Aliran adalah pergerakan yang biasanya terjadi pada gas atau cairan. Aliran yang berupa gas atau cairan ini disebut aliran fluida. Ada banyak contoh aliran yang terjadi dikehidupan sehari-hari, misalnya aliran udara disekitar sayap pesawat, aliran darah di dalam tubuh manusia, dan lain sebagainya. Skripsi ini akan membahas aliran udara yang terjadi pada pipa satu dimensi, yaitu kondisi pecahnya membran dalam pipa (perpecahan membran dalam pipa). Sistem yang mengatur masalah akustik ini adalah model matematika yang melibatkan persamaan diferensial parsial, yaitu suatu masalah Riemann dari persamaan akustik. Aliran udara yang terjadi di dalam pipa akan diilustrasikan dan penyelesaian numerisnya akan dicari. Penyelesaian numeris ini meliputi metode beda hingga grid kolokasi, metode beda hingga grid selang-seling, dan metode volume hingga Lax-Friedrichs. Analisis hasil simulasi yaitu untuk membandingkan metode mana yang paling baik dari ketiga metode dan melihat residual dari metode volume hingga Lax-Friedrichs.
Solusi numeris yang menggunakan metode beda hingga grid kolokasi dan metode beda hingga grid selang-seling menghasilkan solusi yang tidak stabil, sedangkan solusi numeris yang menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs menunjukkan solusi yang stabil dan tidak terdapat osilasi.
Kata kunci : Persamaan diferensial, hukum kekekalan, persamaan akustik, metode beda
is called the fluid flow. There are many flow examples that happen in daily life, such as the airflow around airplane wings, the blood flow in a human body, and so on. This undergraduate thesis discusses the airflow that occurs in a pipe on one dimension, namely the condition of the membrane rupture in the pipeline.
The system that governs this acoustics problem is the mathematical model involving the partial differential equation, which is a Riemann problem from the acoustics equation. The airflow that occurs in the pipeline is illustrated, and its numerical solution is searched for. This numerical solution is sought using a collocated finite difference method, a staggered finite difference method, and the Lax-Friedrichs finite volume method. The analysis of the simulation results is to compare which method is the best of all three methods and to see the residual of Lax-Friedrichs finite volume method.
The numerical solutions using collocated finite difference method and staggered finite difference method are unstable, whereas the numerical solution using the Lax-Friedrichs finite volume methods is stable and there is no oscillation, as long as the stability criterion is satisfied.
Keywords: Differential equations, conservation laws, acoustics equation, finite difference
i
PENYELESAIAN MASALAH PECAHNYA MEMBRAN
DALAM PIPA MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA
DAN VOLUME HINGGA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Oleh :
Giri Iriani Jaya Ningrum
NIM: 123114021
PROGRAM STUDI MATEMATIKA/JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
SOLUTION TO THE MEMBRANE RUPTURE PROBLEM IN
A PIPELINE USING FINITE DIFFERENCE AND FINITE
VOLUME METHODS
Thesis
Presented as a Partial Fulfillment of the Requirement
to Obtain the Sarjana Sains Degree
in Mathematics
By :
Giri Iriani Jaya Ningrum
Student Number: 123114021
MATHEMATICS STUDY PROGRAM/DEPARTMENT OF MATHEMATICS
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 11 Mei 2016
Penulis,
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
“
Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang
menaruh harapannya pada TUHAN.”
(Yeremia 17:7)
Karya ini kupersembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menyertaiku, Kedua orang tua tercinta, Sugihartono dan Anastasia Rina Nurdayati,
vii
ABSTRAK
Aliran adalah pergerakan yang biasanya terjadi pada gas atau cairan. Aliran yang berupa gas atau cairan ini disebut aliran fluida. Ada banyak contoh aliran yang terjadi dikehidupan sehari-hari, misalnya aliran udara disekitar sayap pesawat, aliran darah di dalam tubuh manusia, dan lain sebagainya. Skripsi ini akan membahas aliran udara yang terjadi pada pipa satu dimensi, yaitu kondisi pecahnya membran dalam pipa (perpecahan membran dalam pipa).
Sistem yang mengatur masalah akustik ini adalah model matematika yang melibatkan persamaan diferensial parsial, yaitu suatu masalah Riemann dari persamaan akustik. Aliran udara yang terjadi di dalam pipa akan diilustrasikan dan penyelesaian numerisnya akan dicari. Penyelesaian numeris ini meliputi metode beda hingga grid kolokasi, metode beda hingga grid selang-seling, dan metode volume hingga Lax-Friedrichs. Analisis hasil simulasi yaitu untuk membandingkan metode mana yang paling baik dari ketiga metode dan melihat residual dari metode volume hingga Lax-Friedrichs.
Solusi numeris yang menggunakan metode beda hingga grid kolokasi dan metode beda hingga grid selang-seling menghasilkan solusi yang tidak stabil, sedangkan solusi numeris yang menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs menunjukkan solusi yang stabil dan tidak terdapat osilasi.
Kata kunci : Persamaan diferensial, hukum kekekalan, persamaan akustik, metode
viii
ABSTRACT
Flow is the movement that normally occurs in a gas or liquid. The gaseous or liquid flow is called the fluid flow. There are many flow examples that happen in daily life, such as the airflow around airplane wings, the blood flow in a human body, and so on. This undergraduate thesis discusses the airflow that occurs in a pipe on one dimension, namely the condition of the membrane rupture in the pipeline.
The system that governs this acoustics problem is the mathematical model involving the partial differential equation, which is a Riemann problem from the acoustics equation. The airflow that occurs in the pipeline is illustrated, and its numerical solution is searched for. This numerical solution is sought using a collocated finite difference method, a staggered finite difference method, and the Lax-Friedrichs finite volume method. The analysis of the simulation results is to compare which method is the best of all three methods and to see the residual of Lax-Friedrichs finite volume method.
The numerical solutions using collocated finite difference method and staggered finite difference method are unstable, whereas the numerical solution using the Lax-Friedrichs finite volume methods is stable and there is no oscillation, as long as the stability criterion is satisfied.
Keywords: Differential equations, conservation laws, acoustics equation, finite
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat
dan rahmat yang diberikan kepada penulis sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dibuat guna memenuhi syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Matematika, Universitas
Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa proses penulisan skripsi ini melibatkan banyak
pihak yang membantu penulis dalam menghadapi berbagai macam kesulitan dan
hambatan selama proses penulisan skripsi. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D. selaku dekan Fakultas
Sains dan Teknologi, dan juga selaku Dosen Pembimbing Skripsi.
2. Bapak Hartono, Ph.D selaku Kaprodi Matematika dan Dosen Pembimbing
Akademik.
3. Romo Prof. Dr. Frans Susilo, S.J., Ibu M. V. Any Herawati, S.Si., M.Si.,
Bapak Ir. Aris Dwiatmoko, M.Sc., Bapak Dr. rer. nat. Herry P. Suryawan,
S.Si., M.Si., dan Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si. selaku
dosen-dosen prodi matematika yang telah memberikan banyak pengetahuan
kepada penulis selama proses perkuliahan.
4. Bapak/Ibu dosen/karyawan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah
berdinamika bersama selama penulis berkuliah.
5. Kedua orang tua, kakak, dan mas Ryan yang telah membantu dan
x
6. Teman-teman Matematika 2012: Lia, Ajeng, Putri, Sila, Anggun, Manda,
Happy, Noni, Dewi, Ryan, Budi, Ega, Bobby, Tika, Ferny, Juli, Ilga, Oxi,
dan Risma yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, dan
memberikan kecerian serta dukungan selama kuliah.
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam proses
penulisan skripsi ini.
Semoga segala perhatian, dukungan, bantuan dan cinta yang telah diberikan
mendapatkan balasan dari Tuhan Yesus Kristus. Penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis
mengha-rapkan kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Harapan penulis, semoga
skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadi referensi belajar yang baik.
