• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 312012054 BAB III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 312012054 BAB III"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PEMBAHASAN

3.1

Putusan Pengadilan TUN Yang Tidak Dilaksanakan Oleh

Pejabat TUN

Ada beberapa putusan Pengadilan TUN yang penulis temukan, dimana putusan tersebut tidak dilaksanakan oleh Pejabat TUN yang dinyatakan kalah dalam persidangan. Berikut adalah putusan yang dimaksud penulis:

A. Putusan PTUN Nomor: 41/G/2008/PTUN-BDG 1) Subjek

Nugroho dkk yang bertindak untuk dan atas nama Gereja Kristen Indonesia (lanjutnya disebut GKI) Jl . Pengadilan No. 35 Bogor sebagai Penggugat melawan Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor sebagai Tergugat.

2) Objek

Surat Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor No : 503 /208–DTKP Perihal Pembekuan Izin tertanggal 14 Pebruari 2008.

3) Duduk Perkara

(2)

surat pernyataan tidak keberatan padatanggal 10 Maret 2002, 127 surat pernyataan yang sama pada tanggal 1 Maret 2003, 42 surat pernyataan yang sama pada tanggal 8 Januari 2006, 71 surat pernyataan yang sama pada tanggal 12 Januari 2006, 25 surat pernyataan yang sama pada tanggal 14 Januari 2006 dan 40 surat pernyataan yang sama pada tanggal 15 Januari 2006; b) Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan tanggal 3 Maret

2006 , Kantor Pertanahan tanggal 14 Maret 2006, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tanggal 15 Maret 2006, Dinas Bina Marga dan Perairan tanggal 17 April 2006 serta Dinas Tata Kota dan Pertanahan Kota Bogor tanggal 30 Mei 2006 telah menerbitkan saran teknis pembangunan dan pengesahan sit plan pembangunan gereja tersebut. Oleh karena sudah terpenuhinya semua persyaratan untuk melakukan pembangunan, maka Walikota Bogor memberikan IMB kepada GKI dengan dikeluarkannya Keputusan Walikota Bogor Nomor: 645.8-372 tahun 2006 tertanggal 30 Juli 2006 ; c) GKI tersebut melalui Pdt. Sumantoro telah menerima surat

Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan No: 503/208-DTKP perihal Pembekuan Izin tertanggal 14 Pebruari 2008;

(3)

Pembekuan IMB Gereja yang Diterbitkan Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor, tertanggal 28 Pebruari 2008 yang juga ditembuskan kepada Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor, Kepala Badan Pengawasan Daerah Kota Bogor, Kepala Bagian Hukum Setdakot Bogor, Kepala Kantor Sat. Pol P.P . Kota Bogor dan Forum Ulama dan Ormas Islam seKota Bogor;

(4)

f) Adanya pihak ketiga yaitu Forum Ulama dan Ormas Islam se-Kota Bogor yang keberatan diterbitkannya IMB Gereja tersebut.

4) Isi Gugatan

a) Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya;

b) Menyatakan batal atau tidak sah Surat Nomor : 503 /208 – DTKP perihal Pembekuan Iz in tertanggal 14 Pebruari 2008; c) Memerintahkan kepada Tergugat untuk mencabut Surat

Keputusan Nomor: 503/208 – DTKP perihal Pembekuan Izin tertanggal 14 Pebruari 2008;

d) Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini.

5) Pertimbangan Hakim

(5)

b) Dalam pokok sengketa.

(1) Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum yang terungkap dipersidangan ternyata Para Penggugat tidak diberikan kesempatan memberikan penjelasan sebelum terbitnya obyek sengketa a quo;

(2) Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T- 3, T- 4, T- 6, T-7, T- 8, T- 9 dan T- 10, Majelis Hakim memperoleh fakta bahwa sebelum diterbitkan Surat Keputusan obyek sengketa a quo memang ada pernyataan keberatan yang diajukan Forum Umat Islam dan Ormas - ormas Islam se-Bogor tentang Pembubaran Ahmadiyah dan Penolakan Pembangunan Gereja (bukti T- 3), Permohonan Audiensi dari Forum Umat Islam Kota Bogor (bukti T- 4), Pernyataan Penolakan dari warga (bukti T- 6 sampai dengan bukti T- 10). Setelah Majelis Hakim mencermati surat - surat tersebut tidak dijadikan alasan untuk membekukan izin;

(6)

(4) Menimbang, bahwa ternyata kemudian dalam tahap pembangunan Gereja Kristen Indonesia Pengadilan yang pada pokoknya karena ada keresahan masyarakat, ada penolakan atas pembangunan Gereja Kristen Indonesia Pengadilan tersebut akhirnya diterbitkanlah oleh Tergugat Pembekuan Izin;

(5) Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan diatas Majelis Hakim berpendapat bahwa surat keputusan obyek sengketa a quo penerbitannya bertentangan dengan ketentuan Pasal 15 ayat (2 ) Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2006 tentang Bangunan, dengan pertimbangan bahwa Para Penggugat tidak pernah didengar keterangannya atau diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan sebelum diterbitkannya obyek sengketa a quo (Asas Audiet Alteram Partem), (Vide Pasal 15 ayat (2 ) Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2006);

