• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATENMANDAILING NATAL - DOCRPIJM 1492451565BAB 5 (Keterpaduan Strategi Pengembangan Kab. Madina)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB V KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATENMANDAILING NATAL - DOCRPIJM 1492451565BAB 5 (Keterpaduan Strategi Pengembangan Kab. Madina)"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Final Bab V - 1 5.1. RTRW KABUPATEN MANDAILING NATAL

5.1.1. Kawasan Strategis Kabupaten Mandailing Natal

A. Kawasan Strategis Ekonomi

Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang dijabarkan dalam Permen PU No. 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten bahwa kawasan strategis ekonomi adalah kawasan yang memiliki nilai strategis ekonomi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten yang merupakan aglomerasi berbagai kegiatan ekonomi yang memiliki :

a. Potensi ekonomi cepat tumbuh;

b. Sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi; c. Potensi ekspor;

d. Dukungan jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi; e. Kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;

f. Fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan;

g. Fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi; atau

h. Kawasan yang dapat mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal di dalam wilayah kabupaten.

Berdasarkan UU tersebut berikut beberapa jenis kawasan strategis ekonomi, antara lain adalah :

a. Kawasan metropolitan; b. Kawasan ekonomi khusus;

c. Kawasan pengembangan ekonomi terpadu;

BAB V

(2)

Laporan Final Bab V - 2 d. Kawasan tertinggal;

e. Kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas.

Rencana Kawasan Strategis Ekonomi di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut :

Tabel 5.1

Rencana Kawasan Strategis Ekonomi di Kabupaten Mandailing Natal

No Kawasan Strategis Jenis Tipologi Lokasi

Kawasan strategis Kabupaten Mandailing Natal 1 Kawasan Strategis

Panyabungan

Kawasan strategis ekonomi

Sebagi sentra pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perdagangan/jasa dan pusat pemerintahan

sebagai sentra produksi pertanian dan sentra perkebunan, berpotensi menjadi pusat pelayanan baru.

Optimalisasi potens SDA yang berbasis pada perkebunan sebagai pusat agrobisnis dan agro indusri

Kecamatan

Optimalisasi potens SDA yang berbasis pada perkebunan sebagai pusat agrobisnis dan agro indusri

Kec.Ulu

Optimalisasi potens SDA yang berbasis pada perkebunan sebagai pusat agrobisnis dan agro indusri

Kecamatan Pakantan

6 Kawasan Pelabuhan Kawasan strategis ekonomi

Optimalisasi potensi SDA yang berbasis pada pemanfaatan potensi wilayah pesisir, perikanan dan kelautan.

Potensi ekonomi cepat tumbuh sebagai sentra transportasi angkutan udara

Kec. Bukit Malintang

Sumber : RTRW Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011-2031

B. Kawasan Strategis Sosial dan Budaya

Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang dijabarkan dalam Permen PU No. 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten bahwa kawasan strategis sosial dan budaya adalah kawasan budidaya maupun kawasan lindung yang merupakan :

a. Tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya; b. Prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya;

(3)

Laporan Final Bab V - 3 e. Tempat yang memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; atau f. Tempat yang memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial.

Rencana Kawasan Strategis Sosial dan Budaya di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut :

Tabel 5.2

Rencana Kawasan Strategis Sosial dan Budaya di Kabupaten Mandailing Natal

No Kawasan

Prioritas pemanfaatan lahan untuk kawasan Pusat Pemerintahan dan pusat perkantoran dan menjadi peluang dalam optimalisasi fungsi kota Panyabungan sebagai ibukota Kab.Madina

Prioritas pemanfaatan lahan untuk kawasan pendidikan terpadu dari tingkat dasar sampai Perguruan Tinggi dengan sarana dan prasarana yang mendukung serta berkualitas

Kecamatan Panyabungan

Sumber : RTRW Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011-2031

C. Kawasan Strategis Daya Dukung Lingkungan Hidup

Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang dijabarkan dalam Permen PU No. 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten bahwa kawasan strategis lingkungan adalah kawasan yang memiliki nilai strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup yang merupakan :

a. Tempat perlindungan keanekaragaman hayati,

b. Kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan;

c. Kawasan yang memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian;

d. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro; e. Kawasan yang menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup; f. Kawasan rawan bencana alam; atau

(4)

Laporan Final Bab V - 4 Rencana Kawasan Strategis Lingkungan di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Tabel 5.3berikut :

Tabel 5.3

Rencana Kawasan Strategis Lingkungandi Kabupaten Mandailing Natal

No Kawasan rawan bencana gerakan tanah/longsor rawanbencana letusan gunung merapi Sumber : RTRW Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011-2031

5.1.2.Arahan Pengembangan Pola Ruang

A. Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung

1. Rencana Kawasan Hutan Lindung

Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok melindungi sistem penyangga kehidupan, untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, memelihara kesuburan tanah. Penetapan suatu wilayah sebagai hutan lindung didasarkan kepada kriteria kelayakan fisik hutan lindung berikut:

a. Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai (skor) 175 atau lebih (Keputusan Menteri Pertanian No.837/KPTS/UM/11/1980); dan atau b. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih (Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1985); dan atau

c. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000 meter atau lebih; dan atau

d. Guna keperluan khusus, ditetapkan oleh Menteri Kehutanan sebagai hutan lindung.

(5)

Laporan Final Bab V - 5 dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu. Izin usaha pemanfaatan hutan dibatasi dengan mempertimbangkan aspek kelestarian hutan dan aspek kepastian usaha.

Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan dikenakan ketentuan: a. Dikenakan iuran izin usaha, provisi, dana reboisasi, dan dana jaminan kinerja; b. Wajib menyediakan dana investasi untuk biaya pelestarian hutan.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 38 menyebutkan penggunaan kawasan hutan lindung untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. Pemberian izin pinjam pakai yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis dilakukan oleh Menteri atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pada kawasan hutan lindung dikenakan ketentuan :

a. Tidak diijinkan melakukan pemanfaatan ruang yang dapat mengubah bentang alam, mengganggu kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologis serta kelestarian flora dan fauna;

b. Pemanfaatan diijinkan apabila dilakukan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, penyelidikan serta bagi kepentingan nasional dan hajat hidup orang banyak selama dapat menjaga keaslian bentang alam, kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologis, kelestarian flora dan fauna, serta tidak merubah luasan kawasan lindung;

c. Dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka.

(6)

Laporan Final Bab V - 6 luar kegiatan kehutanan yang mengakibatkan perubahan permukaan dan penutupan tanah wajib membayar dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi.

Pada hutan dan kawasan hutan dilakukan perlindungan hutan, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi tercapai secara optimal dan lestari. Perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk:

a. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit; dan

b. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

Tujuan perlindungan dari kawasan hutan lindung adalah :

a. Mencegah terjadinya erosi dan atau sedimentasi khususnya pada kawasan dengan kelerengan yang terjal, dan menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air dan air permukaan;

b. Melindungi ekosistem wilayah.

Kawasan hutan lindung di Kabupaten Mandailing Natal tersebar memanjang mulai dari perbukitan Kecamatan Muara Sipongi, Kecamatan Ulu Pungkut, terus ke arah barat laut pada sisi timur wilayah Mandailing Natal ke perbukitan Kecamatan Panyabungan Timur, Panyabungan Kota (Tor Ulujambumasak) menerus ke arah perbukitan Siabu. Ketinggian elevasi mulai dari 750 m sampai lebih dari 2000 m (dpl) Ulu Langgo (1.879 m), Dolok Malea (2.015 m) Batumarbolang (1.580 m). Litologi penyusun kawasan ini berupa Batolit Panyabungan (Mpip), Formasi Kuantan (Puku), batuan terobosan granitik Mpi, lapisan gunung api tak terbedakan (Tmv), Intrusi Muara Sipongi (Mtims), Formasi Silungkang (Pps) dan Instrusi Rao-Rao (Mpirr). Dilihat dari kedudukannya maka wilayah ini dapat juga menjadi Kawasan Resapan Air Tanah.

(7)

Laporan Final Bab V - 7 kawasan Taman Nasional Batang Gadis seluas 108.000 Ha. Luas kawasan hutan di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut.

Tabel 5.4

Luas Kawasan Hutan di Kabupaten Mandailing NatalMenurut Fungsi Hutan Tahun 2012

No Fungsi Luas(Ha) % LuasDAS

1 Hutan Lindung 136.375,05 20,60 2 Hutan Konservasi 72.150,00 10,90 3 Hutan Produksi 195.238,73 29,49

Jumlah 403.763,78 60,99

Sumber:- Kepmenhut RI No. SK.121/MENHUT-II/2012 - BPS, Mandailing Natal Dalam Angka Tahun 2011

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 17 ayat 5 mensyaratkan di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas DAS. Hutan lindung dan hutan konservasi di Kabupaten Mandailing Natal sebesar 31,50% dari luas DAS harus dipertahankan keberadaannya.

