Blok
Bone Utara di
Kabupaten Luwu dan Kota Palopo, Blok Enrekang di Kabupaten Tana
Toraja, Enrekang
dan Pinrang, Blok Sengkang di Kabupaten Wajo, Sidrap, Soppeng dan
Bone, Blok Bone di Teluk Bone, dan Blok Sigeri di Selat Makassar, Blok
Kambuno di laut Kabupaten Bone,
Sinjai dan Bulukumba, Blok Selayar di laut Kabupaten Bulukumba dan
Kabupaten
Kepulauan Selayar, Blok Karaengta di laut Kabupaten Bulukumba,
Kabupaten Bantaeng,
Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Takalar dan Kabupaten Kepulauan
Selayar.
Pasal 61
Rencana pengembangan kawasan simpul pelayanan transportasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf g merupakan kawasan
yang potensil dikembangkan sebagai kawasan simpul pelayanan
transportasi darat, laut dan udara yang meliputi Rencana pengembangan
kawasan Pelabuhan Internasional Soekarno, Hatta dan Sultan
Hasanuddin (Kota Makassar); Pelabuhan-pelabuhan Nasional Malili
(Kabupaten Luwu Timur), Garongkong (Kabupaten Barru), Parepare
(Kota Parepare), Bajoe (Kabupaten Bone), Lepee (Kabupaten
Bulukumba), Tanjung Ringgit (Kota Palopo), Benteng (Kabupaten
Kepulauan Selayar), dan Sinjai (Kabupaten Sinjai); Pelabuhan-pelabuhan
Provinsi meliputi Waruwaru dan Malili (Kabupaten Luwu Timur), Belopa
(Kabupaten Luwu), Pattirobajo (Kabupaten Bone), Awerange (Kabupaten
Barru), Galesong (Kabupaten Takalar), Jeneponto (Kabupaten
Jeneponto), Benteng dan Jampea (Kabupaten Kepulauan Selayar),
Bantaeng (Kabupaten Bantaeng); Pelabuhan-pelabuhan penyeberangan
lintas antar provinsi di dalam wilayah Pulau Sulawesi yang meliputi Siwa
LAPORAN AKHIR
Bulukumba), Pamatata (Kabupaten Kepulauan Selayar);
Pelabuhan-pelabuhan penyeberangan lintas antar provinsi dengan eksternal Pulau
Sulawesi di dalam wilayah Pulau Sulawesi yang meliputi Patumbukang
(Kabupaten Kepulauan Selayar), Galesong (Kabupaten Takalar),
Garongkong (Kabupaten Barru).
Pada Pasal 68 KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf b dari
sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi meliputi kawasan lahan pangan
berkelanjutan khususnya beras dan jagung di masing-masing Kabupaten:
Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang , Luwu, Luwu Utara dan Luwu
Timur (Bosowasipilu), Pangkep, Maros, Gowa dan Takalar; Kawasan
pengembangan budidaya udang meliputi tambak di masing-masing
Kabupaten:Pinrang, Barru, Pangkep, Bone, dan Wajo;
Pasal 70
KSP dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau
teknologi tinggi meliputi Kawasan Migas terdiri atas: Blok Bone Utara
(Kabupaten Luwu dan Kota Palopo), Blok Enrekang (Kabupaten Tana
Toraja, Enrekang dan Pinrang), Blok Sengkang (Kabupaten Wajo, Sidrap,
Soppeng dan Bone), Blok Bone di Teluk Bone, dan Blok Sigeri di Selat
Makassar, Blok Kambuno di teluk Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai dan
Kabupaten Bulukumba, Blok Selayar di laut Kabupaten Bulukumba dan
Kabupaten Kepulauan Selayar, Blok Karaengta di laut Kabupaten
Bulukumba, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten
Takalar dan Kabupaten Kepulauan Selayar; Pusat-pusat pembangkit
listrik teridiri atas PLTG Sengkang (Kabupaten Wajo), PLTU Punagaya
(Kabupaten Jeneponto), PLTU Bakaru (Kabupaten Pinrang).
Pada Pasal 71 KSP dari sudut fungsi dan daya dukung lingkungan hidup
meliputi Kawasan lindung sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 50
ditambah kawasan Danau Tempe (Kabupaten Wajo) dan Danau
LAPORAN AKHIR
3.5 RTRW Kabupaten Wajo
Kebijakan Penataan Ruang Kabupaten Wajo
Guna mewujudkan tujuan penataan ruang Kabupaten Wajo hingga tahun
2031, maka dirumuskan kebijakan penataan ruang, yang antara lain :
a. keterpaduan pengembangan pusat-pusat pelayanan wilayah
kabupaten berdasarkan fungsi kawasan;
b. peningkatan kualitas jaringan dan jangkauan pelayanan prasarana
transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air secara
terpadu dan merata;
c. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
d. penetapan kawasan perlindungan daerah bawahannya, setempat,
ruang terbuka hijau, kawasan pelestarian alam, kawasan rawan
bencana, kawasan lindung geologi, dan kawasan lindung lainnya;
e. perwujudan dan peningkatan keserasian, keterpaduan dan
keterkaitan antar kegiatan budidaya;
f. pengembangan potensi kawasan pariwisata dan obyek wisata
dengan berorientasi kearifan lokal;
g. pengembangan dan peningkatan kawasan strategis kepentingan
ekonomi yang berdaya saing skala kabupaten, provinsi dan nasional;
h. pengembangan kawasan strategis sosial dan budaya untuk
meningkatkan pertumbuhan wilayah dan kegiatan kepariwisataan;
i. pengembangan dan pelestarian kawasan strategis kepentingan
fungsi daya dukung dan lingkungan;
j. pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan strategis
kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi
tinggi; dan
k. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan
Adapun sistem perwilayahan yang terbentuk di Kabupaten Wajo, antara
lain :
a. Satuan Kawasan Pengembangan (SKP1), meliputi Kecamatan
Tempe, Sabbangparu, Pammana, dan Kecamatan Tanasitolo,
LAPORAN AKHIR
yang juga berfungsi sebagai Pusat Pengembangan Wilayah di
Kabupaten Wajo (PPW/ibukota kabupaten);
b. Satuan Kawasan Pengembangan (SKP2), meliputi Kecamatan
Keera, dan Kecamatan Pitumpanua, dengan pusat pengembangan di
Kota Siwa (Kec. Pitumpanua);
c. Satuan Kawasan Pengembangan (SKP3), meliputi Kecamatan
Majauleng, Penrang, Sajoangin, Takkalalla dan Kecamatan Bola
Solo, dengan pusat pengembangan di Kota Paria (Kecamatan
Majauleng);
d. Satuan Kawasan Pengembangan (SKP4), meliputi Kecamatan
Maniangpajo, Gilireng dan Kecamatan Belawa, dengan pusat