• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep IPS beberapa Negara menurut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Konsep IPS beberapa Negara menurut"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Konsep IPS beberapa Negara

KONSEP IPS

A. Sejarah Pendidikan IPS

Pertama kali Social Studies dimasukkan secara resmi ke dalam kurikulum sekolah adalah di Rugby (Inggris) pada tahun 1827, atau sekitar setengah abad setelah Revolusi Industri (abad 18), yang ditandai dengan perubahan penggunaan tenaga manusia menjadi tenaga mesin. Alasan dimasukannya social studies (IPS) ke dalam kurikulum sekolah karena berbagai ekses akibat industrialisasi di berbagai negara di belahan dunia juga terjadi, di antaranya perubahan perilaku manusia akibat berbagai kemajuan dan ketercukupan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendorong industrialisasi telah menjadikan bangsa semakin maju dan modern, tetapi juga menimbulkan dampak perilaku sosial yang kompleks. Para ahli ilmu sosial dan pendidikan mengantisipasi berbagai kemungkinan ekses negatif yang mungkin timbul di masyarakat akibat dampak kemajuan tersebut. Sehingga untuk mengatasi berbagai masalah sosial di lingkungan masyarakat tidak hanya dibutuhkan kemajuan ilmu dan pengetahuan secara disipliner, tetapi juga dapat dilakukan melalui pendekatan program pendidikan formal di tingkat sekolah.

Program pendidikan antar disiplin (interdiscipline) di tingkat sekolah merupakan salah satu pendekatan yang dianggap lebih efektif dalam rangka membentuk perilaku sosial siswa ke arah yang diharapkan. Bahkan program pendidikan ini di samping sebagai bentuk internalisasi dan transformasi pengetahuan juga dapat digunakan sebagai upaya mempersiapkan sumberdaya manusia yang siap menghadapi berbagai tantangan dan problematika yang makin komplek di masa datang.

Oleh karenanya latar belakang perlu dimasukkannya Social studies dalam kurikulum sekolah di beberapa negara lain juga memiliki sejarah dan alasan yang berbeda-beda. Amerika Serikat berbeda dengan di Inggris karena situasi dan kondisi yang menyebabkannya juga berbeda. Penduduk Amerika Serikat terdiri dari berbagai macam ras di antaranya ras Indian yang merupakan penduduk asli, ras kulit putih yang datang dari Eropa dan ras Negro yang didatangkan dari Afrika untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan negara tersebut.

(2)

Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia juga hampir sama dengan di beberapa negara lain, di antaranya situasi kacau dan pertentangan politik bangsa, kondisi keragaman budaya bangsa (multikultur) yang sangat rentan terjadinya konflik. Sehingga, sebagai akibat konflik dan situasi nasional bangsa yang tidak stabil, terlebih adanya pemberontakan G30S/PKI dan berbagai masalah nasional lainnya di pandang perlu memasukan program pendidikan sebagai propaganda dan penanaman nilai-nilai sosial budaya masyarakat, berbangsa dan bernegara ke dalam kurikulum sekolah. Oleh karenanya, dalam beberapa pertemuan ilmiah dibahas Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) sebagai program pendidikan tingkat sekolah di Indonesia, dan pertama kali muncul dalam Seminar Nasional tentangCivic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo Jawa Tengah. Dalam laporan seminar tersebut, muncul 3 istilah dan digunakan secara bertukar pakai, yaitu :

1. Pengetahuan Sosial 2. Studi Sosial

3. Ilmu Pengetahuan Sosial

Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dunia persekolahan di Indonesia pada tahun 1972-1973 yang diujicobakan dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PSSP) IKIP Bandung. Kemudian secara resmi dalam kurikulum 1975 program pendidikan tentang masalah sosial dipandang tidak cukup diajarkan melalui pelajaran sejarah dan geografi saja, maka dilakukan reduksi mata pelajaran di tingkat SD-SMA untuk beberapa mata pelajaran ilmu sosial yang serumpun digabung ke dalam mata pelajaran IPS. Oleh karena itu, pemberlakuan istilah IPS (social studies) dalam kurikulum 1975 tersebut, dapat dikatakan sebagai kelahiran IPS secara resmi di Indonesia.

Sejak pemerintahan Orde Baru keadaan tenang, pemerintah melancarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan. Kelima masalah tersebut antara lain:

1. Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan

belajar.

2. Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan

3. Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan

kebutuhan pembangunan.

4. Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya

dan dana.

5. Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif

bagi kepentingan pembangunan nasional.

(3)

materi ilmu-ilmu sosial dan humaniora ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia disajikan dalam mata pelajaran dan bidang studi/ jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) secara resmi pada kurikulum 1975. Kurikulum ini merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.

Isi pendidikan IPS diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Kurikulum pendidikan 1975 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut :

1. Berorientasi pada tujuan

2. Menganut pendekatan integratif

3. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.

4. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan

Prosedur

5. Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).

6. Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada

stimulus respon dan latihan.

Konsep pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi terhadap kurikulum 1975 yang menampilkan empat profil, yaitu :

1. Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Kewargaan Negara sebagai

bentuk pendidikan IPS khusus. 2. Pendidikan IPS terpadu untuk SD

3. Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS

sebagai konsep peyung untuk sejarah, geografi dan ekonomi koperasi. 4. Pendidikan IPS terisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah,

ekonomi dan geografi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG, dan IPS (ekonomi dan sejarah) untuk SMEA /SMK..

Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam Kurikulum 1984 yang secara konseptual merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 khususnya dalam aktualisasi materi, seperti masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) sebagai materi pokok PMP. DalamKurikulum 1984, PPKn merupakan mata pelajaran sosial khusus yang wajib diikuti semua siswa di SD, SMP dan SMU. Sedangkan mata pelajaran IPS diwujudkan dalam :

1. Pendidikan IPS terpadu di SD kelas I-VI.

2. Pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup geografi, sejarah

dan ekonomi koperasi.

3. Pendidikan IPS terpisah di SMU yang meliputi Sejarah Nasional dan

Sejarah Umum di kelas I-II; Ekonomi dan Geografi di kelas I-II; Sejarah Budaya di kelas III program IPS.

(4)

1993, Konvensi Pendidikan kedua di Medan tahun 1992. Salah satu materi yang selalu menjadi agenda pembahasan ialah mengenai konsep PIPS.

Dalam pertemuan Ujung Pandang, M. Numan Soemantri, pakar dan ketua HISPISI menegaskan adanya dua versi PIPS sebagaimana dirumuskan dalam pertemuan di Yogyakarta, yaitu :

a. Versi PIPS untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. PIPS adalah penyederhanaan, adaptasi dari disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang duorganisir dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.

b. Versi PIPS untuk Jurusan Pendidikan IPS-IKIP. PIPS adalah seleksi dari disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.

PIPS untuk tingkat perguruan tinggi pendidikan Guru IPS (eks IKIP, FKIP, STKIP),direkonseptualisasikan sebagai pendidikan disiplin ilmu, sehingga menjadi Pendidikan Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial, seperti pendidikan Geografi, Pendidikan Ekonomi, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan sosiologi, Pendidikan Sejarah dsb).