Yogyakarta, 11 Mei 2016
Penulis,
xi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Giri Iriani Jaya Ningrum
Nomor Mahasiswa : 123114021
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PENYELESAIAN MASALAH PECAHNYA MEMBRAN
DALAM PIPA MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA
DAN VOLUME HINGGA
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencatumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 11 Mei 2016
Yang menyatakan
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii
HALAMAN PENGESAHAN ...iv
HALAMAN KEASLIAN KARYA ...v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...vi
ABSTRAK ...vii
ABSTRACT ...viii
KATA PENGANTAR ...ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...xi
DAFTAR ISI ...xii
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang ...1
B. Rumusan Masalah ...3
C. Batasan Masalah ...4
D. Tujuan Penulisan ...4
E. Metode Penulisan ...5
F. Manfaat Penulisan ...5
xiii
BAB II TEORI PERSAMAAN DIFERENSIAL ...
A. Klasifikasi Persamaan Diferensial ...8
B. Aturan Rantai ...11
C. Integral ...13
D. Penurunan Numeris ...16
E. Nilai Eigen dan Vektor Eigen ...20
F. Persamaan Diferensial Hiperbolik ...23
G. Karakteristik Persamaan Akustik ...23
H. Bentuk Umum Hukum Kekekalan ...25
I. Domain Dependen dan Range Influence untuk Persamaan Hiperbolik ...28
J. Kondisi CFL ...29
K. Matriks Jacobian ...32
BAB III PERSAMAAN AKUSTIK DAN METODE NUMERISNYA ... A. Hukum Kekekalan ...34
B. Hukum Kekekalan dan Persamaan Diferensial ...36
C. Persamaan Adveksi ...40
D. Persamaan Nonlinear dalam Dinamika Fluida ...44
E. Akustik Linear ...48
F. Gelombang Suara ...52
G. Persamaan Gelombang Orde Kedua ...54
H. Masalah Pecahnya Membran dalam Pipa ...55
xiv
J. Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs...63
K. Residual Lokal Lemah ...74
BAB IV PERBANDINGAN HASIL SIMULASI NUMERIS ...
A. Hasil Metode Beda Hingga Grid Kolokasi ...76
B. Hasil Metode Beda Hingga Grid Selang-Seling ...79
C. Hasil Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs ...80
BAB V PENUTUP ...
A. Kesimpulan ...84
B. Saran ...84
DAFTAR PUSTAKA ...86
1 BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas latar belakang masalah, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan, metode, manfaat dan sistematika penulisan.
A. Latar Belakang Masalah
Aliran adalah pergerakan yang biasanya terjadi pada gas atau cairan, yang
menggambarkan bagaimana gas atau cairan itu berperilaku dan berinteraksi
dengan lingkungan sekitar. Aliran yang berupa gas atau cairan ini biasanya
disebut aliran fluida. Fluida diartikan sebagai zat alir. Ada banyak contoh aliran
fluida dalam kehidupan sehari-hari, misalnya aliran udara di sekitar sayap
pesawat, aliran darah di dalam tubuh manusia, tumpahan minyak di laut, dan lain
sebagainya.
Aliran dapat bersifat tunak atau tidak tunak. Jika semua sifat aliran tidak
bergantung pada waktu, maka alirannya disebut tunak, artinya jika arus tidak
berubah dari waktu ke waktu. Contoh aliran tunak, misalnya udara yang mengalir
melalui pipa dengan laju yang konstan. Sebaliknya, jika semua sifat aliran
bergantung pada waktu, maka alirannya disebut tidak tunak. Contoh aliran tidak
tunak, misalnya banjir. Skripsi ini akan difokuskan pada aliran udara yang terjadi
pada pipa pada saat membran yang berada di tengah pipa pecah.
Pada skripsi ini, akan dilihat gerakan kecepatan dan tekanan pada sistem
sistem pipa ini, dan akan dilihat solusi mana yang akan menghasilkan osilasi
paling sedikit.
Pada skripsi ini akan dibahas aliran udara yang mengalir dari pipa sebelah
kiri membran menuju pipa sebelah kanan membran. Masalah ini adalah suatu
masalah Riemann. Persamaan yang mengatur masalah ini adalah persamaan
akustik linear. Sistem yang mengatur masalah akustik ini menggunakan model
matematika yang melibatkan persamaan diferensial parsial, yaitu:
,
+ � ² , = , (1.1)
,
+ � , = , (1.2)
dengan p adalah tekanan fluida, u adalah kecepatan fluida, ⍴ massa jenis fluida, c
adalah kecepatan perambatan gelombang tekanan pada fluida, t adalah variabel
waktu dan x adalah variabel ruang dimensi satu di saluran pada pipa. Ilustrasi
aliran udara dalam pipa ditunjukkan pada Gambar 1.
Masalah dalam dinamika fluida terlalu rumit untuk dipecahkan secara
analitik. Dalam kasus ini, masalah harus diselesaikan dengan metode numerik.
Studi ini disebut dinamika fluida numerik atau komputasi. Dinamika fluida
komputasi adalah analisis sistem yang melibatkan aliran fluida, perpindahan panas
kiri=
kanan = kanan = .1 kiri=
dan fenomena terkait seperti reaksi kimia dengan cara simulasi berbasis komputer.
Teknik ini sangat kuat dan mencakup berbagai bidang aplikasi industri dan
non-industri. Ada banyak metode numerik yang tersedia, seperti metode volume
hingga, metode elemen hingga, metode beda hingga, dan lain sebagainya.
Metode beda hingga dikembangkan berdasarkan diskritisasi langsung dari
persamaan diferensial yang dipandang. Pada skripsi ini akan dibandingkan metode
beda hingga grid kolokasi, metode beda hingga grid selang-seling, dan metode
volume hingga Lax-Friedrichs untuk melihat metode mana yang akan
menghasilkan simulasi yang paling stabil dan tidak terdapat osilasi. Metode beda
hingga grid kolokasi menentukan nilai pendekatan untuk semua variabel p dan u
yang tidak diketahui secara bersamaan. Metode beda hingga grid selang-seling
menentukan pendekatan variabel p dan u secara selang-seling.
Skripsi ini akan merujuk beberapa buku dan jurnal. Rujukan utama adalah
LeVeque (1992, 2002) yang memberikan teori tentang metode numeris grid
kolokasi. Selanjutnya, karya Stelling dan Duinmejer (2003) juga akan dipelajari,
khususnya tentang metode numeris grid selang seling.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, adapun permasalahan yang akan dibahas dalam
skripsi ini adalah sebagai berikut:
2. Bagaimana menyelesaikan persamaan aliran udara dalam sistem pipa dengan
menggunakan metode beda hingga grid kolokasi?
3. Bagaimana menyelesaikan persamaan aliran udara dalam sistem pipa dengan
menggunakan metode beda hingga grid selang-seling?
4. Bagaimana menyelesaikan persamaan aliran udara dalam sistem pipa dengan
menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs?
5. Metode manakah yang akan menghasilkan solusi yang paling stabil dan tidak
terdapat osilasi antara metode beda hingga grid kolokasi, metode beda hingga
grid selang-seling, dan metode volume hingga Lax-Friedrichs yang dibahas?
C. Batasan Masalah
Agar penulisan mencapai tujuan yang dimaksud, maka perlu ada batasan
mengenai permasalahan yang diangkat. Adapun batasan masalahnya adalah
permasalahan aliran udara dalam sistem pipa berdimensi satu yang diselesaikan
dengan metode beda hingga dan metode volume hingga.
D. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penulisan skripsi ini
adalah sebagai berikut:
1. Memodelkan persamaan aliran udara dalam sistem pipa.
2. Menyelesaikan persamaan aliran udara dalam sistem pipa dengan
3. Menyelesaikan persamaan aliran udara dalam sistem pipa dengan
menggunakan metode beda hingga grid selang-seling.
4. Menyelesaikan persamaan aliran udara dalam sistem pipa dengan
menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs.
5. Akan diperoleh metode yang paling stabil dan tidak terdapat osilasi untuk
menyelesaikan masalah Riemann dari persamaan diferensial parsial ini.
E. Metode Penulisan
Metode yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah studi
pustaka dari buku-buku dan jurnal-jurnal serta praktek simulasi numeris.
F. Manfaat Penulisan
Dengan memodelkan aliran udara pada sistem pipa, dapat mensimulasikan
kecepatan dan tekanan yang sesuai pada pipa agar tidak terjadi membran pecah.
