• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepemimpinan dalam Revolusi Mental

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kepemimpinan dalam Revolusi Mental"

Copied!
248
0
0

Teks penuh

(1)

Kepemimpinan dalam

Revolusi Mental

Iswadi, M. Pd

 Pemimpin dan Kepemimpinan

 Inovasi dan Kreativitas dalam

Kepemimpinan

 Menciptakan Visi Organisasi yang

Efektif

 Manajemen Perubahan dan

Organisasi Pembelajaran (Learning

Organization)

 Komunikasi dalam Pengambilan

Keputusan

 Peranan Pemimpin dalam Revolusi

Mental

 Kepemimpinan Dalam Revolusi

Mental

 Prinsip-Prinsip Pemimpin Unggul

 Leadership dan Pemimpin dalam Era

Perubahan

 Pemberantasan Korupsi

(2)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita persembahkan kepada Allah SWT dengan limpahan Rahmat dan

petunjuk-Nyalah kita masih diberikan sedikit ilmu yang dapat berguna bagi Agama, Bangsa

dan seluruh umat manusia. Tak lupa selawat beriring salam kita haturkan kepada junjungan

kita NABI besar Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam

kebodohon kealam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

D e n g a n p e n u h S e m a n g a t d a n p e r j u a n g a n a k h i r n ya P e n u l i s b i s a

menyelesaikan buku Kepemimpinan dalam Revolusi Mental

dengan harapan dapat dijadikan

bekal bagi para mahasiswa manajemen Pendidikan

yang dipersiapkan untuk menjadi

Pemimpin yang profesional serta memiliki wawasan yang mendalam tentang Kepemimpinan.

Buku ini disusun berdasarkan pengalaman penulis

, yang

pernah aktif dalam

Memimpin

berbagai macam organisasi

,

seperti sudah pernah aktif di organisasi relawan

Jokowi-JK pada saat pilpres tahun 2014 lalu seta sukses bersama tim mewujudkan kemenangan

Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden periode 2014-2019. Di samping itu, Penulis

aktif juga di di berbagai kegiatan organisasi sosial ,Profesi dan politik.

Kehadiran Buku ini Akan menambah dan melengkapi khasanah buku nasional yang

telah ada dengan informasi dan metode penyampaian lebih Muktakir dan terkini , penyebaran

buku Kepemimpinan Telah menyebar keseluruh Perguruan Tinggi di Indonesia sehingga

sangat tepat buku ini dijadikan sebagai panduan dan pegangan bagi

mahasiswa manajemen

Pendidikan

untuk menyelesaikan studi nya serta bagi Pimpinan organisasi

akan membantu

mereka untuk meningkatkan kualitas Kepemimpinan dit institusi masing-masing.

Penulis Berkeinginan mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang

telah mendukung terciptanya Buku Kepemimpinan dalam Revolusi Mental

,

Semoga buku ini

mampu memberikan manfaat yang berarti bagi

mahasiswa manajemen Pendidikan Dalam

rangka mennyelesaikan Studinya masing-masing

. Penulis turut berdo’a agar Buku ini dapat

berguna bagi semua Pembaca, Insyaallah Penulis akan mempertahankan ilmu yang berguna

yang telah Penulis dapatkan dan dapat Penulis transfer melalui Buku

ini

.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati Penulis mohon maaf lahir batin jika dalam

Buku Kepemimpinan dalam Revolusi Mental

ini terdapat kekurangan serta kekeliruan untuk

perbaikan dikemudian hari, semua saran dan kritik yang membangun semangat, Penulis terima

dengan terbuka.

Jakarta

Penulis,

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...

i

Daftar Isi ...

ii

BAB 1 Pemimpin Dan Kepemimpinan ...

1

BAB 2 Inovasi dan kreativitas dalam Kepemimpinan ... 16

BAB 3 Menciptakan Visi Organisasi yang Efektif ... 57

BAB 4 Manajemen Perubahan dan organisasi Pembelajaran

(Learning Organization) ... 66

BAB 5 Komunikasi dalam Pengambilan Keputusan ... 92

BAB 6 Peranan Pemimpin Dalam Revolusi Mental ... 109

BAB 7 Kepemimpinan Dalam Revolusi Mental ... 125

BAB 8 Prinsip-Prinsip Pemimpin Unggul ... 142

BAB 9 Leadership, Pemimpin Dalam Era Perubahan ... 181

BAB 10 Pemberantasan Korupsi ... 192

BAB 11 Tantangan Pemimpin Indonesia

2045

... 204

Daftar Pustaka ... 240

Riwayat Penulis ... 243

(4)

1

BAB I

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN

Secara harfiah kepemimpinan atau leadership berarti sifat, kapasitas dan kemampuan seseorang dalam memimpin. Arti dari kepemimpinan sendiri sangat luas dan bervariasi. Menurut Charteris-Black, definisi dari kepemimpinan adalah “leadership is

process whereby an individual influence a group of individuals to achieve a common goal”. Kepemimpinan adalah sifat dan nilai yang

dimiliki oleh seorang leader.

Teori kepemimpinan telah berkembang sejak puluhan tahun yang lalu dan sudah banyak berbagai referensi dalam bentuk beraneka macam mengenai topik ini yang dihasilkan dari berbagai penelitian. Fungsi kepemimpinan dalam sebuah organisasi atau kelompok sangat penting karena fungsi kepemimpinanlah sebuah organisasi dapat mencapai tujuannya melalui jalan dan cara yang benar. Memahami dengan baik mengenai konsep kepemimpinan sangat membantu seseorang dan organisasi bekerja lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan dan kondisi yang diinginkan.

Pembagian konsep kepemimpinan dalam berbagai aspek telah banyak dilakukan oleh para peneliti dan ahli. Pembagian gaya kepemimpinan yang paling dasar dan sekaligus mendasari perkembangan klasifikasi kepemimpinan sampai saat ini adalah berdasarkan hasil penelitian Lewin (1939). Lewin membagi gaya kepemimpinan menjadi 3 kategori utama yaitu autocratic

leadership, democratic leadership, dan delegative leadership.

Masing-masing kategori ini mempunyai karakteristik dan ciri khas yang membedakan antara satu dengan yang lainnya.

(5)

2

Pemimpin dan kepemimpinan adalah ibarat sekeping mata uang logam yang tidak bisa di pisahkan, dalam artian bisa di kaji secara terpisah yanng tidak bisa di pisahkan, dalam artian bisa dikaji secara terpisah namun harus di lihat sebagai satu kesatuan. Seorang pemimpin harus memiliki jiwa kepemimpinan, dan jiwa kepemimpinan yang dimiliki dari seseorang pemimpin tidak bisa di peroleh dengan cepat dan segera namun sebuah proses yang terbentuk dari waktu ke waktu hingga akhirnya mengkristal dalam sebuah karaktreristik. Dalam artian ada sebagian orang yang memiliki sifat kepemimpinan namun dengan usahanya yang gigih mampu membantu lahirnya penegasan sikap kepemimpinan pada dirinya tersebut.

Beberapa pendapat ahli tentang kepemimpinan mengandung pengertian dan makna yang sama. Antara lain dikemukakan oleh: 1. Sutarto, Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan penataan

berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Sondang P. Siagian, Kepemimpinan adalah suatu kegiatan

mempengaruhi orang lain agar melaksanakan pekerjaan bersama menuju suatu tujuan tertentu. Menurut Sondang P. Siagian Kepemimpinan ini merupakan suatu kegiatan mempengaruhi orang lain agar melaksanakan pekerjaan bersama menuju suatu tujuan tertentu.

3. Ordway Tead, Kepemimpinan adalah aktifitas mempengaruhi

orang-orang agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

(6)

3

4. George Terry, Kepemimpinan adalah hubungan yang erat ada

dalam diri orang atau pemimpin, mempengaruhi orang-orang lain untuk bekerja sama secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai keinginan pemimpin.

5. Franklin G. Mooore, Kepemimpinan adalah kemampuan

membuat orang-orang bertindak sesuai dengan keinginan pemimpin.

Cara Pemimpin Melakukan Kepemimpinannya

Cara seorang pemimpin melakukan kepemimpinannya itu dapat di golongkan atas beberapa golongan antara lain :

1. Secara Otokratis

Kepemimpinan secara otokratis artinya pemimpin menganggap organisasi sebagai milik sendiri, ia bertindak diktator terhadap para anggota organisasinya dan menganggap mereka itu sebagai bawahan dan merupakan sebagai alat, bukan manusia. Cara menggerakan para anggota organisasi dengan unsur-unsur paksaan dan ancaman-ancaman pidana.

Bawahan adanya hanya menurut dan menjalankan perintah-perintah atasan serta tidak boleh membantah, karena pimpinan secara ini tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat.

