• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan karakter ksatria melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning.(penelitian tindakan Bimbingan dan Konseling pada siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Klaten Jawa Tengah tahun ajar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan karakter ksatria melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning.(penelitian tindakan Bimbingan dan Konseling pada siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Klaten Jawa Tengah tahun ajar"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENINGKATAN KARAKTER KSATRIA MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING

(Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Pada Siswa Kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Klaten Jawa Tengah Tahun Ajaran 2015/2016)

Rani Prihana

Universitas Sanata Dharma 2017

Tujuan utama penelitian adalah meningkatkan karakter ksatria siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning. Tujuan khusus adalah 1) mendeskripsikan rencana dan upaya pelaksanaan peningkatan karakter ksatria siswa; 2) mengukur tingkat karakter ksatria siswa sebelum dan sesudah; 3) menganalisis peningkatan karakter ksatria siswa periklus-tindakan; 4) mengukur signifikansi peningkatan karakter ksatria siswa sebelum dan sesudah dan mengukur signifikansi peningkatan karakter ksatria siswa antar siklus; 5) mengetahui efektivitas layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling (PTBK) yang terlaksana dalam tiga siklus dengan pendekatan experiential learning. Setiap siklus terlaksana dalam satu kali pertemuan. Subjek penelitian berjumlah 22 siswa. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah Tes Karakter Ksatria, Skala Penilaian Diri Karakter Ksatria, wawancara tidak tersktruktur, observasi dan Kuesioner Validasi Efektivitas Program. Koefisien reliabilitas Tes Karakter Ksatria senilai 0,59, Koefisiensi Skala Penilaian Diri Karakter Ksatria senilai 0,81 dan koefisiensi reliabilitas Kuesioner Validasi Program senilai 0,621. Teknik analisis data yang digunakan adalah desktiptif fakta pelaksanaan bimbingan klasikal, norma kategorisasi, deskriptif dan presentase, uji hipotesis tindakan dengan uji t Wilcoxon.

Temuan penelitian menunjukan bahwa, karakter ksatria siswa dapat ditingkatkan melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning. Temuan khusus penelitian adalah 1) upaya peningkatan karakter ksatria dimulai dari perencanaan, pelaksanaan layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning meliputi concret experience, reflection observation, abstract concetualitation, active experimentation; 2) terdapat peningkatan karakter ksatria sebelum-sesudah tindakan, dan sebagian besar siswa berada pada ketegori sangat tinggi dan tinggi; 3) terdapat peningkatan karakter siswa antar siklus; 4) terdapat peningkatan secara signifikan karakter siswa setiap siklusnya; 5) menurut siswa program ini efektif untuk meningkatkan karakter ksatria.

Kata kunci: pendidikan karakter, bimbingan klasikal, experiential learning,

(2)

ABSTRACT

THE IMPROVEMENT OF SPORTSMANSHIP CHARACTER THROUGH A CHARACTER EDUCATION

BASED ON CLASS GUIDANCE SERVICE USING THE EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH

(A Guidance and Counseling Action Research to THE Eighth Grade Students SMP Pangudi Luhur Bayat Klaten Central Java Academic Year 2015/2016)

Rani Prihana Sanata Dharma University

2017

The main purpose of research is to improve the eighth grade students’

sportsmanship character class VIII A at SMP Pangudi Luhur Bayat Academic Year 2015/2016 through character education based on class guidance services using the experiential learning approach. The specific objectives are 1) to describe the plans and efforts to implement the increase in students’ sportsmanship character; 2) measure the

level of students’ sportsmanship character before and after the action; 3) analyze the

increase of students’ sportsmanship character between cycles of action; 4) measure the

significance of the increase of students’ sportsmanship character before and after the

action and measure the significance of the increase between cycles; 5) assess the effectiveness of class counseling services using the experiential learning approach.

This type of research is the Guidance and Counseling Action Research (PTBK) completed in three cycles with the experiential learning approach. Each cycle is accomplished in one meeting. The subjects of the research were 22 students. The data collection instrument in this study is the Sportsmanship Character Test, Sportsmanship Character Self-Assessment Scale, unstructured interviews, observation and questionnaire of the Validation of the Program Effectiveness. The reliability coefficient of the Sportsmanship Character Test was 0.59, the reliability coefficient of the Sportsmanship Character Self-Assessment Scale was 0.81 and the reliability coefficient of the Questionnaire on the Program Validation was at 0.621. The data analysis technique used was descriptive facts on the implementation of the class guidance service, norms of categorization, description and percentages, action hypothesis testing with the Wilcoxon t test.

The research findings show that the students’ sportsmanship character can be

enhanced through a character education based on class guidance service using the experiential learning approach. The specific findings of the research are 1) efforts to improve the sportsmanship character start from planning, implementation of class guidance services using the experiential learning approach includes concrete experience, reflection and observation, abstract conceptualization, active experimentation; 2) there is an increase in the students’ sportsmanship character before and after the action, and most students are at very high and high category; 3) There is

an increase of students’ sportsmanship character between cycles; 4) there is a

significant increase in the students’ character in each cycle; 5) according to the students, this program can effectively improve the character of sportsmanship.

(3)

i

PENINGKATAN KARAKTER KSATRIA MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING (Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Pada Siswa Kelas VIII A

SMP Pangudi Luhur Bayat Klaten Jawa Tengah Tahun Ajaran 2015/2016)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh : Rani Prihana

131114007

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

i

HALAMAN MOTTO

Orang bijak bergembira karena belajar dari bahaya yang dialami oranglain

(P. Mercator)

The measure of love is to love without measure

(St. Francis de Sales)

Acta virum probant

(7)

ii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini saya persembahkan bagi Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu memberkati dan memberikan berkat

tepat pada waktunya

Sang teladan yang menjadi kekuatan dan ketenangan dalam setiap rencana-rencana yang sudah DIA persiapkan.

Kupersembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Yohanes Jumadi dan Ibu Agnes Surati.

Kakak-kakakku,

Yusuf Wiji Pitoyo dan Andreas Sabar Wihono

Semua orang yang telah memberikan kasih sayang dan perhatian dan cintanya dalam mendampingi dan memotivasi sampai

sekarang.

(8)
(9)
(10)

vii ABSTRAK

PENINGKATAN KARAKTER KSATRIA MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING

(Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Pada Siswa Kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Klaten Jawa Tengah Tahun Ajaran 2015/2016)

Rani Prihana

Universitas Sanata Dharma 2017

Tujuan utama penelitian adalah meningkatkan karakter ksatria siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning. Tujuan khusus adalah 1) mendeskripsikan rencana dan upaya pelaksanaan peningkatan karakter ksatria siswa; 2) mengukur tingkat karakter ksatria siswa sebelum dan sesudah; 3) menganalisis peningkatan karakter ksatria siswa periklus-tindakan; 4) mengukur signifikansi peningkatan karakter ksatria siswa sebelum dan sesudah dan mengukur signifikansi peningkatan karakter ksatria siswa antar siklus; 5) mengetahui efektivitas layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling (PTBK) yang terlaksana dalam tiga siklus dengan pendekatan experiential learning. Setiap siklus terlaksana dalam satu kali pertemuan. Subjek penelitian berjumlah 22 siswa. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah Tes Karakter Ksatria, Skala Penilaian Diri Karakter Ksatria, wawancara tidak tersktruktur, observasi dan Kuesioner Validasi Efektivitas Program. Koefisien reliabilitas Tes Karakter Ksatria senilai 0,59, Koefisiensi Skala Penilaian Diri Karakter Ksatria senilai 0,81 dan koefisiensi reliabilitas Kuesioner Validasi Program senilai 0,621. Teknik analisis data yang digunakan adalah desktiptif fakta pelaksanaan bimbingan klasikal, norma kategorisasi, deskriptif dan presentase, uji hipotesis tindakan dengan uji t Wilcoxon.

