• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Make A Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas V SDN Bugel 01 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Make A Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas V SDN Bugel 01 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

8 2.1 Kajian Teori

2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

2.1.1.1Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris ‘ science’. Kata ‘science’ itu sendiri merupakan singkatan dari kata “natural science”. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya adalah pengetahuan. Jadi Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) atau science dapat disebut sebagai ilmu yang mempelajari tentang alam atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.

Menurut Ahmad Susanto (2013:167) IPA adalah usaha manusia dalam

memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta

menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan

suatu kesimpulan.

Trianto (2012:136) menyatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang

sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala – gejala alam, lahir dan

berkembang melalui metode ilmiah, seperti observasi dan eksperimen, serta menuntut

sikap ilmiah, seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya.

Abdullah Aly dan Eny Rahma (2011:18) IPA adalah suatu pengetahuan teoritis

yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu melakukan

observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi

dan demikian seterusnya kait-mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, dapat disimpulkan

bahwa IPA merupakan suatu ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengamatan yang

tepat pada gejala-gejala alam yang didapatkan dengan cara observasi maupun

(2)

2.1.1.2Tujuan IPA

Tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar menurut Trianto (2012:142) antara

lain:

a. Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan

bagaimana bersikap.

b. Menanamkan sikap hidup ilmiah.

c. Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.

d. Mendidik siswa untuk menangani, mengetahui cara kerja serta menghargai para

ilmuwan penemunya.

e. Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan

permasalahan.

Berdasarkan tujuan IPA yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran IPA tidak hanya dimaksudkan agar siswa dapat menguasai materi

pelajaran. Lebih jauh dari pada itu, pembelajaran IPA mempunyai beberapa tujuan

yang hendak dicapai yaitu membentuk sikap ilmiah, menerapkan metode ilmiah

untuk memecahkan berbagai permasalahan, serta untuk meningkatkan keimanan dan

mewujudkan rasa syukur kepada Tuhan atas keindahan alam yang telah Tuhan

berikan.

Oleh karena itu, saat melaksanakan pembelajaran IPA guru tidak hanya

memperhatikan bagaimana caranya agar siswa mengusai materi pelajaran. Guru juga

harus mampu mengarahkan proses pembelajaran agar dapat mencapai berbagai tujuan

IPA di atas. Hal ini akan sangat menentukan berhasil atau tidaknya pendidikan IPA di

SD.

2.1.1.3 Karakteristik IPA

Karakteristik IPA menurut Jacobson dan Bergman dalam (Ahmad Susanto,

2013:170) yaitu:

(3)

b. Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati fenomena alam,

termasuk juga penerapannya.

c. Sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam menyingkap rahasia

alam.

d. IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau beberapa

saja.

e. Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat objektif.

Berdasarkan karakteristik IPA di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran IPA berdasarkan pada prinsip-prinsip dan proses yang dapat

menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap konsep-konsep IPA. Oleh karena itu,

pembelajaran IPA di sekolah dasar dilakukan dengan penyelidikan sederhana dan

bukan hafalan terhadap kumpulan konsep IPA. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut

maka siswa dalam pembelajarn IPA akan mendapat pengalaman melalui pengamatan

langsung, diskusi, dan penyelidikan sederhana. Pembelajaran yang demikian dapat

menumbuhkan sikap ilmiah siswa dengan cara merumuskan masalah, menarik

kesimpulan, sehingga mampu berfikir kritis melalui pembelajaran IPA.

2.1.1.4 Ruang Lingkup IPA

Ruang lingkup IPA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006)

secara garis besar terdiri dari aspek-aspek berikut:

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan

interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan;

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas

3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan

pesawat sederhana

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit

lainnya.

Berdasarkan aspek-aspek tersebut dapat digambarkan secara spiral, yang artinya

(4)

semakin tinggi tingkat kelasnya semakin dalam pula tingkat bahasa dan materi yang

diajarkan. Dalam standar isi telah disebutkan beberapa Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar yang harus dicapai siswa dalam proses belajar. Dengan adanya SK

dan KD yang telah ditetapkan dalam standar isi , maka guru harus menyajikan bahan

ajar yang sesuai dengan SK dan KD yang telah ditetapkan tersebut. Setelah guru

memahami SK dan KD guru kemudian menjabarkannya kedalam indikator dan tujuan

pembelajaran yang pada akhirnya akan dijadikan sebagai pedoman dalam

menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.