Bentuk keseriusan ahli pendidikan dan ahli ilmu-ilmu sosial khususnya mereka yang memiliki komitmen terhadap social studies atau pendidikan IPS sebagai program pendidikan di tingkat sekolah, maka mereka berusaha untuk memasukkan ilmu-ilmu sosial ke dalam kurikulum sekolah lebih jelas lagi. Namun karena tidak mungkin semua disiplin ilmu sosial diajarkan di tingkat sekolah, maka kurikulum ilmu sosial itu disajikan secara terintegrasi atau interdisipliner ke dalam kurikulum IPS (social studies). Jadi untuk program pendidikan ilmu-ilmu sosial di tingkat pendidikan dasar dan menengah harus sudah mulai di ajarkan. Program pendidikan dasar di SD dan SMP penyajiannya secara terpadu penuh, sementara itu untuk pembelajaran IPS di tingkat SMA/MA dan SMEA penyajiannya bisa dilakukan secara terpisah antar cabang ilmu-ilmu sosial, tetapi tetap memperhatikan keterhubungannya antara ilmu sosial yang satu dengan ilmu sosial lainnya, terutama dalam rumpun jurusan IPS di SMA dan juga di SMEA. Sementara itu, pada tingkat perguruan tinggi pendidikan ilmu-ilmu sosial disajikan secara terpisah atau fakultatif, seperti FE, FH, FISIP dsb. Namun untuk pendidikan IPS di FKIP/IKIP/STKIP yang mempersiapkan calon guru atau mendidik calon guru di tingkat sekolah, maka pendidikan IPS di berikan secara interdisipliner dan juga secara disipliner. Secara interdisipliner karena ilmu yang diperoleh nantinya untuk program pembelajaran untuk usia anak sekolah, dan secara disipliner karena sebagai guru juga harus menguasai ilmu yang diajarkan.

Bertitik tolak dari pemikiran mengenai kedudukan konseptual Pendidikan IPS, dapat diidentifikasi sekolah objek telaah dari system pendidikan IPS, yaitu :

(5)

2. Karakteristik potensi dan perilaku belajar mahasiswa FPIPS-IKIP atau

JPIPS-STKIP/FKIP.

3. Kurikulum dan bahan belajar IPS SD, SLTP dan SMU.

4. Disiplin ilmu-ilmu sosial, humaniora dan disiplin lain yang relevan.

5. Teori, prinsip, strategi, media serta evaluasi pembelajaran IPS.

6. Masalah-masalah sosial, ilmu pengetahuan dan teknilogi yang

berdampak sosial.

7. Norma agama yang melandasi dan memperkuat profesionalisme.

Kurikulum 1994 dilaksanakan secara bertahap mulai ajaran 1994-1995 merupakan pembenahan atas pelaksanaan kurikulum 1984 setelah memperhatikan tuntutan perkembangan dan keadaan masyarakat saat itu, khususnya yang menyangkut perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni, kebutuhan pembangunan dan gencarnya arus globalisasi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum 1984 itu sendiri. Upaya pembaharuan kurikulum pendidikan nampak saat diadakannya serangkaian Rapat Kerja Nasional Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan dari tahun 1986 sampai 1989.

Pembenahan kurikulum ini juga didorong oleh amanat GBHN 1988 yang intinya; 1) perlunya diteruskan upaya peningkatan mutu pendidikan di berbagai jenis dan jenjang pendidikan, 2) perlunya persiapan perluasan wajib belajar pendidikan dasar dari enam tahun menjadi sembilan tahun, dan 3) perlunya segera dilahirkan undang-undang yang mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional.

(6)

Mempelajari Konsep dasar IPS berisi tentang konsep, hakikat, dan karakteristik pendidikan IPS. Dengan mempelajari materi Konsep dasar IPS ini, diharapkan dapat menjelaskan konsep-konsep IPS yang berpengaruh terhadap kehidupan masa kini dan masa yang akan datang secara kritis dan kreatif. Pembahasan materi ini menerapkan pendekatan antar disiplin yang mengintegrasikan ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Adapun media yang digunakan adalah bahan ajar cetak dan non cetak (web).

Sebagai guru/calon guru hendaknya menguasai materi IPS sebagai program pendidikan. Untuk membantu menguasai materi tersebut maka dalam Konsep Pendidikan IPS, disajikan pembahasan hal-hal pokok dan latihan sebagai berikut :

1. konsep pendidikan IPS 2. hakikat pendidikan IPS 3. karakteristik pendidikan IPS

B. Perbedaan Pendidikan IPS

Perbedaan Pendidikan Indonesia dengan Negara lain Negara yang sudah mengembangkan keterampilan dalam pendidikan IPS

1. Perbedaan pendidikan IPS Indonesia dengan Amerika Serikat

Pada awalnya penduduk Amerika Serikat yang multi ras itu tidak menimbulkan masalah. Baru setelah berlangsung perang saudara antara utara dan selatan atau yang dikenal dengan Perang Budak yang berlangsung tahun l861-1865 di mana pada saat itu Amerika Serikat siap untuk menjadi kekuatan dunia, mulai terasa adanya kesulitan, karena penduduk yang multi ras tersebut merasa sulit untuk menjadi satu bangsa.

Selain itu juga adanya perbedaan sosial ekonomi yang sangat tajam. Para pakar kemasyarakatan dan pendidikan berusaha keras untuk menjadikan penduduk yang multi ras tersebut menjadi merasa satu bangsa yaitu bangsa Amerika. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan memasukkan social studies ke dalam kurikulum sekolah di negara bagian Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dilakukan penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah Komisi Nasional dariThe National Education Association memberikan rekomendasi tentang perlunya social studiesdimasukkan ke dalam kurikulum semua sekolah dasar dan sekolah menengah di Amerika Serikat. Adapun wujud social studies ketika lahir merupakan semacam ramuan dari mata pelajaran sejarah, geografi dan civics.

(7)

generasi muda, istilah IPS (social studies) ini kemudian mulai digunakan oleh beberapa negara bagian di Inggris dan Amerika untuk mengembangkan program pendidikan ilmu-ilmu sosial di tingkat sekolah. Pengertian ini juga dipakai sebagai dasar dalam dokumen ”Statement of the Chairman of Commitee on Social studies” yang dikeluarkan olehcomittee on Social Studies (CSS) tahun 1913. Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa social studies sebagai specific field to utilization of social sciences data as a force in the improvement of human welfare (bidang khusus dalam pemanfaatan data ilmu-ilmu sosial sebagai tenaga dalam memperbaiki kesejahteraan umat manusia).

Sebagai upaya melestarikan program pendidikan IPS dalam kurikulum sekolah, maka beberapa kelompok pakar yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan ilmu-ilmu sosial di tingkat sekolah mengembangkan usahanya agar social studies bisa diaplikasikan untuk program pendidikan di tingkat sekolah dengan membentuk organisasi profesi social studies. Kemudian pada tahun 1921, berdirilah ”National Council for the Social Studies” (NCSS), sebuah organisasi profesional yang secara khusus membina dan mengembangkan social studies pada tingkat pendidikan dasar dan menengah serta keterkaitannya dengan disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu pendidikan sebagai program pendidikan syntectic.