Rapat-rapat atau musyawarah tidak dikehendaki. Berkumpul atau rapat hanya untuk menyampaikan intruksi-intruksi atau perintah-perintah.

Pemimpin semacam ini hanya menggantungkan kekuasaannya atas pengangkatan formilnya dan semua tindakannya tidak boleh di ganggu gugat dan kekuasaan yang kuat ini mudah menimbulkan

(7)

4

sikap menyerah tanpa syarat, sikap “sumuhun dawuh”, “a.b.s. – asal bapak senang”, dan melahirkan para “yes men” terhadap pemimpin.

Dalam hal ini anggota kelompok cenderung untuk mengabaikan perintah atau tugas, apabila tidak ada pengawasan langsung.

Dalam hal ini para anggota kelompok cenderung untuk mengabaikan perintah atau tugas, apabila tidak ada pengawasan langsung.

Cara menjalankan kepemimpinan secara otokratis ini dapat kita jumpai dalam pemerintah feudal oleh kerajaan-kerajaan pada zaman abad pertengahan.

Dari apa yang telah di uraikan diatas jelas terlihat bahwa cara kepemimpinan yang demikian itu tidak tepat untuk suatu organisasi modern, dimana hak-hak asasi manusia yang di pimpin harus di hormati.

2. Secara Militeristis

Cara yang dimaksud disini bukanlah cara yang memang lazim dan harus dilaksanakan oleh pemimpin militer dalam ketentaraan yang sudah sewajarnya, akan tetapi melaksanakan kepemimpinan biasa memakan cara yang lazim digunakan dalam kemiliteran itu.

Seorang pemimpin yang bersifat “militeris” yaitu pemimpin yang memiliki sifat-sifat antara lain seperti di bawah ini :

a. Untuk menggerakan bawahannya ia menggunakan sistem perintah yang biasa digunakan dalam ketentaraan. b. Gerak-geriknya senantiasa tergantung kepada pangkat

dan jabatannya.

(8)

5

d. Menurut disiplin keras dan kaku dari bawahannya, e. Senang akan upacara-upacara untuk berbagai keadaan, f. Tidak menerima kritik dari bawahannya,

g. Dan lain sebagainya.

3. Secara Paternalistis

Cara ini boleh dikatakan untuk seorang pemimpin yang bersifat “kebapakan”, ia menganggap anak buahnya sebagai “anak” atau manusia yang belum dewasa yang dalam segala hal masih membutuhkan bantuan dan perlindungan yang kadang-kadang perlindungan yang berlebih-lebihan.

Dengan demikian maka pemimpin semacam ini jarang atau tidak memberikan sama sekali kepada anak buahnya untuk bertindak sendiri, untuk mengambil inisiatif atau mengambil keputusan. Anak buahnya jarang sekali diberi kesempatan untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya.

Pemimpin semacam ini tidak ada sifat keras atau kejam terhadap mereka yang dipimpin, bahkan hampir dalam segala hal sikap baik dan ramah, walaupun ada sifat yang negatif padanya yaitu bersifat sok maha tahu.

Seorang pemimpin seperti ini dalam hal-hal yang tertentu amat diperlukan, akan tetapi sebagai pemimpin pada umumnya yang kurang baik.

4. Secara Kharismatis

Sebenarnya kurang tepat kalau dikatakan “ menjalankan kepemimpinan secara kharismatis”, lebih tepat kalau dikatakan “pemimpin yang mempunyai charisma” atau “pemimpin yang

(9)

6

berkharismatis”, rupa-rupanya sulit untuk menemukan sebab-sebab mengapa seorang pemimpin memiliki kharismatik. Yang terang adalah bahwa pemimpin itu mempunyai “daya tarik” yang amat besar, sehingga pengikutnya amat besar pula jumlahnya, akan tetapi susah dijelaskan mengapa mereka itu menjadi pengikut pemimpin tersebut. Kepatuhan dan kesetiaan para pengikut rupa-rupanya timbul dari kepercayaan yang penuh kepada pemimpin yang di cintai, di hormati, di segani, dan di kagumi, bukan semata-mata benar tidaknya tindakan-tindakan yang dilakukan pemimpin.

Pemimpin kharismatis mampu menguasai pengikutnya karena mereka ini diliputi oleh kepercayaan yang luar biasa besar terhadapnya. Pemimpin ini rupanya mempunyai semacam kesaktian, mempunyai kemampuan yang luar biasa diluar kemampuan orang-orang biasa. Adapula yang mengatakan ia menguasai pengikutnya dengan daya hipnotis, sehingga mereka ini ikut dengan membabi buta. Untuk mudahnya dikatakan, bahwa pemimpin yang demikian itu di berkahi dengan kekuatan ghaib. Jendral Soedirman adalah pemimpin yang kharismatis. Tampang Jendral tidak di miliki, apalagi kekuatan jasmaniah, waktu berjuang, kesehatannya buruk. Pendidikan umun dan pendidikan kemiliterannyapun tidak dapat dikatakan tinggi, akan tetapi apa sebabnya para anak buahnya amat patuh dan setia? Tidak lain karena beliau memiliki charisma (kekuatan ghaib). Mahatma Gnadhi adalah pemimpin dari India yang walaupun tidak memiliki tampang dan gaya memimpin, akan tetapi orang banyak orang yang mengikutinya, sedangkan kepemimpinannya diakui oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Apa sebabnya? Ia adalah pemimpin yang kharismatis, pemimpin yang memiliki semacam kekuatan ghaib.

(10)

7

Tipe kepemimpinan kharismatik memiliki energi dan daya tarik yang luar biasa untuk dapat mempengaruhi orang lain, maka tidaklah heran apabila memiliki pengikut atau masa yang jumlahnya besar. Sifat kharismatik yang dimiliki adalah karunia dari tuhan. Pemimpin kharismatik bisa dilihat dari cara mereka berbicara, berjalan maupun bertindak.

Contoh pemimpin kharismatik adalah Nelson Mandela, John

F Kennedy, Martin Luther King, Soekarno dan lain-lain

Kelebihan:

1. Dapat mengkomunikasikan visi dan misi secara jelas

2. Dapat membangkitkan semangat bawahan untuk bekerja lebih giat

3. Bisa mendapatkan pengikut dengan masa yang besar karena sifatnya yang berkharisma sehingga bisa dipercaya

4. Menyadari kelebihannya dengan baik sehingga bisa memanfaatkannya semaksimal mungkin

Kelemahan:

1. Para pemimpin kharismatik mudah mengambil keputusan yang beresiko

2. Pemimpin kharismatik cenderung memiliki khayalan bahwa apa yang dilakukan pasti benar karena pengikutnya sudah terlanjur percaya

3. Ketergantungan yang tinggi sehingga regenerasi untuk pemimpin yang berkompeten sulit

5. Secara “Laisses Faire” tau secara bebas

Sebenarnya dalam hal ini pemimpin tidak memberikan pimpinan. Melaksanakan pimpinan secara ini dapat diartikan:

(11)

8

“membiarkan anak buahnya untuk berbuat sekehendaknya sendiri”. Petunjuk dan pengawasan, dan kontrol terhadap kegiatan dan pekerjaan anak buahnya tidak di adakan.

Pembagian tugas, cara bekerja sama semuanya diserahkan kepada para anak buahnya kekuasaan dan tanggung jawab jalannya simpang siur, sehingga keadaannya tidak mudah dikendalikan dan akibatnya terjadi kekacauan.

Melakukan kepemimpinan secara ini biasanya tidak kelihatan ada organisasi dan segala sesuatu dilakukan tanpa rencana dari pimpinan.

6. Secara Demokratis

Tipe kepemimpinan demokratis adalah kebalikan dari pemimpin otoriter. Disini pemimpin ikut berbaur dan berada ditengah-tengah anggotanya. Hubungan yang tercipta juga tidaklah kaku seperti majikan dengan bawahan, melainkan seperti saudara sendiri. Pemimpin selalu memperhatikan kebutuhan kelompoknya dan mempertimbangkan kesanggupan kelompok dalam mengerjakan tugas. Pemimpin juga mau menerima masukan dan saran dari bawahannya.

Cara ini lazimnya di pandang sebagai kebalikan dari pada cara kepemimpinan yang otokratis. Kalau cara otokratis perlakuanya bersifat diktotaris, memerintah anak buah dengan keras dan menganggap mereka sebagai alat belaka, sedangkan kalau cara demokratis perlakuannya bersifat kerakyatan atau persaudaraan, mengaharap kerja sama dengan anak buahnya yang tidak di pandang sebagai alat, tetapi di anggap sebagai manusia. Artinya hubungan antara pemimpin dan anak buah bukan sebagai atasan

(12)

9

dan bawahan atau sebagai majikan dan pekerjaannya, akan tetapi sebagai saudara tua terhadap teman sekerjanya.