2.1.2 Model Pembelajaran Make A Match 2.1.2.1 Pengertian Model Make A Match

Salah satu model kooperatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam kelas adalah model pembelajaran make a match. Penerapan model pembelajaran make a match diperkenalkan oleh Lorna Curran pada tahun (1994). Tujuan dari startegi ini antara lain pendalaman materi, penggalian materi, dan

edutainment. Salah satu keunggulan model ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar menguasi suatu konsep atau topik dalam suasana belajar yang menyenangkan.

Miftahul Huda (2014: 135) make a match adalah salah satu model pembelajaran dimana siswa mencari pasangan sambil mempelajari suatu konsep atau topik tertentu

dalam suasana yang menyenangkan. Model ini bisa diterapkan untuk semua mata

pelajaran dan tingkatan kelas.

Menurut Anita Lie (2002:55) make a match adalah teknik yang dikembangkan Loma Curran(1994) teknik dimana siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai

suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia”. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu

konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan

(5)

Rusman (2013:223) make a match merupakan suatu model yang dimulai dengan

teknik, yaitu siswa disuruh mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep

atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Salah satu keunggulan model ini

adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai konsep atau topik dalam

suasana yang menyenangkan.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan

bahwa make a match merupakan model pembelajaran dengan menggunakan cara mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep untuk menciptakan suasana

yang menyenangkan dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran make a match guru lebih berperan sebagai fasilitator dan ruangan

kelas juga perlu ditata sedemikian rupa, sehingga menunjang pembelajaran. Melalui

model pembelajaran make a match maka siswa lebih aktif untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Disamping itu make a match juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat serta berinteraksi dengan

siswa yang menjadikan aktif dalam kelas.

Hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan make a match menurut Miftahul Huda (2013:251-252) adalah:

a. Membuat beberapa pertanyaan yang sesuai dengan materi yang dipelajari

kemudian menuliskannya dalam kartu – kartu pertanyaan.

b. Membuat kunci jawaban dari pertanyaan – pertanyaan yang telah dibuat dan

menuliskannya dalam kartu – kartu jawaban.

c. Membuat aturan yang berisi penghargaan bagi siswa yang berhasil dan sanksi

bagi siswa yang gagal (disini guru dapat membuat aturan ini bersama – sama

dengan siswa).

d. Menyediakan lembaran untuk mencatat pasangan – pasangan yang berhasil

sekaligus untuk penskoran presentasi.

Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran menggunakan kartu berpasangan

ada 3 yaitu: (1) pendalaman materi, (2) penggalian materi, dan (3) untuk selingan.

(6)

Siswa melatih penguasaan materi dengan cara memasangkan antara pertanyaan

dengan jawaban, tapi sebelumnya guru terlebih dahulu membekali siswa dengan

materi yang akan dilatihkan.

2.1.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Make A Match

Ada beberapa keunggulan dari model pembelajaran make a match seperti yang dikemukakan oleh Anita Lie (2002:55) bahwa salah satu keunggulan make a match adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik

dalam suasana yang menyenangkan dan dapat digunakan dalam semua mata pelajaran

dan untuk semua tingkatan usia. Sedangkan beberapa keunggulan make a match menurut Miftahul Huda (2013:253) yaitu :

1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.

2) Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan.

3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa.

4) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.

5) Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.

Selain memiliki keunggulan, Miftahul Huda (2013:253-254) juga

mengungkapkan bahwa model pembelajaran make a match juga memiliki beberapa kelemahan yaitu:

a. Jika tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang.

b. Banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya.

c. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang kurang

memperhatikan pada saat presentasi pasangan.

d. Guru harus hati – hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang

tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu.

(7)

2.1.2.3 Langkah-Langkah Pembelajaran Make A Match

Sintak pembelajaran make a match menurut Miftahul Huda (2013 : 252) dapat

dilihat pada langkah – langkah kegiatan pembelajaran berikut ini:

1) Guru menyampaikan materi atau memberi tugas pada siswa untuk mempelajari

materi di rumah.