Pada waktu berdirinya NCSS hanya bertugas sebagai organisasi yang akan memaksimalkan hasil-hasil pendidikan bagi tujuan kewarganegaraan yang sudah dicapai oleh CSS sebelumnya. Sehingga baru setelah 14 tahun kemudian NCSS mengeluarkan karya berbasis intelektual-keilmuan. Dalam perkembangannya banyak naskah dan penelitian tentang social studies, yang mengharapkan perlunya perhatian terhadap pendidikan anak tentang social studies, dengan harapan dapat membantu anak didik menjadi warga negara yang baik. Pada pertemuan pertama tahun 1935, lahirlah kesepakatan yang dikeluarkan NCSS dengan menegaskan bahwa “Social sciences as the core of the curriculum”(kurikulum IPS bersumber dari ilmu-ilmu sosial).

Pada perkembangan selanjutnya, terutama setelah berdirinya NCSS, pengertian social studiesyang paling berpengaruh hingga akhir abad 20 adalah definisi yang dikemukakan oleh Edgar Wesley pada tahun 1937. Wesley menyatakan bahwa “the social studies are the social sciences simplified for pedagogical purposes”. Definisi ini menjadi lebih populer saat itu karena kemudian dijadikan definisi “resmi” social studies oleh “the united states of education’s standard terminology for curriculum and instruction” hingga NCSS mengeluarkan definisi resmi yang membawa social studies sebagai kajian yang terintegrasi, dan mencakup disiplin ilmu yang semakin luas.

Sehingga pada tahun 1993 NCSS merumuskan social studies sebagai berikut:

(8)

religion, and sosiology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citiziens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.

Jerman

Sebenarnya banyak sekali perbedaan antara pendidikan di Jerman dengan Indonesia. Dari sisi sistem saja, pendidikan itu sudah berbeda. Di Jerman, jenjang pendidikan Pra Perguruan Tinggi itu hanya ada 2 macam, yaitu pendidikan dasar (Grundschule) dan pendidikan lanjutan (Gymnasium, Realschule, atau Berufschule). Kalau di Indonesia, pendidikan Pra Perguruan Tinggi ada 3 macam, yaitu SD-SMP-SMA. Dari sisi waktu juga berbeda, di Indonesia memerlukan waktu 12 tahun (normal) sebelum ke jenjang Perguruan Tinggi, sedangkan di Jerman butuh waktu 13 tahun.

Yang ingin saya bahas bukan masalah “teknis” pendidikan seperti di atas. Saya tertarik dengan tulisan I Made Wiryana dalam sebuah milis tentang pendidikan di Jerman. Dia menuliskan bahwa konsep pendidikan di Jerman adalah cenderung pemerataan hak mendapatkan pendidikan. Ini berlaku untuk orang asing atau orang Jerman yang tinggal di Jerman. Artinya secara konsep yang diutamakan adalah pemerataan pendidikan daripada pencapaian puncak-puncak hasil pendidikan.

Dia memberikan contoh bahwa ketika hasil PISA rendah, seluruh Jerman panik. Akan tetapi, ketika ada anak-anak Jerman yang dapat hadiah “the best xxxx dalam lomba sains”, orang menganggap hal itu biasa saja. Hal ini terbalik dengan Indonesia yang sangat bangga terhadap prestasi anak bangsa yang mengharumkan nama Indonesia di dunia.

Contoh lain adalah jika karier anda sebagai orang lembaga pendidikan ingin maju di Jerman, anda harus pindah ke kampus-kampus kecil (di kota kecil). Beliau menjelaskan bahwa prinsip ini membuat pemerataan kualitas pendidikan terjadi secara alami. Dan lagi-lagi, ini berbeda dengan Indonesia. Orang Indonesia cenderung memiliki kebiasaan “pintar kumpul dengan pintar” dan “kaya kumpul dengan kaya”.

Melihat kondisi di atas, membuat saya tersenyum. Saya yakin kualitas pendidikan Indonesia bisa meningkat drastis. Syarat utama hanya 2 macam, pemeratan pendidikan dan penghargaan terhadap prestasi pendidikan. Itu saja. Bila kedua syarat terpenuhi, saya yakin semakin banyak anak-anak Indonesia yang berprestasi pada ajang internasional dan semua anak-anak Indonesia bisa masuk ke bangku sekolah.

2. Perbedaan Pendidikan IPS Indonesia dengan Inggris

(9)

siswa: menjadi warga negara yang baik, dalam arti mengetahui dan menjalankan hak-hak dan kewajibannya;

dapat hidup bermasyarakat secara seimbang, dalam arti memperhatikan kepentingan pribadi dan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, para siswa tidak perlu harus menunggu kuliah atau belajar Ilmu-ilmu Sosial di perguruan tinggi, tetapi sebenarnya mereka sudah mendapat bekal pelajaran social studies di sekolah dasar dan menengah.

Pertimbangan lain dimasukkannya social studies ke dalam kurikulum sekolah adalah karena kebutuhan siswa sekolah, di mana kemampuan siswa sangat menentukan dalam pemilihan program pendidikan lanjut dan pengorganisasian materi social studies.

Agar materi pelajaran social studies lebih menarik dan lebih mudah dicerna oleh siswa sekolah dasar dan menengah, bahan-bahannya diambil dari kehidupan nyata di lingkungan masyarakat. Bahan atau materi yang diambil dari pengalaman pribadi, teman-teman sebaya, serta lingkungan alam, dan masyarakat sekitarnya. Hal ini akan lebih mudah dipahami karena mempunyai makna lebih besar bagi para siswa dari pada bahan pengajaran yang abstrak dan rumit dari Ilmu-ilmu Sosial.

3. Perbedaan Pendidikan IPS Indonesia dengan Curriculum New Zealand Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam IPS di New Zealand menekankan pada penguasaan disiplin ilmu sosial (Sejarah, geografi, ilmu politik, civics, ekonomi) juga mengembangkan delapan ketrampilan penting (essensial skills) yang juga diajarkan pada semua mata pelajaran dan pada semua jenjang pendidikan di New Zealand, meliputi :

a. komunikasi

b. kemampuan dalam matematika c. informasi

d. pemecahan masalah

e. manajemen diri dan kompetitif f. sosial dan koperasi

g. phisik

h. pekerjaan dan studi

Kedelapan kemampuan esensial (essential skills) tersebut diramu dalam proses belajar PIPS melalui inkuiri, penggalian nilai (values exploration), dan pengambilan keputusan sosial (social decision making).

(10)

pembentukan kurikulum sekolah di Kanada dari jenjang Kidergarten, Elementery level, middle level sampai secondary level.