Dalam pelaksanaan tugas pemimpin semacam ini mau menerima saran-saran dari anak buah dan bahan kritik-kritik dimintanya dari mereka demi suksesnya pekerjaan bersama.

Ia memberi kebebasan yang cukup kepada anak buahnya, karena menaruh kepercayaan yang cukup bahwa mereka itu akan berusaha sendiri menyelesaikan pekerjaanya dengan sebaik-baiknya segala usaha ditujukan untuk membuat bawahannya senantiasa mencapai hasil yang lebih baik dari ia sendiri.

Untuk dapat mencapai hasil baik ini seorang pemimpin demokratis senantiasa berusaha memupuk kekeluargaan dan persatuan, membangunkan semangat dan kegairahan bekerja pada anak buahnya.

Pada zaman sekarang pemimpin semacam inilah yang diharapkan dan dituntut orang banyak, oleh karena dengan kepemimpinan yang demokratis segala usaha dapat dikerjakan dengan lebih bergairah dan mantap.

Perlu di catat, bahwa bebarapa ahli psikologi pernah melakukan percobaan-percobaan dengan cara tertentu memperbandingkan cara-cara kepemimpinan yang demokratis, Laisses Faire dan oktokratis adalah bahwa pada car kepemimpinan otoriter terdapat agresivitas, pertentangan, usaha mencari kambing hitam diantara anggota kelompok dan sikap apatis atau masa bodoh, sedangkan dalam cara kepemimpinan yang demokratis kelihatan adanya kerja sama timbal balik diantara para anggota kelompok.

(13)

10

Pernah pula diadakan angket pada anggota-anggota masyarakat tertentu dan hasilnya menyatakan bahwa dari seluruh anggota tadi ada 95% yang memilih cara kepemimpinan demokratis. Kepemimpinan inilah yang dianggap paling baik, oleh karena dapat menimbulkan suatu kerja dan produktivitas yang paling tinggi derajatnya.

Ada seorang ahli lainnya yang juga pernah mengadakan percobaan penelitian terhadap ketiga cara kepemimpinan yang sama itu dan hasilnya menyatakan bahwa kelompok dalam kepemimpinan otoriter dapat melakukan paling banyak pekerjaan, akan tetapi mereka itu berhenti bekerja apabila pemimpinnya pergi. Juga ternyata bahwa mereka mempunyai perasaan kurang senang terhadap pemimpinnya dan beberapa orang dari mereka menjadi agresif apabila terdapat suatu kesalahan mereka itu mencari kambing hitam. Sebaliknya dalam kepemimpinan yang demokratis prestasi pekerjaannya tidak begitu banyak seperti pekerjaan dalam kepemimpinan otoriter, akan tetapi dalam kelompok demokratis ada kegairahan bekerja dan para anggotanya tetap terus bekerja dengan gembira, ada atau tidak ada pemimpin disampingnya.

Adapun kelompok dengan kepemimpinan secara Laisses Faire ternyata melakukan pekerjaan yang paling minimal dan bekerjanya semraut tidak karuan. Para anggotannya tidak menyukai pemimpinnya dan tanpak merasa tidak puas. Ahli tersebut memberikan kesimpulan pula, bahwa kepemimpinan otoriter mungkin paling baik bagi suatu usaha yang perlu dilaksanakan dengan cepat, karena disini di perlukan seorang pemimpin yang kuat. Kehendaknya cara kepemimpinan ini hanya dipakai dalam

(14)

11

keadaan darurat saja, manakala keadaan sudah biasa lagi, cara kepemimpinan ini harus segera dihentikan.

Dalam percobaan itupun ternyata bahwa pimpinan yang tidak memberikan bimbingan sama sekali akan mengakibatkan rasa permusuhan dan ketidakpuasan pada kelompok. Yang paling baik tenyata pemimpin ikut berpartisipasi, giat memberi bimbingan, bukan suka mengejar-ngejar. Kesemuanya ini bisa didapati dalam kepemimpinan secara demokratis.

Contoh pemimpin demokratis adalah John F Kennedy, Mahatma

Gandhi dan lain-lain

Kelebihan:

1. Hubungan antara pemimpin dan bawahan harmonis dan tidak kaku

2. Keputusan dan kebijaksanaan diambil melalui diskusi sehingga bawahan akan merasa dihargai dan dibutuhkan peranannya

3. Mengembangkan daya kreatif dari bawahan karena dapat mengajukan pendapat dan saran

4. Bawahan akan merasa percaya diri dan nyaman sehingga bisa mengeluarkan kemampuan terbaiknya untuk menyelesaikan tugasnya

5. Bawahan akan merasa bersemangat karena merasa diperhatikan

6. Tidak mudah lahir kubu oposisi karena pemimpin dan bawahan sejalan

(15)

12

1. Proses pengambilan keputusan akan berlangsung lama karena diambil secara musyawarah

2. Sulitnya dalam pencapaian kata mufakat karna pendapat setiap orang jelas berbeda

3. Akan memicu konflik apabila keputusan yang diambil tidak sesuai dan apabila ego masing-masing anggota tinggi

A. Ciri-ciri kepemimpinan

Memang tidak mudah untuk menentukan ciri-ciri yang harus dimiliki oleh pribadi seorang pemimpin, dan tiap-tiap cendikiawan yang mempelajarinya memperoleh hasil pengamatan dan mempunyai pendapat yang tidak sama, misalnya W.A Gerungan dalam bukunya yang berjudul “Psychology Sosial” telah menyebut beberapa ciri-ciri yang dimiliki kebanyakan pemimpin. Diutarakan, bahwa tiap-tiap pemimpin paling sedikit mempunyai tiga macam ciri, yaitu seperti yang tersebut di bawah ini:

1. Penglihatan Sosial

Yang diartikan dnegan penglihatan sosial disini adalah suatu kemampuan untuk melihat dan mengerti gejala-gejala yang timbul dalam masyarakat atau penghidupan sehari-hari, khususnya mengenai perasaan-perasaan, tingkah laku, keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan para anggota sesama kelompok. Almarhum Bung Karno (Presiden pertama RI an Co-Proklamator Kemerdekaan), sebagai pemimpin Bangsa Indonesia memiliki kecakapan sosial yang tinggi terhadap perasaan sikap dan spirasi bangsa Indonesia, sehingga dapat melaksanakan tugasnya sebagai

(16)

13

penyambung lidah dari anggota-anggota kelompoknya. Yaitu bangsa Indonesia.

2. Kecakapan Berfikir Abstrak

Yang dimaksud disini ialah mempunyai otak yang amat cerdas, artinya memiliki inteligensi yang tinggi, oleh karena berpikir secara abstrak itu sebenarnya merupakan salah satu segi dari inteligensi. Kecakapan berpikir secara abstrak itu di butuhkan oleh seorang pemimpin untuk melihat, menafsirkan dan menilai kegiatan-kegiatan yang dilakukan didalam kelompok dan keadaan umum diluar kelompok dalam hubungannya dengan apa yang menjadi tujuan kelompok, dengan lain perkataan seorang pemimpin harus dapat melihat dan menganalisa gejala-gejala yang timbul dalam masyarakat, serta dapat memanfaatkan untuk mencapai apa yang dituju oleh kelompok.

3. Keseimbangan Emosi

Orang mudah naik darah dan suka sekali marah-marah, membuat ribut kiri-kanan menandakan emosinya tidak mantap, tidak memiliki keseimbangan emosional.

Jangankan menjadi pemimpin terhadap orang lain, menenangka diri sendiri saja tak mampu. Terang bahwa seorang pemimpin harus dapat menciptakan rasa tenang dan aman kepada anak mereka yang dipimpin. Hal ini hanya mungkin dilakukan, apabila ia sendiri bersikap tenang dan aman, karena memiliki keseimbangan emosional.

Menurut penelitian yang pernah dilakukan dalam ilmu jiwa memang nyata, bahwa seorang pemimpin itu mempunyai perasaan

(17)

14

yang positif terhadap lingkungannya. Tak pernah ada seorang pemimpin yang menunjukan sikap negatif, lebih-lebih tidak percaya pada diri sendiri.

Terangnya pada diri pemimpin harus ada kepribadian yang harmonis, jiwa yang mantap, emosi yang stabil dan keinsyafan yang mendalam akan aspirasi, perasaan, kebutuhan dan cita-cita para anggota kelompoknnya. Kemantapan jiwa bukan berarti jiwa yang statis dan beku, akan tetapi suatu keseimbangan jiwa yang dapat bergerak ke mana-mana dinamis, tetapi dinamika stabil.

