• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian masalah pecahnya membran dalam pipa menggunakan metode beda hingga dan volume hingga.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyelesaian masalah pecahnya membran dalam pipa menggunakan metode beda hingga dan volume hingga."

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

Aliran adalah pergerakan yang biasanya terjadi pada gas atau cairan. Aliran yang berupa gas atau cairan ini disebut aliran fluida. Ada banyak contoh aliran yang terjadi dikehidupan sehari-hari, misalnya aliran udara disekitar sayap pesawat, aliran darah di dalam tubuh manusia, dan lain sebagainya. Skripsi ini akan membahas aliran udara yang terjadi pada pipa satu dimensi, yaitu kondisi pecahnya membran dalam pipa (perpecahan membran dalam pipa). Sistem yang mengatur masalah akustik ini adalah model matematika yang melibatkan persamaan diferensial parsial, yaitu suatu masalah Riemann dari persamaan akustik. Aliran udara yang terjadi di dalam pipa akan diilustrasikan dan penyelesaian numerisnya akan dicari. Penyelesaian numeris ini meliputi metode beda hingga grid kolokasi, metode beda hingga grid selang-seling, dan metode volume hingga Lax-Friedrichs. Analisis hasil simulasi yaitu untuk membandingkan metode mana yang paling baik dari ketiga metode dan melihat residual dari metode volume hingga Lax-Friedrichs.

Solusi numeris yang menggunakan metode beda hingga grid kolokasi dan metode beda hingga grid selang-seling menghasilkan solusi yang tidak stabil, sedangkan solusi numeris yang menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs menunjukkan solusi yang stabil dan tidak terdapat osilasi.

Kata kunci : Persamaan diferensial, hukum kekekalan, persamaan akustik, metode beda

(2)

is called the fluid flow. There are many flow examples that happen in daily life, such as the airflow around airplane wings, the blood flow in a human body, and so on. This undergraduate thesis discusses the airflow that occurs in a pipe on one dimension, namely the condition of the membrane rupture in the pipeline.

The system that governs this acoustics problem is the mathematical model involving the partial differential equation, which is a Riemann problem from the acoustics equation. The airflow that occurs in the pipeline is illustrated, and its numerical solution is searched for. This numerical solution is sought using a collocated finite difference method, a staggered finite difference method, and the Lax-Friedrichs finite volume method. The analysis of the simulation results is to compare which method is the best of all three methods and to see the residual of Lax-Friedrichs finite volume method.

The numerical solutions using collocated finite difference method and staggered finite difference method are unstable, whereas the numerical solution using the Lax-Friedrichs finite volume methods is stable and there is no oscillation, as long as the stability criterion is satisfied.

Keywords: Differential equations, conservation laws, acoustics equation, finite difference

(3)

i

PENYELESAIAN MASALAH PECAHNYA MEMBRAN

DALAM PIPA MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA

DAN VOLUME HINGGA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Oleh :

Giri Iriani Jaya Ningrum

NIM: 123114021

PROGRAM STUDI MATEMATIKA/JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

ii

SOLUTION TO THE MEMBRANE RUPTURE PROBLEM IN

A PIPELINE USING FINITE DIFFERENCE AND FINITE

VOLUME METHODS

Thesis

Presented as a Partial Fulfillment of the Requirement

to Obtain the Sarjana Sains Degree

in Mathematics

By :

Giri Iriani Jaya Ningrum

Student Number: 123114021

MATHEMATICS STUDY PROGRAM/DEPARTMENT OF MATHEMATICS

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 11 Mei 2016

Penulis,

(8)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang

menaruh harapannya pada TUHAN.”

(Yeremia 17:7)

Karya ini kupersembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menyertaiku, Kedua orang tua tercinta, Sugihartono dan Anastasia Rina Nurdayati,

(9)

vii

ABSTRAK

Aliran adalah pergerakan yang biasanya terjadi pada gas atau cairan. Aliran yang berupa gas atau cairan ini disebut aliran fluida. Ada banyak contoh aliran yang terjadi dikehidupan sehari-hari, misalnya aliran udara disekitar sayap pesawat, aliran darah di dalam tubuh manusia, dan lain sebagainya. Skripsi ini akan membahas aliran udara yang terjadi pada pipa satu dimensi, yaitu kondisi pecahnya membran dalam pipa (perpecahan membran dalam pipa).

Sistem yang mengatur masalah akustik ini adalah model matematika yang melibatkan persamaan diferensial parsial, yaitu suatu masalah Riemann dari persamaan akustik. Aliran udara yang terjadi di dalam pipa akan diilustrasikan dan penyelesaian numerisnya akan dicari. Penyelesaian numeris ini meliputi metode beda hingga grid kolokasi, metode beda hingga grid selang-seling, dan metode volume hingga Lax-Friedrichs. Analisis hasil simulasi yaitu untuk membandingkan metode mana yang paling baik dari ketiga metode dan melihat residual dari metode volume hingga Lax-Friedrichs.

Solusi numeris yang menggunakan metode beda hingga grid kolokasi dan metode beda hingga grid selang-seling menghasilkan solusi yang tidak stabil, sedangkan solusi numeris yang menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs menunjukkan solusi yang stabil dan tidak terdapat osilasi.

Kata kunci : Persamaan diferensial, hukum kekekalan, persamaan akustik, metode

(10)

viii

ABSTRACT

Flow is the movement that normally occurs in a gas or liquid. The gaseous or liquid flow is called the fluid flow. There are many flow examples that happen in daily life, such as the airflow around airplane wings, the blood flow in a human body, and so on. This undergraduate thesis discusses the airflow that occurs in a pipe on one dimension, namely the condition of the membrane rupture in the pipeline.

The system that governs this acoustics problem is the mathematical model involving the partial differential equation, which is a Riemann problem from the acoustics equation. The airflow that occurs in the pipeline is illustrated, and its numerical solution is searched for. This numerical solution is sought using a collocated finite difference method, a staggered finite difference method, and the Lax-Friedrichs finite volume method. The analysis of the simulation results is to compare which method is the best of all three methods and to see the residual of Lax-Friedrichs finite volume method.

The numerical solutions using collocated finite difference method and staggered finite difference method are unstable, whereas the numerical solution using the Lax-Friedrichs finite volume methods is stable and there is no oscillation, as long as the stability criterion is satisfied.

Keywords: Differential equations, conservation laws, acoustics equation, finite

(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat

dan rahmat yang diberikan kepada penulis sehingga penulis mampu

menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dibuat guna memenuhi syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Matematika, Universitas

Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa proses penulisan skripsi ini melibatkan banyak

pihak yang membantu penulis dalam menghadapi berbagai macam kesulitan dan

hambatan selama proses penulisan skripsi. Oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D. selaku dekan Fakultas

Sains dan Teknologi, dan juga selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

2. Bapak Hartono, Ph.D selaku Kaprodi Matematika dan Dosen Pembimbing

Akademik.

3. Romo Prof. Dr. Frans Susilo, S.J., Ibu M. V. Any Herawati, S.Si., M.Si.,

Bapak Ir. Aris Dwiatmoko, M.Sc., Bapak Dr. rer. nat. Herry P. Suryawan,

S.Si., M.Si., dan Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si. selaku

dosen-dosen prodi matematika yang telah memberikan banyak pengetahuan

kepada penulis selama proses perkuliahan.

4. Bapak/Ibu dosen/karyawan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah

berdinamika bersama selama penulis berkuliah.

5. Kedua orang tua, kakak, dan mas Ryan yang telah membantu dan

(12)

x

6. Teman-teman Matematika 2012: Lia, Ajeng, Putri, Sila, Anggun, Manda,

Happy, Noni, Dewi, Ryan, Budi, Ega, Bobby, Tika, Ferny, Juli, Ilga, Oxi,

dan Risma yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, dan

memberikan kecerian serta dukungan selama kuliah.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam proses

penulisan skripsi ini.

Semoga segala perhatian, dukungan, bantuan dan cinta yang telah diberikan

mendapatkan balasan dari Tuhan Yesus Kristus. Penulis menyadari bahwa masih

banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis

mengha-rapkan kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Harapan penulis, semoga

skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadi referensi belajar yang baik.