Terdapat dua komponen penting dalam core curicullum yaitu Required Areas of Study danCommon Essential Learning. Pengembangan core curicullum menjadi Required Areas of Studymenjadi tujuh yaitu : language Art, Mathematics, Science, Social studies, Health

education, art education dan physical

education. Pengembangan Common essential learning (CELS) atau kompetensi yag harus dikembangkan terus menerus dan oleh semua mata pelajaran, yang meliputi enam kemampuan, yaitu komunikasi (communication), kemampuan dalam matematika (numeracy), berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking), melek teknologi (technology literacy), nilai dan keterampilan personal dan sosial (personal and social values and skills), belajar mandiri (independent learning).

a. Komunikasi (communication), difokuskan pada meningkatkan

pemahaman siswa terhadap bahasa yang digunakan di dalam setiap bidang studi.

b. Kemampuan dalam matematika (numeracy), melibatkan dan membantu

siswa mengembangkan tingkatan kompetensi yang akan mendorong mereka untuk menggunakan konsep matematika di dalam kehidupan sehari-hari.

c. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking), dimaksudkan

untuk membantu para siswa mengembangkan kemampuan untuk menciptakan dan dengan kritis mengevaluasi gagasan, proses, pengalaman, dan object berhubungan dengan area masing-masing bidang studi.

d. Melek teknologi (technology literacy), membantu siswa mengapresiasi

bahwa system teknologi merupakan integral dalam system social dan tidak bisa dipisahkan dari budaya di dalamnya yang mereka bentuk.

e. Nilai dan keterampilan personal dan sosial (personal and social values

and skills berhadapan dengan pribadi, moral, sosial, dan aspek budaya dari tiap sekolah dan mempunyai sasaran utama mengembangkan warga negara yang penuh cinta kasih dan bertanggung jawab, yang memahami dasar pemikiran (rasional) untuk pengakuan moral.

f. Belajar mandiri (independent learning), melibatkan siswa pada upaya

untuk menciptakan peluang/kesempatan dan pengalaman yang diperlukan siswa untuk menjadi mampu (capable), percaya diri, motivasi diri, dan pembelajar sepanjang hayat yang melihat belajar sebagai kegiatan pemberdayaan potensi diri dan sosial paling berharga.

Dalam kurikulum Kanada, Social Studies merupakan salah satu dari tujuh mata pelajaran yang harus diajarkan di sekolah mulai dari TK sampai SMA (Required Areas of Study). Dimana dalam social studies ini pun harus dikembangkan keamampuan siswa untuk berkomunikasi, matematika, berpikir kritis dan kreatif, melek teknologi, nilai dan keterampilan personal dan sosial, dan belajar mandiri sebagai Common essential learning (CELS).

(11)

kesanggupan dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk menjaga kelangsungan hidup dan pengembangan dirinya. Kemampuan mencakup daya pikir, daya kalbu, daya raga. Kesanggupan sangat dipengaruhi oleh kepentingan yaitu sesuatu yang dianggap penting oleh siapa dalam bentuk apa. Keterampilan adalah kecepatan, kecekatan, dan ketepatan orang yang terampil mengerjakan sesuatu adalah orang cepat, cekat, dan tepat dalam mengerjakan sesuatu.

Tujuan pendidikan Kecakapan hidup adalah untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan nilai-nilai kehidupan nyata, baik nilai yang bersifat preservatif maupun progresif. Tegasnya tujuan pendidikan kecakapan hidup adalah mempersiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan untuk menjaga dan mengembangkan dirinya. Lebih spesifiknya, pendidikan kecakapan hidup dna kelangsungan hidup memberdayakan aset kualitas batiniyah, sikap dan perbuatan lahiriyah peserta didik melalui pengenalan nilai (logos), penghayatan nilai (etos), dan penerapan nilai (patos) sehingga dapat digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup dan memberi bekal dasar dan latihan-latihan yang dilakukan secara benar mengenai kehidupan sehari-hari yang dapat memapukan peserta didik untuk berfungsi menghadapi masa depan yang penuh persaingan dan kolaborasi sekaligus; dan memfasilitasi peserta didik dalam memecahkan permasalahan hidup yang dihadapi sehari-hari atau yang akan dihadapi , misal menjaga kesehatan mental dan fisikm mencari nafkah, dan memilih serta mengembangkan karir.

B. Kurikulum IPS Berbasis Kompetensi

Secara teoritis atau konseptual, kurikulum berdasarkan kompetensi masuk ke dalam kelompok yang dinamakan ”outcomes-based curriculum” (Olivia, 1997:521). Dalam bentuknya yang masih awal, Olia (1997:512) mengemukakan bahwa perkembangan ide kurikulum berbasis kompetensi ”outcomes-based” dapat ditelusuri sejauh pertengahan abad ke XIX (sembilan belas) oleh seorang pendidik terkenal Herbert Spencer. Perkembangan ide kurikulum berbasis ”outcomess” di Amerika Serikat dapat dikatakan pada awal abad ke-XX yaitu tahun 1918 atau menurut Tuxworth (Burke, 1995:10) pada tahu 1920-an. Pemikiran itu kemudian diikuti oleh Ralph Tyler tahun 1950 yang mengembangkan proyek kurikulum yang bertahap nasional dan menjadi terkenal dengan nama ”mastery learning and competency based” oleh Benjamin Bloom.

(12)

Kata kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang harus dikuasai seorang peserta didik. Becker (1977) dan Gordon (1988) mengemukakan bahwa kompetensi meliputi ”pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, sikap, dan minat”. Dalam pengertian yang lebih konseptual McAsham (1981) merumuskan kompetensi sebagai berikut: ”Competency is knowledge, skills, and abilities that a person can learn and develop, which become parts of his or her being ti the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behavior”. Pengertian di atas sejalan dengan pendapat Wolf (1995), Debling (1995, Kupper dan Palthe (wolf, 1995:40) mengatakan bahwa esensi dari pengertian “is the ability to perform”. Debling (1995:80) mengatakan “competence pertains to the ability to perform the activities within a function or an occupational area to the level of performance expected in employment”. Kupper dan Palthe (Wolf, 1995:40) mengatakan “competencies as the ability of a student/worker enabling him to accomplish tasks adequately, to find solutions and to realize them in work situations.

Dengan demikian kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang pada tahap perecanaan (terutama dalam tahap perkembangan ide) dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan kemampuan pendekatan kompetensi dalam menjawab tantangan yang muncul di masyarakat. Oleh karena itu terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, yaitu:

a. Pada waktu mengembangkan atau megadopsi pemikiran kurikulum berbasis kompetensi maka pengembang kurikulkum harus mengenal benar landasan filosofis, kekuatan dan kelemahan pendekatan kompetensi dalam menjawab tantangan serta jangkauan validitas pendekatan tersebut ke masa depan. Qullen (2001) mengatakan ”the firs part of the process of integration is to understand the theoritical and practical basis of a competency-based educational system”.

b. Kompetensi bersifat terus berkembang sesuai dengan tuntutan dunia kerja dan perubahan masyarakat. Perkembangan tuntutan dunia kerja atau permasalahan yang berkembang di masyarakat menghendaki adanya kompetensi baru yang harus dikuasai oleh peserta didik. Kupper dan Palthe (Wolf, 1995:45) mengingatkan hal ini dengan mengatakan bahwa dalam penentuan kompetensi suatu lembaga pendidikan haruslah ”has regular contacts with industry and busiess regarding the qualifications expected from our graduates”. Sedangkan Ferguson (2000:1) menyuarakan kepentingan masyarakat dan tidak membatasi diri pad dunia industri, ”when designing a course or a program using an outcomes based curriculum framework, the educator/designer begins by envisioning what students need to be able to do in their lives and what part of that is the responsibility of the course or program”. Kurikulum IPS yang berdasarkan kompetensi harus mengarah kepada what the students need to be able to do di masyarakat. Kompetensi bersifat dinamis dan berkembang terus sesuai dnegan perkembangan dalam berbagai bidang kehidupan.