Slamet Iman Santosa (Psikolog kenamaan serta Direktur Studium Generale Universitas Indonesia) dalam ceramahnya yang terbuka bagi umum di Aula Gedung Kebangkitan Nasional Jakarta pada tanggal 25 juni 1977 berpendapat: bahwa psikologi seorang pemimpin itu bukan dari teori kepemimpinan, tetapi dari pengalaman dan perkembangannya manusia itu sendiri.

Seorang hanya akan menjadi pemimpin sepanjang masa karena pengalamannya. Seorang pemimpin yang baik dan berhasil haruslah memiliki kemampuan tersebut, seorang pemimpin harus memiliki syarat-syarat: sifat yang melekat pada seorang pemimpin adalah kepandaian, perasaan, dan ilham.

Tiga sifat ini merupakan sifat alamiah dasar yang berkembang sepanjang pengalaman. Sedangkan segi lainnya lagi adalah watak.

Untuk dapat memimpin, manusia yang “berwibawa” dalam arti murni. Wibawa yang langsung melekat pada kepribadiannya, bukan karena kekuasaan dan ditakuti.

Sebagai contoh dikemukakan Ki Hajar Dewantara dan Mahatma Gandhi. Pemimpin yang ideal adalah orang yang bekuasa

(18)

15

dan memiliki wibawa seta punya kemampuan yang baik terhadap semua lapisan dari lapangan dimana nanti dia akan begerak.

(19)

16

BAB 2

Inovasi dan kreativitas dalam Kepemimpinan

Pengambilan keputusan dalam manajemen memegang peranan yang sangat penting, karena keputusan yang diambil oleh seorang pimpinan atau manajer adalah hasil akhir yang harus dilaksanakan oleh pimpinan dalam organisasi. Pengambilan keputusan diperlukan disemua tingkat administrastor dalam organisasi. Pengambilan keputusan pada hakikatnya adalah pemilihan alternatif yang paling kecil resikonya, untuk dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi, sehingga dalam prosesnya terdapat tiga kekuatan yang selalu mempengaruhinya yaitu dinamika individu, dinamika kelompok dan dinamika lingkungan.

Bagi seorang manajer yang ingin meningkatkan efektivitasnya dalam mengambil keputusan perlu meningkatkan kemampuannya untuk berpikir secara kreatif. Makin tinggi kemampuan seseorang untuk menggali bakat yang terpendam dalam diri sendiri untuk dimanfaatkan dalam proses pengambilan keputusan makin tinggi pula kreativitas orang yang bersangkutan. Berpikir kreatif menyangkut kemauan mencari, menemukan ide baru, teknik baru dan metode baru dengan mendorong timbulnya berbagai masalah.

Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah kemampuan organisasi dan faktor lingkungan proses pengambilan keputusan yang selalu bersifat situasional, kondisional, temporal dan spasial. Seorang manajer yang ingin meningkatkan efektivitasnya selaku pejabat pimpinan harus

(20)

17

rnampu menggabungkan pendekatan ilmiah dan pemikiran yang kreatif, inovatif serta daya intuitif dalam mengambil seluruh langkah proses pengambilan keputusan. Salah satu tolok ukur utama yang biasa digunakan untuk mengukur efektivitas kepemimpinan seseorang yang menduduki jabatan pimpinan dalam suatu organisasi ialah kemampuan dan kemahirannya mengambil keputusan yang baik bila memenuhi 4 persyaratan, yaitu : rasional, logis, realistis dan pragmatis. (John F. Harlff, 2004).

Oleh karena itu untuk mempermudah dalam pengambilan keputusan alangkah baiknya perlu mengetahui terlebih dahulu jenis-jenis keputusan tersebut. Hal ini akan mempermudah seorang manajer dalam memperkirakan informasi yang bagaimana yang diperlukan, dari mana sumbernya, bagaimana memperolehnya, sehingga keputusan yang diambil benar-benar merupakan yang terbaik demi lancarnya kegiatan organisasi.

Efektif tidaknya seorang pimpinan dalam menjabat sebagai pimpinan adalah kemahirannya dalam mengambil keputusan yang rasionil. Agar dapat diterima oleh akal maka pemimpin harus memperhatikan beberapa unsur dalam proses pengambilan keputusannya, yaitu : (Abdul Wahab, Solichin, 2006).

1) Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai sebagai masalah-masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain.

(21)

18

2) Tujuan-tujuan, nilai-nilai, atau sasaran yang mempedomani pembuat keputusan amat jelas dan dapat ditetapkan rangkingnya sesuai dengan urutan kepentingannya.

3) Pelbagai altenatif untuk memecahkan masalah tersebut diteliti secara saksama.

4) Akibat-akibat (biaya dan manfaat) yang ditimbulkan oleh setiap alternatif yang dipilih diteliti.

5) Setiap alternatif dan masing-masing akibat yang menyertainya, dapat diperbandingkan dengan alternatif-altenatif lainnya.

Pengambilan keputusan adalah atribut yang dikuasai oleh semua pemikir kreatif yang sukses. Banyak keputusan yang efektif harus dibuat selama proses kreatif. Pemikir kreatif dan pengambil keputusan terampil dalam menganalisis, mensintesis dan menilai. Dia tahu kapan dan bagaimana menggunakan pikiran mendalam dan dia peka pada pikiran intuitifnya.

Imajinasinya dapat membantu untuk menemukan cara-cara baru untuk mendekati situasi dan masalah. Dia selalu terbuka untuk ide-ide baru, bahkan jika mereka datang melalui analoginya yang rentang waktu relevansi cukup luas. Dia memiliki cukup kesadaran diri untuk mengetahui bahwa orang lain mungkin memiliki pengetahuan khusus yang lebih besar daripada dia, dan dia dapat berkonsultasi dengan itu dalam mencari solusi serta fakta.

Studi tentang teori pengambil keputusan akan banyak menolong dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif

(22)

19

dan inovatif dalam mengambil keputusan. Rasionalitas murni dalam pengambilan keputusan secara teoritis memang mungkin terjadi, yaitu apabila keputusan mendasarkan tindakannya semata-mata pada pendekatan ilmiah. Keputusan hanya akan mempunyai makna apabila ia dapat dioperasionalkan dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.

Agar suatu keputusan bermakna seperti tersebut di atas, maka daya pikir yang kreatif dan inovatif dari pada pengambilan keputusan sangat diperlukan.Teknik-teknik berpikir kreatif menurut Prof. Dr. S. P. Siagian (2003) adalah sebagai berikut :

1) Brain Storming

Teknik ini digunakan untuk membantu para manajer dalam mencari dan menemukan scbanyak mungkin pendapat dan gagasan dari sebanyak mungkin orang. Gagasan tersebut kemudian disaring untuk kemudian diterapkan dan gagasan yang tidak relevan, tidak masuk akal akan disisihkan.

2) Synetics

Sasaran teknik ini adalah untuk memperbaiki perilaku antar individu dalam kehidupan kelompok. Dalam teknik ini para peserta diskusi diajak memahami suatu problem dan kemudian mencoba menterjemahkan segi-segi asing dari situasi problematik itu.

3) Asosiasi Bebas

Teknik ini merupakan pemanfaatan kekuatan berpikir untuk membuat hubungan yang lateral dan tidak segera

(23)

20

terlibat sebelumnya. Teknik ini bermanfaat dalam mengkombinasikan produk-produk baru dan menggabungkan berbagai gagasan yang tidak kongkrit. 4) Buku Catatan Kolektif

Teknik berkisar pada penggunaan buku catatan dari sekelompok orang yang diajukan dalam memecahkan masalah

5) Checklist

Cara ini menantang seseorang untuk berfikir kreatif dalam menjawab serangkaian pertanyaan. Pertanyaan disusun sedemikian rupa sehingga orang-orang diharapkan dapat menjawab secara kritis dan sistematis, sehingga ditemukan usaha-usaha cara penanggulangannya.

Inisiatif individual adalah seberapa jauh inisiatif seseorang dikehendaki dalam perusahaan. Hal ini meliputi tanggung jawab, kebebasan dan independensi dari masing-masing anggota organisasi, dalam artian seberapa besar seseorang diberi wewenang dalam melaksanakan tugasnya, seberapa berat tanggung jawab yang harus dipikul sesuai dengan kewenangannya dan seberapa luas kebebasan mengambil keputusan.