Yogyakarta, 11 Mei 2016

Penulis,

(13)

xi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Giri Iriani Jaya Ningrum

Nomor Mahasiswa : 123114021

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENYELESAIAN MASALAH PECAHNYA MEMBRAN

DALAM PIPA MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA

DAN VOLUME HINGGA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan

data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya

maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencatumkan nama saya

sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 11 Mei 2016

Yang menyatakan

(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

HALAMAN PENGESAHAN ...iv

HALAMAN KEASLIAN KARYA ...v

HALAMAN PERSEMBAHAN ...vi

ABSTRAK ...vii

ABSTRACT ...viii

KATA PENGANTAR ...ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...xi

DAFTAR ISI ...xii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...3

C. Batasan Masalah ...4

D. Tujuan Penulisan ...4

E. Metode Penulisan ...5

F. Manfaat Penulisan ...5

(15)

xiii

BAB II TEORI PERSAMAAN DIFERENSIAL ...

A. Klasifikasi Persamaan Diferensial ...8

B. Aturan Rantai ...11

C. Integral ...13

D. Penurunan Numeris ...16

E. Nilai Eigen dan Vektor Eigen ...20

F. Persamaan Diferensial Hiperbolik ...23

G. Karakteristik Persamaan Akustik ...23

H. Bentuk Umum Hukum Kekekalan ...25

I. Domain Dependen dan Range Influence untuk Persamaan Hiperbolik ...28

J. Kondisi CFL ...29

K. Matriks Jacobian ...32

BAB III PERSAMAAN AKUSTIK DAN METODE NUMERISNYA ... A. Hukum Kekekalan ...34

B. Hukum Kekekalan dan Persamaan Diferensial ...36

C. Persamaan Adveksi ...40

D. Persamaan Nonlinear dalam Dinamika Fluida ...44

E. Akustik Linear ...48

F. Gelombang Suara ...52

G. Persamaan Gelombang Orde Kedua ...54

H. Masalah Pecahnya Membran dalam Pipa ...55

(16)

xiv

J. Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs...63

K. Residual Lokal Lemah ...74

BAB IV PERBANDINGAN HASIL SIMULASI NUMERIS ...

A. Hasil Metode Beda Hingga Grid Kolokasi ...76

B. Hasil Metode Beda Hingga Grid Selang-Seling ...79

C. Hasil Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs ...80

BAB V PENUTUP ...

A. Kesimpulan ...84

B. Saran ...84

DAFTAR PUSTAKA ...86

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dibahas latar belakang masalah, rumusan masalah,

batasan masalah, tujuan, metode, manfaat dan sistematika penulisan.

A. Latar Belakang Masalah

Aliran adalah pergerakan yang biasanya terjadi pada gas atau cairan, yang

menggambarkan bagaimana gas atau cairan itu berperilaku dan berinteraksi

dengan lingkungan sekitar. Aliran yang berupa gas atau cairan ini biasanya

disebut aliran fluida. Fluida diartikan sebagai zat alir. Ada banyak contoh aliran

fluida dalam kehidupan sehari-hari, misalnya aliran udara di sekitar sayap

pesawat, aliran darah di dalam tubuh manusia, tumpahan minyak di laut, dan lain

sebagainya.

Aliran dapat bersifat tunak atau tidak tunak. Jika semua sifat aliran tidak

bergantung pada waktu, maka alirannya disebut tunak, artinya jika arus tidak

berubah dari waktu ke waktu. Contoh aliran tunak, misalnya udara yang mengalir

melalui pipa dengan laju yang konstan. Sebaliknya, jika semua sifat aliran

bergantung pada waktu, maka alirannya disebut tidak tunak. Contoh aliran tidak

tunak, misalnya banjir. Skripsi ini akan difokuskan pada aliran udara yang terjadi

pada pipa pada saat membran yang berada di tengah pipa pecah.

Pada skripsi ini, akan dilihat gerakan kecepatan dan tekanan pada sistem

(18)

sistem pipa ini, dan akan dilihat solusi mana yang akan menghasilkan osilasi

paling sedikit.

Pada skripsi ini akan dibahas aliran udara yang mengalir dari pipa sebelah

kiri membran menuju pipa sebelah kanan membran. Masalah ini adalah suatu

masalah Riemann. Persamaan yang mengatur masalah ini adalah persamaan

akustik linear. Sistem yang mengatur masalah akustik ini menggunakan model

matematika yang melibatkan persamaan diferensial parsial, yaitu:

,

+ � ² , = , (1.1)

,

+ � , = , (1.2)

dengan p adalah tekanan fluida, u adalah kecepatan fluida, massa jenis fluida, c

adalah kecepatan perambatan gelombang tekanan pada fluida, t adalah variabel

waktu dan x adalah variabel ruang dimensi satu di saluran pada pipa. Ilustrasi

aliran udara dalam pipa ditunjukkan pada Gambar 1.

Masalah dalam dinamika fluida terlalu rumit untuk dipecahkan secara

analitik. Dalam kasus ini, masalah harus diselesaikan dengan metode numerik.

Studi ini disebut dinamika fluida numerik atau komputasi. Dinamika fluida

komputasi adalah analisis sistem yang melibatkan aliran fluida, perpindahan panas

kiri=

kanan = kanan = .1 kiri=

(19)

dan fenomena terkait seperti reaksi kimia dengan cara simulasi berbasis komputer.

Teknik ini sangat kuat dan mencakup berbagai bidang aplikasi industri dan

non-industri. Ada banyak metode numerik yang tersedia, seperti metode volume

hingga, metode elemen hingga, metode beda hingga, dan lain sebagainya.

Metode beda hingga dikembangkan berdasarkan diskritisasi langsung dari

persamaan diferensial yang dipandang. Pada skripsi ini akan dibandingkan metode

beda hingga grid kolokasi, metode beda hingga grid selang-seling, dan metode

volume hingga Lax-Friedrichs untuk melihat metode mana yang akan

menghasilkan simulasi yang paling stabil dan tidak terdapat osilasi. Metode beda

hingga grid kolokasi menentukan nilai pendekatan untuk semua variabel p dan u

yang tidak diketahui secara bersamaan. Metode beda hingga grid selang-seling

menentukan pendekatan variabel p dan u secara selang-seling.

Skripsi ini akan merujuk beberapa buku dan jurnal. Rujukan utama adalah

LeVeque (1992, 2002) yang memberikan teori tentang metode numeris grid

kolokasi. Selanjutnya, karya Stelling dan Duinmejer (2003) juga akan dipelajari,

khususnya tentang metode numeris grid selang seling.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, adapun permasalahan yang akan dibahas dalam

skripsi ini adalah sebagai berikut:

(20)

2. Bagaimana menyelesaikan persamaan aliran udara dalam sistem pipa dengan

menggunakan metode beda hingga grid kolokasi?

3. Bagaimana menyelesaikan persamaan aliran udara dalam sistem pipa dengan

menggunakan metode beda hingga grid selang-seling?

4. Bagaimana menyelesaikan persamaan aliran udara dalam sistem pipa dengan

menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs?

5. Metode manakah yang akan menghasilkan solusi yang paling stabil dan tidak

terdapat osilasi antara metode beda hingga grid kolokasi, metode beda hingga

grid selang-seling, dan metode volume hingga Lax-Friedrichs yang dibahas?

C. Batasan Masalah

Agar penulisan mencapai tujuan yang dimaksud, maka perlu ada batasan

mengenai permasalahan yang diangkat. Adapun batasan masalahnya adalah

permasalahan aliran udara dalam sistem pipa berdimensi satu yang diselesaikan

dengan metode beda hingga dan metode volume hingga.

D. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penulisan skripsi ini

adalah sebagai berikut:

1. Memodelkan persamaan aliran udara dalam sistem pipa.

2. Menyelesaikan persamaan aliran udara dalam sistem pipa dengan

(21)

3. Menyelesaikan persamaan aliran udara dalam sistem pipa dengan

menggunakan metode beda hingga grid selang-seling.

4. Menyelesaikan persamaan aliran udara dalam sistem pipa dengan

menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs.

5. Akan diperoleh metode yang paling stabil dan tidak terdapat osilasi untuk

menyelesaikan masalah Riemann dari persamaan diferensial parsial ini.

E. Metode Penulisan

Metode yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah studi

pustaka dari buku-buku dan jurnal-jurnal serta praktek simulasi numeris.

F. Manfaat Penulisan

Dengan memodelkan aliran udara pada sistem pipa, dapat mensimulasikan

kecepatan dan tekanan yang sesuai pada pipa agar tidak terjadi membran pecah.