Dalam rangka memenuhi luasan hutan seperti yang diamanatkan UU No. 26 Tahun 2007 tersebut, perlu dilakukan upaya terkait penambahan tutupan lahan hutan di wilayah Kabupaten Mandailing Natal, diantaranya:

a. Sosialisasi tata batas hutan kepada masyarakat di sekitar hutan lindung oleh Dinas Kehutanan.

b. Bekerjasama dan berkoordinasi dengan pihak Perkebunan Besar dalam melakukan konservasi lahan di lahan-lahan HGU perkebunan tersebut. Hal ini didasari pemikiran bahwa di dalam lahan-lahan HGU perkebunan tersebut masih terdapat daerah resapan, kawasan dengan kemiringan > 40 %, Daerah Aliran Sungai, dan daerah genangan. Melalui kerjasama ini diharapkan pihak perkebunan melakukan konservasi di lahan-lahan tersebut, agar persentase tutupan lahan menjadi meningkat.

c. Diharapkan juga dari kerjasama dan koordinasi tersebut pihak perkebunan melakukan penanaman di lahan-lahan tersebut berupa vegetasi kayu ataupun paling tidak tanaman komoditi perkebunan seperti karet, dengan maksud peningkatan persentase tutupan lahan nantinya.

(8)

Laporan Final Bab V - 8 Berdasarkan data BPN Kabupaten Mandailing Natal, pada kawasan hutan di Kabupaten Mandailing Natal terdapat permukiman penduduk yang sudah ada di sana sejak sebelum ditetapkannya kawasan tersebut sebagai kawasan hutan. Hal ini cukup menimbulkan dilema pada saat di satu sisi adanya keinginan untuk menjaga keutuhan fungsi kawasan, namun di sisi lain adanya ketidaknyamanan masyarakat di kawasan hutan yang mengalami kesulitan dalam memperoleh sertifikat tanah yang didiaminya sejak dulu sebelum lahan tersebut dinyatakan sebagai kawasan hutan.

Pemanfaatan ruang dari kawasan hutan lindung adalah sebagai berikut:

a. Hutan lindung yang telah ada berdasarkan peraturan/perundangan yang berlaku tetap dipertahankan.

b. Penggunaan lahan yang telah ada (permukiman, sawah, tegalan, tanaman tahunan/perkebunan, dan lain-lain) di dalam kawasan ini secara bertahap dialihkan ke arah usaha konservatif dan/atau dibatasi secara ketat, sehingga fungsi lindung yang diemban dapat dilaksanakan.

c. Penggunaan lahan yang akan mengurangi fungsi konservasi secara bertahap dialihkan fungsinya sebagai lindung sesuai kemampuan dana yang ada.

d. Penggunaan lahan baru tidak diperkenankan bila tidak menjamin fungsi lindung terhadap hidro-orologis, kecuali jenis penggunaan yang sifatnya tidak bisa dialihkan (menara TVRI, jaringan listrik, telepon, air minum dan lain-lain), hal tersebut tetap memperhatikan azas konservasi.

e. Adanya potensi pertambangan pada beberapa bagian di kawasan hutan lindung Kabupaten Mandailing Natal perlu mendapatkan perhatian serius. Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini wajib memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, terutama terkait dengan tumpang tindih lahan pertambangan dan hutan lindung.

2. Kawasan yang Memberi Perlindungan Terhadap Kawasan BawahannyaKawasan

Bergambut

(9)

Laporan Final Bab V - 9 yang digunakan untuk menentukan kawasan tanah bergambut adalah tanah gambut dengan ketebalan 3 m atau lebih yang terdapat dibagian hulu sungai/rawa. Gambut yang belum menjadi batubara terdapat di Sinunukan.

Kawasan Resapan Air

Kawasan Resapan Airadalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air.Kriteria dari kawasan resapan air adalah kawasan dengan curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran.Tujuan dari penentuan kawasan resapan air adalah memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah resapan air tanah untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan.

Topografi wilayah Kabupaten Mandailing Natal yang pada umumnya berbukit-bukit dan pegunungan dengan ketinggian lebih dari 1000 meter (dpl) memungkinkan kawasan Resapan Air Tanah tersebar tidak menerus. Dilihat dari pola aliran sungai yang mengalir di wilayah Mandailing Natal paling tidak terdapat 5 (lima) daerah aliran sungai (DAS) yaitu: DAS Batang Gadis, DAS Batang Batahan, DAS Batang Natal, DAS Batang Bintuan dan DAS Batang Tabuyung. Kelima DAS tersebut mengalirkan airnya ke arah pantai barat Kabupaten Mandailing Natal.

Daerah resapan air tanah pada umumnya terdapat di daerah hulu dari DAS yang mengalir di wilayah Kabupaten Mandailing Natal. Berdasarkan kondisi ini maka kawasan resapan air tanah berada pada Kecamatan Muara Sipongi, Kecamatan Kotanopan, perbukitan Kecamatan Batang Natal, daerah hulu (perbukitan) Kecamatan Natal dan daerah hulu (perbukitan) Kecamatan Muara Batang Gadis.

Dari pengamatan lapangan kawasan resapan air tanah umumnya berada pada daerah hutan lindung maupun Taman Nasional, hal ini sangat baik karena alih fungsi lahan di wilayah tersebut akan sangat sulit sehingga kelestariannya akan mudah terjaga.

(10)

Laporan Final Bab V - 10 tanah pelapukan dari kelompok batuan tersebut akan mampu menjadi resapan airtanah dan mata air yang berada di bawahnya.Rencana penetapan kawasan resapan air di Kabupaten Mandailing Natal telah disatukan dalam kawasan hutan lindung dan hutan produksi.

Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan.

3. Rencana Pengembangan Kawasan Perlindungan SetempatSempadan Pantai

Kawasan sempadan pantai adalah wilayah tertentu sepanjang yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai terhadap daratan dari bahaya abrasi dan intrusi air laut ke darat, juga terhadap keragaman biota yang ada di kawasan pantai.

Tujuan dari penentuan kawasan sempadan pantai adalah untuk melindungi wilayah pantai dari usikan kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai serta dalam hal Kabupaten Mandailing Natal kawasan sempadan pantai berfungsi sebagai kawasan penyangga bagi ancaman bencana tsunami.

Rencana sempadan pantai di Kabupaten Mandailing Natal dengan bentuk mengikuti fisik pantai. Lebar sempadan pantai adalah bervariasi, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

Adapun kawasan lindung berupa sempadan pantai ini di kabupaten Mandailing Natal diarahkan pada kecamatan yang wilayahnya berbatasan langsung dengan pantai Barat Sumatera Utara. Tidak seluruhnya wilayah yang terletak di pinggir pantai merupakan kawasan lindung dengan bentuk kawasan sempadan pantai. Pengecualiannya adalah kawasan-kawasan terbangun dalam bentuk kawasan permukiman, pelabuhan, penangkapan ikan, dan lain sebagainya, dikeluarkan dari kawasan sempadan pantai dan merupakan bagian dari kawasan budidaya.

Pengaturan umum terhadap kawasan sempadan pantai adalah :

(11)

Laporan Final Bab V - 11 aspek pelestarian pantai dan sungai, dengan terlebih dahulu mengarahkan pada arahan lokasi yang telah ditetapkan;

b. Batas sempadan pantai yang berhutan bakau/nipah minimal adalah 130 x perbedaan pasang dan surut tertinggi.

Sempadan Sungai

Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengamankan aliran sungai.

Tujuan dari penentuan ini adalah untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik dan dasar sungai, serta mengamankan aliran sungai.

Kriteria sempadan sungai adalah:

a. Sekurang-kurangnya 100 meter kiri-kanan sungai besar dan 50 meter di kiri-kanan sungai kecil yang berada di luar permukiman;

b. Untuk sungai di kawasan permukiman, berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 meter;

c. Pada sungai bertanggul, garis sempadan sungai ditetapkan sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul;

d. Pada sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul yang berada di wilayah perkotaan dan sepanjang jalan, garis sempadan sungai ditetapkan tersendiri oleh pejabat yang berwenang.

Kabupaten Mandailing Natal memiliki banyak sungai besar dan kecil. Kawasan sempadan sungai yang ditetapkan/diarahkan sebagai kawasan lindung dapat digunakan untuk kegiatan budidaya sejauh tidak mengganggu fungsi lindungnya, misalnya digunakan untuk kawasan wisata.