Temuan penelitian menunjukan bahwa, karakter ksatria siswa dapat ditingkatkan melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning. Temuan khusus penelitian adalah 1) upaya peningkatan karakter ksatria dimulai dari perencanaan, pelaksanaan layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning meliputi concret experience, reflection observation, abstract concetualitation, active experimentation; 2) terdapat peningkatan karakter ksatria sebelum-sesudah tindakan, dan sebagian besar siswa berada pada ketegori sangat tinggi dan tinggi; 3) terdapat peningkatan karakter siswa antar siklus; 4) terdapat peningkatan secara signifikan karakter siswa setiap siklusnya; 5) menurut siswa program ini efektif untuk meningkatkan karakter ksatria.

Kata kunci: pendidikan karakter, bimbingan klasikal, experiential learning,

(11)

viii ABSTRACT

THE IMPROVEMENT OF SPORTSMANSHIP CHARACTER THROUGH A CHARACTER EDUCATION

BASED ON CLASS GUIDANCE SERVICE USING THE EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH

(A Guidance and Counseling Action Research to THE Eighth Grade Students SMP Pangudi Luhur Bayat Klaten Central Java Academic Year 2015/2016)

Rani Prihana Sanata Dharma University

2017

The main purpose of research is to improve the eighth grade students’

sportsmanship character class VIII A at SMP Pangudi Luhur Bayat Academic Year 2015/2016 through character education based on class guidance services using the experiential learning approach. The specific objectives are 1) to describe the plans and efforts to implement the increase in students’ sportsmanship character; 2) measure the level of students’ sportsmanship character before and after the action; 3) analyze the increase of students’ sportsmanship character between cycles of action; 4) measure the significance of the increase of students’ sportsmanship character before and after the action and measure the significance of the increase between cycles; 5) assess the effectiveness of class counseling services using the experiential learning approach.

This type of research is the Guidance and Counseling Action Research (PTBK) completed in three cycles with the experiential learning approach. Each cycle is accomplished in one meeting. The subjects of the research were 22 students. The data collection instrument in this study is the Sportsmanship Character Test, Sportsmanship Character Self-Assessment Scale, unstructured interviews, observation and questionnaire of the Validation of the Program Effectiveness. The reliability coefficient of the Sportsmanship Character Test was 0.59, the reliability coefficient of the Sportsmanship Character Self-Assessment Scale was 0.81 and the reliability coefficient of the Questionnaire on the Program Validation was at 0.621. The data analysis technique used was descriptive facts on the implementation of the class guidance service, norms of categorization, description and percentages, action hypothesis testing with the Wilcoxon t test.

The research findings show that the students’ sportsmanship character can be

enhanced through a character education based on class guidance service using the experiential learning approach. The specific findings of the research are 1) efforts to improve the sportsmanship character start from planning, implementation of class guidance services using the experiential learning approach includes concrete experience, reflection and observation, abstract conceptualization, active experimentation; 2) there is an increase in the students’ sportsmanship character before and after the action, and most students are at very high and high category; 3)

There is an increase of students’ sportsmanship character between cycles; 4) there is a

significant increase in the students’ character in each cycle; 5) according to the students, this program can effectively improve the character of sportsmanship.

(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Allah sumber segala rahmat dan kekuatan. Berkat

kemurahan dan kasih-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir dengan judul “Peningkatan Karakter Ksatria melalui Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning

(Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Pada Siswa Kelas VIII A SMP

Pangudi Luhur Bayat Klaten Jawa Tengah Tahun Ajaran 2015/2016)” dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.

Selama penulisan tugas akhir ini, peneliti menyadari bahwa banyak pihak

yang ikut terlibat guna membimbing, dan mendampingi, dan mendukung setiap

proses yang peneliti jalani. Oleh karena itu, peneliti ingin menyampaikan ucapan

terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan

Konseling.

3. Bapak Juster Donal Sinaga, M.Pd selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah membimbing dengan penuh kesabaran dan ketulusan hati, selalu

memberikan motivasi, saran, dan petunjuk kepada peneliti dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling atas bimbingan

dan pendampingan selama peneliti menempuh studi.

5. Stefanus Priyatmoko (Mas Moko) selaku petugas administrasi di Sekertariat

Program Studi Bimbingan dan Konseling atas pelayanan yang diberikan

dengan baik selama peneliti menempuh studi.

6. Bapak Fx. Heru Cahyono selaku Kepala Sekolah SMP Pangudi Luhur Bayat

yang telah mengizinkan peneliti melakukan penelitian di SMP Pangudi Luhur

Bayat.

7. Siswa-siswi kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran

2015/2016 yang telah bersedia menjadi subjek dan membantu peneliti dalam

(13)
(14)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ...vii

ABSTRAK ...viii

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...13

(15)

xii

B. Hakikat Karakter Ksatria...19

1. Pengertian Ksatria...27

2. Karakteristik Karakter Ksatria...27

3. Upaya Pembentukan Karakter Ksatria...28

C. Hakikat Layanan Bimbingan Klasikal ...29

1. Pengertian Bimbingan Klasikal ...29

2. Tujuan Bimbingan Klasikal ...30

3. Tahap Layanan Bimbingan Klasikal...30

D. Hakikat Pendekatan Experiential Learning ...31

1. Pengertian Pendekatan Experiantial Learning ...31

2. Karakteristik Experiential Learning...32

3. Tujuan Experiential Learning...33

4. Tahapan Pendekatan Experiantial Learning...34

5. Aktifitas Inti Experiential Learning...37

6. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Exeriantial Learning ...38

E. Hakikat Remaja Sebagai Peserta Didik SMP ...39

1. Pengertian Remaja ...39

2. Karakteristik Remaja sebagai Peserta Didik SMP...40

3. Tujuan Perkembangan Remaja sebagai Peserta Didik SMP ...41

4. Perkembangan Karakter Ksatria pada Remaja...42

F. Kerangka Berpikir ...43

G. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan...45

H. Hipotesis Tindakan ...45

BAB III METODE PENELITIAN ...47

A. Jenis penelitian ...47

B. Setting Penelitian...50

1. Lokasi dan Waktu...50

2. Mitra Kolaboratif...51

C. Subjek Penelitian...51

D. Jenis dan Tindakan Penelitian ...52

1. Jenis Tindakan ...52

2. Indikator keberhasilan ...54

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ...54

1. Teknik Pengumpulan Data ...54

2. Instrumen ...56

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen...61

(16)

xiii

2. Reliabilitas...64

3. Uji Normalitas...67

G. Prosedur Penelitian ...68

1. Desain Prosedur Penenlitian...68

2. Rencana Siklus Penelitian...70

H. Teknik Analisis Data ...76

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...84

A. Deskripsi Keterlaksanaan Tindakan Penelitian ...84

1. Proses Keterlaksanaan Tindakan Bimbingan dan Konseling...84

2. Tingkat Karakter Siswa Sebelum dan Sesudah...97

3. Peningkatan Karakter Siswa antar Siklus...101

4. Signifikansi Peingkatan Karakter Siswa...106

5. Efektifitas Pendidikan Karakter...110

6. Hasil Observasi Pelaksanaan Peningkatan...113

B. Pembahasan ...115

BAB V PENUTUP ...122

A. Kesimpulan ...122

B. Keterbatasan Penelitian ...123

C. Saran ...124

(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : 88 Butir Karakter yang Baik...17