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Batasan Masalah

(22)

E. Metode Penulisan

F. Manfaat Penulisan

G. Sistematika Penulisan

BAB II. TEORI PERSAMAAN DIFERENSIAL

A. Klasifikasi Persamaan Diferensial

B. Aturan Rantai

C. Integral

D. Penurunan Numeris

E. Persamaan Diferensial Hiperbolik

F. Karakteristik Persamaan Akustik

G. Bentuk Umum Hukum Kekekalan

H. Domain Dependen dan Range Influence untuk Persamaan Hiperbolik

I. Kondisi CFL

J. Nilai Eigen dan Vektor Eigen

K. Matriks Jacobian

BAB III. PERSAMAAN AKUSTIK DAN METODE NUMERISNYA

A. Hukum Kekekalan

B. Hukum Kekekalan dan Persamaan Diferensial

C. Persamaan Adveksi

D. Persamaan Nonlinear dalam Dinamika Fluida

E. Akustik Linear

F. Gelombang Suara

(23)

H. Masalah Pecahnya Membran dalam Pipa

I. Metode Beda Hingga

J. Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs

K. Residual Lokal Lemah

BAB IV. PERBANDINGAN HASIL SIMULASI NUMERIS

A. Hasil Metode Beda Hingga Grid Kolokasi

B. Hasil Metode Beda Hingga Grid Selang-Seling

C. Hasil Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

(24)

8 BAB II

TEORI PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pada bab ini akan dibahas klasifikasi persamaan diferensial, aturan rantai,

integral, penurunan numeris, nilai dan vektor eigen, persamaan diferensial

hiperbolik, karakteristik persamaan akustik, bentuk umum hukum kekekalan,

domain dependen dan range influence untuk persamaan hiperbolik, kondisi CFL,

serta matriks Jacobian. Penjabaran dalan bab ini akan menjadi landasan teori bagi

Bab III dan Bab IV.

A. Klasifikasi Persamaan Diferensial

Suatu persamaan menyatakan relasi kesetimbangan antara dua hal.

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan menyatakan hubungan suatu fungsi

terhadap turunan-turunannya. Klasifikasi persamaan diferensial bisa didasarkan

pada banyaknya variabel bebas yang terlibat, orde persamaan diferensial, dan

berdasarkan sifat linear/nonlinear.

1. Klasifikasi berdasarkan variabel bebas yang terlibat

Fungsi bisa mempunyai satu variabel bebas atau lebih. Jika fungsi hanya

mempunyai satu variabel bebas, maka persamaan diferensial tersebut disebut

persamaan diferensial biasa. Jika fungsi mempunyai lebih dari satu variabel bebas,

(25)

Contoh 2.1

Contoh persamaan diferensial biasa (Ross, 1989)

+ ( ) = .

Persamaan di atas merupakan contoh persamaan diferensial biasa. Terlihat bahwa

variabel adalah variabel bebas tunggal dan adalah variabel tidak bebas.

Contoh 2.2

Contoh persamaan diferensial parsial

+ = .

Persamaan di atas merupakan contoh dari persamaan diferensial parsial. Terlihat

bahwa variabel dan adalah variabel bebas dan adalah variabel tidak bebas.

2. Klasifikasi berdasarkan orde persamaan diferensial

Orde persamaan diferensial adalah tingkat tertinggi dari turunan fungsi

yang terlibat dalam persamaan diferensial. Persamaan diferensial biasa contoh 2.1

mempunyai orde dua, sebab turunan tertinggi dari fungsi yang terlibat adalah

(26)

3. Klasifikasi berdasarkan sifat linear/nonlinear

Persamaan diferensial dapat terbagi menjadi dua, yaitu linear dan

nonlinear. Persamaan diferensial biasa linear orde dengan variabel tak bebas

dan variabel bebas adalah persamaan diferensial yang dapat dinyatakan dalam

bentuk:

+ − + + − + = ,

dimana tidak sama dengan nol. Jadi, linear disini adalah linear terhadap

variable tak bebas dan turunan-turunannya. Persamaan diferensial di atas linear,

sebab tidak ada perkalian antara fungsi dan atau dengan turunannya, dan

tidak ada fungsi transendental dari atau turunannya.

Contoh 2.3

Persamaan diferensial biasa berikut keduanya linear

+ + = ,

+ + = .

Persamaan diferensial biasa nonlinear adalah persamaan diferensial biasa yang tak

linear.

Contoh 2.4

(27)

+ + = ,

+ ( ) + = ,

+ + = .

B. Aturan Rantai

Aturan rantai merupakan cara yang digunakan untuk mendiferensialkan

suatu fungsi komposisi.

1. Aturan Rantai Kasus I (Leithold, 1986)

Misalkan fungsi dalam , didefinisikan oleh persamaan = ,

ada dan fungsi dalam didefinisikan oleh persamaan = dengan

ada, maka merupakan fungsi dalam , ada dan memenuhi:

= ∙

atau

= ∙ .

Contoh 2.5

Carilah ⁄ dari persamaan = − dan = +

Penyelesaian:

(28)

= ( ) . ( )

= ∙

= .

Karena = + , diperoleh �

� = + .

2. Aturan Rantai Kasus II

Berikut ini merupakan aturan rantai untuk fungsi dua variabel dengan

masing-masing variabel juga merupakan fungsi dua variabel. Misalkan fungsi

(29)

= +

= +

=

C. Integral

Ada dua macam integral, yaitu integral tak tentu dan integral tentu.

1. Integral Tentu

Definisi 2.1

Sebuah fungsi disebut antiturunan pada interval jika = pada ,

yakni jika ′ = untuk dalam .

Teorema (Varberg Purcell Rigdon, 2007)

Jika adalah sebarang bilangan rasional kecuali − , maka

∫ = + + .+

Bukti:

Untuk membuktikan ′ = , maka akan dicari turunan untuk ruas kanan

[ + + ] = ++ + = .

(30)

Contoh 2.7 (Anton, 2012)

Fungsi = adalah antiturunan dari = pada interval −∞, +∞

karena untuk semua di interval

= [ ] = = .

Namun, = bukan satu-satunya antiturunan dari pada interval. Jika

ditambahkan sebarang konstan ke , maka fungsi = + juga

antiturunan dari pada interval −∞, +∞ , sebab

= [ + ] = + = .

Pada umumnya setiap antiturunan merupakan suatu yang tunggal,

antiturunan lainnya dapat diperoleh dengan menambahkan suatu konstanta untuk

antiturunan yang diketahui. Dengan demikian,

, + , − , + √

merupakan antiturunan dari = .

2. Integral Tentu

Luas Daerah (Martono, 1999)

Pada Gambar 2.1 (a) daerah di bidang yang dibatasi grafik fungsi kontinu ,

garis = , garis = , dan sumbu , dengan pada [ , ], ditulis

(31)

Dengan menggunakan limit, luas daerah dihitung dengan langkah konstruksi

sebagai berikut:

1. Selang tertutup [ , ] dibagi menjadi bagian yang sama panjang, sehingga

diperoleh titik pembagian

= < < < < − < < < = .

Himpunan titik-titik pembagian = { , , , … , } dinamakan partisi untuk

[ , ]. Selang bagian ke- dari partisi adalah [ , ], = , , … , , dan

panjang selangnya adalah ∆ = − . Panjang partisi didefinisikan

sebagai || || = max

≤ ≤ ∆ .

2. Pilih [ , ], = , , … , kemudian dibuat persegi panjang dengan

ukuran

alas = ∆ = − − , = , , … , ,

dan

(32)

tinggi = , [ , ], = , , … , .

Luas persegi panjang ke- pada Gambar. 2.1 (b) adalah ∆ = ∆ , sehingga

luas daerah yang dihampiri oleh buah persegi panjang adalah

Luas ≈ ∑ ∆

=

.

3. Nilai eksak luas daerah dicapai bila ∞. Untuk partisi yang setiap

selang bagiannya sama panjang, ∞ sama artinya dengan || || , sehingga

Luas = lim∑ ∆ = lim||�|| ∑ ∆

= =

.

Definisi 2.2

Integral tentu dari fungsi pada selang tertutup [ , ], ditulis dengan

lambang ∫ , didefinisikan sebagai ∫ = lim

||�|| ∑= ∆ .