(12)

Laporan Final Bab V - 12 Kawasan Sekitar Danau atau Waduk

Kawasan sekitar bendungan/waduk/situ adalah kawasan tertentu di sekeliling bendungan/waduk/situ yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi bendungan/waduk/situ. Kriteria kawasan sekitar bendungan/waduk/situ adalah daratan sepanjang tepian bendungan/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik bendungan/waduk/situ, yaitu antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

Berdasarkan kriteria tersebut maka kawasan sekitar bendungan/waduk/situ berada di sekitar Danau.

4. Kawasan Rawan Bencana AlamKawasan Rawan Tanah Longsor

Gerakan tanah/longsoran yang terjadi di Kabupaten Mandailing Natal umumnya disebabkan karena proses pelapukan pada lereng terjal serta daerah lemah akibat pergeseran patahan/sesar. Dari observasi lapangan terlihat bahwa daerah yang banyak mengalami gerakan tanah/longsoran dijumpai di wilayah Kecamatan Muara Sipongi. Gerakan tersebut umumnya terjadi di daerah lereng, punggungan bukit terjal dimana terdapat endapan hasil lapukan yang gembur. Curah hujan yang tinggi akan memacu lebih cepat terjadinya gerakan tanah. Kondisi tersebut diperparah dengan kedudukan Muara Sipongi yang sangat rentan/lemah karena berada pada Zona Patahan.

Beberapa daerah yang berpotensi mengalami bencana gerakan tanah adalah: a. Wilayah berelevasi lebih dari 1000 m pada wilayah Muara Sipongi, Pagargunung,

Tanobato, Banjarsipan memiliki potensi bencana gerakan tanah tinggi.

b. Wilayah berelevasi lebih dari 500 – 1000 m yang tersebar mulai dari bagian barat - barat daya dengan sebaran memanjang berarah barat laut - tenggara. Sebaran yang lain terdapat di bagian tengah utara sebelah selatan Panyabungan. Wilayah ini memiliki potensi bencana gerakan tanah sedang - tinggi.

c. Wilayah berelevasi lebih dari 500 m dengan penyebaran setempat pada pada bagian barat Mandailing Natal serta pada perbukitan bagian timur Panyabungan. Wilayah ini memiliki potensi bencana gerakan tanah sedang - kecil.

(13)

Laporan Final Bab V - 13 e. Wilayah berelevasi kurang dari 100 m dengan penyebaran terdapat pada muara sungai hingga tepi pantai. Lokasi lain terdapat pula dataran antar perbukitan sampai dengan elevasi 100 m. Wilayah ini memiliki potensi bencana gerakan tanah sangat kecil.

Selain terjadi gempa maka di daerah-daerah dengan kondisi batuan yang kurang kompak, labil dan mempunyai tingkat kelerengan besar akan sangat berpotensi terjadinya lonsoran. Dari pengamatan lapangan daerah yang banyak terjadi longsoran berada di sekitar jalan utama Kecamatan Muarasipongi.

Kawasan Rawan Banjir

Banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi yang dialirkan melalui sungai-sungai besar yang mengalir di wilayah Kabupaten Mandailing Natal. Selain itu juga daerah cekungan-cekungan dapat juga terjadi genangan yang menyebabkan banjir.

Kawasan yang berpotensi kena banjir berada dalam Kecamatan Siabu. Kawasan ini merupakan pertemuan antara sungai Batang Angkola dengan Sungai Batang Gadis. Kemudian di sekitar muara Sungai Batahan Kecamatan Batahan serta di batas Kecamatan Batang Natal di sekitar sungai Batang Natal. Banjir bandang akan terjadi dan bertambah parah jika di daerah hulu (Kawasan Resapan Air Tanah) terjadi perubahan tataguna lahan ataupun penggundulan hutan.

Kawasan Bencana Alam Erosi Pantai/ Abrasi

Bencana alam berupa erosi pantai terjadi pada dua (2) musim, yaitu musim barat dan timur dan dapat digolongkan:

a. Tinggi : Erosi pantai tertinggi terjadi disepanjang pantai bagian utara dan tengah yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia.

b. Sedang : Erosi pantainya terletak pada sepanjang pantai bagian selatan dari mulai Tabuyung ke Selatan. Hal ini terjadi karena secara natural terdapat beberapa daratan yang menjorok membentuk teluk-teluk, yang secara alami merupakan batas sirkulasi sedimen di pantai.

(14)

Laporan Final Bab V - 14 5. Rencana Pengembangan Kawasan Lindung GeologiKawasan Rawan Bahaya

Gunung Api dan Gempa

Kabupaten Mandailing Natal dijumpai gunung api Sorik Marapi yang masih cukup aktif.Hal ini terlihat dari keberadaan beberapa sumber fumarol di sekitar lereng gunung tersebut. Jika terjadi peningkatan tektonik akibat penunjaman lempeng Samudera Hindia di bawah lempeng Asia di bagian tepian barat/daratan KabupatenMandailing Nataldikhawatirkan akan memicu terjadinya gempa dan peningkatan aktifitas gunung api Sorik Marapi. Gempa akan terjadi sepanjang patahan aktif dengan jalur melalui gunung api tersebut, yang akan memicu terjadinya peningkatan aktifitas gunung api.

Wilayah bahaya gempa yang akan terkena dampak langsung akibat pergeseran Patahan Sumatera dan gempa vulkanik meliputi:

a. Kecamatan Lembah Sorik Marapi : Desa Aek Marian MG, Mega Lombang, Pasar Maga dan Desa Maga Dolok. Mengingat jalur gempa yang melintas di Lembah Sorik Marapi melintasi pemukiman yang cukup padat yang mestinya sangat rentan bencana bila terjadi gempa di jalur tersebut.

b. Kecamatan Panyabungan Selatan : secara geologis kecamatan ini berada di sebelah barat dari jalur struktur atau patahan aktif Sumatera, termasuk dalam segmen patahan Gadis yang menerus ke Pasaman. Pemukiman yang akan terkena dampak langsung jika terjadi gempa bumi pada jalur tersebut seperti pemukiman di Desa Kayu Laut, Roburan Lombang, Lumban Dolok dan Desa Aek Ngali.

c. Kecamatan Tambangan : potensi gempa terutama di jalur patahan aktif terutama yang melintasi atau berada di Desa Huta Tinggi, Huta Tonga AB, Angin Barat, Padang Sanggar, Pastap maupun Pastap Hulu.

Untuk bahaya Gunung api, jika terjadi letusan di gunung api Sorik Marapi, maka zonasi bahaya meliputi:

a. Daerah Bahaya (Radius 5 Km) : Terletak pada gunung Sorik Marapi (barat laut) dengan radius 5 Km.

(15)

Laporan Final Bab V - 15 Kawasan Rawan Gempa Bumi dan Gerakan Tanah

Wilayah Kabupaten Mandailing Natal merupakan salah satu kabupaten di Pulau Sumatera yang dilewati Patahan Besar Sumatera atau Patahan Semangko. Struktur geologi yang terbentuk di Kabupaten Mandailing Natal merupakan patahan aktif yang mempunyai jalur barat laut – tenggara, merupakan bagian dari patahan aktif Renun – Toru. Akibat pergerakan patahan tersebut di beberapa daerah di Kabupaten Mandailing Natal membentuk daerah dataran yang menyerupai cekungan atau dikenal dengan nama Graben, yaitu graben Panyabungan dan graben di sekitar Kotanopan.

Di sebelah barat Sumatera lempeng Samudera Hindia yang terus menunjam di bawah lempeng Asia dengan kecepatan rata-rata 6 – 7 cm/th dapat mengakibatkan terjadinya pelepasan energi baik di di zona penunjaman maupun di jalur patahan aktif dan selanjutnya akan menimbulkan goncangan atau gempa bumi. Oleh karena itu daerah – daerah yang dilalui oleh jalur patahan aktif akan sangat rentan sekali terhadap bahaya gempa. Jalur patahan aktif dan gempa di darat akan menjalar pada zona lemah berupa patahan aktif yang melewati kecamatan-kecamatan antara lain:

a. Tinggi : Wilayah yang sangat rawan terhadap patahan aktif dan gempa akan melalui wilayah-wilayah Kecamatan Ulu Pungkut, Kotanopan, Panyabungan Barat, Panyabungan Utara dan KecamatanBukit Malintang. Jalur tersebut merupakan jalur utama patahan aktif Sumatera.

b. Sedang: Kecamatan lain yang terkena imbas jika terjadi pegeseran pada jalur patahan aktif adalah Kecamatan–Kecamatan Muarasipongi, Panyabungan Timur, Panyabungan dan Kecamatan Siabu.