Tabel 3.1 : Kegiatan Penelitian...49

Tabel 3.2 : Mitra Kolaboratif...50

Tabel 3.3 : Subjek Penelitian ... 50

Tabel 3.4 : Capaian Rata-rata Skor Siswa ... 53

Tabel 3.5 : Kisi-kisi Tes Karakter Ksatria ... 56

Tabel 3.6 : Kisi-kisi Skala Penilaian diri Karakter Ksatria...57

Tabel 3.7 : Kisi-kisi Panduan Wawancara...58

Tabel 3.8 : Kisi-kisi Panduan Observasi...59

Tabel 3.9 : Kriteria Guilford ...65

Tabel 3.10 : Hasil Uji Reliabilitas Tes Karakter Ksatria ...65

Tabel 3.11 : Hasil Uji Reliabilitas Skala Penilaian diri Karakter Ksatria ...66

Tabel 3.12 : Hasil Uji Normalitas...67

Tabel 3.13 : Norma Kategori Tingkat Karakter Ksatria ...78

Tabel 3.14 : Kategorisasi Skor Pemahaman Siswa ...79

Tabel 3.15 : Kategorisasi Skala Penilaian diri Karakter Ksatria ...80

Tabel 4.1 : Tingkat Karakter Ksatria Sebelum dan Sesudah ...98

Tabel 4.2 : Peningkatan Karakter Ksatria Persiklus...101

Tabel 4.3 : Uji T Wilcoxon pretest-posttest...106

Tabel 4.4 : Hasil T Wilcoxon Peningkatan Karakter Ksatria...108

Tabel 4.5 : Hasil Validasi Efektivitas Program ...110

Tabel 4.6 : Item Validasi Program Presentas 100%...112

Tabel 4.7 : Item Validasi Program Presentase antara 90%-100%...112

Tabel 4.8 : Item Validasi Program Presentase kurang dari 90%...113

(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Komponen Pembentukan Karakter yang Baik ... 22

Gambar 2.2 : Fase Pendekatan Experiential Learning...35

Gambar 2.3 : Tahapan Pembelajaran Experiential Learning...37

Gambar 2.4 : Kerangka Berpikir Penelitian ... 43

Gambar 3.1 : Prosedur Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis & Mc. Taggart ... 47

Gambar 3.2 : Proses Tindakan Bimbingan dan Konseling...52

(19)

xvi

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.2 : Tingkat Karakter Ksatria Sebelum dan Sesudah...98

Grafik 4.3 : Tingkat Karakter Ksatria Setiap Siswa...100

Grafik 4.4 : Peningkaran Skor Rata-rata Karakter Ksatria...102

Grafik 4.5 : Peningkatan Karakter Ksatria Setiap Siklus...103

Grafik 4.6 : Peningkatan Karakter Ksatria Setiap Siswa...105

(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tes Karakter Ksatria...128

Lampiran 2 Skala Penilaian Karakter Ksatria...135

Lampiran 3 Lembar Penilaian Siswa ...138

Lampiran 4 Wawancara...139

Lampiran 5 Lembar Observasi...140

Lampiran 6 Tabulasi Data Pre-test...141

Lampiran 7 Tabulasi Data Post-test...143

Lampiran 8 Tabulasi Data Pra-tindakan...143

Lampiran 9 Tabulasi Data Siklus I...144

Lampiran 10 Tabulasi Data Siklus II...145

Lampiran 11 Tabulasi Data Siklus III...146

Lampiran 12 Tabulasi Data Validasi Model... ...147

Lampiran 13 Tabulasi Hasil Validitas Tes... ...148

Lampiran 14 Tabulasi Hasil Validitas Skala...150

Lampiran 15 Tabulasi Hasil Observasi...152

Lampiran 16 Hasil Uji Wilcoxon...153

Lampiran 17 Dokumentasi Pelasksanaan...154

Lampiran 18 Hasil Uji Reliabilitas Tes...157

Lampiran 19 Hasil Uji Reliabilitas Skala...158

Lampiran 20 Hasil Uji Reliabilitas Model...159

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

dan definisi istilah.

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa pada peserta didik, sehingga mereka memiliki

nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai

tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan

warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.

Menurut Suyanto (Wibowo & Purnama, 2013: 35), karakter adalah

cara pikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk

hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat,

bangsa dan negara. Adapun individu yang berkarakter baik ini, adalah

individu yang bisa membuat keputusan dan siap

mempertanggungjawabkan apa yang diperbuatnya atau berani secara

ksatria mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusan yang

dibuatnya.

Mengingat pentingnya pendidikan karakter bagi peserta didik,

pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional, menyelenggarakan

kembali pembangunan karakter bangsa. Undang-undang No 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3, telah

(22)

2

kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Suyanto,

2010). Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak mulia, Sehat, Berilmu, Cakap, Kreatif,

Mandiri dan menjadi warga negara demokratis serta bertanggung jawab

(UU No.20, 2003).

Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional jelas bahwa

pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama

(SMP) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan

tersebut. Sesuai dengan tujuan dan fungsi pembentukan pendidikan

karakter peserta didik agar mampu beretika, bermoral, membantu orang

lain, mau belajar dari orang lain, dan mampu menghargai nilai-nilai

kemanusiaan. Menurut Wakil Menteri Pendidikan Nasional, dalam

Kabinet Indonesia Bersatu II, Fasli Jalal (Kompas.com), pendidikan

karakter yang didorong pemerintah untuk dilaksanakan di

sekolah-sekolah tidak akan membebani guru dan siswa. Sebab, hal-hal yang

terkandung dalam pendidikan karakter sebenarnya sudah ada dalam

kurikulum, namun selama ini tidak dikedepankan dan diajarkan secara

tersurat.

(23)

3

Menurut Faturohman & Fatriyani (2013), karakter ksatria yaitu

kemampuan untuk menerima keunggulan orang lain serta menerima

kekurangan diri sendiri. Melihat kenyataan yang terjadi, banyak

permasalahan yang dialami remaja dalam taraf pendidikan di SMP maka

perlunya penanganan yang serius tentang masalah ini. Hal ini nampak dari

fenomena kenakalan remaja yang perlu dikendalikan. Menurut Ketua

Komisi Perlindungan Anak (KPAI) (Republika.co.id) jumlah anak sebagai

pelaku kekerasan (bullying) di sekolah mengalami kenaikan dari 67 kasus

pada 2014 menjadi 79 kasus di tahun 2015. Anak sebagai pelaku tawuran

juga mengalami kenaikan dari 46 kasus di 2014 menjadi 103 kasus di

2015. Fenomena ini menandakan bahwa kurangnya nilai karakter dan

moral dalam diri seseorang.

Pendidikan karakter di Indonesia saat ini baru sampai dalam

tingkat pengenalan norma-norma atau nilai-nilai dan belum tindakan nyata

dalam kehidupan sehari-hari (Suyanto, 2011). Persoalannya adalah para

guru Bimbingan dan Konseling sudah terbiasa menggunakan metode

ceramah sedangkan metode ceramah sudah sangat lama di gunakan dan

kurang sesuai untuk pendidikan karakter. Oleh karena itu, para guru

hendaknya memiliki kompetensi untuk melaksanakan bimbingan klasikal

dengan pendekatan experiential learning di kelas. Dengan demikian

peserta didik dapat mengalami langsung dan mempraktikannya dalam

kehidupan sehari-hari. Itulah alasan peneliti menggunakan pendekatan

(24)

4

SMP Panggudi Luhur Bayat adalah sekolah swasta yang berkarya

dalam bidang pendidikan yang bertempat di Lemah Miring Paseban

Bayat. Peserta didik yang mengenyam pendidikan di SMP Pangudi Luhur

Bayat sebagian besar berasal dari keluarga menengah ke bawah. Sebagian

besar orang tua bekerja sebagai buruh, petani, dan pedagang.

Berdasarkan observasi dan wawancara kepada wali kelas yang

sudah dilakukan, ditemukan fenomena rendahnya karakter ksatria. Ada

beberapa peserta didik ketika melakukan kesalahan belum mampu untuk

langsung meminta maaf, takut untuk mengungkapkan pendapatnya.