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Batasan Masalah
E. Metode Penulisan
F. Manfaat Penulisan
G. Sistematika Penulisan
BAB II. TEORI PERSAMAAN DIFERENSIAL
A. Klasifikasi Persamaan Diferensial
B. Aturan Rantai
C. Integral
D. Penurunan Numeris
E. Persamaan Diferensial Hiperbolik
F. Karakteristik Persamaan Akustik
G. Bentuk Umum Hukum Kekekalan
H. Domain Dependen dan Range Influence untuk Persamaan Hiperbolik
I. Kondisi CFL
J. Nilai Eigen dan Vektor Eigen
K. Matriks Jacobian
BAB III. PERSAMAAN AKUSTIK DAN METODE NUMERISNYA
A. Hukum Kekekalan
B. Hukum Kekekalan dan Persamaan Diferensial
C. Persamaan Adveksi
D. Persamaan Nonlinear dalam Dinamika Fluida
E. Akustik Linear
F. Gelombang Suara
H. Masalah Pecahnya Membran dalam Pipa
I. Metode Beda Hingga
J. Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs
K. Residual Lokal Lemah
BAB IV. PERBANDINGAN HASIL SIMULASI NUMERIS
A. Hasil Metode Beda Hingga Grid Kolokasi
B. Hasil Metode Beda Hingga Grid Selang-Seling
C. Hasil Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
8 BAB II
TEORI PERSAMAAN DIFERENSIAL
Pada bab ini akan dibahas klasifikasi persamaan diferensial, aturan rantai,
integral, penurunan numeris, nilai dan vektor eigen, persamaan diferensial
hiperbolik, karakteristik persamaan akustik, bentuk umum hukum kekekalan,
domain dependen dan range influence untuk persamaan hiperbolik, kondisi CFL,
serta matriks Jacobian. Penjabaran dalan bab ini akan menjadi landasan teori bagi
Bab III dan Bab IV.
A. Klasifikasi Persamaan Diferensial
Suatu persamaan menyatakan relasi kesetimbangan antara dua hal.
Persamaan diferensial adalah suatu persamaan menyatakan hubungan suatu fungsi
terhadap turunan-turunannya. Klasifikasi persamaan diferensial bisa didasarkan
pada banyaknya variabel bebas yang terlibat, orde persamaan diferensial, dan
berdasarkan sifat linear/nonlinear.
1. Klasifikasi berdasarkan variabel bebas yang terlibat
Fungsi bisa mempunyai satu variabel bebas atau lebih. Jika fungsi hanya
mempunyai satu variabel bebas, maka persamaan diferensial tersebut disebut
persamaan diferensial biasa. Jika fungsi mempunyai lebih dari satu variabel bebas,
Contoh 2.1
Contoh persamaan diferensial biasa (Ross, 1989)
+ ( ) = .
Persamaan di atas merupakan contoh persamaan diferensial biasa. Terlihat bahwa
variabel adalah variabel bebas tunggal dan adalah variabel tidak bebas.
Contoh 2.2
Contoh persamaan diferensial parsial
+ = .
Persamaan di atas merupakan contoh dari persamaan diferensial parsial. Terlihat
bahwa variabel dan adalah variabel bebas dan adalah variabel tidak bebas.
2. Klasifikasi berdasarkan orde persamaan diferensial
Orde persamaan diferensial adalah tingkat tertinggi dari turunan fungsi
yang terlibat dalam persamaan diferensial. Persamaan diferensial biasa contoh 2.1
mempunyai orde dua, sebab turunan tertinggi dari fungsi yang terlibat adalah
3. Klasifikasi berdasarkan sifat linear/nonlinear
Persamaan diferensial dapat terbagi menjadi dua, yaitu linear dan
nonlinear. Persamaan diferensial biasa linear orde dengan variabel tak bebas
dan variabel bebas adalah persamaan diferensial yang dapat dinyatakan dalam
bentuk:
+ −− + + − + = ,
dimana tidak sama dengan nol. Jadi, linear disini adalah linear terhadap
variable tak bebas dan turunan-turunannya. Persamaan diferensial di atas linear,
sebab tidak ada perkalian antara fungsi dan atau dengan turunannya, dan
tidak ada fungsi transendental dari atau turunannya.
Contoh 2.3
Persamaan diferensial biasa berikut keduanya linear
+ + = ,
+ + = .
Persamaan diferensial biasa nonlinear adalah persamaan diferensial biasa yang tak
linear.
Contoh 2.4
+ + = ,
+ ( ) + = ,
+ + = .
B. Aturan Rantai
Aturan rantai merupakan cara yang digunakan untuk mendiferensialkan
suatu fungsi komposisi.
1. Aturan Rantai Kasus I (Leithold, 1986)
Misalkan fungsi dalam , didefinisikan oleh persamaan = ,
ada dan fungsi dalam didefinisikan oleh persamaan = dengan
ada, maka merupakan fungsi dalam , ada dan memenuhi:
= ∙
atau
= ∙ .
Contoh 2.5
Carilah ⁄ dari persamaan = − dan = +
Penyelesaian:
= ( ) . ( )
= ∙
= .
Karena = + , diperoleh �
� = + .
2. Aturan Rantai Kasus II
Berikut ini merupakan aturan rantai untuk fungsi dua variabel dengan
masing-masing variabel juga merupakan fungsi dua variabel. Misalkan fungsi
= +
= +
=
C. Integral
Ada dua macam integral, yaitu integral tak tentu dan integral tentu.
1. Integral Tentu
Definisi 2.1
Sebuah fungsi disebut antiturunan pada interval jika = pada ,
yakni jika ′ = untuk dalam .
Teorema (Varberg Purcell Rigdon, 2007)
Jika adalah sebarang bilangan rasional kecuali − , maka
∫ = + + .+
Bukti:
Untuk membuktikan ′ = , maka akan dicari turunan untuk ruas kanan
[ + + ] = ++ + = .
Contoh 2.7 (Anton, 2012)
Fungsi = adalah antiturunan dari = pada interval −∞, +∞
karena untuk semua di interval
′ = [ ] = = .
Namun, = bukan satu-satunya antiturunan dari pada interval. Jika
ditambahkan sebarang konstan ke , maka fungsi = + juga
antiturunan dari pada interval −∞, +∞ , sebab
′ = [ + ] = + = .
Pada umumnya setiap antiturunan merupakan suatu yang tunggal,
antiturunan lainnya dapat diperoleh dengan menambahkan suatu konstanta untuk
antiturunan yang diketahui. Dengan demikian,
, + , − , + √
merupakan antiturunan dari = .
2. Integral Tentu
Luas Daerah (Martono, 1999)
Pada Gambar 2.1 (a) daerah di bidang yang dibatasi grafik fungsi kontinu ,
garis = , garis = , dan sumbu , dengan pada [ , ], ditulis
Dengan menggunakan limit, luas daerah dihitung dengan langkah konstruksi
sebagai berikut:
1. Selang tertutup [ , ] dibagi menjadi bagian yang sama panjang, sehingga
diperoleh titik pembagian
= < < < < − < < < = .
Himpunan titik-titik pembagian = { , , , … , } dinamakan partisi untuk
[ , ]. Selang bagian ke- dari partisi adalah [ − , ], = , , … , , dan
panjang selangnya adalah ∆ = − − . Panjang partisi didefinisikan
sebagai || || = max
≤ ≤ ∆ .
2. Pilih [ − , ], = , , … , kemudian dibuat persegi panjang dengan
ukuran
alas = ∆ = − − , = , , … , ,
dan
tinggi = , [ − , ], = , , … , .
Luas persegi panjang ke- pada Gambar. 2.1 (b) adalah ∆ = ∆ , sehingga
luas daerah yang dihampiri oleh buah persegi panjang adalah
Luas ≈ ∑ ∆
=
.
3. Nilai eksak luas daerah dicapai bila ∞. Untuk partisi yang setiap
selang bagiannya sama panjang, ∞ sama artinya dengan || || , sehingga
Luas = lim∞∑ ∆ = lim||�|| ∑ ∆
= =
.