D. Penurunan Numeris

Salah satu cara untuk menyelesaikan persamaan diferensial adalah dengan

menggunakan metode beda hingga. Metode ini menggunakan pendekatan

ekspansi Taylor di titik acuannya. Deret Taylor dapat memberikan nilai hampiran

bagi suatu fungsi pada suatu titik, berdasarkan nilai fungsi dan derivatifnya,

(33)

+ ≈ + ′ ℎ +

Penurunan numeris pada metode beda hingga dapat diambil salah satu dari

tiga pendekatan, yaitu

turunan pertama dari . Persamaan ini disebut aproksimasi diferensiasi maju

dari turunan pertama.

turunan sebenarnya

aproksimasi

+

(34)

2. Beda mundur

Dipandang

− = − ′ ℎ + ′′

! ℎ − (2.4)

Persamaan (2.4) merupakan deret Taylor yang diperluas mundur untuk

menghitung nilai sebelumnya menggunakan nilai sekarang. Deret (2.4) dipotong

setelah suku turunan pertama, maka diperoleh:

− −

ℎ + ℎ = ℎ + ℎ , (2.5)

dengan = − .

Persamaan (2.5) merupakan aproksimasi diferensiasi beda mundur dari turunan

pertama.

3. Beda Pusat

Akan dikurangkan persamaan (2.29) dari deret maju Taylor (2.26), maka:

− − + = ( − ) − ′ ℎ + ′ ℎ +

(35)

Setelah beberapa perhitungan dan operasi aljabar, maka diperoleh

Persamaan (2.8) merupakan aproksimasi diferensiasi tengah (pusat) dari turunan

pertama.

Contoh 2.8

Gunakan aproksimasi beda maju, beda mundur dan beda pusat untuk

menghampiri turunan pertama dari:

= − . − . − . − . + .

Pada titik = . dengan ukuran langkah ℎ = . .

Turunan dari dapat dihitung secara langsung, yakni:

= − . − . − . − . ,

(36)

− = − = .

= . = .

+ = + = .

Aproksimasi beda maju dari persamaan (2.27), yaitu:

. = . − .

. = − .

dengan error relatif sebesar � = − . %.

Aproksimasi beda mundur dari persamaan (2.30), yaitu:

. ≈ . − .

. = − .

dengan error relatif sebesar � = . %.

Aproksimasi beda pusat dari persamaan (2.33), yaitu:

. ≈ . − . = −

dengan error relatif sebesar � = − . %.

Terlihat bahwa aproksimasi beda pusat memberikan hampiran bagi

turunan pertama dengan error yang paling kecil, artinya aproksimasi beda pusat

ini memberikan penyelesaian yang paling mendekati nilai eksaknya. Teori tentang

penurunan numeris ini merujuk dari buku Setiawan (2006)

E. Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Bagian ini menjelaskan pengertian nilai eigen dan vektor eigen suatu

(37)

Definisi 2.3 (Leon, 2001)

Misalkan � adalah suatu matriks × . Skalar � disebut sebagai suatu

nilai eigen atau nilai karakteristik dari � jika terdapat suatu vektor taknol �,

sehingga �� = ��. Vektor � disebut vektor eigen atau vektor karakteristik dari �.

Contoh 2.9

Misalkan

� = − dan � =

dapat dilihat bahwa

�� = − = = = �

dengan demikian � = adalah nilai eigen dari � dan � = , � merupakan

vektor eigen dari �. Sebarang kelipatan taknol dari � akan menjadi vektor eigen,

karena

� �� = ��� = ��� = � �� .

Jadi, , � juga vektor eigen milik � = .

= = .

Misalkan � adalah matriks × dan � adalah suatu skalar, persamaan

�� = �� dapat ditulis dalam bentuk

� − � � = . (2.9)

(38)

det � − � =

dapat ditentukan sebuah nilai eigen dan vektor eigen dari matriks �.

Contoh 2.10

Carilah nilai-nilai eigen dan vektor eigen yang bersesuaian dari matriks

� = − .

Penyelesaian: Persamaan karakteristiknya adalah

| − � − − �| = atau λ − � − = .

Jadi, nilai-nilai eigen dari � adalah � = dan � = − . Untuk mencari vektor

eigen yang dimiliki oleh � = , harus ditentukan ruang nol dari � − .

� − = − − .

Dengan menyelesaikan � − � = , dengan � = x , x �, akan didapatkan

� = x , x �.

Jadi semua kelipatan taknol dari , � adalah vektor eigen milik � dan { , �}

adalah suatu basis untuk ruang eigen yang bersesuaian dengan � . Dengan cara

yang sama, untuk mendapatkan vektor eigen bagi � , harus diselesaikan

� + � = .

Pada kasus ini { − , �} adalah basis untuk � + dan sembarang kelipatan

(39)

F. Persamaan Diferensial Hiperbolik

Sistem hiperbolik pada persamaan diferensial parsial dapat digunakan

untuk memodelkan berbagai macam fenomena yang melibatkan gerakan

gelombang. Masalah yang diangkat umumnya tergantung pada waktu, sehingga

solusinya tergantung pada waktu serta satu atau lebih variabel spasial. Dalam

ruang dimensi satu, sistem orde pertama persamaan diferensial parsial homogen di

dan memiliki bentuk

, + � , = , (2.10)

disini : ℝ × ℝ ℝ adalah vektor dengan komponen yang mewakili fungsi

yang tidak diketahui (tekanan, kecepatan, dan lainnya) yang akan ditentukan, dan

� adalah sebuah matriks konstan yang berukuran × .

G. Karakteristik Persamaan Akustik

Dipandang persamaan akustik

+ � = , (2.11)

+ � = . (2.12)

Persamaan di atas dapat ditulis ulang dengan memperkenalkan vektor seperti

yang terlihat pada persamaan (2.13)

+ � = , (2.13)

dengan = , � = ( �

(40)

Nilai eigen dan vektor eigen berkorespondensi dengan matriks �

dilambangkan , dan ̅ , ̅ masing-masing. Matriks dan adalah matriks

eigen didefinisikan pada persamaan (2.14)

= ̅ ̅ , = ( ). (2.14)

Asumsikan matriks � mempunyai dua nilai eigen real berbeda dengan persamaan

diagonalisasi dari matriks � dapat dilihat pada persamaan (2.15)

� = . (2.15)

Menggunakan sifat diagonalisasi, maka persamaan (2.15) dapat ditulis ulang

menjadi:

+=

atau

+= .

Substitusi variabel − = = hasil pada persamaan akhir dipisahkan

(2.16)

+ =

(2.16)

+ = .

Persamaan (2.11) dan (2.12) dalam bentuk (2.12) dengan = ,

� = ( � ). Nilai eigen , dan berkorespondensi vektor eigen ̅ , ̅

(41)

= ̅ = �

H. Bentuk Umum Hukum Kekekalan

Dalam ruang dimensi satu, metode volume hingga didasarkan pada

membagi domain spasial ke dalam interval (grid sel) dan mengaproksimasi

integral untuk masing-masing volume grid sel tersebut. Dalam setiap langkah

waktu, nilai-nilai integral tersebut diperbaharui dengan melakukan pendekatan

terhadap fluks di titik akhir interval.

Misal sel ke- dinotasikan dengan = ( − ⁄ , + ⁄ ), yang

ditunjukkan pada Gambar 2.3. Nilai akan mengaproksimasi dengan nilai

rata-rata sepanjang interval ke- pada waktu :

(42)

Dipandang hukum kekekalan

∫ , = − .

Bentuk integral dari hukum kekekalan di atas memberikan

∫ ,

��

= ( − ⁄ , ) − ( + ⁄ , ) . (2.19)

Dapat digunakan bentuk ini untuk membangun suatu algoritma. Diberikan ,

rata-rata sel pada waktu , akan mengaproksimasi + , rata-rata sel pada waktu

selanjutnya + dengan panjang langkah waktu ∆ = + − . Integralkan

Persamaan di atas dibagi dengan ∆ , maka diperoleh

+

+

− ⁄

− +

+ ⁄

(43)

∆ ∫ , + = ∆ ∫ ,

Hal ini memberitahu bahwa rata-rata dari (2.18) harus diperbaharui dalam satu

langkah waktu. Secara umum, tidak bisa ditentukan secara langsung integral

waktu pada sisi kanan (2.20), karena ± ⁄ , bervariasi terhadap waktu

sepanjang setiap tepi sel dan tidak ada solusi eksaknya, tetapi ini menunjukkan

bahwa harus dipelajari metode numerik dalam bentuk

+ = Δ

Jika mengaproksimasi rata-rata fluks berdasarkan pada nilai , maka diperoleh

metode yang sepenuhnya diskret.