Toleransi terhadap risiko, menggambarkan seberapa jauh sumber daya manusia didorong untuk lebih agresif, inovatif dan mau menghadapi risiko dalam pekerjaannya. Pengarahan, hal ini berkenaan dengan kejelasan sebuah organisasi dalam menentukan objek dan harapan terhadap sumber daya manusia terhadap hasil kerjanya. Harapan

(24)

21

tersebut dapat dituangkan dalam bentuk kuantitas, kualitas dan waktu.

Integrasi adalah seberapa jauh keterkaitan dan kerja sama yang ditekankan dalam melaksanakan tugas dari masing-masing unit di dalam suatu organisasi dengan koordinasi yang baik. Dukungan manajemen, dalam hal ini seberapa jauh para manajer memberikan komunikasi yang jelas, bantuan, dan dukungan terhadap bawahannya dalam melaksanakan tugasnya. Pengawasan, meliputi peraturan-peraturan dan supervisi langsung yang digunakan untuk melihat secara keseluruhan dari perilaku karyawan. Identitas, menggambarkan pemahaman anggota organisasi yang loyal kepada organisasi secara penuh dan seberapa jauh loyalitas karyawan tersebut terhadap organisasi.

Sistem penghargaan pun akan dilihat dalam budaya organisasi, dalam arti pengalokasian “reward” (kenaikan gaji, promosi) berdasarkan kriteria hasil kerja karyawan yang telah ditentukan. Toleransi terhadap konflik, menggambarkan sejauhmana usaha untuk mendorong karyawan agar bersikap kritis terhadap konflik yang terjadi. Karakteristik yang terakhir adalah pola komunikasi, yang terbatas pada hierarki formal dari setiap perusahaan.

Proses Inovasi dalam Pengambilan Keputusan

Seorang manajer adalah seorang yang memiliki jiwa dan kemampuan tertentu dalam berkreasi dan berinovasi. Ia adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create

(25)

22

Kemampuan kreatif dan inovatif tersebut secara riil tercermin dalam kemampuan dan kemauan untuk memulai usaha (start

up), kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang baru

(creative), kemampuan untuk mencari peluang (opportunity), keberanian untuk menanggung risiko(risk bearing) dan kemampuan untuk mengembangkan ide. Disinilah suatu kreatifitas sangat diperlukan untuk mengembangkan ide dan bahkan untuk mempertahankan suatu ide yang telah ada.

Dalam suatu perusahaan terdapat persaingan yang ketat. Untuk memenangkan persaingan, maka seorang manajer harus memiliki daya kreativitas yang tinggi. Daya kreativitas tersebut sebaiknya dilandasi oleh cara berpikir yang maju, penuh dengan gagasan-gagasan baru yang berbeda dengan yang lainnya. Gagasan-gagasan yang kreatif umumnya tidak dapat dibatasi oleh ruang, bentuk ataupun waktu. Justru seringkali ide-ide jenius yang memberikan terobosan-terobosan baru dalam dunia usaha awalnya adalah dilandasi oleh gagasan-gagasan kreatif yang kelihatannya mustahil.

Disinilah diperlukannya suatu proses keputusan inovasi, yaitu proses yang dilalui individu mulai dari pertama tahu adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan setuju terhadap inovasi, penetapan keputusan menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi, dan konfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya.

Inovasi membutuhkan kompetensi dan budaya kreatif, tidak ada inovasi tanpa budaya kreatif dan tidak ada kreativitas tanpa kompetensi. Inovasi dalam pengambilan keputusan hanya dapat dikembangkan kalau kita mampu membangun

(26)

23

kompetensi dan mengembangkan budaya kreatif. Semua kendala untuk pengembangan kompetensi dan kreativitas harus dihilangkan dan insentif untuk pengembangannkompetensi harus diberikan.

Proses keputusan inovasi bukan kegiatan yang dapat berlangsung seketika, tetapi merupakan serangkaian kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu, sehingga individu atau organisasi dapat menilai gagasan yang baru itu sebagai bahan pertimbangan untuk selanjutnya akan menolak atau menerima inovasi dan menerapkannya. Ciri pokok keputusan inovasi dan merupakan perbedaannya dengan tipe keputusan yang lain adalah dimulai denga adannya ketidaktentuan tentang sesuatu.

Model Proses Keputusan Inovasi

Menurut Roger, proses keputusan inovasi terdiri dari 5 tahap, yaitu tahap pengetahuan, tahap bujukan, tahap keputusan, tahap implementasi dan tahap konfirmasi.

1. Tahap Pengetahuan (Knowledge)

Tahap ini merupakan tahap munculnya pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat serta bagaimana suatu inovasi berfungsi. Proses keputusan inovasi dimulai dengan tahap pengetahuan yaitu tahap pada saat seorang menyadari adanya suatu inovasi dan ingin tahu bagaimana fungsi inovasi tersebut. Pengertian

(27)

24

menyadari dalam hal ini bukan memahami tetapi membuka diri untuk mengetahui inovasi. Seseorang menjadi atau membuka suat inovasi tentu dilakukan secara aktif bukan secara pasif.

Seseorang menyadari perlunya mengetahui inovasi biasanya tentu berdasarkan pengamatan tentang inovasi itu sesuai dengan kebutuhannya, minat atau mungkin juga kepercayaannya. Adanya inovasi menumbuhkan kebutuhan karena kebetulan ia merasa butuh. Tetapi mungkin juga terjadi bahkan karena seseorang butuh sesuatu maka untuk memenuhinya diadakan inovasi. Dalam kenyataannya di masyarakat hal yang kedua ini jarang terjadi, karena banyak orang tidak tahu apa yang diperlukan. Apalagi dalam bidang pendidikan, yang dapat merasakan perlunya ada perubahan biasanya orang yang ahli. Sedang guru sendiri belum tentu mau menerima perubahan atau inovasi yang sebenarnya diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanaan tugasnya.

Sebagaimana halnya untuk seorang dokter, manusia memerlukan makan vitamin, tetapi juga tidak menginginkan nya, dan sebaliknya sebenarnya ingin sate tetapi menurut dokter justru sate membahayakan kita. Setelah seseorang menyadari adanya inovasi dan membuka dirinya untuk mengetahui inovasi, maka keaktifan untuk memenuhi kebutuhan ingin tahu tentang inovasi itu bukan hanya berlangsng pada tahap pengetahuan saja tetapi juga pada tahap yang lain bahkan

(28)

25

sampai tahap konfirmasi. Artinya masih ada keinginan untuk mengetahui aspek-aspek tertentu dari inovasi.

2. Tahap Bujukan (Persuation)

Tahap Persuasi (Persuasion), adalah suatu tahap ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik. Pada tahap persuasi dari proses keputusan inovasi, sesorang membentuk sikap menyenangi atau tidak menyenangi terhadap inovasi. Jika pada tahap pengetahuan proses kegiatan mental yang utama bidang kognitif, maka pada tahap persuasi yang berperan utama bidang afeksi atau perasaan, seseorang tidak dapat menyenangi inovasi sebelum ia tahu lebih dulu tentang inovasi.

Dalam tahap persuasi ini lebih banyak keaktifan mental yang memegang peran. Seseorang akan berusaha mengetahui lebih banyak tentang inovasi dan menafsirkan informasi yang diterimanya. Pada tahap ini berlangsung seleksi informasi disesuaikan dengan kondisi dan sifat pribadinya. Di sinilah peranan karakteristik inovasi dalam mempengaruhi proses keputusan inovasi.

Dalam tahap persuasi ini juga sangat penting peran kemampuan untuk mengantisipasi kemungkinan penerapan inovasi di masa datang. Perlu ada kemampuan untuk untuk memproyeksikan penerapan inovasi dalam pemikiran berdasarkan kondisi dan situasi yang ada. Untuk mempermudah proses mental itu, perlu adanya

(29)

26

gambaran yang jelas tentang bagaimana pelaksanaan inovasi, jika mungkin sampai pada konsekuensi inovasi.

Hasil dari tahap persuasi yang utama ialah adanya penentuan menyenangi atau tidak menyenangi inovasi. Diharapkan hasil tahap persuasi akan mengarahkan proses keputusan inovasi atau dengan kata lain ada kecenderungan kesesuaian antara menyenangi inovasi dan menerapkan inovasi. Namun perlu diketahui bahwa sebenarnya antara sikap dan aktifitas masih ada jarak. Orang menyenangi inovasi belum tentu ia menerapkan inovasi. Ada jarak atau kesenjangan antara pengetahuan,sikap, dan penerapan (praktik). Misalnya seorang guru tahu tentang metode diskusi, tahu cara menggunakannya, dan senang menggunakan, tetapi ia tidak pernah menggunakan, karena beberapa faktor : tempat duduknya tidak memungkinkan, jumlah siswanya terlalu besar, dan takut bahan pelajarannya tidak akan dapat disajikan sesuai batas waktu yang ditentukan. Perlu adanya bantuan pemecahan masalah.