Selain itu peneliti juga wawancara terhadap dua peserta didik kelas VIII

A bahwa ketika melakukan kesalahan peserta didik takut untuk mengakui

kesalahan karena takut untuk dihukum dan malu dengan

teman-temannya.

Menyadari masalah tersebut maka, perlu ditanamkan nilai karakter

ksatria dalam diri seseorang. Karakter ksatria yaitu kemampuan untuk

menerima keunggulan orang lain serta menerima kekurangan diri sendiri.

Seseorang dikatakan ksatria apabila mau mengakui kesalahan dan

menghindari sikap ingkar dan berbohong. Terbiasa menyadari kelebihan

orang lain dan tidak segan belajar dari contoh yang ada, menghindari

sikap angkuh, bersikap jujur dan bertanggung jawab, selalu mengatakan

yang benar dengan benar dan yang salah tetap salah. Berani melakukan

intropeksi dan bertanggung jawab terhadap segala yang dilakukan dan

(25)

5

Faktor yang menyebabkan rendahnya sikap ksatria peserta didik,

salah satunya adalah faktor eksternal individu yang meliputi keluarga,

teman, guru pembimbing dan masyarakat. Untuk membantu peserta didik

memiliki karakter ksatria maka perlu dilakukan strategi pembelajaran

yang efektif kepada peserta didik. Dalam hal ini konselor atau guru

Bimbingan dan Konseling memiliki peran penting dan didukung dengan

pelayanan yang dapat membantu peserta didik memiliki karakter ksatria.

Salah satu pelayanan yang menarik potensi peserta didik dalam

mengembangkan karakter ksatria peserta didik adalah Bimbingan

Klasikal dengan pendekatan Experiential Learning. Proses bimbingan

klasikal memiliki ciri-ciri khusus dalam pendekatan, metode dan strategi

penyampaianya. Dalam layanan bimbingan klasikal, pendekatan

experiential learning lebih ditekankan aspek afeksi (nilai, sikap) perilaku

dan nilai-nilai karakter. Experiential Learning adalah suatu pendekatan

dalam penyelenggaraan bimbingan kelompok, dengan menggunakan

dinamika kelompok yang efektif. Suatu dinamika kelompok dikatakan

efektif apabila dapat menghadirkan suasana kejiwaan yang sehat diantara

peserta kegiatan, spontanitas, munculnya perasaan (seperti senang, rileks,

gembira, menikmati dan bangga), meningkatkan minat atau gairah untuk

terlibat dalam proses kegiatan, memungkinkan terjadinya katarsis, serta

meningkatkannya pengetahuan, dan ketrampilan sosial (Prayitno, dkk

(26)

6

Berdasarkan hasil penelitian Kristina Betty Artati (2015) di SMP

Kanisius Kalasan terdapat peningkatan karakter tanggung jawab siswa

secara signifikan senilai Sig. (2 tailed) (0,001) < (0,05) ketika

menggunakan pendekatan experiential learning. Selain itu Clara Vania

(2015) juga menggunakan pendekatan experiential learning dalam

meneliti karakter kepemimpinan demokratis di SMP N 6 Surakarta dan

hasilnya pun efektif. Terjadi peningkatan karakter kepemimpinan

demokratis siswa secara signifikan (sig 2 tailed) (0,000) < (0,05). Jadi,

pendekatan experiential learning adalah salah satu pendekatan yang tepat

untuk mengatasi rendahnya karakter ksatria.

Berdasarkan hal di atas, maka peneliti bergabung dengan penelitian

Stranas (Strategis Nasional) untuk mengimplementasikan modul dengan

topik karakter ksatria kepada peserta didik dan mengangkat judul

“Peningkatan Karakter Ksatria Melalui Pendidikan Karakter Berbasis

Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning

Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Pada Siswa Kelas VIII A

Smp Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016”

B. Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, dapat

diidentifikasikan masalah sebagai berikut.

1. Sebagian siswa SMP Panggudi Luhur Bayat kurang memiliki

karakter ksatria sebagai siswa sehingga kurang mampu menjalin

(27)

7

2. Beberapa peserta didik kurang berani dalam mengungkapkan

pendapat.

3. Beberapa peserta didik belum mampu meminta maaf secara

langsung ketika melakukan kesalahan.

4. Belum pernah diterapkan layanan bimbingan klasikal berbasis

experiential learning di SMP maka diterapkan layanan bimbingan

klasikal berbasis experiential learning di SMP Pangudi Luhur

Bayat.

5. Beberapa peserta didik masih menjadi pelaku bullying di sekolah.

6. Pendidikan karakter baru sampai tingkat pengenalan norma-norma

atau nilai-nilai dan belum tindakan nyata dalam kehidupan sehari

hari.

C.Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, fokus kajian diarahkan untuk menjawab

masalah-masalah yang teridentifikasi khususnya masalah mengenai

kurangnya sikap ksatria sebagai peserta didik. Maka peneliti fokus pada,

“Peningkatan Karakter Ksatria Melalui Pendidikan Karakter Berbasis

Layanan Bimbingan Klasikal Dengan Pendekatan Experiential Learning

Pada Siswa Kelas VIII A di SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran

2015/2016”.

D.Rumusan Masalah

(28)

8

SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 dapat ditingkatkan

melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan

pendekatan experiential learning. Selanjutnya rumusan masalah utama

tersebut dijabarkan menjadi rumusan masalah khusus sebagai berikut.

1. Bagaimana perencanaan dan pelaksanaan upaya peningkatan

karakter ksatria siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat

Tahun Ajaran 2015/2016 melalui pendidikan karakter berbasis

layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experintial learning?

2. Seberapa tinggi peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII A

SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 sebelum dan

sesudah mendapatkan pendidikan karakter berbasis layanan

bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning?

3. Seberapa tinggi peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII A

SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 setiap siklus

melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal

dengan pendekatan expriential learning?

4. a. Apakah terdapat peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII A

SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 yang signifikan

sebelum dan sesudah mendapatkan pendidikan karakter berbasis

layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential

learning?

b. Apakah terdapat peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII A

(29)

9

signifikan antar siklus pendidikan karakter berbasis layanan

bimbingan dengan pendekatan experiential learning?

5. Seberapa efektif implementasi pendidikan karakter ksatria berbasis

layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning

siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran

2015/2016?

E. Tujuan Penelitian

Secara utama penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan karakter ksatria siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat melalui

pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan

menggunakan pendekatan experiential learning.

Sedangkan secara khusus, peneilitan ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan rencana dan pelaksanaan upaya peningkatan

karakter ksatria siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat

Tahun Ajaran 2015/2016 melalui pendidikan karakter berbasis

layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experintial

learning.

2. Mengukur peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII SMP

Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 sebelum dan

sesudah mendapatkan pendidikan karakter berbasis layanan

bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning.

3. Menganalisis peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII A

(30)

10

melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal

dengan pendekatan expriential learning.

4. a. Mengukur signifikansi peningkatan karakter ksatria siswa kelas

VIII A A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016

sebelum dan sesudah mendapatkan pendidikan karakter berbasis

layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential

learning.

b. Mengukur signifikansi peningkatan karakter ksatria siswa kelas

VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016

antar siklus pendidikan karakter berbasis layanan bimbingam

klasikal dengan pendekatan experiential learning.

5. Mengetahui seberapa efektif implementasi pendidikan karakter

ksatria berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan

experiential learning siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur

Bayat Tahun Ajaran 2015/2016.

F. Manfaat Hasil Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap muncul

beberapa manfaat sebagai berikut.

1. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi

kepada pengembangan ilmu bimbingan dan konseling

khususnya tentang karakter ksatria dan implementasi layanan

(31)

11 2. Manfaat Praktis

a. Bagi kepala sekolah, hasil penelitian ini menjadi pedoman

dalam melaksanakan pendidikan karakter di sekolah

bersama guru mata pelajaran yang lain.

b. Bagi guru Bimbingan dan Konseling hasil penelitian ini

dapat menjadi acuan untuk melaksanakan pendidikan

karakter berbasis layanan bimbingan klasikal secara tepat.

c. Bagi siswa, penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman

tentang karakter ksatria pada diri peserta didik dan

melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.

d. Bagi peneliti, penelitian ini memberikan pengalaman dan

ketrampilanan baru dalam melakukan bimbingan klasikal.

Hasil penelitian ini juga menambah wawasan baru dan

peneliti dapat mengusulkan penyusunan modul pendidikan

karakter yang sesuai guna meningkatkan nilai-nilai karakter

dalam diri peserta didik.

G. Definisi Istilah

Adapun definisi istilah dalam penelitian ini yaitu:

1. Pendidikan karakter adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk

membantu orang memahami, peduli, dan bertindak sesuai

dengan nilai- nilai etika inti.

2. Karakter adalah sifat alami seseorang dalam merespon situasi

(32)

12

nyata melalui tingkah laku baik, jujur, menghormati orang lain,

berani minta maaf dan karakter mulia yang lainnya.

3. Karakter ksatria adalah kemampuan untuk menerima

keunggulan orang lain dan menerima kekurangan diri sendiri.

4. Bimbingan klasikal adalah suatu layanan bimbingan dan

konseling yang diberikan kepada peserta didik oleh guru

bimbingan dan konseling (Guru BK) atau konselor kepada

sejumlah peserta didik dalam satuan kelas yang dilaksanakan di

dalam kelas.

5. Experiential Learning adalah model pembelajaran yang

menekankan pada pengalaman dan menciptakan proses belajar

yang melibatkan langsung peserta didik. Pengalaman yang

dialami peserta didik akan menjadikan pelajaran untuk proses

(33)

13 BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bab ini memaparkan hakikat pendidikan karakter, hakikat karakter ksatria,

layanan bimbingan klasikal, hakikat pendekatan experiential learning, dan hakikat

remaja sebagai peserta didik.

A. Hakikat Pendidikan Karakter 1. Pengertian Karakter

Dalam Kamus Terbaru Bahasa Indonesia (2008:337), karakter

didefinisikan sebagai sifat–sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang

membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Budi pekerti merupakan

alat batin yang merupakan panduan akal dan perasaan untuk menimbang baik

buruk, tabiat, akhlak, watak, perbuatan baik, daya upaya dan akal. Perilaku

yang diartikan sbagai tanggapan atau reaksi individu yang berwujud dalam

gerakan (sikap) tidak hanya badan tetapi juga ucapan.

Menurut Prayitno, & Manullang (2010 : 47), karakter adalah sifat

pribadi yang relatif stabil pada diri yang menjadi landasan bagi penampilan

perilaku dalam standar nilai dan norma yang tinggi. Dari beberapa definisi di

atas dapat di simpulkan bahwa karakter merupakan sifat relatif stabil pada diri

seseorang untuk menimbang baik buruk perilaku dan menjadi landasan

berperilaku.

2. Pengertian Pendidikan Karakter

Menurut Ramli (Wibowo 2013), pendidikan karakter memiliki esensi

dan makna yang sama dengan pendidikan moral atau pendidikan akhlak.

(34)

14

(cognitive), perasaan (afeksi), dan tindakan (action). Melalui tiga aspek ini

diuraikan, serta diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan maka peserta

didik akan menjadi cerdas emosinya Suyanto (Wibowo 2013: 38).

Kementrian Pendidikan Nasional (2010), menjelaskan bahwa

pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang

baik (habituation) sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak

berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Dengan kata lain,

pendidikan karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik,

perasaan yang baik, dan perilaku yang baik sehingga terbentuknya

perwujudan kesatuan perilaku dan sikap peserta didik. Berdasarkan pendapat

yang di kemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter

merupakan usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, dengan

melibatkan aspek pengetahuan, perasaan maupun perilaku agar menjadi

pribadi yang baik di lingkungan masyarakat.

3. Tujuan Pendidikan Karakter

Kementrian Pendidikan Nasional (2011), mengatakan bahwa

pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan

hasil pendidikan di sekolah yang mengarahkan pada pencapaian pembentuk

karakter atau akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, seimbang sesuai

dengan standar kompetensi kelulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan

peserta didik SMP mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan

pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi

(35)

15

Menurut Ramli (Wibowo 2013), tujuan pendidikan karakter adalah

membentuk peserta didik, agar menjadi pribadi yang baik, jika di masyarakat

menjadi warga yang baik, jika dalam kehidupan bernegara menjadi warga

negara yang baik. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

tujuan pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam

pembentukan karakter dan menggunakan pengetahuan yang baik dalam

melakukan kegiatan sehari-hari sehingga menjadi warna negara baik.

4. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter

Kementrian Pendidikan Nasional (2010), mengungkapkan bahwa pendidikan karakter harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut.

a. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika/akhlaq mulia sebagai basis

karakter;

b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup

pemikiran, perasaan, dan perilaku;

c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk

membangun karakter;

d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian;

e. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukan perilaku

yang baik;

f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang

yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan

membantu meraka untuk sukses;

(36)

16

h. Menfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi

fungsi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai

dasar yang sama;

i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam

membangun inisiatif pendidikan karakter;

j. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru

karakter, dan manifestasikan positif dalam kehidupan peserta didik.

5. Nilai-nilai Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter merujuk pada nilai-nilai agama, nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945, dan nilai-nilai hidup, tumbuh dan berkembang

dalam adat istiadat masyarakat indonesia yang bhineka tunggal ika telah

teridentifikasi 88 butir nilai karakter yang dikelompokan menjadi lima yaitu

nilai karakter dalam (1) hubungannya dengan Tuhan, (2) diri sendiri, (3)

sesama manusia, (4) lingkungan, (5) Kebangsaan. Oleh karena itu, pada tingkat

SMP di pilih 20 nilai karakter (Faturohman, Suryana, & Fatriyani, F 2013).

Setelah diadakan pengkajian terhadap nilai- nilai tersebut, dirumuskan 88 butir

nilai karakter sebagai berikut:

Tabel 2.1

(37)

17

Menurut Sedyawati (Fathurrohman 2013), terdapat 16 nilai karakter yang

harus dikembangkan untuk peserta didik di indonesia. Keenam belas nilai beserta

deskripsi untuk masing-masing nilai dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Jujur, yaitu sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat

(38)

18

b. Tahu Berterimakasih, yaitu menyatakan kepada orang lain melalui perkataan

dan tindakan atas jasanya terhadap kehidupan kita.

c. Tertib, yaitu kemampuan untuk mengatur diri dan sekitar untuk mencapai

efisiensi yang terbaik.

d. Penuh perhatian, yaitu kemampuan untuk menunjukan penghargaan pada

seseorang dengan jalan memberikan perharian penuh pada apa yang

diaktakannya.

e. Baik hati, yaitu memenuhi kebutuhan dasar orang lain tanpa mengharapkan

pamrih.

f. Tanggung jawab, yaitu mengetahui dan melakukan apa yang diharapkan.

g. Pemaaf, yaitu sikap untuk memaafkan dan melupakan kesalahan orang lian

tanpa menaruh dendam.

h. Peduli, yaitu kemampuan untuk memperhatikan kebutuhan orang lain.

i. Mengahargai waktu, yaitu sikap dan perilaku yang mampu memanfaatkan

waktu yang tersedia secara efisien dan efektif sehingga berhasil guna.

j. Sabar, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukan kemampuan dalam

mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan dalam menghadapi berbagai

rangsangan atau masalah.

k. Cermat/teliti, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukan ketelitian,

keseksamaan penuh minat dan kehati-hatian.

l. Pengendalian diri, yaitu kemampuan untuk menahan diri terhadap keadaan

(39)

19

m. Tenggang rasa (toleransi), yaitu sikap untuk menghargai dan menghormati

perbedaan.

n. Sopan santun yaitu kemampuan untuk mengikuti norma yang ada di

masyarakat.

o. Rela berkorban, yaitu kesediaan dan kerelaan untuk berkorban dan membanru

orang lain.

p. Sportif/berjiwa kesatria/berjiwa besar, yaitu kemampuan untuk menerima

keunggulan orang lain dan menerima kekurangan diri sendiri.