Misalkan − ⁄ dapat dihasilkan dengan hanya bergantung pada nilai

− dan , rata-rata sel pada kedua sisi dari interface ini. Maka

− ⁄ = Ӻ − , ,

dengan Ӻ adalah suatu fungsi fluks. Metode (2.21) menjadi

+ =

(44)

Metode tertentu yang diperoleh tergantung pada pemilihan rumus Ӻ, tetapi secara

umum metode ini merupakan metode eksplisit stensil tiga titik, yang berarti

bahwa nilai + akan bergantung pada tiga nilai , , dan + pada level

waktu sebelumnya. Metode (2.22) dapat dilihat sebagai aproksimasi beda hingga

untuk hukum kekekalan + = , yang memberikan

+

∆ + + ⁄

− ⁄

∆ = . (2.23)

I. Domain Dependen dan Range Influence untuk Persamaan Hiperbolik

Domain dependen pada titik �, didefinisikan sebagai berikut:

� �, = {� − �� : = , , … , },

dengan �, adalah titik yang ditetapkan pada ruang-waktu dan �� adalah

kecepatan gelombang, ilustrasi domain dependen dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Sekarang fokus pada titik tunggal pada waktu = . Pilihan data pada saat ini

(45)

Himpunan titik-titik ini disebut range influence titik , yang diilustrasikan pada

Gambar 2.4 (b).

J. Kondisi CFL

Kondisi CFL merupakan syarat perlu yang harus dipenuhi oleh metode

volume hingga atau metode beda hingga jika diinginkan solusi yang stabil dan

konvergen ke solusi persamaan diferensial, yaitu ketika grid diperkecil atau ∆

diperkecil.

Dengan metode eksplisit (2.22) nilai + hanya bergantung pada tiga

nilai , , dan + pada waktu sebelumnya. Misal pengaplikasian metode

tersebut untuk persamaan adveksi + ̅ = dengan ̅ > sehingga

penyelesaian eksaknya hanya didefinisikan pada kecepatan ̅ dan bergerak sejauh

̅∆ dalam satu langkah waktu. Gambar 2.5 (a) menunjukkan situasi dimana

̅∆ < ∆ , sehingga informasi yang menyebar kurang dari satu grid sel dalam

langkah waktu. Dalam hal ini, akan mendefinisikan fluks pada − ⁄ di dan

saja. Pada Gambar 2.5 (b), sebuah langkah waktu yang besar dengan ̅∆ >

∆ . Pada kasus ini, fluks pada − ⁄ jelas bergantung pada nilai , dan

menjadi rata-rata sel baru + . Metode (2.22) akan tidak stabil ketika

diaplikasikan untuk langkah waktu yang besar, tidak peduli bagaimana fluks

(2.21) harus ditentukan, jika fluks numeris ini hanya bergantung pada dan

(46)

Hal ini merupakan akibat dari kondisi CFL, yang dinamai atas Courant,

Friedrichs, dan Lewy. Mereka menulis paper pertama mengenai metode beda

hingga untuk persamaan diferensial parsial. Mereka menggunakan metode beda

hingga sebagai alat analitik untuk membuktikan keberadaan dari solusi eksak

persamaan diferensial parsial. Idenya adalah untuk mendefinisikan barisan dari

aproksimasi penyelesaian (menggunakan metode beda hingga), membuktikan

bahwa mereka konvergen ketika grid diperkecil, dan menunjukkan bahwa limit

fungsinya memenuhi persamaan diferensial parsial, memberikan keberadaan dari

suatu solusi. Dalam proses membuktikan konvergensi barisan ini, mereka

mengakui kondisi stabilitas yang diperlukan untuk setiap metode numeris:

Kondisi CFL: Suatu metode numeris akan konvergen hanya jika domain

dependen numerisnya memuat domain dependen sebenarnya dari persamaan diferensial parsial, setidaknya limit dan menuju ke nol.

+

(47)

Domain dependen � �, untuk persamaan diferensial parsial

telah didefinisikan pada subbab sebelumnya. Domain dependen numeris dari

metode dapat didefinisikan dengan cara yang sama sebagai himpunan titik-titik

dimana data awal mungkin dapat mempengaruhi solusi numeris pada titik �, .

Ilustrasi ini mudah untuk menggambarkan metode beda hingga dimana nilai titik

demi titik dari digunakan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 untuk

metode tiga titik. Pada Gambar 2.6 (a) terlihat bahwa bergantung pada

− , , + dan juga pada − , . . . , + . Hanya data awal pada interval � −

∆ � + ∆ dapat mempengaruhi solusi numeris di �, = , .

Jika grid diperkecil dengan faktor kedua dalam ruang dan waktu ∆ = ∆ ⁄ ,

tapi selanjutnya akan fokus pada titik �, , maka lihat Gambar 2.6 (b) bahwa

aproksimasi numeris pada titik tersebut bergantung pada data awal di lebih

banyak titik pada interval � − ∆ � + ∆ . Tapi ini interval yang

sama dengan sebelumnya. Jika terus menyempurnakan grid dengan rasio

∆ ∆⁄ ≡ yang tetap, maka domain dependen numeris dari titik �, adalah

� − ⁄ � + ⁄ . Agar kondisi CFL dipenuhi, domain dependen dari

penyelesaian harus berada dalam interval ini. Untuk persamaan adveksi +

̅ = , misalnya � �, adalah titik tunggal � − ̅ , karena �, =

̆ � − ̅ . Kondisi CFL kemudian mengharuskan

� − ⁄ � − ̅ � + ⁄

dan karena

(48)

Rasio di atas disebut bilangan CFL, atau biasanya disebut bilangan Courant.

Diingat bahwa merupakan syarat perlu kestabilan; artinya meskipun syarat

ini dipenuhi, syarat ini tidak menjamin suatu kestabilan. Akan tetapi metode

numeris yang stabil, pasti memenuhi syarat ini.

K. Matriks Jacobian

Matriks Jacobian dari sistem persamaan (Muqtadiroh, Fatmawati, dan Windarto,

2013)

{

= ( , , … , ),

= ( , , … , ),

= ( , , … , ),

=

� (b)

Gambar 2.6. (a) Domain dependen numeris dari titik grid ketika menggunakan metode beda hingga eksplisit, dengan jarak ∆ . (b) Pada grid yang lebih halus

jaraknya ∆ = ∆ . =

(49)

adalah

=

(

… ⋱

)

.

Adapun determinan dari matriks (Yoman, 2014), yaitu

| | = | , … , |., … ,

Contoh 2.11

Dipandang sistem persamaan

= +

= − .

Sistem tersebut mempunyai matriks Jacobian

= ( − )

dengan determinan dari matriks adalah

(50)

BAB III

PERSAMAAN AKUSTIK DAN METODE NUMERISNYA

Pada bab ini akan dibahas hukum kekekalan, hukum kekekalan dan

persamaan diferensial, persamaan adveksi, persamaan nonlinear dalam dinamika

fluida, akustik linear, gelombang suara, persamaan gelombang orde kedua,

pecahnya membran dalam pipa, metode beda hingga, metode volume hingga

Lax-Friedrichs, serta residual lokal lemah.

A. Hukum Kekekalan

Sebuah sistem linear berbentuk

+ � = , (3.1)

dikatakan hiperbolik jika × matriks � dapat didiagonalisasi dengan nilai

eigen real. Contoh paling sederhana dari hukum kekekalan satu dimensi adalah

persamaan diferensial parsial

, + , =

dengan adalah fungsi fluks. Dapat ditulis ulang dalam bentuk kuasilinear

+ = . (3.2)

Bahkan masalah linear

, + � , = (3.3)

adalah hukum kekekalan dengan fungsi fluks linear = � . Banyak masalah

fisika menimbulkan hukum kekekalan nonlinear dengan adalah fungsi

(51)

Hukum kekekalan biasanya muncul paling alami dari hukum-hukum fisika

dalam bentuk integral, yang menyatakan bahwa untuk setiap dua titik dan ,

∫ , = ( , ) − ( , ). (3.4)

Setiap komponen dari mengukur massa jenis beberapa kuantitas kekal, dan

persamaan (3.4) hanya menyatakan bahwa massa total kuantitas ini diantara dua

titik dapat berubah hanya karena fluks melewati titik akhir.