(13)

kurikulum (Indiana University Medical Science Program). Artinya seperti yang dikembangkan oleh Canada, maka ada essential learning abilities atau kompetensi yag harus dikembangkan terus menerus dan oleh banyak mata pelajaran.

Kompetensi yang dikembangkan dalam kurikulum IPS harus bersifat terus menerus (developmental) dan ini merupakan suatu prinsip penting ketika menerjemahkan dokumen kurikulum menjadi suatu proses pembelajaran.

C. Model Pengembangan IPS

IPS merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia untuk membangun dirinya, masyarakatnya, bangsanya, dan lingkungannya berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang dapat dimaknai untuk masa kini, dan diantisiapsi untuk masa yang akan datang. Tujuan Pengembangan IPS adalah sebagai berikut :

a. Mengembangkan pengetahuan kesosilogian, kegeografian, keekonomian, dan kesejarahan.

b. Mengembngkan kemampuan berpikir, inquiri, pemecahana masalah, dan keterampilan sosial

c. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

d. Meningkatkan kemampuan berkomuniaksi dan bekerjasama dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Untuk mencapai tujuan tersebut dikembangkan standar kompetensi lintas kurikulum yang merupakan kecakapan untuk hidup (lifeskills) dan belajar sepanjang hayat yang dibakukan dan harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar. Standar kompetensi lintas kurikulum ini meliputi:

a. memiliki keyakinan, menyadari serta menjalankan hak dan kewajiban,

saling menghargai dan memberi rasa aman, sesuai dengan agama yang dianutnya.

b. Menggunakan bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan

mengkomuniaksikan gagasan dan informasi, serta untuk berinteraksi dengan orang lain.

c. Memilih, memadukan, dan menerapkan konsep-konsep, teknik-teknik,

pola, struktur, dan hubungan.

d. Memilih, mencari, dan menerapkan teknologi dan informasi yang

diperlukan dari berbagai sumber.

e. Memahami dan menghargai lingkungan fisik, makhluk hidup, dan

teknologi, dna menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai untuk mengambil keputusan yang tepat.

f. Beraprtisipasi, berinteraksi, dan berkontribusi aktif dalam masyarakat

dan budaya global berdasarkan pemahaman kontkes budaya, geografis, dan historis.

g. Berkreasi dan menghargai karya artistik, budaya, dan intelektual, serta

(14)

h. Berpikir logis, kritis, dan lateral dengan mempertimbangkan potensi dan

peluang untuk menghadapi berbagai kemungkinan.

i. Menunjukkan motivasi belajar, percaya diri, bekerja amndiri, dna bekerja

sama dengan orang lain.

D. Standar Kompetensi Bahan kajian IPS

1) Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang sistem

sosial dan budaya serta menerapkannya untuk :

a. Mengembangkan sikap kritis dalam situasi sosial yang timbul sebagai

akibat perbedaan yang ada di masyarakat.

b. Menentukan sikap terhadap proses perkembangan dan perubahan sosial

c. Menghargai keanekaragaman sosial budaya dalam masyarakat

multikultur.

2) Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang

manusia, tempat dan lingkungan serta menerapkannya untuk:

a. Menganalisis proses kejadian, interaksi dan saling ketergantungan

antara gejala alam dan kehidupan di muka bumi dalam dimensi ruang dan waktu.

b. Terampil dalam memperoleh, mengolah, dan menyajikan informasi

geografis.

3) Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang perilaku

ekonomi dan Kejahteraan serta menerapkannya untuk:

a. Berperilaku yang rasional dan manusiawi dalam memanfaatkan sumber

daya ekonomi.

b. Menumbuhkan jiwa, sikap, dan perilaku kewirausahaan

c. Menganalisis sistem informasi keuangan lembaga-lembaga ekonomi.

d. Terampil dalam praktik usaha ekonomi sendiri.

4) Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang waktu,

keberlanjutan, dan perubahan serta menerapkannya untuk:

a. Menganalisis keterkaitan antara manusia, waktu, tempat, dan kejadian.

b. Merekonstruksi masa lalu, memaknai masa kini, dan memprediksi amsa

depan.

c. Menghargai berbagai erbedaan serta keragaman sosial, kulturan,

agama, etnis, dan politik dalam masyarakat dari pengalaman belajar peristiwa sejarah.

(15)

pembelajaran, seorang guru harus mampu menyusunnya sehingga kelas dapat berlangsung dalam Susana fun (menyenangkan) demokratis dan terbuka.

Pendekatan pembelajaran yang dapat dilakukan adalah pendekatan kontruktivisme, sains, teknologi dan pendekatan inkuiri secara utuh. Keutuhan suatu materi pelajaran tentu parameternya harus komprehensif. Misalnya guru harus cerdas , tepat seta efektif dalam menafsirkan dan mengimplementasikan KBK yang menjamin tercapainya kompetensi-kompetensi lulusan. Dengan ketiga pola pendekatan tersebut di atas, para peserta didik diberikan kesempatan untuk menemukan suatu konsep dengan menggunakan kompetensi yang dimiliki. Ketercapaian penggalian dan penemuan kompetensi , dilakukan oleh peserta didik itu sendiri sehingga mereka mampu menghayati dan mengamalkan untuk bertaqwa kepada Tuhan Yyang Maha Esa , rasa ingin tahu, toleransi, berfikir terbuka, percaya diri, kasih sayang, peduli sesama, kebersamaan, kekeluargaan dan persahabatan.

E. Perkembangan IPS di Indonesia

IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan (Sumantri. 2001:89). Social Scence Education Council (SSEC) dan National Council for Social Studies (NCSS), menyebut IPS sebagai “Social Science Education” dan “Social Studies”. Dengan kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya

Dalam bidang pengetahuan sosial, ada banyak istilah. Istilah tersebut

meliputi : Ilmu Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

1. Sosial (Social Science)

Achmad Sanusi memberikan batasan tentang Ilmu Sosial (Saidihardjo,1996.h.2) adalah sebagai berikut: “Ilmu Sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertarap akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut makin ilmiah”.

Menurut Gross (Kosasih Djahiri,1981.h.1), Ilmu Sosial merupakan disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.

Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara perorangan maupun tingkah laku kelompok. Oleh karena itu Ilmu Sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.

(16)

Perbeda dengan Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah social. Tentang Studi Sosial ini, Achmad Sanusi (1971:18) memberi penjelasan sebagai berikut : Sudi Sosial tidak selalu bertaraf akademis-universitas, bahkan merupakan bahan-bahan pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar. 3. Pengetahuan Sosial (IPS)

Harus diakui bahwa ide IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika Serikat adalah “Social Studies”. Istilah tersebut pertama kali dipergunakan sebagai nama sebuah komite yaitu “Committee of Social Studies” yang didirikan pada tahun 1913. Tujuan dari pendirian lembaga itu adalah sebagai wadah himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum Ilmu-ilmu Sosial di tingkat sekolah dan ahli-ahli Ilmu-ilmu Sosial yang mempunyai minat sama.