Definisi 2.2
Integral tentu dari fungsi pada selang tertutup [ , ], ditulis dengan
lambang ∫ , didefinisikan sebagai ∫ = lim
||�|| ∑= ∆ .
D. Penurunan Numeris
Salah satu cara untuk menyelesaikan persamaan diferensial adalah dengan
menggunakan metode beda hingga. Metode ini menggunakan pendekatan
ekspansi Taylor di titik acuannya. Deret Taylor dapat memberikan nilai hampiran
bagi suatu fungsi pada suatu titik, berdasarkan nilai fungsi dan derivatifnya,
+ ≈ + ′ ℎ +
Penurunan numeris pada metode beda hingga dapat diambil salah satu dari
tiga pendekatan, yaitu
turunan pertama dari . Persamaan ini disebut aproksimasi diferensiasi maju
dari turunan pertama.
ℎ
turunan sebenarnya
aproksimasi
+
2. Beda mundur
Dipandang
− = − ′ ℎ + ′′
! ℎ − (2.4)
Persamaan (2.4) merupakan deret Taylor yang diperluas mundur untuk
menghitung nilai sebelumnya menggunakan nilai sekarang. Deret (2.4) dipotong
setelah suku turunan pertama, maka diperoleh:
′ ≈ − −
ℎ + ℎ = ℎ + ℎ , (2.5)
dengan = − − .
Persamaan (2.5) merupakan aproksimasi diferensiasi beda mundur dari turunan
pertama.
3. Beda Pusat
Akan dikurangkan persamaan (2.29) dari deret maju Taylor (2.26), maka:
− − + = ( − ) − ′ ℎ + ′ ℎ +
Setelah beberapa perhitungan dan operasi aljabar, maka diperoleh
Persamaan (2.8) merupakan aproksimasi diferensiasi tengah (pusat) dari turunan
pertama.
Contoh 2.8
Gunakan aproksimasi beda maju, beda mundur dan beda pusat untuk
menghampiri turunan pertama dari:
= − . − . − . − . + .
Pada titik = . dengan ukuran langkah ℎ = . .
Turunan dari dapat dihitung secara langsung, yakni:
′ = − . − . − . − . ,
− = − = .
= . = .
+ = + = .
Aproksimasi beda maju dari persamaan (2.27), yaitu:
′ . = . − .
. = − .
dengan error relatif sebesar � = − . %.
Aproksimasi beda mundur dari persamaan (2.30), yaitu:
′ . ≈ . − .
. = − .
dengan error relatif sebesar � = . %.
Aproksimasi beda pusat dari persamaan (2.33), yaitu:
′ . ≈ . − . = −
dengan error relatif sebesar � = − . %.
Terlihat bahwa aproksimasi beda pusat memberikan hampiran bagi
turunan pertama dengan error yang paling kecil, artinya aproksimasi beda pusat
ini memberikan penyelesaian yang paling mendekati nilai eksaknya. Teori tentang
penurunan numeris ini merujuk dari buku Setiawan (2006)
E. Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Bagian ini menjelaskan pengertian nilai eigen dan vektor eigen suatu
Definisi 2.3 (Leon, 2001)
Misalkan � adalah suatu matriks × . Skalar � disebut sebagai suatu
nilai eigen atau nilai karakteristik dari � jika terdapat suatu vektor taknol �,
sehingga �� = ��. Vektor � disebut vektor eigen atau vektor karakteristik dari �.
Contoh 2.9
Misalkan
� = − dan � =
dapat dilihat bahwa
�� = − = = = �
dengan demikian � = adalah nilai eigen dari � dan � = , � merupakan
vektor eigen dari �. Sebarang kelipatan taknol dari � akan menjadi vektor eigen,
karena
� �� = ��� = ��� = � �� .
Jadi, , � juga vektor eigen milik � = .
− = = .
Misalkan � adalah matriks × dan � adalah suatu skalar, persamaan
�� = �� dapat ditulis dalam bentuk
� − � � = . (2.9)
det � − � =
dapat ditentukan sebuah nilai eigen dan vektor eigen dari matriks �.
Contoh 2.10
Carilah nilai-nilai eigen dan vektor eigen yang bersesuaian dari matriks
� = − .
Penyelesaian: Persamaan karakteristiknya adalah
| − � − − �| = atau λ − � − = .
Jadi, nilai-nilai eigen dari � adalah � = dan � = − . Untuk mencari vektor
eigen yang dimiliki oleh � = , harus ditentukan ruang nol dari � − .
� − = − − .
Dengan menyelesaikan � − � = , dengan � = x , x �, akan didapatkan
� = x , x �.
Jadi semua kelipatan taknol dari , � adalah vektor eigen milik � dan { , �}
adalah suatu basis untuk ruang eigen yang bersesuaian dengan � . Dengan cara
yang sama, untuk mendapatkan vektor eigen bagi � , harus diselesaikan
� + � = .
Pada kasus ini { − , �} adalah basis untuk � + dan sembarang kelipatan
F. Persamaan Diferensial Hiperbolik
Sistem hiperbolik pada persamaan diferensial parsial dapat digunakan
untuk memodelkan berbagai macam fenomena yang melibatkan gerakan
gelombang. Masalah yang diangkat umumnya tergantung pada waktu, sehingga
solusinya tergantung pada waktu serta satu atau lebih variabel spasial. Dalam
ruang dimensi satu, sistem orde pertama persamaan diferensial parsial homogen di
dan memiliki bentuk
, + � , = , (2.10)
disini : ℝ × ℝ ℝ adalah vektor dengan komponen yang mewakili fungsi
yang tidak diketahui (tekanan, kecepatan, dan lainnya) yang akan ditentukan, dan
� adalah sebuah matriks konstan yang berukuran × .
G. Karakteristik Persamaan Akustik
Dipandang persamaan akustik
+ � = , (2.11)
+ � = . (2.12)
Persamaan di atas dapat ditulis ulang dengan memperkenalkan vektor seperti
yang terlihat pada persamaan (2.13)
+ � = , (2.13)
dengan = , � = ( �
�
Nilai eigen dan vektor eigen berkorespondensi dengan matriks �
dilambangkan , dan ̅ , ̅ masing-masing. Matriks dan adalah matriks
eigen didefinisikan pada persamaan (2.14)
= ̅ ̅ , = ( ). (2.14)
Asumsikan matriks � mempunyai dua nilai eigen real berbeda dengan persamaan
diagonalisasi dari matriks � dapat dilihat pada persamaan (2.15)
− � = . (2.15)
Menggunakan sifat diagonalisasi, maka persamaan (2.15) dapat ditulis ulang
menjadi:
− + − � − =
atau
− + − = .
Substitusi variabel − = = hasil pada persamaan akhir dipisahkan
(2.16)
+ =
(2.16)
+ = .
Persamaan (2.11) dan (2.12) dalam bentuk (2.12) dengan = ,
� = ( ⁄� � ). Nilai eigen , dan berkorespondensi vektor eigen ̅ , ̅
= ̅ = �
H. Bentuk Umum Hukum Kekekalan
Dalam ruang dimensi satu, metode volume hingga didasarkan pada
membagi domain spasial ke dalam interval (grid sel) dan mengaproksimasi
integral untuk masing-masing volume grid sel tersebut. Dalam setiap langkah
waktu, nilai-nilai integral tersebut diperbaharui dengan melakukan pendekatan
terhadap fluks di titik akhir interval.
Misal sel ke- dinotasikan dengan = ( − ⁄ , + ⁄ ), yang
ditunjukkan pada Gambar 2.3. Nilai akan mengaproksimasi dengan nilai
rata-rata sepanjang interval ke- pada waktu :
Dipandang hukum kekekalan
∫ , = − .