3. Tahap Keputusan ( Decision )

Tahap keputusan dari proses inovasi, berlangsung jika seseorang melakukan kegiatan yang mengarah untuk menetapkan menerima atau menolak inovasi. Menerima inovasi berarti sepenuhnya akan menerapkan inovasi. Menolak inovasi berarti tidak akan menerapkan inovasi. Sering terjadi seseorang akan menerima inovasi setelah ia mencoba lebih dahulu. Bahkan

(30)

27

jika mungkin mencoba sebagian kecil lebih dahulu, baru kemudian dilanjutkan secara keseluruhan jika sudah terbukti berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi tidak semua inovasi dapat dicoba dengan dipecahkan menjadi beberapa bagian. Inovasi yang dapat dicoba bagian demi bagian akan lebih cepat diterima. Dapat juga terjadi percobaan cukup dilakukan sekelompok orang dan yang lain cukup mempercayai dengan hasil percobaan temannya.

Perlu diperhatikan bahwa dalam kenyataan pada setiap tahap dalam proses keputusan inovasi dapat terjadi penolakan inovasi. Misalnya penolakan dapat terjadi pada awal tahap pengetahuan, dapat juga terjadi pada tahap persuasi, mungkin juga terjadi setelah konfirmasi, dan sebagainya. Ada dua macam penolakan inovasi yaitu : ( a) penolakan aktif artinya penolakan inovasi setelah inovasi setelah melalui mempertimbangkan untuk menerima inovasi atau mungkin sudah mencoba lebih dahulu, tetapi keputusan terakhir menolak inovasi, dan ( b ) penolakan

pasif artinya penolakan inovasi dengan tanpa pertimbangan sama sekali.

Dalam pelaksanaan difusi inovasi antara : pengetahuan, persuasi, dan keputusan inovasi sering berjalan bersamaan, satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Bahkan untuk jenis inovasi tertentu dapat terjadi urutan : pengetahuan-keputusan inovasi baru persuasi.

(31)

28

4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.

Tahap implementasi dari proses keputusan inovasi terjadi apabila seseorang menerapkan inovasi. Dalam tahap implementasi ini berlangsung keaktifan baik mental maupun perbuatan. Keputusan penerima gagasan atau ide baru dibuktikan dalam praktik. Pada umumnya implementasi tentu mengikuti hasil keputusan inovasi. Tetapi dapat juga terjadi karena sesuatu hal sudah memutuskan menerima inovasi tidak diikuti implementasi. Biasanya hal ini terjadi karena fasilitas penerapan yang tidak tersedia.

Kapan tahap implementasi berakhir? Mungkin tahap ini berlangsung dalam waktu yang sangat lama, tergantung dari keadaan inovasi itu sendiri. Tetapi biasanya suatu tanda bahwa taraf implementasi inovasi berakhir jika penerapan inovasi itu sudah melembaga atau sudah menjadi hal-hal yang bersifat rutin. Sudah tidak merupakan hal yang baru lagi. Hal-hal yang memungkinkan terjadinya reinvensi antara inovasi yang sangat komplek dan sukar dimengerti, penerima inovasi kurang dapat memahami inovasi karena sukar untuk menemui agen pembaharu, inovasi yang memungkinkan berbagai kemungkinan komunikasi, apabila inovasi diterapkan untuk memecahkan masalah yang sangat luas,

(32)

29

kebanggaan akan inovasi yng dimiliki suatu daerah tertentu juga dapat menimbulkan reinvensi.

5. Tahap Konfirmasi ( Confirmation )

Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.

Dalam tahap konfirmasi ini seseorang mencari penguatan terhadap keputusan yang telah diambilnya, dan ia dapat menarik kembali keputusannya jika memang diperoleh informasi yang bertentangan dengan informasi semula. Tahap konfirmasi ini sebenarnya berlangsung secara berkelanjutan sejak terjadi keputusan menerima atau menolak inovasi yang berlangsung tak terbatas. Selama dalam konfirmasi seseorang berusaha menghindari terjadinya disonansi paling tidak berusaha menguranginya.

Terjadinya perubahan tingkah laku seseorang antara lain disebabkan karena terjadinya ketidakseimbangan internal. Orang itu merasa dalam dirinya ada sesuatu yang tidak sesuai atau tidak selaras yang disebut disonansi, sehingga orang itu merasa tidak enak. Jika seseorang merasa dalam dirinya terjadi disonansi, maka ia akan berusaha akan menghilangkannya atau paling tidak menguranginya dengan cara pengetahuannya, sikap atau perbuatannya. Dalam

(33)

30

hubungannya dengan difussi inovasi, usaha mengurangi disonansi terjadi :

a) Apabila seseorang menyadari akan sesuatu kebutuhan dan berusaha mencari sesuatu untuk memenuhi kebutuhan misalnya dengan mencari informasi tentang inovasi hal ini pada terjadi tahap pengetahuan dalam proses keputusan inovasi :

b) Apabila seseorang tahu tentang inovasi dan telah bersikap menyenangi inovasi tersebut tetapi belum menetapkan keputusan untuk menerima inovasi. Maka ia akan berusaha untuk menerimanya, guna mengurangi adanya disonansi antara apa yang disenangi dan diyakini dengan apa yang dilakukan. Hal ini terjadi pada tahap keputusan inovasi, dan tahap implementasi dalam proses keputusan inovasi. c) Setelah seseorang menetapkan menerima dan

menerapkan inovasi, kemudian diajak untuk menolaknya. Maka disonansi ini dapat dikurangi dengan cara tidak melanjutkan penerimaan dan penerapan inovasi (discontinuiting). Ada kemungkinan lagi seseorang telah menetapkan untuk menolak inovasi, kemudian diajak menerimanya. Maka usaha mengurangi disonansi dengan cara menerima inovasi (mengubah keputusan semula ). Perubahan ini terjadi (tidak meneruskan inovasi atau mengikuti inovasi terlambat pada tahap konfirmasi ).

Ketiga cara mengurangi disonansi tersebut, berkaitan dengan perubahan tingkah laku seseorang

(34)

31

sehingga antara sikap, perasaan, pikiran, perbuatan sangat erat hubungannya bahkan sukar dipisahkan karena yang satu mempengaruhi yang lain. Sehingga dalam kenyataannya kadang-kadang sukar orang akan mengubah keputusan yang sudah terlanjur mapan dan disenangi, walaupun secara rasional diketahui adanya kelemahan.

Oleh karena sering terjadi untuk menghindari timbulnya disonansi, maka itu hanya berubah mencari informasi yang dapat memperkuat keputusannya. Dengan kata lain orang itu melakukan seleksi informasi dalam tahap konfirmasi (selective exposure). Untuk menghindari terjadinga drop out dalam penerimaan dan implementasi inovasi ( discontinue ) peranan agen pembaharu sangat dominan. Tanpa ada monitoring dan penguatan orang akan mudah terpengaruh pada informasi negative tentang inovasi.

Tipe Keputusan Inovasi

Inovasi dapat diterima atau ditolak oleh seseorang (individu) sebagai anggota sistem sosial, atau oleh keseluruhan anggota sistem sosial, yang menentukan untuk menerima inovasi berdasarkan keputusan bersama atau berdasarkan paksaan (kekuasaan). Dengan dasar kenyataan tersebut maka dapat dibedakan adanya beberapa tipe keputusan inovasi : 1. Keputusan inovasi opsional, yaitu pemilihan menerima atau

menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang ditentukan oleh individu (seseorang) secara mandiri tanpa tergantung

(35)

32

atau terpengaruh dorongan anggota sistem sosial yang lain. Meskipun dalam hal ini individu mengambil keputusan itu berdasarkan norma sistem sosial atau hasil komunikasi interpersonal dengan anggota sistem sosial yang lain. Jadi hakikat pengertian keputusan inovasi opsional ialah individu yang berperan sebagai pengambil keputusan untuk menerima atau menolak suatu inovasi. 2. Keputusan inovasi kolektif, ialah pemilihan untuk

menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang dibuat secara bersama-sama berdasarkan kesepakatan antara anggota sistem sosial. Semua anggota sistem sosial harus mentaati keputusan bersama yang telah dianutnya. Misalnya, atas kesepakatan warga masyarakat di setiap RT untuk tidak membuang sampah di sungai, yang kemudian disahkan pada rapat antar ketua RT dalam suatu wilayah RW. Maka konsekuensinya semua warga RW tersebut harus mentaati keputusan yang telah dibuat tersebut, walaupun mungkin secara pribadi masih ada beberapa individu yang masih merasa keberatan. 3. Keputusan inovasi otoritas, ialah pemilihan untuk

menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai kedudukan, status, wewenang atau kemampuan yang lebih tinggi daripada anggota yang lain dalam suatu sistem sosial. Para anggota sama sekali tidak mempunyai pengaruh atau peranan dalam membuat keputusan inovasi. Para anggota sistem sosial tersebut hanya melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh unit

(36)

33

pengambil keputusan misalnya, seorang pimpinan perusahaan memutuskan agar sejak tanggal 1 maret semua pegawai harus memakai seragam hitam putih. Maka semua pegawai sebagai anggota sistem sosial di perusahaan itu harus melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh atasannya.