Definisi IPS menurut National Council for Social Studies (NCSS), mendifisikan IPS sebagai berikut: social studies is the integrated study of the science and humanities to promote civic competence. Whitin the school program, socisl studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizen of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.

Pada dasarnya Mulyono Tj. (1980:8) memberi batasan IPS adalah merupakan suatu pendekatan interdsipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996:4) bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, politik.

F. Sejarah Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Sosial

Bidang studi IPS yang masuk ke Indonesia adalah berasal dari Amerika Serikat, yang di negara asalnya disebut Social Studies. Pertama kali Social Studies dimasukkan dalam kurikulum sekolah adalah di Rugby (Inggris) pada tahun 1827, atau sekitar setengah abad setelah Revolusi Industri (abad 18), yang ditandai dengan perubahan penggunaan tenaga manusia menjadi tenaga mesin.

(17)

yang didatangkan dari Afrika untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan negara tersebut.

Pada awalnya penduduk Amerika Serikat yang multi ras itu tidak menimbulkan masalah. Baru setelah berlangsung perang saudara antara utara dan selatan atau yang dikenal dengan Perang Budak yang berlangsung tahun l861-1865 dimana pada saat itu Amerika Serikat siap untuk menjadi kekuatan dunia, mulai terasa adanya kesulitan, karena penduduk yang multi ras tersebut merasa sulit untuk menjadi satu bangsa.

Selain itu juga adanya perbedaan sosial ekonomi yang sangat tajam. Para pakar kemasyarakatan dan pendidikan berusaha keras untuk menjadikan penduduk yang multi ras tersebut menjadi merasa satu bangsa yaitu bangsa Amerika. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan memasukkan social studies ke dalam kurikulum sekolah di negara bagian Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dilakukan penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah Komisi Nasional dari The National Education Association memberikan rekomendasi tentang perlunya social studies dimasukkan ke dalam kurikulum semua sekolah dasar dan sekolah menengah Amerika Serikat. Adapun wujud social studies ketika lahir merupakan semacam ramuan dari mata pelajaran sejarah, geografi dan civics.

Di samping sebagai reaksi para pakar Ilmu Sosial terhadap situasi sosial di Inggris dan Amerika Serikat, pemasukan Social Studies ke dalam kurikulum sekolah juga dilatarbelakangi oleh keinginan para pakar pendidikan. Hal ini disebabkan mereka ingin agar setelah meninggalkan sekolah dasar dan menengah, para siswa: (1) menjadi warga negara yang baik, dalam arti mengetahui dan menjalankan hak-hak dan kewajibannya; (2) dapat hidup bermasyarakat secara seimbang, dalam arti memperhatikan kepentingan pribadi dan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, para siswa tidak perlu harus menunggu belajar Ilmu-ilmu Sosial di perguruan tinggi, tetapi sebenarnya mereka sudah mendapat bekal pelajaran IPS di sekolah dasar dan menengah. Pengembangan Pendidikan IPS SD

Pertimbangan lain dimasukkannya social studies ke dalam kurikulum sekolah adalah kemampuan siswa sangat menentukan dalam pemilihan dan pengorganisasian materi IPS. Agar materi pelajaran IPS lebih menarik dan lebih mudah dicerna oleh siswa sekolah dasar dan menengah, bahan-bahannya diambil dari kehidupan nyata di lingkungan masyarakat. Bahan atau materi yang diambil dari pengalaman pribadi, teman-teman sebaya, serta lingkungan alam, dan masyarakat sekitarnya. Hal ini akan lebih mudah dipahami karena mempunyai makna lebih besar bagi para siswa dari pada bahan pengajaran yang abstrak dan rumit dari Ilmu-ilmu Sosial.

(18)

Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan. Kelima masalah tersebut antara lain:

1. Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.

2. Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan

3. Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.

4. Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.

5. Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan pembangunan nasional.

Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yangn dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam kurikulum SD, IPS berganti nama menjadi Pengetahuan Sosial. Pengembangan kurikulum Pengetahuan Sosial merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat.

Rasional Mempelajari IPS.

Rasionalisasi mempelajari IPS untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah agar siswa dapat:

1. Mensistematisasikan bahan, informasi, dan atau kemampuan yang telah dimiliki tentang manusia dan lingkungannya menjadi lebih bermakna.

2. Lebih peka dan tanggap terhadap berbagai masalah sosial secara rasional dan bertanggung jawab.

3. Mempertinggi rasa toleransi dan persaudaraan di lingkungan sendiri dan antar manusia.

IPS atau disebut Pengetahuan Sosial pada kurikulum 2004, merupakan satu mata pelajaran yang diberikan sejak SD dan MI sampai SMP dan MTs. Untuk jenjang SD dan MI Pengetahuan Sosial memuat materi Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan.

Pada haikatnya, pengetahuan Sosial sebabagi suatu mata pelajaran yang menjadi wahana dan alat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, antara lain:

1. Siapa diri saya?

2. Pada masyarakat apa saya berada?

3. Persyaratan-persyaratan apa yang diperlukan diri saya untuk menjadi anggota suatu kelompok masyarakat dan bangsa?

4. Apa artinya menjadi anggota masyarakat bangsa dan dunia?

5. Bagaimanakah kehidupan manusia dan masyarakat berubah dari waktu ke waktu?

(19)

G. Hasil belajar curikulum KTSP Indonesia 1. Kurikulum KTSP

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan revisi dan pengembangan dari kurikulum KBK. KTSP lahir karena dianggap masih sarat dengan beban belajar dan pemerintah pusat dalam hal ini Depdiknas masih dipandang terlalu intervensi dalam pengembangan kurikulum. Oleh karena itu dalam KTSP beban belajar siswa sedikit berkurang dan tingkat satuan pendidikan (sekolah, guru, dan komite sekolah) diberi kewenangan untuk mengembangkan kurikulum , seperti membuat indikator, silabus, dan beberapa komponen kurikulum lainnya.

Dari perubahan kurikulum di atas terlihat adanya inovasi-inovasi untuk menjawab tantangan perkembangan zaman. Seperti kita melihat adanya perubahan sifat kurikulum, mulai dariCorrelated Subject Curriculum (1968), Integrated Curriculum Organization (1975), Content Based Curriculum (1984), Objective Based Curriculum (1994), sampai Competency Based Curriculum(2004).

IPS dalam Standar Nasional Pendidikan

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 7 menyebutkan bahwa:

Konsep Dasar Pembelajaran IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SMP/MTs mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

Mata pelajaran IPS terpadu pada jenjang pendidikan dasar dan menengah termasuk rumpun ilmu sosial, seharusnya merupakan mata pelajaran yang menarik, apabila disajikan oleh guru dengan menggunakan teknik-teknik pembelajaran yang dapat memotivasi siswa. Namun dalam kenyataannya banyak para siswa mengeluh karena bahan-bahan materi pelajaran disajikan kurang menarik serta membosankan di samping guru kurang mampu memilih metode pembelajarannya.