6. Komponen Pembentukan Karakter

Beberapa komponen yang merupakan pembentukan karakter menurut

Lickona (2013) adalah keterkaitan antara pengetahuan moral, perasaan moral dan

tindakan moral. Komponen pembentukan karakter divisualisasikan dalam gambar

sebagai berikut.

(40)

20

Ada beragam pengetahuan moral yang dapat kita memanfaatkan ketika kita

berhadapan dengan tantangan-tantangan moral dalam hidup. Berikut adalah

penjelasan dari enam hal yang menjadi bagian dari pengetahuan moral:

a. Kesadaran moral

Ketidaksadaran moral yang sering terjadi pada diri manusia dalam

sebuah tingkatan usia adalah kebutaan moral, kondisi di mana orang tak

mampu melihat situasi yang sedang ia hadapi melibatkan masalah moral

dan membutuhkan pertimbangan lebih jauh. Remaja khususnya sangat

rentan terhadap kegagalan seperti ini bertindak tanpa mempertanyakan

“Apakah ini benar?”

Aspek pertama yang perlu di miliki oleh remaja dalam kesadaran

moral adalah remaja harus mengetahui bahwa tanggung jawab moral

pertama mereka adalah menggunakan akal mereka untuk melihat kapan

sebuah situasi membutuhkan penilaian moral. Kemudian memikirkan

dengan cermat pertimbangan apakah yang benar untuk bertindak tersebut.

Aspek kedua dari kesadaran moral adalah kendala untuk biasa

mendapatkan informasi. Remaja perlu mencari informasi dan memastikan

fakta terlebih dahulu sebelum membuat pertimbangan moral.

b. Mengetahui nilai-nilai

Mengetahui sebuah nilai moral berarti memahami bagaimana

menerapkannya dalam berbagai situasi. Apa artinya “tanggung jawab”

ketika melihat siswa tidak mengerjakan PR dari Guru? Ketika melihat

(41)

21

dalam kehidupan ini diantaranya adalah menghormati kehidupan,

bertanggung jawab, berani minta maaf, berani mengakui kesalahan dan

toleransi. Semua ini merupakan faktor penentu dalam membentuk pribadi

yang baik.

c. Pengambilan prespektif

Pengambilan prespektif adalah kemampuan untuk mengambil

sudut pandang orang lain, melihat situasi dari sudut pandang orang lain,

membayangkan bagaimana meraka akan berpikir, bereaksi, dan merasa.

d. Penalaran moral

Penalaran moral adalah memahami makna sebagai orang yang

bermoral dan mengapa harus bermoral. Seiring dengan perkembangan

penalaran moral anak-anak dan riset perkembangan penalaran moral

terjadi secara bertahap, mulai dari mempelajari mana yang termasuk

sabagai nalar moral dan mana yang tidak termasuk sebagai nalar moral

ketika akan melakukan sesuatu, pada tingkat tertinggi, penalaran moral

juga melibatkan pemahaman terhadap beberapa pinsip klasik, seperti:

“Hormatilah martabat setiap individu”, “Perbanyak berbuat baik”, dan

“Bersikaplah sebagimana engkau mengharapkan orang lain bersikap

kepadamu”. Prinsip-prinsip semacam ini dapat menuntun perubahan

perbuatan moral remaja dalam berbagai macam situasi.

e. Pengambilan keputusan

Dalam membuat keputusan seseorang dapat melakukan dengan

(42)

22

pilihanku?” apa konsekuensi yang kira-kira harus di hadapi orang lain

karena keputusan yang ku buat?”. Mampu memikirkan langkah yang

mungkin akan diambil seseorang yang sedang menghadapi persoalan

moral tersebut sebgai ketrampilan pengambilan keputusan reflektif.

f. Pengetahuan diri

Memahami diri sendiri merupakan pengetahuan moral yang paling

sulit untuk dikuasai, tetapi penting bagi perkembangan karakter.

Membangun pemahaman diri berarti sadar terhadap kekuatan dan

kelemahan karakter diri dan mengetahui cara untuk memperbaiki

kelemahan tersebut. Kesadaran moral, pengetahuan terhadap nilai-nilai

moral, pengambilan prespektif, penalaran moral, pembuatan keputusan,

dan memahami diri sendiri merupakan kualitas-kualitas pemikiran yang

membentuk pengetahuan moral.

Dilihat dari sisi perasaan moral atau sisi emosional terdapat beberapa

faktor yang membentuk karakter pada seseorang. Faktor-faktor tersebut

adalah

a. Hati nurani

Hati nurani memiliki dua sisi: sisi kognitif dan sisi emosional. Sisi

kognitif menuntun seseorang dalam menentukan hal yang benar,

sedangkan sisi emosional menjadikan seseorang merasa berkewajiban

(43)

23 b. Penghargaan diri (Self-esteem)

Jika seseorang memiliki peghargaan diri yang sehat, maka

seseorang tersebut dapat menghargai diri sendiri. Dan jika seseorang

mampu menghargai dirinya sendiri, maka seseorang tersebut akan

menghormati dirinya sendiri. Dengan demikian, kecil kemungkinan

bagi seseorang untuk merusak tubuh atau pikirannya sendiri atau

membiarkan orang lain merusaknya.

Kemudian jika remaja yang memiliki penghargaan diri

yang sehat akan mempu memandang diri secara positif, cenderung

memperlakukan orang lain secara positif juga, tidak tergantung pada

pendapat orang lain, mampu bertahan diri dari tekanan teman

sebayanya, mempu mengikuti pertimbangan pribadi, dan lebih

bertanggungjawab terhadap diri, sesama, lingkungan dan kepada

Tuhan.

c. Empati

Empati merupakan kemampuan mengenali, atau merasakan, keadaan

yang tengah dialami orang lain. Empati merupakan sisi emosional dari

pengambilan prespektif.

d. Mencintai kebaikan

Jika seseorang mencintai kebaikan, mereka akan merasa senang

melakukan kebaikan. Cinta akan melahirkan hasrat, bukan hanya

(44)

24

ada sejak usia kanak-kanak dan dapat terus dikembangkan dalam tiap

tahap perkembangan.

e. Kontrol diri

Kontrol diri merupakan pekerti yang penting untuk mengendalikan

emosional maupun perilaku diri seseorang. Kontrol diri membantu

seseorang untuk bersikap etis disaat seseorang sedang tidak

mengingikannya. Kontrol diri juga penting untuk mengekang

keterlenaan kita.

f. Kerendahan hati

Kerendahan hati merupakan bagian dari pemahaman diri.

Suatu bentuk keterbukaan murni terhadap kebenaran sekaligus

kehendak untuk berbuat sesuatu demi memperbaiki kegagalan.

Kerendahan hati juga membantu seseorang mengatasi kesombongan

diri. Kerendahan hati adalah pelindung terbaik dari perbuatan jahat.