Kawasan Buffer Gelombang Tsunami

(16)

Laporan Final Bab V - 16 Secara umum relief di dataran pantai Kecamatan Muara Batang Gadis cukup landai dengan pemukiman penduduk dekat dengan laut, hal ini memungkinkan terkena bahaya tsunami, terutama di sekitar Desa Tabuyung. Di Kecamatan Natal secara umum pemukiman penduduk sudah memperhatikan garis sempadan pantai (> 200 m) dari garis pantai, kecuali pemukiman di sekitar Desa Bintuas dimana letak pemukiman penduduk berada di tepi muara sungai dan sangat dekat dengan garis pantai (<3 m) dan morfologi dengan relief datar atau relatif sama tinggi antara pemukiman dengan garis pantai. Kecamatan Batahan sudah memperlihatkan kawasan sempadan pantai (> 200 m), kecuali pemukiman di sekitar muara sungai batahan yang letaknya sangat dekat dengan pantai dan merupakan pemukiman yang padat.

Peletakan pemukiman penduduk sebaiknya berada pada jarak sekitar 500 meter dari garis pantai. Daerah dengan jarak 500 meter dari pantai dijadikan kawasan buffer (penahan) jika terjadi gelombang tsunami. Lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk tanaman bakau, kelapa, perkebunan sawit ataupun tanaman lain yang cocok yang dapat digunakan sebagai peredam gelombang terhadap bahaya saat tsunami.

Wilayah yang berpotensi kena gempa bumi dan tsunami meliputi :

a. Tinggi : Pada kawasan ini diperkirakan dapat terjadi sepanjang pantai barat Kabupaten Mandailing Natal karena berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Beberapa wilayah yang terkena gempa bumi dan gelombang tsunami adalah:

 Kecamatan Muara Batang Gadis, meliputi Desa Tabuyung dan Singkuang;

 Kecamatan Natal meliputi Desa Bintuas dan Kunkun;

 Kecamatan Batahan: air laut naik di muara Sungai Batahan.

b. Sedang :Bencana tsunami dapat pula terjadi di bagian muara sungai menerus ke hulu sampai energi gelombang berhenti. Oleh karena itu daerah yang berpotensi sedang berada pada muara dan sepanjang sempadan sungai.

6. Rencana Kawasan Lindung Lainnya

(17)

Laporan Final Bab V - 17 B. Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan. Kawasan budidaya merupakan kawasan di luar kawasan lindung. Penetapan kawasan budidaya dititikberatkan pada usaha untuk memberikan arahan pengembangan berbagai kegiatan budidaya sesuai dengan fungsi sumberdaya yang ada dengan memperhatikan optimasi pemanfaatannya. Kawasan budidaya dalam rencana tata ruang wilayah Kabupaten ditujukan untuk :

1. Memberikan arahan pemanfaatan ruang kawasan budidaya secara optimal, berdayaguna dan berhasil guna, serasi, seimbang dan berkelanjutan.

2. Memberikan arahan bagi perubahan jenis pemanfaatan ruang antar kegiatan budidaya yang berbeda.

3. Memberikan arahan bagi perubahan jenis pemanfaatan ruang dari jenis kegiatan budidaya terutama ke jenis yang lain.

Proses penentuan kawasan budidaya ini mengacu kepada :

1. Kawasan lindung yang telah ditetapkan sebelum dan menjadi pembatas bagi penetapan kawasan budidaya.

2. Rencana Struktur Tata Ruang yang dituju.

3. Kriteria menurut Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Daerah yang diterbitkan oleh Kelompok Kerja Tim Tata Ruang Nasional.

4. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJPD).

5. Hasil masukan analisis fisik, sosial, ekonomi dan struktur tata ruang.

Berdasarkan pedoman-pedoman di atas, maka kawasan budidaya yang direncanakan di Kabupaten Mandailing Natal adalah:

1. Kawasan hutan produksi :

a. Kawasan hutan produksi terbatas b. Kawasan hutan produksi tetap

c. Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi 2. Kawasan pertanian :

(18)

Laporan Final Bab V - 18 b. Kawasan pertanian lahan kering

c. Hortikultura

d. Kawasan peternakan

3. Kawasan tanaman tahunan/perkebunan 4. Kawasan perikanan

5. Kawasan pertambangan 6. Kawasan perindustrian 7. Kawasan pariwisata 8. Kawasan permukiman 9. Kawasan peruntukan lainnya

C. Arahan Pengembangan Pola Ruang Kawasan Peruntukan Permukiman

Pemanfaatan ruang kawasan permukiman dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan:

1. Terciptanya kegiatan permukiman yang memiliki aksesibilitas dan pelayanan infrastruktur yang memadai sehingga perlu disesuaikan dengan rencana struktur tata ruangnya dan tingkat pelayanan wilayah (struktur/hirarki kota);

2. Menyediakan permukiman untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan perkembangannya;

3. Menciptakan aktivitas sosial ekonomi yang harmonis dengan seluruh komponen pengembangan wilayah seperti dengan aktivitas perdagangan dan jasa, industri, pertanian, dan lain-lain.

Kawasan peruntukan permukiman memiliki fungsi antara lain:

1. Sebagai lingkungan tempat tinggal dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan masyarakat sekaligus menciptakan interaksi sosial;

2. Sebagai kumpulan tempat hunian dan tempat berteduh keluarga serta sarana bagi pembinaan keluarga.

Kriteria umum dan kaidah perencanaan kawasan peruntukan permukiman, adalah:

(19)

Undang-Laporan Final Bab V - 19 Undang Nomor 1 Tahun 2010 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan Surat Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP);

2. Pemanfaatan ruang untuk kawasan peruntukan permukiman harus sesuai dengan daya dukung tanah setempat dan harus dapat menyediakan lingkungan yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi pengembangan masyarakat, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup;

3. Kawasan peruntukan permukiman harus memiliki prasarana jalan dan terjangkau oleh sarana tranportasi umum;

4. Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan peruntukan permukiman harus didukung oleh ketersediaan fasilitas fisik atau utilitas umum (pasar, pusat perdagangan dan jasa, perkantoran, sarana air bersih, persampahan, penanganan limbah dan drainase) dan fasilitas sosial (kesehatan, pendidikan, agama);

5. Tidak mengganggu fungsi lindung yang ada;

6. Tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam;

7. Dalam hal kawasan siap bangun (kasiba) dan lingkungan siap bangun (lisiba), penetapan lokasi dan penyediaan tanah; penyelenggaraan pengelolaan; dan pembinaannya diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri.

Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan, untuk peruntukan kawasan permukiman adalah :

1. Topografi datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0 - 25%);

2. Tersedia sumber air, baik air tanah maupun air yang diolah oleh penyelenggara dengan jumlah yang cukup. Untuk air PDAM suplai air antara 60 liter/org/hari - 100 liter/org/hari;

3. Tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi); 4. Drainase baik sampai sedang;

(20)

Laporan Final Bab V - 20 6. Tidak berada pada kawasan lindung;

7. Tidak terletak pada kawasan budi daya pertanian/penyangga; 8. Menghindari sawah irigasi teknis.

Kawasan permukiman dan budidaya lainnya, diarahkan untuk menyediakan ruang bermukim yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan yang sesuai untuk pengembangan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian nilai-nilai budaya adat istiadat, mutu dan keindahan lingkungan alam, untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Pengembangan kawasan permukiman dilakukan dalam kesatuan konsep pengembangan kawasan yang antisipatif terhadap kemungkinan bencana, yaitu berada pada akses kawasan-kawasan penyelamatan.

Kawasan permukiman perkembangannya diarahkan menyebar terutama mengarah ke bagian barat wilayah Kabupaten Mandailing Natal, dimana pada daerah inilah pengembangan kawasan hunian dapat diintensifkan karena lebih aman dari bahaya bencana alam serta tidak berada pada kawasan lindung. Dalam hal keberadaan kawasan permukiman yang berada di kawasan lindung sebelum adanya arahan rencana tata ruang ini maka terdapat beberapa arahan tambahan yang diperlukan untuk mengakomodasikan hal ini. Kebijakan yang dapat dilakukan dalam rangka mengakomodasikan hal ini adalah dengan merelokasi kawasan permukiman yang telah ada tersebut atau mengajukan usulan kepada instansi yang berwenang dalam melepaskan status kawasan hutan lindung pada kawasan permukiman tersebut.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka rencana pola pemanfaatan ruang untuk kawasan permukiman dapat dikembangkan sebagai berikut:

1. Permukiman Perkotaan

(21)

Laporan Final Bab V - 21 Pengembangan kawasan permukiman perkotaan terutama diarahkan pada kawasan pusat-pusat pelayanan, yaitu pada setiap ibukota Kecamatan. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan utama direncanakan di Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dalam hal ini adalah ibukota Kecamatan Siabu, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Kotanopan dan Kecamatan Natal, serta di pusat-pusat pelayanan kawasan (PPK) yaitu di Kecamatan Bukit Malintang, Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kecamatan Muara Sipongi, Kecamatan Linggga Bayu dan Kecamatan Batahan.