Akar masalah dari problem mata pelajaran sosial tersebut adalah bahwa pembelajaran pengetahuan sosial lebih menekankan pada aspek pengetahuan, fakta dan konsep-konsep yang bersifat hapalan belaka. Hal ini sejalan dengan pendapat Somantri, 2001 yang menyatakan bahwa pembelajaran IPS di sekolah selalu disajikan dalam bentuk faktual, konsep yang kering, guru hanya mengejar target pencapaian kurikulum, tidak mementingkan proses. Hal ini menyebabkan pembelajaran IPS selalu menjenuhkan dan membosankan dan dianggap oleh peserta didik sebagai pelajaran kelas dua.

(20)

menjadi warga negara Indonesia dan warga dunia yang baik. Hal ini merupakan tantangan yang berat karena masyarakat global selalu mengalami perubahan yang besar setiap saat.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menambah pengetahuan kita tentang bumi. Namun demikian kemajuan teknologi yang mendorong industrialisasi telah menghasilkan dampak negatif berupa polusi dan limbah industri yang mengotori tanah, air serta udara baik secara lokal, regional bahkan secara global.

Untuk menanamkan betapa berharganya bumi, dan bagaimana memelihara serta melestarikannya sebaiknya dalam materi yang akan diberikan kepada para siswa dimasukan pengetahuan dan pemahaman tentang bumi berserta substansinya seperti terbentunya dan evolusi bumi sebagai salah satu planet dalam sistem alam semesta, siklus iklimnya, kekayaan alam dan lain-lain. Selanjutnya perlu juga dipelajari tentang kesehatan masyarakat, kependudukan, kekayaan alam, ilmu pengetahuan dan teknologi serta tantangan lokal, regional, nasional dan global.

Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai dampak kemajuan ilmu dan teknologi serta dengan masuknya arus globalisasi, membawa pengaruh yang multidimensional. Di bidang pendidikan perubahan itu dituntut oleh kebutuhan siswa, masyarakat, dan lapangan kerja. Salah satu bentuk perubahan yang dituntut dari kurikulum IPS adalah menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi secara global tersebut. Oleh karena itu, pendidikan IPS harus berkualitas internasional seperti yang dikatakan oleh Alfin Tofler yaitu harus berpikir global dan bertindak lokal.

Dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut, materi IPS harus berwawasan global, yaitu meliputi:

1. Kesadaran diri; sebagai makhluk Tuhan, eksistensi, potensi dan jati diri sebagai warga dari sebuah bangsa yang berbudaya dan bermartabat dengan bangsa lain di dunia (tidak lebih rendah dari bangsa lain)

2. Tentang kecakapan berpikir seperti kecakapan berpikir kritis, menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan dan memecahkan masalah.

3. Tentang kecakapan akademik; tentang ilmu-ilmu sosial seperti kemampuan memahami fakta, konsep dan generalisasi tentang sistem sosial budaya, lingkungan hidup, perilaku ekonomi dan kesejahteraan serta tentang waktu dan keberlanjutan perubahan yang terjadi di dunia. 4. Mengembangkan sosial skill dengan maksud supaya pada masa

mendatang kita tidak hanya menjadi obyek penguasaan globalisasi belaka.

(21)

mencari informasi dan keterampilan menggunakan alat-alat teknologi), keterampilan yang berkaitan dengan hubungan sosial serta partisipasi dalam masyarakat.

Keterampilan sosial tersebut sangat relevan untuk dikembangkan dalam mata pelajaran IPS di Indonesia, agar diharapkan para peserta didik dapat hidup sebagai warga negara , warga masyarakat dan warga dunia yang dapat berperan dalam masyarakatnya.

Untuk mencapai sasasaran tersebut, menurut Wiraatmadja (2002: 276), guru harus selalu memperbaharui kemahiran profesionalnya (professional skill) yaitu meliputi kemampuan mengajar (teaching skill) melalui loka karya, seminar, pertemuan MGMP (musyawarah guru mata pelajaran) atau dengan mendatangkan nara sumber.

Nana Supriatna (2002: 18) menyebutkan ada beberapa strategi dalam mengajarkan keterampilan sosial kepada peserta didik melalui IPS, di antaranya:

1. Guru IPS harus menyajikan pembelajaran IPS dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dan model-model pembelajaran yang relevan dengan tujuan pembelajarannya. Salah satu model pembelajaran yang relevan adalah cooperative learning. Dengan pembelajaran cooperative learning, maka siswa tidak saja menghafal fakta, konsep dan pengetahuan yang bersifat kognitif rendah dan guru sebagai satu-satunya sumber informasi, melainkan akan membawa siswa untuk berpartisipasi aktif karena siswa akan diminta melakukan tugas-tugas seperti bekerja kelompok, melakukan inkuiri dan melaporkan hasil kegiatannya kepada kelas. Ini artinya guru bukan satu-satunya sumber informasi karena siswa akan mencari sumber yang beragam dan terlibat dalam berbagai kegiatan belajar yang beragam pula. Guru selain berperan sebagai fasilitator dalam semua kegiatan siswa, juga harus mengamati proses pembelajaran untuk memberikan penilaian (assessment) baik untuk pengetahuan ke-IPS-an juga menilai keterampilan social (social skill) selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

2. Strategi serta pendekatan konstruktivisme yang menempatkan siswa sebagai mitra pembelajaran dan pengembangan materi pelajaran dapat digunakan oleh guru IPS dalam mengembangkan keterampilan social. Keterampilan siswa dalam hal memperoleh, mengolah dan memanfaatkan informasi untuk memiliki, berdayakan dirinya dapat dilakukan melalui proses pembelajaran di kelas. Guru IPS konstruktivis harus dapat memfasilitasi para siswanya dengan kesempatan untuk berlatih dalam mengklasifikasi, menganalisis, dan mengolah informasi berdasarkan sumber-sumber yang mereka terima. Sikap kritis siswa terhadap informasi harus dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran di kelas. Guru juga harus selalu membiasakan siswa untuk memprediksi, mengklasifikasi dan menganalisis dengan demikian aspek kognitif siswa yang dikembangkan tidak hanya keterampilan dalam menghafal dan mengingat melainkan juga menganalisis, memprediksi, mengkritisi dan mengevaluasi informasi yang diterima.

(22)

mandiri. Menurut Supriatna ada beberapa keuntungan dari strategi ini, yaitu:

a. Strategi ini memungkinkan peserta didik melihat isi pelajaran lebih

realistic dan positif ketika menganalisis dan mengklasifikasikan data dalam memcahkan masalah.

b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk merefleksikan isu-isu

tertentu, mencari data yang relevan serta membuat keputusan yang bermakna bagi mereka secara pribadi.

c. Menempatkan guru sebagai fasilitator belajar sekaligus mengurangi

perannya sebagai pusat kegiatan belajar.

Wiraatmadja (2002: 205-306) mengatakan belajar mengajar ilmu-ilmu social agar menjadi berdaya apabila proses pembelajarannya bermakna (meaningfull), yaitu:

a. Siswa belajar menjalin pengetahuan, keterampilan, kepercayaan dan

sikap yang mereka anggap berguna bagi kehidupannya di sekolah atau di luar sekolah.

b. Pengajaran ditekankan kepada pendalaman gagasan penting yang

terdapat dalam topic-topik yang dibahas, demi pemahaman, apresiasi dan aplikasi siswa.

c. Kebermaknaan dan pentingnya materi pelajaran ditekankan bagaimana

cara penyajiaannya dan dikembangkannya melalui kegiatan aktif.

d. Interaksi di dalam kelas difokuskan pada pendahuluan topic-topik

terpilih dan bukan pada pembahasan sekilas sebanyak mungkin materi.

e. Kegiatan belajar yang bermakna dan strategi assessment hendaknya

difokuskan pada perhatian siswa terhadap pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan yang penting dan terpateri dalam apa yang mereka pelajari.

f. Guru hendaknya berpikir reflektif dalam melakukan perencanaan/

persiapan, perberlakuan dan assessment pembelajaran.