(7)

Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 / Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah / Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah; (7) Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim

berpendapat bahwa dalam menyikapi Surat Pengaduan dari Forum Ulama dan Ormas Islam se-Kota Bogor Nomor Istimewa tanggal 1 Oktober 2006, Hal Permohonan Pembatalan Pembangunan Gereja diJalan KH. Abdullah bin Nuh No. 31 Kelurahan Curug Mekar Kecamatan Bogor Barat tersebut, Tergugat seharusnya memperhatikan ketentuan Pasal 21 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 / Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah / Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah; (8) Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum yang

(8)

P-23 Para Penggugat pernah minta bantuan Forum Komunikasi Umat Beragama Kota Bogor untuk menyelesaikan permasalahan Pembekuan IMB Gereja Kristen Indonesia Pengadilan, namun permohonan diajukan setelah terbit obyek sengketa a quo dan diajukan sendiri oleh Para Penggugat tanpa melalui musyawarah untuk menyelesaikan perselisihan yang dilakukan oleh Walikota dibantu Kantor Departemen Agama Kabupaten /Kota;

(9) Menimbang, bahwa Tergugat dalam menerbitkan obyek sengketa a quo mengacu kepada Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2006 dan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 / Nomor 8 Tahun 2006, maka Tergugat harus memperhatikan dan mempertimbangkan secara komprehensif mengenai prosedur dan tata cara penyelesaian perselisihan akibat pendirian rumah ibadat dan tata cara dan prosedur pembekuan izin, demi tercapainya kerukunan umat beragama sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945;

(9)

Keputusan obyek sengketa a quo bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku terbukti kebenarannya oleh karena itu gugatan Para Penggugat haruslah dikabulkan dan Surat Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor Nomor: 503/208 – DTKP Perihal Pembekuan Izin tertanggal 14 Pebruari 2008 harus dinyatakan batal;

(11) Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 110 jo. Pasal 112 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986, Tergugat dihukum membayar biaya perkara yang jumlahnya akan ditentukan dalam Amar Putusan ini.

6) Putusan Hakim

a) Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya; b) Menyatakan batal Surat Kepala Dinas Tata Kota dan

Pertamanan Kota Bogor Nomor : 503/208 – DTKP Perihal Pembekuan Izin tertanggal 14 Pebruari 2008;

c) Memerintahkan kepada Tergugat untuk mencabut Surat Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor Nomor : 503 /208 –DTKP Perihal Pembekuan Izin tertanggal 14 Pebruari 2008; d) Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang

timbul dalam perkara ini sejumlah Rp. 59.000, 00 (lima puluh sembilan ribu rupiah).

(10)

Setelah Putusan Pengadilan TUN Bandung Nomor: 41/G/2008/PTUN-BDG dibacakan pada tanggal 4 September 2008 yang memenangkan pengugat maka tergugat mengajukan banding yang menghasilkan Putusan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta Nomor: 241/B/2008/PT.PTUN.JKT pada tanggal 11 Pebruari 2009 yang menguatkan Putusan Pengadilan TUN Bandung. Tak puas dengan hasil tersebut tergugat mengajukan permohonan peninjauan kembali, dan menghasilkan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor: 127 PK/TUN/2009 pada tanggal 9 Desember 2010 yang mengungatkan Putusan Pengadilan TUN Bandung. Tergugat tetap tidak melaksanakan Putusan Pengadilan Bandung yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan menghukum, sehingga Walikota Bogor menerbitkan SK Nomor: 503.43-135 pada tangal 8 Maret 2011 yang berisi mencabut surat pembekuan IMB GKI Yasmin. Hal ini tidak sesuai dengan UU PTUN, karena yang dapat mencabut objek sengketa TUN adalah Pejabat TUN yang mengeluarkan KTUN tersebut.

B. Putusan PTUN Nomor: 58/G-TUN/2010/PTUN.Mks 1) Subjek

Muh. Arsad, MM sebagai Penggugat melawan Bupati Kepulauan Selayar sebagai Tergugat.

2) Objek

(11)

Pemberhentian Sdr . Drs. MUH. ARSYAD, MM NIP.19650805 198603 1 022 Pangkat Pembina Tk. I Golongan Ruang IV/b Jabatan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar;

3) Duduk Perkara

a) Bahwa PENGGUGAT adalah Pegawai Negeri Sipil pada instansi Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar dengan nama Iengkap Drs. MUH. ARSAD, MM NIP 19650805 198603 1 022 pangkat Pembina Tk. I golongan ruang IV/b jabatan Kepala Badan Kepegawaian Daerah berdasarkan Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor : 821.22/01 / l /BKD/2009 tanggal 3 Januari 2009;

(12)