Ketiga tipe keputusan inovasi tersebut merupakan rentangan dari keputusan opsional (individu dengan penuh tanggung jawab secara mandiri mengambil keputusan), dilanjutkan dengan keputusan kolektif (individu memperoleh sebagian sebagian wewenang untuk mengambil keputusan), dan yang terakhir keputusan otoritas (individu sama sekali tidak mempunyai hak untuk mengambil alih keputusan). Keputusan kolektif dan otoritas banyak digunakan dalam organisasi formal, seperti perusahaan, sekolah, perguruan tinggi, organisasi pemerintahan, dan sebagainya. Sedangkan keputusan opsional sering digunakan dalam penyebaran inovasi kepada petani, konsumen, atau inovasi yang sasarannya anggota masyarakat sebagai individu bukan sebagai anggota organisasi tertentu.

Biasanya yang paling cepat diterimanya inovasi dengan menggunakan tipe keputusan otoritas, tetapi masih juga tergantung bagaimana pelaksanaannya. Sering terjadi juga kebohongan dalam pelaksanaan keputusan keputusan otoritas. Dapat juga terjadi bahwa keputusan opsional lebih cepat dari keputusan kolektif, jika ternyata untuk membuat kesepakatan dalam musyawarah antara anggota

(37)

34

sistem sosial mengalami kesukaran. Cepat lambatnya difusi inovasi tergantung pada berbagai faktor.

Tipe keputusan yang digunakan untuk menyebarluaskan suatu inovasi dapat juga berubah dalam waktu tertentu. Rogers memberi contoh inovasi penggunaan tali pengaman bagi pengendara mobil (auto mobil seat belts). Pada mulanya pemasangan seatbelt di mobil diserahkan kepada pemilik kendaraan yang mampu membiayai pemasangannya. Jadi menggunakan keputusan opsional. Kemudian pada tahun berikutnya peraturan pemerintah mempersyaratkan semua mobil baru harus dilengkapi dengan tali pengaman. Jadi keputusan inovasi pemasangan tali pengaman dibuat secara kolektif. Kemudian banyak reaksi terhadap peraturan ini sehingga pemerintah kembali kepada peraturan lama keputusan menggunakan tali pengaman diserahkan kepda tiap individu (tipe keputusan opsional).

4. Keputusan inovasi kontingensi (contingent), yaitu pemilihan menerima atau menolak suatu inovasi, baru dapat dilakukan hanya setelah ada keputusan inovasi yang mendahuluinya. Misalnya di sebuah Perguruan Tinggi, seorang dosen tidak mungkin untuk memutuskan secara opsional untuk memakai komputer sebelum didahului keputusan oleh pimpinan fakultasnya untuk melengkapi peralatan fakultas dengan komputer. Jadi ciri pokok dari keputusan inovasi kontingan ialah digunakannya dua atau lebih keputusan inovasi secara bergantian untuk menangani suatu difusi inovasi, terserah yang mana yang

(38)

35

akan digunakan dapat keputusan opsional, kolektif atau otoritas.

Sistem sosial terlibat secara langsung dalam proses keputusan inovasi kolektif, otoritas dan kontingen dan mungkin tidak secara langsung terlibat dalam keputusan inovasi opsional.

Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation

is communicated through certain channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi

adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is

the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.”

Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:

(1) Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali. (2) Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan

(39)

36

memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.

(3) Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.

(4) Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama

Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses

(40)

37

pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type of innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication channels), (4) kondisi sistem sosial (nature of

social system), dan (5) peran agen perubah (change agents).

Kreativitas dalam Pengambilan Keputusan

Kreativitas adalah menghubungkan dan merangkai ulang pengetahuan didalam pikiran-pikiran manusia yang membeiarkan dirinya untuk berfikir secara lebih bebas dalam membangkitkan hal-hal baru, atau menghasilkan gagasan-gagasan yang mengejutkan pihak lain dalam menghasilkan hal yang bermanfaat (Evans, 1994). Pengertian lainnya, menyatakan bahwa kreativitas merupakan penyatuan pengetahuan dari berbagai pengalaman berlainan untuk menghasilkan ide-ide baru dan lebih baik.

Kreativitas juga merupakan ketrampilan untuk menentukan pertalian baru, melihat subjek dari perspektif baru dan membentuk kombinasi-kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang telah tercetak dalam pikiran dan juga pembangkit ide-ide baru. Kreativitas juga sebagai penghasil ide baru dan inovasi sebagai penerjemah ide baru menjadi perusahaan baru, produksi baru, jasa baru, metode baru atau proses baru untuk memproduksi (Stoner, Freeman dan Gillbert, 1996)

Kreativitas biasanya tidak secara langsung berhubungan dengan tingginya intelegensia seseorang. Orang kereatif memiliki kemampuan dalam menjalankan ide-ide yang

(41)

38

berbeda dan jugga peka terhadap lingkungan termasuk sering termotivasi oleh masalah yang menantang disamping juga fleksibel serta kaya akan fantasi. Aspek penting dalam kreativitas adalam pembangkitan ide. Pembangkitan ide secara individu akan terkait dengan kebebasan dan beragam pola pemikiran. Ciri dari berfikir kreatif dan individu yang dikatakan kreatif diantarannya didasarkan pada (Winardi, 2003):

1. Mencoba mengemukakan ide-ide atau gagasan dengan membuat keterkaitan baru diantara hal-hal yag telah diketahui.

2. Memperhatikan hal-hal yang tidak diduga

3. Mempertimbangkan karakteristik pribadi seperti fleksibilitas dan spontanitas dalam pemikiran

4. Kerja keras untuk membentuk gagasan-gagasan sehingga orang lain dapat melihat nilai dalam dirinya.

Kreativitas juga merupakan sebuah proses yang dapat dikembangkan dan ditingkatkan. Kemampuan dan bakat merupakan dasarnya, tetapi pengetahuan dari lingkungannya akan mempengaruhi kreativitas seseorang. Terdapat anggapan yang keliru mengenai orang yang kreatif, bahwa hanya orang pintar saja atau jenius saja yang memiliki kreativitas. Bahwa kreatif adalah proses mental yang di dalam proses itu pengalamanan masa lampau dikombinasikan kembali sering dengan beberapa distrosi dalam bentuk sedemikian rupa sehingga orang muncu dengan pola-pola baru, konfigurasi baru,

(42)

39

aturan baru sehingga muncul pemecahan yang lebih baik yang dibutuhkan manusia.

Dalam membuat keputusan yang rasional juga membutuhkan kreativitas, yakni kemampuan menciptakan ide-ide baru yang bermanfaat. Sebuah ide-ide-ide-ide yang berbeda dari apa yang dilakukan sebelumnya dengan tetap menyesuaikan masalah atau peluang yang dihadirkan.

1. kreativitas sangat penting dalam pembuatan keputusan?

a.Kreativitas memungkinkan pembuat keputusan untuk menilai dan memahami sebuah masalah dengan lebih mendalam, termasuk melihat masalah-masalah yang tidak bias dilihat oleh individu lain;

b. Membantu pembuat keputusan mengidentifikasikan semua alternative yang mungkin, atau dalam mengidentifikasikan alternative-alternatif yang belum jelas.

2. Potensial kreatif

Sebagian individu memiliki potensial kreatifitas yang biasa mereka gunakan ketika berhadapan dengan masalah pembuatan keputusan. Tetapi untuk mengeluarkan potensial tersebut mereka harus keluar dari pola psikologis yang kita miliki dan belajar melihat sebuah masalah dalam cara-cara yang berbeda.

Setiap individu memiliki kreativitas bawaan yang berbeda-beda, dan kreativitas yang luar biasa sangatlah

(43)

40

langka (Albert Einstein, Pablo Picasso, Wolfgang Mozart). Tetapi bagaimana dengan individu biasa? Misalnya individu yang mendapatkan nilai dalam hal keterbukaan terhadap pengalaman cenderung lebih kreatif, individu yang pandai juga cenderung lebih kreatif. Sifat-sifat lain yang diketahui berhubungan dengan individu kreatif: kemerdekaan, percaya diri, pengambilan resiko, tempat pengendalian internal, toleransi terhadap ambiguitas, dan kekerasan hati dalam menghadapi frustrasi, hal ini sangat diperlukan oleh seorang pengambil keputusan.