Sebuah alat mendasar dalam pengembangan metode volume hingga adalah

masalah Riemann, yang merupakan persamaan hiperbolik bersama-sama dengan

data awal khusus. Data yang sesepenggal konstan dengan lompatan diskontinuitas

di beberapa titik, misalkan =

, = { jika < ,

jika > . (3.5)

Jika dan merupakan rata-rata sel di dua sel grid berdekatan pada grid

volume hingga, maka dengan memecahkan masalah Riemann dengan =

dan = , akan diperoleh informasi yang dapat digunakan untuk menghitung

fluks numeris dan memperbarui rata-rata sel selama langkah waktu. Untuk sistem

hiperbolik linear, masalah Riemann mudah diselesaikan dengan nilai eigen dan

(52)

B. Hukum Kekekalan dan Persamaan Diferensial

Untuk melihat bagaimana hukum kekekalan timbul dari prinsip-prinsip

fisika, akan dimulai dengan mempertimbangkan masalah dinamika fluida, dimana

gas atau cairan mengalir melalui pipa satu dimensi dengan kecepatan yang dikenal

, , yang diasumsikan bervariasi hanya atas jarak sepanjang pipa dan waktu

. Biasanya masalah dinamika fluida harus menentukan gerak cairan, yaitu fungsi

kecepatan , sebagai bagian dari solusi, tapi akan diasumsikan ini sudah

diketahui dan hanya model konsentrasi atau kepadatan beberapa zat kimia dalam

cairan ini. Misalkan , merupakan konsentrasi pelacak, fungsi ini yang akan

ditentukan.

Secara umum, konsentrasi harus diukur dalam satuan massa per satuan

volume, misalnya gram per meter kubik, tetapi dalam mempelajari pipa satu

dimensi dengan variasi hanya di , dianggap yang diukur dalam satuan berat per

satuan panjang, misalnya gram per meter. Kepadatan ini dapat diperoleh dengan

mengalikan kepadatan tiga dimensi dengan luas penampang pipa (satuan meter

persegi). Kemudian

∫ , (3.6)

merupakan massa total pelacak di bagian pipa antara dan pada waktu , dan

memiliki satuan massa.

Perhatikan bagian pipa < < dan bahwa integral (3.6) berubah

(53)

melewati titik tetap untuk = , (diukur dalam gram per detik). Akan

digunakan konvensi yang > untuk aliran yang mengalir ke kanan,

sedangkan < berarti untuk fluks ke kiri, dari | | gram per detik. Massa

total di bagian [ , ] berubah hanya karena fluks pada titik akhir, diperoleh

∫ , = − . (3.7)

Perhatikan bahwa + dan − keduanya merupakan fluks.

Persamaan (3.7) adalah dasar bentuk integral dari hukum kekekalan. Laju

perubahan dari massa total melalui titik akhir ini adalah dasar dari kekekalan.

Akan ditentukan fluks fungsi terkait dengan , , sehingga akan

diperoleh persamaan yang bisa dipecahkan untuk . Dalam kasus aliran fluida,

fluks pada setiap titik pada waktu hanya diberikan oleh massa jenis , dan

kecepatan , :

fluks pada , = , , . (3.8)

Kecepatan disini memberitahukan seberapa cepat partikel bergerak melewati titik

(dalam meter per detik), dan massa jenis menerangkan berapa gram cairan

kimia yang terkandung, sehingga produk diukur dalam gram per detik.

Misalnya , adalah fungsi yang diketahui, maka fungsi fluks bisa

ditulis sebagai

fluks = , , = , . (3.9)

Secara khusus, jika kecepatan tidak bergantung pada dan , sehingga , =

(54)

fluks = = ̅ . (3.10)

Disini, fluks pada setiap titik dan waktu dapat ditentukan langsung dari nilai

kuantitas kekal pada titik, dan tidak tergantung sama sekali pada lokasi dalam

ruang waktu. Dalam hal ini, persamaan disebut otonom. Persamaan otonom

banyak muncul dalam banyak aplikasi dan lebih sederhana untuk menangani

persamaan non otonom atau variabel-koefisien. Untuk persamaan otonom fluks

hanya bergantung pada nilai , maka hukum kekekalan (3.7) ditulis ulang

sebagai

∫ , = ( , ) − ( , ). (3.11)

Sisi kanan dari persamaan ini dapat ditulis ulang dengan menggunakan notasi

standar dari kalkulus:

∫ , = − , | . (3.12)

Asumsikan bahwa dan adalah fungsi halus, maka persamaan dapat

ditulis ulang menjadi

∫ , = − ∫ , , (3.13)

dengan beberapa modifikasi lebih lanjut,

∫ [ , + , ] = . (3.14)

Misalnya integral (3.14) harus bernilai nol untuk semua nilai dan , maka

(55)

, + ( , ) = . (3.15)

Persamaan (3.15) disebut bentuk diferensial hukum kekekalan, dan bisa ditulis

ulang menjadi:

, + , = . (3.16)

Berikut merupakan contoh dari persamaan diferensial parsial hukum kekekalan:

1. Persamaan adveksi dengan = dan = . yaitu:

+ = ,

dengan konstan.

Persamaan di atas memodelkan aliran zat dengan kecepatan .

2. Persamaan akustik linear dengan

̅ = [ ] dan ̅ ̅ = [ +

Disini menyatakan tekanan dan menyatakan kecepatan dalam aliran.

(56)

̅ = [ ℎℎ] dan ̅ ̅ = [ ℎ + gℎ ] =ℎ , disini ℎ , menyatakan kedalaman

air, , menyatakan kecepatan aliran, dan g adalah percepatan gravitasi bumi.

C. Persamaan Adveksi

Untuk fungsi fluks (3.10), hukum kekekalan (3.16) menjadi

+ ̅ = . (3.17)

Persamaan (3.17) disebut persamaan adveksi, misalnya model adveksi dari sebuah

pelacak bersama dengan fluida. Pelacak berarti zat yang hadir dalam konsentrasi

sangat kecil dalam fluida, sehingga besarnya konsentrasi tidak berpengaruh pada

dinamika fluida. Masalah satu dimensi ini konsentrasi atau massa jenis dapat

dihitung dalam satuan gram per meter sepanjang pipa, sehingga ∫ ,

mengukur total massa (dalam gram) dalam bagian pipa.

Persamaan (3.17) adalah skalar, linear, dengan koefisien konstan dan

adalah persamaan diferensial parsial jenis hiperbolik. Sebarang fungsi halus

dengan bentuk

, = ̃ − ̅ (3.18)

memenuhi persamaan diferensial (3.17), dan pada kenyataannya setiap solusi

untuk (3.17) adalah fungsi sebarang berbentuk ̃. Perhatikan bahwa , adalah

konstan sepanjang sinar garis dalam ruang waktu − ̅ = konstan. Misalnya,

sepanjang sinar garis � = + ̅ nilai dari � , sama dengan ̃ .

(57)

massa jenis dari pelacak bergerak bersama fluida) yang merupakan adveksi

dengan kecepatan konstan. Sinar garis � disebut karakteristik dari persamaan.

Untuk persamaan (3.17), terlihat bahwa sepanjang � turunan terhadap waktu

� , adalah

� , = � , + � � ,

= + ̅

= . (3.19)

dan persamaan (3.17) menghasilkan sebuah solusi trivial dari persamaan

diferensial biasa �

� = , dengan = � , . Ini mengarah pada

kesimpulan bahwa adalah konstan sepanjang karakteristik.

Untuk menentukan solusi khusus (3.17), diperlukan informasi lebih lanjut

untuk menentukan ̅ fungsi di (3.18), yaitu kondisi awal dan mungkin kondisi

batas untuk persamaan ini. Pertama perhatikan kasus pipa panjang tak terhingga

tanpa batas, sehingga (3.17) berlaku untuk −∞ < <. Kemudian untuk

menentukan , untuk semua waktu > dibutuhkan kondisi awal pada saat

, yaitu massa jenis awal distribusi pada waktu tertentu. Misal diketahui

, = ̆ , (3.20)

dengan ̆ adalah fungsi yang diberikan. Kemudian akan dicari persamaan

karakteristik dari persamaan (3.17)

+ ̅ = , & − ∞ < < ∞

(58)

= ̅ = .