Kabupaten Selayar, telah melakukan pembenahan administrasi kepegawaian secara tertib, akuntabel dan transparan;

c) Bahwa pada tanggal 6 Oktober 2010 sekitar pukul 13.00 wita, Penggugat menerima surat keputusan pemberhentian/ pencopotan sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah

Kabupaten Kepulauan Selayar Nomor:

821.2/160D/X/BKD/2010 tanggal 05 Oktober 2010 yang kini menjadi objek sengketa dengan alasan yang mengada-ada, karena PENGGUGAT dianggap tidak mampu mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar. Keputusan mana, selain memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 3, yang sangat merugikan kepentingan Penggugat, juga pengajuan gugatan Penggugat masih dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari setelah gugatan diterima sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 55 Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

(13)

bidang kepegawaian yang mengatur tentang pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dari jabatan struktural sebagaimana tersebut dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktral yang berbunyi “Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dari jabatan struktural karena:

(1) Mengundurkan diri dari jabatan yang didudukinya; (2) Mencapai batas usia pensiun;

(3) Diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil;

(4) Diangkat dalam jabatan struktural lain atau jabatan fungsional;

(5) Cuti di luar tanggungan negara, kecuali cuti di luar tanggungan negara karena persalinan;

(6) Tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan; (7) Adanya perampingan organisasi pemerintah;

(8) Tidak memenuhi persyaratan kesehatan jasmani dan rohani, atau;

(9) Hal - hal lain yang di tentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(14)

4) Isi Gugatan

a) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk keseluruhannya;

b) Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor: 821.2 /160 /X/BKD/2010 tanggal 05 Oktober 2010 tentang Pemberhentian Sdr. Drs. MUH. ARSYAD, MM NIP: 19650805 198603 1 022 Pangkat Pembina Tk. I Golongan Ruang IV/b Jabatan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar;

c) Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor: 821.2 /160 /X/BKD/2010 tanggal 05 Oktober 2010 tentang Pemberhentian Sdr. Drs. MUH. ARSYAD, MM NIP: 19650805 198603 1 022.

5) Pertimbangan Hakim

a) Menimbang, bahwa Penggugat pada pokoknya berkeberatan dengan diterbitkannya objek sengketa a- quo oleh Tergugat dalam hal ini Bupati Kepulauan Selayar karena mengandung unsur pelanggaran terhadap undang - undang maupun Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), atas dasar alasan sebagai-mana telah diuraikan dan dipertimbangkan dalam pertimbangan tentang duduknya sengketa diatas;

(15)

dan tanggung jawab serta Penggugat juga tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin oleh karenannya Tergugat dalam menerbit kan objek sengketa a- quo bertentangan dengan peraturan perundang- undangan serta Asas- Asas Umum Pemerintahan yang baik (AAUPB);

c) Menimbang, bahwa memperhatikan keseluruhan alat bukti yang diajukan dalam persidangan untuk mendukung dalil-dalil Tergugat mengenai alasan-alasan pemberhentian berkait dengan tindak lanjut penjatuhan hukuman disiplin berat kepada Penggugat berupa pembebasan dari jabatan, tidak di temukan adanya bukti terhadap pemanggilan Penggugat yang dijatuhi hukuman disiplin berat maupun bukti telah dilakukan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 23,24,25 dan 28 Peraturan Pemerintah Nomor: 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil tersebut;

(16)

Nama-Nama PNS yang akan di BPJKT lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar tanggal 4 Oktober 2010 (Bukti T- 14.d), tertangga l3 Oktober 2010 tercatat khususnya nama Penggugat pada kolom jabatan lama sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kebupaten Keplauan Selyar dan jabatan baru telah tercatat sebagai Staf Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar, artinya bahwa sebelum diadakan rapat baperjakat tangga l4 Oktober 2010 (v ide Bukti 14.a , T-14.c ), Sekretaris Baperjakat telah memposisikan Penggugat dalam jabatan baru sebagaimana tercantum dalam daftar nama dimaksud (Buk t i T-14.d);

e) Menimbang, bahwa dari seluruh alasan dan pertimbangan hukum sebagaimana telah dipertimbangkan tersebut diatas, Majelis Hakim berkeyakinan bahwa baik rumusan Keputusan objek sengketa a- quo, maupun prosedur , dan substansi materiil dari keputusan tersebut telah ternyata tidak sesuai dengan norma- norma materiil atau landasan yuridis yang semestinya harus diterapkan, dan oleh karenannya Keputusan objek sengketa a- quo mengandung cacat yuridis dalam penerbitannya maka harus dinyatakan batal, oleh karenanya gugatan Penggugat adalah beralasan hukum dan patut dikabulkan;

(17)