Pada kawasan permukiman perkotaan berlaku ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau paling sedikit 30% dari luas wilayah kawasan perkotaan.

2. Permukiman Perdesaan

Kawasan permukiman perdesaan dikembangkan pada wilayah Kecamatan di luar kawasan pusat-pusat pelayanan yang masih mengandalkan sektor pertanian sebagai penggerak perekonomian. Kawasan permukiman perdesaan diarahkan di luar kota kecamatan.

5.1.3. Arahan Pengembangan Struktur Ruang

A. Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) ditetapkan dengan kriteria :

1. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;

2. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi;

3. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.

Berdasarkan kriteria diatas di Kabupaten Mandailing Natal belum ada kawasan Pusat Kegiatan Nasional sebagaimana dimaksud.

B. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

(22)

Laporan Final Bab V - 22 1. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan

ekspor-impor yang mendukung PKN;

2. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.

3. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.

Berdasarkan kriteria diatas di Kabupaten Mandailing Natal belum ada kawasan Pusat Kegiatan Wilayah.

C. Pusat Kegiatan Lokal (PKL)

Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.Pusat Kegiatan Lokal (PKL) ditetapkan dengan kriteria:

1. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri, perdagangan dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

2. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

Sesuai dengan kondisi eksisting dan hasil analisis, Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang ditetapkan di Kabupaten Mandailing Natal adalah:

1. Kecamatan Siabu;

2. Kecamatan Panyabungan; 3. Kecamatan Kotanopan; 4. Kecamatan Natal.

D. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK)

Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa. Berdasarkan hasil analisis pusat pelayanan kabupaten, kecamatan yang merupakan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) di Kabupaten Mandailing Natal adalah:

(23)

Laporan Final Bab V - 23 4. Kecamatan Linggga Bayu;

5. Kecamatan Batahan.

E. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL)

Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.Berdasarkan hasil analisis pusat pelayanan kabupaten, kecamatan yang termasuk dalam Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) di Kabupaten Mandailing Natal adalah :

1. Kecamatan Panyabungan Utara; 2. Kecamatan Naga Juang;

3. Kecamatan Huta Bargot;

4. Kecamatan Panyabungan Timur; 5. Kecamatan Panyabungan Barat; 6. Kecamatan Panyabungan Selatan; 7. Kecamatan Tambangan;

8. Kecamatan Puncak Sorik Marapi; 9. Kecamatan Ulu Pungkut;

10. Kecamatan Pakantan; 11. Kecamatan Batang Natal; 12. Kecamatan Ranto Baek; 13. Kecamatan Sinunukan;

14. Kecamatan Muara Batang Gadis.

(24)

Laporan Final Bab V - 24 Tabel 5.5

Rencana Sistem Perkotaan Kabupaten Mandailing Natal

No Sistem 1 PKL Panyabungan Panyabungan  Pusat Pemerintahan

dan Perkantoran 2 PKL Siabu Siabu  PermukimanPerkotaan

 Sentra Produksi

3 PKL Kotanopan Kotanopan  Permukiman Perkotaan  Pengolahan hasil

5 PPK Bukit Malintang Malintang  Sentra Produksi Tanaman Pangan dan

Maga  Sentra Produksi tanaman hortikultura dan peternakan

 Pasar

7 PPK Muarasipongi Muarasipongi  Sentra Produksi tanaman hortikultura

(25)

Laporan Final Bab V - 25 dan peternakan  Sarana dan

Prasarana Olah Raga

Mompang  Sentra Produksi Tanaman Pangan dan

Longat  Sentra Produksi Tanaman Pangan,

Kayu Laut  Pengolahan hasil Hutan Produksi

(26)

Laporan Final Bab V - 26 16 PPL Tambangan Tambangan  Sentra Produksi

Perkebunan

Sibanggor  Sentra Produksi tanaman hortikultura dan peternakan

 Pasar

 Prasarana dan sarana Pariwisata 18 PPL Ulu Pungkut Hutagodang  Sentra Produksi

tanaman hortikultura

20 PPL Batang Natal Muarasoma  Sentra Produksi tanaman pangan dan peternakan

 Pasar

21 PPL Ranto Baek Manisak  Industri Pengolahan hasil perkebunan

Singkuang  Permukiman Perkotaan  Perdagangan dan Jasa

Sumber : RTRW Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011-2031

5.1.4.Rencana Struktur Ruang Terkait Bidang Cipta Karya

A. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Air Minum

(27)

Laporan Final Bab V - 27 diupayakan terlebih dahulu melalui pengolahan (water treatment plant) sebelum didistribusikan ke rumah-rumah.

Sumber air baku yang dimanfaatkan untuk kebutuhan pertanian dan air bersih masyarakat diperoleh dari beberapa sungai yang mengalir melintasi Kabupaten Mandailing Natal. Sungai yang dimanfaatkan untuk kebutuhan air baku dalam volume besar adalah sungai Batang Gadis, sungai Batahan, sungai Kunkun, sungai Parlampungan dan sungai Siulang-Aling.

Pemenuhan kebutuhan air bersih dalam bentuk jaringan masih melayani kawasan perkotaan di Kecamatan-Kecamatan Panyabungan, Panyabungan Selatan, Panyabungan Barat, Panyabungan Utara, dan Panyabungan Timur. Jaringan air bersih tersebut dilayani oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), sedangkan daerah-daerah lainnya masih menggunakan air tanah (sumur dangkal), dan air tanah dalam (sumur artesis) serta air permukaan seperti sungai.

Rencana pemenuhan kebutuhan air bersih di Kabupaten Mandailing Natal sampai dengan tahun 2031 meliputi :

1. Membangun sistem penyediaan air bersih di wilayah pesisir pantai maupun dataran tinggi sesuai dengan karakteristik geografis dan ketersedian sumber air baku;

2. Memperluas jaringan perpipaan air bersih di kawasan perkotaan.

Sistem penyediaan air bersih di Kabupaten Mandailing Natal diarahkan pada peningkatan pelayanan kebutuhan masyarakat (mencapai 161.731.284liter/hari) melalui: 1. Pengolahan air bersih untuk menghasilkan air minum yang aman bagi masyarakat,

dengan sistem pengolahan yang tergantung pada mutu air baku.

2. Pengembangan jaringan distribusi air bersih, terutama jaringan sekunder yang melayani hingga kawasan permukiman masyarakat.

3. Peningkatan kapasitas produksi sumber air bersih eksisting.

4. Pengembangan alternatif sumber air bersih baru untuk meningkat kapasitas pelayanan air bersih.

(28)

Laporan Final Bab V - 28 Struktur jaringan air bersih di Kabupaten Mandailing Natal secara umum akan dibagi atas jaringan primer, sekunder, dan tersier. Jaringan primer merupakan jaringan utama yang mendistribusikan air bersih ke jaringan sekunder, yang mana jaringan sekunder merupakan jaringan yang mendistribusikan air bersih ke kawasan-kawasan fungsional di Kabupaten Mandailing Natal, seperti kawasan permukiman, perdagangan dan jasa, wisata, dan lain-lain. Lebih lanjut di dalam masing-masing kawasan, pendistribusian air bersih dilakukan dengan menggunakan jaringan tersier. Sebagai alternatif, untuk menjamin meratanya distribusi air bersih, di masing-masing kawasan fungsional dapat diletakkan tandon, sebagai penampung sementara air bersih dari jaringan primer. Dengan mengatur tekanan pada tandon, distribusi air bersih diharapkan dapat merata ke seluruh masyarakat.

Secara garis besar ada beberapa kriteria yang digunakan dalam merencanakan sistem jaringan perpipaan untuk air bersih, diantaranya adalah :

1. Biaya instalasi yang terjangkau; 2. Menggunakan teknologi yang tepat; 3. Biaya perawatan yang rendah; 4. Sederhana, efektif dan efisien;

5. Komponen yang dibutuhkan ada dan mudah didapatkan.

Kebutuhan penyediaan air bersih di Kabupaten Mandailing Natal total sebesar 202 juta liter/hari atau 2.337 liter per detik pada tahun 2007 dengan kebutuhan air bersih terbesar terdapat di Kecamatan Panyabungan yang mencapai 415 Liter/detik dan Kecamatan Siabu sebesar 300 Liter/detik pada tahun 2027.

Kebutuhan air bersih tersebut tersebar ke seluruh kecamatan yang ada di Madina dan umumnya terkonsentrasi di pusat-pusat aktivitas masyarakat. Kebutuhan air bersih tersebut tidak dapat dilayani oleh IPA tunggal yang melayani seluruh kecamatan karena tersebarnya pusat-pusat permukiman dan aktivitas masyarakat yang tersebar dengan jarak yang cukup jauh.

(29)

Laporan Final Bab V - 29 1. Sistem Penyediaan Air PDAM dengan Sistem Perpipaan Distribusi Lintas Kec.