Dari

= ̅ ,

= ∫ ̅ ,

= ̅ + ,

kedua ruas dikalikan dengan ̅, sehingga

̅ = + ̅ ,

kedua ruas dijumlahkan dengan , lalu dikalikan dengan −

− ̅ = −̅ ,

sehingga diperoleh persamaan di bawah ini, dengan sebarang konstan

− ̅ − = .

Dari:

= ,

= ,

kedua ruas diintegralkan, sehingga

= .

Solusi umum

� , =

� − ̅ − , =

(59)

untuk > .

Jika pipa memiliki panjang terbatas < < , maka harus ditentukan

fungsi waktu dari massa jenis pelacak pada akhir aliran. Misalnya, jika ̅ >

maka harus ditentukan kondisi batas di = , misalkan

, = untuk

dengan ditambahkan ke kondisi awal

, = ̆ untuk < < .

Sehingga solusinya menjadi:

, = { −

̅ jika < < + ̅ − , ̆( − ̅ − ) jika + ̅ − < < .

Perhatikan bahwa tidak diperlukan kondisi batas di batas luar aliran = (pada

kenyataannya tidak bisa, sebab massa jenis sepenuhnya ditentukan oleh data yang

sudah diberikan). Dengan kata lain ̅ < , kemudian mengalir ke kiri diperlukan

(a) (b)

Gambar 3.1. Solusi persamaan adveksi konstan sepanjang karakteristik. Ketika menyelesaikan persamaan ini pada interval [ , ], diperlukan kondisi batas pada

(60)

kondisi batas di = bukan di = . Akan diambil waktu awal menjadi =

untuk menyederhanakan notasi.

D. Persamaan Nonlinear dalam Dinamika Fluida

Dalam model aliran pipa yang dibahas di atas, fungsi , mewakili

massa jenis beberapa pelacak yang dilakukan bersama dengan cairan, tetapi hadir

dalam jumlah kecil sehingga distribusi tidak berpengaruh pada kecepatan fluida.

Dengan mempertimbangkan massa jenis cairan itu sendiri, gram per meter,

misalnya untuk masalah satu dimensi ini. Akan dinotasikan massa jenis fluida

oleh simbol standar � , . Jika cairan mampat, maka � , adalah konstan dan

masalah satu dimensi ini tidak terlalu menarik. Diasumsikan bahwa kecepatan ̅

adalah konstan, maka massa jenis � akan memenuhi persamaan adveksi sama

seperti sebelumnya (dengan fluks adalah ̅� dan ̅ adalah konstan)

� + ̅� = . (3.21)

Sebelumnya diasumsikan massa jenis pelacak tidak berpengaruh pada

kecepatan, hal ini tidak lagi terjadi. Sebaliknya, kecepatan , yang telah

diketahui dan akan dihitung bersama dengan � , . Fluks massa jenis masih

mengambil bentuk (3.8), dan hukum kekekalan � memiliki bentuk

� + � = , (3.22)

yang cocok dengan (3.21) hanya jika adalah konstan. Persamaan ini umumnya

disebut persamaan kontinuitas dalam dinamika fluida, dan model konservasi

(61)

bahwa integral dari � antara dua titik dan menghasilkan momentum total

dalam interval ini, dan dapat berubah hanya karena fluks momentum melalui titik

akhir dari interval. Momentum fluks melewati setiap titik terdiri dari dua

bagian. Pertama momentum dibawa melewati titik ini bersama dengan gerakan

cairan. Untuk setiap fungsi massa jenis fluks ini memiliki bentuk , untuk

momentum = � dikontribusi ke fluks � = � . Pada dasarnya ini adalah

fluks adveksi, meskipun dalam kasus dimana kuantitas adveksi adalah kecepatan

atau momentum dari cairan itu sendiri, fenomena ini sering disebut sebagai

konveksi daripada adveksi.

Selain fluks konvektif makroskopik ini, ada juga momentum fluks

mikroskopis karena tekanan dari cairan. Ini masuk ke dalam fluks momentum,

yang sekarang menjadi

fluks momentum = � + .

Bentuk integral dari hukum kekekalan (3.12) kemudian

∫ � , , = −[� + ] . (3.23)

Diasumsikan �, dan halus, maka diperoleh persamaan diferensial

� + � + = , (3.24)

model kekekalan dari momentum. Gabungkan (3.24) dengan persamaan

kontinuitas (3.22), maka terdapat dua sistem hukum kekekalan untuk kekekalan

massa dan momentum. Ini merupakan sepasang persamaan, karena � dan �

(62)

produk yang tidak diketahui muncul. Dalam mengembangkan hukum kekekalan

� telah diperkenalkan yang diketahui, tekanan , . Tekanan bukanlah

kuantitas kekal, namun akan diperkenalkan variabel ke empat, yaitu energi dan

persamaan tambahan untuk kekekalan energi. Massa jenis dari energi akan

dinotasikan dengan , . Ini tetap tidak bisa menghitung tekanan, dan untuk

menutup sistem harus ditambahkan persamaan state, persamaan aljabar yang

menentukan tekanan pada setiap titik dalam hal massa, momentum dan energi

pada titik.

Misalkan jenis khusus dari aliran yang dapat diturunkan kekekalan

persamaan energi dan menggunakan persamaan yang sederhana dari state yang

menentukan dari � saja. Misalnya jika ada gelombang kejut yang hadir, maka

seringkali benar untuk mengasumsikan bahwa entropi gas adalah konstan. Aliran

seperti ini disebut isentropik. Asumsi ini wajar khususnya jika ingin menurunkan

persamaan linear akustik. Dalam hal ini terlihat gerakan yang sangat kecil

amplitudo (gelombang suara) dan aliran tetap isentropik. Dalam kasus isentropik

persamaan state

= ̂�� ≡ � , (3.25)

dengan ̂ dan � yang keduanya merupakan konstanta (dengan � ≈ . untuk

udara).

Lebih umum dapat diasumsikan persamaan state berbentuk

(63)

dengan � adalah fungsi yang diberikan untuk menentukan tekanan dari massa

jenis. Agar lebih realistis dapat diasumsikan bahwa

� > untuk � > . (3.27)

Meningkatkan densitas gas akan menyebabkan peningkatan yang sesuai dalam

tekanan. Perhatikan persamaan isentropik dari state (3.25) memiliki sifat ini.

Asumsi (3.27) akan diperlukan untuk mendapatkan sistem hiperbolik.

Menggunakan persamaan (3.26) di (3.24), bersama-sama dengan

persamaan kontinuitas (3.22) memberikan sebuah sistem tertutup dari dua

persamaan:

� + � = ,

(3.28)

� + � + � = .

Ini merupakan pasangan sistem dari dua hukum kekekalan nonlinear, yang mana

dapat ditulis dalam bentuk

+ = (3.29)

Jika didefinisikan

= [� ] = [ ] ,� = [� + � ] = [⁄ + ]. (3.30)

Lebih umum, sebuah sistem hukum kekekalan berdimensi mengambil

bentuk (3.29) dengan ℝ dan : ℝ ℝ . Komponen adalah fluks dari

masing masing komponen dari , dan secara umum setiap fluks mungkin

tergantung pada nilai-nilai salah satu atau semua dari jumlah kuantitas kekal pada

(64)

Bentuk diferensial hukum kekekalan diasumsikan halus, dari bentuk

fundamental integral. Perhatikan bahwa ketika halus, persamaan (3.29) dapat

ditulis sebagai

+ = , (3.31)

dengan adalah matriks Jacobian dengan entry , diberikan oleh ⁄ .

Bentuk (3.31) disebut bentuk quasilinear dari persamaan, karena menyerupai

sistem linear.

+ � = , (3.32)

dengan � adalah sebuah matriks × . Ada hubungan erat antara teori-teori ini,

dan matriks Jacobian berperan penting dalam teori nonlinear.

E. Akustik Linear

Pada umumnya selalu diperoleh sistem linear dari masalah nonlinear

dengan linearisasi. Ini sama saja dengan mendefinisikan � = untuk

beberapa fixed state dalam sistem linear (3.32), dan memberikan masalah

matematika sederhana yang berguna dalam beberapa situasi, terutama ketika

mempelajari gangguan kecil dalam beberapa keadaan konstan.