/X/BKD/2010 tentang Pemberhentian Sdr .Drs .Muh.Arsyad ,MM. NIP 19650805 198603 1 022 Pangkat Pembina Tk. I Golongan Ruang IV/b Jabatan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar, tanggal 5 Oktober 2010 (Bukti T-1) dinyatakan batal, maka oleh karenanya hak dan kedudukan Penggugat pulih sebagaimana Surat Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor : 821.22/01 / I /BKD/2009, tanggal 3 Januar i 2009 (BuktiP- 2 ) hingga adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap, tanpa memerlukan mekanisme penerbitan Surat Keputusan yang baru terhadap Pengangkatan kembali Penggugat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar, dan atau setidak-tidaknya menempatkan yang bersangkutan pada kedudukan dan jabatan yang sederajat, dengan tentunya menyesuaikan pada perubahan struktur jabatan sebagaimana ditentukan pada pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor : 41 tahun 2007, hal mana adalah bertujuan untuk menjamin pembinaan pola karier yang sehat, yang pada prinsipnya tidak diperbolehkan perpindahan jabatan struktural dari eselon yang lebih tinggi ke dalam eselon yang lebih rendah;

(18)

yang lebih besar untuk dilindungi oleh pelaksana Keputusan Tata Usaha Negara tersebut, sebagaimana ketentuan pasal 67 Undang- Undang Nomor 9 tahun 2004, Tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 5 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, oleh karenannya peromohonan penundaan berlakunya Surat Keputusan Objek sengketa dimaksud tidak beralasan hukum, dan oleh karenanya haruslah dinyatakan ditolak;

6) Putusan Hakim

a) Mengabulkan Gugatan Penggugat;

b) Menyatakan Batal Surat Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor : 821.2 /160 /X/BKD/2010 tentang Pemberhentian SDR.Drs .Muh.Arsyad ,MM. NIP: 19650805 198603 1 022 Pangkat Pembina Tk. I Golongan Ruang IV/b Jabatan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar , tanggal 5 Oktober 2010;

c) Mewajibkan kepada Tergugat Mencabut Surat Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor: 821.2 /160 /X/BKD/2010 tentang Pemberhentian Sdr. Drs. Muh. Arsyad ,MM. NIP: 19650805 198603 1 022 Pangkat Pembina Tk. I Golongan Ruang IV/b Jabatan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar, tanggal 5 Oktober 2010;

(19)

Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.55 .000 (lima puluh lima ribu rupiah).

7) Pelaksanaannya72

a) Tanggal 13 Januari 2011 Bupati Kepulauan Selayar menyatakan Banding atas Putusan PTUN Makassar Nomor : 58/G.TUN/2010/P.TUN.Mks;

b) Tanggal 23 Mei 2011 Majelis Hakim Banding Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar memutus Perkara Banding Nomor : 28/B.TUN/2011/PT.TUN.MKs tanggal 4 April 2011 dengan amar putusan sebagai berikut :

(1) Menerima secara formil permohonan banding dari Tergugat/Pembanding;

(2) Menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar Nomor : 58/G.TUN/2010/P.TUN.Mks, tanggal 10 Januari 2011;

(3) Menghukum Tergugat/Pembanding membayar biaya pada kedua tingkat pengadilan yang dalam tingkat banding sebesar Rp.250.000.-(dua ratus lima puluh ribu rupiah). c) Tanggal 20 Juni 2011 Bupati Kepulauan Selayar selaku

Tergugat/Pembanding mengajukan Kasasi atas Putusan Banding Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) Makassar;

72

(20)

http://www.kompasiana.com/aca/kronologis-perkara-tun-antara-muh-arsad-vs-bupati-d) Tanggal 22 Nopember 2011 Majelis Hakim Agung Mahkamah Agung RI memutuskan Perkara Kasasi Nomor : 293 K/TUN/2011 dengan amar putusan sebagai berikut:

(1) Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : BUPATI KEPULAUAN SELAYAR tersebut;

(2) Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp.500.000,-(lima ratus ribu rupiah);

e) Tanggal 9 Oktober 2012 batas waktu 2 (dua) bulan setelah putusan diterima oleh Tergugat dan Tergugat tidak melaksanakan kewajibannya maka Keputusan Pemberhentian Drs. MUH. ARSAD, MM sebagai Kepala BKD dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum lagi;

f) Tanggal 3 September 2012, Drs. MUH. ARSAD, MM mengajukan Surat Permintaan Eksekusi Putusan PTUN Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara. Tanggal 20 September 2012 Ketua PTUN Makassar menetapkan Perintah Eksekusi Nomor: 14/PEN.EKS/G.TUN/2012/P.TUN.Mks;

(21)

PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap dengan tembusan Presiden RI, Mendagri dan sebagainya termasuk Gubernur Sulawesi Selatan (12 lembaga);

h) Tanggal 16 Oktober 2012, Menteri Dalam Negeri memerintahkan Bupati Kepulauan Selayar melaksanakan Putusan PTUN Makassar dengan mencabut Keputusan Bupati Kepulauan Selayar Nomor : 821.2/160/X/BKD/2012 tanggal 5 Oktober 2010 sebagaimana Surat Mendagri Nomor: 800/4520/Biro Kepeg tanggal 16 Oktober 2012 perihal Permintaan Eksekusi Putusan Perkara Nomor :

58/G.TUN/2010/P.TUN.Mks, Nomor :