Bentuk integral dari hukum kekekalan di atas memberikan
∫ ,
��
= ( − ⁄ , ) − ( + ⁄ , ) . (2.19)
Dapat digunakan bentuk ini untuk membangun suatu algoritma. Diberikan ,
rata-rata sel pada waktu , akan mengaproksimasi + , rata-rata sel pada waktu
selanjutnya + dengan panjang langkah waktu ∆ = + − . Integralkan
Persamaan di atas dibagi dengan ∆ , maka diperoleh
+
+
− ⁄
− +
+ ⁄
∆ ∫�� , + = ∆ ∫�� ,
Hal ini memberitahu bahwa rata-rata dari (2.18) harus diperbaharui dalam satu
langkah waktu. Secara umum, tidak bisa ditentukan secara langsung integral
waktu pada sisi kanan (2.20), karena ± ⁄ , bervariasi terhadap waktu
sepanjang setiap tepi sel dan tidak ada solusi eksaknya, tetapi ini menunjukkan
bahwa harus dipelajari metode numerik dalam bentuk
+ = − Δ
Jika mengaproksimasi rata-rata fluks berdasarkan pada nilai , maka diperoleh
metode yang sepenuhnya diskret.
Misalkan − ⁄ dapat dihasilkan dengan hanya bergantung pada nilai
− dan , rata-rata sel pada kedua sisi dari interface ini. Maka
− ⁄ = Ӻ − , ,
dengan Ӻ adalah suatu fungsi fluks. Metode (2.21) menjadi
+ = − ∆
Metode tertentu yang diperoleh tergantung pada pemilihan rumus Ӻ, tetapi secara
umum metode ini merupakan metode eksplisit stensil tiga titik, yang berarti
bahwa nilai + akan bergantung pada tiga nilai − , , dan + pada level
waktu sebelumnya. Metode (2.22) dapat dilihat sebagai aproksimasi beda hingga
untuk hukum kekekalan + = , yang memberikan
+ −
∆ + + ⁄
− − ⁄
∆ = . (2.23)
I. Domain Dependen dan Range Influence untuk Persamaan Hiperbolik
Domain dependen pada titik �, didefinisikan sebagai berikut:
� �, = {� − �� : = , , … , },
dengan �, adalah titik yang ditetapkan pada ruang-waktu dan �� adalah
kecepatan gelombang, ilustrasi domain dependen dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Sekarang fokus pada titik tunggal pada waktu = . Pilihan data pada saat ini
Himpunan titik-titik ini disebut range influence titik , yang diilustrasikan pada
Gambar 2.4 (b).
J. Kondisi CFL
Kondisi CFL merupakan syarat perlu yang harus dipenuhi oleh metode
volume hingga atau metode beda hingga jika diinginkan solusi yang stabil dan
konvergen ke solusi persamaan diferensial, yaitu ketika grid diperkecil atau ∆
diperkecil.
Dengan metode eksplisit (2.22) nilai + hanya bergantung pada tiga
nilai − , , dan + pada waktu sebelumnya. Misal pengaplikasian metode
tersebut untuk persamaan adveksi + ̅ = dengan ̅ > sehingga
penyelesaian eksaknya hanya didefinisikan pada kecepatan ̅ dan bergerak sejauh
̅∆ dalam satu langkah waktu. Gambar 2.5 (a) menunjukkan situasi dimana
̅∆ < ∆ , sehingga informasi yang menyebar kurang dari satu grid sel dalam
langkah waktu. Dalam hal ini, akan mendefinisikan fluks pada − ⁄ di − dan
saja. Pada Gambar 2.5 (b), sebuah langkah waktu yang besar dengan ̅∆ >
∆ . Pada kasus ini, fluks pada − ⁄ jelas bergantung pada nilai − , dan
menjadi rata-rata sel baru + . Metode (2.22) akan tidak stabil ketika
diaplikasikan untuk langkah waktu yang besar, tidak peduli bagaimana fluks
(2.21) harus ditentukan, jika fluks numeris ini hanya bergantung pada − dan
Hal ini merupakan akibat dari kondisi CFL, yang dinamai atas Courant,
Friedrichs, dan Lewy. Mereka menulis paper pertama mengenai metode beda
hingga untuk persamaan diferensial parsial. Mereka menggunakan metode beda
hingga sebagai alat analitik untuk membuktikan keberadaan dari solusi eksak
persamaan diferensial parsial. Idenya adalah untuk mendefinisikan barisan dari
aproksimasi penyelesaian (menggunakan metode beda hingga), membuktikan
bahwa mereka konvergen ketika grid diperkecil, dan menunjukkan bahwa limit
fungsinya memenuhi persamaan diferensial parsial, memberikan keberadaan dari
suatu solusi. Dalam proses membuktikan konvergensi barisan ini, mereka
mengakui kondisi stabilitas yang diperlukan untuk setiap metode numeris:
Kondisi CFL: Suatu metode numeris akan konvergen hanya jika domain
dependen numerisnya memuat domain dependen sebenarnya dari persamaan diferensial parsial, setidaknya limit ∆ dan ∆ menuju ke nol.
+
Domain dependen � �, untuk persamaan diferensial parsial
telah didefinisikan pada subbab sebelumnya. Domain dependen numeris dari
metode dapat didefinisikan dengan cara yang sama sebagai himpunan titik-titik
dimana data awal mungkin dapat mempengaruhi solusi numeris pada titik �, .
Ilustrasi ini mudah untuk menggambarkan metode beda hingga dimana nilai titik
demi titik dari digunakan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 untuk
metode tiga titik. Pada Gambar 2.6 (a) terlihat bahwa bergantung pada
− , , + dan juga pada − , . . . , + . Hanya data awal pada interval � −
∆ � + ∆ dapat mempengaruhi solusi numeris di �, = , .
Jika grid diperkecil dengan faktor kedua dalam ruang dan waktu ∆ = ∆ ⁄ ,
tapi selanjutnya akan fokus pada titik �, , maka lihat Gambar 2.6 (b) bahwa
aproksimasi numeris pada titik tersebut bergantung pada data awal di lebih
banyak titik pada interval � − ∆ � + ∆ . Tapi ini interval yang
sama dengan sebelumnya. Jika terus menyempurnakan grid dengan rasio
∆ ∆⁄ ≡ yang tetap, maka domain dependen numeris dari titik �, adalah
� − ⁄ � + ⁄ . Agar kondisi CFL dipenuhi, domain dependen dari
penyelesaian harus berada dalam interval ini. Untuk persamaan adveksi +
̅ = , misalnya � �, adalah titik tunggal � − ̅ , karena �, =
̆ � − ̅ . Kondisi CFL kemudian mengharuskan
� − ⁄ � − ̅ � + ⁄
dan karena
Rasio di atas disebut bilangan CFL, atau biasanya disebut bilangan Courant.
Diingat bahwa merupakan syarat perlu kestabilan; artinya meskipun syarat
ini dipenuhi, syarat ini tidak menjamin suatu kestabilan. Akan tetapi metode
numeris yang stabil, pasti memenuhi syarat ini.
K. Matriks Jacobian
Matriks Jacobian dari sistem persamaan (Muqtadiroh, Fatmawati, dan Windarto,
2013)
{
= ( , , … , ),
= ( , , … , ),
= ( , , … , ),
=
� (b)
Gambar 2.6. (a) Domain dependen numeris dari titik grid ketika menggunakan metode beda hingga eksplisit, dengan jarak ∆ . (b) Pada grid yang lebih halus
jaraknya ∆ = ∆ . =
adalah
=
(
… ⋱
… )
.
Adapun determinan dari matriks (Yoman, 2014), yaitu
| | = | , … , |., … ,
Contoh 2.11
Dipandang sistem persamaan
= +
= − .
Sistem tersebut mempunyai matriks Jacobian
= ( − )
dengan determinan dari matriks adalah
BAB III
PERSAMAAN AKUSTIK DAN METODE NUMERISNYA
Pada bab ini akan dibahas hukum kekekalan, hukum kekekalan dan
persamaan diferensial, persamaan adveksi, persamaan nonlinear dalam dinamika
fluida, akustik linear, gelombang suara, persamaan gelombang orde kedua,
pecahnya membran dalam pipa, metode beda hingga, metode volume hingga
Lax-Friedrichs, serta residual lokal lemah.