Dengan mempertimbangkan bahwa permukiman dan aktivitas masyarakat Kabupaten Mandailing Natal terkonsentrasi di Kecamatan Panyabungan, Panyabungan Selatan, Barat, Utara, dan Timur maka sistem penyediaan air untuk kelima kecamatan ini dapat disuplai oleh 2 IPA PDAM dengan kapasitas produksi total IPA sebesar 620 Liter/detik untuk menyuplai Panyambungan Utara, Barat dan Kota. Sedangkan untuk Kecamatan Panyabungan Selatan dan Timur disuplai oleh IPA dengan kapasitas produksi 135 Liter/detik. Lihat Tabel 5.6.

Tabel 5.6

Kapasitas Instalasi PDAM Untuk Melayani Lebih Dari Satu Kecamatan

No Kecamatan

Kapasitas Total Produksi IPA

(Liter/detik) 1 Kecamatan Panyabungan, Barat dan Utara 620 2 Kecamatan Panyabungan Timur dan Selatan 135 Sumber: RTRW Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011-2031

Sistem ini membutuhkan sistem distribusi perpipaan untuk menyalurkan air bersih dari IPA PDAM ke masing-masing kecamatan yang dilayani. Sumber air baku utama berasal dari air sungai. Sumber air baku lain yang dapat digunakan adalah air tanah, dan mata air.

2. Sistem Penyediaan Air Bersih untuk Ibukota Kecamatan (IKK)

Sistem penyediaan air bersih untuk Ibukota Kecamatan (IKK) yang hanya melayani satu kecamatan yang tidak dilayani Sistem Penyediaan Air PDAM Lintas Kecamatan. Sistem ini dapat menggunakan sumber air baku air sungai, air tanah, maupun mata air.

(30)

Laporan Final Bab V - 30 Tabel 5.7

Kapasitas Produksi IPA-IKK Setiap Kecamatan

No Kecamatan

Kapasitas Total ProduksiIPA-IKK

(Liter/detik)

1 Batahan 180

2 Batang Natal 125

3 Lingga Bayu 180

4 Kotanopan 165

5 Ulu Pungkut 35

6 Tambangan 130

7 Lembah Sorik Marapi 100

8 Muarasipongi 80

14 Natal 150

15 Muara Batang Gadis 85

16 Siabu 300

17 Bukit Malintang 100

Jumlah 2.385

Sumber: RTRW Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011-2031

Sumber air baku dapat diambil dari beberapa sumber berupa air permukaan (sungai, danau), mata air, air tanah.

3. Sistem Penyediaan Air Bersih Non PDAM dan Non IPA-IKK

Strategi pemenuhan kebutuhan kapasitas produksi IPA untuk setiap kecamatan yang tidak dapat dilayani oleh Instalasi PDAM maupun IPA-IKK akibat lokasi pelayanan yang jauh/tidak dapat dilayani jaringan distribusi PDAM maupun IPA-IKK, masih dari dapat dilayani dengan :

a. IPA Skala Pedesaan dengan IPA sederhana dan perpipaan dengan luasan terbatas. b. IPA Skala Pelayanan Pedesaan Non Pipa dengan pengolahan air sederhana.

Sumber air baku dapat diambil dari beberapa sumber berupa air permukaan (sungai, danau), mata air dan air tanah.

B. Rencana Sistem Jaringan Drainase

Prasarana drainase meliputi sistem pembuangan air hujan maupun pembuangan air limbah cair dari rumah tangga (domestik) dan sistem pengendalian banjir.

(31)

Laporan Final Bab V - 31 Pengembangan jaringan drainase dilakukan dengan memanfaatkan karakter topografi dan pola jaringan jalan sehingga pembuangan air dapat dialirkan secara cepat dan bebas gangguan air tergenang atau banjir dengan membagi beberapa jenis saluran penampung, saluran pengumpul serta saluran pembuang sekunder dan primer/utama dengan mempertimbangkan:

1. Saluran terbuka untuk memudahkan perawatan dan pembersihan;

2. Bentuk saluran trapesium, kecuali pada tempat tertentu dipasang dengan kemiringan slope yang sesuai agar tidak terjadi pengendapan dalam saluran.

Tujuan pengembangan Rencana Sistem Jaringan Drainase yang terdiri dari sistem jaringan makro (utama) dan jaringan mikro (lokal) dimaksudkan untuk menanggulangi dan mengurangi banjir serta genangan air yang melayani pada kawasan permukiman di perkotaan maupun perdesaan bagi pemanfaatan ruang untuk permukiman, jaringan transportasi, kawasan industri, jasa perkotaan, pertanian dan pariwisata.

Arahan Rencana Sistem Jaringan Drainase di Kabupaten Mandailing Natal adalah adalah sebagai berikut :

1. Sistem jaringan drainase makro diarahkan untuk melayani suatu kawasan perkotaan (dengan batas administratif kota) dan terintegrasi dengan sistem badan air regional antara lain sungai, danau dan laut sementara jaringan drainase mikro diarahkan dalam rangka melayani kawasan permukiman, yang merupakan bagian dari kawasan perkotaan.

2. Sistem jaringan drainase dikembangkan dengan prinsip menahan dan sebanyak mungkin meresapkan air hujan ke dalam tanah/onsite stormwater detention (OSD) melalui bangunan alam dan/atau buatan seperti sumur-sumur resapan, kolam tendon/retensi, polder, penataan lansekap dan lain-lain.

3. Penyediaan sumur-sumur resapan dan kolam retensi pada kawasan perkotaan dengan ruang terbuka hijau kurang dari 30%.

Sistem drainase dikembangkan pada pusat-pusat permukiman dengan memanfaatkan air permukaan terutama pada kawasan pusat kegiatan wilayah, kegiatan lokal dan pusat pelayanan kawasan, yaitu :

(32)

Laporan Final Bab V - 32 2. PKK Bukit Malintang, Lembah Sorik Marapi, Muara Sipongi, Linggga Bayu dan

Batahan.

3. PPL Panyabungan Utara, Naga Juang, Huta Bargot, Panyabungan Timur, Panyabungan Barat, Panyabungan Selatan,Tambangan, Puncak Sorik Marapi, Ulu Pungkut, Pakantan, Batang Natal, Ranto Baek,Sinunukan dan Muara Batang Gadis. C. Rencana Sistem Pengelolaan Persampahan

Secara umum, tingkat pelayanan sampah di Kabupaten Mandailing Natal masih sangat terbatas. Secara umum pengelolaan persampahan dapat digolongkan menjadi dua yakni :

1. Pengelolaan persampahan individual, yaitu masyarakat membuang sampahnya sendiri-sendiri dengan metode dan cara yang tersendiri;

2. Pengelolaan persampahan kolektif yang dikelola oleh Pemerintah Daerah.

Pada kawasan-kawasan perkotaan pembuangan sampah diarahkan secara kolektif dengan menyediakan tempat sampah umum berupa tempat pembuangan sementara (TPS) yang kemudian akan dibuang bersama pada lokasi yang ditentukan. Untuk menunjang sistem pembuangan sampah secara kolektif, perlu direncanakan sistem pengumpulan sampah. Jenis pengumpulan sampah terdiri dari :

1. Pengumpulan sampah rumah tangga (house hold / domestic waste); 2. Pengumpulan sampah pasar (market waste);

3. Pengumpulan sampah pertokoan dan jalan.

Proyeksi timbulan sampah didasarkan pada proyeksi jumlah penduduk hingga tahun 2027 dengan asumsi tingkat pelayanan persampahan mencapai 100%. Timbulan sampah perkapita diperkirakan sebesar 3 liter/orang/hari. Komposisi sampah domestik mencapai 80% dan sampah non domestik sebesar 20 %. Faktor kompaksi sampah sebesar 50 %.

(33)

Laporan Final Bab V - 33 Lokasi TPA yang tersedia saat ini hanya seluas 3 Ha di Desa Barbaran Jae Kecamatan Panyabungan Barat. Untuk itu dibutuhkan penambahan luas lahan untuk TPA sebesar 23 Ha yang tersebar di beberapa lokasi di Kabupaten Mandailing Natal. Masing-masing TPA memiliki area pelayanan seperti diperlihatkan pada gambar Konsep Pengelolaan Persampahan Kabupaten Mandailing Natal. Strategi ini digunakan untuk mengefisiensikan biaya transportasi dan penanganan sampah pada masing-masing area pelayanan karena kondisi topografi dan akses jalan yang tidak memungkinkan penggunaan sistem pelayanan persampahan dengan 1 TPA untuk seluruh Kabupaten Mandailing Natal.Selain TPA di Desa Barbaran Jae, direncanakan akan dibangun TPA Bintuas untuk melayani Kecamatan Natal dan TPA Simpang Tolang Jae untuk melayani Kecamatan Kotanopan, Tambangan, Lembak Sorik Marapi, Ulu Pungkut, dan Muarasipongi. Lihat Tabel 5.8.