28/B.TUN/2011/PT.TUN.Mks, Nomor : 293 K/TUN/2011; i) Tanggal 9 Nopember 2012, Drs. MUH. ARSAD, MM

(22)

Pemuda Benteng dan Pengumuman Utuh pada tanggal 29 Desember 2012 dengan kolom berita seperempat halaman pada halaman 5;

j) Tanggal 19 Nopember 2012, Drs. MUH. ARSAD, MM mengajukan Permintaan Perintah Presiden agar Bupati Kepulauan Selayar mematuhi Putusan PTUN sebagai Upaya Paksa terakhir kepada Bupati agar mematuhi dan melaksanakan Putusan PTUN;

k) Tanggal 28 Nopember 2012, Menteri Dalam Negeri kembali memerintahkan Bupati Kepulauan Selayar agar melaksanakan Putusan PTUN Makassar dengan mengembalikan Drs. MUH. ARSAD, MM ke jabatan semula sebagai Kepala BKD Kepulauan Selayar atau minimal jabatan yang setara sebagaimana surat Mendagri Nomor : 800/7296/Biro Kepeg tanggal 28 Nopember 2012;

(23)

C. Putusan PTUN Nomor: 20/G/2013/PTUN-KPG73 1) Subjek

Silvester Wangur, S.Pd sebagai Penggugat melawan Bupati Rote Ndao sebagai Tergugat I dan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Rote Ndao sebagai Tergugat II.

2) Objek

Surat Keterangan Penghentian Pembayaran Gaji No. KU.900/87/IV/2009.

3) Isi Gugatan

a) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

b) Penggugat memohon kepada Majelis Hakim agar menyatakan batal atau tidak sah Surat Keterangan Penghentian Pembayaran gaji No. KU.900/87/IV/2009;

c) Memerintahkan Tergugat untuk menerbitkan Surat Keputusan tentang membayar gaji selama 75 bulan mulai dari bulan Pebruari 2003 sampai dengan bulan April 2009;

d) Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini.

4) Putusan Hakim

a) Mengabulkan gugatan Penggugat sebagain;

b) Menyatakan batal sikap diam Tergugat I dan Tergugat II yang disamakan dengan keputusan penolakan Tergugat I dan Tergugat II terhadap surat permohonan Penggugat No:

73

(24)

13/SW/V/2003 tertanggal 20 Mei 2013, perihal: Mohon pembayaran gaji;

c) Mewajibkan Tergugat untuk memproses permohonan Penggugat dan menerbitkan Surat Keputusan Tata Usaha Negara tentang Pembayaran Gaji Penggugat terhitung bulan Oktober 2004 sampai dengan Januari 2009;

d) Menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 141.000,-(Seratus Empat Puluh Satu Ribu Rupiah).

D. Putusan PTUN Nomor 20/G/1994/PTUN-PDG74 1) Subjek

Drs. Mawardi, AKT. Sebagai Penggugat melawan Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Indonesia Provinsi Sumatra Barat sebagai Tergugat I dan Direktur RSUP. Dr. M. Djamil Padang sebagai Tergugat II.

2) Objek

Surat Keputusan Tergugat I Nomor: KP.04.04.147 tertanggal 4 Juli Tahun 1994 tentang Pengangkatan dalam jabatan Struktural Eselon IV.b pada RSUP. Dr. M. Djamil Padang dan Surat Keputusan Tergugat II Nomor: 04.04.02.50 tanggal 13 Agustus 1994 tentang Penunjukan Kepala Seksi Pengelolaan Dana Intern RSUP. Dr. M. Djamil Padang.

3) Duduk Perkara

(25)

Penggugat memohon kepada Pengadilan TUN Padang untuk membatalkan atau menyatakan tidak sah:

a) Surat Keputusan Tergugat I Nomor: KP.04.04.147 tertanggal 4 Juli Tahun 1994 tentang Pengangkatan dalam jabatan Struktural Eselon IV.b pada RSUP. Dr. M. Djamil Padang;

b) Surat Keputusan Tergugat II Nomor: 04.04.02.50 tanggal 13 Agustus 1994 tentang Penunjukan Kepala Seksi Pengelolaan Dana Intern RSUP. Dr. M. Djamil Padang;

c) Memerintahkan Tergugat I dan Tergugat II untuk mengembalikan lagi kedudukan Penggugat sebagai Kepala Seksi Pengelolaan Dana Intern RSUP. Dr. M. Djamil Padang.

4) Pelaksanaannya

a) Setelah melakukan pemeriksaan, PTUN Padang memberikan putusan dengan mengabulkan gugatan Penggugat, putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan No. 43/BDG-G/PD/PT.TUN-MDN/1995 dan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI No. 22/K/TUN/1996 putusan tersebut diputus pada tanggal 25 September 1998.

(26)

telah tidak ada lagi, dengan demikian putusan tersebut tidak dapat dilaksanakan.

c) Penggugat berupaya untuk meminta tergugat dapat melaksanakan putusan tersebut melalui peran pengadilan, namun pengadilan hanya bisa menghimbau kepada tergugat agar mengganti posisi penggugat pada jabatan lain atau dengan memberikan kompensasi.