A. Hukum Kekekalan
Sebuah sistem linear berbentuk
+ � = , (3.1)
dikatakan hiperbolik jika × matriks � dapat didiagonalisasi dengan nilai
eigen real. Contoh paling sederhana dari hukum kekekalan satu dimensi adalah
persamaan diferensial parsial
, + , =
dengan adalah fungsi fluks. Dapat ditulis ulang dalam bentuk kuasilinear
+ ′ = . (3.2)
Bahkan masalah linear
, + � , = (3.3)
adalah hukum kekekalan dengan fungsi fluks linear = � . Banyak masalah
fisika menimbulkan hukum kekekalan nonlinear dengan adalah fungsi
Hukum kekekalan biasanya muncul paling alami dari hukum-hukum fisika
dalam bentuk integral, yang menyatakan bahwa untuk setiap dua titik dan ,
∫ , = ( , ) − ( , ). (3.4)
Setiap komponen dari mengukur massa jenis beberapa kuantitas kekal, dan
persamaan (3.4) hanya menyatakan bahwa massa total kuantitas ini diantara dua
titik dapat berubah hanya karena fluks melewati titik akhir.
Sebuah alat mendasar dalam pengembangan metode volume hingga adalah
masalah Riemann, yang merupakan persamaan hiperbolik bersama-sama dengan
data awal khusus. Data yang sesepenggal konstan dengan lompatan diskontinuitas
di beberapa titik, misalkan =
, = { jika < ,
jika > . (3.5)
Jika − dan merupakan rata-rata sel di dua sel grid berdekatan pada grid
volume hingga, maka dengan memecahkan masalah Riemann dengan = −
dan = , akan diperoleh informasi yang dapat digunakan untuk menghitung
fluks numeris dan memperbarui rata-rata sel selama langkah waktu. Untuk sistem
hiperbolik linear, masalah Riemann mudah diselesaikan dengan nilai eigen dan
B. Hukum Kekekalan dan Persamaan Diferensial
Untuk melihat bagaimana hukum kekekalan timbul dari prinsip-prinsip
fisika, akan dimulai dengan mempertimbangkan masalah dinamika fluida, dimana
gas atau cairan mengalir melalui pipa satu dimensi dengan kecepatan yang dikenal
, , yang diasumsikan bervariasi hanya atas jarak sepanjang pipa dan waktu
. Biasanya masalah dinamika fluida harus menentukan gerak cairan, yaitu fungsi
kecepatan , sebagai bagian dari solusi, tapi akan diasumsikan ini sudah
diketahui dan hanya model konsentrasi atau kepadatan beberapa zat kimia dalam
cairan ini. Misalkan , merupakan konsentrasi pelacak, fungsi ini yang akan
ditentukan.
Secara umum, konsentrasi harus diukur dalam satuan massa per satuan
volume, misalnya gram per meter kubik, tetapi dalam mempelajari pipa satu
dimensi dengan variasi hanya di , dianggap yang diukur dalam satuan berat per
satuan panjang, misalnya gram per meter. Kepadatan ini dapat diperoleh dengan
mengalikan kepadatan tiga dimensi dengan luas penampang pipa (satuan meter
persegi). Kemudian
∫ , (3.6)
merupakan massa total pelacak di bagian pipa antara dan pada waktu , dan
memiliki satuan massa.
Perhatikan bagian pipa < < dan bahwa integral (3.6) berubah
melewati titik tetap untuk = , (diukur dalam gram per detik). Akan
digunakan konvensi yang > untuk aliran yang mengalir ke kanan,
sedangkan < berarti untuk fluks ke kiri, dari | | gram per detik. Massa
total di bagian [ , ] berubah hanya karena fluks pada titik akhir, diperoleh
∫ , = − . (3.7)
Perhatikan bahwa + dan − keduanya merupakan fluks.
Persamaan (3.7) adalah dasar bentuk integral dari hukum kekekalan. Laju
perubahan dari massa total melalui titik akhir ini adalah dasar dari kekekalan.
Akan ditentukan fluks fungsi terkait dengan , , sehingga akan
diperoleh persamaan yang bisa dipecahkan untuk . Dalam kasus aliran fluida,
fluks pada setiap titik pada waktu hanya diberikan oleh massa jenis , dan
kecepatan , :
fluks pada , = , , . (3.8)
Kecepatan disini memberitahukan seberapa cepat partikel bergerak melewati titik
(dalam meter per detik), dan massa jenis menerangkan berapa gram cairan
kimia yang terkandung, sehingga produk diukur dalam gram per detik.
Misalnya , adalah fungsi yang diketahui, maka fungsi fluks bisa
ditulis sebagai
fluks = , , = , . (3.9)
Secara khusus, jika kecepatan tidak bergantung pada dan , sehingga , =
fluks = = ̅ . (3.10)
Disini, fluks pada setiap titik dan waktu dapat ditentukan langsung dari nilai
kuantitas kekal pada titik, dan tidak tergantung sama sekali pada lokasi dalam
ruang waktu. Dalam hal ini, persamaan disebut otonom. Persamaan otonom
banyak muncul dalam banyak aplikasi dan lebih sederhana untuk menangani
persamaan non otonom atau variabel-koefisien. Untuk persamaan otonom fluks
hanya bergantung pada nilai , maka hukum kekekalan (3.7) ditulis ulang
sebagai
∫ , = ( , ) − ( , ). (3.11)
Sisi kanan dari persamaan ini dapat ditulis ulang dengan menggunakan notasi
standar dari kalkulus:
∫ , = − , | . (3.12)
Asumsikan bahwa dan adalah fungsi halus, maka persamaan dapat
ditulis ulang menjadi
∫ , = − ∫ , , (3.13)
dengan beberapa modifikasi lebih lanjut,
∫ [ , + , ] = . (3.14)
Misalnya integral (3.14) harus bernilai nol untuk semua nilai dan , maka
, + ( , ) = . (3.15)
Persamaan (3.15) disebut bentuk diferensial hukum kekekalan, dan bisa ditulis
ulang menjadi:
, + , = . (3.16)
Berikut merupakan contoh dari persamaan diferensial parsial hukum kekekalan:
1. Persamaan adveksi dengan = dan = . yaitu:
+ = ,
dengan konstan.
Persamaan di atas memodelkan aliran zat dengan kecepatan .
2. Persamaan akustik linear dengan
̅ = [ ] dan ̅ ̅ = [ +
Disini menyatakan tekanan dan menyatakan kecepatan dalam aliran.
̅ = [ ℎℎ] dan ̅ ̅ = [ ℎ + gℎ ] =ℎ , disini ℎ , menyatakan kedalaman
air, , menyatakan kecepatan aliran, dan g adalah percepatan gravitasi bumi.
C. Persamaan Adveksi
Untuk fungsi fluks (3.10), hukum kekekalan (3.16) menjadi
+ ̅ = . (3.17)
Persamaan (3.17) disebut persamaan adveksi, misalnya model adveksi dari sebuah
pelacak bersama dengan fluida. Pelacak berarti zat yang hadir dalam konsentrasi
sangat kecil dalam fluida, sehingga besarnya konsentrasi tidak berpengaruh pada
dinamika fluida. Masalah satu dimensi ini konsentrasi atau massa jenis dapat
dihitung dalam satuan gram per meter sepanjang pipa, sehingga ∫ ,
mengukur total massa (dalam gram) dalam bagian pipa.
Persamaan (3.17) adalah skalar, linear, dengan koefisien konstan dan
adalah persamaan diferensial parsial jenis hiperbolik. Sebarang fungsi halus
dengan bentuk
, = ̃ − ̅ (3.18)
memenuhi persamaan diferensial (3.17), dan pada kenyataannya setiap solusi
untuk (3.17) adalah fungsi sebarang berbentuk ̃. Perhatikan bahwa , adalah
konstan sepanjang sinar garis dalam ruang waktu − ̅ = konstan. Misalnya,
sepanjang sinar garis � = + ̅ nilai dari � , sama dengan ̃ .
massa jenis dari pelacak bergerak bersama fluida) yang merupakan adveksi
dengan kecepatan konstan. Sinar garis � disebut karakteristik dari persamaan.
Untuk persamaan (3.17), terlihat bahwa sepanjang � turunan terhadap waktu
� , adalah
� , = � , + �′ � ,
= + ̅
= . (3.19)
dan persamaan (3.17) menghasilkan sebuah solusi trivial dari persamaan
diferensial biasa �
� = , dengan = � , . Ini mengarah pada
kesimpulan bahwa adalah konstan sepanjang karakteristik.