2) Siswa dibagi kedalam 2 kelompok, misalnya kelompok A dan kelompok B.

Kedua kelompok diminta untuk berhadap – hadapan.

3) Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban

kepada kelompok B.

4) Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari / mencocokkan

kartu yang dipegang dengan kartu kelompok lain. Guru juga perlu

menyampaikan batasan maksimum waktu yang ia berikan kepada mereka.

5) Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di

kelompok B. Jika mereka sudah menemukan pasangannya masing – masing,

guru meminta mereka melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat mereka pada

kertas yang sudah dipersiapkan.

6) Jika waktu sudah habis, mereka harus diberitahu bahwa waktu sudah habis.

Siswa yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul tersendiri.

7) Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan siswa yang

tidak mendapat pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah

pasangan itu cocok atau tidak.

8) Guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan pertanyaan dari

jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi.

9) Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai seluruh

pasangan melakukan presentasi.

Anita Lie (2002:55-56) berpendapat bahwa langkah – langkah pembelajaran

make a match adalah:

1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang

(8)

2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.

3. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan

kartunya.

4. Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu

yang cocok.

Agus Suprijono (2009:94) menyatakan bahwa langkah – langkah pembelajaran

make a match adalah:

1. Guru membagi komunitas kelas menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama

merupakan kelompok pembawa kartu berisi pertanyaan. Kelompok ke dua adalah

kelompok pembawa kartu berisi jawaban. Kelompok ke tiga adalah kelompok

penilai.

2. Aturlah posisi kelompok – kelompok tersebut berbentuk huruf U. Upayakan

kelompok pertama dan kelompok ke dua berjajar saling berhadapan.

3. Jika masing – masing kelompok sudah berada di posisi yang telah ditentukan,

maka guru membunyikan peluit sebagai tanda agar kelompok pertama maupun

kelompok ke dua saling bergerak untuk mencari pasangan pertanyaan jawaban

yang cocok.

4. Pasangan – pasangan yang sudah terbentuk wajib menunjukkan pertanyaan –

jawaban kepada kelompok penilai.

5. Kelompok penilai kemudian membaca apakah pasangan pertanyaan jawaban itu

cocok.

6. Setelah penilaian dilakukan, aturlah sedemikian rupa kelompok pertama dan

kelompok ke dua bersatu kemudian memposisikan dirinya menjadi kelompok

penilai. Sementara kelompok penilai pada sesi pertama tersebut di atas dipecah

menjadi dua, sebagian memegang kartu pertanyaan, sebagian lagi memegang

kartu jawaban.

7. Permainan diulang sampai semua siswa pernah memposisikan dirinya menjadi

(9)

Berdasarkan langkah – langkah pembelajaran make a match yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka penulis dapat menyimpulkan langkah – langkah

pembelajaran make a match dalam kegiatan pembelajaran IPA di kelas yang disajikan

dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.1

Sintak Pembelajaran Make A Match

Langkah – langkah Kegiatan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

(10)

kelompok B.

(11)

presentasi.

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan (Agus Supridjono, 2009:5). Hasil belajar

mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap

hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam

upaya mencapai tujuan belajar melalui kegiatan belajar.

Menurut Ahmad Susanto (2013:5) hasil belajar adalah kemampuan yang

diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan

suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan

peilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan

intruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Anak yang berhasil dalam

(12)

Dimyati dan Mudjiono (2013:20) hasil belajar merupakan suatu puncak proses

belajar. Hasil belajar tersebut terjadi berkat evalusi guru. Hasil belajar dapat berupa

dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi

guru dan siswa. Tujuan pendidikan bersifat ideal, sedangkan hasil belajar bersifat

aktual. Hasil belajar merupakan realisasi tercapainya tujuan pendidikan, sehingga

hasil belajar yang diukur sangat tergantung kepada tujuan pendidikannya.

Menurut Nana Sudjana (2004:39) menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai

siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni:

1. Faktor dari dalam diri siswa itu, seperti kemampuan, motivasi belajar, minat dan

perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik

dan psikis.

2. Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan.

Lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah

ialah kualitas pengajaran.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2013:251) hasil belajar merupakan hal yang

dapat dipandang dari dua sisi :

1. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang

lebih baik bila dibandingkan pada saat pra belajar.

2. Dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

merupakan perubahan tingkah laku pada siswa yang meliputi pengetahuan, sikap, dan

keterampilan yang merupakan hasil dari aktivitas atau kegiatan belajar guna

mencapai sebuah tujuan pendidikan.

Hasil belajar dalam penelitian ini diukur dengan memberikan soal tes kepada

siswa. Tes pada umunya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa,

terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai

dengan tujuan pendidikan dan pengajaran.

Menurut Sudjana (2014:35) tes sebagai alat penilaian adalah

(13)

bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk

perbuatan (tes tindakan).

Ada dua tes yang digunakan dalam mengukur hasil belajar siswa meliputi:

1. Tes Uraian

Tes uraian atau disebut juga dengan essay examination, merupakan alat penilaian

hasil belajar yang sudah lama digunakan. Tes uraian terdiri dari uraian bebas,

uraian terbatas, dan uraian terstruktur. Tes uraian menuntut kemampuan siswa

dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Hal itu

merupakan kekuatan atau kelebihan tes esai dari alat penilaian lainnya.

Menurut Sudjana (2014:35) kelebihan tes uraian antara lain adalah:

a. Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi.

b. Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan,

dengan baik dan benar sesuai kaidah-kaidah bahasa.

c. Dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran, yakni berpikir

logis, analitis dan sistematis.

d. Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah (problem solving).

e. Adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya sehingga tanpa

memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung melihat proses

berpikir siswa.

Adapun kelemahan dari tes uraian antara lain sebagai berikut:

a. Sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dapat semua

bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes objektif yang dapat

menanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan.

b. Sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat

pertanyaan, maupun dalam cara memeriksanya. Guru bisa saja bertanya

tentang hal-hal yang menarik baginya, dan jawabannya juga berdasarkan apa

(14)

c. Tes ini biasanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang terbatas,

pemeriksaannya memerlukan waktu lama sehingga tidak praktis bagi kelas

yang jumlah siswanya relatif besar.

2. Tes Objektif

Soal-soal bentuk objektif banyak digunakan dalam menilai hasil belajar. Hal ini

disebabkan antara lain oleh luasnya bahan pelajaran yang dapat dicakup dalam

tes dan mudahnya menilai jawaban yang diberikan. Beberapa bentuk tes objektif,

yakni jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan dan pilihan ganda.

a. Kebaikan dari tes objektif yaitu:

 Soal dapat disusun dengan mudah.

 Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cepat.

 Penilaian dapat dilakukan dapat dilakukan dengan cepat dan objektif.

b. Kelemahan dari tes objektif yaitu:

 Kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi.  Proses berpikir siswa tidak dapat dilihat dengan nyata.

Pada penelitian ini dalam mengukur hasil belajar siswa, guru memberikan soal

tes yang berbentuk pilihan ganda yaitu dimana siswa mempunyai tugas untuk

memilih satu jawaban yang benar atau paling tepat. Selain mengukur hasil belajar

siswa dari ranah kognitif, hasil belajar siswa dapat diukur melalui ranah psikomotor

dan afektifnya. Untuk mengukur hasil belajar ranah psikomotorik dapat diukur

melalui tes tindakan (perbuatan). Ada beberapa bentuk cara pengukuran untuk

menilai hasil belajar ranah psikomotorik.

Bentuk-bentuk penilaian hasil belajar ranah psikomotorik antara lain: penilaian

unjuk kerja, penilaian produk, penilaian proyek dan portofolio. Sedangkan hasil

belajar ranah afektif (sikap) dapat dilakukan dengan beberapa cara atau teknik.

Teknik-teknik tersebut antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung dan

laporan pribadi. Dalam penelitian ini peneliti mengukur hasil belajar siswa dalam

ranah kognitif dan ranah afektif yaitu dengan tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda

(15)

2.1.4 Hubungan Pembelajaran Make A Match Terhadap Hasil Belajar IPA Pembelajaran make a match lebih mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan dalam

rangka mencapai tujuan pembelajarannnya. Dalam penerapan pembelajaran make a

match diperoleh beberapa temuan bahwa make a match dapat memupuk kerjasama

siswa dalam proses pembelajaran khususnya dalam menjawab pertanyaan dengan

mencocokkan kartu yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik

dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan

siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing – masing.