3.2

Penyebab

Pejabat TUN Tidak Melaksanakan Putusan

Pengadilan TUN Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap dan

Mengikat

Banyaknya kasus Putusan Pengadilan TUN yang tidak dapat dilaksanakan telah membuktikan adanya suatu kesalahan dalam sistem peradilan administrasi. Kondisi ini sangatlah memprihatinkan karena keberadaan PTUN diharapkan dapat memberi keadilan sepenuhnya bagi masyarakat dalam lingkup administrasi pemerintah.

Beberapa penyebab Putusan Pengadilan TUN yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat tidak dijalankan oleh Pejabat TUN adalah sebagai berikut:

a. Belum ada kaidah hukum positif yang dapat membentuk budaya hukum Pejabat TUN untuk patuh dan taat terhadap Putusan Pengadilan TUN.

(27)

Pengadilan TUN.75Permasalahan eksekusi adalah menyangkut harapan pencari keadilan, tujuan pihak-pihak yang bersengketa menyerahkan perkaranya ke pengadilan adalah untuk menyelesaikan perkara mereka secara tuntas. Tetapi dengan adanya putusan pengadilan bukan berarti sudah menyelesaikan pokok permasalahan akan tetapi perkara akan dianggap selesai apabila pelaksanaan putusan atau eksekusi. Dengan kata lain pencari keadilan mempunyai tujuan akhir yaitu agar segala hak-haknya yang dirugikan oleh pihak lain dapat dipulihkan, pemulihan tersebut akan tercapai apabila putusan dapat dilaksanakan. Putusan pengadilan yang dilaksanakan adalah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).76

b. Rendahnya Kesadaran Hukum Pejabat TUN

Ketentuan dalam Undang-Undang tidak mengatur secara tegas mengenai paksaan terhadap Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN. Indroharto berpendapat bahwa tuntas atau tidaknya, efektif atau tidaknya pelaksanaan putusan pengadilan ini pada dasarnya masih digantungkan kepada kesadaran, kesukarelaan, tanggung jawab, sikap dan perilaku dari seluruh jajaran pemerintah sendiri.77 Sistem eksekusi yang diatur dalam Pasal 116 menggunakan model

floating execution, artinya pelaksanaan Putusan Pengadilan TUN diserahkan sepenuhnya kepada Pejabat TUN dengan kesadaran hukum sendiri bersedia melaksanakan putusan pengadilan, model putusan ini

75

Ibid, h. 4. Dikutip dari Supandi,Kepatuhan Hukum Pejabat Dalam Menaati Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan, Ringkasan Penelitian (Disertasi) pada Universitas Sumatra Utara, Medan, 2005, h. 2.,

76

(28)

disebut juga model eksekusi mengambang, karena tidak ada upaya paksa dari pengadilan untuk melaksanakan putusannya.

c. Faktor teknis mempengaruhi pelaksanan Putusan Pengadilan TUN78 Putusan Pengadilan TUN memang tidak dapat dilaksanakan secara sempurna akibat dari perubahan keadaan, perubahan peraturan, perubahan posisi hukum tertentu pada saat perkara masih berjalan. Karena gugatan diajukan dalam suasana fakta-fakta, posisi hukum dan kepentingan yang ada pada saat itu, sedangkan putusan pengadilan akan terjadi setelah selang beberapa waktu, dengan kata lain rentang waktu antara keluarnya putusan hakim bisa memakan waktu satu tahun atau lebih, biasanya Pejabat TUN selalu menggunakan upaya hukum terhadap putusan pengadilan yang memenangkan warga masyarakat. d. Faktor Perintah Putusan

(29)

selesaikan dengan mempedomani Pasal 117 ayat (1) UU PTUN yang pada intinya apabila pejabat pemerintah tidak dapat dengan sempurna melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap disebabkan oleh berubahnya keadaan yang terjadi setelah putusan pengadilan dijatuhkan dan/atau memperoleh kekuatan hukum tetap, ia wajib memberitahukan hal itu kepada Ketua Pengadilan dan Penggugat.

Jika penggugat mengetahui bahwa putusan yang dijatuhkan pengadilan tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna, maka penggugat dapat meminta kepada Ketua Pengadilan agar membebani pejabat pemerintah tersebut untuk membayar uang atau kompensasi lain yang diinginkan. Ketua Pengadilan agar memanggil kedua belah pihak untuk mengusahakan persetujuan tentang jumlah uang atau kompensasi lain yang harus dibebankan kepada penggugat, apabila tidak tercapai persetujuan maka Ketua Pengadilan harus membuat penetapan untuk penyelesaiannya, dapat mengajukan ke Mahkamah agung, Putusan Mahkamah Agung wajib ditaati kedua belah pihak.