Namun tugas besar dari pembelajaran IPS tersebut ternyata tidak berjalan sesuai dengan harapan. Hal ini Karena adanya beberapa hambatan yang menjadikan pembelajaran IPS tidak berhasil bahkan cenderung membosankan, yaitu:

1. Sebagian besar guru IPS belum terampil menggunakan beberapa model mengajar yang dapat merangsang motivasi belajar siswa

2. Ketersediaan alat dan bahan belajar di sebagian besar sekolah ikut mempengaruhi proses belajar IPS

3. Proses belajar mengajar IPS masih dilakukan dalam bentuk pembelajaran konvensional, sehingga peserta didik hanya memperoleh hasil faktual saja dan tidak mendapat hasil proses.

4. Dalam hal implementasi atau proses pelaksanaan kurikulum ini guru yang mendapat sosialisasi dalam bentuk penataran atau diklat sangat terbatas sekali, sehingga faktor ini juga menyebabkan mereka masih belum memahami hakekat kurikulum baru ini sebagaimana mestinya.

(23)

belajar-mengajar dilakukan oleh guru di sekolah dengan menggunakan cara-cara atau metode-metode tertentu (B. Suryosubroto, 1997:148).

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD dan SMP/MTs berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan siswa tentang masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia (Puskur Balitbang Depdiknas, 2003:2). Terkait dengan tujuan mata pelajaran IPS yang sedemikian fundamental maka guru dituntut untuk memiliki pemahaman yang holistik dalam upaya mewujudkan pencapaian tujuan tersebut. Ranah Hasil Belajar IPS

Pemerintah indikator dalam pembelajaran mengacu pada hasil belajar yang harus dikuasai siswa. Dalam pencapaian hasil belajar siswa, guru dituntut untuk memadukan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor secara proporsional. Horward Kingsly membagi tiga macam hasil belajar,yakni (a)ketrampilanda kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan verbal, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) ketrampilan motoris.

Dalam dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instraksional, menggunakan klasikfikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah efektif, dan ranah pisikmotoris (Nana Sudjana, 2002:22).

Ranah kognitif berkenan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis sintensis, dan evaluasi. Ranah efektif berkenan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikmotoris,(a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketepataan, (e) gerakan keterampilan, (f) gerakan ekspresif dan interpretatif.

Berdasarkan konsep di atas maka dapat diperoleh suatu pengertian bahwa hasil belajar IPS adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah belajar, yang wujudnya berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Derajat kemampuan yang diperoleh siswa diwujudkan dalam bentuk nilai hasil belajar IPS.

5.2 Kurikulum IPS di Perancis

Semua siswa di akhir pelajaran pokok di Perancis, dalam seconde kelas the lycée d'enseignement générale et technologique (LEGT), mengikuti suatu kurikulum umum; karena yang akhir tahun kedua (post-compulsory) siswa memilih kuliah pokok spesialis yang tergantung pada kecakapan yang spesifik yang mereka putuskan. Pelajaran di seconde pada umumnya meliputi pokok / wajib. para siswa memilih pelajaran pokok yang disajikan.

Mata pelajaran pokok

(24)

Matematika;

Ilmu fisika Dan Ilmu kimia;

Ilmu pengetahuan Bumi;

Bahasa asing modern;

Sejarah dan geografi;

Pendidikan jasmani dan olahraga; an

Pendidikan Kewarganegaraan, Hukum, dan Pendidikan social (Social Studies)

Ditambah dengan:

Dukungan Individual (Individual support)

Teknologi Informasi (Information technology)

Jam Kelas (Class hours)

Workshop Ekspresi Seni/Artistik (Artistic expression workshops)

Praktek sosial budaya Social and cultural practices) Pendidikan Kewarganegaraan

Pada tingkat sekolah menengah dinamakan "education civique, juridique et sociale" (civic, legal and social education). Ini mengarahkan untuk mencerminkan arti penting Pemerintahan pada warganegara nya mempunyai suatu pengetahuan hukum dan sistem yang undang-undang yang sah. Silabus dirancang untuk memungkinkan para siswa untuk berdebat sosial dari sudut pandang pelajaran sebelumnya mereka. Di seconde, pelajaran kewarga negaraan pendidikan mempunyai empat tema utama:

Kewarga negaraan Dan Civility/Incivilas

Kewarga negaraan Dan Integration/Exclusion (dengan tema kebangsaan) Kewarganegaraan, hukum dan hubungan di tempat kerja

 Kewarga negaraan dan kehidupan keluarga

Karena yang akhir tahun ke dua pendidikan sekunder tema yang luas di dalam tem diskusi adalah 'institutions and citizenship in practice' and 'citizenship in a changing world'.

Pendidikan religius

Di Perancis pelajaran agama tidaklah diajar sebagai pokok disekolah walaupun mungkin saja di lain area kurikulum. Satu-Satunya perkecualian adalah di Upper Rhine, Lower Rhine, and Moselledépartements , yang sudah bertahan sejak tahun 1918. Pendidikan Perancis mengumumkan program acara baru untuk pelajaran religius untuk sekolah. Program acara yang baru tidak memperkenalkan studi religius sebagai pokok tetapi lebih memperkuat topik pengintegrasian seluruh kurikulum. diarahkan untuk memperluas pemahaman dan pengetahuan peristiwa dunia siswa dan budaya.

5.3 New Jersey (Standar Isi Core Curriculum New Jersey) Tujuan IPS

Referensi

Dokumen terkait

Matematika sebagai dasar dari semua disiplin ilmu. Namun, pembelajaran matematika yang berlangsung di sekolah saat ini masih kurang bermakna dan kurang penerapannya

skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.. Jurusan Pendidikan Sosiologi dan Antropologi. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang. Kata Kunci :

Penerapan pendidikan karakter bagi semua tingkat pendidikan mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi dilaksanakan melalui semua mata pelajaran, salah satunya dalam

Istilah “Ilmu Pengetahuan Sosial” (IPS), merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dan menengah atau nama program studi di perguruan tinggi identik

Salah satunya mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar adalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang memilki peranan

IPS adalah ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang disajikan secara ilmiah untuk memberi wawasan dan pemahaman kepada peserta didik, khususnya di

Mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan dapat diadakan sebagai mata pelajaran pokok bagi sekolah, hal ini didasarkan pada Kurikulum 2013 untuk SMA kelas Ilmu Pengetahuan

Dari artikel penelitian yang direview dapat diketahui bahwa pembukaan kembali sekolah dikaitkan dengan peningkatan dalam tingkat infeksi SARS-CoV-2 di semua rangkaian pendidikan dan