Untuk menentukan solusi khusus (3.17), diperlukan informasi lebih lanjut
untuk menentukan ̅ fungsi di (3.18), yaitu kondisi awal dan mungkin kondisi
batas untuk persamaan ini. Pertama perhatikan kasus pipa panjang tak terhingga
tanpa batas, sehingga (3.17) berlaku untuk −∞ < <∞. Kemudian untuk
menentukan , untuk semua waktu > dibutuhkan kondisi awal pada saat
, yaitu massa jenis awal distribusi pada waktu tertentu. Misal diketahui
, = ̆ , (3.20)
dengan ̆ adalah fungsi yang diberikan. Kemudian akan dicari persamaan
karakteristik dari persamaan (3.17)
+ ̅ = , & − ∞ < < ∞
= ̅ = .
Dari
= ̅ ,
∫ = ∫ ̅ ,
= ̅ + ,
kedua ruas dikalikan dengan ̅, sehingga
̅ = + ̅ ,
kedua ruas dijumlahkan dengan , lalu dikalikan dengan −
− ̅ = −̅ ,
sehingga diperoleh persamaan di bawah ini, dengan sebarang konstan
− ̅ − = .
Dari:
= ,
= ,
kedua ruas diintegralkan, sehingga
= .
Solusi umum
� , =
� − ̅ − , =
untuk > .
Jika pipa memiliki panjang terbatas < < , maka harus ditentukan
fungsi waktu dari massa jenis pelacak pada akhir aliran. Misalnya, jika ̅ >
maka harus ditentukan kondisi batas di = , misalkan
, = untuk
dengan ditambahkan ke kondisi awal
, = ̆ untuk < < .
Sehingga solusinya menjadi:
, = { −
−
̅ jika < < + ̅ − , ̆( − ̅ − ) jika + ̅ − < < .
Perhatikan bahwa tidak diperlukan kondisi batas di batas luar aliran = (pada
kenyataannya tidak bisa, sebab massa jenis sepenuhnya ditentukan oleh data yang
sudah diberikan). Dengan kata lain ̅ < , kemudian mengalir ke kiri diperlukan
(a) (b)
Gambar 3.1. Solusi persamaan adveksi konstan sepanjang karakteristik. Ketika menyelesaikan persamaan ini pada interval [ , ], diperlukan kondisi batas pada
kondisi batas di = bukan di = . Akan diambil waktu awal menjadi =
untuk menyederhanakan notasi.
D. Persamaan Nonlinear dalam Dinamika Fluida
Dalam model aliran pipa yang dibahas di atas, fungsi , mewakili
massa jenis beberapa pelacak yang dilakukan bersama dengan cairan, tetapi hadir
dalam jumlah kecil sehingga distribusi tidak berpengaruh pada kecepatan fluida.
Dengan mempertimbangkan massa jenis cairan itu sendiri, gram per meter,
misalnya untuk masalah satu dimensi ini. Akan dinotasikan massa jenis fluida
oleh simbol standar � , . Jika cairan mampat, maka � , adalah konstan dan
masalah satu dimensi ini tidak terlalu menarik. Diasumsikan bahwa kecepatan ̅
adalah konstan, maka massa jenis � akan memenuhi persamaan adveksi sama
seperti sebelumnya (dengan fluks adalah ̅� dan ̅ adalah konstan)
� + ̅� = . (3.21)
Sebelumnya diasumsikan massa jenis pelacak tidak berpengaruh pada
kecepatan, hal ini tidak lagi terjadi. Sebaliknya, kecepatan , yang telah
diketahui dan akan dihitung bersama dengan � , . Fluks massa jenis masih
mengambil bentuk (3.8), dan hukum kekekalan � memiliki bentuk
� + � = , (3.22)
yang cocok dengan (3.21) hanya jika adalah konstan. Persamaan ini umumnya
disebut persamaan kontinuitas dalam dinamika fluida, dan model konservasi
bahwa integral dari � antara dua titik dan menghasilkan momentum total
dalam interval ini, dan dapat berubah hanya karena fluks momentum melalui titik
akhir dari interval. Momentum fluks melewati setiap titik terdiri dari dua
bagian. Pertama momentum dibawa melewati titik ini bersama dengan gerakan
cairan. Untuk setiap fungsi massa jenis fluks ini memiliki bentuk , untuk
momentum = � dikontribusi ke fluks � = � . Pada dasarnya ini adalah
fluks adveksi, meskipun dalam kasus dimana kuantitas adveksi adalah kecepatan
atau momentum dari cairan itu sendiri, fenomena ini sering disebut sebagai
konveksi daripada adveksi.
Selain fluks konvektif makroskopik ini, ada juga momentum fluks
mikroskopis karena tekanan dari cairan. Ini masuk ke dalam fluks momentum,
yang sekarang menjadi
fluks momentum = � + .
Bentuk integral dari hukum kekekalan (3.12) kemudian
∫ � , , = −[� + ] . (3.23)
Diasumsikan �, dan halus, maka diperoleh persamaan diferensial
� + � + = , (3.24)
model kekekalan dari momentum. Gabungkan (3.24) dengan persamaan
kontinuitas (3.22), maka terdapat dua sistem hukum kekekalan untuk kekekalan
massa dan momentum. Ini merupakan sepasang persamaan, karena � dan �
produk yang tidak diketahui muncul. Dalam mengembangkan hukum kekekalan
� telah diperkenalkan yang diketahui, tekanan , . Tekanan bukanlah
kuantitas kekal, namun akan diperkenalkan variabel ke empat, yaitu energi dan
persamaan tambahan untuk kekekalan energi. Massa jenis dari energi akan
dinotasikan dengan , . Ini tetap tidak bisa menghitung tekanan, dan untuk
menutup sistem harus ditambahkan persamaan state, persamaan aljabar yang
menentukan tekanan pada setiap titik dalam hal massa, momentum dan energi
pada titik.
Misalkan jenis khusus dari aliran yang dapat diturunkan kekekalan
persamaan energi dan menggunakan persamaan yang sederhana dari state yang
menentukan dari � saja. Misalnya jika ada gelombang kejut yang hadir, maka
seringkali benar untuk mengasumsikan bahwa entropi gas adalah konstan. Aliran
seperti ini disebut isentropik. Asumsi ini wajar khususnya jika ingin menurunkan
persamaan linear akustik. Dalam hal ini terlihat gerakan yang sangat kecil
amplitudo (gelombang suara) dan aliran tetap isentropik. Dalam kasus isentropik
persamaan state
= ̂�� ≡ � , (3.25)
dengan ̂ dan � yang keduanya merupakan konstanta (dengan � ≈ . untuk
udara).
Lebih umum dapat diasumsikan persamaan state berbentuk
dengan � adalah fungsi yang diberikan untuk menentukan tekanan dari massa
jenis. Agar lebih realistis dapat diasumsikan bahwa
′ � > untuk � > . (3.27)
Meningkatkan densitas gas akan menyebabkan peningkatan yang sesuai dalam
tekanan. Perhatikan persamaan isentropik dari state (3.25) memiliki sifat ini.
Asumsi (3.27) akan diperlukan untuk mendapatkan sistem hiperbolik.
Menggunakan persamaan (3.26) di (3.24), bersama-sama dengan
persamaan kontinuitas (3.22) memberikan sebuah sistem tertutup dari dua
persamaan:
� + � = ,
(3.28)
� + � + � = .
Ini merupakan pasangan sistem dari dua hukum kekekalan nonlinear, yang mana
dapat ditulis dalam bentuk
+ = (3.29)
Jika didefinisikan
= [� ] = [ ] ,� = [� + � ] = [� ⁄ + ]. (3.30)
Lebih umum, sebuah sistem hukum kekekalan berdimensi mengambil
bentuk (3.29) dengan ℝ dan : ℝ ℝ . Komponen adalah fluks dari
masing masing komponen dari , dan secara umum setiap fluks mungkin
tergantung pada nilai-nilai salah satu atau semua dari jumlah kuantitas kekal pada
Bentuk diferensial hukum kekekalan diasumsikan halus, dari bentuk
fundamental integral. Perhatikan bahwa ketika halus, persamaan (3.29) dapat
ditulis sebagai
+ ′ = , (3.31)
dengan ′ adalah matriks Jacobian dengan entry , diberikan oleh ⁄ .