e. Perbuatan Faktual Yang Terjadi79

(30)

pengadilan sudah jelas tidak dapat dilaksanakan secara sempurna, apalagi hakim dalam putusannya tidak dapat memerintahkan tergugat untuk membangun kembali.

f. Tidak Sinkronnya antara Hukum Acara dengan Hukum Materiil80

Tidak sinkronnya antara hukum acara dengan hukum materiil juga menjadi sebab yang sangat fatal. Sebagai contoh dengan keluarnya Surat Edaran MA No. 08 Tahun 2005 yang pada prinsipnya menyatakan bahwa semua keputusan yang dikeluarkan oleh KPU/D bukan termasuk keputusan yang dapat digugat di Pengadilan TUN. Sedangkan pada Pasal 2 huruf g UU PTUN yang menetapkan bahwa yang bukan termasuk KTUN adalah keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun daerah mengenai “hasil pemilihan umum”. Dari norma tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa yang bukan kewenangan Pengadilan TUN adalah “hasil pemilihan umum”.

g. Hakim Pengadilan TUN yang Tidak Berperan Aktif

(31)

(9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 90 (sembilan puluh) hari

kerja ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka penggugat

mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), agar pengadilan memerintahkan tergugat

melaksanakan putusan tersebut”. Berdasarkan ayat ini menjelaskan bahwa Pengadilan menunggu penggugat mengajukan permohonan untuk memaksa tergugat melaksanakan Putusan Pengadilan TUN, tidak bertindak aktif untuk mengawasi tergugat dalam melaksanakan Putusan Pengadilan TUN.

3.3

Akibat

Hukum

Bagi

Pejabat

TUN

Yang

Tidak

Melaksanakan Putusan Pengadilan TUN Menurut UU PTUN

Dalam UU PTUN Perubahan Kedua memberikan penjelasan mengenai akibat hukum yang akan diberikan kepada Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN, yaitu pada Pasal 116 ayat (4) menegaskan bahwa “Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan

dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi

administratif”. Dan pada Pasal 116 ayat (7) UU PTUN Perubahan Kedua menegaskan bahwa “Ketentuan mengenai besaran uang paksa, jenis sanksi administrasi, dan tata cara pelaksanaan pembayaran uang paksa dan/atau sanksi

administrasif diatur dengan peraturan perundang-undangan”.

(32)

Secara teoretis, ganti rugi berasal dari bidang hukum perdata, tentang konsep “onrechtmatige daad”. prinsip bahwa setiap tindakan

onrechtmatigsubjek hukum yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain mengharuskan adanya pertanggung jawaban bagi subjek hukum yang bersangkutan merupakan prinsip yang telah diakui dan diterima secara umum.81Konsep ini secara yuridis formal di atur dalam Pasal 136, 1365, dan 1367 KUH Perdata.82

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud oleh Pasal 116 ayat (7) UU PTUN Perubahan Kedua adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1991 Tentang Ganti Rugi Dan Tata Cara Pelaksanaannya Pada Peradilan Tata Usaha Negara.

Ganti Rugi yang dimaksud adalah pembayaran sejumlah uang (secara paksa), kepada orang atau badan hukum perdata atas beban Badan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut sebagai Pejabat TUN) berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara karena adanya kerugian materiil yang diderita oleh penggugat.83

Besarnya ganti rugi yang dapat diperoleh penggugat paling sedikit Rp.250.000,-(dua ratus lima puluh ribu rupiah), dan paling

81

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, h. 71.

82

Pasal 1365 berbunyi; “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian

kepada seseorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,

mengganti kerugian tersebut”. Pasal 1366; “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang di sebabkan karena kelalian atau perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang di sebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya”. Pasal 1367; “Seseorang tidak saja

bertanggung jawab untuk kerugian yang di sebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang di sebabkan karena perbuatan orang-orang yang tanggungannya atau di sebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.”

(33)

banyak Rp.5.000.000,-(lima juta rupiah), dengan memperhatikan keadaan yang nyata.84

2. Sanksi Administratif

Sanksi administrasi ini secara tegas di atur dalam UU AP. Sanksi administrasi terbagi dalam tiga (3) golongan yaitu sanksi administrasi ringan berupa; teguran lisan, teguran tertulis, serta penundaan kenaikan pangkat, golongan, dan/atau hak-hak jabatan. Sanksi andministrasi sedang berupa; pembayaran uang paksa dan/atau ganti rugi, pemberhentian sementara dengan memperoleh hak-hak jabatan. Sanksi administrasi berat berupa; pemberhentian tetap dengan memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitasnya, pemberhentian tetap tanpa memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya serta di publikasikan di media massa. Setiap sanksi administrasi ini di sesuaikan dengan pelanggaran yang di lakukan oleh pejabat pemerintah.

Selain UU AP, sanksi administrasi ini juga di atur dalam UU ASN, yang secara khusus mengatur tentang profesi pegawai negeri sipil. Secara eksplisit UU ASN ini mengatur tentang kode etik bagi aparatur sipil negara (ASN) untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan. Akan ada sanksi administrasi berupa pemberhentian tidak hormat karena melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945, di hukum penjara atau kurungan karena melakukan tindak pidana kejahatan dan menjadi anggota dan/ atau pengurus partai politik.