3. Tiga Komponen Model Kreatifitas.

Apa yang biasa dilakukan oleh para individu dan organisasi untuk menstimulasi kreativitas karyawan/pegawai?

Ada 3 Komponen model kreativitas(three component model

of creativity),

1. Keahlian, adalah dasar untuk setiap pekerjaan kreatif, bahwa potensial kreativitas meningkat ketika individu mempunyai kemampuan, pengetahuan, ketrampilan, kecakapan dan keahlian serupa dalam bidang usaha mereka;

2. Keterampilan berpikir kreatif, hal ini mencakup karakteristik kepribadian yang berhubungan dengan kreativitas, kemampuan untuk menggunakan analogi, serta bakat untuk melihat sesuatu yang sudah lazim dari sudut pandang berbeda.

(44)

41

Penelitian menunjukkan bahwa kita menjadi lebih kreatif ketika berada dalam suasana hati yang baik, jadi bila harus kreatif kita harus melakukan hal-hal yang menyenangkan, (misal mendengarkan musik yang disukai, makanan favorit, nonton film humor, memanjakan diri, atau bersosialisasi dengan individu lain. Terdapat juga bukti bahwa berkumpul dengan individu yang kreatif benar-benar dapat membuat kita menjadi lebih terinspirasi, terutama bila kreativitas kita sudah “mentok”.

Penggunaan analogi-analogi yang efektif memungkinkan para pembuat keputusan menerapkan sebuah ide-ide dari satu konteks ke konteks yang lain. Beberapa individu telah mengembangkan keterampilan kreatif mereka karena mereka mampu melihat berbagai masalah dalam cara baru. Mereka bisa membuat seuatu yang aneh menjadi lazim dan yang lazim menjadi aneh, contoh, sebagian besar dari kita beranggapan bahwa ayam-ayam betina bertelur. Tetapi, berapa banyak dari kita yang berangapan bahwa seekor ayam betina hanyalah media sebutir telur untuk membuat telur yang lain.

3. Motivasi tugas instrinsik, motivasi adalah keinginan untuk mengerjakan sesuatu karena hal tersebut menarik, rumit, mengasyikkan, memuaskan, atau menantang secara pribadi. Komponen motivasional ini mengubah potensial kreativitas menjadi ide-ide kreatif yang aktual. Hal ini menentukan tingkat

(45)

42

sampai mana individu sepenuhnya melibatkan keahlian dan keterampilan kreatif mereka, jadi individu yang kreatif sering kali mencintai pekerjaan mereka, sampai disebuah titik mereka terobsesi. Yang penting adalah lingkungan kerja seseorang individu dapat berpengaruh signifikan terhadap motivasional intrinsik.

Teknik Pengambilan Keputusan Kreatif

Pendekatan tipe ini mencoba untuk memanfaatkan semua hal yang tersedia untuk membantu individu dalam pengambilan keputusan kreatif. Berbagai upaya telah dilakukan untuk merumuskan pedoman umum untuk merangsang kreativitas individual. Empat pedoman sebagai alat bantu stimulasi kreatifitas yang cukup refresentatif dikemukakan oleh

Newman dan Warren sebagai beikut :

1. Sadari berbagai hambatan psikologis, terutama rintangan budaya dan persepsual

2. Coba mengubah atribut dengan pemusatan perhatian pada satu atribut masalah pada waktu tertentu terutama atribut kunci.

3. Waspada terhadap penemuan-penemuan tak sengaja 4. Sadari bahwa komputer mempunyai potensi untuk

menjadi pelengkap otak manusia dalam tahapan tertentu proses kreatif.

(46)

43

Ada dua tehnik dalam kelompok tehnik kreatif yang dikenal dan digunakan secara luas yaitu brainstorming dan

synectics

1. Brainstorming yang dikembangkan oleh Alex F Osborn untuk membantu memacu gagasan dalam bidang pengiklanan. Pada pokoknya tehnik ini brusaha untuk menggali dan mendapatkan kretifitas maksimum dari kelompok dengan memberikan kesempatan para anggota untuk melontarkan ide-idenya. Meskipun mula-mula digunakan dalam masalah pengiklanan tetapi kemudian

brainstorming telah diterapkan dalam banyak tipe masalah

keputusan lainnya. Gagasan-gagasan yang telah dilontarkan mungkin “liar” dan tidak praktis tetapi hal ini sering menimbulkan penyelesaian kreatif masalah-masalah keputusan.

Ada beberapa kritik terhadap brainstorming antara lain bahwa 1. sederhana

2. sangat memakan waktu dan biaya 3. hanya menghasilkan ide-ide dangkal.

Di lain pihak brainstorming sangat membantu untuk tipe keputusan tertentu, seperti pemberian nama produk baru atau sekedar menciptakan suatu lingkungan kreatif. Tehnik ini bagaimanapun juga terlalu dangkal dan terbatas sebagai tehnik bantu bagi para pengambil keputusan dasar dan dengan resiko atau ketidakpastian.

2. Synectics yang dikembangkan oleh Willam J Gordon, memang tidak sepopuler brainstorming tetapi mempunyai

(47)

44

nilai potensial lebih besar sebagai tehnik kreatif dalam pengambilan keputusan. Synectics didasarkan pada asumsi bahwa proses kreatif dapat dijabarkan dan diajarkan, dan dimaksudkan untuk meningkatkan keluaran (output) kreatif individual dan kelompok. Tehnik ini mencakup dua tahap dasar, pertama membuat yang aneh menjadi lazim dan kedua membuat yang lazim menjadi yang aneh. Tahap aneh lazim terutama bersifat analitis dan biasanya tidak ada penyelesaian. Sedangkan tahap kedua membuat yang lazim menjadi aneh suatu upaya sengaja dilakukan untuk melihat masalah dari sudut pandang yang sepenuhnya berbeda.

Ada 4 tipe analogi umum yang digunakan untuk menstimulasi kreatifitas pada pembuatan yang lazim menjadi aneh yaitu :

1. analogi pribadi, 2. langsung, 3. simbolik dan 4. fantasi.

Tidak semua manajer harus secara otomatis menganggap bahwa mereka dapat menggunakan synectics untuk membantu dalam pengambilan keputusan kreatif.

Untuk mengimplementasikan synectics secara tepat memerlukan seleksi hati-hati terhadap kemampuan personalia, latihan yang mamadai untuk penguasaan tehnik dan integrasi dengan lingkungan pengambilan keputusan. Meskipun synectics seperti hanya

(48)

45

ini lebih cocok untuk masalah keputusan yang kompleks.

Synectics sangat membantu dalam pengambilan keputusan

dasar atau mengandung resiko dan ketidakpastian yang memerlukan penyelesaian kreatif.

Selain itu terdapat pula teknik partisipasi sebagai suatu tehnik berarti bahwa individu atau kelompok dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Ini dapat bersifat formal atau informal dan menyangkut keterlibatan intelektual dan emosional seperti halnya keterlibatan phisik. Besarnya partisipasi dalam pengambilan keputusan bervariasi dari satu sisi ekstrim dimana ada partisipasi berarti setiap orang yang berhubungan dengan dan dipengaruhi oleh keterlibatan dalam pengambilan keputusan. Dalam praktek derajat partisipasi ditentukan oleh beberapa faktor seperti :

(1) siapa yang mengajukan gagasan,

(2) berapa proporsi bawahan melaksanakan setiap tahan pengambilan keputusan diagnosis, pengembangan alternatif, evaluasi dan estimasi konsekuensi masing-masing alternatif dan pembuatan pilihan

(3) berapa bobot seorang pelaksana mempengaruhi gagasan yang dia terima. Semakin besar adanya masing-masing faktor ini, akan semakin tinggi besarnya partisipasi.

Ada aspek positif dan negatif pada teknik pengambilan keputusan partisipatif misalnya kecenderungan terjadinya partisipasi semu (pseudo

Gambar

TABEL 1  FUNGSI MANAJEMEN  MERENCANAKAN  (PLANNING)  MENGORGANISASI (ORGANAIZING)  MEMIMPIN  (ACTUATING)  MENGENDALIKAN (CONTROLING)  Mendefinisikan  sasaran,
Tabel  5.1  Perbedaan  antara  fungsi  pemimpin  dan  leadership  menurut

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap selanjutnya siswa kemudian menyampaikan atau mendiskusikan kembali semua materi dan informasi yang diperoleh selama dalam diskusi kelompok, sehingga diharapkan semua anggota