Hati nurani, penghargaan diri, empati, mencintai kebaikan,

kontrol diri, dan kerendahan hati adalah komponen-komponen yang

membentuk sisi emosional moral seseorang. Perasaan seseorang

terhadap diri sendiri, orang lain, dan hal-hal yang baik bila

digabungkan dengan pengetahuan moral akan membentuk sumber

motivasi moral dalam diri seseorang tersebut. Ada atau tidaknya

perasaan moral dalam diri seseorang menjelaskan banyak hal

mengenai mengapa ada orang yang mempraktikan prinsip-prinsip

(45)

25

nilai yang hanya sampai pada tataran intelektual, yang hanya

menyentuh pikiran dan bukan perasaan, kehilangan bagian penting

dari karakter.

Tindakan moral adalah produk dari dua bagian karakter

diatas. Jika seseorang memiliki kualitas moral intelektual dan

emosional maka mereka memiliki kemungkinan tindakan yang

menurut pengetahuan dan perasaan mereka adalah tindakan yang

benar. Untuk memahami sepenuhnya apa yang menggerakan

seseorang sehingga mampu melakukan tindakan bermoral atau

menghalanginya maka perlu melihat lebih dalam dari ketiga aspek

dari tindakan moral berikut.

a. Kompetensi

Kompetensi moral adalah kemampuan mengubah pertimbangan

dan perasaan moral ke dalam tindakan moral efektif.

b. Kehendak

Kehendak dibutuhkan untuk menjaga emosi agar tetap

terkendali oleh akal. Kehendak juga dibutuhkan untuk dapat

melihat dan memikirkan suatu keadaan melalui seluruh dimensi

moral. Kehendak dibutuhkan untuk mendahulukan kewajiban,

bukan kesenangan. Kehendak dibutuhkan untuk menahan godaan,

bertahan dari tekanan teman sebaya, dan melawan gelombang.

(46)

26 c. Kebiasaan

William Bennett (Lickona, 2014:87) mengatakan: “orang

-orang yang memiliki karakter yang baik bertindak dengan

sungguh-sungguh, loyal, berani, berbudi, dan adil tanpa banyak

tergoda oleh hal-hal sebaliknya.” Mereka melakukan yang benar

karena kebiasaan.

Dari penjelasan di atas, mengenai faktor-faktor

pembentukan karakter yang baik dapat disimpulkan bahwa dalam

diri seseorang yang berkarakter baik, pengetahuan, perasaan, dan

tindakan moral akan bekerja secara bersama-sama untuk saling

mendukung. Tentu saja tidak selalu demikian, orang yang sangat

baik sekalipun sering kali gagal menunjukan moral terbaik

mereka. Hal ini nampak bahwa pembentukan karakter merupakan

suatu proses seumur hidup dalam kehidupan setiap orang.

Kehidupan bermoral yang dijalani setiap orang termasuk remaja

secara bertahap dapat memadukan pertimbangan, perasaan, dan

pola-pola tingkah laku yang benar.

Dengan ini seseorang dapat terus berproses dalam

membentuk karakter yang baik. Dalam komponen karakter yang

baik yang telah dijelaskan di atas, juga merupakan faktor

pembentukan karakter ksatria remaja/peserta didik. Dimana

karakter ksatria merupakan salah satu nilai karakter yang menjadi

(47)

27 B. Pengertian Karakter Ksatria

1. Pengertian Karakter Ksatria

Menurut Fathurrahman & Fatriyani (2013:134), karakter ksatria yaitu

kemampuan untuk menerima keunggulan orang lain serta menerima

kekurangan diri sendiri. Dari definisi tersebut ada dua unsur yang penting

yaitu kemampuan menerima keunggulan orang lain dan menerima

kekurangan diri sendiri. Dalam berbagai literatur karakter kesatria juga

disebut karakter berjiwa besar atau sportif.

Menurut Samani dan Hariyanto (2013), menjelaskan karakter sportif

memiliki makna menghargai dan menaati aturan main, dapat menerima

kemenangan dan kekalahan apa adanya secara terbuka. Namun dalam

penelitian ini peneliti menggunakan istilah karakter ksatria. Dari beberapa

pendapat yang di kemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa karakter

ksatria adalah individu yang memiliki sifat pemberani dan memiliki

kemampuan menerima keunggulan orang lain serta menerima kekurangan diri

sendiri.

2. Karakteristik Karakter Ksatria

Menurut Fathurrahman & Fatriyani (2013:134), ciri-ciri individu yang

memiliki karakter ksatria adalah sebagai berikut.

a. Mengakui kesalahan

Individu yang memiliki karakter ksatria akan berani mengakui bila

melakukan kesalahan (baik di rumah, sekolah maupun dalam pergaulan),

(48)

28 b. Menghargai orang lain

Individu yang memiliki karakter ksatria akan menghargai orang lain

dengan cara terbiasa menyadari kelebihan orang lain dan tidak segan

belajar dari contoh yang ada (baik dalam ilmu maupun pengalaman)

menghindari sikap angkuh, bersikap jujur, dan bertanggung jawab, selalu

mengatakan yang benar dengan benar dan yang salah tetap salah.

c. Mawas diri

Individu yang memiliki karakter ksatria memiliki sikap mawas diri

dengan berani melakukan intropeksi dan bertanggung jawab terhadap

segala yang dilakukan (baik di sekolah, dalam pergaulan, organisasi

maupun masyarakat luas), dan selalu menghindari sikap dan tindakan

licik.

3. Upaya Pengembangan Karakter Ksatria

Buchori (Fathurrahman, dkk, 2013), menyebutkan bahwa upaya

pengembangan karakter salah satunya karakter ksatria seharusnya mampu

membawa siswa ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara

afektif, akhirnya ke pengalaman nilai secara nyata dalam kehidupan

sehari-hari. Menurut Fathurrahman, dkk (2013), karakter dikembangkan melalui

tahap pengalaman (knowling), pelaksanaan, (acting), kebiasaan (habit).

Pengalaman karakter dalam suatu sistem pendidikan keterkaitan antar

komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang

dapat dilakukan atau tidak secara bertahap dan saling berhubungan antara

(49)

29

melaksanakannya baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, sesama,

lingkungan, bangsa dan negara.

C. Hakikat Layanan Bimbingan Klasikal 1.Pengertian Bimbingan Klasikal

Depdiknas (2008), menjelaskan bahwa layanan bimbingan klasikal

adalah salah satu pelayanan dasar yang dirancang konselor untuk melakukan

kontak langsung dengan para peserta didik di kelas secara terjadwal. Kegiatan

ini dilaksanakan melalui pemberian materi bimbingan yang sesuai dengan

kebutuhan peserta didik itu sendiri.

Menurut Makhrifah & Nuryono ( 2014:1), mengemukakan bimbingan

klasikal merupakan suatu layanan bimbingan dan konseling yang di berikan

kepada peserta didik oleh guru bimbingan dan konseling kepada sejumlah

peserta didik dalam satuan kelas yang dilaksanakan di dalam kelas.

Bimbingan diberikan untuk mencegah (preventif) terjadinya masalah dan

pengembangan (developmental) kemampuan peserta didik. Dari pendapat di

atas dapat disimpulkan bahwa, bimbingan klasikal adalah satu pelayanan

dasar yang dirancang konselor dengan memberikan materi yang sesuai

dengan kebutuhan peserta didik dalam satuan kelas.

2. Tujuan Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Klasikal

Winkel & Sri Hastuti (2004:31-32), menjelaskan bahwa tujuan penyelenggaraan layanan bimbingan yaitu, supaya sesama manusia mengatur

kehidupan sendiri, menjamin perkembangan dirinya sendiri seoptimal

(50)

30

berpedoman pada cita-cita yang mewujudkan semua potensi yang baik

padanya, dan menyelesaikan semua tugas yang dihadapi dalam kehidupan ini

secara memuaskan.