(34)

Dari penjelasan sanksi administrasi berdasarkan UU AP dan UU ASN ini maka apabila Pejabat TUN tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN yang berkekuatan hukum tetap maka dapat di kenai sanksi administrasi tersebut berdasarkan golongan sanksi yang di atur.

Akibat hukum baik ganti rugi dan/atau sanksi administrasi bagi pejabat TUN ini tidak secara serta merta dapat di laksanakan karena ada proses dan tahapan yang harus dilewati. Di samping diumumkan pada media massa cetak setempat sebagaimana dimaksud pada Pasal 116 ayat (5) UU PTUN, ketua pengadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan.

3.4

Analisis

Dari beberapa Putusan Pengadilan TUN yang tidak dilaksanakan oleh Pejabat TUN dan penyebab Pejabat TUN tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN yang telah berkekuatan hukum tetap dan mengikat serta penjelasan akibat hukum bagi Pejabat TUN maka dapat katakan bahwa Pengadilan TUN menemui kendala yang cukup besar, lemahnya pelaksanaan putusan oleh Pejabat TUN merupakan masalah mendasar yang bagi Pengadilan TUN.

(35)

Condemnatoir yang berarti bahwa putusan bersifat akhir yang menghukum pihak yang di kalahkan untuk memenuhi prestasi, meliputi : memberi, berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Dalam putusan ini diharapkan bagi pihak yang kalah atau Pejabat TUN memberi ganti rugi, atau berbuat sesuatu misalnya mencabut kembali KTUN tersebut.

Fakta di Indonesia menyebutkan bahwa ada beberapa Putusan Pengadilan TUN yang tidak dilaksanakan oleh Pejabat TUN, sebagaimana telah dijelaskan di atas. Keadaan ini menggambarkan bahwa belum adanya peraturan yang memaksa Pejabat TUN untuk melaksanakan Putusan Pengadilan TUN. Sehingga akibatnya para Pejabat TUN merasa tidak harus melaksanakan atau dapat mengabaikan Putusan Pengadilan TUN tersebut.

(36)

Adapun sanksi yang diberikan bagi Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN adalah Sanksi Ganti Rugi dan Sanksi Administratif. Ganti Rugi dan Sanksi Administratif akan di berikan kepada Pejabat TUN apabila telah melewati proses sebagaimana di sebutkan dalam Pasal 116 ayat (6) UU PTUN. Oleh karena itu menurut penulis proses yang harus dilalui dalam menerapkan ganti rugi dan sanksi administratif bagi Pejabat TUN tersebut membutuhkan waktu yang terlalu lama yaitu 90 hari, sehingga seharusnya ganti rugi harus diterapkan setelah ada Putusan Pengadilan TUN yang berkekuatan hukum tetap, karena kerugian yang diderita oleh tergugat akibat diterbitkannya KTUN harus segera diganti berdasarkan Putusan Pengadilan TUN tersebut.

Penerapan sanksi administratif bagi Pejabat TUN secara langsung dapat diterapkan karena sanksi administrasi terbagi atas sanksi administrasi ringan, sedang dan berat berdasarkan pelanggaran yang dilakukan oleh Pejabat TUN dengan prosesnya masing-masing. Sanksi administrtif ringan, sedang atau berat akan dijatuhkan dengan pertimbangan unsur proporsional dan keadilan.

(37)

Pengadilan tersebut maka Pejabat TUN dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa (Ganti Rugi) dan atau sanksi administratif.

Referensi

Dokumen terkait

Pada 21 Oktober 1945 tentara sekutu berusaha membebaskan Belanda yg ditawan, namun mendapat perlawanan TKR & pejuang Indonesia lainnya shg dikenal dgn Pertempuran Ambarawa

yang bersangkutan pada bagian atas kolom pertama. Nama bulan hanya ditulis lagi pada bagian atas halaman yang baru atau pada awal bulan yang baru. Jadi nama bulan tidak

- Jika peserta didik dapat menyebutkan minimal 2 langkah yang akan dilakukan apabila menemukan teman yang tidak membayar makanan di kantin dengan tepat, mendapat

Perawatan beton umur 28 hari dilakukan dengan cara merendam benda uji dalam air pada hari kedua selama 21 hari, kemudian beton ringan dikeluarkan dari air dan

Penelitian ini akan melakukan perhitungan untuk mengetahui tingkat kepentingan semua atribut data dalam dataset heregistrasi mahasiswa STMIK Widya Pratama..

adalah persyaratan paling penting seorang penyair: kedalamanan penghayatan dan renungan tentang makna hidup dan kearifan-kearifan universal. Dan Rumi telah

Menurut Damayanti perempuan lebih berisiko menderita diabetes dikarenakan secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar,

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam membentuk karakter Islami di SMA Negeri 9 Bandar Lampung dengan