Bentuk (3.31) disebut bentuk quasilinear dari persamaan, karena menyerupai
sistem linear.
+ � = , (3.32)
dengan � adalah sebuah matriks × . Ada hubungan erat antara teori-teori ini,
dan matriks Jacobian ′ berperan penting dalam teori nonlinear.
E. Akustik Linear
Pada umumnya selalu diperoleh sistem linear dari masalah nonlinear
dengan linearisasi. Ini sama saja dengan mendefinisikan � = ′ untuk
beberapa fixed state dalam sistem linear (3.32), dan memberikan masalah
matematika sederhana yang berguna dalam beberapa situasi, terutama ketika
mempelajari gangguan kecil dalam beberapa keadaan konstan.
Untuk melihat bagaimana hal ini terjadi, misalkan akan dimodelkan
perambatan gelombang suara dalam tabung gas satu dimensi. Gelombang akustik
adalah gangguan tekanan yang sangat kecil yang merambat melalui gas
kompresibel, menyebabkan perubahan kecil dalam massa jenis dan tekanan gas
Gendang telinga kita sangat sensitif terhadap perubahan kecil dalam
tekanan dan mengakibatkan osilasi kecil pada tekanan dan menjadi impuls saraf
yang diartikan sebagai suara. Akibatnya, sebagian besar dasar fenoma gelombang
suara merupakan linear. Sebagai fenomena linear, tidak melibatkan gelombang
kejut, sehingga linearisasi dari persamaan isentropik yang ditulis di atas cocok.
Akan dilakukan linearisasi dari (3.30), misalkan
, = + ̃ , , (3.33)
dengan = � , � adalah background state yang di linearisasi dan ̃ adalah
sebuah gangguan yang diharapkan dapat dihitung. Biasanya = , tapi itu bisa
saja tidak sama dengan nol jika ingin dipelajari propagasi suara pada kekuatan
konstan angin, misalnya. Menggunakan (3.33) di (3.17) dan membuang setiap
formula yang melibatkan produk dari variabel ̃, akan didapatkan persamaan
linear
̃ + ′ ̃ = . (3.34)
Ini adalah sistem linear konstan koefisien model evolusi gangguan kecil.
Untuk mendapatkan persamaan akustik, dihitung matriks Jacobian untuk
sistem dinamika gas (3.28) yang disederhanakan. Dengan mendiferensiasi fungsi
fluks (3.30) memberikan
′ = [ ⁄ ⁄
⁄ ⁄ ]
= [− ⁄ + ′ ⁄ ]
Persamaan akustik linear sehingga diambil bentuk sistem konstan koefisien linear
(3.34), yaitu
� = ′ = [− + ′ � ]. (3.36)
Perhatikan bahwa vektor ̃ dalam sistem (3.34) memiliki komponen �̃ dan �̃
merupakan gangguan massa jenis dan momentum. Komponen dalam sistem ini
ditulis dalam bentuk
�̃ + �̃ =
(3.37)
�̃ + − + ′ � �̃ + �̃ = .
Secara fisik seringkali lebih alami untuk model gangguan ̃ dan ̃ dalam
kecepatan dan tekanan, karena ini sering dapat diukur secara langsung. Untuk
mendapatkan persamaan tersebut, catatan pertama gangguan tekanan dapat
berhubungan dengan gangguan massa jenis melalui persamaan state
+ ̃ = � + �̃ = � + ′ � �̃ + ,
dan karena = � , diperoleh
̃ ≈ ′ � �̃.
Juga didapatkan
� = � + �̃ + ̃ = � + �̃ + � ̃ + �̃̃,
dan juga
�̃ ≈ �̃ + � ̃.
Menggunakan sifat ini dalam persamaan (3.37) dan dilakukan beberapa operasi
̃ + ̃ + ̃ = ,
(3.38)
� ̃ + ̃ + � ̃ = ,
dengan
= � ′ � . (3.39)
Persamaan (3.38) dapat ditulis sebagai sistem linear
[ ] + [ �⁄ ] [ ] = . (3.40)
Disini telah dihilangkan penulisan tilde pada dan dan menggunakan
, = [ ,, ]
untuk menotasikan gangguan tekanan dan kecepatan pada akustik.
Sistem (3.40) juga dapat diturunkan oleh penulisan pertama hukum
kekekalan (3.28) sebagai sebuah himpunan non konservatif dari persamaan untuk
dan , yang hanya berlaku untuk solusi halus.
Sebuah kasus khusus dalam persamaan ini diperoleh dengan menetapkan
= . Pada kasus ini koefisien matriks � muncul pada sistem (3.40)
� = [ �⁄ ] (3.41)
dan persamaan diturunkan menjadi
+ = ,
(3.42)
� + = .
F. Gelombang Suara
Jika dipecahkan persamaan akustik linear dalam gas stasioner, diharapkan
solusi terdiri dari gelombang suara merambat ke kiri dan kanan. Karena
persamaan linear, diharapkan bahwa solusi umum terdiri dari superposisi linear
dari gelombang bergerak di setiap arah, dan setiap gelombang merambat dengan
kecepatan konstan (kecepatan suara) dengan bentuknya tidak berubah. Hal ini
menunjukkan solusi untuk sistem (3.42) berbentuk
, = ̅ −
untuk sebuah kecepatan , dengan ̅ � adalah sebuah fungsi dari satu variabel.
Dengan ansatzini dihitung bahwa
, = − ̅′ − , , = ̅′ − ,
dan persamaan + � = diturunkan menjadi
�̅′ − = ̅′ − , (3.43)
dengan adalah sebuah skalar, sedangkan � adalah sebuah matriks. Ini hanya
mungkin jika sebuah nilai eigen dari matriks �, dan ̅ � juga menjadi vektor
eigen yang terkait dari � untuk setiap nilai �.
Untuk matriks � di (3.41) dengan mudah dihitung bahwa nilai eigen
� = − dan � = + , (3.44)
dengan
yang merupakan kecepatan suara dalam gas. Seperti yang diharapkan, gelombang
dapat merambat di kedua arah dengan kecepatan ini. Dari persamaan (3.39),
terlihat bahwa
= √ ′ � . (3.46)
Untuk koefisien matriks � yang lebih umum (3.40) dengan ≠ , nilai
eigen yang ditemukan
� = − dan � = + . (3.47)
Ketika fluida bergerak dengan kecepatan , gelombang suara masih merambat
dengan kecepatan ± relatif terhadap fluida, dan pada kecepatan � dan � relatif
terhadap a fixed observer.
Terlepas dari nilai , vektor eigen dari koefisien matriks yaitu
= [−� ] , = [� ]. (3.48)
Setiap kelipatan skalar dari setiap vektor akan menjadi vektor eigen. Dipilih
normalisasi tertentu (2.58) karena kuantitas
≡ � (3.49)
adalah sebuah parameter penting pada akustik, yang biasa disebut impedance of
G. Persamaan Gelombang Orde Kedua
Dari persamaan akustik (3.42) dapat dieliminasi kecepatan dan
diperoleh sebuah persamaan orde kedua untuk tekanan. Turunan persamaan
tekanan terhadap dan persamaan kecepatan terhadap kemudian dikombinasikan
memberikan
= − = − = (� ) = .
Ini menghasilkan persamaan gelombang orde kedua bentuk klasik
= ≡ konstan . (3.50)
Ini juga merupakan persamaan hiperbolik sesuai dengan klasifikasi standar
persamaan diferensial orde kedua. Persamaan orde kedua dari (3.50), dapat
diturunkan sistem hiperbolik orde pertama oleh definisi variabel baru
= , = − ,
jadi (3.50) menjadi + = , sedangkan persamaan turunan parsial
campuran memberikan + = . Dua persamaan ini diambil bersama-sama
yang memberikan sistem + �̃ = , dengan matriks koefisien
�̃ = [ ]. (3.51)
Matriks ini mirip dengan matriks � dari (3.41), yang berarti bahwa ada kesamaan
transformasi �̃ = � − yang berkaitan dengan dua matriks. Matriks