Selain siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajari dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, siswa dapat melatih dirinya untuk

berfikir aktif dengan menemukan suatu jawaban. Dengan melihat keunggulan dari

model maka a match, maka peneliti bermaksud untuk menerapkan model tersebut dalam pembelajaran IPA yang bertujuan untuk membangkitkan kerjasama di antara

siswa serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan sehingga hasil belajar

siswa khususnya pada mata pelajaran IPA meningkat.

Pembelajaran IPA itu sendiri bertujuan untuk menanamkan sikap ilmiah, rasa

ingin tahu dan memberikan ilmu pengetahuan tentang gejala – gejala alam pada

siswa. Hal ini sesuai dengan materi yang akan diajarkan mengenai Peristiwa Alam

dan Sumber Daya Alam. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model

maka e match dimana guru akan membagi kartu soal dan jawaban yang berisi materi tentang peristiwa alam dan sumber daya alam dan diharapkan melalui model ini siswa

akan lebih aktif , tidak bosan dan lebih mudah dalam memahami materi yang

diajarkan. Pada model make a match kartu soal yang berisi clue tentang isi jawaban

sedangkan kartu jawaban berisi kalimat atau gambar yang menunjukkan isi dari clue

soal. Dengan model make a match yang berbentuk kartu soal dan jawaban siswa diharapkan dapat lebih antusias dan tertarik untuk mengikuti pembelajaran sehingga

secara tidak langsung siswa dapat memahami materi melalui permainan yang

(16)

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Suratman (2012) dalam skripsi yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Pendekatan Make a Match pada Siswa Kelas V SDN Timbang 01

Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan model make a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V. Terbukti pada hasil belajar siklus I persentase ketuntasan hasil belajar siswa 70,59%

dengan 12 siswa yang mengalami tuntas belajar dan 5 siswa atau 29,41% siswa yang

belum tuntas. Pada siklus II ketuntasan hasil belajar siswa meningkat menjadi 100%

atau 17 siswa sudah tuntas.

Astuti, Ria Yuni (2012) dalam skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Siswa Kelas V SD Negeri 1 Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Semester

Genap Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan nilai

siswa dari kondisi awal, siklus I dan siklus II. Pada saat kondisi awal terdapat 5 siswa

yang tuntas dalam KKM atau sebesar 41,7% dan yang belum tuntas terdapat 7 siswa

atau sebesar 58,3%. Pada siklus I terdapat 9 siswa yang tuntas dalam KKM atau

sebesar 75%, dan yang belum tuntas terdapat 3 siswa atau sebesar 25%, sedangkan

pada siklus II terdapat 12 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 100%, dan

yang belum tuntas dalam belajar terdapat 0 siswa atau sebesar 0 %. Dari analisis data

tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V.

Pada penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan terdapat

persamaan dan perbedaan. Persamaannya dengan penelitian yang dilakukan oleh

peneliti sebelumnya adalah penerapan model pembelajaran maka a match untuk meningkatkan hasil belajar, sedangkan perbedaannya terletak pada lokasi penelitian

karakteristik siswa dan model kartu yang digunakan dalam permainan make a match.

(17)

menerapkan model pembelajaran make a match dengan tujuan meningkatkan hasil belajar IPA melalui kegiatan mencari pasangan sehingga siswa dapat belajar dalam

suasana yang menyenangkan.