Layanan bimbingan mempunyai tujuan supaya orang yang dilayani

dapat mengambil sikap sendiri, dan berani menanggung sendiri akibat dan

konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Tujuan bantuan itu diberikan yaitu

supaya orang atau kelompok yang dilayani menjadi mampu menghadapi

semua tugas perkembangan hidupnya secara dasar dan bebas.

Menurut Makhrifah dan Nuryono (2004:2), tujuan penyelenggaraan

bimbingan yaitu untuk meluncurkan aktifitas-aktifitas pelayanan yang

mengembangkan potensi siswa atau mencapai tugas-tugas perkembangannya

sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan. Dari penjelasan di atas dapat

disimpulkan bahwa tujuan penyelenggaraan bimbingan klasikal adalah supaya

sesama manusia dapat mengatur kehidupannya sendiri, menjamin

perkembangan dirinya sendiri secara optimal dan dapat mengembangkaan

potensi siswa.

3. Tahapan Layanan Bimbingan Klasikal

Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2016), langkah-langkah

bimbingan klasikal sebagai berikut.

a. Persiapan

1) Mempersiapkan topik materi bimbingan klasikal, yang dirumuskan

(51)

31

(SKKPD) (Ditjen PMPTK, 2007), masalah yang dihadapi peserta

didik diungkap melalui instrumen yang relevan.

2) Menyusun rencana pelaksanaan layanan bimbingan klasikal yang akan

diberikan

3) Mendokumentasikan rencana pelaksanaan layanan bimbingan klasikal

yang akan diberikan

b. Pelaksanaan

1) Melaksanakan layanan bimbingan klasikal sesuai jadwal dan materi

yang telah dirancang

2) Mendokumentasikan rencana pelaksanaan layanan bimbingan klasikal

yang telah diberikan

3) Mencatat peristiwa dan hal-hal yang perlu perbaikan dan tindak lanjut

setelah layanan bimbingan klasikal dilaksanakan

c. Evaluasi

1) Melakukan evaluasi proses layanan bimbingan klasikal

2) Melakukan evaluasi hasil layanan bimbingan klasikal yang telah

diberikan

D. Hakikat Pendekatan Experiential Learning

1. Pengertian Pendekatan Experiential Learning

Menurut Prayitno, dkk (1998: 90) experiential learning adalah sebuah

pendekatan dalam penyelenggaraan bimbingan dinamika kelompok, dikatakan

efektif ketika dapat menghadirkan suasana kejiwaan yang sehat diantara

(52)

32

meningkatkan minat atau gairah untuk lebih terlibat dalam proses kegiatan,

memungkinkan terjadinya katarsis, serta meningkatnya pengetahuan dan

ketrampilan sosial.

Kolb (1984) menjelaskan : “experiential learning: expericence as the

source of learning and development”. Dari pernyataan tersebut terdapat

makna bahwa metode experiential learning adalah pembelajaran yang

memberikan pengalaman nyata kepada peserta didik. Peserta didik secara aktif

mengeksplorasi, dan membuat catatan tentang peristiwa yang terjadi.

Experiential learning dipahami sebagai tindakan untuk mencapai sesuatu

berdasarkan pengalaman yang secara terus menerus mengalami perubahan

guna meningkatkan keefektivan hasil belajar.

Dengan kata lain experiential learning merupakan model

pembelajaran yang membuat peserta didik terlibat langsung dalam proses

belajar dan peserta didik mendapatkan pengalaman-pengalaman yang menjadi

suatu pengetahuan. Pengalaman yang dialami secara langsung oleh peserta

didik dalam proses belajar akan mengalami perubahan, guna meningkatkan

efektivitas hasil belajar.

2. Karakteristik Experiential Learning

Menurut Kolb (1984), ada 6 karakteristik experiential learning yakni:

a. Pembelajaran terbaik itu dipahami sebagai proses bukan terbatas

pengetahuan, belajar tidak berakhir pada hasil pengalaman membentuk

(53)

33

b. Belajar adalah pengalaman membentuk kembali pengetahuan.

Pembelajaran difasilitasi oleh proses yang mampu membuat siswa

membangun gambaran mengenai keyakianan-keyakinan dan ide-ide

terhdap suatu topik sehingga dapat dijelaskan, diujikan, dan diintegrasikan

dengan ide-ide baru.

c. Belajar membutuhkan resolusi dari konflik antara cara dialektikal yang

bertentangan dengan adaptasi dunia. Konflik, perbedaan dan ketidak

setujuan yang menuntun proses belajar. Pergerakan ke belakang dan empat

cara berlawanan antar refleksi, tindakan, perasaan dan pikiran.

d. Belajar adalah proses menyeluruh dari adaptasi. Belajar bukan hanya hasil

dari kognisi tetapi keterlibatan yang terintegrasi pada keseluruhan fungsi

individu: berpikir, merasakan, penerimaan dan bertindak.

e. Hasil belajar berasal dari sinergi transaksi antara manusia dengan

lingkungan. Pembelajaran terjadi melalui keseimbangan proses dialektikal

asimilasi pengalaman baru ke dalam konsep yang sudah ada dan

mengakomodasikan konsep yang sudah ada pada pengalaman baru.

3. Tujuan Experiential Learning

Tujuan model experiential learning adalah untuk mempengaruhi siswa dengan

tiga cara yaitu mengubah struktur kognitif siswa, mengubah sikap siswa dan

memperluas ketrampilan yang telah ada pada siswa. Ketiga hal ini kemudian

(54)

34

4. Tahapan Pembelajaran Experiential Learning

David Kolb menyampaikan pendekatan experiential learning adalah sebuah poses yang melingkar dan terdiri dari empat fase sebagai berikut.

a. Concrete Experience

Merupakan fase menggunakan pengalaman yang sudah dilalui peserta atau

pengalaman yang disediakan untuk pembelajar yang lebih lanjut.

b. Reflective Obsevation

Merupakan fase menggunakan pengalaman yang sudah dilalui peserta atau

pengalaman yang disediakan untuk pembelajaran yang lebih lanjut.

c. Abstract Conceptualization

Merupakan fase dimana proses menemukan tren yang umum dan

keebnaran dalam pengalaman yang telah dilalui peserta atau membentuk

reaksi pada pengalaman yang baru menjadi sebuah kesimpulan atau

konsep baru.

d. Active Experimentation

Merupakan fase modifikasi perilaku lama dan mempraktikan pada situasi

keseharian para peserta.

Efektivitas proses pembelajaran experiential learning akan terdukung

apabila peserta didik memiliki kemampuan mengikuti proses dari

masing-masing fase tersebut. Keempat fase tersebut divisualisasikan pada gambar

Gambar

Tabel 2.1 88 Butir Karakter yang Baik
Gambar 2.1 Komponen Pembentukan Karakter yang Baik
Gambar 2.2 Fase Pendekatan Experiential Learning Menurut Kolb
Gambar 2.3 Tahapan Pembelajaran Experintial Learning Menurut Pfieiffer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling (PTBK) yang terlaksana dalam tiga siklus dengan pendekatan experiential learning. Setiap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIIIA SMP Pangudi Luhur Moyudan tahun ajaran 2016/2017 pada tes kemampuan awal untuk langkah

Program Bimbingan Pribadi Sosial Berbasis Experiential Learning untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 111

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Baik atas segala berkat dan bimbingan-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Peningkatan Karakter

The writer would like to present the problem of the study as follo w: “How is the mastery of reading of eighth year students of SMP Pangudi Luhur 1 Klaten in academic year

(Studi Deskriptif Terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Pasundan 3 Kota Bandung Tahun Ajaran 2015/2016). DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH

Terhadap Perilaku Siswa Kelas VIII SMP Muhamadyah 1 Pleret Tahun Ajaran 2015/2016. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas PGRI Yogyakarta. Tujuan penelitian

Efektivitas implementasi model pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning dalam meningkatkan hasil pendidikan karakter pada semua