Untuk melihat bagaimana hal ini terjadi, misalkan akan dimodelkan

perambatan gelombang suara dalam tabung gas satu dimensi. Gelombang akustik

adalah gangguan tekanan yang sangat kecil yang merambat melalui gas

kompresibel, menyebabkan perubahan kecil dalam massa jenis dan tekanan gas

(65)

Gendang telinga kita sangat sensitif terhadap perubahan kecil dalam

tekanan dan mengakibatkan osilasi kecil pada tekanan dan menjadi impuls saraf

yang diartikan sebagai suara. Akibatnya, sebagian besar dasar fenoma gelombang

suara merupakan linear. Sebagai fenomena linear, tidak melibatkan gelombang

kejut, sehingga linearisasi dari persamaan isentropik yang ditulis di atas cocok.

Akan dilakukan linearisasi dari (3.30), misalkan

, = + ̃ , , (3.33)

dengan = � , � adalah background state yang di linearisasi dan ̃ adalah

sebuah gangguan yang diharapkan dapat dihitung. Biasanya = , tapi itu bisa

saja tidak sama dengan nol jika ingin dipelajari propagasi suara pada kekuatan

konstan angin, misalnya. Menggunakan (3.33) di (3.17) dan membuang setiap

formula yang melibatkan produk dari variabel ̃, akan didapatkan persamaan

linear

̃ + ̃ = . (3.34)

Ini adalah sistem linear konstan koefisien model evolusi gangguan kecil.

Untuk mendapatkan persamaan akustik, dihitung matriks Jacobian untuk

sistem dinamika gas (3.28) yang disederhanakan. Dengan mendiferensiasi fungsi

fluks (3.30) memberikan

= [ ⁄ ⁄

⁄ ⁄ ]

= [− + ⁄ ]

(66)

Persamaan akustik linear sehingga diambil bentuk sistem konstan koefisien linear

(3.34), yaitu

� = = [− + ]. (3.36)

Perhatikan bahwa vektor ̃ dalam sistem (3.34) memiliki komponen �̃ dan �̃

merupakan gangguan massa jenis dan momentum. Komponen dalam sistem ini

ditulis dalam bentuk

�̃ + �̃ =

(3.37)

�̃ + − + � �̃ + �̃ = .

Secara fisik seringkali lebih alami untuk model gangguan ̃ dan ̃ dalam

kecepatan dan tekanan, karena ini sering dapat diukur secara langsung. Untuk

mendapatkan persamaan tersebut, catatan pertama gangguan tekanan dapat

berhubungan dengan gangguan massa jenis melalui persamaan state

+ ̃ = � + �̃ = � + � �̃ + ,

dan karena = � , diperoleh

̃ ≈ � �̃.

Juga didapatkan

� = � + �̃ + ̃ = � + �̃ + � ̃ + �̃̃,

dan juga

�̃ ≈ �̃ + � ̃.

Menggunakan sifat ini dalam persamaan (3.37) dan dilakukan beberapa operasi

(67)

̃ + ̃ + ̃ = ,

(3.38)

� ̃ + ̃ + � ̃ = ,

dengan

= � � . (3.39)

Persamaan (3.38) dapat ditulis sebagai sistem linear

[ ] + [ �⁄ ] [ ] = . (3.40)

Disini telah dihilangkan penulisan tilde pada dan dan menggunakan

, = [ ,, ]

untuk menotasikan gangguan tekanan dan kecepatan pada akustik.

Sistem (3.40) juga dapat diturunkan oleh penulisan pertama hukum

kekekalan (3.28) sebagai sebuah himpunan non konservatif dari persamaan untuk

dan , yang hanya berlaku untuk solusi halus.

Sebuah kasus khusus dalam persamaan ini diperoleh dengan menetapkan

= . Pada kasus ini koefisien matriks � muncul pada sistem (3.40)

� = [ �⁄ ] (3.41)

dan persamaan diturunkan menjadi

+ = ,

(3.42)

� + = .

(68)

F. Gelombang Suara

Jika dipecahkan persamaan akustik linear dalam gas stasioner, diharapkan

solusi terdiri dari gelombang suara merambat ke kiri dan kanan. Karena

persamaan linear, diharapkan bahwa solusi umum terdiri dari superposisi linear

dari gelombang bergerak di setiap arah, dan setiap gelombang merambat dengan

kecepatan konstan (kecepatan suara) dengan bentuknya tidak berubah. Hal ini

menunjukkan solusi untuk sistem (3.42) berbentuk

, = ̅ −

untuk sebuah kecepatan , dengan ̅ � adalah sebuah fungsi dari satu variabel.

Dengan ansatzini dihitung bahwa

, = − ̅ , , = ̅ ,

dan persamaan + � = diturunkan menjadi

�̅ − = ̅ − , (3.43)

dengan adalah sebuah skalar, sedangkan � adalah sebuah matriks. Ini hanya

mungkin jika sebuah nilai eigen dari matriks �, dan ̅ � juga menjadi vektor

eigen yang terkait dari � untuk setiap nilai �.

Untuk matriks � di (3.41) dengan mudah dihitung bahwa nilai eigen

� = − dan � = + , (3.44)

dengan

(69)

yang merupakan kecepatan suara dalam gas. Seperti yang diharapkan, gelombang

dapat merambat di kedua arah dengan kecepatan ini. Dari persamaan (3.39),

terlihat bahwa

= √ � . (3.46)

Untuk koefisien matriks � yang lebih umum (3.40) dengan ≠ , nilai

eigen yang ditemukan

� = − dan � = + . (3.47)

Ketika fluida bergerak dengan kecepatan , gelombang suara masih merambat

dengan kecepatan ± relatif terhadap fluida, dan pada kecepatan � dan � relatif

terhadap a fixed observer.

Terlepas dari nilai , vektor eigen dari koefisien matriks yaitu

= [−� ] , = [� ]. (3.48)

Setiap kelipatan skalar dari setiap vektor akan menjadi vektor eigen. Dipilih

normalisasi tertentu (2.58) karena kuantitas

≡ � (3.49)

adalah sebuah parameter penting pada akustik, yang biasa disebut impedance of

(70)

G. Persamaan Gelombang Orde Kedua

Dari persamaan akustik (3.42) dapat dieliminasi kecepatan dan

diperoleh sebuah persamaan orde kedua untuk tekanan. Turunan persamaan

tekanan terhadap dan persamaan kecepatan terhadap kemudian dikombinasikan

memberikan

= − = − = (� ) = .

Ini menghasilkan persamaan gelombang orde kedua bentuk klasik

= ≡ konstan . (3.50)

Ini juga merupakan persamaan hiperbolik sesuai dengan klasifikasi standar

persamaan diferensial orde kedua. Persamaan orde kedua dari (3.50), dapat

diturunkan sistem hiperbolik orde pertama oleh definisi variabel baru

= , = − ,

jadi (3.50) menjadi + = , sedangkan persamaan turunan parsial

campuran memberikan + = . Dua persamaan ini diambil bersama-sama

yang memberikan sistem + �̃ = , dengan matriks koefisien

�̃ = [ ]. (3.51)

Matriks ini mirip dengan matriks � dari (3.41), yang berarti bahwa ada kesamaan

transformasi �̃ = � − yang berkaitan dengan dua matriks. Matriks

Referensi

Dokumen terkait

Kata Kunci : Sistem Dinamik, Model Matematika, Solusi Analitik, Simulasi Numerik, Metode Beda Hingga, Polusi air di

Solusi Numeris Metode Beda Hingga untuk Masalah Pergerakan Lapisan Fluida. Hasil simulasi pergerakan lapisan fluida dengan metode beda hingga

Pada penelitian ini pendekatan persamaan atur aliran fluida tak mampat menggunakan metode beda hingga implicit akan menghasilkan persamaan matriks tri­ diagonal

Penyelesaian numerik persamaan forced KdV menggunakan metode beda hingga skema eksplisit, dapat dilakukan dengan langkah-langkah antara lain yaitu Menentukan syarat awal dan

Dilihat pada bab-bab sebelumnya penulis telah menyelesaikan persamaan Burgers menggunakan beberapa metode numeris sesuai dengan masalah yang ada yaitu metode volume hingga

Pada bagian ini diberikan hasil perhitungan numerik yang merupakan solusi dari persamaan difusi dua dimensi dengan metode beda hingga centered difference

Pada penelitian ini pendekatan persamaan atur aliran fluida tak mampat menggunakan metode beda hingga implicit akan menghasilkan persamaan matriks tri­ diagonal

Dalam pencarian solusi numerik bagi persamaan Burgers menggunakan metode beda hingga, digunakan nilai-nilai parameter yang bersumber dari Barba dan Forsyth 2018 dengan menambahkan