Berdasarkan hasil analisis terhadap kedua penelitian sebelumnya dimana model

make a match yang menggunakan kartu soal dan jawaban lebih cenderung monoton, kurang variatif dan kurang jelas maksud dari masing-masing kartu baik kartu soal

maupun jawaban. Dengan melihat kekurangan dari penelitian sebelumnya, maka

peneliti akan memberikan suatu variasi baru yang bertujuan untuk meningkatkan

ketertarikan dan pemahaman siswa terhadap suatu materi melalui permainan mencari

pasangan atau make a match. Dengan melakukan kegiatan mencari pasangan melalui

kartu soal dan jawaban diharapkan siswa lebih tertarik mengikuti pelajaran sehingga

hasil belajar pada mata pelajaran tersebut dapat meningkat. Penelitian yang akan

dilakukan yaitu menggunakan model make a match dimana pembelajarannya menggunakan kartu soal dan jawaban yang divariasikan dengan sebuah gambar yang

bertujuan untuk menarik antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran, selain itu

dapat menambah kejelasan siswa dalam memahami materi yang disajikan melalui

permainan maka a match.

Kelebihan pada penelitian ini yaitu dalam pembelajarannya peneliti akan

menggunakan model make match yang tidak hanya menggunakan kartu soal dan jawaban saja melainkan akan divariasikan dengan gambar – gambar yang

menggambarkan jawaban dari soal tersebut. Hal ini diharapkan dapat lebih

memberikan ketertarikan siswa untuk lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran.

Selain itu, dengan menggunakan kartu soal dan jawaban yang divariasaikan dengan

gambar diharapkan akan membuat siswa lebih jelas dalam memahami materi yang

disajikan dalam permainan make a match yang berbentuk soal maupun jawaban.

(18)

2.3 Kerangka Berpikir

Pada tahap awal sebelum guru menggunakan model pembelajaran make a match hasil belajar IPA siswa kelas V di SDN Bugel 01 Salatiga masih rendah. Dengan

adanya hasil belajar tersebut peneliti berupaya untuk meningkatkan hasil belajar

dengan melakukan inovasi dengan menggunakan model-model yang variatif dalam

proses pembelajaran yaitu salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran

make a match .

Adapaun langkah pembelajaran dengan menggunakan model make a match adalah sebagai berikut:

1. Pada kegiatan awal pembelajaran guru memberikan apersepsi dan

menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

2. Pada kegiatan inti guru menyampaiakan informasi. Informasi ini berisi

materi yang akan diajarkan yang dimana dalam penyampaian materi

dilengkapi dengan alat peraga dan dilakukan tanya jawab.

3. Guru mengorganisasi siswa ke dalam tim-tim belajar dimana guru membagi

kelompok belajar secara heterogen.

4. Guru memberikan permaian make a match. Pada kegiatan ini guru akan memberikan intruksi agar kelompok yang mendaptkan kartu soal mencari

pasangan berupa kartu jawaban, dan yang mendapatkan kartu jawaban

mencari pasangan berupa kartu soal yang sesuai.

5. Presentasi. Dalam kegiatan presentasi pasangan akan dipanggil urut

berdasarkan nomer kartu soal yang diterima.

6. Mengevaluasi. Guru dan siswa mengoreksi secara bersama-sama apakah

masing-masing sudah benar dan sesuai atau belum.

7. Membuat kesimpulan. Guru bersama siswa membuat kesimpulan atas materi

yang sudah dipelajari bersama.

8. Guru memberikan refleksi berupa penanaman nilai moral terhadap siswa.

(19)

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Model Make A Match baik dan tuntas sebanyak 100% TINDAKAN

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran make a match

(20)

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka, kajian hasil penelitian yang relevan dan kerangka

berpikir maka dirumuskan suatu hipotesis bahwa penerapan model pembelajaran

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Model Make A Match

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan masalah dalam penelitian ini apakah hasil belajar IPA dapat diupayakan melalui model pembelajaran kooperatif tipe make a match berbantuan media gambar siswa

Dengan demikian perlu diterapkan metode pembelajaran kooperatfi tipe Make A Match untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Setelah

sehingga dapat terselesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Model Pembelajaran Make A Match Pada Siswa Kelas V SD.. Negeri

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah hasil belajar IPA dapat diupayakan melalui model pembelajaran make a match siswa kelas 5SD Pangudi Luhur Ambarawa

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui model pembelajaran Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN 2 Genengsari Kecamatan

Penelitian tersebut telah membuktikan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe make a match terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN Sidorejo Lor

Make A Match adalah pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas dengan suasana yang menyenangkan karena dalam pembelajarannya siswa dituntut untuk berkompetisi mencari pasangan