Tabel 5.8

Kebutuhan Lahan TPA di Kabupaten Mandailing Natal Untuk Memenuhi Kebutuhan Sampai 2031

No TPA Luas

(Ha)

Luas TPA 2007

(Ha)

Kebutuhan Luas TPA Tambahan Hingga

Tahun 2031 (Ha)

1 Barbaran Jae 12.5 3 9.5

2 Bintuas 8 0 8

3 Simpang Tolang Jae 5.5 0 5.5

Total 26 3 23

Sumber: RTRW Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011-2031

Dalam jangka panjang, sistem pengelolaan sampah dengan cara dibakar tidak dapat lagi dilakukan dengan pertimbangan semakin berkembangnya penduduk. Cara seperti ini dapat dipertahankan hingga sistem pengelolaan yang mantap dapat diwujudkan.Sistem pengelolaan persampahan yang mantap dapat dilakukan dengan menyediakan angkutan sampah dari rumah-rumah ke tempat pembuangan sampah sementara (TPS), angkutan dari TPS ke tempat pembuangan akhir (TPA).

(34)

Laporan Final Bab V - 34 km dari permukiman, perlu dilakukan studi kelayakan atas rencana lokasi TPA di Kecamatan Panyabungan Barat, TPA Bintuas, dan TPA Simpang Tolang Jae.Sementara, sistem pengelolaan yang dapat dilakukan pada TPA tersebut, dapat berupa 1) incineration atau pembakaran habis, 2) komposting (sanitary landfill), baik secara tradisional maupun mekanik, dan 3) sistem daur ulang.

Rencana Sistem Jaringan Persampahan serta pengelolaannya di Kabupaten Mandailing Natal dimaksudkan untuk melayani jenis sampah rumah tangga, sampah sejenis rumah tangga dan sampah spesifik mencakup dari Tempat Penampungan Sementara (TPS), Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dan Tempat Pengolahan Akhir (TPA). Lihat Gambar 5.1dan Gambar 5.2.

Gambar 5.1

Rencana Pelayanan PersampahanKabupaten Mandailing Natal Sampai Tahun 2031

TPA 8 Ha

TPA 5,5 Ha TPA 12,5 Ha

(35)

Laporan Final Bab V - 35 Gambar 5.2

Rencana Sistem Pengangkutan Sampah

Dalam pengelolaan sistem jaringan persampahan, pada TPA masih menggunakan sistem open dumping atau controlled dumping diarahkan pada sistem sanitary landfill yang dilengkapi dengan sarana pengomposan dan pemanfaatan sampah menjadi bahan baku daur ulang. Proses ini dapat dinamakan Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu (IPST).Tujuan pengembangan pengelolaan jaringan persampahan dimaksudkan untuk :

1. Meningkatkan dan mempertahankan kualitas lingkungan permukiman perkotaan maupun pedesaan yang dapat berpengaruh langsung untuk memperbaiki dan meningkatkan kesehatan masyarakat.

2. Meningkatkan dan pengembangan pengelolaan lingkungan serta sumber daya alam terutama air dari kerusakan dan penurunan kualitasnya yang disebabkan oleh pencemaran dan menjadikan sampah sebagai sumber daya.

D. Rencana Sistem Pengelolaan Air Limbah

(36)

Laporan Final Bab V - 36 kembali dan pengolahan limbah dari kegiatan permukiman dan kegiatan industri dengan memperhatikan baku mutu limbah yang berlaku.

Sementara untuk limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) ditujukan untuk meminimalkan pencemaran udara, pencemaran tanah dan pencemaran sumber daya air serta meningkatkan kualitas lingkungan.

Sistem jaringan air limbah baik domestik maupun industri dan B3 meliputi sistem jaringan setempat dan sistem jaringan terpusat yang satu dengan lainnya yang saling terpisah. Sistem pengelolaan air limbah setempat dilengkapi dengan IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah).

Penyelenggaraan sistem pengelolaan air limbah di Kabupaten Mandailing Natal, dilakukan dengan:

1. Sistem pembuangan air limbah setempat secara individual terutama pada kawasan permukiman yang letaknya tersebar di kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan;

2. Sistem pembuangan air limbah perpipaan terpusat dilakukan secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat pada kawasan perkotaan yang padat kegiatan, kawasan industri; dan

3. Sistem pembuangan terpusat skala kecil pada kawasan permukiman padat perkotaan yang tidak terlayani sistem jaringan air limbah terpusat dan/atau komunal kota dalam bentuk Sistem Sanitasi Masyarakat (Sanimas).

Rencana sistem Jaringan Air Limbah di Kabupaten Mandailing Natal adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan industri yang berada di dalam kawasan industri, sistem pembuangan air limbah dilakukan dengan sistem terpusat, pengumpulannya dilakukan secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah secara terpusat. Sedangkan untuk industri yang berada di luar Kawasan Industri, maka pengolahan limbah dapat dilakukan dengan sistem setempat.

(37)

Laporan Final Bab V - 37 3. Pengelolaan dan pengolahan limbah domestik dan industri serta limbah B3 harus memperhatikan sarana dan prasarana air limbah yang sudah ada dan dilakukan berdasarkan kriteria teknis sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

4. Pengelolaan dan pengolahan air limbah dan limbah B3 dilakukan melalui kerja sama antar daerah, partisipasi masyarakat dan dunia usaha.

Khusus untuk pertambangan, air limbah yang dikeluarkan oleh kegiatan pertambangan terdiri dari dua kegiatan yaitu penambangan dan pemrosesan batuan bijih. Kualitas air limbah yang dihasilkan harus memenuhi kriteria air limbah sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 202 Tahun 2004 tentang Baku Muta Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Bijih Emas dan/atau Tembaga.

Dalam kegiatan penambangan diusahakan semaksimal mungkin menghindari terjadinya kontaminasi air larian dengan batuan tambang, sehingga air larian tersebut dapat mengalir ke perairan umum dengan terlebih dahulu dilakukan penyesuaian tingkat keasaman dan penurunan kekeruhan.

Dalam kegiatan pemrosesan batuan bijih, air limbah dikumpulkan dalam kolam pencucian untuk dilakukan detoksifikasi lanjut sebelum digunakan kembali untuk sarana dan prasarana pertambangan atau dibuang ke perairan umum. Detoksifikasi dilakukan untuk menguraikan Sianida yang terkandung di dalam air limbah.

5.2. ARAHAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

5.2.1.Visi

(38)

Laporan Final Bab V - 38 pertumbuhandan perkembangan yang terjadi melainkan juga sejauh mana Pemerintah mampumenciptakan kondisi masyarakat yang hidup dengan layak dan mampumeningkatkan taraf hidupnya secara berkesinambungan.

Visi Kabupaten Mandailing Natal 2016-2021 merupakan perwujudan dari visiBupati dan Wakil Bupati terpilih sebagai Bupati Kabupaten Mandailing Natal periode 2016– 2021. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) KabupatenMandailing Natal 2011-2016 merupakan penjabaran atau operasionalisasidaripada visi tersebut. Visi Kepala Daerah Terpilih adalah :

“MEWUJUDKAN MANDAILING NATAL YANG AGAMIS, CERDAS, SEHAT DAN SEJAHTERA”

Visi tersebut terkait dengan Visi Kabupaten Mandailing Natal dalamRPJP 2005 – 2025 yaitu :

“KABUPATEN MANDAILING NATAL SEBAGAI DAERAHAGROPOLITAN DAN

AGROWISATA YANG RELIGIUS, MAJU,MANDIRI DAN BERWAWASANLINGKUNGAN”

Oleh karena itu, untuk menciptakan keharmonisan dan sebagai perwujudan visipada RPJP Kabupaten Mandailing Natal 2005-2025 maka dilakukanpenerjemahan visi kampanye Kepala Daerah terpilih kedalam RPJMD KabupatenMandailing Natal 2021 sehingga dapat dirumuskan kerangkaVisi Kabupaten Mandailing Natal 2016-2021 adalah :

“TERWUJUDNYA MASYARAKAT MANDAILING NATAL YANG RELIGIUS, CERDAS, SEHAT, MAJU DAN SEJAHTERA”

Adapun penjelasan Visi adalah sebagai berikut :

a. Masyarakat yang Religius adalah terwujudnya kehidupan beragama yangmampu menjadi katalisator pembangunan dan kemajuan-kemajuan Kabupaten Mandailing Natal seimbang dengan kemajuan pada dimensi mental-spritual,keagamaan, kebudayaan dan non fisik agar masyarakat benar-benar sejahteralahir dan batin serta berakhlak mulia. Hal ini merupakan cita-cita untukmeningkatkan kepedulian sosial masyarakat sehingga mau bergotong royongmemerangi kemiskinan, pengangguran serta berperan serta dalampembangunan fasilitas umum.

(39)

Laporan Final Bab V - 39 antaraintelektual keilmuan, emosional dan spiritual serta meningkatnya kualitasaparatur pemerintah untuk mewujudkan good governance dan cleangovernance melalui optimalisasi kinerja Pemerintah Daerah yang efektif,terpadu dan berkesinambungan.

c. Sehat adalah terwujudnya kualitas Sumber Daya Manusia Mandailing Natalyang berbasis pada penciptaan masyarakat yang sehat jasmani dan rohaniyang didukung oleh lingkungan yang sehat dan tata ruang yang harmonissehingga mampu mengambil keputusan untuk mendorong gerakpembangunan yang terpadu, berjalan mantap dan berkesinambungan.

d. Maju adalah terwujudnya masyarakat Kabupaten Mandailing Natal yang memilikipenguasaan serta penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertaidengan kualitas mental yang mampu mendorong pengembangan sumbersumberdaya dan potensi pembangunan daerah secara menyeluruh sesuaiperkembangan global, nasional dan regional serta mampu mendorongpeningkatan perekonomian yang berdaya saing tinggi dengan yang berbasispada simpul-simpul ekonomi rakyat terutama sektor pertanian, industri,perdagangan dan jasa, lembaga keuangan dan koperasi, serta pariwisatayang didukung oleh infrastruktur fisik dan non fisik yang memadai. e. Sejahtera adalah semakin meningkatnya kualitas kehidupan yang layak

danbermartabat serta memiliki derajat kesehatan baik jasmani maupun rohaniyang baik dengan adanya perhatian utama pada tercukupinya kebutuhandasar pokok manusia, seperti pangan, papan, sandang, kesehatan, pendidikandan lapangan kerja yang didukung oleh infrastruktur fisik, sosial budayaekonomi yang memadai. Peningkatan kualitas kehidupan ini akan lebihdifokuskan pada upaya pengentasan masyarakat miskin sehingga secarasimultan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan,serta adanya iklim berusaha dan berkegiatan yang sehat untuk kelompok-kelompok masyarakat lainnya.

5.2.2.Misi

(40)

Laporan Final Bab V - 40 dan gerak dalam mencapai visi dan memperhatikan misikampanye Kepala Daerah terpilih. Adapun misi untuk mewujudkan visi tersebutadalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama; b. Meningkatkan akses pendidikan yang berkualitas;

c. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan pelayanan sosial;

d. Meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi, hukum, politikpembangunan dan pemerintahan;

e. Memberdayakan masyarakat dengan kearifan lokal;

f. Menyediakan lapangan kerja dan lapangan usaha yang didukung SDM denganketerampilan berbasis karakteristik daerah dan pemerataan kesejahteraan. 5.2.3.Tujuan

Tujuan pada bagian ini pada dasarnya merupakan penterjemahan visidalam bentuk tujuan besar (strategic goals) atau agenda yang dapat memberikanfokus pada assessment dan perumusan strategi, arah kebijakan dan program.Penyusunan tujuan besar ini dilakukan dengan berdasar pada kajian tentangimplikasi kebijakan umum pembangunan dan kajian issu strategis pembangunan.Dengan kata lain perumusan tujuan dilakukan dengan mengacu pada Visi dan MisiPembangunan Daerah, issu-issu pembangunan strategis serta hasil kajian yangtelah dilakukan pada langkah sebelumnya. Adapun tujuan pembangunan daerahKabupaten Mandailing Natal yaitu : a. Penataan Kehidupan yang Religius dan Berbudaya Luhur;

b. Peningkatan akses dan kualitas pendidikan;

c. Peningkatan derajat dan kualitas kesehatan masyarakat dan lingkungan; d. Penciptaan tata kelola pemerintahan yang baik;

e. Meningkatkan pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat. 5.2.4.Sasaran

Sesuai dengan tujuan besar di atas maka selanjutnya ditetapkan sasaranutama pembangunan daerah Kabupaten Mandailing Natal yaitu :

a. Meningkatnya kualitas kehidupan beragama;

b. Meningkatnya akses terhadap pendidikan yang berkualitas;

(41)

Laporan Final Bab V - 41 d. Meningkatnya akses masyarakat terhadap informasi, hukum, politik,pembangunan, pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat dengankearipan lokal;

e. Tersedianya lapangan kerja dan lapangan usaha yang didukung sumber dayaalam yang lestari dan sumber daya masyarakat yang memiliki keterampilanberbasis karakteristik daerah dan pemerataan kesejahteraan.

Untuk setiap tujuan besar (agenda) yang dicanangkan maka selanjutnyaditetapkan sasaran rinci pembangunan daerah Kabupaten Mandailing Natalsebagai berikut :

Agenda 1 : Penataan kehidupan yang religius dan berbudaya luhur.

Sasaran :

a. Tercapainya peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan keagamaan;

b. Meningkatnya peran dan fungsi surau, mesjid, dan MDA sebagai pusatkegiatan belajar, penumbuhan kreatifitas, pengembangan produktifitas danpenananam nilai-nilai agama dan budaya semenjak usia dini;

c. Tercapainya penurunan penyakit masyarakat dan kriminalitas. Agenda 2 : Peningkatan akses dan kualitas pendidikan

Sasaran :

a. Tercapainya wajib belajar 12 tahun dan peningkatan indeks pendidikanpenduduk dengan rata-rata lama bersekolah 9 tahun;

b. Terlaksananya kebijakan pendidikan gratis sampai tingkatSLTA Negeri dansubsidi dana pendidikan bagi siswa sekolah swasta dari keluarga kurangmampu;

c. Tercapainya SPM bidang pendidikan;

(42)

Laporan Final Bab V - 42 Agenda 3 : Peningkatan derajat dan kualitas kesehatan masyarakatdan

lingkungan

Sasaran :

a. Tercapainya SPM Bidang Kesehatan sesuai dengan standar yang berlakusecara nasional;

b. Meningkatnya angka harapan hidup masyarakat;

c. Menurunnya angka kematian bayi dan tingkat kematian ibu melahirkan; d. Menurunnya tingkat penderita penyakit menular khususnya penyakit malaria. Agenda 4 : Terwujudnya Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

Sasaran :

a. Tertib administrasi dan tatalaksana kepemerintahan; b. Tertib Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah;

c. Meningkatnya kepuasan masyarakat tehadap pelayanan publik dan pelayananpemerintahan;

d. Tercapainya standard ISO untuk bidang pelayanan publik dan produknya; e. Meningkatnya Partisipasi masyarakat dalam setiap proses pembangunan; f. Meningkatnya Transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Agenda 5 : Meningkatnya pendapatan dan tingkat kesejahteraanmasyarakat

Sasaran :

a. Meningkanya pertumbuhan ekonomi; b. Menurunnya angka kemiskinan;

c. Meningkatnya rumah tangga yang terlayani jaringan air bersih dan listrik; d. Wilayah bebas daerah terisolir;

e. Optimalisasi potensi dan sumber daya ekonomi di berbagai sektor; f. Penurunan tingkat pengangguran terbuka;

Gambar

Tabel 5.2 Rencana Kawasan Strategis Sosial dan Budaya di Kabupaten Mandailing Natal
Tabel 5.3
Tabel 5.6 Kapasitas Instalasi PDAM Untuk Melayani Lebih Dari Satu Kecamatan
Tabel 5.7
+4

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu strategi pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan ranah afektif yang berkaitan dengan sikap dan nilai pada materi indahnya asmaul husna di RA

dapatkan dari raja negeri seberang itu!” ujar Si Lemang dengan semangat. “Apa memangnya yang telah kamu dapatkan dari sana?”

RA NU Ibtidaul Falah Desa Samirejo, merupakan salah satu lembaga pendidikan Raudlotul Athfal yang berbasis Islam modern yang peneliti pilih karena terdapat

Lengan robot didesain agar dapat mengikuti gerak sesuai dengan gerakan yang dilakukan oleh gerakan lengan manusia, input pengontrol dibuat dengan potensiometer untuk

kalau saya gunakan untuk beli barang tersebut uang itu habis saya ndak bisa mbayar yang minimumnya, paling nggak lebih banyak sedikit lab saya bayar seperti.

Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Sriwijaya dan

Berbagai penelitian, terutama yang dilakukan oleh orang-orang Barat, menunjukan betapa tabu-tabu (pantangan-pantangan) hampir selalu muncul dalam berbagai aktifitas

tinggi yang membutuhkan modulasi dan kontrol keterampilan yang lebih rutin atau mendasar. Pemecahan masalah dalam bagian metode belajar adalah cara mengajar yang